Tinpus CA Ovarium Edit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinpus

Citation preview

A. DEFINISIKanker indung telur adalah terjadinya pertumbuhan sel-sel yang tidak lazim (kanker) pada satu atau dua bagian indung telur(1).Kanker indung telur atau kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kankerovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru(1).B. ANATOMI OVARIUM

Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri dan kanan uterus, di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke 14) siklus menstruasi. Ovulasi yaitu pematangan folikel graaf mengeluarkan ovum. Bila folikel graaf sobek, maka terjadi penggumpalan darah pada ruang folikel. Ovarium memiliki 3 fungsi, yaitu: memproduksi ovum, memproduksi hormon estrogen, memproduksi hormon progesteron.

Bentuknya bulat telur, bagian dalam ovarium disebut medulla ovary dibuat di jaringan ikat, jaringan yang banyak mengandung kapiler darah dan serabut saraf, bagian luar disebut korteks ovary, terdiri dari folikel-folikel yang berdinding epitelium berisi ovum(1).

C. EPIDEMIOLOGI

Kanker ovarium merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua kanker ginekologi. Angka kematian yang tinggi ini disebabkan karena penyakit ini awalnya bersifat asimptomatik dan baru menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastasis, sehingga 60-70% pasien datang pada stadium lanjut. Umumnya secara histologis hampir seluruh kanker ovarium berasal dari epitel, yaitu menempati sekitar 8590% dari seluruh kanker ovarium(1).D. KLASIFIKASI

Jenis kanker ovarium meliputi:a. Epithelial(85-90% dari semua kanker ovarium).Tumor epiteal ovarium berkembang dari permukaan luar ovarium, pada umumnya jenis tumor yang berasal dari epitelial adalah jinak, namun jika terjadi keganasan maka disebut epitelial ovarium carcinomas yang merupakan jenis tumor yang paling sering dan penyebab kematian terbesar dari jenis kanker ovarium. Gambaran tumor epitelial secara mikrokopis tidak jelas teridentifikasi sebagai kanker, dinamakan sebagai tumor borderline atau tumor yang berpotensi ganas.Berikut adalah beberapa kanker epithelial :1)Serosa (20%-50%, kebanyakan ganas)2)Muscinosa(15%-25%, dapat tumbuh hingga ukuran besar, histologinya bervariasi)3)Endometrioid (5%, sekitar 10% berhubungan dengan endometriosisi)4)Clear cell(5%, prognosisnya sangat buruk)5)Brenner(2%-3%, kebanyakan jinak)b. Germ cell(25% dari semua kanker ovarium).Tumor sel germinal berasal dari sel yang menghasilkan ovum, umumnya tumor germinal adalah jinak meskipun beberapa menjadi ganas, bentuk keganasan sel germinal adalah teratoma, disgermioma dan tumor sinus endodermal.Germ cellterdiri atas :DisgermiomaMixed germ cell tumorTeratoma imaturKoriokarsinomaEndodermal sinus tumorEmbrional karsinomac. Sex cord stromal(5% dari semua kanker ovarium) terdiri atas sel granulosa tumor. Tipe lainnya adalah sertoli-leydig.Tumor ovarium stromal berasal dari jaringan penyokong ovarium yang memproduksi hormon estrogen dan progesteron, jenis tumor ini jarang ditemukan.E. FAKTOR RESIKO

Nullipara dikaitkan dengan jangka panjang berulangnya ovulasi, dan perempuan tanpa anak-anak memiliki dua kali resiko terkena kanker ovarium. Mereka dengan riwayat infertilitas memiliki risiko yang lebih tinggi juga. Meskipun alasannya tidak jelas, hal tersebut lebih mungkin dikarenakan predisposisi sifat ovarium yang telah melekat daripada efek iatrogenik obat-obat yang merangsang ovulasi. Sebagai contoh, wanita yang diobati untuk infertilitas yang mencapai kelahiran hidup tidak memiliki peningkatan risiko kanker ovarium. Secara umum, risiko menurun dengan masing-masing kelahiran hidup, dan stabil pada wanita yang melahirkan lima kali. Salah satu teori yang menarik untuk menjelaskan efek perlindungan ini, kehamilan dapat menggugurkan sel ovarium premaligna

Awal menarche (menurut Waryono, 2010, menarke biasanya terjadi pada rentang usia 11 16 tahun) dan menopause terlambat juga telah dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker ovarium. Sebaliknya, pemberian ASI memiliki efek perlindungan, mungkin dengan memperpanjang amenore. Agaknya dengan mencegah ovulasi, penggunaan kontrasepsi oral kombinasi jangka panjang mengurangi risiko kanker ovarium sebesar 50 persen. Durasi perlindungan berlangsung sampai dengan 25 tahun setelah penggunaan terakhir. Sebaliknya, terapi pengganti estrogen setelah menopause meningkatkan resiko.

Riwayat keluarga dengan kanker ovarium dalam generasi tingkat pertama yaitu ibu, anak perempuan atau saudara perempuan, memiliki tiga kali lipat resiko mengalami kanker ovarium selama hidupnya. Identifikasi pasien berisiko tinggi dengan anggota keluarga yang mempunyai kanker ovarium, kanker payudara, atau kanker usus besar saat ini merupakan strategi pencegahan terbaik. Jika riwayat keluarga memiliki kanker usus besar, dokter harus waspada kemungkinan hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC), juga dikenal sebagai sindrom Lynch. Pasien dengan sindrom ini memiliki risiko seumur hidup tinggi kanker usus besar (85 %) dan kanker ovarium (10 sampai 12 persen). Obat-obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat, yang diberikan secara oral, dan obat-obat gonadotropin yang diberikan dengan suntikan seperti follicle stimulating hormone (FSH), kombinasi FSH dengan Luteinizing hormone (LH), akan menginduksi terjadinya ovulasi atau multiple ovulasi. Menurut hipotesis incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin, pemakaian obat penyubur ini jelas akan meningkatkan risiko relatife terjadinya kanker ovarium.Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause (MHT) dengan estrogen saja selama 10 tahun meningkatkan risiko relative 2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih, risiko relatif meningkat menjadi 3,2.Penggunaan bedak tabur langsung pada organ genital atau tissue pembersih bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) terhadap ovarium. Selain itu, bedak tabur juga mengandung asbes yaitu bahan mineral penyebab kanker.

F. ETIOLOGI

Ada beberapa teori tentang etiologi kanker ovarium yaitu:

1. Hipotesis Incessant OvulationTeori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat menimbulkan transformasi menjadi sel-sel tumor.2. Hipotesis gonadotropin

Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan data epidemiologi. Hormon hipofisis diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin juga menigkat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.

Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsinogenik dimetilbenzatrene (DMBA) akan menjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang telah di ooforektomi, tetapi tidak menjadi tumor jika tikus tersebut telah di hipofisektomi.

Berkurangnya resiko kanker ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotropin.3. Hipotesis androgen

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rish pada tahun 1998 yang mengatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu terpapar pada androgenic steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan testosterone. Dalam percobaan invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan juga sel-sel kanker ovarium epitel dalam kultur sel.4. Hipotesis progesteron

Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen, progesteron ternyata mempunyai peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron. Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita pasca menopause akan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan pemberian progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi, menurunkan resiko kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.G. DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik ginekologi, serta pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis pada stadium dini gejala-gejala kanker ovarium tidak khas, lebih dari 70% penderita kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut. Mayoritas penderita kanker ovarium jenis epithelial tidak menunjukkan gejala sampai periode waktu tertentu. Bila penderita dalam usia perimenopause, keluhan adalah haid yang tidak teratur. Bila massa tumor telah menekan kandung kemih atau rectum, keluhan sering berkemih dan konstipasi akan muncul. Gejala seperti rasa tidak nyaman dan rasa penuh diperut, serta cepat merasa kenyang, distensi perut sebelah bawah, rasa tertekan, dan nyeri dapat pula ditemukan. Pada stadium lanjut ini gejala-gejala yang ditemukan umumnya berkaitan dengan adanya asites, metastasis ke omentum, atau metastasis ke usus.Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi dan mobilitas dari massa tumor. Pada pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan bagian posterior, ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Douglas dan rektum. Adanya nodul di payudara perlu mendapat perhatian, mengingat tidak jarang ovarium merupakan tempat metastasis dari karsinoma payudara. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik dengan permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi dan sering bilateral. Massa yang besar yang memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan nodul pada cul-de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan. Pada wanita pascamenopause, ovarium akan menjadi atropi dan pada pemeriksaan panggul tidak dapat diraba. Jadi bila pada usia ini teraba massa di pelvis, maka massa tersebut patut dicurigai suatu keganasan. Keadaan ini dahulu disebut postmenopausal palpable syndrome. Penelitian pada penderita kelompok ini menunjukkan bahwa hanya 3% dari massa yang teraba di pelvis tersebut yang berukuran kurang dari 5 cm, yang bersiffat ganas.Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah USG, yang merupakan pemeriksaan yang murah dan non invasif dapat secara tegas membedakan tumor kistik dengan tumor padat. Tumor dengan bagian padat (ekogenik) kemungkinan ganas meningkat, sebaliknya, tumor kistik tanpa ekointernal (anekogenik) kemungkinan keganasan rendah. Pemakaian USG transvagina dapat meningkatkan ketajaman diagnosis karena mampu menjabarkan morfologi dengan baik. Indeks morfologi USG yang harus diperiksa adalah volume, adanya bagian padat, tebal septum (>3mm), adanya pertumbuhan papil. Jika alat USG dilengkapi dengan color Doppler perlu diperiksa neovaskularisasi dengan penurunan indeks resistensi ( 5 cm pada ultrasonografi transvaginal mempunyai 2.5 kali resiko malignan dibanding dengan ovarium yang lebih kecil. Jika ovariumnya normal atau tidak terlihat, maka dianggap skor ultrasonografinya < 5.

Pemeriksaan tumor marker CA 125 merupakan protein yang terdapat pada permukaan sel kanker ovarium dan beberapa jaringan sehat. Kadar CA 125 meningkat pada sekitar 80% pasien yang menderita kanker ovarium epitelial. Akan tetapi metode ini tidak terlalu akurat untuk mendiagnosa kanker ovarium karena protein CA 125 juga dapat meningkat dalam kondisi non-kanker seperti saat terjadi endomeriosis dan radang usus buntu. HE4 merupakan protein yang pertama kali diidentifikasi oleh Kirchoff saat melakukan pemeriksaan epididimis manusia pada tahun 1991, awalnya diduga sebagai suatu protease inhibitor yang terlibat dalam maturasi sperma. Hellstrom melakukan pemeriksaan analisa serial dari ekspresi 64 jenis gen (cDNA microarray) pada jaringan kanker ovarium, jaringan tumor jinak ovarium, dan jaringan ovarium normal. HE4 ditemukan memiliki selektivitas tinggi pada jaringan kanker ovarium, tetapi tidak ada pada jaringan tumor jinak maupun jaringan ovarium normal. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kombinasi antara CA125 dan HE4 memiliki spesifitas dan sensitivitas yang tinggi sebagai tumor marker preoperatif untuk pembeda tumor jinak ovarium dengan kanker ovariium. Pemakaian CT-Scan untuk diagnosis tumor ovarium juga sangat bermanfaat. Dengan CT-Scan dapat diketahui ukuran tumor primer, adanya metastasis ke hepar dan kelenjar getah bening, asites, dan penyebaran ke dinding perut. CT-Scan kurang disenangi karena risiko radiasi, risiko reaksi alergi terhadap zat kontras, kurang tegas dalam membedakan tumor kistik dengan tumor padat, dan biaya mahal. Jika dibandingkan dengan CT-Scan, MRI tidak lebih baik dalam hal diagnostik.H. PENYEBARAN

Penyebaran Kanker Ovarium

Kanker ovarium dapat menyebar dengan cara sebagai berikut :

1. Penyebaran transcoelomicPenyebaran dimulai apabila tumor telah menginvasi kapsul. Selanjutnya sel-sel tumor yang mengalami eksfoliasi akan menyebar sepanjang permukaan peritoneum kavum abdomen mengikuti aliran cairan peritoneum. Aliran cairan peritoneum itu karena pengaruh gerakan pernafasan akan mengalir dari pelvis ke fossa paracolica, terutama yang kanan, ke mesenterium dank e hemidiafragma kanan. Oleh karena itu, metastasis sering ditemukan di cavum douglasi, fossa paracolica, hemidiafragma kanan, kapsul hepar, peritoneum usus dan mesterium, omentum. Proses metastasis ini jarang menginvasi lumen usus, tetapi secara cepat akan menyebabkan usus-usus saling melekat sehingga dapat menimbulakan ileus obstruktif. 2. Penyebaran limfatik

Penyebaran kanker ovarium dapat juga melalui pembuluh getah bening yang berasal dari ovarium. Melalui pembuluh getah bening yang mengikuti pembuluh darah di ligamentum infundibulo pelvikum, sel-sel kanker dapat menyebar mencapai KGB disekitar aorta dan KGB interkavoaortik sampai setinggi a/v renalis. Melalaui pembuluh getah bening yang mengikuti pembuluh darah diligamentum latum dan parametrium, sel-sel kanker dapat pula mencapai KGB di dinding panggul seperti KGB iliaca eksterna, KGB obturatoria, dan KGB disekitar pembuluh darah hipogastrika3. Penyebaran hematogen

Penyebaran hematogen kanker ovarium jarang terjadi. Bila terjadi, penyebaran tersebut dapat ditemukan di parenkim paru dan hepar pada 2-3% kasus.

Penyebaran jauh biasanya terjadi pada penderita dengan asites yang banyak, dan karsinomatosis peritonel, telah ada metastasis di intraabdomen dan KGB retroperitoneal.4. Transdiafragma

Cairan asites yang mengandung sel-sel tumor ganas dapat menembus diafragma sebelah kanan sehingga mencapai rongga pleura. Implantasi sel-sel tumor ganas di rongga pleura kan menimbulkan efusi pleura. Penemuan sel tumor ganas pada cairan pleura merupakan salah satu criteria menetapkan penderita kanker ovarium berada di stadium IV.I. STADIUM KANKER OVARIUM

Stadium kanker ovarium disusun menutut keadaan yang ditemukan pada operasi eksplorasi. Stadium tersebut menurut International Federation of Gynecologist and Obstenricians (FIGO) 1987 sebagai beriku:Stadium I terbatas pada 1 / 2 ovarium

I AMengenai 1 ovarium, kapsul utuh, ascites (-)

I BMengenai 2 ovarium, kapsul utuh, ascites (-)

I CKriteria I A / I B disertai 1 > lebih keadaan sbb :1. Mengenai permukaan luar ovarium2. Kapsul rupture3. Ascites (+)

Stadium II perluasan pada rongga pelvis

II AMengenai uterus / tuba fallopi / keduanya

II BMengenai organ pelvis lainnya

II CKriteria II A / II B disertai 1 / > keadaan sbb :1. Mengenai permukaan ovarium2. Kapsul ruptur3. Ascites (+)

Stadium III kanker meluas mengenai organ pelvis dan intraperitoneal

III AMakroskopis : terbatas 1 / 2 ovariumMikroskopis: mengenai intraperitoneal

III BMakroskopis : mengenai intraperitoneal diameter < 2 cm, KGB (-)

III C1.Meluas mengenai KGB2.Makroskopis mengenai intraperitoneal diameter > 2 cm

Stadium IV pertumbuhan mengenai 1 / 2 ovarium dengan metastasis jauh.

Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.

J. PENATALAKSANAANPenatalaksaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium, derajat diferensiasi, fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama adalah pengankatan tumor primer dan metastasisnya, dan bila perlu diberikan terapi adjuvant seperti kemoterapi, radioterapi, imunoterapi dan terapi hormon.Penatalaksanaan Kanker Ovarium stadium I

Penatalaksanaannya adalah terdiri dari histerektomi totalis perabdominam, salpingoooforektomi bialteralis, apendektomi, dan surgical staging. Surgical staging adalah suatu tindakan bedah laparatomi eksplorasi yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perluasan suatu kanker ovarium dengan melakukan evaluasi daerah-daerah yang potensial akan dikenai perluasan atau penyebaran kanker ovarium. Temuan pada surgical staging akan menetukan stadium penyakit dan pengobatan adjuvant yang perlu diberikan. Bila pada eksplorasi secara visual dan palpasi tidak ditemukan penyebaran makroskopis dari kanker, penyebaran mikroskopis harus dicari dengan melakukan pemerikasaan mikroskopis cairan peritoneum, biopsy peritoneum, omentektomi, dan linfadenoktomi kelenjar getah bening pelvis dan para aorta. Temuan pada surgical staging akan menentukan stadium penyakit dan pengobatan adjuvant yang perlu diberikan. 1. Sitologi

Jika pada surgical staging ditemukan cairan peritoneum atau asites, cairan tersebut harus diambil untuk pemeriksaan sitologi. Sebaliknya, jika cairan peritoneum atau asites tidak ada, harus dilakukan pembilasan kavum abdomen dan cairan bilasan tersebut diambil sebagian untuk pemeriksaan sitologi. Penelitian pada kasus -kasus kanker ovarium stadium IA ditemukan hasil sitologi positif pada 36% kasus, sedangkan pada kasus-kasus stadium lanjut, sitologi positif ditemukan pada 45% kasus. 2. Apendektomi Tindakan apendektomi yang rutin masih controversial. Metastasis ke apendiks jarang terjadi pada kasus kanker ovarium stadium awal (