24

Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Catatan Pilkada Serentak 9 Desember 2015 (DSL)Relaksasi Kebijakan Moneter Melalui Giro Wajib Minimum Dan Bi Rate (R)Pencemaran Di Teluk Jakarta (ASS)Melawan Strategi Baru ISIS Pasca-Teror Paris (AP) Permufakatan Jahat Dalam Tindak Pidana Korupsi (LFN)

Citation preview

Page 1: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015
Page 2: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015
Page 3: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 1 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VII, No. 24/II/P3DI/Desember/2015H U K U M

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PERMUFAKATAN JAHATDALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Luthvi Febryka Nola*)

Abstrak

Korupsi merupakan tindak pidana luar biasa sehingga wajar apabila diancam dengan delik permufakatan jahat. Penerapan delik ini bagaimanapun menghadapi sejumlah permasalahan sehubungan dengan pembuktian dan unsur kesepakatan terkait adanya permufakatan. Sejauh ini, proses pembuktian tidak menjadi permasalahan karena telah telah tersedia yurisprudensi. Sedangkan terkait dengan kesepakatan, klausa perlindungan bagi pihak yang beritikad baik juga perlu ditambahkan. Selain itu, untuk melindungi kepentingan umum dari tindak pidana permufakatan jahat, ancaman pidana terhadap pelaku permufakatan harus dipertahankan tetap sama dengan ancaman pidana pokok sebagaimana telah diatur dalam beberapa UU yang telah ada pada saat ini.

Pendahuluan Praktik tindak pidana korupsi semakin

marak terjadi di Indonesia. Menurut ICW, jumlah tersangka pelaku tindak pidana korupsi pada tahun 2014 mencapai 1328 orang. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 1271 orang. Peningkatan tersebut menyebabkan total kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp. 5,29 triliun sepanjang tahun 2014. Tidak hanya merugikan keuangan negara, korupsi juga dapat membahayakan stabilitas dalam masyarakat, mengganggu pembangunan sosial, ekonomi dan politik masyarakat. Korupsi bahkan dapat merusak moralitas bangsa karena dampaknya dapat membudayakan tindak pidana korupsi

dalam masyarakat. Oleh karena itu, tindak pidana ini dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa.

Sebagai kejahatan luar biasa, ancaman pidana yang dikenakan pada perbuatan korupsi tentunya harus lebih berat jika dibandingkan dengan kejahatan yang lain. Hal itu tidaklah mengherankan apabila UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Korupsi) tidak hanya menjerat pelaku akan tetapi juga orang yang berniat melakukannya melalui delik permufakatan jahat (samenspanning). Kasus Anggodo Wijoyo dan Ari Muladi terjadi pada tahun 2011, merupakan salah satu contoh kasus permufakatan jahat dalam

*) Peneliti Muda Hukum pada Bidang Hukum, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

Page 4: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 2 -

tindak pidana korupsi. Secara masing-masing, para pelaku dihukum selama 10 tahun dan 5 tahun karena keduanya terbukti melakukan permufakatan jahat untuk mencoba menyuap pimpinan dan penyidik KPK terkait kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan.

Akhir-akhir ini, kasus permufakatan jahat kembali mengemuka setelah kasus perpanjangan kontrak PT Freeport yang diduga melibatkan ketua DPR Setya Novanto dan kasus bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara yang melibatkan Patrice Rio Capella dibuka di depan publik. Kasus terkait permufakatan jahat sangatlah menarik untuk dikaji sebab dalam praktiknya permufakatan jahat melibatkan orang-orang yang sangat berpengaruh, proses pembuktiannya juga tidak mudah dan sering terdapat pro-kontra terkait unsur kesepakatan dalam tindak pidana ini.

Tindak Pidana Permufakatan Jahat

Permufakatan jahat menurut Pasal 88 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terjadi apabila dua orang atau lebih sepakat akan melakukan kejahatan. Permufakatan jahat dianggap telah terjadi setelah dua orang atau lebih mencapai suatu kesepakatan untuk melakukan kejahatan, meskipun pada akhirnya tindak pidana tidak atau belum dilakukan. Jadi, baru pada tahapan niat untuk melakukan perbuatan jahat saja dapat dikenakan delik.

Tindak pidana permufakatan jahat ini berbeda dengan tindak pidana percobaan (poging) yang diatur dalam Pasal 53 KUHP. Dalam tindak pidana percobaan harus memenuhi tiga unsur, yaitu niat, permulaan pelaksanaan dan perbuatan tersebut tidak jadi selesai di luar kehendak pelaku. Namun demikian, tindak pidana permufakatan jahat cukup dengan niat saja telah dapat dihukum.

Berdasarkan Pasal 110 ayat (1) KUHP, perbuatan jahat yang dapat dikaitkan dengan permufakatan jahat hanya terkait dengan kejahatan yang diatur dalam Pasal 104, 106, 107 dan 108 KUHP. Pasal-pasal tersebut terkait kejahatan yang sangat berbahaya dan dapat mengancam keselamatan negara (staatsgevaarlijke misdrijven), seperti upaya makar dan pemberontakan.

D a l a m p e r k e m b a n g a n n y a , permufakatan jahat tidak hanya berlaku bagi para pihak yang berbuat makar maupun pemberontak akan tetapi berlaku bagi penjahat narkotika, pelaku money laundering dan pelaku korupsi masing-masing melalui UU yang mengaturnya, yaitu UU No. 22 Tahun 1997 jo. UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika), UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan UU Korupsi bagi permufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi.

Permufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

Permufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 15 UU Korupsi. Pasal tersebut mengatur adanya ancaman pidana bagi setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Sanksinya pun cukup berat terutama apabila dilakukan oleh pejabat negara. UU Korupsi bahkan memberikan sanksi penjara dan denda minimal bagi pejabat negara yang melakukan tindak pidana ini baik itu pidana penjara maupun pidana denda.

Kasus Anggodo Wijoyo merupakan contoh digunakannya delik permufakatan jahat oleh hakim untuk memutuskan perkara. Sementara itu, dalam perkara lain banyak delik permufakatan jahat tidak dijadikan dasar oleh hakim dalam memutuskan perkara. Sebagai contoh adalah kasus Sjahril Djohan. Oleh Jaksa, Sjahrif dinilai telah melakukan permufakatan jahat karena menjadi perantara pemberi uang dari Haposan Hutagalung kepada Komisaris Jenderal Susno Duadji. Dalam persidangan, Sjahril Djohan berhasil meyakinkan hakim bahwa tidak terjadi permufakatan jahat terkait kasus tersebut. Sjahril beralasan bahwa dalam pertemuan ia hanya mendengar, tanpa merespons atau menindaklanjutinya.

Permufakatan jahat memang memiliki sejumlah kelemahan berkaitan dengan sulitnya proses pembuktian terutama berkaitan dengan unsur kesepakatan. Pendapat pertama menyatakan harus ada kesepakatan yang jelas antara penyuap dan pemberi suap atau pemeras dengan

Page 5: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 3 -

yang diperas. Sedangkan pendapat lainnya menyatakan bahwa kesepakatan tersebut tidaklah diperlukan.

Menurut Eddy OS Hiariej, konsepsi ‘kesepakatan’ tersebut perlu dibuktikan dengan adanya meeting of mind yang tidak mengharuskan adanya kesepakatan antara yang disuap dengan penyuap atau pemeras dengan yang diperas. Namun demikian, dengan adanya kesepakatan 2 orang atau lebih untuk meminta sesuatu tanpa harus ada persetujuan dari yang akan menyuap atau yang akan diperas kiranya sudah cukup kuat. Ditegaskan pula bahwa meeting of mind tidak perlu dengan kata-kata yang menandakan persetujuan secara eksplisit akan tetapi cukup dengan bahasa tubuh dan kalimat-kalimat yang secara tidak langsung menandakan adanya kesepakatan. Adapun dasar pemikiran yang digunakan adalah Pasal 55 KUHP. Selain itu. dalam teori hukum pidana dikenal dengan istilah sukzessive mittaterscraft yang berarti adanya keikutsertaan dalam suatu kejahatan termasuk permufakatan jahat dapat dilakukan secara diam-diam.

Permufakatan jahat juga memiliki permasalahan berkaitan dengan pembuktian. Menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti pada kasus pidana meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Keberadaan alat bukti diperluas dengan adanya UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 20 Tahun 2001). Pasal 26A UU No. 20 Tahun 2001 menyebutkan bahwa alat bukti yang disimpan secara elektronik juga dapat dijadikan alat bukti yang sah dalam kasus tindak pidana korupsi.

Keberadaan alat bukti elektronik kemudian juga diperluas dengan diundangkannya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 Tahun 2008). Pasal 5 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 menyebutkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Akan tetapi dengan perkembangan ilmu dan teknologi, keberadaan alat bukti elektronik ini memiliki sejumlah kelemahan, di antaranya adalah dapat dengan mudah diedit dan diduplikasi. Oleh sebab itu, alat bukti elektronik ini membutuhkan audit atau

keterangan ahli untuk menilai keaslian alat bukti tersebut.

Sedangkan unsur pembuktian kesepakatan bagi permufakatan jahat akan sangat sulit dilakukan di persidangan jika hanya dilandaskan pada alat bukti pada kasus pidana meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa dan perluasan yang diatur dalam UU ITE, yaitu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya. Pembuktian unsur kesepakatan bagi permufakatan jahat akan lebih mudah jika terdapat ketentuan hukum yang menyatakan bahwa permufakatan jahat telah dapat dinyatakan telah terjadi jika meeting of mind telah dilaksanakan.

Saat ini DPR sedang merevisi KUHP dan permufakatan jahat merupakan salah satu materi dalam proses revisi tersebut. Dalam RUU KUHP ditegaskan bahwa tindak pidana permufakatan jahat hanya dapat dikenakan apabila ditentukan secara tegas dalam UU. Untuk ancaman pidana, RUU KUHP menetapkan lebih ringan dari ancaman pidana pokok. Ketentuan ini tentunya tidak sesuai dengan beberapa UU yang mengatur tentang permufakatan jahat yang ada saat ini. UU ini umumnya memberikan ancaman pidana sama dengan ancaman pidana pada pidana pokok.

RUU KUHP juga memberikan kesempatan kepada pelaku permufakatan yang beritikad baik, untuk tidak dipidana apabila menarik diri dari kesepakatan atau apabila mengambil langkah-langkah yang patut untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Pemberian kesempatan sebagai celah dalam penerapan hukuman terhadap pelaku permufakatan jahat, hendaknya dilakukan dengan lebih berhati-hati karena dasar penjatuhan pidana ini adalah niat, sehingga apabila seseorang sempat melakukan permufakatan jahat berarti telah ada niat dan berarti tindak pidana telah terjadi. Namun begitu, pemberian celah terkait pengambilan “langkah-langkah yang patut untuk mencegah terjadinya tindak pidana” merupakan ketentuan yang positif untuk melindungi pihak yang memiliki itikad baik. Bagaimana pun, langkah-langkah ini tentunya memerlukan pembuktian yang mendalam karena bisa menjadi celah penyalahgunaan untuk mengambil keuntungan.

Page 6: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 4 -

PenutupTindak pidana korupsi telah termasuk

kepada kejahatan yang bersifat luar biasa dan menyebabkan kerugian besar bagi negara. Oleh sebab itu, permufakatan jahat dalam rangka korupsi sepatutnya dapat dipidanakan. Penerapan delik ini dalam kasus tindak pidana korupsi tetap menghadapi dua permasalahan utama, yaitu unsur kesepakatan dan pembuktian.

Berkenaan dengan masalah pembuktian, untuk memperkuat keabsahan alat bukti tersebut tentunya dapat didukung dengan keterangan ahli dan berdasarkan beberapa kasus sebelumnya yang dapat dijadikan yurisprudensi. Berkaitan dengan unsur kesepakatan, pihak yang beritikad baik dengan menarik diri dari kesepakatan atau mengambil langkah-langkah yang patut untuk mencegah terjadinya tindak pidana tentunya harus dilindungi dan itikad baik ini tentunya juga perlu dibuktikan supaya tidak ada pihak yang dirugikan. Karena itu, rumusan permufakatan jahat dalam KUHP dapat lebih dikembangkan dengan melindungi pihak yang beritikad baik atau yang tidak memiliki kehendak untuk melakukan permufakatan jahat. Selain itu, untuk melindungi kepentingan umum dari tindak pidana permufakatan jahat, ancaman pidana terhadap pelaku permufakatan perlu tetap dipertahankan sama seperti ancaman pidana pokok sebagaimana telah diatur dalam KUHP dan beberapa UU yang telah ada pada saat ini.

ReferensiUsut Kasus Permufakatan Jahat, Kejagung-

KPK Bisa Kerja Sama, http://nasional.r e p u b l i k a . c o . i d / b e r i t a / n a s i o n a l /hukum/15/12/11/nz61me354-usut-kasus-permufakatan-jahat-kejagung-bisa-kerjasama-dengan-kpk, diakses tanggal 15 Desember 2015.

Kejaksaan Agung: “Speak-speak” Mau Permufakatan Jahat, Kita “Pites” a ja ,ht tp://nasional .kompas.com/read/2015/12/02/15010841/Kejaksaan.Agung.Speak-speak.Mau.Permufakatan.Jahat.Kita.Pites.Saja, diakses tanggal 11 Desember 2015.

Eddy OS Hiariej, Rekaman dan Permufakatan Jahat, http://n a s i o n a l . k o m p a s . c o m /read/2015/12/08/15110041/Rekaman.dan.Permufakatan.Jahat?page=all, diakses 11 Desember 2015.

Hukuman Anggodo Widjoyo Jadi 10 Tahun, http://tekno.kompas.com/read/2011/03/03/14361062/hukuman.anggodo.widjojo.jadi.10.tahun, diakses tanggal 11 Desember 2015.

KUHP dan RUU KUHPUU No. 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiICW: Jumlah Tersangka Kasus Korupsi

Ribuan di Periode 2014, http://w w w . h u k u m o n l i n e . c o m / b e r i t a /baca/lt54febb754288e/icw--jumlah-tersangka-kasus-korups i - r ibuan-di-periode-2014, diakses tanggal 14 Desember 2015.

Pengertian Permufakatan Jahat dalam Tindak Pidana, http://hendriesipahutar.blogspot.co.id/2011/04/permufakatan-jahat.html, diakses tanggal 11 Desember 2015.

Alat Bukti Rekaman, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6915/alat-bukti-rekaman, diakses tanggal 14 Desember 2015.

ICW: Pemberantasan Korupsi di Indonesia dalam 3 Tahun Terakhir Meningkat, h t t p : / / w w w . v o a i n d o n e s i a . c o m /content/icw-pemberantasan-korupsi-di-indonesia-dalam-3-tahun-terakhir-meningkat/1847983.html, diakses tanggal 14 Desember 2015.

Page 7: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 5 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VII, No. 24/II/P3DI/Desember/2015HUBUNGAN INTERNASIONAL

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

MELAWAN STRATEGI BARU ISIS PASCA-TEROR PARIS

Adirini Pujayanti*)Abstrak

Pasca-serangan teroris ISIS di Paris, sejumlah negara secara mandiri maupun koalisi memperkuat serangan militer ke markas ISIS di Suriah dan Irak. Perang virtual antara pihak yang pro dan kontra terhadap ISIS juga terjadi di dunia maya karena ISIS diketahui banyak menfaatkan media sosial dalam melaksanakan kegiatannya. Strategi baru ISIS mengembalikan anggotanya ke negara asal harus diantisipasi negara-negara penerima untuk menghindari munculnya serangan teror baru di banyak negara.

PendahuluanTindakan teroris Pasca-Paris yang

dilakukan simpatisan ISIS terus terjadi di seluruh dunia. Di Amerika Serikat (AS), penembakan massal terjadi di San Bernardino dan menewaskan warga sipil. Aksi serupa juga terjadi di London berupa penusukan terhadap warga sipil di stasiun kereta api bawah tanah. Akhirnya, teror yang sama dalam bentuk serangan bom terjadi di Yaman, menewaskan gubernur wilayah Aden. Dengan kedudukannya sebagai markas ISIS, Suriah dan Irak menjadi sasaran kekuatan besar dunia dalam perang melawan terorisme. Dalam konteks ini, perubahan strategi perang ISIS yang ditengarai terjadi dari medan pertempuran ke dalam bentuk penyusupan ke negara masing-masing untuk menciptakan arena perang baru harus diantisipasi.

Strategi Amerika SerikatKoalisi negara-negara Barat pimpinan AS

serta Rusia melakukan intervensi militer melalui

serangan udara pada sumur-sumur minyak yang diyakini menjadi salah satu sumber dana ISIS. Kelompok teroris ini memiliki sumber dana sendiri tanpa mengandalkan bantuan atau sumbangan dana dari simpatisannya. Pemasukan ISIS di akhir 2015 mencapai 80 juta dolar AS, sebagian dikumpulkan dari pajak di wilayah yang mereka kuasai. Penjualan minyak menyumbang 43 persen dari pendapatan tersebut dan sisanya sekitar 7 persen berasal dari sumber-sumber lain, termasuk penyelundupan narkoba dan penjualan listrik.

AS menyadari bahwa mengandalkan serangan udara semata-mata tidak dapat mengalahkan ISIS. Oleh karena itu, AS menginginkan Suriah dan negara-negara Arab mendukung serangan udara koalisi dengan pengerahan pasukan darat. Di tengah-tengah kritik masyarakat AS akan kelambanan pemerintahnya menindaklanjuti teror ISIS, Presiden Obama menyatakan tidak akan

*) Peneliti Madya Masalah-Masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: adirini.pujayanti @dpr.go.id

Page 8: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 6 -

menggunakan cara lama dengan mengirimkan pasukan darat AS ke Suriah dan Irak untuk melawan ISIS. AS dan sekutunya menghindari pengerahan pasukannya dalam serangan darat dalam serangkaian perang besar yang memakan waktu panjang.

Pengerahan pasukan darat akan menjadikan upaya melawan ISIS perang besar dan lama. ISIS bukan merupakan negara tetapi kelompok militan yang ada di dalam negara. Dengan demikian bila terjadi penyerangan dengan mudah mereka dapat melebur ke dalam masyarakat menjadi rakyat sipil biasa. Saat kondisi aman mereka kembali berkumpul membentuk kelompok militan. Sementara penyerangan ke Irak dan Suriah yang merupakan negara berdaulat tentu akan menimbulkan konflik baru, seperti yang saat ini terjadi antara Turki dan Irak.

Sebaliknya, bagi negara-negara Arab, pengerahan pasukan darat negara-negara Arab menjadi penting karena pertama, apabila seluruh negara Arab turut memerangi ISIS maka tidak dimungkinkan bagi ISIS menggunakan wilayah salah satu negara Arab untuk menyerang negara Arab lainnya. Kedua, negara Arab paling mengenal budaya, mengenali kelompok yang bersengketa dan medan tempur.

AS juga melakukan upaya melemahkan ISIS secara politik melalui berbagai perundingan yang disebut AS sebagai Vienna Process. AS meyakini jika solusi politik bisa mengakhiri pertempuran antara rezim Suriah dan oposisi, pada gilirannya akan memudahkan pengerahan pasukan darat negara-negara Arab untuk mengalahkan ISIS. Namun demikian, sebelum semua negara Arab bergabung dan melakukan serangan darat, pihak koalisi Barat menginginkan adanya kesepakatan bahwa Suriah yang tergabung dalam pasukan negara-negara Arab adalah Suriah tanpa rezim as-Saad. Perundingan perwakilan kelompok oposisi Suriah menuju proses transisi pasca-rezim Presiden Bashar al-Assad terus dilakukan dengan membahas langkah-langkah politik yang mengarah pada pemilu.

AS menyerukan perang maya (cyber war) secara terbuka terhadap ISIS. Presiden Obama meminta para pakar IT di Silicon Valley membantu menangani ancaman dari kelompok militan yang menggunakan media sosial tersebut. Upaya dan langkah ini didorong oleh keyakinan bahwa bahaya terorisme ISIS telah memasuki fase baru dengan menggunakan media sosial untuk merekrut simpatisan

mereka. Bagi mereka, teknologi informasi berbasis internet yang berkarakter egaliter meretas pakem baku organisasi yang hierarkis, termasuk bagi organisasi teroris. Komunikasi menjadi lebih cair dan lentur. Karakter egaliter menarik simpatisan untuk menyokong imaji delusional tentang suatu komunitas dunia dunia yang utopis dan seolah-olah layak diperjuangkan sekalipun dengan cara-cara teror dan melawan hukum.

Sebuah strategi populer yang digunakan ISIS untuk propaganda lewat media sosial adalah menggunakan “twitter boms” yang terbukti mampu meningkatkan simpatisan mereka, terutama kaum muda dengan cepat. Dengan cara ini, ISIS mempengaruhi pikiran, membangun radikalisme, sifat pembangkangan dan perlawanan dibungkus dogma-dogma agama. Belakangan tersiar aktivitas taktis ISIS di internet cenderung berpindah ke dark web, yakni konten world wide web yang berada dalam darknets. Darknet adalah jalur internet yang pengunjungnya tidak dapat dideteksi. Komunitas peretas internasioal telah bersatu mengajak seluruh netizen dunia untuk bergabung dalam gerakan “ISIS Trolling Day” menyerang akun-akun yang diasosiasikan terkait ISIS di media sosial. Netizen diajak bergabung dengan mengunggah (posting) konten apapun di media sosial yang berisi serangan terhadap ISIS, berupa meme, komik, satir,video dan sebagainya. Lebih dari 5.500 akun twitter yang dicurigai terkait dengan ISIS dilumpuhkan.

Presiden Obama menegaskan gerakan ISIS adalah terorisme dan bukan bagian dari ajaran Islam. Penegasan ini menjadi penting untuk mencegah tindakan balas dendam terhadap umat muslim dan menguatnya Islamophobia. Sementara itu, Arab Saudi telah membentuk koalisi aliansi militer negara muslim. Koalisi ini akan berperan dalam mengatasi masalah dunia Islam terkait dengan terorisme dan akan menjadi mitra dalam perang di seluruh dunia. Indonesia menegaskan tidak bergabung dalam koalisi ini karena bertentangan dengan konstitusi.

Kondisi Indonesia Saat ini ISIS dinilai telah melakukan

perubahan strategi serangannya. Pemimpin ISIS meminta kepada para pengikut dan simpatisannya di berbagai negara untuk tidak pergi ke Suriah atau Irak. Mereka diminta kembali ke negara masing-masing dan melancarkan serangan di sana. Indonesia

Page 9: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 7 -

harus mewaspadai strategi ini karena dalam sejarah Indonesia aspirasi kelompok yang menginginkan berdirinya suatu Islamic State bukan sesuatu yang baru dan diakui. Hingga kini, fakta masih dapat ditemui setidak-tidaknya untuk sebagian bahwa aspirasi suatu Islamic State di Indonesia masih hidup dikalangan masyarakat Indonesia karena dianggap sebagai panggilan jihad.

Pandangan ini tidak berlebihan karena potensi terorisme di Indonesia selama tahun 2015 belum berkurang. Di Indonesia perekrutan simpatisan ISIS melalui facebook cenderung menurun mulai pertengahan tahun 2015. Namun demikian, penggunaan aplikasi percakapan melalui telepon, seperti WhatsApp, Telegram, dan Zello ditengarai telah meningkat. Ketiga aplikasi ini menjadi favorit di kalangan kelompok ekstrim Indonesia, termasuk para narapidana terorisme yang masih berada di dalam penjara, untuk berkomunikasi dengan Timur Tengah dan juga dengan sesama pendukung ISIS di Indonesia. Penggunaan aplikasi seperti Telegram oleh kelompok ekstrem menyulitkan aparat untuk melakukan penyadapan.

Badan Intelijen Indonesia (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyatakan sekitar 169 WNI baru saja kembali dari Suriah usai bergabung dengan ISIS. Banyak di antara mereka kini berada di Ibukota DKI Jakarta, sedangkan sisanya menyebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Wagub DKI Djarot Saiful Hidayat menyatakan pihaknya belum memiliki data WNI keluaran ISIS yang berada di wilayahnya. Namun demikian, Pemprov DKI telah menegaskan perlunya kesiagaan. Upaya koordinasi lebih intensif dengan pihak terkait untuk mengantisipasi aksi terror merefleksikan penegasan tersebut.

BNPT telah melakukan berbagai upaya agar kembalinya WNI kombatan ISIS itu tidak membawa dampak negatif bagi negara. Saat ini mereka tersebar di sejumlah wilayah, termasuk di Jakarta dan berbaur dengan masyarakat. BNPT, Kemlu dan Imigrasi telah melakukan identifikasi yang ditindaklanjuti dengan pemetaan terkait jaringan yang ada di Indonesia. Di sisi lain, sejumlah militan dari luar negeri sudah masuk ke Indonesia, 9 di antaranya dari etnis Uyghur, 4 sudah ditangkap di Sulawesi Tengah dan 5 orang bergabung dengan Kelompok Santoso.

BNPT mengidentifikasikan ada tiga kelompok besar di Indonesia yang siap melakukan aksi teror. Ketiga kelompok tersebut adalah Kelompok Mujahidin Indonesia Timur

(MIT) di bawah kendali Santoso, kelompok yang terpengaruh Abu Bakar Ba’asir, dan kelompok Amman Abdurrahman. Jumlah anggota ketiga kelompok tersebut belum diketahui secara pasti, namun yang jelas mereka telah berbaiat setia kepada ISIS. Kelompok pendukung ISIS ini diketahui secara terbuka telah mengancam akan menyerang pimpinan Polri, Panglima TNI dan pejabat Detasemen Khusus 88 sebagai tanggapan kebijakan Indonesia bergabung dengan negara-negara koalisi untuk membasmi kelompok Islamic State pro ISIS di kawasan Asia Tenggara. Kelompok Santoso di Poso diketahui memiliki senjata anti tank, secara rutin menerima kucuran dana maupun bentuk bantuan lainnya. Polri meyakini Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Jawa Timur dan Lampung merupakan basis simpatisan ISIS.

Menurut kepala BNPT Saud Usman, salah satu yang agak menghambat upaya BNPT dalam antipasi terorisme di Indonesia adalah masih lemahnya UU Terorisme no 15 tahun 2003 karena dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi keamanan saat ini. Dalam UU No 15 tahun 2003 poin (c) dijelaskan bahwa terorisme merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional. Menurutnya UU tersebut bisa diperluas pemahamannya karena terorisme saat ini sudah tidak dibatasi negara karena berdasarkan ideologi kekhalifahan dan menerapkan paham kekerasan. Dia menjelaskan, tujuan utama dari upaya revisi tersebut adalah memberikan sanksi tegas terhadap warga negara Indonesia yang ikut bergabung dengan organisasi teroris di luar negeri bisa dicabut kewarganegaraannya. BNPT belum bisa melakukan itu karena adanya pemahaman yang terbatas dari pasal tersebut.

Upaya AntisipasiSetelah AS, Rusia dan Eropa terseret

dengan konflik di Timur Tengah ini, maka tidak menutup kemungkinan negara-negara Asia seperti Indonesia juga akan ditarik untuk terlibat. Indonesia telah pernah menjadi sasaran aksi terorisme oleh karena itu harus berupaya lebih serius mencegahnya. Ini merupakan tantangan bagi Indonesia sebagai negeri dengan jumlah Muslim terbesar untuk berperan dalam skenario konflik global ini.

Mayoritas negara yang mengalami aksi terorisme, cenderung untuk menerapkan tindakan antiterorisme berupa penggunaaan kekuatan militer atau pendekatan “search and destroy”. Hal ini lumrah, sebab tindakan militer

Page 10: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 8 -

akan mengirimkan pesan politik yang jelas kepada para pelaku terorisme bahwa negara akan menerapkan sanksi yang tegas terhadap semua tindakan terorisme. Keadaan ini membuat terorisme tersekuritisasi dan dengan demikian memberikan legitimasi terhadap negara untuk menerapkan pendekatan yang sifatnya statis. Ironisnya, pendekatan national security dan cara-cara militeristik ini sebenarnya identik dengan penggunaan logika yang sama dengan terorisme itu sendiri, yaitu meneror dengan kekerasan. Memerangi terorisme dengan tindakan-tindakan yang berpusat pada negara (state centric) dan militeristik sama ibaratnya dengan memerangi api dengan api, kondisi yang pada akhirnya hanya akan menambah kebencian dan ketakutan terhadap entitas yang dipandang sebagai musuh.

Dalam Sidang ke-8 Asian Parliamentry Assembly (APA) dengan tema “Promoting Peace, Reconciliation, and Dialogue in Asia” di Kamboja bulan ini, mayoritas parlemen Asia menuduh Barat menggunakan standar ganda dalam melawan terorisme. Parlemen Indonesia menawarkan jalan dialog dan membangun toleransi untuk menjaga perdamaian di kawasan Asia yang kini tengah terimbas isu terorisme. Jalan dialog sesuai dengan keinginan Indonesia untuk menjalankan politik luar negeri di dalam koridor multi-track diplomacy yang condong pada penggunaan soft power dalam menangani suatu permasalahan.

Indonesia sendiri merupakan negara yang sering sekali menjadi contoh Islam yang damai. Upaya membangun dialog antar-umat beragama akan memperkuat kerja sama internasional dalam menghadapi terorisme berkedok agama. Dengan penekanan pada pengembangan konsultasi yang berbentuk kerja sama, dialog konstruktif di bidang politik dan keamanan, peningkatan confidence building, dan diplomasi dalam usaha bersama untuk menjaga keamanan internasional dari ancaman yang mungkin timbul akibat aksi terorisme. Keadaan damai dan sejahtera diharapkan dapat memperkecil ruang bagi terorisme untuk tumbuh.

PenutupIndonesia sangat rentan untuk menjadi

sasaran penyebaran terorisme fase baru. Upaya pencegahan tersebut harus dilakukan di antaranya dengan meningkatkan kerja sama internasional bidang pencegahan terorisme dan memperkuat perundang-undangan terkait pencegahan terorisme. Karena itu, DPR RI dituntut mampu mengikuti perkembangan situasi

terbaru dengan memperbarui dan memperkuat legislasi terkait penanggulangan terorisme .

Pemerintah Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan pasca-serangan teroris di Paris. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki latar belakang sejarah Islamic States. Infiltrasi radikalisme bisa menyusup ke setiap sisi kehidupan masyarakat dengan berbagai bentuk.Penanganan terorisme di Indonesia tidak boleh terbatas pada penanggulangan semata, tetapi harus pada pencegahan. Upaya antisipasi dalam pencegahan aksi teror di Indonesia secara persuasi dengan memberi pemahaman dan dialog agar masyarakat dapat meminimalisir adanya kesempatan tindakan teror. Masyarakat harus berperan aktif untuk melaporkan jika menemukan kejanggalan di sekitar lingkungannya.

Referensi"Hadapi IS, NATO tidak kirik Pasukan", Suara

Pembaruan, 8 Desember 2015."Waspadai Terorisme Fase Baru", Kompas, 9

Desember 2015."Terorisme Global Propaganda Teror di Ranah

Visual", Kompas, 9 Desember 2015."AS bertekad hancurkan Islamic State", Media

Indonesia, 8 Desember 2015."Terorisme Memasuki Fase Racuni Pikiran",

Kompas, 8 Desember 2015."Obama pleads for patience on terror threat",

International New York Times, 8 Desember 2015.

"Serangan Darat, Perlu atau Tidak", Kompas, 7 Desember 2015.

"BNPT Waspadai Tiga Kelompok Besar Teroris di Indonesia", Suara Pembaruan, 5-6 Desember 2015.

"Terorisme Indonesia Tawarkan Jalan Dialog", Kompas, 10 Desember 2015.

"Ajang Pamer Militer di Tanah Suriah", Republika, 9 Desember 2015

"BNPT Janji Revisi UU Terorisme", 9 Desember 2 0 1 5 , h t t p : / / u t a m a . s e r u u . c o m / r e a d /2015/12/09/265291/bnpt-janji-revisi-uu-terorisme, diakses 15 Desember 2015.

"BNPT Waspadai Tiga Kelompok Besar Teroris di Indonesia", Suara Pembaruan, 5-6 Desember 2015.

"Arab Saudi Bentuk Koalisi Antiterorisme 34 Negara", Media Indonesia, 16 desember 2015.

"Aliansi Militer Negara Muslim Pernyataan Saudi Dinilai Tidak Akurat", Suara Pembeharuan, 16 Desember 2015.

Page 11: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 9 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VII, No. 24/II/P3DI/Desember/2015KESEJAHTERAAN SOSIAL

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PENCEMARAN DI TELUK JAKARTAAnih Sri Suryani*)

Abstrak

Kematian massal ikan di Pantai Ancol akhir November lalu menarik perhatian khususnya para pengamat lingkungan. Hasil analisis menunjukkan ikan-ikan tersebut mati karena kurangnnya oksigen di perairan yang disebabkan tingginya kandungan zat pencemar khususnya unsur hara sehingga terjadi red tide. Limbah yang mengandung unsur phospat, sulfat, dan nitrat yang dihasilkan sektor domestik, industri maupun komersial diduga menjadi penyebab terjadinya red tide tersebut. Karena itu, upaya penanganan secara holistik dan terintegrasi diperlukan. Pengelolaan dari hulu dilakukan dengan mencegah limbah masuk ke badan air. Di tingkat hilir, pengendalian di laut dan penanganan teknis berupa pengembangan teknologi untuk meminimalisasi limbah. Sementara itu, penanganan nonteknis, antara lain penguatan regulasi dan penegakan hukum untuk mencegah terjadinya kembali kasus ini.

PendahuluanAkhir November lalu, Pantai Ancol

dikejutkan dengan mengambangnya ribuan ikan mati. Ribuan ikan mati tersebut antara lain bandeng, belanak, kakap dan ikan ketang-ketang. Lebih dari 750 kilogram ikan mati tersebut kemudian dibakar Dua hari sebelum ditemukannya ikan-ikan tersebut, warna air laut di pantai berubah. Warna air laut yang dapat dikenali terbagi menjadi cokelat dan bening dan perbedaan warnanya sangat kontras seperti layaknya ada garis pemisahnya.

Fenomena kematian massal ikan di Jakarta ini ternyata bukan yang pertama kali. Pada bulan April dan November 2004 dan 2005, BPLHD mencatat terjadi kematian ikan massal di perairaan Jakarta, mulai dari Pantai Ancol, Marina, Bandar Jakarta dan meluas ke Pulau Bidadari, Damar dan Onrus daerah Kepulauan Seribu. Fenomena tersebut sebagian besar

terjadi setelah hujan lebat dan ditandai dengan kondisi air laut yang keruh dan berubah warna antara coklat sampai kemerahan. Peristiwa yang sama terjadi pula pada tahun 2013 lalu, khususnya pada awal musim penghujan. Begitu pun pada tahun 2014 lalu terjadi fenomena yang sama meskipun jumlahnya terbatas sehingga tidak telalu banyak menyita perhatian.

Penyebab Kematian Massal IkanBeberapa analisis penyebab fenomena

ini pun bermunculan. Salah satu analisis menyebutkan karena faktor cuaca, di mana musim hujan yang terjadi menyebabkan suhu permukaan laut menjadi dingin secara tiba-tiba. Perubahan cuaca yang ekstrem mengakibatkan perubahan suhu yang drastis antara permukaan air dengan air di dasar laut. Hal ini menyebabkan kadar oksigen dalam air

*) Peneliti Muda Kesehatan Lingkungan, pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

Page 12: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 10 -

menurun, sehingga jenis ikan tertentu tidak dapat beradaptasi dengan perubahan suhu mendadak tersebut. Sementara itu, Bidang Perikanan Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov DKI Jakarta, menduga matinya ikan-ikan tersebut dipicu oleh pencemaran air laut oleh lumpur yang mengandung hidrogen sulfida atau H2S karena ada pemasukan air yang sangat besar dari sungai-sungai ke daerah muara di Ancol akibat pembalikan atau pengangkatan lumpur. Lumpur yang mengalir dari sungai kemudian mencemari pesisir laut dan merusak habitat di daerah tersebut. Akibatnya, tingkat oksigen pun sangat menipis. Hasil uji laboratorium Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa tingginya kandungan timah disebabkan lumpur yang dibawa oleh dari aliran sungai yang bermuara di lautlah yang menyebabkan ribuan ikan tersebut mati.

Berbeda dengan beberapa analisis tersebut, Peneliti Puslit Oseanografi LIPI menilai penyebab utama ribuan ikan mati adalah meledaknya populasi fitoplankton jenis Coscinodiscus spp yang biasanya dipicu oleh meningkatnya kadar fosfat dan nitrat dalam air. Hasil pengamatan menyatakan bahwa kepadatan Coscinodiscus spp tersebut mencapai 1-2 juta sel per liter meskipun sebenarnya, Coscinodiscus spp merupakan fitoplankton yang tidak berbahaya (toksik). Namun demikian, karena jumlahnya yang banyak dan konsekuensinya mereka juga membutuhkan oksigen yang banyak menyebabkan kadar oksigen terlarut menipis. Dalam surveinya, LIPI mengamati kondisi air stagnan hanya di arah laut. Penambahan fosfat, sulfat, dan nitrat di laut dapat disebabkan oleh masuknya zat-zat tersebut dari daratan dan saluran pembuangan bersama dengan dengan lumpur melalui sungai setelah hujan deras tiba.

Fosfat, sulfat dan nitrat merupakan zat hara yang dapat menyuburkan tanah. Apabila jumlahnya terlalu banyak di perairan, maka perairan tersebut akan mengalami pengkayaan berlebihan (eutrofikasi) karena unsur haranya tinggi sehingga menyebakan terjadinya ledakan (blooming) plankton. Lebih parah lagi kondisi ini mengarah pada terjadinya red tide yang diikuti dengan penurunan oksigen secara tiba-tiba yang salah satu cirinya ditunjukkan dengan kematian ikan secara massal.

Red tide adalah suatu keadaan laut yang sedang mengalami perubahan warna (discolouration) yang terjadi pada kondisi perairan tertentu. Perubahan warna air laut

yang tampak coklat kemerahan disebabkan oleh ledakan tiba-tiba fitoplankton (blooming). Perubahan warna air laut ini bisa berbeda tergantung pigmen yang terkandung dalam fitoplankton penyebabnya. Pada saat fitoplankton mulai berkembang, pada waktu yang sama dihasilkan juga toksin yang jika termakan oleh manusia lewat kerang-kerangan yang dapat mengakibatkan keracunan, kelumpuhan bahkan kematian.

Beberapa analisis tersebut di atas hampir semuanya menyatakan bahwa kematian ikan-ikan tersebut disebabkan oleh kurangnya kadar oksigen di perairan meskipun penyebab berkurangnya oksigen dianalisis berbeda-beda. Pendek kata, tingginya kandungan pencemar di perairan merupakan faktor utama. Kandungan timbal, H2S, fospat, dan nitrat merupakan hal yang paling sering disebut. Sebagian besar zat pencemar tersebut juga berasal dari darat seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan dan industrialisasi.

Di Jakarta misalnya, minimnya fasilitas pengolahan air limbah kota (sewerage system) mengakibatkan tercemarnya badan-badan air oleh limbah domestik. Penelitian Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) menunjukkan bahwa air limbah domestik memberikan kontribusi pencemaran air sekitar 75%, air limbah perkantoran dan daerah komersial 15%, dan air limbah industri 10%. Masalah pencemaran limbah ini lebih diperburuk lagi akibat berkembangnya lokasi permukiman di daerah penyangga Jakarta yang tanpa dilengkapi dengan fasilitas pengolah air limbah sehingga badan-badan sungai di wilayah DKI Jakarta menjadi tempat pembuangannya. Hal ini diperkuat dengan penegasan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bahwa 13 sungai di Jakarta sudah tercemar limbah.

Sumber pencemaran utama dari ion-ion fosfat, nitrat, amonia dan sulfat berasal dari daerah pertanian dan perkotaan, aliran limbah ternak, dan buangan industri. Senyawa fosfat sebagian besar berasal dari detergen. Sedangkan senyawa sulfat berasal dari limbah organik yang mengandung sulfur atau juga limbah industri yang kemudian terdegradasi secara anaerob membentuk H2S. Pencemar inilah yang berpotensi menyebabkan fenomena red tide. Hasil BPLHD DKI Jakarta menunjukkan sampel di 60 titik sumur pantau menunjukkan bahwa kandungan deterjen, zat organik dan ammonia sudah di atas baku mutu yang ditetapkan dalam Permenkes No.

Page 13: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 11 -

416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Standar Kualitas Air Bersih dan Air Minum dan juga kondisi perubahan warna air laut sebelum kejadian kematian massal ikan. Karena itu, penyebab utama kematian massal ikan tersebut disebabkan oleh fenomena red tide.

Upaya penangananPada prinsipnya, usaha penanggulangan

pencemaran dapat dilakukan secara teknis dan nonteknis. Secara nonteknis tertuju pada tersedianya peraturan perundang-undangan yang dapat merencanakan, mengatur, dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Sedangkan secara teknis bersumber pada perlakuan industri dan sumber pencemar lainnya terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah, atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran.

Untuk menanggulangi masalah red tide, selain pembersihan dan perbaikan lingkungan perairan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) melalui pengerukan, pengurangan limbah domestik dan limbah industri secara sistematis, terencana dan teroganisasi secara lintas-sektoral dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di DKI Jakarta dan Jabodetabek. Hal lain terkait dengan peningkatan pemantauan kualitas lingkungan perairan secara periodik baik di permukaan maupun di dasar perairan, khususnya terhadap parameter kunci penyebab red tide seperti suhu perairan, salinitas, disolved oxygen (DO), total organic matter (TOM), nitrat, nitrit, ammonia, fospat, plankton, BOD, dan COD.

Selain itu, kuatnya hasil kajian yang menyimpulkan bahwa limbah sektor domestik sebagai penyebab dominan, penanganan limbah pada sektor ini harus menjadi prioritas. Pengolahan limbah cair di sumber seperti instalasi pengolah limbah baik secara individual maupun komunal di perumahan dan permukiman seharusnya menjadi persyaratan fasilitas lingkungan yang harus ada. Hal yang sama terhadap fenomena red tide karena fenomena red tide cukup sulit diperkirakan kapan terjadinya. Akibatnya, pemantauan secara periodik dan berkelanjutan perlu terus dilakukan. Untuk itu, pemasangan perangkat monitoring kualitas air yang dapat merekam dan mengirim data dan informasi secara periodik ke pusat informasi di BPLHD untuk diolah dan dianalisi sesegera mungkin perlu segera dilakukan. Dengan demikian,

alat tersebut dapat menjadi perangkat early warning system.

Dari segi aspek nonteknis, peraturan perundangan harus dapat mengatur bagaimana agar semua aktivitas antropogenik, baik itu sektor domestik, industri, dan komersial tidak mencemari lingkungan khususnya peraiaran. Sektor industri harus dapat memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industrinya, misalnya melalui dokumen AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan, dan menanamkan menegakkan hukum. Dengan demikian terjadi upaya penanganan yang terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir. Di hulu merupakan upaya pencegahan di sumber dimana perlu dilakukan pengontrolan dan penanganan limbah baik dari sumber domestik, komersial maupun industri, sehingga limbah cair yang dibuang ke badan air sesuai dengan baku mutu yang ditentukan. Pada tingkat menengah, pengelolaan badan air yang baik dan monitoring secara berkala sangat diperlukan untuk menjaga kualitas sungai yang tetap bersih. Sedangkan di hilir, yang berupa bagian hilir sungai yang juga biasanya berujung ke laut/danau, upaya penanggulanganya tidak kalah pentingnya.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 69 menyatakan bahwa setiap setiap orang dilarang untuk melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan, seperti limbah (baik padat maupun cair) serta B3 (bahan berbahaya beracun) ke media lingkungan hidup. Selain itu, limbah padat telah diatur secara khusus dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, serta telah ada regulasi turunan terkait berbagai UU tersebut baik dalam bentuk PP, Permen, maupun Perda, akan tetapi, belum ada UU yang khusus mengenai pengaturan limbah cair. Dalam tataran Peraturan Daerah, sudah ditetapkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 30 Tahun 1999 tentang Perizinan Pembuangan Limbah Cair di DKI Jakarta, Pergub No. 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di DKI Jakarta, serta Pergub No. 69 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kegiatan dan/atau Usaha. Berdasarkan perda tentang pengolahan limbah domestik dinyatakan bahwa bangunan rumah tinggal dan bangunan nonrumah tinggal wajib mengelola air limbah domestik sebelum dibuang ke saluran umum/

Page 14: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 12 -

drainase kota, dan ada pelanggaran yang mendapatkan sanksi apabila tidak mentaatinya.

Dengan demikian, dalam tataran permen dan perda khususnya di DKI Jakarta nampaknya peraturan yang ada telah mencukupi, namun penegakkan hukum dan sanksi sesuai ketentuan yang ada perlu ditegakkan agar pencemaran perairan baik di sungai, danau, maupun laut tidak terjadi berulang.

PenutupFenomena kematian ikan secara

massal di Jakarta dapat dijadikan early warning system baik semua pemangku kepentingan khususnya pemerintah daerah bahwa pencemaran perairan di Jakarta (dan Jabodetabek) sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Laut sebagai tempat pembuangan akhir dari segala macam zat pencemar yang dihasilkan di darat sudah terganggu daya dukungnya. Oleh karena itu, penanganan dan pencegahan dari hulu, tengah dan hilir harus dilakukan secara teknis maupun nonteknis. Dukungan teknologi untuk mengurangi polutan yang dihasilkan dari berbagai aktivitas sangat diperlukan. Namun demikian, penegakkan hukum pun tidak kalah pentingnya.

Dengan fungsi pengawasannya, DPR RI hendaknya lebih aktif mengawasi kinerja pemerintah dalam isu ini. Komisi IV DPR RI dan Pemerintah perlu menguatkan komunikasi secara lebih efektif, khususnya dengan Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dan Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 di Kementerian LHK dan Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian KP dalam mengelola isu ini secara komprehensif..

Sejauh ini, RUU tentang Pengelelolaan Limbah belum menjadi Prolegnas tahun 2015-2019. Meskipun demikian, RUU tersebut patut didorong secara politik sehingga dapat memperkuat payung hukum dalam pengelolaan dan penanganan limbah cair mulai dari hulu hingga hilir.

Referensi“Hasil Uji Lab Keluar Ini Penyebab

Matinya Ribuan Ikan di Pantai Ancol,” h t t p : / / m e g a p o l i t a n . k o m p a s . c o m /read/2015/12/10/22024901/Hasil.Uji.Lab.Keluar.Ini.Penyebab.Matinya.Ribuan.Ikan.di.Pantai.Ancol diakses tanggal 15 Desember 2015.

“Ini Hasil Uji Lab LIPI Terkait Kasus Jutaan Ikan yang Mati di Pantai Ancol,” http://news.detik.com/berita/3085497/ini-hasil-uji-lab-lipi-terkait-kasus-jutaan-ikan-yang-mati-di-pantai-ancolJakarta- diakses tanggal 10 Desember 2015.

“Ini Penyebab Jutaan Ikan Mati Misterius di Laut Ancol, ”http://news.liputan6.com/ read/2378663/ini-penyebab-jutaan-ikan-mati-misterius-di-laut-ancol, diakses tanggal 15 Desember 2015.

“Kondisi Pencemaran Lingkungan di Peraiaran Teluk Jakarta,”www.kelair.bppt.go.id/Jai/2007/vol3-1/01teluk.pdf, diakses tanggal 9 Desember 2015.

“LIPI Teliti Ikan Mati di Pantai Ancol,” http://megapolitan.kompas.com/read/2015/ 12/01/12241281/LIPI.Teliti.Ikan.Mati.di.Pantai.Ancol?utm_source=news&utm_m e d i u m = b p - k o m p a s & u t m _campaign=related&, diakses tanggal 15 Desember 2015.

“Masalah Pencemaran Air di Wilayah DKI Jakarta,”http://www.kelair.bppt.go.id/ Publikasi/BukuAirLimbahDomestikDKI/BAB1MASALAH.pdf, diakses tanggal 9 Desember 2015.

“Penyebab Ribuan Ikan Mati di Ancol Versi LIPI,”http://news.okezone.com/read/ 2015/12/02/338/1259470/penyebab-ribuan-ikan-mati-di-ancol-versi-lipi, diakses tanggal 10 Desember 2015.

“Red Tides Fenomena Laut Berwarna Merah,”https://bamssatria22.wordpress.com/2013/04/28/red-tides/, diakses tanggal 15 Desember 2015.

“Walhi: Kecil Kemungkinan Cuaca Sebabkan Ikan Mati di Ancol,” http://w w w . c n n i n d o n e s i a . c o m / n a s i o nal/20151201095717-20-95143/walhi-kecil-kemungkinan-cuaca-sebabkan-ikan-mati-di-ancol/, diakses tanggal 10 Desember 2015.

Adnan, Quraisyin. 1985. "Red Tide". Jurnal Oseana, Volume X, Nomor 2 : 48 - 55, 1985.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Prihartato, Perdana Karim. 2009. Studi Variabilitas Konsentrasi Klorofil-A dengan Menggunakan Data Satelit Aqua-Modis dan Seawifs Serta Data In Situ di Teluk Jakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

WD, Connel. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI Press.

Page 15: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 13 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VII, No. 24/II/P3DI/Desember/2015EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

RELAKSASI KEBIJAKAN MONETER MELALUI GIRO WAJIB MINIMUM DAN BI RATE

Rasbin*)

Abstrak

Pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan untuk mencapai target-target pembangunan. Untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang diinginkan tingkat inflasi juga harus optimum (sesuai target) karena jika tingkat inflasi mengalami penurunan, pertumbuhan ekonomi pun akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, kecenderungan tingkat inflasi yang rendah baru-baru ini, dorongan pertumbuhan ekonomi nasional perlu didukung dengan relaksasi kebijakan moneter. Dari beberapa instrumen kebijakan relaksasi moneter yang tersedia, penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) menjadi salah satu instrumen yang perlu disasar. Alasannya, penurunan GWM ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, instrumen lainnya, yaitu penurunan BI rate. Namun demikian, penurunan BI rate ini juga sekaligus memposisikan diri sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, BI rate dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi. Sebaliknya, penurunan ini juga menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di sisi lain, sebuah kondisi yang pada akhirnya akan menggerus cadangan devisa itu sendiri.

PendahuluanFirmansyah, Rektor Universitas

Paramadina, mengatakan bahwa secara teoritis hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan hal yang menarik. Ketika tingkat inflasi terlalu rendah, maka ia akan menekan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jika tingkat inflasi yang terlalu tinggi ia pun akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga roda perekonomian tidak dapat berjalan. Oleh karena itu, suatu besaran inflasi yang dapat membuat denyut perekonomian optimum dan sekaligus tidak menurunkan daya beli masyarakat turun diperlukan.

Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik

(BPS) merilis data inflasi nasional sebesar 0,21 persen pada November 2015. Sementara itu, inflasi pada periode Januari – November 2015 atau inflasi tahun kalender tercatat sebesar 2,37 persen, memecahkan rekor inflasi terendah sejak 2009, dan inflasi year-on-year (yoy) sebesar 4,89 persen. Tingkat inflasi ini sebenarnya masih di bawah target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar 5,0 persen.

Pada saat bersamaan, Asian Development Bank (ADB) merilis laporannya tentang revisi pertumbuhan

*) Peneliti Muda pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: [email protected].

Page 16: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 14 -

ekonomi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. ADB merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang menjadi 5,8 persen untuk 2015. Pada tahun 2016, proyeksi tersebut mencapai 6 persen, menurun dari proyeksi sebelumnya sebesar 6,3 persen. Salah satu negara berkembang yang pertumbuhan ekonominya direvisi oleh ADB secara drastis adalah Indonesia. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 menurun dari 5,5 persen menjadi 4,9 persen, sedangkan proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2016 menurun dari 6 persen menjadi 5,4 persen.

Sesuai dengan hubungan teoritis yang telah disebutkan oleh Firmansyah, ketika tingkat inflasi rendah maka pertumbuhan ekonomi pun akan rendah. Padahal, pertumbuhan ekonomi dibutuhkan agar target-target pembangunan seperti penciptaan lapangan kerja, bertambahnya output nasional, penerimaan pajak, pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, dan bertambahnya tingkat kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Karena itu, rendahnya pertumbuhan ekonomi akan membuat target-target tersebut tidak akan tercapai.

Agar mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimum, diperlukan tingkat inflasi yang optimum (sesuai target). Untuk mencapai tingkat inflasi tersebut dibutuhkan sinkronisasi kebijakan antara sektor moneter dan fiskal. Khusus untuk sektor moneter, ketika tingkat inflasi rendah, maka instrumen kebijakan moneter perlu dilakukan relaksasi. Beberapa alat atau instrumen kebijakan moneter tersebut diantaranya operasi pasar terbuka (OPT), kebijakan diskonto, pengendalian suku bunga, dan penetapan Giro Wajib Minimum (GWM). Tujuannya agar tingkat inflasi menjadi optimum sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, sebuah kondisi yang pada akhirnya dapat mencapai target-target pembangunan. Tulisan ini akan membahas relaksasi dua instrumen kebijakan moneter, yaitu GWM dan BI rate.

Pelonggaran GWMInstrumen kebijakan moneter

yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mempunyai jenis yang beragam. Dalam

rangka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, salah satu jenis instrumen kebijakan moneter yang perlu dilakukan pelonggaran adalah ketentuan GWM. GWM merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk mendukung stabilitas moneter dan sektor keuangan. GWM itu sendiri didefinisikan sebagai jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarannya ditetapkan oleh Bank Indonesia dari persentase tertentu dari dana pihak ketiga (DPK) bank.

Per 1 Desember 2015, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/21/PBI/2015, BI secara resmi menurunkan GWM dari 8 persen menjadi 7,5 persen. Penurunan ini dilakukan dengan pertimbangan stabilitas makroekonomi yang semakin membaik sehingga terdapat ruang pelonggaran kebijakan moneter. Menurut Asmawi Syam, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., penurunan GWM bertujuan untuk mendorong kapasitas pembiayaan perbankan melalui peningkatan likuiditas bank. Peningkatkan jumlah likuiditas tersebut akan meningkatkan jumlah likuiditas yang akan dipinjamkan oleh bank sehingga pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan kredit yang disalurkan. Pada dasarnya, penurunan GWM ini bertujuan untuk mendukung kegiatan-kegiatan ekonomi agar dapat terealisasi.

Menurut Juda Agung, Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, dampak dari penurunan GWM tersebut ke industri perbankan akan dapat dirasakan dalam kurun waktu 3 bulan ke depan. Namun demikian, menurutnya, penurunan tersebut akan meningkatkan pertumbuhan kredit perbankan hanya sekitar 0,6 persen. Pernyataan sebaliknya dilontarkan oleh Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menegaskan bahwa dalam kondisi perlambatan ekonomi, pelaku usaha akan cenderung menahan diri untuk melakukan ekspansi usaha mereka. Karena itu, pelonggaran likuiditas tidak cukup mampu mendorong ekspansi usaha mereka.

Selain itu, pelonggaran GWM juga akan menurunkan biaya dana atau cost of fund perseroan (bank). Alur berpikirnya, ketika GWM masih tinggi, maka likuiditas

Page 17: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 15 -

perseroan pun akan terbatas sehingga jumlah likuiditas yang disalurkan juga terbatas. Untuk mengatasi keterbatasan likuiditas tersebut, bank komersial akan meminjam dana ke bank sentral dengan tingkat bunga tertentu. Biaya pinjaman likuiditas ke bank sentral tersebut akan meningkatkan beban bunga kredit yang akan dibebankan terhadap pinjaman kredit ke nasabah. Oleh karena itu, secara umum penurunan GWM pada akhirnya akan meningkatkan permintaan kredit. Pada akhirnya, peningkatan permintaan kredit ini (terutama ke sektor riil) akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Intinya, pelonggaran GWM ini bertujuan agar kegiatan-kegiatan ekonomi dapat memiliki pembiayaan, yakni melalui peningkatan kredit. Oleh karena itu, agar upaya mendorong pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi berjalan optimum, Muliaman D. Haddad, Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyebutkan pemerintah bersama-sama BI dan OJK harus terus melakukan pelonggaran kebijakan.

Penurunan BI RateKetika tingkat inflasi nasional

mengalami tren penurunan atau di bawah target, BI perlu menyesuaikan tingkat suku bunga (BI rate) agar suku bunga riilnya tetap terjaga. Menurut Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior (DGS) BI, kebijakan penurunan GWM ini bisa saja dilanjutkan dengan memangkas suku bunga acuan atau BI rate untuk periode mendatang. Namun demikian, apakah penurunan tersebut cukup menjaga stabilitas, di sinilah persoalan yang harus dikelola secara hati-hati karena stabilitas merupakan hal yang penting untuk menciptakan pertumbuhan.

Kebijakan menurunkan BI rate memberikan konsekuensi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, penurunan BI rate ini akan mendorong pelaku usaha untuk melakukan investasi. Seiring dengan penurunan BI rate, biaya investasi juga akan menurun sehingga pada akhirnya penurunan ini akan meningkatkan investasi terutama untuk sektor-sektor produktif. Implikasinya adalah sektor-sektor riil akan melakukan ekspansi dan output akan mengalami peningkatan. Menurut Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,

penurunan BI rate dimaksudkan agar perekonomian tidak kehilangan daya-dorong terhadap pertumbuhan ekonomi, kondisi yang pada akhirnya dapat menyebabkan target-target pembangunan tidak tercapai.

Di sisi lain, penurunan BI rate akan membuat nilai tukar rupiah tertekan terhadap dolar AS. Menurut Tony Prasetyantono, ekonom Universitas Gadjah Mada, penurunan BI rate akan sangat berisiko untuk melemahkan rupiah apalagi ditambah dengan kemungkinan naiknya tingkat suku bunga Bank Sentral AS (the Fed Rate). Penurunan BI rate ini dinilainya akan menyebabkan Indonesia mengalami capital outflow. Argumennya, melemahnya rupiah akan berpotensi menggerus cadangan devisa. Selanjutnya Tony juga menegaskan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah akan menyebabkan masyarakat cenderung untuk menunda belanja dan menaruh uangnya dalam bentuk DPK. Oleh karena itu, kebijakan penurunan BI rate dapat memposisikan dirinya sebagai buah simalakama.

Terlepas dari itu semua, Firmansyah, misalnya menegaskan perlunya kehati-hatian pemerintah atas anggapannya bahwa tingginya BI rate menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi sehingga mendorong otoritas moneter untuk menurunkan tingkat suku bunga. Pendek kata, suku bunga bukan satu-satunya faktor yang dapat mendorong besar-kecilnya pertumbuhan ekonomi.

PenutupTingkat inflasi yang optimum

diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar target-target pembangunan dapat tercapai. Tingkat inflasi yang optimum dapat tercapai melalui sinkronisasi antara kebijakan moneter dan fiskal. Untuk kebijakan moneter, tingkat inflasi yang optimum tersebut dapat dicapai melalui relaksasi kebijakan moneter. Artinya melakukan pelonggaran terhadap beberapa instrumen kebijakan moneter, misalnya, kebijakan penurunan GWM. Melalui instrumen ini, perbankan mempunyai likuiditas yang cukup sehingga akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi.

Instrumen lain kebijakan moneter yang dapat dilakukan relaksasi adalah

Page 18: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 16 -

BI rate. Namun, penurunan BI rate ini memposisikan dirinya sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, penurunan BI rate dapat meningkatkan investasi terutama ke sektor-sektor produktif tetapi di sisi lain penurunan ini juga berpotensi menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Pelemahan ini pada akhirnya pun akan menggerus cadangan devisa.

Otoritas moneter dan instansi-instansi keuangan lainnya seperti OJK harus bisa berkoordinasi agar kebijakan pelonggaran GWM ini dapat berdampak signifikan terhadap sektor keuangan. Selain itu, juga harus bisa bersinergi agar stabilitas keuangan di Indonesia tetap terjaga sehingga memungkinkan untuk menurunkan BI rate. Melalui fungsi pengawasannya, DPR RI perlu memastikan kebijakan pelonggaran ini mampu efektif memengaruhi sektor keuangan terutama pertumbuhan kredit.

ReferensiN. G. Mankiw, E. Quah dan P. Wilson. 2012.

Pengantar Ekonomi Makro: Edisi Asia, Terjemahan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

“ADB Revisi Pertumbuhan Ekonomi Asia 2015: Pertumbuhan Indonesia Hanya 4,9%”, Neraca, 7 Desember 2015.

“Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi”, Neraca, 7 Desember 2015.

“Bankir Menilai Penurunan GWM Belum Ampuh Memacu Kredit”, http://katadata.co.id/berita/2015/11/18/b a n k i r - m e n i l a i - p e n u r u n a n - g w m -belum-ampuh-memacu-kredit#sthash.zp2sbhBo.dpbs, diakses tanggal 13 Desember 2015.

“BI Isyaratkan Tinggalkan Rezim Moneter Ketat”, http://finansial.bisnis.com/r e a d / 2 0 1 5 1 2 1 1 / 9 0 / 5 0 0 6 2 4 / b i -isyaratkan-tinggalkan-rezin-moneter-ketat, diakses tanggal 13 Desember 2015.

“BI Resmi Turunkan Kewajiban GWM Primer”, http://bisnis.liputan6.com/read/2379521/bi-resmi-turunkan-kewajiban-gwm-primer, diakses tanggal 13 Desember 2015.

“Dua Sisi Dampak Penurunan BI Rate”, http://katadata.co.id/berita/2015/03/04/dua-sisi-dampak-penurunan-bi-rate#sthash.yTsilyF4.dpbs, diakses tanggal 13 Desember 2015.

“Giro Wajib Minimum Diturunkan, BRI Siap Pacu Kredit”, http://b i s n i s k e u a n g a n . k o m p a s . c o m /read/2015/11/18/191552926/Giro.Wajib.Minimum.Diturunkan.BRI.Siap.Pacu.Kredit, diakses tanggal 13 Desember 2015.

“Pemerintah Kembali Meminta BI Turunkan Suku Bunga”, http://katadata.co.id/b e r i t a / 2 0 1 5 / 1 2 / 0 7 / p e m e r i n t a h -kembali-meminta-bi-turunkan-suku-bunga#sthash.GzTloUMZ.dpbs, diakses tanggal 13 Desember 2015.

“Penurunan BI Rate Bukan Solusi Dongkrak Ekonomi RI”, http://ekbis.sindonews.com/read/1064385/33/penurunan-bi-rate-bukan-solusi-dongkrak-ekonomi-ri-1448436758, diakses tanggal 14 Desember 2015.

“Penurunan Giro Wajib Minimum Primer akan Dorong Kredit 0,6 Persen”, h t t p : / / w w w . t r i b u n n e w s . c o m /bisnis/2015/11/21/penurunan-giro-wajib-minimum-primer-akan-dorong-kredit-06-persen, diakses tanggal 13 Desember 2015.

Page 19: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 17 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VII, No. 24/II/P3DI/Desember/2015PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

CATATAN PILKADA SERENTAK9 DESEMBER 2015

Debora Sanur L*)

Abstrak

Pilkada serentak yang dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015 yang lalu, telah berjalan dengan lancar dan aman. Namun demikian, ada dua fenomena penting yang dapat menjadi ancaman bagi keberhasilan demokrasi dalam pilkada serentak kali ini. Fenomena tersebut ialah rendahnya tingkat partisipasi masyarakat serta lebih menonjolnya figur calon daripada partai pengusungnya. Oleh sebab itu Oleh sebab itu, demi perbaikan sistem pemilihan ke depan, terjadinya fenomena tersebut perlu diketahui penyebabnya.

PendahuluanBeberapa fungsi pemilihan umum

yang juga menjadi fungsi pilkada dalam sebuah negara demokratis menurut Dieter Nohlen ialah untuk melegitimasi sebuah pemerintahan baik yang berasal dari satu partai maupun multipartai yang tergabung dalam sebuah koalisi, dengan cara mengundang pola persaingan dalam perebutan kekuasaan dengan cara menawarkan program-program, serta membentuk suatu kekuatan politik bersama yang mampu beraksi bagi masyarakat. Sama halnya dengan pilkada serentak yang dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015 yang lalu. Pilkada tersebut dimaksudkan untuk membentuk sebuah pemerintahan bagi masing-masing daerah agar daerah tersebut secara demokratis memiliki pemimpin dengan kekuatan politik

dan program-program terbaiknya bagi masyarakat daerah.

Sejak awal persiapannya, pilkada serentak direncanakan untuk melakukan pemilihan terhadap 269 kepala daerah, yang terdiri dari 9 pemilihan gubernur pada tingkat propinsi, 30 pemilihan wali kota pada tingkat kota, dan 224 pemilihan bupati pada tingkat kabupaten. Namun demikian, pada saat hari pelaksanaan, ternyata Pilkada serentak ini hanya dapat melaksanakan di 264 daerah. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pelaksanaan pilkada di 5 daerah yang tidak memungkinkan untuk turut melaksanakan pilkada. Kelima daerah tersebut ialah Kabupaten Simalungun, Kabupaten Pematang Siantar, Kabupaten Fak-Fak, Kota Manado dan Provinsi Kalimantan Tengah.

*) Peneliti Muda Bidang Politik Dalam Negeri, pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. Email [email protected].

Page 20: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 18 -

Walaupun pilkada serentak tersebut dinilai sudah berjalan dengan tenang, aman dan lancar, beberapa hal tetap perlu dievaluasi terkait pelaksanaannya. Ada dua fenomena penting yang dapat menjadi ancaman bagi keberhasilan demokrasi dalam pilkada serentak kali ini. Fenomena tersebut ialah rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dan lebih menonjolnya figur calon daripada partai pengusungnya.

Dalam pilkada serentak ini tingkat partisipasi pemilih dapat dikatakan masih rendah. Di beberapa daerah partisipasi pemilih hanya berkisar 50-65 persen. Bahkan, di beberapa daerah ada yang dibawah 50 persen. Partisipasi politik yang rendah yang ditandai dengan kehadiran pemilih di TPS kurang dari 50 persen seperti di Tangerang Selatan, Depok, Cianjur, Semarang, Klaten, Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Sragen, Kodya Solo, Maluku Utara, Wonogiri.

Sama halnya dengan masalah kapabilitas parpol dalam mengusung calon yang juga perlu mendapat perhatian. Berdasarkan hasil hitung cepat banyak calon yang berhasil menggeser nama besar parpol dalam pertarungan di pilkada serentak ini. Kredibilitas Parpol dapat dikatakan tidak sejalan dengan peluang calon untuk menang dalam pilkada.

Partisipasi Masyarakat dan Kemenangan Petahana

Pilkada, merupakan salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam sebuah proses politik di daerah. Oleh karenanya penyelenggaraan pilkada yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan dalam sebuah daerah, karena pilkada merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan. Maka, masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan pilkada ini seperti halnya pemilihan presiden maupun legislatif. Masyarakat menjadi faktor utama dan penentu suksesnya pelaksanaan pemilu.

Ada beberapa penyebab rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilkada serentak ini. Penyebab tersebut di antaranya karena imbas dari kampanye para calon yang dibiayai negara, sehingga arus informasi kepada pemilih menjadi lebih lemah. Namun bisa juga akibat dekatnya jarak antara Pilkada serentak 2015 dengan

pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun 2014 sehingga membuat masyarakat pemilih mengalami kejenuhan. Sesuai dengan konsep yang diutarakan oleh Downs, ia menilai bahwa seorang pemilih biasa umumnya tidak memiliki informasi yang baik terkait kandidat calon. Pemilih juga umumnya tidak berusaha mengetahui kapasitas masing-masing calon untuk dapat mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan mereka. Sehingga pada akhirnya para pemilih tersebut hanya mengikuti pendapat para ahli politik, ajakan atau tidak memilih sama sekali.

Yang menarik, menurut penilaian Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) rendahnya partisipasi pemilih membuat incumbent (pertahana) lebih mudah untuk memenangkan pilkada. Berdasarkan penghitungan cepat (quick count) yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) di 21 wilayah, LSI mencatat 70 persen pemenang Pilkada masih di kuasai oleh petahana baik ditingkat gubernur, bupati, ataupun wali kota. Sedangkan sisanya, dimenangkan oleh artis atau politisi.

Menurut V. O Key pemilih akan menetapkan pilihannya dengan cara memberi penilaian terhadap kinerja kandidat. Pemilih akan menilai apakah petahana sudah berkinerja secara baik atau belum bagi dirinya sendiri ataupun bagi daerah. Pemilih juga akan menilai kapabilitas sosok calon tersebut apabila ia dibandingkan dengan sosok pemimpin dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Konsep ini sama halnya dengan kemenangan petahana di sejumlah daerah. Para calon petahana ini telah memiliki sumber daya politik yang lebih besar dan lebih siap secara finansial bila dibanding calon lainnya. Ia telah memiliki investasi politik selama menjabat menjadi kepala daerah karena sudah dikenal. Masyarakat pemilihpun umumnya hanya mengenal petahana sebagai pemimpin di daerahnya. Oleh sebab itu, kecenderungan dari masyarakat yang tidak mau repot mencari tahu tentang kapasitas calon lainnya tentu akan dengan mudah memilih petahana. Atau pemilih memilih untuk tidak memilih sama sekali karena menurutnya tidak ada pasangan calon yang sesuai dengan kepentingan mereka.

Kemenangan petahana yang tinggi di

Page 21: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 19 -

seluruh daerah pilkada ini tidak lepas dari kelebihan lain yang ia miliki bila dibanding dengan rivalnya. Petahana dianggap lebih menguasai dan mampu menjangkau semua segmen pemilih. Sehingga, walaupun mungkin para pemilih tidak cukup familiar bahkan tidak merasa diuntungkan secara langsung oleh kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh para petahana pada periode kepemimpinannya yang lalu. Namun demikian, karena petahana lebih mampu menggerakkan tokoh-tokoh termasuk birokrasi, para tokoh dan birokrasi ini yang mengajak masyarakat pemilih di akar rumput untuk kembali memilih petahana. Demikian pula dengan terkait artis sebagai sosok yang populer namun dalam hal kemenangannya juga dipengaruhi adanya unsur petahana. Seperti artis Zumi Zola dengan rekam jejaknya sebagai Bupati di Tanjung Jambung Timur. Selain itu, Sigit Purnomo (Pasha Ungu) calon Wakil Walikota Palu yang berpasangan dengan Hidayat sebagai calon Walikota Palu yang merupakan birokrat yang sudah dikenal masyarakat.

Menurut Downs pemilih rasional ialah pemilih yang sebenarnya hanya mengikuti kepentingannya sendiri, dimana pemilih tersebut akan mencari informasi yang lengkap terkait kandidat calon dan akan mencari alternatif pilihan yang terbaik. Oleh sebab itu, dalam pilkada kandidat calon yang akan dipilih seharusnya adalah kandidat yang menawarkan keuntungan terbesar apabila calon tersebut berkuasa. Dan bila keuntungan yang ditawarkan sama saja diantara alternatif-alternatif yang ada, maka kandidat tersebut tidak akan dipilih. Sama halnya dengan yang terjadi dalam pilkada serentak kali ini, karena dalam daerah pilkada pasangan calon rival petahana tidak mampu menawarkan keuntungan yang lebih maka masyarakat memilih untuk tidak memilih mereka, dan akhirnya kembali memilih petahana atau tidak turut serta dalam pemilihan.

Kapabilitas ParpolSebagaimana konsep demokrasi

modern, partai-partai politik merupakan sarana kelembagaan yang utama untuk menjembatani hubungan antara masyarakat dengan pemerintah. Namun demikian, dalam pilkada serentak ini, pemilih lebih

menilai faktor figur calon daripada partai-partai pengusung maupun pendukungnya. Fenomena ini dapat menjadi tren positif sekaligus negatif bagi keberhasilan pilkada. Menjadi tren positif karena pemilih dapat dikategorikan sebagai pemilih rasional yang memilih berdasarkan figur yang dianggap layak. Sesuai dengan yang di katakan oleh V. O Key, pemilih rasional ialah pemilih yang dapat memilih berdasarkan kompetensi masing-masing partai ataupun kandidat calon berdasarkan kemampuan dalam memimpin atau dalam memecahkan permasalahan yang muncul di daerahnya. Sebaliknya, menjadi tren negatif karena ternyata dalam memilih masyarakat tidak memperdulikan partai-partai di belakang sosok calon tersebut.

Menurut Direktur Populi Center Nico Harjanto sebenarnya parpol merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam pemilihan kepala daerah 2015. Namun di sisi lain parpol terkesan menjadi pihak yang paling tidak siap untuk mengikuti pilkada ini. Banyak parpol yang tidak mendukung kader-kader terbaiknya maju dalam pilkada. Bahkan cenderung berkoalisi dengan pasangan calon kepala daerah yang diusung oleh partai-partai yang ideologinya sangat berbeda dengannya. Hal ini tentu merugikan masa depan partai dan ideologinya serta hakikat dari demokrasi itu sendiri.

Ketidaksiapan partai dalam mendukung calon hingga ke masyarakat akar rumput ini pula yang membawa pilkada serentak dekat dengan aksi politik uang (money politics) di sejumlah daerah. Terjadinya praktik politik transaksional mengisyaratkan bahwa tanggung jawab calon kepada pemilih hanya sebatas sejumlah uang untuk pencoblosan saja. Hal ini bukan hanya merugikan masyarakat dan negara namun juga mengancam keberlangsungan demokrasi yang sehat di negara kita. Terlebih jika sudah terpilih calon akan lebih mudah melakukan korupsi untuk balik modal.

Oleh sebab itu pada masa mendatang parpol sudah seharusnya dapat melakukan proses rekrutmen kader calon kepala daerahnya dengan lebih baik. Bahkan memajukan kader yang memang sudah kenal bahkan dimajukan atas usulan masyarakat setempat. Dengan demikian kualitas demokrasi melalui pemilu maupun pilkada

Page 22: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015

- 20 -

semakin meningkat. Baik melalui semakin tingginya partisipasi dari masyarakat pemilih rasional, maupun dari peningkatan kapasitas parpol sebagai kendaraan politik demokratis dalam pemilu ataupun pilkada.

PenutupSecara umum pilkada serentak 9

Desember 2015 telah berjalan dengan baik dan tertib. Namun harus tetap ada evaluasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemui. Dua hal penting yang perlu menjadi perhatian khusus ialah terkait rendahnya partisipasi politik pemilih, dan Kredibilitas parpol yang tidak sejalan dengan peluang calon untuk menang dalam pilkada. Kemampuan partai sebagai subyek dalam pemilu perlu dievaluasi untuk menghadapi pemilu-pemilu berikutnya agar parpol dapat menghadirkan calon yang berkualitas dan juga ikut mencerdaskan pemilih. Untuk itu, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana bebas, tidak di bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas agar pemilih rasional meningkat jumlahnya.

ReferensiDodi Ambardi, ed.. 2008. Studi Pemilu

Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode, Friedrich Naumann Stiftung fur Die Freiheit, Jakarta, hal. 48-50.

Pipit R. Kartawidjaja dan Mulyana W. Kusumah, (ed: A. Josias Simon R. dan Aldrin Situmeang). 2002. Sistem Pemilu dan Pemilihan Presiden: Suatu Studi Banding, KIPP Eropa, Friedrich-Naumann-Stiftung (FNS) dan Indonesian Society for Democracy and People Employment (INSIDE), Jakarta, hal 2-3.

Ini Catatan Bawaslu Atas Penyelenggaraan Pilkada Serentak, h t t p : / / p i l k a d a . k o m p a s . c o m /read/2015/12/10/09403211/Ini.Catatan.Bawaslu.Atas.Penyelenggaraan.Pilkada.Serentak, diakses tanggal 10 Desember 2015.

LSI 70 Persen Incumbet Memenangkan Pilkada, http://www.h a r i a n t e r b i t . c o m / h a n t e r p o l i t i k /read/2015/12/10/50078/41/41/LSI-70-Persen-Incumbet-Memenangkan-Pilkada, diakses tanggal 10 Desember 2015.

Meski Ada Hambatan KPU Tetap Nyatakan Pilkada Serentak Lancar, h t t p : / / p i l k a d a . k o m p a s . c o m /read/2015/12/09/21392671/Meski.Ada.Hambatan.KPU.Tetap.Nyatakan.Pilkada.Serentak.Lancar, diakses tanggal 10 Desember 2015.

Partai Politik Disebut Paling Tidak Siap Pilkada Serentak, http://pilkada.tempo.co/read/news/2015/12/05/304725228/partai-politik-disebut-paling-tidak-siap-pilkada-serentak, diakses tanggal 10 Desember 2015.

Pilkada 2015 Calon Petahana Diuntungkan Atas Rendahnya PartisipasiPemilih, http://www.h a r i a n t e r b i t . c o m / h a n t e r p o l i t i k /read/2015/12/10/50045/41/41/Pilkada-2015-Calon-Petahana-Diuntungkan-Atas-Rendahnya-Partisipasi-Pemilih, diakses tanggal 10 Desember 2015.

Page 23: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015
Page 24: Vol.VII No.24 II P3DI Desember 2015