Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator
yang paling penting untuk melakukan penilaian kemampuan suatu negara
untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, khususnya dalam bidang
obstetri. Adapun penyebab kematian perinatal adalah kelainan kongenital,
prematuritas, trauma persalinan, infeksi, gawat janin dan asfiksia neonatorum.
Terjadinya gawat janin di sebabkan oleh induksi persalinan, infeksi pada ibu,
perdarahan, insufisiensi plasenta, prolapsus tali pusat, kehamilan dan
persalinan preterm dan postterm. Persalinan postterm menunjukkan bahwa
kehamilan telah melampaui waktu perkiraan persalinan menurut hari pertama
menstruasinya.
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan
lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended
pregnancy, postdate/ pos datisme atau pascamaturitas, adalah: kehamilan yang
berlangsung 42 minggu (294 hari) atau terakhir menurut rumus Naegele
dengan siklus haid rata-rata 28 hari.1.2
Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin sampai
kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih
berat badannya meningkat terus, ada yang tidak bertambah, ada yang lahir
dengan berat badan kurang dari semestinya, atau meninggal dalam kandungan
karena kekurangan zat makanan dan oksigen. Kehamilan postterm
mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, ataupun
makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat
berupa perdarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetri yang
meningkat.1.3
I. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Pasien datang dengan rujukan dari bidan karena lewat bulan.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RS Tugurejo dengan keluhan hamil lewat bulan,
kenceng-kenceng (+) jarang, keluar lendir darah dari jalan lahir (-), keluar air
ketuban dari jalan lahir (-), gerakan janin (+) masih dirasakan.
Hari Pertama Haid Terakhir : 21-02-2012
Taksiran Partus : 28-11-2012
Riwayat Nikah : 1x selang pernikahan yang sudah berjalan 11 tahun.
Riwayat obstetri : G3P2A0
1. Perempuan, SC, aterm, di RS, BBL 3300 gr, umur sekarang
5 tahun 7 bulan, sehat.
2. Perempuan, SC, aterm di RS, BBL 3300 gr, umur sekarang
2 tahun 3 bulan, sehat
3. Hamil ini
Riwayat KB : Suntik 3 bulan, lepas 2 tahun yang lalu.
Status Obstetrikus
Palpasi :
Pemeriksaan Leopold
I. TFU 31 cm, teraba bulat, besar, ballotement (-). Kesan bokong.
II. Teraba tahanan besar memanjang sebelah kanan (kesan punggung), teraba
tahanan kecil-kecil sebelah kiri (kesan ekstrimitas). DJJ 12-12-12
(140x/menit)
III. Teraba bagian janin bulat, keras, masih bisa digoyang.
IV. Kesan divergen, bagian bawah sudah masuk pintu atas panggul.
His (+) jarang 1 kali/10’ durasi 30”
Auskultasi :
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan bawah
umbilikus dengan frekuensi 140x per menit, reguler.
Pemeriksaan Dala m Vulva vagina tidak ada kelainan, portio postero
posterior, pembukaan 1 cm, kulit ketuban (+), lendir darah (-) presentasi
kepala.
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik tanggal 12 Desember 2012 pukul 16 :45
Laboratorium Hematologi
1. Hematologi (Darah Rutin (WB EDTA)
Nilai Nilai normal
Hb L 10.10 g/dL 11.7 – 15.5 g/dL
Ht L 30,20 % 80 – 100%Leukosit H 13.37 103/uL 3.6-11 103/UlTrombosit L 124 103/uL 150 – 440
103/uLEritrosit L 3.31 106/uL 3,8- 5.2 106/uL
2. KIMIA KLINIK (SERUM)
Glukosa sewaktu 83 mg/dL < 125 mg/dL3. KOAGULSI
PPT 11.70APTT 29.90
Pemeriksaan penunjang lain
Diagnosa Kerja
Ibu : G3P2A0, 33 tahun, gravida 42 minggu, belum inpartu
Janin : Tunggal, hidup intrauterine, presentasi kepala, punggung kanan,
serotinus.
Penatalaksanaan Awal
- Rencana program Sectio Caesaria atas indikasi Serotinus Bekas Operasi SC 2
Kali.
LAPORAN OPERASI
Nama Operator : dr. Diana, SpOG / dr.Kathleen
Diagnosis Pre operatif : G3P2A0, 33 tahun, hamil 42 minggu
Janin I hidup intrauterine
Pres kep puka
Belum inpartu
Serotinus
Bekas SC 2 kali
Diagnosis Post operatif : P3A0, 33 tahun
Pasca SCTP a.i. bekas SC 2 kali
Serotinus
Nama/Macam operasi : Sectio Caesarea Transperitoneal Profunda
Tanggal Operasi : 12 Desember 2012
Lama Operasi : ± 40 menit
Langkah-langkah operasi :
- Penderita tidur terlentang di meja operasi dalam pengaruh spinal
anestesi
- Asepsis dan antisepsis daerah tindakan
- Pasang duk steril kecuali pada daerah tindakan
- Iris kulit abdomen secara melintang
- Insisi pada segmen bawah rahim, diperdalam sampai tampak kulit
ketuban dan diperlebar kanan kiri secara tumpul
- Dengan menahan kepala, lahir bayi perempuan, BBL 2600 gram, AS
9-10-10
- Injeksi oksitosin 10 IU IV
- Plasenta dilahirkan, kotiledon lengkap, infark (-), hematom (-)
- Eksplorasi : kontraksi uterus kuat, kedua adnexa dalam batas normal,
perdarahan (-)
- Tutup dinding abdomen, jahit lapis demi lapis
- Bersihkan daerah tindakan
- Operasi selesai
Kasus yang dibahas pada laporan kasus ini adalah persalinan sectio
cesarea. Diagnosis berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien Ny. S
L usia 33 tahun hamil 42 minggu G3P2A0. Usia kehamilan pasien ini
termasuk post term. Kehamilan post term adalah kehamilan yang berlangsung
42 minggu (294 hari) atau terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid
rata-rata 28 hari. Partus postmatur atau serotinus adalah kehamilan yang
melebihi usia 42 minggu atau terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus
yang diperkirakan.Sedangkan kehamilan aterm yaitu kehamilan yang berusia
antara 37 sampai 42 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Partus
prematur adalah kehamilan yang berusia 28 sampai 36 minggu, dimana hasil
konsepsi dapat hidup tetapi belum aterm atau cukup bulan dengan berat janin
antara 1000-2500 gram. Partus immatur terjadi bila usia kehamilan kurang
dari 28 minggu namun lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 500-
1000 gram, sedangkan abortus adalah penghentian janin sebelum viable
dengan berat janin di bawah 500 gram atau umur kehamilan di bawah 20
minggu.2.3.4
Pasien ini datang ke rumah sakit pada tanggal 12 Desember 2012 pukul
08.10 WIB, dengan keluhan kenceng-kenceng sejak pukul 07.30 WIB dengan
frekuensi sebanyak ± 3 kali dalam 10 menit. Kenceng – kenceng jarang,
belum keluar lendir darah, belum keluar ketuban, gerakan janin masih
dirasakan oleh pasien.
Status Internus dalam batas normal sehingga pasien ini tidak termasuk
dalam persalinan resiko tinggi. Diagnosis kehamilan tunggal hidup di dukung
dengan pemeriksaan fisik dimana denyut jantung janin positif dengan satu
punctum maksimum frekuensi DJJ 140x/menit. Hasil pemeriksaan Leopold
didapatkan kesan presentasi kepala, teraba bagian janin bulat, keras, masih
bisa digoyang menandakan kepala bayi belum masuk pintu atas panggul.
Dilakukan pemeriksaan dalam (VT) didapatkan vulva vagina tidak
ada kelainan, portio tipis, pembukaan 1 cm, ketuban belum pecah, serta belum
ditemukan lendir darah. Partus dimulai jika timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir ini berasal
dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau
mendatar.Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang
berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran
ketika serviks membuka.4
Berdasarkan seluruh pemeriksaan tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa pasien ini harus dilakukan Sectio Cesarea atas indikasi riwayat bekas
SC 2 kali dan serotinus.
Melahirkan dengan cara sectio caesarea sebaiknya dilakukan atas
pertimbangan medis dengan memperhatikan kesehatan ibu maupun bayinya.
Artinya, janin atau ibu dalam keadaan gawat dan hanya dapat diselamatkan
jika persalinan dilakukan dengan jalan sectio caesarea, dengan tujuan untuk
memperkecil terjadinya risiko yang membahayakan jiwa ibu dan bayinya.
Selain itu, ada faktor disfungsi uterus yang mencakup kerja uterus yang tidak
terkoordinasi, hal ini menyebabkan tidak adanya kekuatan untuk mendorong
bayi keluar dari rahim, sehingga menyebabkan kemajuannya terhenti sama
sekali, dan perlu penanganan dengan sectio caesarea.5.6
Ruptura uteri (robekan rahim) juga menjadi salah satu indikasi medis
sectio caesarea yang berasal dari ibu. Ruptura uteri adalah keadaan robekan
pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion
dengan rongga peritoneum. Secara teori robekan rahim dapat dibagi menjadi
dua, yaitu ruptura uteri spontan (karena dinding rahim lemah) dan ruptura
uteri violenta (karena trauma pertolongan versi dan ekstraksi, ekstraksi forsep,
kuretase, manual plasenta).5.6.7
Pada pukul 09.45 WIB, pasien dilakukan operasi Sectio Cesarea atas
indikasi riwayat SC 2 kali dan serotinus. Dengan langkah-langkah operasi
yaitu penderita tidur terlentang di meja operasi dalam pengaruh spinal
anestesi, asepsis dan antisepsis daerah tindakan, pasang duk steril kecuali
pada daerah tindakan, iris kulit abdomen secara melintang, insisi pada segmen
bawah rahim, diperdalam sampai tampak kulit ketuban dan diperlebar kanan
kiri secara tumpul, dengan menahan kepala, lahir bayi perempuan, BBL 2600
gram, AS 8-9-10, injeksi oksitosin 10 IU IV, plasenta dilahirkan, kotiledon
lengkap, infark (-), hematom (-), eksplorasi : kontraksi uterus kuat, kedua
adnexa dalam batas normal, perdarahan (-), tutup dinding abdomen, jahit lapis
demi lapis dan bersihkan daerah tindakan kemudian operasi selesai.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kasus ini adalah
persalinan dengan Opaerasi Sectio Cesarea atas indikasi bekas SC 2 kali untuk
menghindari robekan rahim (ruptura uteri) dan serotinus.
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus normal adalah bila bayi lahir dengan
presentasi belakang kepala tanpa memakai alat bantu, tidak terdapat komplikasi pada
ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.2.4
Sedangkan pada kasus ini adalah partus melalui operasi Sectio Cesarea.
Sectio caesarea adalah persalinan melalui pembedahan untuk mengeluarkan
bayi dari rahim lewat suatu irisan/sayatan pada perut bagian bawah dan rahim.
Dilakukan operasi SC dengan indikasi bekas SC 2 kali dan serotinus.
Serotinus adalah kehamilan serotinus adalah kehamilan yang umur
kehamilannya lebih dari 42 minggu.5.6.7
Diagnosis pasien yaitu P3A0 33 tahun post Sectio Cesarea
Transperitoneal Profunda atas indikasi bekas operasi SC 2 kali risiko ruptura
uteri dan serotinus.
A. SEROTINUS7.8.9
Serotinus adalah suatu keadaan dimana plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran CO 2/O2 sehingga janin mempunyai
risiko asfiksia dan bahkan kematian dalam rahim. Istilah lain dari serotinus
adalah kehamilan postmatur yaitu kehamilan yang berlangsung lebih lama
dari 42 minggu, dihitung berdasarkan Naegele dengan siklus haid rata-rata 28
hari. Kurangnya sirkulasi darah menuju plasenta dapat mengakibatkanhal-hal
berikut di bawah ini:
a. Pertumbuhan janin semakin lambat
b. Terjadinya perubahan metabolisme pada janin
c. Air ketuban berkurang dan semakin lembek
d. Sebagian janin bertambah berat sehingga memerlukan tindakan
operasi persalinan
e. Berkurangnya nutrisi dan oksigen ke janin yang menyebabkan
asfiksia dan kematian dalam rahim
f. Pada saat proses persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui, faktor yang dikemukakan adalah :
1. Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap
oksitosin berkurang.
2. Herediter, karena post naturitas sering dijumpai pada suatu keluarga
tertentu
3. Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan
kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya His
4. Kurangnya air ketuban
5. Insufiensi plasenta
Diagnosa
1. Bila tanggal HPHT di catat dan diketahui wanita hamil, diagnosis
tidak sukar
2. Bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat, atau sejak melahirkan
yang lalu tidak dapat haid dan kemudian menjadi hamil, hal ini akan
sukar memastikannya. Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang
teratur dapat diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri, mulainya gerakan
janin dan besarnya janin dapat membantu diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu
pula lingkaran perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.
4. Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan
pada bagian distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid,
diameter bipariental 9,8 cm atau lebih.
5. USG : ukuran diameter bipariental, gerakan janin dan jumlah air
ketuban
6. Pemeriksaan sitologik air ketuban : air ketuban diambil dengan
amniosentesis, baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban
akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah
kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh
dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-sel yang mengandung lemak
akan berwarna jingga. Bila :
Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu
Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu
7. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut
warnanya karena dikeruhi mekonium.
8. Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi
plasenta
9. Uji Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin dan
diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi
janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam
kandungan.
10. Pemeriksaan PH darah kepala janin
Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring
janin sebaik-baiknya.
2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
3. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa
amniotomi.
4. Bila :
5. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim
6. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
7. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas
8. Pada kehamilan > 40-42 minggu
Maka ibu dirawat di rumah sakit
1. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada
1. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
2. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat
janin, atau
3. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-
eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan
kesalahan letak janin.
2. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan
sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar; dan
kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedatif dan
narsoka, jadi pakailah anestesi konduksi.
B. SECTIO CESAREA4.7.8.9.10
1. Pengertian
Fase pre operasi dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi
dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan kemeja operasi. Sectio
caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. Sectio caesaria adalah suatu
persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
Dalam Operasi Sectio Caesar, ada tujuh lapisan yang diiris pisau
bedah, yaitu lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan
dalam perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan,
lapisan itu kemudian dijahit lagi satu per satu, sehingga jahitannya
berlapis-lapis.
Jenis – jenis operasi sectio caesarea menurut :
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus
uteri)- Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira 10 cm.
b. SC ismika atau profundal
(low servical dengan insisi pada segmen bawah- rahim) Dilakukan
dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah
rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang ( longitudinal )
b. Sayatan melintang ( Transversal )
c. Sayatan huruf T ( T insicion )
4. Komplikasi
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai
berikut :
1.) Infeksi puerperal yang terdiri dari infeksi ringan dan infeksi berat. Infeksi
ringan ditandai dengan kenaikan suhu beberapa hari dalam masa nifas,
infeksi yang berat ditandai dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi bisa
terjadi sepsis, infeksi ini bisa terjadi karena karena partus lama dan
ketuban yang telah pecah terlalu lama,
2.) Perdarahan bisa terjadi pada waktu pembedahan cabang-cabang atonia
uteria ikut terbuka atau karena atonia uteria,
3.) Terjadi komplikasi lain karena luka kandung kencing, embolisme paru
dan deep vein trombosis,
4.) Terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya