21
I. Langkah-1 SKENARIO Euthanasia PilihanTerakhirAgian Indosiar.com, jakarta – Bagi Agian Isna Nauli Siregar, Euthanasia adalah pilihan terakhir untuk melepaskan diri dari penderitaanya akibat penyakit yang secara medis sulit disembuhkan. Sang suami Panca Satria Hasan Kusuma dengan gigih terus berjuang untuk mencari kepastian hukum agar keinginanya untuk mengakhiri hidup istrinya terkabul. Kendati sistem hukum di Indonesia belum mengakuinya Telah lebih dari 3 bulan, Agian Isna Nauli Siregar hanya tergolek tanpa daya dirumah sakit. Sejumlah uang telah dikeluarkan Panca Satria Hasan Kusuma demi kesembuhan istrinya. Namun hingga kini tidak ada perubahan yang berarti terlihat dari dalam diri Agian. Kenyataan pahit ini membuat hasan pasrah dan rela melepaskan istrinya dengan cara Euthanasia atau di suntuk mati. Keputusan terakhir diperjuangkan Hasan karena telah habisnya dana yang dimiliki dan tidak tahan melihat penderitaan istrinya yang sulit untuk disemubhkan Kesedihan Hasan semakin bertambah, karena sejak istrinya sakit ia sangat jarang bertemu dengan anak-anaknya. Perjuangan menempuh jalan terakhir melalui Euthanasia, hingga kini masih terus dilakukan. Sudah 3 bulan Agian mengalami stroke setelah menjalani operasi seksio di Rumah Sakit Islam Bogor. Sebelumnya, pasien mengalami henti napas dan henti jantung selama 1 bulan. Mereka kini menunggu keputusan Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat yang menangani masalah ini. IDENTIFIKASI KATA-KATA SULIT 1. Operasi Seksio: Operasi pembedahan untuk melahirkan bayi melalui perut ibu. 2. Euthanasia : Proses membantu orang yang sakit parah atau selalu dalam kondisi kesakitan untuk meringankan penderitaannya, umumnya dilakukan dengan suntik mati. 1

Wrap Up Etik Skenario 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Blok Etik

Citation preview

Page 1: Wrap Up Etik Skenario 2

I. Langkah-1

SKENARIO

Euthanasia PilihanTerakhirAgian

Indosiar.com, jakarta – Bagi Agian Isna Nauli Siregar, Euthanasia adalah pilihan terakhir untuk melepaskan diri dari penderitaanya akibat penyakit yang secara medis sulit disembuhkan. Sang suami Panca Satria Hasan Kusuma dengan gigih terus berjuang untuk mencari kepastian hukum agar keinginanya untuk mengakhiri hidup istrinya terkabul. Kendati sistem hukum di Indonesia belum mengakuinya

Telah lebih dari 3 bulan, Agian Isna Nauli Siregar hanya tergolek tanpa daya dirumah sakit. Sejumlah uang telah dikeluarkan Panca Satria Hasan Kusuma demi kesembuhan istrinya. Namun hingga kini tidak ada perubahan yang berarti terlihat dari dalam diri Agian.

Kenyataan pahit ini membuat hasan pasrah dan rela melepaskan istrinya dengan cara Euthanasia atau di suntuk mati. Keputusan terakhir diperjuangkan Hasan karena telah habisnya dana yang dimiliki dan tidak tahan melihat penderitaan istrinya yang sulit untuk disemubhkan

Kesedihan Hasan semakin bertambah, karena sejak istrinya sakit ia sangat jarang bertemu dengan anak-anaknya. Perjuangan menempuh jalan terakhir melalui Euthanasia, hingga kini masih terus dilakukan.

Sudah 3 bulan Agian mengalami stroke setelah menjalani operasi seksio di Rumah Sakit Islam Bogor. Sebelumnya, pasien mengalami henti napas dan henti jantung selama 1 bulan. Mereka kini menunggu keputusan Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat yang menangani masalah ini.

IDENTIFIKASI KATA-KATA SULIT

1. Operasi Seksio: Operasi pembedahan untuk melahirkan bayi melalui perut ibu.2. Euthanasia : Proses membantu orang yang sakit parah atau selalu dalam kondisi

kesakitan untuk meringankan penderitaannya, umumnya dilakukan dengan suntik mati.

3. Henti Jantung : Berhentinya fungsi jantung dan pembuluh darah secara mendadak.4. Stroke : Serangan mendadak dan berat ketika penyediaan darah ke otak

terganggu sehingga menyebabkan sel-sel otak mati dan oksigen tidak dapat disalurkan ke otak.

BRAINSTORMING PROBLEM

1. Kenapa Euthanasia masih sulit dilakukan di Indonesia?2. Kenapa hukum di Indonesia tidak memperjelas tentang Euthanasia?3. Keadaan pasien seperti apa yang bisa di Euthanasia?4. Kenapa Dokter tidak langsung melakukan tindakan yang diajukan oleh pasien?

1

Page 2: Wrap Up Etik Skenario 2

ANALISA MASALAH

1. Euthanasia dianggap ilegal di Indonesia karena masih mempertimbangkan resiko yang ada serta masih ada perdebatan di dalam pandangan agama.

2. Euthanasia dianggap ilegal di Indonesia karena masih mempertimbangkan resiko yang ada serta masih ada perdebatan di dalam pandangan agama.

3. Pasien yang sudah lama menderita penyakit dan kemungkinan untuk sembuh kecil, pasien yang hidupnya bergantung pada alat-alat medis, dan ada persettujuan dari keluarga pasien untuk melakukan Euthanasia.

4. Sesuai KODEKI, Dokter tidak boleh langsung mengambil tindakan, karena melanggar Sumpah Dokter, tetapi harus mempertimbangkan pendapat dan hak pasien. Dokter juga harus mengikuti hukum dan syariat agama yang berlaku di Indonesia.

HIPOTESA SEMENTARA

Seorang Dokter dalam mengambil tindakan medis harus sesuai Kode Etik Kedokteran Indonesia dan hukum yang berlaku serta selalu mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi pada pasien maupun dokter itu sendiri.

LEARNING OBJECTIVE

1. Memahami dan Menjelaskan Kode Etik Kedokteran tentang Tindakan Medis2. Memahami dan Menjelaskan Hukum yang Mengatur Tindakan Medis3. Memahami dan Menjelaskan Etika yang Mengatur Euthanasia

3.1 Memahami dan Menjelaskan Kondisi yang Memungkinkan Dokter Melakukan Tindakan Euthanasia

3.2 Memahami dan Menjelaskan Hukum yang Mengatur Euthanasia di Dunia Medis

4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam tentang Euthanasia

II. Langkah-2

Belajar Mandiri

III. Langkah-3

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Kode Etik Kedokteran tentang Tindakan Medis

Pasal 1 : Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2 : Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3 : Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4 : Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

2

Page 3: Wrap Up Etik Skenario 2

Pasal 5 : Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6 : Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7 : Seorang dokter hanya member surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a : Seorang dokter harus, dalam peraktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b : Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal 7c : Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menghargai kepercayaan pasien.

Pasal 7d : Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk insani.

Pasal 8 : Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mempehatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilatif),baik fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9 : Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat harus saling menghormati.

Pasal 10 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11 : Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan atau masalah lainnya.

Pasal 12 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas prikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu memberikannya.

Pasal 14 : Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15 : Setiap dokter tidak bikeh sengaja mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Pasal 16 : Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

3

Page 4: Wrap Up Etik Skenario 2

Pasal 17 : Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.

Kaidah Dasar Bioetika Kedokteran

Kaidah dasar bioetika kedokteran merupakan aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa asus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip lain. Keadaan terakhir disebut prima facie.

Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral, juga prima facie.

1. Prinsip Otonomi Menghormati hak pasien untuk menentukan apa yang boleh dilakukan

terhadap dirinya. KANT : tiap orang memiliki kapasitas untuk memutuskan nasibnya sendiri. MILL : Kontrol sosial atas individu hanya sah apabila terpaksa untuk

melindungi hak orang lain. Merupakan dasar dari doktrin informed consent Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari

pasien tersebut setelah ia diberi informasi dan memahaminya. Dianggap sebagai cerminan konsep self governance, liberty rights, individual

choices2. Prinsip Beneficence

Mengutamakan tindakan yang ditujukan untuk kebaikan pasien Setiap sikap atau tindakan harus berorientasikan kepada kebaikan pasien Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan baik untuk kebaikan saja,

tapi juga perbuatan yang manfaatnya lebih besar daripada sisi buruknya

Prinsip beneficence :

a. Positive Beneficence- Mencegah perbuatan yang merugikan atau berbahaya- Menghilangkan perbuatan merugikan atau berbahaya- Melakukan hal yang menguntungkan

b. Prinsip Balancing of Utility/Proportionality- Menyeimbangkan manfaat dan bahaya

Macam Beneficence :

a. General Beneficence- Melindungi dan mempertahankan yang lain- Mencegah terjadinya kerugian- Menghilangkan kondisi penyebab kerugian

b. Specific Beneficence- Menolong orang cacat

4

Page 5: Wrap Up Etik Skenario 2

- Menyelamatkan orang dari bahaya

3. Prinsip Non Maleficence Melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien Above all do no harm / primum non nocere Prinsip double effect tindakan yang merugikan tidak selalu yang dianggap

tindakan yang buruk. Praktik kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil resikonya

tetapi besar manfaatnya.

4. Prinsip Justice Mementingkan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan

sumber daya

Istilah :a. Justice ; Fairness

Seseorang menerima yang selayaknya ia terimab. Distributive Justice

Distribusi sumber daya dalam masyarakat

Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, kewarganegaraan, status perkawinan, perbedaan gender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.

Jenis:

a. Komparatif perbandingan antara kebutuhan penerimab. Distributif kebijakan membagi sumber-sumber kenikmatan dan beban

bersama, dengan cara merata sesuai dengan keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani rohani secara material kepada :

Orang dengan andil sama Orang yang sesuai dengan kebutuhannya Orang yang sesuai dengan upayanya Orang yang sesuai kontribusinya Orang yang sesuai jasanya Orang sesuai pasar bebas

c. Sosial merupakan kebijakan melaksanakan dan memberikan kemakmuran serta kesejahteraan bersamaTeori :

Utilitarian memaksimalkan kemanfaatan public dengan strategi menekankan efisiensi sosial dan memaksimalkan keuntungan bagi pasien

Libertarian menekankan hak kemerdekaan sosial-ekonomi Komunitarian mementingkan tradisi komunitas tertentu Egalitarian kesamaan akses terhadap keuntungan atau nikmat

dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional.d. Hukum

Tukar menukar kebijakan memberikan atau mengembalikan hak-hak kepada yang berhak

Pembagian sesuai hukum untuk mencapai kesejahteraan umum

5

Page 6: Wrap Up Etik Skenario 2

Asas prima facie merupakan saat seorang dokter harus memilih 1 kaidah dasar bioetik yang paling sesuai dalam kondisi atau konteks tertentu tergantung dari situasi, kondisi, dan toleransi.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Hukum yang Mengatur Tindakan Medis

Hukum Kesehatan merupakan bidang hukum yang masih muda. Perkembangannya dimulai pada waktu World Congress on Medical Law di Belgia (1967) dan diteruskan secara periodik. Di Indonesia, perkembangan hukum kesehatan di mulai sejak terbentuknya kelompok studi untuk hukum kedokteran UI atau RS Ciptomangunkusumo di Jakarta (1982).

Hukum kesehatan mencangkup komponen hukum bidang kesehatan yang bersinggungan satu dengan yang lainnya, yaitu hukum kedokteran atau kedokteran gigi, hukum keperawatan, hukum farmasi klinik, hukum rumah sakit, hukum kesehatan masyarakat, hukum kesahatan lingkungan, dan sebagainya (konas PERHUKI, 1993).

Menurut UU RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Berkaitan dengan bidang kesehatan dalam mencapai masyarakat adil dan makmur.

Pasal 3 Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.

Pasal 10Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Pasal 531. Tenaga kesehatan berhak mendapat perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan profesi.2. Tenaga kesehatan harus mematuhi standar profesi dan

menghormati hak pasien.3. Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat

melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan

Pasal 541. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau

kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

2. Penentuan atau tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud ayat 1 ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

Sanksi Pidana

6

Page 7: Wrap Up Etik Skenario 2

UU RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Pasal 151. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan

jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan :

berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.

Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai dan wewenang keahlian untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.

Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.

Pada sarana kesehatan tertentu.3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu

sebagaimana dimaksud ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dalam aturan pemerintah.

Pasal 80Pelanggaran terhadap pasal 15 ayat 1 dan 2, pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Etika yang Mengatur Euthanasia

III.1 Memahami dan Menjelaskan Kondisi yang Memungkinkan Dokter Melakukan Tindakan Euthanasia.

III.1.1 PengertianEuthanasia berasal dari kata Yunani, Eutanathos. Euthanasia

dapat diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan. Atau mati cepat tanpa derita. Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri. (Euthanasia Study Group dari KNMG/Ikatan Dokter Belanda)

Di satu pihak,tindakan ini pada beberapa kasus dan keadaan memang diperlukan. Sementara di lain pihak, tindakan ini tidak dapat diterima, bertentangan dengan hukum, moral, dan agama. Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang tidak tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan sekarat.

Dalam KODEKI dikenal tiga pengertian yang berkaitan dengan euthanasia, yaitu:

1. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, untukl yang beriman dengan nama Allah di bibir.

2. Ketika hidup berkahir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberikan obat penenang.

7

Page 8: Wrap Up Etik Skenario 2

3. Mengakhiri derita dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

III.1.2 Jenis-jenis1. Euthanasia aktif

Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah.Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus.

Macam-macam euthanasia aktif, yaitu:a. Euthanasia aktif langsung (direct), merupakan dilakukannya

tindakan medic secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien atau memperpendek hidup pasien. Jenis ini dikenal juga dengan mercy killing.

b. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect), merupakan saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakn medik untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya resiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.

2. Euthanasia PasifAdapun euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan

pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi.

Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka

8

Page 9: Wrap Up Etik Skenario 2

dapat mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya.

Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun.

Ditinjau dari permintaan, dibagi atas:

1. Euthanasia Voluntir atau Euthanasia sukarela (atas permintaan pasien), dilakukan atas permintaan pasien secara sadar dan diminta berulang-ulang.

2. Euthanasia Involuntir (tidak atas permintaan pasien), dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar, biasanya keluarga pasien yang meminta.

III.1.3 KondisiMenurut dr. Budi Sampurno, ahli forensik, euthanasia dilakukan

dengan memperhatikan beberapa kriteria, diantaranya adalah kondisi pasien pada fase terminal atau fase akhir penyakit sehingga tidak mungkin diobati, pasien mengalami penderitaan atau kesakitan yang hebat, dan ada permintaan dari pasien ataupun keluarganya. Jika alasan tersebut tidak ada, maka tidak dapat dilakukan euthanasia.

III.2 Memahami dan Menjelaskan Hukum yang Mengatur Euthanasia di Dunia Medis

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur seseorang dapat dipidana atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati. Ketentuan pelanggaran pidana yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP.

Pasal 344 KUHPBarangsiapa yang menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang

itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan bersungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Ketentuan pelanggaran pidana yang berkaitan dengan euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan pasien terdapat pada pasal 338 KUHP, 340 KUHP, 345 KUHP, 359 KUHP.

9

Page 10: Wrap Up Etik Skenario 2

Pasal 338 KUHPBarangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum

karena maker mati dengan penjara selama-lamanya 15 tahun.

Pasal 340 KUHPBarangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan

jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan yang direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya 20 tahun.

Pasal 345 KUHPBarangsiapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri,

menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya 4 tahun.

Pasal 359 KUHPBarangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara

selama-lamanya 5 tahun atau kurungan selama-lamanya 1 tahun.

Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Tidak dimungkinkan dilakukan pengakhiran hidup seseorang sekalipun atas permintaan orang tersebut. Perbuatan euthanasia tetap dikualifikasi sebagi tindak pidana.

Terdapat ketentuan lain yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku euthanasia, yaitu:

Pasal 304 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan terhadap orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak Rp 300.

Pasal 306 KUHP ayat 2

Jika mengakibatkan kematian, perbuatan tersebut dikenakan pidana penjara maksimal 9 tahun.

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam tentang Euthanasia

Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat. Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.

A. Euthanasia Aktif

10

Page 11: Wrap Up Etik Skenario 2

            Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :

: ). .... األنعام....... اآلية بالحق إال الله حرم التي النفس تقتلوا ال )151و“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk

membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam : 151)

: ) . .... النساء اآلية خطأ إال مؤمنا يقتل أن لمؤمن كان ما )92و“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang

lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)

رحيما....... بكم كان الله إن أنفسكم تقتلوا ال : و ) . النساء.... )29اآلية“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).

Islam mengharamkan Euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.

Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :

: ). .... البقرة اآلية القتلى القصاصفي عليكم كتب آمنوا الذين ايها )178يا“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang

yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178)

Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan.

Firman Allah SWT : بإحسان....... إليه أداء و بالمعروف فاتباع شيء أخيه من له عفي :  فمن ). البقرة.... )178اآلية

“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).” (QS Al-Baqarah : 178)

Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting (khalifah), 30 ekor umur 3 tahun (hiqqah) dan 30 ekor berumur 4 tahun (jadzaah) berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i. Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka

11

Page 12: Wrap Up Etik Skenario 2

diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak).

Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa.

Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).

“Telah ada diantara orang-orang sebelum kamu seorang laki-laki yang mendapat luka, lalu keluh kesahlah ia. Maka ia mengambil pisau lalu memotong tangannya dengan pisau itu. Kemudian tidak berhenti-henti darahnya keluar sehingga ia mati. Maka Allah berfirman : hambaku telah menyegerakan kematiannya sebelum aku mematikan. Aku mengharamkan surga untuknya.” (HR Bukhari dan Muslim).

B. Euthanasia Pasif

Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.

Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat, seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Dasar dari pada kewajiban berobat oleh sebagian ulama adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)

Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat. Menurut ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab), bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub). Ini sesuai kaidah ushul :

للطلب األمر في األصل“Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutan”.

12

Page 13: Wrap Up Etik Skenario 2

Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat. Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib. Bahkan, qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib. Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobat.

Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah, termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien. Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah, maka jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu.

Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri).

KesimpulanSeorang Dokter dalam mengambil tindakan medis harus sesuai Kode

Etik Kedokteran Indonesia dan hukum yang berlaku serta selalu mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi pada pasien maupun dokter itu sendiri. Hukum di Indonesia belum melegalkan euthanasia di dunia medis dikarenakan alas an moral, etika, dan tidak sesuai dengan agama. Dan agama Islam pun tidak memperbolehkan adanya euthanasia aktif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qodim Zallum (1997). Hukum Asy- Syar’ifi Al Istinsakh. Naql A’adha. Al- Ijhadh.

Abdul Qodir (1992). At- Tasyri’ Al- Jina’I Al- Islami. Beirut. Muassaasah Ar-Risalah.

13

Page 14: Wrap Up Etik Skenario 2

Abdurrahman Al- Maliki (1990). Nizham Al- ‘Uqubat. Beirut. Darul Ummah.

Euthanasia Persepetif Medis dan Hukum Pidana Indonesia (2011). Avalaible from: http//stikku.ac.id/wp-content/uploads/2011/02/EUTHANASIA-PERSEPETIF-MEDIS-DAN-HUKUM-PIDANA-INDONESIA.pdf [Accesesed 6 Oktber 2013]

Ferryal Basbeth. Masalah Etik dan Hukum Pada Advanced Directve. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.

Hukum Islam. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Konas (1993). PERHUKI.

M. Ali Hasan (1995). Masail Fiqhiyah Al- Haditsah Pada Masalah- Masalah Kontemporer Hukum Islam. Jakarta. Grafindo Persada.

M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir (2008). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 4. EGC.

Setiawan Budi Utomo (2003). Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta. Gema Insani Press.

Taqiyuddin (1953). Asy- Syakhshiyah Al-Islamiyah. Juz III. Al – Quds. Masnyurat Huzb Al- Tahrir.

World Congress on Medical Law (1967).Law of Medical. Belgia

14