38
UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:6 TAHUN 1983 (6/1983) Tanggal:31 DESEMBER 1983 (JAKARTA) _________________________________________________________________ Tentang:KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a.bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi para warganya yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional; b.bahwa sistem perpajakan yang merupakan landasan pelaksanaan pemungutan pajak negara yang selama ini berlaku, tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia baik dalam segi kegotongroyongan nasional maupun dalam laju pembangunan nasional yang telah dicapai; c.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku selama ini belum dapat menggerakkan peran serta semua lapisan subyek pajak yang besar peranannya dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri dan sangat diperlukan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional; d.bahwa oleh karena itu, sesuai pula dengan amanat yang terkandung dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/ 1983), perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang memberikan kepercayaan kepada subyek pajak untuk melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan, sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat; e.bahwa untuk dapat mencapai maksud tersebut di atas, perlu diadakan pembaharuan dan penggantian peraturan perundang-undangan perpajakan yang selama ini berlaku; Mengingat : 1.Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1 ), dari Pasal 23 ayat (2), Undang-Undang Dasar 1945; 2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; *5340 3.Regeling van het Beroep in Belastingszaken (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 13. Tambahan Lembaran Negara Nomor 1748);

UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

  • Upload
    buidien

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:6 TAHUN 1983 (6/1983)

Tanggal:31 DESEMBER 1983 (JAKARTA)

_________________________________________________________________

Tentang:KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:

a.bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkanPancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dankewajiban warga negara, karena itu menempatkan perpajakan sebagaisalah satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi para warganya yangmerupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunannasional;

b.bahwa sistem perpajakan yang merupakan landasan pelaksanaanpemungutan pajak negara yang selama ini berlaku, tidak sesuai lagidengan tingkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia baikdalam segi kegotongroyongan nasional maupun dalam laju pembangunannasional yang telah dicapai;

c.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuanperpajakan yang berlaku selama ini belum dapat menggerakkan peranserta semua lapisan subyek pajak yang besar peranannya dalammeningkatkan penerimaan dalam negeri dan sangat diperlukan gunamewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional;

d.bahwa oleh karena itu, sesuai pula dengan amanat yang terkandungdalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/ 1983), perludiadakan pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yangmemberikan kepercayaan kepada subyek pajak untuk melaksanakankewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan, sehingga dapatmewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakanserta meratakan pendapatan masyarakat;

e.bahwa untuk dapat mencapai maksud tersebut di atas, perlu diadakanpembaharuan dan penggantian peraturan perundang-undangan perpajakanyang selama ini berlaku; Mengingat :

1.Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1 ), dari Pasal 23 ayat (2),Undang-Undang Dasar 1945;

2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia NomorII/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; *5340 3.Regelingvan het Beroep in Belastingszaken (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29)sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-UndangNomor 5 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 13. TambahanLembaran Negara Nomor 1748);

Page 2: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

4.Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negaradengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63, TambahanLembaran Negara Nomor 1850);

5.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor3209);

Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,MEMUTUSKAN:

Dengan mencabut:

1.Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 319)sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undangNomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi PajakPerseroan 1925 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 43, Tambahan LembaranNegara Nomor 2940);

2.Ordonansi Pajak Pendapatan, 1944 (Staatsblad Tahun 1944 Nomor 17)sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undangNomor 9 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi PajakPendapatan 1944 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 44, TambahanLembaran Negara Nomor 2941);

3.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Perubahan danPenyempurnaan, Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, PajakKekayaan 1932, dan Pajak Perseroan 1925 (Lembaran Negara Tahun 1967Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2827); kecualiketentuan-ketentuan mengenai tata cara pemungutan Pajak Kekayaan;

4.Undang-undang Nomor 10 Tahun 1970 tentang Pajak atas Bunga, Dividendan Royalti 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 45, TambahanLembaran Negara Nomor 2942);

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan:

a.Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajibanperpajakan;

b.Badan adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usahamilik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk *5341 apapun,persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi,perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga, dan bentuk usaha tetap;

c.Masa Pajak adalah jangka waktu tertentu yang digunakan sebagai dasaruntuk menghitung jumlah pajak yang terhutang;

Page 3: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

d.Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim atau satu tahunbuku;

e.Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu satu Tahun Pajak;

f.Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakanuntuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terhutangmenurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

g.Surat Pemberitahuan Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajakdigunakan untuk memberitahukan pajak yang terhutang dalam suatu MasaPajak atau pada suatu saat;

h.Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajakdigunakan untuk memberitahukan pajak yang terhutang dalam suatu TahunPajak;

i.Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakanuntuk melakukan pembayaran pajak yang terhutang di Kas Negara atau ditempat pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan,dan/atau untuk melaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak;

j.Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajakdan,/atau sanksi berupa bunga dan denda administrasi;

k.Surat Ketetapan Pajak adalah, surat keputusan yang menentukanbesarnya jumlah pajak yang terhutang, jumlah pengurangan pembayaranpajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksiadministrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar;

l.Surat Ketetapan Pajak Tambahan adalah Surat keputusan yang menambahjumlah pajak yang telah ditetapkan; m.Surat Keputusan KelebihanPembayaran Pajak adalah surat keputusan yang menentukan pengembaliankelebihan pembayaran jumlah pajak yang telah dibayar dan/atau dipotongdan/atau dipungut, karena jumlah pajak yang telah dibayar dan/ataudipotong dan/atau dipungut lebih besar dari pajak yang terhutang;

n.Surat Pemberitaan adalah surat yang berisi pemberitahuan kepadaWajib Pajak, bahwa jumlah pajak yang terhutang sama besarnya denganjumlah pajak yang sudah dibayar, dan/atau dipotong dan/atau dipungut;

o.Pajak yang terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatusaat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian TahunPajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

*5342 p.Surat Paksa adalah surat perintah membayar pajak dan tagihanyang berkaitan dengan pajak, sesuai dengan Undang-undang Nomor 19Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa (LembaranNegara Tahun 1959 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850);

q.Kredit Pajak adalah jumlah pembayaran pajak yang dibayar oleh WajibPajak sendiri, setelah ditambah dengan pajak yang dipotong ataudipungut oleh pihak lain dan dikurangkan dari seluruh pajak yangterhutang termasuk apabila ada jumlah pajak atas penghasilan yangterhutang di luar negeri;

r.Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang yangmempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilanyang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja;

Page 4: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

s.Tindakan Pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh petugasperpajakan dalam rangka melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak,untuk mencari bahan-bahan guna penghitungan jumlah pajak yangterhutang dan jumlah pajak yang harus dibayar.

BAB II NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, SURAT PEMBERITAHUAN, DAN TATA CARAPEMBAYARAN PAJAK

Pasal 2

Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan dirinya pada Direktorat JenderalPajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Pasal 3

(1)Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan,menandatangani, dan menyampaikannya ke Direktorat Jenderal Pajak dalamwilayah Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan.

(2)Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengambilsendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditentukan oleh DirektoratJenderal Pajak.

(3)Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:

a.Untuk Surat Pemberitahuan Masa, selambat-lambatnya dua puluh harisetelah akhir Masa Pajak;b.Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, selambat-lambatnya tiga bulansetelah akhir Tahun Pajak.

(4)Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapatmemperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunansebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b.

(5)Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diajukan secaratertulis, disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementarapajak yang terhutang dalam satu Tahun Pajak dan bukti pelunasankekurangan pembayaran pajak yang terhutang.

(6)Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harusdilengkapi dengan lampiran-lampiran yang diperlukan sesuai *5343dengan persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.

Pasal 4

(1)Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuandengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.

(2)Dalam hal Wajib Pajak adalah Badan, Surat Pemberitahuan harusditandatangani oleh pengurus atau direksi.

(3)Dalam hal Surat Pemberitahuan diisi dan ditandatangani oleh oranglain bukan Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus.

(4)Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan oleh WajibPajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporankeuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba sertaketerangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnyapenghasilan kena pajak.

Page 5: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

Pasal 5

Untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan, Direktur Jenderal Pajak dalamhal-hal tertentu dapat menentukan tempat lain bukan tempat sebagaimanadimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

Pasal 6

(1)Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak keDirektorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh pejabatyang ditunjuk untuk itu, sedangkan untuk Surat Pemberitahuan Tahunanharus diberikan juga bukti penerimaan.

(2)Pengiriman Surat Pemberitahuan melalui Kantor Pos dan Giro harusdilakukan secara tercatat, dan tanda bukti serta tanggal pengiriman(dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan.

Pasal 7

Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidaksesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3),dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar Rp 10.000,-(sepuluh ribu rupiah).

Pasal 8

(1)Wajib Pajak dapat membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan denganmenyampaikan pernyataan tertulis, sepanjang Direktur Jenderal Pajakbelum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.

(2)Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan yangmengakibatkan hutang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanyadikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% (dua per-sen) sebulan atasjumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung mulai saat penyampaianSurat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karenapembetulan Surat Pemberitahuan itu.

*5344 (3)Sekalipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapisepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanyaketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalamPasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidakakan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendirimengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertaipelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terhutangbeserta denda administrasi sebesar dua kali jumlah pajak yang kurangdibayar.

Pasal 9

(1)Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran danpenyetoran pajak yang terhutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagimasing-masing jenis pajak, selambat-lambatnya lima belas hari setelahsaat terhutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.

(2)Kekurangan pembayaran pajak yang terhutang berdasarkan SuratPemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas dalam jangka waktu tigabulan setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelumSurat Pemberitahuan itu disampaikan.

Page 6: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

(3)Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak, atau Surat KetetapanPajak Tambahan harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejaktanggal diterbitkan.

(4)Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapatmemberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur ataumemberikan penundaan pembayaran pajak.

Pasal 10

(1)Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terhutang diKas Negara atau di tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh MenteriKeuangan.

(2)Tata cara pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporannya serta tatacara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur lebih lanjut olehMenteri Keuangan.

Pasal 11

(1)Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a dikembalikan, atau apabilaternyata Wajib Pajak mempunyai hutang pajak lainnya, langsung dapatdiperhitungkan untuk melunasi dahulu pajak yang terhutang.

(2)Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalamayat (1) dilakukan dalam jangka waktu satu bulan setelah SuratKeputusan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal17 ayat (1) huruf a ditetapkan.

(3)Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelahjangka waktu satu bulan, Pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (duapersen) sebulan atas kelambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak,dihitung dari saat berlakunya batas waktu sebagaimana dimaksud dalamayat (2) sampai dengan *5345 saat dilakukan pembayaran kelebihan.

(4)Tata cara perhitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajakdiatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

BAB III PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK

Pasal 12

Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terhutang berdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidakmenggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.

Pasal 13

(1)Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terhutangnya pajak, atauberakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, DirekturJenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-halsebagai berikut :

a.apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyatajumlah pajak yang terhutang kurang atau tidak dibayar;

b.apabila Surat Pemberitahuan tidak (disampaikan dalam jangka waktusebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secaratertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam

Page 7: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

Surat Teguran;

c.apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak PertambahanNilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyatatidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak, tidak seharusnyadikenakan tarif 0% (nol persen), atau tidak seharusnya diberikanpengembalian pajak;

d.apabila kewajiban tidak dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26dan Pasal 29, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yangterhutang.

(2)Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajaksebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditambah dengan sanksiadministrasi berlipat bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untukselama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung mulai saat terhutangnyapajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajaksampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.

(3)Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalamayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksiadministrasi berupa kenaikan sebesar :

a.50 % (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang kurang atautidak dibayar dalam satu Tahun Pajak;

b.100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurangdipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan,dan dipotong atau dipungut tetapi *5346 tidak atau kurang disetorkan;

c.100%(seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasadan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

(4)Jumlah Pajak Penghasilan yang dipotong dan dipungut oleh pihakketiga untuk satu Tahun Pajak, jumlah Pajak Penghasilan yang dibayarsendiri, pajak yang ditagih dalam Surat Tagihan Pajak untuk TahunPajak tersebut, sera pajak atas penghasilan yang dibayar atauterhutang di luar negeri untuk Tahun Pajak yang bersangkutan,dikreditkan dari jumlah Pajak Penghasilan yang terhutang dalam SuratKetetapan Pajak.

(5)Sanksi administrasi berupa bunga, denda administrasi, dan kenaikan,tidak dapat dikreditkan dari jumlah pajak yang terhutang.

(6)Besarnya pajak yang terhutang dalam suatu Tahun Pajak yangdiberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan,menjadi pasti menurut ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan, apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) tidak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak.

(7)Apabila jangka waktu lima tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)telah lewat, Surat Keputusan Pajak tetap dapat diterbitkan dalam hakWajib Pajak setelah jangka waktu lima tahun tersebut dipidana, karenamelakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan mengenaipajak yang penagihannya telah lewat waktu, berdasarkan putusanPengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum itu..

Pasal 14

(1)Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila :

Page 8: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

a.pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;b.Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda administrasidan/atau bunga;c.dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekuranganpembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.

(2)Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyaikekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.

Pasal 15

(1)Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan PajakTambahan dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat pajak terhutang,berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabiladiketemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yangmenyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang.

(2)Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan PajakTambahan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

*5347 (3)Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dikenakan,apabila Surat Ketetapan Pajak Tambahan itu diterbitkan berdasarkanketerangan tertulis oleh Wajib Pajak atas kehendak sendiri, sepanjangDirektur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.

(4)Apabila jangka waktu lima tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Tambahan tetap dapat diterbitkandalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu lima tahun tersebutdipidana, karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yangdilakukan mengenai pajak yang penagihannya telah lewat waktu,berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukumtetap.

Pasal 16

Kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalamsurat ketetapan pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajakkarena jabatan atas permohonan Wajib Pajak.

Pasal 17

(1)Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian ataupemeriksaan, menerbitkan :

a.Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak dalam jangka waktu palinglama dua belas bulan sejak diterima surat permohonan, apabila jumlahpajak yang dibayar atau jumlah Pajak Penghasilan yang dipotong ataudipungut ternyata lebih besar dari jumlah pajak yang terhutang atautelah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang;

b.Surat Pemberitaan, apabila jumlah pajak yang dibayar atau jumlahPajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut sama dengan jumlah pajakyang terhutang.

(2)Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) huruf a Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan,permohonan kelebihan pembayaran pajak tersebut dianggap dikabulkan.

Page 9: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

BAB IV PENAGIHAN PAJAK

Pasal 18

(1)Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak, dan Surat KetetapanPajak Tambahan merupakan dasar penagihan pajak. Tata cara pelaksanaanpenagihan pajak diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

Pasal 19

(1)Apabila atas pajak yang terhutang, pada saat jatuh tempo pembayarantidak dibayar atau kurang dibayar, maka atas jumlah pajak yang tidakdibayar atau kurang dibayar itu, dikenakan bunga sebesar 2% (duapersen) sebulan untuk seluruh masa, yang *5348 dihitung dari jatuhtempo sampai dengan hari pembayaran dan bagian dari bulan dihitungpenuh satu bulan.

(2)Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur, atau menundapembayaran pajak, juga dikenakan bunga sebesar 2%, (dua persen)sebulan.

(3)Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian SuratPemberitahuan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terhutangsebagaimana dimaksud dalam Pasal, 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajakyang sebenarnya terhutang, maka atas kekurangan pembayaran pajaktersebut, dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yangdihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan SuratPemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf bsampai dengan hari dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut..

Pasal 20

Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, jumlahpajak yang terhutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat KetetapanPajak, atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan ditagih seketika, dalamhal:

a.Wajib Pajak atau wakilnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat(2) akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya ataupun berniatuntuk itu;

b.Wajib Pajak atau wakilnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat(2) menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaannyaatau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia ataupun memindahtangankan barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dimilikinyaatau dikuasainya;

c.Pembubaran Badan atau niat untuk membubarkannya, pernyataan pailit,begitu pula dalam hal terjadi penyitaan atas barang bergerak ataubarang tidak bergerak milik Wajib Pajak atau wakilnya sebagaimanadimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).

Pasal 21

(1)Negara mempunyai hak mendahului untuk tagihan pajak atasbarang-barang Wajib Pajak begitu pula atas barang-barang milikwakilnya, serta orang atau Badan yang menurut Pasal 32 ayat (2)danketentuan undang-undang perpajakan lainnya, bertanggung jawab secarapribadi dan/ atau secara renteng.

Page 10: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

(2)Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), meliputi pokok pajak, bunga, denda administrasi, kenaikan, danbiaya penagihan.

(3)Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahululainnya, kecuali terhadap hak mendahulu dari pihak-pihak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1139 angka 1 dan angka 4, Pasal 1149 angka 1Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dalam Pasal 80 dan Pasal 81Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

(4)Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun sejaktanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan *5349 Pajak,atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan, kecuali apabila dalam jangkawaktu Surat Paksa untuk membayar itu diberitahukan secara resmi, ataudiberikan penundaan pembayaran.

(5)Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi,jangka waktu dua tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dihitungsejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa, atau dalam hal diberikanpenundaan pembayaran jangka waktu dua tahun tersebut ditambah denganjangka waktu penundaan pembayaran. Pasal 22

Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga denda administrasi,kenaikan dan biaya penagihan gugur setelah lampau waktu lima tahunterhitung sejak saat terhutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan, kecualiapabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakansebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (7) dan Pasal 15 ayat (4).

Pasal 23

Jumlah pajak yang terhutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, SuratKetetapan Pajak, dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan yang tidak dibayarpada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

Pasal 24

Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusandiatur oleh Menteri Keuangan.

BAB V KEBERATAN DAN BANDING

Pasal 25

(1)Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur JenderalPajak atas suatu :

a.Surat Pemberitaan;b.Surat Ketetapan Pajak,c.Surat Ketetapan Pajak Tambahan;d.Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran;e.Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan. (2)Keberatan diajukan secaratertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyatakan alasan-alasan secarajelas.

(3)Keberatan harus diajukan, dalam jangka waktu tiga bulan sejaktanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksuddalam ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa

Page 11: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luarkekuasaannya.

(4)Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabatDirektorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tandapengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda buktipenerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.

*5350 (5)Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuankeberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulishal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutanpajak.

(6)Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 26

(1)Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belasbulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusanatas keberatan yang diajukan.

(2)Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikanalasan tambahan atau penjelasan tertulis.

(3)Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupamenerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnyajumlah pajak yang terhutang.

(4)Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajakyang ditentukan dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf d, WajibPajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaranketetapan pajak tersebut.

(5)Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telahlewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan makakeberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.

Pasal 27

(1)Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada badan peradilan pajakterhadap keputusan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajakmengenai keberatannya dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggalkeputusan ditetapkan, dengan dilampiri salinan Surat Keputusantersebut.

(2)Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

(3)Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayarpajak.

BAB VI PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN

Pasal 28

(1)Orang atau Badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebasdi Indonesia harus mengadakan pembukuan yang dapat menyajikanketerangan-keterangan yang cukup untuk menghitung Penghasilan KenaPajak atau harga perolahan dan penyerahan barang atau jasa gunapenghitungan jumlah pajak terhitung berdasarkan ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan.

Page 12: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

(2)Bagi Wajib Pajak yang menurut ketentuan peraturan perundang- *5351undangan perpajakan dibebaskan dari kewajiban untuk mengadakanpembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnyaharus menyelenggarakan pencatatan untuk dijadikan dasar pengenaanpajak yang terhutang.

(3)Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan denganmemperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usahayang sebenarnya.

(4)Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang--kurangnyaterdiri dari catatan yang dikerjakan secara teratur tentang keadaankas dan bank, daftar hutang-piutang dari daftar persediaan barang, danpada setiap Tahun Pajak berakhir Wajib Pajak harus menutuppembukuannya dengan membuat neraca dan perhitungan rugi lababerdasarkan prinsip pembukuan yang taat asas (konsisten) dengan tahunsebelumnya.

(5)Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia denganmenggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dandisusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkanoleh Menteri Keuangan.

(6)Pembukuan atau pencatatan dan dokumen yang menjadi dasarnya sertadokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaanbebas Wajib Pajak harus disimpan selama sepuluh tahun.

Pasal 29

(1)Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untukmenetapkan besarnya jumlah pajak yang terhutang dan untuk tujuan laindalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan.

(2)Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus dilengkapidengan Surat Perintah Pemeriksaan dan harus memperlihatkannya kepadaWajib Pajak yang diperiksa.

(3)Wajib Pajak yang diperiksa harus :

a.memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan, dokumenyang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengankegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;

b.memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandangperlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;

c.memberikan keterangan yang diperlukan.

(4)Apabila dalam pengungkapan pembukuan, pencatatan, atau dokumenserta keterangan yang diminta, Wajib Pajak yang terikat oleh suatukewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan ituditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan sebagaimanadimaksud dalam ayat (3), sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

Pasal 30

*5352 Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat

Page 13: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

atau ruangan tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajibansebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b.

Pasal 31

Tata cara pemeriksaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.BAB VII KETENTUAN KHUSUS

Pasal 32

(1)Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili, dalamhal

a.Badan oleh pengurus;b.Badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau Badan yangdibebani dengan pemberesan;c.suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya,pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya;d.anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampunan olehwali atau pengampunya.

(2)Wakil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggung jawab secarapribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terhutang,kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur JenderalPajak, bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untukdibebani tanggung jawab atas pajak yang terhutang tersebut.

(3)Orang atau Badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasakhusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 33

Pembeli atau penerima jasa sebagaimana dimaksud dalam Undang-UndangPajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak,sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran pajak.

Pasal 34

(1)Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidakberhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya olehWajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(2)Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadapahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalampelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(3)Menteri Keuangan berwenang memerintahkan secara tertulis kepadapejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ahli-ahli sebagaimanadimaksud dalam ayat (2), supaya memberikan keterangan, memperlihatkanbukti tertulis dari Wajib Pajak *5353 kepada Pejabat Pemeriksa untukkeperluan pemeriksaan Keuangan Negara. Surat Perintah tersebut di atasmenyebutkan nama Wajib Pajak yang dikehendaki keterangannya dan namapemeriksa.

(4)Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana,atas permintaan Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180

Page 14: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, MenteriKeuangan dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabatpajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ahli sebagaimanadimaksud dalam ayat (2), bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajakyang ada padanya.

(5)Permintaan Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harusmenyebutkan nama tersangka, keterangan-keterangan yang diminta sertakaitan antara perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yangdiminta tersebut

Pasal 35

(1)Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari pihak ketiga yangmempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa, atas permintaanDirektur Jenderal Pajak pihak ketiga tersebut harus memberikanketerangan atau bukti yang diminta.

(2)Dalam hal pihak ketiga yang bersangkutan tersebut terikat olehkewajiban untuk merahasiakan, kewajiban untuk merahasiakan ituditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 36

(1)Direktur Jenderal Pajak dapat :

a.mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga,denda, dan kenaikan yang terhutang menurut ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakankarena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

b.mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.

(2)Tata cara pengurangan, penghapusan, atau pembatalan hutang pajaksebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur oleh Menteri Keuangan.

Pasal 37

Perubahan besarnya sanksi administrasi berupa bunga, dendaadministrasi, dan kenaikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII KETENTUAN PIDANA

Pasal 38

Barang siapa karena kealpaannya : a.tidak menyampaikan SuratPemberitahuan; atau b.menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi yangisinya *5354 tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkanketerangan yang tidak benar; sehingga dapat menimbulkan kerugian padaNegara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahundan/atau denda setinggitingginya sebesar dua kali jumlah pajak yangterhutang.

Pasal 39

(1)Barang siapa dengan sengaja :

a.tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa

Page 15: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

hak Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau

b.tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; dan/atau c.menyampaikanSurat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atautidak lengkap; dan/atau

d.memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsuatau dipalsukan seolah-olah benar; dan/atau

e.tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan pembukuan, pencatatan,atau dokumen lainnya; dan/atau

f.tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehinggadapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjaraselama-lamanya tiga tahun dan /atau denda setinggi-tingginya sebesarempat kali jumlah pajak yang terhutang yang kurang atau yang tidakdibayar.

(2)Ancaman dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipat- kan duaapabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakansebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalanisebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan.

Pasal 40

Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampauwaktu sepuluh tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya MasaPajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajakyang bersangkutan.

Pasal 41

(1)Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajibanmerahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, di-pidana denganpidana kurungan selama-lamanya enam bulan dan/atau dendasetinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

(2)Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atauseseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabatsebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjaraselama-lamanya satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp2.000.000,- (dua juta rupiah)

(3)Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam *5355ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yangkerahasiaannya dilanggar.

Pasal 42

(1)Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 41 ayat(1) adalah pelanggaran.

(2)Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 41 ayat(2) adalah kejahatan.

Pasal 43

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, berlakujuga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak.

Page 16: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

BAB IX PENYIDIKAN

Pasal 44

(1)Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan DirektoratJenderal Pajak diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukanpenyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, sebagaimana dimaksuddalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2)Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :

a.melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keteranganberkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

b.melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan tindakpidana di bidang perpajakan;

c.meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau Badan sehubungandengan peristiwa tindak pidana di bidang perpajakan,

d.melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan , dandokumen-dokumen lain berkenan dengan tindak pidana di bidangperpajakan;

e.melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahanbukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain serta melakukanpenyitaan terhadap bahan yang dapat dijadikan bukti dalam perkaratindak pidana di bidang perpajakan;

f.meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikantindak pidana di bidang perpajakan.

(3)Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukandimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepadaPenuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undangNomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB X

*5356 KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 45

Terhadap pajak-pajak yang terhutang pada suatu saat, untuk Masa Pajak,Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang berakhir sebelum saatberlakunya undang-undang ini, tetap berlaku ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan yang lama, sampai dengan tanggal 31Desember 1988.

Pasal 46

Dengan berlakunya undang-undang ini semua peraturan pelaksanaan dibidang perpajakan yang lama tetap berlaku sepanjang tidak bertentangandengan undang-undang ini.

Pasal 47

Terhadap penghasilan kena pajak yang diterima atau diperoleh dalambidang penambangan minyak dan gas bumi serta dalam bidang penambanganlainnya sehubungan dengan Kontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasil, yang

Page 17: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

masih berlaku pada saat berlakunya undang-undang ini, dikenakan pajakberdasarkan ketentuan-ketentuan Ordonansi Pajak Perseroan 1925 danUndang-undang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti 1970 beserta semuaperaturan pelaksanaannya.

BAB XI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebihlanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 49

Ketentuan dalam undang-undang ini berlaku pula bagi undang- undangperpajakan lainnya, kecuali apabila ditentukan lain.

Pasal 50

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984. Agarsupaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganundang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1983 PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA,

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1983MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

*5357 SUDHARMONO, S.H.

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUANUMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UMUM

1.Peraturan perundang-undangan perpajakan yang merupakan landasanpemungutan pajak yang berlaku selama ini, sebagian besar merupakanwarisan kolonial, yang pada saat itu dibuat semata-mata hanya untukmenghimpun dana bagi Pemerintah penjajahan dalam rangka mempertahankandan memperbesar kekuasaannya ditanah air kita. Oleh karenanyapemungutan pajak saat itu dirasakan oleh rakyat sebagai beban yangberat, sebab baik penetapan jumlah pajak, jenis pajak maupun tata carapemungutannya dilaksanakan di luar rasa keadilan tanpa menghiraukankemampuan serta menambah beban penderitaan dan jauh dari pertimbangandan penghargaan kepada hak asasi rakyat. Pajak hanyalah merupakankewajiban semata-mata yang harus dilaksanakan rakyat secara patuh.Peraturan perundang-undangan perpajakan yang dibuat pada zamanpemerintahan penjajahan Belanda adalah antara lain: Aturan Bea MateraiTahun 1921, Ordonansi Pajak Perseroan Tahun 1925, Ordonansi PajakKekayaan Tahun 1932, Ordonansi Pajak Pendapatan Tahun 1944. Meskipunterhadap berbagai peraturan perundang-undangan perpajakan sisa-sisakolonial tersebut telah beberapa kali dilakukan upaya perubahan dan

Page 18: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

penyesuaian, namun karena berbeda falsafah yang melatarbelakanginya,serta sistem yang melekat kepada undang-undang tersebut, makasepanjang perpajakan dilandasi ketentuan-ketentuan perundang-undangantersebut, belumlah bisa memenuhi fungsinya sebagai sarana yang dapatmenunjang cita-cita Bangsa dan Pembangunan Nasional yang sedangdilaksanakan sekarang ini.

2.Memasuki alam kemerdekaan, sejak proklamasi 17 Agustus 1945,terhadap berbagai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakantelah dilakukan perubahan, tambahan dan penyesuaian sebagai upayauntuk menyesuaikan terhadap keadaan dan tuntutan rakyat dari suatunegara yang telah memperoleh kemerdekaannya.Namun perubahan-perubahantersebut dimasa lalu lebih bersifat parsial, sedangkan perubahan yangagak mendasar baru dilakukan melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1967tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan, Pajak Kekayaan danPajak Perseroan, yang kemudian pelaksanaannya diatur dengan PeraturanPemerintah Nomor 11 Tahun 1967 yang selanjutnya terkenal dengan"sistem MPS dan MPO". Sistem tersebut merupakan penyempurnaan sistempajak sesuai dengan tingkat perkembangan sosial ekonomi Indonesia.Meskipun demikian, upaya yang telah dilakukan untuk mengubah berbagaiperaturan perundang-undangan perpajakan tersebut, belumlah menjawabsecara fundamental tuntutan dan kebutuhan *5358 rakyat tentangperlunya seperangkat peraturan perundang-undangan perpajakan yangsecara mendasar. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud harusdilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negaradan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan danmerupakan sarana peran serta rakyat dalam bidang kenegaraan. Petunjukakan perlunya perubahan yang mendasar sebenarnya telah tertuang jelassebagai amanat rakyat, seperti tersurat dan tersirat dalam Garis-garisBesar Haluan Negara yang antara lain berbunyi :"Sistem perpajakanterus disempurnakan, pemungutan pajak diintensifkan dan aparatperpajakan harus makin mampu dan bersih".

3.Oleh karena itu undang-undang ini sebagai suatu undang-undangdibidang perpajakan yang dilandasi falsafah Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945, harus berbeda dengan undang- undangperpajakan yang dibuat dizaman kolonial. Perbedaan tersebut akan nyataterlihat dalam sistem dan mekanisme serta cara pandang terhadap WajibPajak, yang tidak dianggap sebagai "obyek", tetapi merupakan subyekyang harus dibina dan diarahkan agar mau dan mampu memenuhi kewajibanperpajakannya sebagai pelaksanaan kewajiban kenegaraan.Di segi laintuntutan masyarakat terhadap adanya "aparatur perpajakan yang makinmampu dan bersih", dituangkan dalam berbagai ketentuan yang bersifatpengawasan dalam undang-undang ini. Perbedaan falsafah dan landasanyang menjadi latar belakang dan dasar pembentukan undang-undang initercermin dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem dan mekanismepemungutan pajak: Sistem dan mekanisme tersebut pada gilirannya akanmenjadi ciri dan corak tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia,karena kedudukan undang-undang ini yang akan menjadi "ketentuan umum"bagi peraturan perundang-undangan perpajakan yang lain.Ciri dan coraktersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah :

a.bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdiankewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung danbersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untukpembiayaan negara dan pembangunan nasional;

b.tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminankewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib

Page 19: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuaidengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, danpengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajakberdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturanperundang-undangan perpajakan;

c.anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapatmelaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung,memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terhutang (selfassessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasiperpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi,terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakatWajib Pajak.

*5359 Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, WajibPajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendirijumlah pajak yang seharusnya terhutang sesuai denganketentuan-peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuanpenetapan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajaksendiri.Selain daripada itu Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkansecara teratur jumlah pajak yang terhutang dan yang telah dibayarsebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.Dengan sistem ini diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan yangberbelit-belit dan birokratis akan dihilangkan.Ciri dan corak sistempemungutan pajak tersebut sangat berbeda dengan sistem lama warisanzaman kolonial yang antara lain :

a.tanggung jawab pemungutan pajak terletak sepenuhnya pada penguasapemerintahan seperti yang tercermin dalam sistem penetapan pajak yangkeseluruhannya menjadi wewenang administrasi perpajakan;

b.pelaksanaan kewajiban perpajakan, dalam banyak hal sangat tergantungdari pelaksanaan administrasi perpajakan yang dilakukan oleh aparatperpajakan, hal mana mengakibatkan anggota masyarakat Wajib Pajakkurang mendapat pembinaan dan bimbingan terhadap kewajibanperpajakannya dan kurang ikut berperan serta dalam memikul bebannegara dalam mempertahankan kelangsungan pembangunan nasional.

Jelaslah bahwa sistem pemungutan pajak yang ditentukan menurutUndang-undang ini, memberi kepercayaan lebih besar kepada anggotamasyarakat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajibanperpajakan bagi Wajib Pajak lebih diperhatikan, dengan demikian dapatmerangsang peningkatan kesadaran dan tanggungjawab perpajakan dimasyarakat. Tugas administrasi perpajakan tidak lagi seperti yangterjadi pada waktu yang lampau, dimana administrasi perpajakanmeletakkan kegiatannya pada tugas merampungkan/menetapkan semua SuratPemberitahuan guna menentukan jumlah pajak yang terhutang dan jumlahpajak yang seharusnya dibayar, tetapi menurut ketentuan undang-undangini administrasi perpajakan, berperan aktif dalam melaksanakanpengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugaspembinaan, penelitian, pengawasan, dan penerapan sanksi administrasi.Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagaiupaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baikmelalui media masa maupun penerangan langsung dalam masyarakat.

4.Dengan landasan sebagaimana telah diuraikan dimuka, sebagai suatuuraian yang utuh dan menyeluruh, serta sesuai dengan amanat yangtersurat dan tersirat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, makadiadakan pembaharuan sistem dan hukum perpajakan di Indonesia, yang

Page 20: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

dituangkan dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan. Perubahan tersebut diharapkan dapat menunjang sepenuhnyalaju pembangunan dan mempercepat terwujudnya perataan pendapatanmasyarakat, peningkatan serta perluasan tingkat kesadaran *5360kewajiban perpajakan, perataan dan perluasan obyek kena pajak danpeningkatan penerimaan negara sejalan dengan perkembangan PembangunanNasional sehingga mempercepat terwujudnya cita-cita Proklamasi 17Agustus 1945.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Dalam pasal ini memuat perumusan mengenai pengertian istilahperpajakan yang dipergunakan dalam undang-undang ini. Dengan adanyapengertian tentang istilah-istilah tersebut dapat dicegah adanya salahpengertian atau salah penafsiran dalam melaksanakan pasal-pasal yangbersangkutan, sehingga dapat mencapai kelancaran dan kemudahan baikbagi Wajib Pajak maupun bagi aparatur dalam melaksanakan kewajibannyadan pada akhirnya dicapai tertibnya administrasi perpajakan.Pengertian ini diperlukan, karena mengandung hal yang bersifat teknisdan baku, khususnya dalam bidang perpajakan.

Pasal 2

Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem self assessment harusmendaftarkan dirinya pada Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatatsebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok WajibPajak (NPWP). Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut adalah suatu saranadalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenaldiri atau identitas Wajib Pajak.Dengan diperolehnya Nomor Pokok WajibPajak, berarti Wajib Pajak telah terdaftar di Direktorat JenderalPajak. Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut selain dipergunakanuntuk mengetahui identitas Wajib Pajak yang sebenarnya, juga bergunauntuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasanadministrasi perpajakan.Setiap Wajib Pajak dalam hal yang berhubungandengan dokumen perpajakan diharuskan mencantumkan Nomor Pokok WajibPajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkandiri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dikenakansanksi pidana.

Pasal 3

Ayat (1) Fungsi Surat Pemberitahuan (untuk selanjutnya disebut SPT)adalah sebagai sarana Wajib Pajak untuk melaporkan danmempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnyaterhutang dan laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telahdilaksanakan sendiri dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajakdan laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentangpemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam satu MasaPajak yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan. Setiap Wajib Pajak wajib mengambil sendiri SPT yang telahdisediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, mengisi, menghitung danmemperhitungkan sendiri pajak yang terhutang untuk satu Masa Pajakdalam SPT, dan menyampaikan SPT yang telah diisi dan ditandatanganinyake Direktorat Jenderal Pajak dalam batas waktu yang ditentukan. Yangdimaksud dengan mengisi SPT adalah, mengisi formulir SPT secara benar,jelas, lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan *5361 mengenaipenghitungan jumlah pajak yang terhutang berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan. Pengisian SPT yang tidak

Page 21: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

benar yang berakibat timbulnya kerugian bagi negara akan dikenakansanksi pidana berdasarkan Pasal 38 dan Pasal 39 dalam undang-undangini. Demikian pula keterlambatan atau tidak menyampaikan SPT akandikenakan sanksi administrasi berupa denda.

Ayat (2) Dalam rangka pelayanan dan kemudahan bagi Wajib Pajakformulir SPT disediakan pada Kantor-kantor dilingkungan DirektoratJenderal Pajak, Kantor Pos dan Giro, Kantor Pos Pembantu, dantempat-tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak danyang diperkirakan mudah terjangkau oleh Wajib Pajak. Ayat (3) Ayat inimengatur tentang batas waktu pemasukan SPT. SPT dapat dibedakanmenjadi dua, yaitu SPT Masa untuk melaporkan pembayaran masa yangdilakukan oleh Wajib Pajak, dan SPT Tahunan untuk memberitahukanbesarnya pajak yang terhutang dari penghasilan yang diperoleh WajibPajak dalam satu Tahun Pajak. Batas waktu tersebut dalam Pasal 3 ayat(3) huruf a dan b adalah batas waktu terakhir. Batas waktu tersebutdianggap cukup memadai bagi Wajib Pajak untuk mempersiapkan segalasesuatu yang berhubungan dengan pembayaran pajak maupun penyelesaianpembukuannya.

Ayat (4) Apabila Wajib Pajak baik orang atau Badan ternyata tidakdapat menyelesaikan/menyiapkan laporan keuangan tahunan atau neracaperusahaan beserta daftar rugi laba dalam jangka waktu tiga bulanbenar-benar mengalami kesulitan, karena luasnya kegiatan usaha danmasalah-masalah teknis pembuatan neraca atau laporan keuangan sulituntuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggarandari batas waktu yang telah ditentukan, Wajib Pajak berhak untukmengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu penyampaianSPT Tahunan Pajak Penghasilan.

Ayat (5) Untuk mencegah usaha penghindaran diri dan/atau perpanjanganwaktu pembayaran pajak yang terhutang dalam satu Tahun Pajak yangharus dibayar sebelum batas waktu pemasukan SPT Tahunan, perlu kiranyaditetapkan persyaratan khusus dan menetapkan sanksi administrasiberupa pungutan bunga bagi Wajib Pajak yang ingin memperpanjang waktupenyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

Persyaratan khusus tersebut berupa keharusan memberikan pernyataantertulis tentang besarnya pajak yang harus dibayar berdasarkanpenghitungan sementara dalam satu Tahun Pajak, sebagai lampiran SuratPermohonan penundaan kewajiban penyampaian SPT Tahunan PajakPenghasilan.

Ayat (6) Karena SPT itu merupakan alat penelitian atas kebenaranpenghitungan pajak terhutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak, makalampiran tersebut merupakan bagian dari SPT dan merupakan persyaratanmutlak yang harus dipenuhi oleh Wajib *5362 Pajak.

Pasal 4

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 5

Page 22: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 7

Untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan untuk menjagadisiplin Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang tidak mematuhi kewajibanformal menyampaikan SPT sesuai dengan batas waktu yang ditentukan,dikenakan sanksi berupa denda administrasi yang ditetapkan sebesar Rp10.000,-(sepuluh ribu rupiah).

Pasal 8

Ayat (1) Terhadap kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat olehWajib Pajak, masih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulansendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mengetahuitentang adanya ketidakbenaran dalam SPT yang telah disampaikan ataubelum menugaskan petugasnya untuk memulai tindakan pemeriksaan.

Ayat (2) Dengan adanya pembetulan sendiri SPT tersebut membawa akibatpenghitungan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah perhitunganpembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula. Atas kekuranganpembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenakan sanksiadministrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan. Bungayang terhutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dihitungmulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengantanggal pembayaran karena adanya pembetulan SPT tersebut. Apabilaterdapat kelebihan pembayaran pajak dalam melakukan pembetulantersebut, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembaliankelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

Ayat (3) Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran sebagaimana di- *5363maksud dalam Pasal 38, sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikanoleh petugas perpajakan, sekalipun telah dilakukan pemeriksaanterhadapnya dan Wajib Pajak telah mengungkapkan kesalahannya dansekaligus melunasi jumlah pajak yang sebenarnya terhutang besertadenda administrasi sebesar dua kali dari jumlah pajak yang kurangdibayar, maka terhadapnya tidak akan dilakukan penyidikan.Namunbilamana telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikantersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum, maka kesempatan untukmembetulkan sendiri sudah tertutup bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

Pasal 9

Ayat (1) Batas waktu pembayaran masa ditentukan oleh Menteri Keuangandengan batas waktu tidak boleh melebihi lima belas hari setelah saatterhutangnya atau berakhirnya Masa Pajak. Keterlambatan dalampembayaran masa tersebut berakibat dikenakannya sanksi administrasiberupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.

Ayat (2) Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat(3)huruf b Wajib Pajakwajib menyampaikan SPT Tahunan dalam waktu tiga bulan setelah akhirTahun Pajak.Jika pada waktu pengisian SPT tersebut ternyata masihterdapat kekurangan pembayaran pajak yang terhutang, maka kekuranganpembayaran pajak tersebut harus dibayar lunas sebelum SPT Tahunan itu

Page 23: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

disampaikan, misalnya SPT harus disampaikan pada tanggal 31 Maret,kekurangan pembayaran pajak yang terhutang atau setoran terakhir harussudah dilunasi sebelum SPT disampaikan.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Direktur Jenderal Pajak dapat memperkenankan penundaanpembayaran pajak yang terhutang, meskipun tanggal jatuh tempopembayaran telah ditentukan.Kelonggaran tersebut diberikan denganhati-hati dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar- benar sedangmengalami kesulitan likwiditas.Dipersyaratkan untuk mendapatkankelonggaran tersebut, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulisdisertai alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan danmeyakinkan.

Pasal 10

Ayat (1) Direktorat Jenderal Pajak tidak diperbolehkan menerimasetoran pajak dari Wajib Pajak.Semua penyetoran pajak-pajak negara,harus disetorkan di Kas Negara atau tempat-tempat pembayaran lainnyayang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, seperti yang selama ini telahditetapkan yakni di Kantor Pos dan Giro dan dibeberapa BankPemerintah. Dengan usaha memperluas tempat-tempat pembayaran pajakyang mudah dijangkau oleh Wajib Pajak, dimaksudkan untuk mempermudahWajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya, sekaligus menghindarkanadanya rasa *5364 keengganan dalam melaksanakan pembayaran pajak.

Ayat (2) Dengan adanya penentuan tata cara pembayaran pajak,penyetoran pajak dan pelaporannya yang akan ditentukan denganPeraturan Menteri Keuangan, demikian juga mengenai tata caramengangsur dan menunda pembayaran pajak, diharapkan akan dapatmempermudah pelaksanaan pembayaran pajak dan mempermudah penampunganadministrasinya.

Pasal 11

Ayat (1) Jika setelah diadakan perhitungan jumlah pajak yangsebenarnya terhutang dengan jumlah pajak yang telah dibayarmenunjukkan jumlah selisih lebih (jumlah pajak yang telah dibayarlebih besar dari jumlah pajak yang terhutang), Wajib Pajak berhakuntuk meminta kembali kelebihan pembayaran pajak, dengan catatan WajibPajak tersebut tidak mempunyai hutang pajak lain. Dalam hal WajibPajak masih mempunyai hutang pajak lainnya yang belum dilunasi,kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan lebih dahulu denganhutang pajak tersebut dan bilamana masih terdapat sisa lebih, barudapat dikembalikan kepada Wajib Pajak. Untuk memperoleh kembalikelebihan pembayaran tersebut, Wajib Pajak harus mengajukan permohonantertentu kepada Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuknya.

Ayat (2) Untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi Wajib Pajak danmenjamin ketertiban administrasi, batas waktu pengembalian olehDirektur Jenderal Pajak ditetapkan dalam jangka waktu selama-lamanyasatu bulan setelah Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajakditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Ayat (3) Untuk terciptanya keseimbangan hak dan kewajiban bagi WajibPajak dengan kecepatan pelayanan oleh Direktorat Jenderal Pajak, ayatini menentukan, bahwa atas setiap kelambatan dalam pengembaliankelebihan pembayaran pajak dari jangka waktu tersebut pada ayat(2),kepada Wajib Pajak yang bersangkutan diberikan imbalan oleh Pemerintah

Page 24: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan, dihitung sejak saatberlakunya batas waktu satu bulan sampai saat dilakukan pembayaran.Yang dimaksud dengan saat dilakukan pembayaran kelebihan pembayaranpajak adalah saat Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)diterbitkan.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 12

Pada prinsipnya pajak terhutang pada saat timbulnya obyek pajak yangdapat dikenakan, pajak.Saat terhutangnya pajak tersebut adalah :

a.Pada Suatu Saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihakketiga;

*5365 b.Pada Akhir Masa, untuk Pajak Penghasilan karyawan yangdipotong oleh pemberi kerja, atau oleh pihak lain atas kegiatan usaha,atau oleh pengusaha atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang danJasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

c.Pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan. Jumlah pajakterhutang yang telah dipotong, dipungut, ataupun yang harus dibayarsendiri oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasanpembayaran sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (2),oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke Kas Negara atau tempat lain yangtelah ditentukan. Berdasarkan undang-undang ini Direktorat JenderalPajak tidak lagi berkewajiban untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajakatas keseluruhan SPT Wajib Pajak. Penerbitan sesuatu Surat KetetapanPajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan olehketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya datafiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.

Pasal 13

Ayat (1) Ketentuan ayat ini memberi wewenang kepada Direktur JenderalPajak untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, yang padahakekatnya hanya terhadap kasus-kasus tertentu seperti tersebut dalamayat ini, atau tegasnya hanya terhadap Wajib Pajak tertentu yangnyata-nyata atau berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan tidakmemenuhi kewajiban formal dan kewajiban material. Wewenang yangdiberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakankepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan koreksi fiskaltersebut, dibatasi sampai dengan kurun waktu lima tahun saja. Menurutketentuan ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajak baru diterbitkanbilamana Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya menurutketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Diketahuinya bahwaWajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak, adalah karena dilakukanpemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan dari hasilpemeriksaan itu diketahui bahwa Wajib Pajak kurang membayar darijumlah yang seharusnya terhutang. Pemeriksaan dapat dilakukan ditempat Wajib Pajak dengan sifat pemeriksaan buku lengkap atau melaluipenelitian administrasi perpajakan. Surat Ketetapan Pajak dapat jugaditebitkan dalam hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data lain diluar data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri, dari data manadapat dipastikan (bukan dugaan), bahwa Wajib Pajak tidak memenuhikewajiban pajaknya sebagaimana mestinya. Untuk memastikan kebenarandata itu, terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan. SPT yangtidak disampaikan pada waktunya, walaupun telah ditegor secaratertulis dan tidak juga disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan

Page 25: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

dalam Surat Tegoran itu, menurut ketentuan ayat (1) huruf b membawaakibat, bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SuratKetetapan Pajak secara jabatan. Terhadap ketetapan seperti inidikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana diatur dalamayat (3) *5366 Tegoran itu antara lain dimaksudkan pula untuk memberikesempatan kepada Wajib Pajak yang beritikad baik, untuk menyampaikanalasan atau sebab-sebab tidak dapatnya SPT disampaikan apabila karenaterjadinya sesuatu hal di luar kemampuan (force mayeur). Dalam hal SPTdisampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran danpajak yang terhutang dilunasi sebagaimana mestinya, Surat KetetapanPajak tidak akan diterbitkan dengan anggapan bahwa SPT tersebut telahdiisi dengan benar sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan. Bagi Wajib Pajak yang dengan sengajamelakukan pelanggaran dalam kewajiban perpajakan di bidang PajakPertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas BarangMewah, berupa pelaksanaan kompensasi selisih lebih pembayaran pajak,tarif O% (nol persen)yang semestinya bukan O% (nol persen),pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak perlu terjadiseperti tersebut dalam ayat (1) huruf c, dikenakan sanksi administrasidengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak ditambah kenaikan sebesarlOO% (seratus persen). Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakanpembukuan menurut ketentuan Pasal 28 Undang-undang ini atau pada saatdiperiksa tidak memenuhi permintaan menurut Pasal 29 ayat (2),sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat mengetahui keadaan usahaWajib Pajak yang sebenarnya dan berakibat tidak dapat dihitung jumlahpajak yang seharusnya terhutang, maka Direktur Jenderal Pajakberwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dengan penghitungan secarajabatan, yaitu penghitungan pajak yang didasarkan pada data yang tidakhanya diperoleh Wajib Pajak saja.Sebagai konsekwensinya bebanpembuktian atas uraian perhitungan yang dijadikan dasar penghitungansecara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak, diletakkan pada WajibPajak.

Sebagai contoh diberikan antara lain :

1)pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4)tidak lengkap,sehingga penghitungan rugi laba atau peredaran tidak jelas;

2)dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka dalampembukuan tidak dapat diuji;

3)dari rangkaian penelitian dan fakta-fakta yang diketahui besardugaan disembunyikannya dokumen atau barang bukti lain di suatu tempattertentu, sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidakmenunjukkan itikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannyapemeriksaan.

Ayat (2) Ayat ini mengatur sanksi administrasi perpajakan yangdikenakan kepada Wajib Pajak, karena melanggar kewajiban perpajakansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a. Sanksi administrasiperpajakan dalam ayat ini berupa sanksi bunga yang dituangkan dalamSurat Ketetapan Pajak. Contoh : Seorang Wajib Pajak Penghasilan yangmempunyai tahun buku sama dengan tahun takwim memasukkan SPT Tahunanuntuk tahun 1984 tepat pada waktunya yang disertai dengan setoranakhir. Pada bulan April 1987 dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak yangmenunjukkan kekurangan pajak yang terhutang sebesar Rp *53671.000.000,-(satu juta rupiah). Berdasarkan ketentuan ayat ini makaatas kekurangan tersebut dikenakan bunga 2%(dua persen) sebulan.Walaupun Surat Ketetapan Pajak tersebut diterbitkan lebih dari duatahun sejak berakhirnya Tahun Pajak, bunga dikenakan atas kekurangan

Page 26: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

tersebut hanya untuk masa dua tahun dengan perhitungan sebagai berikut: - Kekurangan pajak yang terhutang ... = Rp. 1.000.000,- - Bunga 2tahun = 2% x 2 x 12 x Rp. 1.000.000,- = Rp. 480.000,- Masih harusdibayar = Rp. 1.480.000,- Seandainya Surat Ketetapan Pajak tersebutditerbitkan bulan Mei 1986 maka perhitungannya adalah sebagai berikut:- Kekurangan pajak yang terhutang = Rp. 1.000.000,- - Bunga 17 bulan =2% x 17 x Rp. 1.000.000,- = Rp. 340.000,- Masih harus dibayar= Rp.1.340.000,-

Ayat (3) Ayat ini mengatur sanksi administrasi dari suatu KetetapanPajak, karena melanggar kewajiban perpajakan, sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d. Sanksi administrasidemikian berupa "kenaikan", yaitu suatu jumlah proporsional yang harusditambahkan pada jumlah pajak yang harus ditagih. Besarnya sanksiadministrasi berupa kenaikan berbeda-beda menurut jenis pajaknya yaituuntuk jenis Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajaksanksi kenaikan sebesar 50%(lima puluh persen), untuk jenis PajakPenghasilan yang dipotong oleh orang/badan lain sanksi kenaikansebesar 100% (seratus persen), sedangkan untuk jenis Pajak PertambahanNilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sanksikenaikan sebesar 100%(seratus persen).

Ayat (4) Yang dimaksud dengan pajak yang "dikreditkan" ialah jumlahpengurangan pajak yang terdiri dari: 1.pajak yang dipotong oleh pihakketiga; 2.pajak yang dipungut oleh pihak ketiga; 3.pajak yang dibayarsendiri; 4.pajak yang ditagih dalam Surat Tagihan Pajak (STP); 5.pajakyang terhutang di luar negeri. Jumlah pengurangan tersebut dikurangkandari pajak yang terhutang.

Contoh : Surat Ketetapan Pajak Penghasilan (SKP PPh). 1.Pajak yangterhutang : Rp. 1000.000,- 2.Pengurangan-pengurangan : a.Pajak yangdipotong oleh pemberi kerja Rp. 150.000,- b.Pajak yang dibayar sendiri(setoran masa) Rp. 400.000,- c.Pajak yang ditagih dalam STP (tidaktermasuk bunga dan denda) Rp. 75.000,- d.Pajak yang ditagih di luarnegeri Rp. 100.000,- *5368 Jumlah pajak yang dikreditkan Rp. 725.000,-

Jumlah pajak yang dikreditkan Rp. 725.000,-

Ayat (5) Sanksi administrasi berupa bunga, denda administrasi, dankenaikan, tidak dapat diperhitungkan atau dikreditkan terhadap jumlahpajak terhutang. Dengan demikian, 1 dalam hal akan dilakukanperhitungan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak, jumlahsanksi administrasi perpajakan yang telah dibayar harus dikeluarkanlebih dahulu dari jumlah kelebihan pembayaran yang akan diterima olehWajib Pajak.

Ayat (6) Untuk memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para WajibPajak, berkenaan dengan pelaksanaan pemungutan pajak dengan sistem"self assessment", maka apabila dalam waktu lima tahun sejak saatterhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atauberakhirnya Tahun Pajak, Direktorat Jenderal Pajak tidak jugamenerbitkan Surat Ketetapan Pajak, maka jumlah pembayaran pajak yangdiberitahukan dalam SPT Masa atau SPT Tahunan pada hakekatnya telahmenjadi tetap dengan sendirinya atau telah menjadi pasti karena hukummenurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengandemikian, SPT Wajib Pajak yang bersangkutan telah merupakan ketetapanyang tetap dan tidak akan diubah (rampung).

Ayat (7) Dalam hal Wajib Pajak, dipidana karena melakukan tindakpidana di bidang perpajakan mengenai pajak yang penagihannya telah

Page 27: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

lewat waktu, berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap Surat Ketetapan Pajak masih dibenarkan untukditerbitkan, meskipun jangka waktu lima tahun sebagaimana ditentukandalam ayat(1)telah dilampaui. Dengan adanya putusan Pengadilan yangtelah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut, terungkap adanya datafiskal yang selama itu sengaja tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.

Pasal 14

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini dipersamakan kekuatanhukumnya dengan Surat Ketetapan Pajak, sehingga dalam hal penagihannyadapat juga dilakukan dengan Surat Paksa.

Pasal 15

Ayat (1) Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu Surat KetetapanPajak yang ternyata telah ditetapkan lebih rendah, atau telahdilakukan pengembalian pajak yang tidak seharusnya, atau pada waktudilakukan penetapan dalam bentuk Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak,atau penerbitan Surat Pemberitaan, undang-undang ini masih memberikanwewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk *5369 menerbitkanKetetapan Pajak Tambahan dalam jangka waktu lima tahun sesudah saatterhutang pajak, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau TahunPajak. Surat Ketetapan Pajak Tambahan merupakan koreksi atas SuratKetetapan Pajak sebelumnya. Surat Ketetapan Pajak Tambahan baruditerbitkan apabila sebelumnya telah pernah diterbitkan SuratKetetapan Pajak.Dengan perkataan lain Surat Ketetapan Pajak Tambahantidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitanSurat Ketetapan Pajak. Ayat ini tidak hanya mensyaratkan harus adanyadata baru (novum) dalam penerbitan Surat Ketetapan Pajak Tambahan.Dalam hal masih ditemukan lagi data yang belum terungkap pada saatditerbitkannya Surat Ketetapan Pajak Tambahan, atau baru diketahui,kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak Surat Ketetapan Pajak Tambahanmasih dapat diterbitkan lagi.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidanadi bidang perpajakan mengenai pajak yang penagihannya telah lewatwaktu berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum tetap, Surat Ketetapan Pajak Tambahan masih dibenarkan untukditerbitkan, meskipun jangka waktu lima tahun sebagaimana ditentukandalam Pasal 15 ayat(1)telah dilampaui. Dengan adanya putusanPengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut,terungkap adanya data fiskal yang selama itu sengaja tidak dilaporkanWajib Pajak.

Pasal 16

Apabila terjadi kesalahan tulis, kesalahan hitung atau kekeliruandalam surat ketetapan pajak seperti salah ketik, salah dalam jumlah,salah penerapan tarif, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan atauatas permintaan Wajib Pajak, dapat membetulkan Surat KetetapanPajak/Surat Ketetapan Pajak Tambahan yang salah atau keliru tersebut.Pengertian membetulkan dalam ayat ini bisa berarti menambah, ataumengurangkan atau menghapuskan, tergantung pada sifat kesalahan atau

Page 28: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

kekeliruannya,

Pasal 17

Ayat (1) huruf a. Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP)dapat diterbitkan, setelah oleh Direktur Jenderal Pajak diadakanpenelitian atau pemeriksaan dengan maksud untuk memastikan danmemberikan keyakinan, bahwa memang benar-benar terdapat kelebihanpembayaran atas jumlah pajak yang terhutang. Surat Keputusan KelebihanPembayaran Pajak tersebut harus diterbitkan dalam jangka waktu palinglama dua belas bulan setelah surat permohonan diterima. Dengan bataswaktu tersebut, selain memperhatikan kepentingan kepastian hukum bagiWajib Pajak, juga dimaksudkan pula *5370 untuk kepentingan tertibadministrasi perpajakan.

Ayat (1) huruf b. Surat Pemberitaan dapat diterbitkan setelah olehDirektur Jenderal Pajak diadakan penelitian atau pemeriksaan denganmaksud untuk memastikan dan memberikan keyakinan bahwa memangbenar-benar jumlah pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak dan yang telahdipotong/dipungut oleh pihak ketiga sama besarnya dengan jumlah pajakyang terhutang.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1) Pada dasarnya besarnya hutang pajak dihitung sendiri olehWajib Pajak. Baru apabila kemudian ternyata terdapat kekeliruan ataukesalahan Wajib Pajak dalam melakukan penghitungan pajak yangterhutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan yang diatur dalamundang-undang perpajakan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkanSurat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan PajakTambahan. Ketiga surat ini merupakan sarana administrasi bagi DirekturJenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Dalam hal tagihanpajak tersebut tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo yang telahditetapkan, penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.

Ayat (2) Untuk tertibnya dan keseragaman tindakan dalam melaksanakanpenagihan pajak, Menteri Keuangan akan mengatur tata caranya termasukaspek administrasi baik mengenai tindakan penagihan itu sendiri maupunaspek pelaksanaan pembayaran atas tagihan pajak.

Pasal 19

Ayat (1) Ayat ini mengatur pengenaan bunga atas pajak yang tidakdibayar atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pembayaran atauterlambat dibayar. Untuk jelasnya cara penghitungan bunga tersebutdiberikan contoh sebagai berikut :

1.Atas jumlah pajak yang kurang dibayar. Surat Ketetapan PajakPenghasilan (SKP PPh) Pajak terhutang atau ditagih (dianggap tidak adajumlah pajak yang dikreditkan) : Rp. 100.000,- SKP diterbitkan tanggal10 Oktober 1985. Harus dilunasi paling lambat tanggal 10 Nopember1985, tetapi baru dibayar Sejumlah Rp.60.000,- pada tanggal 1 Nopember1985. Sampai pada tanggal batas waktu pembayaran (1O Nopember 1985)terakhir sisa tagihan tidak dibayar lagi oleh Wajib Pajak. Padatanggal 18 Nopember 1985 diterbitkan Surat Tagihan Pajak oleh DirekturJenderal Pajak dengan perhitungan sebagai berikut : Pajak terhutang =Rp. 100.000,- Dibayar pada waktunya = Rp. 60.000,- Kurang dibayar Rp.40.000,- *5371 Bunga Dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp. 40.000,- = Rp.

Page 29: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

800,- Bunga tersebut ditagih dengan STP.

2. Atas jumlah pajak yang terlambat dibayar. Dasarnya sama dengancontoh nomor 1. Dibayar penuh tetapi terlambat, misalnya dibayartanggal 20 Nopember 1985. Tanggal 24 Nopember 1985 diterbitkan STP.Bunga terhutang dalam Surat Tagihan Pajak dihitung satu bulan = 1 x 2%x Rp. 100.000,- = Rp. 2.000,-

3.Atas jumlah pajak yang kurang dan terlambat dibayar. Dasarnya samadengan contoh nomor 1. Dibayar sejumlah Rp. 60.000,-pada tanggal 20Nopember 1985. Tanggal 24 Nopember 1985 diterbitkan STP. Bungaterhutang dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp. 100.000,- = Rp. 2.000,-

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 20

Dalam hal terjadi suatu peristiwa atau keadaan sebagaimana dimaksuddalam Pasal ini, maka untuk menjaga kemungkinan terjadinya sesuatuyang akan mengakibatkan pajak yang terhutang tidak dapat ditagih,tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran dalam Surat Tagihan Pajak, SuratKetetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan, penagihannyadapat dilakukan seketika dan sekaligus.

Pasal 21

Ayat (1) Ayat ini menetapkan kedudukan Negara sebagai krediturpreferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barangmilik Wajib Pajak, dan barang-barang milik wakilnya akan dilelang dimuka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2). Dalam haltelah dilakukan tindakan penagihan sampai kepada tindakan penagihanaktif, seterusnya pelelangan di muka umum atas barang-barang milikWajib Pajak, tetapi hasil dari pelelangan di muka umum barang-barangmilik Wajib Pajak tersebut belum cukup untuk melunasi hutang pajaknya,maka barang-barang milik wakilnya, sepanjang dalam kedudukannyabertanggung jawab untuk itu, akan disita dan dilelang di muka umumuntuk melunasi hutang pajak Wajib Pajak. Setelah hutang pajak dilunasibaru diselesaikan pembayaran kepada kreditur lainnya. Maksud dari ayatini adalah untuk memberi kesempatan pada Pemerintah untuk mendapatkanpembagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelanganbarang-barang milik Wajib Pajak atau wakilnya di muka umum gunamenutupi atau melunasi tunggakan pajaknya. *5372 Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Pada ayat ini ditegaskan bahwa hak mendahulu ini melebihisegala hak lainnya, artinya lebih kuat dari hak lainnya kecualiterhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam :

1.Pasal 1139 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi:"biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena suatu penghukumanuntuk melelang suatu barang bergerak maupun tak bergerak. Biaya inidibayar dari hasil penjualan benda-benda tersebut terlebih dahuludaripada semua piutang lainnya yang diistimewakan, bahkan lebih dahulupula daripada gadai dan hipotik".

2.Pasal 1139 angka 4 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi:"biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang".

3.Pasal 1149 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi

Page 30: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

:"biaya perkara, yang semata-mata disebabkan karena pelelangan danpenyelesaian suatu warisan; biaya ini didahulukan daripada gadai danhipotik".

4.Pasal 80 dan Pasal 81 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, mengenai haktagihan seorang komisioner.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 22

Pada dasarnya pelaksanaan penagihan pajak daluwarsa dalam waktu limatahun, tetapi dapat saja melebihi lima tahun apabila : 1.telahdikeluarkan Surat Tegoran dan Surat Paksa; 2.adanya pengakuan WajibPajak secara langsung atau tidak langsung antara lain : a.dilakukanpembayaran hutang pajak itu; b.diajukan permohonan penundaanpembayaran;atau c.diadakannya pengangsuran pembayaran. Dalam haldemikian kedaluwarsaan penagihan piutang pajak dihitung dari saatterjadinya peristiwa-peristiwa tersebut di atas

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Menteri Keuangan akan mengatur tata cara penghapusan dan menentukanbesarnya jumlah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi. Melaluicara ini akan dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutangpajak yang, akan dapat ditagih atau dicairkan. *5373 Pasal 25

Ayat (1) Perkataan "suatu" dalam ayat ini, dimaksudkan bahwa satukeberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun pajak,misalnya: Pajak Penghasilan Tahun Pajak 1985 dan Tahun Pajak 1986.Keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Penghasilan Tahun 1985 danTahun 1986 tersebut, harus diajukan masing-masing dalam satu SuratKeberatan tersendiri. Untuk dua tahun pajak tersebut harus diajukandua buah Surat Keberatan.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Batas waktu pengajuan Surat Keberatan ditentukan dalam waktutiga bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak atau SKPsebagaimana ditentukan dalam ayat(1), dengan maksud agar supaya WajibPajak mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan SuratKeberatan beserta alasannya. Apabila ternyata bahwa batas waktu tigabulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak, karena keadaandi luar kekuasaan Wajib Pajak (force mayeur), maka tenggang waktuselama tiga bulan tersebut masih dapat dipertimbangkan untukdiperpanjang oleh Direktur Jenderal Pajak.

Ayat (4)

Tanda bukti/Resi penerimaan Surat Keberatan sangat diperlukan untukmemenuhi ketentuan formal. Diterima atau tidaknya hak mengajukan SuratKeberatan dimaksud, tergantung dipenuhinya ketentuan batas waktusebagaimana dimaksud dalam ayat (3), yang dihitung mulaiditerbitkannya sampai saat diterimanya Surat Keberatan tersebut.

Page 31: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

Tanda bukti atau resi penerimaan tersebut oleh Wajib Pajak dapat jugadigunakan sebagai alat kontrol baginya, untuk mengetahui sampai kapanbatas waktu dua belas bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat(1) itu berakhir.

Tanda bukti atau resi penerimaan itu diperlukan untuk memastikan bahwakeberatannya dikabulkan, apabila dalam jangka waktu tersebut WajibPajak tidak menerima surat balasan dari Direktur Jenderal Pajak ataskeberatan yang diajukannya. Inilah yang dimaksud dengan kata"kepentingan" dalam ayat ini.

Ayat (5) Agar Wajib Pajak dapat menyusun keberatan dengan alasan-alasan yang kuat, Wajib Pajak diberi hak untuk meminta dasar- dasarpengenaan, pemotongan atau pemungutan pajak yang telah ditetapkan,sebaliknya Direktur Jenderal Pajak berkewajiban untuk memenuhipermintaan tersebut di atas.

Ayat (6) Untuk mencegah usaha penghindaran atau penundaan pajakmelalui pengajuan Surat Keberatan, maka pengajuan keberatan itu tidakmenghalangi tindakan penagihan. Ketentuan ini perlu dicantumkan denganmaksud agar Wajib Pajak dengan dalih mengajukan keberatan, untuk tidakmelakukan kewajiban untuk *5374 membayar pajak yang telah ditetapkan,sehingga dapat dicegah terganggunya penerimaan negara.

Pasal 26

Ayat (1) Terhadap Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajakkewenangan penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan kepadaDirektur Jenderal Pajak dengan ketentuan batasan waktu penyelesaiankeputusan atas keberatan Wajib Pajak ditetapkan paling lama dua belasbulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima. Dengan ditentukannyabatas waktu penyelesaian keputusan atas keberatan tersebut, berartiakan diperoleh suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak di sampingterlaksananya administrasi perpajakan.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Ayat ini mengharuskan Wajib Pajak membuktikan ketidakbenaranketetapan pajak, dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan terhadappajak-pajak yang ditetapkan secara jabatan, Surat Ketetapan Pajaksecara jabatan tersebut diterbitkan karena Wajib Pajak tidakmenyampaikan SPT Tahunan, meskipun telah ditegor secara tertulis, atautidak memenuhi kewajiban menyelenggarakan pembukuan, atau menolakuntuk memberikan kesempatan kepada pejabat pemeriksa memasukitempat-tempat tertentu yang dipandang perlu, dalam rangka pemeriksaanguna menetapkan besarnya jumlah pajak yang terhutang. Apabila WajibPajak tidak dapat membuktikan ketidakbenaran Surat Ketetapan Pajaksecara jabatan itu, maka keberatannya ditolak.

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 27

Ayat (1) Dalam hal Wajib Pajak masih merasa kurang puas terhadapkeputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan yang diajukan, WajibPajak masih diberi kesempatan untuk mengajukan banding ke badanperaduan pajak, dalam hal seperti yang ada sekarang Majelis

Page 32: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

Pertimbangan Pajak, dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggalkeputusan keberatan tersebut. Dengan demikian bagi Wajib Pajak telahdiberikan cukup waktu untuk menyiapkan Surat Banding besertaalasan-alasan dan bukti-bukti yang diperlukan bagi badan peradilanpajak tersebut.

Ayat (2) Lihat penjelasan Pasal 25 ayat (2).

Ayat (3) Lihat penjelasan Pasal 25 ayat (6).

*5375 Pasal 28

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Pada dasarnya setiap orang/Badan yang melakukan kegiatanusaha atau pekerjaan bebas diharuskan mengadakan pembukuan. Tetapibagi Wajib Pajak yang karena kemampuannya belum memadai, dimungkinkanuntuk dibebaskan dari kewajiban mengadakan pembukuan. Yang dimaksuddengan "dibebaskan" dari kewajiban mengadakan pembukuan dalam ayatini, tidak diartikan bahwa Wajib Pajak untuk seterusnya tidak berusahauntuk meningkatkan kemampuannya menyelenggarakan pembukuan secaralengkap dan baik, sehingga sama sekali tidak memiliki pembukuan dalammenyelenggarakan usahanya. Sepanjang kemampuan tersebut belumdimiliki, Wajib Pajak dibenarkan untuk hanya membuat catatan-catatanyang merupakan pembukuan sederhana yang memuat data-data pokok yangdapat dipakai untuk melakukan penghitungan pajak yang terhutang bagiWajib Pajak yang bersangkutan.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6) Pembukuan dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengankegiatan usaha atau perusahaan harus disimpan selama sepuluh tahun,supaya dalam batas waktu tersebut apabila Direktur Jenderal Pajak akanmengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembuktian yang diperlukanmasih tetap tersedia.Kurun waktu sepuluh tahun harus disimpannyapembukuan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan adalah taatasas (konsisten) dengan ketentuan Pasal 40 mengenai gugurnya tuntutanpidana perpajakan.

Pasal 29

Ayat (1) Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka melaksanakan tugaspemungutan pajak, diberikan wewenang untuk melaksanakan pemeriksaan,guna keperluan penetapan pajak yang terhutang dan keperluan-keperluanlain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan.

Tujuan pemeriksaan, terutama adalah untuk memperoleh/ mengumpulkanbahan-bahan yang dijadikan dasar untuk:

a.menerbitkan Surat Ketetapan Pajak/Surat Ketetapan Pajak Tambahan;

b.menerbitkan Surat Pemberitaan;

c.menerbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak. *5376d.hal-hal lain yang berhubungan dengan administrasi perpajakan.

Page 33: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

Pengertian "tujuan lain" dalam ayat ini dimaksudkan adalah pemeriksaandalam rangka yang menyangkut hal-hal sebagai berikut :

a.menyusun Norma Penghitungan; b.mencocokkan data dan alat keterangan;c.menentukan besarnya pembayaran pajak dalam suatu Masa Pajak bagiWajib Pajak baru; d.hal-hal lain yang berhubungan dengan pelaksanaanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Oleh karena pembukuan, catatan-catatan, dokumen-dokumen yangberkaitan dengan kegiatan usaha dan keterangan-keterangan lain yangdiperlukan demikian penting peranannya dalam menentukan besarnya pajakyang terhutang, maka apabila diminta oleh petugas pemeriksa, WajibPajak harus memperlihatkan atau meminjamkannya. Bilamana pembukuan,catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan tidak dapatdiberikan oleh Wajib Pajak dengan dalih untuk menghindarkan diri,berdasarkan ayat ini petugas pemeriksa dibolehkan memasuki tempat atauruangan yang menurut dugaan petugas pemeriksa digunakan sebagai tempatpenyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen tersebut.

Ayat (4) Untuk mencegah adanya dalih terikat pada kerahasiaan,sehingga pembukuan, catatan, dokumen serta keterangan-keterangan lainyang diperlukan tidak dapat diberikan oleh Wajib Pajak, maka ayat inimenegaskan bahwa kewajiban merahasiakan itu dapat ditiadakan.

Pasal 30

Terhadap orang atau badan yang pada saat dilakukan pemeriksaan tidakbersedia memberi kesempatan kepada petugas pemeriksa untuk memasukitempat-tempat/ruangan-ruangan tertentu yang diduga disimpan didalamnya pembukuan, dokumen-dokumen, dan catatan-catatan, sehinggapembukuan, dokumen-dokumen, dan catatan-catatan yang diperlukan tidakdapat diperoleh, maka Wajib Pajak dianggap menghalang-halangipelaksanaan pemungutan pajak. Dalam hal demikian Direktur JenderalPajak diberi wewenang untuk melakukan tindakan penyegelan tempat atauruangan- ruangan tertentu yang diperkirakan sebagai tempat penyimpananpembukuan, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen guna mengamankan ataumencegah hilangnya pembukuan, catatan-catatan dan dokumen-dokumentersebut.

Pasal 31

Untuk terlaksananya keseragaman, ketertiban, dan kesatuan tindakanpelaksanaan pemeriksaan, perlu diatur ketentuan dan tata caranyadengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32

*5377 Ayat (1) Dalam Undang-undang ini ditentukan siapa yang menjadiwakil untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajakterhadap Badan, Badan dalam pembubaran, warisan yang belum dibagi dananak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampunan. BagiWajib Pajak tersebut perlu ditentukan siapa yang menjadi wakil ataukuasanya, guna melakukan tindakan hukum, melaksanakan hak dankewajiban perpajakan, oleh karena mereka tidak dapat atau tidakmungkin melakukan sendiri tindakan hukum tersebut.

Ayat (2) Pengecualian yang dimaksud dalam ayat ini harus dengan

Page 34: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

pembuktian bahwa dalam kedudukannya sebagai wakil menurut kewajarandan kepatutan tidak mungkin dimintakan pertanggungjawabannya secarapribadi dan/atau secara renteng.

Ayat (3) Ayat ini memberikan kelonggaran dari kesempatan bagi WajibPajak untuk minta bantuan orang lain yang memahami masalah perpajakansebagai kuasanya, untuk dan atas namanya membantu melaksanakan hak dankewajiban perpajakan Wajib Pajak. Bantuan tersebut meliputipelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak WajibPajak yang ditentukan dalam undang-undang perpajakan.

Pasal 33

Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak PertambahanNilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalahpembeli atau konsumen barang atau penerima jasa, karena itu sudahseharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasabertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terhutang apabilaternyata bahwa pajak yang terhutang tersebut tidak dibayarnya.

Pasal 34

Ayat (1) Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yangmelakukan tugas dibidang perpajakan, dilarang mengungkapkankerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan. Masalahkerahasiaan tersebut perlu mendapatkan perlindungan, untuk mencegahdisalahgunakannya bahan keterangan Wajib Pajak, dalam usaha persaingandagang atau mengungkapkan keadaan asal usul kekayaan atau penghasilanyang diperoleh, yang pada hakekatnya merupakan rahasia pribadi, sesuaidengan asas hukum pajak.

Ayat (2) Para ahli seperti ahli/juru bahasa, akuntan, pengacara dansebagainya yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantupelaksanaan undang-undang perpajakan, pada hakekatnya adalah samadengan petugas pajak yang dilarang pula untuk mengungkapkankerahasiaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Ayat (3) *5378 Untuk kepentingan pengamanan keuangan negara yangdilakukan oleh, pejabat pemeriksa yang ditugaskan untuk itu, baik olehpejabat pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangandan Pembangunan, Menteri Keuangan dapat memberikan izin kepadaBadan-badan tersebut, untuk melihat bukti-bukti perpajakan yangterikat dengan kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)danayat(2), dalam rangka melaksanakan tugas pemeriksaan dan pengawasankeuangan negara yang ada hubungannya dengan masalah perpajakan.

Ayat (4) Untuk melaksanakan pemeriksaan disidang pengadilan dalamperkara pidana yang berhubungan dengan masalah perpajakan, demikepentingan peradilan, Menteri Keuangan dapat memberikan izinpembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak termasukpejabat yang ditugaskan dalam badan peradilan perpajakan atau MajelisPertimbangan Pajak dan para ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)danayat(2), atas permintaan tertulis Hakim ketua sidang.

Ayat (5) Maksud dari ayat ini adalah merupakan pembatasan danpenegasan, bahwa keterangan perpajakan yang diminta tersebut adalahhanya mengenai perkara pidana tentang perbuatan atau peristiwa yangmenyangkut bidang perpajakan dan hanya terbatas pada tersangka yangbersangkutan.

Page 35: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

Pasal 35

Ayat (1) Untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan, pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajakyang diperiksa, seperti Konsulen Pajak, Akuntan Publik, Notaris danpihak atau orang lainnya yang ada hubungannya dengan tindakan ataukegiatan usaha Wajib Pajak harus memberikan keterangan dan bukti-buktiyang diminta petugas Direktorat Jenderal Pajak dalam rangkapemeriksaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Bahan keterangan atau buktiyang diminta tersebut diperlukan untuk melengkapi bahan keteranganperpajakan guna menghitung dan menentukan besarnya jumlah pajak yangsebenarnya terhutang bagi Wajib Pajak yang diperiksa. Selain itu,ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan pula untuk mencegah adanya usahamenyembunyikan bahan keterangan atau bukti-bukti mengenai perpajakanditempat- orang lain.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 36

Ayat (1) Dapat saja terjadi dalam praktek, bahwa sanksi administrasiyang dikenakan kepada Wajib Pajak, karena ketidaktelitian petugaspajak dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidakmemahami peraturan perpajakan. Dalam hal yang demikian, sanksiadministrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan*5379 dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.Demikian juga Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya, danberlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkanKetetapan Pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolakpengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratanformal(memasukkan Surat Keberatan tidak pada waktunya) meskipunpersyaratan material terpenuhi.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 37

Sesuai dengan keadaan ekonomi keuangan, nilai uang akan dapatberubah-ubah. Karena itu undang-undang memberikan wewenang kepadaPemerintah apabila diperlukan dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintahuntuk mengubah dan menyesuaikan besarnya sanksi administrasi berupabunga, denda administrasi, dan kenaikan sesuai dengan keadaan ekonomikeuangan.

Pasal 38

Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh WajibPajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan dikenakansanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidangperpajakan, dikenakan sanksi pidana. Dengan adanya sanksi pidanatersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran bagi Wajib Pajak untukmematuhi atau melakukan kewajiban perpajakannya seperti yangditentukan dalam undang-undang perpajakan. Kealpaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hatidan tidak memperdulikan kewajibannya, sehingga perbuatannya tersebutmengakibatkan kerugian bagi negara.

Pasal 39

Ayat (1) Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini

Page 36: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

yang dilakukan dengan sengaja bukan lagi merupakan pelanggaranadministrasi tetapi merupakan tindak pidana kejahatan, karena itudiancam dengan pidana yang lebih berat daripada perbuatan karenakealpaan yang sifatnya adalah pelanggaran.

Ayat (2) Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidangperpajakan, maka bagi mereka yang melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat satu tahun sejak selesai menjalanisebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidanalebih berat, ialah dua kali lipat dari ancaman pidana yang diaturdalam ayat (1).

Pasal 40

Tindak pidana di bidang perpajakan daluwarsa sepuluh tahun, dari sejaksaat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajakatau Tahun Pajak yang bersangkutan. Hal tersebut dimaksudkan gunamemberikan suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak, Penuntut Umum danHakim. angka waktu sepuluh *5380 tahun tersebut adalah untukmenyesuaikan dengan daluwarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakanyang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terhutang, selamasepuluh tahun.

Pasal 41

Ayat (1) Untuk menjamin bahwa kerahasiaan mengenai perpajakan tidakakan diberitahukan pada pihak lain, dan supaya Wajib Pajak dalammemberikan data-data dan keterangan tidak ragu-ragu, dalam rangkapelaksanaan undang-undang perpajakan, maka perlu adanya sanksi pidanabagi pejabat yang bersangkutan yang menyebabkan terjadinya pelanggaranpengungkapan kerahasiaan tersebut. Pelanggaran kerahasiaan yangdilakukan menurut ayat ini, adalah dilakukan karena kealpaannya dalamarti lalai, tidak hati-hati atau tidak memperdulikan sehinggakewajiban untuk merahasiakan keadaan, keterangan atau bukti-bukti yangada pada Wajib Pajak yang dilindungi oleh undang-undangperpajakan,dilanggar. Atas pelanggaran karena kealpaannya tersebutdihukum dengan hukuman yang setimpal dengan kealpaannya tersebut.

Ayat (2) Ketentuan yang diatur dalam ayat ini adalah berunsurkesengajaan sehingga mengakibatkan pembocoran kerahasiaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 34. Karena itu hukumannya lebih berat dibandingdengan sanksi pidana yang ditentukan dalam ayat(1). Unsur kesengajaantersebut menjurus pada kejahatan, karena itu hukumannya sesuai denganperbuatan kejahatan tersebut.

Ayat (3) Tuntutan pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan sebagaimanadimaksud dalam ayat(1)dan ayat(2)sesuai dengan sifatnya, adalahmenyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan selaku WajibPajak, karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan.

Pasal 42

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 43

Ketentuan pidana di bidang perpajakan tidak saja ditujukan kepada diriWajib Pajak, tetapi juga kepada pihak lain yang ditunjuk sebagai

Page 37: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

wakil, kuasa atau pegawai Wajib Pajak yang diberi pelimpahan tanggungjawab atau tanggung jawab secara renteng atas pelaksanaan kewajibanperpajakan Wajib Pajak yang dipercayakan dan dikuasakan padanya.

Pasal 44

Ayat (1) Penyidikan di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakanpenyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diperlukan,sehingga dapat membuat terang tentang *5381 tindak pidana di bidangperpajakan yang terjadi, dan guna menemukan tersangka serta mengetahuibesarnya pajak terhutang yang diduga digelapkan. Penyidik di bidangperpajakan adalah pejabat pegawai negeri tertentu di lingkunganDirektorat Jenderal Pajak yang diangkat oleh Menteri Kehakiman sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidikantindak pidana dalam bidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuanyang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum AcaraPidana dan peraturan pelaksanaannya.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 45

Meskipun undang-undang perpajakan yang lama telah dicabut dengandiundangkannya Undang-undang ini, untuk menampung penyelesaianpenetapan pajak-pajak terhutang pada masa atau tahun pajak sebelumberlakunya Undang-undang ini, yang pelaksanaannya masih berdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan lama, makaUndang-undang ini menentukan jangka waktu berlakunya peraturanperundang-undangan lama sampai dengan tanggal 31 Desember1988.Penentuan jangka waktu lima tahun tersebut disesuaikan dengandaluwarsa penagihan pajak.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan Undang-undang Pajak atas Bunga,Dividen, dan Royalti 1970 beserta semua peraturan pelaksanaannya tetapberlaku terhadap penghasilan kena pajak yang diterima atau diperolehdalam bidang penambangan minyak dan gas bumi dan dalam bidangpenambangan lainnya yang dilakukan dalam rangka perjanjian KontrakKarya dan Kontrak Bagi Hasil.sepanjang perjanjian Kontrak Karya danKontrak Bagi Hasil tersebut masih berlaku pada saat berlakunyaUndang-undang ini. Ketentuan Undang-undang ini baru berlaku terhadappenghasilan kena pajak yang diterima atau diperoleh dalam bidangpenambangan minyak dan gas bumi yang dilakukan dalam bentuk perjanjianKontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasil, apabila perjanjian Kontrak Karyadan Kontrak Bagi Hasil tersebut dibuat setelah berlakunyaUndang-undang ini.

Pasal 48

Untuk menampung hal-hal yang belum cukup diatur mengenai tata caraatau kelengkapan yang materinya sudah dicantumkan dalam Undang-undangini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.Dengan demikianakan lebih mudah mengadakan penyesuaian pelaksanaan Undang-undang ini

Page 38: UU 6/1983, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA …wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11288.pdfc.bahwa sistem perpajakan yang tertuang di dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

dan tata cara yang diperlukan.

Pasal 49

Cukup jelas. *5382 Pasal 50

Cukup jelas.

--------------------------------

CATATAN

DICETAK ULANG_________________________________________________________________