1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan subjek dalam kehidupan sebab sebagai makhluk ciptaan
Tuhan manusia selalu melihat, bertanya, berpikir, dan mempelajari segala sesuatu
yang ada dalam kehidupannya. Manusia bukan hanya tertarik dan ingin mempelajari
apa yang ada pada lingkungannya atau sesuatu di luar dirinya, tetapi juga hal-hal
yang ada dalam dirinya. Ilmu pengetahuan yang berobjekkan manusia, dan
mempelajari berbagai perilaku manusia sebagai individu adalah psikologi.
Pada dasarnya, psikologi terbagi atas dua bagian, yaitu psikologi umum dan
psikologi khusus. Psikologi umum adalah ilmu yang mempelajari konsep umum
tentang perilaku individu, apa, mengapa, dan bagaimana individu berperilaku.
Sementara itu, psikologi khusus adalah kelompok psikologi yang mempelajari
perilaku individu secara khusus, baik kekhususan karena tahap perkembangannya
maupun posisinya. Aspek yang mendapatkan sorotan utama atau karena kondisinya,
yang termasuk dalam kelompok psikologi khusus adalah psikologi perkembangan
yang terbagi atas psikologi anak, remaja, dewasa dan usia lanjut, psikologi pria dan
wanita, psikologi abnormal, psikologi kepribadian, psikologi diferensial, dan
psikologi binatang.
Psikologi perkembangan merupakan salah satu cabang psikologi khusus yang
mempelajari perilaku dan perubahan perilaku individu dalam berbagai tahap
1
2
perkembangan, mulai dari masa sebelum lahir (pranatal) sampai mati (Yusuf,
2006:3). Setiap masa perkembangan yang dialami menjadi tahapan dari psikologi
perkembangan sebab setiap masa memiliki ciri-ciri atau karakteristik perkembangan
yang berbeda. Perkembangan dapat juga dikatakan sebagai suatu urutan-urutan
perubahan yang bertahap dalam suatu pola yang teratur dan saling berhubungan.
Selain hal tersebut, perkembangan anak penting dijadikan perhatian khusus
bagi orang tua. Proses perkembangan anak akan memengaruhi kehidupan mereka
pada masa mendatang, perkembangan anak begitu pentingnya sehingga sangat
memengaruhi apa dan bagaimana mereka di masa yang akan datang. Sehubungan
dengan hal itu, Nolte (1945:2) menyatakan sebagai berikut.
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Kata-kata tersebut memiliki makna yang mendalam bahwa peranan orang tua
memang sangat besar bagi perkembangan anak. Dengan demikian, perkembangan
anak sangat penting bagi orang tua karena orang tua berperan penting dalam setiap
perkembangan dan pertumbuhan buah hatinya. Jika orang tua tidak peduli dengan
perkembangan anaknya pasti akan ada masalah yang terjadi pada psikologi
perkembangan anak.
2
3
Berkenaan dengan pembicaraan mengenai psikologi perkembangan, novel
dapat dijadikan sebagai bahan telaah dalam ranah penelitian psikologi. Hal yang
menarik dari novel adalah cerita dan perkembangan anak yang dipaparkan lebih
mendalam, tidak seperti cerita dalam cerpen yang hanya selintas. Oleh karena itu,
novel menjadi bacaan menarik yang banyak digemari masyarakat pada umumnya.
Dalam sebuah novel, para tokoh menjadi hidup melalui dua unsur pembangun karya
sastra, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Di dalam unsur intrinsik, penokohan atau
karakter tokoh memiliki keterkaitan secara langsung dengan aspek psikologis,
sedangkan unsur ekstrinsik berfungsi sebagai faktor pendukung untuk melengkapi
sebuah cerita pada novel.
Ihwal psikologi perkembangan anak menjadi salah satu aspek yang melatari
novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa. Di dalam novel itu,
dikisahkan tentang tokoh Caca dan Adam yang memiliki perkembangan psikologi
yang berbeda dari anak-anak lain. Kedua tokoh tersebut mempunyai keistimewaan
tertentu yang tidak dimiliki oleh anak-anak lainnya. Berkenaan dengan itu, penelitian
ini menggunakan pendekatan psikologi perkembangan kognitif. Peneliti mengkaji
secara mendalam aspek psikologi perkembangan kognitif yang terjadi pada tokoh
Caca dan Adam.
Menurut Yusuf (2006:4) perkembangan kognitif merupakan suatu yang
fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Kunci untuk memahami
tingkah laku anak terletak pada pemahaman bagaimana pengetahuan tersebut
terstruktur dalam berbagai aspeknya. Pembicaraan mengenai perkembangan kognitif
3
4
anak tidak dapat dilepaskan dari Jean Piaget. Karya psikologi agung Swiss ini telah
memancarkan cahaya terang pada pemahaman kita pada perkembangan intelektual
anak-anak (Tarigan, 2011:45). Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu
teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan objek
dan kejadian-kejadian di sekitarnya.
Secara garis besar, Piaget mengelompokkan tahap-tahap perkembangan
kognitif seorang anak menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap
praoperasi, tahap operasi konkret, dan tahap operasi formal. Tahap sensori motor
lebih ditandai dengan pemikiran anak berdasarkan tindakan inderawinya. Tahap
praoperasi diwarnai dengan mulai digunakannya simbol-simbol untuk menghadirkan
suatu benda atau pemikiran, khususnya penggunaan bahasa. Tahap operasi konkret
ditandai dengan penggunaan aturan logis yang jelas. Tahap operasi formal dicirikan
dengan pemikiran abstrak, hipotesis, deduktif, serta induktif (Suparno, 2001:24).
Dalam konteks perkembangan anak, pendidikan di sekolah merupakan salah
satu hal penting. Di sekolah guru mengajarkan empat aspek keterampilan berbahasa
salah satunya adalah keterampilan menulis. Menulis merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak
secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang
produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis haruslah terampil
memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata (Tarigan, 2011:3).
Keterampilan menulis seperti halnya keterampilan berbahasa yang lain perlu
dimiliki oleh siswa. Keterampilan menulis sudah mulai dilatihkan semenjak kita
4
5
memasuki jenjang pendidikan di sekolah. Sebelumnya, kedua orang tua sudah
menanamkan dasar-dasar menulis. Jika dasarnya sudah kuat dan dikuasai dengan
benar, siswa dapat menulis dengan baik dan benar.
Akhadiah dkk. (1993: 64) mengemukakan bahwa keterampilan menulis sangat
kompleks karena menuntut siswa untuk menguasai komponen-komponen di
dalamnya perkembangan anak dalam menulis terjadi secara perlahan-lahan. Anak
perlu mendapatkan bimbingan dalam memahami dan menguasai cara mentransfer
pikiran ke dalam tulisan.
Terkait dengan keterampilan menulis, terdapat beberapa kendala yang
mengakibatkan rendahnya keterampilan menulis yang berhubungan dengan
rendahnya minat baca peserta didik di sekolah apalagi keterampilan menulis dalam
meresensi sebuah novel. Pemilihan bahan ajar yang tidak variatif hingga kurangnya
kreativitas guru dalam menciptakan suasana pembelajaran merupakan beberapa
penyebab timbulnya masalah tersebut. Pada kenyataannya, minat dan keterampilan
menulis resensi novel siswa masih rendah (Masfahani, 2010: 1).
Dari hasil wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 24 November 2014
dengan salah satu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP 1 Pamarayan,
diperoleh informasi bahawa menulis resensi novel masih dianggap sulit oleh siswa.
Kesulitan ini terefleksi pada ketidaktahuan siswa tentang apa yang harus ditulis dalam
resensi novel dan bagaimana format yang baik dalam menulis resensi novel. Hal
tersebut dikarenakan tidak adanya strategi pembelajaran yang dapat mengarahkan
siswa untuk menghasilkan resensi novel yang baik dan menarik.
5
6
Berpijak dari latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Psikologi Perkembangan dalam Novel
Rumah Cinta Penuh Warna Karya Asma Nadia dan Isa dan Usulan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran Menulis di Kelas IX SMP”.
1.2 Kajian Relevan
Prosedur penelitian tidak akan lepas dari kajian terhadap penelitian lain yang
relevan. Hal itu perlu dilakukan agar penelitian yang dilakukan tidak bersifat
duplikatif. Selain itu, kajian yang relevan juga bertujuan untuk mengetahui seberapa
jauh perbedaan penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian orang lain.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan
oleh Nur Anisa, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, tahun
2013 dengan judul “Analisis Psikologi Tokoh Utama dalam Novel Perahu Kertas
karya Dewi Lestari dan Rencana Pembelajaran di SMA.” Metode yang digunakan
dalam penelitian itu adalah deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
isi. Sementara itu, sumber data yang digunakan adalah novel Perahu kertas karya
Dewi Lestari. Penelitian itu menghasilkan temuan, yaitu (a) menemukan karakter
tokoh utama dan hubungan antartokoh yang sangat menghidupkan cerita, (b) novel
Perahu Kertas karya Dewi Lestari menunjukkan gambaran psikologi dan konflik dari
6
7
para tokoh yang terdapat dalam novel tersebut, dan (c) Novel Perahu Kertas karya
Dewi Lestari dapat menjadi alternatif media pembelajaran di SMA.
Selain penelitian tersebut ada pula penelitian lain yang dilakukan oleh Ratna
Dewi, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, tahun 2014
dengan judul “Kecemasan Para Tokoh dalam Novel Cerita Dante Karya Stefani Hid
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di SMA.” Metode yang digunakan dalam
penelitian itu adalah deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah studi pustaka. Sementara itu, analisis data yang digunakan adalah analisis isi.
Adapun sumber data yang digunakan adalah novel Cerita Dante karya Stefani Hid.
Penelitian itu menghasilkan temuan, yaitu (a) tokoh Mei Fung didominasi oleh
kecemasan neurotik. Kecemasan tersebut berasal dari ketakutan dalam dirinya yang
berpikir bahwa hidupnya tidak akan lama lagi karena penyakitnya semakin
membuatnya cuci darah, (b) tokoh Chen-Chen mengalami kecemasan neurotik, ia
tidak mampu mengendalikan dirinya dengan baik ketika ditimpa oleh suatu masalah,
(c) tokoh Dante mengalami kecemasan neurotik dan realistik. Kecemasan neurotik
Dante disebabkan oleh ketakutannya dalam menghadapi kamatian, yakni ketika
Dante hendak menembakkan pistol ke kepalanya. Kecemasan realistik Dante terjadi
ketika ia merasa takut saat hendak menarik pelatuk yang diarahkan ke kepalanya,
sehingga ia mengalami lemas dan gemetar pada tubuhnya, dan (d) novel Cerita Dante
memiliki kesesuaian dan kelayakan dari aspek bahasa, psikologis, dan latar belakang
7
8
budaya. Berdasarkan tiga kriteria tersebut, novel Cerita Dante layak untuk dijadikan
bahan ajar di kelas XII SMA.
Penelitian lain tentang psikologi dilakukan oleh Dian Mardiana, mahasiswa
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, tahun 2012 dengan judul “Analisis
Psikologi Tokoh dalam Novel Biru Karya Fira Basuki Dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajarannya di SMA.” Metode yang digunakan dalam penelitian itu adalah
deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi. Sementara itu, sumber data
yang digunakan adalah novel Biru karya Fira Basuki. Penelitian itu menghasilkan
temuan, yaitu (a) tokoh Aris banyak dikuasi oleh ego yang terletak diantara alam
sadar dan bawah sadarnya, penyebabnya karena kebutuhan akan rasa ingin berbagi
dan kebutuhan biologis mendesak yang mampu terealisasi, (b) tokoh Gloria yang taat
kepada tuhannya dan seorang penyayang juga lebih dikuasai oleh egonya, ia lebih
memilih untuk tetap merahasiakan jati dirinya dan ayah kandung dari anaknya aris,
(c) tokoh Mita yang lugu dan naif mengalami kecemasan dan traumatik, yaitu
pengalaman-pengalaman yang menguasai seseorang dengan kecemasan yang
disebabkan perlakuan yang tidak menyenangkan yang diterimanya dari aris yang
begitu saja hadir menghancurkan hidupnya, dan (d) novel Biru digunakan sebagai
bahan Rencan Pelaksanaan Pembelajaran sastra di SMA kelas XII pada kemampuan
mendengarkan.
8
9
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul
“Tinjauan Psikologi Perkembangan dalam Novel Rumah Cinta Penuh Warna karya
Asma Nadia dan Isa dan Usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Menulis di
Kelas IX SMP”. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu sama-
sama mengkaji psikologi tokoh yang digunakan sebagai pijakan penelitian. Adapun
perbedaannya adalah, penelitian ini lebih fokus pada psikologi perkembangan tokoh.
Selain itu, peneliti juga meneliti perkembangan kognitif yang dialami oleh para tokoh
dalam novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa.
1.3 Fokus Penelitian
Agar penelitian ini memiliki arah yang jelas, penelitian ini difokuskan pada
masalah sebagai berikut.
1. Psikologi perkembangan tokoh novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma
Nadia dan Isa.
2. Usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menulis di kelas IX SMP
yang dapat disusun dengan memanfaatkan hasil analisis dan temuan
penelitian.
1.4 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan, pertanyaan penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut.
9
10
1. Bagaimanakah deskripsi psikologi perkembangan tokoh novel Rumah Cinta
Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa?
2. Bagaimanakah usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menulis di
kelas IX SMP yang dapat disusun dengan memanfaatkan hasil analisis dan
temuan penelitian?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan psikologi perkembangan tokoh novel Rumah Cinta Penuh
Warna karya Asma Nadia dan Isa.
2. Menyusun usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menulis di kelas
IX SMP dengan memanfaatkan hasil analisis dan temuan penelitian.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoretis maupun
praktis, yaitu sebagai berikut.
1. Secara teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi kajian bidang
psikologi perkembangan yang terefleksi melalui masalah-masalah perkembangan
dengan korpus data dalam novel Rumah Cinta Penuh Warna.
2. Secara praktis
10
11
a. Manfaat untuk guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar agar lebih
menyenangkan. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam
menyusun Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) menulis di kelas IX SMP.
b. Manfaat bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan
pengalaman baru dalam kegiatan menulis, khususnya dalam meresensi novel.
Selain itu, membantu mengurangi kesulitan-kesulitan siswa dan membantu
meningkatkan motivasi dalam proses menulis.
c. Manfaat bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
motivasi dan membanding atau acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai
psikologi perkembangan, serta dapat menjadi sebuah pengalaman yang
bermanfaat dalam kreativitas peneliti dalam meneliti.
11
12
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Psikologi
Menurut Atkinson dalam Minderop (2010:3), psikologi berasal dari kata
Yunani psyche yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti
ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia.
Sementara itu, Ahmadi (2005:3) menyatakan, “Psikologi diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala
jiwa manuisa.”
Menurut Zavierra (2008:19), psikologi tidak mempelajari jiwa atau mental itu
secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada
manifestasi dan ekspresi jiwa atau mental tersebut, yakni berupa tingkah laku dan
proses atau kegiatannya sehingga psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Dengan demikian,
psikologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang gejala kejiwaan manusia.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi
merupakan ilmu yang mempelajari kejiwaan manusia. Kejiwaan dapat dikatakan
masih bersifat absurd. Oleh sebab itu, penelitian psikologi menitikberatkan pada
tingkah laku manusia. Tingkah laku tersebut dapat berupa wujud interaksi antara
12
13
manusia dan pribadinya sendiri, manusia dan lapisan keluarga, manusia dan lapisan
lingkungannya, ataupun manusia dan lapisan yang lebih luas lagi.
Berkenaan dengan pernyataan tersebut, menurut Dakir dalam Monks (2004:8)
psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan
lingkunganny. Sementara itu, menurut Walgito (2002:10) psikologi merupakan ilmu
pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku tertutup dan terbuka
manusia, baik secara individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan
lingkungan. Dalam hal ini, meliputi semua orang, barang, keadaan, dan kejadian yang
ada di sekitar manuisa.
Menurut Muhibbin (2001:12), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu
maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka
adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara,
duduk, berjalan, dan lain sebagainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi
berpikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Dari pengertian tersebut, dapat disintesiskan bahwa psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun
dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah
laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang
tidak disadari. Pada hakikatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang
13
14
dialami dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku, semenjak bangun tidur
sampai tidur kembali manusia dipenuhi oleh berbagai tingkah laku.
2.2 Psikologi Sastra
Psikologi tidak hanya ada dalam kehidupan nyata, tetapi juga ada dalam
kehidupan sastra sebab psikologi memiliki pengaruh yang besar dalam kejiwaan
tokoh fiksi. Oleh karena itu, psikologi dan sastra memiliki hubungan yang sangat erat.
Kita dapat menganalogikan psikologi dan sastra sebagai kerabat jauh yang saling
bekerja sama untuk meneliti dan mempelajari ilmu jiwa manusia. Bedanya, psikologi
dalam dunia nyata mengkaji manusia nonfiksi, sedangkan psikologi dalam karya
sastra mengkaji manusia fiksi. Kehadiran manusia dalam sastra sulit untuk
dipisahkan. Dalam kaitan dengan itu, Endraswara (2008:10) menyatakan sebagai
berikut.
Kehadiran manusia dalam sastra sulit dibantah. Meskipun dalam sastra mengemukakan tokoh batu, hewan, angin, dan seterusnya, sebenarnya manusia yang dijadikan penggeraknya. Oleh karena itu ketika membaca sebuah karya sastra, maka muncul karakter-karakter manusia dalam dunia nyata yang memiliki andil didalamanya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Endraswara (2008:96) menyatakan bahwa
psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktifitas
kejiwaan. Sementara itu, Minderop (2010:54) menyatakan, Psikologi sastra adalah
telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan.
.
14
15
Menurut Sudjana (1991: 60), pendekatan psikologi sastra dapat diartikan
sebagai suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari
asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan
manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati dan mensikapi kehidupan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi
sastra adalah ilmu yang menyelidiki tentang kejiwaan para tokoh yang ada dalam
cerita fiksi, psikologi atau ilmu kejiwaan tidak hanya ada dalam dunia nyata, tetapi
terdapat pula dalam karya sastra berupa novel, drama, dan cerita fiksi lainnya. Dalam
karya sastra tergambar peristiwa kehidupan lewat karakter tokoh dalam menjalani
kehidupan yang dikisahkan dalam alur cerita.
Pernyataan senada dengan uraian tersebut diungkapkan oleh Semi (2002:96),
yaitu “Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa
karya sastra selalu membahas tentang peristiwa kehidupan manusia.”
Menurut Ratna (2013:324), kehidupan manusia yang dimaksud bukan
ditunjukkan untuk memecahkan masalah-masalah psikologis praktis, tetapi
difungsikan untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam karya
sastra. Aspek-aspek kejiwaan inilah yang menjadi objek perhatian utama dalam
psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah, tokoh-tokoh, aspek
kejiwaan dicangkokkan dan dimanifestasikan.
Berkenaan dengan itu, Stanton (2007:234) menyatakan sebagai berikut.
Fiksi psikologis yaitu salah satu aliran yang berusaha mengeksplorasi pikiran sang tokoh utama, terutama pada bagiannya yang terdalam yaitu bawah sadar. Jadi, dapat dikatakan bahwa fiksi psikologis dan psikologi
15
16
sastra memiliki arti yang sama yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengkaji psikologi tokoh fiksi.
Dari pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra adalah
analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis.
Dengan kata lain, psikologi turut berperan dalam penganalisaan sebuah karya sastra,
yaitu kejiwaan dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembaca karya sastra tersebut.
2.3 Psikologi Perkembangan
Psikologi sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam segala
kegiatanannya yang sangat luas. Oleh karena itu, muncullah berbagai cabang
psikologi yang diberi nama sesuai dengan penerapannya. Di antara cabang-cabang itu
adalah psikologi sosial, psikologi perkembangan (kanak-kanak), psikologi klinik,
psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa. Berikut ini dipaparkan beberapa
pendapat ahli berkenaan dengan psikologi perkembangan dengan merujuk pelbagai
sumber.
Menurut Kartono dalam Sobur (2003:128), psikologi perkembangan
(psikologi anak) adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang
dimulai dengan periode masa bayi, anak pemain, anak sekolah, masa remaja sampai
periode adolesense menjelang dewasa.
Berkenaan dengan uraian tersebut, menurut Desmita (2007:3) psikologi
perkembangan adalah cabang dari psikologi yang mempelajari secara sistematis
perkembangan perilaku manusia secara ontogenetik, yaitu mempelajari proses-proses
16
17
yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri, baik perubahan
dalam struktur jasmani, perilaku, maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang
hidupnya, yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ahmadi dan Sholeh (2005:4) bahwa,
psikologi perkembangan yaitu suatu cabang dari psikologi yang membahas tentang
gejala jiwa seseorang, baik yang menyangkut perkembangan maupun kemunduran
perilaku seseorang sejak masa konsepsi hingga dewasa. Perkembangan menunjukkan
suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju ke depan dan tidak dapat
diulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi perubahan-perubahan yang
sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diulangai.
Berdasarkan beberapa kutipan tersebut, disimpulkan bahwa psikologi
perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses
perkembangan individu baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan
perilaku. Selain itu, psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang
mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses
perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati.
Selanjutnya, menurut Yusuf (2006:3) psikologi perkembangan merupakan
salah satu bidang psikologi yang memfokuskan kajian atau pembahasannya mengenai
perubahan tingkah laku dan proses perkembangan dari masa konsepsi (pra-natal)
sampai mati. Dalam psikologi perkembangan perubahan tingkah laku sangat penting
untuk diperhatikan karena setiap perubahan tingkah laku yang terjadi pada sesorang
17
18
dilihat dari masa lahir hingga sampai mati jika perubahan tingkah laku seseorang itu
tidak normal maka akan terlihat dari masa anak-anak.
Berkenaan dengan hal tersebut, Monks (2004:2) mendefinisikan,
“Perkembangan psikologi merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam proses
tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa yang akan
menjadi aktual dan terwujud.”
Berdasarkan dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa psikologi
perkembangan adalah ilmu yang mempelajari dan membahas tentang tingkah laku
dan kejiwaan seseorang dari mulai masa bayi, anak-anak hingga dewasa. Tingkah
laku seseorang akan terlihat pada masa bayi menuju tahap anak-anak, maka akan
terlihat perkembangan tingkah lakunya. Kemudian perkembangan kejiwaan
seseorang akan menunjukan ketika orang tersebut mengalami suatu masalah atau
mengalami suatu konflik yang kejiwaannya terguncang karena masalah tersebut.
2.3.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan
Menurut Hurlock (1980:5) ada beberapa faktor yang memengaruhi
perkembangan pada anak, yaitu (1) penampilan diri, (2) perilaku, (3) stereotip
budaya, (3) nilai-nilai budaya, (4) perubahan peranan, dan (5) pengalaman pribadi.
Sementara itu, menurut Baradja (2005:65) ada dua faktor yang paling
dominan dalam memengaruhi perkembangan anak, yaitu sebagai berikut.
1. Hereditas (keturunan atau pembawaan)Hereditas merupakan suatu faktor bawaan seseorang yang diperoleh dari orang tua yang melahirkan. Hereditas anak membawa pada anak sebagai faktor yang diturukan
18
19
orang tuanya kepada anak sebagia struktur dan genetik dari orang tua. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.
2. Lingkungan perkembanganLingkungan perkembangan anak merupakan sumber informasi yang diterima anak melalui alat inderanya penglihatan, penciuman, pendengaran, dan perasaan (rabaan). Dengan demikian dapat dikatakan segala hal yang dialami dan kejadian-kejadian pada anak akan mempengaruhi perkembangannya pada disetiap lingkungan diantaranya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya dan masyarakat.
Dari pendapat ahli tersebut, disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi
perkembangan sangat penting bagi anak karena seorang anak akan mengikuti
lingkungan dan budaya ke dua orang tuanya. Tumbuh kembang anak di lihat dari
bagaimana cara orang tua mendidik anak-anaknya. Anak yang baru dilahirkan hingga
tumbuh dewasa akan memiliki perkembangan yang berbeda-beda mulai dari
penampilan diri, perilaku, budaya, dan pengalaman pribadi sesuai dengan pembawaan
dan lingkungan dari kedua orang tuanya.
2.4 Sastra Anak
Menurut Nurgiyantoro (2005:8), sastra anak adalah sastra yang secara
emosional psikologis dapat ditanggapi dan dipahami oleh anak, dan itu pada
umumnya berangkat dari fakta yang konkret dan mudah diimajinasikan. Sementara
itu, menurut Sarumpaet (2010:2) sastra anak adalah sastra terbaik yang dibaca anak-
anak dengan karakteristik berbagai ragam, tema, dan format dengan bimbingan dan
arahan orang dewasa.
19
20
Berkenaan dengan pernyataan tersebut, menurut Santoso dalam Tarigan
(2011:8.3) sastra anak adalah karya seni yang imajinatif dengan usur estetisnya
dominan yang bermediumkan bahasa baik lisa maupun tertulis yang secara khusus
dapat dipahami oleh anak-anak tentang dunia yang akrab dengan anak-anak.
Dari pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sastra anak adalah
karya sastra yang menempatkan sudut anak sebagai pusat penceritaan sesuai dengan
dunia anak, cerita dan bahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan
psikologi, emosional, dan intelektual anak-anak.
Menurut Sarumpaet (2010:29) ada tiga ciri yang menandai sastra anak itu berbeda
dengan sastra orang dewasa. Tiga ciri pembeda itu berupa (1) unsur pantangan, (2)
Penyajian dengan gaya secara langsung, dan (3) fungsi terapan.
Sementara itu, menurut Puryanto dalam Hurlock (1980:7) ciri-ciri sastra anak, yaitu
sebagai berikut.
1. Cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.
2. Puisi anak mengandung tema yang menyentuh, ritme yang meriangkan anak, tidak terlalu panjang, ada rima dan bunyi yang serasi dan indah, serta isinya bisa menambah wawasan pikiran anak.
Berkenaan dengan hal tersebut, menurut Nurgiyantoro (2005:48) ciri-ciri
sastra anak, yaitu sebagai berikut.
1. Tokoh yang terlibat dalam cerita diperkenalkan terlebih dahulu. Setiap tokoh yang berperan dalam cerita atau sastra anak diperkenalkan terlebih dahulu,
20
21
sedangkan pada cerita remaja atau dewasa pengenalan tokoh dapat terjadi ketika cerita sedang berlangsung.
2. Penceritaan selalu terkait dengan gambar. sastra anak-anak penceritaan diperkuat dengan gambar, tujuan dari iringan gambar pada penceritaan adalah untuk memperkuat penceritaan sehingga anak-anak lebih mudah memahami cerita. Selain itu kehadiran gambar adalah salah satu sarana untuk menarik perhatian.
3. Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Bahasa yang digunakan dalam penceritaan cenderung mudah untuk dipahami oleh anak-anak dan tidak menggunakan bahasa yang kompleks seperti karya sastra yang ditujukan untuk remaja atau dewasa.
4. Desain buku bacaan yang unik untuk menarik perhatian. Desain buku untuk anak-anak cenderung berbeda dengan buku-buku remaja, buku anak lebih menggunakan desain yang berbeda seperti bentuk yang menyerupai buah-buahan, atau dengan kombinasi warna yang menarik perhatian.
5. Penceritaan cenderung terkait dengan kehidupan anak (keluarga, teman, guru, dan lain-lain). Penceritaan selalu dikaitkan dengan kehidupan anak-anak, sehingga pesan yang ingin disampaikan tercapai. Meskipun penceritaan dalam bentuk fabel dan cerita fantasi, namun penceritaan tetap berpusat pada kehidupan yang dialami anak-anak.
6. Diakhir cerita selalu menggembirakan tokoh utama. Penceritaan dalam sastra anak selalu berakhir dengan kegembiraan pada tokoh utama sebagai fokus penceritaan. Tidak hanya tokoh utama, tokoh antagonis dalam cerita selalu berakhir dengan sadar dan berubah dengan sifat baik.
Dari pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sastra anak berbeda
dengan sastra orang dewasa. Sastra anak lebih mengutamakan pendidikan, bahasa
ataupun cerita yang lebih sederhana, dan desain buku yang lebih unik dan menarik.
Anak-anak akan lebih menyukai cerita dengan kisah secara langsung tidak berbelit-
belit, tetapi langsung kepada inti cerita tidak seperti cerita sastra orang dewasa.
2.4.1 Nilai Sastra Bagi Anak-Anak
21
22
Menurut Nurgiyantoro (2005:2), sastra berbicara tentang hidup dan
kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar
manusia, tentang kehidupan pada umumnya, yang semuanya diungkapkan dengan
cara dan bahasa yang khas. Dalam bahasa sastra terkandung unsur dan tujuan
keindahan, bahasa sastra lebih bernuansa keindahan dari pada kepraktisan.
Karakteristik tersebut juga berlaku dalam sastra anak. Di bawah ini ada beberapa nilai
sastra anak, yaitu sebagai berikut.
1) Sastra memberi kesenangan dan pemahaman tentang kehidupan. Sastra menurut Lukens dalam Nurgiyantoro (2005:3) menawarkan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh daya suspense, daya yang menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat karenanya.
2) Sastra merupakan citra dan metafora kehidupan. Saxby dalam Nurgiyantoro (2005:5) mengemukakan bahwa jika citraan dan metafora kehidupan yang dikisahakan itu berada dalam jangkauan anak baik yang melibatkan aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, maupun pengalaman moral, dan diekspresikan dalam bentuk-bentuk kebahasaan yang dapat dijangkau dan dipahami oleh pembaca anak-anak, buku atau teks tersebut dapat diklasifikasikan sebagai sastra anak.
3) Sastra anak memiliki keterbatasan isi dan bentuk. Keterbatasan anak terdapat dalam hal bahasa dan cara pengisahan cerita, anak belum dapat menjangkau dan memahami kosakata dan kalimat yang kompleks. Oleh karena itu, secara umum dapat dikatakan bahwa bahasa sastra anak berkarakteristik sederhana dalam kosakata, struktur, dan ungkapan. Bahasa sastra anak masih lebih lugas, apa adanya, dan tidak berbelit (Nurgiyantoro, 2005:9).
Sementara itu, menurut Tarigan (2011:6) bergaul dengan sastra anak-anak
memperoleh berbagai manfaat nilai untuk dirinya sendiri. Dengan perkataan lain,
sastra dapat memberi nilai intrinsik atau intrisic values bagi anak-anak sehingga
anak-anak mendapatkan keindahan ketika bergaul dengan sastra. Berikut ini
22
23
diuraikan tiga nilai sastra bagi anak-anak, dengan merujuk pendapat Tarigan (2011:6-
7).
1) Sastra memberi kesenangan, kegembiraan, kenikmatan kepada anak-anak. Nilai seperti ini akan tercapai apabila sastra dapat memperluas cakrawala anak-anak dengan cara menyajikan pengalaman dan wawasan baru. Oleh karena itu, anak-anak perlu menemukan kegembiraan dalam buku-buku sebelum mereka di tuntut menguasai keterampilan membaca. Seharusnya belajar membaca itu dirasakan oleh anak-anak sama dengan belajar naik sepeda. Mereka ingin sekali melakukan kegiatan tersebut karena mereka mengetahui bahwa pada akhirnya akan memberi kegembiraan dan kenikmatan. Dengan demikian, mereka selalu rindu, selalu ingin membaca buku atau karya sastra baru. Semakin banyak mereka membaca semakin banyak pula kegembiraan yang diperolehnya.
2) Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak. Sastra anak membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan dengan berbagai cara. Karya sastra yang baik dapat mengungkapkan serta membangkitkan keanehan dan keingintahuan para anak. Sastra dapat membantu para anak mengenal berbagai gagasan yang belum pernah dipikirkan sebelumnya. Sastra juga memberikan pengalaman-pengalaman aneh yang seolah-olah dialami sendiri oleh para anak. Pandangan-pandangan baru akan diturunkan sebagaimanapara anak memperoleh serta memiliki pengalaman aneh itu melalui sastra.
3) Sastra dapat mengembangkan wawasan para anak menjadi perilaku insani.Sastra mempunyai daya yang ampuh dan unggul untuk membayangkan serta memberinya bentuk yang indah dan memberi koherensi yang yang serasi kepada pengalaman insani. Sastra dapat memperlihatkan kepada anak-anak betapa insan lainnya hidup dan “terjadi” kapan saja dan dimana saja, sebaiknya anak-anak memperoleh kesadaran yang luas mengenai kehidupan orang atau bangsa lain, sebagaimana mereka secara pribadi menguji cobakan kaidah-kaidah lain, maka mereka telah mengembangkan suatu pemahaman yang lebih baik mengenai dirinya sendiri dan juga orang-orang lain disekitar mereka. Melalui upaya membaca, maka para anak memperoleh berbagai persepsi pribadi mengenai sastra dan kehiduapan. Dengan demikian wawasan yang telah dimiliki para anak menjelma menjadi perilaku insani atau human behavior, yang abstrak telah berubah menjadi kongkrit.
Dari pendapat ahli tersebut, disimpulkan bahwa sastra anak dapat memberi
kesenangan, keindahan, dan pemahaman yang menarik pada anak, isi dan bentuk
23
24
sastra anak memiliki bahasa dan cerita yang lebih sederhana dibandingkan sastra
dewasa. Anak akan mudah mengembangkan imajinasi dan wawasan ketika sudah
mengenal dunia sastra karena cerita, dongeng yang ada dalam sastra memiliki unsur
intrinsik yang membuat cerita lebih menarik.
2.4.2 Sastra dan Perkembangan Bahasa Anak
Dalam perkembangan dan pemerolehan bahasa, hal yang pertama tampak
dengan jelas adalah pertumbuhan dan pertambahan kosakata mereka. Kosakata yang
mula-mula mereka peroleh adalah kosakata dasar atau basic vocabular. Sesuai
dengan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak, kosakata dasar ini pun
berkembang ke kosakata yang lebih umum dan lebih kongkrit. Kosakata mereka
selalu meningkat, baik secara kuantitatif maupun secara kualitataif (Tarigan,
2011:18).
Berkenaan dengan uraian tersebut, sastra dan perkembangan bahasa anak
menurut Nurgiyantoro (2005:42) sebuah karya seni yang bermediakan bahasa, maka
aspek bahasa memegang peran penting di dalamnya. Bahasa dipergunakan untuk
memahami dunia yang ditawarkan dan sekaligus sastra juga berfungsi meningkatkan
kemampuan berbahasa anak, baik menyimak, membaca, berbicara, dan menulis.
Bacaan sastra untuk anak yang baik antara lain adalah yang tingkat kesulitan
berbahasanya masih dalam jangkauan anak, tetapi bahasa yang terlalu sederhana
untuk usia tertentu baik kosakata maupun struktur kalimat justru kurang
meningkatkan kekayaan bahasa anak. Peningkatan penguasaan bahasa anak harus
24
25
dipahami tidak hanya melibatkan kosakata dan struktur kalimat, tetapi terlebih
menyangkut keempat kemampuan berbahasa baik secara aktif reseptif
(mendengarkan dan membaca) maupun aktif produktif (berbicara dan menulis) untuk
mendukung aktivitas komunikasi dalam kehidupan sehari-hari (Nurgiyantoro,
2005:43).
2.5 Pendekatan Psikologi Perkembangan Kognitif
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-
kejadian di sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-
objek, seperti mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri,
orang tua dan teman. Bagaimana cara anak belajar mengelompokkan objek-objek
untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk
memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek atau peristiwa-
peristiwa, dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut
(Tarigan, 2011:45).
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam menyusun
pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun
proses berfikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh
pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga berperan aktif dalam
menginterpretasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam
25
26
mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia
punyai (Hetherington dan Parke dalam Desmita, 2007:46).
Jean Piaget telah banyak membuat kajian dan eksperimen dalam bidang
psikologi pembelajaran kanak-kanak. Ia berpendapat bahwa pemikiran kanak-kanak
berbeda pada masing-masing tahap. Ia membagi perkembangan pemikiran kanak-
kanak menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap pra operasi, tahap
operasi konkret, dan tahap operasi formal. Setiap tahap mempunyai tugas kognitif
yang harus diselesaikan. Tahap sensori motorik (0-2 tahun), pemikiran anak
berdasarkan tindakan indrawinya. Tahap praoperasional (2-7 tahun), pemikiran anak
ditandai dengan penggunaan bahasa serta tanda untuk menggambarkan konsep.
Tahap operasional konkret (7-11 tahun) ditandai dengan penggunaan aturan logis
yang jelas. Tahap operasional Formal dicirikan dengan pemikiran abstrak, hipotesis,
deduktif, serta induktif. Secara skematis, keempat tingkatan itu dapat digambarkan
dalam tabel berikut.
2.1 Tabel Skema Empat Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Tahap Umur Ciri Pokok Perkembangan
Sensori motorik 0-2 tahun Berdasarkan
Tindakan
Langkah demi
Langkah
Praoperasional 2-7 tahun Penggunaan
26
27
simbul/bahasa tanda
Konsep intuitif
Operasional konkret 8-11 tahun Pakai aturan
Jelas atau logis
Reversibel dan
Kekekalan
Operasional formal 11 tahun ke atas Hipotesis
Abstrak
Deduktif dan
Induktif
Logis dan
Probabilitas
Sumber: (Suparno, 2001:25)
2.5.1 Tahap Sensori Motorik
Menurut Piaget dalam Tarigan (2011:45) periode sensori-motorik merupakan
periode awal perkembangan kognitif, dan ditandai dengan pembelajaran bayi sampai
anak belajar berjalan kira-kira berusia 2 tahun. Anak-anak belajar selama periode ini,
melalui pengoordinasian persepsi-sensori dan aktivitas-motor. Dari usia 1,5 sampai 2
tahun anak-anak menyenangi kebanyakan rima permainana dan gerak. Pada tahap ini,
inteligensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap
27
28
lingkungaanya, seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar, membau, dan lain-
lain. Pada tahap ini, anak belum dapat berbicara dengan bahasa. Tahap perkembangan
awal sensori motorik ini sangat penting. Tahap ini akan menjadi dasar perkembangan
persepsi dan inteligensi anak pada tahap-tahap berikutnya. Tahap ini berlangsung dari
kelahiran sampai usia 2 tahun, merupakan tahap pertama Piaget.
Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan
mengoordinasikan pengalaman-pengalaman sensori (seperti melihat dan mendengar)
dengan tindakan-tindakan motorik fisik, oleh karena itulah istilahnya sensori motorik.
Pada permulaan tahap ini, bayi yang baru lahir sedikit lebih banyak dari pada pola-
pola refleks. Pada akhir tahap, anak berusia 2 tahun memiiki pola-pola sensori
motorik yang kompleks dan mulai beroperasi dengan simbol-simbol.
2.5.2 Tahap Praoperasional
Tahap ini bermula dari umur 2 tahun hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua
Piaget. Pada tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan
gambar. Pada tahap ini, anak-anak lebih sosial dan menggunakan bahasa serta tanda
untuk menggambarkan sesuatu konsep. Secara jelas, penggunaan bahasa pada masa
ini menggambarkan cara berpikir simbolik. Di samping dicirikan berfikir simbolik
pada masa ini, juga dicirikan dengan pemikiran intuitif. Pemikiran simbolis, yaitu
pemikiran dengan menggunakan simbol atau tanda, berkembang sewaktu anak mulai
suka menirukan sesuatu, keaktifan anak menirukan orang tuanya akan memperlancar
pemkiran simbolisnya.
28
29
Sementara itu, kemampuan sesorang anak menirukan berbagai hal yang
dialami dalam hidupnya akan membantu pembentukan pengetahuan simbolisnya.
Dengan adanya penggunaan simbol, anak dapat mengugkapkan dan sesuatu hal yang
terjadi, dapat membicarakan macam-macam benda dalam waktu bersamaan.
Pemikiran intuitif adalah persepsi langsung akan dunia luar tetapi tanpa dinalar
terlebih dahulu. Intuisi merupakan pemikiran imajinasi atau sesasi langsung tanpa
dipikir lebih dahulu. Memang pemikiran intuitif ini memiliki kelemahan yaitu anak
hanya dapat lihat satu arah saja, anak belum dapat melihat pluralitas gagasan, tetapi
hanya satu arah saja. Apabila beberapa gagasan digabungkan, pemikiran anak
menjadi kacau. Dengan kata lain, pada masa ini anak belum mampu berfikir
decentred, melihat berbagai segi dalam satu kesatuan.
2.5.3 Tahap Operasi Konkret
Sebaliknya anak-anak beranjak dari periode praoperasioal menuju tingkat
berpikir operasi kongkret (usia 7-11 tahun), maka responsi mereka pada sastra dan
puisi pun berubah pula. Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan
secara menyeluruh ingatan, pengalaman, dan objek yang dialami. Adaptasi dengan
lingkungan dengan gambaran akan lingkungan itu. Misalnya, anak mulai dapat
menggambarkan situasi sekolahnya, perjalanan dari sekolah ke rumah, dan lain-lain
(Piaget & Inheldar dalam Suparno, 2001:77).
Tahap ini bermula dari umur 7 tahun hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga
Piaget. Pada tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi, dan penalaran logis
29
30
menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-
contoh yang spesifik intuitif konkret. Operasi itu bersifat reversibel, artinya dapat
mengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikembalikan kepada
awalnya lagi kemudian yang sangat maju dalam tahap ini adalah kemampuan anak
mengurutkan dan mengklasifikasi objek, dengan operasi itu anak telah
mengembangkan pemikiran logis yang dapat diterapkan dalam memecahkan
masalah-masalah konkret yang dihadapi. Pada tahap ini anak juga sudah mampu
menganalisis dari berbagai segi. Meskipun pada tahap ini anak sudah
mengembangkan pemikiran logis tetapi masih terbatas pada suatu yang konkret,
belum bersifat abstrak apalagi hipotetis.
2.5.4 Tahap Operasi Formal
Periode terakhir perkembangan kognitif dilukiskan oleh piaget sehingga
periode operasi formal (usia 11 atau 12 tahun dan seterusnya). Para siswa kini
mempunyai kemampuan berfikir abstrak, berpikir secara teoretis, bernalar dari
hipotesis-hipotesis, kesimpulan yang masuk akal. Pada tahap ini, logika remaja mulai
berkembang dan digunakan. Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat,
tidak hanya terikat pada hal yang sudah dialami, tetapi juga dapat berpikir mengenai
sesuatu yang akan datang karena dapat berpikir secara hipotesis (Piaget dalam
Suparno, 2001:88).
Pada tahap ini anak-anak melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman
konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Mereka memecahkan
30
31
permasalahan yang dihadapi dengan reasoning dan logika. Ada pembebasan
pemikiran dari pengalaman langung menuju ke pemikiran yang berdasarkan proposisi
dan hipotesis. Asimilasi dan akomodasi terus berperan dalam membentuk skema yang
lebih menyeluruh pada pemikiran remaja. Pada pemikiran formal, unsur pokok
pemikiran adalah pemikiran deduktif, induktif, dan abstrkatif. Pemikiran deduktif,
mengambil kesimpulan khusus dari pengalaman yang umum. Pemikiran induktif,
mengambil kesimpulan umum dari pengalaman-pengalaman yang khusus, dan
pemikiran abstraktif tidak langsung dari objek. Pada tahap perkembangan ini, remaja
sudah dapat memahami konsep proposisi dengan baik, menggunakan kombinasi
dalam pemikirana, dapat menggabungkan dua refrensi pemikiran, sudah mengerti
probabilitas dengan unsur yang menyertainya serta permutasinya.
Menurut Piaget, perkembangan masing-masing tahap tersebut merupakan
hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Hal ini berarti bahwa menurut
teori tahapan-tahapan Piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan
kualitatif yang bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mundur.
Perubahan-perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur
berpikir. Dari sudut biologis, Piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari dalam,
sehingga organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah, sistem
pernafasan dan lain-lain. Hal yang sama juga terjadi pada sistem kognisi, di mana
adanya sistem yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungan (Desmita, 2007:47).
31
32
Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi sampai
dia dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi
yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat
perkembangan kognitif, yaitu tahap sensori-motorik (dari lahir sampai 2 tahun), tahap
pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11
tahun), dan tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas) (Desmita, 2007:103).
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif
menurut Piaget memiliki empat tahapan yaitu, tahap sensori motorik, tahap pra-
operasional, tahap operasi konkret, dan tahap operasi formal. Keempat tahap tersebut
memiliki fungsi masing-masing namun saling berkesinambungan satu sama lain.
2.6 Novel
2.6.1 Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa italia, yaitu “Novellus” yang diturunkan dari
kata Noveus yang berarti baru. Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis
sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lainnya, jenis ini muncul kemudian. Di
indonesia dikenal sejak kira-kira setengah abad yang lalu. Namun dalam masa
hidupnya yang masih muda itu, novel telah mengalami perkembangan yang pesat.
Menurut R.J. Rees (Aziez dan Hasim, 2010:1) novel adalah sebuah cerita fiksi
dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan prilakunya merupakan
cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan dalam suatu plot yang cukup
kompleks. Sementara itu, menurut Rani (2004:85) novel sebagai karya imajinatif
32
33
yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa
tokoh. Novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang
tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Semi (2002:32) bentuk yang hampir
sama dengan novel yaitu roman. Bagi pembaca awam, kedua bentuk ini sulit
dibedakan. Pada dasarnya novel maupun roman menceritakan hal yang luar biasa
yang terjadi dalam kehidupan manusia, sehingga jalan hidup tokoh cerita yang
ditampilkan dapat berubah.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel
merupakan hasil karya sastra indonesia yang menceritakan suatu kejadian yang luar
biasa dalam kehidupan seseorang yang memiliki berbagai kisah kehidupan para tokoh
dan menyebabkan peralihan hidup para tokoh yang dituangkan dalam cerita
berbentuk novel.
2.6.2 Unsur Pembangun Novel
Menurut Wellek dan Werren dalam Nurgiyantoro (2009:24) unsur-unsur
ekstrinsik terdiri dari keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan dan pandangan hidup yang kesemuanya itu memengaruhi karya yang
ditulisnya. Unsur-unsur pembangun cerpen saling berkaitan satu dengan yang lainnya
secara erat dan saling menggantungkan. Unsur tersebut terbagi ke dalam unsur
intrinsik dan ekstrinsik.
33
34
Sementara itu, menurut Semi (2002:35) unsur intrinsik adalah unsur-unsur
yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur
(plot), pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa. Kepaduan antar berbagai unsur
intrinsik inilah yang membuat sebuah novel terwujud.
a. Tema
Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91) tema adalah istilah ide yang
mendasari suatu cerita sehingga berperan juga pangkal tolak pengarang dalam
memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema juga dapat dipandang sebagai
dasar cerita, gagasan umum sebuah karya. Gagasan dasar umum inilah yang
kemudian dikembangkan oleh pengarang yang menjadi nilai karya sastra. Tema
sebuah karya fiksi selalu berkaitan dengan makna dan pengalaman kehidupan.
Sementara itu, Nurgiyantoro (2009:70) menyatakan bahwa tema adalah dasar
pengembangan seluruh cerita, maka tema bersifat menjiwai seluruh bagian cerita.
Dari pendapat ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tema adalah
ide sebuah cerita, dan dalam penulisan sebuah tema pengarang tidak hanya ingin
sekedar bercerita, tapi ingin mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Adapun wujud
sesuatu yang dimaksudkan adalah dapat berupa suatu masalah kehidupan, pandangan
hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar tentang kehidupan ini.
b. Alur/Plot
34
35
Menurut Rozak, dkk. (2000:24) alur/plot adalah unsur struktur yang
berwujudkan jalin peristiwa di dalam karya sastra yang memperlihatkan kepaduan
(koherensi) tertentu yang diwujudkan antara lain oleh hubungan sebab akibat, tokoh,
tema atau ketiganya. Sementara itu, menurut Wiyanto dalam Rozak (2000:86)
menyatakan, “Alur berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian hanya dihubungkan
secara sebab akibat, peristiwa yang satu dengan yang lain.”
Berkenaan dengan pernyataan tersebut, Semi (2002:43) menyatakan,“ Alur
atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah
interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagaian-bagian dalam
keseluruhan fiksi.”
Dari pendapat ahli tersebut, disimpulkan bahwa alur cerita adalah rentetan
peristiwa yang di tampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena
pengarang peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat. Alur cerita sangat
penting dalam setiap peristiwa yang tejadi di dalam sebuah novel karena setiap cerita
tidak akan menarik jika tidak ada sebuah peristiwa yang hebat pada setiap kisah. Alur
cerita membawa pembaca untuk lebih dalam menikmati setiap peristiwa di dalam
sebuah novel atau cerita fiksi.
c. Latar
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2009:216) latar atau setting di sebut
juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Sementara
35
36
itu, Stanton (2007:35) menyatakan bahwa latar adalah lingkungan yang melingkupi
sebuah peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa latar atau setting adalah landas
tumpu yang digarap para penulis karya fiksi sebagai unsur cerita yang penting. Ia
terjalin erat dengan karakter, tema, suasana cerita, latar atau setting memberikan
pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan
realistis kepada pembaca. Menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-
sungguh ada dan terjadi.
d. Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view menurut Abrams dalam Nurgiyantoro,
(2009:248) merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan sebagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Berkenaan dengan uraian tersebut, menurut Sayuti (2000:159) sudut pandang
akan menyangkut masalah pemilihan peristiwa yang akan disajikan, menyangkut
masalah kemana pembaca akan diarahkan, menyangkut masalah apa yang harus
dilihat pembaca, dan menyangkut masalah kesadaran siapa yang disajikan. Ada tiga
macam sudut pandang yang biasa digunakan pengarang dalam karyanya yaitu sudut
pandang tokoh, sudut pandang tokoh sampingan, dan sudut pandang inpersonal.
Dalam sudut pandang tokoh, pengarang menggunakan kata ganti orang pertama.
36
37
Pengarang menceritakan hal-hal yang dialami atau diimajinasikannya. Ia
mengungkapkan pikirannya dengan kata-katanya sendiri.
e. Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2009:165) adalah orang-
orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan
dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Unsur tokoh dan penokohan
dalam cerita rekaan merupakan salah satu unsur intrinsik yang penting. Istilah tokoh
merujuk pada orang atau pelaku pada sebuah karya sastra. Berkenaan dengan hal
tersebut, menurut Sadjiman dalam Budianta (2002:86) tokoh adalah individu rekaan
yang mengalami peristiwa atau berlakukan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.
Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan
menjadi dua, yakni tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh feriferial atau tokoh
tambahan (bawahan).
Menurut Nurgiyantoro (2009:176-177) tokoh utama adalah yang diutamakan
penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian, maupun yang dikenai kejadian.
Selain paling banyak diceritakan tokoh utama selalu berhubungan dengan tokoh-
tokoh yang lain.
Dari pendapat para ahli tersebut, disimpulkan bahwa tokoh adalah orang atau
pelaku yang mengemban peristiwa sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu
37
38
cerita. Sementara itu, penokohan adalah karakter atau perwatakan berupa sikap, sifat,
dan kepribadian yang merujuk pada seorang tokoh fiksi yang muncul dalam cerita
sastra.
2.7 Novel sebagai Bahan Pembelajaran di SMP
Novel merupakan salah satu bahan pembelajaran di SMP, seperti yang
tercantum dalam KTSP mata pelajaran sastra dan bahasa indonesia. Tujuan
pemelajaran sastra pada hakikatnya adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengapresiasikan karya sastra. Semi (2002: 194) mengemukakan bahwa tujuan
pembelajaran sastra adalah agar siswa memiliki rasa peka terhadap karya sastra yang
berharga sehingga merasa terdorong dan tertarik untuk membacanya. Sementara itu,
menurut Sarumpaet dalam Sayuti (2000:40-41) menyatakan bahwa lewat sastra siswa
pun dapat meresapi, secara imajinatif, kepentingan-kepentingan di luar dirinya dan
mampu melihat segala gejala sesuatu dari sudut pandang lain, berganti-ganti menurut
wawasan pengarang dan karya yang dihadapinya.
2.7.1 Pembelajaran Menulis di SMP
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk
berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan suatu kegiatan yang
produktif dan ekspresif (Tarigan, 2011:3). Dalam kegiatan menulis, penulis haruslah
terampil, keterampilan menulis seseorang tidak datang secara tiba-tiba, tetapi harus
melalui latihan dan praktik yang teratur.
38
39
Berkenaan dengan hal tersebut, Semi (2002:14) mendefinisikan sebagai berikut.
Menulis merupakan suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Dalam pengertian ini, menulis memiliki tiga aspek utama, yaitu (1) adanya tujuan atau maksud tertentu yang hendak dicapai, (2) adanya gagasan atau sesuatu yang hendak dikomunikasikan, dan
(3) adanya sistem pemindahan gagasan berupa sistem bahasa.
Menulis menurut Suparno (2001:1.3), adalah kegiatan menyampaikan pesan
(komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media atau alatnya. Dalam
komunikasi tulis setidaknya terdapat empat unsur yang terlibat yaitu: (1) penulis
sebagai penyampai pesan, (2) isi tulisan atau pesa, (3) saluran atau medianya berupa
tulisan, dan (3) pembaca sebagai penerima pesan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis
adalah sesuatu proses menuangkan gagasannya dan melukiskannya dengan lambang-
lambang bahasa dengan tujuan komunikasi. Tujuan menulis yang utama adalah
menuangkan gagasan pikirannya sebagai komunikasi secara tertulis, untuk mencapai
komunikasi yang efektif diperlukan keterampilan dalam menulis.
Menulis merupakan salah satu aspek dari empat keterampilan berbahasa,
selain menyimak, membaca, dan berbicara. Menulis merupakan ketarampilan
berbahasa yang berkembang dalam kehidupan anak-anak yang didahului oleh
keterampilan membaca kemudian keterampilan menulis dilaksanakan melalui latihan
dan praktik yang teratur. Dengan kata lain, kemampuan menulis ini dapat dipelajari
dalam pendidikan formal Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan
masa ketika keterampilan menulis dapat diasah dan berkembang dengan baik.
39
40
Kehidupan yang semakin berkembang membuat peserta didik ditingkat SMP
memungkinkan mereka untuk lebih berkreasi di dalam dunia tulis-menulis,
kesempatan ini perlu dimanfaatkan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa,
khususnya aspek menulis.
Belajar sebagai aktivitas psikologis memerlukan dorongan dari luar. Hal-hal
yang harus diupayakan yaitu bagaimana memotivasi belajar peserta didik dan
mengaitkannya dengan kehidupan (Mulyasa, 2006:107). Oleh karena itu, kreativitas
guru dalam mengelola kelas dan menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan
kebutuhan sangat diperlukan dalam pembelajaran. Berikut ini diuraikan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang berkaitan dengan pembelajaran menulis
yang terdapat di SMP kelas VII, VIII, dan IX semester 1 dan 2.
Kelas VII, semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Menulis
Mengungkapkan pikiran dan pengalaman dalam buku harian dan surat pribadi
Menulis buku harian atau pengalaman pribadi dengan memperhatikan cara pengungkapan dan bahasa yang baik dan benar
Menulis surat pribadi dengan memperhatikan komposisi, isi, dan bahasa
Menulis teks pengumuman dengan bahasa yang efektif, baik dan benar
Menulis
Mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman melalui pantun dan dongeng
Menulis pantun yang sesuai dengan syarat pantun
Menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau didengar
40
41
Kelas VII, semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Menulis
Mengungkapkan berbagai informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat
Mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tak langsung
Menulis pesan singkat sesuai dengan isi dengan menggunakan kalimat efektif dan bahasa yang santun
Menulis
Mengungkapkan keindahan alam dan pengalaman melalui kegiatan menulis kreatif puisi
Menulis kreatif puisi berkenaan dengan keindahan alam
Menulis kreatif puisi berkenaan dengan peristiwa yang pernah dialami
Kelas VIII, semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Menulis
Mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat dinas, dan petunjuk
Menulis laporan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar
Menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku
Menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat dan menggunakan bahasa yang efektif
Menulis
Mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan menulis kreatif naskah drama
Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan keaslian ide
Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan naskah drama
41
42
Kelas VIII, semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Menulis
Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster
Menulis rangkuman isi buku ilmu pengetahuan populer
Menulis teks berita secara singkat, padat, dan jelas
Menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat yang bervariasi, serta persuasif
Menulis
Mengungkapkan pikiran, dan perasaan dalam puisi bebas
Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai
Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan
Kelas IX, semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Menulis
Mengungkapkan informasi dalam bentuk iklan baris, resensi, dan karangan
Menulis iklan baris dengan bahasa yang singkat, padat, dan jelas
Meresensi buku novel Menyunting karangan dengan
berpedoman pada ketepatan ejaan, tanda baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana
Menulis
Mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek
Menuliskan kembali dengan kalimat sendiri cerita pendek yang pernah dibaca
Menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami
42
43
Kelas IX, semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Menulis
Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karya ilmiah sederhana, teks pidato, surat pembaca
Menulis karya ilmiah sederhana dengan menggunakan berbagai sumber
Menulis teks pidato/ceramah/ khotbah dengan sistematika dan bahasa yang efektif
Menulis surat pembaca tentang lingkungan sekolah
Menulis
Menulis naskah drama
Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca
Menulis naskah drama berdasarkan peristiwa nyata
2.8 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Apresiasi Sastra
Pemelajaran sastra harusnya disesuaikan dengan kompetensi-kompetensi yang
terdapat pada aspek kemampuan bersastra. Pemelajaran sastra dalam penelitian ini
difokuskan pada pemelajaran novel. Guru sastra haruslah pandai dalam memilih
sebuah karya sastra yang cocok untuk diajarkan pada siswa sesuai dengan tingkatan
kebahasaan yang dikuasai.
Rahmanto (2005:26) menjelaskan bahwa untuk memilih bahan pemelajaran
sastra beberapa aspek perlu dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut.
1) Bahasa
Penguasaan suatu bahasa tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap yang
nampak jelas pada setiap individu. Sementara perkembangannya karya sastra
melewati tahap-tahap yang meliputi banyak aspek kebahasaan. Oleh karena itu, agar
43
44
pembelajaran sastra lebih berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan keterampilan
(semacam bakat) khusus untuk memilih bahan pembelajaran sastra yang bahasanya
sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa anak.
2) Kematangan Jiwa (Psikologi)
Perkembangan psikologi dari taraf anak menuju kedewasaan ini melewati
tahap-tahap tertentu yang cukup jelas untuk dipelajari. Dalam memilih bahan
pembelajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologi ini hendaknya diperhatikan
karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat-minat dan
keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologi ini juga
sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan
kerjasama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang
dihadapi.
3) Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya anak meliputi semua faktor kehidupan dan lingkungan
tempat tinggalnya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya yang
memiliki hubungan yang erat dengan latar belakang budayanya. Terutama bila tokoh
atau tempat kejadian di dalam cerita berasal dari lingkungannya. Bahan pembelajaran
yang dekat dengan kehidupan siswa akan mempermudah pembayangannya untuk
memahami isi karya sastra tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan pembelajaran
apresiasi sastra hendaknya memperhatikan tingkah kebahasaan anak, kemampuan
unsur perkembangan psikologi atau kematangan dan memiliki kedekatan latar
44
45
belakang budaya atau kehidupan siswa, karena hal ini akan memengaruhi
keberminatan anak untuk mempelajari sastra yang dengan sendirinya akan berdampak
positif terhadap hasil pembelajan.
2.9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Recana Pelaksanaan Pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan
prosedur dan pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan
dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP merupakan komponen penting
dari KTSP, yang pengembangannya harus dilakukuan secara profesional (Mulyasa,
2006:212).
Dalam pengembangan RPP guru diberi kewenangan secara leluasa untuk
mengembangkan kurikulum, baik mengubah, memodifikasi, dan menyesuaikan
silabus dengan kondisi sekolah dan daerah, serta dengan karakteristik peserta didik
untuk kemudian dijabarkan menjadi rencana pelaksanaan pembalajaran yang lebih
operasional dan rinci, serta siap dijadikan pedoman atau skenario dalam
pembentukkan kompetensi peserta didik.
Rencana Pelaksanaa Pembelajaran harus jelas mengenai kompetensi dasar
yang akan dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus dilakukan, apa yang harus
dipelajari, bagaimana guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai atau
memiliki kompetensi tertentu. aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang
secara minimal harus ada dalam setiap RPP sebagai pedoman guru dalam
melaksanakan pembelajaran, dan membentuk kompetensi peserta didik.
45
46
Rencana pelaksanaan pembelajaran berfungsi untuk mengefektifkan proses
pembelajaran sesuai dengan apa yang direncakana. Dalam hal ini, materi standar yang
dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung nilai fungsional, praktis serta
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan, sekolah, dan daerah
(Mulyasa, 2006:218)
Untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, seseorang guru
hendaknya memerhatikan beberapa komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
yang terdapat dalam proses rencana pembelajaran. Menurut Muslich (2008:53) secara
teknis rencana pembelajaran minimal mencakup komponen-komponen sebagai
berikut: (1) standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil
belajar, (2) tujuan pembelajaran, (3) materi pembelajaran, (4) pendekatan dan metode
pembelajaran, (5) langkah-langkah kegiatan pembelajaran, (6) alat dan sumber
belajar, dan (7) evaluasi pembelajaran.
Dari pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa komponen Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran adalah langkah-langkah yang patut guru lakukan dalam menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
1. Menuliskan/mencantumkan identitas mata pelajaran. Komponen pertama yang
harus dilakukan seorang guru dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
adalah menulis/mengisi identitas mata pelajaran yang meliputi: satuan pendidikan,
kelas, semester, program studi, mata pelajaran atau tema pelajaran, dan jumlah
pertemuan.
46
47
2. Memilih satu unit pembelajaran yang terdapat dalam silabus, lalu tulis Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam unit tersebut. Standar
Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik menggambarkan
penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada
setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Sementara itu,
Kompetensi Dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dikuasi peserta
didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator
kompetensi dalam suatu pelajaran. Selain itu, guru juga menentukan indikator
untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, karena dengan indikator guru dapat
mengetahui target-target yang harus dicapai siswanya dalam satu pembelajaran.
3. Tujuan pembelajaran, dalam komponen ini guru menggambarkan proses dan hasil
belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi
dasar. Tujuan pembelajaran dirumuskan berdasarkan SK, KD, dan indikator yang
telah ditulis dalam silabus.
4. Materi ajar, setelah tujuan pembelajaran digambarkan, selanjutnya guru mencari
materi sesuai yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
telah di gambarkan.
5. Guru memilih metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan
pembelajaran. Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi
dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode
47
48
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta
karakteristik dari setiap indikator.
6. Kegiatan pembelajaran, dalam hal ini, guru menyusun langkah-langkah kegiatan
pemebelajaran yang dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup, pada kegiatan awal guru harus dapat
memotivasi dan memfokuskan siswa agar dapat tertarik dan berpartisipasi dalam
pembelajaran. Dalam kegiatan inti, guru dituntut sekreatif mungkin dalam
menyampikan pembelajaran agar siswa dapat tertarik dan berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran karena kegiatan inti, merupakan proses pembelajaran
untuk mencapai KD. Kegiatan penutup, kegiatan ini dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau
simpulan, penilaian, refleksi, dan tindak lanjut untuk pembelajaran berikutnya.
7. Alat dan sumber belajar, sebelum melakukan pembelajaran ada baiknya guru
memilih dan mempersiapkan alat bantu belajar (media pembelajaran) yang akan
digunakan dalam membantu penyampaian materi ajar.
8. Evaluasi, setelah materi dalam suatu pembelajaran selesai, guru memberikan
evaluasi. Guru menentukan teknik penilaian, bentuk, dan contoh instrumen
penilaian yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian Kompetensi Dasar
atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Jika instrumen penilaian
berbentuk tugas, guru merumuskan tugas dengan jelas dan membuat aturan-aturan
yang jelas untuk meminilisir kecurangan siswa. Jika instrumen penilaian berbentuk
soal, guru mencantumkan soal-soal tersebut dan menentukan kunci jawabannya.
48
49
Jika penilaiannya berbentuk proses, guru menyusun rubrik dan indikatornya
masing-masing.
Ada beberapa alternatif format Rencana Pelaksanaa Pembelajaran (RPP) yang
dapat dikembangkan. Format yang dipilih guru sangat bergantung pada sifat materi
pembelajaran dan selera atau kehendak kurikulum yang sedang berlaku, yang penting
adalah ketika memutuskan menggunakan format tertentu harus dilakukan secara sadar
dan rasional (Muslich, 2008:55)
Berikut ini jenis format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang biasa
digunakan oleh guru.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan :
Mata Pelajaran :
Kelas/Semester :
Materi Pokok :
Alokasi Waktu : ....x45 menit (pertemuan)
A. Standar Kompetensi
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
C. Tujuan Pembelajaran
49
50
Pertemuan 1
Pertemuan 2
D. Materi Pembelajaran
E. Metode Pembelajaran
F. Media Belajar
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan 1
Petemuan 2
H. Sumber Belajar
I. Penilaian Proses dan Hasil Belajar
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik Bentuk Instrumen Instrumen
50
51
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menurut Arikunto (2006:136), metode penelitian adalah cara yang digunakan
oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Jadi, metode penelitian
merupakan cara untuk memperoleh data penelitian yang sedang dilaksanakan.
Sehubungan dengan itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Selanjutnya, Djajasudarma (2010:16) mengemukakan bahwa
dalam metode deskriptif data yang dikumpulkan bukanlah berupa angka-angka, dapat
berupa kata-kata atau gambaran sesuatu.
Berdasarkan uraian tersebut, dalam penelitian ini metode deskriptif kualitatif
dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mendeskripsikan proses
perkembangan kognitif dalam novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia
dan Isa.
Sehubungan dengan hal tersebut, Menurut Satori dan Komariah (2010:25)
penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi
sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-
kata berdasarkan teknik pengumpulan data dan analisis data yang relevan yang
diperoleh dari situasi yang alamiah.
Berkenaan dengan pernyataan tersebut, Bodgan dan Tylor dalam Moleong
(2010:4) menyatakan, “Metode yang bersifat kualitatif adalah sebagai salah satu
51
52
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”
Dalam kaitan dengan metode deskriptif, Isac dan Michael dalam Rakhmat
(2004:22) menyatakan, “Metode deskriptif adalah metode yang bertujuan melukiskan
secara sistematis fakta dan karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara
faktual dan cermat, objek atau subjek yang diteliti secara tepat.”
Menurut Gulo (2002:19), tipe penelitian deskriptif didasarkan pada
pertanyaan dasar yang ke dua, yaitu bagaimana. Kita tidak puas bila hanya
mengetahui apa masalahnya secara eksploratif, tetapi ingin mengetahui juga
bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Terkait dengan pernyataan itu, peneliti
melakukan analisis perkembangan kognitif para tokoh dalam novel Rumah Cinta
Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa. Adapun tujuan penelitian ini, yaitu
mengetahui bagaimana perkembangan psikologi kognitif para tokoh dalam novel
Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa.
3.2 Teknik Penelitian
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2008:62). Berkenaan dengan
52
53
pernyataan itu, pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan teknik studi
pustaka dan teknik simak catat.
a.Studi Kepustakaan
Isi studi pustakaan dapat berbentuk kajian teoretis yang membahasnya
difokuskan pada informasi sekitar permasalahan penelitian yang hendak dipecahkan
melalui penelitian (Sukardi, 2009:38). Sehubungan dengan pernyataan itu, dalam
penelitian ini teknik studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan teori
perkembangan kognitif, psikologi sastra, sastra anak, RPP, dan menulis yang
digunakan sebagai kerangka teori.
b. Teknik Simak Catat
Menurut pendapat Mahsun (2006:91) teknik simak adalah cara yang digunakan
untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa.
Selanjutnya, teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan
metode simak. Teknik ini dapat dijadikan sebagai cara untuk mendapatkan data
penelitian dengan cara mencatat apa yang sudah disimak (Mahsun, 2006:91).
Teknik simak dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan
penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap novel Rumah Cinta Penuh
Warna karya Asma Nadia dan Isa. Teknik simak dilanjutkan dengan teknik catat,
yakni melakukan pencatatan data pada kartu data.
53
54
3.2.2 Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton dalam Moleong (2010:208) adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan
satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti
yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola, urutan, dan mencari
hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi.
Menurut Ratna (2013:49) sebagaimana metode penelitian kualitatif, dasar metode
analisis isi ini adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran dalam metode kualitatif
memberikan perhatian pada situasi alamiah, dasar penafsiran dalam metode analisis
isi memberikan perhatian pada isi pesan.
Secara operasional, analisis isi di dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah
sebagai berikut:
a. membaca novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa
secara berulang-ulang untuk memahami isi novel;
b. melakukan identifikasi data;
c. melakukan iventarisasi data;
d. melakukan pengodean data;
e. melakukan klasifikasi data;
f. melakukan analisis data sesuai dengan teori yang dirujuk;
g. menyimpulkan hasil analisis.
54
55
3.3 Sumber Data dan Data Penelitian
Menurut Arikunto (2006:129) sumber data penelitian adalah subjek dari mana
data diperoleh. Sementara itu, menurut Moleong (2010:157) sumber data utama
dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber penelitian sastra adalah teks-teks
novel, novella, cerita pendek, drama, dan puisi (Siswantoro, 2010:72). Berdasarkan
uraian itu, sumber data penelitian ini adalah novel Rumah Cinta Penuh Warna karya
Asma Nadia dan Isa yang diterbitkan oleh Qanita, tahun terbit 2005, dengan tebal 163
halaman.
Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Arikunto (2006:118) data adalah
hasil pencatatan penelitian, baik yang berupa fakta maupun angka penelitian.
Berkenaan dengan pernyataan itu, data penelitian ini adalah kutipan berupa kalimat,
paragraf, ataupun dialog tokoh yang menunjukkan psikologi perkembangan kognitif,
yang terdapat di dalam novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa.
3.4 Pemeriksaan Keabsahan Data
Sama halnya dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif pun memiliki
alat uji validitas atau keabsahan data. Keabsahan data merupakan kebenaran terhadap
data penelitian yang ditemukan. Keabsahan data perlu dilakukan oleh peneliti agar
data yang ditemukan dapat dipercaya dan diakui kebenarannya. Berdasarkan
pernyataan itu, peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk memastikan keabsahan
data.
55
56
Menurut Moleong (2010:330), “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Uji keabsahan data melalui
teknik triangulasi ini perlu dilakukan karena peneliti kualitatif tidak bisa diuji dengan
alat uji statistik.”
Denzim (Moleong, 2010:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai
teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan
teori. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti menggunakan teknik penyidik sebagai
teknik pemeriksaan keabsahan data penelitian. Moleong (2010:331) menyatakan
bahwa teknik penyidik dapat dilakukan dengan jalan memanfaatkan peneliti atau
pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.
Dengan demikian, peneliti tidak melakukan penelitian secara sepihak, melainkan
didukung oleh pendapat ahli lainnya. Teknik ini membantu peneliti dalam
mengurangi kemelencengan pengumpulan data. Dalam hal ini, peneliti memilih tiga
orang penyidik yang memiliki keahlian dalam bidangnya sehingga besar
kemungkinan tidak melakukan kesalahan.
Adapun ketiga orang tersebut, yaitu (1) Dr. H. Chussaery Rusdi S. M. Si, yang
merupakan dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang mengampu mata kuliah
kesusastraan, (2) Maemunah S. Pd. yang merupakan guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia di SMP 2 Bandung dan SMP Dian Nusantara, dan (3) Sri Mulyati S. Pd.
yang merupakan guru SD Negeri Patapan. Ketiga orang tersebut dipilih dengan
56
57
pertimbangan memiliki pengetahuan dan pemahaman teoretis yang memadai terkait
aspek psikologi dalam sastra dan perkembangan kognitif. Berdasarkan hasil
identifikasi dan inventarisasi dari sumber data, ditemukan data sebanyak 30 buah.
Setelah dilakukan pengecekan data oleh ketiga penyidik tersebut, data yang absah
untuk diteliti sebanyak 24 buah.
57
58
BAB 4
DESKRIPSI DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN HASIL
ANALISIS
4.1 Biografi Pengarang dan Karyanya
Asmarani Rosalba adalah nama asli dari Asma Nadia. Penulis yang lahir di
Jakarta, tanggal 26 Maret 1972 mulai berkecimpung di dunia tulis menulis ketika dia
mulai mencipta lagu di sekolah dasar. Selanjutnya, ibu dari dua orang anak, yaitu
Salsabila dan Adam Putra ini aktif menulis cerpen, puisi, dan resensi di media
sekolah. Setelah lulus dari SMA 1 Budi Utomo, Jakarta, Asma Nadia melanjutkan
kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Namun, kuliah yang
dijalaninya tidak tamat. Dia harus menjalani istirahat karena sakit yang dideritanya.
Perempuan yang berpendirian kuat, tetapi lemah lembut ini, mempunyai obsesi untuk
terus menulis. Itulah sebabnya, ketika kesehatannya menurun, ia tetap semangat
untuk menulis. Di samping itu, dorongan dan semangat yang diberikan keluarga dan
orang-orang yang menyayanginya, memotivasi Asma untuk terus dan terus menulis.
Perempuan berjilbab ini tetap aktif mengirimkan tulisan-tulisannya ke majalah-
majalah Islam.
Di samping menulis cerita-cerita fiksi, Asma Nadia juga aktif menulis lirik
lagu. Sebagian lirik lagunya dapat ditemukan di album Bestari I (1996), Bestari II
1997, dan Bestari III (2003). Snada The Prestation, Air Mata Bosnia, Cinta Ilahi, dan
58
59
Kaca Diri. Asma Nadia, adik dari penulis Helvy Tiana Rosa ini, karena keinginannya
yang kuat untuk tetap menulis dan menulis ini, akhirnya mendapat penghargaan dan
hadiah sastra. Sebuah cerpennya yang berjudul Imut dan Koran Gondrong pernah
meraih juara I Lomba menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) tingkat nasional yang
diadakan Majalah Anninda 1994 dan 1995. Bukunya Rembulan di Mata Ibu meraih
Adikarya IKAPI untuk kategori Buku Remaja Terbaik I tahun 2001. Selain hadiah
sastra pernah diperolehnya, Asma juga pernah mendapat penghargaan dari Adikarya
IKAPI. Penghargaan itu diraihnya tahun 2002. Berikutnya, tahun 2003, Asma Nadia
menjadi pengarang Fiksi remaja terbaik dari Mizan Award. Dua cerpennya masuk
dalam antologi kumpulan cerpen terbaik Majalah Anninda: Merajut Cahaya (Pustaka
Anninda).
Selain hadiah dan penghargaan sastra atas karya fiksinya itu, Asma Nadia
juga pernah mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara XI di Brunei Darusalam,
workshop kepenulisan novel yang diadakan Majelis Sastra Asia Tenggara
(MASTERA). Dari hasil workshop kepenulisan Mastera, Asma Nadia menghasilkan
novel yang berjudul Derai Sunyi. Sebagai anggota ICMI, Asma Nadia juga pernah
diundang untuk mengisi acara workshop kepenulisan yang diadakan ICMI orsat
Cairo. Kesibukan Asma Nadia sekarang selain sebagai penulis fiksi adalah
mengkomandani Forum Lingkar Pena. Sebuah forum kepenulisan bagi penulis-
penulis muda yang anggotanya hampir ada di 25 provinsi di Indonesia. Perempuan
yang pandai mencipta lirik lagu islami sekaligus menyanyikan ini, juga sering
menjadi pemandu acara pada acara yang bernuansa keislaman. Kini, istri Isa
59
60
Alamsyah juga sibuk dengan pekerjaannya sebagai direktur Yayasan Prakasa Insan
Mandiri (Prima). Ia juga sibuk mengadakan berbagai paket kegiatan anak melalui
Prime Kids dan memberi kursus bahasa Inggris. Buku-buku karya sastranya berupa
cerpen, antara lain, Lentera (An-Najah, 1999), serial Aisyah Putri I sampai dengan 4
(Asy Syaamil), dua buku fabel Ola si Koala (Asy Syaamil), Titian Pelangi (Mizan),
Hari-Hari Cinta Tiara (Mizan), Kepak Sayap Patah (FBA Press), Dialog Dua Layar
(Mizan), Pelangi Menari (Asy Syaamil), Cinta Tak Pernah Menari (Gramedia
Pustaka Utama). Buku novelnya, antara lain, Serenada Biru Dinda (Asy Syaamil),
Pesantren Impian ( Asy Syaamil), Derai Sunyi (Mizan), dan Putri di Antara Peri
Cantik (Lingkar Pena Publising).
Dunia pendidikan dan anak bukanlah hal yang asing bagi Isa. Alumnus UI
jurusan Sastra Jepang, yang telah bertahun-tahun menggeluti bidang pendidikan,
dunia anak, entertainment, selain organisasi kemahasiswaan serta dunia
kewartawanan di media asing. Saat ini, Isa bekerja di TV NHK Jepang setelah
sebelumnya bekerja di koran Jepang YomiuriShimbun, Radio Belanda Nos Radio, dan
menjadi Fixer untuk majalah The Economist dan majalah Investor Jerman, Globus
Vision.
Sejak SD, Isa sudah terlibat dengan berbagai kegiatan pendidikan, kaderisasi,
dan organisasi kepemudaan, mulai dari Pramuka, PMR, PA, Marching Band, dan
berbagai kegiatan lainnya. Menjelang akhir masa SMP, Isa dipercaya untuk menjadi
salah seorang peserta International Trek Camp Palang Merah Remaja di Korea
Selatan. Kegiatan ini mulai membuka wawasannya tentang dunia pendidikan dan
60
61
dunia anak di negara maju dan mulai diterapkan secara lokal di berbagai organisasi
yang dia geluti.
Wawasan kependidikannya dipertajam ketika dia mulai mengambil pekerjaan
paruh waktu di dua lembaga pendidikan bertaraf internasional di Jakarta International
School dan Japan Foundation ketika masa kuliah, sekalipun tidak terlibat langsung
dengan kegiatan ajar-mengajar, yang dilihat dan dirasakan di sana cukup memberikan
wawasan baru tentang bagaimana mendidik anak dan memperlakukan anak didik.
Akhirnya, Isa mulai dapat menuangkan ide-idenya di bidang kependidikan dalam
praktik nyata ketika bekerja di Guide (Gudwah Islamic Education) dan mengajar
diberbagai lembaga pendidikan lainnya, Yayasan Lembaga SABDA (YLSA),
“Biografi Asma Nadia”, Biokristi.htm.dalam www. google.com.2008.
4.2 Sinopsis Novel Rumah Cinta Penuh Warna Karya Asma Nadia dan Isa
Hari ini saya terbangun, oleh langkah suara putri saya. Masih tampak
mengantuk, dia mendekapi secarik kertas gambar sedemikian rupa, seakan yang dia
bawa adalah sesuatu yang sangat penting dan berharga. Ada sebuah tulisan kanak-
kanak yang huruf demi huruf meloncat kian kemari. Bermain dengan Ayah, bagi
anak-anak adalah seperti menonton siaran TV yang terus berlanjut dengan program
acara yang berbeda-beda, dari permainan satu ke permainan berikutnya. Bermain
dengan Ayah bagi mereka seperti guru mengabsen siswa di sekolah, yang memanggil
nama satu persatu. Ayah memang teman bermain favorit anak-anak. Sementara
Bunda adalah teman pendamping favorit bagi anak-anak sebelum tidur.
61
62
Bagi orang tua, kehadiran anak kedua bisa berarti pemenuhan keinginana
mereka untuk membuat suasana rumah lebih ramai, bisa berarti adanya harapan untuk
memiliki anak lagi dengan jenis kelamin yang berbeda, bahkan bisa juga berarti
ibadah, atau berbaga kebahagiaan baru yang akan datang. Di sisi lain, bagi para
orang tua, memiliki anak kedua juga bisa berarti persiapan biaya bersalin dengan
segala kemungkinannnya, biaya tambahan untuk susu, kembali bangun tengah malam
di puncak kelelahan, dan berbagai tanggung jawab tambahan yang akan datang.
Caca menjadi pemangsa buku, dia begitu gemar membaca buku Harry Pootter
yang begitu tebal dapat Caca lahap dalam seminggu atau beberapa hari ketika usianya
baru lima tahun. Jika kehabisan buku, Caca dapat membaca ulang buku yang sudah
dibacanya. Melihat Caca menulis, awalnya sering menguji kesabaran karena Caca
yang nyaris tidak bisa diam melihat layar komputer, mengoceh sendiri, mengetik
beberapa kalimat, lalu memutar-mutar kursi. Mengetik lagi, lalu melompat dan
bernyanyi-nyanyi, mengetik lagi, memaju mundurkan kursi, mengetik lagi, dan
mencubit pipi adiknya yang menggemaskan keras-keras. Cerita-cerita di buku Caca
bukan cerita yang sangat luar biasa, tetapi bahwa ia lahir dari sudut pandang anak
usia 7 tahun, sungguh mengalirkan kejernihan. Tak ada yang lebih indah bagi
orangtua saat melihat dua anak kita bermain bersama serta saling mengisi dan
melengkapi. Apalagi jika sampai beranjak dewasa mereka masih akrab dan saling
medukung, tentu saja sangat membahagiakan.
Mendidik dan membesarkan anak bukanlah sekedar proses alami yang kita
jalani sebagaimana air mengalir tanpa konsep dan tanpa tujuan. Pendidikan harus
62
63
merupakan konsep dan sistem integral yang terencana, teruji, dapat dievaluasi, dan
direvisi, serta dapat memaksimalkan kemampuan dan potensi secara nyata.
Lingkungan harus diciptakan seramah mungkin, semerangsang mungkin bagi
perkembangan anak dan lingkungan serta pendidikan yang pertama kali ditemukan
oleh bayi-bayi kita adalah orangtua, keluarga, rumah, dan lingkungan sekitar. Dengan
demikian, kunci sukses pendidikan pada masa dini adalah di rumah dan kuncinya
terletak pada orangtua. Kesadaran itulah yang membuat kami selalu berusaha
menciptakan lingkungan yang ramah, hangat, aman, dan mendidik bagi anak-anak
kami.
Caca dan Adam sekalipun dididik secara sama oleh orang sama sering kali
memberikan hasil yang berbeda, bahkan terkadang seperti bumi dan langit. Dari hari
ke hari, kami melakukan perbaikan, pembenahan, evaluasi terhadap perkembangan
anak-anak kami. Berbagai trik kami coba untuk mengatasi berbagai masalah,
berbagai perbaikan kami lakukan, berbagai kekurangan kami tinggalkan, tetapi
pendidikan adalah proses yang tak akan pernah selesai. Hari-hari kami bersama anak-
anak hanyalah hari-hari biasa sebagaimana hari-hari keluarga lain. Hanya saja, kami
memperlakukannya sebagai hari yang luar biasa karena sesungguhnya demikianlah
hari-hari bersama anak kami. Memiliki anak adalah mukjizat walaupun semiliar
orang lain juga punya anak, dengan menghargai mukjizat ini, kita akan bersyukur dan
bersungguh-sungguh memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita.
63
64
4.3 Deskripsi Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kalimat atau dialog tokoh dan
antartokoh di dalam novel Rumah Cinta Penuh Warna yang mengungkapkan
psikologi perkembangan kognitif. Psikologi perkembangan kognitif yang
teridentifikasi dari kalimat atau dialog tokoh dan antartokoh dalam novel Rumah
Cinta Penuh Warna adalah sebagai berikut: (1) perkembangan kognitif sensori
motorik; (2) perkembangan kognitif praoperasional; (3) perkembangan kognitif
operasi konkret; (4) perkembangan kognitif operasi formal.
Untuk kepentingan analisis, data penelitian dituliskan disertai dengan kode.
Tujuan pengodean adalah mempermudah peneliti dalam menganalisis data yang
ditemukan. Pengodean data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel
Pengodean untuk Data
No Kode Keterangan
1 D Data
2 Ka Kalimat
3 SM Sensori Motorik
4 PO Praoperasional
5 OK Operasional Konkret
6 OF Operasional Formal
64
65
Inventarisasi Data
No Tokoh Data Kode Data
1 Caca Saya ingat banyaknya kosakata yang bisa disusun Caca ketika usianya belum lagi satu tahun. Seterusnya, ketika anak-anak kecil lain mampu 5 kata dalam satu kalimat, Caca sudah bisa menyusun 11 kata, kosakata yang dibilang banyak orang tidak lumrah untuk anak balita.
D1-K1-SM
2 Caca Setelah secara telaten kami latih, Caca bisa membuka majalah tanpa robek pada usia yang sangat dini, kurang dari 1 tahun. Ketika anak lain membuka majalah dengan merobek-robek, Caca sudah bisa membukalembar perlembar.
D2-K2-SM
3 Caca “Kalau Bunda mau, Caca bisa kok menulis Buku Bunda. Bunda tinggal kasih tau ceritanya bagaimana, nanti Caca yang tulis.”“Tenang aja, Bunda. Caca mengerti kok dunia menulis!”
D3-K3-SM
4 Adam Suatu hari, pangeran kecil kami, Adam, berlari tergopoh-gopoh dari halaman dan menabrakku. Ia baru saja melihat sesuatu yang tak sabar ingin dibaginya kepadaku. Katanya, “Bunda bulan teltutup awan!” Aku diam. Tercengang dengan pilihan kata si bungsu yang baru dua tahun. Tiba-tiba aku merasa begitu beruntung sebab berada di sana, ketika dia bicara dan terlihat begitu dewasa.
D4-K4-SM
5 Adam Hujan makin deras. Adam yang melihat curahan air dari langit yang kian deras tiba-tiba memandangku, dengan mata bulatnya, menolehkan kejernihan anak-anak. Katanya, sekonyong-konyong “Bunda, Adam harus soleh, supaya langitnya engga nangis lagi.”
D5-K5-SM
65
66
Aku mendekapnya erat. Bagaimana kalimat sejernih itu lahir dari mulutnya yang kecil?
6 Caca Caca dari mana? Kenapa lama?” sambil menegakkan badan, usai mengatupkan risleting tasnya, Caca pun menjawab, tangannya menunjuk sebuah kotak di sudut restoran, “aku baru nyumbang, Bunda. Katanya untuk anak yatim!” dengan penuh ingin tahu, saya pun bertanya, “Memangnya Caca nyumbang berapa?” wajahnya biasa saja, ketika sambil berjalan Caca menjawab, “Delapan koin, Bunda. Semuanya dua ribu empat ratus rupiah!”
D6-K1-PO
7 Caca Delapan koin yang sepertinya dia rogoh dengan susah payah dari tas. Delapan koin di antara uang ribuan dan puluhan ribu dalam kotak kaca. Delapan koin yang membuat saya terenyuh, sekaligus merasa malu. Hari itu, saya belajar satu hal dari Caca.
D7-K2-PO
8 Adam “Masya Allah, banya’ amat mobilnya nih.” Atau “Masalahnya apa?” sebagai jawaban saat aku menegur kebiasaannya manjat-manjat kursi. Lalu...”Adam kan masih bayi!”
D8-K3-PO
9 Adam Kata Ayah, aku boleh main hujan!” (Tidak pernah terjadi, kecuali hujan buatan dari shower). “Kata Ayah, aku boleh naik sepeda!” (Padahal, hari mendung). “Kata Ayah, aku boleh makan eskrim kok!” (Padahal, Adam lagi batuk!).
D9-K4-PO
10 Adam Pada usianya yang 4 tahun, Adam memang sudah bisa dinasehati dan diajak diskusi. Ada kata-kata khas yang selalu dilontarkan Adam setiap kali mau membantu kakaknya, dan selalu disampaikan dengan gaya betawi yang kental.
D10-K5-PO
66
67
Tenang aja Ca,...
11 Caca “Kenapa orang cerai, Ca?” tanpa berpikir, dengan cepat Caca menjawab.“ Karena pertengkaran, karena kesulitan, misalnya ada bencana yang menimpa ayah, yang lain disuruh lari,biar ayahnya aja yang jadi korban. Begitu Bunda.”
D11-K1-OK
12 Caca “Bunda, Caca mungkin engga rangking satu. Gimana kalau Caca ternyata rangking dua? Gimana kalau rangking tiga?”
D12-K2-OK
13 Adam Ketika kami bilang, “Caca kalau kamu tidak makan, nanti buku Doraemonnya Bunda simpan.” Adam menyela, “ Tenang aja Ca, nanti aku cariin.”
D13-K3-OK
14 Adam Ketika kami memancing Caca, “Caca boleh dapat hadiah ini jika bisa menjawab pertanyaan Ayah Bunda. “Adam juga ikutan nimbrung, “Tenang aja Ca, nanti aku yang beliin.”
D14-K4-OK
15 Adam Ketika kami bilang “Ayo Caca cepat tidur, besok sekolah.” Dengan santai adam nyeletuk, “Tenang aja Ca nanti aku bangunin.”
D15-K5-OK
16 Caca “Bukan gitu. Tapi kan Caca malu kalau teman-teman ngledekin: Caca enggak rangking, Caca engga rangking!”
D16-K1-OF
17 Caca “Bunda, gimana kalau Caca kasih Adam uang di celengan Caca? Jadi, Adam bisa tetep merasakan ulang tahun dengan teman-teman. Kasihan kan Bunda, aku sudah sering mengundang teman, tapi Adam sekalipun belum. Plis ya Bunda?”
D17-K2-OF
18 Caca “Bunda...Bunda...” ujarnya sambil menepuk pundakku, “Kan Bunda sendiri yang pernah bilang, penampilan tidak penting, yang penting kalau Bunda mengisi seminar,
D18-K3-OF
67
68
Bunda ngisinya bagus.
19 Caca Kalau Bunda baca cerpen, Bunda baca cerpennya bagus. Kalau Bunda nasyid bersama Bestari, Bunda nyanyinya bagus. Pede aja lagi, Bunda!”
D19-K4-OF
20 Adam Kini, Adam Putra Firdaus menjelang 5 tahun dan menunjukan perkembangan yang baik. Frekuensi kunjungan kami ke dokter saraf anak sudah jauh berkurang. Dari dua pekan sekali, sebulan sekali, tiga bulan sekali, hingga enam bulan sekali. Terakhir, dokter malah tidak meminta kami untuk kembali. Sejauh ini pula, Adam menunjukkan kecerdasan yang alhamdulillah bahkan di atas rata-rata, dilihat dari kosakata yang dimiliki dan nalarnya.
D20-K5-OF
21 Adam “Adam, maaf ya...tadi bunda gak lewat tempat donat. Jadi, nggak beli deh. Tapi, besok, insya Allah bunda beliin!”“Gak apa kok Bunda, lagian, kapan-kapan juga masih bisa.”
D21-K6-OF
22 Adam “Aduh Adam, maaf ya... tadi bundan nggak jemput Adam pulang sekolah, soalnya ternyata banyak telepon dari kantor.”“Gak apa kok Bunda, kan udah diwakilin sama Caca.”
D22-K7-OF
23 Adam “Kali lain, ketika berjanji untuk membelikan boneka Dr. Oct, musuh Spiderman sebagai hadiah ulang tahun yang diminta Adam. Sayangnya, karena kami berangkat ke mall sehabis isya, tak banyak waktu yang kami punya, toko mainan ternyata sudah tutup.“Gak apa kok Bunda, besok kalau tokonya buka kan Bunda bisa beli.”
D23-K8-OF
68
69
24 Adam Duh, Adam seakan punya segudang pengertian untuk mengobati kekecewaan dirinya sendiri, juga kecewa dan perasaan bersalah Ayah atau Bundanya karena gagal menepati janji.
D24-K9-OF
4.4 Analisis Data
4.4.1 Analisis Data Tahap Periode Sensori Motorik
(1) Kode Data
D1-K1-SM
Data
Saya ingat banyaknya kosakata yang bisa disusun Caca ketika usianya belum lagi satu tahun. Seterusnya, ketika anak-anak kecil lain mampu 5 kata dalam satu kalimat, Caca sudah bisa menyusun 11 kata, kosakata yang dibilang banyak orang tidak lumrah untuk anak balita (Nadia, 2005:58).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut mencerminkan bahwa pada tahap sensori motorik awal tokoh
Caca sudah menunjukkan kemampuan kognitifnya, ia sudah dapat menyusun 11
kosakata dengan baik pada usianya yang belum satu tahun tanpa bantuan kedua orang
tua. Perkembangan bahasa yang dialami tokoh Caca dengan bekal kosakata yang
sudah semakin banyak mampu menghasilkan ucapan-ucapan yang lebih panjang dan
menunjukkan bahwa Caca sudah memiliki sejumlah bentuk gramatikal yang bagus,
termasuk etika mengungkapkan bahasanya. Perkembangan kemampuan motorik
69
70
berjalan pada anak yang cerdas dimulai pada usia 12 bulan kemudian perkembangan
bahasa (berbicara) anak yang cerdas dimulai pada usia 16 bulan.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Asrori, 2007:147) tinggi rendahnya
kemampuan kognitif individu akan mempengaruhi cepat lambatnya perkembangan bahasa
individu tersebut. Individu yang dalam kehidupan sehari-hari banyak berinteraksi dengan
lingkungan yang kaya dalam kemampuan berbahasanya, akan cenderung memiliki
kesempatan yang lebih banyak dan lebih bagus untuk mengembangkan kemampuan
bahasanya.
(2) Kode Data
D2-K2-SM
Data
Setelah secara telaten kami latih, Caca bisa membuka majalah tanpa robek pada usia yang sangat dini, kurang dari 1 tahun. Ketika anak lain membuka majalah dengan merobek-robek, Caca sudah bisa membuka lembar perlembar (Nadia, 2005:137).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh Caca mempunyai kreativitas
yang tinggi dalam menunjukkan kemampuanya membuka sebuah majalah, agar
potensi kreatif anak dapat diwujudkan diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong dari
luar untuk memotivasi rangsangan yang ada pada anak dan begitupun berkaitan
dengan respon dari orang tua dan lingkungan sekitar.
70
71
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suparno (2001: 43) yang menyatakan bahwa
pada tahap ini, anak semakin sadar bahwa orang lain dan juga benda lain dapat menjadi
penyebab suatu tindakan, anak pada tahap ini juga sadar bahwa benda-benda lain pun
dapat menjadi sumber kejadian yang lain. Selain itu, Caca mengalami perkembangan
kognitif yang sangat baik relatifnya ketika usia anak-anak yang lain belum dapat melakukan
untuk membuka majalah dengan baik, di atas diperlihatkan oleh Caca bahwa ia mampu
membuka majalah setiap lembaran dengan tidak merobeknya. Perkembangan yang dialami
oleh tokoh Caca berbeda dengan perkembangan anak lainnya.
(3) Kode Data
D3-K3-SM
Data
“Kalau Bunda mau, Caca bisa kok menulis Buku Bunda. Bunda tinggal kasih tau ceritanya bagaimana, nanti Caca yang tulis.”
“Tenang aja, Bunda. Caca mengerti kok dunia menulis!” (Nadia, 2005:47).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Tokoh Caca sudah memiliki bakat yang
diturunkan dari kedua orang tuanya, orang tua Caca seorang penulis yang cukup
terkenal dalam dunia menulis begitupun Caca, ia sudah mempunyai bakat dalam
dunia menulis di saat usianya belum 5 tahun, kemampuan Caca dalam dunia menulis
mulai terlihat ketika ia sudah mempunyai karya tulis sendiri. Hal tersebut sesuai
71
72
dengan pendapat Tarigan (2011: 10) yang menyatakan bahwa pada tahap ini,
kepribadian seorang anak akan jelas terlihat saat ia mencoba memperoleh
kemampuan untuk mengekspresikan emosinya, mengekspresikan empatinya terhadap
orang lain.
Kepedulian yang diperlihatkan tokoh Caca di atas sangat besar terhadap bunda
padahal Caca belum mengerti benar tentang dunia menulis, tetapi sifat yang ditunjukkan
kepada bunda seperti seorang yang sudah mengerti dengan dunia menulis, kemampuan
Caca sudah terlihat dalam bidang menulis karena diusianya yang masih kecil sudah memiliki
karya sendiri.
(4) Kode Data
D4-K4-SM
Data
Suatu hari, pangeran kecil kami, Adam, berlari tergopoh-gopoh dari halaman dan menabrakku. Ia baru saja melihat sesuatu yang tak sabar ingin dibaginya kepadaku. Katanya, “Bunda bulan teltutup awan!” Aku diam. Tercengang dengan pilihan kata si bungsu yang baru dua tahun. Tiba-tiba aku merasa begitu beruntung sebab berada di sana, ketika dia bicara dan terlihat begitu dewasa (Nadia, 2005:26).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Perkembangan kognitif sensori motorik
yang di perlihatkan tokoh Adam merupakan proses psikologis yang di dalamnya
melibatkan proses memperoleh dan menggunakan pengetahuan, serta kegiatan-
72
73
kegiatan mental seperti megamati kejadian yang sedang berlangsung melalui interaksi
dengan lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001:42)
yang menyatakan bahwa pada tahap ini, tingkah laku anak ini menjadi inteligensi
sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru.
Keingintahuan akan benda-benda menjadi sangat besar, anak mulai menggunakan
gerakan-gerakan dan tindakan yang bervariasi.
Selain hal tersebut, proses perkembangan kognitif yang ditunjukkan tokoh Adam
ketika ia melihat pemandangan yang indah dan tidak sabar untuk memberitahukan kepada
bunda. Adam tidak ingin melewatkan sebuah kejadian yang dilihatnya hanya seorang diri, ia
bergegas masuk ke dalam rumah kemudian dengan cepat menggandeng tangan bunda
untuk cepat keluar menuju halaman, Adam ingin berbagi kepada bunda sebuah
pemandangan yang Adam lihat.
(5) Kode Data
D5-K5-SM
Data
Hujan makin deras. Adam yang melihat curahan air dari langit yang kian deras tiba-tiba memandangku, dengan mata bulatnya, menolehkan kejernihan anak-anak. Katanya, sekonyong-konyong “Bunda, Adam harus soleh, supaya langitnya engga nangis lagi.” Aku mendekapnya erat. Bagaimana kalimat sejernih itu lahir dari mulutnya yang kecil? (Nadia, 2005:27).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
73
74
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Tokoh Adam berkembang menjadi
pribadi yang kreatif, ia mengungkapkan sebuah bahasa yang berkembang didasari
oleh potensi yang ada dalam diri dan ditunjang oleh pengalaman selama berinteraksi
dengan lingkungannya, dari situlah perkembangan kemampuan berpikir anak mulai
terlihat. Lingkungan yang baik akan mempengaruhi tumbuh berkembangnya anak
menjadi pribadi yang baik namun, sebaliknya jika lingkungan anak tidak baik anak
akan mudah mempengaruhi dalam pertumbuhannya
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001: 47) yang
menyatakan bahwa pada tahap ini, secara mental seorang anak mulai dapat
menggambarkan suatu kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan
gambaran tersebut. Seorang anak membentuk pengetahuannya sendiri, proses
asimilasi dan akomodasi yang terjadi pada anak dalam menghadapi lingkungannya
menunjukkan bahwa anak aktif membentuk pengetahuannya sudah sejak lahir.
psikologi perkembangan periode sensori motorik yang dialami Adam sangat luar
biasa, tidak disangka anak kecil yang belum mengerti apapun sudah berbicara seperti
orang dewasa yang dari mulutnya keluar kata-kata indah.
4.4.2 Analisis Data Tahap Periode Praoperasional
(1) Kode Data
74
75
D6-K1-PO
Data
Caca dari mana? Kenapa lama?” sambil menegakkan badan, usai mengatupkan risleting tasnya, Caca pun menjawab, tangannya menunjuk sebuah kotak di sudut restoran, “aku baru nyumbang, Bunda. Katanya untuk anak yatim!” dengan penuh ingin tahu, saya pun bertanya, “Memangnya Caca nyumbang berapa?” wajahnya biasa saja, ketika sambil berjalan Caca menjawab,“Delapan koin, Bunda. Semuanya dua ribu empat ratus rupiah!” (Nadia, 2005:21).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001: 55) pada
tahap ini, anak-anak lebih sosial dan menggunakan bahasa serta tanda untuk
menggambarkan sesuatu konsep. Secara jelas, penggunaan bahasa pada masa ini
menggambarkan cara berpikir simbolis. Disamping dicirikan berfikir simbolis pada
masa ini, juga dicirikan dengan pemikiran intuitif. Pemikiran simbolis, yaitu
pemikiran dengan menggunakan simbol atau tanda, berkembang sewaktu anak mulai
suka menirukan sesuatu, keaktifan anak menirukan orang tuanya akan memperlancar
pemikiran simbolisnya.
Kutipan di atas, menjelaskan bahwa tokoh Caca anak kecil yang usianya belum lima
tahun memiliki hati mulia, ia mengerti dengan adanya kotak amal yang disediakan untuk
anak-anak yatim sehingga hatinya tergerak untuk menyumbang sebagian dari uang jajannya.
Tokoh Caca memiliki psikologi perkembangan yang sangat baik sehingga ia sudah mengerti
setiap simbol-simbol yang berada di sekelilingnya.
75
76
(2) Kode Data
D7-K2-PO
Data
Delapan koin yang sepertinya dia rogoh dengan susah payah dari tas. Delapan koin di antara uang ribuan dan puluhan ribu dalam kotak kaca. Delapan koin yang membuat saya terenyuh, sekaligus merasa malu. Hari itu, saya belajar satu hal dari Caca (Nadia, 2005:22).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut sesuai dengan pendapat (Asrori, 2007:134) kemampuan anak
mengembangkan pemikiran logis sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai
mangembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa
lalu dan masa yang akan datang, meskipun masih dalam jangka pendek selain itu,
anak memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa penting dalam
lingkungannya.
Selain itu, tokoh Caca sangat peduli di lingkungan sekitarnya untuk saling berbagi
dan memberi, walaupun uang koin yang Caca sumbangkan untuk anak yatim tidak seberapa
tetapi Caca ikhlas memberikannya. Anak sekecil itu sudah mengerti arti berbagi dan
memberi. Ayah dan bunda Caca pun sangat bangga memiliki anak sepintar dan sebaik Caca.
Pada usianya yang masih kecil Caca sudah memiliki hati yang begitu mulia, ia seakan sudah
mengerti bahwa hidup di dunia ini tidak sendiri tetapi begitu banyak saudara-saudara kita
meskipun itu orang lain. Caca yang masih kecil tetapi sudah rela untuk berbagi kebahagiaan
76
77
dengan orang lain dengan cara memberikan sedekah untuk anak-anak yatim yang tidak
seberuntung dirinya.
(3) Kode Data
D8-K3-PO
Data
“Masya Allah, banya’amat mobilnya nih.” Atau “Masalahnya apa?” sebagai jawaban saat aku menegur kebiasaannya manjat-manjat kursi. Lalu...”Adam kan masih bayi!” (Nadia, 2005:55).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Tokoh Adam memiliki potensi kreatif
yang unik yang berinteraksi dengan orang lain baik tentang pengalaman ataupun
keadaan hidupnya. Lingkungan yang merupakan tempat anak berinteraksi dapat
mendukung berkembangnya kreativitas anak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Nurgiyantoro (2005: 61) bahwa, di dalam diri anak terdapat hubungan yang erat
antara perkembangan pemahaman secara kognitif dan kemampuan berbahasa
sebagaimana anak mempergunakan bahasa sebagai sarana untuk mengorganisasikan
dan menerangkan dunia.
Selain hal tersebut, Adam yang belum lancar berbicara dan kata-kata yang keluar
dari mulutnya tidak begitu jelas, namun ia sudah memiliki gaya seperti orang dewasa dan
merasa takjub ketika Adam melihat kendaraan roda empat yang begitu banyak dan
77
78
peristiwa apapun yang dilihat Adam selalu menarik baginya. Setiap kejadian yang menarik
Adam tidak ingin melihatnya sendiri, ia selalu berbagi dengan keluarga.
(4) Kode Data
D9-K4-PO
Data
Kata Ayah, aku boleh main hujan!” (Tidak pernah terjadi, kecuali hujan buatan dari shower). “Kata Ayah, aku boleh naik sepeda!” (Padahal, hari mendung). “Kata Ayah, aku boleh makan eskrim kok!” (Padahal, Adam lagi batuk!) (Nadia, 2005:69).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Adam yang mulai berani berbohong
terhadap bunda. Bunda tidak menyangka Adam berani berbohong padahal kedua
orang tuanya tidak pernah mengajarkan anak-anaknya untuk berbohong. Adam
menunjukkan dunia bermainnya dengan melakukan semua apa yang diinginkannya
harus terpenuhi walaupun itu hal yang tidak baik, namun Adam anak yang pintar dan
baik walaupun suka menunjukkan sifat kenakalannya tapi ketika dinasehati Adam
langsung mengerti dan memiliki sifat layaknya seperti orang dewasa.
Dengan demikian tuturan di atas mengungkapkan pada tahap ini, anak berusaha
mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dengan
bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki anak berusaha berbohong kepada
orang tua untuk memecahkan masalah tersebut. Namun, pada tahap ini belum ada arah
78
79
yang tetap meskipun anak sudah mampu mengeksplorasi untuk memecahkan masalah yang
terjadi. Anak masih sangat membutuhkan perhatian kedua orang tua untuk mengamati
perkembangan kemampuan berpikir pada anak.
(5) Kode Data
D10-K5-PO
Data
Pada usianya yang 4 tahun, Adam memang sudah bisa dinasehati dan diajak diskusi. Ada kata-kata khas yang selalu dilontarkan Adam setiap kali mau membantu kakaknya, dan selalu disampaikan dengan gaya betawi yang kental.
Tenang aja Ca,...(Nadia, 2005:72).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Perkembangan hubungan sosial anak
semakin berkembang ketika anak mulai berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya
yang mungkin menyetujui tetapi ada pula yang menghalangi keinginannya. Tokoh
Adam berinteraksi dengan Caca kakaknya mereka saling mempengaruhi satu sama
lain untuk menciptakan hasil yang sama dalam menentang perintah bunda. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001:62) pada tahap ini, pemikiran
anak masih egosentris, ia belum dapat melihat pandangan orang lain. Ia percaya
bahwa setiap orang itu berpikir sama dengannya. Akibatnya adalah bahwa seorang
79
80
anak tidak pernah mempertanyakan pikirannya sendiri karena itu yang dianggap
paling benar.
Selain itu, kekompakkan kaka beradik Adam dan Caca terlihat dalam kata-
kata Adam yang setiap waktu dapat membantu kakaknya Caca jika ada hal yang tidak
diijinkan oleh kedua orang tuanya. Adam sangat peduli kepada Caca, rasa cinta dan
sayang yang diterapkan oleh kedua orang tua mereka berhasil, tetapi Adam tidak
hanya membela Caca dalam hal positif, ia juga membela Caca dalam hal negatif.
4.4.3 Analisis Data Tahap Periode Operasi Konkret
(1) Kode Data
D11-K1-OK
Data
“Kenapa orang cerai, Ca?” tanpa berpikir, dengan cepat Caca menjawab. “ Karena pertengkaran, karena kesulitan, misalnya ada bencana yang menimpa ayah, yang lain disuruh lari,biar ayahnya aja yang jadi korban. Begitu Bunda.” (Nadia, 2005:29).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut mecerminkan bahwa tingkah laku yang ditunjukkan Caca
memberikan pengaruh besar pada perkembangan operasional konkretnya, ia
memberikan respon dengan cepat atas pertanyaan yang diberikan kedua orang tuanya.
80
81
Respon atau reaksi pada saat yang tepat terhadap tingkah laku anak dapat
memberikan pengaruh yang penting terhadap rasa percaya diri anak.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001: 69) pada tahap
ini, anak telah mengembangkan sistem pemikiran logis yang dapat diterapkan dalam
memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi. Oleh karena itu, ia tidak
mempunyai banyak kesulitan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan konservasi.
Pemikiran anak juga lebih decentering dari pada tahap sebelumnya , yaitu dapat
menganalisis masalah dari berbagai segi.
(2) Kode Data
D12-K2-OK
Data
“Bunda, Caca mungkin engga ranking satu. Gimana kalau Caca ternyata ranking dua? Gimana kalau rangking tiga?” (Nadia, 2005:42).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh caca tidak tenang atau
mengalami kecemasan yang luar biasa karena rasa takutnya jika tidak mendapatkan
ranking di kelasnya. Biasanya anak seuisa Caca tidak peduli dengan ranking di kelas
81
82
tetapi tokoh Caca sangat peduli dan sangat mengharapkan dapat menjadi ranking satu
karena Caca ingin memiliki prestasi yang bagus dan dapat membanggakan kedua
orang tuanya.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarigan (2011: 51) pada tahap ini, rasa takut
adalah sejenis emosi yang terdapat dalam kehidupan nyata dan dalam buku-buku, banyak
anak-anak yang merasa takut pergi ke sekolah untuk pertama kalinya ataupun pindah ke
lingkungan tetangga baru. Anak-anak harus belajar menanggulangi serta mengendalikan
emosi mereka dan harus memiliki konsep pribadi yang positif, konsep pribadi mereka
merupakan cermin dari apa yang mereka yakini mengenai diri mereka.
(3) Kode Data
D13-K3-OK
Data
Ketika kami bilang, “Caca kalau kamu tidak makan, nanti buku Doraemonnya Bunda simpan.” Adam menyela, “Tenang aja Ca, nanti aku cariin.” (Nadia, 2005:73).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Adam akan selalu membela kakanya
dari teguran bunda karena Caca susah untuk makan, sehingga bunda dengan terpaksa
menegur Caca dengan mengancam buku doraemon kesukaannya akan disimpan.
82
83
Namun Adam yang belum tahu antara benar dan salah dengan besar hati membela
kakaknya seperti pahlawan yang selalu ada untuk Caca.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarigan (2011: 50) pada tahap ini, anak-anak
menjalani berbagai tahap perkembangan pribadi atau perkembangan personalitas apabila
mereka mencoba mencapai kemampuan untuk menyatakan berbagai emosi yang berterima,
mengekspresikan empatinya kepada orang lain, serta mengembangkan berbagai perasaan
harga diri dan isi hati.
(4) Kode Data
D14-K4-OK
Data
Ketika kami memancing Caca, “Caca boleh dapat hadiah ini jika bisa menjawab pertanyaan Ayah Bunda. “Adam juga ikutan nimbrung, “Tenang aja Ca, nanti aku yang beliin.” (Nadia, 2005:73).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa perhatian Adam kepada kakaknya
melebihi perhatian kedua orang tuanya. Adam seakan-akan selalu ada dan selalu
dapat melakukan apapun yang kakaknya inginkan, sementar itu Adam yang belum
beranjak dewasa dan belum dapat mencari penghasilaan sendiri, kebutuhan Adam
masih tanggung jawab kedua orang tuanya tetapi Adam yang memiliki pemikiran
83
84
seperti orang dewasa yang kapan saja Caca butuh benda yang disukainya, Adam akan
selalu membantu untuk mendapatkannya.
Perhatian yang di tunjukkan Adam terhadap kakaknya merupakan dasar
berkembangnya hubungan emosional yang baik antara kakak dan adik, hubungan penuh
stimulasi dan perhatian sangat dibutuhkan bagi perkembangan anak yang sehat. Bila anak
mendapatkan stimulasi, bila ia diterima, bila ia memperoleh kehangatan, maka hal-hal ini
akan berpengaruh sangat positif bagi perkembangan anak.
(5) Kode Data
D15-K5-OK
Data
Ketika kami bilang “Ayo Caca cepat tidur, besok sekolah.” Dengan santai adam nyeletuk, “Tenang aja Ca nanti aku bangunin.” (Nadia, 2005:73).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa perhatian yang ditunjukan Adam pada
Caca seakan-akan Adam yang menjadi pahlawan untuk Caca dimanapun Caca
mendapat kesulitan Adam akan selalu ada untuk membantunya, perkembangan yang
diperlihatkan Adam sangat luar biasa dalam umurnya yang baru empat tahun sudah
mempunyai fikiran yang begitu dermawan untuk membahagiakan kakanya.
Menurut Berne Patricia dalam bukunya yang berjudul Membangun Harga
Diri Anak, dalam interaksi sosial terjadi pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan
84
85
sosial pada anak. Melalui interaksi sosial, anak belajar menerima dan memberi kasih
sayang, belajar memahami orang lain dan belajar mengenal kaidah-kaidah sosial yang
digunakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan bagi keberlangsungan hidupnya.
Untuk anak yang memiliki masalah psikologis, interaksi sosial yang intimn akan
membentuk rasa aman, hangat dan kasih sayang, dimana hal tersebut dibutuhkan anak
dalam proses tumbuh kembang mereka.
4.4 Analisis Data Tahap Periode Operasi Formal
(1) Kode Data
D16-K1-OF
Data
“Bukan gitu. Tapi kan Caca malu kalau teman-teman ngledekin: Caca enggak ranking, Caca engga ranking!” (Nadia, 2005:43).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Tokoh Caca mengalami kecemasan
yang sangat emosional, ia mengalami pemahaman yang sulit dalam mengeskpresian
emosinya, dengan bimbingan bundanya perlahan atau secara lambat Caca belajar
mengendalikan emosinya. Hal itu sejalan dengan pendapat Asrori (2007:162) yang
menyatakan bahwa pada tahap ini anak telah mengembangkan sistem pemikiran logis
85
86
yang dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang
dihadapi.
Selain hal tersebut, tokoh Caca akan merasa malu jika tidak mendapatkan ranking di
kelas, Caca malu jika teman-teman kelasnya meledek karena Caca tidak mendapatkan
ranking. Tokoh Caca ingin membuktikan kepada teman-temannya bahwa Caca layak dan
pantas untuk mendapatkan ranking di kelas, Caca tidak mau kalah bersaing untuk
mendapatkan prestasi dengan teman-teman di kelasnya. Semangat belajar Caca dalam
dunia pendidikan begitu besar, kecemasan dan rasa gundah yang dialami Caca pun begitu
besar dan ada rasa takut, malu, dan depresi yang Caca rasakan ketika akan mendapatkan
hasil akhir perjuangan selama dalam pendidikan di sekolah dasar.
(2) Kode Data
D17-K2-OF
Data
“Bunda, gimana kalau Caca kasih Adam uang di celengan Caca? Jadi, Adam bisa tetep merasakan ulang tahun dengan teman-teman. Kasihan kan Bunda, aku sudah sering mengundang teman, tapi Adam sekalipun belum. Plis ya Bunda?” (Nadia, 2005:25).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan kognitif tokoh Caca
mengalami perkembangan tahap demi tahap menuju kesempurnaannya. Secara
sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk
86
87
berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan
masalah dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat di luar.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2005: 58) pada tahap ini,
kepandaian dan perasaan rendah diri, anak berusaha mengembangkan rasa gembira
dan bangga jika dapat melakukan sesuatu atau menghasilkan dari aktivitasnya, atau
justru sikap sebaliknya jika tidak mampu anak akan merasa rendah diri.
Kutipan di atas juga memcerminkan tokoh Caca yang begitu dermawan untuk
membantu Adam supaya tetap merayakan ulang tahun adiknya dengan menyumbangkan
uang yang ada di celengan miliknya agar ulang tahun Adam tetap terlaksana, walaupun uang
celengan yang dimiliki Caca tidak seberapa, namun niat baik Caca untuk membantu Adiknya
membuat Bundanya terharu dan bangga memiliki anak seperti mereka berdua.
(3) Kode Data
D18-K3-OF
Data
“Bunda...Bunda...” ujarnya sambil menepuk pundakku, “Kan Bunda sendiri yang pernah bilang, penampilan tidak penting, yang penting kalau Bunda mengisi seminar, Bunda ngisinya bagus. Kalau Bunda baca cerpen, Bunda baca cerpennya bagus.” (Nadia, 2005:33).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Caca seorang gadis kecil yang mampu
mengajarkan bundanya untuk tampil percaya diri dalam mengisi suatu acara. Caca
87
88
gadis kecil yang pintar yang dapat memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi
bundanya, ia memberikan solusi dengan penuh percaya diri seperti seorang ibu yang
sedang mengajarkan anaknya ketika akan melakukan pentas.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Desmita, 2007:106) anak dapat
memahami dan mengerti orang lain. Ia juga dapat bersikap bijaksana atas apa yang ia alami
dan hadapi, di sini dalam melatih kecerdasan emosional, orang tua harus menampilkan
suasana damai dengan sikap saling menghargai satu sama lain, tekun, ulet, dan banyak
memberi senyum. Selain itu, anak memperoleh kebanyakan dari responsi, perilaku, dan
keyakinan mereka dengan cara mengamati orang lain. Anak akan meniru perilaku dan
responsi lainnya dari orang tua atau lingkungan sekitar.
(4) Kode Data
D19-K4-OF
Data
Kalau Bunda nasyid bersama Bestari, Bunda nyanyinya bagus. Pede aja lagi, Bunda!” (Nadia, 2005:33).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Caca yang dengan percaya diri
menasehati bundanya untuk tidak terlalu mementingkan penampilan, tapi yang lebih
penting dilihat dari setiap kemampuan yang dimiliki. Setiap orang memiliki keahlian
yang berbeda-beda dan kita harus tahu keahlian yang kita miliki, percaya diri yang
harus kita tanamkan pada diri itu hal yang lebih penting.
88
89
Perkembangan kognitif operasional formal ditunjukkan tokoh Caca, ia mampu
memecahkan masalah yang dihadapi bunda. Caca berusaha mengembangkan rasa
gembira dan bangga jika dapat melakukan sesuatu atau menghasilkan sesuatu dari
aktifitasnya. Hal itu sejalan dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001:89) unsur yang
juga penting dalam memperkembangkan pemikiran seseorang adalah latihan dan
pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil
kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikirannya.
(5) Kode Data
D20-K5-OF
Data
Kini, Adam Putra Firdaus menjelang 5 tahun dan menunjukan perkembangan yang baik. Frekuensi kunjungan kami ke dokter saraf anak sudah jauh berkurang. Dari dua pekan sekali, sebulan sekali, tiga bulan sekali, hingga enam bulan sekali. Terakhir, dokter malah tidak meminta kami untuk kembali. Sejauh ini pula, Adam menunjukkan kecerdasan yang alhamdulillah bahkan di atas rata-rata, dilihat dari kosakata yang dimiliki dan nalarnya (Nadia, 2005:55).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kecemasan yang dirasakan bunda dulu
ketika anak bungsunya Adam tiba-tiba mengalami sakit kejang-kejang dan ternyata
Adam mengalami pendarahan di otak. Kini Bunda sangat bersyukur ketika Adam
berusia 5 tahun dan menunjukkan perkembangan yang baik. Kecerdasan kosakata
89
90
yang dimiliki Adam pun melebihi rata-rata anak seusianya. Sekarang Adam tumbuh
menjadi anak yang cerdas dan pintar seperti kakanya Caca.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Desmita, 2007:102) Perkembangan
kognitif pada anak dari masing-masing tahap merupakan hasil perbaikan dari perkembangan
tahap sebelumnya, setiap anak akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang
bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mudur. Perubahan-perubahan kualitatif
ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya
pengorganisasian struktur berpikir.
(6) Kode Data
D21-K6-OF
Data
“Adam, maaf ya...tadi bunda gak lewat tempat donat. Jadi, nggak beli deh. Tapi, besok, insya Allah bunda beliin!”
“Gak apa kok Bunda, lagian, kapan-kapan juga masih bisa.” (Nadia, 2005:76).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh Adam yang begitu pengertian
atas kesalahan bundanya yang tidak menepati janji karena tidak melewati tempat
donat yang Adam inginkan. Adam sama sekali tidak merasa kecewa maupun sedih
dan tidak merasa kesal kepada bundanya yang sudah bersalah, biasanya anak yang
usianya belum lima tahun bila keinginannya tidak dipenuhi akan merasa kecewa dan
90
91
marah tetapi Adam sosok anak yang sangat sabar ketika keinginannya tidak dapat
dipenuhi.
Pada tuturan tersebut, tokoh Adam sudah memiliki kemampuan untuk berpikir
melalui urutan sebab-akibat dan mulai mengenali banyaknya cara yang dapat ditempuh
dalam menyelesaikan permasalah yang dihadapinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Piaget (Desmita, 2007:107) secara umum karakteristik pemikiran anak pada tahap
operasional formal ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
(7) Kode Data
D22-K7-OF
Data
“Aduh Adam, maaf ya... tadi bunda nggak jemput Adam pulang sekolah, soalnya ternyata banyak telepon dari kantor.”
“Gak apa kok Bunda, kan udah diwakilin sama Caca.” (Nadia, 2005:76).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh Adam yang belum berumur lima
tahun tetapi sudah memiliki kesabaran yang luar biasa, ketika bundanya tidak dapat
menjemput ke sekolah, Adam sama sekali tidak merasa kecewa atas perlakuan
bundanya.
91
92
Psikologi perkembangan yang dialami Adam tidak mempengaruhi
perkembangannya ke arah yang negatif karena kedua orang tuanya selalu
mengajarkan kedua anaknya ke arah yang positif dan memiliki kesabaran yang luar
biasa. Adam tidak marah kepada bundanya yang tidak dapat menjemput Adam di
sekolahnya karena sudah ada Caca kakaknya yang menggantikan bundanya.
Dalam tuturan di atas tokoh Adam sudah dapat memahami adanya berbagai
macam aspek pada suatu persoalan yang dapat diselesaikan sekaligus, tidak lagi satu
persatu sebagaimana yang dilakukan anak-anak pada tahap operasional konkret. Di
sini terlihat bahwa perkembangan kognitif pada tahap oprasional formal mencapai
tingkatan tertinggi pada keseimbangan dalam hubungannya dengan lingkungan.
(8) Kode Data
D23-K8-OF
Data
“Kali lain, ketika berjanji untuk membelikan boneka Dr. Oct, musuh Spiderman sebagai hadiah ulang tahun yang diminta Adam. Sayangnya, karena kami berangkat ke mall sehabis isya, tak banyak waktu yang kami punya, toko mainan ternyata sudah tutup.
“Gak apa kok Bunda, besok kalau tokonya buka kan Bunda bisa beli.” (Nadia, 2005:77).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
92
93
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa untuk kesekian kalinya Adam di
kecewakan oleh bundanya namun Adam selalu berfikir positif dan memperlihatkan
sikap yang santai dan bijaksana kepada orang tuanya, padahal Adam selalu di
kecewakan oleh bundanya namun itu semua tidak disengaja. Adam anak yang baik
dan pintar setiap kesalahan bundanya selalu dimaafkan karena Adam mengerti kalau
bundanya tidak sengaja untuk membuatnya kecewa atau tidak menepati janjinya.
Tuturan di atas terlihat jelas bahwa tokoh Adam memiliki hati yang dermawan
dan dapat memecahkan masalah dengan baik, pada tahap ini anak seolah-olah
melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah atau rasa kecewa yang
dihadapinya dan tidak ingin memikirkannya sampai kemudian timbul inpirasi atau
gagasan untuk pemecahan masalah.
Selain itu, interaksi dengan lingkungan sudah sangat luas menjangkau banyak teman
sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Kondisi
seperti ini tidak jarang menimbulkan masalah dan interaksi dengan orang tua namun,
sebenarnya secara diam-diam anak juga masih mengharapkan perlindungan dari orang tua
karena belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri.
(9) Kode Data
D24-K9-OF
93
94
Data
Duh, Adam seakan punya segudang pengertian untuk mengobati kekecewaan dirinya sendiri, juga kecewa dan perasaan bersalah Ayah atau Bundanya karena gagal menepati janji (Nadia, 2005:77).
Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015
Analisis
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa pada tahap ini, anak sudah mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapi, oleh sebab itu maka perkembangan kognitif
anak harus diarahkan pada tingkat perkembangan berpikir yang baik dan mampu di
pahami sesuai konsep berpikirnya yang formal dan logis begitupun peran orang tua
sangat penting untuk mengawasi tumbuh berkembangnya anak. Pemikiran
operasional formal tokoh Adam ditunjukkan pada tingkah lakunya yang sabar dan
tidak menyalahkan kedua orang tuanya ketika mereka tidak menepati janjinya pada
Adam, biasanya anak seusia Adam akan merasa sedih dan kecewa ketika janji orang
tuanya tidak ditepati, tapi tokoh Adam seakan mengerti jika orang tuanya tidak
menepati janjinya dan Adam tidak merasa kecewa terhadap mereka.
Hal itu sejalan dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001:90) yang menyatakan
bahwa dalam tahap ini anak mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan
mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang semakin dewasa,
orang tua mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada anak, interaksi
dengan orang tua pun semakin lebih bagus dan lancar. Selama tahap operasional
94
95
formal ini anak mulai menggunakan aturan-aturan formal dari pikiran dan logika
untuk memberikan dasar kebenaran- kebenaran setiap masalah yang dihadapi.
4.5 Kesesuaian Novel Rumah Cinta Penuh Warna sebagai Kriteria Pemilihan
Bahan Ajar di SMP
Di dalam kelas guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran.
oleh karena itu, menjadi tanggung jawab penuh seorang guru untuk menentukan
bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan siswa dalam suatu tahapan tertentu.
Selanjutnya, ditinjau dari sudut pandang perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem
adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk
menggerakan pembelajaran, pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang
sistematik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistem perencanaan
itu (Majid, 2005:19).
Berkenaan dengan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa definisi di atas
memperhatikan rumusan dan tekanan yang berbeda, yang satu mencari wujud yang
akan datang serta usaha untuk mencapainya, yang lain menghilangkan kesenjangan
antara keadaan sekarang dan keadaan masa mendatang. Berdasarkan rumusan di atas,
dapat dibuat rumusan baru tentang apa itu perencanaan. Perencanaan yakni suatu cara
yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai
dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi
sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Untuk materi pembelajaran lebih terarah pada tujuan yang akan dicapai, maka
harus ditentukan pembelajaran sastra yang tepat, ada beberapa aspek yang perlu
95
96
dipertimbangkan, yaitu (1) aspek bahasa, (2) aspek psikologi, (3) aspek latar
kebudayaan, diantaranya:
1. Aspek Bahasa
Aspek kebahasaan dapat dilihat dari beberapa faktor cara penulisan yang
dilakukan oleh pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu dilakukan penulisan, dan
kelompok pembaca, yang ingin dijangkau pengarang, sehingga siswa dapat
memahami karya sastra tersebut dari segi bahasa itu sendiri. Penyajian bahan ajar
khususnya novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa dapat
disesuaikan dengan bahasa yang digunakan. Bahasa yang mudah dibaca dan
dipahami akan cenderung lebih mudah dalam penyampaian isi cerita yang dibaca oleh
siswa.
2. Aspek Psikologi
Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan
psikologis ini perlu diperhatikan karena tahap ini sangat berpengaruh terhadap minat
dan kemampuan peserta didik dalam berbagai hal. Tahap psikolgis ini juga sangat
besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan
bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang
dihadapi. Aspek ini sangat memberikan pengaruh dalam jiwa siswa. Pemilihan bahan
ajar khususnya novel harus bisa memberi jalan ke siswa pada siswa supaya dapat
berperan dan aktif dalam proses pembelajaran dan dapat mendorong siswa untuk
96
97
memotivasi akan minatnya, mau mengerjakan tugas, mau bekerja sama, dan mampu
menghadapi berbagi masalah yang akan dihadapi.
Melalui novel Rumah Cinta Penuh Warna yang telah dianalisis memuat tema
yang sesuai dengan perkembangan psikologis siswa pada usia anak mulai dari kecil
hingga menuju pubertas dan melanjut ke tahap pendewasaan. Siswa SMP yang rata-
rata memasuki usia 14 tahun sudah memasuki tahap berfikir kritis mengenai masalah
yang diahapi. Tema tentang psikologi perkembangan kognitif anak di dalamnya
mencakup permasalahan tentang perkembangan baik itu tentang pendidikan yang
terjadi di lingkungan sekitar siswa diharapkan dapat menarik minat siswa secara
psikologi dan sangat sesuai dengan perkembangan jiwa mereka pada umumnya,
sehingga novel tersebut dapat dijadikan bahan pengajaran apresiasi novel di SMP
dengan berbagai variasi.
3. Aspek Budaya
Latar belakang karya sastra ini meliputi faktor kehidupan manusia dan
lingkungannya, seperti: geografis, sejarah, tipografi, iklim, metodologi, legenda,
pekerjaan, kepercayaan, cara berfikir, nilai-nilai masyarakat, seni, hiburan ,moral,
etika, dan sebagianya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya sastra dengan
latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya itu menghadirkan tokoh yang
mereka kenal. Berkenaan dengan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
pemilihan bahan ajar, guru harus pandai-pandai menyesuaikan bahan ajar tersebut
dengan kondisi siswa pada saat itu. Aspek bahasa isalnya, guru bisa memilih novel
97
98
yang bermanfaat yang disajikan dalam bahasa-bahasa yang ringan, bahasa yang
mudah dipahami oleh siswa. Saat pemilihan bahan ajar harus dapat memberikan
perubahan kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran misalnya dengan novel yang
mereka gemari. Siswa dapat mengerjakan tugas dengan baik dan dapat
memperaktekan kerja sama antara siswa.
Latar belakang budaya novel Rumah Cinta Penuh Warna adalah novel yang
menceritakan latar belakang sebuah keluarga yang sangat bahagia dimana kedua
orangtua yang mendidik kedua anaknya dengan sabar dan mendidik dengan baik
sehingga kedua anaknya menjadi sangat berprestasi. Dengan demikian novel Rumah
Cinta Penuh Warna ini sesuai untuk dijadikan salah satu bahan pembelajaran
apresiasi sastra bagi siswa SMP.
4.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Novel Rumah Cinta Penuh Warna
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : ..............................
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / Semester : IX/1
Standar Kompetensi : 4. Mengungkapkan informasi dalam bentuk iklan baris,
resensi, dan karangan
98
99
Kompetensi Dasar : 4.2. Meresensi buku novel
Alokasi waktu : 4 x 40 menit (2x pertemuan)
1. Tujuan Pembelajaran
- Pertemuan Pertama:
o Peserta didik dapat Menentukan buku novel yang akan dibaca
- Pertemuan Kedua :
o Peserta didik menjelaskan kelebihan dan kekurangan buku novel.
Karakter siswa yang diharapkan :
1. Dapat dipercaya ( Trustworthines)
2. Rasa hormat dan perhatian ( respect )
3. Tekun ( diligence )
4. Tanggung jawab ( responsibility )
2. Materi Pembelajaran
a. Buku novel yang ditentukan
b. Daftar pengalaman siswa
c. Meresensi dan menyunting
3. Metode Pembelajaran
a. Tanya jawab
b. Unjuk kerja
c. Inkuiri
99
100
4. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
Pertemuan Pertama
a. Kegiatan Awal
Apersepsi :
1. Peserta didik menentukan buku novel yang akan dibaca
2. Peserta didik dan guru bertanya jawab tentang buku novel yang akan diresensi
Memotivasi :
o Mencermati dan membaca buku novel
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1. Mampu bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gesture,
dan mimik yang tepat;
2. Memfasilitasi peserta didik dapat mencermati dan membaca buku novel;
3. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar lain;
4. Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
5. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Elaborasi
100
101
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain
untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
2. Peserta didik berdiskusi untuk menentukan kelebihan dan kekurangan buku
novel;
3. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan
baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
4. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual
maupun kelompok;
5. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,
tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik;
2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta
didik melalui berbagai sumber;
3. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan;
101
102
4. Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna
dalam mencapai kompetensi dasar:
a. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab
pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar;
b. Membantu menyelesaikan masalah;
c. Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil
eksplorasi;
d. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
e. Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif.
5. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diktahui siswa;
6. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,
memberikan penguatan, dan penyimpulan.
c. Kegiatan Akhir
Dalam kegiatan penutup, guru:
1. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran;
2. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
3. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
102
103
4. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,
program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik
tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta
didik.
Pertemuan Kedua.
a. Kegiatan Awal
Apersepsi :
1. Peserta didik dan guru bertanya jawab tentang kegiatan
mengidentifikasi buku novel
2. Peserta didik berdiskusi sesuai dengn kegiatan sebelumnya
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1. Mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture
dan mimik yang tepat;
2. Peserta didik menjelaskan kelebihan dan kekurangan buku novel yang
dibacanya;
3. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,
dan sumber belajar lain;
103
104
4. Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
5. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-
lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
2. Peserta didik melanjutkan kegiatan dengan cara merangkum isi buku
novel atau membuat ikhtisar;
3. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan
baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
4. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual
maupun kelompok;
5. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,
tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik;
104
105
2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta
didik melalui berbagai sumber;
3. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan;
4. Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang
bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
a. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab
pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar;
b. Membantu menyelesaikan masalah;
c. Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan
hasil eksplorasi;
d. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
e. Memberikan motivasi kepada peserta didik
yang kurang atau belum berpartisipasi aktif;
f. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diktahui siswa;
g. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan
pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.
c. Kegiatan Akhir
Dalam kegiatan penutup, guru:
105
106
1. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran;
2. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
3. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
4. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,
program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik
tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta
didik.
5. Sumber Belajar
a. Perpustakaan sekolah
b. Buku-buku teks novel
c. Buku pelajaran bahasa Indonesia
6. Penilaian
Penilaian proses dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
PenilaianInstrumen
106
107
Mampu
mengidentifikasi
bentuk fisik dan isi
buku novel serta
menunjukkan
kelebihan serta
kekurangannya
Mampu
merangkum isi
buku novel
Penugasan
individual/ke
lompok
Proyek Bacalah buku
novel, kemudian
tentukanlah satu
buku novel untuk
diresensi!
Perhatikanlah
langkah-langkah
penulisan resensi
buku! Waktu: 2
minggu
1. Identifikasilah satu buku novel kemudian tunjukkanlah kelebihan dan kekurangan!
Kegiatan Skor
1. Peserta didik yang dapat menentukan kelebihan dan kekurangan buku 1
2. Peserta didik yang tidak dapat menentukan kelebihan dan kekurangan 0
2. Berilah tanggapan terhadap satu buku novel yang telah kamu baca dan kamu
rangkum!
Kegiatan Skor
1. Peserta didik dapat memberi tanggapan baik dan lengkap 2
2. Peserta didik dapat memberi tanggapan kurang baik dan tidak 1
107
108
lengkap
3. Peserta didik yang tidak dapat memberi tanggapan 0
Mengetahui,
Kepala ...............……………
(__________________________)
NIP / NIK : ..........................
…..,………………… 20
…….
Guru Mapel Bhs Indonesia.
(_______________________)
NIP / NIK : ..........................
108
109
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian ini, peneliti dapat
mengemukakan simpulan sebagai berikut.
1. Dari hasil identifikasi dan inventarisasi terhadap sumber data, peneliti ini
menemukan psikologi perkembangan tokoh dalam novel Rumah Cinta Penuh
Warna karya Asma Nadia dan Isa sebanyak 24 buah.
2. Ditinjau dari psikologi perkembangan kognitif yang ditemukan dalam novel
Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: (1) perkembangan kognitif tahap sensori motorik pada tahap
tersebut, anak akan membangun suatu pemahaman tentang dunianya sendiri
dan mengerti akan simbol-simbol yang ada di sekitarnya. Anak lebih
didasarkan pada tindakan inderawi terhadap lingkungaanya, seperti melihat,
meraba, menjamah, mendengar, membau dan lain-lain. Pada tahap ini, anak
belum dapat berbicara dengan bahasa. Tahap perkembangan awal sensori
motorik ini sangat penting, Tahap ini akan menjadi dasar perkembangan
persepsi dan inteligensi anak pada tahap-tahap berikutnya. (2) perkembangan
109
110
kognitif tahap praoperasional pada tahap ini, anak mulai melukiskan dunia
dengan kata-kata dan gambar kemudian anak akan berfikir simbolis, yaitu
pemikiran dengan menggunakan simbol atau tanda, berkembang sewaktu anak
mulai suka menirukan sesuatu, keaktifan anak menirukan orang tuanya akan
memperlancar pemkiran simbolisnya. (3) perkembangan kognitif tahap
operasional konkret pada tahap ini, anak mulai dapat menggambarkan secara
menyeluruh ingatan, pengalaman, dan objek yang dialami. Pada tahap
operasional konkret anak telah mengembangkan pemikiran logis yang dapat
diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi
misalnya anak mulai dapat menggambarkan situasi sekolahnya, perjalanan
dari sekolah kerumah, dan lain-lain. (4) perkembangan kognitif tahap
operasional formal pada tahap ini, logika anak mulai berkembang dan
digunakan pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat, tidak hanya
terikat pada hal yang sudah dialami, tetapi juga dapat berpikir mengenai
sesuatu yang akan datang karena dapat berpikir secara hipotesis.
5.2 Saran
Saran yang dapat dikemukakan sesuai dengan hasil analisis dan temuan
penelitian adalah sebagai berikut.
1. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
110
111
Dalam melaksanakan pembelajaran bahasa dan sastra indonesia di sekolah,
khususnya yang berkaitan dengan menulis. Melalui pemanfaatan hasil analisis ini,
guru dapat lebih peka untuk memperhatikan psikologi perkembangan kognitif
para siswanya dan dapat merangsang siswa untuk memiliki prestasi yang lebih
baik.
2. Bagi peneliti lain, peneliti ini dapat dijadikan sebagai kajian relevan sekaligus
dapat dijadikan kajian pendahuluan untuk mengkaji aspek lain yang belum
diteliti oleh peneliti ini. Terdapat banyak aspek yang belum dijangkau oleh
peneliti ini, misalnya aspek perkembangan kognitif. Oleh karena itu, peneliti
ini memiliki ruang yang penting untuk dilakukan penelitian lanjutan.
111