16
PERAN, TUGAS, DAN WEWENANG AHLI GIZI DI RUMAH SAKIT Salah satu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS). Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 134/Menkes/SK/IV/1978, pelayanan gizi ditetapkan sebagai pelayanan penunjang medis didalam struktur organisasi rumah sakit dan dikelola oleh instalasi gizi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit. Dalam melaksanakan kegiatannya, PGRS harus diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan lainnya yang berada di rumah sakit. Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit dengan beberapa kegiatan, antara lain asuhan gizi pasien rawat jalan, asuhan gizi pasien rawat inap, penyelenggaraan makanan, serta penelitian dan pengembangan gizi (Departemen Kesehatan RI, 2006). Pelayanan gizi rumah sakit berperan dalam mempercepat penyembuhan pasien dan menjaga agar kondisi tubuh tetap sehat. Dengan gizi yang baik, daya tahan tubuh akan meningkat sehingga dapat mempercepat penyembuhan penyakit dan menghindari komplikasi penyakit lainnya serta dapat membantu mencegah kambuhnya penyakit. Pelayanan Gizi Rumah Sakit Menurut Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2006), Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif. mekanisme pelayanan gizi rumah sakit, sebagai berikut: Klien/pasien rumah sakit dibedakan dalam 2 (dua) kategori yaitu:

Tugas Etik Peran Ahli Gizi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

PERAN, TUGAS, DAN WEWENANG AHLI GIZI DI RUMAH SAKIT

Salah satu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS). Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 134/Menkes/SK/IV/1978, pelayanan gizi ditetapkan sebagai pelayanan penunjang medis didalam struktur organisasi rumah sakit dan dikelola oleh instalasi gizi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit. Dalam melaksanakan kegiatannya, PGRS harus diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan lainnya yang berada di rumah sakit.

Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit dengan beberapa kegiatan, antara lain asuhan gizi pasien rawat jalan, asuhan gizi pasien rawat inap, penyelenggaraan makanan, serta penelitian dan pengembangan gizi (Departemen Kesehatan RI, 2006). Pelayanan gizi rumah sakit berperan dalam mempercepat penyembuhan pasien dan menjaga agar kondisi tubuh tetap sehat. Dengan gizi yang baik, daya tahan tubuh akan meningkat sehingga dapat mempercepat penyembuhan penyakit dan menghindari komplikasi penyakit lainnya serta dapat membantu mencegah kambuhnya penyakit.

Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Menurut Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2006), Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif.

mekanisme pelayanan gizi rumah sakit, sebagai berikut: Klien/pasien rumah sakit dibedakan dalam 2 (dua) kategori yaitu: 1. Pasien Rawat Inap Pada tahap penapisan dan pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaaan fisik, antropometri, laboratorium dan pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan apakah pasien memerlukan terapi, diet atau tidak. Pada tahap intervensi/implementasi : a. Bila tidak memerlukan terapi diet : 1) Pasien dipesankan makanan biasa ke tempat pengolahan makanan.

2) Dari tempat pengolahan makanan didistribusikan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan makanan disajikan ke pasien.

3) Selama dirawat, pasien yang berminat, mendapatkan penyuluhan mengenai gizi umum tentang makanan seimbang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan lingkungannya.

Page 2: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

4) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan makanannya. Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan bahwa ia memerlukan penyesuaian diet atau tidak.

5) Bila tidak, tetap memperoleh makanan biasa sampai diperbolehkan pulang.

6) Bila memerlukan terapi diit, prosesnya sama dengan bila ia dari semula memerlukan terapi diet. 29

Page 3: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

b. Bila memerlukan terapi diet : 1) Bagi pasien yang direncanakan dengan makanan khusus/diet, yang sesuai dengan keadaan fisik, psikis, penyakit, kebiasaan makan dan nafsu makan.

2) Selama dirawat pasien memperoleh penyuluhan atau konseling gizi agar diperoleh persesuaian paham tentang dietnya, dan pasien dapat menerima serta menjalankan diet.

3) Makanan khusus dipesan ke tempat pengolahan makanan (dapur). Dari tempat pengolahan makanan diet didistribusikan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan makanan khusus disajikan ke pasien.

4) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan makanannya. Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan apakah ia memerlukan penyesuaian diet atau tidak.

5) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan makanan biasa, proses selanjutnya sama dengan butir a.

6) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan diet khusus, proses selanjutnya lihat pada butir b.

7) Bila pasien ternyata tidak memerlukan penyesuaian diet, maka saat akan pulang pasien memperoleh penyuluhan/ konseling gizi tentang penerapan diet di rumah.

8) Bila memerlukan tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses pelayanan gizi rawat jalan.

9) Bila tidak, kegiatan pelayanan gizi berakhir, dan pasien dapat dirujuk ke Puskesmas atau institusi kesehatan lain untuk pembinaan selanjutnya. 2. Pasien Rawat Jalan

Dari hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan pemeriksaan dokter lainnya, kemudian dokter menentukan apakah pasien perlu terapi diet.

a. Bila tidak memerlukan terapi diet, pasien hanya akan mendapat penyuluhan gizi umum dan makanan sehat untuk diri dan keluarganya, dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan keadaan kesehatan dirinya dan lingkungannya.

b. Bila memerlukan terapi diet, pasien akan dikirim ke klinik gizi untuk memperoleh penyuluhan/konseling tentang diet/terapi yang ditetapkan dokter. Proses selanjutnya mengikuti prosedur dari klinik tersebut.

2.3 Prosedur Kerja Asuhan Gizi Di Ruang Rawat Inap

Berikut ini tabel tentang prosedur kerja asuhan gizi di ruang rawat inap:

Sumber : Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI Tahun 2006 2.4.1 Kualifikasi Tenaga Gizi Rumah Sakit

Page 4: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

2.4.1.1 Kepala Unit Pelayanan Gizi Menurut Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (Departemen Ksehatan RI, 2006) Kepala Unit Pelayanan Gizi adalah penanggungjawab umum organisasi unit pelayanan gizi di sebuah rumah sakit, yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit dengan berdasarkan ketentuan dan peraturan kepegawaian yang berlaku. Kepala unit pelayanan gizi rumah sakit bertugas memimpin penyelenggaraan pelayanan gizi di rumah sakit, yang pada umumnya bertanggungjawab kepada Direktur Bidang Penunjang Medis. 39

Page 5: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut maka seorang kepala unit pelayanan gizi rumah sakit harus memenuhi kriteria tertentu sebagai berikut : 1) Rumah Sakit kelas A: Lulusan S2-Gizi/Kesehatan atau Sl-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi, atau serendah-rendahnya lulusan D4-Gizi dengan pengalaman kerja tertentu.

2) Rumah Sakit kelas B: Lulusan S2-Gizi/Kesehatan atau Sl-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi, atau serendah-rendahnya lulusan D4-Gizi.

3) Rumah Sakit kelas C: Lulusan Sl-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi atau lulusan D4-Gizi, atau serendah-rendahnya lulusan D3-Gizi dengan pengalaman kerja tertentu. 2.4.1.2 Koordinator Unit-Unit

Koordinator unit-unit melaksanakan tugas mengkoordinasikan : 1) Perencanaan dan evaluasi pelayanan gizi.

2) Pengawasan dan Pengendalian dalam penyelenggaraan pelayanan gizi.

3) Pemantauan proses pelayanan.

4) Pengkajian data kasus

5) Penelitian dan pengembangan

Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut diatas maka klasifikasi pendidikan tenaga Koordinator Unit harus memenuhi kriteria tertentu sebagai berikut: 1) Rumah Sakit kelas A: Lulusan S2-Gizi/Kesehatan atau S1- Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi, atau serendah-rendahnya lulusan D4-Gizi.

2) Rumah Sakit kelas B: Lulusan S2-Gizi/Kesehatan atau S1- Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi, atau serendah-rendahnya lulusan D4-Gizi. 40

Page 6: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

3) Rumah Sakit kelas C: Lulusan S1-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi, atau lulusan D4-Gizi, atau serendah-rendahnya lulusan D3-Gizi. 2.4.1.3 Supervisor

Supervisor bertugas mengawasi dan mengendalikan proses penyelenggaraan pelayanan gizi rumah sakit mulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian dan pelayanan pasca rawat dan rujukan. Bidang tugas yang diawasi mencakup aspek dietetik dan non-dietetik. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut diatas maka diperlukan tenaga-tenaga supervisor/pengawas dengan klasifikasi pendidikan yang memenuhi kriteria tertentu sebagai berikut : a). Rumah Sakit kelas A : 1) Lulusan S1-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi,

2) Lulusan D4-Gizi, atau serendah-rendahnya lulusan D3 Gizi

3) Lulusan D3-Perhotelan

b). Rumah Sakit kelas B : 1) Lulusan S1-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi,

2) Lulusan D4-Gizi, atau serendah-rendahnya lulusan D3 Gizi

3) Lulusan D3-perhotelan

c). Rumah Sakit kelas C : 1) Lulusan S1-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi.

2) Lulusan D4-Gizi, atau serendah-rendahnya lulusan D3 Gizi

3) Lulusan D3-perhotelan, atau serendah-rendahnya lulusan SMK-Tataboga + pengalaman dibidang penyelenggaraan makanan minimal selama 3 tahun.

2.4.2 Tugas Dan Tangung Jawab Menurut Buku Pedoman Manajemen Pelayanan Gizi Kelompok (Departemen Kesehatan RI, 1991), tugas dan tanggung jawab tenaga gizi yang bekerja di Instalasi gizi adalah sebagai berikut: 2.4.2.1 Ahli Gizi Seorang ahli gizi (sarjana atau sarjana muda gizi) harus mampu menerapkan pengetahuan gizi dalam mengelola makanan sekelompok orang. Secara umum, maka tugas dan tanggung jawab seorang ahli gizi dalam penyelenggaraan makanan banyak adalah : 1) Merencanakan, mengembangkan, membina, mengawasi dan menilai penyelenggaraan makanan dengan data yang tersedia berdasarkan prinsip gizi dalam usaha menunjang pelayanan rumah sakit terhadap pasien.

2) Mencapai standar kualitas penyelenggaraan makanan yang tinggi, dengan menggunakan tenaga dan bahan makanan secara efisien dan efektif.

Page 7: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

3) Merencanakan menu makanan biasa dan makanan khusus sesuai dengan pola menu yang ditetapkan.

4) Membuat standarisasi resep dan makanan khusus sesuai dengan pola menu yang ditetapkan.

5) Membuat standarisasi resep dan mengawasi penggunaannya.

6) Membantu melaksanakan pelaporan manajemen keuangan untuk pengawasan dan perencanaan instalasi gizi.

7) Membantu melaksanaan pelaporan manajemen keuangan. 44

Page 8: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

8) Menjaga dan mengawasi sanitasi penyelenggaraan makanan, dan keselamatan kerja pegawai.

9) Merencanakan, mengembangkan, membina, menilaikan kegiatan Pelayanan Gizi Ruang Rawat Inap, Penyuluhan dan Rujukan Gizi, kegiatan Penelitian dan Pengembangan Gizi Terapan.

10) Mengatur pembagian tugas yang sesuai dengan spesifikasi tugas seseorang.

11) Menelaah seluruh kegiatan instalasi gizi termasuk perencanaan dan koordinasi pelayanan gizi.

12) Memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap calon sarjana muda Gizi, tenaga menengah Gizi, pegawai kesehatan atau pegawai lain yang mengikuti latihan/ kursus di instalasi Gizi.

TUGAS AHLI GIZI

1. Melaksanakan assessmen gizi2. Pengukuran antropometri 3. Pelaksanaan diagnosis gizi Metode PES4. Intervensi gizi5. Monitoring and Evaluasi

Berdasarkan jadwal kerja 05.30, 07.00, 10.00

Tempat kerja instalasi gizi, ruang rawat inap, ruang rawat jalan.

KOLABORASI

Setiap profesi melakukan tugasnya terhadap pasien kemudian mencatat intervensi dan perkembangan pasien di catatan medis.

Page 9: Tugas Etik Peran Ahli Gizi
Page 10: Tugas Etik Peran Ahli Gizi
Page 11: Tugas Etik Peran Ahli Gizi
Page 12: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

Perencanaan Anggaran Belanja Makanan (PABM) adalah kegiatan penghitungan jumlah biaya yang diperlukan untuk penyediaan bahan makanan bagi konsumen. Anggaran belanja untuk menyelenggarakan makanan institusi sebaiknya direncanakan setahun sebelumnya. Anggaran tersebut meliputi bahan makanan, peralatan, pemeliharaan dan perbaikan alat, buruh dan kebutuhan lain yang direncanakan (Oktrizanita, 2005). Hasil penelitian Ratna (2009) bahwa perencanaan anggaran belanja bahan makanan di instalasi gizi Rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta adalah dilakukan setiap setahun sekali.

Utari (2009) yang mengutip pedoman teknis proses penyediaan makanan dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi(Depkes RI, 2003), prasyarat perencanaan menu adalah: 1. Peraturan pemberian makanan institusi.

2. Standar porsi dan standar resep

3. Standar bumbu. Menurut Departemen Kesehatan RI (1991) dalam perencanaan menu menyebutkan bahwa : 1. Perencanaan suatu menu makanan hendaknya menggunakan bahan makanan yang mengandung gizi secara lengkap. Penganekaragaman selain meningkatkan mutu gizi hidangan juga mempermudah perencanaan menu makanan.

Page 13: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

2. Pada waktu perencanaan menu makanan perlu pula diperhatikan katersediaan bahan makanan disamping faktor selera dan nilai gizi. Daftar padanan bahan makanan dapat digunakan untuk membantu menyusun menu makanan yang padat zat gizi.

3. Padanan bahan makanan berisi daftar bahan makanan yang dalam kelompoknya dapat menggantukan satu sama lain karena mempumyai nilai gizi yang kurang lebih sama. Hasil penelitian Ratna (2009) bahwa perencanaan anggaran belanja bahan makanan di instalasi gizi Rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta bahwa langkah – langkah dalam perhitungan kebutuhan bahan makanan yang ada di Istalasi Gizi Rumah Sakit Ortopedi Surakarta yaitu: Jumlah pasien x berat kotor x disesuaikan dengan menu yang akan di masak besok.

Pemesanan dan pembelian bahan makanan merupakan salah satu kewajiban pengelola penyelenggaraan makanan. Bahan makanan yang dimaksud adalah bahan makanan mentah dan keadaan bahan makanan yang merupakan awal dari proses mendapatkan makanan jadi. Bahan makanan harus dipilih kualitasnya yang baik dan tidak tercemar.

Hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri Ragunan Jakarta bahwa dalam pemesanan bahan makanan seperti buah-buahan dan sayuran dipesan untuk kebutuhan seminggu dan daging-dagingan dipesan untuk kebutuhan sebulan. Hal ini disebabkan buah-buahan dan sayuran termasuk kelompok pangan yang mudah rusak, sedangkan daging-dagingan memiliki keawetan yang lebih tinggi dibanding dua kelompok pangan tersebut. Pencatatan pemesanan disesuaikan dengan kebutuhan dan jadwal kedatangan bahan-bahan makanan tersebut(Febrianty, 2009)

Pengadaan bahan makanan dapat ditempuh dengan berbagai cara, seperti : membeli di pasar atau pusat perbelanjaan, mengambil sendiri di kebun/sawah. Dalam pengadaan bahan makanan sangat diperlukan kualitas bahan makanan dan harga makanan terlebih lagi jika bahan makanan tersebut akan di sajikan di perusahaan (Deden, 2010) .

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Ortopedi Prof Dr. R. Soeharto Moestopo Surakarta bahwa Pemesanan bahan makanan baik makanan kering ataupun makanan basah di tulis pada bon pemesanan. Bahan makanan basah seperti buah, sayuran, daging dll di pesan setiap hari. Pada pemesanan bahan makanan kering di lakukan setiap 1 bulan sekali karena bahan makanan kering dapat bertahan cukup lama. Pembelian adalah salah satu kegiatan pengadaan di dalam upaya memenuhi kebutuhan makanan. Cara pembelian bahan makanan yang dilakukan di Rumah Sakit dengan cara sistem lelang melalui rekanan(Ratna, 2009).

penerimaan bahan makanan di lakukan oleh salah satu dari ahli gizi yang bertugas memeriksa, meneliti, mencatat, menetapkan dan melaporkan macam, jumlah dan kualitas bahan makanan yang di terima sesuai dengan pemesanan dan spesifikasi yang ada. Jika terjadi kerusakan atau tidak sesuai dengan spesifikasi maka barang akan di kembalikan. Dalam melakukan penerimaan bahan makanan di bagi menjadi 2 kelompok yaitu penerimaan bahan makanan kering dan penerimaan bahan makanan basah. Masalah yang terkadang di hadapi yaitu, pada penerimaaan tidak sesuai dengan jumlah sehingga pihak rekanan akan mengirimkan kembali.

Page 14: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

Utari (2009) yang mengutip pedoman teknis proses penyediaan makanan dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi(Depkes RI, 2003), prasyarat penyimpanan bahan makanan adalah: 1. Adanya sistem penyimpanan barang.

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.

3. Tersedianya kartu stok atau buku catatan keluar masuknya bahan makanan.

Penyaluran bahan makanan adalah tatacara mendistribusikan bahan makanan berdasarkan pemintaan harian. Tujuan daripada penyaluran bahan makanan adalah tersedianya bahan makanan yang siap pakai dengan kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai dengan pesanan. Untuk melaksanakan kegiatan penyaluran bahan makanan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan yaitu adanya bon permintaan bahan makanan dan tersedianya kartu stok/buku catatan keluar masuknya bahan makanan(Moehyi, 1992).

Pengolahan bahan makanan adalah merupakan suatu kegiatan memasak bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman dikonsumsi. Tujuan 1. Mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan

2. Meningkatkan nilai cerna.

3. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan.

4. Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya bagi tubuh Utari (2009) yang mengutip pedoman teknis proses penyediaan makanan dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi(Depkes RI, 2003), prasyarat pengolahan bahan makanan adalah: 1. Tersedianya siklus menu.

2. Tersedianya peraturan penggunaan bahan tambahan pangan.

3. Tersedianya bahan makanan yang akan diolah.

4. Tersedianya peralatan pengolahan bahan makanan.

5. Tersedianya aturan penilaian.

6. Tersedianya prosedur tetap pengolahan.

Utari (2009) yang mengutip pedoman teknis proses penyediaan makanan dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi(Depkes RI, 2003), prasyarat pendistribusian dan penyajian makanan adalah: 1. Adanya bon permintaan bahan makanan.

2. Tersedianya kartu stok atau buku catatan keluar masuknya bahan makanan.

Page 15: Tugas Etik Peran Ahli Gizi

3. Tersedianya standar porsi.

4. Tersedianya peralatan makanan.

5. Tersedia sarana pendistribusian makanan.

6. Tersedia tenaga pramusaji.

7. Adanya jadwal pendistribusian makanan di dapur utama.

Di rumah sakit ada 3 sistem penyaluran makanan yang biasa dilakukan, yaitu system yang dipusatkan (sentralisasi), system yang tidak dipusatkan (desentralisasi), dan kombinasi antara sentralisasi dengan desentralisasi