10
LAPORAN KASUS MASTOIDITIS DAN SINDROM GRADENIGO DENGAN BAKTERI ANAEROB Chris Ladefoged Jacobsen, Mikkel Attermann Bruhn, Yousef Yavarian and Michael L Gaihede Abstrak Latar Belakang: Sindrom Gradenigo adalah penyakit langka, yang ditandai oleh trias kondisi berikut: otitis media supuratif, nyeri pada distribusi divisi pertama dan kedua nervus trigeminal dan kelumpuhan nervus abducens. Ketiga kondisi tersebut tidak selalu hadir, tetapi dapat berkembang jika kondisi tidak diobati dengan benar. Presentasi Kasus: Kami melaporkan kasus seorang gadis 3 tahun, dengan demam dan otitis media akut sisi kiri. Dia menderita mastoiditis akut, yang awalnya diobati dengan antibiotik intravena, penyisipan tabung ventilasi dan mastoidektomi kortikal. Setelah 6 hari, gambaran klinis disulitkan dengan perkembangan kelumpuhan nervus abducens sisi kiri. Scan MRI menunjukkan osteomielitis dalam kompleks petro-mastoid, dan Sinyal sangat kuat dari meninges yang berdekatan. Penyelidikan mikrobiologi menunjukkan adanya Staphylococcus aureus dan Fusobacterium necrophorum. Dia berhasil diobati dengan terapi antibiotik intravena spektrum luas dengan cakupan anaerobik. Setelah 8

Translate Jurnal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Gradenigo Syndrome

Citation preview

LAPORAN KASUSMASTOIDITIS DAN SINDROM GRADENIGO DENGAN BAKTERI ANAEROBChris Ladefoged Jacobsen, Mikkel Attermann Bruhn, Yousef Yavarian and Michael L Gaihede

AbstrakLatar Belakang: Sindrom Gradenigo adalah penyakit langka, yang ditandai oleh trias kondisi berikut: otitis media supuratif, nyeri pada distribusi divisi pertama dan kedua nervus trigeminal dan kelumpuhan nervus abducens. Ketiga kondisi tersebut tidak selalu hadir, tetapi dapat berkembang jika kondisi tidak diobati dengan benar.

Presentasi Kasus: Kami melaporkan kasus seorang gadis 3 tahun, dengan demam dan otitis media akut sisi kiri. Dia menderita mastoiditis akut, yang awalnya diobati dengan antibiotik intravena, penyisipan tabung ventilasi dan mastoidektomi kortikal. Setelah 6 hari, gambaran klinis disulitkan dengan perkembangan kelumpuhan nervus abducens sisi kiri. Scan MRI menunjukkan osteomielitis dalam kompleks petro-mastoid, dan Sinyal sangat kuat dari meninges yang berdekatan. Penyelidikan mikrobiologi menunjukkan adanya Staphylococcus aureus dan Fusobacterium necrophorum. Dia berhasil diobati dengan terapi antibiotik intravena spektrum luas dengan cakupan anaerobik. Setelah 8 minggu follow up tidak ada tanda-tanda infeksi berulang atau kelumpuhan nervus abducens.

Kesimpulan: Sindrom Gradenigo jarang terjadi, tapi komplikasinya dapat menginfeksi telinga tengah. Hal ini paling umumnya disebabkan oleh mikroorganisme aerobik, namun mikroorganisme anaerob juga dapat ditemukan, itulah mengapa cakupan anaerobik harus dipertimbangkan ketika menentukan pengobatan antibiotik.Kata kunci: Sindrom gradenigo, Mastoiditis akut, Petrositis apikal, Otitis media akut, Kelumpuhan nervus Abducens, Fusobacterium necrophorum.

Latar BelakangSindrom Gradenigo (SG) adalah trias klinis pada kondisi berikut; otitis media, nyeri pada distribusi divisi pertama dan kedua nervus trigeminal dan kelumpuhan nervus abducens ipsilateral. Awalnya hal ini dijelaskan pada tahun 1907 oleh Giuseppe Gradenigo [1]. Sebelum era antibiotik, hal itu tidak jarang dilihat sebagai komplikasi Otitis Media Akut (OMA) dan mastoiditis. Gejalanya terjadi sebagai infeksi yang menyebar ke apex petrosa pada tulang temporal, dimana saraf kranial keenam dan ganglion trigeminal berdekatan dan hanya dipisahkan oleh duramater. Keterlibatan saraf kranial keenam dipandang sebagai reaksi yang disebabkan oleh peradangan yang berdekatan, seperti saraf melewati kanal Dorellodi dibawah ligamen petroclinoid [2].Trias gejala pada SG tidak selalu ada. Misalnya, tidak adanya kelumpuhan nervus abducens tidak mengesampingkan petrositis apikal. Evaluasi radiologis oleh computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) sangat membantu dalam diagnosis dan manajemen SG, serta mereka dapat menyingkirkan diagnosa banding seperti trombosis sinus septik atau wujud non-infeksi lainnya [3,4]. Dengan meluasnya penggunaan antibiotik, kejadian petrositis apikal sudah jarang terjadi, dilaporkan dua per 100.000 anak dengan otitis Media akut [5].Kami melaporkan kasus komplikasi OMA yang dikarenakan oleh mastoiditis dan petrositis apikal sebagai sindrom Gradenigo.

Presentasi KasusSeorang gadis berusia 3 tahun yang sehat tanpa riwayat medis sebelumnya mengaku kepada departemen pediatrik setelah 4 hari dengan demam tinggi (39-40,4C; 102,9-104 F) dan otorrhea sisi kiri. Ketika masuk rumah sakit anak itu dalam kondisi yang buruk, dehidrasi, demam dan pucat. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya kelembutan mastoid kiri dengan eritema retroauricular, edema dan fluktuasi. Selain itu, pemeriksaan mata menunjukan gerakan dan refleks normal; Tidak ada tanda meningeal, perubahan kesadaran atau temuan neurologis lainnya. Tidak terjadi pembesaran kelenjar getah bening servikal. Sampel darah awal menunjukkan protein C-reaktif 256 mg/L dan pengobatan antibiotik intravena dengan benzil penisilin dimulai.Anak itu dipindahkan ke departemen ORL, dimana otomicroscopy menunjukkan edema pada kanal pendengaran eksterna dan membran timpani hiperemis yang menggembung. Temuan ini menyebabkan drainase bedah pada abses di bawah anestesi umum dan penyisipan tabung ventilasi ke membran timpani kiri. Materi mukopurulen dari abses dan telinga tengah dikirim untuk pmeriksaan mikrobiologi. Sehari setelah operasi, anak menunjukkan tanda perkembangan dengan turunnya demam serta edema retroauricular, eritema dan anoreksia yang berkurang. Namun, pada hari yang sama, demam muncul kembali (39,0C; 102,2F), serta perkembangan eritema dan pembengkakan di sekitar sayatan. Karena mastoidektomi akut dan drainase dilakukan.Selama beberapa hari perawatan, perkembangan klinis sudah terlihat. Enam hari setelah operasi, anak memiliki masalah dengan menjaga keseimbangan, dan orang tuanya menyadari adanya sedikit strabismus. Tidak ada sakit kepala atau keterlibatan nervus trigeminal yang ditemukan. Pemeriksaan fisik menunjukkan visus normal pada kedua mata, tapi ada edema papillar dan kelumpuhan nervus abducens sisi kiri (Gambar 1).

Gambar 1. Kelumpuhan nervus abdusen sisi kiri pada onset 6 hari setelah mastoidektomiDalam rangka untuk menyingkirkan kemungkinan trombosis sinus, dilakukan scan MRI. Hal ini menunjukkan osteomielitis dalam kompleks petro-mastoid (Gambar 2 dan 3); Selanjutnya, ditunjukkan adanya penebalan dan peningkatan meninges yang berdekatan (Gambar 4), sedangkan tidak ada tanda-tanda trombosis sinus. Akhirnya, tidak ada abses intrakranial ditemukan setelah injeksi kontras.

Gambar 2. MRI bagian horisontal T1 + Gadolinium. Anak panah menunjukkan area dengan peningkatan pada pars petrosa kiri

Gambar 3. MRI bagian coronal T1 + Gadolinium. Anak panah menunjukkan area peningkatan di bagian pars petrosa

Kultur nanah yang berasal dari abses mastoid mengungkapkan pertumbuhan Staphylococcus aureus yang sensitif terhadap dicloxacillin dan cefuroxime, namun resisten terhadap penisilin dan juga ditemukan Fusobacterium necrophorum yang sensitif terhadap metronidazole dan penisilin. Anak itu setelah total 20 hari diberikan antibiotik intravena sebagai kombinasi dari cefuroxime dan metronidazol. Setelah 8 minggu pemeriksaan, tidak ada tanda-tanda infeksi berulang atau kelumpuhan nervus abducens.

Gambar 4. MRI potongan horizontal T1 + Gadolinium. Anak panah menunjukkan penebalan lokal dan peninggian dura

KesimpulanSindrom Gradenigo sebagai akibat dari petrositis jarang terlihat setelah pengenalan dan meluasnya penggunaan antibiotik. Bagaimanapun, ini merupakan komplikasi yang serius dan berpotensi fatal terhadap OMA dan mastoiditis akut.Sedangkan pneumatisasi sel mastoid dari tulang temporal hampir universal, pneumatisasi pada apex petrous bervariasi dan hanya ditemukan di sepertiga dari pasien dewasa; dalam kasus seperti ini mungkin saja memberi jalan untuk OMA menyebar juga menyebabkan petrositis apikal [4]. Selain itu, kondisi ini juga mungkin merupakan akibat langsung dari infeksi melalui penghancuran tulang atau secara hematologi melalui saluran vena yang menyebabkan osteomielitis di daerah non-pneumatisasi pada tulang petrosa [6]. Karena lokasi pusat pada apex petrous, petrositis apikal mungkin berkembang dengan cepat menjadi komplikasi yang berat dan mengancam seperti meningitis, abses otak, trombosis sinus lateral, gejala empiema dan kelumpuhan saraf kranial [4-6]. Penundaan antara gejala otologis dan keterlibatan saraf kranial bervariasi dari 1 minggu sampai 2-3 bulan [7]. Dalam kasus kami, waktu antara onset gejala awal dan kemunculan kelumpuhan nervus abducens adalah dua minggu.Kami menemukan patogen penyebab Staphylococcus aureus dengan kombinasi Fusobacterium necroforum yang ditemukan di kedua telinga tengah dan rongga mastoid. Staphylococcus aureus sering ditemukan pada mastoiditis akut (8,6%), hanya dilampaui oleh Pseudomonas aeruginosa (11,8%), Streptococcus pneumoniae (9,9%) dan Streptococcus pyogenes (9,2%) [8]. Telah dikemukakan bahwa Staphylococcus aureus memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menyerang tulang, karena telah ditemukan pada lebih banyak kasus dengan osteomielitis [8]. Kemunculan Fusobacterium necrophorum di SG lebih tidak biasa, dan untuk pengetahuan kami ini hanya dilaporkan dalam dua kasus sebelumnya [9,10]. Fusobacterium necrophorum adalah bakteri anaerobik, batang gram-negatif non-motil, biasanya ditemukan dalam flora mulut, saluran pencernaan serta saluran genito-urinary pada wanita. Biasanya tidak menyerang permukaan mukosa pada orang sehat, tetapi jika sistem pertahanan tubuh terganggu telah diketahui hal ini menyebabkan berbagai infeksi serius yang berkembang dengan cepat termasuk bakteremia; kondisi klinis ini dikenal sebagai necrobacillosis [11].Kemunculan Fusobacterium necrophorum adalah sulit, karena perkembangannya yang kompleks dan tergantung pada masa inkubasi yang lama; ini dapat menyebabkan sebuah penyepelean dari demonstrasi klinis yang muncul [12] namun perkembangan mikroorganisme anaerob harus dipertimbangkan. Dengan demikian, ketika pengobatan antibiotika empiris dimulai, itu dapat direkomendasikan untuk mencakup kedua agen anti-staphylococcal yang ampuh serta metronidazol untuk menutupi organisme anaerobik. CT scan adalah pilihan pertama pencitraan, karena tersedia secara luas dan memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi perubahan struktur tulang termasuk lesi di apex petrosa dimana SG dalam banyak kasus akan muncul [4]. Lebih lanjut, itu mungkin mendeteksi keberadaan abses interkranial, meskipun kurang sensitif dibandingkan MRI. MRI berguna dalam mengevaluasi sejauh mana lesi apex petrosa berada pada CT scan, serta menunjukkan keterlibatan meningeal. Selain itu, MRI unggul dalam mendeteksi komplikasi intrakranial [3,4,13]. Sebuah angiografi MRI dapat dilakukan untuk menyingkirkan tanda-tanda trombosis sinus.Sindrom Gradenigo jarang, tetapi komplikasinya mengancam infeksi telinga tengah yang harus dipertimbangkan bila gejala atipikal berkembang setelah OMA. Modalitas radiologi seperti CT dan MRI tidak boleh tertunda dan CT harus dianggap sebagai pilihan pertama pencitraan ketika diduga adanya SG. Pengobatan harus mencakup drainase pada telinga tengah dan mastoidektomi serta antibiotik spektrum luas intravena. Pada umumnya SG disebabkan oleh mikroorganisme aerobik, tetapi bisa juga ditemukan dalam interaksi dengan mikroorganisme anaerob. Karena beratnya komplikasi terkait, kami sarankan bahwa antibiotik termasuk cakupan anaerobik.PersetujuanPersetujuan tertulis, untuk publikasi rincian klinis dan gambaran klinis diperoleh dari orang tua pasien. Salinan dari formulir izin tersedia untuk ditinjau oleh Editor jurnal ini.