154

UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di
Page 2: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di
Page 3: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Ketentuan Pidana

Pasal 113

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komerial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Page 4: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum.

Maria Madalina, S.H., M.Hum.

Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H.

Page 5: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

Cetakan I November 2019

viii+145 hlm.; 14,5 cm x 20,5 cm

ISBN: 978-602-492-036-4

Penulis:

Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum.

Maria Madalina, S.H., M.Hum.

Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H.

Layout:

Eko Taufi q

Gambar Cover:

freepik.com

Desain Cover:

Akanta Muhammad

Penerbit:

CV. ABSOLUTE MEDIA

Krapyak Kulon RT 03 No. 100,

Panggungharjo Sewon Bantul Yogyakarta

Email: [email protected]

Telp: 087839515741 / 082227208293

Website: www.penerbitabsolutemedia.com

Page 6: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

v

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah, maka penulis

hantarkan buku ini. Laporan penelitian ini merupakan penelitian

tahun ke-2 yang dibiayai oleh Kementerian Riset, Teknologi,

dan Pendidikan Tinggi (kini Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan) tahun 2019. Adapun tahun ke-1 sudah dilaksanakan

pada tahun 2018 yang lalu. Pada asasnya penelitian ini diperlukan

oleh karena diperlukan data-data yang terkait dengan persepsi

dan afisitas para pemangku kepentingan terkait dengan elemen-

elemen kepariwisataan. Kesimpulan yang dapat dihaturkan bahwa

model kebijakan kepariwisataan berbasis pluralisme lokal untuk

mewujudkan Negara Kesejahteraan (Welfare State) membutuhkan 3

(tiga) elemen dasar yaitu pemberdayaan pemerintahan daerah dan

kebudayana lokal, interaksi pemangku kepentingan, dan inisiasi

hukum kepariwisataan.

Dalam penyelesaian penelitian ini sempat tersendat-sendar

jelang akhir masa riset karena salah satu anggota, yaitu Bapak

Handoyo Leksono, SH., M.H., jatuh sakit dan kemudian

meninggal dunia. Rencana dan desaian pembagian kerja harus

disusun ulang. Namun pelan-pelan dapat diatasi dengan baik

dan Atas diselesaikannya penelitian maka dihaturkan terimakasih

kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah

Kabupaten Buleleng, Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Badung

Page 7: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

vi BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

di Provisi Bali, Pemerintah Kota Surakarta, dan Pemerintah Kota

Batu Malang Jawa Timur. Penelitian ini diharapkan memberikan

sumbangsih konkrit untuk kebijakan kepariwisataan di daerah-

daerah tersebut.

Surakarta, 16 November 2019

Page 8: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................... 5

A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah ..................... 5

1. Pengertian dan Bentuk Desentralisasi ....................... 5

2. Perbedaan Desentralisasi dan Dekonsentrasi ............ 10

3. Perspektif Desentralisasi ........................................... 13

4. Kritik terhadap Desentralisasi................................... 20

B. Pariwisata dan Pemerintahan Daerah ............................. 25

BAB III METODE PENELITIAN ..................................... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...... 31

A. Hukum dan Kebijakan Publik ....................................... 31

B. Kebijakan Kepariwisataan di Bali ................................... 42

1. Profil wisata provinsi Bali ......................................... 42

2. Kearifan Lokal Bali ................................................... 47

C. Kepariwisataan di Kota Surakarta .................................. 93

D. Model Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan Berbasis

Pluralisme Lokal untuk Mewujudkan Negara Kesejahteraan

(Welfare State) ............................................................... 97

Page 9: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

viii BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

1. Pemberdayaan Pemerintahan Daerah dan Kebudayaan

Lokal ........................................................................ 98

2. Interaksi Pemangku Kepentingan ............................. 110

3. Inisiasi Hukum Kepariwisataan ............................... 126

BAB V PENUTUP ........................................................... 129

A. Kesimpulan ................................................................... 129

B. Saran ............................................................................. 129

DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 131

Page 10: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

1

BAB I

PENDAHULUAN

Penelitian ini adalah penelitian tahun ke-2. Penelitian tahun ke-1

telah mengidentifikasi faktor-faktor pembangun model kebijakan

kepariwisataan berbasis pluralisme lokal untuk mewujudkan negara

kesejahteraan (welfare state) yaitu (a) Dukungan peraturan dan

kelembagaan yang memihak masyarakat lokal; (b) Daya tarik alam,

daya tarik budaya dan daya tarik buatan adalah tiga komponen

pembentuk produk wisata, dimana ketiganya dapat dikombinasikan

satu dengan yang lainnya; (c) Karakter kebijakan berbasis integrasi

dan karakteristik budaya; (d)) Desa wisata sebagai produk wisata

alternatif disajikan untuk menjawab kejenuhan yang dialami

wisatawan dalam mengkonsumsi produk wisata.1 Penelitian lanjutan

diperlukan oleh karena diperlukan data-data yang terkait dengan

persepsi dan afisitas para pemangku kepentingan terkait dengan

elemen-elemen tersebut. Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa

elemen-elemen kepariwisataan berkembang pesat2, memiliki

dampak regional3, memberikan pengaruh positif terhadap jalinan

1Isharyanto, Maria Madalina, dan Handoyo Leksono, “Model Kebijakan Kepariwisataan

Berbasis Pluralisme Lokal Untuk Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Welfare State)” (Kementerian

Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, 2018).2Donald Getz dan Stephen J.Page, “Progress and prospects for event tourism research,”

Tourism Management 52 (2016).3Eugenia Panfiluk, “Impact of a Tourist Event of a Regional Range on the Development of

Tourism,” Procedia - Social and Behavioral Sciences 213 (2015): 1020–27.

Page 11: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

2 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

kebudayaan4, berhubungan dengan gaya hidup5 dan prestise

pribadi6, dan berurusan dengan ideologi.7 Pluralisme lokal dalam

kebijakan kepariwisataan sendiri bermanfaat untuk kepentingan

pendidikan8, kepentingan ekonomi9, kepentingan pemerintahan10,

serta kepentingan pembangunan dan rekreasi.11

Urgensi penelitian ini semakin nampak jika melakukan studi

komparasi. Di negara-negara Eropa dan Amerika Latin di mana

pariwisata telah menjadi sektor yang terkelola, ada korelasi negatif

antara pengembangan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi.12

Selain itu, telah ditunjukkan di beberapa negara atau wilayah

yang faktor-faktor seperti tingkat profesionalisme pariwisata

(diukur sebagai proporsi pendapatan pariwisata dalam produk

domestik bruto negara itu [PDB]) bersama dengan bentuk negara

4Han Chen dan Imran Rahman, “Cultural tourism: An analysis of engagement, cultural

contact, memorable tourism experience and destination loyalty,” Tourism Management Perspectives 26 (2018): 153–63.

5Sanda Renko dan Kristina Buar, “How Changing Lifestyles Impact The Development Of

Some Special Interests Of Tourism: The Case Of Spa Tourism In Croatia,” International Journal of Management Cases 5 (2008): 101–10.

6Wong Simon Chak-keung dan Liu Gloria Jing, “Will parental influences affect career

choice?: Evidence from hospitality and tourism management students in China,” International Journal of Contemporary Hospitality Management 22, no. 1 (2010): 82–101.

7Sarbini Mbah Ben, Filsafat Pariwisata: Sebuiah Kajian Filsafat Praktis (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2018).8Huei-Ming Chiao, Yu-Li Chen, dan Wei-Hsin Huang, “Examining the usability of an

online virtual tour-guiding platform for cultural tourism education,” Journal of Hospitality, Leisure, Sport & Tourism Education 23 (2018): 29–38.

9Marie-Louise Mangion dkk., “Measuring the Effect of Subsidization on Tourism Demand

and Destination Competitiveness through the AIDS Model: An Evidence-Based Approach to

Tourism Policymaking,” Tourism Economics 18, no. 6 (2012): 1251–72.10C. M. Hall, Tourism planning. Policies, processes and relationships (London: Pearson Prentice

Hall, 2008).11C. M. Hall, Tourism and politics. Policy, power and place (Chichester: John Wiley & Son,

1998).12S. Malik dkk., “Tourism, economic growth and current account deficit in Pakistan:

Evidence from co‐integration and causal analysis,” European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences 22 (2010): 21–31.

Page 12: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

3Pendahuluan

(kepuauan atau tidak), kekayaan, ukuran, dan lokasi geografis,

mempengaruhi hubungan antara pengembangan pariwisata dan

pertumbuhan ekonomi.13 Dalam studi empiris yang dilakukan di

Taiwan, Kim, Chen, dan Jang menyelidiki interaksi antara jumlah

wisatawan yang mengunjungi Taiwan dan PDB dan berpendapat

bahwa ada hubungan kausal antara pengembangan pariwisata

dan pertumbuhan ekonomi.14 Di antara studi tentang pengaruh

faktor ekonomi pada pengembangan pariwisata, Ramesh dan Thea

Sinclair menunjukkan bahwa nilai tukar dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya mempengaruhi pilihan wisatawan yang masuk.15

Yap menguji pengaruh nilai tukar terhadap jumlah wisatawan dan

menemukan bahwa fluktuasi mata uang mempengaruhi pariwisata

di beberapa negara, seperti Malaysia dan Selandia Baru.16

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk (1) menguji

elemen-elemen pembangun model kebijakan kepariwisataan

berbasis pluralisme lokal untuk mewujudkan negara kesejahteraan

(welfare state); dan (2) finalisasi konstruksi model kebijakan

kepariwisataan berbasis pluralisme lokal untuk mewujudkan negara

kesejahteraan (welfare state).

13T.N. Sequeira dan C. Campos, “International tourism and economic growth: A panel

data approach” (Fondazione Eni Enrico Mattei Nota di Lavoro, 2005).14H.J. Kim, M.H. Chen, dan S.C. Jang, “Tourism expansion and economic development:

The case of Taiwan,” Tourism Management 27, no. 5 (2006): 925–33.15D. Ramesh dan M. Thea Sinclair, “Market shares analysis the case of French tourism

demand,” Annals of Tourism Research 30, no. 4 (2003): 927–941.16G. Yap, “An examination of the effects of exchange rates on Australia’s inbound

tourism growth: A multivariate conditional volatility approach,” International Journal of

Business Studies 20, no. 1 (2012): 111–32.

Page 13: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di
Page 14: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah

1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi

Munculnya desentralisasi di seluruh dunia telah menimbulkan

pertanyaan apakah desentralisasi telah memainkan beberapa peran

penting dalam mendorong pemerintahan yang bertanggung jawab.17

Ketika konsep tata kelola berkembang, begitu pula pemikiran

tentang alasan, tujuan, dan bentuk desentralisasi.18 Desentralisasi

sekarang mencakup tidak hanya transfer kekuasaan, wewenang,

dan tanggung jawab dalam pemerintahan19, tetapi juga pembagian

wewenang dan sumber daya untuk membentuk kebijakan publik

dalam masyarakat.20

Kata “desentralisasi” berarti pengalihan kekuasaan dan

wewenang dari pemerintah pusat ke unit lokal atau daerah

untuk memenuhi permintaan masyarakat.21 Desentralisasi telah

17Verena Thomas, Joys Eggins, dan Evangelia Papoutsaki, “Relational Accountability in

Indigenizing Visual Research for Participatory Communicatio,” SAGE Open, 2016, https://doi.

org/10.1177/2158244015626493.18Kathleen O’Neill, “Decentralization as an Electoral Strategy,” Comparative Political Studies

36, no. 9 (2003): 1068–91; Kathleen O’Neill, Decentralizing The State: Elections, Parties, and Local Power in the Andes (New York: Cambridge University Pres, 2005).

19Duco Bannink dan Ringo Ossewaarde, “Decentralization: New Modes of Governance and

Administrative Responsibility,” Administration & Society 44, no. 5 (2012): 595–624.20Nicholas Sphina, “Decentralisation and political participation: An empirical analysis in

Western and Eastern Europe,” International Political Science Review 35, no. 4 (2014): 448–462.21E. Kojo Sakyi, J. Koku Awoonor‐Williams, dan Francis A. Adzei, “Barriers to implementing

health sector administrative decentralisation in Ghana,” Journal of Health Organization and

Page 15: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

6 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

didefinisikan oleh berbagai sarjana administrasi publik sebagai

pemindahan otoritas dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi

ke delegasi pengambilan keputusan yang lebih rendah.22 Selain itu,

desentralisasi didefinisikan sebagai penempatan otoritas dengan

tanggung jawab, memungkinkan sejumlah besar tindakan yang

harus diambil.23 Lebih jauh lagi, ada pemindahan fungsi dari pusat

ke pinggiran, suatu modus operasi yang melibatkan partisipasi orang

yang lebih luas dalam seluruh jajaran pengambilan keputusan,

mulai dari perumusan rencana hingga implementasi.24 Definisi

desentralisasi lainnya adalah pengalihan tanggung jawab untuk

merencanakan, mengelola, meningkatkan, dan mengalokasikan

sumber daya dari pemerintah pusat ke otoritas publik yang bersifat

semi-otonom, wilayah perusahaan yang luas di wilayahnya, otoritas

fungsional, organisasi swasta atau lembaga swadaya masyarakat.25

Mengingat banyak makna soal “desentralisasi”, Leonard

menegaskan bahwa tipologi tunggal secara universal atasi konsep

tersebut adalah mustahil.26 Karenanya tulisan ini memandang

Management 25, no. 4 (2011): 400–419.22Jun Koo dan Byoung Joon Kim, “Two faces of decentralization in South Korea,” Asian

Education and Development Studies 7, no. 3 (2018): 291–302.23Antonio Davila, Mahendra Gupta, dan Richard J. Palmer, “Internal Controls,

Decentralization, and Performance,” dalam Performance Measurement and Management Control: The Relevance of Performance Measurement and Management Control Research (Studies in Managerial and Financial Accounting, Vol. 33), ed. oleh Marc J. Epstein, Frank H. M. Verbeeten, dan Sally K.

Widener (Bingley, UK: Emerald Publishing Limited, 2018), 39–64.24Eric E. Otenyo dan Nancy S. Lind, “Part III: Managing Institutions through Planning and

Decentralization,” dalam Comparative Public Administration (Research in Public Policy Analysis and Management, Vol. 15), ed. oleh Eric E. Otenyo dan Nancy S. Lind (Bingley, UK: Emerald Group

Publishing Limited, 2006).25Ida Bagus Putu Purbadharmaja dkk., “The implications of fiscal decentralization and

budget governance on economic capacity and community welfare,” Foresight 222, no. 2 (2019):

227–49.26Leonard David, “Analyzing the Organisational Requirements for Serving the Rural

Poor,” dalam Institutions of Rural Development for the Poor, ed. oleh David Leonard dan Dale Rogers

Marshal (Berkeley: Institute of International Studies, 1982).

Page 16: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

7Tinjauan Pustaka

“desentralisasi” sebagai proses melalui mana pemerintah pusat

mentransfer kekuasaan, fungsi, tanggung jawab dan keuangan, atau

kekuasaan pengambilan keputusan kepada entitas lain dari pusat

ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah, atau membubarkan

badan-badan negara pusat, atau sektor swasta.27 Asumsi utamanya

penguatan institusi lokal, administrasi lokal dan peningkatan

pelayanan publik.28

Desentralisasi dapat didefinisikan sebagai pengalihan

tanggung jawab untuk perencanaan, manajemen dan pengelolaan

sumber daya dan alokasi dana dari pemerintah pusat dan lembaga-

lembaganya kepada: (a) sebuah unit lapangan kementerian

pemerintah pusat, (b) unit di bawah pemerintah pusat atau

tingkat pemerintahan, (c) otoritas publik yang semiotonom atau

perusahaan, (d) daerah, otoritas regional atau fungsional, atau

(e) organisasi swasta atau nonpemerintah (NGOs).29 Menurut

Rigss, desentralisasi mengandung dua pengertian. Pertama,

delegation, yaitu penyerahan tanggung jawab kepada bawahan

untuk mengambil keputusan berdasarkan kasus yang dihadapi,

tetapi wewenang pengawasan melekat kepada pemerintah pusat.

Kedua, devolution, di mana seluruh tanggung jawab untuk kegiatan

tertentu diserahkan kepada penerima wewenang.30

Pakar lain mengatakan terdapat empat bentuk desentralisasi

yang dapat dibedakan oleh tingkat otoritas dan kekuasaan,

27Yasin Olum, “Participatory Budgeting in Decentralized Local Governments in

Uganda,” The Uganda Journal of Management and Public Policy Studies 1, no. 1 (2010): 98–119.28Arun Agrawal dan Jesse Ribot, “Accountability in Decentralization: A Framework with

South Asian and West African Cases,” The Journal of Developing Areas 33, no. 4 (1999): 473–502.29D.A. Rondinelli, “Government Decentralization in Comparative Perspective: Theory

and Practice in Developing Countries,” International Review of Administrative Sciences 47, no. 2

(1980): 133–45.30Fred W. Riggs, Administrasi Negara Berkembang: Teori Masyarakat Prismatis (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 1996).

Page 17: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

8 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

atau ruang lingkup fungsinya. Bentuk yang pertama adalah

dekonsentrasi (deconcentration), merupakan pelimpahan tanggung

jawab pemerintah pusat kepada daerah.31 Dekonsentrasi melibatkan

transfer fungsi dalam hirarki pemerintah pusat melalui pergeseran

beban kerja dari departemen di pusat kepada petugas lapangan,

atau pergeseran tanggung jawab kepada unit-unit administrasi lokal

yang merupakan bagian dari struktur pemerintah pusat.32 Hal ini

dapat beroperasi pada skala yang berbeda-beda dan derajat yang

berbeda pula. Misalnya, dekonsentrasi mungkin tidak benar-benar

meningkatkan input (aspirasi) lokal dalam pengambilan keputusan

karena hanya memungkinkan pada proses administrasi yang akan

dilakukan di tingkat lokal.33

Bentuk kedua dari desentralisasi adalah delegasi (delegation),

menyangkut pendelegasian kepada organisasi semi otonom.34

Delegasi menyangkut pelimpahan kewenangan kepada daerah

atau lembaga fungsional, organisasi parastatal (misalnya: bank,

penerbangan, kereta api, stasiun televisi, dan layanan telepon)

atau unit pelaksana proyek khusus yang sering beroperasi secara

bebas (independen) dari peraturan pemerintah pusat mengenai

rekrutmen personel, kontrak, penganggaran, pengadaan, dan

hal-hal lain, serta bertindak selaku agen untuk negara dalam

menjalankan fungsi yang ditentukan dengan tanggung jawab utama

tetap kepada pemerintah pusat.35 Singkatnya, bentuk ini merupakan

31Satyajit Singh, “Decentralizing Water Services in India: The Politics of Institutional

Reforms,” Asian Survey 54, no. 4 (2014): 674–99.32Dennis A. Rondinelli, “Implementing Decentralization Programmes In Asia: A

Comparative Analysis,” Public Administration and Development 3, no. 3 (1983): 181–207.33Richard Seymour dan Sarah Turner, “Otonomi Daerah: Indonesia’s Decentralisation

Experiment,” New Zealand Journal of Asian Studies 4, no. 2 (2002): 33–51.34Kurt Steiner, Ellis S. Krauss, dan Scott C. Flanagan, Political Opposition and Local Politics

in Japan (New Jersey: Princeton University Press, 1980).35Rondinelli, op.cit., hal. 189.

Page 18: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

9Tinjauan Pustaka

pendelegasian pengambilan keputusan dan otoritas manajemen

untuk fungsi-fungsi khusus untuk organisasi yang tidak berada di

bawah kontrol langsung dari pemerintah pusat. Organisasi otoritas

ini bisa didelegasikan kepada perusahaan publik atau unit pelaksana

proyek tertentu.36 Ketiga, devolusi (devolution), menyangkut

pengalihan fungsi atau otoritas pengambilan keputusan kepada

pemerintah daerah yang tergabung secara hukum, seperti negara,

provinsi, kabupaten atau kota.37 Devolusi adalah penciptaan atau

penguatan finansial atau hukum kepada pemerintah daerah,

merupakan kegiatan substansial di luar kontrol langsung dari

pemerintah pusat.38 Dalam devolusi, unit pemerintah lokal otonom

dan mandiri, dan status hukum mereka membuat pemerintah

daerah terpisah dan atau berbeda dari pemerintah pusat. Biasanya,

pemerintah daerah memiliki batas-batas geografis yang jelas dan

diakui secara hukum di mana mereka melaksanakan kewenangan

eksklusif untuk melakukan secara tegas fungsi yang telah diberikan

atau disediakan. Pemerintah daerah memiliki kewenangan

pengelolaan atau undang-undang untuk meningkatkan pendapatan

dan membuat pembelanjaan daerah.39 Terakhir, transfer to non-government institutions atau privatisasi (privatization), merupakan

pergeseran tanggung jawab untuk kegiatan dari sektor publik

kepada organisasi swasta atau quasi public yang bukan bagian dari

struktur pemerintah.40

36Miles Kahler, ed., Networked Politics: Agency, Power, and Governance (Ithaca, NY: Cornell

University Press, 2009).37Ibid.38Mo Qiao, Siying Ding, dan Yongzheng Liu, “Fiscal decentralization and government size:

The role of democracy,” European Journal of Political Economy 59 (2019).39Dennis A. Rondinelli, John R. Nellis, dan G. Shabbir Cheema, Decentralization, Territorial

Power and the State: A Critical Response (London: Sage Publications, 1990), hal. 24-25.40Dennis A. Rondinelli, “Implementing Decentralization Programmes In Asia: A

Comparative Analysis,” hal. 189.

Page 19: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

10 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Desentralisasi dalam arti sempit (devolution) akan berkatan

dengan dua hal.41 Pertama, adanya subdivisi teritori dari suatu

negara yang mempunyai ukuran otonomi. Subdivisi teritori ini

memiliki self governing melalui lembaga politik yang memiliki

akar dalam wilayah sesuai dengan batas yurisdiksinya. Wilayah

ini diadministrasikan oleh agen-agen pemerintah di atasnya tetapi

diatur oleh lembaga yang dibentuk secara politik di wilayah

tersebut. Kedua, lembaga-lembaga tersebut akan direkrut secara

demokratis sehingga berbagai keputusan akan diambil berdasarkan

prosedur demokrasi.

Smith juga mengatakan bahwa desentralisasi mencakup

beberapa elemen. Pertama, desentralisasi memerlukan pembatasan

area, yang biasa didasarkan pada tiga hal yaitu pola spasial

kehidupan sosial dan ekonomi, rasa identitas politik, dan efisiensi

pelayanan publik yang bisa dilaksanakan. Kedua, desentralisasi

meliputi pula pendelegasian wewenang baik itu kewenangan politik

maupun kewenangan birokratik.42

2. Perbedaan Desentralisasi dan Dekonsentrasi

Menurut Mawhood, secara konseptual desentralisasi dan

dekonsentrasi merupakan sistem yang jelas perbedaannya.43 Tabel

berikut ini memberikan perbedaan konsep antara dekonsentrasi

dan desentralisasi.44

41Brian C. Smith, Decentralization: The Territorial Dimension of the State (London: Unwin

Hyman, 1985), hal. 18.

42Ibid., hal. 8-12.43Philip Mawhood, “Decentralization: the Concept and the Practice,” dalam Local

Government in The Third World: The Experience of Tropical Africa, ed. oleh Philip Mawhood (Chicester,

New York, Brisbane, Toronto, and Singapore: John Wiley & Sons, 1983).44Ibid.

Page 20: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

11Tinjauan Pustaka

Jika dicermati lebih mendalam, perbedaan antara desentralisasi

dan dekonsentrasi terletak pada penekanan politik dan administrasi.

Persoalan politik menyangkut sumber, penggunaan, dan

akuntabilitas kekuasaan, sedangkan persoalan administrasi lebih

kepada mekanisme distribusi atau pembagian kewenangan

(urusan).45 Politik di dalam desentralisasi bermakna pembagian

sebagian kekuasaan pemerintahan oleh kelompok-kelompok

yang berkuasa di tingkat pusat kepada kelompok-kelompok lain

di tingkat lokal.46 Setiap kelompok memiliki otoritas yang relatif

otonom, tidak terikat dengan kepentingan pusat. Di tingkat lokal,

kekuasaan (politik) digunakan oleh penguasa perwakilan (birokrat

dan politisi) untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan

45M. Syareza L. Tobing dan Bambang P. S. Brodjonegoro, “Faktor Politik dalam Alokasi Dana

Antarpemerintah Indonesia,” Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia 13, no. 2 (2013): 143–58.46Bambang P. S. Brodjonegoro dan Jorge Martinez-Vazquez, “An Analysis of Indonesia’s

Transfer System: Re-cent Performance and Future Prospect,” dalam ReformingIntergovernmental Fiscal Relations and The Rebu-ilding of Indonesia: The ”Big Bang” Program andIts Economic Consequences, ed. oleh James Alm, Jorge Martinez-Vazquez, dan Sri Mulyani Indrawati (Cheltenham,

UK: Edward Elgar, 2004).

Page 21: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

12 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

publik.47 Akuntabilitas penggunaan kekuasaan di tingkat lokal

tentu saja ditujukan lebih kepada kepentingan-kepentingan lokal

daripada kepentingan-kepentingan di tingkat pusat.48 Keputusan

yang diambil oleh pemerintah tingkat pusat untuk membiayai

kegiatan atau proyek daerah ikut melibatkan penigkatan pajak

dan/atau pengu-rangan dari pengeluaran yang dapat dikeluar

kan atas nama pemerintah pusat. Keputusan-keputusan tersebut

membebani pemerinta pusat secara langsung dan ditanggung

dengan berkurangnya modal politik pemerintah pusat yang hasilnya

dapat dilihat dari berkurangnya suara yang bisa didapatnya tanpa

didapatkan keuntungan langsung maupun tidak langsung oleh

pemerintah tingkat pusat sendiri.49 Secara konsisten ditemukannya

faktor politik sebagai penentu yang penting dalam alokasi dana

antarpemerintah daerah harus ditanggapi dengan perhatian

khusus oleh kalangan ekonom, ahli keuangan publik, dan penentu

kebijakan. Hal ini berarti terdapat kekurangan dalam mekanisme

penentuan dana alokasi yang harus diperbaiki.50

Desentralisasi telah menjadi kebijakan strategis untuk

restrukturisasi pemerintahan di banyak negara berkembang.51

Tujuan desentralisasi adalah merancang ulang sistem pemerintahan

sedemikian rupa sehingga dapat memberikan layanan secara

47Francesca Gregorini dan Emilio Longoni, “Inequality, Political Systems and Public

Spending” (University of Milano-Bicocca, 2009).48G. Alperovich, “The Economics of Choicein the Allocation of Intergovernmental Grants

toLocal Authorities,” Public Choice 44 (1984): 285–296.49Philip J. Grossman, “A Political Theory of Intergovernmental Grants,” Public Choice 78,

no. 3–4 (1994): 295–303.50M. Syareza L. Tobing dan Bambang P. S. Brodjonegoro, “Faktor Politik dalam Alokasi

Dana Antarpemerintah Indonesia.”51Norman Furniss, “The Practical Significance of Decentralization,” The Journal of Politics

36, no. 4 (1974): 958–82.

Page 22: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

13Tinjauan Pustaka

efisien dan efektif kepada warga negara.52 Namun, kegagalan

untuk memperhitungkan beberapa prasyarat telah menyebabkan

kegagalan yang mencolok.53 Sebelum membahas pra-kondisi ini,

penting untuk menggarisbawahi fakta bahwa ada kesalahpahaman

tentang apa arti desentralisasi.54

3. Perspek f Desentralisasi

Ada tiga perspektif mengenai manfaat desentralisasi, yaitu:

(i) pandangan developmentalis, (ii) pandangan demokratisasi,

dan (iii) sentralisasi. Para penganut pandangan developmentalis55,

termasuk para donor pembangunan arus utama, mendukung

pelaksanaan desentralisasi karena akan: mendekatkan pemerintah

kepada rakyat56; meningkatkan layanan; mendidik menjadi warga

negara penuh57; memfasilitasi partisipasi lokal terutama masyarakat

miskin dan dengan demikian memungkinkan pemerintah untuk

lebih memahami kebutuhan masyarakat58; meningkatkan desain

kebijakan publik59; mengurangi konflik dengan membantu orang

52Christopher Bjork, “Local Responses to Decentralization Policy in Indonesia,” Comparative Education Review 47, no. 2 (2003): 184–216.

53Kent Eaton, “Risky Business: Decentralization from above in Chile and Uruguay,”

Comparative Politics 37, no. 1 (2004): 1–22.54Yasin Olum, “Decentralisation in developing countries: preconditions for successful

implementation,” Commonwealth Journal of Local Governance 15 (2014).55Richard C. Schragger, “Decentralization and Development,” Virginia Law Review 96,

no. 8 (2010): 1837–1910.56Andrew D. Selee, “Democracy Close to Home: Citizen Participation and Local

Governance,” Georgetown Journal of International Affairs 3, no. 1 (2002): 95–102.57Tulia G. Falleti, “A Sequential Theory of Decentralization: Latin American Cases in

Comparative Perspective,” The American Political Science Review 99, no. 3 (2005): 327–46.58Yasheng Huang dan Yumin Sheng, “Political Decentralization and Inflation: Sub-National

Evidence from China,” British Journal of Political Science 39, no. 2 (2009): 389–412.59Kai Ostwald, Yuhki Tajima, dan Krislert Samphantharak, “Indonesia’s Decentralization

Experiment: Motivations, Successes, and Unintended Consequences,” Journal of Southeast Asian Economies 33 (2016): 139–56.

Page 23: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

14 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

menerima keputusan pemerintah; mengintegrasikan masyarakat

secara sosial60; dan membuat ekonomi lokal lebih sejahtera dan

lebih adil.61

Para penganut pandangan demokratisasi62 berpendapat bahwa

desentralisasi: meningkatkan masukan warga yang lebih besar

dalam pemerintahan dengan memperkuat elit lokal63; membuka

jalan bagi partisipasi rakyat dalam membuat keputusan tentang

desain dan implementasi kebijakan64; dan menghasilkan tingkat

responsif, kejujuran, legitimasi, dan toleransi pemerintah yang

lebih tinggi di antara warga negara65 karena pejabat lokal memiliki

pengetahuan yang lebih baik tentang kondisi lokal daripada pejabat

pemerintah pusat66 dan dengan demikian berada pada posisi yang

lebih baik untuk menanggapi selera dan preferensi lokal.67

60Glenn D. Wrigh dkk., “Decentralization can help reduce deforestation when user groups

engage with local government,” Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 113, no. 52 (2016): 14958–63.

61Ulrich Hange dan Dietmar Wellisch, “The Benefit of Fiscal Decentralization,” FinanzArchiv / Public Finance Analysis 55, no. 3 (1998): 315–27.

62Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberikaan kesempatan kepada rakyat

untuk ikut serta dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam

menilai kebijaksanaan negara.Artinya negara demokrasi adalah negara yang diselengga-rakan

berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Apabila ditinjau dari sudut organisasi ia berarti

suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atas persetujuan rakyat

karena kedaulatan berada di tangan rakyat. Lihat: Moh. Mahfud M.D., Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 1993), hal. 19; Mukti Fajar, Tipe Negara Hukum (Malang:

Bayumedia Publishing, 2005), hal 40; Firdaus, Pertanggungjawaban Presiden dalam Negara Hukum Demokrasi (Bandung: Yrama Media, 2007), hal. 27.

63David Lublin, “Dispersing Authority or Deepening Divisions? Decentralization and

Ethnoregional Party Success,” The Journal of Politics 74, no. 4 (2012): 1079–93.64A. M. M. Shawkat Ali, “Decentralization for Development: Experiment in Local

Government Administration in Bangladesh,” Asian Survey 27, no. 7 (1987): 787–99.65Jan H. Pierskalla, “Splitting the Difference? The Politics of District Creation in Indonesia,”

Comparative Politics 48, no. 2 (2016): 249–68. 66Andrés Rodríguez-Pose dan Roberto Ezcurra, “Does decentralization matter for regional

disparities? A cross-country analysis,” Journal of Economic Geography 10, no. 5 (2010): 619–44.67Shahid Javed Burki, E. Perry Guillermo, dan William Dillinger, Beyond the Centre:

Decentralizing the State (Washington D.C: World Bank, 1999), hal. 22.

Page 24: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

15Tinjauan Pustaka

Pemberdayaan komunitas juga menjadi isu penting.68 Dalam

pengalaman China, desentralisasi diperlukan untuk mengubah gaya

sentralistis negara sembari tetap mempertahankan otoritarianisme.69

Telah lama pula bertahan dalam literatur bahwa desentralisasi akan

mendorong eksperimentasi kebijakan dan inovasi.70 Di negara

berkembang, desentralisasi diharapkan membantu pemerataan

infrastruktur.71 Desentralisasi juga diharapkan memberikan

kebaikan dalam tata kelola fiskal.72

Kaum sentralis berpendapat bahwa desentralisasi mengalihkan

konflik sosial, sumber daya, dan tanggung jawab ke tingkat

lokal di mana terdapat ketimpangan politik yang lebih besar.73

Namun, mereka mencatat bahwa desentralisasi memperkuat

hubungan subordinasi dan penghancuran kekuatan relatif aktor

di daerah.74 Selain itu, mereka berpendapat bahwa korupsi dan

klientelisme lebih lazim di tingkat lokal75, membuat partisipasi tidak

menarik bagi banyak warga serta membuat partisipasi itu sendiri

68Tatchalerm Sudhipongpracha dan Achakorn Wongpredee, “Decentralizing decentralized

governance: community empowerment and coproduction of municipal public works in Northeast

Thailand,” Community Development Journal 51, no. 2 (2016): 302–19; Laurie S. Ramiro dkk.,

“Community participation in local health boards in a decentralized setting: cases from the

Philippines,” Health Policy and Planning 16, no. 2 (2001): 61–69.69Xiangming Chen dan Xiaoyuan Gao, “China’s Urban Housing Development in the Shift

from Redistribution to Decentralization,” Social Problems 40, no. 2 (1993): 266–83.70Brian E. Adams, “Decentralization and Policy Experimentation in Education: the

Consequences of Enhancing Local Autonomy in California,” Publius: The Journal of Federalism,

2019, https://doi.org/10.1093/publius/pjz006.71Pranab Bardhan dan Dilip Mookherjee, “Decentralisation and Accountability in

Infrastructure Delivery in Developing Countries,” The Economic Journal 116, no. 508 (2006): 101–7.72Charles R. Hankla, “When is Fiscal Decentralization Good for Governance?,”

Publius: The Journal of Federalism 39, no. 4 (2009): 632–50.73Bonnie M. Meguid, “Multi-Level Elections and Party Fortunes: The Electoral Impact of

Decentralization in Western Europe,” Comparative Politics 47, no. 4 (2015): 379–98.74Dawn Brancati, “Decentralization: Fueling the Fire or Dampening the Flames of Ethnic

Conflict and Secessionism?,” International Organization 60, no. 3 (2006): 651–85.75Craig Jeffrey, “Caste, Class, and Clientelism: A Political Economy of Everyday Corruption

in Rural North India,” Economic Geography 78, no. 1 (2002): 22–41; María Pilar García-Guadilla

Page 25: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

16 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

tidak demokratis.76 Akhirnya, pandangan ini mencatat bahwa

desentralisasi merusak pembangunan karena pemerintah daerah

secara teknis kurang mampu daripada pemerintah pusat oleh karena

negara kehilangan kapasitas regulasi dan kontrol fiskal.77 Dalam

pengalaman Prancis, keinginan memberikan desentralisasi ternyata

cenderung memberikan dampak ekonomi belaka dibandingkan

keinginan mengembangkan pelayanan publik.78 Argentina, Brazil,

Meksiko, dan Spanyol, alih-alih stabil, kebijakan desentralisasi

malah mengobarkan konflik intrapemerintah.79 Desentralisasi

juga tak menyediakan instrument yang tepat dalam pengawasan,

misalnya alokasi dana bagi kaum miskin.80

Secara praktis istilah otonomi acapkali dicampuradukkan

dengan desentralisasi.81 Padahal keduanya memilki makna

tersendiri. Istilah otonomi lebih cenderung pada “political ascpect” sedangkan desentralisasi berkaitan dengan “administrative aspect.”82 Dalam konteks hukum ketatanegaraan, otonomi daerah

bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan

untuk mencapai sangkil dan mangkus, tetapi sebuah tatanan

dan Carlos Pérez, “Democracy, Decentralization, and Clientelism: New Relationships and Old

Practices,” Latin American Perspectives 29, no. 5 (2002): 90–109.76Sebastian G. Kessing, Kai A. Konrad, dan Christos Kotsogiannis, “Foreign Direct

Investment and the Dark Side of Decentralization,” Economic Policy 22, no. 49 (2007): 57–70.77Rémy Prud’homme, “The Dangers of Decentralization,” The World Bank Research Observer

10, no. 2 (1995): 201–20; A. James Heins, “State and Local Response to Fiscal Decentralization,”

The American Economic Review 61, no. 2 (1971): 449–55.78Jean Rocchi, “France: Decentralization and Dissension,” Journal of Communication 28,

no. 3 (1978): 73–74.79Alfred P. Montero, “After Decentralization: Patterns of Intergovernmental Conflict in

Argentina, Brazil, Spain, and Mexico,” Publius: The Journal of Federalism 31, no. 4 (2011): 43–64.80Martin Ravallion, “Monitoring Targeting Performance When Decentralized Allocations

to the Poor Are Unobserved,” The World Bank Economic Review 14, no. 2 (2000): 331–45.81Enny Nurbaningsih, Problematika Pembentukan Peratuan Daerah: Aktualisasi Wewenang

Mengatur dalam Era Otonomi Luas (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2019), hal. 45.82Ibid., hal. 46.

Page 26: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

17Tinjauan Pustaka

ketatanegaraan (staatsrechtelijk) yang berkaitan dengan dasar-dasar

negara dan susunan organisasi negara yaitu demokrasi dan negara

berdasarkan hukum.83 Tanpa otonomi sebagai asas penyelenggaraan

pemerintahan tidak mungkin tercipta tatanan berdasarkan

demokrasi dan negara berdasarkan hukum.84 Ada dua unsur yang

terkait dengan pemberian otonomi yaitu pertama, pemberian tugas

yang harus diselesaikan oleh daerah. Kedua, pemberian kewenangan

untuk memikirkan dan menetapkan cara-cara penyelesaian tugas

tersebut.85 Secara fundamental analisis kebijakan publik tidak

lepas dari sistem politik yang dianut negara yang bersangkutan.86

Bahkan kebijakan publik dapat dikatakan sebagai suatu tindakan

pemerintah dalam merealisasikan sistem poltik yang dianutnya

dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.87 Semua keputusan yang

diambil pemerintah mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah

akan diwarnai oleh kepentingan sistem politik tersebut.88 Dengan

kata lain, sistem politik menjadi dasar utama didalam menyusun

dan menentukan kebijakan-kebijakan yang dikehendaki.89

Menurut Rondinelli, Nellis dan Cheema, desentralisasi

merupakan sebuah harapan yang akan mengurangi kelebihan beban

dan kemacetan administrasi dan komunikasi dalam pemerintahan.

83Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah (Yogyakarta: Penerbit Pusat Studi

Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, 2001), hal. 24.84Bagir Manan, “Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut Asas Desentralisasi

Berdasarkan UUD 1945” (Diseertasi Ilmu Hukum, Universitas Padjadjaran, 1990).85Ateng Syafrudin, “Pasang Surut Otonomi Daerah,” (Pidato Dies Natalis Universitas

Parahiyangan Bandung, 1983).86Hiroo H. Advani, “Public Policy,” National Law School of India Review 21, no. 2 (2009):

55–63. 87Alice Woolley, “Legitimating Public Policy,” The University of Toronto Law Journal 58,

no. 2 (2008): 153–84.88Will Barrett, “Gambling and Public Policy,” Public Affairs Quarterly 14, no. 1 (2000):

57–71.89Lawrence M. Mead, “Teaching Public Policy: Linking Policy and Politics,” Journal of Public

Affairs Education 19, no. 3 (2013): 389–403.

Page 27: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

18 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Desain desentralisasi diperkirakan akan meningkatkan respon

pemerintah kepada masyarakat dan meningkatkan kuantitas dan

kualitas layanan yang disediakan.90 Desentralisasi sering dibenarkan

sebagai cara untuk mengelola pembangunan ekonomi nasional

lebih efektif dan efisien, termasuk penentuan transfer dana

antarpemerintah.91 Desentralisasi sering dilihat sebagai cara untuk

meningkatkan kemampuan para pejabat pemerintah pusat untuk

memperoleh informasi yang lebih baik tentang kondisi lokal atau

regional, untuk merencanakan program lokal yang lebih responsif

dan bereaksi lebih cepat terhadap masalah.

Namun, desentralisasi juga menjadi perdebatan, ketika pada

kenyataannya, desentralisasi hanya sebagai kebutuhan pragmatis

tertentu. Seymour dan Turner merangkum realita tersebut dari

berbagai hasil studi beberapa ilmuan di berbagai negara.92 Kebijakan

desentralisasi dijalankan karena beberapa politisi negara meyakini

penurunan kekuatan jangka pendek mereka bisa meningkatkan

popularitas jangka panjang mereka. Kedua, mereka terpaksa

untuk melakukannya, seperti yang terjadi di Brazil di mana,

pada tahun 1980, gubernur yang mengontrol jalur karir politisi

nasional, menggunakan pengaruhnya, menuntut agar pemerintah

menjadi lebih terdesentralisasi.93 Selain itu, keputusan untuk

90Dennis A. Rondinelli, John R. Nellis, dan G. Shabbir Cheema, Decentralization, Territorial Power and the State: A Critical Response, hal. 9-10.

91Pada umumnya, Bahl (1999) membagi sistem alokasi dana oleh pemerintah di

dunia menjadi dua metode. Metode yang pertama bersifat ad hoc di mana penentuan alokasi

dana dilakukan setiap tahun atau alokasi pemerintahdaerah yang dilakukan dengan negosiasi sebagai

bagian dari formulasi anggaran pemerintah pusat, sehingga membuka banyak kesempatanbagi politisi

untuk melakukan manipulasi demi keuntungan pribadi. Sebaliknya, metode kedua menggunakan

formula yang sudah ditetapkan setiap tahunnya. Lihat: R. Bahl, “Implementation Rules for Fiscal

Decentralization,” International Studies Program Working Paper 99, no. 1 (1999).92Seymour dan Turner, op.cit., hal. 34-35.93Antônio Carlos de Medeiros, “The Politics of Decentralization in Brazil,” European Review

of Latin American and Caribbean Studies / Revista Europea de Estudios 57 (1994): 7–27.

Page 28: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

19Tinjauan Pustaka

mendesentralisasikan terkait dengan berbagai macam bentuk

tekanan, termasuk tekanan dari pemberi pinjaman internasional,

seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).94

Perdebatan tersebut bahkan terus berlanjut antara teori neo-

Marxis dan neo-liberal.95 Namun, meskipun sudut pandang teoritis

yang berbeda, kebanyakan penulis setuju bahwa desentralisasi,

sebagaimana telah dialami di negara berkembang sampai saat

ini, belum tentu memfasilitasi adanya “pembangunan” atau

menghasilkan demokrasi.96 Bahkan, sebagian literatur yang

mengevaluasi desentralisasi sebagai kisah sukses, cukup langka

ditemukan.97 Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa

desentralisasi telah benar-benar mengurangi kualitas pelayanan

dalam beberapa kasus, menciptakan disparitas antar daerah, dan

dapat meningkatkan korupsi.98 Sebuah studi yang dilakukan oleh

Blair (dalam Seymour & Turner, 2002) di enam negara (Bolivia,

Honduras, India, Mali, Filipina, dan Ukraina) menemukan bahwa

meskipun otonomi yang besar dimiliki pemerintah daerah, namun,

gagal untuk membantu mengentaskan kemiskinan.99

Desentralisasi telah menjadi buah bibir yang terkait dengan

Reformasi Sektor Publik di negara-negara berkembang dan

94Clemens Fuest dan George R. Zodrow, ed., “Critical Issues in Taxation and Development”

(Cambridge, MA: MIT Press, 2013).95Dennis A. Rondinelli, John R. Nellis, dan G. Shabbir Cheema, Decentralization, Territorial

Power and the State: A Critical Response.96Lucas I. González, “Political Power, Fiscal Crises, and Decentralization in Latin America:

Federal Countries in Comparative Perspective (And Some Contrasts with Unitary Cases),” Publius 38, no. 2 (2008): 211–47.

97Amy C. Offner, “Decentralization Reborn,” dalam Sorting Out the Mixed Economy: The Rise and Fall of Welfare and Developmental States in the Americas, vol. 16 (New Jersey: Princeton

University Press, 2019).98Seymour & Turner, op.cit., hal. 35. Baca juga Benjamin Neudorfer dan Natascha S.

Neudorfer, “Decentralization and Political Corruption: Disaggregating Regional Authority,” Publius: The Journal of Federalism 45, no. 1 (2015): 24–50.

99Ibid.

Page 29: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

20 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

negara-negara yang mengalami transisi demokrasi. Dalam bidang

desentralisasi, pembangunan dibahas dalam kaitannya dengan

beragam masalah seperti demokrasi, reformasi politik, partisipasi,

pemberdayaan, pengembangan pedesaan, pengembangan fiskal

dan ekonomi, akuntabilitas, dan pengembangan kapasitas. Namun

terlepas dari kemunculannya sebagai istilah di mana-mana yang

multidisplin, sifat, praktik, dan manfaat desentralisasi tetap tidak

jelas. Apa yang menjadi jelas selama tiga atau empat dekade

terakhir adalah bahwa desentralisasi lebih dari sekadar sementara

dan didorong oleh kecurangan yang dikembangkan oleh para ahli

teori pembangunan untuk mempromosikan agenda penelitian yang

berorientasi akademis. Dalam bidang pembangunan internasional,

desentralisasi, betapapun longgarnya definisi, telah ada bersama

kita selama setidaknya 40 tahun dan minat terhadapnya tidak

menunjukkan tanda-tanda akan berkurang dalam waktu dekat.100

4. Kri k terhadap Desentralisasi

Meskipun desentralisasi sangat populer dipakai oleh negara

maju ataupun berkembang, baik untuk meningkatkan efisiensi,

efektivitas pemerintahan maupun demokratisasi, di beberapa

kasus desentralisasi hanya dipakai sebagai aksesoris.101 Di banyak

kasus, desentralisasi tidak diadopsi untuk merespons tekanan dari

bawah, tetapi hanya sebagai saluran ide/kepentingan pemerintah

nasional.102 Dalam konteks ini desentralisasi hanya dipakai oleh para

100Christopher J. Rees dan Farhad Hossain, “Perspectives on Decentralization and Local

Governance in Developing and Transitional Countries,” International Journal of Public Administration

33, no. 12–13 (2010): 581–87.101Charles Hankla dan William Downs, “Decentralisation, Governance and the Structure of

Local Political Institutions: Lessons for Reform?,” Local Government Studies 36, no. 6 (2010): 759–83.102Monika Köppl Turyna dkk., “The effects of fiscal decentralisation on the strength of

political budget cycles in local expenditure,” Local Government Studies 42, no. 5 (2016): 785–820.

Page 30: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

21Tinjauan Pustaka

politisi untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan.103 Di

negara-negara Afrika, kebijakan desentralisasi malah mendorong

konflik.104

Pada masa awal pertumbuhan desentralisasi, sejumlah

penulis sudah mengantisipasi bahwa masalah akan muncul ketika

desentralisasi dilaksanakan dalam organisasi sektor publik. Sebagai

contoh, pada tingkat metodologis, Fesler mengidentifikasi defisiensi

linguistik, mensural, dan diferensial yang akan menghambat upaya

peneliti untuk memajukan diskusi desentralisasi dari umum ke

presisi.105 Pada tingkat yang lebih praktis, Kaufman mengantisipasi

bahwa desentralisasi akan memberikan otoritas lokal setidaknya

otoritas terbatas atas personil lokal dan jabatan lokal tetapi dengan

harga tertentu.106 Dalam hal apa yang biasa disebut Dunia Ketiga,

desentralisasi dipandang oleh banyak orang sebagai “... strategi

organisasi yang sangat terpusat, birokratis, hierarkis, dominan sejak

kemerdekaan dalam administrasi Dunia Ketiga”107 sehingga dapat

direformasi dengan menyerahkan wewenang dan sumber daya ke

unit-unit lokal. Didorong oleh kegiatan lembaga internasional,

program desentralisasi diluncurkan di seluruh negara di Afrika, Asia,

dan Amerika Latin, sehingga memastikan bahwa desentralisasi akan

menjadi “salah satu gerakan terluas, dan sebagian besar menjadi

103Kathleen O’Neill, Decentralizing The State: Elections, Parties, and Local Power in the Andes.104James Manor, “Decentralisation in Africa: A pathway out of poverty and conflict? Edited

by Gordon Crawford and Christof Hartmann,” African Affairs 109, no. 434 (2010): 165–66.105James W. Fesler, “Approaches to the understanding of decentralization,” The Journal of

Politics 27, no. 3 (1965): 536–66.106Herbert Kaufman, “Administrative Decentralization and Political Power,” Public

Administration Review 29, no. 1 (1969): 3–15.107James S. Wunsch, “Institutional analysis and decentralization: Developing an analytical

framework for effective third world administrative reform,” Public Administration and Development 11, no. 5 (1991): 431–51.

Page 31: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

22 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

masalah kebijakan yang diperdebatkan, di dunia pembangunan.”108

Diberikan keragaman pemerintah, lembaga, dan akademisi yang

terhubung satu sama lain dengan desentralisasi, tingkat konsensus

ini cukup luar biasa.

Mempopulerkan desentralisasi sejak 1970 dan seterusnya

bertepatan dengan proses internasionalisasi yang lebih luas di bawah

panji-panji globalisasi.109 Sebagai contoh, selama masa ini, dunia

usaha menjadi semakin terlibat dengan strategi merger dan akuisisi

yang dirancang untuk menciptakan perusahaan transnasional besar.

Sementara desentralisasi sebelumnya telah menghasilkan perhatian

dalam literatur bisnis dan manajemen klasik,110 meningkatnya

tingkat internasionalisasi bisnis menyebabkan kesadaran

umum bahwa perusahaan-perusahaan internasional besar yang

tersentralisasi tidak dapat disusun dan dikelola dengan cara-

cara tradisional.111 Pembentukan the United Nations Center on

Transnational Corporations (UNTC) pada tahun 1974 merupakan

pengakuan formal atas dampak politik, ekonomi, sosial dan hukum

dalam pembangunan internasional yang dihasilkan dari kegiatan

organisasi-organisasi transnasional.

Politik di dalam dekonsentrasi dimaknai dalam konteks

pembagian kekuasaan di antara sesama kelompok-kelompok yang

berkuasa di area yang berbeda. Struktur politik pada dasarnya

mewakili kepentingan-kepentingan penguasa-penguasa pusat

108Jean-Paul Faguet, “Does decentralization increase government responsiveness to local

needs?: Evidence from Bolivia,” Journal of Public Economics 88, no. 3–4 (2004): 867–93. 109M. Fernanda Astiz, Alexander W. Wiseman, dan David P. Baker, “Slouching towards

decentralization: Consequences of globalization for curricular control in national education systems,”

Comparative Education Review 46, no. 1 (2002): 66–88.110G.P. Lauter, “Sociological-Cultural and Legal Factors Impeding Decentralization of

Authority in Developing Countries,” The Academy of Management Journal 12, no. 3 (1969): 367–78.111Jeffrey D. Ford dan John W. Slocum, Jr., “Size, Technology, Environment and the

Structure of Organizations,” The Academy of Management Review 2, no. 4 (1977): 561–75.

Page 32: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

23Tinjauan Pustaka

dan tergantung pada dukungan mereka.112 Pengguna kekuasaan

yang membuat kebijakan-kebijakan formal adalah perangkat

pemerintahan yang ditunjuk secara terpusat.113

Di dalam praktik, kekacauan pemerintahan dapat teijadi

dari persoalan kekaburan pemakaian sistem dekonsentrasi dan

desentralisasi.114 Menurut Mawhood, power sharing di dalam

pemerintahan sangat kompleks dan terdiri atas lembaga dan

struktur yang tidak sederhana. Kompleksitas ini terkadang

mengaburkan praktik, baik desentralisasi maupun dekonsentrasi.

Terkadang praktik sistem dekonsentrasi dirancang dan diberi label

desentralisasi. Demikian juga struktur desentralisasi sering kali

dikikis secara perlahan dengan menerapkan lebih banyak kontrol

selain membatasi penggunaan sumber daya lokal. Kekaburan atau

kebingungan penggunaan sistem dekonsentrasi dan desentralisasi

ini merupakan persoalan klasik di banyak negara.

Melalui pembentukan daerah otonom, akan terjadi transfer of political power untuk tujuan politik maupun administratif.115

Kebijakan desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah adalah

salah satu bentuk implementasi dari kebijakan.116 Otonomi daerah

dalam konteks ekonomi bermakna sebagai perluasan kesempatan

bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengejar

112Danny van Assche dan Guido Dierickx, “The decentralisation of city government and

the restoration of political trust,” Local Government Studies 32, no. 1 (2007): 25–47.113Jong Soo Lee, “The politics of decentralisation in Korea,” Journal Local Government

Studies 22, no. 3 (1996): 60–71.114Jenny Collingridge, “The appeal of decentralization,” Local Government Studies 12, no.

3 (1986): 9–17.115Sadu Wasistiono, “Desentralisasi, Demokrasi, dan Pembentukan Good Governance,”

dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah, ed. oleh Syamsuddin Haris (Jakarta: AIPI, LIPI, dan

Partnership for Governance Reform, 2005); Medhi Krongkaew, “The Political Economy Of

Decentralization In Thailand,” Southeast Asian Affairs, 1995, 343–61.116Steven Teles dan Matthew Kaliner, “The Public Policy of Skepticism,” Perspectives on

Politics 2, no. 1 (2004): 39–53.

Page 33: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

24 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

kesejahteraan dan memajukan dirinya.117 Ini akan secara signifikan

mengurangi beban pemerintah pusat dan pada saat yang sama

menciptakan iklim yang kompetitif diantara daerah-daerah untuk

secara kreatif menemukan cara baru dalam mengelolah potensi

ekonomi yang dimilikinya.118 Otonomi daerah dalam konteks

sosial bermakna sebagai peluang yang diberikan kepada pemerintah

daerah untuk mengembangkan kualitas masyrakatnya dan berbagi

tanggungjawab dengan pemerintah pusat dalam meningkatkan

pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial

lainnya.119

Kecemasan tinggi terhadap desentralisasi adalah korupsi.

Jangkauan desentralisasi, menurut Lecuna dalam studi terhadap

100 negara, mempengaruhi tingkat korupsi.120 China bahkan

mempertanyakan desentralisasi manakala kebijakan tersebut

mempertinggi kasus korupsi.121 Di Amerika Serikat, persangkaan

keterlibatan korporasi swasta dan actor lainnya menjadi faktor

yang mempertanyakan kebijakan desentralisasi fiskal.122 Hal

semacam ini menjadi tidak mengherankan tatkala dijumpai

realitas bahwa struktur desentralisasi yang kuat pun menghasilkan

117Edmund J. Malesky dan Francis E. Hutchinson, “Varieties of Disappointment: Why

Has Decentralization Not Delivered on Its Promises in Southeast Asia?,” Journal of Southeast Asian Economies 38, no. 2 (2016): 125–38.

118Andrés Rodríguez-Pose dan Roberto Ezcurra, “Does decentralization matter for regional

disparities? A cross-country analysis.”119Thomas B. Pepinsky dan Maria M. Wihardja, “Decentralization and Economic

Performance in Indonesia,” Journal of East Asian Studies 11, no. 3 (2011): 337–71.120Antonio Lecuna, “Corruption and Size Decentralization,” Journal of Applied Economics

15, no. 1 (2012): 139–68. 121Kilkon Ko dan Hui Zhi, “Fiscal Decentralization: guilty of aggravating corruption in

China?,” Journal of Contemporary China 22, no. 79 (2013): 35–55.122Jongmin Shon dan Yoon Kyoung Cho, “Fiscal Decentralization and Government

Corruption: Evidence from U.S. States,” Public Integrity, 2019, https://doi.org/10.1080/109999

22.2019.1566427.

Page 34: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

25Tinjauan Pustaka

keterpusatan ekonomi dan politik.123 Ukuran korupsi terhadap

desentralisasi terutama terjadi di negara-negara berkembang dengan

penampakkan pada integritas layanan publik.124 Hal seperti ini

bahkan dapat terjadi sebagai warisan sejarah.125

B. Pariwisata dan Pemerintahan Daerah

Munculnya pariwisata massal pada pertengahan tahun 1900

secara dramatis meningkatkan potensi peristiwa untuk memengaruhi

perkembangan sosial dan ekonomi di sebagian besar wilayah.126

Sampai hari ini, penilaian ekonomi ex-post telah mendominasi

wacana evaluasi even-even kepariwisataan. Selanjutnya, kerangka

kerja yang digunakan untuk memutuskan manfaat peristiwa

dalam konteks kebijakan memiliki parameter ekonomi yang

ditargetkan secara berlainan.127 Memang, dimasukkannya nilai-nilai

sosial ke dalam pembuatan kebijakan tercermin dari perubahan

sikap pada tahun 1990-an ketika otoritas lokal mulai menerima

sesuatu yang positif sebagai tujuan formal dalam intervensi sektor

123Nathan Schneider, “Decentralization: an incomplete ambition,” Journal of Cultural Economy 12, no. 4 (2019): 265–85.

124Ernita T. Joaquin, “Decentralization and Corruption : The Bumpy Road to Public Sector

Integrity in Developing Countries,” Public Integrity 6, no. 3 (2014): 207–19; Daniel Treisman,

“Explaining Fiscal Decentralisation: Geography, Colonial History, Economic Development and

Political Institutions,” Commonwealth & Comparative Politics 44, no. 3 (2006): 289–332; Daniel

Treisman, “The causes of corruption: a cross-national study,” Journal of Public Economics 76, no. 3

(2000): 399–457; B.S. Ghuman dan Ranjeet Singh, “Decentralization and delivery of public services

in Asia,” Policy and Society 32, no. 1 (2013): 7–21.125Leigh A. Gardner, “Decentralization And Corruption In Historical Perspective: Evidence

From Tax Collection In British Colonial Africa,” Economic History of Developing Regions 25, no. 2

(2010): 213–36.126Getz, Donald, “Policy for Sustainable and Responsible Festivals and Events :

Institutionalization of a New Paradigm,” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 1,

no. 1 (2009): 61–78; L. Dwyer dkk., “A framework for assessing ‘tangible’ and ‘intangible’ impacts

of events and conventions,” Event Management 6, no. 3 (2000): 175–91.127Wood, E., “Measuring the economic and social impacts of local authority events,”

International Journal of Public Sector Management 18, no. 1 (2005): 37–53.

Page 35: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

26 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

publik.128 Kebijakan kepariwisataan sendiri bertumpu kepada

kemampuan pemerintahan dan kemudian tergantung kepada

dinamika governance yang mewadahi.129 Mengingat kepariwisataan

memiliki tujuan dan determinasi, maka “Decisions related to goal- determination and the selection of methods to achieve the goal are referred to as policies.”130

Kepariwisataan sendiri mulai memperoleh sorotan. Dikatakan

oleh Freya Higgins-Desbiolles, bahwa “Despite three decades discussing pathways to sustainable tourism, tourism authorities continue to promote tourism growth despite the ecological and social limits of living on a finite planet.”131 Sebagai sebuah gagasan global,

“suistanable tourism” telah memasuki tahapan generasi kedua,

yang diikuti “with new and complex multi-disciplinary research areas exploring major holistic issues and opportunities.”132 Dalam konteks

ini, kemudian makin perlu dipertimbangkan untuk mengusung isu

pluralisme lokal dalam keberlanjutan kebijakan kepariwisataan.133

Sehubungan dengan hal ini, pemerintahan daerah “has significant responsibilities in relation to the provision and management of tourism assets and infrastructure, in land use planning, in economic

128Tazim Jamal dan Blanca Alejandra Camargo, “Tourism governance and policy: Whither

justice?,” Tourism Management Perspectives 25 (2018): 205–8.129Marion Joppe, “Tourism policy and governance: Quo vadis?,” Tourism Management

Perspectives 25 (2018): 201–4.130Freya Higgins-Desbiolles, “Sustainable tourism: Sustaining tourism or something more?,”

Tourism Management Perspectives 25 (2018): 157–60.131Bernard Lane, “Will sustainable tourism research be sustainable in the future? An opinion

piece,” Tourism Management Perspectives 25 (2018): 161–64.132Dredge, Dianne, “Policy for Sustainable and Responsible Festivals and

Events:Institutionalisation of a new Paradigm a Response,” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 2, no. 1 (2010): 1–13.

133D. Dredge, “Local destination planning and policy,” dalam Tourism Policy and Planning,

ed. oleh D. Dredge dan J. Jenkins (Milton, Australia: John Wiley & Son, 2007).

Page 36: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

27Tinjauan Pustaka

development and in health and public safety.”134 Dengan demikian,

kebijakan pariwisata haruslah memberi kemanfaatan kepada

kekuatan-kekuatan komunitas.135 Oleh sebab itu, seperti dalam

kasus Filipina, ada harapan bahwa kebijakan kepariwisataan akan

memberikan insentif kepada komunitas di tingkat lokal.136 Semua

diperlukan supaya lahir inovasi yang beranjak dari asumsi-asumsi

dasar yang menjemukan.137

Dalam konteks pluralism lokal berbasis kebudayaan, belajar

dari kasus Italia, maka peranan pemerintahan daerah menjadi

penting. Dengan demikian, bukan saja manfaat, akan tetapi

dampak kepariwisataan juga akan terkelola.138 Dari sisi relasi,

maka kepariwisataan berbasis pluralisme lokal akan menyebabkan

“Resident-tourist interactions have been marked by a transitory nature, unbalanced relationships, lack of spontaneity, and constraints that are imposed by time and space.”139 Sementara dalam ranah

akademik, kebijakan kepariwisataan yang mengandalkan kekuatan

kebudayaan lokal akan senantiasa menarik perhatian untuk

134Xianghong Feng, “Who Benefits?: Tourism Development in Fenghuang County, China,”

Human Organization 67, no. 2 (2008): 207–20. 135Carl Milos R., “Exhausted Incentives and Weakening Commitment: The Case of

Community-Based Tourism in Pamilacan, Bohol, Philippines,” Philippine Quarterly of Culture and Society 42, no. 1/2 (2014): 16–40.

136Moscardo Gianna, “Sustainable Tourism Innovation: Challenging Basic Assumptions,”

Tourism and Hospitality Research 8, no. 1 (2008): 4–13.137Silvia Angeloni, “Cultural Tourism And Well-Being Of The Local Population In Italy,”

Theoretical and Empirical Researches in Urban Management 8, no. 3 (2013): 17–31.138Tek Dangi, “Exploring the Intersections of Emotional Solidarity and Ethic of Care: An

Analysis of Their Synergistic Contributions to Sustainable Community Tourism Development,”

Sustainability 10, no. 8 (2018).139Mao-Ying Wu dan Philip L. Pearce, “Tourism research in and about Tibet: Employing a

system for reviewing regional tourism studies,” Tourism and Hospitality Research 12, no. 2 (2012):

59–72.

Page 37: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

28 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

dilakukan pengkajian.140 Pemeliharaan warisan-warisan kultural

memang menjadi salah satu kekuatan kepariwisataan di negara-

negara Asia.

140Huibin, Xing, Azizan Marzuki, dan Arman Abdul Razak, “Conceptualizing A Sustainable

Development Model For Cultural Heritage Tourism In Asia,” Theoretical and Empirical Researches in Urban Management 8, no. 1 (2013): 51–66.

Page 38: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

29

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan dengan metode penelitian sosio-legal, di

mana hukum adalah gejala sosial dan gejala sosial yang bernama

hukum ini senantiasa berinteraksi dengan gejala sosial yang lain

untuk menghasilkan data deskriptif. Cara memperoleh data

dilakukan dengan pembacaan pustaka primer, indepth-interview,

dan diskusi kelompok terarah. Lokasi penelitian di Kota Surakarta,

Kabupaten Bangkalan, dan Provinsi Bali. Penelitian ini menyasar

publikasi di jurnal internasional bereputasi dan naskah kebijakan

(public policy academic draft).

Tahapan-tahapan penelitian dapat digambarkan sebagai

berikut:

Page 39: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di
Page 40: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hukum dan Kebijakan Publik

Hukum dan kebijakan publik diibaratkan sebagai dua sisi

keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Memahami makna

ini dapat ditinjau dari sisi definisi keduanya. Menurut Kraft dan

Furlong kebijakan publik adalah “A course of government action (or inaction) taken in response to social problems. Social problems are conditions the public widely perceives to be unacceptable and therefore requiring intervention.”141

Relasi hukum dan kebijakan publik tersebut dapat

mengkonfirmasikan permasalahan sosial membutuhkan kebijakan

publik sebagai wujud nyata intervensi pemerintah untuk

memecahkan permasalahan sosial, baik berupa tindakan maupun

tidak bertindaknya pemerintah namun untuk mengintervensinya

pemerintah membutuhkan hukum sebagai instrumen guna

melindungi hasil kesepakatan kebijakan yang telah diputuskan

bersama yang juga cerminan untuk melindungi kepentingan

manusia dari berbagai permasalahan sosial dimana hukum dalam

pelaksanaannya dapat dipaksakan selain itu juga hukum sebagai

legitimasi pemerintah untuk melaksanakan kebijakannya dalam

rangka mengatasi permasalahan sosial yang terjadi. Dikarenakan

hukum ini untuk mengatur kehidupan sosial maka keterlibatan

141Riant Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 5.

Page 41: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

32 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

berbagai pihak dalam proses pembentukkannya merupakan suatu

hal yang mutlak.142

Guna menghasilkan produk hukum yang berkualitas

diperlukan data, informasi, argumentasi, metodologi bahkan

sampai kepada alternatif-alternatif yang tersedia berikut konsekuensi

alternatifnya dalam konteks ini formulasi kebijakan publik

memliki peran penting dalam mendesain produk hukum yang

berkualitas karena formulasi kebijakan publik memiliki metode

untuk memenuhi keperluan tersebut yang nantinya berguna bagi

pengambil keputusan untuk menyusun kriteria dari alternatif-

alternatif yang tersedia seperti menentukan segala kemungkinan

yang terjadi, penerimaan secara politik, biaya, keuntungan dan

lainnya.143

Perkembangan studi kebijakan publik semakin kuat sebagai

akibat terjadinya perubahan lingkungan birokrasi publik.144

Meningkatnya rasionalitas masyarakat sebagai akibat dari

keberhasilan pembangunan sosial ekonomi, telah memunculkan

berbagai tantangan baru bagi birokrasi publik.145 Salah satunya

adalah semakin besarnya tuntutan akan kualitas kebijakan yang lebih

baik. Ini mendorong munculnya minat untuk mempelajari studi

kebijakan publik. Keinginan untuk mewujudkan otonomi daerah

yang kuat juga mendorong perlunya perubahan orientasi pejabat

birokrasi di daerah dan peningkatan kemampuan mereka dalam

142Syarif Budiman, “Analisis Hubungan Antara Hukum Dan Kebijakan Publik: Studi

Pembentukan Uu No. 14 Tahun 2008,” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 11, no. 2 (2017): 109–19.143Muchsin dan Fadillah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik-Analisis atas Praktek Hukum

dan Kebijakan Publik dalam Pembangunan Sektor Perekonomian di Indonesia (Malang: Universitas

Sunan Giri Surabaya dan Averroes Press, 2002).144Mohammad Thahir Haning, “Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif

Administrasi Publik,” Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan Publik 4, no. 1 (2018).145Rosalina Ginting dan Titik Haryati, “Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia,” Jurnal

Ilmiah Civis 1, no. 2 (2011).

Page 42: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

33Hasil Penelitian dan Pembahasan

perumusan dan perencanaan kebijakan dan program pembangunan.

Karena itu, berkembangnya minat untuk mengembangkan studi

kebijakan publik sebenarnya merupakan hasil interaksi dari kedua

perubahan di atas, yaitu paradigma dan lingkungan administasi

negara. Pergeseran paradigma dan lingkungan administrasi negara

telah mendorong para pakar dan praktisi administrasi negara untuk

mempertanyakan kembali relevansi teori dan prinsip-prinsip yang

selama ini mereka kembangkan dalam studi administrasi negara.

Itu semua memiliki kontribusi yang besar terhadap perkembangan

studi kebijakan publik.

Istilah kebijakan seringkali penggunaannya saling

dipertukarkan dengan istilah tujuan (goals), program, keputusan,

Undang-Undang. ketentuan-ketentuan, usulan-usulan dan

rancangan-rancangan besar.146 Kebijakan pada intinya adalah

sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini boleh jadi amat

sederhana atau kompleks, bersifat umum maupun khusus. Sejalan

dengan makna kebijakan yang dikemukakan oleh United Nation

tersebut di atas, Fredrick memberikan pengertian kebijakan, yaitu

serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau

pemerintah dalam satu lingkungan tertentu dengan menunjukkan

hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap

pelaksanaaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai

tujuan tertentu.147

Kebijakan publik merupakan sebuah proses yang terus

menerus, karena itu yang paling penting adalah siklus kebijakan.

Siklus kebijakan meliputi formulasi, implementasi dan evaluasi

146Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi kebijaksanaan Negara (Jakarta: Bumi Aksara, 1997).

147M. Irfan Islamy, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaaan Negara (Jakarta: Bumi Aksara,

1998).

Page 43: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

34 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

kebijakan.148 Kebijakan yang telah diformulasikan atau dirumuskan

bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ini

dapat dimengerti, bahwa kebijakan tidak akan sukses, jika dalam

pelaksanaannya tidak ada kaitannya dengan tujuan yang telah

ditetapkan. Seringkali ada anggapan setelah kebijakan disahkan

oleh pihak yang berwenang dengan sendirinya kebijakan itu akan

dilaksanakan, dan hasil-hasilnya pun akan mendekati seperti

yang diharapkan oleh pembuat kebijakan tersebut. Dalam proses

kebijakan publik yang akan diterapkan, melalui proses/tahapan

yang cukup panjang.

Beberapa pakar menjelaskan bahwa proses perumusan

kebijakan publik selalu dan harus memperhatikan beberapa

karakteristik penting agar dapat mencapai sasaran kebijakan yang

dituangkan dalam tahapan implementasi kebijakan. Misalnya,

dijelaskan oleh O�Jones (1996) bahwa ada empat varian kelompok

kepentingan bila dilihat atas interest dan akses serta kebutuhan

masyarakat pada perumusan kebijakan publik, yaitu (a) kelompok

kepentingan yang terorganisasi dengan baik dengan akses yang

mapan, (b) kelompok kepentingan yang terorganisasi dengan baik

tanpa akses yang mapan, (c) kelompok kepentingan yang tidak

terorganisasi dengan baik tetapi memiliki akses yang mapan, dan (d)

kelompok kepentingan yang tidak terorganisasi sekaligus juga tidak

memiliki akses yang mapan. Berbagai peraturan dirumuskan oleh

pimpinan maupun eksekutif yang ditindaklanjuti oleh birokrasi

terkait bekerjasama dengan masyarakat (stakeholders). Konsepsi itu

memberikan petunjuk bahwa kegagalan implementasi kebijakan

merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab jajaran birokrasi.

Untuk kepentingan proses implementasi kebijakan publik yang

selalu direspon oleh masyarakat secara positif, para perumus

148Wayne Parsons, Public Policy (Cheltenham: Edward Elgar, 1997).

Page 44: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

35Hasil Penelitian dan Pembahasan

kebijakan harus senantiasa melakukan negosiasi secara langsung

dengan masyarakat yang terkena dampak suatu kebijakan.149

Pandangan itu mengingatkan atas konsep “policy environment”

yang diungkapkan oleh Dye, sehingga perlu hati-hati dalam

implementasinya karena antara perumusan kebijakan dan

implementasinya tidak dapat dipisahkan. Disamping itu setiap

perumusan kebijakan yang baik harus terkandung nuansa

implementasi dan tolok ukur keberhasilannya, sehingga kebijakan

yang telah dirumuskan dan diwujudkan dalam bentuk program

harus selalu bertujuan dapat diimplmentasikan.150

Penelitian ini harus dipahami sebagai analisis kebijakan

publik, yang dalam hal ini adalah pariwisata. Penciptaan dan

promosi kebijakan publik terkait erat dengan peran yang

dimainkan oleh pemerintah. Tidak ada kesepakatan konsensus

mengenai konsep kebijakan publik. Beberapa penulis memahami

kebijakan publik sebagai fenomena politik yang longgar151, yang

lain sebagai instrumen politik152 dan penulis lain mendefinisikan

kebijakan berdasarkan pada pemangku kepentingan.153 Wilson

mengkategorikan pengertian kebijakan publik termasuk tindakan-

tindakan pemerintah yang berhasil maupun mengalami kegagalan.154

Para ahli mendefinisikan kebijakan publik sebagai bagian dari

aktivitas pemerintah yakni program yang dirumuskan oleh para

aktor selaku pengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah

149M. Irfan Islamy, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaaan Negara.150M. Irfan Islamy.151T. Dye, Understanding Public Policy (Englewood Cliffs: Prentice-Hall, 1992)., 2.152J. E. Anderson, Public policy making (New York, NY: CBS College Publishing, 1984).3.153W. I. Jenkins, Policy analysis: Apolitical and organizational perspective (London: Robertson,

1978)., 15.154Lihat dalam Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan

Model-Model Implementasi Kebijakan Publik, V (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), 13.

Page 45: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

36 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

publik.155 Menurut Laswell dan Kaplan kebijakan publik merupakan

program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu,

nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu.156 Sedangkan

Easton mendefinisikan kebijakan publik sebagai akibat aktivitas

pemerintah.157 Disisi lain, Anderson berpandangan bahwa kebijakan

publik merupakan tindakan para aktor dalam menangani suatu

masalah.158 Lester dan Steward mendefinisikan kebijakan publik

sebagai proses atau pola aktivitas pemerintah maupun keputusan

yang diranang untuk menangani masalah publik.159 Selanjutnya,

Peters mendefinisikan kebijakan publik sebagai sejumlah aktivitas

pemerintah yang secara langsung maupun melalui perantara

memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat luas.160

Jenkins mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian

keputusan yang diambil oleh aktor politik atau sekumpulan aktor

dalam menentukan tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut dalam

berbagai situasi, secara prinsip memiliki kaitan dengan kekuasaan

dan kekuatan para aktor dalam mencapai tujuan tersebut. kebijakan

publik merupakan bagian dari pemerintah, dan merupakan

keputusan yang dirumuskan oleh pemerintah untuk mencapai

tujuan.161 Howlett dan M.Ramesh mendefinisikan kebijakan

155B. Adhikari dan J. Lovett, “Institutions and collective action: Does heterogeneity matter in

community-based resource management?,” Journal of Development Studies 42, no. 3 (2006): 426–445;

Katja Arzt, “The dynamic infl uences of institutions and designprinciples on the outcomes of a local

agricultural–environmental decision-making process” (Conference on the Human Dimensions of

Global Environmental Change, Amsterdam, 2007).156Laswell, Harold dan Abraham Kaplan, Power and Society (New Heaven: Yale University

Press, 1970), 71.157Easton, David, A System Analysis of Political Life (New York: Willey, 1965), 212.158Anderson, James, Public Policy Making (Boston: Houghton Mifflin, 2000), 4.159James P. Lesters dan Joseph Steward Jr., Public Policy : An Evolutionary Approach

(Belmonth: Wadsworth, 2000).160Guy Peters, American Public Policy (New Jersey: Chatam House, 1993), 4.161Jenkins Smith, Democratic Politics and Policy Analysis (California : Wadsworth: Inc.Hall,

1990).

Page 46: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

37Hasil Penelitian dan Pembahasan

publik sebagai fenomena yang kompleks mencakup pelbagai

keputusan oleh beberapa individu dan organisasi.162 Berbagai

definisi tentang kebijakan publik yang telah diuraikan menunjukan

bahwa aktor menjadi kunci utama dalam kebijakan publik karena

kewenangannya dalam merumuskan, mengimplementasi dan

mengevaluasi kebijakan publik.

Wahab melanjutkan bahwa sebuah kebijakan publik

memiliki empat karakter sebagai berikut. Pertama, kebijakan

publik merupakan tindakan yang sengaja dilakukan dan mengarah

kepada tujuan tertentu. Kedua, kebijakan pada hakekatnya terdiri

dari tindakan-tindakan yang saling terkait dan berpola. Ketiga,

kebijakan adalah realitas tindakan pemerintah dalam bidang-bidang

tertentu. Keempat, kebijakan publik mungkin berbentuk positif,

mungkin berbentuk negatif.163

Fenna mengusulkan klasifikasi kebijakan publik berdasarkan

tema dan tujuan yang menjadi arah kebijakan.164 Penulis ini

menyoroti (i) kebijakan yang terkait dengan produksi, yang

difokuskan pada peningkatan aktivitas ekonomi dan standar

hidup penduduk; (ii) kebijakan yang terkait dengan distribusi

kekayaan dan peluang akses; (iii) kebijakan yang berkaitan dengan

konsumsi barang, jasa dan sumber daya dengan hubungan yang erat

dengan lingkungan; (iv) kebijakan yang terkait dengan identitas

dan kewarganegaraan dan akhirnya, (v) kebijakan reflektif yang

menjelaskan proses pelaksanaan kebijakan dan peraturan dan

kendali mereka.

162Michael Howlett dan M. Ramesh, Studying Public Policy : Policy Cycles and Policy Subsystem

(Oxford: Oxford University Press, 1995).163Ibid., 23.164A Fenna, Australian public policy (Sydney: Pearson Education Australia, 2004).

Page 47: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

38 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Analisis yang disajikan akan lebih dekat dengan jenis kebijakan

pertama. Umumnya, ketika menjelaskan komponen kebijakan

publik, sebagian besar penulis sepakat tentang menekankan

peran lembaga pemerintah, keberadaan tujuan dan masalah,

konteks atau lingkungan di mana kebijakan dikembangkan, aktor,

penciptaan instrumen dan efeknya.165 Disiplin yang muncul dari

studi kebijakan publik dicirikan oleh pertentangan antara teori

dan penelitian.166 Meskipun ada banyak teori provokatif dan

berpotensi penting, penelitian empiris yang sistematis untuk

menguji mereka sebagian besar masih kurang.167 Banyak peneliti

terdahulu fokus mengkaji aspek kebijakan pariwisata terkait dengan

Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPARDA)

di Indonesia tetapi tidak lagi relevan dengan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.168 Selanjutnya,

beberapa peneliti terdahulu fokus mengkaji komunikasi, sumber

daya, sikap dan disposisi pelaksana serta struktur birokrasi dari

implementasi kebijakan kepariwisataan.169 Selain itu, penelitian

165Lihat Anderson, Public policy making.; M. Considine, Making public policy: Institutions, actors, strategies (Cambridge: Polity Press, 2005)., Dye, Understanding Public Policy.; C. M. Hall,

Tourism planning. Policies, processes and relationships (London: Pearson Prentice Hall, 2008).166John Jerrim dan Robert de Vries, “The limitations of quantitative social science for

informing public policy,” Evidence & Policy: A Journal of Research, Debate and Practice 13, no. 1

(2017): 117–33.167Hadyn Ingram, “Clusters and gaps in hospitality and tourism academic research,”

International Journal of Contemporary Hospitality Management 8, no. 7 (1996): 91–95; Patricio

Aroca, Juan Gabriel Bilda, dan Serena Volo, “Tourism statistics: Correcting data inadequacy,” Tourism Economics 23, no. 1 (2017): 99–112.

168Lihat misalnya Basri, “Kajian Empiris Pelaksanaan Rencana Induk Pengembangan

Pariwisata Daerah Kalimantan Barat” (Tesis Magister Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada,

2012). Baca juga Basri; Y. Habibuw, “Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Pariwisata

Daerah: Studi Kasus RIPP di Mojokerto” (Tesis Magister Administrasi Publik, Universitas Gajah

Mada, 1997); A. Kadir, “Analisis Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Daerah” (Tesis

Magister Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada, 1996).169Lihat misalnya E. Mouw, “Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Bahari

di Kabupaten Halmahera Barat” (Tesis Magister Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada,

Page 48: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

39Hasil Penelitian dan Pembahasan

kepariwisataan menyinggung isu ekonomi170, kegiatan pariwisata171,

organisasi penyelenggara pariwisata172, peran serta masyarakat173,

dan pariwisata berkelanjutan.174

Dilihat dari sudut alasan professional, maka penelitian

kebijakan publik dimaksudkan untuk menerapkan pengetahuan

ilmiah di bidang kebijakan guna memecahkan masalah sosial

sehari-hari.175 Menurut Dunn176, analisis kebijakan bermula ketika

politik praktis harus dilengkapi dengan pengetahuan agar dapat

memecahkan masalah publik, India barangkali merupakan asal

muasal tradisi ini, ketika Kautilya sebagai penasihat kerajaan

2012); R. Veriani, “Implementasi Pengembangan Kebijakan Pariwisata Kebumen” (Tesis Magister

Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada, 2009). 170Lihat misalnya William Haydock, “The ‘Civilising’ Effect of a ‘Balanced’ night time

ecpnomy for ‘better people’: Class and the Cospmopoilitan Limit in the Consumption and

Regulation of Alcohol in Bournermout,” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 6, no. 2 (2014): 172–85.

171O’Sullivan Diane, Pickernell David, dan Senyard, Julienne, “Public Sector Evaluation

of Festivals and Special Events,” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure and Events 1, no. 1

(2009): 19–36. Baca juga Getz, Donald, “Policy for Sustainable and Responsible Festivals and

Events : Institutionalization of a New Paradigm.”172Yaghmour, Samer dan Scott, Noel, “Inter-Organizational Collaboration Characteristics

and Outcomes : A Case Study of The Jeddah Festival,” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 1, no. 2 (2009): 115–30; Theodoraki, Eleni, “Organisational Communication on the

Impacts of the Athens 2004 Olympic Games,” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 1, no. 2 (2009): 141–55; Smith, Andrew, “Spreading The Positive Effects of Major Events to

Peripheral Areas,” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure and Events 1, no. 2 (2009): 231–46.173Roberts, Ken, “Can Employment Policies Improve a Society’s Leisure ?.,” Journal of Policy

Research in Tourism, Leisure, and Events 2, no. 1 (2010): 82–87; Doherty, Alison, “The Volunteer

Legacy of A major Sport Event,” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 2, no. 1

(2010): 185–207; Saayman, Melville, “The Socio-Economic Impact of an Urban Park : The Case

of Wilderness National Park,” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure and Events 1, no. 3

(2010): 247–64.174Hall, Michael C., “Innovation and Tourism Policy in Australia and New Zealand : Never

the Twain Shall Meet ?,” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 1, no. 1 (2009): 2–8;

Dredge, Dianne, “Policy for Sustainable and Responsible Festivals and Events:Institutionalisation

of a new Paradigm a Response.”175Solichin Abdul Wahab, op.cit., 37.176Dunn, William, Public Policy Analysis : An Introduction (New Jersey: Pearson Education,

2004).

Page 49: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

40 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Mauyan di India Utara, menulis Arthashastra sekitar tahun 300

SM yang antara lain berisi tuntunan pembuatan kebijakan.

Sedangkan di Eropa, Plato (427- 327 SM) menjadi penasihat

penguasa Sisilia, Aristoteles (384-322 SM) mengajar Alexander

Agung hingga Nichollo Machiavelli (1469-1527) yang menjadi

konsultan pribadi sejumlah bangsawan di Italia kuno. Analisis

kebijakan mulai memeroleh tempat yang terhormat di abad

pertengahan ketika munculnya profesi spesialis kebijakan. Ketika

birokrasi muncul, profesi mereka dikenal sebagai pegawai negeri.

Seiring perkembangannya, munculnya statistik membuat analisis

kebijakan berkembang ketika advis dapat dikuantifikasi. Di

Inggris-London Manchester muncul the statistical society.177 Pada

tahun 1910, A. Lawrence Lowell dalam pidatonya mengemukakan

perlunya pendekatan empiris dalam studi politik. Pada tahun 1930

di Inggris, presiden Roosevelt mendorong perkembangan ilmu

kebijakan termasuk di dalamnya analisis kebijakan. Pada abad

ke-20, Amerika mempunyai sebuah lembaga riset kebijakan Rand Corporation. Pada masa kini, analisis kebijakan menempati posisi

khas dalam administrasi negara.178

Kebijakan publik memiliki beberapa tahapan, diantaranya

tahap isu kebijakan, perumusan kebijakan, implementasi

kebijakan, dan evaluasi kebijakan.179 Selanjutnya, Nugroho

berpendapat bahwa isu kebijakan terdiri atas masalah dan tujuan,

yang berarti kebijakan publik dapat berorientasi pada kehidupan

publik, dan dapat pula berorientasi pada tujuan yang hendak

177P.C.A. Synmann, “Public policy in Anglo-Americal law,” Comparative and International Law Journal of Southern Africa `19, no. 2 (1986): 220–35.

178Lihat dalam Peter Eisinger, The rise of the entrepreneurial state: State and local economic development policy in the United States (Madison: University of Wisconsin Press, 1988).

179Riant Nugroho, Public Policy (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 114.

Page 50: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

41Hasil Penelitian dan Pembahasan

dicapai pada kehidupan publik180. Isu kebijakan menggerakan

pemerintah untuk merumuskan kebijakan publik dalam rangka

menyelesaikan masalah.181 Setelah dirumuskan, kebijakan publik

tersebut dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.182

Setelah itu, proses perumusan, pelaksanaan dievaluasi untuk

menilai apakah telah dirumuskan dan diimplemetasikan dengan

baik sesuai dengan tujuan yang ditentukan sebagai pertimbangan

dilakukannya revisi kebijakan atau diberhentikan.183 Pandangan

Nugroho memberikan gambaran tentang kompleksitas dalam

setiap proses yang mana membutuhkan kerjasama pelbagai aktor

dalam setiap tahapan baik perumusan, implementasi dan evaluasi

kebijakan untuk menyelesaikan masalah publik melalui kebijakan

yang tepat.184

Perumusan kebijakan merupakan merupakan salah satu tahap

yang penting dalam pembentukan kebijakan publik.185 Formulasi

kebijakan akan berkaitan dengan beberapa hal yaitu cara bagaimana

suatu masalah, terutama masalah publik memperoleh perhatian

dari para pembuat kebijakan, cara bagaimana merumuskan usulan-

180Ibid., 115-116.181Devid Thacher dan Martin Rein, “Managing Value Conflict in Public Policy,” Governance

17, no. 4 (2004): 457–86; Howard Cosmo, “The Policy Cycle: A Model of Post-Machiavellian Policy

Making?,” Australian Journal of Public Administration 64, no. 3 (2005): 3–13; Johann Höchtl, Peter

Parycek, dan Ralph Schöllhammer, “Big data in the policy cycle: Policy decision making in the digital

era,” Journal of Organizational Computing and Electronic Commerce 26, no. 1–2 (2016): 147–69.182Veronica Vecchi, Manuela Brusoni, dan Elio Borgonovi, “Public Authorities for

Entrepreneurship: A management approach to execute competitiveness policies,” Public Management Review 16, no. 2 (2014): 256–73.

183Keston K. Perry, “The Dynamics of Industrial Development in a Resource-Rich

Developing Society: A Political Economy Analysis,” Journal of Developing Societies 34, no. 3 (2018):

264–96.184Ibid.185Antik Bintari dan Landrikus Hartarto Sampe Pandiangan, “Formulasi Kebijakan

Pemerintah Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (Bumd) Perseroan Terbatas (Pt) Mass

Rapid Transit (Mrt) Jakarta Di Provinsi Dki Jakarta,” Jurnal Ilmu Pemerintahan 2, no. 2 (2016): 221.

Page 51: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

42 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

usulan untuk menganggapi masalah tertentu yang timbul, cara

bagaimana memilih salah satu alternatif untuk mengatasi masalah

publik.186

B. Kebijakan Kepariwisataan di Bali

1. Profil wisata provinsi Bali

Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

wilayahnya tidak lebih dari 5.634,40 km² atau 5.634,40 ha dengan

panjang pantai mencapai 529 km. Komposisi pulau terdiri dari satu

pulau utama dan beberapa pulau-pulau kecil di sekitarnya seperti

pulau Menjangan (ujung timur) di kabupaten Jembrana, di sebelah

selatan Pulau Serangan (telah direklamasi) di Kota Denpasar,

Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan, dan disebelah

tenggara terdapat pulau yang paling besar adalah Pulau Nusa Penida

masuk wilayah Kabupaten Klungkung. Wilayah terluas dimiliki

Kabupaten Buleleng seluas 1.365,88 km² atau hampir setengah

luas pulau Bali dari ujung timur sampai ke ujung barat pulau Bali.

Kabupaten atau pemerintahan kota terkecil adalah Pemerintah Kota

Denpasar seluas 123,98 km² sebagai Ibu Kota Pemerintah Provinsi

Bali. Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Tabanan memiliki luas

yang hampir sama, hanya saja sebagian besar Kabupaten Jembrana

terdiri dari Hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Untuk

fungsi lahan kedua kabupaten ini memiliki fungsi yang serupa

yaitu lahan pertanian dan perkebunan, bahkan Kabupaten Tabanan

dikenal sebagai lumbung beras Pulau Bali. Tidak jauh berbeda

dengan Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Tabanan, Kabupaten

Klungkung, Bangli dan Karangasem memiliki kesamaan fungsi

186Dunn, William N., Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gadjah Mada

University, 2003), 26.

Page 52: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

43Hasil Penelitian dan Pembahasan

lahan, yaitu pertanian dan perkebunan. Meskipun keseluruhan

kabupaten/kota di Bali bersentuhan dengan sektor pariwisata

hanya Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung yang sangat

mengandalkan sektor pariwisata sebagai basis perekonomiannya,

disamping sektor pertanian dan perkebunan.

Pulau Bali sangat kaya akan keindahan alam dengan budaya

dan adat istiadat, masyarakat Bali dengan budaya agrarisnya kental

dengan kehidupan sosial yang harmoni karena hubungan yang

serasi antara manusia dan alam, Tuhan, dan sesamanya. Konsep

industri pariwisata mengedepankan nilai-nilai pemenuhan barang

dan jasa beserta layanan secara profesional dan proposional. Industri

pariwisata di Bali selain mendahulukan nilai-nilai kapitalis juga

memberikan nuansa sentuhan-sentuhan budaya di dalam setia

atraksinya. Konsep pariwisata yang diagung-agungkan di Bali

sebagai pariwisata dunia atau pariwisata global, yang mana lebih

mengedepankan nilai-nilai ekonomi liberal persaingan bebas, dan

persaingan modal antar korporasi.

Desa Bali yang semula sebagian besar masyarakatnya

hidup di sektor pertanian dan berpegang kuat pada adat yang

diwariskan dari generasi ke generasi tanpa banyak perubahan

tradisi masyarakat pedesaan, kini cenderungmakin individualistik

di dalam keanekaragaman profesi nonagraris dan lebih erat dalam

kaitannya sektor jasa. Peran adatpun biasanya hanya menonjol

pada kegiatan seremonial atau upacara yang tidak memiliki

kekuatan untuk mengontrol perilaku masyarakat perkotaan.

Budaya hedonisme telah merasuki generasi muda dalam sikap dan

perilaku keseharian. Hal ini tercermin dalam cara pandang, cara

sikap, dan perilaku sosial keseharian. Keengganan generasi muda

dalam menggunakan bahasa ibu (bahasa Bali) serta gaya berpakaian

Page 53: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

44 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

yang terkesan mengikuti pola gaya westernisasi merupakan salah

satu indikatorperubahan yang terjadi di generasi muda.

Indentitas dan kekhasan masing-masing desa semakin lama

semakin pudar. Desa dan Kota yang semula hidup dengan segala

perbedaan atau kebhinekaannya dalam struktur dan stratifikasi

masyarakat yang awalnya desa dikenal cenderung homogen dan

masyarakat kota cenderung heterogen, kini secara administratif

dan birokratis, cenderung makin seragam karena campur tangan

negara. Kehadiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa yang menghendaki kesamaan dalam bentuk

dan susunan pemerintahan desa di seluruh Indonesia adalah pemicu

pertama kali dimulainya penyeragaman kegiatan pembangunan di

pedesaan secara nasional.

Masyarakat Bali yang tradisional dan penghidupan bersifat

agraris tampak sebagai satu kesatuan yang utuh, kepentingan

bersama lebih diutamakan dibandingkan kepentingan kelompok

dan individu sebagai warga masyarakat. Warga masyarakat satu

dengan yang lainnya terikat berdasarkan ikatan solidaritas mekanis

dan dalam masyarakat demikian, dunia kehidupan masih menyatu.

Jika terjadi suatu perselisihan antar warga, masyarakat berusaha

menyelesaikannya secara musyawarah mufakat (konsensus)

berdasarkan pada asas kepatutan melalui lembaga-lembaga desa

adat (sangkepan/hasil atau sidang rapat desa). penyelesaian

perselisihan secara musyawarah mufakat dalam forum sangkepan

tersebut berfungsi untuk mengembalikan masyarakat ke dalam

suasana kehidupan yang rukun dan damai (harmonis). Suasana

kehidupan harmonis, pada masyarakat tradisional yang tersebut,

kini tampaknya telah berubah karena pengaruh modernisasi,

industrialisasi dan lebih-lebih lagi setelah masyarakat mengalami

proses globalisasi. Kehidupan nonagraris dan globalisasi tersebut

Page 54: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

45Hasil Penelitian dan Pembahasan

telah mengubah masyarakt homogen menjadi masyarakat majemuk

(plural) yang di dalamnya terdapat suasana kehidupan yang

heterogen dengan bermacam kepentingan.

Di Bali pada umumnya, proses globalisasi telah dirasakan

jauh sebelum masyarakat Indonesia lainnya mengalami hal

tersebut. Salah satu penyebab terjadinya proses globalisasi lebih

awal di daerah ini adalah karena perkembangan pariwisata yang

telah berlangsung sejak lama. Suasana demikian, mencerminkan

diferensiasi dalam berbagai bidang antara lain dalam pekerjaan,

profesi, pendidikan dan kepentingan. Kemajemukan masyarakat

dapat juga dilihat dari tumbuhnya berbagai kelompok dan

hubungan sosial baru yang timbul sebagai tuntutan kehidupan

dunia modern. Kelompok-kelompok sosial baru tersebut umumnya

menganut nilai dan norma serta kebiasaan yan berbeda dengan

nilai, norma, serta kebiasaan masyarakat tradisional. Kelompok-

kelompok tersebut, juga mempunyai kepentingan yang berbeda-

beda dan sering kali juga bertentangan. Dalam suasana demikian,

masyarakat tidak lagi digambarkan sebagai suatu kesatuan yang

utuh melainkan terdiri dari bagian-bagian dan justru bagian-bagian

inilah yang lebih menonjol dari masyarakat secara keseluruhan.

Solidaritas mekanis yang semula menjadi daya pengikat dalam

masyarakat digantikan oleh ikatan solidaritas organis yang lebih

menonjolkan ikatan dalam kelompok dan kepentingan kelompok

masing-masing lebih diutamakan dibandingkan masyarakat secara

keseluruhan. Orientasi nilai warga masyarakat dalam pergaulan

antar antar sesamapun tampak mengalami pergeseran dari nilai

kebersamaan ke nilai individual dan komersial. Kondisi demikian

memberi peluang untuk timbulnya persaingan dan konflik. Banyak

hal yang muncul sbagai sumber konflik dewasa ini antara lain:

tanah, status sosial (prestige), jabatan dan peluang kerja, penguasaan

Page 55: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

46 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

aset-aset ekonomi dan lain sebagainya. Sumber konflik yang paling

menonjol dewasa ini adalah, perbatasan wilayah, tanah, baik tanah

milik perorangan, milik kolektif, milik pura/milik desa adat dan

tak terkecuali tanah untuk penguburan.

Proses globalisasi telah membuka masyarakat Bali, termasuk

masyarakat pedesaan ke dalam pergaulan luas pada pergaulan

dunia. Hal ini ternyata telah menimbulkan banyak tantangan bagi

masyarakat adat, termasuk lembaga-lembaga adatnya terutama

dalam menjalankan fungsinya. Tantangan yang dihadapi tersebut

antara lain telah terjadinya perubahan nilai orientasi warga

masyarakat dalam bersikap dan bertindak, keefektifan awig-awig

(norma atau aturan adat) sebagai alat kontrol sosial berkurang,

keputusan-keputusan yang diambil dalam penyelesaian konflik di

masyarakat yang dahulu umunya ditaati kini tidak jarang diabaikan

karena dipandang tidak memuaskan bagi sebagian kelompok

masyarakat.

Sekarang sedang terjadi kemunduran tradisi, norma-norma,

dan hukum, serta tatanan kehidupan yang telah mapan pada

taraf yang cukup fenomenal. Manusia mengalami perkembangan

menakjubkan dalam bidang material, tetapi bersamaan dengan

itu juga mengalami perkembangan yang terbatas dalam bidang

moral. Kontradiksi kehidupan sosial tidak dapat dihindari karena

modernisasi dan industrialisasi telah menjadi kekuatan penting

yang memaksa penyesuaian nilai-nilai dan norma-norma dalam

masyarakat. Malahan masyarakat global dewasa ini tengah menuju

ke arah sebuah dunia dengan tingkat kompleksitas kehidupan

yang semakin tinggi, bersamanya membawa berbagai kontradiksi

kehidupan, baik sosial dan kebudayaan maupun agama.

Page 56: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

47Hasil Penelitian dan Pembahasan

2. Kearifan Lokal Bali

Dalam perkembangannya kapitalisme pariwisata tidak

mementingkan nilai, makna dan fungsi pertunjukan tarian di

hadapan para wisatawan. Tarian hanyalah sebuah atraksi seni atas

keindahan dan nilai estetika, seperti layaknya konsep pembangunan

pariwisata berkelanjutan maka pariwisata juga memiliki dua muka

yang menyatu, seperti memiliki dua arah yaitu pengaruh positif dan

pengaruh negatif. Dalam falsafah masyarakat Bali dikenal yaitu Rhua Bhineda (Dua yang berbeda). Jika pariwisata dikelola dengan baik

dan berkelanjutan maka akan menghasilkan manfaat optimal bagi

rakyat lokal, paling tidak bagi masyarakat adat sekitarnya maupun

pelaku pariwisata lainnya. Jika dikelola dengan serampangan dan

tidak terorganisir secara rapi, maka masyarakat lokal dan adat

hanya mendapatkan ekses-ekses negatif, perubahan nilai-nilai sosial

budaya yang destruktif. Kerusakan ataupun penurunan moral

atas imbas pariwisata terhadap masyarakat lokal (adat) akan susah

dikembalikan. Inilah yang disebut dengan taksu atau nilai magis

pariwisata budaya yang menghasilkan atraksi-atraksi pertunjukan

seni dan budaya dipandu latar keindahan alam Bali. Seyogianya

pariwisata budaya yang berkelanjutan mempertahankan aspek-

aspek local geneus atau kearifan lokal sebagai roh terhadap daya

tarik pariwisata itu sendiri. Pariwisata budaya bukan hanya dilihat

hal atau pertunjukan yang tampak pada kasat mata saja. Namun

lebih pada pertimbangan kenapa nilai-nilai kearifan lokal menjiwai

pelaksanaan sikap dan perilaku masyarakat dalam kaitannya dalam

interaksi sosial kesehariannya.

Setiap nilai-nilai kearifan lokal memiliki makna terhadap

sebab musabab kejadian atau momentum kenapa hal ikhwal

itu dilaksanakan. Misalnya kehidupan pertanian masyarakat

Bali mengajarkan konsep, keseimbangan dan kesucian terhadap

Page 57: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

48 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

alam yang terdiri dari unsur tanah, air, udara, matahari dan

nikroorganisme. Hal ini merupakan salah satu konsep Tri Hita Karana karena terdapat menjaga keseimbangan alam harus serasi,

selaras, dan berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya.

Keseimbangan dalam interaksi sosial terhadap pemilik lahan

pertanian antara satu petani dengan petani lainnya dilakukan

dengan sistem subak. Subak merupakan bagian dari kearifan lokal

masyarakat Bali untuk menjaga pendistribusian air antara satu

lahan dengan lahan lainnya secara adil dan dan merata. Konsepsi

pekerjaan bertani merupakan Yadnya yaitu kepatuhan atau

kewajiban manusia bekerja dan mengolah alam sekaligus menjaga

alam ini sebagai titipan Tuhan.

Yadnya melalui upacara keagamaan terkadang dirusak

oleh unsur gengsi dan kehormatan. Banyak upacara keagamaan

dilakukan dengan menjual aset ekonomi atau warisan dari para

leluhurnya. Demi rasa gengsi dan ingin dipandang terhormat di

dalam tatanan masyarakat sebuah keluarga terkadang menanggung

utang atau kehilangan aset untuk bekerja. Yadnya merupakan

upacara keagamaan yang sebagian orang Bali dikatakan sebagai

beban misalnya upacaara Ngaben atau pembakaran mayat, di dalam

upacara Ngaben dapat menghabiskan untuk pelaksanaan kegiatan

tersebut hingga puluhan juta hingga ratusan juta bahkan miliaran

rupiah. Pada akhirnya masyarakat mencari dan membuat konsensus

bersama atas konsep Yadnya ini. Ngaben lazimnya pada saat ini

bilamana tidak mampu dilakukan oleh sebuah keluarga sendiri

maka akan dikoordinir desa adar dengan sistem Ngaben massal.

Secara waktu, energi, dan pembiayaan tentunya lebih murah dan

terasa ringan bagi semuanya.

Konsepsi dharma atau Yadnya yang didasari oleh falsafah kerja

adalah karunia Tuhan oleh karena itu pendapatan yang diperoleh

Page 58: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

49Hasil Penelitian dan Pembahasan

adalah milik Tuhan. Manusia hanya memanfaatkannya sebatas

yang dia butuhkan. Selebihnya adalah milik Tuhan yang harus

dibagikan kembali ke masyarakat dalam bentuk Yadnya. Berbagai

bentuk Yadnya itu meliputi pertama, Manusa Yadnya (Yadnya untuk kemanusiaan, aktivitas atau kegiatan sosail yang terjadi

di dalam dinamika desa adat). Kedua, dewa Yadnya merupakan

kegiatan-kegiatan spiritual ataupun upacara keagamaan dalam

rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketiga, Bhuta Yadnya

yakni, Yadnya untuk upacara keagamaan yang bersifat Bhuta dalam

rangka keseimbangan dengan kekuatan negatif yang ada di alam

ini. Keempat, Pitra Yadnya merupakan Yadnya untuk para leluhur

dengan segala dimensinya sebagai rasa hormat terhadap apa yang

telah dirintis dan diberikan kepada generasi penerusnya. Kelima,

Resi Yadnya merupakan Yadnya kepada para pemimpin keagamaan.

Filosofi Tri Hita Karana merupakan filosofi yang paling hakiki

dari kehidupan komunal masyarakat Bali, yang paling dihayati

dan diimplementasikan dalam usaha dan kegiatan pariwisata.

Masyarakat Bali merupakan masyarakat komunal yang semua

aspek kehidupan diwarnai dan dijiwai dengan konsep Tri Hita Karana menekankan pada keserasian dan keseimbangan konsep

manusia terhadap alam, manusia terhadap sesamanya, manusia

terhadao Tuhannya. Cerminan dari filosofi ini terlihat ketika

mereka (masyarakat adat Bali) dengan memberikan sesaji untuk

keselamatan dan kelancaran dalam melakukan pekerjaan.

a. Desa Pakraman

1) Selayang pandang Desa Pakraman

Dalam masyarakat tradisional di Bali desa adat

terhimpun dalam wadah yang disebut Desa Pakraman

misalnya, menurut Sukarma pengaruh modernisasi

Page 59: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

50 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

tampak melalui pergeseran epsitemologi sosial yaitu

dari ‘yang baik adalah yang benar’ ke ‘yang benar adalah

yang baik’. Masyarakat tradisional beranggapan, ‘apa

yang baik menurut mereka’, ‘itulah yang benar bagi

mereka’ (kebenaran tidak dapat mendahului kebaikan).

Sebaliknya masyarakat modern beranggapan, ‘apa

yang benar menurut mereka’, ‘itulah yang baik bagi

mereka’ (kebaikan tidak dapat mendahului kebenaran).

Ukuran kebenaran adalah akal dan rasio sehingga yang

benar adalah yang masuk akal, dan/atau yang logis.

Sebaliknya, yang tidak masuk akal, tidak logis, dan

irasional adalah yang salah. Artinya masyarakat modern

lebih mengedepankan rasionalitas daripada moralitas,

sedangkan masyarakat tradisional lebih mengutamakan

moralitas daripada rasionalitas. Walaupun ini buka soal

pilihan, tetapi dapat diduga di antara rasionalitas dan

moralitas ini Desa Pakraman mengalami anomali dan

kebingungan berkepanjangan. Kebingungan rasionalitas

mengakibatkan ketersesatan moralitas sehingga Desa

Pakraman mengalami kesulitan mewujudkan sukerta tata parhyangan , pawongan, dan palemahan.

Desa Pakraman sebagaimana diatur dalam

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 03 Tahun 2001

setidak-tidaknya dibentuk oleh beberapa unsur pokok,

yaitu kesatuan masyarakat hukum adat, mempunyai

satu-kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup

menurut Hindu, ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan

Desa), mempunyai wilayah dan harta kekayaan sendiri,

dan berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Di

dalam unsur ini hendak menegaskan bahwa sistem sosial

Page 60: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

51Hasil Penelitian dan Pembahasan

masyarakat adat Bali bercorak Hindu dan ini menjadi

semacam indentitas Desa Pakraman. Aktivitas sosial-

religius masyarakat adat yang dijiwai oleh agama Hindu

dimanifestasikan dalam bentuk pemujaan kepada Ida

Shang Hyang Widhi melalui Kahyangan Tiga. Demikian

juga substansi awig-awig Desa Pakraman dijiwai oleh

agama Hindu, yaitu penjabaran dari falsafah Tri Hita

Karana. Parhyangan mengatur kegiatan manusia

melakukan hubungan dengan Tuhan, pawongan

mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dalam

kegiatan sosial, dan palemahan berupa perwujudan

hubungan manusia dengan alam yang menjadi tempat

permukiman dan sumber kehidupan masyarakat.

Ini berarti Desa Pakraman merupakan satu

kesatuan harmonis dari tiga gatra, yaitu krama desa

sebagai gatra pawongan membutuhkan ruang untuk

melaksanakan aktivitasnya, berupa kewajiban hidup

di wilayah Desa Pakraman, yaitu gatra palemahan. Selain kesejahteraan juga manusia memiliki kerinduan

religius sehingga memerlukan hubungan khusus

dengan Tuhan, yaitu gatra parhyangan. Kenyataannya,

manusia adalah bagian dari alam yang berpartisipasi

membentuk watak alam dan sebaliknya, juga alam

turut serta membangun karakter manusia. Demikian

juga untuk melangsungkan kehidupannya, manusia

tergantung pada lingkungannya, baik lingkungan

alam tempat tinggalnya maupun lingkungan sosial

tempat tempat menjalankan kehidupan sosial.

Dengan demikian, manusi amemengaruhi, bahkan

mengubah lingkungannya, karena itu antara krama

Page 61: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

52 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

desa dan lingkungan desanya terdapat satu jalinan saling

memengaruhi. Krama desa sebagai makhluk sosila

membutuhkan jalinan komunikasi harmonis untuk

memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama dalam

suasana aman dan nyaman.

Bali sebagai pulau yang mana di setiap tempat,

memiliki budaya dan alam saling berpautan erat,

tempat tinggal sebuha masyarakat mapan dan harmonis

secara berkala digairahkan ritus-ritus mempesona.

Alamnya menyajikan keindahan Bali dalam warna gaib

tridatu dan kilauan sunset dewata nawa sanga yang

menggetarkan rasa-agama-budhi. Budaya Bali yang

diwarnai pernak-pernik upacara Yadnya menawarkan

keramahan orang Bali khas bhakti dalam tatanan dan

tuntutan santun sarat pesona melalui jalinan tattwa-susila-acara. Perpaduan harmonis antara kelimpahan

upacara keagamaan, kesenian, dan pemandangan

hijau menggambarkan cari khas kebudayaan Bali.

Melimpahnya kegiatan ritual dan seni orang Bali

menurut Mead dan Bateson (Picard, 2006) patut dilihat

sebagai gejala yang harus dibahas dalam kerangka

psikologis-kulturalis. Dalam pandangan mereka bahwa

kebudayaan Bali menjadi semacam sistem pengatur

dorongan-dorongan naluri yang menimbulkan sejenis

skizofrenia-kultural. Dalam setiap ucapan dan tindakan

masyarakat pastinya memiliki makna dan fungsi dalam

setiap pemujaan terhadap dewa dan para roh leluhur.

Ini sebabnya dalam komunitas adat, seperti

Desa Pakraman bahwa bagian masa lalu dan simbol

merupakan sarana untuk menangani ruang dan

Page 62: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

53Hasil Penelitian dan Pembahasan

waktu dengan memasukkan segala pengalaman dalam

keberlanjutan masa lalu, masa kini, dama masa depan

distrukturkan oleh praktik-praktik sossial yang sedang

berlangsung. Agama sebagai inti dari sistem nilai yang

dipraktikkan menjadi norma dalam dunia sosial,

karena itu kekuasaan Tri Murti yang secaera teologis

dipahami sebagai konsepsi kehadiran, sedangkan secara

kontekstual menjadi siklus strukturisasi, destrukturisasi,

dan restrukturisasi tatana nilai dalam kosmologi adat.

Menurut tindakan ini bukan rangkaian kumpulan

interaksi dan nalar, tetapi konsistensi monitoring perilaku

dan konteksnya yang ditujukan pada keteraturan dan

keseimbangan sosial. Oleh karena itu, Sukarma (Sarad

No. 109 Mei 2009) menegaskan bahwa tatanan nilai

dalam komunitas adat selalu dalam proses perubahan

sehingga tradisi tidak sepenuhnya statis. Artinya,

generasi baru harus menemukan ulang tradisinya ketika

mengambil alih warisan budaya dari pendahulunya

karena pewarisan nilai dalam suatu komunitas tidak

dimungkinkan tanpa proses pembelajaran. Pengalaman

belajar inilah upaya merangkai masa lalu, masa kini,

dan masa depan agar Desa Pakraman senantiasa selaras

dengan nilai-nilai Hindu.

Istilah Desa Pakraman mulai dipergunakan sejak

dikeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor

3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Sebelumnya,

lebih dikenal dengan desa adat sesuai Peraturan Daerah

Nomor 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi,

dan Peranan Desa Adar sebagai Kesatuan Masyarakat

Hukum Adat dalam Provinsi Daerah Tingkat I Bali.

Page 63: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

54 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Wayan Surpha menyebut, sebagai desa dresta, desa

adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat

di Provinsi Daerah Tingkat I Bali yang mempunyai

satu kesatuian tradisi dan tata krama pergaulan hidup

masyarakat umat Hindu secara turun-temurun dalam

ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) yang

mempunyai wilayah tertentu, harta kekayaan sendiri,

dan berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

Desa adat menampakkan dirinya sebagai suatu

organisasi kemasyarakatan dan sekaligus merupakan

suatu organisasi pemerintahan yang berdiri sendiri di

bawah kecamatan dan kota/kabupaten di Bali. Desa

adat adalah desa yang otonom sehingga mempunyai

kewenangan untuk mengurus dan menyelenggarakan

kehidupan rumah tangganya sendiri. Dalam

perkembangan lebih lanjut otonomi itu hanya bersifat

sosial religius dan sosila kemasyarakatan. Desa adat

memiliki struktur kepengurusan yang pada umunya

disebut dulu atau padulan dan berfungsi untuk

membantu tercapainya kepentingan para anggotanya

secara maksimal, terutama sekali menyangkut kebutuhan

dasar sebagai manusia (terpenuhinya kebutuhan hidup

termasuk rasa aman dan nyaman).

Desa adat secara yuridis mendapat pengyoman

dan landasan hukum yang kuat bukan saja dari

Pancasila dan Pasal 18 UUD 1945 tetapi juga dari Pasal

29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan

negara berdasarkan Ketuhana Yang Maka Esa dan

negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agama masing-masing dan untuk

Page 64: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

55Hasil Penelitian dan Pembahasan

beribadat menurut agama dan kepercayannya itu.

Tempat pelembagaan ajaran-ajaran agama Hindu dalam

adat istiadatnya inilah yang disebut desa adat.

Dalam perkembangannya desa Bali mengandung

dua fungsi, dinas dan adat untuk membedakannya

dengan desa dinas yang diberi tugas-tugas khusus

dalam bidang pemerintahan umum oleh penguasa

yang berwenang sejak zaman pemerintahan Belanda,

pemerintahan militer Jepang, sampai pemerintahan

Republik Indonesia. Sedangkan desa adar lebih banyak

menekankan urusan upacara keagamaan, seremoni

ritual yang bersifat religiusitas, persembahyangan desa.

pada proses selanjutnya setelah terjadi perubahan dan

tata sikap warga desa adat maka akhirnya muncul

perbaikan pada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun

1986 tentang Kedudukan, Fungsi, dan Peranana Desa

Adat sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam

Provinsi Daerah Tingkat I Bali kemudian dianggap

tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman sehingga

pada tahun 2001 diganti menjadi Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa

Pakraman.

Desa Pakraman sebagai Kesatuan Masyarakat

Hukum Adata Mengenai kesatuan masyarakat hukum

adat, Van Hollenhoven menjelaskan untuk mengetahui

hukum, maka yang perlu diselidiki adalah pada waktu

dan bilamana serta di daerah mana sifat dan susunan

badan-badan persekutuan hukum di mana orang-orang

dikuasai oleh hukum dalam kehidupan sehari-hari.

Page 65: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

56 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Sementara Soepomo mengemukakan penguraian

tentang badan-badan persekutuan itu harus tidak

didasarkan atau sesuatu yang dogmatik, melainkan

harus didasarkan atas kehidupan yang nyata dari

masyarakat yang bersangkutan. Dari pendapat-

pendapat ini memperlihatkan bahwa masyarakat yang

mengembangkan hukum adat ini adalah persekutuan

hukum adat (Adatrechts Gemeenschapen).

Persekutaun hukum atau masyarakat hukum

ini didefinisikan sebagai orang-orang yang terikat

sebagai suatu kesatuan dalam susunan yang teratur,

yang menempati suatu wilayah tertentu, kesatuan

ini bersifat abadi, memiliki pimpinan, serta memiliki

kekayaan sendiri, baik yang berwujud maupun

tidak berwujud. Persekutuan-persekutuan hukum di

Indonesia awalnya menurut Soepomo dapat dibagi

menjadi dua golongan menurut dasar susunannya, yaitu

berdasarkan pertalian suatu keturunan (genealogi) dan

berdasarkan lingkungan daerah (teritorial).

Soepomo menambahkan lagi susunan yang

didasarkan atas genealogi-teritorial. Desa Pakraman

yang ada di Bali, berdasarkan persyaratan sebagai

kesatuan masyarakat hukum adat sudah memenuhi

unsur-unsurnya. Desa Pakraman memiliki anggota

kelompok yang terdiri dari orang-orang yang terikat

sebagai suatu kesatuan dalam susunan yang teratur,

Anggota kelompok disebut krama, pengurus kelompok

disebut prajuru.

Dengan demikian, Desa Pakraman menempati

suatu wilayah tertentu yang disebut wewidangan

Page 66: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

57Hasil Penelitian dan Pembahasan

dengan batas-batas wilayah yang sudah mereka

tentukan. Kesatuan yang dibuat ini bersifat abadi dan

mereka memiliki aturan yang tertuang dalam awig-awig

(aturan) Desa Pakraman. Desa Pakraman juga memiliki

kekayaan sendiri, yang disebut catu atau pelaba. Berdasar

dasar susunannya, Desa Pakraman merupakan kesatuan

masyarakat hukum adat yang berdasarkan lingkungan

daerah (teritorial). Menuru Soepomo, “orang-orang

yang bersama bertempat tinggal di suatu desa(di Jawa

dan Bali) atau di suatu marga (Palembang) merupakan

suatu golongan yang mempunyai tata susunan ke dalam

dan bertindak sebagai kesatuan terhadap dunia luar.

Jika ditelaah lebih dalam lagi, Desa Pakraman

memiliki kelompok-kelompok kecil yang berdasarkan

pertalian suatu keturunan (genealogis). Mereka

membentuk kelompok yang disebut dadia. Ada juga

kelompok-kelompok yang didasarkan atas kesamaan

fungsional. Mereka membentuk kelompok yang

disebut subak karena memiliki kesamaan fungsi di

bidang pertanian. Des adat dengan sistem lingkungan

terkecilnya disebut banjar. Banjar adalah lembaga

masyarakat umat Hindu sepenuhnya berdasarkan

keagamaan dan adat. Secara nyata dasar keagamaan

itu dapat dilihat pada Kahyangan Tiga dan upacara-

upacara agama yang berlangsung di desa adat seperti

upacara Tawur Kesanga, Usabha Desa dan lain-lain,

agama Hindu menjiwai dan meresapi segala kegiatan

Krama Desa.

Desa adat yang kemudian disesuaikan menjadi

Desa Pakraman merupakan suatu kesatuan masyarakat

Page 67: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

58 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

sosial religius yang bersifat otonom, berhak mengurus

rumah tangganya sendiri. Hak ini selanjutnya disebut

sebagai hak tradisional hukum adat yang diakui dan

dihormati negara sepetti diatur dalam Pasal 18B UUD

NRI 1945, “Negara mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukuim adat beserta

hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarajat dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam

undang-undang”.

Pengejawantahan Desa Pakraman termasuk

dalam kesatuan masyarakat hukum adat sudah terjawab

dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 31/

PUU-V/2007 (Kasus Pembentukan Kota Tual) dan

Putusan Nomor 6/PUU-VI/2008 (Kasus pemindahan

ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan dari Banggai

ke Selatan). MK telah merumuskan kriteria atau tolok

ukur terpenuhinya ketentuan Pasal 18B ayat (2) UUD

NRI 1945 sebagai berikut:

(a) Kesatuan masyarakat hukuma adat dapat

dikatakan masih hidup jika secara de facto mengandung unsur-unsur antara lain ada

masyarakat yang warganya memiliki perasaan

kelompok; ada pranata pemerintahan adat, ada

harta kekayaan atau benda-benda adat dan adanya

perangkat norma hukum adat.

(b) Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-

hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip negara

Page 68: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

59Hasil Penelitian dan Pembahasan

kesatuan apabila kesatuan masyarakat hukum

adat tersebut tidak menggangu eksistensi Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagai sebuah

kesatuan politik dalam arti, keberadaannya tidak

mengancam kedaulatan dan integritas Negara

Kesatuan Republik Indonesia, substansi norma

hukum adatnya sesuai dan tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan.

(c) Kesatuan masyarakat hukum adat dan hak

tradisionalnya sesuai dengan perkembangan

masyarakat jika keberadaannya telah diakui

berdasarkan undang-undang (umum maupun

sektoral termasuk Perda), substansi hak-hak

tradisional tersebut diakui dan dihormati oleh

wagra kesatuan masyarakat hukum adat yang

bersangkutan maupun masyarakat yang lebih

luas serta tidak bertentangan dengan Hak Asasi

Manusia.

Dari penjelasan ini, Desa Pakraman telah

memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam Pasal

18B ayat (2) UUD NR 1945. Karena itu, negara

mengakui dan menghormati keberadaannya beserta

hak-hak tradisionalnya yang disebut otonomi desa.

dalam pelaksanaan hak-hak tradisionalnya, Desa

Pakraman dilengkapi kekuasaan mengatur kehidupan

warganya. Kekuasaan itu di antaranya: (1) kekuasaan

untuk menetapkan aturan-aturan untuk menjaga

kehidupan organisasi secara tertib dan tenteram.

Kekuasaan ini diselenggarakan bersama dalam suatu

rapat desa (paruman atau sangkep desa); (2) kekuasaan

Page 69: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

60 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

untuk menyelenggarakan kehidupan organisasi

yang bersifat sosial-religius; (3) kekuasaan untuk

menyelesaikan sengketa-sengketa yang menunjukkan

adanya pertentangan kepentingan antara warga desa

atau berupa tindakan yang menyimpang dari aturan

yang telah ditetapkan yang berupa tindakan yang

menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan yang

dapat dinilai sebagai perbuatan yang mengganggu

kehidupan bermasyarakat, baik melalui perdamaian

maupun dengan memberikan sanksi adat.

Pengaturan tentang desa adat bisa ditemukan

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah. Pasal 1 ayat (12) menyatakan

desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya

disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat. Berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat

setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Pasal 2 ayat (9) dinyatakan negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum

adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup

dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa juga memuat tentang desa adat. Pasal 96

menyatakan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,

dan Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan penataan

kesatuan masyarakat hukum adat dan dapat ditetapkan

Page 70: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

61Hasil Penelitian dan Pembahasan

menjadi desa adat. Pasal 97 memuat tentang penetapan

desa adat sebagaimana dimaksud Psal 96 memenuhi

syarat: Pertama, kesatuan masyarakat hukum adat

beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup,

baik yang bersifat genealogis maupun fungsional.

Kedua, kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak

tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan

masyarakat; dan Ketiga, kesatuan masyarakat hukum

adat beserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun

2001 tentang Desa Pakraman yang diubah menjadi

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003

dengan jelas mendefinisikan Desa Pakraman adalah

kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali

yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama

pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun

temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan

desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta

kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah

tangganya sendiri. Dari definisi ini sudah ditegaskan

Desa Pakraman merupakan suatu kesatuan masyarakat

sosial religius yang bersifat otonom, berhak mengurus

rumah tangganya sendiri. Dalam mekanisme kehidupan

Desa Pakraman, warga memiliki hak antara lain hak

untuk memilih pimpinan adat, ikut dalam rapat

(sankep/parum) adat, ikut serta dalam Pemerintahan

Desa Pakraman bersama, dan berhak dipilih sebagai

prajuru (pengurus) adat. Kewajibannya melaksanakan

ayahan (tugas) adat dan tunduk serta taat kepada

Page 71: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

62 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

peraturan yang berlaku bagi warga Desa Pakraman,

yakni awig-awig (aturan) baik tertulis maupun tidak

tertulis, paswara dan sima yang berlaku.

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor

3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman yang diubah

menjadi Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3

Tahun 2003 tentang Desa Pakraman disebutkan

bahwa Desa Pakraman di Provinsi Bali yang tumbuh

dan berkembang sepanjang sejarah selama berabad-

abad, yang memiliki otonomi asli mengatur rumah

tangganya sendiri, telah memberikan kontribusi yang

sangat berharga terhadap kelangsungan kehidupan

masyarakat dan pembangunan. Desa Pakraman sebagai

kesatuan masyarakat hukum adat yang dijiwai oleh

ajaran agama Hindu dan nilai-nilai budaya yang hidup

di Bali sangat besar peranannya dalam bidang agama

dan sosial budaya sehingga perlu diayomi, dilestarikan,

dan diberdayakan.

Dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Daerah Provinsi

Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman, Desa

Pakraman didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat

hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu

kesatuan tradisi dan tata krama. Pergaulan hidup

masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam

ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang

mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri

yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

Page 72: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

63Hasil Penelitian dan Pembahasan

2) Majelis Desa Pakraman

Desa Pakraman sebagai wilayah yang otonom

tidak selamanya berada dalam posisi “sendiri”. Sejak

27 Februari 2004 terbentuk Majelis Desa Pakraman

(MDP). Kehadiran MDP membawa angin baru bagi

kehidupan Desa Pakraman di Bali. Sebelum adanya

MDP, Desa Pakraman seolah-olah “yatim piatu”, tanpa

“orangtua” untuk diajak menimbang rasa dalam suka

dan duka. Jika ada Desa Pakraman memiliki masalah,

mereka menjadikan bupati sebagai tempat mengadu.

Padahal secara struktural bupati dan pemerintah

kabupaten tidak dapat disebut atasan Desa Pakraman.

Setelah terbentuknya MDP di Bali, ada wadah

bagi Desa Pakraman untuk bertukar pikiran dalam

merancang masa depan Desa Pakraman yang lebih baik,

meningkatkan kualitas prajuru, merumuskan awig-awig dan perarem serta menyelesaikan permasalahan yang

muncul di Desa Pakraman.

MDP sebagai satu-satunya organisasi tempat

berhimpunnya Desa Pakraman memiliki peran strategis

dalam usaha meningkatkan kualitas Desa Pakraman

baik dalam hubungan dengan parhyangan, pawongan,

maupun palemahan. MDP memiliki tingkatan yang

mulai dari kecamatan dengan nama Majelis Desa

Pakraman yang mpembentukannya melalui Paruman

Alit. Di tingkat kabupaten/kota ada Majelis Desa

Pakraman yang pembentukannya melalui Paruman

Madya. Di tingkat provinsi ada Majelis Utama Desa

Pakraman yang pembentukannya melalui Paruman

Agung.

Page 73: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

64 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

MDP memiliki peran strategis dalam menjawab

tantangan dan permasalahan yang berkaitan dengan

Desa Pakraman. Pertama, memperkuat kelembagaan

Desa Pakraman melalui kerja sama dengan pemerintah

Provinsi Bali dan pemerintah kabupaten/kota dalam

usaha melestarikan agama Hindu sebagai jiwa Desa

Pakraman dan jiwa Bali. Kedua, sebagai media

komunikasi antar krama desa dan antar Desa Pakraman

berdasarkan spirit Bali mawacara. Ketiga, menjadi filter

terhadap pengaruh yang datang dari berbagai arah di

luar Desa Pakraman.

Untuk itu perlu adanya prosedur tetap (protap)

kerja sama Desa Pakraman yang dapat dijadikan

panduan bagi lembaga pemerintah maupun swasta,

parpol, LSM dan organisasi lain dalam menjalin kontak

dengan Desa Pakraman. Selanjutnya secara proaktif

membangun komunikasi dan hubungan baik dengan

organisasi lain di luar Desa Pakraman dalam usaha

mewujudkan kedamaian di Bali (Bali Shanti).

Dalam Pasal 16 ayat (1) Perda No. 3 Tahun 2001

tentang Desa Pakraman, MDP mempunyai tugas

mengayomi adat istiadat, memberikan saran, usul,

dan pendapat kepada berbagai pihak baik perorangan,

kelompok/lembaga termasuk pemerintah tentang

masalah adat, melaksanakan tiap keputusan-keputusan

paruman dengan aturan-aturan yang ditetapkan,

membantu penyuratan awig-awig, dan melaksanakan

penyuluhan adat istiadat secara menyeluruh. Ayat

(2) menyatakan tentang kewenangan MDP, antara

lain merumuskan berbagai hal yang menyangkut

Page 74: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

65Hasil Penelitian dan Pembahasan

masalah-masalah adat dan agama untuk kepentingan

Desa Pakraman, sebagai penengah dalam kasus-kasus

adat yang tidak dapat diselesaikan di tingkat desa, dan

membantu penyelenggaraan upacara keagamaan di

kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi.

Sebelum ada MDP, pada tahun 1968, terbentuk

Badan Musyawarah Desa Adat (Desa Pakraman) sebagai

wadah untuk mengkoordinasikan pembinaan desa

adat. Lembaga ini selanjutnya dikuatkan legalitasnya

melalui SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

Bali Nomor 18/Kesra.II/c/19/1979 tentang Majelis

Pembina Lembaga Adat (MPLA) MPLA memiliki

tugas memberi pertimbangan, saran, usul mengenai

permasalahan adat kepada pemerintah daerah baik

diminta maupun tidak, dalam rangka pelaksanaan

kebijakan pemerintah daerah. MPLA juga mengadakan

pembinaan pembuatan awig-awig dan pembinaan adat

istiadat secara menyeluruh di dalam segala aspeknya.

3) Awig-Awig (Peraturan) Desa Pakraman

Awig-awig merupakan tata dalam hidup

bermasyarakat. Masyarakat sendiri ditandai oleh

beberapa ciri, seperti adanya interaksi, ikatan, pola

tingkah laku yang khas dalam semua aspek kehidupan

yang bersifat mantap dan berkelanjutan, serta danya

rasa identitas terhadap kelompok di mana individu yang

bersangkutan menjadi anggotanya. Dalam kehidupan

bermasyarakat, manusia akan senantiasa berhadapan

dengan kekuatan-kekuatan manusia lainnya, sehingga

diperlukan adanya norma-norma dan aturan-aturan

Page 75: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

66 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

yang menentukan tindakan mana yang boleh dan mana

yang tidak boleh dilakukan.

Dalam kehidupan masyarakat adat Bali yang

diwadahi oleh Desa Pakraman, norma-norma tersebut

lazim disebut dengan istilah awig-awig, sima, dresta, perarem, dan istilah-istilah lainnya. Secara umum yang

dimaksud dengan awig-awig adalah patokan-patokan

tingkah laku, baik tertulis maupun tidak tertulis yang

dibuat oleh masyarakat yang bersangkutan, berdasarkan

rasa keadilan dan kepatutan yang hidup dalam

masyarakat, dalam hubungan antara krama (anggota

Desa Pakraman) dengan Tuhan, antara sesama krama,

maupun antara krama dengan lingkungannya.

Dengan pengertian demikian, menjadi jelas

bahwa semua Desa Pakraman mempunyai awig-awig, walaupun mungkin bentuknya ada yang belum

tertulis. Belakangan, terutama sejak tahun 1969, ada

kecenderungan Desa Pakraman menuliskan awig-awig-nya dalam bentuk dan sistematika yang seragam.

Tujuannya adalah agar prajuju desa adat dan generasi

mendatang dapat lebih mudah mengetahui isi awig-

awig desanya. Awig-awig yang dijadikan pegangan

oleh prajuru Desa Pakraman dalam mengemban

kewajibannya, dibuat sesuai dengan situasi dan kondisi

objektif masing-masing Desa Pakraman. Hal ini yang

menyebabkan adanya perbedaan antara awig-awig Desa

Pakraman yang satu dengan yang lainnya walaupun

secara geografis letaknya berdekatan. Perbedaan ini

dianggap normal dan lumrah sesuai dengan dengan

asas desa mawacara. Awig-awig secara proporsional

Page 76: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

67Hasil Penelitian dan Pembahasan

berisi aturan-aturan yang bertujuan menjaga atau

mewujudkan keseimbangan hubungan antara manusia

dengan Ida Sanghyang Widi Wasa /Tuhan Yang Maha

Esa (aspek parhyangan), keseimbangan hubungan

antara manusia dengan manusia, (aspek pawongan),

dan keseimbangan hubungan manusia dengan alam

lingkungan (aspek palemahan).

Landasan Awig-awig Desa Pakraman mulai

dikenal masyarakat Bali sejak tahun 1986 setelah

keluarnya Peraturan Daerah Tingkat I Provinsi Bali

Nomor 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi,

dan Peranan Desa Adat sebagai Kesatuan Masyarakat

Hukum Adat dalam Provinsi Daerah Tingkat I Bali.

Sebelum lahirnya Perda ini, dipkaia istilah bermacam-

macam, di antaranya pangeling-eling, paswara, geguat, awig, perarem, gama, dresta, cara, tunggul, kerta, palakerta dan sima. Dalam Bab IV Peraturan Daerah

Tingkat I Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 1986 tentang

Kedudukan, Fungsi dan Peranan Desa Adat sebagai

Kesatuan Masyarakat.

Hukum Adat dalam Provinsi Dasrah Tingkat I

Bali disebutkan tentang Awig-awig Desa Adat antara

lain: Setiap Desa Adat agar memiliki awig-awig tertulis,

Awig-awig Desa Adat tidak boleh bertentangan dengan

Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku, Awig-awig Desa

Adat dibuat dan disahkan oleh krama Desa Adat ,

Awig-awig Desa Adat dicatatkan di Kantor Bupati/

Walikotamadya, Kepala Daerah Tingkat II yang

bersangkutan. Sanksi yang diatur dalam awig-awig

Page 77: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

68 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Desa Adat tidak boleh bertentangan dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku dan rasa keadilan

dalam masyarakat.

Dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 disebutkan

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-

kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam

undang-undang”. Apa yang disebutkan sebagai

syarat untuk mendapat pengakuan negara tentu harus

dipenuhi oleh Desa Pakraman termasuk awig-awig

yang dimiliki. Pengakuan terhadap kesatuan masyarakat

hukum adat ini mengandung empat konsekuensi.

Pertama, suatu kesatuan masyarakat diakui sebagai

sautu kesatuan masyarakat hukum sehingga dapat

bertindak sebagai subjek hukum yang berbeda dengan

anggota-anggotanya. Kedua, terhadap kesatuan

masyarakat hukum adat dapat diletakkan hak dan

kewajiban serta dapat melakukan tindakan hukum

sebagai satu kesatuan. Ketiga, pada saat pengakuan

terhadap kesatuan masyarakat hukum adat, maka

dengan sendirinya negara mengakui sistem hukum

yang membentuk dan menjadikan kesatuan masyarakat

adat itu sebagai kesatuan hukum. Keempat, pengakuan

terhadap kesatuan masyarakat hukum adat juga dengan

sendirinya berarti pengakuan terhadap struktur dan

tata pemerintahan yang dibentuk berdasarkan norma

hukum tata negara adat setempat.

Page 78: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

69Hasil Penelitian dan Pembahasan

Awig-awig Desa Pakraman sebagai bagian yang

tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Hindu

di Bali memiliki korelasi yang sangat kuat dengan

konsep Tri Hita Karana. Tri Hita Karana merupakan

tiga hubungan yang harmoni yang harus dijalankan

manusia untuk mencapai kesempurnaan. Hubungan

itu terdiri dari hubungan manusia dengan Tuhan yang

diwujudkan dalam bentuk bhakti. Hubungan manusia

dengan manusia yan diwujudkan dalam bentuk

tresna. Hubungan manusia dengan lingkungan yang

diwujudkan dalam bentuk asih (sih).

Keseimbangan dalam melaksanakan bhakti,

tresna, dan sih ini diwujudkan dalam perilaku sehari-

hari. Karena itulah awig-awig menjadi konsep Tri

Hita Karana ini sebagai landasan filosofisnya. Dengan

mengusung konsep ini karma diharapkan berperilaku

sesuai dengan ajaran agama Hindu, di antaranya tat twan asi (aku adalah kamu), persaudaraan, keharmonisa,

dan antikekerasan dalam hidup bersama.

Masyarakat Desa Pakraman selalu berusaha

bersikap seimbang terhadap alam sekitarnya. Hal

ini didasarkan oleh kesadaran bahwa alam semesta

merupakan sebuah kompleksitas unsur-unsur yang

satu sama lain terkait dan membentuk suatu sistem

kesemestaan. Dari sini ditemukan bahwa nilai dasar

kehidupan adat di Bali adalah nilai keseimbangan.

Nilai keseimbangan ini lalau diwujudkan ke dalam dua

hal. Pertama, selalu berusaha menyesuaikan diri dan

menjalin dengan elemen-elemen alam dan kehidupan

yang berada di sekelilingnya. Kedua, ingin menciptakan

Page 79: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

70 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

suasana kedamaian dan ketentraman agar sesama

makhluk dan alam di mana manusia sebagai salah satu

elemen dari alam semesta.

Masyarakat kemudian menjadikan kedua hal

tersebut sebagai asas dalam kehidupan. Nilai dan asas-

asas ini dipersepsikan ke dalam ajaran filsafat Tri Hita

Karana. Tri artinya tiga; Hita artinya baik, senang,

gembira; Karana artinya sebab musabab, sumbernya

sebab. Secara singkat Tri Hita Karana didefinisikan

sebagai tiga hal yang menyebabkan manusia mencapai

kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian (I Made

Suastawa Dharmayuda dan I Wayan Koti Cantika,

1991, Filsafat Adat Bali, Upada Sastra, Denpasar, h.6.

33).

Menurut I Gusti Ketut Kaler, unsur Tri Hita

Karana adalah jiwa (atman), tenaga atau kekuatan

(prana), dan badan wadag (sarira). Ketiga unsur

ini kemudian menjadi pola masyarakat Bali, dalam

pembuatan rumah dan desa. Dalam rumah, unsur

atman (Tuhan) ditempatkan di merajan atau sanggah

tempat ibadah sebagai parhyangan rumah. Unsur prana

adalah anggota keluarga sebagai pawongan rumah.

Unsur sarira adalah keseluruhan pekarangan rumah

sebagai palemahan rumah.

Dalam desa, unsur atman berupa Pura Kahyangan

Tiga sebagai parhyangan desa. unsur prana berupa krama

desa sebagai pawongan desa. unsur sarira berupa wilayah

desa sebagai palemahan desa. Awig-awig Desa Pakraman

sebagai pedoman perilaku sudah disusun berdasarfkan

Tri Hita Karana. Hubungan manusia dan Tuhan diatur

Page 80: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

71Hasil Penelitian dan Pembahasan

dalam Sukerta Tata Agama (Parhyangan). Hubungana

antara manusia dengan manusia diatur dalam Sukerta

Tata Pawongan. Hubungan antara manusia dengan

lingkungan masyarakat dan lingkungan alam diatur

dalam Sukerta Tata Palemahan.

Tri Hita Karana sebagai landasan filosofis awig-

awig juga terjabarkan dalam falsafah Hindu lainnya

seperti Tri Mandala, Catur Purusa Artha, Desa Kala

Patra, Tat Twam Asi, dan Tri Upasaksi. Awig-awig Desa

Pakraman merupakan patokan tingkah laku baik tertulis

maupun tidak tertulis yang dibuat oleh masyarakat

yang bersangkutan berdasarkan rasa keadilan dan

kepatutan yang hidup dalam masyarakat. Dilihat dari

pengertian ini bisa dipastikan semua Desa Pakraman

memiliki awig-awig. Namun ada yang sudah tertulis

dan ada yang belum tertulis. Majelis Utama Desa

Pakraman (MUDP) mendata di Bali ada 1.488 Desa

Pakraman. Sampai saat ini masih dilakukan inventarisir

beberapa Desa Pakraman yang sudah menyuratkan

awig-awignya dan beberapa yang belum. Sejak tahun

1969 ada kecenderungan Desa Pakraman menuliskan

awig-awignya dalam bentuk dan sistematika yang

seragam. Tujuannya antara lain memberi peluang

kepada prajuru adat dan generasi yang akan datang

untuk lebih memahami isi awig-awig desanya.

Penulisan awig-awig ini dianggap penting atas

dasar pertimbangan bahwa hukum adat dalam bentuk

tidak tertulis yang berupa kebiasaan-kebiasaan sangat

sulit dikenali. Dengan penulisan ini diharapkan

kepastian hukum (rechtzekkerheid) lebih terjamin

Page 81: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

72 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

dan penting untuk penemuan hukum (rechtsvinding).

Dengan kepastian hukum, dalam bentuknya yang

tertulis, hukum adat (awig-awig) akan memberi rasa

kepastian dalam bersikap dan bertindak hingga tak

ada keragu-raguan dalam penerapan hukum. Kepastian

hukum ini mencakup masyarakat, pasti bagi prajuru,

dan pasti untuk pemerintah. Dalam hal penemuan

hukum, penulisan hukum adat (awig-awig) untuk

memudahkan dalam hal menemukan, mengetahui,

dan memahami isi ketentuan hukum adat. Dalam

bentuknya yang tertulis akan sangat mudah ditemukan

oleh kalangan petugas hukum dan generasi yang akan

datang. Karena itu, perlu adanya keseragaman dan

penerbitan dalam bentuk dan sistematikanya.

Hal yang tidak terpisahkan dalam penyusunan

awig-awig adalah patokan yang digunakan merupakan

cerminan dari nilai-nilai Pancasila, antara lain mengatur

tentang kewajiban krama dalam kehidupan ber-

Ketuhanan Yang Maha Esa; Pengakuan martabat

yang sama sebagai krama desa; adanya kekompakan

dan kesatuan sebagai pengikat; selalu bermusyawarah

dalam sangkepan atau paruman; adanya unsur suka-

duka dalam kehidupan bermasyarakat serta diikat oleh

kehidupan paras-paros. Sbagai hukum yang tumbuh

dari bawah, scara psikologis awig-awig memiliki

legitimasi yang kuat dalam masyarakat. Awig-awig

diterima dan ditaati di dalam masyarakat yang berada di

wilayah Desa Pakraman yang bersangkutan. Awig-awig

jika dilihat dari fungsinya merupakan alat kontrol sosial

(hukum sebagai sarana kontrol sosial). Hal ini dilihat

Page 82: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

73Hasil Penelitian dan Pembahasan

dari asumsi awig-awig mampu mengontrol perilaku

krama desa dan menciptakan kesesuaian dalam perilaku

mereka, baik secara preventif maupun represif.

Awig-awig juga berfungsi sebagai sarana untuk

mengubah masyarakat (social engineering) karena

kemampuannya merespon dan mengantisipasi

perubahan dalam masyarakat. Karena itu awig-awig

harus mengarahkan perubahan masyarakat sesuai

dengan rel yang telah dibakukan dalam awig-awig

tersebut. Dengan adanya awzig-awig memudahkan

tujuan Desa Pakraman yakni kasukertan desa sekala-

niskala (ketertiban, ketentraman, dan kedamaian lahir

batin) di Desa Pakraman. Kasukertan desa tidak saja

berlaku bagi internal Desa Pakraman (krama desa)

melainkan berlaku juga bagi eksternal Desa Pakraman

terutama dengan Desa Pakraman tetangga (pasuwitran

nyatur desa).

Penulisan awig-awig bukanlah perkara mudah,

karena itu memerlukan pemikiran bersama karena

hasilnya akan dipakai bersama. Substansi awig-awig

menjadi hal yang penting untuk dibahas sebelum

menuliskan awig-awig. Jangan sampai menuliskan

awig-awig hanya untuk kepentingan praktis sesaat,

misalnya keperluan lomab Desa Pakraman atau syarat

mendapatkan dana dalam rangka pembentukan

Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Jika yang dilakukan

hanya untuk kepentingan sesaat, adakalanya Desa

Pakraman menyalin mentah-mentah awig-awig Desa

Pakraman lain. Hal ini tentu sangat tidak disarankan

karena sunbstansi awig-awig antara lain Desa Pakraman

Page 83: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

74 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

dengan Desa Pakraman lain, walaupun secara geografis

berdekatan. Awig-awig hasil salinana atau duplikasi ini

nantinya tidak akan dapat dipergunakan.

Dalam hal substansi, adakalanya ditemukan

norma-norma yang sulit diubah, padahal ada keinginan

untuk mengubah. Kadang tidak semua hukum

adat tidak tertulis (dresta) dapat dituangkan dalam

awig-awig tertulis. Bisa jadi karena kesulitan saat

merumuskannya dalam substansi awig-awig tertulis

atau bisa jadi karena kelupaan. Hal ini jangan sampai

menjadikan penyusunan awig-awig tertulis menjadi

tidak terealisasikan. Dresta yang terlupakan biarkan

tetap berlaku sebagai awig-awig tidak tertulis. Di

kemudian hari, ada kesempatan untuk memasukkannya

dalam perarem pengele sebagai pelengkap awig-awig.

Di sinilah dresta mendapat tempat sehingga menjadi

bagian dari awig-awig tertulis.

Substansi awig-awig besarnya berisi Murdha

Citta, Pamikukuh, Petitis, asas-asas, norma atau kaidah,

dan sanksi. Asas-asas misalnya gotong royong, tolong

menolong, musyawarah mufakat, saling asah saling asih

saling asuh, paras paros, rukun laras patut. Norma/

kaidah dirumuskan dalam bentuk larangan, perintah,

dan kebolehan. Hal-hal yang dilarang, diperintahkan,

dan dibolehkan harus mengacu pada pamikukuh dan

petitis yang telah ditetapkan. Norma-norma yang

berupa perintah dan laranga, rumusannya disertai

sanksi yang jelas. Norma-norma yang berisi kebolehan,

rumusannya tidak disertai sanksi.

Page 84: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

75Hasil Penelitian dan Pembahasan

Rumusan norma dalam awig-awig suapaya

bersifat mendidik dalam arti mendidik krama supaya

bersikap dan berperilaku bhakti kepada Ida Sanghyang

Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), tresna kepada

sesama, dan asih terhadap lingkungan. Semua ini

merupakan inti dari Tri Hita Karana. Isi awig-awig di

bagian norma harus bersifat moderat dan fleksibel. Hal

ini bertujuan mengakomodir kebutuhan perkembangan

zaman terutama yang berkaitan dengan kependudukan,

kebersihan lingkungan, kesejahteraan, dan lain

sebagainya.

Umunya awig-awig tertulis hanya memuat pokok-

pokok mengenai kehidupan Desa Pakraman. Aturan

pelaksanaan yang lebih rinci dituangkan dalam bentuk

keputusan rapat desa yang disebut perarem. Perarem

memiliki kekuatan mengikat yang secara substansi

bisa dikelompokkan menjadi tiga, perarem penyahcah awig, perarem ngele/lepas, dan perarem penepas wicara. Perarem penyahcah awig artinya aturan pelaksanaan

dari awig-awig tertulis yang sudah ada. Perarem ngele berupa keputusan paruman yang merupakan

aturan hukum baru yang tidak ada landasannya

dalam awig-awig tertulis. Hal ini biasanya dipakai

untuk mengakomodir kebutuhan hukum baru untuk

mengikuti perkembangan masyarakat. Perarem penepas wicara merupakan keputusan paruman mengenai suatu

wicara (perkara) yang berupa persoalan hukum seperti

sengketa maupun pelanggaran hukum.

Dengan demikian, Tri Hita Karana menyebabkan

kehidupan yang harmonis antara sesama wagra desa

Page 85: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

76 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

adat untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian

hidup merupakan landasan bagi desa adat. Terhadap

adanya kesatuan pandangan dalam kehidupan desa

adat kemudian di Bali, kita mengenal adagium yang

merupakan asas dari kebersamaan, yakni: Salulung Sabyayantaka (sa + luhung + luhung sa + byaya (sa) +

antaka) yang artinya sehidup semati atau dalam istilah

Bali disebut Beriuk Seguluk artinya sehidup senasib dan

sepenanggungan.

Atas dasar asas kebersamaan ini, hendaknya

setiap anggota desa adat merupakan bagian keluarga

besar desa adat termasuk masalah kesejahteraan

warga. Bila desa adat mampu melaksanakan fungsi

dan peranannya, maka tujuan desa adat dalam

mewujudkan desa yang Sukertagama (masyarakat

tenteram karena melaksanakan ajaran agama), Tata

Tenteram Kertaraharja (tenteram dan sejahtera) akan

dapat diwujudkan.

Dalam penelitian ini diambil obyek pengamatan

terhadap wilayah Bali bagian selatan. Bali selatan yang

terdiri dari Kabupaten Badung, Denpasar, Gianyar,

dan Tabanan merupakan salah satu pusat pariwisata di

Provinsi Bali. Secara keseluruhan Bali selatan memiliki

jumlah potensi wisata sebanyak 146 daya tarik wisata

dengan persebaran 36 daya tarik wisata di Kabupten

Badung, 28 daya tarik di Kota Denpasar, 59 daya

tarik di Kabupaten Gianyar, dan 23 daya tarik di

Page 86: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

77Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kabupaten Tabanan. Perlu dicatat, pengembangan

pariwisata di Provinsi Bali belum merata pada semua

kabupaten, pengembangan pariwisata hanya berpusat

di Kabupaten Badung dan Denpasar. Hal tersebut

menyebabkan perekonomian wilayah tersebut lebih

tinggi dibandingan dengan wilayah lainnya.

Pada Tahun 2015 persentase PDRB sektor

akomodasi makan dan minum di Kabuapten Badung

dan Denpasar lebih besar dibandingakan dengan

Kabupaten Gianyar dan Tabanan yaitu 26.18% dan

23.09 %. Sedangkan Kabupaten Gianyar dan Tabanan

memiliki persentase sebesar 20.48% dan 18.27%.187

Selain itu dari aspek ketersediaan fasilitas akomodasi

makan dan minum, Kabupaten Badung dan Denpasar

memiliki jumlah hotel dan restoran lebih banyak

dibandingkan Kabupaten Gianyar dan Tabanan.

Pada Tahun 2015 Kabupaten Badung memiliki

jumlah hotel berbintang sebanyak 357 dan 491 hotel

non bintang, Kota Denpasar memiliki 65 buah hotel

berbintang dan 251 hotel non bintang, sedangkan

Kabupaten Gianyar memiliki hotel berbintang sebanyak

49 dan 358 hotel non bintang, serta Kabupaten

Tabanan memiliki 6 buah hotel berbintang dan 109

hotel non bintang. Begitu pula pada fasilitas untuk

memenuhi kebutuhan wisatawan seperti restoran,

pada Tahun 2015 Kabupaten Badung dan Denpasar

memiliki jumlah restoran masing-masing 825 dan 449

buah, sedangkan Kabupaten Gianyar dan Tabanan

187Badan Pusat Statistik, “Provinsi Bali dalam Angka 2016” (Bali: Badan Pusat Statistik

Bali, 2016).

Page 87: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

78 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

memiliki jumlah restoran masing-masing 504 buah

dan 32 buah.188

Tahun 2015-2018 Pemerintah Daerah

Provinsi Bali melalui Program Bali Mandara Jilid II

mencanangkan pembentukan 100 desa wisata189 yang

tersebar pada 8 kabupaten dan 1 kota. Seratus desa

wisata tersebut penyebarannya masing-masing 22

desa wisata di Kabupaten Buleleng, 6 desa wisata di

Kabupaten Jembrana, 16 desa wisata di Kabupaten

Tabanan, 5 desa wisata di Kabupaten Badung, 15

desa wisata di Kabupaten Gianyar, 10 desa wisata di

Kabupaten Klungkung, 11 desa wisata di Kabupaten

Bangli, 10 desa wisata di Kabupaten Karangasem, dan

5 desa wisata di Kotamadya Denpasar. Desa Wisata

Timbrah adalah salah satu dari 10 desa wisata yang

dikembangkan di Kabupaten Karangasem melalui

Program Bali Mandara Jilid II, sedangkan sembilan

lainnya adalah desa wisata Budekeling, Sibetan,

Tenganan, Prangsari, Iseh, Antiga, Jasri, Besakih, dan

Munti Gunung.190

188Ibid.189Kementerian Pariwisata mendefinisikan desa wisata sebagai: “Suatu wilayah dengan luasan

tertentu dan memiliki potensi keunikan daya tarik wisata yang khas dengan komunitas masyarakatnya

yang mampu menciptakan perpaduan berbagai daya tarik wisata dan fasilitas pendukungnya untuk

menarik kunjungan wisatawan termasuk didalamnya kampung wisata karena keberadaannya di

daerah kota.” Lihat: Direktorat Pengembangan Destinasi Wisata, Pengembangan Desa Wisata (Jakarta:

Kementerian Pariwisata, 2016), 1.190Dewa Putu Oka Prasiasa, “Strategi Pengembangan Dan Pemberdayaan Masyarakat

Desa Wisata Timbrah Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem” (Seminar Nasional Hasil

Penelitian-Denpasar, Denpasar, Bali: Universitas Udayana, 2017), 103–26.

Page 88: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

79Hasil Penelitian dan Pembahasan

b. Kabupaten Badung

1) Profil dan Program

Wilayah Kabupaten Badung terletak pada

posisi 08°14’17”—08°50’57” Lintang Selatan (LS)

dan 115°05’02”—15°15’ 09” Bujur Timur (BT)

membentang di tengah-tengah Pulau Bali. Luas wilayah

Kabupaten Badung adalah 418,52 km2 (7,43% dari

luas Pulau Bali). Bagian Utara Kabupaten Badung

merupakan daerah pegunungan yang berudara sejuk,

berbatasan dengan Kabupaten Buleleng. Wilayah di

bagian Selatan merupakan dataran rendah dengan

pantai berpasir putih dan berbatasan langsung dengan

Samudera Indonesia. Sebelah Timur wilayahnya

berbatasan dengan Kabupaten Gianyar dan Kota

Denpasar. Bagian tengah wilayah Badung merupakan

daerah persawahan. Di sebelah Barat berbatasan dengan

Kabupaten Tabanan. Secara umum Kabupaten Badung

merupakan daerah beriklim tropis yang memiliki

dua musim, yaitu musim kemarau (April–Oktober)

dan musim hujan (November – Maret). Curah

hujannya rata-rata 893,4 – 2.702,6 mm per tahun.

Kemudian suhu udaranya berkisar 25°C – 30°C dengan

kelembapan udara rata-rata mencapai 79%. Secara

administratif, Kabupaten Badung terbagi menjadi

6 ( enam ) wilayah Kecamatan yang terbentang dari

bagian Utara ke Selatan yaitu: Kecamatan Petang,

Abiansemal, Mengwi, Kuta, Kuta Utara, dan Kuta

Selatan. Disamping itu, di wilayah ini juga terdapat 16

Kelurahan, 46 Desa, 369 Banjar Dinas, 164 Lingkungan

8 Banjar Dinas Persiapan dan 8 Lingkungan Persiapan.

Page 89: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

80 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Selain Lembaga Pemerintahan seperti tersebut di atas,

di Kabupaten Badung juga terdapat Lembaga Adat

yang terdiri dari 120 Desa Adat, 523 Banjar dan 523

Sekaa Teruna. Di Kabupaten Badung juga terdapat

1 BPLA Kabupaten dan 6 BPLA Kecamatan serta 1

Widyasabha Kabupaten dan 6 Widyasabha Kecamatan.

Lembaga - lembaga adat ini memiliki peran yang sangat

strategis dalam pembangunan di wilayah Badung pada

khususnya dan Bali pada umumnya.

Sebagaimana lazimnya sebuah lembaga, anggota

masyarakat adat ini terikat dalam suatu aturan adat

yang disebut awig - awig. Keberadaan awig-awig

ini sangat mengikat warganya sehingga umumnya

masyarakat sangat patuh kepada adat. Oleh karena itu,

keberadaan Lembaga Adat ini merupakan sarana yang

sangat ampuh dalam menjaring partisipasi masyarakat.

Banyak program yang dicanangkan pemerintah

berhasil dilaksanakan dengan baik di daerah ini, berkat

keterlibatan dan peran serta lembaga adat yang ada.

Pengembangan wilayah Kabupaten Badung didasarkan

pada potensi dan kendala aspek fisik lingkungannya.

Berdasarkan karakteristik topografi dan kelerengannya,

wilayah kabupaten ini memiliki variasi yang sangat

beragam, yaitu ketinggiannya antara 0 – 3.000 m dpl

dengan kelerengan datar hingga jurang yang curam.

Penataan ruang pada wilayah seperti ini relatif sulit

dibandingkan dengan wilayah yang datar. Kondisi

ini telah mendorong Pemkab Badung untuk bersikap

berhati-hati dan bijaksana dalam merencanakan

pengembangan wilayahnya. Kabupaten Badung dibagi

Page 90: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

81Hasil Penelitian dan Pembahasan

menjadi 3 Wilayah Pengembangan yaitu: Badung

Utara, Badung Tengah dan Badung Selatan. Masing-

masing wilayah memiliki perbedaan karakteristik fisik

lingkungan yang mencolok. Wilayah Badung Utara,

merupakan kawasan pegunungan yang subur dengan

hutan dan RTH yang luas, karena itu sesuai untuk

fungsi konservasi lingkungan. Wilayah Badung Tengah,

merupakan kawasan dengan ketinggian dan kesuburan

sedang, karena itu sesuai untuk fungsi transisi antara

fungsi lindung dan budidaya alamiah seperti pertanian.

Wilayah Badung Selatan, merupakan kawasan yang

datar, tidak subur dan pesisir. Karena itu sepenuhnya

sesuai untuk fungsi budidaya yang bersifat terbangun.

Selain kabupaten yang memiliki Pendapatan

Asli Daerah (PAD) tertinggi di Provinsi Bali, di tahun

2013 mencapai 2 triliun rupiah, Kabupaten Badung

juga merupakan kabupaten dengan pertumbuhan

ekonomi tertinggi di Provinsi Bali. Berdasarkan data

di tahun 2013, mampu mencatatkan pertumbuhan

ekonomi sebesar 6,41 persen. Dilihat dari perspektif

ilmu pariwisata, masih banyak dimensi kosong atau

belum terfasilitasi untuk mewujudkan pemerataan

pembangunan di Kabupaten Badung. Badung utara

secara empiris saat ini terlihat masih mempertahankan

sektor pertanian, tetapi jika secara jujur dicermati,

sebagaian generasi muda di Badung Utara pada usia

produktif justru bekerja di luar desa (Badung Selatan,

Denpasar dan Gianyar). Artinya para petani di Badung

Utara saat ini adalah mereka yang sudah berusia rata-

rata di atas 45 tahun atau bahkan sudah lanjut usia

Page 91: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

82 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Dapat dibayangkan keberlanjutan sektor pertanian

di Kabupaten Badung jika fenomena ini tidak segera

dipecahkan. Bukannnya tidak mungkin 10 sampai 25

tahun lagi Badung Utara akan berkembang menjadi

kawasan pariwisata karena sektor pertanian sudah

ditinggalkan sehingga memerlukan sektor real yang

diyakini mampu mensejahterahkan masyarakatnya.

alam rangka menyeimbangkan pembangunan

Badung Selatan, Badung Tengah, dan Badung Utara

maka Pemerintah Kabupaten Badung mengeluarkan

kebijakan yang strategis yang salah satunya adalah

dengan mengembangkan 11 (sebelas) desa-desa wisata

yang ada di wilayah Badung Tengah dan Badung Utara

berdasarkan Perbup (Peraturan Bupati) Badung Nomor

47 Tertanggal 15 September 2010 tentang Penetapan

Kawasan Desa Di Kabupaten Badung dan Surat Edaran

Kadisparda Provinsi Bali Nomor 556/317/I/DISPAR

tentang Pengembangan 100 Desa Wisata 2014-2018.

2) Pemberdayaan Desa Wisata

Upaya pengembangan desa-desa wisata Kabupaten

Badung adalah untuk pemerataan pembangunan

sektor pariwisata agar tidak hanya terfokus di Badung

Selatan (Kuta, Nusa Dua dan sekitarnya) yang sudah

menjadi trade mark pariwisata Bali. Selain itu, masih

kentalnya tradisi nilai budaya lokal dan alam yang

masih asri dipandang sebagai potensi yang layak untuk

pembangunan sektor pariwisata dengan meminimalkan

dampak-dampak negatif. Berdasarkan Surat Edaran

Kadisparda Provinsi Bali Nomor 556/317/I/DISPAR

Page 92: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

83Hasil Penelitian dan Pembahasan

tentang Pengembangan 100 Desa Wisata 2014-2018,

dan Peraturan Bupati Badung Nomor 47 Tahun 2010

tentang Penetapan Kawasan Desa Wisata di Kabupaten

Badung maka Kabupaten Badung memiliki 11 (sebelas)

desa wisata terletak di Badung Tengah dan Badung Utara.

Ke-11 desa wisata di kabupaten Badung di atas

tidak ada yang berada di wilayah Badung Selatan.

Keseluruhannya berada di Badung Tengah dan Badung

Utara kecuali desa wisata Munggu yang berada di

perbatasan wilayah Badung Tengah dan Badung Selatan.

Hal tersebut sangat beralasan karena keberadaan

desa wisata merupakan suatu model pembangunan

pariwisata yang berbeda dengan pembangunan

pariwisata di Badung Selatan pada umumnya. Desa

wisata adalah model pembangunan kepariwisataan yang

mengoptimalkan ragam potensi desa, mengedepankan

partisipasi masyarakat lokal, dengan memperhatikan

aspek-aspek pelestarian dan keberlanjutan untuk

kesejahterahaan masyarakatnya. Desa wisata dengan

demikian merupakan suatu bentuk antitesa dari mass

tourism yang sudah sangat berkembang di Badung

Selatan. Sebagai bentuk dari alternative tourism desa

wisata sepatutnya memiliki ciri khas dan karakteristik

berbeda dengan aktifitas pariwisata seperti mass

tourism. Ciri khas yang paling mudah dilihat adalah

jumlah wisatawan yang berskala kecil dan memiliki

minat khusus tertarik dengan keunikan budaya,

keindahan alam dan suasana natural minim rekayasa

atau kehidupan masyarakat lokal yang disaksikan oleh

wisatawan secara apa adanya/tanpa dibuat-buat. Wilayah

Page 93: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

84 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Badung Utara dikenal mengedepankan pembangunan

sektor pertanian, berbeda dengan wilayah Badung

Selatan dapat dikatakan lebih dari 90% mengandalkan

sektor jasa pariwisata. Secara teoritis tidak terlihat

terjadi ketertinggalan di Badung Utara, tetapi jika

dicermati terkesan terjadi kesenjangan pembangunan

ketika dihubungkan dengan faktor-faktor ekonomi

dan kesejahterahaan. Secara singkat dapat disampaikan

pesatnya pembangunan pariwisata di Badung Selatan

tidak sama halnya dengan pembangunan pertanian/

perkebunan di Badung Utara. Artinya, pembangunan

sektor pertanian di Badung Utara masih lambat dan

diperlukan percepatan akselerasi. Kondisi ini disebabkan

oleh banyak faktor seperti masih menggunakan pola

tanam tradisional, belum memaksimalkan diversifikasi

pertanian, petani belum mampu mencukupi kebutuhan

pasar, minimnya minat generasi muda untuk terjun

di sektor pertanian dan belum tercapainya sinergi

antar sektor seperti sektor pariwisata bersama sektor

pertanian. Perkembangan pariwisata di Badung

Selatan seperti Nusa Dua, Kuta, Seminyak bahkan

sekarang sudah mengarah ke Canggu dan Munggu,

begitu pesat memberikan banyak perubahan dan

manfaat bagi masyarakat Kabupaten Badung pada

khususnya dan masyarakat Bali pada umumnya. Tidak

dapat dipungkiri pariwisata telah memberikan warna

dalam kehidupan masyarakat meskipun tidak secara

keseluruhan merasakan dampak langsung dari nilai

ekonomi kepariwisataan. Pembangunan infrastruktur

dengan mengedepankan pendekatan mass tourism

Page 94: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

85Hasil Penelitian dan Pembahasan

diyakini sangat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Meskipun dalam kenyataannya tidak dapat dipungkiri

terjadi ketimpangan pembangunan antara Badung Utara

dan Badung Selatan. Pemerintah Kabupaten Badung

pada satu dasa warsa terakhir mulai serius menyikapi

permasalahan di atas. Mulai era kepemimpinan Anak

Agung Gde Agung selama dua periode (2005-2010

dan 2010-2015) berupaya menciptakan pemerataan

pembangunan antara Badung Utara dan Badung Selatan.

Langkah nyata yang sudah dilakukan antara lain dengan

sangat berani membuka SMK 1 Badung (Sekolah

Menengah Kejuruan Pertanian) di Petang/Badung

Utara, memberikan bantuan-bantuan secara berlanjut

kepada subak-subak, termasuk pula upaya perpaduan

antara pertanian dan pariwisata dengan mengadakan

festival tahunan yaitu Festival Budaya Pertanian Badung

yang digelar di Jembatan Tukad Bangkung/Badung

Utara, dan upaya untuk mengaktifkan desa-desa wisata

yang berada di Kabupaten Badung. Keberadaan desa

wisata di Kabupaten Badung diharapkan mampu

melestarikan pertanian dengan perpaduan bersama

sektor pariwisata, memberikan manfaat bagi masyarakat

lokal, memberikan kesempatan kerja bagi warga

masyarakat lokal, memberikan varian baru dalam produk

dan atraksi wisata, dan akhirnya mampu memberikan

manfaat ekonomi bagi pembangunan di tingkat desa

dalam rangka mewujudkan kesejahterahaan masyarakat

secara berkelanjutan. Besar pula harapan pada akhirnya

desa wisata dapat memberikan sumbangan bagi

peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten

Page 95: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

86 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Badung dengan perpaduan sektor pariwisata dan sektor

pertanian.

Permasalahannya adalah dari 11 desa wisata

tersebut, belum semuanya menunjukkan aktifitas

kepariwisataan. Dapat dilihat belum optimalnya

pemanfaatan potensi yang dimiliki melalui minimnya

produk dan atraksi wisata kepada wisatawan. Fakta

tersebut tidak terlepas dari pengelolaan, kelembagaan

dan partisipasi masyarakat yang tidak kesemua desa

wisata memiliki pola-pola yang baik. Untungnya, desa-

desa wisata tersebut berada pada lokasi strategis, seperti

memang memiliki daya tarik wisata di desanya, berada

pada jalur-jalur yang harus dilalui ketika wisatawan

menuju daya tarik wisata tertentu dan terutama

memiliki keindahan alam pegunungan memukau

berbeda dengan Badung Selatan yang pada umumnya

pesisir.

c. Kabupaten Tabanan

1) Profil dan Program

Kabupaten Tabanan adalah salah satu kabupaten

dari beberapa kabupaten/kota yang ada di Provinsi

Bali dengan pendapatan asli daerah (PAD) rata-rata

sebesar 15,07% dari total APBD. Hal ini menunjukkan

tingkat ketergantungan sumber-sumber pendanaan

pembangunan kepada pemerintah pusat. Upaya yang

dilakukan Pemerintah Kabupaten Tabanan antara lain

menggalakkan kepariwisataan, dengan harapan mampu

mempercepat laju pembangunan dan meningkatkan

pendapatan asli daerah Kabupaten Tabanan. Kabupaten

Page 96: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

87Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tabanan, Bali memiliki potensi wisata yang luar biasa

namun belum dikelola secara optimal. Saat ini Tabanan

memiliki 22 objek wisata yang tersebar di sepuluh

kecamatan, yang belum dikelola secara maksimal.

2) Pemberdayaan Desa Wisata

Kebijakan pariwisata yang dikembangkan di

Tabanan menggunakan konsep Pariwisata Kerakyatan

yaitu dengan pengembangan kawasan pariwisata

melibatkan peran masyarakat dalam menjaga dan

mengelola potensi dan wilayah pariwisata tersebut. Hal

itu dikarenakan wilayah di Tabanan merupakan wilayah

yang dijaga keutuhannya secara adat sehingga tidak boleh

berkurang atau rusak terutama ekosistem lingkungannya.

Kedudukan masyarakat sebagai pengelola pariwisata

juga menjadi nilai tambah baik dari segi pendapatan

masyarakat maupun dari segi kemandirian masyarakat

dalam pelaksanaan pembangunan wisata di Tabanan.

Beberapa keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan

pariwisata adalah dengan mengoptimalkan sektor

pariwisata, seperti dengan pelaksanaan festival, promosi

pariwisata, pembangunan Tourism Information Center (TIC), penataan dan pengembangan infrastruktur

pariwisata, pelestarian seni dan budaya, penguatan

peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dan Badan

Usaha Milik Daerah (BUMDA) dalam sektor pariwisata

serta program gerbang pariwisata.

Kebijakan pengelolaan pariwisata Kabupaten

Tabanan menggunakan konsep Nyegara Gunung,

yaitu memadukan potensi pantai dan gunung. Tabanan

Page 97: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

88 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

mempunyai panjang pantai yang indahnya hingga 33

Kilometer, hal tersebut didukung dengan bentangan

pemandangan sawah yang menawan sepanjang dataran

rendah menuju puncak, dan pemandangan pegunungan

di dataran perbukitan. Nyegara Gunung mengacu pada

sapta pesona, ditunjang pula dengan tatanan kehidupan

masyarakat melalui penerapan prinsip filosofi Tri Hita

Karana Agama Hindu melengkapi kesempurnaan alam

Tabanan sebagai potensi pariwisata.

Keberadaan desa wisata di Tabanan merupakan

salah satu bentuk program Investasi Hati, dengan

pengertian bahwa Investasi Hati adalah sebuah konsep

pelayanan kepada masyarakat menitik beratkan pada

ketulusan melalui kebijakan-kebijakan pengelolaan

pariwisata yang pro rakyat. Investasi Hati Politik dalam

pengelolaan kepariwisataan dilaksanakan melalui

kebijakan dan program dengan hati/pro rakyat antara

lain Investasi ekonomi dan sosial melahirkan masyarakat

yang sejahtera dan mandiri. Adapun langkah terhadap

investasi hati agama dan budaya dapat menciptakan

kerukunan dan kedamaian dalam perbedaan.

Saat ini (2018) terdapat 13 desa wisata di

Kabupaten Tabanan. Target pengembangan akan

dicapai hingga 133 desa wisata. Semua desa wisata itu

diharapkan dapat dapat terintegrasi, dimana Kabupaten

Tabanan tinggal mempromosikan dan mengenalkan

desa secara nasional maupun internasional. Kebijakan

pemberdayaan desa wisata tersebut sebagai penopang

pendapatan asli daerah disamping pendapatan sektor

pariwisata yang saat ini sudah ada dari lokasi daya tarik

Page 98: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

89Hasil Penelitian dan Pembahasan

wisata unggulan pariwisata Tabanan mulai dari Pura

Tanah Lot, Ulundanu, Jatiluwih, Kebun Raya Eka

Karya Bali, Alas Kedaton, Museum Subak, Areal Pura

Batukaru, Taman kupu-kupu Bali, TPB Margarana,

dan Air Panas Panatahan.

d. Kabupaten Gianyar

1) Profil dan Program

Kabupaten Gianyar merupakan salah satu dari 9

Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali, dengan luas

wilayah 36.800 hektar atau 6,53% dari luas wilayah

Provinsi Bali secara keseluruhan. Kabupaten Gianyar

memiliki 7 Kecamatan yaitu Kecamatan Sukawati,

Kecamatan Blahbatuh, Kecamatan Gianyar, Kecamatan

Tampaksiring, Kecamatan Ubud, Kecamatan

Tegallalang, dan Kecamatan Payangan. Kecamatan

terluas adalah Kecamatan Payangan dan paling kecil

adalah kecamatan Blahbatuh. Jumlah penduduk di

Kabupaten Gianyar tahun 2017 sebanyak 503.900

jiwa yang terdiri dari 254.400 jiwa (50,49%) laki-

laki dan 249.500 jiwa (49,51%) perempuan. Tingkat

pertumbuhan penduduk 0,99% dibandingkan dengan

jumlah penduduk tahun 2016 yang mencapai 499.600

jiwa. Tingkat kepadatan penduduk 1.358 jiwa per

km². Angka harapan hidup masyarakat rata-rata 72,84

per tahun. Diantara 7 Kecamatan maka Kecamatan

Sukawati memiliki penduduk paling banyak yaitu

122.430 (24,30%) dari total penduduk yang ada di

Page 99: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

90 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Kabupaten Gianyar dan yang paling sedikit adalah di

Kecamatan Payangan yaitu 42.860 jiwa (8,50%).191

Kabupaten Gianyar tidak memiliki Sumber Daya

Alam (SDA) yang potensial untuk dikembangkan guna

menopang pembangunan daerah yang berkelanjutan.

Dalam pembangunan bidang ekonomi Kabupaten

Gianyar bertumpu pada sektor unggulan yaitu sektor

pariwisata, sektor industri dan sektor pertanian

dalam arti luas. Sektor pariwisata dikembangkan

dengan memanfaatkan keunggulan budaya dan

pertanian sehingga mampu menjadi penyangga utama

perkembangan perekonomian Kabupaten Gianyar.

Kabupaten Gianyar memiliki 2 (dua) Kawasan

Pariwisata yaitu Kawasan Pariwisata Lebih dan Kawasan

Pariwisata Ubud, dimana Kawasan Pariwisata Ubud

meliputi 3 (tiga) Kecamatan yakni Kecamatan Ubud,

Kecamatan Payangan dan Kecamatan Tegallalang,

sedangkan Kawasan Pariwisata Lebih meliputi

Kecamatan Sukawati, Kecamatan Blahbatuh dan

Kecamatan Gianyar.192

Kabupaten Gianyar memiliki beberapa faktor

yang dapat menunjang pembangunan kepariwisataan.

Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) kebudayaan dan

kehidupan masyarakat yang bersumber pada kebudayaan

dan dijiwai oleh agama Hindu yang merupakan daya

tarik kunjungan bagi wisatawan asing ke Kabupaten

Gianyar; (2) keindahan alam, peninggalan sejarah dan

191Pemerintah Kabupaten Gianyar, “Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten

Gianyar 2017” (Gianyar: Pemerintah Kabupaten Gianyar, 2018), 5.192Ibid., 6.

Page 100: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

91Hasil Penelitian dan Pembahasan

purbakala sebagai objek wisata yang cukup mempesona;

(3) tersedianya fasilitas transportasi dan telekomunikasi

yang memadai; (4) fasilitas lain seperti hotel, home stay, dan restoran yang cukup banyak berkembang di sudut

kota Gianyar.

Salah satu misi pemerintah Kabupaten Gianyar

adalah menumbuhkembangkan budaya masyarakat

yang berbasis nilai-nilai kearifan lokal yang dapat

menumbuhkan relegiusitas, disiplin, kerja keras,

berorientasi pada prestasi dengan meningkatkan

peran desa pakraman, banjar, subak, dan sekaha-

sekaha serta institusi-institusi yang telah ada dalam

menjaga adat, budaya dan agama.193 Proteksi secara

legal formal adalah melalui kebijakan yang tertuang

dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 10

tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya Kabupaten

Gianyar. Kebijakan ini mengarahkan pengembangan

dan pembangunan pariwisata di Kabupaten Gianyar

yang berpijak pada budaya masyarakatnya. Sebagai

contoh pembangunan hotel di kawasan Kabupaten

Gianyar wajib mengadopsi budaya asli dalam bentuk

arsitekturnya, orang-orang yang bekerja di dalamnya,

serta elemen-elemen budaya asli lainnya.

2) Pemberdayaan Desa Wisata

Komitmen terhadap pariwisata budaya

di Kabupaten Gianyar juga terwujud melalui

pengembangan desa wisata. Saat ini terdapat 9 desa

wisata yang dikembangkan Kabupaten Gianyar dengan

193Ibid., 16.

Page 101: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

92 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

berbagai macam potensi wisata budaya yang menjadi

daya tarik di masing-masing desa wisata tersebut. Desa

menjadi jalur utama pariwisata budaya.

Alur utama yang turut mendukung potensi wisata

budaya dimulai dari Desa Batubulan, Desa Celuk,

Desa Singapadu, dan Desa Batuan yang terkonsentrasi

di Kecamatan Sukawati. Desa Mas, Desa Peliatan,

dan Desa Ubud terkonsentrasi di Kecamatan Ubud.

Desa Sebatu terkonsentrasi di kecamatan Tegallalang,

dan Desa Tampaksiring terkonsentrasi di Kecamatan

Tampaksiring. Jalur wisata yang telah disebutkan di

atas, masyarakatnya mempunyai aktivitas tersendiri

sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang mereka

miliki. Tari Barong terkonsentrasi di Desa Batuan

dan Desa Singapadu. Seni kerajinan perak terletak

di Desa Celuk, seni ukir kayu terkonsentrasi di Desa

Batubulan, seni lukis terdapat di Desa Mas dan Desa

Ubud, sedangkan seni kerajinan kayu terdapat di

Desa Sebatu, Desa Tegallalang, Desa Tampaksiring,

dan Desa Peliatan. Sementara itu seni kerajinan yang

mengacu pada tradisi terfokus di daerah tertentu.

Hal itu disebabkan tidak semua perajin mampu

membuatnya, karena masih harus memperhatikan

hal-hal yang sifatnya sacral, sedangkan seni kerajinan

yang bentuknya mengacu pada benda sakral tetapi

sudah dibuat untuk kepentingan pariwisata, terdapat

di Desa Pakuduwi, Tegallalang, Singapadu, Guang,

dan Desa Puaya. Desa Pakuduwi merupakan tempat

berkumpulnya para seniman dan berkembangnya

seni kerajinan kayu yang mengambil objek garuda.

Page 102: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

93Hasil Penelitian dan Pembahasan

Desa Singapadu dan Desa Puaya merupakan tempat

pembuatan Barong, baik untuk kebutuhan dalam seni

pertunjukan ritual dan wisata maupun sebagai benda

seni kerajinan.

C. Kepariwisataan di Kota Surakarta

Secara ringkas, berdasarkan wawancara dengan narasumber,

pengembangan kepariwisataan di Kota Surakarta memperoleh

tantangan sebagai berikut. Pada tanggal 22 September 2019,

Malaysia Airline terbang perdana dari Solo ke Kuala Lumpur.

Jawa Tengah dalam pandangan Malaysia adalah salah satu potensi

pariwisata di Indonesia. Investasi Malaysia di Jawa Tengah

mencapai US$ 320 juta. Kemudian 700 warga Malaysia belajar di

Jawa Tengah, dan wisatawan dari negeri jiran itu terbanyak di Jawa

Tengah yaitu 66.000 orang.

Sebuah group konsultan kehumasan yang berbasis di Kuala

Lumpur juga menyambangi Solo. Mereka ingin tahu apa saja

yang bisa disajikan di Solo untuk ditawarkan kepada orang-orang

Malaysia. Para konsultan itu menyempatkan jalan-jalan ke berbagai

sudut Kota Solo. Mereka ke Pasar Klewer, Kampung Batik Kauman,

Kampung Batik Laweyan, Keraton, Pura, dan tak lupa thengkleng.

Mereka terkesan kepada batik Solo karena bagus-bagus dan murah.

Tentang thengkleng dan aneka kulier Solo, mereka mengakui

kelezatannya.

Konsultan kehumasan itu mempunyai target ganda.

Membantu perusahaan-perusahaan Malaysia berjualan di Soloraya,

sekaligus mencari celah destinasi wisata di Soloraya yang bisa

disodorkan kepada agen-agen perjalanan di Malaysia. Setelah

terbang perdana langsung, pasar umrah pun mereka dapatkan.

Biro umrah banyak yang menggeser penerbangan menyesuaiakan

Page 103: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

94 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

dengan penerbangan Malaysia Airlines. Sampai saat ini Malaysia

pintar menggarap 2 pasar yang relatif matang: umrah dan rumah

sakit.

Pengelola pariwisata di Soloraya masih bergerak sendiri-

sendiri. Soloraya mungkin perlu belajar dari Banyuwangi yang

belakangan banyak menggelar promosi gila-gilaan. Sebenarnya

Soloraya mempunyai potensi yang luar biasa. Wisata budaya,

pusat kuliner, pusat batik, dan paduan pemandangan alam. Hanya

memerlukan polesan akhir untuk menjadi destinasi wisata yang

menawan. Era digital membuat pengelola destinasi wisata bisa

membidik pasar internasional melalui fasilitas media sosial atau

jejering digital lain. Pendek kata, kita bisa menjemput pelancong

asing melalui media sosial dan jejaring mobil. Kampus semestinya

juga turun ke gelanggang membantu mengisi kekosongan

kreativitas pengelolaan destinasi ini.

Perubahan lingkungan dengan tingkat ketidakpastian

yang tinggi menjadikan pihak birokrasi pemerintah dan organisasi

publik untuk selalu dituntut berada pada kondisi yang unggul.

Kondisi yang unggul ini berarti bagaimana birokrasi pemerintah

dan organisasi publik mampu mengantisipasi perubahan-

perubahan yang berskala besar dengan bekerja secara inovatif

dan proaktif melalui tindakan dan upaya-upaya yang bersifat

strategis. Sistem informasi pariwisata Surakarta dikembangkan

untuk dapat memenuhi kebutuhan para pengguna yang akan

mengunjungi kota Surakarta. Pengguna adalah semua orang

yang terlibat sebagai pemakai sistem informasi pariwisata yang

dapat menggunakan sistem informasi pariwisata ini untuk

mencari dan memilih segala macam informasi pariwisata

di Surakarta, misalnya tentang objek wisata, hotel, restoran,

Page 104: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

95Hasil Penelitian dan Pembahasan

biro wisata, toko oleh-oleh, money changer, dan station

(bandara, terminal, stasiun kereta api).

Melihat peran sektor pariwisata yang cukup besar bagi

Pemerintah Kota Surakarta dalam perekonomian maka sektor ini

merupakan salah satu sektor yang penting untuk dikembangkan.

Dalam pengembangan sektor pariwisata tentunya tak bisa terlepas

dari investasi. Dengan adanya kekayaan sosial budaya, diharapkan

dapat menarik minat para investor untuk menginvestasikan modal

mereka pada sektor pariwisata. Guna mengembangkan sektor

pariwisata maka perlu disusun skema pariwisata untuk dapat

melakukan pemetaan terhadap kondisi daerah tujuan wisata yang

dikenal dengan 5A, yaitu Accessibility, Accommodation, Attraction, Activities dan Amenities juga dapat dijadikan pertimbangan bagi

para investor sebelum melakukan investasi tersebut.

Pluralisme lokal di Kota Surakarta antara lain terwujud dalam

asimilasi kebudayaan antara Jawa dan Tionghoa. empat tinggal

orang Tionghoa di Surakarta tersebar di berbagai daerah antara

lain di Kampung Balong, Kelurahan Sudiroprajan, Coyudan,

Kelurahan Kemlayan, dan sekitar jalan utama Slamet Riyadi.

Diantara Coyudan dan Slamet Riyadi, Kampung Balong adalah

suatu perkampungan yang memang sengaja digunakan sebagai

tempat tinggal dan menetap orang Tionghoa. Daerah tempat

tinggal etnis Tionghoa Surakarta menjadi satu dengan penduduk

sekitar yang notabene adalah orang Jawa, baik di Kampung

Balong ataupun Coyudan, secara tidak langsung etnis Tionghoa

di Surakarta diwajibkan untuk menjalin relasi sosial dengan

masyarakat Jawa, etnis Tionghoa tidak akan memungkinkan

jika memilih untuk tetap mengeksklusifkan golongannya sendiri

di tengah masyarakat mayoritas yang didominasi oleh orang-orang

Jawa.

Page 105: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

96 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

nteraksi antar etnis yang melibatkan masyarakat Tionghoa

dengan Jawa di Surakarta membawa pada suatu proses

pembauran. Pembauran terjadi dalam berbagai bidang

kehidupan, salah satunya adalah pembauran kebudayaan.

Pembauran kebudayaan yang terjadi antara masyarakat Tionghoa

dan Jawa melalui seni pertunjukkan Barongsai. Sehingga

banyak memunculka perkumpulan seni pertunjukkan Barongsai

di Surakarta.Dengan adanya wadah untuk mengembangkan

dan melatih bakat dalam bidang seni pertunjukkan Barongsai,

sekaligus juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana interaksi antara

etnis Tionghoa dengan warga pribumi. Dapat dilihat dengan

adanya partisipasi orang Jawa yang masuk dan bergabung dalam

kelompok dan ikut memainkan seni pertunjukkan Barongsai.

Mayoritas pemain Barongsai adalah orang-orang Jawa.

Sedangkan dalam perayaan hari besar tercipta dalam perayaan

imlek dan juga cap go meh. Para warga etnis Tionghoa di Indonesia

khususnya di Surakarta masih merayakan hari besar yang berkaitan

dengan peri kehidupan etnis Tionghoa, meskipun tata cara dan

pelaksanaan mengalami perubahan akibat dari pembauran

dengan masyarakat asli (mayoritas). Perayaan tahun baru Imlek

juga disebut sebagai pesta musim semi (Cung Jie/Ch’ung Chieh)

di Tiongkok, namun karena di Indonesia tidak ada musim semi

maka warga Tionghoa diIndonesia biasa menyebut dengan Hari

Raya Imlek. Hari Raya Imlek dirayakan pada tanggal 1 penanggalan

Imlek yang biasa jatuh tempo pada sekitar akhir Januari sampai

awal Februari pada penanggalan Masehi.

Perayaan Hari Raya imlek adalah bukti bahwa telah terjadinya

permbauran kebudayaan Tionghoa, tata cara yang dilakukan dalam

melaksanakan perayaan tersebut hampir sama dengan tata cara yang

dilakukan oleh masyarakat Jawa yaitu dengan melakukan kirab

Page 106: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

97Hasil Penelitian dan Pembahasan

dan diakhiri dengan rebutan tumpeng. Kebudayaan Tionghoa

dapat dijadikan modal untuk menciptakan sebuah asimilasi

total dan penghargaan atas identitas Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang multikultural sesuai dengan semboyan Bhinneka

Tunggal Ika.

D. Model Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan

Berbasis Pluralisme Lokal untuk Mewujudkan Negara

Kesejahteraan (Welfare State)

Model pengembangan kebijakan kepariwisataan bebasis

pluralism lokal untuk mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state) melibatkan 3 (elemen) penting, yaitu pemberdayaan

pemerintahan daerah dan kebudayaan lokal, interaksi pemangku

kepentingan, dan pengembangan hukum kepariwisataan. Jika

divisualisasikan maka model itu akan nampak sebagai berikut:

Page 107: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

98 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

1. Pemberdayaan Pemerintahan Daerah dan Kebudayaan

Lokal

Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah ialah

hubungan kerja atau berkaitan tugas atau pertalian antara perangkat

pemerintah pusat dan perangkat pemerintah daerah baik berupa

hubungan vertikal, horizontal maupun diagonal.194 Hubungan

vertikal biasanya merupakan hubungan atas-bawah secara timbal

balik, sedangkan hubungan horizontal yaitu hubungan antar

pejabat/unit/instansi yang setingkat dan arahnya menyamping.

Adapun hubungan diagonal adalah hubungan yang menyilang

dari atas ke bawah secara timbal balik antara dua unit yang berbeda

induk.

Setiap undang-undang desentralisasi memuat mengenai

ketentuan-ketentuan tentang hubungan antara pemerintah pusat

dan daerah, misalnya dalam hal penyerahan urusan, pertanggung-

jawaban, pengesahan peraturan-peraturan daerah, dan sebagainya.195

Untuk kejelasan tentang bagaimana melaksanakan hubungan

dikeluarkan peraturan-peraturan pemerintah, peraturan menteri,

instruksi presiden, instruksi-instruksi menteri maupun surat-

surat pernyataan bersama antar beberapa menteri. Golongan

secara garis besar maka hubungan antara pemerintah pusat dan

daerah ini akan mencakup hal-hal yang menyangkut hubungan,

kewenangan, pengawasan, keuangan, koordinasi dan pembinaan.196

Adanya hubungan ini disebabkan oleh adanya dua pihak, yaitu

194Robin Hambleton, Paul Hoggett, dan Frank Tolan, “The decentralisation of public

services: A research agenda,” Local Government Studies 15, no. 1 (1999): 39–56.195Colin Bryson dkk., “Decentralisation of collective bargaining: Local authority opt outs,”

Local Government Studies 19, no. 4 (1993): 558–83.196Jan B.D. Simonis, “Decentralisation in the Netherlands: An analysis of administrative

differentiation,” Local Government Studies 21, no. 1 (1995): 31–45.

Page 108: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

99Hasil Penelitian dan Pembahasan

pihak pemerintah pusat dan pihak pemerintah daerah.197 Adanya

pemerintah daerah ini dimungkinkan sebagai akibat sistem

pemerintahan yang didesentralisasikan.198 Di samping itu, badan-

badang publik dalam desentralisasi teritorial adalah badan politik.

Artinya badan-badan publik yang terbentuk seperti pemerintah

provinsi, pemerintah kabupatenlkota dan desa adalah badan politik,

yaitu badan publik yang pengisiannya dilakukan secara politik

(melalui pemilu) dan mempunyai wewenang dalam pembuatan

kebijakan yang bersifat politik misal membuat peraturan daerah

(fungsi legislasi).199

Pembagian kekuasaan yang bersifat kewilayahan (territotial division of power) menurut Friederich mengandung arti pembagian

kekuasaan menurut tingkatan pemerintahan.200 Tingkatan

tersebut dibedakan antara kekuasaan pemerintahan atas dan

pemerintahbawah dalam hubungan antara pemerintah federal

dan negara bagian dalam negara federal (federal states), atau antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dalam negara

kesatuan (unitary state).201

Elemen desentralisasi melahirkan pemerintahan lokal

(local government). Secara implisit sebenarnya ada perbedaan

197Kojo Oduro, “Fiscal decentralization and local finance in developing countries,” Local Government Studies 44, no. 6 (2018): 899–901.

198Yong Fan dkk., “Decentralised governance and empowerment of county governments

in China: betting on the weak or the strong?,” Local Government Studies 44, no. 5 (2018): 670–96.199Isharyanto, Maria Madalina, dan Handoyo Leksono, “Model Kebijakan Kepariwisataan

Berbasis Pluralisme Lokal Untuk Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Welfare State)” (Kementerian

Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, 2018). 200John Alder dan Keith Syrett, Constitutional and Administrative Law (London: Macmillan

Publishers Limited, 2017), hal. 147.201Teresa Smith, “Literature Review Decentralization and Community,” The British Journal

of Social Work 19, no. 2 (1989): 137–48; Ernesto Carrillo, “Local Government and Strategies for

Decentralization in the ‘State of the Autonomies,’” Publius 27, no. 4 (1997): 39–63; Kai Ostwald,

“Federalism without Decentralization: Power Consolidation in Malaysia,” Journal of Southeast Asian Economies 34, no. 3 (2017): 488–506.

Page 109: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

100 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

antara local government dalam negara dengan sistem federal dan

negara kesatuan. Dalam negara kesatuan, menurut Hans Atlov,

sebagaimana dikutip oleh Hoessein, “the power held local and regional organs have been received from above, and can be withdrawn trough new legislation, without any need for consent from the communes or provinces concerned.”202 Dalam negara federal, kata Hoessein,

kewenangan pemerintah federal justru berasal dari negara bagian

yang dirumuskan di dalam konstitusi federal, sehingga kewenangan

daerah otonom juga berasal dari negara bagian dari pemerintah

federal dan dirumuskan dalam undang-undang negara bagian.203

Dalam sebuah artikel yang lain, Hoessein menegaskan bahwa,

local government merupakan sebuah konsep yang mengandung

tiga pengertian. Pertama, pemerintah lokal yang dipertukarkan

dengan local authority. Kedua, mengacu pemerintahan lokal yang

dilakukan oleh pemerintah lokal. Arti kedua ini lebih mengacu

pada fungsi. Dalam menentukan fungsi yang menjadi kewenangan

pemerintahan daerah terdapat dua prinsip yang lazim digunakan

yaitu ultra vires doctrine yang menunjukkan bahwa pemerintah

daerah dapat bertindak pada hal-hal tertentu atau memberikan

hal-hal tertentu saja. Kemudian yang kedua, general competence atau open arrangement, kebalikan dari pertama tadi, dalam hal ini

pemerintah daerah harus melakukan apa saja yang dipandang perlu

dalam memenuhi kebutuhan daerah sebagaimana ditentukan oleh

para pengambil keputusan di daerah itu. Ketiga, bermakna sebagai

daerah otonom yang pembentukannya secara simultan merupakan

kelahiran status otonomi berdasarkan aspirasi dan kondisi obyektif

202Bhenjamin Hoessein, “Pergeseran Paradigma Otonomi Daerah dalam rangka Reformasi

Administrasi Publik di Indonesia” (Makalah Seminar Reformasi Hubungan Pusat dan Daerah

Menuju Indonesia Baru, 27 Maret 1999).203Ibid.

Page 110: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

101Hasil Penelitian dan Pembahasan

masyarakat di wilayah tertentu sebagai bagian sebuah wilayah

nasional.204

Beberapa hal yang pelru dipertimbangkan dalam distribusi

wewenang menurut Diana Conyers205 adalah pertama, menyangkut

aktivitas fungsional apa yang perlu diberikan desentralisasi.

Komponen ini menyangkut keseluruhan fungsi, kecuali fungsi

yang penting bagi kesatuan nasional, beberapa kategori fungsi

atau hanya fungsi tunggal saja. Kedua, kekuasaan apa saja yang

perlu dilekatkan dalam aktvitas desentralisasi seperti (i) kekuasaan

dalam pembuatan kebijakan (dibagi lagi dalam kekuasaan

mengatur dan mengurus); (ii) kekuasaan keuangan (berkaitan

dengan penerimaan dan pengeluaran); dan (iii) kekuasaan di

bidang kepegawaian (kekuasaan dalam menentukan prasyarat,

penetapan, penunjukkan, pemindahan, pengawasan, dan

penegakan disiplin). Ketiga, menyangkut desentralisasi pada

tingkat tertentu yang menyangkut tiga tingkatan yaitu tingkatan

wilayah, tingkatan distrik, dan tingkatan desa. Keempat, berkenaan

dengan kepada siapa distribusi fungsi diberikan. Ada dua pilihan

yaitu kepada badan fungsional khusus yang biasa menjalankan

satu fungsi saja (specialized functional agency) dan kepada badan

berbasis wilayah yang menjalankan beragam fungsi (multi-purpose territorially agency). Kelima, menyangkut cara fungsi atau wewenang

desentralisasi. Dalam hal ini terdapat dua cara yaitu legislasi dan

delegasi administrasi. Cara legislasi dapat dibagi lagi menjadi

constitutional legislation (seperti yang terjadi di negara federal) dan

ordinary legislation (seperti yang terjadi pada negara kesatuan).

204Bhenjamin Hoessein, “Otonomi Tak Sekali Jadi,” Majalah Tempo, 28 Oktober 2001.205Diana Conyers, “Decentralization and Development: A Framework For Analysis,”

Community Development Journal 21, no. 2 (1986): 100.

Page 111: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

102 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Pemahaman pembagian kewenangan pemerintahan tersebut

merupakan bagian tidak terpisahkan dari konsep pembagian

kekuasaan.206 Jika merujuk pada sidang-sidang BPUPK dapat

diketahui bahwa UUD 1945 telah mengadopsi pembagian

kekuasaan yang tidak menekankan pada pemisahan kekuasaan

dalam penyelenggaraan pemerintahan.207

Menurut Soewargono, sebagaimana dikutip Moh. Mahfud

MD, dimensi filosofis, formulasi dan implementasi dari

pemerintahan daerah Indonesia yang berlandaskan negara kesatuan

dengan asas desentralisasi harus berorientasi pada; Pertama, Realisasi

dan implementasi demokrasi; Kedua, Realisasi kemandirian secara

nasional dan mengembangkan sensivitas kemandirian daerah;

Ketiga, Membiasakan daerah untuk membiasakan diri dalarn

menangani permasalahan dan kepentingannya sendiri; Keempat, Menyiapkan political schooling untuk masyarakat; Kelima,

Menyediakan saluran bagi aspirasi dan partisipasi daerah; Keenam,

Membangun efisiensi dan efektifitas pemerintahan didaerahnya

masing-masing sesuai tugas dan wewenang.208

Ditilik dari sudut perundang-undangan di daerah-daerah

negara kesatuan dengan desentralisasi itu, terlihat adanya

pelimpahan wewenang perundang-undangan (dalam arti luas), yang

dapat dibagi menjadi dua macarn yaitu: a). Pelimpahan wewenang

perundang-undangan sehingga pemerintah daerah dapat membuat

peraturan daerah atas inisiatif dan menurut garis kebijakannya

sendiri (otonomi). b). Pelimpahan wewenang perundang-

undangan untuk membuat peraturan daerah menurut garis

206Robert C. Calvo, “Issues and Problems in Decentralization,” The Clearing House 46,

no. 9 (1972): 549–52; Henry J. Schmandt, “Municipal Decentralization: An Overview,” Public Administration Review 32 (1972): 571–88.

207Ismail Sunny, Pembagian Kekuasaan Negara (Jakarta: Aksara Baru, 1985), hal 44.208Moh. Mahfud M.D., Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1998).

Page 112: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

103Hasil Penelitian dan Pembahasan

kebijakan dari pemerintah pusat (medebewind).209 Dibandingkan

dengan perundang-undangan dalam rangka dekonsentrasi, pada

dekonsentrasi pelimpahan wewenang perundang-undangan itu

dibekukan oleh pemerintah pusat kepada alat administrasi atau

organ pusat yang lebih rendah (yang berada di daerah), sedangkan

pada desentralisasi pelimpahan wewenang itu ditujukan kepada alat

administrasi daerah atau organ daerah secara langsung.210

Secara esensial, dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat

2 (dua) elemen penting yang saling berkaitan, yaitu pembentukan

daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari

pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan

menangani urusan pemerintahan tertentu yang diserahkan.211 Dalam

rangka mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, Pemerintah Daerah

diberikan hak untuk menetapkan peraturan daerah dan produk

hukum daerah lainnya.212

Sebagai Negara hukum, maka hukum harus dipahami dan

dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem. Sebagai sebuah sistem

hukum, hukum terdiri dari elemen-eleman (1) kelembagaan

(institutional), (2) kaedah aturan (instrumental), (3) perilaku

subyek hukum yang menyandang hak dan kewajiban yang

ditentukan oleh norma aturan itu (elemen subyektif dan kultural).213

Ketiga elemen sistem hukum tersebut mencakup (a) kegiatan

perbuatan hukum (law making), (b) kegiatan pelaksanaan hukum

209M. Solly Lubis, Asas-Asas Hukum Tata Negara (Bandung: Alumni, 1980).210Ibid.211Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa (Jakarta: Sinar

Grafika, 2007).212Eka N.A.M. Sihombing, “Problematika Penyusunan Program Pembentukan Peraturan

Daerah,” Jurnal Legislasi Indonesia 13, no. 3 (2016): 285–96.213Wahiduddin Adams, Penguatan Integrasi Peraturan Daerah Dalam Kesatuan Sistem Hukum

Nasional (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2016).

Page 113: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

104 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

atau penerapan hukum (law administration), (c) kegiatan peradilan

atas pelanggaran hukum (law adjudicating) atau yang biasa disebut

dengan penegakan hukum dalam arti sempit (law enforcement). Selain kegiatan-kegiatan tersebut di atas, terdapat kegiatan lain

yang sering dilupakan yaitu (d) pemasyarakatan dan pendidikan

hukum (law socialization and law education) secara luas dan juga

meliputi (e) pengelolaan informasi hukum (law information management).214 Kedua kegiatan tersebut merupakan kegiata

penunjang yang semakin penting kontribusinya dalam sistem

hukum nasional.215 Hukum berperan cukup besar dalam penataan

kehidupan masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum

dianggap sebagai instrumen pengatur yang sah dalam negara

hukum.216 Dengan peran hukum dalam masyarakat, hukum

mempunyai kekuatan untuk memaksa.217 Mengenai keberadaan

hukum di tengah masyarakat, Mochtar Kusumaatmadja,

menyatakan bahwa tujuan utama adanya hukum adalah jaminan

ketertiban, keadilan, dan kepastian.218 Dengan demikian, hukum

adalah sebuah sistem yang mempunyai ciri dan karakteristik yang

menjadi penggerak dan pengatur kehidupan masyarakat.219

Hukum memuat sistem politik dan juga sistem bernegara,

dan menjadi satu kesatuan alat pengatur sistem yang sah. Karena

214Esmi Warasih, Pemberdayaan Masyarakat dalam Mewujudkan Tujuan Hukum: Proses Penegakan Hukum dan Keadilan (Semarang: Universitas Diponegoro, 2001).

215Jimly Asshiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum Nasional (Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2005).

216Anthon F. Sutatnto, Kritik Teks Hukum: Ulasan dan Komentar Singkat terhadap Wacana Hukum Langitan (Jakarta: Zaman, 2010).

217Carel E. Smith, Karakter Normatif Ilmu Hukum: Hukum sebagai Penilain, trans. oleh Arief

Sidharta (Bandung: Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahiyangan, 2010).218Mochtar kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional

(Bandung: Bina Cipta, 1986).219Anthon F. Sutatnto, Filsafat dan Teori Hukum: Dinamika Tafsir Pemikiran Hukum di

Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2019).

Page 114: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

105Hasil Penelitian dan Pembahasan

sifat-sifatnya di atas, hukum dianggap sebagai alat pengatur, hukum

dapat melakukan perubahan sosial. Sehingga dapat dikatakan

bahwa hukum berperan sebagai alat rekayasa sosial (law as tool of social engeneering), yang menempatkan peraturan perundang-

undangan pada posisi yang penting dalam mengatur tata kehidupan

masyarakat.220 Menurut Mochtar Kusumaatmadja, pendayagunaan

hukum sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat menurut

skenario kebijakan pemerintah (eksekutif ) amatlah diperlukan

oleh Negara-negara industri maju yang telah mapan.221 Negara-

negara maju memiliki mekanisme hukum yang telah “jalan” untuk

mengakomodasi perubahan-perubahan dalam masyarakatnya,

sedangkan Negara-negara sedang berkembang tidaklah demikian.222

Padahal harapan-harapan dan keinginan masyarakat-masyarakat

di Negara sedang berkembang akan terwujudnya perubahan-

perubahan yang membawa perbaikan taraf hidup amatlah

besarnya.223 Melebihi harapan-harapan yang diserukan oleh

masyarakat di negara-negara yang telah maju.224

Pembentukan peraturan daerah (perda) merupakan wujud

kewenangan yang diberikan kepada pemerintahan daerah dalam

rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan

serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran

220Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan (Bandung:

Alumni, 2004).221Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarkat dan Pembinaan Hukum Nasional (Bandung:

Binacipta, 1976).222Keishun Suzuki, “Legal enforcement against illegal imitation in developing countries,”

Journal of Economics 116, no. 3 (2015): 247–70.223Kevin E. Davis dan Michael J. Trebilcock, “Legal Reforms and Development,” Third

World Quarterly 22, no. 1 (2001): 21–36.224Donald T. Campbell, “Legal Reforms as Experiments,” Journal of Legal Education 23,

no. 1 (1970): 217–39.

Page 115: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

106 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.225

Secara kontekstual pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah

dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan-kewenangan

yang selama ini tersentralisasi di pemerintah pusat. Dalam proses

desentralisasi itu, kekuasaan pemerintah pusat dialihkan dari

tingkat pusat ke pemerintahan daerah sebagaimana mestinya,

sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah

kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi

semula arus kekuasaan pemerintahan bergerak dari daerah

ke tingkat pusat, maka diidealkan bahwa sejak diterapkannya

kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan

bergerak sebaliknya, yaitu dari pusat ke daerah.226

Peraturan Daerah menjadi salah satu alat dalam melakukan

transformasi sosial dan demokrasi sebagai perwujudan

masyarakat daerah yang mampu menjawab perubahan yang

cepat dan tantangan pada era otonomi dan globalisasi saat

ini serta terciptanya good local governance sebagai bagian dari

pembangunan yang berkesinambungan di daerah.227 Atas dasar itu

pembentukan peraturan daerah harus dilakukan secara taat asas.

Agar pembentukan perda lebih terarah dan terkoordinasi, secara

formal telah ditetapkan serangkaian proses yang harus dilalui

yang meliputi proses perencanaan, proses penyusunan, proses

pembahasan, proses penetapan dan pengundangan. Salah satu yang

225Pasal 13 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan menyebutkan bahwa: “Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas

pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi.”226Ria Casmi Arrsa, “Restorasi Politik Legislasi Pembentukan Peraturan Daerah Berbasis

Riset,” Jurnal Rechtvinding 2, no. 3 (2013): 397–415.227Siti Masitah, “Urgensi Prolegda dalam Pembentukan Peraturan Daerah,” Jurnal Legislasi

Indonesia 11, no. 4 (2014): 427.

Page 116: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

107Hasil Penelitian dan Pembahasan

harus mendapatkan perhatian khusus oleh organ pembentuk perda

adalah proses perencanaan, pada proses ini sangat membutuhkan

kajian mendalam, apakah suatu pemecahan permasalahan di daerah

harus diatur dengan perda atau cukup dengan bentuk produk

hukum daerah lainnya. 228

Dalam proses perencanaan ini pula dapat diketahui bagaimana

landasan keberlakuan suatu perda baik secara filosofis, sosiologis

maupun yuridis yang biasanya dituangkan dalam suatu penjelasan

atau keterangan atau Naskah akademik229, yang untuk selanjutnya

dimuat dalam Program Legislasi Daerah/Program Pembentukan

Peraturan Daerah.230 Program Pembentukan Peraturan Daerah.

Walaupun tahapan maupun mekanisme penyusunan program

pembentukan peraturan daerah telah ditetapkan dalam berbagai

peraturan perundang-undangan231, namun dalam praktiknya,

timbul berbagai permasalahan.

228Taufik H. Simatupang, “Peran Perancang Peraturan Perundang-Undangan Kantor

Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Dalam Rangka Harmonisasi Peraturan Daerah,” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 11, no. 1 (2017): 12–25.

229Lebih lanjut dapat dilihat dalam Pasal 56 dan Pasal 63 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.230Berdasarkan Ketentuan Pasal 403 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah: “Semua ketentuan mengenai program legislasi daerah dan badan legislasi daerah yang sudah

ada sebelum Undang-Undang ini berlaku harus dibaca dan dimaknai sebagai program pembentukan

Perda dan badan pembentukan Perda, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang

ini”. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak diketemukan definisi dari

Program Pembentukan Peraturan Daerah, dengan demikian definisi Program Pembentukan Perda

harus merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyebutkan bahwa: “Program Legislasi

Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan

Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana,

terpadu, dan sistematis.”231Pengaturan mengenai Tata cara penyusunan Prolegda/Program Pembentukan Perda

dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan atas Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.

Page 117: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

108 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Ketentuan UUD 1945 sebagai hukum dasar peraturan

perundang-undangan232 mengatur tentang kewenangan daerah

untuk menetapkan perda dalam rangka penyelenggaraan otonomi

daerah, dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa

pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan.233 Lebih lanjut Pasal 18 ayat (6)

menegaskan pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan

daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi

dan tugas pembantuan.234

Berlakunya prinsip otonomi dalam negara Indonesia yang

membagi kewenangan antara pusat dan daerah diharapkan segala

urusan baik yang bersifat wajib ataupun pilihan dapat dilaksanakan

sesuai dengan kewenangan masing-masing yang diberikan oleh

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah. Kewenangan daerah dalam pelaksanaan otonomi ini

telah diisyaratakan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah di dalam penjelasan umum

disebutkan bahwa daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus

232Dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan bahwa : Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan “hukum dasar” adalah norma dasar bagi Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan yang merupakan sumber hukum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di

bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.233Setiap Pemerintahan daerah Provinsi, daerah kabupaten/kota itu mengatur dan megurus

sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dapat ditafsirkan

bahwa basis otonomi itu ditetapkan bukan hanya di tingkat kabupaten dan kota, tetapi juga di

tingkat provinsi. Dengan demikian struktur pemerintahan berdasarkan ketentuan ini terdiri atas

tiga tingkatan yang masing-masing mempunyai otonominya sendiri-sendiri, yaitu pemerintah pusat,

provinsi dan kabupaten/kota. Lihat Jimly Asshiddiqie, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).

234Ibid.

Page 118: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

109Hasil Penelitian dan Pembahasan

Daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya

sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan

kepentingan umum.235

Kedudukan yang strategis dari perda dalam menjalankan

urusan pemerintahan dapat menjadi baik jika pembentukan

perda tersebut dilakukan dengan baik dan menjadi bumerang jika

dilakukan dengan tidak baik.236 Selain mempunyai kedudukan

strategis dan berbagai fungsi, peraturan daerah juga memunyai

materi muatan tersendiri, menurut Soehino materi yang dapat

diatur dalam Peraturan Daerah meliputi237:

Pertama, Materi-materi atau hal-hal yang memberi beban

kepada penduduk, misalnya pajak daerah dan retribusi daerah.

Kedua, Materi-materi atau hal-hal yang mengurangi kebebasan

penduduk, misalnya mengadakan larangan-larangan dan

kewajiban-kewajiban yang biasanya disertai dengan ancaman atau

sanksi pidana. Ketiga, Materi-materi atau hal-hal yang membatasi

hak-hak penduduk, misalnya penetapan garis sepadan. Keempat, Materi-materi atau hal-hal yang telah ditentukan dalam peraturan

perundangundangan yang sedrajat dan tingkatannya lebih tinggi,

harus diatur dengan peraturan daerah.

Pembentukan peraturan daerah merupakan manifestasi

kewenangan yang diserahkan kepada pemerintah daerah dalam

rangka pelaksanaan otonomi daerah untuk menjalankan hak

dan kewajibannya.238 Dalam pembentukannya telah ditetapkan

235Lihat penjelasan UU Nomor 23 Tahun 2014236Rudy Hendra Pakpahan, “Pengujian Perda Oleh Lembaga Eksekutif dan Yudikatif” (Tesis

Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2015).237Soehino, Hukum Tata Negara, Penyusunan dan Penetapan Peraturan Daerah (Yogyakarta:

Liberty, 1997).238Eka N.A.M. Sihombing, “Menggagas Peraturan Daerah Aspiratif,” dalam Paradigma

Kebijakan Hukum Reformasi, ed. oleh M. Solly Lubis (Jakarta: Sofmedia, 2010).

Page 119: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

110 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

serangkaian asas meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ

pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan,

dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan

rumusan serta keterbukaan.239 Di samping itu juga, tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.240 Semua parameter tersebut tentunya bertujuan agar konsep

otonomi daerah berjalan pada jalur yang telah ditetapkan, semakin

mendekatkan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat

dan yang terpenting tidak mengancam Negara Kesatuan Republik

Indonesia.241

2. Interaksi Pemangku Kepen ngan

Proses kebijakan kepariwisataan berbasis pluralism lokal,

dipandang sebagai proses tuntut-menutut dan dukung-mendukung

gagasan kebijakan yang harus difikirkan oleh pejabat pemerintah.

Dalam konteks ini, peran pengambil kebijakan keputusan

dibayangkan hanya sebatas merespon tuntutan dan dukungan yang

disampaikan oleh masyarakat. Dalam proses ini institusi-institusi

politik yang ada telah menyediakan arena untuk mengagregasikan

berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat.

Penentuan daftar skala prioritas, tawar-menawar antara

berbagai fihak yang terkait bisa dilakukan secara mandiri oleh

masyarakat dengan mengacu pada aturan main dan prosedur yang

ada. Adanya kapasitas kelembagaan inilah yang memungkinkan

berbagai benturan berbagai kepentingan masyarakat bisa diatasi.

Masyarakat sendiri menyadari betapa pentingnya menghormati

239Ibid.240Ibid.241Ibid.

Page 120: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

111Hasil Penelitian dan Pembahasan

prosedur-prosedur yang telah ada untuk memungkinkan proses

kebijakan publik bisa berlangsung dan mengenai sasaran.

Dalam situasi yang demikian ini maka mereka yang tidak

sepakat dengan isi kebijakan akan bersedia mematuhi keputusan

kebijakan. Ini berarti berjalannya kebijakan tidak lagi harus

mengandalkan legalitas keputusan pemerintah, melainkan justru

legitimasi proses pengambilan kebijakan. Kalau dalam model

yang disebutkan dalam pembahasan sebelumnya disebutkan

bahwa pengambilan kebijakan bersifat pro-aktif yang didominasi

pejabat negara ujung-ujungnya mengandalkan legalitas perundang-

undangan, dalam model ini diasumsikan bahwa peran pro-aktif

masyarakat dan tegaknya lembaga-lembaga kemasyarakatan

(termasuk hukum) menjadikan pengambil kebijakan tidak haus

legalitas. Dalam nuansa ini, kebijakan disadari betul tidak identik

dengan produk legislasi. Kebijakan tidak harus dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan.

Menurut penulis, kebijakan kepawisataan pada dasarnya

bukan proses birokratik ataupun proses politik belaka, namun

juga proses belajar. Poin ini penting untuk kedepankan karena

metatapun tenaga ahli telah bekerja sekuat tenaga untuk kesuksesan

kebijakan, nuansa trial and error dalam proses kebijakan tidak

akan hilang. Kebijakan publik adalah proses eksperimentasi nasib

sejumlah orang, kalau bukan nasib komunitas secara keseluruhan.

Oleh karena itu, redisain kebijakan merupakan elemen penting.

Sejalan dengan kerangka berfikir tersebut di atas, public hearing

merupakan proses kunci bagi kelangsungan proses kebijakan.

Dalam setiap masyarakat akan dijumpai suatu perbedaan

antara pola-pola perilaku berlaku dalam masyarakat dengan

Page 121: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

112 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

pola-pola perilaku yang dikehendaki oleh kaidah-kaidah hukum.242

Kaidah-kaidah hukum diciptakan oleh masyarakat dengan

tujuan untuk menciptakan situasi tertentu yang dikehendaki

oleh masyarakat yang bersangkutan.243 Sementara itu kehidupan

masyarakat sendiri selalu mengalami perubahan, dan mengingat

hukum juga dibuat manusia berdasar kebutuhan-kebutuhannya,

maka biasanya hukum baru terpikir setelah kebutuhan itu ada, jadi

akibatnya hukum selalu ketinggalan.244 Namun demikian, apabila

ilmu hukum berusaha pula berinteraksi dengan ilmu lain yang

selalu melihat keajegan-keajegan maka sangat mungkin berbagai

prediksi dan spekulasi dapat dilakukan, sehingga hukum dapat

menyongsong perubahan, bukan sekedar mengikuti perubahan.

Hukum juga merupakan fenomena sosial yang terejawantahkan

dalam perilaku manusia atau lebih tepatnya perilaku sosial. 245

Pembicaraan tentang hal tersebut sebenamya menunjukkan

bahwa ketika nilai yang ada dalam masyarakat terangkat secara

konkrit menjadi hukum, maka ia tidak netral lagi. Siapa yang

membuat, mewakili kepentingan manakah ia, merupakan

persoalan dalam proses pembentukan hukum yang akhirnya

mencerminkan bahwa hukum itu sendiri sebenamya tidak steril

dari kepentingan-kepentingan yang melingkarinya.246 Dalam

hal ini hukum merupakan sebuah diskursus yang tiada akhir

menuju kesempurnaan hidup manusia sebagai addresat dari

242Grace Juanita, “Pengaruh Kaidah Bukan Hukum Dalam Pembentukan Kaidah Hukum,”

Pro Justisia 25, no. 2 (2007). 243Suadamara Ananda, “Tentang Kaidah Hukum,” Pro Justisia 26, no. 1 (2008).244Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar (Yogyak: Liberty, 2004).245Salman Lutham, “Penegakan Hukum dalam Konteks Sosiologi,” Jurnal Hukum Ius Quia

Iustum 7, no. 4 (1997).246Urbanus Ura Weruin, “Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum,” Jurnal Konstitusi

14, no. 2 (2017).

Page 122: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

113Hasil Penelitian dan Pembahasan

hukum.247 Melihat hukum dengan pandangan yang demikian

berarti pembicaraan tentang hukum tidak akan terhenti ketika apa

yang dinamakan nilai atau konsep dalam masyarakat atau bangsa

atau negara tentang sisi kehidupan manusia telah terwujud secara

konkrit dalam suatu undang-undang atau peraturan, akan tetapi

pembicaraan itu akan terus berlangsung pasca undang-undang itu

terbentuk dan diundangkan. 248

Secara normatif pembicaraan tentang hukum akan selesai

setelah diundangkannya suatu peraturan, padahal persoalannya

tidak sampai di situ saja.249 Siapa yang diuntungkan dan peraturan

itu, bagaimana pelaksanaannya, apa tanggapan masyarakat

mengenai peraturan itu, apakah mempengaruhi individu dalam

kehidupan masyarakat dan sebagainya.250 Ini merupakan pertanyaan

yang tak bisa dijawab hanya dengan menggunakan pendekatan

normatif belaka.251 Memang harus diakui bahwa pengambilan

keputusan hukum (decision-making) bukan sekedar persoalan

penalaran induksi, deduksi, atau analogi. Tetapi tuntutan agar

setiap putusan dapat dinalar secara akal sehat dan logis,

selalu merupakan sebuah keharusan yang tak dapat ditawar.252

Bahkan keharusan tersebut, bukan sesuatu yang dituntut “setelah”

menghadirkan fakta-fakta dalam proses hukum melainkan inheren

247Satjipto Rahardjo, “Hukum Itu Tidak Steril,” Suara Pembaruan, 31 Agustus 1989.248Aaluddin Awaluddin, “Konsepsi Negara Demokrasi yang Berdasarkan Hukum,”

Academica 2, no. 1 (2010).249Zaenal Arifin Muchtar, Judicial review di Mahkamah Agung RI: tiga dekade pengujian

peraturan perundang-undangan (Jakarta: Rajawali Press, 2009).250I Dewa Gede Atmaja dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-Teori Hukum (Malang: Setara

Press, 2018).251David N. Schiff, “Hukum Sebagai Fenomena Sosial,” dalam Pendekatan Sosiologis Terhadap

Hukum, ed. oleh Adam Podgorecki dan Christopher J. Whelan (Jakarta: Bina Aksaea, 1997).252Tommy Hendra Purwaka, “Penafsiran, Penalaran, dan Argumentasi Hukum yang

Rasional,” Masalah-Masalah Hukum 40, no. 2 (2011).

Page 123: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

114 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

dalam proses hukum itu sendiri.253 ”That a body of rules exists, even in the form of a written constitution, does not abolish judicial discretion, since thejudge might not apply them, nor does it prevent the decisive influence of nonlegal considerations, such as the community’s collective conscience.”254

Persoalan ini akan semakin rumit mengingat nilai-nilai yang

ada dalam masyarakat terus berubah seiring dengan perkembangan

zaman.255 Hukum yang ada sebagai perwujudan dan nilai-nilai yang

ada pada masa lalu akan out of date yang menyebabkan tak akan

mampu menghadapi perubahan sosial itu.256 Persoalan yang timbul

tidak.alasan berhenti hanya dengan mengganti undang-undang

yang ada untuk mengakomodasi pergeseran nilai dan perubahan

sosial hukum (baik institusi, pranata maupun penegak hukumnya)

hanya akan menjadi tukang jahit, tambal sulam.257 Perubahan sosial

yang terjadi di masyarakat tidak dapat diakomodasi dengan undang-

undang saja, akan tetapi hukum (ahli hukum) secara teoritis hams

dapat menjelaskan fenomena yang terjadi. Penjelasan secara teoritis

inilah yang terkadang sulit dilakukan karena masih melekatnya

alam pikiran dogmatis dan positivistis yang mengembalikan segala

sesuatunya hanya pada peraturan atau undang-undang.258

Hukum ada karena ia diciptakan, ia tidak jatuh dari langit

begitu saja (taken for granted). Dengan kata lain, hukum ada sebagai

253Mohamad Fajrul Falaakh, Akar-Akar Mafia Peradilan di Indonesia (Jakarta: Komisi

Hukum Nasional, 2009).254Thomas Halper, “Logic in Judicial Reasoning,” Indiana Law Journal 44, no. 1 (1998).255M. Syamsudin, “Hukum pada Masyarakat Tradisional dan Kemungkinan

Pengembangannya Bagi Hukum Indonesia Modern,” Jurnal Hukum 4, no. 7 (1997).256Frans Simangunsong, “Hukum Adat Dalam Perkembangan: Paradigma Sentralisme

Hukum Dan Paradigma Pluralisme Hukum,” Ratu Adil 3, no. 2 (2014).257Agus Raharjo, “Fenomena Chaos Dalam Kehidupan Hukum Indonesia,” Jurnal

Madamabi 9, no. 2 (2007).258Arifin, “Implementasi Pendidikan Hukum dalam Konteks Budaya Sekolah di Era Global,”

Syiar Hukum 11, no. 3 (2009).

Page 124: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

115Hasil Penelitian dan Pembahasan

karya manusia yang mengkonstruksi nilainilai yang ada dalam

masyarakat.259 Sebagai sebuah proses konstruksi, keberadannya

tidak lepas dari berbagai peristiwa atau kenyataan sosial yang tidak

berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi saling berhubungan satu sama

lain.260 Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa hukum adalah

karya manusia yang berupa norma-norma berisikan petunjuk-

petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak

manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibinda dan

kemana harus diarahkan. Oleh karena itu pertamatama hukum itu

mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh masyarakat

tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai

keadilan.261

Cita atau ide tentang keadilan ini jangan dikacaukan dengan

cita atau ide keadilan oleh kaum skolastik (dengan tokohnya

Thomas Aquinas, St. Bonaventura, St. Augustinus yang tergabung

dalam mazhab hukum alam) yang mengidealkan keadilan sebagai

keadilan tuhan saja. Keadilan di sini adalah keadilan dalam koridor

hukum ciptaan manusia.262 Seiring dengan perkembangan hukum

modern untuk mengakomodasi kepentingan kaum kapitalis

yang merebak sejak munculnya negara modern (dengan gerakan

modernisme sebagai motor penggeraknya), masyarakat juga

menginginkan peraturan-peraturan yang dapat menjamin kepastian

dan kegunaan dalam hubungan mereka satu sama lain. Dengan

demikian maka nilai dasar dari hukurn adalah sebagaimana telah

diintrodusir oleh Gustav Radbruch, yaitu keadilan, kegunaan

259Rosmidah, “Pengakuan Hukum Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan

Hambatan Implementasinya,” Inovatif 2, no. 4 (2010).260Habib Adjie, “Filsafat Ilmu-Ilmu Hukum,” Pro Justisia 24, no. 4 (2006).261Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006).262Mexsasai Indra, “Konsepsi Kedaulatan Rakyat Dalam Cita Hukum Pancasila,” Jurnal

Selat 1, no. 2 (2014).

Page 125: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

116 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

dan kepastian.263 Meskipun ketiganya merupakan nilai dasar

dari hukum, akan tetapi seringkali di antara ketiganya itu terjadi

ketegangan. Persoalan mana yang perlu didahulukan, atau

dimenangkan dalam ketegangan itu, merupakan persoalan yang

cukup rumit, akan tetapi untuk hukum pidana, nilai keadilanlah

yang didahulukan.264

Pencarian untuk menemukan ketiga cita hukum tersebut

sampai sekarang terus dilakukan baik yang terwujud dalam ruang-

ruang peradilan (dalam lingkup criminal justice system) maupun

di ruang lain yang memberikan kemungkinan muncul dan

didapatkan cita hukum hukum itu. Banyak persoalan berkaitan

dengan masalah hukum dapat dijawab dengan memuaskan apabila

kita mempelajari hukum sebagai suatu fenomena sosial yang

berwujud perilaku manusia sebagaimana dikatakan oleh Timasheff,

“umumnya, norma-norma hukum secara nyata akan menentukan

perilaku manusia di dalam masyarakat.”265

Studi tentang hukum sebagai fenomena sosial tidak hanya

studi tentang bagaimana perilaku individu-individu dalam

merasakan, mengetahui dan memahami hukum, akan tetapi

dipelajari pula bagaimana pandangan dan persepsi masyarakat dan

individu terhadap hukum.266 Selain itu juga dipelajari apa tujuan

aturan-aturan hukum digunakan dan dimanipulasi oleh individu-

individu, atau dengan kata lain mengapa aturan-aturan hukum

itu menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat yang pada

263Bambang Hermoyo, “Peranan Filsafat Hukum Dalam Mewujudkan Keadilan,” Wacana Hukum 9, no. 2 (2010).

264Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2002).265David N. Schiff, “Hukum Sebagai Fenomena Sosial,” 256.266R. Arry Mth. Soekowathy, “Fungsi dan Relevansi Filsafat Hukum bagi Rasa Keadilan

dalam Hukum Positif,” Jurnal Filsafat 13, no. 3 (2003).

Page 126: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

117Hasil Penelitian dan Pembahasan

tingkatan sederhana hukum itu menjadi aturan sosial.267 Studi

hukum dengan menggunakan pendekatan normatif-dogmatis tak

dapat menjangkau gambaran tersebut di atas karena pendekatan

normatif-dogmatis pada hakekatnya menganggap apa yang

tercantum dalam peraturan hukum sebagai deskripsi dari keadaan

yang sebenarnya.268

Dari hal tersebut terlihat bahwa bekerjanya hukum itu

merupakan suatu proses sosial dan lebih khusus lagi adalah proses

interaksi antara orang-orang yang mengajukan permintaan dan

penawaran. Lebih spesifik lagi orang-orang tersebut adalah para

aktor dalam ruang pengadilan serta masyarakat yang bertindak

selaku pengawas, pengontrol dan juga korban. Proses sosial

merupakan pengaruh timbal balik antara berbagai aspek dalam

kehidupan manusia. Dalam proses sosial tersebut, interaksi sosial

merupakan bentuk utamanya. Dalam interaksi sosial mengandung

makna tentang kontak secara timbal balik atau interstimulasi dan

respon individu-individu dan kelompok-kelompok. Kontak pada

dasarnya merupakan aksi dari individu-individu atau kelompok

dan mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap

oleh individu atau kelompok lain. Charles P. Loomis sebagaimana

dikutip oleh Soleman B. Taneko mencantumkan beberapa ciri

penting dari interaksi sosial, yaitu (i) Jumlah pelaku lebih dari

seseorang, bisa dua atau lebih; (ii) Adanya komunikasi antara para

pelaku dengan menggunakan simbol-simbol; (iii) Adanya suatu

dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini dan akan datang,

yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung; dan (iv)

267David N. Schiff, “Hukum Sebagai Fenomena Sosial,” 269.268Hermansyah, “Refleksi Eksistensialisme Dalam Ilmu Hukum (Suatu Upaya Humanisasi

Terhadap Teori Ilmu Hukum),” Jurnal Varia Bina Civika, no. 75 (2009).

Page 127: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

118 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Adanya tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidak sama

dengan yang diperkirakan oleh para pengamat.269

Interaksi sosial tidak saja mempunyai korelasi dengan

norma-norma, akan tetapi juga dengan status, dalam arti bahwa

status memberi bentuk atau pola interaksi. Status dikonsepsikan

sebagai posisi seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

kelompok sehubungan dengan orang lain dan kelompok itu.

Status merekomendasikan perbedaan martabat, yang merupakan

pengakuan interpersonal yang selalu meliputi paling sedikit satu

individu, yaitu siapa yang menuntut dan individu lainnya, yaitu

siapa yang menghormati tuntutan itu.270

Keteraturan dan kekacauan kini dipandang sebagai dua

kekuatan yang saling berhubungan, yang satu mengandung yang

lain, yang satu mengisi yang lain. Melenyapkan kekacauan berarti

melenyapkan daya perubahan dan kreativitas. Chaos menurut

Serres muncul secara spontan di dalam keberaturan, sementara

keberaturan itu sendiri muncul di tengah-tengah kekacauan.

Kita harus menyingkirkan ketakutan terhadap kekacauan yang

menyebabkan kita terperangkap di dalam kerangka pikiran yang

serba beraturan.271

Charles Stamford merupakan salah satu pemikir tentang

pengembangan teori chaos dalam hukum. Ia mengemukakan

teori sekaligus kritik terhadap teori-teori hukum yang dibangun

berdasarkan konsep sistem (sistemik) atau keteraturan. Menurutnya,

tidak selalu teori hukum itu didasarkan kepada teori sistem

(mengenai) hukum, karena pada dasarnya hubungan-hubungan

269Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial, Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993).270Soleman B. Taneko, 131.271Agus Raharjo, “Fenomena Chaos Dalam Kehidupan Hukum Indonesia,” 154.

Page 128: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

119Hasil Penelitian dan Pembahasan

yang terjadi dalam masyarakat menunjukkan adanya hubungan

yang tidak simetris (asymmetries). Inilah ciri khas dari sekalian

hubungan sosial, hubungan-hubungan sosial itu dipersepsikan

secara berbeda oleh para pihak. Dengan demikian apa yang

dipermukaan tampak sebagai tertib, teratur, jelas, pasti, sebenarnya

penuh dengan ketidakpastian.272 Keteraturan dan kekacauan kini

dipandang sebagai 2 (dua) kekuatan yang saling berhubungan,

yang satu mengandung yang lain, yang satu mengisi yang lain.

Melenyapkan kekacauan berarti melenyapkan daya perubahan dan

kreativitas. Chaos menurut Serres muncul secara spontan di dalam

keberaturan, sementara keberaturan itu sendiri muncul di tengah-

tengah kekacauan. Kita harus menyingkirkan ketakutan terhadap

kekacauan yang menyebabkan kita terperangkap di dalam kerangka

pikiran yang serba beraturan.273

Selama ini pendekatan budaya kita adalah pendekatan budaya

keamanan, stabilitas, keberaturan (order), keseragaman (uniformity), persatuan dan kesatuan (unity). Kita ingin memaksakan

keseragaman menjadi sebuah kesatuan, dinamisitas menjadi

sebuah stabilitas, heterogentias menjadi sebuah homogentias,

keanekaragaman menjadi sebuah keseragaman. Sikap yang

melihat perubahan (change), ketidakpastian (indeterminacy), dan

ketidakberaturan (disorder) sebagai sesuatu yang menakutkan

sudah masanya untuk ditinggalkan.274 Cara-cara pengendalian

dengan pendekatan keseragaman, keberaturan, kesatuan total tidak

dapat dipertahankan lagi. Cara pengendalian organisasi seperti ini

272Charles Stamford, The Disorder of Law, A Critique of Legal Theory (Oxford: Basil Blackwell,

1989).273Amir Syarifudin dan Indah Febriani, “Sistem Hukum dan Teori Hukum Chaos,”

Hasanudin Law Review 1, no. 2 (2015).274Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu kajian filosofis dan Sosiologis (Jakarta: Chandra

Pratama, 1996).

Page 129: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

120 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

telah menyimpang, dan semakin lama kita berpegang pada cara

tersebut, makin jauh kita bergeser dari peluang perkembangan yang

menakjubkan. Sebaiknya organisasi apapun dapat dikendalikan di

tengah perubahan dan ketidakpastian, bila kita mau belajar dari

prinsip chaos.275

Stamford sendiri bertolak dari basis sosial dari hukum yang

penuh dengan hubungan yang bersifat asimetris. Inilah ciri-ciri

khas dari sekalian hubungan sosial; hubungan-hubungan sosial itu

dipersepsikan secara berbeda oleh para pihak. Dengan demikian

apa yang dipermukaan tampak sebagai tertib, teratur, jelas, pasti,

sebenarnya penuh dengan ketidakpastian. Ketidakteraturan dan

ketidakpastian disebabkan hubungan-hubungan dalam masyarakat

bertumpu pada hubungan antar kekuatan (power relation).276

Hubungan kekuatan ini tidak tercermin dalam hubungan formal

dalam masyarakat. Maka terdapat kesenjangan antara hubungan

formal dan hubungan nyata yang didasarkan pada kekuatan. Inilah

yang menyebabkan ketidakteraturan itu.277

Relasi chaos dalam sistem hukum di atas dapat digambarkan

sebagai berikut:

275Wens Alexander Bojangan, “Perspektif Dalam Membangun Sistem Hukum Yang Progresif

Sebagai Salah Satu Ilmu Pengetahuan Hukum,” Jurnal Hukum Unsrat 23, no. 8 (2017).276Dwi Ratna Indri Hapsari, “Hukum dalam Mendorong Dinamika Pembangunan

Perekonomian Nasional Ditinjau dari Prinsip Ekonomi Kerakyatan,” Legality 26, no. 2 (2018).277Satjipto Rahardjo, “Rekonstruksi Pemikiran Hukum Di Era Reformasi” (Makalah pada

Seminar Nasional Menggugat Pemikiran Hukum Positivistik di Era Reformasi, 22 Juli 2000).

Page 130: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

121Hasil Penelitian dan Pembahasan

Ketegangan antara keteraturan dan kekacauan di atas

dipicu oleh perubahan sosial. Manusia sebagai makhluk pemikir,

dikaruniai kecerdasan senantiasa bersifat dinamis dan berusaha

mencari cara yang lebih modern, lebih cepat dan mudah dalam

memenuhi kebutuhan kehidupannya. Perkembangan kecerdasan

dan daya pikir manusia memacu hingga ke batas kemajuan zaman,

teknologi-teknologi canggih menjadi jawaban atas hasrat manusia

yang selalu penasaran.278 Teknologi ini tentu saja mengakibatkan

perubahan pada kehidupan manusia, baik itu perubahan pola

hidup, perubahan perilaku, perubahan cara pandang serta

pemahaman berfikir.279 Manusia dalam kehidupan sosialnya pun

terus beradaptasi menyesuaikan dengan modernisasi. Dalam bidang

ekonomi pun kegiatan ekonomi dapat menjangkau berbagai

278Muhamad Ngafifi, “Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif

Sosial Budaya,” Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 2, no. 1 (2014).279Nanang Martono, Sosiologi perubahan sosial: perspektif klasik, modern, postmodern, dan

postkolonial (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012).

Page 131: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

122 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

belahan dunia. Dikenalnya teknologi dalam dunia perbankan

mengakibatkan dana dapat dipindah dengan mudah.280

Masyarakat merupakan komponen penting yang menikmati

dan menerima dampak pembangunan itu sendiri.281 Dalam

perencanaan pembangunan hendaknya memperhatikan dan

mengakomodasi masukan-masukan dari masyarakat.282 Pemahaman

mengenai perubahan adalah prasyarat untuk memahami struktur.

Orang yang memandang masyarakat sebagai sistem yang berada

dalam keseimbangan dan yang mencoba menganalisis aspek

struktural dari sistem atau masyarakat itu akan mengakui bahwa

keseimbangan (equilibrium) hanya dapat dipertahankan melalui

perubahan tertentu di dalam sistem tersebut.283 Perubahan ini

terjadi sebagai tanggapan atas kekuatan eksternal yang menimpa

sistem itu. Karena itu, baik perubahan internal maupun eksternal,

diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan.284

Pada tatanan hukum, norma-norma yang ada diciptakan

secara sengaja untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu

dalam masyarakat dan hukum menjadi cermin dari kehendak

manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan

ke mana harus diarahkan.285 Hukum dalam konteks sebagai alat

pengatur berfungsi sebagai pembagi dan pendistribusian serta alat

280Thomas Satriya, “Dunia Manusia-Teknologi Dalam Revolusi Industri Keempat,” Jurnal Filsafat 2, no. 4 (2018).

281Susetiawan, D.C. Mulyono, dan Muh. Yunan Roniardian, “Penguatan Peran Warga

Masyarakat dalam Perencanaan, Penganggaran, dan Evaluasi Hasil Pembangunan Desa,” Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat 4, no. 1 (2018).

282Suriyati Hasan, “Sistem Perencanaan Pembangunan dalam Penataan Hukum Nasional,”

Meraja Journal 1, no. 3 (2018).283Rima Puspitasari, “Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Sosial,” Lembaran

Masyarakat 2, no. 1 (2016).284Ellya Rosana, “Modernisasi dalam Perspektif Perubahan Sosial,” Al-Adyan 10, no. 1

(2015).285Ellya Rosana.

Page 132: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

123Hasil Penelitian dan Pembahasan

kontrol bagi usaha penguasaan dan pemanfaatan sumber daya-

sumber daya yang ada dalam masyarakat.286

Pada awalnya hukum dikonstruksikan sebagai alat kontrol

bagi masyarakatnya, terutama apabila mekanisme-mekanisme

kontrol sosial lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik.287 Hukum

sebagai salah satu perangkat kerja sistem sosial, harus mampu

mengakomodir kebutuhan dan kepentingan serta mampu

memberikan pelayanan yang berkeadilan bagi masyarakatnya.288

Hukum harus mampu mengintegrasikan semua kepentingan dan

sumber daya yang ada dalam masyarakat, sehingga dapat tercipta

adanya ketertiban, keamanan dan perdamaian (social order) dalam

kehidupan masyarakat.289

Hukum dalam fungsinya yang bersifat mengintegrasikan

kepentingan-kepentingan anggota masyarakat dilakukan dengan

jalan mengatur.290 Hukum tidak hanya memperhatikan hubungan

tersebut dari aspek ketertibannya saja, akan tetapi juga hukum

harus mampu menentukan ukuran-ukuran atau parameter-

parameter tertentu yang sering dalam ilmu hukum disebut dengan

nilai keadilan, bahkan ada orang yang berpandangan bahwa hukum

tidak dapat dipisahkan dan harus digabungkan dengan dengan

keadilan supaya hukum sungguh-sungguh mempunyai makna

sebagai hukum.291 Dalam perkembangannya pada saat ini hukum

286Maharidawan Putra, “Hukum Dan Perubahan Sosial (Tinjauan Terhadap Modernisasi

Dari Aspek Kemajuan Teknologi),” Morality 4, no. 1 (2018).287Ashadi L. Diab, “Peranan Hukum Sebagai Social Control, Social Engineering Dan Social

Welfare,” Jurnal Al-‘Adl 7, no. 2 (2014).288Lilik Haryadi dan Suteki, “Implementasi Nilai Keadilan Sosial Oleh Hakim Dalam

Perkara Lanjar Sriyanto Dari Perspektif Pancasila Dan Kode Etik Profesi Hakim,” Jurnal Law Reform 13, no. 2 (2017).

289Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif (Jakarta: Penerbit Kompas, 2006).290Suteki, Desain Hukum di Ruang Sosial (Yogyakarta: Thafa Media, 2013).291Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Kanisius, 1995).

Page 133: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

124 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

tidak saja dikunstruksikan sebagai alat kontrol sosial, akan tetapi

hukum juga dikunstruksikan sebagai alat perubahan sosial (a tool of social enginering), konsepsi yang melihat bahwa hukum sebagai

sistem yang memiliki komponen substantif (kaidah-kaidah) dan

komponen struktural serta kultural (peraturan-peraturan dan

kebiasaan-kebiasaan atau tradisi) memberikan fungsi hukum secara

langsung dan aktif sebagai a tool of social engineering yang dapat

memaksakan perubahan masyarakat.292

Menurut Farley (1990: 626) dalam Sztompka perubahan

sosial merupakan perubahan kepada pola perilaku, hubungan sosial,

lembaga, dan struktur sosial pada waktu tertentu. Ini menunjukkan

bahwa dalam masyarakat terjadi perubahan interaksi antara satu

dengan yang lain ketika mereka melakukan tindakan dan perbuatan

atas apa yang dilakukan.293 Sejalan dengan itu, menurut Gillin

dan Gillin dalam Leibo, mengatakan bahwa perubahan sosial

merupakan perubahan yang terjadi pada kehidupan manusia

yang diterima, berorientasi kepada perubahan kondisi geografis,

kebudayaan, materiil, komposisi penduduk, ideologi, maupun

difusi dalam penemuan-penemuan hal baru.294 Selain itu, Adam

Smith juga menyatakan perubahan akan terjadi berkaitan dengan

perekonomian masyarakat yang mengalami pergantian.295

Hukum diharapkan memiliki peran yang optimal untuk

mendorong dan menjadi alat rekayasa terjadinya perubahan-

perubahan sosial sesuai yang diinginkan dan dicita-citakan oleh

292Nila Sastrawaty, “Hukum sebagai Integrasi Sosial: Pertimbangan Nilai ‘Keperawanan’

dalam Perkosaan,” Al Daulah 1, no. 1 (2012).293Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: Prenada Media, 1993), 5.294Jefta Leibo, Sosiologi Pedesaan: Desa Kita Sebuah Potret Perubahan dalam Kesinambungan,

Mencari Suatu Strategi Pembangunan Masyarakat Desa Berparadigma Ganda (Jakarta: Penerbit Andi,

1996), 53.295James Midgley, Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial

(Jakarta: Departemen Agama, 2005), 62.

Page 134: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

125Hasil Penelitian dan Pembahasan

masyarakatnya.296 Dalam kontek ini tentu hukum tidak dapat

terpisah dan jauh dari kehidupan masyarakatnya, sesuai dengan

apa yang menjadi inti pemikiran sociological jurisprudence, yaitu

bahwa hukum yang baik hendaknya harus sesuai dengan hukum

yang hidup dalam masyarakat.297

Hukum berasal dari masyarakat dan hidup serta berproses di

dalam masyarakat, maka pembaharuan hukum dalam kontek untuk

melakukan perubahan masyarakat tidak mungkin dilepaskan secara

mutlak dari masyarakatnya sebagai satu kesatuan sistem sosial.298

Mengaitkan secara sistematis antara hukum dan pembangunan

berarti meningkatkan pula intensitas pertukaran antara hukum dan

politik. Posisi hukum sebagai sarana untuk melakukan perubahan

atau rekayasa sosial menjadi semakin besar, dalam kontek ini,

maka hubungan ketegangan antara kemandirian asas, doktrin, dan

institusi hukum berhadapan dengan politik menjadi lebih intensif.299

Peranan hukum dalam pembangunan dapat kita katakan

sebagai satu instrumen untuk menjamin bahwa perubahan sosial

yang terjadi akan berjalan secara teratur. Perubahan sosial yang

teratur melalui prosedur hukum, baik dalam bentuk peraturan

perundang-undangan atau keputusan badan-badan peradilan

akan lebih baik daripada perubahan yang tidak teratur, lebih-

lebih melalui cara-cara kekerasan, perubahan maupun ketertiban

296Syamsuddin Pasamai, Sosiologi dan Sosiologi Hukum (Makassar: PT. Umitoha Ukhuwah

Grafika, 2011).297Marsudi Dedi Putra, “Kontribusi Aliran Sociological Jurisprudenceterhadap Pembangunan

Sistem Hukum Indonesia,” Likhitaprajna 16, no. 2 (2017).298Muhammad Rusydianta, “Dinamika Hukum Dan Ekonomi Dalam Realitas Sosial Di

Indonesia (Studi Kritis Terhadap Kebijakan Hukum Ekonomi Di Indonesia),” Jurnal Rechtsvinding

6, no. 3 (2017).299Ilham Yuli Isdiyanto, “Problematika Teori Hukum, Konstruksi Hukum dan Kesadaran

Sosial,” Jurnal Hukum Novelty 9, no. 1 (2018).

Page 135: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

126 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

(keteraturan) merupakan tujuan kembar dari masyarakat yang

sedang mengalami perubahan.300

3. Inisiasi Hukum Kepariwisataan

Untuk menumbuhkan kesadaran kepariwisataan dan

pluralisme lokal, maka di lingkungan Fakultas Hukum, perlu

dilembagakan hukum kepariwisataan. Menurut pelacakan penulis,

Univeristas Warmadhewa di Bali adalah satu-satunya universitas

yang menjadikan hukum kepariwisataan sebagai matakuliah wajib

baik untuk tingkat sarjana maupun magister. Dewasa ini dengan

arus informasi dan media sosial menjadikan obyek-obyek wisata

mulai diketahui masyarakat luas. Hal tersebut memunculkan opini

publik yang muncul dalam media sosial seperti Facebook, Twitter,

Instragram maupun website.

D. Marimba Ahmad (Hasbullah, 2006: 32), mengungkapkan

bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar

oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si

terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Pendapat

serupa dikemukakan oleh Poerbakawatja dan Harahap

(Sugihartono, 2007: 3) yang menyatakan bahwa pendidikan

merupakan usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk

meningkatkan kedewasaan yang selalu diartikan sebagai kemampuan

untuk bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya. Dalam

Undang-Undang No 20 tahun 2003, arti dari pendidikan itu

adalah usaha sadar dan terencana untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

300Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum (Semarang: Refika Aditama, 2007).

Page 136: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

127Hasil Penelitian dan Pembahasan

dan Negara. Hal mendukung terdapat dalam Undang-Undang

disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam interaksi pendidikan (interaksi antar komponen

pendidikan) dapat mencakup di samping apa yang dilakukan

pendidik dan apa yang dilakukan peserta didik, juga isi dalam

interaksi (isi pendidikan), alat-alat yang dipakai dalam interaksi

(alat pendidikan) dan suatu tempat dimana terjadi pendidikan

(lingkungan pendidikan) yang disebut terakhir adalah lingkungan

pendidikan, mencakup lingkungan fisik, sosial dan budaya. Dengan

definisi pendidikan serta keterkaitan dan keikutsertaan masyarakat

akan menjadi kajian untuk menjalankan pendidikan. Harapan

bahwa pendidikan Indonensia sendiri akan membentuk stigma di

mana masyarakat perlu diarahakan dan dididik untuk mencapai

pembangunan serta kemajuan dalam bidang ekonomi, sosial dan

politik.

Dalam penyusunan kurikulum hukum kepariwisataan

hendaknya melibatkan pemangku kepentingan terkait. Standar

Nasional Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI), sebagaimana diatur

dalam Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 Pasal 1,

menyatakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan

penilaian yang digunaka sebagai pedoman penyelenggaran program

studi. Kurikulum Pendidikan Tinggi merupakan amanah institusi

yang harus senantiasa diperbaharui sesuai dengan perkembangan

Page 137: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

128 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

kebutuhan dan IPTEK yang dituangkandalamCapaian

Pembelajaran.

Perguruan tinggi dalam menyusun atau mengembangkan

kurikulum, wajibmengacupada KKNI dan Standar Nasional

Pendidikan Tinggi. Tantangan yang dihadapi oleh perguruan

tinggi dalam pengembangan kurikulum di era Revolusi Industri

4.0 adalah menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan literasi

baru meliputi literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia

yang berakhlak mulia berdasarkan pemahaman keyakinan agama.

Perguruan tinggi perlu melakukan reorientasi pengembangan

kurikulum yang mampu menjawab tantangan tersebut, termasuk

dalam pengembangan hukum kepariwisataan.

Page 138: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

129

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Model kebijakan kepariwisataan berbasis pluralisme diperlukan

karena elemen-elemen kepariwisataan yang berkembang pesat,

memiliki dampak regional, memberikan pengaruh positif

terhadap jalinan kebudayaan, berhubungan dengan gaya

hidup, dan prestise pribadi, dan berurusan dengan ideologi.

Pluralisme lokal dalam kebijakan kepariwisataan sendiri

bermanfaat untuk kepentingan pendidikan, kepentingan

ekonomi, kepentingan pemerintahan, serta kepentingan

pembangunan dan rekreasi.

2. Model kebijakan kepariwisataan berbasis pluralisme lokal

bertumpu kepada 3 (tiga) elemen yaitu pemberdayaan

pemerintahan daerah dan kebudayaan lokal, interaksi

pemangku kepentingan, dan iniasiasi hukum kepariwisataan.

B. Saran

1. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat hendaknya

meninjau kembali Undang-Undang Kepariwisataan untuk

penguatan akomodasi pluralisme lokal dalam rangka

mendukung tujuan elemen-elemen kepariwisataan.

Page 139: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

130 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

2. Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

hendaknya merancang dan menetapkan Peraturan Daerah

tentang Kepariwisataan Berbasis Pluralisme Lokal dalam

rangka pencapaian negara kesejahteraan.

Page 140: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

131

DAFTAR PUSTAKA

Aaluddin Awaluddin. “Konsepsi Negara Demokrasi yang

Berdasarkan Hukum.” Academica 2, no. 1 (2010).

Achmad Ali. Menguak Tabir Hukum (Suatu kajian filosofis dan Sosiologis. Jakarta: Chandra Pratama, 1996.

Adhikari, B., dan J. Lovett. “Institutions and collective action:

Does heterogeneity matter in community-based resource

management?” Journal of Development Studies 42, no. 3

(2006): 426–445.

Agus Raharjo. “Fenomena Chaos Dalam Kehidupan Hukum

Indonesia.” Jurnal Madamabi 9, no. 2 (2007).

Amir Syarifudin, dan Indah Febriani. “Sistem Hukum dan Teori

Hukum Chaos.” Hasanudin Law Review 1, no. 2 (2015).

Anderson, J. E. Public policy making. New York, NY: CBS College

Publishing, 1984.

Anderson, James. Public Policy Making. Boston: Houghton Mifflin,

2000.

Arifin. “Implementasi Pendidikan Hukum dalam Konteks Budaya

Sekolah di Era Global.” Syiar Hukum 11, no. 3 (2009).

Arzt, Katja. “The dynamic infl uences of institutions and

designprinciples on the outcomes of a local agricultural–

environmental decision-making process.” Amsterdam, 2007.

Ashadi L. Diab. “Peranan Hukum Sebagai Social Control, Social

Engineering Dan Social Welfare.” Jurnal Al-‘Adl 7, no. 2

(2014).

Page 141: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

132 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Badan Pusat Statistik. “Provinsi Bali dalam Angka 2016.” Bali:

Badan Pusat Statistik Bali, 2016.

Bambang Hermoyo. “Peranan Filsafat Hukum Dalam Mewujudkan

Keadilan.” Wacana Hukum 9, no. 2 (2010).

Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana.

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Basri. “Kajian Empiris Pelaksanaan Rencana Induk Pengembangan

Pariwisata Daerah Kalimantan Barat.” Tesis Magister

Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada, 2012.

Bernard Lane. “Will sustainable tourism research be sustainable

in the future? An opinion piece.” Tourism Management Perspectives 25 (2018): 161–64.

Bintari, Antik, dan Landrikus Hartarto Sampe Pandiangan.

“Formulasi Kebijakan Pemerintah Tentang Pembentukan

Badan Usaha Milik Daerah (Bumd) Perseroan Terbatas (Pt)

Mass Rapid Transit (Mrt) Jakarta Di Provinsi Dki Jakarta.”

Jurnal Ilmu Pemerintahan 2, no. 2 (2016): 220–38.

Charles Stamford. The Disorder of Law, A Critique of Legal Theory. Oxford: Basil Blackwell, 1989.

Chen, Han, dan Imran Rahman. “Cultural tourism: An analysis of

engagement, cultural contact, memorable tourism experience

and destination loyalty.” Tourism Management Perspectives 26

(2018): 153–63.

Considine, M. Making public policy: Institutions, actors, strategies. Cambridge: Polity Press, 2005.

Cosmo, Howard. “The Policy Cycle: A Model of Post-Machiavellian

Policy Making?” Australian Journal of Public Administration

64, no. 3 (2005): 3–13.

Page 142: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

133Daftar Pustaka

Dangi, Tek. “Exploring the Intersections of Emotional Solidarity and

Ethic of Care: An Analysis of Their Synergistic Contributions

to Sustainable Community Tourism Development.”

Sustainability 10, no. 8 (2018).

David N. Schiff. “Hukum Sebagai Fenomena Sosial.” Dalam

Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, disunting oleh Adam

Podgorecki dan Christopher J. Whelan. Jakarta: Bina Aksaea,

1997.

Dewa Putu Oka Prasiasa. “Strategi Pengembangan Dan

Pemberdayaan Masyarakat Desa Wisata Timbrah Kecamatan

Karangasem Kabupaten Karangasem,” 103–26. Denpasar,

Bali: Universitas Udayana, 2017.

Diane, O’Sullivan, Pickernell David, dan Senyard, Julienne. “Public

Sector Evaluation of Festivals and Special Events.” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure and Events 1, no. 1 (2009).

Direktorat Pengembangan Destinasi Wisata. Pengembangan Desa Wisata. Jakarta: Kementerian Pariwisata, 2016.

Doherty, Alison. “The Volunteer Legacy of A major Sport Event.”

Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 2,

no. 1 (2010): 185–207.

Dredge, D. “Local destination planning and policy.” Dalam Tourism Policy and Planning, disunting oleh D. Dredge dan J. Jenkins.

Milton, Australia: John Wiley & Son, 2007.

Dredge, Dianne. “Policy for Sustainable and Responsible Festivals

and Events:Institutionalisation of a new Paradigm a

Response.” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 2, no. 1 (2010): 1–13.

Dunn, William. Public Policy Analysis : An Introduction. New Jersey:

Pearson Education, 2004.

Page 143: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

134 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:

Gadjah Mada University, 2003.

Dwi Ratna Indri Hapsari. “Hukum dalam Mendorong Dinamika

Pembangunan Perekonomian Nasional Ditinjau dari Prinsip

Ekonomi Kerakyatan.” Legality 26, no. 2 (2018).

Dwyer, L., R. Mellor, N. Mistilis, dan T. Mules. “A framework

for assessing ‘tangible’ and ‘intangible’ impacts of events and

conventions.” Event Management 6, no. 3 (2000): 175–91.

Dye, T. Understanding Public Policy. Englewood Cliffs: Prentice-

Hall, 1992.

Easton, David. A System Analysis of Political Life. New York: Willey,

1965.

Eisinger, Peter. The rise of the entrepreneurial state: State and local economic development policy in the United States. Madison:

University of Wisconsin Press, 1988.

Ellya Rosana. “Modernisasi dalam Perspektif Perubahan Sosial.”

Al-Adyan 10, no. 1 (2015).

Fenna, A. Australian public policy. Sydney: Pearson Education

Australia, 2004.

Frans Simangunsong. “Hukum Adat Dalam Perkembangan:

Paradigma Sentralisme Hukum Dan Paradigma Pluralisme

Hukum.” Ratu Adil 3, no. 2 (2014).

Getz, Donald. “Policy for Sustainable and Responsible Festivals and

Events : Institutionalization of a New Paradigm.” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 1, no. 1 (2009):

61–78.

Getz, Donald, dan Stephen J.Page. “Progress and prospects for

event tourism research.” Tourism Management 52 (2016).

Page 144: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

135Daftar Pustaka

Gianna, Moscardo. “Sustainable Tourism Innovation: Challenging

Basic Assumptions.” Tourism and Hospitality Research 8, no.

1 (2008): 4–13.

Grace Juanita. “Pengaruh Kaidah Bukan Hukum Dalam

Pembentukan Kaidah Hukum.” Pro Justisia 25, no. 2 (2007).

Guy Peters. American Public Policy. New Jersey: Chatam House,

1993.

Habib Adjie. “Filsafat Ilmu-Ilmu Hukum.” Pro Justisia 24, no. 4

(2006).

Habibuw, Y. “Implementasi Kebijakan Program Pengembangan

Pariwisata Daerah: Studi Kasus RIPP di Mojokerto.” Tesis

Magister Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada, 1997.

Hall, C. M. Tourism and politics. Policy, power and place. Chichester:

John Wiley & Son, 1998.

———. Tourism planning. Policies, processes and relationships. London: Pearson Prentice Hall, 2008.

———. Tourism planning. Policies, processes and relationships. London: Pearson Prentice Hall, 2008.

Hall, Michael C. “Innovation and Tourism Policy in Australia and

New Zealand : Never the Twain Shall Meet ?” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 1, no. 1 (2009): 2–8.

Haydock, William. “The ‘Civilising’ Effect of a ‘Balanced’ night time

ecpnomy for ‘better people’: Class and the Cospmopoilitan

Limit in the Consumption and Regulation of Alcohol in

Bournermout.” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 6, no. 2 (2014): 172–85.

Hermansyah. “Refleksi Eksistensialisme Dalam Ilmu Hukum

(Suatu Upaya Humanisasi Terhadap Teori Ilmu Hukum).”

Jurnal Varia Bina Civika, no. 75 (2009).

Page 145: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

136 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Higgins-Desbiolles, Freya. “Sustainable tourism: Sustaining tourism

or something more?” Tourism Management Perspectives 25

(2018): 157–60.

Huei-Ming Chiao, Yu-Li Chen, dan Wei-Hsin Huang. “Examining

the usability of an online virtual tour-guiding platform for

cultural tourism education.” Journal of Hospitality, Leisure, Sport & Tourism Education 23 (2018): 29–38.

Huibin, Xing, Azizan Marzuki, dan Arman Abdul Razak.

“Conceptualizing A Sustainable Development Model For

Cultural Heritage Tourism In Asia.” Theoretical and Empirical Researches in Urban Management 8, no. 1 (2013): 51–66.

I Dewa Gede Atmaja, dan I Nyoman Putu Budiartha. Teori-Teori Hukum. Malang: Setara Press, 2018.

Ilham Yuli Isdiyanto. “Problematika Teori Hukum, Konstruksi

Hukum dan Kesadaran Sosial.” Jurnal Hukum Novelty 9,

no. 1 (2018).

Ingram, Hadyn. “Clusters and gaps in hospitality and tourism

academic research.” International Journal of Contemporary Hospitality Management 8, no. 7 (1996): 91–95.

Isharyanto, Maria Madalina, dan Handoyo Leksono. “Model

Kebijakan Kepariwisataan Berbasis Pluralisme Lokal Untuk

Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Welfare State).”

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, 2018.

Jamal, Tazim, dan Blanca Alejandra Camargo. “Tourism governance

and policy: Whither justice?” Tourism Management Perspectives 25 (2018): 205–8.

James Midgley. Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Departemen Agama, 2005.

Page 146: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

137Daftar Pustaka

James P. Lesters, dan Joseph Steward Jr. Public Policy : An Evolutionary Approach. Belmonth: Wadsworth, 2000.

Jefta Leibo. Sosiologi Pedesaan: Desa Kita Sebuah Potret Perubahan dalam Kesinambungan, Mencari Suatu Strategi Pembangunan Masyarakat Desa Berparadigma Ganda. Jakarta: Penerbit

Andi, 1996.

Jenkins Smith. Democratic Politics and Policy Analysis. California :

Wadsworth: Inc.Hall, 1990.

Jenkins, W. I. Policy analysis: Apolitical and organizational perspective. London: Robertson, 1978.

Jerrim, John, dan Robert de Vries. “The limitations of quantitative

social science for informing public policy.” Evidence & Policy: A Journal of Research, Debate and Practice 13, no. 1 (2017):

117–33.

Johann Höchtl, Peter Parycek, dan Ralph Schöllhammer. “Big data

in the policy cycle: Policy decision making in the digital era.”

Journal of Organizational Computing and Electronic Commerce 26, no. 1–2 (2016): 147–69.

Joppe, Marion. “Tourism policy and governance: Quo vadis?”

Tourism Management Perspectives 25 (2018): 201–4.

Kadir, A. “Analisis Implementasi Kebijakan Pengembangan

Pariwisata Daerah.” Tesis Magister Administrasi Publik,

Universitas Gajah Mada, 1996.

Keston K. Perry. “The Dynamics of Industrial Development in

a Resource-Rich Developing Society: A Political Economy

Analysis.” Journal of Developing Societies 34, no. 3 (2018):

264–96.

Page 147: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

138 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Kim, H.J., M.H. Chen, dan S.C. Jang. “Tourism expansion

and economic development: The case of Taiwan.” Tourism Management 27, no. 5 (2006): 925–33.

Laswell, Harold, dan Abraham Kaplan. Power and Society. New

Heaven: Yale University Press, 1970.

Lilik Haryadi, dan Suteki. “Implementasi Nilai Keadilan Sosial

Oleh Hakim Dalam Perkara Lanjar Sriyanto Dari Perspektif

Pancasila Dan Kode Etik Profesi Hakim.” Jurnal Law Reform

13, no. 2 (2017).

M. Irfan Islamy. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaaan Negara.

Jakarta: Bumi Aksara, 1998.

M. Syamsudin. “Hukum pada Masyarakat Tradisional dan

Kemungkinan Pengembangannya Bagi Hukum Indonesia

Modern.” Jurnal Hukum 4, no. 7 (1997).

Maharidawan Putra. “Hukum Dan Perubahan Sosial (Tinjauan

Terhadap Modernisasi Dari Aspek Kemajuan Teknologi).”

Morality 4, no. 1 (2018).

Malik, S., I.S. Chaudhry, M.R. Sheikh, dan F.S. Farooqi. “Tourism,

economic growth and current account deficit in Pakistan:

Evidence from co‐integration and causal analysis.” European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences 22

(2010): 21–31.

Marie-Louise Mangion, Chris Cooper, Isabel Cortés-Jimenez, dan

Ramesh Durbarry. “Measuring the Effect of Subsidization

on Tourism Demand and Destination Competitiveness

through the AIDS Model: An Evidence-Based Approach to

Tourism Policymaking.” Tourism Economics 18, no. 6 (2012):

1251–72.

Page 148: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

139Daftar Pustaka

Marsudi Dedi Putra. “Kontribusi Aliran Sociological

Jurisprudenceterhadap Pembangunan Sistem Hukum

Indonesia.” Likhitaprajna 16, no. 2 (2017).

Mexsasai Indra. “Konsepsi Kedaulatan Rakyat Dalam Cita Hukum

Pancasila.” Jurnal Selat 1, no. 2 (2014).

Michael, Howlett, dan M. Ramesh. Studying Public Policy : Policy Cycles and Policy Subsystem. Oxford: Oxford University Press,

1995.

Mohamad Fajrul Falaakh. Akar-Akar Mafia Peradilan di Indonesia.

Jakarta: Komisi Hukum Nasional, 2009.

Mohammad Thahir Haning. “Reformasi Birokrasi di Indonesia:

Tinjauan Dari Perspektif Administrasi Publik.” Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan Publik 4, no. 1 (2018).

Mouw, E. “Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata

Bahari di Kabupaten Halmahera Barat.” Tesis Magister

Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada, 2012.

Muchsin, dan Fadillah Putra. Hukum dan Kebijakan Publik-Analisis atas Praktek Hukum dan Kebijakan Publik dalam Pembangunan Sektor Perekonomian di Indonesia. Malang:

Universitas Sunan Giri Surabaya dan Averroes Press, 2002.

Muhamad Ngafifi. “Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia

dalam Perspektif Sosial Budaya.” Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 2, no. 1 (2014).

Muhammad Rusydianta. “Dinamika Hukum Dan Ekonomi Dalam

Realitas Sosial Di Indonesia (Studi Kritis Terhadap Kebijakan

Hukum Ekonomi Di Indonesia).” Jurnal Rechtsvinding 6,

no. 3 (2017).

Page 149: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

140 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Nanang Martono. Sosiologi perubahan sosial: perspektif klasik, modern, postmodern, dan postkolonial. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2012.

Nila Sastrawaty. “Hukum sebagai Integrasi Sosial: Pertimbangan

Nilai ‘Keperawanan’ dalam Perkosaan.” Al Daulah 1, no. 1

(2012).

Panfiluk, Eugenia. “Impact of a Tourist Event of a Regional Range

on the Development of Tourism.” Procedia - Social and Behavioral Sciences 213 (2015): 1020–27.

Patricio Aroca, Juan Gabriel Bilda, dan Serena Volo. “Tourism

statistics: Correcting data inadequacy.” Tourism Economics 23, no. 1 (2017): 99–112.

Pemerintah Kabupaten Gianyar. “Laporan Kinerja Instansi

Pemerintah Kabupaten Gianyar 2017.” Gianyar: Pemerintah

Kabupaten Gianyar, 2018.

Piotr Sztompka. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media,

1993.

R. Arry Mth. Soekowathy. “Fungsi dan Relevansi Filsafat Hukum

bagi Rasa Keadilan dalam Hukum Positif.” Jurnal Filsafat 13,

no. 3 (2003).

R., Carl Milos. “Exhausted Incentives and Weakening Commitment:

The Case of Community-Based Tourism in Pamilacan, Bohol,

Philippines.” Philippine Quarterly of Culture and Society 42,

no. 1/2 (2014): 16–40.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti,

2006.

Ramesh, D., dan M. Thea Sinclair. “Market shares analysis the case

of French tourism demand.” Annals of Tourism Research 30,

no. 4 (2003): 927–941.

Page 150: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

141Daftar Pustaka

Renko, Sanda, dan Kristina Buar. “How Changing Lifestyles

Impact The Development Of Some Special Interests Of

Tourism: The Case Of Spa Tourism In Croatia.” International Journal of Management Cases 5 (2008): 101–10.

Riant Nugroho. Metode Penelitian Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2013.

———. Public Policy. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Rima Puspitasari. “Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan

Sosial.” Lembaran Masyarakat 2, no. 1 (2016).

Roberts, Ken. “Can Employment Policies Improve a Society’s

Leisure ?.” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 2, no. 1 (2010): 82–87.

Rosalina Ginting, dan Titik Haryati. “Reformasi Birokrasi Publik

di Indonesia.” Jurnal Ilmiah Civis 1, no. 2 (2011).

Rosmidah. “Pengakuan Hukum Terhadap Hak Ulayat Masyarakat

Hukum Adat dan Hambatan Implementasinya.” Inovatif 2,

no. 4 (2010).

Saayman, Melville. “The Socio-Economic Impact of an Urban

Park : The Case of Wilderness National Park.” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure and Events 1, no. 3 (2010):

247–64.

Saifullah. Refleksi Sosiologi Hukum. Semarang: Refika Aditama,

2007.

Salman Lutham. “Penegakan Hukum dalam Konteks Sosiologi.”

Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 7, no. 4 (1997).

Sarbini Mbah Ben. Filsafat Pariwisata: Sebuiah Kajian Filsafat Praktis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018.

Satjipto Rahardjo. “Hukum Itu Tidak Steril.” Suara Pembaruan,

31 Agustus 1989.

Page 151: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

142 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

———. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Penerbit Kompas,

2006.

———. “Rekonstruksi Pemikiran Hukum Di Era Reformasi.”

Makalah pada Seminar Nasional Menggugat Pemikiran

Hukum Positivistik di Era Reformasi, Semarang, 22 Juli

2000.

Sequeira, T.N., dan C. Campos. “International tourism and

economic growth: A panel data approach.” Fondazione Eni

Enrico Mattei Nota di Lavoro, 2005.

Silvia Angeloni. “Cultural Tourism And Well-Being Of The Local

Population In Italy.” Theoretical and Empirical Researches in Urban Management 8, no. 3 (2013): 17–31.

Simon Chak-keung, Wong, dan Liu Gloria Jing. “Will parental

influences affect career choice?: Evidence from hospitality

and tourism management students in China.” International Journal of Contemporary Hospitality Management 22, no. 1

(2010): 82–101.

Smith, Andrew. “Spreading The Positive Effects of Major Events to

Peripheral Areas.” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure and Events 1, no. 2 (2009): 231–46.

Soleman B. Taneko. Struktur dan Proses Sosial, Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.

Solichin Abdul Wahab. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara,

1997.

Suadamara Ananda. “Tentang Kaidah Hukum.” Pro Justisia 26,

no. 1 (2008).

Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyak: Liberty, 2004.

Page 152: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

143Daftar Pustaka

Suriyati Hasan. “Sistem Perencanaan Pembangunan dalam

Penataan Hukum Nasional.” Meraja Journal 1, no. 3 (2018).

Susetiawan, D.C. Mulyono, dan Muh. Yunan Roniardian.

“Penguatan Peran Warga Masyarakat dalam Perencanaan,

Penganggaran, dan Evaluasi Hasil Pembangunan Desa.”

Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat 4, no. 1 (2018).

Suteki. Desain Hukum di Ruang Sosial. Yogyakarta: Thafa Media,

2013.

Syamsuddin Pasamai. Sosiologi dan Sosiologi Hukum. Makassar: PT.

Umitoha Ukhuwah Grafika, 2011.

Syarif Budiman. “Analisis Hubungan Antara Hukum Dan

Kebijakan Publik: Studi Pembentukan Uu No. 14 Tahun

2008.” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 11, no. 2 (2017):

109–19.

Synmann, P.C.A. “Public policy in Anglo-Americal law.”

Comparative and International Law Journal of Southern Africa

`19, no. 2 (1986): 220–35.

Thacher, Devid, dan Martin Rein. “Managing Value Conflict in

Public Policy.” Governance 17, no. 4 (2004): 457–86.

Theo Huijbers. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta:

Kanisius, 1995.

Theodoraki, Eleni. “Organisational Communication on the

Impacts of the Athens 2004 Olympic Games.” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 1, no. 2 (2009):

141–55.

Thomas Halper. “Logic in Judicial Reasoning.” Indiana Law Journal 44, no. 1 (1998).

Thomas Satriya. “Dunia Manusia-Teknologi Dalam Revolusi

Industri Keempat.” Jurnal Filsafat 2, no. 4 (2018).

Page 153: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

144 BAHAN AJAR HUKUM KEPARIWISATAAN DAN PLURALISME LOKAL

Tommy Hendra Purwaka. “Penafsiran, Penalaran, dan Argumentasi

Hukum yang Rasional.” Masalah-Masalah Hukum 40, no. 2

(2011).

Urbanus Ura Weruin. “Logika, Penalaran, dan Argumentasi

Hukum.” Jurnal Konstitusi 14, no. 2 (2017).

Vecchi, Veronica, Manuela Brusoni, dan Elio Borgonovi. “Public

Authorities for Entrepreneurship: A management approach to

execute competitiveness policies.” Public Management Review

16, no. 2 (2014): 256–73.

Veriani, R. “Implementasi Pengembangan Kebijakan Pariwisata

Kebumen.” Tesis Magister Administrasi Publik, Universitas

Gajah Mada, 2009.

Wahab, Solichin Abdul. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. V.

Jakarta: Bumi Aksara, 2016.

Wayne Parsons. Public Policy. Cheltenham: Edward Elgar, 1997.

Wens Alexander Bojangan. “Perspektif Dalam Membangun Sistem

Hukum Yang Progresif Sebagai Salah Satu Ilmu Pengetahuan

Hukum.” Jurnal Hukum Unsrat 23, no. 8 (2017).

Wood, E. “Measuring the economic and social impacts of local

authority events.” International Journal of Public Sector Management 18, no. 1 (2005): 37–53.

Wu, Mao-Ying, dan Philip L. Pearce. “Tourism research in and

about Tibet: Employing a system for reviewing regional

tourism studies.” Tourism and Hospitality Research 12, no. 2

(2012): 59–72.

Xianghong Feng. “Who Benefits?: Tourism Development in

Fenghuang County, China.” Human Organization 67, no. 2

(2008): 207–20.

Page 154: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta file/Buku... · 2020-02-26 · A. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Penger an dan Bentuk Desentralisasi Munculnya desentralisasi di

145Daftar Pustaka

Yaghmour, Samer, dan Scott, Noel. “Inter-Organizational

Collaboration Characteristics and Outcomes : A Case Study

of The Jeddah Festival.” Journal of Policy Research in Tourism, Leisure, and Events 1, no. 2 (2009): 115–30.

Yap, G. “An examination of the effects of exchange rates

on Australia’s inbound tourism growth: A multivariate

conditional volatility approach.” International Journal of Business Studies 20, no. 1 (2012): 111–32.

Zaenal Arifin Muchtar. Judicial review di Mahkamah Agung RI: tiga dekade pengujian peraturan perundang-undangan. Jakarta:

Rajawali Press, 2009.