Upload
vanialin
View
49
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Vertigo merupakan kasus yang sering ditemui. Secara tidak langsung kitapun pernah mengalami vertigo ini. Kata vertigo berasal dari bahasa Yunani “vertere” yang artinya memutar. Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Kasus vertigo di Amerika adalah 64 orang tiap 100.000, dengan presentasi wanita lebih banyak daripada pria. Vertigo juga lebih sering terdapat pada usia yang lebih tua yaitu diatas 50 tahun.
Citation preview
Makalah Farmasi
VERTIGO
Disusun oleh:
Risandy Ditia Widhani
G99141104
KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Vertigo merupakan kasus yang sering ditemui. Secara tidak langsung
kitapun pernah mengalami vertigo ini. Kata vertigo berasal dari bahasa Yunani
“vertere” yang artinya memutar. Vertigo termasuk kedalam gangguan
keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyangan, rasa seperti
melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Kasus vertigo di Amerika adalah 64
orang tiap 100.000, dengan presentasi wanita lebih banyak daripada pria. Vertigo
juga lebih sering terdapat pada usia yang lebih tua yaitu diatas 50 tahun.
Vertigo adalah perasaan halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa
berputar mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar.Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah
non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang
digambarkan oleh pasien (Sura et Newell, 2010).
Terdapat empat tipe dizziness yaitu vertigo, lightheadedness, presyncope,
dan disequilibrium. Vertigo adalah keluhan yang paling sering, yaitu sekitar 54%
dari keluhan dizziness yang dilaporkan pada layanan primer.
Diagnosis banding vertigo meliputi penyebab perifer vestibular (berasal dari
system saraf perifer), dan sentral vestibular (berasal dari system saraf pusat) dan
kondisi lain. 93% pasien pada Iprimary care mengalami BPPV, acute vestibular
neuronitis, atau menire disease (Lempert, 2009).
Penentuan penyebab menjadi sulit karena pasien dengan dizziness seringkali
sulit menggambarkan gejala mereka. Pendekatan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan temuan radiologis penting dalam membantu dokter untuk menegakkan
diagnosis dan memberikan terapi yang tepat untuk pasien (Labuguen, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah
istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung
gejala yang digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo,
presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral),
light-headness, disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika
berdiri) (Sura et Newell, 2010).
Kata 'vertigo' berasal dari Bahasa Latin yaitu vertere yang artinya
memutar. Nama ini diberikan kepada orang yang biasanya merasa dunia di
sekitarnya berputar sehingga hilang keseimbangan.
Pada dasarnya vertigo merupakan keluhan, bukan penyakit. Namun,
keluhan ini bisa menjadi pertanda penyakit yang serius. Jadi, sekalipun bukan
penyakit, vertigo tidak boleh dihiraukan. Vertigo bisa jadi merupakan pertanda
penyakit-penyakit seperti tumor otak, hipertensi, diabetes mellitus, jantung,
dan ginjal. Semakin dini vertigo ditangani akan semakin cepat dapat diatasi.
Penyakit yang juga disebut vestibulars disorders atau gangguan vestibular
ini adalah gangguan kesehatan yang berhubungan dengan sistem
keseimbangan. Biasanya gejala yang timbul adalah rasa berputar (ingin jatuh),
telinga berdengung dan kadang-kadang dengan rasa mual. BPPV (Benign
Paroxysmal Potitional Vertigo) adalah suatu gerakan atau rasa gerak linier,
sirkuler, dari tubuh penderita atau objek sekitar yang berhubungan dengan
kelainan keseimbangan, diikuti rasa mual dan ingin muntah.
II. Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu
dengan prevalensi sebesar 7%. Beberapa studi telah menyelidiki epidemiologi
dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah
ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu
sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness vertigo
merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria
(2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren (Lempert, 2009).
III. Klasifikasi
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi (Sura et Newell, 2010):
a. Vertigo sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau
cerebellum.
b. Vertigo perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau
nervus cranialis vestibulocochlear (N. VIII).
c. Medical vertigo dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah, gula
darah yang rendah, atau gangguan metabolik karena pengobatan atau
infeksi sistemik.
Kata kunci untuk vertigo yang berasal dari sentral adalah gejala
atau tanda batang otak lainnya atau tanda onset akut misalnya sakit kepala,
tuli dan temuan neurologis lainnya seperti trigeminal sensory loss pada
infark arteri cebellar postero inferior. Pada pasien seperti ini perlu cepat
dirujuk dan diinvestigasi. Red flag pada pasien dengan vertigo meliputi
(Turner et Lewia, 2010):
Sakit kepala
Gejala neurologis
Tanda neurologis
Penting juga untuk mengklasifikasikan vertigo menjadi akut dan
kronik. Vertigo akut biasanya memiliki mekanisme yang tunggal sedangkan
vertigo kronik memiliki mekanisme multifaktorial. Dizziness yang kronik
lebih sering terjadi pada usia tua karena insiden penyakit komorbid yang lebih
besar (Turner et Lewis, 2010).
IV. Etiologi dan Patofisiologi
Berbagai kondisi penyakit dapat memberikan gejala vertigo. Dengan
menentukan adanya ketulian atau tanda CNS, dapat membantu mempersempit
diagnosis banding .
Seperti yang disebutkan diatas vertigo dapat disebabkan oleh sentral
ataupun perifer. Penyebab vertigo perifer yang sering adalah Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), Ménière’s disease, vestibular
neuritis. Sedangkan penyebab vertigo sentral adalah migraine,
Vertebrobasilar insufficiency, dan tumor intracranial.
A. Penyebab Vertigo Perifer
1) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan
penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia
rata-rata 51 tahun (Mark, 2008).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh
pergerakan otolit dalam kanalis semisirkularis pada telinga dalam.
Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan
menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis
anterior dan horizontal. Otolit mengandung kristal-kristal kecil
kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam.
Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan
menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus (Kovar, et
al, 2006).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya
idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik
telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumnya, meskipun
gejala BPPV tidak terjadi bertahun-tahun setelah episode neuritis
(Mark, 2008).
2) Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten
diikuti dengan keluhan pendengaran (Chain, 2009). Gangguan
pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris
pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada
telinga (Swartz et Longwell, 2005). Ménière’s disease terjadi
pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik (Mark, 2008).
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi
endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane
labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam
dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi
idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga
atau gangguan metabolic (Mark, 2008).
3) Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia,
dan nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada
nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan komplek gejala
yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan
pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo
otologik (Chain,2009) .
B. Penyebab Vertigo Sentral
1) Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi
gejala yang sering dilaporkan pada 27-33% pasien dengan
migraine. Sebelumnya telah dikenal sebagai bagian dari aura
(selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk basilar
migraine dimana juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah.
Verigo pada migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya,
dan seringkali membaik dengan terapi yang digunakan untuk
migraine (Mark, 2008).
2) Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan
episode rekuren dari suatu vertigo dengan onset aku dan
spontan. Pada kebanyakan pasien terjadi beberapa detik
sampai beberapa menit. Lebih sering pada usia tua dan pada
paien yang memiliki faktor risiko cerebrovascular disease.
Sering juga berhubungan dengan gejala visual meliputi
inkoordinasi, jatuh, dan lemah (Swartz et Longwell, 2005).
3) Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang memberikan manifestasi klinik
vertigo dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat
sehingga ada waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang
lebih sering adalah penurunan pendengaran atau gejala
neurologis. Tumor pada fossa posterior yang melibatkan
ventrikel keempat atau Chiari malformation sering tidak
terdeteksi di CT scan dan butuh MRI untuk diagnosis. Multipel
sklerosis pada batang otak akan ditandai dengan vertigo akut
dan nistagmus walaupun biasanya didaptkan riwayat gejala
neurologia yang lain dan jarang vertigo tanpa gejala neurologia
lainnya.
V. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala
primer, sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh
gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion,
oscilopsia, ataxia, gejala pendengaran. Vertigo, diartikan sebagai sensasi
berputar. Vertigo dapat horizontal, vertical atau rotasi. Vertigo horizontal
merupa tipe yang paling sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga dalam.
Jika bersamaan dengan nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi
pergerakan dari sisi yang berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo
vertical jarang terjadi, Jika bersifat sementara biasanya disebabkan oleh
BPPV. Namun jika menetap, biasanya berasal dari sentral dan disertai dengan
nistagmus dengan gerakan ke bawah atau ke atas. Vertigo rotasi merupakan
jenis yang paling jarang ditemukan. Jika sementara biasanya merupakan
BPPV namun jika menetap merupakan vertigo sentral dan biasanya disertai
dengan rotator nistagmus (Chain, 2009).
Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskripsikan
sebagai sensasi didorong atau diangkat. Sensasi impule mengindikasi
disfungsi apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal
otolit (Chain, 2009).
Oscilopsia adalah ilusi pergerakan dunia yang diprovokasi dengan
pergerakan kepala. Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk
membuka kedua matanya. Sedangkan pasien dengan unilateral vestibular
loss akan mengeluh dunia seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi
telinga yang mengalami gangguan (Chain, 2009).
Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasanya universal pada pasien
dengan vertigo otologik dan sentral. Gejala pendengaran biasanya berupa
tinnitus, pengurangan pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di telinga.
Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan
sensivitas visual. Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness.
Istilah ini tidak terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang
digunakan pada pasien dengan disfungsi telinga namun sering digunakan
pada pasien vertigo yang berhubungan dengan masalah medis (Chain, 2009).
Suatu informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat digunakan
untuk membedakan perifer atau sentral meliputi (Sura et Newell. 2010):
Karakteristik dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah
sensasi berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau light
headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan)
Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya:
pada acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun
berkurang dalam beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada
awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang
setelahnya. Sedangakan pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan
konstan mungkin memilki penyebab psikologis (Labuguen, 2006).
Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan,
semakin lama durasi vertigo maka kemungkinan kea rah vertigo sentral
menjadi lebih besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut
dibandingkan vertigo sentral kecuali pada cerebrovascular attack.
Perbedaan onset dan durasi maisng-masing penyebab vertigo dapat dilihat
pada table 2 (labuguen, 2006),
Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada
vertigo sentral yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral
biasanya menyebabkan tanda neurologis tambahan selain vertigonya,
menyebabkan ketidakseimbangan yang parah, nystagmus murni vertical,
horizontal atau torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada
objek.
Tabel 1. Perbedaan Durasi gejala untuk berbagai Penyebab verigo
Durasi episode Kemungkinan Diagnosis
Beberapa detik
Detik sampai menit
Beberapa menit
sampai satu jam
Beberapa jam
Beberapa hari
Beberapa minggu
Peripheral cause: unilateral loss of vestibular
function; late stages of acute vestibular
neuronitis
Benign paroxysmal positional vertigo;
perilymphatic fistula
Posterior transient ischemic attack;
perilymphatic fistula
Ménière’s disease; perilymphatic fistula from
trauma or surgery; migraine; acoustic neuroma
Early acute vestibular neuronitis*; stroke;
migraine; multiple sclerosis
Psychogenic
Faktor Pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada
vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi,
penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang baru
pada saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan dengan acute
vestibular neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang mencetuskan
migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien vertigo bersamaan
dengan migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik
Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh trauma baik langsung ataupun
barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan yang mengakibatkan telinga
ke bawah akan memprovokasi vertigo pada pasien dengan fistula
perilimfatik. Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus dan vertigo yang
disebabkan suara bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepada
penyebab perifer.
Tabel 2. Perbandingan Faktor Pencetus dari masing-masing penyebab
Vertigo
Faktor pencetus Kemungkinan diagnosisPerubahan posisi kepala
Episode spontan
Riwayat ISPA
Stress
Imunosupresi
Perubahan tekanan pada telinga, trauma kepala maupun suara keras
Acute labyrinthitis; benign positional paroxysmal vertigo; cerebellopontineangle tumor; multiple sclerosis; perilymphatic fistula
Acute vestibular neuronitis; cerebrovasculardisease (stroke or transient ischemicattack); Ménière’s disease; migraine;multiple sclerosis
Acute vestibular neuronitis
Psychiatric or psychological causes; migraine
Herpes zoster oticus
Perilymphatic fistula
Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendnegaran, nyeri, mual,
muntah dan gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis
penyebab vertigo. Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan
pendengaran berasal dari perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular
yang mengenai arteri auditorius interna atau arteri anterior inferior
cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan
infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada tulang temporal, atau
iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan mual pada
acute vestibular neuronitis dan pada meniere disease yang parah dan
BPPV. Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala
neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain
pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo
sentral misalnya penyakit cererovascular, neoplasma, atau multiple
sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala lain yang
berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang tipikal
(throbbing, unilateral, kadnag disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan
fonofobia. 21-35 persen pasien dengan migraine mengeluhkan vertigo
(Labuguen, 2006).
Tabel 3. Gejala penyerta untuk berbagai penyebab vertigo
Gejala Kemungikanan diagnosis
Sensasi penuh di telinga
Nyeri telinga atau mastoid
Kelmahan wajah
Temuan deficit neurologis fokal
Sakit kepala
Tuli
Imbalans
Nistagmus
Fonofobia,fotofobia
tinnitus
Acoustic neuroma; Ménière’s disease
Acoustic neuroma; acute middle ear disease (e.g., otitis media, herpes zoster oticus)
Acoustic neuroma; herpes zoster oticus
Cerebellopontine angle tumor; cerebrovascular disease; multiple sclerosis (especially findings not explained by single neurologic lesion)
Acoustic neuroma; migraine
Ménière’s disease; perilymphatic fistula; acoustic neuroma; cholesteatoma; otosclerosis; transient ischemic attack or stroke involving anterior inferior cerebellar artery; herpes zoster oticus
Acute vestibular neuronitis (usually moderate); cerebellopontine angle tumor (usually severe)
Peripheral or central vertigo
Migraine
Acute labyrinthitis; acoustic neuroma; Ménière’s disease
Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan migraine, kejang, meniere disease, atau
tuli pada usia muda perlu ditanyakan.
Riwayat pengobatan
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo melipti obat-obatan
yang ototoksik, obat antiepilepsi, antihipertensi, dan sedative
VI. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan dan leher
dan system cardiovascular.
Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologik meliputi :
- pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli
sensorineural, nistagmus (Sura et Newell, 2010).
Nistagmus vertical 80% sensitif untuk lesi nucleus vestibular atau vermis
cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa
nistagmus rotator konsisten dengan acute vestibular neuronitis.
- Gait test
1. Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun
masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki
instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun
Romberg’s sign konsisten dengan masalah vestibular atau propioseptif, hal
ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi,
hanya 19% sensitive untuk gangguan vestibular dan tidak berhubungan
dengan penyebab yang lebih serius dari dizziness (tidak hanya erbatas pada
vertigo) misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau
cerebrovascular event (Labuguen, 2006) .
2. Heel-to- toe walking test
3. Unterberger's stepping test (TPasien disuruh untuk berjalan spot
dengan mata tertutup – jika pasien berputar ke salah satu sisi maka
pasien memilki lesi labirin pada sisi tersebut) (Sura et Newell, 2010)
- Dix-Hallpike manoeuvre
Merupakan tes yang paling membantu pada pasien dengan keluhan
vertigo. Pasien duduk tegak pada kasur, kepala menoleh 45 derajat ke
salah satu sisi. Pasien kembali dibaringkan dnegan cepat dengan kepala
ditolehkan ke salah satu sisi dan periksa nistagmus. Jika terjadi latensi
(yaitu waktu antara dimulainya nistagmus setelah maneuver), arah
nistagmus dalam hubungannya dengan dikebawahkannya telinga, berapa
lama nistagmus berlangsung harus dicatat. Temuan klasik dari Hallpike
test terlihat pada BPPV yaitu nistagmus setelah latensi 2-6 detik berupa
capuran vertigo rotatori dan horizontal, serta berhubungan dengan vertigo
dan mual, nistagmus berkurang stelah 30 detik.
Jika maneuver memprovokasi nistagmus murni vertical atau torsional
tanpa periode latent dan tidak berkurang dengan ulangan maneuver maka
mengarah ke vertigo dnegan penyebab sentral misalnya tumor atau
perdarahan fossa posterior ( Allen, 2008).
Gambar 1. Dix hallpike manuever
- Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya
normal. Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu
diperiksa nistagmus dan tanyakan pasien apakah prosedur ersebut
menginduksi terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan vertigo tanpa
nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom hiperventilasi. Jika
nistagmus terjadi setelah hiperventilais menandakan adanya tumor pada
nervus VIII.
Pemeriksaan Kepala dan LeherPemeriksaan kepala dan leher meliputi :
- pemeriksaan membrane timpani untuk menemukan vesikel (misalnya
herpes zoster auticus (Ramsay Hunt Syndrome)) atau kolesteaatoma (Sura
et Newell, 2010).
- Hennebert sign (vertigo atau nistagmus yangterjadi ketika mendorong
tragus dan meatus akustikus eksternus pada siis yang bermasalah)
mengindikasikan fistula perikimfatik (Sura et Newell, 2010).
- Valsava maneuver (exhalasi dengan mulut dan hidung ditutup untuk
meningkat tekanan melawan tuba eusthacius dan telinga dalam) dapat
menyebabkan vertigo pada pasien dengan fistula perilimfatik atau
dehiscence kanalis semisirkularis anterior. Namun nilai diagnostic
berdasarkan klinis ini masih terbatas (Labuguen, 2006)
- Head impulses test
Pasien duduk tegak dengan mata terfiksasi pada objek sejauh 3 m dan
diinstruksikan untuk tetap melihat objek ketika pemeriksa menolehkan
kepala pasien. Dimulai dengan pemeriksa menolehkan kepala pasien ke
salah satu sisi pelan-pelan setelah itu pemeriksa menolehkan kepala pasien
sisi lainnya horizontal 20 o dengan cepat. Pada orang yang normal tidak
ada saccades mengindikasikan pandangan mereka terfiksasi di objek. Jika
ada sakade setelahnya maka mengindikasikan bahwa terdapat lesi pada
vestibular perifer pada siis itu (Allen, 2008).
Gambar 2. Head impulses test
Pemeriksaan Cardiovascular
Perubahan orthostatic pada tekanan darah sistolik (misalnya turun 20
mmHg atau lebih) dan nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per menit)
pada pasien dengan vertigo dapat menentukan masalah dehidrasi dan
disfungsi otonom.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular
testing, evalusi laboratorik dan evalusi radiologis.
Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka
dapat dilakukan audiometri pada semua pasien meskipun tidak mengelhkan
gangguan pendengaran
Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasien dengan keluhan
dizziness . Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas.
Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah,
fungsi thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen
pasien (Chain, 2009).
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo
yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya
CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan
integritas batang otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan
kompleks nervus VIII (Labuguen, 2006).
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar 20
sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat
pada pasien dan durasi gejala.
IX. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari vertigo dapat dilihat pada table berikut ini:
Penyebab vertigoVertigo dengan tuli
Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda intracranial
Ménière’s disease Vestibular neuritis Tumor Cerebellopontine angle
Labyrinthitis Benign positional vertigo
Vertebrobasilar insufficiency dan thromboembolism
Labyrinthine trauma
Acute vestiblar dysfunction
Tumor otak- Misalnya,
epyndimoma atau metastasis pada ventrikel keempat
Acoustic neuroma Medication induced vertigo e.g aminoglycosides
Migraine
Acute cochleo-vestibular dysfunction
Cervical spondylosis Multiple sklerosis
Syphilis (rare) Following flexion-extension injury
Aura epileptic attack-terutama temporal lobe epilepsy
Obat-obatan- misalnya, phenytoin, barbiturateSyringobulosa
X. TERAPI
A. Terapi Umum
Medikasi
Medikasi merupakan terapi yang paling berguna untuk megobati
vertigo akut dari beberapa jam sampai beberapa hari. Namun terapi medis
tidak terlalu berguna pada pasien BPPV, karena episode vertigo biasanya
kurang dari 1 menit. Vertigo yang berlangsung selama lebih dari beberapa
hari mengarah ke cedera vestibular yang permanen (Labuguen, 2006).
Berbagai obat-obatan digunakan untuk terapi vertigo dan
seringkali untuk mual dan muntah. Obat-obatan ini dapat berupa
kombinasi asetilkolin antagonist, dopamine antagonist, dan antagonis
reseptor histamine. American Gastroenterologivcal Association
merekomendasikan antikolinergik dan antihistamin untuk terapi mual yang
bersamaan dengan vertigo atau motion sickness (labuguen, 2006).
Gamma-aminobutyric acid (GABA) menghambat neurotransmitter
pada system vestibular. Benzodiazepine meningkatkat aksi GABA sistem
saraf pusat dan efektif menyembuhkan vertigo dan kecemasan.
Latihan Rehabilitasi Vestibular
Latihan rehabilitasi vestibular seringkali dimasukkan ke dalam
terapi vertigo. Latihan ini melatih otak untuk menggunakan visual dan
propioseptif alternatif untuk menjaga keseimbangan dan jalan. Hal ini
penting pada pasien yang sering mengalami vertigo berulang oleh sebab
itu, otak dapat beradaptasi ke fungsi dasar vestibular yang baru.
B. Terapi Spesifik
BPPV
Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi bat-obatan. Vertigo
dapat membaik dengan maneuver rotasi kepala hal ini akan
mmemindahkan deposit kalsium yang bebas ke belakang vestibule.
Manuver ini meliputi reposisi kanalit berupa maneuver epley, modifikasi
maneuver epley. Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah reposisi
kanalit utnuk mencegah deposit kalsium kembali ke kanalis semisirkularis,
Vestibular Neuriitis dan Labirynthis
Terapi focus pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang
mensipresi vestibular yang diikuti dengan latihan vestibular. Kompensasi
vestibular terjasi lebih cepat dan lebih sempurna jika pasien mulai 2 kali
sehari latihan vestibular sesegera mungkin setelah vertigo berkurang
dengan obat-obatan.
Meniere disease
Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun diet
rendah garam dan diuretic seringkali mengurangi vertigo, hal ini kurang
efektif dalam mengobati ketulian dan tinnitus.
Pada kasus yang jarang intervensi bedah seperti dekompresi
dengan shunt endolimfatik atau cochleosacculoctomy dibutuhkan jika
penyakit ini resisten terhadap pengobatan diuretic dan diet.
Iskemik Vascular
Terap TIA dan stroke meliputi mencegah terjadinya ulangan
kejadian melalui kontrol tekanan darah, menurunkan level kolesterol,
mengurangi merokok, menginhibisi fungsi platelet (misalnya aspirin,
clopidogrel) dan terkadang antikoagulasi (warfarin).
Vertigo akut yang disebabkan oleh stroke pada batang otak atau
cerebellum diobati dengan obat-oabat yang mensupresi vestibular dan
meminimalisrir pergerakan kepala pada hari pertama. Sesegera mungkin
jika keluhan dapat ditoleransi obat-oabatan harus di tapper off dan latihan
rehabilitasi vestibular harus segera dimulai.
Penempatan stent vertebrobasilar diperlukan pada pasien dengan
stenosis arteri vertebralis dan refrakter terhadap penaganan medis.
Perdarahan pada cerebellum dan batang otak member risiko
kompresi sehingga diperlukan dekompresi mellau neurosurgery.
Algoritma
Skema 1. Algoritma evaluasi dan manajemen awal vertigo
Skema 2. Algoritma diagnosis vertigo
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. ANAMNESIS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Umur : 40 tahun
Jns Kelamin : laki – laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Kadipolo, Surakarta
Pekerjaan : PNS
B. Keluhan Utama: Nggliyer
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nggliyer sejak kurang lebih 4 hari
yang lalu, pasien merasa pusing berputar, hilang timbul. Pusing dirasakan
hanya beberapa detik setiap serangan. Bila pasien bergerak mendadak dari
posisi jongkok kemudian berdiri, pasien merasa sempoyongan. Pasien
berobat ke puskesmas, mendapat obat namun tidak berkurang. Kemudian 2
hari yang lalu pasien merasakan mual-mual bersamaan dengan pusing
yang mengganggu aktivitas. Muntah (-), nyeri perut (-), demam (-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
E. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat penyakit keganasan : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat merokok : (+)
2. Riwayat minum minuman keras : disangkal
3. Riwayat olah raga teratur : disangkal
4. Riwayat mengkonsumsi obat : disangkal
G. Riwayat Gizi
Pasien sehari makan tiga kali, dengan nasi, lauk pauk tempe, tahu,
sayur, kadang-kadang dengan ikan, telur, daging, atau ayam.
H. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang laki-laki umur 40 tahun, seorang PNS. Saat
ini pasien tinggal bersama istri. Istri sebagai ibu rumah tangga. Pasien
mempunyai dua orang anak. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : kompos mentis, kesan sakit sedang, gizi kesan
cukup
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 165 cm
B. Tanda vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup ,
simetris
Laju Pernapasan : 20 x/menit, kussmaul (-)
Suhu : 37 0C per axiller
C. Kulit : warna sawo matang, lembab, ujud kelainan kulit
(-), uji turniquet (-)
D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut
E. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air
mata (+/+), Refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(3 mm/ 3 mm), bulat, di tengah, mata cekung (-/-)
F. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
G. Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa basah (+)
H. Telinga : sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)
I. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-),
tonsil T1 – T1
J. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
K. Thorax
Bentuk : normochest
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Kiri bawah :SIC V linea medioclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Batas paru hepar : SIC VI dextra
Batas paru lambung :spatium intercosta VII Sinistra
Redup relatif : batas paru hepar
Redup absolut : hepar
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-),
RBH (-/-), wheezing (-/-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : hepar/lien tak teraba, turgor kulit baik
M. Ekstremitas :
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -
Sianosis ujung jari Capilary refill time < 2 detik
- -
- -
III.PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN
Nistagmus test : (+)
Romberg test : (+)
IV. DIAGNOSIS
BPPV
V. TUJUAN TERAPI
a. Memperbaiki keadaan umum
b. Menangani simptom
VI. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : bonam
VII.TERAPI
A. Non Farmakologis
a. Preventif :
- Istirahat yang cukup, kurangi aktifitas fisik yang berlebihan.
- Hindari posisi membungkuk dalam mengangkat barang atau posisi
yang memperpanjang leher saat mengambil barang yang letaknya
tinggi ( hindari posisi yang mencetuskan rasa pusing berputar).
- Hindari posisi yang memperberat serangan vertigo seperti menoleh
ke kiri atau ke kanan saat serangan terjadi.
- Hindari perubahan gerak kepala yang cepat dan ekstrim, misal dari
posisi jongkok lalu berdiri, memutar kepala tanpa menggerakkan
tubuh, meloncat atau berputar tiba-tiba.
- Bangunlah secara perlahan dan duduk terlebih dahulu sebelum
berdiri dari tempat tidur
b. Promotif :
- Menjelaskan dan memberikan edukasi kepada pasien tentang
vertigo, pencegahan serta pengobatan vertigo.
- Menjelaskan kepada pasien mengenai latihan fisik vestibular agar
pasien dapat beradaptasi atau membiasakan diri terhadap gangguan
keseimbangan yang dimilikinya, serta menganjurkan pasien untuk
melakukannya.
B. Farmakologis
RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Poli Klinik THT-KL
26 Maret 2015
Dokter : dr. Risandy
R/ Betahistin mesilate tab mg 6 No. X
∫ 3 dd tab 1
R/ Dimenhidrinat tab mg 50 No. X
∫ 3 dd tab 1
Pro : Tn. S (40 tahun)
Alamat: Kadipolo, Solo
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT DAN TERAPI
A. Betahistin Mesilate
1. Mekanisme Kerja
Betahistine bekerja dengan cara langsung berikatan dengan
reseptor histamin. Reseptor ini terletak di dinding aliran darah,
termasuk di dalam telinga. Dengan mengaktifkan reseptor ini
menyebabkan pembesaran pembuluh darah. Peningkatan sirkulasi
darah dapat mengurangi tekanan di telinga. Fungsi utama
Betahistin sebagai obat penyakit Meniere. Obat ini membantu
menghilangkan tekanan di dalam telinga dan mengurangi frekuensi
dan keparahan serangan mual dan pusing. Betahistine juga
mengurangi bunyi mendenging di telinga (tinitus) dan membantu
fungsi pendengaran menjadi normal.
2. Indikasi
Untuk pengobatan vertigo, penyakit meniere’s.
3. Kontra Indikasi
Penderita feokromasitoma
4. Efek Samping
Efek samping yang telah dilaporkan adalah :
Pada pencernaan : rasa mual dan muntah serta gangguan
pencernaan lainya
Pada kulit : reaksi hipersensitif serti ruam, gatal - gatal pada
kulit
5. Dosis
Untuk dewasa pemberian secara peroral 1-2 tablet 3 kali sehari,
diberikan setelah makan. Dosis harus disesuaikan dengan usia
penderita serta keadaan penyakit.
6. Bentuk Sediaan
6mg, 12mg.
B. Dimenhidrinat
1. Sifat Fisikokimia
Dimenhidrinat (USP 29) : serbuk kristalin putih tak berbau. Sukar
larut dalam air; mudah larut dalam alkohol dan dalam kloroform;
agak sukar larut dalam eter. Inkompatibilitas : dimenhidrinat
kemungkinan besar inkompatibel dalam larutan yang mengandung
aminofilin, glikopironium bromida, hidrokortison sodium
suksinat, hidroksizin hidroklorida, beberapa fenotiazin, dan
beberapa barbiturat terlarut.
2. Mekanisme Kerja
Menghambat stimulasi vestibular, mula-mula bekerja pada sistem
otolith, dan pada dosis yang lebih besar bekerja pada kanal
semisirkular; menghambat asetilkolin.
3. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Oral:
dewasa dan anak (12 tahun ke atas):
50-100 mg tiap 4-6 jam, tidak lebih dari 400 mg dalam 24
jam, atau seperti petunjuk dokter.
Anak usia 6 s.d <12 tahun:
25-50 mg tiap 6-8 jam, tidak lebih dari 150 mg dalam 24
jam, atau seperti petunjuk dokter.
Anak usia 2 s.d.<6 tahun:
12,5-25 mg tiap 6 -8 jam, tidak lebih dari 75 mg dalam 24
jam, atau seperti petunjuk dokter.
Alternatif lain:
anak: 1,25 mg/kg atau 37,5 mg/m2 s.d. oral atau IM 4 kali
sehari sampai dosis maksimum 300 mg sehari.
Anak usia <2 tahun: hanya atas petunjuk dokter.
IM:
dewasa: sama seperti dosis oral.
IV:
dewasa: sama dengan dosis oral.
Anak: dosis IV belum ditetapkan.
Untuk injeksi IV: 50 mg obat diencerkan dengan 10 ml
injeksi NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan selama 2
menit.
Pengobatan simptomatik penyakit Meniere:
oral: 25-50 mg dimenhidrinat diberikan 3 kali sehari untuk
pemeliharaan atau IM: 50 mg diberikan untuk serangan akut.
4. Farmakologi
Absorpsi: baik setelah pemberian oral maupun parenteral. Efek
antiemetik tercapai dalam 15-30 menit setelah dosis oral dan
dalam 20-30 menit setelah dosis IM. Lama kerja obat 3-6 jam.
Obat mungkin didistribusi luas ke dalam jaringan tubuh, melewati
plasenta, dimetabolisme oleh hati, dan dieliminasi melalui urin.
Sejumlah kecil obat didistribusikan ke dalam ASI. Dimenhidrinat
mempunyai efek depresi sistem saraf pusat, antikolinergik,
antiemetik, antihistamin, dan anestesi lokal. (3)
5. Peringatan
Obat dapat mengganggu kemampuan melakukan aktivitas yang
membutuhkan kewaspadaan mental atau koordinasi fisik (seperti
mengoperasikan mesin atau mengemudi). Obat harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan kejang. Efek
antikolinergik obat harus dipertimbangkan bila diberikan pada
kondisi pasien yang dapat diperburuk oleh obat-obat
antikolinergik (seperti: glaucoma sudut tertutup, pembesaran
kelenjar prostat). Obat harus diberikan dengan hati-hati pada
pasien yang menerima obat-obat ototoksik.
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Pengobatan vertigo terdiri dari terapi non farmakologis dan terapi
farmakologis. Adapun terapi nonfarmakologis antara lain: Istirahat yang
cukup, kurangi aktifitas fisik yang berlebihan, hindari posisi membungkuk
yang memperberat vertigo, hindari posisi yang mencetuskan rasa pusing
berputar). Sedangkan jenis-jenis obat yang dapat mengurangi keluhan adalah
betahistin mesilate yang bekerja dengan cara langsung berikatan dengan
reseptor histamin dan dimenhidrinat yang bekerja dengan cara menghambat
stimulasi vestibular, mula-mula bekerja pada sistem otolith, dan pada dosis
yang lebih besar bekerja pada kanal semisirkular; menghambat asetilkolin.
2. SARAN
- Penyakit Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan
oleh pergerakan otolit dalam kanalis semisirkularis pada telinga dalam.
Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan
menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.
- Edukasi kepada pasien akan pentingnya menjaga posisi tubuh yang baik
dan benar dapat mengurangi kekambuhan serangan BPPV.
- Bila keluhan tidak membaik dengan terapi non farmakologis dan
farmakologis hendaknya segera dilakukan pemeriksaan lebih lajut
untuk dapat mencari etiologi BPPV apakah adanya trauma kepala,
infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)
Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign Paroxysmal Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing. December:2006
Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family Physician January 15, Volume 73, Number 2
Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338
Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008, Vol 69, No 6
Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care, BJMP 2010;3(4):a351
Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American Family Physician March 15,2005:71:6.
Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254 (1732): 19-23.