22
TUGAS MATA KULIAH ETKA PROFESI KEGURUAN “PERAN GURU DAN OTONOMI MASYARAKAT” OLEH: SARMI PUJIYATI (10404247002) PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI- SI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Tugas Mata Kuliah Etka Profesi Kegurua1oke

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Mata Kuliah Etka Profesi Kegurua1oke

Citation preview

TUGAS MATA KULIAH ETKA PROFESI KEGURUAN PERAN GURU DAN OTONOMI MASYARAKAT

OLEH: SARMI PUJIYATI (10404247002)

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI- SIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA2010BABIPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu;Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukanPrinsip-Prinsip Profesional Sebagai Berikut:a) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.b) Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya.c) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. d) Mematuhi kode etik profesi.e) Memiliki hak dan kewajiban dalam memiliki tugas.f) memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerjanya.g) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.h) Memperoleh perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas profesionalnya.i) Memiliki organisasi yang berbadan hukum.

Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain: Ahli di Bidang teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.

Senang memasuki organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organiasi profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut. Guru sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi organisasi profesi selain untuk menlindungi kepentingan anggotanya juga sebagai dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik (Kartadinata dalam Meter, 1999). Konsekuensinya organisasi profesi turut mengontrol kinerja anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki fungsi: (a) menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah, (b) mengusahakan adanya satu kesatuan langkah dan tindakan, (3) melindungi kepentingan anggotanya, (d) menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya, (e) menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, dan (f) mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik administratif maupun psychologis.

Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasa bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain. Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu oeganisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik bergungsi untuk mendidamisit setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan meningkatkan layanan profesionalismenya demi kemaslakatan orang lain.

Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk membuat pilihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihlnya. Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik. Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik. Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi;(1) kemampuan mengembangkan kepribadian,(2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi profesional meliputi: (1) Penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekill di masyarakat, (c) mengenal rinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2) menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kopetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran. Dalam kaitan kinerjanya guru professional tersebut diatas pula akan mendorong kualiatas dan kemajuan berbagai sektor dalam otonomi masyarakat yang mumpuni dibidangnya sehingga mampu mencerdaskan kehidupan bangsa yang Berbhineka Tunggal Ika, demi kesejahteraan dan hajat hidup orang banyak melalui guru sebagai peran pendidik daan suri tauladan yang baik khususnya bagi peserta didik dan masyarakat umum.B. Identifikasi Masalah dan Perumusan MasalahMengacu pada latar belakang diatas, identifikasi masalah dalam makalah ini difokuskan pada peran guru dan otonomi masyarakat.C. Tujuan MakalahAdapun tujuan daripada pembuatan makalah ini antara lain sebagai berikut:a) Mengetahui hubungan antara fungsi dan peran guru dalam otonomi masyarakat.b) Dengan sedikit adanya paparan makalah ini dapat memberikan kontribusi bagi peserta didik mengenai implementasi peran serta guru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mampu memaknai peran guru dan otonomi masyarakat.BAB IPEMBAHASAN

A. Peran Guru Disekolah dan Masyarakat Melalui Otonomi Masyakat

Sebelum kita mempelajari apa itu peran guru dan otonomi masyarakat barang kali akan lebih baik jika kita memahami peran guru dipandang dari berbagai sudut pandang yang lebih siknifikan melalui berbagai peran. WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan. Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang yang dikuasainya. Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.B. Tugas Guru Secara Spesifik dalam Pendidikan Dalam Rangka Mewujudkan Otonomi Masyarakat.Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengan logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika. Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak.Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.C. Menuju Pendidikan Dasar dan Bermutu dan Efisisien Dalam Era Otonomi Masyarakat.Perlunya untuk menegaskan bahwa tanpa Pendidikan Dasar yang meluas dan bermutu, satu bangsa sukar mencapai tingkat kemajuan dan kesejahteraan yang memuaskan. Sebaliknya di semua negara maju ada Pendidikan Dasar yang menjangkau semua anak didik serta mutunya tinggi. Sebab itu pembuatan Undang-Undang Wajib Belajar 9 tahun di Indonesia adalah tepat sekali. Akan tetapi sayang sekali pelaksanaannya kurang memadai sehingga menjadi kurang berguna bagi bangsa kita. Di masa depan perbaikan Pendidikan Dasar, baik dalam jangkauannya mencapai setiap anak didik maupun dalam mutunya yang makin dapat menyamai keadaan di negara maju, merupakan keperluan yang tidak dapat kita abaikan.Untuk dapat mewujudkan Pendidikan Dasar yang Bermutu dan Efisien terdapat enam faktor utama yang mempunyai pengaruh menentukan terhadap tercapainya tujuan itu, yaitu :1. Budaya Pendidikan2. Masyarakat3. Pemerintah4. Pimpinan Sekolah dan Inspeksi Pendidikan5. Guru6. Orang Tua Murid.Demikianlah satu gambaran singkat tentang usaha untuk memperoleh peningkatan mutu dan efsisiensi Pendidikan Dasar dalam rangka Standar Pelayanan Dasar . Memang pengertian efisiensi di sini masih dapat diperdebatkan, karena tidak mudah memperoleh hasil yang maksimal dengan biaya yang tersedia. Atau menjalankan Pendidikan Dasar Bermutu dengan biaya minimal. Adalah lebih baik untuk menggunakan pengertian Efektif karena dalam hal itu bukan semata-mata penghitungan biaya yang menjadi ukuran, melainkan bahwa yang dilakukan itu benar-benar mencapai tujuan yang ingin diwujudkan.Pada waktu ini kondisi Pendidikan Dasar di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Perlu perhatian dan usaha kita semua secara serieus untuk memperbaiki keadaannya. Ketika Pemerintah Pusat mengumumkan RAPBN untuk tahun 2001 yang dalamnya dianggarkan sekitar Rp 7, 3 trilyun untuk pendidikan. Tentu diperlukan lebih banyak dana untuk memperbaiki pendidikan pada umumnya dan terutama Pendidikan Dasar yang harus diselenggarakan sebagai Wajib Belajar. Oleh sebab itu Pemerintah Daerah yang mempunyai tanggungjawab mengenai Pendidikan Dasar harus merasa wajib untuk mengeluarkan dana yang cukup guna menambah kekurangan itu. Hal itu dimungkinkan karena dalam rangka otonomi dan desentralisasi Daerah memperoleh dana yang jauh lebih besar dibandingkan masa lampau, sesuai dengan kondisi setiap Daerah. Hendaknya Pemerintah Daerah menunjukkan komitmen yang memadai bagi kemajuan Daerahnya. Dan itu hanya terwujud dengan baik kalau Daerah melaksanakan Pendidikan Dasar dan Wajib Belajar dengan mutu yang makin meningkat.D. Otonomi/ Pungutan Pendidikan Dasar Tercapainya Otonomi dalam masyarakatKesewenang-wenangan sekolah dalam menarik dana pendidikan dari masyarakat sudah berada pada taraf yang mengkhawatirkan. Banyak orang tua mengeluhkan, misalnya, besarnya biaya yang harus dibayar untuk Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Otonomi pendidikan oleh insan pendidikan tampaknya baru dipahami sekedar sebagai sebuah otonomi untuk memungut dana dari orang tua. Tapi apa daya orang tua? Mereka tidak bisa marah sebab anak mesti sekolah. Mereka pasrah meski telah dijadikan sapi perah! Siswa dari keluarga miskin akhirnya hengkang dari sekolah. Mereka tak dapat membayar uang sekolah. Menarik dana pendidikan dari masyarakat memang merupakan sesuatu yang wajar, terlebih bagi sekolah-sekolah swasta yang hidup matinya banyak tergantung dari dana yang diperolehnya dari masyarakat. Namun proses ini menjadi tidak wajar ketika lembaga pendidikan memanfaatkan posisi lemah kekuatan tawar menawar orang tua terhadap kebijakan sekolah. Ada ketidakberesan dalam komunikasi pendidikan dan cara memahami otonomi sekolah. Alih-alih memosisikan orang tua sebagai partner malah menjadikannya sapi perah!.Orang tua dalam kerangka pendidikan masih dipahami sekedar sebagai institusi legal yang hanya bertanggungjawab bagi proses pendidikan anak-anak mereka secara ekonomis. Di luar itu, peran serta orang tua nol. Otonomi pendidikan yang berubah wajah menjadi otonomi pungutan pendidikan melahirkan ketimpangan, menyuburkan ketidakadilan dan mengerdilkan solidaritas. Elitisme sekolah menyingkirkan keluarga miskin dari sekolah. Yang kaya semakin berjaya. Yang miskin semakin tak berdaya. Ketidakadilan dalam memperoleh akses pendidikan bagi kalangan miskin menjadi semakin besar ketika jumlah kursi sekolah yang ada ternyata lebih kecil dibandingkan para lulusan yang semestinya melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Akibatnya, sekolah (negri dan swasta) semakin berlomba menarik dana dari orang tua dengan memanfaatkan rasa khawatir atas terbatasnya jumlah sekolah yang ada.Situasi pendidikan seperti ini sangat kontraproduktif dengan usaha-usaha untuk konsolidasi demokrasi. Tanpa adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga untuk mengenyam pendidikan, di mana negara semestinya menjamin hak-hak dasar ini, sekolah kita menjadi semakin elitis dan antidemokrasi. Sebab bukannya persamaan yang kita perjuangkan, melainkan diseminasi perbedaan dan ketimpangan.Usaha untuk konsolidasi demokrasi hanya bisa mungkin dimulai dengan menciptakan sebuah sekolah yang sungguh memiliki otonomi.Dua sasaran, sekolah yang memiliki visi otonomi dalam masyarakat demokratis semestinya mengarahkan diri pada dua sasaran yang semestinya berjalan secara seimbang. Pertama, otonomi pendidikan semestinya memusatkan kinerja dan perhatiannya terutama pada dan bagi anak didik. Instansi yang terlibat dalam kerangka pendidikan, seperti, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat, merupakan sebuah jaringan demi tujuan formasi anak didik. Karena itu, program pendidikan yang diusulkan, sistem kurikulum yang ditawarkan, penganggaran pendapatan dan belanja sekolah semestinya diarahkan pada satu tujuan bersama yaitu proses pembentukan (formasi) anak didik. Otonomi pendidikan baru akan memiliki arti ketika anak didik mampu bertumbuh, berkembang dan menyempurnakan diri melalui akuisisi pengetahuan, pembiasaan perilaku baik, pemahaman nilai, pembentukan karakter, yang disertai dengan rasa solidaritas dan kebebasan yang bertanggungjawab, bagi perkembangan diri sendiri maupun bagi kebaikan orang lain. Hanya melalui visi ini, otonomi pendidikan mampu menciptakan suasana demokratis yang membantu melahirkan warga negara yang terbuka dan mampu bekerja sama demi kebaikan bersama. Kedua, otonomi sekolah merupakan sebuah sintesis antara kebijakan makro (visi dan kebijakan Menteri Pendidikan tentang Tujuan pendidikan nasional dan perangkat praktis ke arah sana), dan kebijakan mikro (sistem organisasi sekolah, pengayaan kurikulum, tanggungjawab sekolah atas program formasi, dll). Dalam level mikro inilah orang tua sungguh-sungguh dilibatkan dalam proses formasi anak didik dengan memberikan masukan, usulan dalam program kurikuler yang dipilih dan ditawarkan oleh sekolah. Orang tua semestinya menjadi partner dalam proses formasi anak didik. Di sini komunikasi pendidikan dan transparansi dijiwai dengan semangat demokratis, keterbukaan, disertai dengan kepekaan akan kebutuhan masyarakat lokal. Komunikasi pendidikan yang memperhatikan berbagai dimensi relasional antara pihak-pihak yang terkait dengan proses formasi (orang tua, pendidik, sekolah, masyarakat, dll) merupakan jalinan relasional kompleks yang saling menghargai otonomi serta peran serta masing-masing dalam kerangka pendidikan. Karena itu, otonomi pendidikan tidak sekedar dipahami dari kacamata ekonomis yang menjadikan orang tua, dalam relasinya dengan lembaga pendidikan sekedar sebagi obyek penarikan dana, melainkan juga melibatkan dimensi partisipatif (kesinambungan pendampingan orang tua pada anak didik pasca-sekolah), komunikatif (sistem kontrol dan propositif atas transparansi keuangan dan perencanaan program formatif sekolah), konsiliatif (keterbukaan untuk menerima masukan dari masyarakat berkaitan dengan program pendidikan yang ditawarkan). Sekolah yang memiliki otonomi, jika dipahami lewat kaca mata seperti ini akan menjadi pembaharu dalam arti yang sesungguhnya, dan menghilangkan tiga jenis penyakit pendidikan yang muncul dalam konteks pendidikan terpusat (sentralistis), seperti, inefisiensi (buang banyak uang dan tidak produktif), kemandulan produksi (dalam arti menjadi mesin yang memproduksi kekosongan, menghasilkan pemahaman pengetahuan yang tidak mendalam, pemborosan otak anak didik), serta anti demokrasi (tidak adanya kesempatan menerima pendidikan yang sama, drop out karena miskin, konsep tentang anak didik yang abstrak dan jauh dari lingkungan). Otonomi pendidikan jika dipahami secara sempit sekedar sebagai sebuah otonomi (=kesewenangan) dalam menarik dana dari masyarakat pada gilirannya akan menjadi bumerang bagi dunia pendidikan itu sendiri. Mengingat nilai-nilai demokrasi yang dipertaruhkan, dalam sistem pendidikan yang elitis dan sektarian seperti ini, pemerintah perlu mengusahakan dijaminnya hak-hak kaum miskin untuk tetap dapat mengenyam pendidikan yang dalam sistem pendidikan sekarang ini semakin tersingkirkan dari dunia pendidikan. Mengharapkan anak didik untuk menjadi aktor dalam lingkup budaya yang dihidupinya, memimpikan otonomi pendidikan yang memiliki jiwa demokratis kiranya sebuah usaha yang tak pernah boleh berhenti kita usahakan.

BAB IIKESIMPULAN

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, baik yang eksekutif maupun legislatif harus menyadari sepenuhnya kehendak UUD 1945 yang mewajibkan Negara Republik Indonesia menciptakan kecerdasan kehidupan bangsa serta kesejahteraan rakyatnya. Dan pula menyadari bahwa jalan utama untuk mencapai itu adalah melalui pendidikan. Sebab itu Pemerintah harus mempunyai sikap bahwa investasi terpenting dan terbaik yang harus dilakukan adalah dalam pendidikan khususnya dan peningkatan mutu sumberdaya manusia pada umumnya. Pemerintah Daerah harus melaksanakan program Wajib Belajar dengan sungguh-sungguh serta membiayai sepenuhnya Pendidikan Dasar tanpa murid harus membayar. Pemerintah harus selalu mengusahakan untuk dapat mengarahkan sekurang-kurangnya 4 prosen dari GDP atau 25 prosen dari APBN untuk anggaran pendidikan. Hal ini harus diusahakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan mengikutsertakan kemampuan masyarakat. Pemerintah harus menyadari dan menyadarkan masyarakat bahwa pendidikan yang baik memerlukan sumberdaya yang tidak sedikit. Akan tetapi bahwa hasil dari pendidikan yang baik akan memberikan manfaat yang berlimpah bagi seluruh pihak dalam berbagai aspek kehidupan. Pemerintah harus bersikap sesuai dengan Budaya Pendidikan. Konsekuensinya adalah bahwa perlu ada desentralisasi dan otonomi yang luas. Pemerintah Pusat memberikan otonomi kepada Pemerintah Daerah, kecuali dalam hal yang hanya dapat dilakukan secara efektif oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menentukan pembagian keuangan yang adil dan rasional yang memungkinkan otonomi berjalan efektif. Pada tingkatnya Pemerintah Daerah memberikan otonomi kepada lembaga-lembaga pendidikan agar setiap lembaga pendidikan dapat mengembangkan kreativitas pimpinan dan anggotanya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, termasuk terwujudnya Budaya Pendidikan dalam setiap lembaga pendidikan.Pemerintah Pusat menetapkan ketentuan pokok mengenai pelaksanaan pendidikan untuk menjamin standard mutu yang bersifat nasional. Hal ini penting sekali untuk menjadikan manusia Indonesia mampu bersaing secara internasional dalam setiap bidang kehidupan. Semua lembaga Pendidikan Dasar harus mengusahakan terwujudnya standard mutu ini, baik yang milik Pemerintah maupun Swasta, demikian pula yang berorientasi agama seperti Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Setiap Daerah melaksanakan ketentuan pokok dari Pemerintah Pusat dan menambahnya dengan ketentuan berdasarkan kondisi dan keperluan Daerah masing-masing, tetapi tanpa mengurangi standard mutu yang harus dicapai. Dalam hal kurikulum itu berarti bahwa Depdiknas menetapkan kurikulum inti (core curriculum) dan setiap Daerah melengkapinya sesuai dengan keperluan di setiap Daerah. Pemerintah menjaga agar kondisi negara dan masyarakat memungkinkan terwujudnya pendidikan yang baik. Harus disadari bahwa tanpa ada sistem tata nilai yang jelas dan berlaku dalam masyarakat pendidikan sukar mencapai tujuannya. Kepemimpinan dan manajemen Pemerintah harus dapat menegakkan tata nilai Panca Sila yang sudah dimufakati bersama oleh seluruh bangsa sejak permulaan kemerdekaan. Demikian pula penegakan disiplin dan tata tertib masyarakat sangat mendukung pelaksanaan pendidikan, khususnya Pendidikan Dasar. Masalah keamanan harus dapat dikendalikan dengan baik, sehingga tingkat kriminalitas rendah. Hal ini semua penting karena pengaruhnya besar untuk mendidik Anak menjadi manusia yang jujur dan dapat dipercaya, yang berdisiplin dan menghargai tata tertib, yang gemar bekerja rajin dan rapih, yang mengusahakan kebersihan lahir batin, yang pandai hidup dan bekerja bersama orang lain. Pemerintah Pusat dan Daerah harus mengusahakan pemasukan (revenues) yang memadai jumlahnya untuk dapat membuat pengeluaran yang diperlukan. Penarikan pajak adalah hal yang tidak dapat diabaikan. Untuk itu ekonomi nasional dan daerah harus maju. Karena itu Pemerintah wajib mengusahakan perkembangan ekonomi dan bisnis yang meliputi seluruh masyarakat secara merata. Selain itu Pemerintahharus mencari jalan bagaimana dapat meningkatkan penghasilan para tenaga pendidikan, khususnya Guru, agar profesi Guru dan semua pekerjaan pendidikan menjadi terhormat dan mempunyai daya penarik semestinya.Peran Masyarakat dalam pendidikan sangat penting. Sebab dalam negara dengan sistem demokrasi Pemerintah dibentuk oleh Masyarakat melalui proses politik yang dimufakati bersama. Untuk mempunyai Pemerintah yang tinggi kesadarannya mengenai pendidikan, faktor penentu adalah Masyarakat. Masyarakat dalam kenyataan terdiri atas berbagai unsur, baik partai politik, lembaga swadaya masyarakat dan berbagai organisasi masyarakat. Seluruh atau bagian terbesar Masyarakat harus berkepentingan bahwa ada pendidikan yang baik, yaitu bermutu, dapat dijangkau oleh semua orang yang memerlukan, dan menghasilkan kemampuan dalam berbagai keahlian. Masyarakat yang sadar akan masa depannya pasti tahu bahwa diperlukan pembentukan kemampuan yang makin meningkat bagi anggotanya, apabila diinginkan perkembangan yang makin maju di masa depan. Kalau dalam masyarakat tidak atau belum ada pandangan demikian, maka kita masih berada dalam masyarakat tradisional yang statis. Dalam kenyataan masyarakat Indonesia bukan demikian, terbukti dalam sejarahnya mulai dengan perjuangan merebut dan menegakkan kemerdekaan sampai belakangan ini kehendak untuk Reformasi. Akan tetapi Masyarakat juga harus mengetahui bahwa untuk melakukan pendidikan diperlukan sumberdaya dan dana yang tidak sedikit. Dalam sistem demokrasi Masyarakat menjadi penentu dari penggunaan sumberdaya melalui berbagai jalan, termasuk desakan kepada Pemerintah untuk menyediakan anggaran pendidikan yang sesuai dengan pendidikan bermutu. Namun dana yang dikuasai Pemerintah berasal dari masyarakat melalui penarikan pajak dan pemasukan lainnya. Oleh sebab itu Masyarakat harus bersedia untuk membayar pajak dengan semestinya serta memberikan dukungan dana lainnya yang diperlukan oleh pendidikan. Agar Masyarakat dapat memberikan dukungan dana yang besar perlu ada kekuatan ekonomi Masyarakat yang terus berkembang. Itu berarti bahwa Masyarakat harus mempunyai perhatian besar kepada perkembangan ekonominya. Masyarakat harus mengusahakan agar kekuatan ekonominya meluas dan bertitikberat pada Usaha Kecil dan Menengah tanpa mengabaikan berkembangnya Usaha Besar. Agar supaya terjamin bahwa Pemerintah berada di tangan orang-orang yang bekerja sesuai dengan tuntutan Budaya Pendidikan, maka dalam Masyarakat harus ada kehidupan dan proses politik yang dinamis. Masyarakat harus mengusahakan agar lembaga legsilatif dan eksekutif diduduki orang-orang yang tepat. Apabila ternyata kurang memenuhi kepentingan Masyarakat, dalam Pemilu berikut orang tersebut diganti dengan orang lain yang diperkirakan lebih tepat. Masyarakat harus memperjuangkan bahwa hanya orang-orang dengan kesadaran tinggi tentang pendidikan bermutu yang terpilih sebagai anggota legislatif dan eksekutif, baik di Daerah maupun Pusat.Masyarakat harus menyadari bahwa Pendidikan Dasar sangat penting bagi masa depan bangsa dan masyarakat. Tanpa Pendidikan Dasar bermutu orang yang masuk Pendidikan Menengah dan Tinggi tidak akan cukup bermutu. Sesuai dengan desentralisasi Pendidikan Dasar sepenuhnya menjadi wewenang Daerah. Itu berarti bahwa Daerah bertanggungjawab atas pelaksanaan Wajib Belajar.Wewenang itu hendaknya digunakan oleh Daerah untuk menghasilkan lulusan Pendidikan Dasar yang bermutu dan meliputi semua anak Daerah. Adalah kewajiban Masyarakat untuk terus mengawasi agar Pendidikan Dasar itu terlaksana dengan baik.. Umat Islam pun harus menyadari bahwa merupakan kepentingannya sendiri agar pendidikan dalam sistem Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah mencapai standard mutu yang tidak beda dari lembaga Pendidikan Dasar lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doni Koesoema A. 2009. Pendidik Karakter di Zaman keblinger. mengembangkan Visi guru sebagai Pelaku Perubahaan dan Pendidik karakter. Jakarta: Grasindo 2. Indra Djati Sidi. (2001). Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru. Jakarta: Logos. 3.Ary Gunawan, Drs. 2000. Suatu Analisis Sosiologi tentang Berbagai problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.