IMPLIKASI KONSEP SELF ESTEEM ABRAHAM MOSLOW
DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh:
Fadhila Athiya Rahmah
NIM. 11150110000002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ABSTRAK
Fadhila Athiya Rahmah, NIM: 11150110000002. Implikasi Konsep Self
Esteem Abraham Maslow dalam Pencapaian Tujuan Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Program Studi Pendidikan Agama Islam FITK UIN
Jakarta 1441H/2019M.
Berawal dari kegelisahan penulis mengenai kondisi pendidikan saat ini,
dimana kondisi moral dan akhlak peserta didik menunjukan kegagalan dari proses
pembelajaran pendidikan agama Islam untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Penelitian ditujukan untuk mengetahui implikasi dari konsep self esteem menurut
Abraham Maslow sebagai upaya pencapaian tujuan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam. Proses penelitian menggunakan metode library research. Abraham
Maslow mencoba memahami individu melalui hirarki kebutuhan hidup manusia
yang relative sama pada setiap individu dan bersifat naluriah. Self esteem
merupakan bagian dari kebutuhan hidup manusia. Self esteem berarti penghargaan
atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri maupun hasil dari penilaian orang
lain. Self esteem dapat bernilai tinggi maupun rendah. Hasil dari penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa pertama, pemenuhan self esteem sebagai hirarki
kebutuhan hidup manusia dari tingkat dasar sampai puncak pada pendidik dan
peserta didik dapat berperan sebagai motivator dan evaluator dalam upaya untuk
mencapai tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam. Kedua, dengan
terpenuhinya kebutuhan dalam hirarki kebutuhan hidup manusia dapat juga
menunjukan karakteristik self esteem yang baik dan buruk pada pendidik dan
peserta didik dalam pencapaian tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam.
Kata kunci : Self esteem, hirarki kebutuhan manusia, Abraham Maslow,
pembelajaran PAI.
Pembimbing : Dr. Bahrissalim, M.Ag
Daftar Pustaka : 1984 sampai 2018
ABSTRACT
Fadhila Athiya Rahmah, NIM: 11150110000002. Implications of the Concept
of Self Esteem Abraham Maslow in the Achievemennt of Islamic Education
Learning. Islamic Education Study Program, Faculty of Tarbiyah and Teacher
Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2019.
Started with anxiety of moral learner that shows the failure of the Islamic
Education learning process to achieve the learning objectives. Research aimed to know
the implications of the concept of self esteem Abraham Maslow in an effort achievement
learning objectivies. The research process with library research. Abraham Maslow’s
trying to understand the individual through the hierarchy human needs to be the same and
instinctive. Self esteem means award or individual assessment of himself as well as a
result of the assessment of others. It can be high or low value. The result of reaserch are
first fulfillment of eslf esteem as a hierarchy of human needs role as motivator and
evaluator. Second fulfillment hierarcy human needs shows the character of high and low
on educator and learner in the achievement of Islamic education learning objectives.
Key Word : Self esteem, hirarki kebutuhan manusia, Abraham Maslow,
pembelajaran PAI.
Mentor : Dr. Bahrissalim, M.Ag
Bibliography : 1984 sampai 2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah
memberikan rahmah dan rahim-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menempuh Sarjana Strata 1 (S1) di Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul skripsi “Konsep Self Esteem
Abraham Maslow dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”.
Dalam penulisan ini tentunya terdapat banyak pihak yang membantu dan
mendukung sehingga skripsi ini dapat selesai. Penyusun mengucapkan
terimakasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak, antara lain:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., sebagai Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Sururin, M.Ag., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Bapak Abdul Haris dan bapak Rusdi Jamil sebagai ketua dan sekretaris
Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Bapak Abdul Majid Khon dan ibu Marhamah Saleh sebagai mantan ketua
dan sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang kebijakannya penulis rasakan sejak memasuki
masa perkuliahan;
5. Bapak Yudhi Munadi, M.Ag., sebagai dosen penasihat akademik yang
telah memberikan banyak motivasi berharga yang akan selalu penulis
ingat;
6. Bapak Bahrissalim, M.Ag sebagai dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa sabar membimbing, mengarahkan dan memberi nasehat kepada
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini;
7. Anugerah terindah, Ibu Susilowati dan Bapak Muhtarudin, juga Laili Sofia
Fitri, terima kasih banyak untuk segalanya;
8. Keluarga Alfiah bin Notodiharjo di Pasar Minggu dan Jagakarsa, doa dan
dukungannya selalu terasa lahir dan batin bagi penulis;
9. Kawan kawan seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan
2015 serta rekan-rekan organisasi internal, eksternal, primordial HML
Banten dan Tangsel juga KKN Aksara12, yang selalu memberi warna
terhadap hari-hari penulis di Ciputat, semangat dan cerita kalian akan
selalu menjadi yang penulis rindukan;
10. Sahabat-sahabatku yang senantiasa menjadi ruang penulis untuk berdialog,
berbagi keluh-kesah dalam penulisan skripsi ini Olih, Syifa, Chika, Novi,
Laely, juga yang pernah berbagi atap yang sama Maya, Finza, Nazi.
11. Serta kepada seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebut satu per satu,
dimana telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah SWT
membalas seluruh doa dan kebaikan dengan kebaikan pula. Aamiin.
Penulis tentunya sadar akan adanya kekurangan dan kesalahan yang
terdapat dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis mohon maaf. Semoga
skipsi ini dapat menuai banyak manfaat bagi penulis dan pembacanya, aamiin.
Ciputat, 2019
Fadhila Athiya Rahmah.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 7
C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 8
D. Perumusan Masalah ........................................................................ 8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORITIK
A. Konsep Self Esteem ......................................................................... 10
B. Pembelajaran ................................................................................... 20
C. Pendidikan Agama Islam ................................................................ 31
D. Hasil Penelitian Relevan ................................................................. 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian............................................................ 41
B. Metode Penelitian............................................................................ 41
C. Focus Penelitian .............................................................................. 43
D. Prosedur Penelitian ......................................................................... 43
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ................................................................................. 44
1. Konsep Self Esteem Abraham Maslow .................................... 44
2. Karakteristik Self Esteem pada Pendidik dan Peserta Didik ... 50
3. Implikasi Konsep Self Esteem dalam Pencapaian Tujuan
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ................................... 54
B. Pembahasan ..................................................................................... 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 62
B. Saran ................................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang terus mengalami pertumbuhan dan
perkembangan baik fisik maupun non fisik, tujuannya ialah untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Usaha untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya tersebut disebut pendidikan. Dalam proses pendidikan individu
akan mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya. Pembelajaranlah yang
bertugas untuk mengarahkan potensi induvidu tersebut menjadi seperti yang ia
inginkan.1
Pendidikan dalam ajaran Islam bertujuan untuk menjadikan manusia
beriman kepada Allah SWT. Iman ialah potensi rohani yang harus
diaktualisasikan dalam bentuk akhlak mulia, sehingga akan menjadikannya insan
taqwa. Akhlak mulia tidak hanya diimplementasikan terhadap sesama manusia,
akan tetapi juga akhlak dengan Allah, dan dengan seluruh makhluk ciptaan-
Nya.2
Wajah pendidikan di Indonesia bisa kita lihat dari pidato yang
disampaikan oleh Anies R. Baswedan dalam silaturahmi kementrian dengan
kepala dinas sebagai Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI mengenai berita
baik tentang pendidikan di Indonesia yaitu jumlah institusi pendidikan di setiap
jenjang bertambah, angka partisipasi pendidikan dasar juga sudah meningkat,
jumlah mahasiswa melonjak, dan pemberantasan buta huruf terus digalakkan.
Dari 142 negara, kenerja pendidikan Indonesia cukup memuaskan, berada pada
pringkat 30 perihal kapasitas berinovasi yang setara dengan Selandia Baru, dan
peringkat 28 pada tingkat produktivitas yang setara dengan Irlandia.3
1 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, cet.16, 2014), h.
79. 2 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, cet.3, 2004), h.75. 3 Anies Baswedan, Pidato Gawat Darurat Pendidikan di Indonesia, disampaikan pada
silaturahmi kementrian dengan kepala dinas, Desember, 2014
2
Selain berita baik, terdapat sisi gelap pendidikan Indonesia yang cukup
menyedihkan, yakni dipaparkan bahwa hasil uji kompetensi guru dari 260.000
guru yang mengikutinya diperoleh hasil rata-rata hanya 44,5 dari rata-rata yang
diharapkan yaitu 7,0. Indonesia berada pada peringkat 40 dari 42 negara di
bidang literasi dan sains. Perbandingan minat baca orang Indonesia hanya 1:
1000, kekerasan fisik dan seksual oleh/terhadap pelajar menjadi berita yang tiada
berkesudahan. Dari 142 negara, Indonesia menempati peringkat 103 dalam kasus
suap dan pungutan liar, peringat 109 pada kejahatan terorganisir, peringkat 87
dalam kasus transparansi dalam pemerintahan dan peringkat 107 dalam perilaku
etis oleh perusahan.4
Yang kita ketahui dalam undang-undang sistem pendidikan nasional
bahwa fungsi dan tujan pendidikan nasional salah satunya ialah untuk
menjadikan manusia sebagai makhluk yang berakhlak mulia, cakap, kreatif
sehingga mampu manjadi bangsa yang martabat.5 Dengan paparan di atas,
menunjukan bahwa pendidikan di Indonesia belum mencapai fungsi dan
tujuannya
Dengan lahirnya ideologi negara yaitu Pancasila dan UUD 45 maka
lahirlah pula kurikulum mata pelajaran pendidikan agama Islam. Di dalamnya
termaktub “Negara berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab” Dalam perkembangannya mata pelajaran
pendidikan agama Islam menjadi mata pelajaran wajib yang harus disampaikan
pada semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.6
Tujuan mata pelajaran pendidikan agama Islam ialah agar peserta didik
dapat meningkatkan keimanannya, memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam. Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik dalam
mempelajari pendidikan agama Islam dimulai dari tahap kognisi dengan
memperoleh pengetahuan dan pemahaman, lalu diinternalisasikan dalam bentuk
4 Ibid.
5 UURI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3
6 Abdullah Idi dan Safarina, Etika Pendidikan: Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat,
(Jakarta: PT Rajageafindo Persada, cet 2, 2016), h.167-171.
3
afeksi sebagai bentuk penghayatan dan pengelaman batin yang dirasakan
terhadap ajaran Islam, melalui afeksi tersebut peserta didik diharapkan mampu
mengamalkan ajaran Islam dalam bentuk psikomotoriknya. Dengan begitu
tercapailah tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam dengan peserta didik
yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.7
Namun seringkali pendidikan agama Islam dijadikan penyebab atas krisis
multimdimensional yang tengah dihadapi bangsa. Kemerosotan moral pelajar,
kriminalitas dan kekerasan yang tidak kunjung usai, berperilaku menyimpang
seperti bullying, menyontek, penyalahgunaan narkotika, maraknya sex bebas dan
lain sebagainya yang digadang sebagai kegagalan pendidikan agama Islam
dalam mencapai tujuannya. Tidak adil rasanya jika menjadikan hal tersebut
sebagai akibat dari gagalnya pendidikan agama Islam. Padahal setiap mata
pelajaran yang diajarkan bertujuan untuk menciptakan akhlak mulia. Jika
didapati peserta didik dengan perilaku menyimpang tersebut maka harusnya itu
bukan semerta-merta kesalahan guru PAI saja. Ada banyak faktor yang
memengaruhi, namun bukan berarti guru PAI melepas tanggungjawabnya
sebagai pembimbing utama moral dan akhlak peserta didik, tetapi akan lebih
baik jika terjadi harmonisasi diantara seluruh elemen pendidik agar sama-sama
menjadi teladan yang baik bagi peserta didik. 8
Jika salah satu akar dari permasalahan multidimensi yang terjadi
didasarkan pada krisis moral atau akhlak dan pendidikan agama Islam adalah
mata pelajaran yang konsen mengenai hal tersebut, maka muncul tantangan bagi
guru PAI untuk dapat menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Tantangan
yang dijalani oleh guru PAI diantaranya yaitu menghapuskan paradigma
pengajaran lama yang dogmatis, tidak hanya bersifat normative, teoritis, dan
kognitif saja tetapi pengamalan nilai-nilai ajaran islam dalam kehidupan yang
lebih kontekstual, peningkatan kreatifitas guru PAI dalam mengembangkan
7 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, cet.3, 2004), h.78-79 8 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah,
dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Rajawali Press, 2009), h.17.
4
metodologi pembelajaran supaya lebih atraktif, relevan dan efektif bagi peserta
didiknya, juga peningkatan kompetensi profesional pendidik.9
Mengetahui hal tersebut pentinglah untuk kita mengevaluasi diri.
Evaluasi dalam bidang pendidikan ialah upaya pertanggungjawaban untuk
mengendalikan dan menetapkan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.10
Proses evaluasi menjadi suatu
kebutuhan yang harus dijalankan. Evaluasi dalam diri individu bisa disebut juga
dengan self esteem atau harga diri.11
Evaluasi dapat dilaksanakan oleh komponen yang terlibat langsung
dalam proses pembelajaran yakni pendidik dan peserta didik. Pendidik memiliki
peranan sentral dalam pembelajaran yakni sebagai pengontrol pengetahuan
dengan menyampaikan materi, membimbing dan mengatur jalannya
pembelajaran. Tingkah laku pendidik menjadi cerminan dan tauladan bagi
peserta didiknya, pendidik berkewajiban menciptakan suasana belajar yang
dapat memfasilitasi kebutuhan, kemampuan, dan potensi peserta didik sehingga
proses pembelajaran berlangsung optimal12
.
Sedangkan peserta didik ialah subjek dan objek pembelajaran. Disebut
sebagai subjek pembelajaran karena peserta didik adalah pelaku yang menjalani
pembelajaran, dirinya sendiri yang mengolah hasil belajar dan kemudian
menentukan sikap terhadap hasil pembelajaran yang ia terima. Peserta didik juga
sebagai objek pembelajaran, karena peserta didik menjadi sasaran dan target
yang akan menjalani proses pembelajaran.13
Dengan melakukan evaluasi, pendidik dan peserta didik dapat
mengetahui self esteem dirinya sebagai pembawaan dirinya dalam proses
pembelajaran. Self esteem ialah penilaian diri, sejauh mana individu menilai
dirinya sebagai makhluk yang eksistensinya dapat diakui. Self esteem terbentuk
9 Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Rajawali Press, 2011), h.156 10
UURI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21. 11
Refnadi, “Konsep Self Esteem serta Implikasinya pada Siswa”, Jurnal Educatio Vol 4,
2018, h.16-22 12
Jamaludin, dkk, Pembelajaran Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
cet.1, 2015), h.76. 13
Jamaludin, dkk, Ibid, h.77.
5
atas diri kita sendiri dan perlakuan orang lain terhadap diri. Hal itu berarti self
esteem dapat bersifat kuat dan lemah. Individu dengan self esteem kuat akan
berhasil mengatasi persoalan dirinya dan membangun relasi yang baik dengan
orang lain sehingga membuatnya berhasil. Sedangkan individu dengan self
esteem rendah akan menilai dirinya negative, bahkan dapat menghukum dirinya
sendiri karena ketidakmampuan dirinya dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Penghargaan diri yang rendah akan memicu seseorang untuk dapat
melakukan tindakan yang ekstrim dan merugikan.14
Self esteem dalam ajaran Islam berarti derajat keimanan. Derajat
keimanan yang baik bagi seorang muslim ialah dengan menyerahkan segala
sesuatunya kepada Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam firmah Allah
SWT dalam surat Ali Imran ayat 139 yang berbunyi:
Self esteem dapat berkembang melalui pengalaman dan relasi yang terjadi
sejak lahir.15
Ketika individu berinteraksi dan berhadapan dengan dunia baru
menunjukan bahwa individu keberadaannya diakui dan diterima. Dengan adanya
interaksi ini akan mucul kesadaran mengenai pemahaman dan identitas diri.
Menurut Guindon, self esteem akan memengaruhi motivasi, perilaku fungsional,
dan kepuasan dalam menjalani kehidupan. Dengan adanya hal tersebut
memudahkan individu untuk dapat meningkatkan nilai positif dirinya sehingga
disebutkan bahwa self esteem merupakan kebutuhan dasar manusia.16
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran humanistic yang
muncul sebagai reaksi atas aliran behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran
humanistic Abraham Maslow menggambarkan bahwa individu ialah makhluk
yang bebas dan bermartabat serta selalu bergerak ke arah pengungkapan potensi
14
Muhammad Suhron, Asuhan Keperawatan: Konsep Diri Self Esteem, (Ponorogo: Unmuh
Ponorogo Press, cet.1, 2016), h.20-21. 15
Bruno U.D.O and Njoku Joyce, “The Role of Teacher in Improving Students Self
Esteem”, International Journal of Academic Research in Progressive Education and Development
Vol.3, 2014, p. 47-53. 16
Refnadi, op.cit. h.16-22
6
yang dimilikinya dengan syarat lingkungannya memungkinkan.17
Menurut
Maslow individu termotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang sama untuk
setiap spesies dan bersifat naluriah, yang merupakan kodrat manusia sebagai
makhluk yang lemah. Individu memiliki sifat yang tidak akan merasa puas,
karena menurutnya kepuasan hanya bersifat sementara.
Maslow menyusun kebutuhannya menjadi lima tingkat. Pada tingkat
dasar kebutuhan dasar manusia terdapat kebutuhan fisik yang mendominasi
seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan kedua yakni rasa
aman, manusia ingin hidup aman dari ancaman dan bahaya tentunya. Jika rasa
aman sudah terpenuhi kebutuhan ketiga yang muncul yakni kebutuhan akan rasa
memiliki dan cinta, saling memberi dan menerima yang membuktikan bahwa
manusia telah menjadi bagian dari masyarakat. Setelah kebutuhan tingkat tiga
terpenuhi maka kebutuhan tingkat empat adalah kebutuhan untuk dihargai dan
menghargai (self esteem) karena manusia dalam masyarakat tanpa atau dengan
kesadaran menginginkan rasa hormat atau dihargai baik bagi dirinya sendiri
maupun dari orang lain. Dan kebutuhan yang terakhir yakni kebutuhan
aktualisasi diri. 18
Seperti yang kita ketahui, dalam proses pembelajaran peserta didik dan
pendidik memiliki kepribadian dan latar belakang yang beragam, kebutuhan
mereka terhadap proses pembelajaran bermacam bentuknya. Maslow menyusun
hirarki kebutuhan manusia sebagai salah satu pendekatan humanistik yang dapat
mengoptimalkan proses pembelajaran. Karena dengan adanya hirarki tersebut
pendidik dan peserta didik memiliki motivasi untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dan meningkatkan kualitas pembelajarannya.19
Realita bahwa peserta didik datang ke sekolah dengan tidak menunjukan
ketidaksiapannya untuk belajar, membawa respek yang rendah kepada orang
yang lebih dewasa serta masih banyak ditemukan peserta didik dengan kriteria
17
E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung: PT ERESCO, 1991), h.109. 18
Hendro Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian atas Pemikiran Abraham Maslow,
(Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2014) h. 39-42. 19
Anastasia Sri Mendati, “Aplikasi Hierarki Kebutuhan Maslow dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Mahasiswa”, Jurnal Widya Warta No.1, 2010, h.82-91.
7
self esteem yang rendah mengharuskan pendidik khususnya guru PAI
mengetahui dan memahami konsep self esteem sebagai salah satu solusi agar
tujuan pembelajaran PAI dapat tercapai.20
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti
tentang “Konsep Self Esteem Abraham Maslow dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI)”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka
beberapa masalah yang dapat teridentifikasi ialah sebagai berikut:
1. Proses penyelenggaraan pendidikan belum optimal, terbukti dengan
adanya potret pendidikan di Indonesia yang sudah gawat darurat, hal ini
menunjukan bahwa kualitas/mutu pendidikan Indonesia masih jauh dari
fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang ditetapkan.
2. Tujuan pembelajaran PAI ialah untuk dapat meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam sehingga
menjadi insan yang beriman, taqwa dan berakhlak mulia. Namun
seringkali pembelajaran PAI dijadikan penyebab atas krisis
multidimensional yang tengah dihadapi bangsa karna gagal mencapai
tujuan pembelajaran tersebut.
3. Pentingnya evaluasi dalam bidang pendidikan sebagai upaya
pertanggungjawaban. Evaluasi dimulai dari dalam diri individu atau bisa
disebut dengan self esteem atau penilaian diri. Konsep Self esteem sangat
penting diketahui terutama oleh pendidik dan peserta didik sebagai
bentuk pembawaan/penilaian diri dalam proses pembelajaran.
4. Maslow menyusun hirarki kebutuhan manusia. Salah satu bagian dari
hirarki kebutuhan itu ialah kebutuhan akan self esteem atau harga diri.
Dengan hirarki tersebut, bagaimana pengaruhnya bagi pendidik dan
peserta didik dalam pencapaian tujuan pembelajaran PAI.
20
Robinghatin, “Pengembangan Self Esteem melalui Pembelajaran Koperatif”, Jurnal
STAIN Samarinda, t.t, h. 1-10.
8
5. Salah satu solusi untuk masalah yang dihadapi oleh guru PAI ialah
dengan memiliki self esteem yang tinggi. Bagaimana upaya yang dapat
dilakukan untuk menciptakan self esteem yang tinggi pada pendidik dan
peserta didik sehingga tujuan pembelajaran PAI dapat tercapai.
C. Batasan Masalah
Dari beberapa masalah yang telah teruraikan pada identifikasi masalah,
penulis tentunya tidak akan membahas keseluruhannya, karena penulis hanya
akan fokus kepada pembahasan mengenai:
1. Implikasi konsep self esteem Abraham Maslow dalam rangka pencapaian
tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam
2. Karakteristik self esteem pada diri pendidik dan peserta didik
D. Rumusan Masalah
Setelah diketahui fokus masalah yang akan dikaji, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini akan membahas mengenai:
1. Bagaimana konsep self esteem menurut Abraham Maslow?
2. Bagaimana karakteristik self esteem pada diri pendidik dan peserta didik?
3. Bagaimana implikasi konsep self esteem dalam rangka pencapaian tujuan
pembelajaran PAI?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui konsep self esteem menurut Abraham Maslow
2. Mengetahui karakteristik self esteem pada diri pendidik dan peserta didik
3. Mengetahui implikasi konsep self esteem dalam rangka pencapaian
tujuan pembelajaran PAI
Berdasar tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari penelitian ini ialah:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan
wawasan mengenai implikasi konsep self esteem Abraham Maslow
dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Secara praktis, penelitian mengenai implikasi konsep self esteem menurut
Abraham Maslow dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran PAI
diharapkan dapat menjadi panduan dan acuan khususnya bagi pendidik
9
untuk dapat memahami karakteristik self esteem pada dirinya dan peserta
didik agar proses pembelajaran dapat berlangsung optimal dan tujuan
pembelajaran tercapai.
9
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Konsep Self Esteem
1. Definisi Self Esteem
Self esteem merupakan istilah psikologi dari harga diri. Self esteem
terkait dengan aspek emosional dalam diri individu.1 Manusia akan
merasa bangga jika dirinya memperoleh penghargaan yang menunjukan
bahwa kehadiran dirinya diterima dan berarti bagi orang lain.
Keberadaannya selalu membawa manfaat bagi orang lain, maka apabila
hadirnya tidak ada maka seolah-olah ada sesuatu yang kurang lengkap.
Sebaliknya, apabila manusia tidak memperoleh penghargaan dan
pengakuan emosinya akan cenderung tidak stabil dikarenakan
kehadirannya tidak dihargai dan tidak dibutuhkan oleh orang lain. Akibat
terburuknya ia akan merasa apapun yang dikerjakan walaupun ia sudah
mengerjakan dengan sebaik-baiknya tidak akan berarti. Lalu ia akan
merasa putus asa, stress dan pesimis terhadap masa depannya. 2
Beberapa
definisi Self esteem menurut ahli, yaitu:
Menurut Santorck, self esteem berarti evaluasi terhadap dirinya
sendiri, baik secara positif maupun negative. Dengan adanya evaluasi ini
individu dapat menilai kemampuan dan keberhasilan dirinya. Penilaian
tersebut dapat terlihat dari penghargaan atas keberadaan dan keberartian
dirinya. Individu dengan self esteem tinggi akan bersikap positif,
menghargai dan menerima dirinya apa adanya.3
Menurut Adler dan Stewart dalam sebuah situs yang membahas
mengenai self esteem dijelaskan bahwa self esteem mengacu kepada
seluruh perasaan individu dalam menilai dan menghargai dirinya sendiri.
1 Robinghatin, “Pengembangan Self Esteem melalui Pembelajaran Koperatif”, Jurnal
STAIN Samarinda, t.t, h.1-10. 2 Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta: PT Indeks, cet.1, 2013), h.98.
3 Anika Putri, “Hubungan antara Persahabatan dengan Self Esteem”, Skripsi pada Fakultas
Psikologi Universitas Muhamadiyah Surkarta, 2016, h. 1-13.
10
Dalam hal ini dapat dikatakan pula bahwa self esteem ialah suatu
pertimbangan bagaimana penilaian, pengakuan, penghargaan, dan
kecenderungan yang baik ataupun tidak baik dalam diri individu tersebut
yang dipengaruhi oleh keturunan, kepribadian, pengalaman hidup, usia,
kesehatan, gagasan/ide, keadaan sosial, pandangan orang lain serta
pembandingkan diri dengan orang lain.4
Dengan begitu dapat ditarik kesimpulan terkait self esteem yakni
penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk yang
keberadaanya diakui dan merupakan bentuk evaluasi dari hasil
pengalaman dan dapat bernilai positif dan negative.
Pembentukan Self esteem terjadi setelah adanya interaksi. Interaksi
minimal memerlukan adanya pengakuan dan penerimaan dari orang lain.
Dengan proses interaksi tersebut munculah kesadaran akan identitas dan
pemahaman tentang diri. Hal tersebut akan membentuk self esteem
sebagai individu yang keberadaannya berarti, berharga, dan dapat
diterima oleh orang lain. Keluarga sebagai lingkungan utama
pertumbuhan seseorang memiliki peranan penting dalam pembentukan
self esteem seseorang.5
Self esteem juga berkembang melalui pengalaman dan relasi.
Pengalaman yang negatif dan relasi yang buruk akan menyebabkan self
esteem rendah. Pembentukan self esteem dimulai sejak kecil dimana
orang tua yang memiliki peranan besar. Ketika sejak kecil individu sudah
sering dibentak, dimarahi, atau bahkan dipukuli maka ia akan
menganggap dirinya tidak berharga. Jika keadaan seperti ini terus
berlanjut maka individu akan miskin citra diri / self esteemnya rendah.
Peran orang dewasa pada awal masa perkembangan individu sangat
berpengaruh untuk membentukan self esteem, bahkan ketika individu
melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi pengembangan self
4Courtney Ackerman, What is Self Esteem? A Psychologist Explains,
https://positivepsychology.com/self-esteem/, diakses pada 17 September 2019 pukul 15.00 WIB. 5 Nikmarijal, “Urgensi Peranan Keluarga bagi Perkembangan Self Esteem Remaja”, Jurnal
Universitas Pendidikan Indonesia, t.t, h.1-5.
11
esteemnyapun perlu terus diperhatikan. Yang menjadi tugas para orang
dewasa ialah menjaga keharmonisan keluarga sejak dini, memantau
perkembangan pada masa-masa sekolahnya dimana individu mulai
menemukan orang-orang baru yang memungkinkan ia untuk terlibat
dalam masalah-masalah yang bersifat merusak dirinya.6
Menurut Nathaniel Branden membangun self esteem dapat
dilakukan melalui 6 pilar yakni:
a. Praktek hidup secara sadar, dengan menyadari perilaku sehari-hari
dan menjaga hubungan dengan orang lain.
b. Praktek menerima diri, dengan menyadari dan menerima bagian
terbaik dan terburuk dari dalam diri.
c. Praktek bertanggung jawab, dengan sadar tanggung jawab atas
pilihan yang diambil dan tindakan yang dilakukan.
d. Praktek ketegasan diri, bertindak dengan penuh keyakinan dan
perasaan.
e. Praktek hidup dengan menyengaja, dilakukan dengan mencapai
tujuan-tujuan pribadi yang telah dibuat untuk memberikan energi
pada diri
f. Praktek hidup dengan penuh integritas, tidak memberi kompensasi
terhadap segala hal yang bertentangan dengan keyakinan dan
tujuan yang ingin dicapai.7
2. Aspek dan Komponen Self Esteem
Coopersmith mengatakan bahwa self esteem adalah bentuk
evaluasi diri, penilaian yang bersifat umum terhadap kemampuan diri,
kebernilaian atas dirinya dan pandangan orang lain. Self esteem dalam
diri individu menurut Coopersmith terdiri dari beberapa aspek yaitu:
6 Bruno U.D.O and Njoku Joyce, “The Role of Teacher in Improving Students Self
Esteem”, International Journal of Academic Research in Progressive Education and Development
Vol.3, 2014, p. 47-53. 7Courtney Ackerman, What is Self Esteem? A Psychologist Explains,
https://positivepsychology.com/self-esteem/, diakses pada 17 September 2019 pukul 15.00 WIB.
12
a. Perasaan berharga
Individu akan memiliki perasaan berharga ketika ia dapat
menghargai orang lain dan menganggap dirinya berharga. Dengan
adanya perasaan ini individu dapat mengontrol tindakan yang
dilakukannya, mengekspresikan dirinya dan dapat menerima kritik
untuk dirinya.
b. Perasaan mampu
Perasaaan ini akan muncul jika individu mampu mencapai sesuatu
yang ia harapkan. Individu dengan perasaan ini akan memiliki nilai
dan sikap yang lebih demokratis dan realistis terhadap segala
sesuatu. Apabila individu mampu mencapai tujuannya ia akan
menilai dirinya secara tinggi.
c. Perasaan diterima
Perasaan ini muncul ketika individu merasa terlah menjadi bagian
dari lingkungannya. Ketika dalam suatu kelompok individu
diperlakukan sebagai bagian dari kelompok tersebut maka ia
merasa dirinya diterima dan dihargai dalam kelompok tersebut.8
Menurut Battle, self esteem pada individu terdiri atas tiga komponen,
yakni:
a. General self esteem
General self esteem ialah self worth terhadap keseluruhan penilaian
diri, aktifitas dan keterampilan yang merupakan hasil dari
pengalaman yang telah dilalui. Self esteem dianggap sebagai
penyebab dari segala tindakan. Menjaga self esteem menjadi
kebutuhan dasar agar dapat terlihat baik secara pribadi maupun di
public, karena individu akan berperilaku sesuai dengan tingkat self
esteem dirinya. General self esteem mempengaruhi perilaku
seseorang dalam kesehariannya dan dalam proses mencapai tujuan.
b. Sosial self esteem
8 Muhammad Suhron, Asuhan Keperawatan Konsep Diri: Self Esteem, (Ponorogo: Unmuh
Ponorogo Press, 2016), h.25.
13
Sosial self esteem mengacu kepada pandangan diri terhadap
kualitas hubungannya dengan orang lain. Sosial self esteem
menjadi penanda dari kesehatan psikososial individu, sebagai
dukungan intrapersonal dengan lingkungannya juga penyesuaian
individu dan psikopatologi. Kemampuan individu untuk
berinteraksi dilandasi atas dasar kenyamanan.
c. Personal self esteem
Personal self esteem berkaitan dengan self image. Personal self
esteem memengaruhi cara pandang dan perilaku diri. Yang masih
menjadi masalah ialah individu masih belum sepenuhnya
mengetahui nilai/eksistensi dirinya. Memahami personal self
esteem adalah langkah awal untuk dapat memiliki cara pandang
dan perilaku yang positif dengan cara penyadaran diri terlebih
dahulu.9
3. Faktor yang Memengeruhi Self Esteem
Terdapat beberapa factor yang memengaruhi self esteem individu,
antara lain:
a. Usia
Individu akan memperoleh self esteem sesuai tingkatan usianya dan
dimana lingkungan ia tumbuh. Di usia anak-anak dan remaja
biasanya ia akan memeroleh self esteemnya di sekolah dari teman,
maupun gurunya.
b. Ras dan etnis
Dengan banyaknya suku, budaya, etnis dan ras yang ada
kemungkinan akan berpengaruh kepada self esteem individu
tersebut dengan menjunjung tinggi gelongannya tersebut.
c. Pubertas
9 Refnadi, “Konsep Self Esteem serta Implikasinya pada Siswa”, Jurnal Educatio Vol 4,
2018, h.16-22.
14
Masa ini adalah perpindahan dari masa anak-anak menuju remaja
yang ditandai dengan timbulnya tanda seks sekunder pada individu
dan hormonalnya sehingga akan memengaruhi self esteemnya.
d. Jenis kelamin
Beberapa penelitian yang menunjukan bahwa pria lebih menjaga
self esteemnya dari pada wanita. Contohnya remaja putri akan lebih
mudah terganggu apabila menyangkut citra dirinya dibanding
remaja putra, karena remaja putri akan lebih sensitive dan peduli
terhadap penilaian dari orang lain supaya ia dapat diterima di
lingkungannya10
.
Dalam lingkungan pendidikan, factor yang berpengaruh terhadap
self esteem peserta didik ialah:
e. Latar belakang sosial
Kelas sosial dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelas atas, kelas
menengah, dan kelas bawah. Latar belakang sosial ditentukan oleh
tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan keluarga. Individu
dengan kelas sosial atas memiliki self esteem tinggi, sedangkan
individu dengan kelas sosial menengah kebawah memiliki self
esteem rendah.
f. Karakteristik pengasuhan
Self esteem anak akan tercermin dari bagaimana pola asuh di
keluarga dan riwayat perkawinan, pola interaksi ayah dan ibu juga
mempengaruhi. Ibu dan ayah yang memiliki self esteem tinggi akan
tercermin kepada pribadi anak yang hangat terhadap keluarga dan
selalu berperilaku positif. Anak dengan hasil pertengkaran dan
konflik akan menghasilkan self esteem yang negative.
g. Karakteristik subjek
Meliputi atribut fisik, karena tubuhnya dianggap tidak atau kurang
ideal dari pandangan orang lain maupun dirinya sendiri, self esteem
perempuan berhubungan dengan apakah ia sudah cukup cantik
10
Muhammad Suhron, ibid, h.24.
15
sedangkan lak-laki berhubungan dengan apakah dia sudah cukup
tampan; Intelegensi berfikir individu, individu dengan pengetahuan
yang luas memiliki self esteem yang tinggi; Sikap/ kepribadiannya,
individu yang sering merasa gelisah atau tidak tenang menandakan
sef esteemnya rendah; adanya masalah atau penyakit, berakibat
pada self esteem yang rendah.
h. Riwayat awal dan pengalaman
Dapat dilihat dari ukuran dan posisinya dalam keluarga, apakah
individu mengalami persaingan dalam keluarganya atau mendapat
perhatian yang lebih dari keluarga. Individu yang berasal dari latar
keluarga yang memiliki budaya, ekonomi, pendidikan yang positif
akan mempengaruhi tingkat self esteem yang tinggi. Juga
sebaliknya.
i. Hubungan orang tua dan anak
Apabila dalam hubungan orang tua dengan anak yang terjadi
adalah saling menerima, demokratis, juga tidak saling
ketergantungan atau mandiri, juga permisif. Maka dapat dicirikan
individu tersebut meniliki self esteem yang tinggi. 11
j. Persahabatan
Dengan adanya persahabatan memungkinkan seseorang untuk
berhubungan secara intim, penuh arti, dan kekal tanpa
memerhatikan status dan aturan-aturan. Individu yang memiliki
kualitas persahabatan yang tinggi akhirnya akan mengalami self
esteem yag tinggi pula.12
11
AR Koesdyantho, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Self Esteem Mahasiswa,
Jurnal Ilmiah Widya Wacana Vol.5 No. 1 Januari 2009, diakses pada 18 February 2019 pukul
12:42 WIB. 12
Anika Putri, “Hubungan antara Persahabatan dengan Self Esteem”, Skripsi pada Fakultas
Psikologi Universitas Muhamadiyah Surkarta, 2016, h. 1-13.
16
4. Karakteristik Self Esteem Individu
Tingkat self esteem individu terbagi menjadi dua golongan, yaitu
self esteem tinggi dan self esteem rendah, dengan karakteristik sebagai
berikut:
a. Individu dengan self esteem tinggi, memiliki ciri:
1) Merasa dirinya berharga, mengapresiasi diri sendiri tanpa
mengharapkan balasan dari orang lain
2) Tidak jumawa dengan dirinya dan menganggap yang lain
rendah
3) Aktif dan dapat mengekspresikan dirinya dengan baik
4) Berprestasi dalam bidang akademik
5) Dapat menjalin hubungan sosial dengan baik
6) Menerima kritik yang ditujukan pada dirinya
7) Memiliki keyakinan diri yang tinggi
8) Tidak terpengaruh oleh penilaian orang lain
9) Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
b. Individu dengan self esteem rendah, memiliki ciri:
1) Memiliki perasaan inferior, fokusnya untuk melindungi diri dan
tidak melakukan kesalahan
2) Kurang bisa megekspresikan diri
3) Memiliki kekhawatiran dalam interaksi sosial
4) Mudah putus asa dan depresi
5) Merasa diasingkan dan kurang diperhatikan
6) Tidak konsisten
7) Sangat ketergantungan dengan lingkungannya
8) Mudah mengakui kesalahan.13
Dalam sumber lain yang menjelaskan tentang kualitas/karakteristik
self esteem dijelaskan bahwa individu dengan positive self esteem
memiliki ciri:
1) Memiliki keyakinan terhadap prinsip hidup yang kuat
13
Muhammad Suhron, ibid, h.26-30.
17
2) Dapat menentukan pilihan, percaya kepada pendapat pribadi,
tidak menyalahkan pendapat yang berbeda dengan dirinya
3) Percaya akan kapasitas diri dalam menyelesaikan masalah, dapat
memperbaiki kegagalan, dan tidak sungkan meminta bantuan
4) Selalu turutserta dan menikmati berbagai kegiatan yang positif
5) Mempercayai bahwa dirinya berharga, maka orang-orang akan
bahagia jika berada di dekatnya
6) Tidak mudah memanipulasi oleh orang lain
7) Menempatkan diri bahwa dirinya sama orang lain, tanpa melihat
perbedaan pendapatan atau karirnya.
Sebaliknya, individu dengan negative self esteem memiliki
karakteristik:
1) Berat menerima kritik, suka menciptakan keadaan dimana ia
tidak puas dengan pencapaian dirinya, cenderung membesar-
besarkan masalah sebagai bentuk ketidakmampuannya untuk
memaafkan diri sendiri
2) Amat sangat sensitif, menganggap kritikan sebegai sesuatu
penyerangan bukan sebuah bentuk perbaikan
3) Terus menerus merasa bimbang karena takut membuat
kesalahan
4) Perfeksionis, akan frustasi apabila hasilnya tidak sempurna
5) Menganggap musuh semua yang tidak memahaminya
6) Mudah marah pada hal-hal yang kecil
7) Merasa disepelekan/diremehkan/dikecilkan
8) Cenderung bersikap negative dan seringkali sulit menikmati
kehidupan.14
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Mary H. Guindon
mengenai karakteristik self esteem pada peserta didik diperoleh
kesimpulan bahwa peserta didik yang memiliki self esteem tinggi
14
Audrey Sherman, Characteristic of High and Low Self Esteem,
https://dysfunctioninterrupted.com/characteristics-of-high-and-low-self-esteem/ diakses pada 17
September 2019 pukul 15.00 WIB.
18
memiliki karakteristik diantaranya: percaya diri, mudah bergaul, pandai
menyesuaikan diri, ramah, bahagia, selalu optimis dan positif, memiliki
pendirian yang kokoh, penuh motivasi, menerima dan toleran, aktif,
nyaman dengan dirinya sendiri, penyayang, bertanggung jawab, tegas,
tidak mudah terpengaruh, dan kompetitif. Sedangkan peserta didik
dengan karakteristik self esteem rendah dicirikan dengan: lebih suka
menyendiri, pemalu, berperilaku negative, merasa gelisah, sulit
bersosialisasi, kurang motivasi, murung, ketergantungan, tidak mampu
mengambil resiko, tidak percaya diri, dan sulit berkomunikasi.15
15
Refnadi, “Konsep Self Esteem serta Implikasinya pada Siswa”, Jurnal Educatio Vol 4,
2018, h.16-22.
19
B. Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses belajar. Belajar menurut Sukmadinata
ialah perubahan dalam kepribadian, yang diungkapkan sebagai respon baru
baik dalam bentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan
kecakapan. Proses pembelajaran dapat dilakukan dimana saja dan kapan
saja, tidak harus dalam kelas, dapat dilakukan secara formal, semiformal
maupun nonformal. Belajar juga dapat dilakukan dari lingkungan belajar
itu sendiri atau dari peristiwa sosial sehari-hari.16
Pembelajaran adalah
sebuah usaha untuk menciptakan situasi belajar yang dapat meningkatkan
kemampuan peserta didik sehingga tercapai tujuan pembelajarannya.17
Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai proses interaksi yang
dilakukan baik antar peserta didik atau antara peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajarnya pada suatu lingkungan belajar. Dalam
pembelajaran pendidik memiliki perananan sentral. Pendidik diharapkan
dapat menciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga kualitas
belajar peserta didik lebih efektif. Karena tugas pendidik bukan hanya
untuk transfer pengetahuan.18
Prinsip dasar pembelajaran diantaranya:
a. Pembelajaran adalah proses yang berlangsung seumur hidup;
b. Belajar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks;
c. Belajar mulai dari yang factual;
d. Belajar adalah bagian dari perkembangan makhluk hidup;
e. Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi bermacam-macam
factor, seperti faktor pembawaan, factor lingkungan, factor
kematangan, dan usaha peserta didik itu sendiri;
f. Proses pembelajaran mencakup seluruh aspek kehidupan;
16
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran teori dan konsep, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), h. 15. 17
Jamaludin, Acep Komarudin dan Koko Khoerudin, Pembelajaran Perspektif Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h.30. 18
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persana, 2006), h. 77.
20
g. Kegiatan pembelajaran berlangsung dimana saja kapan saja;
h. Kegiatan pembelajaran bisa dilaksanakan dengan atau tanpa guru;
i. Dalam proses pembelajaran pasti akan ditemukan hambatan
j. Dalam pembelajaran perlu adanya bimbingan dari pihak lain.19
2. Komponen Pembelajaran
Beberapa komponen yang diperlukan untuk menyampaikan
pembelajaran ialah:
a. Tujuan pembelajaran
Yaitu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan.
Penetapan tujuan pembelajaran ini nantinya akan memengaruhi
komponen pembelajaran yang lainnya seperti materi pembelajaran,
metode pembelajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran,
serta evaluasi pembelajaran.
b. Bahan pembelajaran
Merupakan isi dari proses pembelajaran. Bahan pembelajaran harus
disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, dengan
memperhatikan umur, minat dan bakat, latar belakang serta
pengalaman. Untuk itu pendidik harus menguasai bahan
pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didiknya.
c. Metode pembelajaran
Digunakan sebagai cara untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran bisa dilihat dari
beberapa factor, yakni tujuan yang ingin dicapai, keadaan peserta
didik, dan kondisi pendidik.
d. Media pembelajaran
Yakni segala sesuatu yang dapat digunakan demi tercapainya
tujuan pembelajaran. Media pembelajaran bertujuan untuk
merangsang perhatian peserta didik dalam proses pembelajaran
agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai.
19
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, ibid, h. 18.
21
e. Evaluasi pembelajaran
Merupakan proses pengumpulan data yang berkaitan dengan
kemampuan peserta didik untuk mengetahui hasil dari proses
pembelajaran.20
Evaluasi dilakukan untuk mengintrepretasikan
respon peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam evaluasi
ini peserta didik juga dapat mengevaluasi tingkah lakunya sendiri.
3. Langkah Pembelajaran
Ahmad Tafsir dalam buku Ilmu Pendidikan Islami menjelaskan
bahwa urutan langkah belajar ditentukan oleh banyak hal, antara lain:
a. Tujuan pembelajaran. Misalnya jika tujuan pembelajarannya adalah
keterampilan maka urutan langkahnya disesuaikan dengan tujuan
keterampilan; bila tujuannya mencapai konsep maka urutannya
akan berbeda dengan tujuan keterampilan, demikian seterusnya.
b. Kemampuan pendidik. Jika pendidik memiliki bakat melukis ia
dapat melukis untuk menyampaikan materi pembelajaran, jika
pendidik senang bercerita, ia dapat menggunakan metode
mendongeng, dan sebagainya. Langkah-langkah pembelajarannya
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
c. Jumlah murid. Perhatikan kondisi pembelajaran dengan melihat
jumlah muridnya, apabila misalnya pembelajaran dilaksanakan di
dalam kelas dengan jumlah 10 peserta didik maka pendidik harus
selektif memilih metode pembelajarannya, kondisi kelas ini cukup
efektif dan memungkinkan pendidik mengontrol jalannya
pembelajaran.
d. Media pembelajaran. Media yang digunakan juga disesuaikan
dengan metode pembelajaran yang digunakan. Apabila metode
pembelajaran tidak memerlukan media atau alat maka itu tidak
diperlukan.
20
Jumanta Hamdayana, Metodologi Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), h.16.
22
Pedoman dasar dalam pembuatan langkah pembelajaran
diperkenalkan oleh Robert Glaser yaitu dengan:
a. Menentukan tujuan pengajaran yang hendak dijapai pada saat jam
pelajaran. Tujuan tersebut tidak boleh menyimpang dari tujuan
yang telah ditetapkan oleh tujuan instruksional umum.
b. Menentukan entering behavior. Yakni guru mengetahui kondisi
peserta didiknya juga kondisi kesiapan pembelajaran.
c. Menentukan prosedur mengajar. Pendidik hendaklahnya
mengetahui berbagai macam pengajaran menurut jenis pembinaan
yang harus dilakukan.
d. Menentukan cara dan teknik evaluasi yang dilakukan ketika
pembelajaran berakhir.21
Pada intinya, meskipun berbeda-beda dalam penyebutannya
komponen pembelajaran yang efektif terdiri dari:
a. Pendahuluan pembelajaran
b. Pemaparan dan pengklasifikasian materi ajar dengan jelas
c. Pengawasan peserta didik dalam proses pembelajaran
d. Memberikan waktu untuk praktek atau latihan
e. Kesimpulan dan penutup pembelajaran
f. Pendalaman materi dan review22
4. Pendidik
Menurut istilah, pendidik ialah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, pamong belajar, tutor, konselor,
instruktur maupun lainnya yang khusus berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.23
Dengan amanah yang diembannya, tidak semua orang dapat
menjadi pendidik, pendidik harus menguasai kompetensi agar dapat
21
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), h.
196. 22
Jamaludin, Acep Komarudin dan Koko Khoerudin, op.cit, h.135. 23
UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 6
23
disebut professional. Kompetensi yang harus dikuasai mencakup
memahami peserta didik, mengerti tujuan pendidikan, menguasai materi,
metode, dan evaluasi, serta memahami alat dan lingkungan belajar.24
a. Syarat Utama Pendidik
Menurut Santrock, syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik yakni:
1) Memiliki pengetahuan dan keterampilan professional, tujuh
keterampilan yang harus dikuasai pendidik dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas yaitu: terampil dalam merencanakan
pengajaran secara instruksional, terampil mengembangkan
pembelajaran, terampil mengatur kelas, terampil memotivasi,
terampil berkomunikasi, terampil menilai, serta terampil
menguasai teknologi.
2) Memiliki komitmen dan motivasi. Komitmen ialah kesungguhan
seseorang untuk melaksanakan suatu tugas dan
bertanggungjawab secara tuntas. Pendidik harus memiliki
komitmen untuk melaksanakan tugas dan bertanggungjawab
penuh dalam mendidik peserta didiknya. Motivasi ialah
dorongan seseorang untuk melakukan suatu tugas dan
tanggungjawab yang didasarkan pada tujuan tertentu. Pendidik
diharuskan memiliki motivasi yang tulus dan ikhlas ketika
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik.
Motivasi tersebut akan tercermin dalam bentuk tingkah laku
seorang pendidik. 25
b. Prinsip Profesionalitas Pendidik
Pemerintah telah membuat kebijakan mengenai prinsip
profesionalitas yang harus dimiliki guru diantaranya ialah:
1) berdasarkan panggilan jiwa, minat, bakat dan idealism
24
Jamaludin, Acep Komarudin dan Koko Khoerudin, op.cit, h. 96. 25
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta: PT Indeks, cet.1, 2013), h. 111
24
2) Mempunyai komitmen dalam meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia
3) Berlatar belakang pendidikan yang sesuai dan memiliki
kualifikasi akademik
4) Berkompeten dan bertanggungjawab atas tugasnya
5) Memperoleh penghasilan sesuai dengan prestasi kerjanya
6) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalannya
7) Mendapatkan jaminan perlindungan hukum dalam menjalankan
tugasnya
8) Tergabung dalam organisasi profesi yang berkaitan dengan
tugas keprofesionalannya.26
c. Kompetensi Pendidik
Dalam system pendidikan nasional dinyatakan bahwa guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, juga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kualifikasi akademik bagi pendidik dapat diperoleh dengan menumpuh
jalur pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat. Kompetensi
yang harus dimiliki guru meliputi:
1) Kompetensi pedagogis, yaitu kemampuan untuk mengelola
pembelajaran juga peserta didik
2) Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan pendidik untuk
dapat menjadi pribadi yang mentap, berakhlak mulia,
berwibawa, arif, dan dapat menjadi teladan bagi peserta didik.
3) Kompetensi professional, yaitu kemampuan untuk menguasai
materi pembelajaran secara komprehensif.
4) Kompetensi sosial, yakni kemampuan pendidik dalam
berinteraksi dan berkomunikasi dengan efektif dan efesien
26
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta: PT Indeks, cet.1, 2013), h. 108
25
kepada peserta didik, sesame pendidik, wali murid, atau
masyarakat.27
5. Peserta didik
Peserta didik ialah anggota masyarakat yang berupaya
mengembangkan potensi dirinya dengan proses belajar yang tersedia di
setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan.28
Peserta didik memiliki hak
yang telah diatur dalam system pendidikan nasional yakni:
1) Memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang
dianutnya dan mendapat pengajaran oleh pendidik yang seagama.
2) Memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuan.
3) Memperoleh beasiswa bagi peserta didik yang berprestasi serta
yang orangtuanya tidak mampu membiayai.
4) Memperoleh biaya pendidikan bagi peserta didik yang orang
tuanya tidak mampu membiayai
5) Melanjutkan ke program pendidikan pada jalur dan satuan
pendidikan lain yang setara
6) Menyelesaikan pendidikan sesuai dengan kemampuan belajar
masing-masing dan tidak melebihi batas waktu yang ditentukan.
Selain hak yang telah diatur, peserta didik juga memiliki kewajiban
yang harus dipenuhi diantaranya:
1) Menjaga norma pendidikan sebagai jaminan keberlangsungan
proses dan keberhasilan pendidikan
2) Turut serta menanggung biaya pendidikan bagi yang mampu.29
Peserta didik ialah subjek dan objek pendidikan. Dengannya
peserta didik menjadi kunci dalam pelaksanaan pendidikan. Peserta didik
merupakan kesatuan psiko-fisis yang berinteraksi secara sosiologis dengan
rekan sebayanya, pendidik, stakeholder sekolah, dan masyarakat umum
27
Agoes Dariyo, op.cit, h.108 28
UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 4 29
Agoes Dariyo, op.cit, h. 123-124.
26
dengan berbagai potensi psikologis dan latar belakang kehidupan yang
berbeda.30
Ada banyak hal yang perlu diketahui tentang peserta didik,
terutama bagi calon pendidik. Aspek-aspek tersebut diantaranya:
1) Latar belakang masyarakat dimana kultur peserta didik itu menetap
2) Situasi di dalam latar belakang keluarganya
3) Tingkat intelegensi peserta didik
4) Hasil belajar yang diperoleh peserta didik selama mengikuti proses
pembelajaran
5) Keadaan pertumbuhan dan kesehatan peserta didik
6) Hubungan/relasi yang terjalin antar pribadi peserta didik
7) Kebutuhan emosional masing-masing peserta didik
8) Sifat-sifat kepribadian dan minat belajar peserta didik yang
beraneka ragam.31
6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Proses Pembelajaran
Dalam proses belajar juga terdapat banyak factor yang
memengaruhi, factor tersebut diantaranya:
a. Peserta didik dengan aneka ragamnya, yang mencakup tingkat
kecerdasan, bakat, sikap, minat, motivasi, keyakinan, kecerdasan,
kedisiplinan, dan tanggung jawab yang tentunya berbeda-beda;
b. Pengajar dengan kompetensi pedagogic, kompetensi sosial,
kompetensi personal, dan kompetensi profesional, dengan
kualifikasi pendidikan dan kesejahteraan yang memadai;
c. Atmosfir pembelajaran yang sehat, aktif dan partisipatif serta
adanya komunikasi multiarah yan diharapkan mampu
mengembangkan kecerdasan dan spiritual serta menekan emosi
baik untuk pendidik maupun peserta didik;
d. Sarana dan prasarana yang menunjang penuh proses pembelajaran;
30
Jamaludin, Acep Komarudin dan Koko Khoerudin, Pembelajaran Perspektif Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h.96. 31
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), h.101-105.
27
e. Kurikulum sebagai acuan pembelajaran;
f. Lingkungan agama, sosial, budaya, politik, ekonomi, ilmu, dan
teknologi serta alam yang mendukung proses pembelajaran;
g. Pembiayaan yang mendukung berlangsungnya proses
pembelajaran.32
Slameto juga berpendapat bahwa faktor yang memengaruhi
keberhasilan proses pembelajaran ialah suatu rangkaian keterkaitan yang
terjadi antara pendidik dan peserta didik. Faktor ini terdiri dari faktor
internal dan faktor eksternal.33
a. Faktor internal, berasal dari dalam diri individu
1) Factor fisiologi, yang dibagi menjadi dua macam yaitu:
Pertama, keadaan tonus jasmani. Kondisi fisik yang sehat akan
mempengaruhi proses pembelajaran. Apabila fisik sehat akan
berpengaruh positif, apabila fisik lemah atau sedang sakit akan
menghambat proses pembelajaran. Untuk itu perlunya menjaga
kesehatan fisik agar tidak mengganggu proses pembelajaran
dengan cara menjaga pola makan yang sehat, olah raga teratur
dan istirarat yang cukup.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/ fisiologis. Peran panca indra
sangat memengaruhi proses pembelajaran. Panca indra adalah
gerbang masuknya seluruh informasi yang disampaikan melalui
pembelajaran, untuk itu penting menjaga kesehatan fungsi
panca indra kita untuk memudahkan aktivitas pembelajaran.
2) Factor psikologis
a) Intelegensi peserta didik, yakni kemampuan psiko-fisik
individu dalam mereaksikan suatu rangsangan atau
beradaptasi dengan lingkungan dengan mudah. Intelegensi
tidak hanya ditentukan oleh kualitas otak saja, tatapi organ
tubuh lainnya juga memengaruhi.
32
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2012), h. 8. 33
Jamaludin, Acep Komarudin dan Koko Khoerudin, op.cit, h. 147
28
b) Motivasi, ialah suatu bentuk dorongan positif yang
berpengaruh pada keefektifan proses belajar peserta didik.
Motivasi juga terdiri atas dua sumber utama, yakni berasal
dari dalam diri individu itu sendiri dan dukungan dari orang
lain.
c) Sikap, ialah dimensi efektif manusia yang berupa
kecenderungan bereaksi atau merespon suatu objek,
peristiwa, atau lainnya secara konsisten baik positif maupun
negative. Sikap pendidik dan peserta didik masing-masing
memiliki pengaruh dalam proses pembelajaran.
d) Bakat, ialah kemampuan atau potensi yang dimiliki setiap
individu untuk mendukung proses belajarnya sehingga
memudahkan tercapainya keberhasilan di masa depan.
Pendidik dapat memahami bakat setiap peserta didiknya
dengan cara mendukung dan mengarahkan bakat peserta
didiknya agar berkembang.
b. Faktor eksternal, berasal dari luar diri individu
1) Metode mengajar, metode yang pendidik terapkan harus
dilaksanakan sesuai dengan prinsip pembelajaran, sebab
pemilihan metode sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
proses pembelajaran.
2) Kurikulum, kurikulum adalah serangkaian komponen yang
tersusun dan telah ditetapkan yang akan berpengeruh langsung
kepada peserta didik
3) Relasi pendidik dan peserta didik, jika terjalin hubungan yang
baik antara pendidik dengan peserta didik proses pembelajaran
akan berlangsung menyenangkan. Jika tidak maka tingkat
partisipasi peserta didik akan rendah.
4) Relasi peserta didik dengan peserta didik, penting bagi pendidik
mengetahui kondisi masing-masing peserta didiknya. Apabila
diketahui antar peserta didik memiliki masalah yang dapat
29
mengganggu proses pembelajaran maka pendidik wajib
menjadi mediator. Pendidik harus menciptakan hubungan yang
bai antar peserta didik agar berpengaruh positif terhadap
pembelajaran.
5) Disiplin sekolah, kebijakan sekolah akan memengaruhi
kerajinan peserta didik. Bentuk disiplin sekolah berupa
kedisiplinan pendidik dan peserta didik dalam proses
pembelajaran dan melaksanakan tata tertib.
6) Alat pembelajaran, dengan ketersediaan dan keahlian pendidik
dalam memilih alat pembelajaran yang tepat akan
mempermudah peserta didik menerima materi pembelajaran.34
34
Jamaludin, Acep Komarudin dan Koko Khoerudin, op.cit, h.147-154.
30
C. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan memiliki pengertian yang beranekaragam. Dari
epistimologinya pendidikan biasa kita kaitkan dengan istilah tarbiyah,
ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad, dan tadris.35
Tarbiyah dapat berarti
mengasuh, memproduksi, mengembangkan, memelihara, membesarkan.
Ta’lim berarti pengajaran. Ta’dib berarti pendidikan sopan santun, akhlak,
moral, etika. Riyadhah berarti pelatihan atau pengajaran.
Menurut terminology pendidikan dapat diartikan sebagai usaha
pendidik yang dilakukan dengan kesadaran untuk mencapai suatu tujuan
dengan meningkatkan keterampilan, sikap, dan pengetahuan peserta didik
yang terlibat secara aktif mengikuti proses pembelajaran dimana prosesnya
sudah tersusun dan terencana dapat dilaksanakan dalam jalur formal,
nonformal maupun semiformal di dalam maupun luar sekolah.
Pendidikan menurut Ahmad Tafsir memiliki tiga focus utama,
yakni pertama, proses atau kegiatannya terbagi menjadi tiga bagian, yakni
kegiatan yang dilakukan oleh individu itu sendiri, kegiatan yang dilakukan
oleh lingkungan, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang lain. Kedua,
ranah pendidikan mencakup tiga bagian pula yaitu jasmani, akal, dan hati.
Ketiga, lokasi pendidikan juga dibagi menjadi tiga bagian, yakni rumah
tangga, masyarakat, dan sekolah.36
Atau sumber lain yang menyatakan bahwa dalam pendidikan
terdapat dua proses inti yaitu pengembangan individu dan pengembangan
sosial. Pengembangan individu meliputi proses pengembangan
kemampuan, sikap, dan tingkah laku peserta didik yang langsung terlibat
didalam proses pendidikan secara aktif. Serta pengembangan sosial yang
mendukung apabila lingkungan pendidikan baik kurikulim, sarana, media
35
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Kaharisma Putra
Utama, 2017), h. 10. 36
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), h.36
31
dan lainya yang menunjang kegiatan pendidikan telah disediakan dan
terkontrol.37
Agama berasal dari Bahasa sansekerta, a yang artinya tidak serta
gama artinya pergi. Maka agama berarti tidak pergi, menetap, turun
temurun.38
Agama juga dapat diartikan sebagai peraturan, tata cara,
upacara hubungan dengan Dewa. Agama memiliki beberapa unsur penting
yaitu adanya kekuatan ghaib atau agung, pengakuan atau kepercayaan
terhadap kekuatan ghaib yang agung, adanya hubungan dengan yang
agung tersebut dengan peribadatan atau penyembahan, dan respon yang
emosional dari individu.
Kata agama dalam Bahasa Arab yaitu din yang juga memiliki
empat unsur penting yakni pertama pengakuan terhadap yang agung dalam
ini iman kepada Allah, kedua hubungan tersebut dilanjutkan dalam bentuk
ibadah kepada Allah, ketiga adanya doktrin yang mengatur terhadap
pengakuan tersebut terdapat dalam Al-quran dan Sunnah Nabi, keempat
adanya sikap dalam bentuk taqwa. Ciri-ciri agama berdasarkan istilah din
yakni agama dikenal sebagai peraturan Tuhan, agama hanya diperuntukan
kepada orang yang berakal, agama dijalankan atas kehendak pribadi, dan
agama bertujuan ganda dengan berorientasi kepada kebahagiaan dan
kesejahteraan dunia dan akhirat.
Istilah agama dalam kamus besar Bahasa Indonesia ialah sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada
Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.39
Definisi pendidikan agama telah ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No 55 tahun 2007 tentang pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan bab 1 pasal 1 yang dimaksud dengan
37
Syafril dan Zulhendri Zen, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Depok: Penerbit Kancana,
2017), h.31. 38
Dede Ahmad Ghozali dan Heri Gunawan, Studi Islam Suatu Pengantar Pendekatan
Interdisipliner, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h.2 39
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kbbi.web.id
32
Pendidikan agama ialah pendidikan yang memberikan pengetahuan
dan pembentukan sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta
didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan
sekurang kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.40
Islam berasal dari kata salama yang berarti patuh atau menerima.
Kata dasarnya salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, dan tidak
bercacat. Dari kata itu munculah kata selamat, salm, silm yang berarti
kedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri. Secara terminology Islam
berarti agama dengan ajaran yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada
Rasul Muhammad SAW. Ajaran Islam bertujuan untuk membawa rahmat
bagi semesta. Ajaran Islam sangat komprehensif, mengatur seluruh tata
cara kehidupan pengikutnya dalam beribadah maupun berinteraksi dengan
seluruh makhluk-Nya.
Sumber ajaran Islam yang utama adalah Al-quran dan Sunnah, dan
ijtihad. Sumber ajaran islam ini tergambarkan dalam dialog yang terjadi
antara Rasulullah SAW dengan Mu’adz bin Jabal ketika akan ditugaskan
menjadi gubernur Yaman.
Rasulullah : “Dengan apakah engkau melaksanakan hukum?”
Mu’adz : “Dengan kitab Allah.”
Rasulullah : “Jikalau tidak mendapatkan dalam kitab?”
Mu’adz : “Dengan Sunnah Rasul.”
Rasulullah : “Jikalau tidak mendapatkan di sana?”
Mu’adz : “Saya berjihad dengan akal saya dan tidak akan putus
asa.”
Rasululah : ”Segala puji bagi Allah yang telah berkenan memberi
petunjuk kepada utusan-Nya yang diberi restu-
Nya.”41
Dari dialog ini terdapat kesimpulan bahwa sumber ajaran islam
yang diprioritaskan utama adalah Al-quran, kemudian Sunnah jika tidak
40
PP RI No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan 41
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
h.170.
33
terdapat dalam keduanya maka manusia akan berijtihad. Jika terjadi
pertentangan maka kembali lagi ke Al-quran.
Dengan demikian, pendidikan agama Islam dapat diartikan sebagai
suatu program yang dirancang untuk mempersiapkan peserta didik agar
dapat mengimani dan mengimplementasikan ajaran islam juga
menghormati ajaran agama lain agar tercipta kerukunan sebagai lambang
persatuan bangsa.42
Sehingga usaha pembelajaran PAI di sekolah jangan
sampai menumbuhkan semangat fanatisme dan intoleran antar peserta
didik juga memperlemah kerukunan kehidupan beragama.
2. Meteri Pendidikan Agama Islam
Dalam buku Pengayaan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
di SMP dan SMA untuk pendidik, terdapat lima pokok bahasan mata
pelajaran PAI yaitu: Al-Quran Hadist, Akidah, Akhlak, Fikih, Tarikh &
Kebudayaan Islam. Pokok bahasan ini melingkupi konsep:
a. Al-Quran Hadist
Pembahasan materi ini adalah mengenai konsep berlomba dalam
kebaikan, bersih dan sehat, etos kerja, ikhlas, ilmu pengetahuan dan
teknologi, khalifah, penciptaan manusia, lingkungan, manusia,
menuntut ilmu, musyawarah, peduli, sabar, dan toleransi agama
dalam Al-quran hadits.
b. Akidah
Dalam pembahasan materi akidah ini akan dijelaskan mengenai
konsep arsy, azli, fatalisme, hari akhir, ikhtiar, iman, ismah,
istiqomah, kafir, malaikat, metafisik, mukjizat, nasib, qada dan
qodhar, qanaah, risalah, sunatullah, syirik, tagut, tahayul, tawakal,
ten commandeman, ulul azmi.
c. Akhlak
Pembahasan tentang materi akhlak ialah adil, akhlak, amanah,
ananiyah, ghadab, hasad, hilm, husn al-dann, iffah, ikhlas, israf,
42
Muhammad Alim, ibid, h.9.
34
munafik, muruah, namimah, qanaah, raja’, rida, riya, sabar, taat,
takabur, tasamuh, taubat, tawadu, tawakal, ukhuwah, zuhud.
d. Fikih
Dalam materi fikih akan dijelaskan mengenai konsep akikah, aurat,
baitul maal, dakwah, darurat, faraid, fasakh, hablun min al-nas dan
hablun min al-lah, hadanah, haid, harfiyah, hijab, idah, hari ied,
ijab kabul, ijma, ijtihad, ila, jenazah, kafarat, khiyar, khulu, kurban,
lian, menghadap kiblat, mudarabah, mukhalaf, mumayyiz, musafir,
puasa, qiyas, riba, rukhsah, sholat dan khutbah jumat, sholat jamak
qasar, sujud, syarak, talak, waris, wasiat, zakat, zihar.
e. Tarikh & Kebudayaan Islam
Yang akan membahas tentang Abdurrahman bin Auf, Abu Bakar,
Abu Hurairah, Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan, Abu Thalib,
Aisyah, Ali bin Abi Thalib, kaum anshar, badar, bay’ah, bayt al-
mal, Hamzah, hijrah, hudaibiyah, Hunain, Ibnu Abbas, jahiliyah,
jama’ah, ka’bah, Khadijah, khalifah, khandaq, Madinah, Makkah,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Muhammad SWT, piagam Madinah,
quraisy, riddah, sahabat, siffin, suku, tabuk, Thalhah bin
Ubaydillah, uhud, Umar bin Khatab, ummat, Utsman bin Affan,
yahudi, Zayd bin Tzabit, Al-Zubair bin Al-Awwam.43
3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam
Segala sesuatu diciptakan memiliki tujuan. Tujuan pengajaran
misalnya disusun memiliki fungsi sebagai pusat untuk melaksanakan
kegiatan pembelajaran, penentu arah kegiatan pembelajaran, pedoman
pembuatan RPP, bahan memperluas ruang lingkup pembelajaran serta
untuk mencegah dari penyimpangan kegiatan pembelajaran.44
43
Ismatu Ropi, dkk, Buku Pengayaan Mata Pelajaran PAI di SMP dan SMA untuk Guru,
(Jakarta: Penerbit Kencana, 2012), h. xv-xxvi. 44
Zakiyah Darajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
h.73.
35
Fungsi dan tujuan pendidikan secara umum telah dijelaskan oleh
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan yang telah merancang tujuan
pendidikan di dalam Undang-undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang berbunyi:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangan kemampuan dan
membentk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokrtis serta bertanggung jawab.45
Tercatut pula dalam Bab II pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No 55 tahun 2007 tentang fungsi dan tujuan dari pendidikan
agama. Pendidikan agama memiliki fungsi untuk membentuk manusia
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan
inter dan antarumat beragama. Sedangkan tujuan pendidikan agama
dijelaskan sebagai langkah untuk berkembangnya kemampuan peserta
didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama
yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni.46
Dalam bukunya Ramayulis menuliskan tujuan dan fungsi dari
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Tugas Pendidikan Agama Islam,
diantaranya ialah membimbing, dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik secara bertahap sampai titik dimana peserta
didik mencapai kehidupan yang optimal. Dan fungsi pendidikan agama
islam ialah menyediakan fasilitas yang memungkinkan tugas pendidikan
tersebut berjalan dengan lancar.47
45
UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 46
Peraturan Pemerintah RI No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan. 47
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam: analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2015), hlm. 122.
36
Menurut GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam tahun
1999, tujuan pendidikan agama islam ialah untuk mengokohkan keimanan,
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam kepada peserta
didik sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa juga
berakhlak mulia di dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.48
Dengan demikian, proses pembelajaran yang dialami peserta didik
dimulai dengan tahap kognisi, yaitu peserta didik mengetahui dan
memahami ajaran islam. Lalu memasuki tahap afeksi dengan
menginternalisasikan nilai-nilai ajaran agama Islam dalam dirinya dalam
bentuk menghayati dan meyakini ajaran Islam dengan hal tersebut
diharapkan peserta didik dapat mengamalkan dan menaati ajaran
agamanya dalam tahap psikomotorik untuk menjadi manusia yang
beriman, bertaqwa juga berakhlak mulia.
Pengajaran pendidikan agama islam di sekolah memiliki
karakteristik yang membedakan dengan mata pelajaran yang lainnya,
yaitu:
a. Mata pelajaran PAI berupaya untuk mengokohkan akidah peserta
didik agar terjaga dalam situasi dan kondisi apapun
b. Mata pelajaran PAI berupaya menjaga nilai nilai yang terkandung
dalam Al-quran dan Hadits serta otentitas keduanya sebagai sumber
ajaran islam
c. Mata pelajaran PAI lebih menekankan kepada pengamalan iman,
ilmu, amal dalam kehidupan sehari-hari
d. Mata pelajaran PAI berusaha untuk menumbuhkan sikap sholeh
baik untuk individu maupun sosial
e. Mata Pelajaran PAI menjadi landasan untuk mengembangkan
iptek, budaya, serta aspek lainnya
48
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet.3, 2004), h. 78.
37
f. Isi dari mata pelajaran PAI mengandung nilai yang bersifat
rasional dan supra rasional
g. Mata pelajaran PAI berupaya memahami dan menambil ibrah dari
sejarah kebudayaan (peradaban) islam
h. Mata Pelajaran PAI memungkinkan munculnya multitafsir,
sehingga akan mendorong siswa untuk menjaga ukhuwah
Islamiyah.49
Karakteristik-karakteristik ini muncul berdasarkan pada fungsi
pendidikan agama islam sendiri yaitu:
a. Untuk mengembangkan intelektual, psikomotorik dan afektif
peserta didik
b. Untuk mengembangkan segala fitrah yang ada peserta didik
c. Untuk meningkatkan kualitas akhlak insani dan ilahi peserta didik
d. Untuk menciptkan generasi yang madani.50
D. Penelitian Relevan
Beberapa hasil penelitian relevan yang mendukung peneliti untuk
melakukan penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Jurnal mengenai “Konsep self esteem serta Implikasinya pada Siswa” yang
ditulis oleh Refnadi. Dijelaskan bahwa untuk menghadapi permasalahan
pendidikan, siswa diharuskan memiliki self esteem yang tinggi agar dapat
mencegahnya melakukan hal-hal negative dalam proses pembelajaran. Self
esteem yang tinggi akan membuat siswa merasa berharga, menghormati
dirinya sendiri, selalu memiliki pandangan positif terhadap segala sesuatu,
dan juga menjadikannya selalu ingin berkembang. Sedangkan self esteem
yang rendah akan membuatnya mengalami berbagai masalah psikologis
dan sosial. Ia akan mudah mendapat pengaruh negative dari
lingkungannya sehingga akan cenderung berperilaku menyimpang.
49
Su’dadah, “Kedudukan dan Tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah”, Jurnal
Kependidikan Vol.II No.2 November 2014, h.157 diakses pada tanggal 30 Juli 2019 pukul 16.27
WIB 50
Su’dadah, ibid.
38
Dengan rendahnya self esteem pada siswa akan menghambat siswa untuk
berprestasi.51
2. Penelitian dengan judul “Upaya Sekolah dalam Pembentukan Self Esteem
Siswa melalui Pembelajaran” yang ditulis oleh Ruhmania Utari,
menyatakan bahwa sekolah adalah lembaga yang akan memengaruhi
perilaku siswa di kemudian hari. Kebijakan sekolah secara otomatis akan
berpengaruh terhadap self esteem peserta didiknya. Sekolah harus memberi
ruang bagi pendidik untuk menjadi bagian dalam membuat kebijakan
sekolah. Karena pendidiklah yang langsung berinteraksi dengan peserta
didik dalam proses pembelajaran yang akan memengaruhi pembentukan
self esteem peserta didiknya.52
3. Jurnal yang ditulis Anastasia Sri Mendari yang berjudul “Aplikasi Teori
Hirarki Kebutuhan Maslow dalam Meningkatkan Motivasi Belajar
Mahasiswa”. Disimpulkan bahwa untuk memahami dan memuaskan
kebutuhan mahasiswa dapat dilakukan dengan memberikan motivasi
sebagai dorongan atas kekuatan yang ada pada diri sebagai salah satu
faktor membentuk perilaku. Dengan pemberian motivasi kepada
mahasiswa dapat mengoptimalkan efektifitas proses pembelajaran.53
4. Penelitian Robinggatin dengan judul “Pengembangan Self Esteem melalui
Pembelajaran Kooperatif” dengan subjek ialah siswa sekolah dasar,
penelitian menunjukan bahwa pengembangan self esteem dapat dilakukan
melalui pembelajaran kooperatif dengan cara mengajarkan nilai-nilai
kerjasama, membangun komunitas antar kelas, toleransi dengan
perbedaan, dan mengembangkan hubungan positif antar teman sehingga
akan mengembangan kemampuan akademiknya. Anak dengan self esteem
tinggi akan lebih percaya diri, menganggap orang lain sama seperti
dirinya, dengan itu ia tidak akan merasakan adanya perbedaan dan akan
51
Refnadi, “Konsep Self Esteem serta Implikasinya pada Siswa”, Jurnal Educatio Vol 4,
2018, h.16-22. 52
Ruhmania Utari, “Upaya Sekolah dalam Pembentukan Self Esteem Siswa melalui
Pembelajaran”, Jurnal Dinamika Pendidikan No.1, 2007, h. 76-89. 53
Anastasia Sri Mendari, “Aplikasi Teori Hirarki Kebutuhan Maslow dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Mahasiswa”. Jurnal Widya Warta No.1, 2010, h.82-91.
39
lebih menerima dan saling menghargai satu sama lain. Pengembangan self
esteem oleh guru dilakukan dengan melayani anak dengan penuh tanggung
jawab, melayani dengan sepenuh hati, dan menghindari dari pilih kasih,
ancaman, mempermalukan atau bahkan merendahkan harga diri siswa
tersebut.54
5. Penelitian yang dilakukan oleh Anika Putri mengenai “Hubungan antara
Persahabatan dengan Self Esteem” dengan tujuan untuk mengetahui
adanya peran sahabat dalam pembentukan self esteem pada mahasiswa.
Proses analisis data menggunakan korelasi product momen dengan
korelasi antara persahabatan dengan self esteem (r) sebesar 0,0425 dengan
p=0,000 dimana p< 0,01 yang berarti terdapat hubungan positif yang
sangat signifikan antara persahabatan dengan self esteem. Semakin tinggi
tingkat persahabatan maka semakin tinggi pula self esteemnya, sebaliknya
jika tingkat persahabatan rendah maka rendah pulalah tingkat self
esteemnya. Penghargaan yang diterima sebagai respon dari persahabatan
tersebut pada akhirnya akan mempertinggi self esteem seseorang. Dalam
penelitian itu juga diketahui peran persahabatan terhadap self esteem
hanya seseorang sebesar 17% tersisa sekitar 83% faktor lain yang dapat
memengaruhi self esteem seseorang.55
54
Robinghatin, “Pengembangan Self Esteem melalui Pembelajaran Koperatif”, Jurnal
STAIN Samarinda, t.t, h. 1-10. 55
Anika Putri, “Hubungan antara Persahabatan dengan Self Esteem”, Skripsi pada Fakultas
Psikologi Universitas Muhamadiyah Surkarta, 2016, h.1-13.
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Yang menjadi objek dalam penelitian ini ialah implikasi konsep self
esteem menurut Abraham Maslow dalam pencapaian tujuan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Waktu penelitian ini terhitung sejak lulus seminar
proposal pada bulan April 2019 sampai dengan Oktober 2019.
B. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penulis melakukan penelitian melalui studi kepustakaan atau library
research. Penelitian kepustakaan termasuk ke dalam jenis penelitian kualitatif
dimana proses pengumpulan data dilakukan di perpustakaan sebagi salah satu
sumber literarur bagi penulis dalam mencari topik penelitian.1 Kajian pustaka
dilakukan dengan mencari dan memilih sumber bacaan yang relevan dengan objek
penelitian. Proses penelitian berlangsung di perpustakaan umum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan tempat-tempat lain yang mendukung tersedianya topik
terkait objek penelitian.
2. Sumber Data
Sumber data ialah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan
dasar suatu kajian atau penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan data
primer dan data sekunder yang mendukung objek penelitian. Data primer ialah
data yang diperoleh langsung dari objek penelitian, sedangkan data sekunder ialah
data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian, tetapi melalui
sumber lain.
Sumber primer dalam penelitian ini ialah buku Motivasi dan Kepribadian
karangan Abraham Maslow yang diterjemahkan oleh Nurul Iman dikoreksi oleh
1Andi Prastowo, Metode Penelitian kualitatif dalam Prespektif Rancangan Penelitian,
(Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), cet. III hlm 190.
41
staf lembaga PPM diterbitkan oleh PT Pustaka Binaman Pressindo tahun 1984.
Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah:
a. Literature mengenai pemikiran Abraham Maslow seperti Buku Manusia
Utuh: Sebuah Kajian atas Pemikiran Abraham Maslow oleh Hendro
Setiawan diterbitkan oleh penerbit Kanisius tahun 2014 dan Buku
Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow oleh Frank G.
Goble diterjemahkan oleh A.Supratinya Penerbit Kanisuis tahun 1987.
b. Literatur mengenai pembelajaran PAI seperti buku-buku karangan
Muhaimin dengan judul:
Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah diterbitkan oleh PT Remaja Rosdakarya
Offset tahun 2001
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi diterbitkan oleh PT Rajawali Press
tahun 2009
Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan,
Managemen Kelembagaan, Kurikulum, hingga Strategi
Pembelajaran, diterbitkan oleh PT Rajawali Press, tahun 2009
Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Agama Islam
diterbitkan oleh Rajawali Press tahun 2011
Model Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran dalam
Pendidikan Islam Kontemporer di Sekolah/Madrasah dan Perguruan
Tinggi diterbitkan oleh UIN Maliki Press tahun 2016
c. Dan segala bentuk karya ilmiah seperti jurnal, skripsi, dan hasil seminar
mengenai konsep self esteem, pemikiran Abraham Maslow, serta kajian
terhadap pembelajaran pendidikan agama Islam yang relevan terhadap
objek penelitian.
42
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini akan terfokus kepada pembahasan mengenai implikasi
konsep self esteem Abraham Maslow dalam pencapaian tujuan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di sekolah.
D. Prosedur Penelitian
Secara umum terdapat empat tahapan dalam pelaksanaan kajian
kepustakaan yakni:
1. Melakukan penelusuran kepustakaan, dengan mengumpulkan sumber-
sumber yang relevan terhadap fokus penelitian dari berbagai karya ilmiah
baik berupa buku maupun jurnal.
2. Melakukan pengkajian terhadap hasil data terpilih, dengan membaca dan
menarik keterkaitan antara sumber data dan fokus penelitian.
3. Menyusun dan mengembangkan kerangka teoritis, kerangka teoritis berisi
teori atau isu-isu penelitian dengan tujuan agar penelitian lebih terfokus,
penyusunan kerangka teoritis dilakukan dengan sumber data yang umum
terlebih dahulu kemudian ke yang lebih spesifik.
4. Menyusun dan mengembangkan kerangka konseptual, setelah mengetahui
kerangka toritis yang hendak diteliti, kerangka konseptual akan membantu
penulis dalam menjawab permasalahan penelitian yang telah disusun
dalam kerangka teoritis tersebut.2
2 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h.124.
43
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Konsep Self Esteem Abraham Maslow
a. Biografi singkat pemikiran Abraham Maslow
Abraham Harold Maslow lahir 1 April 1908, dibesarkan di
Brooklyn, New York, USA. Maslow adalah anak pertama dari tujuh
bersaudara. Menjadi minoritas karena ia satu-satunya anak laki-laki
Yahudi di perkampungan non Yahudi. Masa kecil Maslow sangat
tidak bahagia, ia sulit bergaul. Namun Maslow kecil dapat menjalani
kehidupannya dengan berteman dengan buku, ia tumbuh di dalam
perpustakaan. Dengan begitu ia selalu menjadi peringkat pertama di
sekolahnya. Maslow sangat suka belajar dan ia memilih jurusan
psikologi sebagai studinya berdasarkan pada ketertarikannya pada
masalah-masalah kemanusiaan dan kegigihannya dalam mewujudkan
sesuatu yang nyata.1
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran humanistic
atau mazhab ketiga yang muncul sebagai reaksi atas aliran
behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran humanistic Abraham Maslow
menggambarkan bahwa individu ialah makhluk yang bebas dan
bermartabat serta selalu bergerak ke arah pengungkapan potensi yang
dimilikinya dengan syarat lingkungannya memungkinkan. Menurut
Maslow manusia adalah makhluk yang terintegrasi secara penuh dan
dapat mencapai tingkat tertinggi dalam kehidupannya. Sedangkan
pemikiran sebelumnya dianggap belum memberi tempat bagi nilai-
nilai luhur manusia. Seperti yang diketahui bahwa psikoanalisis
dipengaruhi oleh Darwin yang menganggap bahwa individu adalah
1 Hendro Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian atas Pemikiran Abraham Maslow,
(Sleman: PT Kanisius, 2014), h. 23.
44
hasil evolusi yang terjadi secara kebetulan. Dalam psikologi aliran ini
disebut dengan aliran pesimistik, atau lebih dikenal dengan mazhab
pertama. Sedangkan mazhab kedua atau aliran behaviorisme
menganggap bahwa individu terlahir dalam keadaan netral seperti
kertas putih. Lingkunganlah yang membentuk arah perkembangannya
melalui proses belajar.2
Maslow memiliki pandangan bahwa manusia termotivasi oleh
sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama pada seluruh spesies,
tetap, dan berasal dari sumber genetis atau naluriah. Menurut Maslow
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia juga bersifat psikologi, tidak
hanya fisiologis. Kebutuhan ialah kodrat manusia sebagai makhluk
yang lemah. Suatu sifat dapat dikatakan sebagai suatu kebutuhan jika
memiliki syarat: ketidak-hadirannya akan menimbukan penyakit,
kehadirannya dapat mencegah timbunya penyakit, pemulihannya
dapat menyembuhkan penyakit, dan dalam kondisi yang sangat
kompleks dimana individu bebas memilih, individu yang kekurangan
akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan tersebut dibandingkan
dengan pemuasan terhadap hal lainnya.3
Kekhasan pemikiran Maslow dalam memahami manusia ialah
dengan memahami kebutuhannya. Teori Maslow dibangun
berlandaskan hirarki kebutuhan manusia, hirarki menunjukan
keterkaitan antara kebutuhan yang satu dengan lainnya. Ia membagi
kebutuhan dalam lima tingkat dasar, tiap tingkat akan mendasari
tingkat selanjutnya yang lebih tinggi.4
2 Ujam Jaenudin, Teori-teori Kepribadian, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), h.121.
3 Frank G. Goble, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow penerjemah A.
Supratinya, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987), h. 70. 4 Hendro Setiawan, op.cit, h. 39.
45
*Hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow
b. Konsep self esteem Abraham Maslow
Istilah self esteem dalam Bahasa Indonesia disebut juga dengan
harga diri. Manusia pada umumnya (orang yang mengalami ganguan
kejiwaan dikecualikan) memiliki hasrat untuk dihargai dan dihormati,
hal ini dapat mudah kita identifikasi dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya dalam bentuk kecenderungan beberapa orang untuk
menonjolkan dirinya atau menunjukan eksistensinya dalam rangka
berebut kekuasaan atau jabatan dalam suatu komunitas atau hanya
untuk mendapat perhatian.5
Pentingnya perhatian self esteem sejak masa anak-anak akan
sangat memengaruhi perkembangan kepribadiannya kelak, hal ini
menjadi kajian Maslow dalam penelitiannya terhadap suku Indian
Blackfoot yang dikenal sebagai suku yang memiliki karakter yang
kuat, ulet, pejuang, pemberani dan sangat menghormati pribadi
manusia. Maslow mengagumi cara suku Indian Blackfoot dalam
mendidik anak-anak mereka. Maslow menceritakan bahwa ketika ada
seorang anak kecil hendak membuka pintu, ia tidak dapat langsung
membuka pintu tersebut karena pintunya besar dan berat. Anak kecil
tesebut terus mencoba membuka pintu sambil menggerutu dan
berkeringat. Jika dibeberapa negara orang dewasa yang melihat
peristiwa tersebut akan membantunya dan membukakan pintu, tidak
5 Ibid, h. 150.
Self Actualization
The Esteem Needs
The Belongingness and Love Needs
Safety Needs
Physiological Needs
46
dengan suka suku Indian Blackfoot ini, ia mendiamkannya sampai
setengah jam. Kemudian setelah anak itu berhasil membuka pintunya
sendiri semua orang akan memujinya karena telah berhasil dengan
usahanya sendiri. Hal ini menunjukan bahwa suku Indian Blackfoot
sangat menaruh penghormatan yang besar terhadap mereka sejak
dini.6
Maslow beranggapan bahwa self esteem adalah bagian dari
kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Manusia memiliki berbagai
macam kebutuhan hidup, dimana salah satunya mencakup dengan rasa
hormat atau memiliki harga diri dan penghargaan. Kebutuhan ini
dapat dilihat dalam dua bentuk, yakni: pertama harga diri bagi dirinya
sendiri, individu memiliki perasaan bahwa dirinya ialah individu yang
memiliki kekuatan, prestasi, keunggulan, kemampuan, dan
kepercayaan pada diri untuk menghadapi dunia, semacam
menganggap dirinya bernilai. Kedua yakni bahwa individu ialah
bagian dari suatu kelompok dimana ia memiliki hasrat akan
memeroleh pengakuan, prestise, status, dominasi, perhatian atau
apresiasi.7
Pemenuhan akan self esteem bagi individu akan berdampak
pada kepercayaan diri, kebermanfaatan, kapabilitas, kekuatan dan
menjadi berguna, sehingga kehadirannya dianggap sebagai bagian dari
masyarakat dunia. Sebaliknya, apabila seseorang gagal dalam
memenuhi self esteem maka yang timbul adalah rasa rendah diri,
lemah, tidak berdaya, putus asa dan sifat-sifat negative lainnya yang
akan menjadikan penyakit atau gangguan mental.8
Namun akan berbahaya jika kita menyerahkan self esteem
hanya kepada pendapat orang lain. Self esteem yang kuat ialah yang
dilandasi oleh kapasitas dan kompetensi diri sendiri bukan karena
6 Ibid, h.152.
7 Abraham Maslow, Motivasi dan Kepribadian penerjemah Nurul Iman, (Jakarta: PT
Pustaka Binaman Pressindo, 1984), h. 50. 8 Ibid, h. 51.
47
pujian berlebih oleh faktor-faktor luar yang tidak berdasar. Dalam hal
ini akan terlihat perbedaaan antara prestise (penghormatan dan
penghargaan dari orang lain) dan kompetensi. Self esteem yang sehat
dilandasi atas keinginan yang kuat, kemauan yang keras, ketetapan
hati dan tanggung jawab yang terjadi secara alami sebagai sifat asli
seseorang, bukan karena keinginan atau angan-angan semu.9
Self esteem sebagai suatu kebutuhan hidup menurut Maslow
dalam hirarki kebutuhan manusia berada pada tingkatan keempat,
maka untuk mencapai self esteem pada individu dimulai dari
pemenuhan kebutuhan dasar hingga kebutuhan puncak.
Tahapan hirarki kebutuhan hidup menurut Abraham Maslow:
1) Physiological Needs (Kebutuhan fisik)
Kebutuhan fisik menjadi kebutuhan mendasar dan
mendominasi manusia yang pada dasarnya sebuah usaha
pengendlian untuk bertahan hidup. Kebutuhan ini mencakup
perkembangan konsepsi homeostatis yakni usaha tubuh untuk
mempertahankan aliran darah agar tetap normal dan selera
individu yang berbeda-beda dalam kaitannya dengan
kebutuhan tubuh.10
Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka kebutuhan yang lain
akan tenggelam dan tidak akan memengaruhinya, misalnya
ketika individu lapar dan haus ia menjadi sulit berkonsentrasi
atau bahkan melakukan kegiatan lainnya. Ia akan termotivasi
untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara mencari
makanan. Jika hasrat fisiologis individu dirasa melimpah maka
akan timbul kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi
mendominasi individu, bukan lagi kebutuhan fisiologis.11
2) Safety Needs (Kebutuhan rasa aman)
9 Ibid, h. 51.
10 Ibid, h. 39
11 Hendro Setiawan, op.cit, h. 48
48
Kebutuhan ini terdiri atas keamanan, kemantapan,
perlindungan, bebas dari rasa takut cemas dan kekalutan,
ketertiban, perlindungan hukum dan sebagainya. Kebutuhan ini
dapat kita lihat pada bayi atau anak kecil yang akan langsung
bereaksi ketika merasa ada sesuatu yang membuatnya tidak
nyaman atau membahayakan, sedang pada orang dewasa sudah
diajarkan bagaimana cara menahannya.12
Seseorang yang
merasa tidak aman akan memiliki kebutuhan akan keteraturan
dan perlindungan yang berlebihan dan akan berusaha keras
untuk menghindari sesuatu yang asing dan tidak diharapkan.13
3) The Belongingness and Love Needs (Kepemilikan dan cinta)
Individu akan merasakan perlunya hubungan dengan orang
lain sebagai makhluk sosial, ia tidak akan bertahan lama
dengan rasa kesendirian, apalagi jika ia menjadi orang yang
ditolak dari lingkungannya. Kebutuhan ini termasuk kebutuhan
untuk memberi dan menerima perhatian dari orang lain.
Menurut Maslow kebutuhan ini merupakan perasaan
dimengerti secara mendalam dan diterima sepenuh hati.
Baginya cinta menyangkut hubungan yang sehat penuh kasih
sayang didalamnya terdapat rasa saling percaya.14
4) The Esteem Needs (Kebutuhan Harga Diri)
Individu akan memiliki dua kebutuhan akan penghargaan,
yakni harga diri dan penghargaan dari orang lain. Seseorang
yang memiliki cukup penghargaan akan merasa lebih percaya
diri, mampu, atau bahkan lebih produktif. Sebaliknya jika
penghargaan dirinya rendah maka ia akan diliputi rasa rendah
diri dan tidak berdaya yang akan menimbulkan keputus-asaan
atau bahkan perilaku neurotic. Harga diri yang sehat akan
12
Abraham Maslow, op.cit, h. 43-44. 13
Frank G. Goble, op.cit, h. 72. 14
Ibid, h, 74
49
timbul dari penghargaan yang layak dari orang lain bukan
karena sanjungan yang berlebihan.15
5) Self Actualization
Self actualization merujuk kepada keinginan seseorang untuk
mewujudkan diri sesuai dengan kemampuannya. Bentuk dari
kebutuhan ini berbeda-beda tiap individunya, misalnya
seseorang musisi menciptakan music, penyair dapat bersyair,
dimana pada akhirnya hal tersebut akan membawa
ketentraman baginya.16
Self actualization ditempatkan pada
puncak hirarki yang menjadi tujuan hidup manusia, yang mana
diperlukan upaya keras untuk mencapainya.17
2. Karakteristik Self Esteem pada Pendidik dan Peserta Didik
Karakteristik self esteem seseorang bergantung kepada diri individu
itu sendiri. Bagaimana ia menilai tentang kondisi dirinya dengan berbagai
faktor yang akan memengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-harinya.
Penilaian tersebut terungkapkan dalam bentuk perbuatan, tindakan atau
sikap yang dapat bersifat positif maupun negative. Manfaat apabila
memiliki karakter self esteem yang positif ialah individu akan semakin
kuat menjalani hidup, tidak mudah putus asa, semakin kreatif, memiliki
harapan yang besar dan semakin hormat dan bijak terhadap orang lain.
Namun apabila individu memiliki self esteem negative maka dirinya akan
merasa tidak mampu, mudah cemas, stress, menimbulkan masalah dan
merasa tidak berharga.18
a. Karakteristik self esteem pendidik
15
Ibid, h. 76 16
Abraham Maslow, op.cit, h. 51-52. 17
Hendro Setiawan, op.cit, h, 43. 18
Ridha Oktavianti, dkk, “Self Esteem”, Jurnal Psikologi Universitas Pendidikan
Indonesia, 2008, h. 6-7.
50
Self esteem pada pendidik dapat diartikan sebagai tahapan
dimana pendidik memandang atau menilai dirinya sendiri melalui
prestasi atau pencapaian yang diraihnya sehingga menujukan kualitas
dari pendidik itu sendiri.19
Menurut Imam Ghozali seorang pendidik
setidaknya harus memiliki rasa kasih sayang terhadap peserta didik
seperti kepada anak kandungnya sendiri, mengikuti teladan
Rasulullah SAW, tidak menunda-nunda dalam menyampaikan
ilmunya kepada peserta didik, juga senantiasa menasihati peserta
didik agar terhindar dari perbuatan tercela.20
Sebagai pendidik, memiliki karakteristik self esteem yang baik
merupakan kunci agar pembelajaran menjadi efektif. Karakteristik
tersebut diantaranya:
1) Memiliki gairah dan motivasi untuk membantu peserta didik
belajar dan bertumbuh.
2) Memiliki kualitas, rasa peduli, empati, respek dan adil
terhadap hubungannya dengan peserta didik.
3) Memiliki leadership dan kontrol yang dapat berpengaruh
terhadap proses pembelajaran.
4) Menunjukan keikutsertaan dan pribadi yang menyenangkan
(semangat, humoris, kreatif, kharismatik, dan lainnya) ke
dalam pembelajaran.
5) Menguasai ilmu tentang metodologi pengajaran dan kurikulum
yang menjadi dasar pelaksanaan pembelajaran di sekolah.21
Jika dilihat dari keefektifitasan proses mengajar, self esteem
pendidik dapat dibedakan menjadi dua klasifikasi, yakni pendidik
yang memiliki kinerja baik dan buruk. Pendidik dengan kinerja baik
memiliki karakteristik:
19
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 232. 20 Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), h. 84. 21
Elaine K. McEwan, 10 Karakter yang Harus Dimiliki Guru yang Sangat Efektif,
diterjemahkan oleh Benyamin Molan, (Jakarta: PT Indeks, 2014), h.11-25
51
1) Mengusai materi dan metodologi pembelajaran
2) Dapat mengendalikan proses pembelajaran serta menciptakan
suasana pembelajaran yang menarik dan menyenagkan
3) Memiliki hubungan yang baik dan menghargai peserta didik
4) Dapat mengerti, memahami, dan menerima kondisi peserta
didik serta tidak membeda-bedakan peserta didik.22
5) Bersikap jujur, terbuka, berakhlak mulia, dan dapat menjadi
teladan bagi peserta didik
6) Menunjukan pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa
7) Memiliki etos kerja, tanggung jawab, rasa percaya diri, dan
bangga dengan tugasnya.23
Sedangkan pendidik dengan kinerja yang buruk memiliki
karakteristik:
1) Ketidaksiapan pendidik dalam menguasai materi pembelajaran
2) Tidak memiliki wibawa sehingga tidak mempu mengendalikan
kelas dan menciptakan kondisi belajar tidak kondusif
3) Menunjukan sikap buruk dalam ucapan, perasaan, pemikiran,
dan tingkah laku
4) Tidak memiliki relasi yang baik dengan peserta didik dengan
menutup diri, tidak memberikan perhatian, serta kaku terhadap
peserta didik.
5) Bertindak otoriter dan tidak peka terhadap perubahan yang
terjadi.24
b. Karakteristik self esteem peserta didik
Karakteristik self esteem pada peserta didik merupakan bentuk
kepribadian yang tercermin dari sikap dan perbuatannya sebagai ciri
22
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta: Pt Indeks, 2003), h.114-116. 23
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta:
Rajawali Press, 2011), h. 191-192. 24
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta: Pt Indeks, 2003), h. 116-118.
52
khas yang membedakan satu dengan lainnya dalam proses
pembelajaran. Karakteristik self esteem yang harus dimiliki peserta
didik dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam
diantaranya:
1) Menunjukan sikap dan perilaku yang menjunjukan ketaatan
dalam menjalankan ajaran agama Islam
2) Menjadi individu yang dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan (amanah)
3) Menghargai adanya perbedaan gagasan, pendapat, ataupun ide
orang lain yang berbeda dengan dirinya (tasamuh)
4) Menunjukan kepedulian (ta’awun)
5) Bersikap sopan santun dan tawadlu
6) Bertanggung jawab dan bekerja keras dalam menyelesaikan
kewajibannya
7) Menyelesaikan persoalan dengan tekun, gigih, dan optimis
8) Cinta ilmu pengetahuan dan dapat bermanfaat untuk
semuanya25
Dalam bukunya, Sukron menjelaskan bahwa dalam proses
pembelajaran peserta didik harus menunjukan akhlak:
1) Suci hati dari segala penyakit hati sebelum memulai menuntut
ilmu, sebab ilmu adalah cahaya maka cahaya hanya akan
masuk ke dalam hati yang bersih.
2) Memiliki tujuan yang jelas, yakni dalam rangka menghiasi diri
dengan sifat-sifat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
3) Tabah ketika menjalankan proses belajar dan sabar dalam
menghadapi cobaan.
4) Ikhlas dalam menuntut ilmu juga menunjukan sikap hormat
pada pendidik.26
25
Muhaimin, Model Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran dalam Pendidikan Islam
Kontemporer di Sekolah/ Madrasah dan Perguruan Tinggi, ibid, h. 64-68 26 Sukring, op.cit, h.94.
53
54
3. Implikasi konsep Self Esteem dalam Pencapaian Tujuan
Pembelajaran PAI
Self esteem dalam lingkungan sekolah seringkali dihubungkan
dengan prestasi akademik, fungsi sosial, dan psikopatologi. Self esteem
akan berpengaruh terhadap pengembangan motivasi pendidik dan peserta
didik sebagai penunjang keberhasilan proses dan tujuan pembelajaran.
Self esteem juga dapat berperan sebagai jembatan antara kemampuan diri
dan prestasi belajar yang diharapkan.27
Implikasi dari konsep self esteem dalam proses pembelajaran
pendidikan agama Islam menurut Abraham Maslow sebagai upaya untuk
pencapaian tujuan pembelajaran didasarkan pada hirarki kebutuhan dasar
manusia dapat dilakukan dengan cara pemenuhan kebutuhan dari tingkat
dasar hingga puncak. Yakni sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan fisik
Sebelum memulai proses pembelajaran pendidik harus
memerhatikan dengan baik kondisi dan kesiapan peserta didik
untuk menerima pembelajaran, dengan cara menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, memberi waktu istirahat yang
cukup dan tidak memaksakan peserta didik dengan mamberi
beban tugas yang berlebihan.
b. Pemenuhan kebutuhan akan rasa aman
Ketika pembelajaran dimulai pendidik harus melakukan
entering behavior, yakni mengetahui kondisi peserta didik dan
kesiapan belajar. Kaidah entering behavior ialah “individu tidak
boleh mengajari individu yang tidak dikenalnya.” Dengan hal
tersebut maka pendidik harus mengenali karakteristik, latar
27
Prihadi K and Chua M, Setudents Self Esteem at School: The Risk, The Challenge, and
The Cure, Journal of Education and Learning Vol. 6, 2012, p.1-14.
55
belakang, kondisi fisik dan mental peserta didik sehingga peserta
didik siap dan nyaman melaksanakan pembelajaran. 28
Kebutuhan akan rasa aman dapat dipenuhi dengan cara:
1) Mempersiapkan materi dan media pembelajaran dengan baik,
2) Lebih banyak memberikan penguatan melalui pujian atau
reward pada hal yang positif daripada menghukum pada
perilaku negative,
3) Bersikap menyenangkan,
4) Memperlakukan peserta didik dengan adil, dan
5) Tidak mudah menghakimi atau mengancam peserta didik.
c. Pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan rasa memiliki
Pemenuhan akan kebutuhan ini dapat dilakukan melalui:
Dalam hubungan antara pendidik dengan peserta didik, pendidik
harus:
1) Menunjukan sikap empati dan terbuka pada peserta
didiknya,
2) Menjadi pendengar yang baik dan memahami (kebutuhan,
potensi, minat, karakter, kepribadian, dan latar belakang)
peserta didiknya,
3) Memperlakukan dengan kasih sayang layaknya anak
kandungnya sendiri, serta
4) Menghargai dan menghormati setiap pendapat atau
keputusan peserta didik.
Dalam hubungan dengan sesama peserta didik seharusnya:
1) Muncul perasaan saling percaya,
2) Mampu bekerjasama dengan baik,
3) Menunjukan sikap peduli dan gemar berbagi, serta
4) Saling menjaga, menghormati, dan menolong antar peserta
didik.
28
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), h.196.
56
d. Pemenuhan kebutuhan harga diri (self esteem)
Self esteem pada diri peserta didik dapat terbentuk melalui
beberapa cara yakni:
1) Memastikan keberhasilan peserta didik dengan
mengembangkan system pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan peseta didik,
2) Focus kepada keahlian peserta didik bukan
kekurangannya,
3) Tidak mempermalukan peserta didik di depan umum,
4) Melibatkan peserta didik untuk berpartisipasi aktif dan
bertanggung-jawab dalam pembelajaran,
5) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengeksplorasi keingintahuannya, serta
6) Menyediakan ruang bagi peserta didik untuk berpendapat
ketika berdiskusi.29
Indicator yang dapat menunjukan self esteem yang baik
pada peserta didik yakni:
1) Memiliki semangat belajar yang tinggi,
2) Mampu melaksanakan tugas secara mandiri dan tidak
bergantung pada orang lain,
3) Menyukai tugas yang menantang,
4) Berani mengambil resiko,
5) Disiplin,
6) Bersungguh-sungguh dan pantang menyerah dalam
mengerjakan tugas,
7) Mengakui dan menghormati adanya perbedaan dalam
segala hal,
8) Saling percaya, dan tidak memaksakan kehendak kepada
orang lain.30
29
Anastasia Sri Mendari, “Aplikasi Teori Hirarki Kebutuhan Maslow dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar”, Jurnal Widya Warta No.1, 2010, h. 82-91.
57
Sedangkan beberapa hal yang yang dapat membentuk self
esteem pada diri pendidik yakni:
1) Penguasaan terhadap materi yang diajarkan,
2) Pemilihan metode mengajar sesuai dengan situasi dan
kondisi peserta didik,
3) Memiliki relasi yang baik dengan seluruh elemen
pendidikan (peserta didik, wali murid, staff, dll), dan
4) Pengalaman dan keterampilan pendidik itu sendiri.31
e. Aktualisasi diri
Aktualisasi diri dalam mata pelajaran PAI dapat dilihat
dari proses dan hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Hasil
pembelajaran dapat dilihat dalam tiga kategori yakni efektifitas,
efisiensi dan daya tarik.
1) Pembelajaran efektif dapat tercermin melalui kecermatan
dan penguasaan materi yang dipelajari, kualitas dan
kuantitas hasil unjuk kerja, serta kesesuaian dengan
prosedur pelaksanaan pembelajaran.
2) Pembelajaran efesien dapat diukur melalui rasio
keefektifan dengan jumlah waktu yang digunakan dan
biaya yang dikeluarkan.
3) Daya tarik pembelajaran bisa dilihat dari kecenderungan
peserta didik untuk terus belajar.32
Jika pembelajaran PAI yang dilakukan mencerminkan
ketiga hasil tersebut, maka proses pembelajaran optimal dan
tujuan pembelajaran PAI tercapai. Yakni menumbuhkembangkan
30
Muhaimin, Model Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran dalam Pendidikan Islam
Kontemporer di Sekolah/ Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Malang: UIN Maliki Press, 2016), h.
64 31
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah,
dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 120 32
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet.5, 2012), h. 156
58
akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan juga
pengalaman didik terhadap ajaran Islam sehingga menjadikannya
sebagai individu yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT;
juga menjadi individu yang taat beragama dan berakhlak mulia
yakni yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif,
jujur, adil, etis, disiplin, toleran, menjaga keharmonisan individu
dan sosial serta turut mengembangkan budaya Islam dalam
lingkungan sekolah.33
B. Pembahasan
Pada kurikulum 2013, pembelajaran dilaksanakan dengan
menggunakan konsep pendekatan scientific. Dimana pembelajaran
merupakan proses ilmiah yang dapat mengembangan sikap, keterampilan,
juga pengetahuan peserta didik dengan hasil akhirnya ialah peningatan dan
keseimbangan antara soft skill dan hard skill dari peserta didik.34
Penerapan
scientific approach menekankan pada proses mengamati, mengamati,
menanya, mencoba, menalar atau mengasosiasi, dan mengomunikasikan.35
Implementasi pendekatan scientific salah satunya dapat diterapkan
melalui model pembelajaran kooperatif, dengan cara menyesuaikan atau
mengintegrasikan langkah-langkah pendekatan scientific dengan langkah-
langkah pembelajaran tersebut.36
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat
unsur-unsur yang menjadi focus utama / prinsip dasar pembelajaran yakni:
1) Adanya ketergantungan positif untuk dapat menyelesaikan
pembelajaran bersama-sama,
33
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 189. 34
Konsep Pendekatan Scientific, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. 35
Ahmad Salim, “Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Madrasah”, Jurnal Cendekia Vol.12, 2014, h.33-48 36
Muhammad Fathurrohman, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Ar-Ruzz Media), h.
214
59
2) Adanya tanggung jawab peserta didik untuk mendapatkan hasil yang
terbaik,
3) Adanya interaksi untuk saling memberi dan menerima informasi,
4) Partisipasi dan komunikasi aktif dalam pembelajaran,
5) Evaluasi proses kelompok agar selanjutnya bisa lebih efektif.37
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Robinghatin dengan judul “Pengembangan self esteem melalui pembelajaran
kooperatif.” Dengan kesimpulan bahwa pengembangan self esteem melalui
pembelajaran kooperatif dilakukan dengan cara mengajarkan nilai-nilai
kerjasama, membangun relasi baik antar peserta didik, menghadirkan
toleransi, tanggung jawab, keterbukaan, saling menghargai, peduli dan
mengembangan kemampuan akademik atau potensi dirinya. Anak dengan self
esteem tinggi akan lebih percaya diri, dengan itu ia tidak akan merasa adanya
perbedaan, lebih menerima, saling menghargai satu sama lain dan dapat
mengembangan potensi dirinya. Pengembangan self esteem oleh pendidik
dilakukan dengan cara melayani peserta didik dengan penuh tanggung jawab,
sepenuh hati, dan menghindari dari pilih kasih, ancaman, mempermalukan
atau bahkan merendahkan harga diri peserta didik tersebut.38
Melalui proses
pembelajaran tersebut, peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dengan
antusias sehingga motivasi belajar peserta didik dapat meningkat dan
mendorong agar tujuan pembelajaran tercapai.39
Menurut Muhaimin dalam bukunya dipaparkan bahwa keberhasilan
seorang pendidik dapat dilihat apabila ia mengimplementasikan kompetensi
personal religious dan professional religious.40
Kompetensi personal
religious menurut Imam Al-Ghazali yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik ialah dengan memperlakukan peserta didik layaknya anak kandung
37
Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: Rjawali Press, 2011), h. 212 38
Robinghatin, “Pengembangan Self Esteem melalui Pembelajaran Koperatif”, Jurnal
STAIN Samarinda, t.t, h. 1-10. 39
Abdul Munib, “Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Pendidikan
Agama Islam.”, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Keislaman Vol.2, 2017, h.234-255 40
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet.3, 2004), h.97
60
sendiri dengan penuh kasih sayang, selalu meneladani kepribadian
Rasulullah, berperilaku luwes dan bijak, dan telah mengamalkan ilmu yang
dipelajarinya. Menurut Abdurrahman Al-Nahlawy kompetensi personal
religious yang harus dimiliki pendidik ialah pendidik memiliki tujuan yang
Rabbani, bersikap ikhlas, sabar, jujur, dan adil. Menurut Athiyah al-Abrosyi
guru harus memiliki sifat zuhud, bersih dan suci, ikhlas, pemaaf, menjaga
harga diri juga kehormatannya, dan mencintai peserta didik layaknya anak
kandungnya sendiri.
Sedangkan kompetensi professional religious yang harus dimiliki
pendidik menurut Imam Al-Ghazali ialah pendidik harus mengetahui dan
menyesuaikan dengan taraf kemampuan peserta didik, dan tidak memaksakan
peserta didik untuk menerima pembelajaran apabila dipandang kurang
mampu. Menurut Abdurrahman an-Nahlawy pendidik harus terus
mengembangan kompetensi yang dimilikinya, pendidik juga harus terampil
dalam memilih metode pembelajaran yang disesuaikan dengan materi
pembelajaran, mampu mengontrol proses pembelajaran, memahami kondisi
peserta didik, juga fleksibel dan peka terhadap perkembangan teknologi.
Menurut Athiyah al-Abrosyi, pendidik professional ialah pendidik yang
memahami karakter, minat, bakat, juga perasaan peserta didiknya, juga ia
yang menguasai bidang keahliannya dan mau terus belajar.41
Dalam teori humanism, kajian tentang individu difokuskan pada
prestasi, motivasi, perasaan, dan kebutuhan dengan tujuan akhir aktualisasi
diri. Dalam pembelajaran aktualisasi diri ialah kondisi dimana individu dapat
mengembangkan potensinya secara utuh, bermakna, dan bermanfaat bagi
orang lain dan lingkungannya. Proses pembelajaran menurut teori humanistik
berpusat pada peserta didik, peran pendidik ialah sebagai fasilitator dalam
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dimana nantinya peserta didik dapat
belajar mandiri. Efektifitas pembelajarannya dapat dilihat dari kemampuan
untuk menghadirkan diri ketika proses pembelajaran sehingga terjalin relasi
antara pendidik dan peserta didik yang bermakna dan mampu
41
Muhaimin, op.cit, h.98
61
menumbuhkembangkan potensi yang ada pada dirinya agar menjadi pribadi
yang dewasa dan matang.42
Penerapan teori humanistic dalam proses pembelajaran dilakukan oleh
pendidik dengan cara: menghargai pendapat peserta didik sehingga ia merasa
berharga, memotivasi peserta didik untuk bisa belajar mandiri, memberi
kebebasan dan tanggung jawab terhadap peserta didik, menjadi fasilitator,
inisiator, serta berupaya penuh mengembangkan potensi peserta didiknya
secara maksimal.43
Konsep self esteem menurut Abraham Maslow dalam upaya
pencapaian tujuan pembelajaran PAI dengan mengacu pada pemenuhan
hirarki kebutuhan manusia menurut teori humanism dapat berfungsi sebagai
motivator dan evaluator. Self esteem sebagai motivator berdasar pada asumsi
bahwa dalam diri individu terdapat keinginan untuk terus berkembang dengan
melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya mulai dari
tingkat dasar hingga puncak. Motivasi belajar akan sulit berkembang jika
kebutuhan dasar peserta didik belum terpenuhi. Self esteem sebagai evaluator
dapat dilihat dari sejauh mana proses pembelajaran yang dilakukan berhasil
mencapai puncak pembelajaran yakni aktualisasi diri dimana tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
42
Jusrin Efendi Pohan, Filsafat Pendidikan, (Depok: Rajawali Press, 2019), h. 139-143. 43
Ibid, h. 152
61
BAB V
PENUTUP
Sebagai penutup, penulis akan paparkan kesimpulan yang berasal dari
analisis hasil penelitian dan tambahan saran sebagai usaha perbaikan ke depannya.
A. Kesimpulan
Self esteem menurut Abraham Maslow adalah bagian dari kebutuhan hidup
manusia yang harus dipenuhi. Hal tersebut mencakup harga diri bagi dirinya
sendiri dan pengakuan dari orang lain. Menurut Maslow setiap individu memiliki
kebutuhan yang relative sama dan bersifat naluriah. untuk itu Maslow menyusun
hirarki kebutuhan manusia dimana self esteem merupakan bagian dari hirarki
tersebut.
Implikasi konsep self esteem Abraham Maslow dalam upaya untuk
pencapaian tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam dapat dilakukan melalui
pemenuhan hirarki kebutuhan dasar manusia mulai dari tingkat dasar sampai
puncak, yakni:
1. Memenuhi kebutuhan fisik,
2. Pemenuhan kebutuhan akan rasa aman,
3. Pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan rasa memiliki,
4. Pemenuhan kebutuhan harga diri (self esteem), dan
5. Aktualisasi diri.
Dengan pemenuhan hirarki kebutuhan dasar manusia dapat terlihat
karakteristik self esteem yang baik dan buruk pada pendidik dan peserta didik
dalam proses pembelajaran. Selain itu, implikasi konsep self esteem Abraham
Maslow sebagai upaya untuk pencapaian tujuan pembelajaran pendidikan agama
Islam dapat berfungsi sebagai motivator dan evaluator ketika proses
pembelajaran.
B. Saran
Berawal dari sebuah ungkapan “Apa yang ada padamu ialah apa yang
kamu miliki, jika kamu memberikan cinta maka kamu memiliki rasa cinta, jika
62
kamu memberikan kebencian maka yang kamu memiliki adalah rasa benci.”
Penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak. Adapun saran yang dapat penulis berikan melalui konsep self esteem
Abraham Maslow dalam pembelajaran PAI antara lain:
1. Kepada pendidik, orang tua, atau wali murid, sebagai orang dewasa
penting untuk memperhatikan perkembangan peserta didik/anaknya.
Tindakan maupun bahasa-bahasa verbal dan non verbal akan memiliki
perpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Pemberian perhatian dan
penghargaan kepada anak sejak dini menjadi salah satu solusi agar
anak dapat memiliki self esteem yang tinggi yang akan membantunya
dalam proses pembelajaran.
2. Kepada peserta didik dan mahasiswa, belajar adalah proses sepanjang
hayat. Akan muncul banyak faktor yang memengaruhi proses belajar.
Penting bagi pembelajar untuk mencoba mengenali diri sendiri,
memberi penghargaan, mengapresiasi dan mengevaluasi diri supaya
proses pembelajaran berhasil. Hal ini akan berdampak pada self
esteem individu yang tinggi serta pembawaan yang mantap sehingga
individu tidak mudah terpengaruh, merasa rendah diri atau mengalami
neurosis.
3. Kepada lembaga pendidikan, agar dapat mencoba
mengimplementasikan hasil penelitian ini dengan melibatkan pendidik
dan peserta didik dalam penyusunan kebijakan sekolah sehingga akan
terlihat pengaruh inplikasi konsep self esteem Abraham Maslow pada
usaha pencapaian tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
4. Kepada peneliti selanjutnya untuk langsung terjun ke lapangan guna
melihat efektifitas dari penerapan konsep self esteem Abraham
Maslow dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran pendidikan
agama Islam.
63
DAFTAR PUSTAKA
Ackerman, Courtney. What is Self Esteem? A Psychologist Explains,
https://positivepsychology.com/self-esteem/. diakses pada 17
September 2019 pukul 15.00 WIB.
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Baswedan, Anies. Pidato Gawat Darurat Pendidikan di Indonesia,
disampaikan pada silaturahmi kementrian dengan kepala dinas.
Desember. 2014
Bruno U.D.O and Njoku Joyce. “The Role of Teacher in Improving Students
Self Esteem”. International Journal of Academic Research in
Progressive Education and Development Vol.3. 2014.
Darajat, Zakiyah. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara,
1996.
Dariyo, Agoes. Dasar-Dasar Pedagogi Modern. Jakarta: Pt Indeks, 2003.
Fathurrohman, Muhammad. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Ar-Ruzz
Media
Ghozali, Dede Ahmad dan Heri Gunawan. Studi Islam Suatu Pengantar
Pendekatan Interdisipliner. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015.
Goble, Frank G. Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow
penerjemah A. Supratinya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014.
Hamdayana, Jumanta. Metodologi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2017.
Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung:
PT Refika Aditama, 2012.
Idi, Abdullah dan Safarina. Etika Pendidikan: Keluarga, Sekolah, dan
Masyarakat. Jakarta: PT Rajageafindo Persada. cet 2. 2016.
Jaenudin, Ujam. Teori-teori Kepribadian. Bandung: CV Pustaka Setia, 2015.
64
Jamaludin, Acep Komarudin dan Koko Khoerudin, Pembelajaran Perspektif
Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kbbi.web.id
Koesdyantho, AR. “Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Self Esteem
Mahasiswa”. Jurnal Ilmiah Widya Wacana Vol.5 No. 1 Januari 2009.
Koeswara, E. Teori-teori Kepribadian. Bandung: PT ERESCO. 1991.
Konsep Pendekatan Scientific, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
Maslow, Abraham. Motivasi dan Kepribadian penerjemah Nurul Iman.
Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo, 1984.
McEwan, Elaine K. 10 Karakter yang Harus Dimiliki Guru yang Sangat
Efektif, diterjemahkan oleh Benyamin Molan. Jakarta: PT Indeks,
2014.
Mendari, Anastasia Sri. “Aplikasi Teori Hirarki Kebutuhan Maslow dalam
Meningkatkan Motivasi Belajar”, Jurnal Widya Warta No.1, 2010.
Muhaimin. Model Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran dalam
Pendidikan Islam Kontemporer di Sekolah/ Madrasah, dan Perguruan
Tinggi. Malang: UIN Maliki Press, 2016.
------------. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: Rajawali Press. 2011.
------------. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Rajawali Press. 2009.
------------. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2009.
------------.. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
cet.3. 2004.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT
Kaharisma Putra Utama, 2017.
Munib, Abdul. “Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Motivasi Belajar
Pendidikan Agama Islam.”. Jurnal Penelitian dan Pemikiran
Keislaman Vol.2, 2017.
65
Nikmarijal. “Urgensi Peranan Keluarga bagi Perkembangan Self Esteem
Remaja”. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, t.t.
Oktavianti, Ridha, dkk. “Self Esteem”, Jurnal Psikologi Universitas
Pendidikan Indonesia, 2008.
Pohan, Jusrin Efendi. Filsafat Pendidikan. Depok: Rajawali Press, 2019.
PP RI No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan
Prastowo, Andi. Metode Penelitian kualitatif dalam Prespektif Rancangan
Penelitian. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media. cet.3. 2016.
Prihadi K and Chua M, Setudents Self Esteem at School: The Risk, The
Challenge, and The Cure, Journal of Education and Learning Vol. 6,
2012.
Putri Anika. “Hubungan antara Persahabatan dengan Self Esteem”. Skripsi
pada Fakultas Psikologi Universitas Muhamadiyah Surkarta, 2016.
Ramayulis. Filsafat Pendidikan Islam: analisis Filosofis Sistem Pendidikan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2015.
Refnadi. “Konsep Self Esteem serta Implikasinya pada Siswa”, Jurnal
Educatio Vol 4, 2018.
Robinghatin. “Pengembangan Self Esteem melalui Pembelajaran Koperatif”,
Jurnal STAIN Samarinda, t.t.
Ropi, Ismatu, dkk. Buku Pengayaan Mata Pelajaran PAI di SMP dan SMA
untuk Guru. Jakarta: Penerbit Kencana, 2012.
Rusman. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press, 2011.
Salim, Ahmad. “Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Madrasah”. Jurnal Cendekia Vol.12, 2014.
Setiawan, Hendro. Manusia Utuh: Sebuah Kajian atas Pemikiran Abraham
Maslow. Sleman: PT Kanisius, 2014.
Sherman, Audrey. Characteristic of High and Low Self Esteem,
https://dysfunctioninterrupted.com/characteristics-of-high-and-low-
self-esteem/ diakses pada 17 September 2019 pukul 15.00 WIB.
66
Su’dadah. “Kedudukan dan Tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah”,
Jurnal Kependidikan Vol.II No.2 November 2014.
Suhron, Muhammad. Asuhan Keperawatan Konsep Diri: Self Esteem.
Ponorogo: Unmuh Ponorogo Press, 2016.
Sukring. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013. Suyono dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran teori dan konsep. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Syafril dan Zulhendri Zen. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Depok: Penerbit
Kancana, 2017.
Syah, Muhibin. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2016.
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persana, 2006.
Utari, Ruhmania. “Upaya Sekolah dalam Pembentukan Self Esteem Siswa
melalui Pembelajaran”. Jurnal Dinamika Pendidikan No.1, 2007.
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Widi, Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2010.