36
PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN OTENTIK (KONSEPTUALISASI, PENGUKURAN, DAN IMPLEMENTASINYA DALAM ORGANISASI) Sus Budiharto 1 Email : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini ingin mengetahui konsep, pengukuran, dan pengembangan kepemimpinan otentik di Indonesia. Pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana pengukuran kepemimpinan otentik di Indonesia ? Bagaimana peran kepemimpinan otentik terhadap kepercayaan pegawai ? Bagaimana implementasi pengembangan kepemimpinan otentik dalam organisasi ? Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap pertama adalah pengukuran terhadap 111 pegawai di Indonesia melalui adaptasi dan analisis faktor skala kepemimpinan otentik. Tahap kedua adalah pengujian peran kepemimpinan otentik terhadap kepercayaan pegawai melalui uji korelasi dan regresi. Tahap ketiga adalah penyusunan pengembangan kepemimpinan otentik dalam organisasi melalui kajian pustaka. Hasil penelitiannya, kepemimpinan otentik di Indonesia dapat diukur dengan mengadaptasi skala Authentic Leadership Scale/ALQ yang disusun oleh Walumbwa, dkk (2008), meliputi empat aspek, yaitu self-awareness, moral perspective, balanced processing, dan relational transparency. Kepemimpinan otentik mampu menjadi prediktor bagi kepercayaan pegawai. Pengembangan kepemimpinan otentik dalam organisasi melibatkan proses yang kompleks, bukan hanya pelatihan, tetapi secara luas merupakan program kehidupan. Kata kunci : kepemimpinan otentik, kepercayaan pegawai 1 Dosen Tetap Universitas Islam Indonesia, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi Universitas Gadjah Mada

seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/temuilmiahpsikologi2016/sites/seminar... · Web viewPenelitian tentang kepemimpinan otentik di Indonesia antara lain dilakukan oleh Hayuningtyas

Embed Size (px)

Citation preview

PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN OTENTIK (KONSEPTUALISASI, PENGUKURAN, DAN IMPLEMENTASINYA DALAM ORGANISASI)

Sus Budiharto1

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini ingin mengetahui konsep, pengukuran, dan pengembangan kepemimpinan otentik di Indonesia. Pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana pengukuran kepemimpinan otentik di Indonesia ? Bagaimana peran kepemimpinan otentik terhadap kepercayaan pegawai ? Bagaimana implementasi pengembangan kepemimpinan otentik dalam organisasi ? Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap pertama adalah pengukuran terhadap 111 pegawai di Indonesia melalui adaptasi dan analisis faktor skala kepemimpinan otentik. Tahap kedua adalah pengujian peran kepemimpinan otentik terhadap kepercayaan pegawai melalui uji korelasi dan regresi. Tahap ketiga adalah penyusunan pengembangan kepemimpinan otentik dalam organisasi melalui kajian pustaka. Hasil penelitiannya, kepemimpinan otentik di Indonesia dapat diukur dengan mengadaptasi skala Authentic Leadership Scale/ALQ yang disusun oleh Walumbwa, dkk (2008), meliputi empat aspek, yaitu self-awareness, moral perspective, balanced processing, dan relational transparency. Kepemimpinan otentik mampu menjadi prediktor bagi kepercayaan pegawai. Pengembangan kepemimpinan otentik dalam organisasi melibatkan proses yang kompleks, bukan hanya pelatihan, tetapi secara luas merupakan program kehidupan.

Kata kunci : kepemimpinan otentik, kepercayaan pegawai

1 Dosen Tetap Universitas Islam Indonesia, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi Universitas Gadjah Mada

Pengantar Kepemimpinan otentik memperoleh momentum banyak

dikaji para peneliti sejak awal tahun 2000-an, meskipun ide dan penelitian tentang pemimpin yang otentik telah dilakukan sejak beberapa dekade sebelumnya, misalnya oleh Seeman (1966), lalu Henderson & Hoy (1983). Kajian tersebut intensif dilakukan di Amerika Serikat, sebagai pengembangan dari kajian mengenai kepemimpinan transformasional (transformational leadership), kharismatik (charismatic leadership), pelayanan (servant leadership), serta kepemimpinan spiritual (spiritual leadership) (Avolio & Gardner, 2005). Pasca peristiwa 11 September 2001, yang diikuti dengan krisis, dan sejumlah permasalahan moral lainnya dalam organisasi industri seperti WorldCom, Arthur Anderson, dan Enron, para akademisi dan praktisi merasa perlu menyusun kajian mengenai pemimpin yang memiliki integritas dan standar moral yang tinggi, memimpin dengan mengikuti kebenaran dan nurani, serta menunjukkan relasi yang positif dengan para pengikutnya (Wherry, 2012).

Konsep kepemimpinan otentik pada awalnya dikaji dalam bidang Sosiologi dan Pendidikan. Seeman (1966), seorang sosiolog meneliti konsep tentang inauthenticity, yang dipandang sebagai plastisitas yang berlebihan dari pemimpin yang berusaha memenuhi tuntutan yang dirasakan timbul dari perannya. Henderson dan Hoy (1983) kemudian mengkaji kembali konsep tersebut dalam konteks kepemimpinan di bidang pendidikan, dan merevisi skala Seeman melalui penambahan item baru. Berbeda dengan fokus awal pada inauthenticity, kepemimpinan otentik lebih mencerminkan akar konseptual dari psikologi positif dan menekankan

1

pengembangan karakteristik kepemimpinan yang lebih positif (Luthans & Avolio, 2003).

Pada tahun 2004 Gallup Leadership Institute, Universitas Nebraska – Lincoln menyelenggarakan konferensi tentang Pengembangan Kepemimpinan Otentik (Authentic Leadership Development) di Omaha, Nebraska. Konferensi ini mempromosikan dialog antara para akademisi dan praktisi dari berbagai domain organisasi bisnis, politik, pendidikan, dan militer untuk menstimulasi wawasan dan teori dasar tentang kajian pengembangan kepemimpinan dan kepengikutan otentik (authentic leadership and followership). Lebih dari 80 artikel dipresentasikan pada konferensi ini dan dievaluasi menggunakan standar Leadership Quarterly (Avolio & Gardner, 2005). Meningkatnya kesadaran diri, pengaturan diri, dan keteladanan pemimpin yang otentik dianggap dapat mendorong pengembangan otentisitas para pengikutnya. Pada gilirannya, pengikut yang otentik diyakini memiliki kontribusi terhadap kesejahteraan dan peningkatan kinerja (Avolio & Gardner, 2005; Ilies, Morgeson, & Nahrgang, 2005).

Berdasarkan hasil kajian para peneliti sejak tahun 2006 sampai dengan 2015, kepemimpinan otentik diketahui memberikan pengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Pengaruh positif kepemimpinan otentik juga diketahui dalam meningkatkan perilaku positif, serta menurunkan perilaku negatif pemimpin dan pengikut sebagai individu maupun kelompok dalam organisasi. Kepemimpinan otentik dapat meningkatkan perilaku positif dalam organisasi, karena terbukti berpengaruh positif terhadap kepuasan dalam bekerja /job satisfaction & satisfaction with supervisor (Jensen & Luthans, 2006; Walumbwa dkk, 2008; Giallonardo dkk, 2010; Peus dkk,

2

2012; Azanza dkk, 2013; Wong & Laschinger, 2013; Černe dkk, 2014; Parr & Hunter, 2014), perilaku kewargaan/ organizational & group citizenship behavior (Walumbwa dkk, 2008; Walumbwa dkk, 2010; Walumbwa dkk, 2011; Valsania dkk, 2012; Cottrill dkk, 2014; Shapira-Lishchinsky & Tsemach, 2014), keterpikatan kerja/ work & employee engagement (Walumbwa dkk, 2010; Wong dkk, 2010; Bamford dkk, 2013; Seco & Lopes, 2013; Wang & Hsieh, 2013; Parr & Hunter, 2014), komitmen/affective & organizational commitment/commitment to supervisor/ followers loyalty (Leroy dkk, 2012; Emuwa, 2013; Monzani dkk, 2014; Guerrero dkk, 2015; Kiersch & Byrne, 2015; ), kinerja / job, follower, & group performance (Walumbwa dkk, 2008; Clappp-Smith dkk, 2009; Wong & Cummings, 2009; Walumbwa dkk, 2011; Wong & Laschinger, 2013; Wang dkk, 2014; Xiong & Fang, 2014); serta kebahagiaan/ work happiness & psychological wellbeing (Jensen & Luthans, 2006; Toor & Ofori, 2009; Cassar & Buttigieg, 2013). Kepemimpinan otentik juga dapat dimaknai menurunkan perilaku negatif dalam organisasi, karena berpengaruh negatif terhadap burn out (Wong & Cummings, 2009), employee stress (Kiersch & Byrne, 2015), emotional exhaustion (Laschinger dkk, 2013), cynicism (Laschinger, dkk 2013), organizational deviance (Erkutlu & Chafra, 2013), absence frequency (Shapira-Lishchinsky & Tsemach, 2014), dan turnover intentions (Parr & Hunter, 2014).

Istilah kepemimpinan otentik terdiri dari dua kata, yaitu kepemimpinan dan otentik. Kepemimpinan dalam bahasa Inggris disebut dengan leadership, memiliki makna kemampuan dan proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan tertentu (Yukl, 2015). Istilah otentik (authenticity) berasal dari pepatah Yunani, yaitu γνῶθι σεαυτόν/ gnōthi seauton / know

3

thyself, yang memiliki makna kenali dirimu sendiri, tertulis dalam salah satu prasasti Candi Apollo, di Delphi. Selain itu juga terdapat istilah Yunani yang lain, yaitu “Authento” (to have full power), yang memiliki makna otentik (Gardner, Cogliser, Davis, & Dickens, 2011). Berdasarkan kajian ilmiah, authenticity didefinisikan sebagai kemampuan dan proses mental individu untuk menemukan dirinya yang sejati, dan berperilaku selaras dengan kesejatiannya itu dalam berbagai situasi kehidupan. (Heppner, Kernis, Nezlek, Foster, Lakey, & Goldman, 2008; Kifer, Heller, Perunovic, & Galinsky, 2013; Impett, Javam, Le, Asyabi-eshghi, & Kogan, 2013; Le & Impett, 2013; Lenton, Slabu, Sedikides, & Power, 2013; Klipfel 2014).

Kepemimpinan otentik dalam organisasi merupakan kemampuan dan proses yang menekankan pada kapasitas psikologis yang positif dalam konteks organisasi yang maju, menghasilkan kesadaran diri, pengembangan diri, dan perilaku positif yang lebih besar pada pemimpin dan pengikutnya. (Luthans dan Avolio, 2003). Avolio, Luthans, & Walumbwa (2004) mendefinisikan pemimpin otentik sebagai pemimpin yang sangat sadar terhadap dirinya (deeply aware) dalam berpikir dan bertindak, serta dipersepsi orang lain sebagai orang yang sadar terhadap nilai-nilai moral dirinya dan orang lain; berwawasan luas dan memiliki kekuatan; sadar konteks di mana sedang berada; merasa yakin, memiliki harapan, optimisme, ketangguhan, dan karakter moral yang tinggi. Pemimpin otentik merasa yakin, memiliki harapan, optimis, tangguh, transparan, bermoral, berorientasi masa depan, dan memberikan prioritas untuk mengembangkan pengikutnya menjadi pemimpin, minimal bagi dirinya sendiri. Pemimpin yang otentik tidak memaksa, namun berupaya mempersuasi pengikutnya secara rasional,

4

lebih mengutamakan pengembangan diri, internalisasi nilai-nilai yang otentik, dan keyakinan pengikutnya (Luthans dan Avolio, 2003). Ilies dkk. (2005) menambahkan bahwa pemimpin otentik sangat menyadari nilai hidup dan keyakinannya, percaya diri, asli (genuine), dapat diandalkan dan dipercaya, fokus pada pengembangan kekuatan para pengikutnya, memperluas pemikiran pengikutnya, dan menciptakan suasana organisasi yang positif dan menyenangkan.

Kajian mengenai konstruk teoritis dan pengukuran kepemimpinan otentik antara lain dilakukan oleh Walumbwa, Avolio, Gardner, Wernsing & Peterson (2008) yang melakukan penelitian dengan partisipan sebanyak 224 orang di Amerika dan 212 orang di Cina. Definisi operasional tentang kepemimpinan otentik yang dikaji, yaitu pola perilaku pemimpin yang mengacu pada kapasitas psikologis positif dan mempromosikan iklim etika yang positif melalui kesadaran diri yang mendalam, perspektif moral yang diinternalisasikan, pengolahan informasi yang seimbang, dan relasi yang transparan antara pemimpin dan pengikut untuk mendorong pengembangan diri yang positif. Alat ukur yang disebut Authentic Leadership Scale/ALQ kemudian disusun, dikembangkan, dan divalidasi. Hasil analisis faktor yang dilakukan menunjukkan bahwa kepemimpinan otentik terbagi menjadi empat aspek, yaitu kesadaran diri pemimpin (self awareness), relasi yang transparan (relational transparency), pemrosesan yang seimbang (balanced processing), dan perspektif moral yang diinternalisasi (internalized moral perspective). Kesadaran diri (self awareness), merupakan persepsi pengikut terhadap pemahaman pemimpinnya dalam menemukan dan membuat makna dari dunia, dan bagaimana

5

makna tersebut memberikan dampak pada sudut pandangnya dari waktu ke waktu. Relasi yang transparan (relational transparency) adalah persepsi pengikut terhadap perilaku pemimpin yang menampilkan dirinya secara otentik dalam berinteraksi dengan orang lain, bukan pencitraan diri maupun pendistorsian diri. Pemimpin dianggap memiliki rasa percaya (trust) kepada orang lain, terbuka untuk berbagi informasi, serta mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara otentik ketika mengungkapkan emosi yang menurutnya kurang pantas. Pemrosesan yang seimbang (balanced processing) menunjukkan persepsi pengikut terhadap kemampuan pemimpin untuk menganalisis semua informasi dan data yang relevan secara objektif sebelum mengambil keputusan. Pemimpin juga dipersepsi bersedia menerima masukan dan kritikan yang memberi tantangan terhadap posisi yang sedang diemban. Internalisasi perspektif moral (internalized moral perspective) mengacu pada persepsi pengikut terhadap internalisasi dan integrasi regulasi diri pemimpin secara menyeluruh. Pengambilan keputusan pemimpin dipandu oleh standar nilai moral yang telah diinternalisasikan, dibandingkan dengan nilai kelompok, organisasi, dan sosial. Pengambilan keputusan dan perilaku pemimpin dipersepsi pengikut konsisten dengan nilai-nilai moralnya. Hasil penelitian juga diketahui bahwa kepemimpinan otentik memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan kerja, komitmen kerja, perilaku kewargaan organisasi, dan kinerja pegawai. (Walumbwa dkk, 2008).

Penelitian tentang kepemimpinan otentik di Indonesia antara lain dilakukan oleh Hayuningtyas & Helmi (2015) yang ingin mengetahui peran kepemimpinan otentik terhadap keterpikatan kerja (work engagement) 40 dosen suatu

6

perguruan tinggi, dengan variabel mediator efikasi diri melaksanakan tridharma perguruan tinggi. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan skala kepemimpinan otentik dengan mengadaptasi Authentic Leadership Questionnaire (ALQ) yang disusun oleh Walumbwa dkk (2008), skala efikasi diri, dan keterpikatan kerja. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kepemimpinan otentik tidak memiliki peran yang signifikan terhadap keterpikatan kerja dosen. Peran yang signifikan diberikan oleh efikasi diri dosen, dengan sumbangan efektif sebesar 11,6%. (Hayuningtyas & Helmi, 2015).

Kajian berikutnya dilakukan oleh Suhartanto (2015) yang meneliti pengaruh kepemimpinan otentik dan psychological capital terhadap kesejahteraan subjektif (subjective well being), dan keterpikatan kerja 325 pegawai dari 5 organisasi di bidang retail, manufaktur, tekstil, makanan, dan pendidikan. Alat ukur kepemimpinan otentik yang digunakan juga dengan melakukan adaptasi skala ALQ yang disusun oleh Walumbwa, dkk (2008). Skala ini memiliki koefisien alfa sebesar 0.921 dengan korelasi antar aitem bergerak dari 0.597-0.778. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan otentik memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kesejahteraan subjektif dan keterpikatan kerja karyawan daripada psychological capital (Suhartanto, 2015). Terdapatnya pengaruh kepemimpinan otentik terhadap keterpikatan kerja pegawai yang ditemukan dalam laporan penelitian ini berbeda dengan temuan penelitian sebelumnya oleh Hayuningtyas & Helmi (2015). Meskipun demikian laporan penelitian ini tidak mendeskripsikan analisis faktor yang dilakukan, sehingga validitas konstrak alat ukur kepemimpinan otentiknya belum dapat diketahui.

7

Berdasarkan hasil-hasil kajian yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk mengetahui pengembangan kajian kepemimpinan otentik di Indonesia, baik konseptualisasi, pengembangan alat ukur, maupun implementasinya dalam organisasi. Hal ini dilakukan karena topik kajian kepemimpinan otentik di Indonesia masih relatif baru dan belum banyak dilakukan. Berdasarkan proses konseptualisasi dan konstruksi terhadap kepemimpinan otentik seperti yang telah diuraikan, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana pengukuran kepemimpinan otentik di Indonesia ?

b. Bagaimana peran kepemimpinan otentik dalam organisasi ?

c. Bagaimana implementasi pengembangan kepemimpinan otentik dalam organisasi ?

MetodePenelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yang saling

berkaitan. Tahap pertama adalah pengukuran kepemimpinan otentik dengan partisipan para anggota organisasi Industri di Indonesia. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif melalui adaptasi dan analisis faktor terhadap skala kepemimpinan otentik. Tahap kedua adalah pengujian peran kepemimpinan otentik terhadap aspek efektivitas internal organisasi di Indonesia, antara lain adalah kepercayaan pegawai. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif melalui uji korelasi dan regresi antara skala kepemimpinan otentik dengan skala kepercayaan pegawai. Tahap ketiga adalah penyusunan implementasi pengembangan kepemimpinan otentik dalam

8

organisasi di Indonesia. Tahap ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif berupa kajian pustaka.

Kepemimpinan otentik diukur dengan mengadaptasi skala Authentic Leadership Questionnaire/ALQ yang disusun oleh Walumbwa, dkk (2008) terdiri dari 16 aitem yang mengukur empat aspek, yaitu self-awareness sebanyak 4 aitem, moral perspective sebanyak 4 aitem, balanced processing sebanyak 4 aitem, serta relational transparency juga sebanyak 4 aitem. Alternatif jawaban menggunakan skala Likert dengan rentang 0 sampai 4, yaitu: (0) Tidak pernah, (1) Jarang, (2) Kadang-kadang, (3) Sering dan (4) Selalu. Semakin tinggi skor menunjukkan kepemimpinan otentik yang semakin tinggi.

Kepercayaan pegawai yang dimaksud mengacu kajian McAllister (1995) tentang affect and cognition based trust, yaitu keyakinan pegawai yang memiliki itikad baik untuk bertindak atas dasar kata, tindakan, dan keputusan yang dipengaruhi oleh orang lain untuk membantunya dalam mencapai tujuan di organisasi. Kepercayaan pegawai diukur dengan mengadaptasi skala affect-based trust dan cognition-based trust, berisi 11 aitem. Alternatif jawaban menggunakan skala Likert dengan rentang 0 sampai 4, yaitu: (0) Sangat tidak sesuai, (1) Tidak sesuai, (2) Agak sesuai, (3) Sesuai, dan (4) Sangat sesuai. Semakin tinggi skor menunjukkan kepercayaan pegawai yang semakin tinggi pula (McAllister, 1995).

Partisipan penelitian ini adalah para pegawai organisasi industri sebanyak 111 orang, terdiri dari 51 orang (16 laki-laki, 35 perempuan) pegawai suatu organisasi industri manufaktur di Jawa Tengah, dan 60 orang (26 laki-laki, 34 perempuan) pegawai suatu organisasi jasa penjualan buku, alat tulis, dan alat kantor di Daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis data

9

dilakukan dengan menggunakan analisis faktor terhadap skala kepemimpinan otentik, uji korelasi, dan regresi antara skala kepemimpinan otentik dengan skala kepercayaan kerja pegawai.Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis faktor, diketahui bahwa persentase varian konstrak yang dapat dijelaskan oleh pembagian faktor (total variance explained) melalui pembagian 16 aitem menjadi satu faktor dapat menjelaskan 45.46 % varian. Pembagian menjadi empat faktor dapat menjelaskan 67, 73 % varian. Hasil ekstraksi dengan analisis matriks korelasi pertama, dapat diketahui bahwa total 16 aitem terbagi ke dalam empat komponen terbesar dengan nilai total initial eigenvalues komponen pertama sebesar 7.27, komponen kedua sebesar 1.31, komponen ketiga sebesar 1.25 komponen keempat sebesar 1.01. Data sebaran 16 aitem dan korelasi antar faktor dapat dilihat dalam tabel 1 dan 2.

Berdasarkan metode rotasi Oblimin with Kaiser Normalization sebanyak 21 putaran seperti yang terdapat dalam tabel 1, dapat diketahui sebanyak 16 total aitem mempunyai nilai korelasi lebih besar atau sama dengan (≥) 0.3 pada empat faktor. Korelasi yang cukup tinggi (≥ 0.3) dengan faktor 1 ditunjukkan oleh aitem nomor 1, 2, 3, 4, 5, 12, 14, 15, 16. Berdasarkan data dalam tabel 2 diketahui bahwa korelasi antar aitem dalam faktor 1 dengan faktor 2 sebesar 0.33, dengan faktor 3 sebesar 0.21, dengan faktor 4 sebesar 0.42. Korelasi yang tinggi dengan faktor 2 ditunjukkan oleh aitem nomor 10 dan 11. Korelasi antar aitem dalam faktor 2 dengan faktor 3 sebesar 0.1, dengan faktor 4 sebesar 0.15. Korelasi yang tinggi dengan faktor 3 ditunjukkan oleh aitem nomor 13. Korelasi antar aitem dalam faktor 3 dengan faktor 4 sebesar 0.1. Korelasi

10

yang tinggi dengan faktor 4 ditunjukkan oleh aitem nomor 6, 7, 8, dan 9. Dengan demikian dapat diketahui bahwa konstrak kepemimpinan profetik dapat dibagi dalam empat faktor / komponen, namun dengan komposisi aitem yang kurang seimbang. Aitem sebagian besar termasuk dalam faktor 1.Tabel 1. Data sebaran Aitem Skala Kepemimpinan Otentik

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4Aitem

1 ,649 -,075 ,092 ,182Aitem

2 ,787 -,298 -,054 ,194Aitem

3 ,506 -,160 ,150 ,470Aitem

4 ,508 -,054 ,470 ,205Aitem

5 ,719 ,036 -,099 ,091Aitem

6 ,404 ,051 ,016 ,531Aitem

7 -,079 ,158 ,237 ,798Aitem

8 ,271 ,348 -,141 ,580Aitem

9 ,425 ,215 -,358 ,444Aitem

10 -,098 ,784 ,021 ,209Aitem

11 ,229 ,766 ,046 -,034Aitem

12 ,685 ,256 ,250 -,315Aitem

13 ,008 ,051 ,861 ,102Aitem

14 ,816 ,091 ,064 -,099Aitem

15 ,670 ,288 -,016 -,073Aitem

16 ,634 ,246 ,039 ,056

Tabel 2. Matrik Korelasi antar Faktor/KomponenFaktor 1 2 3 4

1 1,000 ,325 ,209 ,423

11

2 ,325 1,000 ,098 ,1453 ,209 ,098 1,000 ,0624 ,423 ,145 ,062 1,000

Hasil analisis faktor menggunakan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy dan Bartlett’s Test of Sphericity (KMO and Bartlett’s Test) diketahui bahwa nilai KMO sebesar 0.895 ( 0.5), dan nilai Bartlett’s Test sebesar 908.205 dengan taraf signifikansi 0.000 ( 0.01). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa instrumen kepemimpinan otentik ini telah memenuhi syarat valid. Berdasarkan hasil analisis korelasi anti-image, diketahui bahwa nilai korelasi faktor 1 sebesar 0.79, faktor 2 sebesar 0.80, faktor 3 sebesar 0.85, dan faktor 4 sebesar 0.83. Kriteria suatu faktor atau aspek dapat dikatakan valid adalah jika koefisien korelasi anti-image lebih besar atau sama dengan (≥) 0.5. Dengan demikian dapat diketahui bahwa semua faktor/aspek dalam konstruk kepemimpinan otentik dapat dikatakan valid. Jadi aspek self-awareness, moral perspective, balanced processing dan relational transparency dapat dikatakan valid sebagai pembentuk variabel kepemimpinan otentik.

Berdasarkan analisis korelasional diketahui bahwa variabel kepemimpinan otentik (skor KS-Z = 0.068; p = 0,2) dan kepercayaan pegawai (skor KS-Z = 0.071; p = 0,2) memiliki distribusi yang normal dan linier (F = 22.66; p = 0.000). Kepemimpinan otentik berkorelasi positif dengan kepercayaan pegawai (r = 0.72; p = 0.000). Hasil analisis regresi seperti yang terdapat dalam tabel 3 menunjukkan bahwa kepemimpinan otentik memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kepercayaan pegawai. Persepsi pegawai terhadap kepemimpinan otentik atasan memberikan kontribusi terhadap

12

kepercayaannya kepada atasan sebesar 52 %. Diantara keempat aspek dalam kepemimpinan otentik, aspek Balanced Processing, Relational Transparency, Self-Awareness memberikan kontribusi terhadap kepercayaan pegawai sebesar 54 %.Tabel 3. Analisis RegresiNo

Variabel Bebas

Variabel Tergantung

Prediktor F Signifikansi/P

Adjusted R Square

1 Kepemimpinan Otentik

Kepercayaan

KepemimpinanOtentik

118.31

0.000 0.52

5 Self-Awareness, Moral Perspective, Balanced Processing dan Relational Transparency.

Kepercayaan

Balanced Processing dan Relational Transparency, Self-Awareness

43.97 0.000 0.54

Pengembangan Kepemimpinan Otentik dalam OrganisasiShamir & Eilam (2005) melakukan kajian tentang

pengembangan kepemimpinan otentik melalui refleksi terhadap perjalanan hidup pemimpin (life story). Perjalanan hidup seorang pemimpin mencerminkan tingkat pengetahuan diri, kejelasan konsep diri, kesadaran yang dialami dan dimaknai pemimpin, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pengikut untuk menilai pemimpin yang otentik. Pengembangan kepemimpinan otentik tersebut memiliki empat komponen. Pertama, pengembangan identitas pemimpin sebagai komponen utama dari konsep diri individu (Development of a leader identity as a central component of the person’s self-concept). Kedua, Pengembangan pengetahuan diri dan kejelasan

13

konsep diri, termasuk kejelasan tentang nilai-nilai dan keyakinan (Development of self-knowledge and self-concept clarity, including clarity about values and convictions). Ketiga, pengembangan tujuan hidup yang sesuai dengan konsep diri (Development of goals that are concordant with the self-concept). Keempat, peningkatan konsistensi antara perilaku dengan konsep diri pemimpin (Increasing self-expressive behavior, namely consistency between leader behaviors and the leader’s self-concept).

Pada waktu yang relatif bersamaan, Ilies, dkk (2005) juga melakukan kajian teoritis dan menyusun proposisi bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepemimpinan otentik, antara lain :a. Konsep diri yang positif (positive self concept) dan

kecerdasan emosi (emotional intelligence). Pemimpin yang memiliki konsep diri yang positif dan kecerdasan emosi yang tinggi akan memiliki kesadaran diri yang lebih baik. Pemimpin yang lebih sadar diri akan memiliki penerimaan diri yang lebih baik, otonomi yang lebih tinggi, relasi yang lebih positif dengan orang lain, dan lebih berbahagia.

b. Integritas (integrity) dan orientasi pembelajaran (learning goal orientation). Pemimpin dengan integritas tinggi dan lebih berorientasi belajar, akan menunjukkan pemrosesan informasi yang lebih seimbang dan tidak bias. Pemimpin yang melakukan pemrosesan tidak bias akan lebih akurat dalam menginterpretasikan tugas yang diemban, lebih baik dalam memperkirakan kemampuannya mengatasi masalah, dan menemukan situasi yang memungkinkan lebih banyak tantangan untuk belajar.

14

c. Harga diri (self esteem) dan evaluasi diri (self monitoring). Pemimpin yang tidak mudah terpengaruh oleh komentar-komentar orang lain akan lebih mudah menunjukkan perilaku yang lebih otentik.

d. Interaksi positif masa sebelumnya (past positive relationships) dan perilaku positif masa sebelumnya (past positive behavior). Pemimpin yang lebih banyak memiliki relasi positif dan berperilaku positif pada masa kanak-kanak dan remaja, akan lebih mudah berperilaku otentik.

Berdasarkan kajian tersebut, Ilies, dkk (2005) mengusulkan strategi intervensi untuk mengembangkan kepemimpinan otentik dalam organisasi berdasarkan keempat aspeknya, seperti yang terdapat dalam tabel 4.

15

Tabel 4. Strategi peningkatan kepemimpinan otentik (Ilies, dkk, 2005)Authentic Leadership Component

Selection Criteria Developmental Interventions

Self Awareness Positive self soncept Multisource feedback

Emotional intelligenceUnbiased processing

Integrity Assessment centers

Learning goal orientation

Authentic behavior/acting

Self monitoring (low other directedness

Coaching/mentoring

Self esteem Behavioral role modeling

Relational authenticity

Past positive relationships

Upward feedback

Past behavior interview Leader-member exchange training

Peus, Wesche, Streicher, Braun, & Frey (2012) menambahkan berdasarkan kajian empirik terhadap para pegawai di Jerman, diketahui bahwa kepemimpinan otentik dipengaruhi oleh self knowledge dan self consistency pemimpin. Pemimpin yang memiliki pengetahuan tentang dirinya (self knowledge) secara mendalam memiliki kejelasan terhadap nilai-nilai dan keyakinannya. Hal tersebut menyebabkan para pemimpin dapat mengembangkan sistem makna untuk merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak secara otentik. Dengan memahami nilai-nilai hidup secara menyeluruh, pemimpin otentik dapat bertindak sesuai dengan nilai yang diyakini, bahkan ketika mendapatkan tekanan sosial atau situasional. Pengetahuan tentang nilai, keyakinan, serta kekuatan dan kelemahan diri merupakan prasyarat bagi para pemimpin untuk bertindak sesuai dengan diri, lebih sejati, dan dengan cara yang juga dapat dipersepsi otentik oleh para pengikutnya.

16

Keselarasan antara nilai yang diyakini dengan perilakunya membuat pemimpin menjadi dirinya yang sejati dan lebih terbuka bagi pengikut. Konsistensi yang tinggi antara nilai yang diyakini dengan tindakannya (self consistency) merupakan indikator seorang pemimpin dipersepsi memiliki kepemimpinan yang otentik (Peus dkk, 2012).

Mengacu temuan Walumbwa dkk (2008), Baron & Parent (2015) melakukan kajian pengembangan kepemimpinan otentik dengan melakukan wawancara terhadap 24 manajer (11 perempuan, 13 laki-laki) yang mengikuti pelatihan kepemimpinan di Kanada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pengembangan kepemimpinan otentik memiliki dua fase, yaitu eksplorasi dan integrasi. Fase eksplorasi terdiri dari tiga tahapan, yaitu mengembangkan kesadaran diri (developing self-awareness), mengidentifikasi perilaku yang memungkinkan dicoba (identifying possible behaviors to adopt), dan mencoba perilaku baru (trying out new behaviors). Fase integrasi terdiri dari dua tahapan, yaitu trigger - menyadari manfaat perubahan (recognizing the benefits of change), dan menerapkannya di tempat kerja (transferring behaviors and attitudes to the work-place). Gambar 1 menunjukkan proses dari lima tahapan pengembangan kepemimpinan otentik tersebut.

17

Gambar 1. Proses pengembangan kepemimpinan otentik melalui pelatihan (dikutip dari Baron & Parent, 2015)

Pada tahapan mengembangkan kesadaran diri dalam fase eksplorasi, peserta difasilitasi untuk memahami potensi atau kelebihan yang dimiliki dan potensi lain yang ingin dikembangkan. Kesadaran diri dikembangkan melalui proses menyadari pola tingkah laku selama ini, menyadari emosi yang dialami, menyadari nilai hidup yang dibutuhkan, mengambil hikmah dari lalu, memahami sikap dan perilaku orang lain, dan lebih peka dan peduli terhadap sikap dan perilaku yang berdampak pada orang orang lain. Pada tahapan identifikasi perilaku, peserta difasilitasi untuk merumuskan rencana perilaku yang ingin dikembangkan dan menetapkan tujuan dari perilaku-perilaku tersebut. Pada tahapan mencoba perilaku baru, peserta difasilitasi untuk mengkonsolidasikan proses pengembangan dalam fase eksplorasi dalam suatu perilaku baru dan diberi kesempatan untuk mengevaluasi, apakah perilaku tersebut sudah tepat dan efektif. Pada fase integrasi, peserta difasilitasi untuk menyadari manfaat perubahan perilaku seperti lebih menikmati pekerjaan, lebih bahagia, stres menurun, merasakan kehidupan yang lebih seimbang, lebih terlibat

18

dengan rekan kerja dan staf, sehingga memungkinkan lingkungan kerja menjadi lebih nyaman. (Baron & Parent, 2015).

Pinnington (2011) melakukan kajian empiris tentang efektivitas pengembangan kepemimpinan dan relevansi lima jenis teori kepemimpinan yaitu kharismatik, transformasional, pelayanan, spiritual, dan otentik untuk diaplikasikan dalam tiga jenis organisasi di Skotlandia, yaitu organisasi pemerintah, swasta, dan non profit. Sebanyak enam metode pengembangan kepemimpinan dikaji, yaitu umpan balik 360°, coaching, mentoring, networks, job assignment, dan action learning. Tabel 5 menunjukkan hasil kajian tersebut.Tabel 5. Hasil kajian tentang efektivitas dan relevansi pengembangan kepemimpinan berdasarkan skor rata-rata kelompok (Pinnington, 2011)Category Component Funded Sector

(Public & Non Profit)

Unfunded Sector (Private)

Leadership development practicesª

360° feedback 4.0 3.9Coaching 3.9 3.8Mentoring 3.8 3.8

Networks 3.9 3.9Job assignment 3.9 3.9Action Learning

3.9 4.0

Approach to leadershipᵇ

Charismatic 4.0 3.9Transformational

3.8 3.7

Servant 3.7 3.3Spiritual 3.7 3.4Authentic 3.9 3.6

Keterangan :ª : berdasarkan rating skala Likert : 5=sangat efektif; 1=sangat tidak efektif ᵇ : berdasarkan rating skala Likert : 5=sangat relevan; 1=sangat tidak relevan

Data dalam tabel 5 menunjukkan bahwa bagi organisasi publik, non profit, maupun swasta di Skotlandia, keenam metode

19

(umpan balik 360°, coaching, mentoring, networks, job assignment, dan action learning) efektif ketika dilakukan untuk mengembangkan kepemimpinan. Berdasarkan skor rata-rata, dapat diketahui bahwa bagi organisasi publik dan non profit, metode umpan balik 360° memiliki skor rata-rata efektivitas yang paling tinggi (4.0), sedangkan bagi organisasi swasta, skor rata-rata tertinggi terdapat pada metode action learning (4.0), namun perbedaan skor rata-rata antar enam metode tersebut nampaknya tidak signifikan.

Berdasarkan data yang tercantum dalam tabel 5, diketahui pula bahwa bagi organisasi publik, non profit, maupun swasta di Skotlandia, kelima teori kepemimpinan (kharismatik, transformasional, pelayanan, spiritual, dan otentik) dianggap relevan untuk diaplikasikan (rata-rata skor = 3.3 s/d 4 : relevan). Meskipun demikian terdapat perbedaan yang sigifikan bagi organisasi publik dan non profit saat dibandingkan dengan organisasi swasta dalam relevansi mengaplikasikan kepemimpinan pelayanan, spiritual, dan otentik. Kepemimpinan pelayanan, spiritual, dan otentik lebih relevan diaplikasikan di organisasi publik dan non profit daripada organisasi swasta, sedangkan kepemimpinan kharismatik dan transformasional relevan untuk diterapkan dalam ketiga jenis organisasi tersebut (Pinnington, 2011).Diskusi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran kepemimpinan otentik di Indonesia dapat dilakukan dengan mengadaptasi pengukuran kepemimpinan otentik dari skala Authentic Leadership Scale/ALQ yang disusun oleh Walumbwa, dkk (2008), terdiri dari empat aspek, yaitu self-awareness, moral perspective, balanced processing, dan relational transparency.

20

Meskipun demikian diketahui pula bahwa komposisi aitem yang membentuk keempat aspek kurang seimbang, karena sebagian besar termasuk dalam faktor 1, yaitu self awareness.

Selain itu diketahui pula bahwa kepemimpinan otentik mampu menjadi prediktor bagi kepercayaan pegawai industri manufaktur dan jasa di Indonesia yang menjadi partisipan penelitian. Hasil ini mendukung kajian yang dilakukan oleh Wang & Hsieh (2013) dan Wong & Giallonardo (2013). Wang & Hsieh (2013) menemukan bahwa kepercayaan pegawai menjadi mediator pengaruh kepemimpinan otentik terhadap keterpikatan pegawai (employee engagement). Sedangkan Wong & Giallonardo (2013) menemukan bahwa kepercayaan terhadap manajer menjadi mediator pengaruh kepemimpinan otentik terhadap aspek-aspek dalam kualitas kehidupan kerja (areas of work life).

Pengembangan kepemimpinan otentik dalam organisasi melibatkan proses yang kompleks. Pengembangan kepemimpinan otentik bukan hanya dengan program pelatihan, tetapi secara luas merupakan program kehidupan. Pengembangan kepemimpinan otentik melibatkan proses yang memungkinkan para pemimpin dan pengikut memperoleh kesadaran diri dan membangun keterbukaan, transparansi, kepercayaan serta ketulusan, yang bisa jadi sebagian diantaranya dapat dibentuk melalui intervensi yang direncanakan seperti pelatihan. (Avolio & Gardner, 2005).

Pengembangan kepemimpinan otentik melalui pelatihan telah dikaji secara spesifik oleh Baron & Parent (2015). Hasil kajiannya antara lain bahwa pengembangan kepemimpinan otentik yang terdiri dari dua fase yang berkaitan erat, yaitu eksplorasi dan integrasi, memungkinkan para peserta untuk

21

lebih menikmati pekerjaan, lebih bahagia, merasakan kehidupan yang lebih seimbang, lebih terlibat dengan rekan kerja dan staf, sehingga memungkinkan lingkungan kerja menjadi lebih nyaman. Kajian ini dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan kepemimpinan otentik dalam organisasi. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Pengukuran kepemimpinan otentik di Indonesia dapat

dilakukan dengan mengadaptasi pengukuran kepemimpinan otentik dari skala Authentic Leadership Scale/ALQ yang disusun oleh Walumbwa, dkk (2008), terdiri dari empat aspek, yaitu self-awareness, moral perspective, balanced processing dan relational transparency.

2. Kepemimpinan otentik mampu menjadi prediktor kepercayaan pegawai industri manufaktur dan jasa di Indonesia yang menjadi partisipan penelitian.

3. Pengembangan kepemimpinan otentik dalam organisasi melibatkan proses yang kompleks, bukan hanya dengan program pelatihan, tetapi secara luas merupakan program kehidupan. Pengembangan kepemimpinan otentik melibatkan proses yang memungkinkan para pemimpin dan pengikut memperoleh kesadaran diri dan membangun keterbukaan, transparansi, kepercayaan serta ketulusan, yang bisa jadi sebagian diantaranya dapat dibentuk melalui intervensi yang direncanakan seperti pelatihan.

SaranDiperlukan kajian empirik tentang pengaruh intervensi

kepemimpinan otentik terhadap perilaku dan kinerja organisasi di Indonesia, seperti komitmen pegawai, perilaku kewargaan

22

pegawai (organizational citizenship behavior), kesejahteraan pegawai (employee well being), kinerja pegawai secara individu maupun kelompok.

23

DAFTAR PUSTAKA

Avolio, B., Luthans, F., & Walumbwa, F.O., (2004). Authentic leadership: Theory-building for veritable sustained performance.Working paper. Gallup Leadership Institute, University of Nebraska, Lincoln.

Avolio, B. J., & Gardner, W. L. (2005). Authentic leadership development: Getting to the root of positive forms of leadership. The Leadership Quarterly, 16, 315–338.

Azanza, G., Moriano, J. A., & Melero, F. (2013). Authentic leadership and organizational culture as drivers of employees’ job satisfaction. Journal of Work and Organizational Psychology, 29, 45-50.

Baron, L. & Parent, E. (2015). Developing authentic leadership within a training context: three phenomena supporting the individual development process. Journal of Leadership & Organizational Studies, 22(1), 37-53. doi : 10.1177/1548051813519501

Bamford, M., Wong, C. A., & Spence Laschinger, H. K. S. (2013). The influence of authentic leadership and areas of worklife on work engagement of registered nurses. Journal of Nursing Management, 21, 529-540.

Cassar, V. & Buttigieg, S. (2013). An examination of the relationship between authentic leadership and psychological well-being and the mediating role of meaningfulness at work. International Journal of Humanities and Social Science. 3(5), 171-183.

Cerne, M., Dimovski, V., Maric, M., Penger, S., & Skerlavaj, M. (2014). Congruence of leader self-perceptions and follower perceptions of authentic leadership: Understanding what authentic leadership is and how it enhances employees’ job satisfaction. Australian Journal of Management. 39(3), 453-471.

Clapp-Smith, R., Vogelgesang, G. R., & Avey, J. B. (2009). Authentic leadership and positive psychological capital: The mediating role of trust at the group level of analysis.

24

Journal of Leadership and Organizational Studies, 15(3), 227-240.

Cottrill, K., Lopez, P. D., & Hoffman, C. C. (2014). How authentic leadership and inclusion benefit organizations. Equality, Diversity and Inclusion: An International Journal, 33(3), 275-292.

Emuwa, A. (2013). Authentic leadership: Commitment to supervisor, follower empowerment, and procedural justice climate.Emerging Leadership Journeys, 6(1), 45-65.

Erkutlu, H., & Chafra, J. (2013). Effects of trust and psychological contract violation on authentic leadership and organizational deviance. Management Research Review, 36(9), 828-848.

Gardner, W. L., Cogliser, C. C., Davis, K. M., & Dickens, M. P. (2011). Authentic leadership: A review of the literature and research agenda. Leadership Quarterly, 22, 1120-1145.

Giallonardo, L. M., Wong, C. A., & Iwasiw, C. L. (2010). Authentic leadership of perceptors: Predictor of new graduate nurses’ work engagement and job satisfaction. Journal of Nursing Management, 18, 993-1003.

Guerrero, S., Lapalme, M., & Séguin, M. (2015).Board chair authentic leadership and nonexecutives’ motivation and commitment.Journal of Leadership & Organizational Studies, 22(1), 88-101.

Hayuningtyas, D.R.I., & Helmi, A.F. (2015). Peran kepemimpinan otentik terhadap work engagement dosen dengan efikasi diri sebagai mediator. Gadjah Mada Journal of Psychology. 1(3), 167-179.

Henderson, J. E., & Hoy, W. K. (1983). Leader authenticity: The development and test of an operational measure. Educational and Psychological Research, 3(2), 63–75.

Heppner, W.L., Kernis, M.H., Nezlek, J.B., Foster, J., Lakey, C.E., & Goldman, B.M. (2008). Within-Person Relationships Among Daily Self-Esteem, Need Satisfaction, and Authenticity. Psychological Science. 19(11), 1140-1145.

25

Ilies, R., Morgeson, F. P., & Nahrgang, J. D. (2005). Authentic leadership and eudaemonic well-being: Understanding leader–follower outcomes. The Leadership Quarterly, 16, 373–394.

Impett, E.A., Javam, L., Le, B.M., Asyabi-Eshghi, B., & Kogan, A. (2013).The joys of genuine giving: Approach and avoidance sacrifice motivation and authenticity. Journal of The International Association for Relationship Research. 20, 740-754.

Jensen, S. M., & Luthans, F. (2006). Entrepreneurs as authentic leaders: Impact on employees' attitudes. Leadership and Organization Development Journal, 27(8, 646–666.

Kiersch, C.E., & Byrne, Z.S. (2015). Is being authentic being fair? Multilevel examination of authentic leadership, justice, and employee outcomes. Journal of Leadership & Organizational Studies, 1-12.

Kifer, Y., Heller, D., Perunovic, W.Q.E., & Galinsky, A.D. (2013).The Good Life of the Powerful: The Experience of Power and Authenticity Enhances Subjective Well-Being. Psychological Science, 24(3), 280–288.

Klipfel, K.M. (2014). Authentic Engagement. Assessing The Effects of Authenticity on Student Engagement and Information Literacy in Academic Library Instruction. Reference Services Review, 42(2), 229-245.

Laschinger, H.K.S., Wong, C.A., & Grau, A.L. (2013). Authentic leadership, empowerment and burnout: a comparison in new graduates and experienced nurses. Journal of Nursing Management, 21, 541-552.

Le, B.M., & Impett, E.A (2013).When Holding Back Helps: Suppressing Negative Emotions During Sacrifice Feels Authentic and Is Beneficial for Highly Interdependent People.Psychological Science, 24(9), 1809-1815.

Lenton, A.P., Slabu, L., Sedikides, C., & Power, K. (2013). I Feel Good, therefore I Am Real : Testing The Causal Influence of Mood on State Authenticity. Cognition And Emotion. 27(7), 1202-1224.

26

Leroy, H., Palanski, M. E., & Simons, T. (2012). Authentic leadership and behavioral integrity as drivers of follower commitment and performance. Journal of Business Ethics, 107, 255-264.

Luthans, F., & Avolio, B. J. (2003). Authentic leadership: A positive developmental approach. In K. S. Cameron, J. E. Dutton, & R. E. Quinn (Eds.), Positive Organizational Scholarship (pp. 241–261). San Francisco : Barrett-Koehler.

McAllister, J.D. (1995). Affect and Cognition-Based Trust as Foundations for Interpersonal Cooperation in Organization. Academy of Management Journal, 38(1), 24-59.

Monzani, L., Ripoll, P., & Peiró, J. M. (2014). Followers’ agreeableness and extraversion and their loyalty towards authentic leadership. Psicothema, 26(1), 69-75.

Parr, A.D. & Hunter, S.T. (2014). Enhancing work outcomes of employees with autism spectrum disorder through leadership: Leadership for employees with autism spectrum disorder.Autism, 18 (5), 545-554.

Peus, C., Wesche, J. S., Streicher, B., Braun, S., & Frey, D. (2012). Authentic leadership: An empirical test of its antecedents, consequences, and mediating mechanisms. Journal of Business Ethics, 107, 331-348.

Pinnington, A.H. (2011).Leadership development:Applying the same leadership theories and development practices to different contexts?Leadership, 7(3), 335-365.

Seco, V., & Lopes, M.P. (2013). Calling for authentic leadership: The moderator Role of calling on the relationship between authentic leadership and work engagement. Open Journal of Leadership, 2(4), 95-102.

Seeman, M. (1966). Status and identity: The problem of inauthenticity. Pacific Sociological Review, 9, 67–73.

Shamir, B., & Eilam, G. (2005). “What's your story?”: A life-stories approach to authentic leadership development. The Leadership Quarterly, 16, 395–417.

27

Shapira-Lishchinsky, O., & Tsemach, S. (2014). Psychological Empowerment as a Mediator Between Teachers’ Perceptions of Authentic Leadership and Their Withdrawal and Citizenship Behaviors.Educational Administration Quarterly, 50(4), 675-712.

Suhartanto, P.E. (2015). Kepemimpinan Autentik dan Konsekuensi. Proceeding. Seminar Nasional Positive Psychology “Embracing A new Way of Life : Promoting Positive Psychology for Better A Mental Health” Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala

Toor, S., & Ofori, G. (2009). Authenticity and its influence on psychological well-being and contingent self-esteem of leaders in Singapore construction sector. Construction Management and Economics, 27, 299–313.

Valsania, S.E., León, J.A.M., Alonso, F.M., & Cantisano, G.T. (2012). Authentic leadership and its effect on employees' organizational citizenship behaviours. Psicothema, 24(4), 561-566.

Walumbwa, F. O., Avolio, B. J., Gardner, W. L., Wernsing, T. S., & Peterson, S. J. (2008). Authentic leadership: Development and validation of a theory-based measure. Journal of Management,34, 89–126.

Walumbwa, F. O., Wang, P., Wang, H., Schaubroeck, J., & Avolio, B. J. (2010). Psychological processes linking authentic leadership to follower behaviors. Leadership Quarterly, 21, 901-914.

Walumbwa, F.O., Luthans, F., Avey, J.B., & Oke, A. (2011). Authentically leading groups: The mediating role of collective psychological capital and trust. Journal of Organizational Behavior, 32, 4-24.

Wang, D., & Hsieh, C. (2013). The effect of authentic leadership on employee trust and employee engagement. Social Behavior And Personality, 41(4), 613-624.

Wang, H. U. I., Sui, Y., Luthans, F., Wang, D., & Wu, Y. (2014). Impact of authentic leadership on performance: Role of

28

followers’ positive psychological capital and relational processes. Journal of Organizational Behavior, 35. 5-21.

Wherry, H.M.S. (2012). Authentic Leadership, Leader-Member Exchange, And Organizational Citizenship Behavior: A Multilevel Analysis.A Dissertation. Presented To The Faculty Of The Graduate College At The University Of Nebraska. Lincoln, Nebraska

Wong, C. A., & Cummings, G. G. (2009b). The influence of authentic leadership behaviors on trust and work outcomes of health care staff. Journal of Leadership Studies, 3(2), 6-23.

Wong, C. A., Laschinger, H. K. S., & Cummings, G. G. (2010). Authentic leadership and nurses’ voice behaviour and perceptions of care quality. Journal of Nursing Management, 18, 889-900.

Wong, C. A., & Giallonardo, L. M. (2013). Authentic leadership and nurse-assessed adverse patient outcomes. Journal of Nursing Management, 21, 740-752.

Wong, C. A., & Laschinger, H. K. S. (2013). Authentic leadership, performance, and job satisfaction: The mediating role of empowerment. Journal of Advanced Nursing, 69(4), 947-959.

Xiong, H., & Fang, P. (2014). Authentic leadership, collective efficacy, and group performance: An empirical study in china. Social Behavior and Personality, 42(6), 921-932.

Yukl, G. (2015). Kepemimpinan dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Alih Bahasa: Ati Cahayani. Jakarta : PT Indeks

29