134
i

Laporan Akhir EKPD 2010 - Kepri - UMRAH

  • Upload
    ekpd

  • View
    1.967

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

i

KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami tim EKPD Universitas Maritim

Raja Ali Haji (UMRAH) telah dapat menyelesaikan evaluasi kinerja pembangunan

di Provinsi Kepulauan Riau untuk tahun 2010. Evaluasi kinerja pembangunan

merupakan instrumen penting di dalam proses pembangunan sebab hanya

dengan evaluasi maka kita dapat mengetahui apakah berbagai perencanaan

pembangunan tersebut dapat mencapai sasaran dan mampu mewujudkan berbagai

tujuan yang telah ditetapkan di dalam dokumen perencanaan. Lebih daripada itu, di

dalam konteks kepentingan Nasional yang lebih luas, evaluasi kinerja

pembangunan daerah memiliki posisi strategis karena dapat digunakan sebagai

mekanisme kontrol untuk menyakinkan para pemangku kepentingan apakah

perencanaan pembangunan pada level nasional menjadi acuan atau dapat

diterjemahkan oleh para perencana di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Tim Independen dari Universitas

Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) dengan Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (BAPPENAS). Adapun tujuan dari Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

(EKPD) Tahun 2010 adalah untuk menilai kinerja pembangunan di daerah dalam

rentang waktu 2004-2009. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah terdapat

keterkaitan antara Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Provinsi Kepulauan Riau dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2010 - 2014.

Dalam pelaksanaan evaluasi ini Tim EKPD UMRAH telah melakukan

konsolidasi anggota tim, rapat-rapat pembahasan dan diskusi internal peneliti,

koordinasi dengan Bappeda Provinsi Kepulauan Riau dan SKPD lainnya.

Walaupun dalam pengumpulan data untuk bahan analisi, Tim EKPD UMRAH

masih menghadapi kendala, seperti kurangnya jumlah data yang disebabkan

karena Provinsi Kepri merupakan provinsi yang masih relatif baru, namun hal

ini tentu saja tidak menyurutkan langkah Tim EKPD UMRAH untuk tetap

memberikan hasil yang terbaik dalam EKPD 2010 ini.

ii

Dengan selesainya penulisan laporan ini, Tim EKPD UMRAH

mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses

pengumpulan data, analisis hingga penulisannya. Terima kasih secara khusus ingin

kami sampaikan kepada: Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang telah memberikan

akses terhadap pengumpulan berbagai data yang diperlukan dalam evaluasi ini;

Rektor UMRAH yang telah memberikan dukungan penuh kepada seluruh anggota

Tim EKPD UMRAH, Lembaga Penelitian UMRAH yang telah memberikan akses

terhadap berbagai hasil penelitian mereka, dan BAPPENAS sebagai penyedia

dana dan dukungan teknis yang lain sehingga laporan ini dapat diselesaikan.

Akhirnya tidak ada gading yang tak retak, Tim EKPD UMRAH

berharap mendapatkan masukan, saran dan kritik guna melakukan perbaikan-

perbaikan sehingga tugas untuk melakukan evaluasi di masa mendatang dapat

dilakukan dengan lebih baik lagi.

TANJUNG PINANG, 20 SEPTEMBER 2010TIM EKPD UNIVERSITAS MARITIM RAJAALI HAJI (UMRAH)

1. Prof. Dr. H. Moeljadi, SE. M.Si, M.Sc

2. Drs. Jaka Permana, M.Si. Ph.D

3. Rafki RS, SE. MM

4. H. Jamhur Poti, SE. M.Si

5. Agus Hendrayadi, S.Sos. M.Si

6. Dony Apdillah, S.Pi. M.Si

7. Nancy Willian, S.Si, M, Si

8. Akhirman, S.Sos, MM

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………… iDAFTAR ISI …………………………………………………………………………. iiiDAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………… vDAFTAR TABEL …………………………………………………………………… vii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................11.1. LATAR BELAKANG .........................................................................11.2. TUJUAN DAN SASARAN................................................................31.3. HASIL YANG DIHARAPKAN...........................................................3

BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004 -2009............................42.1 AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI..............4

2.1.1 INDEKS KRIMINALITAS. ..................................................................4

2.1.3. PERSENTASE PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN

TRANSNASIONAL .......................................................................... 13

2.1.4. REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK AGENDA PEMBANGUNAN

INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI.......................................... 18

2.2. MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS................. 192.2.1 PELAYANAN PUBLIK ..................................................................... 19

2.2.2. DEMOKRASI................................................................................... 24

2.2.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK AGENDA PEMBANGUNAN

INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS ................................ 30

2.3. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT ........................................ 312.3.1. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (HUMAN DEVELOPMENT

INDEX) ............................................................................................ 31

2.3.3. KESEHATAN................................................................................... 44

2.3.4. EKONOMI MAKRO ......................................................................... 59

2.3.5. INVESTASI...................................................................................... 73

2.3.6. INFRASTUKTUR............................................................................. 76

2.3.7. PERTANIAN.................................................................................... 78

2.3.8. KELAUTAN ..................................................................................... 82

2.3.9. KESEJAHTERAAN SOSIAL............................................................ 84

2.3.10. REKOMENDASI KEBIJAKKAN DALAM AGENDA MENINGKATKAN

KESEJAHTERAAN RAKYAT........................................................... 88

2.3.11. KESIMPULAN ................................................................................. 93

iv

BAB III RELEVANSI RPJMN 2010 – 2014 DENGANRPJMD PROVINSI KEPULAUAN RIAU ................................................... 96

3.1. LATAR BELAKANG......................................................................... 963.2. REKOMENDASI ............................................................................ 119

BAB IV KESIMPULAN ........................................................................................ 1214.1. KESIMPULAN ............................................................................... 1214.2. REKOMENDASI ............................................................................ 123

DAFTAR PUSTAKA

v

DAFTAR GAMBAR

Peraga 2.1. Index Kriminalitas ..............................................................................9

Peraga 2.2. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional. ............. 11

Peraga 2.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional. ............ 14

Peraga 2.4. Persentase Kasus Korupsi Yang Tertangani Dibandingkan yangdilaporkan…………………………………………………………………22

Peraga 2.5. Indek Pembangunan Gender (GDI) Kepulauan Riau Tahun 2005-2008. ............................................................................................... 26

Peraga 2.6. Perbandingan nilai Human Development Indek (HDI) dan GenderDevelopment Indek (GDI) tahun 2005-2008. ................................... 27

Peraga 2.7. Indek Pemberdayaan Gender (GEM) Provinsi Kepri 2005-2008...... 28

Peraga 2.8. Indeks Pembangunan Manusia (HDI) Provinsi Kepulauan Riau Tahun2004-2009 ....................................................................................... 32

Peraga 2.9. Angka partisipasi murni (sd/mi)........................................................ 35

Peraga 2.10. Angka Partisipasi Kasar (SD/MI).………………………………………37

Peraga 2.11. Angka melek huruf........................................................................... 42

Peraga 2.12. Umur harapan Hidup Provinsi Kepri Tahun 2004-2009.................... 46

Peraga 2.13. Nilai Angka Kematian Bayi ( AKB) di Kepulauan Riau, 2004-2009 ..47

Peraga 2.14. Grafik prevalensi Gizi Buruk (%) dan Gizi Kurang (%) di ProvinsiKepulauan Riau dari tahun 2004 – 2009.......................................... 50

Peraga 2.15. Persentase Penduduk Ber –KB di Provinsi Kepuluan Riau,2004-2009 ....................................................................................... 54

Peraga 2.16. Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk di Kepuluan Riau, 2004-2009 .56

Peraga 2.17. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepri Tahun 2004 – 2009 ...... 61

Peraga 2.18. Perkembangan Ekspor dan ImporProvinsi Kepulauan riau Tahun2004-2009 Dalam (Milyar USD)....................................................... 63

Peraga 2.19. Neraca Perdagangan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009(Dalam USD) ................................................................................... 65

vi

Peraga 2.20. Pendapatan Perkapita Provinsi Kepri Tahun 2004 -2009................. 69

Peraga 2.21. Kurva Lorenz ................................................................................... 70

Peraga 2.22. Laju Inflasi Indonesia dan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 ................................................................................................ 73

Peraga. 2.23. Realisasi Nilai Investasi PMA dan PMDN Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009 ............................................................................ 75

Peraga. 2.24. Realisasi PMA Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009............ 76

Peraga 2.25. Persentase panjang jalan nasional .................................................. 77

Peraga 2.26. Rata-Rata Nilai Tukar Petani Per Tahun.......................................... 79

Peraga 2.27. PDRB Sektor Pertanian Atas Harga Berlaku Tahun 2003 -2009...... 80

Peraga 2.28. Struktur PDRB Provinsi Kepulauan Riau Menurut Sektor Tahun2009 ................................................................................................ 82

Peraga 2.29. Jumlah Tindak Pidana Perikanan .................................................... 83

Peraga 2.30. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kepri Tahun 2005 - 2009..... 86

Peraga 2.31. Grafik Tingkat Pengangguran Terbuka di Kepri Tahun 2006 - 2010 88

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Indek Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Tahun2005-2009 ......................................................................................... 33

Tabel 2.2. Indek Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 (sesuai indikator)....................................................................... 34

Tabel 2.3 Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs......................................................... 38

Tabel 2.4. Rata-Rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA.................................................. 39

Tabel 2.5. Angka Putus Sekolah SD................................................................... 39

Tabel 2.6. Angka Putus Sekolah SMP................................................................ 40

Tabel 2.7. Angka Putus Sekolah SMA................................................................ 41

Tabel 2.8. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs ................ 43

Tabel 2.9. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMA/SMK/MA ......... 44

Tabel 2.10. Beberapa Indikator Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau ................... 53

Tahun 2004-2009 .............................................................................. 53

Tabel 2.11. Jumlah Penduduk Provinsi Kepri, 2004-2008 .................................... 57

Tabel 2.12. Jumlah Penduduk Kepulauan Riau Tahun 2009 berdasarkan wilayahKab/ Kota........................................................................................... 58

Tabel 2.13. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009Atas Harga Dasar Konstan Tahun 2000............................................. 60

Tabel 2.14. Persentase Ekspor dan Impor Terhadap PDRB Provinsi KepulauanRiau Tahun 2004 – 2009 (Dalam Milyar USD) ................................. 62

Tabel 2.15. Neraca PerdaganganProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 (Dalam USD)............... 64

Tabel 2.16. Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB (%)........................ 66

Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 .................................................... 66

Tabel 2.17 Pendapatan Perkapita Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009 (dalam jutaan rupiah) ............................................ 67

viii

Tabel 2.18. Laju Inflasi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009Berdasarkan IHK tahun 2000............................................................. 72

Tabel 2.19 Realisasi Nilai Investasi PMA dan PMDN Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009 .............................................................................. 74

Tabel 2.20. PERSENTASE PANJANG JALAN PROVINSI TAHUN 2009 ............. 78

Tabel 2.21. PDRB Provinsi Kepulauan RiauAtas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2009 .................................... 81

Tabel 2.22. Persentase Penduduk Miskin............................................................. 86

Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 - 2009..................................... 86

Tabel 2.23. Tingkat Pengangguran TerbukaProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2006-2009....................................... 87

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah

satu dari empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan,

penetapan, pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan.

Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan

secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi

untuk menilai sejauh mana pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan

tersebut dilaksanakan.

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata

Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan,

pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat

sejauh mana pelaksanan RPJMN tersebut.

Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–

2014. Siklus pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak

selalu sama dengan siklus pembangunan 5 tahun di daerah. Sehingga penetapan

RPJMN 2010- 2014 ini tidak bersamaan waktunya dengan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Hal ini menyebabkan

prioritas-prioritas dalam RPJMD tidak selalu mengacu pada prioritas-prioritas

RPJMN 2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi relevansi prioritas/program

antara RPJMN dengan RPJMD Provinsi.

Didalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang

berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang

pertama adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua

penilaian keterkaitan antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014.

Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009

adalah Evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap

sasaran) dengan mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009 yaitu agenda

2

Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan

Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai pemerintah atas pelaksanaan

ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis indikator pencapaian.

Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD Provinsi

dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11 prioritas nasional

dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu juga mengidentifikasi

potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-2014. Adapun

prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi Birokrasi dan

Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan Kemiskinan, 5)

Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha, 8)

Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah

Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11) Kebudayaan,

Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1)

Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3)

Perekonomian lainnya.

Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada

perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah.

Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam

mengambil kebijakan pembangunan daerah.

Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh

masukan yang lebih independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah.

Berdasarkan hal tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan

melaksanakan kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang

bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi selaku evaluator eksternal dan

dibantu oleh stakeholders daerah. Pelaksanaan EKPD 2010 akan dilaksanakan

dengan mengacu pada panduan yang terdiri dari Pendahuluan, Kerangka Kerja

Evaluasi, Pelaksanaan Evaluasi, Organisasi dan Rencana Kerja EKPD 2010,

Administrasi dan Keuangan serta Penutup.

Dalam hal mengevaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi Kepulauan

Riau, maka Bappenas untuk tahun 2010 ini mempercayakan kepada Universitas

Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) sebagai tim EKPD di daerah. Pada tahun sebelumnya,

EKPD Provinsi Kepulauan Riau dilakukan oleh Universitas Riau (UNRI) di Pekanbaru

Provinsi Riau.

Pemilihan UMRAH ini tentu tidak terlepas dari domisili perguruan tinggi ini yang

3

terletak di Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, Tanjungpinang. Diharapkan hasil analisis

yang didapatkan lebih tajam, akurat, dan relevan dengan kondisi pembangunan

Provinsi Kepualuan Riau saat ini.

1.2. TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan kegiatan ini adalah:

1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat

memberikan kontribusi pada pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau.;

2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome)

dalam RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Kepulauan Riau.

Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi:1. Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009

di ProvinsiKepuluanRiau;

2. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi

Kepuluan Riau dengan RPJMN2010-2014.

1.3. HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari EKPD 2010 adalah:

1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-

2009 untuk Provinsi Kepulauan Riau;

2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau

dengan RPJMN 2010- 2014.

4

BAB II

HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004 -2009

2.1 AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI.

2.1.1 INDEKS KRIMINALITAS.

Agenda Pertama dalam RPJMN 2004-2009 adalah Mewujudkan Indonesia

yang Aman dan Damai. Masyarakat yang aman dan damai merupakan dambaan

dan tujuan setiap negara di dunia. Terwujudnya Indonesia yang aman, damai dan

sejahtera merupakan cita-cita dan sasaran pokok negara yang dituangkan dalam

visi, misi penyelenggaraan negara dan menjadi salah satu prioritas pemerintah

yang menjadi tujuan negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang cinta

terhadap keamanan dan perdamaian sebagaimana tercantum pada Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945, akan tetapi pada kenyataannya hal ini menjadi

paradoks, bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi banyak negara diberbagai

belahan dunia. Masalah sosial, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan

mendominasi penyebab terjadinya berbagai konflik, baik secara harizontal maupun

vertikal, yang proses penanggulangannya (recovery) seringkali terpaksa harus

mengorbankan biaya yang tidak sedikit. Berbagai upaya antisipasi telah dilakukan

oleh pemerintah.

Semua komponen bangsa yang terlibat dalam memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat telah bekerja secara sungguh-sungguh, di bidang keamanan

telah berusaha untuk menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban mulai dari

tingkat pusat sampai di tingkat daerah, yang mengurus di bidang perekonomian,

telah berupaya untuk memanfaatkan segenap sumber daya (resource) yang

tersedia, demi meningkatkan kesejahteraan umum dan kesejahteraan masyarakat.

Demikian juga dengan komponen bangsa lainnya, yang bekerja sesuai dengan

bidang pekerjaannya masing-masing. Semuanya bekerja dan berusaha secara

optimal demi mewujudkan salah satu tujuan negara yaitu mewujudkan Indonesia

yang aman dan damai.

5

Untuk mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai mempunyai 4 (empat)

sasaran pokok yaitu, pertama, Peningkatan rasa saling percaya (Trust) dan

harmonisasi antar kelompok masyarakat, etnis dan agama, pemimpin dan

rakyatnya, kedua Pengembangan kebudayaan (Culture Development) yang

berlandaskan pada nilai-nilai luhur atau budaya daerah, ketiga, Peningkatan

keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas dengan menegakkan

hukum secara tegas adil dan tidak diskriminatif (Secure and Law Enforcement)

serta meningkatnya daya cegah dan tangkal negara terhadap ancaman maupun

bahaya terorisme bagi tetap tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik

Indonesia baik dari ancaman dalam maupun luar negeri. Sementara, sasaran

keempat adalah (Diplomatic Integrated) semakin berperannya Indonesia dalam

menciptakan perdamaian dunia, dengan memainkan dan pemantapan peran politik

luar negeri yang bebas aktif serta mampu meningkatan kerjasama internasional.

Sasaran dan arah kebijakan untuk mewujudkan Indonesia yang aman dan damai

sebagai berikut:

1. Kepercayaan (Trust).

Untuk mewujudkan Indonesia yang aman dan damai upaya peningkatan rasa

saling percaya dan harmonisasi antar kelompok masyarakat merupakan salah satu

faktor penting. Untuk itu, sikap ini harus terus dipelihara dan dibangun sehingga

sasaran pembangunan di bidang ini dapat tercapai. Berbagai peristiwa yang terjadi

di pelosok tanah air, khususnya yang bersifat konflik antar masyarakat, pada

dasarnya bermuara pada perbedaan kepentingan. Pertikaian antar kampung/desa,

ataupun antar golongan pada dasarnya merupakan suatu pertanda masih

rendahnya rasa saling percaya dan saling memahami diantara sesama anggota

masyarakat maupun antara masyarakat dengan pihak pemerintah. Ketidakadilan

dalam perlakuan yang diberikan pada masyarakat, tidak jarang juga menjadi salah

satu pemicu terjadinya berbagai konflik di masyarakat.

Secara umum, peristiwa konflik yang bernuansa etnik ataupun antar golongan

hampir tidak pernah terjadi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, hal ini akan

tercermin dari menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antarkelompok

maupun golongan masyarakat, meski penduduknya Provinsi Kepulauan Riau yang

plural dan heterogen berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, namun rasa saling

menghormati, toleransi masih cukup tinggi, baik antara pendatang maupun dengan

6

masyarakat tempatan yang berbudayakan Melayu. Kerukunan antar umat

beragama bisa dirasakan tidak adanya konflik diantara pemeluk agama, karena

telah terciptanya kerukunan antar umat beragama.

2. Masyarakat yang Madani (Civil Society)

Membangun masyarakat yang harmoni dan mencegah tindakan-tindakan yang

menimbulkan ketidakadilan sehingga terbangun masyarakat sipil yang kokoh,

termasuk membangun kembali kepercayaan sosial antar kelompok masyarakat

yang berakhlak mulia, beretika dan yang bermoral santun.

3. Jati diri Bangsa (National Identity)

Memperkuat dan mengartikulasikan identitas atau jati diri bangsa. Indonesia

adalah bangsa yang besar yang memiliki kedaulatan dan harga diri.

4. Kebebasan (Freedom)

Membangun kehidupan intern dan antarumat beragama yang saling

menghormati dalam rangka menciptakan suasana yang aman dan damai serta

menyelesaikan dan mencegah konflik antar umat beragama serta meningkatkan

kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan masyarakat agar

dapat memperoleh hak-hak dasar dalam memeluk agamanya masing-masing dan

beribadah sesuai agama dan kepercayaannya.

5. Pengembangan Budaya (Culture Development)

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat terkenal karena

memiliki ragam budaya yang berbeda dan kaya dengan adat istiadat yang sangat

menarik. Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya dan adat istiadat masing-

masing, yang kesemuanya itu merupakan kekayaan yang sangat berharga yang

dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Provinsi Kepulauan Riau, yang sejak zaman penjajahan terkenal dengan suku

dan budaya Melayu, memiliki situs-situs sejarah kerajaan di semenanjung Malaka

merupakan aset negara yang sangat bernilai dan perlu mendapatkan perhatian

serius dari berbagai pihak, salah satu keberagaman budaya Melayu yang sangat

7

menjadi fenomena sampai saat ini adalah bahasa Melayu Kepulauan Riau yang

dijadikan sebagai sumber bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan, kesenian

adat dan budayanya telah berhasil mengundang kekaguman negara-negara lain

untuk datang melancong kenegeri Bumi Melayu yang bermotto “BERPANCANG

AMANAH BERSAUH MARWAH” dengan berbagai keindahan alam dan panorama

sebagai wisata bahari dan kuliner merupakan tujuan wisata andalan baik dari

berbagai mancanegara maupun wisatawan domestik setelah Bali.

Sebagian besar masyarakat atau penduduk asli yang berdiam di wilayah

Provinsi Kepulauan Riau, seperti Kota Batam, Tanjungpinang, Karimun cukup maju

dan memperoleh kesempatan untuk menikmati berbagai hasil teknologi yang

merupakan produk modernisasi. Mereka telah mengenal berbagai fasilitas teknologi

informasi, transportasi serta berbagai sarana dan prasarana pembangunan lainnya.

Di satu sisi hal ini sangat menggembirakan, karena dapat diartikan bahwa suasana

pembangunan telah dapat dirasakan dan dinikmati oleh sebagian besar masyarakat

sampai di pedalaman.

Sebagai konsekuensi logis dari beragamnya suku di suatu wilayah, akibat

dari arus modernisasi dan globalisasi yang berhembus sedemikian kencangnya,

telah membuat tergerus dan menghilangkan sebagian adat, budaya serta

kebiasaan dari sebagian masyarakat. Hal ini terbukti dengan semakin sedikitnya

penduduk asli yang menguasai kesenian asli leluhurnya, dan dikhawatirkan dengan

semakin lajunya perkembangan zaman dan arus globalisasi yang tidak mengenal

batas wilayah dan waktu pada beberapa tahun yang akan datang, budaya dan

kesenian asli tersebut akan hilang seiring dengan meninggalnya para orangtua

yang menguasai seni dan budaya tersebut, tanpa dilakukan upaya-upaya

pembinaan bagi generasi penerus. Pada kenyataannya juga menunjukkan bahwa

para generasi muda di daerah lebih tertarik dan antusias (Trend) pada seni budaya

kontemporer yang dianggap lebih bergengsi dan sesuai dengan perkembangan

zaman, secara otomatis akan menyebabkan tumbuh dan berkembangnya budaya

luar dan asing.

6. Peranan Politik Luar negeri (Diplomatic Integrated)

Untuk mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, harus melihat

persoalan dari 2 (dua) faktor yaitu persoalan dalam negeri (Internal) dan persoalan

luar negeri (eksternal) yaitu persoalan hubungan luar negeri, bagaimana hubungan

8

luar negeri Indonesia dengan negara-negara luar akan membawa dampak yang

sangat signifikan terhadap persoalan dalam negeri seperti perekonomian dan

perdagangan, pertahanan dan keamanan, maka dari itu diharapkan politik luar

negeri Indonesia semakin berperan dalam menciptakan perdamaian dunia. Terkait

dengan sasaran tersebut, prioritas pembangunannya difokuskan pada pemantapan

politik luar negeri yang bebas aktif serta peningkatan kerjasama internasional.

Pencegahan dan penanggulangan separatisme, Pencegahan dan penanggulangan

gerakan terorisme, dan Peningkatan kemampuan pertahanan negara.

7. Kriminalitas dan Penegakan Hukum yang adil (Criminalitas and Law

enforcement)

Kriminalitas dan berbagai tindak kejahatan menciptakan rasa tidak aman di

kalangan masyarakat. Rasa tidak aman ini, pada tingkatan tertentu dapat menjadi

beban psikologis yang menyebabkan masyarakat menjadi tidak produktif dan

bersikap apatis. Sudah tidak terhitung banyaknya korban yang mengalami tindak

kejahatan setiap tahunnya. Angka-angka statistik yang menunjukkan jumlah korban

kejahatan masih belum dapat menggambarkan tentang intensitas dan kualitas

kriminalitas yang terjadi selama ini, karena pada kenyataannya masih banyak

korban kejahatan yang tidak melaporkan kejahatan yang menimpa dirinya. Hal ini

mungkin karena kekurangtahuan dari si korban tersebut atau karena rasa pesimis

terhadap pengungkapan kejahatan yang terjadi. Oleh karena itu perlu adanya

tindakan tegas dan terencana yang dilakukan oleh lembaga yang khusus

menangani masalah tindak kejahatan dan kriminalitas ini, yaitu kepolisian,

kejaksaan, kehakiman serta lembaga-lembaga peradilan lainnya.

Indikator dalam perwujudan Indonesia yang aman dan damai dapat dilihat dari

index kriminalitas atau gangguan Kamtibmas yang terjadi di Wilayah hukum Polda

Provinsi Kepulauan Riau sebagai berikut :

9

Peraga 2.1. Index Kriminalitas

Sumber data : Polda Provinsi Kepri 2010

Jika diperhatikan dari peraga 2.1. tersebut dapat disimpulkan bahwa index

kriminalitas di daerah hukum Polda Provinsi Kepuluan Riau sebagai berikut;

Polda Provinsi Kepulauan Riau berdiri pada tahun 2004, dari data diatas

dapat diketahui kenaikan index kriminal dari tahun 2004 sebesar 69% dan pada

tahun 2005 menjadi 90% atau kecendrungannya naik sebesar 39%, kenaikan

tersebut dapat diketahui, diantaranya kasus yang sangat menonjol yaitu terjadi

peredaran narkoba sebanyak 199 kasus dengan trend index sebesar 83.3%.

Peredaran psikotropika atau narkoba yang berjumlah 490 butir jenis ekstasi masuk

dari luar negeri melalui Pelabuhan Ferry International Batam Centre ditangkap pada

tanggal 4 November 2005. Batam merupakan daerah di Provinsi Kepulauan Riau

yang menjadi target utama dari peredaran narkoba, Batam di jadikan sebagai pintu

masuk perdagangan psikotropika jaringan International.

Selain kasus penangkapan psikotropika tersebut kenaikan index kriminalitas

pada tahun 2005 juga dikarenakan peningkatan kinerja satuan Reskrim Polda

Kepulauan Riau dalam menuntaskan tunggakan-tunggakan perkara kriminal pada

tahun 2004. Disamping itu kasus yang sangat menonjol pada tahun 2005 adalah,

dilakukannya penangkapan illegal loging di perairan selat Malaka pada tanggal 11

Desember 2005, penangkapan terhadap 5 unit mobil mewah oleh Satuan Reskim

dengan modus penadahan, penangkapan BBM Solar sejumlah 95 ton di Pelabuhan

Selat Lampa Kabupaten Natuna pada bulan Agustus 2005, selanjutnya bulan

Desember 2005 terjadi pembunuhan 1 (satu) keluarga di Batam dengan modus

Dendam keluarga. Kriminal index pada pada tahun 2006 masih terjadi kenaikan

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Index 69% 90% 181% 103% 100% 375%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

400%

INDEX KRIMINALITAS

10

sebesar 181%, atau kecenderungannya naik sekitar 91% dibandingkan dengan

tahun 2005, kenaikan index kriminal ini dapat diketahui dari berbagai kasus yang

menonjol selama tahun 2006 diantaranya, kasus penipuan atau pengelapan

sebesar 241 kasus diantaranya yang sangat menonjol adalah kasus kriminal

dengan modus mengatasnamakan Kasat Reskrim dan memakai kop surat dan

tanda tangan Kapoltabes Barelang pada bulan Desember 2006, peredaran narkoba

juga masih terjadi meskipun trendnya turun dari tahun 2005, Index kriminal

mengalami penurunan pada 2007, 2008 dan 2009, penurunan index kriminal pada

tahun tersebut karena sering diadakan operasi diantaranya, Operasi Kepolisian

Mandiri, Operasi Kepolisian Terpusat, Operasi Kepolisian Kendali, serta sosialisasi

kepada masyarakat melalui media cetak, elektronik dan media ruangan tentang

kewaspadaan terhadap tindakan kriminalitas dalam mewujudkan Indonesia yang

aman dan damai.

2.1.2. PERSENTASE PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KONVENSIONAL

Dari peraga 2.2. dapat dilihat tingkat dan jenis gangguan Kamtibmas di

wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau. Jika dilihat dari Jumlah Tindak

Pidana tahun 2004 adalah 22,245 perkara dan Penyelesaian Tindak Pindana tahun

2004 sebanyak 19,548 perkara (88%), Modus operandi kriminalitas yang terbesar

selama tahun 2004 adalah tentang Penganiayaan, Pencurian Kenderaan Motor

(Curanmor), Pencurian dengan Alat (Curat) dan Penipuan. Data Kamtibmas pada

tahun 2004 diambil dari Polres yang ada di Provinsi Kepulauan Riau, karena Polda

Provinsi Kepulauan Riau belum berdiri.

11

Peraga 2.2. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional.

Sumber data : Polda Provinsi Kepri 2010

Pada tahun 2005 Jumlah Tindak Pidana sebanyak 3.441 perkara sehingga

mengalami penurunan sebanyak 18,804 (155%), sedangkan Penyelesaian Tindak

Pidana juga mengalami penurunan sebanyak 2,231 kasus (114%). Data gangguan

Kamtibmas tahun 2004 mengalami disparitas yang cukup signifikan dibanding

dengan tahun 2005 sampai tahun 2009. Sehingga untuk analisis data tahun 2004

di abaikan. Kasus yang menonjol pada tahun 2005 adalah Pencurian kenderaan

Motor (Curanmor), Penipuan, Penganiayaan, Pencurian dengan Alat (Curat) dan

Pencurian dengan Kekerasan (Curas). Penurunan tingkat angka kriminalitas pada

tahun 2005 dikarenakan sudah berdirinya Polda Provinsi Kepulauan Riau dan

dilakukannya operasi bersama dengan masing-masing Polres yang berada di

wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau.

Jenis Gangguan Kamtibmas pada tahun 2006 sesuai dengan data diatas

mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2005, Jumlah Tindak Pidana

tahun 2006 adalah sebesar 3,373 perkara menurun sebesar 68 perkara atau

sebesar 98%, sedangkan Penyelesaian Tindak Pidana juga mengalami penurunan

12

sebanyak 274 perkara atau sebesar 88%. Demikian juga, jika dilihat dari rasio

antara Jumlah Tindak Pidana dengan Penyelesaian Tindak Pidana tahun 2005 ke

tahun 2006 mengalami penurunan. Kasus yang menonjol selama tahun 2006

dibandingkan tahun 2005 adalah meningkatnya angka kriminalitas

pengelapan/penipuan, curat, penganiayaan, pengrusakan, kebakaran, curas dan

perkosaan sedangkan curanmor mengalami penurunan. Penurunan tingkat

kriminalitas pada tahun 2006 dikarenakan sering dilakukannya operasi bersama

dengan Polres yang berada diwilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau, dan

membentuk Satgas pelayanan masyarakat dalam menjaga Kamtibmas.

Jumlah Tindak Pidana pada tahun 2007 sebanyak 3.142 perkara

mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2006 sebanyak 231 perkara

atau (93%), sedangkan Jumlah Penyelesaian Pidana juga mengalami penurunan

sebanyak 175 perkara, dari 1,957 menjadi 1,782 perkara atau sebesar 91%,. Jenis

modus operandi yang meningkat pada tahun 2007 adalah seperti Pencurian

Kenderaan Motor (Curanmor), Perkosaan, Penadahan, Uang palsu (Upal)

sedangkan yang mengalami penurunan adalah jenis Pencurian dengan Kekerasan

(Curas), Pencurian dengan Alat (Curat), Pembunuhan dan Penganiayaan.

Dilihat dari data perkembangan Situasi Gangguan Kamtibmas yang terjadi di

wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau dan jajarannya pada tahun 2008

dibandingkan dengan tahun 2007 Jumlah Tindak Pidana mengalami penurunan

sebesar 103 kasus atau ( 97%) dari 3.142 kasus menjadi 3.039 kasus di tahun

2008. Sedangkan Jumlah Penyelesaian Tindak Pidana pada tahun 2008 juga

mengalami penurunan sebesar 150 atau (92%) perkara. Jenis modus operandi

yang meningkat selama tahun 2008 yaitu jenis, Pecurian kenderaan motor,

(Curanmor), Pencurian dengan Alat (Curat), dan Penipuan.

Dilihat dari data perkembangan Situasi Gangguan Kamtibmas yang terjadi di

wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau dan jajarannya pada tahun 2009

dibandingkan dengan tahun 2008 kasus mengalami kenaikan sebesar 584 kasus

atau (19%) dari 3.039 kasus tahun 2008 menjadi 3.623 kasus di tahun 2009.

Jenis modus operandi yang meningkat selama tahun 2009 yaitu; pencurian,

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Pencurian dengan Alat, (Curat),

Penipuan, Pengelapan dan Penganiayaan.

13

Dilihat dari data perkembangan Situasi Gangguan Kamtibmas yang terjadi di

wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau dan jajarannya pada Tahun 2009

dibandingkan dengan Triwulan I tahun 2010. Jumlah Tindak Pidana sebesar 991

perkara, dan Jumlah Penyelesaian Pidana 596 perkara atau sekitar 60%. Jenis

modus operandi yang menonjol selama Triwulan 1 tahun 2010 yaitu; Pencurian,

Pencuria denga Alat (Curat), Penipuan, Pencurian Kenderaan Motor, dan

Penganiayaan ringan.

Jika dilihat dari data tingkat kerawanan Kamtibmas untuk katergori tindakan

criminal Konvesional yang terjadi di wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau,

Kota Batam berada diurutan pertama, karena Batam merupakan daerah tujuan

utama untuk dikunjungi dari berbagai daerah baik dosmetik maupun International,

kemudian disusul oleh Tanjungpinang, Tanjung Balai Karimun, Bintan, Lingga dan

Natuna. Rata-rata tingkat kriminalitas tertinggi terjadi dari bulan Januari –Juli

setiap tahunnya.

2.1.3. PERSENTASE PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN TRANSNASIONAL

Grafik capaian indikator Persentase Penyelesian Kasus Kejahatan

Transnasional di Wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat pada

peraga 2.3. Dari data tersebut dapat diketahui tingkat kriminalitas Transnasional

pada tahun 2005 gangguan Kamtibmas Jumlah Tindak Pidana Transnasional

sebesar 441 kasus dan Penyelesaian Tindak Pidana pada tahun 2005 juga

sebesar 441 kasus (100%), jika dibandingkan dengan tahun 2004 sebesar 245

kasus mengalami kenaikan sebesar 196 perkara. Kasus yang menonjol pada tahun

2005 adalah peredaran Narkoba dan Psikotropika sebesar 239 kasus.

14

Peraga 2.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional.

Sumber data : Polda Provinsi Kepri 2010

Jenis Gangguan Kamtibmas pada tahun 2006, jika dilihat dari Jumlah

Tindak Pidana sebesar 465 kasus mengalami kenaikan sebesar 24 perkara atau

sebesar 1,55 % jika dibandingkan dengan Jumlah Tindak Pidana tahun 2005

yang berjumlah sebesar 441 perkara, sedangkan Penyelesaian Tindak Pidana pada

tahun 2006 mengalami kenaikan dari 441 perkara pada tahun 2005, dan pada

tahun 2006 menjadi 459 perkara, meningkat sebesar 18 perkara atau sebesar

1,41%, Kasus yang meningkat pada tahun 2006 adalah peredaran Narkotika dan

Psikotropika sebesar 426 kasus, secara rangking jika dilihat dari perwilayah Kota

Batam menjadi sasaran atau target dari peredaran Narkoba dan Psikotropika,

kemudian Tanjungpinang, Tanjung Balai Karimun dan Bintan.

Jenis Gangguan Kamtibmas untuk katagori Transnasional pada tahun 2007

sesuai data di Polda Provinsi Kepulauan Riau mengalami penurunan sesbesar 94

kasus (80%) baik dari jumlah maupun modus operandinya jika di bandingkan

dengan tahun 2006, Jumlah Tindak Pidana pada tahun 2006 sesebesar 465 kasus

dan pada tahun 2008 sebesar 371 kasus. Kasus yang sangat menonjol pada tahun

15

2007 ini adalah tentang peredaran Narkoba dan Psikotropika sebesar 295 kasus,

selebihnya adalah cyber crime.

Dilihat dari data yang tersedia pada kasus Transnasional yang terjadi di

Wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau mengalami penurunan kasus

sebesar 17 kasus atau 5% dari 371 Kasus di tahun 2007 menjadi 354 Kasus di

tahun 2008. Kasus yang menonjol selama tahun 2008 adalah kasus peredaran

Narkoba dan Psikotropika dengan Jumlah Tindak Pidana sebesar 278 kasus

dengan Jumlah Penyelesaian Pidana sebesar 264 kasus, Kota Batam menjadi titik

rawan peredaran dalam kasus teresebut. Kasus Trafficking/TKI Ilegal dengan

Jumlah Tindak Pidana sebesar 76 kasus dan Jumlah Penyelesaiannya sebesar 49

kasus.

Data kasus gangguan Kamtibmas Transnasional yang terjadi di Wilayah

hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2009 mengalami kenaikan kasus

sebesar 2 kasus atau 1% dari 354 Kasus di tahun 2008 menjadi 356 Kasus di

tahun 2009. Kasus yang sangat menonjol pada tahun 2009 adalah kasus

peredaran Narkoba dan Psikotropika dengan Jumlah Tindak Pidana sebesar 319

kasus dan Jumlah Penyelesaian Pidana sebesar 337 kasus termasuk kasus yang

menjadi tunggakan pada tahun 2008 yang belum diselesaikan, kemudian disusul

kasus Trafficking/TKI Ilegal sebesar 33 kasus, Terorisme 2 kasus dan Teritorial 1

kasus.

Data gangguan Kamtibmas yang terjadi diwilayah hukum Polda Provinsi

Kepulauan Riau untuk kasus Kriminal Transnasional untuk periode Triwulan 1

tahun 2010 dengan Jumlah Tindakan Pidana sebesar 85 kasus, sedangkan

Penyelesaian Tindak Pidana sebesar 80 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2009

kasus yang terjadi pada Triwulan 1 pada tahun 2010 cenderung mengalami

penurunan. Kasus yang sangat menonjol pada Triwulan 1 tahun 2010 yaitu kasus

peredaran Narkoba dengan Jumlah Tindak Pidana sebesar 76 kasus dan Tindak

Penyelesaiannya sebesar 73 kasus, peredaran tersebut masuk dari luar melalui

jalur angkutan laut pada 2 titik rawan yang berada di Kabupaten Karimun dan Kota

Batam. kasus Trafficking atau TKI Ilegal sebesar 8 kasus melalui 2 pintu keluar

yang tertinggi yaitu pelabuhan Tanjungpinang dan Batam, selebihnya merupakan

kasus cryme criminal.

Gangguan Kamtibmas untuk kategori Transnasional yang terjadi di wilayah

hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau jika dilihat dari perwilayah Kota Batam

16

menduduki ranking tertinggi untuk Jumlah Tindak Pidana, berikutnya

Tanjungpinang, Tanjung Balai Karimun, Natuna dan Lingga.

Dari peraga 2.3 dapat dilihat bahwa dari mulai tahun 2004 hingga Triwulan 1

2010, nilai outcomes Provinsi Kepulauan Riau selalu meningkat. Tingginya

outcomes Kepulauan Riau ini didorong oleh beberapa hal. Salah satu yang

terpenting adalah upaya pemberantasan tindakan kejahatan. Pada tahun 2004

sampai pada Triwulan Pertama (1) tahun 2010, Kepolisian Daerah Provinsi

Kepulauan Riau selalu berhasil menangani seluruh laporan kriminal dari

masyarakat. Pada tahun 2009 dari 3.623 kasus yang dilaporkan (hingga Triwulan I

2010), semuanya berhasil ditangani. Kondisi ini sejalan dengan semangat

Pemerintah Pusat dalam memberantas tindakan kriminal untuk mencapai tingkat

masyarakat yang aman.

Langkah pemberantasan tindakan kriminal ini juga bersinggungan dengan

upaya meningkatkan kualitas keamanan publik. Mengingat persepsi tindakan

kejahatan selalu terkait dengan kualitas keaman dan kenyamanan publik. Polda

Provinsi Kepulauan Riau sejak tahun 2006 telah menerapkan Sistem Manajemen

Pengamanan dengan memfasilitasi pembentukan Polisi Masyarakat (POLMAS) dan

Pos-Pos Keamanan di setiap Kabupaten/ Kota sampai tingkat Kelurahan/Desa di

seluruh wilayah hukum Polda Kepulauan Riau. Hasilnya, indikator persentase

jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Polmas Daerah merupakan penyumbang

nilai outcomes yang tinggi. Pada tahun 2005-2009, persentase indikator ini telah

mencapai 80%. Hanya ada satu kabupaten yang belum memiliki Polmas pada

periode 2005-2009, yaitu Kabupaten Anambas, karena baru terbentuknya menjadi

Kabupaten pada tahun 2009. Namun sejak tahun 2010, seluruh Kabupaten/Kota di

daerah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau telah memiliki Polmas dan Pos-Pos

Keamanan. Meskipun ada beberapa kendala yang dihadapi diantaranya letak atau

geografi wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang terhubung oleh laut-laut dan akses

transportasi yang terbatas, sarana dan prasarana yang masih minim menjebabkan

terjadi keterlambatan penanganan. Provinsi Kepulauan Riau berdiri berdasarkan

Undang-Undang No. 25 tahu 2002 dan merupakan Provinsi yang ke-32 melalui

Kepres tanggal 1 Juli 2004. Data BPS 2010 Provinsi Kepulauan Riau memiliki

wilayah seluas 251.810,71 km2 (96% terdiri dari laut dan 4% daratan) dengan

sebaran 2.408 pulau memiliki potensi ekonomi yang cukup besar. Dengan letak

geografis yang strategis antara laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat

17

Karimata dan berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Singapura,

Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam dengan jarak tempuh yang singkat sering

sekali terjadi perdagangan gelap atau illegal dan penyelundupan, pada awalnya

hanya untuk kebutuhan bahan pokok sehari-hari, lalu berkembang menjadi

perdagangan illegal berbagai hasil bumi dan komoditas. Memerlukan penanganan

yang serius dan terpadu diantara instansi penegak hukum di perairan laut Indonesia

pada umumnya dan khususnya wilayah-wilayah yang berada di perbatasan.

Perlunya koordinasi, komunikasi dan brainstorming lintas departemen dan

instansi dalam menjaga dan mencegah terjadinya kejahatan transnasional, baik dari

Kepolisian Air, AL, Bea Cukai, KPLP, Dinas Kelautan dan Perikanan. Untuk

menjaga dan mencegah terjadinya kejahatan di laut, serta tidak terjadinya tumpang

tindih (overlaping) kewenangan para penegak hukum, untuk mewujudkan langkah-

langkah yang komprehensif dan terpadu dalam pelaksanaan pencegahan dan

penanganan tersebut perlu dibentuk gugus tugas, yang memiliki kewenangan

seperti coast guard dari berbagai sumber yang kami himpun di lapangan terdapat

juga adanya ketidak singkronisasi dan koordinasi Pemerintah Pusat dan

pemerintahan daerah dalam memberikan perizinan, pertambangan, perdagangan,

pertanian dan sebagainya. Salah satu contoh kasus pemberian izin kepada kapal-

kapal yang menangkap ikan di perairan laut wilayah Provinsi Kepulauan Riau, yang

mana kapal-kapal tersebut mengantongi izin yang dikeluarkan dari Pemerintahan

Pusat kepada salah satu kapal, akan tetapi izin tersebut dapat dipergunakan oleh

kapal-kapal yang lain dengan cara mengcopy, (scanning) sebanyak mungkin,

sehingga kapal-kapal tersebut bebas berkeliaran menangkap ikan dan hasil laut

lainnya di wilayah perairan Provinsi Kepulauan Riau, daerah laut yang sangat

rawan terhadap penangkapan hasil laut ini adalah, Kabupaten Natuna, Anambas,

Lingga, Karimun dan Bintan. Pemerintah mengalami kesulitan didalam

mengawasinya mengingat luas lautan Provinsi Kepulauan Riau yang begitu luas,

kurangnya jumlah personil dan teknologi juga merupakan salah satu kendala.

Meski demikian, fungsi penegak hukum yang dibentuk belum optimal

mendorong tuntutan untuk menjadikan sebagai lembaga tersendiri, akan tetapi dari

sisi keamanan masyarakat sudah mulai dapat dirasakan. Dalam kaitan

pencegahan kriminal di wilayah Polda Provinsi Kepulauan Riau, untuk mencapai

tujuan tersebut, Polda Provinsi Kepulauan Riau menjabarkan beberapa program

18

seperti perlunya melibatkan masyarakat (participan public), meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia anggota, seperti mempermudah masyarakat dalam

memperoleh perlindungan keamanan. Begitu juga dengan diadakan operasi

gabungan yang terstruktur melibatkan semua komponen masyarakat akan selalu

efektif dalam menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian.

2.1.4. REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK AGENDA PEMBANGUNAN

INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

1. Mengatur keterlibatan masyarakat dalam setiap menjaga kemanan dan

kedamaian dalam suatu peraturan hukum yang mengikat, konsisten dan

berkesinambungan,

2. Memperbesar persentase keprofesionalan aparat, dengan meningkatkan

Strata Pendidikan,

3. Mengoptimalkan fungsi Polmas, baik dalam bentuknya yang sekarang

maupun ditransformasi sehingga berkesinambungan,.

4. Upaya kongkrit untuk meningkatkan aparat yang profesional, Kebijakan-

kebijakan yang mendorong kondisi diatas harus ditunjang oleh prioritas

anggaran yang memadai.

5. Karena wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau yang berdekatan

dengan Negara tetangga yaitu, Singapura, Malaysia dan Vietnam, dirasa

perlu untuk menambah jumlah anggota maupun peralatan, baik dilaut,

udara maupun darat.

6. Perlu penegakkan hukum (law inforcement), bagi aparatur penegak

hukum kepada masyarakat yang tidak diskriminatif.

7. Mengingat lemahnya kordinasi antara instansi yang menangani

permasalahan maka perlu dibentuk satu badan yang terdiri dari

gabungan instansi terkait. Ketegasan dalam pembagian kewenangan

lembaga yang menangan permasalahan yang terjadi,

8. Memperhatikan dan memberikan ruang publik dalam keterlibatannya

pada seluruh kebijakan dan pengelolaan bangsa,

9. Regulasi di era demokratisasi diharapkan tidak ada intervensi dari pihak

manapun, termasuk tekanan-tekanan politik dan keadilan serta kejujuran

harus ditegakkan,

19

10. Pelayanan publik oleh aparat yang bersih, transparan, akuntabel, efektif

dan efisien.

11. Penghematan dalam pengelolaan keuangan negara dan daerah, salah

satu pemborosan anggaran dalam Pemilukada disetiap daerah,

Kedepan Gubernur merupakan perpanjangtangan Pemerintah Pusat di

Daerah, yang tidak memiliki wilayah tidak perlu adanya Pemilukada

Gubernur, tapi cukup dipilih oleh DPRD.

12. Program Pencerdaskan kehidupan masyarkat dalam perpolitikan,

berbangsa dan bernegara.

2.2. MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS

2.2.1 PELAYANAN PUBLIK

Jika dilihat dari pencapaian Indikator Pelayanan publik dan demokrasi

merupakan tujuan pembangunan yang penting. Demokrasi tidak hanya alat, namun

juga tujuan bagi pembangunan. Demokrasi yang menjadi pilihan bangsa sejak era

reformasi menguatkan tuntutan akan hadirnya pelayanan publik yang memadai.

Dalam rezim demokratis, legitimasi pemerintah tergantung pada pengakuan dan

dukungan dari rakyat. Untuk memperoleh legitimasi rakyat, pemerintah perlu terus

responsif terhadap keinginan rakyat. Salah satu upaya itu adalah dengan

meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pelayanan publik dan demokrasi adalah

penentu legitimasi pemerintahan meningkatnya pelayanan birokrasi kepada

masyarakat yang tercermin dari berkurangnya secara nyata praktek korupsi di

birokrasi, dan dimulai dari tataran pejabat yang paling atas, terciptanya sistem

pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien dan

berwibawa, terhapusnya aturan, peraturan, dan praktek yang bersifat diskriminatif

terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat. Maka dalam rangka

memperkuat legitimasi pemerintahan, menjadi penting untuk mengetahui sejauh

mana tingkat pelayanan publik dan demokrasi di berbagai daerah di Indonesia,

termasuk di Provinsi Kepulauan Riau. Upaya menilai tingkat pelayanan publik dan

demokrasi (outcomes) di Provinsi Kepulauan Riau akan dilakukan dengan melihat

jumlah rata-rata beberapa indikator pendukung. Adapun indikator tersebut meliputi:

tingkat pelayanan publik yang diberikan dengan melihat jumlah rata-rata beberapa

indikator pendukung.

20

Adapun indikator tersebut meliputi: persentase jumlah kasus korupsi yang

tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, tingkat partisipasi politik

masyarakat baik dalam Pemilihan Legislatif maupun Pemilihan Presiden.

persentase jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu

atap atau pelayanan terpadu. Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau yang terdiri

dari 5 Kabupaten dan 2 Kota yaitu; Kabupaten Bintan, Kabupaten Natuna,

Kabupaten Lingga, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Anambas, sedangkan 2

Kota yaitu; Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang.

Sejak tahun 2008 telah diberlakukannya Kawasan Free Trade Zone (FTZ)

Batam, Bintan dan Karimun dan perubahan status Otorita Batam menjadi Badan

Kawasan (BK) FTZ . Hal ini dilakukan guna percepatan peningkatan perkembangan

ekonomi, membuka lapangan pekerjaan baru, mengurangi angka pengangguran

dan meningkatkan pendapatan asli daerah, maka perlu diwujudkan transparansi

dan akuntabilitas pelayanan publik dengan jalan memutus rentang kendali

administrasi birokrasi dengan mendirikan gabungan berbagai instansi dalam

memberikan pelayanan satu atap atau terpadu yang disebut one stop services

pelayanan yang efektif dan efisien. Pelayan publik (one stop services) ini sudah

berlangsung sejak tahun 2008.

Kota Batam dijadikan pioner percontohan dalam memberikan pelayan publik

yang terpadu, sudah ada beberapa daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang

membuat perda tentang pelayanan publik seperti, Tanjungpinang, Bintan dan

Karimun, namun belum berjalan optimal karena masih memiliki kendala terutama di

bidang sumber daya manusia dan bidang teknologi. Kesuksesan dan keberhasilan

Kota Batam dalam memberikan pelayan kepada publik, maka Menteri Dalam Negeri

Gamawan Fauzi dalam Dialog Today tanggal 8 Oktober 2010 distasiun Metro TV

mengatakan’’ Kota Batam di Provinsi Kepulauan Riau dijadikan sebagai daerah

percontohan dalam memberikan pelayan publik di Indonesia”.

Dengan demikian Provinsi Kepulauan Riau dalam pencapaian untuk

mewujudkan pelayan publik memiliki nilai yang tinggi jika dibandingkan dengan

capaian nasional. Nilai outcomes Provinsi Kepulauan Riau yang lebih tinggi

dibanding outcomes nasional, juga disumbang oleh indikator persentasi partisipasi

masyarakat dalam Pilpres tahun 2009, Pilkada Gubernur tahun 2005, meskipun

terjadi penurunan partisipasi pemilih pada Pemilu legislatif dan Presiden 2009,

tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih dalam Pemilihan

21

Gubernur Provinsi Kepulauan Riau hanya mencapai 46,34 persen, atau lebih dari

53,66 persen pemilih di Provinsi Kepulauan Riau masuk dalam golongan putih

(Absentia Voter) masih lebih tinggi dibanding nilai rata-rata nasional. Tingkat

partisipasi masyarakat yang rendah dalam menggunakan hak pilihnya dapat

menurunkan kualitas demokrasi. Rendahnya kualitas demokrasi dapat

mempengaruhi buruknya legitimasi pemerintah yang terbentuk dari hasil pemilu.

Rendahnya legitimasi pemerintah akan membuka ruang buruknya pelayanan publik

yang diterima masyarakat, serta maraknya praktik KKN karena kurangnya kontrol

dari masyarakat. Kondisi ini jika terus menerus berlangsung akan melahirkan

kekecewaaan politik (political disappointed) di dalam masyarakat, yang dapat

mendorong tersumbatnya atau melemahnya sarana-sarana politik formal.

Tingkat penanganan tindakan kejahatan masyarakat dan demokrasi

(outcomes) Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan kecenderungan yang meningkat

dari tahun ke tahun. Karena itu, dapat dijelaskan bahwa peningkatan signifikan nilai

outcomes pada tahun 2009 tidak lepas dari salah satu indikator pendukung yaitu

persentase aparat yang bekerjasama dengan masyarakat dalam menjaga

keamanan. Untuk melibatkan masyarakat dalam menjaga keamanan dan

perdaiaman yang mempengaruhi dirinya tidak saja merupakan tuntutan good

governance, tapi lebih dari itu, ia merupakan hak asasi manusia. Penanganan

tindakan korupsi di Provinsi Kepulauan Riau mendapatkan prioritas yang pertama

dari seluruh elemen pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Langkah

pemberantasan korupsi ini juga bersinggungan dengan upaya meningkatkan

kualitas pelayanan publik. Mengingat persepsi korupsi terkait dengan kualitas

pelayanan publik. Menurut survei yang diadakan Political and Economic Risk

Consultancy (PERC), Indonesia menempati urutan teratas dalam daftar negara

paling korup di antara 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik. Singapura berada

di urutan terbawah.

Korupsi adalah salah satu tindak kejahatan yang dipandang sebagai

masalah yang sangat serius di Indonesia, korupsi selalu mengrogoti harta kekayaan

negara. Kepekaan masyarakat terhadap tindak kejahatan korupsi serta proses

penanganan/penindakan para pelaku kejahatan oleh aparat penegak hukum telah

demikian peka. Seperti halnya di daerah-daerah lain di Indonesia, aparat penegak

hukum di Provinsi Kepulauan Riau telah menunjukkan kesigapan yang semakin

tinggi dalam melakukan penangan setiap tindak pidana korupsi. Kasus - kasus dana

22

non bugeter yang demikian kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara

korupsi di negara yang berupaya mewujudkan good and clean governance sebagai

salah satu cita-cita reformasi.

Berdasarkan data yang terhimpun dari Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi

Kepulauan Riau, dalam periode 2008-2010, sebagai berikut;

Peraga 2.4. Kasus Korupsi yang Tertangani Dibandingkan yangdilaporkan

Sumber : Kejati Provinsi Kepri 2010

Penanganan kasus korupsi di wilayah Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan

Riau baru dimulai sejak tahun 2008, pada tahun-tahun sebelumnya penangan

kasus korupsi ditangani oleh Kejaksaan Tinggi yang masih berkedudukan di

Provinsi Riau Pekanbaru, penangan kasus korupsi memperlihatkan trend atau

kecenderungan positif. Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu daerah

yang memperoleh indeks penanganan korupsi terbaik di Indonesia. Trend dalam

menangani kasus korupsi yang dilaporkan juga terus menunjukkan hasil optimal.

Pada tahun 2010, dari 30 kasus yang dilaporkan, semuanya berhasil ditangani oleh

Kejati Provinsi Kepulauan Riau. Data dari tahun 2008 dan tahun 2009 tidak dapat

ditampilkan karena data yang diperoleh hanya data tahun 2010, melalui Asisten

Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Riau Eko Bambang

Riadi SH, MH mengatakan bahwa data tahun 2008 dan 2009 akan diberikan

setelah data tersebut diinput oleh stafnya. Korupsi adalah salah satu tindak

kejahatan yang dipandang sebagai masalah yang sangat serius di Indonesia.

23

Kepekaan masyarakat terhadap tindak kejahatan korupsi serta proses

penanganan/penindakan para pelaku kejahatan oleh aparat penegak hukum telah

demikian peka. Seperti halnya di daerah-daerah lain di Indonesia, aparat penegak

hukum di Provinsi Kepulauan Riau telah menunjukkan kesigapan yang semakin

tinggi dalam melakukan penangan setiap tindak pidana korupsi. Berdasarkan data

yang terhimpun dari Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Kepulauan Riau dalam

periode 2008-2010, seluruh kasus korupsi yang dilaporkan semuanya dapat

ditangani. Jika dilihat dari Outcomes penanganan kasus dan tindakan korupsi

mengalami trend yang sangat baik.

Sementara itu, jika dinilai dari laporan keuangan masing-masing SKPD yang

memiliki laporan keuangan dengan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP), maka

bisa disampaikan bahwa belum ada SKPD di Provinsi Kepulauan Riau yang

mendapat predikat ini. Karena secara umum, audit yang dilakukan Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan predikat wajar dengan pengecualian

kepada Provinsi Kepulauan Riau. Kesulitan tersendiri dalam hal ini adalah, audit

dilakukan hanya untuk laporan keuangan konsolidasi di tingkat provinsi/kabupaten

dan kota, bukannya audit parsial terhadap masing-masing SKPD.

Dalam laporan hasil pemeriksaan yang dipublikasi oleh BPK dari tahun

2007–2009, maka seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau

mendapat predikat wajar dengan pengecualian (WDP). Kecuali Kabupaten

Anambas yang mendapat predikat TMP (tidak memberikan pendapat). Hal ini

disebabkan karena Kabupaten Anambas adalah kabupaten baru hasil pemekaran

sehingga laporan keuangannya belum tertata rapi. (Sumber: Ikhtisar Hasil

Pemeriksaan BPK-RI, 2010).

Berdasarkan hasil analisis untuk laporan keuangan konsolidasi di tingkat

provinsi, kabupaten, dan kota ini maka untuk sementara tim EKPD juga

menyimpulkan bahwa belum ada SKPD di lingkungan Provinsi Kepulauan Riau

yang mendapatkan predikat WTP.

Penyebab utama dari hal ini adalah usia Provinsi Kepri yang tergolong

masih relatif muda sehingga membutuhkan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM

yang mengerti dengan manajemen keuangan yang sesuai dengan kaedah-kaedah

akuntansi yang berlaku umum dan peraturan yang ada. Telah ada komitmen dari

kepala daerah di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten dan kota untuk

memperbaiki posisi ini di masa-masa mendatang.

24

2.2.2. DEMOKRASI

GDI (Gender Development Index)

GDI atau Indek Pembangunan Gender (IPG) merupakan pencapaian

kemampuan dasar pembangunan manusia berbasis gender. HDI (Human

Development Index) digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan

bersama dengan GDI, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan

pembangunan manusia antara laki – laki dan perempuan. Kesetaraan gender terjadi

apabila nilai GDI setara dengan HDI dengan kata lain jika nilai GDI lebih rendah dari

HDI maka telah terjadi ketimpangan gender. Perbedaan HDI dan GDI dapat

menggambarkan bias gender dalam kualitas hidup dimana terjadi ketidaksetaraan

gender dalam pembangunan. Nilai GDI merupakan komposit nilai dari (1) Angka

Harapan Hidup, (2) Angka Melek Huruf, (3) Rata – rata Lama Sekolah, (4) Angkatan

Kerja (%)

Indek Pembangunan Gender (GDI) tahun 2005–2008 di Provinsi Kepulauan

Riau dapat dilihat pada Peraga 2.5. Terlihat bahwa indikator pencapaian

pembangunan gender di Provinsi Kepuluan Riau meningkat setiap tahunnya dari

tahun 2005-2008. Nilai GDI Kepri pada tahun 2005 hanya sebesar 55,1%

bertambah secara perlahan sampai tahun 2008 hanya mencapai 62,5%. Jika

dibandingkan dengan GDI Nasional, maka pencapaian Indek Pembangunan Gender

Kepri belum mencapai rata – rata nasional yaitu 66,4%. Nilai GDI pada tahun 2009

tidak dilakukan perhitungan, informasi ini disampaikan oleh staf biro pemberdayaan

perempuan Dinas kesekretariatan Provinsi Kepulauan Riau, sehingga untuk

pembahasan dan analisis hanya terbatas sampai GDI tahun 2008.

Kesetaraan gender dalam pembangunan dapat dilihat dari beberapa

indikator, salah satunya nilai Angka Harapan Hidup (AHH). AHH penduduk

Indonesia tahun 2007 adalah 68,70 tahun meningkat menjadi 69,70 tahun 2008

dimana nilai angka ini lebih tinggi dari angka nasional yaitu 69,00 tahun. Pada

tahun 2008 diperkirakan anak yang lahir dapat hidup rata – rata sampai usia 69,70

tahun, artinya diasumsikan anak yang lahir pada tahun 2008 akan dapat bertahan

hidup selama 69,70 tahun dengan catatan bila diasumsikan bahwa kondisi

kesehatan dan kematian yang ada akan berjalan seperti saat ini atau tidak berubah.

Tingginya nilai AHH Provinsi Kepulauan Riau merupakan bukti telah meningkatnya

pembangunan kesehatan masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau yang diikuti oleh

25

status gizi balita, dari 190,011 balita yang ada di Provinsi Kepri sebanyak 5,53%

balita gizi buruk dan 2,053 (2,10%) balita gizi bawah garis merah (BGM) yang setiap

tahunnya bisa dikendalikan, dan masih jauh dari standar nasional 12% untuk gizi

kurang dan 15% gizi buruk ( tahun 2008). Berdasarkan perbedaan menurut kota/

kabupaten pada tahun 2008 yaitu Kabupaten Natuna memiliki AHH paling rendah

68,10 tahun dan yang tertinggi Kota Batam yaitu 70,70 tahun. Jika dirinci menurut

jenis kelamin, ternyata AHH pada waktu lahir dari penduduk perempuan lebih tinggi

dibandingkan laki-laki.

Jika dilihat dari angka melek huruf yang merupakan gambaran kemampuan

baca tulis penduduk usia 15 tahun keatas, maka angka melek huruf penduduk

Provinsi Kepri pada tahun 2008 adalah mencapai 95,1%, artinya masih ada sekitar

4,9 persen penduduk Provinsi Kepri yang buta huruf. Secara umum angka melek

huruf penduduk perempuan lebih rendah jika dibandingkan dengan angka melek

huruf laki-laki, yaitu 93,5% untuk perempuan berbanding 96,8% untuk laki-laki. Jika

dilihat dari tempat tinggal pada tahun 2008 menunjukkan angka melek huruf di

daerah perkotaan (96,5%) lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan (89,8%) hal

ini disebabkan akses dan kesempatan mendapatkan pendidikan lebih baik

dibandingkan dengan pedesaan. Demikian pula jika dilihat dari jenis kelaminnya

angka melek huruf perempuan lebih rendah dari laki –laki, hal ini juga didukung oleh

data Badan Pusat Statistik tahun 2008 bahwa berdasarkan distribusi persentase

penduduk usia 10 tahun keatas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan

ternyata laki-laki mampu menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar

56% dibandingkan perempuan hanya 52%, akan tetapi jika dilihat dari kesenjangan

gender yang dihitung berdasarkan rasio angka melek huruf penduduk laki- laki dan

perempuan maka angka yang didapat masih cukup menggembirakan. Kesenjangan

gender pada tahun 2008 di perkotaan sebesar 0,93 sedangkan di pedesaan

sebesar 0,97. Angka tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan nyata

kesenjangan gender dalam melek huruf. Jadi antara perempuan dan laki- laki

hampir memiliki kemampuan yang cenderung sama dalam membaca dan menulis

huruf latin. Hal ini menunjukkan bahwa masalah pembangunan pendidikan sudah

cukup baik di Provinsi Kepri, tetapi keadaan belum bisa menggambarkan keadaan

di pulau-pulau dan kabupaten yang belum mendapatkan pemerataan pembangunan

baik fisik dan non fisik.

26

Rata–rata lama sekolah juga merupakan rasio nilai GDI dalam mencapai

pembangunan gender. Angka ini menggambarkan sampai sejauh mana rata – rata

penduduk usia 15 tahun ke atas menikmati pendidikan di bangku sekolah. Selain itu

juga berfungsi untuk melihat sejauh mana pemerintah berhasil dalam pelaksanaan

program wajib belajar 9 tahun. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional

(Susenas, 2008) rata – rata lama sekolah penduduk Provinsi Kepri baru mencapai

8,94 tahun atau rata – rata baru mencapai taraf pendidikan kelas dua Sekolah

Menengah Pertama (SMP). Jika dilihat dari jenis kelamin maka persentase rata –

rata lama sekolah penduduk laki-laki dan perempuan tidak berbeda nyata yaitu

25,6% untuk laki- laki dan 24,6% untuk perempuan. Secara umum antara penduduk

laki- laki dan perempuan dalam hal lama sekolah atau tingkat pendidikan yang

ditamatkan tidak terjadi kesenjangan yang terlalu tinggi, namun hal itu tidak berarti

bahwa usaha untuk memperbaiki tingkat pendidikan perempuan cukup, khususnya

bagi perempuan harus terus dilaksanakan agar nantinya tercipta kondisi kualitas

sumber daya manusia yang mempunyai mutu yang seimbang antara laki – laki dan

perempuan.

Peraga 2.5. Indek Pembangunan Gender (GDI) Kepulauan RiauTahun 2005-2008.

Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA, dan BPS

Indikator terakhir dalam melihat pembangunan gender adalah persen

27

partisipasi angkatan kerja (TPAK). Angka ini berarti proporsi penduduk usia kerja

(15 tahun keatas) yang termasuk kedalam angkatan kerja. Dari hasil Sakernas

Agustus 2008 menunjukkan bahwa TPAK laki- laki (85,9%) lebih tinggi

dibandingkan TPAK perempuan ( 47,6%). Jika dilihat dari jumlah yang bekerja dari

1,007,8 ribu penduduk usia 15 tahun keatas di Provinsi Kepri hanya 60,79% yg

bekerja. Dengan rincian laki-laki bekerja jauh lebih tinggi (79,26%) dibandingkan

perempuan (43,47%) artinya masih terjadi kesenjangan dalam jumlah pekerja di

Provinsi Kepri. Jika dilihat dari jenis pekerjaan maka didominasi oleh karyawan/

buruh industri (45,44%) dan perdagangan (20,58%) sisanya jenis pekerjaan lain.

Pada Peraga 2.6. terlihat nilai Human Development Indek (HDI) Provinsi

Kepri yang meningkat setiap tahun tapi belum diikuti oleh nilai pembangunan

gender. Jika dibandingkan antara nilai HDI dan GDI Provinsi Kepri dari tahun 2005-

2008 maka terdapat nilai bias atau kesenjangan relatif tetap pada 15.7 point pada

tahun 2005 dan 11.7 point untuk tahun 2008. Hal ini berarti masih terjadi

kesenjangan pembangunan gender. Jika diamati secara keseluruhan nilai GDI di

provinsi Kepri (62,5%) masih jauh dari target nasional (66,4%) . Dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa pembangunan berbasis gender di Kepulauan Riau masih perlu

ditingkatkan dalam mencapai pembangunan yang adil dan demokratis.

Peraga 2.6. Perbandingan nilai Human Development Indek (HDI) dan GenderDevelopment Indek (GDI) tahun 2005-2008.

Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA, dan BPS

28

GEM (Gender Empowerment Measurement)

GEM atau Indek Pemberdayaan Gender menunjukkan apakah perempuan

dapat memainkan peranan aktif dalam kehidupan ekonomi dan politik. GEM

melacak persentase perempuan yang duduk di parlemen, keterlibatan perempuan

pekerja professional, kepemimpinan serta ketatalaksanaan, dan perempuan dalam

angkatan kerja. Nilai GEM Provisi Kepulauan Riau Tahun 2005 – 2008 dapat dilihat

pada Peraga 2.7 dibawah ini. Sama halnya dengan nilai GDI, nilai GEM untuk tahun

2009 tidak disertai data yang tersedia oleh Biro Pemberdayaan Perempuan Dinas

Kesekretariatan Provinsi Kepulauan Riau.

Peraga 2.7. Indek Pemberdayaan Gender (GEM) Provinsi Kepri 2005-2008

Sumber : BPS Kepri dan Biro Pemberdayaan Provinsi Kepulauan RiauData GEM pada tahun 2007 merupakan hasil pengolahan data dan interpolasi

Dari Peraga 2.7 tersebut nilai GEM terus mengalami peningkatan dalam

kurun waktu 2005 – 2008. Nilai GEM memperlihatkan cenderung naik yang cukup

stabil tetapi masih jauh dari rata-rata nasional. Nilai GEM di Provinsi Kepri tahun

2007 tidak disertai dengan data (data diambil berdasarkan interpolasi data/

kecendrungan pola kenaikan data) tetapi terlihat peningkatan pada tahun 2008

mencapai 49.25%. Hal ini dapat kita lihat dari keterlibatan perempuan dalam dunia

politik dari tahun 2005 – 2008 dalam anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau

hanya berbanding 6.6% atau hanya 3 orang perempuan dalam 45 total anggota

29

dewan,dengan demikian peran perempuan di DPRD Provinsi Kepri tahun 2008

hanya sebesar 20% dan di DPRD Kab/ kota mencapai 12,7% serta di jabatan publik

hanya 1,1%. Jika dilihat dari jumlah penduduk perempuan (743,282 orang) lebih

banyak dibandingkan laki-laki (709,791 orang) maka partisipasi perempuan masih

sangat rendah. Faktor Demokrasi masih belum berjalan, karena rata-rata

perempuan masih suka memilih laki-laki dalam pemilihan Gubernur Kepri ( Periode

2010-2015) hal ini disebabkan karena masih rendahnya keercayaan pemilih

terhadap kepemimpinan perempuan.

Kurangnya pembinaan dan pendidikan dasar praktis terhadap politik bagi

perempuan juga menjadi alasan bagi para perempuan tidak terlibat dalam politik.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa perhatian pemerintah Kepri terhadap

kesamaan gender dan pemberdayaan masyarakat (perempuan) terhadap

pembangunan ekonomi serta partisipasi politik mengalami kemajuan dan selalu

tetap ditingkatkan.

Berdasarkan nilai GDI dan GEM Provinsi Kepuluan Riau yang telah

dibicarakan sebelumnya maka nilai ini memperlihatkan peningkatan kualitas hidup

manusia dan pembangunan penduduk semakin lebih baik dari rata-rata nasional.

Indek Pembangunan Manusia telah mencapai target nasional yang mencerminkan

peningkatan pembangunan berkelanjutan yang belum sejalan dengan

pembangunan gender dan pemberdayaan gender. Jika dilihat dari pemerataan

pembangunan manusia dalam meningkatkan kualitas hidup dan peranan

perempuan dalam pembangunan berdasarkan kabupaten/ kota masih terlihat

kesenjangan antara kota Batam dengan kota dan kabupaten yang lain.

Indek pembangunan gender dan pemberdayaan gender belum

memperlihatkan kesetaraan dan nilainya masih belum mencapai target nasional.

Hal ini disebabkan oleh (1). Keadaan geografis Kepulauan Riau yang terdiri dari

2408 pulau dengan 4% daratan dan 96% lautan menyebabkan akses transportasi

yang menunjang pembangunan masyarakat menjadi terhambat. (2) Masih

terjadinya kesenjangan pembangunan baik di daerah dan di kabupaten seperti

pulau Batam, pembangunan jauh lebih baik dibandingkan dengan 6 kabupaten/kota

yang lain. (3) Belum meratanya kesempatan mendapatkan pendidikan di wilayah

kepulauan yang jaraknya relatif jauh sehingga akses pembangunan juga terhambat

seperti kesempatan mendapatkan pendidikan bagi perempuan , (4) Belum

30

meratanya akses kesehatan karena jumlah sarana, prasarana dan tenaga

kesehatan belum berimbang, (4) Belum optimalnya pemberdayaan perempuan dan

masih kurangnya kuantitas lembaga pembinaan pemberdayaan perempuan

sehingga keterlibatan dan partisipasi perempuan dalam politik dan ekonomi juga

terhambat.

2.2.3. Rekomendasi Kebijakan Untuk Agenda Pembangunan Indonesia Yang

Adil Dan Demokratis:

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas maka dalam bidang

pelayanan publik dan demokrasi di Provinsi Kepulauan Riau maka perlu dilakukan

beberapa hal antara lain :

1. Pelayanan satu atap (one stop service) yang berhasil diterapkan di Batam

sebaiknya segera dilaksanakan juga dilingkungan kabupaten/kota yang lain

dilingkungan Provinsi Kepri. Karena, walaupun masih ada kendala, namun

pelayanan satu atau di Batam telah diakui kalangan dunia usaha sangat

membantu dalam memperlancar arus investasi dan menguntungkan semua

pihak.

2. Masih sulitnya Provinsi Kepri dan kabutapen/kota di bawahnya meraih

predikat WTP dalam pelaporan keuangannya sangat rawan dan merupakan

indikasi awal dari penyelewengan keuangan daerah. Direkomendasikan agar

Provinsi Kepri segera meningkatkan kualitas SDM yang mengelola

keuangan melalui perekrutan, pelatihan, dan pengarahan terus menerus

oleh pihak-pihak terkait.

3. Masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan maka perlu

ditingkatkan komposisi dan kuantitas lembaga pemberdayaan gender di

Provinsi Kepulauan Riau khususnya lembaga yang mengembangkan

keahlian dan keterampilan dalam meningkatkan peran perempuan dalam

pembangunan.

4. Keterlibatan perempuan dalam bidang politik dan pemerintah dapat

ditingkatkan dengan jalan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat

dan meningkatkan keterlibatan perempuan dalam bidang politik (legislatif)

dan pemerintahan (ekskutif). Seperti memberikan pendidikan praktis dalam

bidang politik sehingga perempuan tertarik dan mau berperan dalam

pembangunan khususnya perwakilan dewan dan dalam pemerintahan.

31

5. Masih terjadinya ketimpangan peran perempuan di pedesaan dan perkotaan

yang ada dapat diatasi dengan jalan meningkatkan pelatihan dan

keterampilan bagi perempuan khususnya dipedesaan dengan memberikan

pelatihan gratis bagi peserta, sehingga perempuan di pedesaan dibekali

pengalaman, pendidikan dan keterampilan sehingga mampu bersaing dalam

dunia kerja dan berperan aktif dalam pembangunan.

2.3. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

2.3.1. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (HUMAN DEVELOPMENT INDEX)

Sumber daya manusia merupakan subjek sekaligus objek pembangunan,

mencakup seluruh siklus hidup sejak di dalam kandungan hingga akhir hayat.

Kualitas sumber daya manusia ditandai dengan meningkatnya indek pembangunan

manusia. Angka HDI merupakan komposit dari data-data ; (1) Umur Harapan Hidup

(2) Angka melek aksara pada usia 15 tahun keatas; (3) angka partisipasi kasar

jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tertinggi ; (4) Produk Domestik Bruto

(PDB) perkapita yang dihitung berdasarkan Paritas Daya Beli ( Purchasing Power

Parity)

Kualitas hidup manusia indonesia tercermin dari Indek Pembangunan

Manusia (Human Developmen Indek/HDI). Dari Peraga 2.8 dibawah ini

memperlihatkan bahwa pembangunan di Provinsi Kepri ini setiap tahunnya dalam

kurun waktu 5 tahun dari mulai terbentuk tahun 2004 memperlihatkan peningkatan

yang signifikan. Dari Gambar terlihat nilai HDI Kepri berada pada angka 70,8%

untuk tahun 2004-2005 dan 72,2% pada tahun 2006 serta bertambah secara

perlahan pada tahun 2007 menjadi 72,8%. Pada tahun 2008 trend peningkatan HDI

Provinsi Kepri semakin tinggi mencapai 74,18% dibandingkan tahun sebelumnya

dan lebih tinggi dari nilai HDI nasional 71,17%. Hal ini disebabkan semakin

meningkatnya pembangunan bidang kesehatan, pendidikan dan pertumbuhan

ekonomi yang semakin membaik yaitu pertumbuhan 6,6% setiap tahunnya melebihi

rata - rata nasional (6,0 %).

32

Peraga 2.8. Indeks Pembangunan Manusia (HDI) Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008

Pada tahun 2008, HDI di Provinsi Kepri sebasar 74.18% menduduki

peringkat ke-6 nasional dari 33 provinsi di Indonesia dengan nilai : (1) Angka

Harapan Hidup 69.70 tahun, (2) Angka Melek Huruf 96.08%, (3) Rata – rata lama

sekolah 8.96 tahun, (4) Pengeluaran perkapita penduduk sebesar Rp. 780,119 .

Jika dilihat lebih dalam komponen HDI khususnya mengenai usia harapan

hidup, penduduk Provinsi Kepulauan Riau rata-rata usianya mencapai 69,70 tahun.

Sedangkan angka harapan hidup penduduk Indonesia hanya mencapai 68,00

tahun, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa penduduk Provinsi

Kepulauan Riau mempunyai usia harapan hidup yang lebih panjang dibandingkan

dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia lainnya. Ini menunjukkan adanya

peningkatan derajat kesehatan di tengah masyarakat Provinsi Kepulauan Riau.

Dilihat dari aspek pendidikan, penduduk Kepulauan Riau rata-rata

bersekolah selama 8,94 tahun, dibulatkan menjadi 9 tahun. Artinya jika lama belajar

di SD adalah 6 tahun dan di SMP adalah 3 tahun maka jumlah lama bersekolah

adalah 9 tahun, dengan kata lain penduduk Provinsi Kepulauan Riau pendidikannya

rata-rata tamat SMP. Angka ini memang masih rendah, namun angka ini masih

lebih baik dibandingkan dengan angka rata-rata lama sekolah nasional pada tahun

yang sama (2008) yang baru mencapai 7,52 tahun atau hanya sampai kelas 2 SMP.

33

Selain berumur panjang dan telah sekolah sampai SMP, penduduk

Kepulauan Riau juga sebagian besar sudah dapat membaca dan menulis. Hal ini

dapat dilihat dari Angka Melek Huruf penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang

sudah mencapai 96 persen. Artinya hanya tinggal 4 persen saja penduduk yang

buta aksara, itu pun adalah para lansia yang tidak mungkin lagi bersekolah.

Selanjutnya jika dilhat dari tingkat kesejahteraan ekonomi, penduduk Kepulauan

Riau dapat dikatakan relatif sejahtera, hal ini ditunjukkan oleh angka pengeluaran

rata-rata per kapita penduduk yang mencapai Rp. 637.670 per bulan. Angka ini

berada di atas angka nasional yang besarnya Rp. 628.330.

Bila dilihat dari nilai HDI Kab/Kota di Prov. Kepri maka Kota Batam

menduduki peringkat ke 14 nasional dengan nilai 77,28% (Tabel 2.1). Dari

perkembangan angka HDI di atas tampak adanya perubahan ke arah yang lebih

baik dalam bidang pembangunan Sumber Daya Manusia masyarakat (SDM)

Provinsi Kepulauan Riau. Ini bermakna bahwa pembangunan yang dilaksanakan

oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota telah berdampak positip terhadap

pengembangan SDM. Namun masih perlu ditingkatkan karena angka 73,7 itu masih

jauh lebih rendah dari pada HDI negara tetangga kita seperti Singapura yang HDI-

nya telah mencapai angka 91,9 dan Malaysia 82,3. ( Bappeda tahun 2010).

Tabel 2.1. Indek Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan RiauTahun 2005-2009

Kab / Kota 2005 2006 2007 2008 2009 Peringkat

Bintan 70,90 72,00 72,97 73,34 73,66 105

Batam 76,50 76,68 76,82 77,28 77,56 14

Karimun 71,70 72,00 72,40 72,80 73,15 131

Natuna 68,40 69,02 69,36 69,81 70,02 268

Tanjungpinang 72,20 72,88 73,46 73,92 74,34 88

Lingga 69,40 69,85 70,25 70,74 71,10 220

Provinsi Kepri 72,20 72,79 73,68 74,18 74,91 6

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010

34

Tabel 2.2. Indek Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 (sesuai indikator)

Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

Angka Harapan Hidup 69,5 69,6 69,60 69,70 69,76

Angka Melek Huruf 96,0 93,8 94,60 96,00 94,90

Rata-rata lama Sekolah 8,1 8,4 8,94 8,94 8,94

Pengeluaran Per Kapita 621.900 489.441 554.106 637.670 692,814

HDI/ IPM 72,20 72,79 73,68 74,18 74,91

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2010

Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa nilai Indek

Pembangunan Manusia memiliki trend yang semakin meningkat dalam kurun waktu

5 tahun dan telah melebihi target nasional. Semakin meningkatnya nilai HDI

Provinsi Kepri memperlihatkan pemerintah sangat serius dalam meningkatkan

kualitas pembangunan manusia demi mencapai peningkatan pembangunan

nasional khususnya penyediaan anggaran untuk pendidikan dan kesehatan yang

semakin baik.

2.3.2. PENDIDIKAN

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) telah menetapkan kebijakan di

bidang pendidikan dengan menetapkan bidang pendidikan sebagai prioritas yang

utama dan dianggarkan setiap tahun di dalam Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah. Penetapan prioritas utama di bidang pendidikan tersebut tercermin dari

kebijakan pengalokasian anggaran pendidikan yang disepakati sebesar 20% dari

total APBD Provinsi Kepri setiap tahunnya.

Alokasi anggaran pendidikan tersebut dipergunakan untuk melaksanakan

berbagai program dan kegiatan seperti peningkatan sarana dan prasarana,

peningkatan mutu dan kesejahteraan guru, peningkatan kegiatan kesiswaan serta

pemberian beasiswa kepada mahasiswa S-1, S-2, dan S-3, serta guru dan dosen

tugas belajar. Dengan upaya-upaya yang telah ditempuh oleh Pemerintah Provinsi

Kepri ini jelaslah bahwa pendidikan merupakan upaya yang paling strategis dalam

meningkatkan kualitas sumber daya manusia disamping pelatihan-pelatihan dan

35

kursus. Satu hal yang harus diingat bahwa tugas ini bukan hanya tanggungjawab

Pemerintah saja, tetapi juga merupakan tanggungjawab keluarga dan masyarakat.

Beberapa aspek yang berkaitan dengan indikator tingkat keberhasilan pada bidang

pendidikan di Provinsi Kepri, antara lain adalah :

Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SD/MI.

Komitmen Pemprov Kepri untuk meningkatkan kualitas pendidikan guna

mewujudkan masyarakat Kepri yang cerdas dan terbilang, terus dilakukan melalui

upaya-upaya yang telah ditempuh yang secara nyata telah mampu meningkatkan

kualitas pendidikan yang tergambar dari salah satu indikator keberhasilan tingkat

pendidikan adalah Angka Partisipasi Murni (APM).

APM menggambarkan tingkat partisipasi penduduk usia sekolah atau kelompok usia

7 – 18 tahun di Provinsi Kepri dengan formulasi perbandingan antara jumlah

penduduk usia sekolah yang bersekolah dengan jumlah penduduk usia sekolah

pada semua jenjang pendidikan pada waktu tertentu. Secara umum kondisi tingkat

pendidikan di Provinsi Kepri berdasarkan APM menunjukkan peningkatan yang

lebih baik.

PERAGA 2.9. ANGKA PARTISIPASI MURNI (SD/MI)

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau.

Berdasarkan data ini, nampak bahwa angka partisipasi murni untuk tingkat

Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) di Kepulauan Riau mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah

36

dengan program wajib belajar 9 tahun terutama untuk wilayah Provinsi Kepulauan

Riau sudah berhasil. Kenaikan yang sangat drastis dari angka partisipasi murni

untuk tingkat SD/MI ini terutama pada tahun 2008, dimana pada tahun 2007

menunjukkan angka 88,42 meningkat menjadi 96,99 pada tahun 2008. Hal ini bila

dibandingkan pada tahun-tahun yang lainnya yang hanya mengalami kenaikan

berkisar pada angka 0,15 s.d. 2,91.

Semakin tingginya Angka Partisipasi Murni dari tahun 2004 hingga tahun 2009

disebabkan banyaknya siswa di luar usia sekolah yang berada di jenjang pendidikan

tersebut. Walaupun Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah mendirikan Sekolah

Dasar di pelosok-pelosok daerah yang dikarenakan kondisi geografis wilayah

Provinsi Kepulauan Riau yang terdiri dari pulau-pulau sehingga memungkinkan

anak-anak usia 7 – 12 tahun dapat bersekolah di Sekolah Dasar, namun Angka

Partisipasi Murni ini tidaklah sebesar Angka Partispasi Kasar (APK). Hal ini

disebabkan kondisi ekonomi masyarakat Provinsi Kepulauan Riau masih ada yang

berada di bawah garis kemiskinan sehingga untuk menyekolahkan anak-anak

mereka yang berada di usia Sekolah Dasar tidak memungkinkan. Disamping itu

dikarenakan kurangnya kesadaran orangtua tentang pentingnya arti pendidikan bagi

anak.

Namun jika melihat angka-angka pada grafik tersebut secara keseluruhan

terutama tahun 2009 yang sudah menyentuh 97,14 dapat disimpulkan bahwa

program Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau di bidang pendidikan sudah berhasil,

dikarenakan hanya 2,86 saja yang belum menikmati pendidikan Sekolah Dasar.

Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SD/MI

Indikator lain yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dibidang

pendidikan adalah menggunakan Angka Partisipasi Kasar (APK). Secara umum

kondisi tingkat pendidikan di Provinsi Kepri berdasarkan APK juga menunjukkan

peningkatan yang lebih baik.

37

PERAGA 2.10. ANGKA PARTISIPASI KASAR(SD/MI)

95.72

97.3298.5 98.85 99.12

102.15

92

94

96

98

100

102

104

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Angka Partisipasi Kasar SD/MI Tahun 2004-2009 di ProvinsiKepuluan Riau

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau.

Dari peraga 2.10 diatas ini memperlihatkan bahwa Angka Partisipasi Kasar

menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun walaupun kenaikan dari

tahun ke tahun tidak terlalu mencolok terkecuali di tahun 2009. Pada tahun 2008

berkisar pada angka 99,12 menjadi 102,15 pada tahun 2009. Sedangkan untuk

tahun 2004 hingga tahun 2006, kenaikannya tidaklah terlalu mencolok sama sekali,

apalagi untuk tahun 2006 ke 2007 yang hanya mengalami kenaikan 0,35.

Semakin tingginya Angka Partisipasi Kasar dari tahun 2004 hingga tahun

2009 disebabkan banyaknya siswa di luar usia sekolah yang berada di jenjang

pendidikan tersebut. Oleh karena itu diperlukan tambahan sekolah atau rehabilitasi

ruang kelas yang rusak, baik rusak berat maupun rusak ringan. Namun pada

umumnya Pemerintah terutama Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah

mendirikan Sekolah Dasar di pelosok-pelosok daerah hal ini dikarenakan kondisi

geografis wilayah yang terdiri dari pulau-pulau sehingga memungkinkan anak-anak

usia 7 – 12 tahun dapat bersekolah di Sekolah Dasar.

Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs.

Rata-Rata Nilai Akhir siswa SMP/MTs di Provinsi Kepulauan Riau

berdasarkan data yang didapat adalah sebagai berikut :

38

Tabel 2.3 : Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs

Tahun Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs

2007 5,98

2008 5,91

2009 6,61

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

Berdasarkan data pada tabel, menunjukkan bahwa terjadi penurunan rata-rata

nilai akhir SMP/MTs pada tahun 2008 dimana pada tahun 2007 menunjukkan angka

5,98 menjadi 5,91. Namun pada tahun 2009 menunjukkan kenaikan yang cukup

drastis yaitu 6,61 atau mengalami kenaikan 0,70.

Secara keseluruhan nilai rata-rata siswa-siswa tingkat SMP/MTs di Provinsi

Kepulauan Riau menunjukkan angka yang cukup baik, hal ini dikarenakan sudah

melampaui batas minimal kelulusan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam

hal ini Kementerian Pendidikan Nasional. Hal ini dapat dibuktikan dari rata-rata

tingkat pendidikan masyarakat Kepulauan Riau yang “hanya” mencapai angka 8,94

tahun, artinya jika lama belajar di Sekolah Dasar (SD) adalah 6 tahun dan di

Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat adalah 3 tahun maka jumlah

lama bersekolah adalah 9 tahun, dengan kata lain penduduk Kepulauan Riau

pendidikannya rata-rata tamat SMP. Angka ini memang masih rendah, namun

angka ini masih lebih baik bila dibandingkan dengan angka rata-rata sekolah pada

jenjang yang sama di tingkat Nasional yang baru mencapai 7,52 atau hanya sampai

pada kelas 2 SMP saja. Namun hal ini tetap memerlukan perhatian yang serius ke

depan dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam hal ini melalui Dinas

Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau dan Dinas-Dinas Pendidikan yang berada di 7

Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau.

Rata-Rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA

Rata-Rata Nilai Akhir siswa SMA/SMK/MA di Provinsi Kepulauan Riau

berdasarkan data yang didapat adalah sebagai berikut :

39

Tabel 2.4. Rata-Rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA

Tahun Rata-Rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA

2007 6,80

2008 5,34

2009 6,65

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

Rata-rata nilai akhir pada tingkat SMA/SMK/MA menunjukkan penurunan,

terutama pada tahun 2008 yang hanya 5,34 dari sebelumnya di tahun 2007

menunjukkan angka 6,80. Pada tahun 2009 mengalami kenaikan kembali menjadi

6,65 tapi masih tidak mampu melebihi nilai rata-rata pada tahun 2007.

Walaupun secara keseluruhan menunjukkan bahwa angka rata-rata ini sudah

memenuhi standar minimal nilai kelulusan Ujian Nasional namun turun naiknya nilai

ini merupakan pekerjaan rumah yang cukup berat bagi Dinas pendidikan Provinsi

Kepulauan Riau dan Dinas-Dinas Pendidikan di 7 Kabupaten/Kota yang ada di

wilayah Provinsi Kepulauan Riau, sehingga dengan naiknya nilai rata-rata tentunya

akan dapat membantu bagi siswa SMA/SMK/MA untuk melanjutkan ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi (Perguruan Tinggi), apalagi secara umum Angka

Partisipasi Sekolah untuk jenjang pendidikan SLTA baru mencapai 64%. Artinya

masih ada sekitar 36% penduduk usia 16-18 tahun yang belum mengecap

pendidikan SLTA baik itu SMA, SMK maupun MA.

Angka Putus Sekolah SD

Angka Putus Sekolah siswa SD di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan

data yang didapat adalah sebagai berikut :

Tabel 2.5. Angka Putus Sekolah SD

Tahun Angka Putus Sekolah SD

2007 180

2008 174

2009 174

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

40

Angka putus sekolah pada tingkat SD di Provinsi Kepulauan Riau

menunjukkan angka yang stabil dimana pada tahun 2007 menunjukkan angka 180,

menjadi 174 pada tahun 2008 dan 2009. Angka-angka ini jelas menunjukkan bahwa

perubahan angka tidaklah terlalu besar dan bahkan cenderung stabil.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di tabel sebelumnya bahwa rata-rata

tingkat pendidikan penduduk Provinsi Kepulauan Riau adalah sampai tamat SMP.

Kalaupun ada terdapat penduduk yang tidak melanjutkan pendidikan di tingkat SMP

hal ini semata-mata dikarenakan faktor ekonomi, disamping memegang prinsip

“Yang Penting Bisa Membaca dan Berhitung, ya sudah cukuplah”. Faktor penyebab

yang kedua adalah belum adanya Sekolah Menengah Pertama di pulau tempat

mereka berada, sedangkan sekolah terdekat mereka harus menyeberang ke pulau

terdekat yang memiliki SMP ataupun mereka harus menuju ke ibukota Kabupaten

untuk melanjutkan sekolahnya, bahkan ada yang harus meninggalkan keluarganya,

dengan usia yang relatif masih terlalu muda maka banyak orang tua yang

mengambil keputusan untuk tidak menyekolahkan anaknya dengan prinsip yang

telah disampaikan tadi. Namun dengan program wajib belajar 9 tahun yang terus

didengungkan pemerintah seharusnya hal seperti ini sudah tidak terjadi lagi.

Angka Putus Sekolah SMP

Angka Putus Sekolah siswa SMP di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan

data yang didapat adalah sebagai berikut :

Tabel 2.6. Angka Putus Sekolah SMP

Tahun Angka Putus Sekolah SMP

2007 125

2008 136

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

Angka putus sekolah pada tingkat SMP/MTs di Provinsi Kepulauan Riau justru

mengalami kenaikan, hal ini bisa kita lihat pada tahun 2007 menunjukkan angka 125

menjadi 136 pada tahun 2008, sedangkan untuk tahun 2009 tidak ada datanya.

Tabel ini juga menunjukkan bahwa sebagaimana pada tingkat Sekolah Dasar

(SD), ternyata hal itu juga berlaku pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)

41

atau yang sederajat, apalagi pada penjelasan sebelumnya juga sudah disampaikan

bahwa untuk Provinsi Kepulauan Riau rata-rata penduduknya hanyalah tamat SMP

atau menyentuh angka 8,94 tahun atau dibulatkan menjadi 9 tahun. Namun angka

ini sudah lebih baik dari tingkat Nasional yang hanya rata-rata 7,52 tahun atau

setara kelas 8 SMP.

Angka Putus Sekolah SMA

Angka Putus Sekolah siswa SMA di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan

data yang didapat adalah sebagai berikut :

Tabel 2.7. Angka Putus Sekolah SMA

Tahun Angka Putus Sekolah SMA

2007 40

2008 34

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

Program wajib belajar 9 tahun di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan gejala

yang baik, hal ini dapat dibuktikan jika dikaitkan dengan angka putus sekolah di

tingkat SMA/SMK/MA yang menunjukkan penurunan angka dari 40 pada tahun

2007 menjadi hanya 34 pada tahun 2008. Namun jika dikaitkan dengan Angka

Partisipasi Sekolah Tingkat SLTA baru mencapai 64%. Artinya masih ada sekitar

36% penduduk usia 16-18 tahun yang belum mengecap pendidikan SLTA baik itu

SMA, SMK, atau di MA.

Hal ini ditambah pula dengan sebuah kenyataan bahwa Angka Partisipasi

Sekolah untuk Perguruan Tinggi di Provinsi Kepulauan Riau angkanya lebih kecil

lagi yaitu baru mencapai 11,25%, jadi masih ada 88,75% anak usia 18-24 tahun

(Mahasiswa) yang belum dapat kuliah sampai ke Perguruan Tinggi baik itu di

Akademi maupun Universitas.

Dengan demikian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa untuk angka

putus sekolah di tingkat SD, SMP dan SMP di Provinsi Kepulauan Riau tidak terlalu

merisaukan karena cenderung terjadi penurunan. Namun perlu dibuatkan kebijakan

pemerintah khususnya tentang pemberian beasiswa, atau bantuan-bantuan khusus

bagi anak tidak mampu atau bimbingan dan penyuluhan kepada setiap siswa oleh

sekolah yang bersangkutan.

42

Persentase Angka Melek Huruf

Para pendidik dan jajaran Dinas Pendidikan di Provinsi Kepri boleh

berbangga. Upaya keras untuk memajukan dunia pendidikan, khususnya Wajib

Belajar 9 tahun berbuah manis. Hal ini terbukti dengan keberhasilan Provinsi Kepri

dalam menempatkan dirinya sebagai peringkat pertama menyukseskan wajib

belajar 9 tahun dengan mutu pendidikan yang tertinggi se-Sumatera. Hal ini

tentunya tidak terlepas dari alokasi APBD Provinsi Kepri yang dikhususkan

mendukung percepatan serta peningkatan mutu pendidikan termasuk

mengentaskan buta aksara. Secara umum kondisi Angka Melek Huruf Provinsi

Kepri dapat digambarkan sebagai berikut :

PERAGA 2.11. ANGKA MELEK HURUF

94.7

96

93.8

96 96 96.08

92.5

93

93.5

94

94.5

95

95.5

96

96.5

2004 2005 2006 2007 2008 2009-

Angka Melek Huruf Tahun 2004-2009Provinsi Kepulauan Riau

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau.

Program Pemberantasan Buta Huruf di Provinsi Kepulauan Riau terus

digalakkan, hal ini dapat dibuktikan dengan melihat angka Melek Huruf yang

cenderung mengalami kenaikan, walaupun pada tahun 2006 menunjukkan adanya

penurunan 2,20. Penurunan Angka Melek Huruf pada tahun 2006 ini diakibatkan

karena rata-rata umur masyarakat Provinsi Kepulauan Riau yang cenderung

panjang sehingga pada dasarnya tidak berpengaruh secara signifikan karena Angka

Buta Aksara itu hanya terjadi pada kalangan Lanjut Usia (Lansia). Sedangkan jika

dilihat pada data tahun 2004 yang menunjukkan angka 94,70, lalu pada tahun 2005

menunjukkan angka 96,00 dan terus bertahan hingga tahun 2008.

43

Secara keseluruhan angka-angka pada grafik menunjukkan bahwa penduduk

Kepulauan Riau sebagian besar sudah dapat membaca dan menulis. Hal ini dapat

dilihat dari Angka Melek Huruf penduduk Kepulauan Riau yang sudah mencapai

angka 96% pada tahun 2007 dan 2008, bahkan menjadi 96,08% pada tahun 2009.

Artinya hanya 3,92% saja lagi penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang masih Buta

Aksara, itupun adalah para Lanjut Usia (Lansia) yang tidak mungkin lagi bersekolah.

Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs

Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs di Provinsi

Kepulauan Riau berdasarkan data yang didapat adalah sebagai berikut :

Tabel 2.8. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs

TahunJumlah Guru yang Layak Mengajar

SMP/MTs

2007 2,551

2008 3,022

2009 3,146

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

Kebijakan menambah jumlah guru terutama melalui program Guru Tidak

Tetap di provinsi Kepulauan Riau diambil oleh Dinas Pendidikan. Dengan program

inilah maka jumlah guru yang layak mengajar dari tahun ke tahun mengalami

kenaikan yang cukup signifikan. Mulai dari tahun 2007 yang menunjukkan angka

2,551, menjadi 3,022 pada tahun 2008 dan akhir mengalami kenaikan lagi menjadi

3,146 pada tahun 2009.

Secara keseluruhan tenaga guru juga masih kurang terutama untuk guru

eksakta, sarana dan prasarana belajar mengajar, kuantitas dan kualitasnya masih

belum memenuhi standar terutama di Desa, bahkan banyak pula guru yang

mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang mereka miliki

sehingga secara tidak langsung sangat mempengaruhi dengan nilai akhir dari

siswa-siswa yang diajarkan oleh mereka.

44

Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMA/SMK/MA

Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMA/SMK/MA di Provinsi

Kepulauan Riau berdasarkan data yang didapat adalah sebagai berikut :

Tabel 2.9. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMA/SMK/MA

TahunJumlah Guru yang Layak Mengajar

SMA/SMK/MA

2007 1,775

2008 2,061

2009 2,322

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

Persentase jumlah guru yang layak mengajar dari tahun ke tahun di Provinsi

Kepulauan Riau menunjukkan peningkatan. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan

dari Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau untuk merekrut Guru Tidak Tetap

(GTT) untuk ditempatkan di daerah-daerah yang mengalami kekurangan guru,

terutama bidang studi-bidang tertentu yang memang kekurangan guru sama sekali.

Untuk itu bisa dilihat dari data pada grafik dari tahun ke tahun dimana pada tahun

2007 menunjukkan angka 1,775 mengalami kenaikan pada tahun 2008 menjadi

2,061 dan terus mengalami kenaikan pada tahun 2009 menjadi 2,322.

Secara keseluruhan jumlah tenaga guru di Provinsi Kepulauan Riau sudah

cukup memadai dengan rasio 1 : 20, rasio ini tergolong baik, namun untuk beberapa

jenis guru, khususnya guru eksakta sebagaimana di tingkat SLTP jumlahnya masih

kurang. Disamping itu penyebaran tenaga guru juga belum merata, umumnya lebih

banyak terkonsentrasi di ibukota Kabupaten/Kota sedangkan di kecamatan-

kecamatan jumlahnya semakin langka. Demikian pula halnya dengan sarana dan

prasarana belajar seperti alat peraga dan lain-lain baik dari segi kualitas maupun

kuantitas masih perlu ditingkatkan lagi.

2.3.3. KESEHATAN

Kondisi kesehatan merupakan bagian dari kesejahteraan rakyat yang

berhubungan satu dengan yang lainnya. Salah satu aspek penting kesejahteraan

45

adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk.

Indiaktor utama yang digunakan untuk melihat derajat kesehatan penduduk antara

lain Umur Harapan Hidup (UHH), Angka Kematian Bayi (AKB), tingkat Gizi Kurang

(%) dan Gizi Buruk(%).

Meningkatkan kualitas fisik penduduk juga tidak terlepas dari pelayanan dan

mutu kesehatan yang menjadi prioritas utama kesehatan. Memelihara mutu

pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara

berkelanjutan dan sarana prasarana dalam bidang medis termasuk kesediaan obat

yang dapat dijangkau oleh masyarakat.

Umur Harapan Hidup (UHH)

Umur Harapan Hidup yang biasa disingkat UHH merupakan salah satu

indkator keberhasilan pembangunan manusia. Indikator UHH merupakan salah satu

komponen dalam penilaian keberhasilan pencapaian MDGs (Millenium

Development Goals). Berbagai elemen yang berperan penting dalam menentukan

UHH antara lain indikator pendidikan, kesehatan dan pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan sektor kesehatan dengan tingkat pencapaian UHH memiliki

hubungan yang erat termasuk juga dengan elemen lainnya. Meningkatnya

pelayanan kesehatan dan sarana puskesmas, rumah sakit dan sarana pelayanan

lainnya memberikan dampak positif terhadap peningkatan derajat kesehatan.

Demikian juga meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses

terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori,

mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan

dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan

derajat kesehatan dan memperpanjang umur harapan hidup.

Umur harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah

dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan

derajat kesehatan pada khususnya. Umur harapan hidup yang rendah di suatu

daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, program sosial

lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk

program pemberantasan kemiskinan.

Meningkatnya umur harapan hidup pada tahun 2008 mengindikasikan

keberhasilan kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.

46

Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi

lahir sampai bayi belum berusia tepat satu (1) tahun. Banyak faktor yang

menyebabkan kematian bayi baik internal (indogen) maupun ekternal (eksogen).

Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator penting dalam megukur derajat

kesehatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hal ini

dikarenakan keadaan bayi baru lahir sangat sensitif dengan keadaan lingkungan

tempat tinggal orang tua bayi dan berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi

orang tua.

Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator dalam memantau dan

mengevaluasi keberhasilan program dibidang kesehatan. AKB juga dapat

dimanfaatkan sebagai alat ukur situasi demografi dan sebagai masukan dalam

melakukan perhitungan proyeksi penduduk. Gambar 4 memperlihatkan nilai AKB

provinsi Kepuluan Riau dari tahun 2004 – 2009.

Peraga 2.12. Umur harapan Hidup Provinsi Kepri Tahun 2004-2009

Sumber . Dinas Kesehatan Provinsi Kepri Tahun 2009

47

Peraga 2.13. Nilai Angka Kematian Bayi ( AKB) di Kepulauan Riau, 2004-2009

Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepri , 2008

Peraga 2.13. di atas menunjukkan angka kematian bayi dari tahun 2004

sampai dengan 2009. Dari data diatas terlihat AKB jauh lebih rendah dari data

nasional walaupun masih sedikit berfluktuasi. Dari tahun 2004 nilai AKB sebanyak

7.75 per 1000 kelahiran hidup meningkat pada tahun 2005 menjadi 8.23 per 1000

kelahiran hidup. Dari tahun 2006 sampai 2007 AKB kembali menurun menjadi 7,2

dan 5,03. Penurunan nilai AKB pada tahun 2007 merupakan nilai kematian bayi

paling rendah selama lima tahun berdirinya provinsi Kepulauan Riau. Menurunnya

angka kematian bayi dan meningkatnya angka harapan hidup mengindikasikan

adanya peningkatan derajat kesehatan penduduk. Jumlah kematian bayi di Provinsi

Kepuluan Riau pada tahun 2008 berdasarkan angka kematian yang dilaporkan ke

sarana pelayanan kesehatan yaitu tercatat sebanyak 267 orang meninggal dai

40.430 jumlah kelahiran hidup dan jika angka ini dikonversikan langsung maka

diperoleh angka kematian bayi di Provinsi Kepuluan Riau tahun 2008 sama dengan

5.34 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2009 nilai AKB naik menjadi

7.40 per 1000 kelahiran hidup. Secara keseluruhan dari tahun 2004- 2009 AKB

Provinsi Kepulauan Riau rata – rata nilai AKB 6.83 per 1000 kelahiran hidup jauh

dibawah rata-rata nasional 34 per 1000 kelahiran hidup artinya Kepuluan Riau telah

mampu menekan kematian bayi dan sebagai gambaran adanya peningkatan

kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kepulauan Riau merupakan pencapaian

48

yang sangat baik karena nilai AKB Kepri selama provinsi ini terbentuk dari tahun

2004 -2009 jauh dibawah rata-rata nasional 35- 35 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini

merupakan gambaran keberhasilan pembangunan dan perbaikan kualitas

kesehatan. Jika dilihat kembali perbandingan nilai AKB tahun 2008 dan 2009

mengalami peningkatan. Hal lain yang harus mendapatkan perhatian adalah jumlah

bayi yang lahir mati. Pada tahun 2008, dari 40.653 total kelahiran tercatat bahwa

sebanyak 223 bayi lahir mati (0,55%).

Kasus bayi lahir mati berkaitan erat dengan kondisi keadaan ibu saat hamil

yang meliputi antara lain gizi, sanitasi, pemeriksaan kehamilan, keadaan sakit dan

status imunisasi ibu. Dari jumlah kematian bayi yang dilaporkan diketahui bahwa

penyebab kematian bayi yang utama di Kepulauan Riau adalah kejadian Bayi Baru

Lahir Rendah (BBLR) sebesar 31% dan asfiksia ( 25%) dan sisanya penyebab lain.

BBLR disebabkan oleh kondisi ibu saat hamil, sementara itu beberapa faktor yang

mempengaruhi kondisi gizi ibu hamil antara lain ekonomi keluarga, tingkat

pendidikan ibu, ketersediaan pangan di masyarakat dan kehidupan sosial budaya.

Jika dilihat menurut wilayah kabupaten / kota maka pada tahun 2008 nilai angka

kematian bayi tertinggi terdapat di daerah Natuna (16 per 1000 kelahiran hidup)

yang disusul oleh Kabupaten Lingga (12 per 1000 kelahiran hidup), sedangkan AKB

terendah yaitu Kota Batam (4 per 1.000KH) hal ini berkaitan dengan keadaan

geografis dan akses kesehatan masing – masing daerah. Seperti halnya Kabupaten

Lingga dan Natuna, lokasi pulau yang sangat jauh menghambat pemerataan

kesehatan di Kepulaun Riau

Untuk mewujudkan peningkatan derajat dan status kesehatan penduduk,

ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan

merupakan salah satu faktor penentu utama. Kasus kesehatan ibu dan bayi tidak

terlepas dari keberhasilan pemerintah daerah dalam menigkatkan sarana,

prasarana dan tenaga kesehatan yang memadai di setiap daerah. Dari data yang

dilaporkan bahwa pada tahun 2008 menurut penolong persalinan, persentase

persalinan bayi paling tinggi dibantu oleh bidan yaitu 59,8% , dokter 33,1% dan

tenaga kesehatan lainnya 1,2% atau hampir 94, 1% persalinan yang ditolong oleh

tenaga kesehatan, namun terdapat perbedaan yang mencolok antara daerah

perkotaan dan pedesaan, untuk daerah perkotaan terdapat 99,1% persalinan yang

ditolong oleh tenaga kesehatan sedangkan di daerah pedesaan 73,8% persalinan

ditolong oleh tenaga kesehatan, hal ini karena masih banyaknya persalinan yang

49

ditolong oleh dukun yaitu mencapai 25,7%. Jika dilihat dari situasi sumber daya

kesehatan, maka Kepuluan Riau mempunyai 21 rumah sakit baik rumah sakit

pemerintah ataupun swasta, 63 puskesmas, 61 puskesmas keliling darat, 31

puskesmas keliling laut, dan 215 puskesmas pembantu yang ditunjang oleh 4.784

orang tenaga kesehatan.

Puskesmas, puskesmas keliling (darat dan laut) dan puskesmas pembantu

merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan karena dapat menjangkau

penduduk sampai pelosok dan pulau – pulau terpencil (masyarakat hinterland).

Namun ketersediaannya masih dirasakan kurang dan perlu ditambah lagi karena

rasio puskesmas terhadap penduduk yaitu 4.45 per 100.000 penduduk yang artinya

satu puskesmas malayani rata – rata 22.470 penduduk, rasio ini telah mencapai

target yang telah ditetapkan oleh Depkes dimana satu puskesmas mampu

melayani 27.000 penduduk. Namun mengingat struktur geografis Kepuluan Riau

terdiri dari banyak pulau dengan jarak yang berjauhan angka tersebut diatas belum

bisa mewakili karena masih banyak masyarakat hinterland atau pulau-pulau kecil

yang belum mampu menjangkau pelayanan kesehatan secara cepat dan mudah.

Sesuai data Profil kesehatan Kepri tahun 2008, puskesmas pembantu (pustu

mengalami penurunan dari 223 unit pada tahun 2007 menjadi 217 unit pada tahun

2008, hal ini karena peningkatan status puskesmas pembantu menjadi puskesmas

perawatan. Begitu juga dengan ketersediaan puskesmas keliling (pusling) sangat

memegang peranan penting dalam meningkatkan akses masyarakat khususnya

menjangkau daerah yang sulit dan terpencil. Selama tahun 2007 terdapat 96 unit

namun pada tahun 2008 terjadi penurunan menjadi 48 unit pusling yang terdiri dari

48 unit pusling darat dan 34 unit pusling. Hal ini dikarenakan kerusakan daya mesin

motor (mobile dan speedboat)

Keberhasilan pemerintah daerah yang dibantu oleh dinas kesehatan dalam

mencapai nilai AKB Kepri yang jauh dibawah rata-rata nasional merupakan

pencapaian yang sangat baik. Tetapi pencapaian ini harus selalu ditingkatkan agar

kualitas kesehatan masyarakat mampu meningkatkan keberhasilan pembangunan

di Kepulauan Riau. Namun perlu diperhatikan antara lain; (1) Meningkatkan

pemerataan kesehatan baik dalam bentuk sarana prasarana serta tenaga

kesehatan khususnya dokter spesialis , (2) meningkatkan akses kesehatan ke

daerah daerah hinterland yang sulit dijangkau, (3) mengingat kondisi geografis

Kepulauan Riau serta sarana transportasi dan teknologi sistim informasi yang

50

mendukung belum optimal di setiap pulau dan daerah hinterland maka diperlukan

kerjasama dari semua pihak terkait agar selalu melaporkan data yang berhubungan

dengan data kesehatan agar data yang didapat merupakan data representatif yang

mewakili keadaan dan kualitas kesehatan di Provinsi Kepuluan Riau.

Prevalensi Gizi Buruk & Kurang

Masalah gizi adalah salah satu permasalahan di bidang kesehatan sampai

saat ini. Kesuksesan dibidang teknologi pangan tidak serta merta membawa dunia

bebas dari masalah gizi. Bahkan oleh FAO memperkirakan 30% penduduk dunia

yang terdiri dari anak-anak, remaja, dewasa dan manula menderita kurang gizi.

Hampir 49% kematian balita berkaitan dengan masalah kurang gizi (gizi kurang).

Masalah pemenuhan kebutuhanya akan zat gizi yang diperoleh dari

makanan. Masalah gizi yang rentan ditemukan pada segmen masyarakat yaitu ibu

hamil, ibu meneteki, bayi dan anak balita. Kelompok ini dipakai dalam menentukan

status gizi masyarakat. Indikator status gizi pada bayi adalah Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur Kurang Energi

Kronis (KEK), Anemia Gizi Besi (ACB) pada ibu dan pekerja wanita, dan gangguan

akibat kekurangan yodium (GAKY). Parameter yang umum digunakan untuk

menentukan status gizi pada balita adalah berat bada, tinggi badan, dan lingkar

kepala. Lingkar kepala sering digunakans ebagai ukuran tatus gizi untuk

menggambarkan perkembangan otak. Sedangkan parameter status gizi balita yang

umum digunakan di Indonesia adalah berat badan menurut umur. Parameter ini

digunakan menyeluruh di posyandu.

Peraga 2.14. Grafik prevalensi Gizi Buruk (%) dan Gizi Kurang (%) di ProvinsiKepulauan Riau dari tahun 2004 – 2009.

51

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Kepri Tahun 2009

Dari data diatas terlihat grafik yang mencolok dari tahun 2004 dan 2005.

Tahun 2004 nilai angka prevalansi gizi buruk dan kurang cukup rendah, dimana

data ini merupakan data yang dilaporkan oleh Provinsi Riau saat Kepulauan Riau

masih sebagai Kabupaten. Rendahnya data ini disebabkan kurangnya informasi

pendataan dari rumah sakit atau posyandu di pulau- pulau yang jaraknya berjauhan

di wilayah kepri sehingga data tidak memeperilihatkan gambaran yang sebenarnya.

Selanjut pada tahun 2005 saat pemerintahan dan sistim informasi telah dibenahi

dan berjalan dengan baik terlihat kecendrungan gizi buruk dan kurang yang

semakin meningkat, hal ini menggmbarkan kondidi yang sebenanya terutama di

wilayah pesisir dan pulau pulau yang jaraknya berjauhan dan belum mendapatkan

fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. Selanjutnya tahun 2006 keadaan

tersebut sudah mampu diperbaiki dengan mampu menekan angka masalah gizi di

Kepulauan Riau serta membuktikan kinerja Dinas Kesehatan semakin lebih baik

dan ditingkatkan, seperti jumlah tenaga kesehatan yang bertambah serta

peningkatan kinerja dan pemberdayaan posyandu yang semakin optimal.

Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2008 diketahui bahwa

di Provinsi Kepulauan Riau terdapat sebanyak 553 Balita atau 0,57 persen

mengalami gizi buruk dan sebanyak 2.053 Balita atau 2,10 persen dengan status

gizi kurang. Kejadian gizi buruk dan kurang pada balita ini sedikit meningkat jika

dibandingkan tahun 2007 yang angkanya masing-masing sebesar 0,55 persen dan

1,82 persen. Tetapi angka gizi kurang dan buruk tahun 2008 tersebut masih jauh di

bawah angka nasional yang pada tahun 2008 adalah sebesar 12 dan 15 persen.

Penanganan balita dengan gizi kurang dan buruk ini telah dilakukan dengan

52

memberikan makanan tambahan dan merawat bayi tersebut di Puskesmas

setempat. Selain itu juga dengan cara memberikan penyuluhan guna untuk

meningkatkan pengetahuan akan gizi kepada masyarakat.

Penanganan balita dengan gizi kurang maupun gizi buruk ini telah dilakukan

melalui pemberian makanan tambahan (PMT) dan merawat bayi gizi buruk di

pelayanan kesehatan. Berdasarkan pada data dinas kesehatan provinsi Kepulauan

Riau pada tahun 2008 penanganan balta gizi buruk telah mencapai 100 %.

Diharapkan upaya ini terus ditingkatkan dan kewaspadaan dini akan amsalah gizi

buruk pada balita ini dapat ditingkatkan tentunya dengan partisipasi aktif

masyarakat dengan melaporkan apabila diwilayah dicurigai ada balita yang

emndemi gizi kurang atau gizi buruk. Sementara untuk meningkatan pengetahuan

akan gizi, penyulhan asyarakat tentang gizi terus dilakukan termasuk di posyandu.

Distribusi penaganan gizi buruk menurut kabupaten kota juga telah merata.

Persentase Tenaga Kesehatan Per Penduduk

Sumber daya kesehatan merupakan unsur penting dalam peningkatan

pembangunan kesehatan secara menyeluruh. Sumber daya kesehatan mencakup

sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Salah satu sarana kesehatan dasar yaitu

Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Jumlah Puskesmas di Provinsi Kepulauan

Riau tahun 2008 adalah sebanyak 62 puskesmas meningkat dibandingkan tahun

2007 yang baru berjumlah 52 unit. Rasio Puskesmas terhadap penduduk tahun

2008 yaitu 4,45 per 100.000 penduduk. Sementara tahun 2007 rasionya adalah

sebesar 3,73 per 100.000 penduduk. Ini menujukkan adanya peningkatan

dibandingkan dengan rasio tahun 2007.

Sementara itu rasio dokter spesial, dokter umum dan dokter gigi terhadap

penduduk dari tahun ke tahun terus membaik. Pada tahun 2008 rasio Dokter

Spesialis adalah sebesar 10 per 100.000 penduduk, Dokter Umum 23 per 100.000

penduduk dan Dokter Gigi 7 per 100.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan

target Indonesia sehat tahun 2010 maka untuk rasio dokter spesial dan dokter

umum telah tercapai (Dokter spesialis 2 per 100.000 penduduk, dokter umum 6 per

100.000 penduduk). Namun untuk Dokter Gigi belum mencapai target yaitu sebesat

11 per 100.000 penduduk. Dalam beberapa tahun ke depan penduduk Provinsi

Kepulauan Riau akan bertambah pesat, oleh karena itu pemerintah provinsi

Kepulauan Riau telah mengantisipasi dengan membangun dua unit Pusat

Kesehatan baru yaitu unit Rumah Sakit Umum Tanjunguban di Simpang Busung

53

Bintan Utara dan kedua Rumah Sakit Umum Provinsi di Tanjungpinang.

Tabel 2.10. Beberapa Indikator Kesehatan Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009

Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 IS-10

Rasio Dokter Spesialis/100.000 3,68 13,51 12,00 11,00 10,00 2,00

Rasio Dokter Umum /100.000 15,12 17,99 24,00 25,00 23,00 6,00

Rasio Dokter Gigi/100.000 4,82 5,18 6,00 7,00 7,00 11,00

Rasio Dokterumum/Puskesmas

4,40 5,08 5,40 6,70 6,30 2,00

Rasio Puskesmas / 100.000 3,43 3,53 3,23 3,73 4,45 4,00

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Catatan : IS -10 : Target Indonesia Sehat Tahun 2010.

Keluarga Berencana

Program Keluarga Berencana (KB) yang mempunyai slogan 2 anak cukup!

Dicanangkan pemerintah sebagai usaha untuk mengendalikan pertumbuhan

penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Dengan KB, keluarga

Indonesia atau pasangan usia subur didorong untuk merencanakan

kehamilan/kelahiran, menjarangkan kelahiran agar kualitas kesehatan anak, ibu dan

keluarga mencapai hasil yang maksimal

Persentasi Penduduk Ber-KB ( contraceptive prevalence rate)

Sejak awal dicanangkannya program KB oleh pemerintah sampai dengan

saat ini lebih banyak perempuan berpartisipasi dalam KB dibandingkan dengan laki-

laki. Hal ini ditunjang dengan banyaknya alat KB yang dikhususkan untuk

perempuan, seperti MOW, AKDR (IUD), suntik, susuk dan pil.

Persentase penduduk ber-KB di Kepulauan Riau dari tahun 2004 -2009

diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

54

Peraga 2.15. Persentase Penduduk Ber-KB di Provinsi Kepuluan Riau, 2004-2009

*Data nasional pada tahun 2009 merupakan data estimasi sesuai dengan tahun 2008 sebelumnya

Dari grafik memperlihatkan persentase penduduk ber-KB meningkat dari

tahun 2004 yang hanya 45.1% menjadi 76.7% yang rata rata nilainya hampir sama

dari tahun 2005 sampai dengan 2008. Hal ini mengindikasikan program KB telah

berjalan dengan baik terutama di daerah Batam (50.76%) yang jumlah penduduk

paling tinggi diantara kota/ kabupaten yang ada di Kepuluan Riau. Jika

dibandingkan dengan data nasional pencapaian persentase penduduk ber KB di

Kepuluan Riau sudah diatas target nasional. Hal ini dikarenakan sarana dan

prasarana kesehatan sudah memadai sehingga akses pelayanan kesehatan kepada

masyarakat lebih optimal, kenyataan ini akan membantu pemerintah dalam program

KB di Kepuluan Riau.

Sesuai dengan data BPS tahun 2008 penduduk perempuan kawin usia 15-

49 tahun menggunakan alat KB/ cara KB berkisar antara 47 – 69% sedangkan yang

tidak menggunakan alat/ cara KB sama sekali sekitar 15-27%. Ditinjau dari letak

geografis kota/ kab pengguna alat KB maka kota Batam merupakan kota yang

menggunakan alat KB dengan persentase rata – rata tiap tahunnya sekitar 76, 96%

yang sangat dominan membantu tercapainya rata – rata persentase pengguna alat/

cara KB setiap tahunnya.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2009, penduduk yang

menggunakan alat/ cara KB menurun sebesar 25.5% menjadi 49.7% yang artinya

jauh lebih rendah dari rata-rata nasional yaitu 53,19%. Hal ini disebabkan oleh

55

beberapa hal: (1) Berkurangnya kegiatan promosi BKKBN dalam pemakaian alat KB

sehingga mengakibatkan penuruan angka PUS pengguna alat KB. (2) Menurunnya

pengunaan alat KB disebabkan oleh tidak terdeteksinya (sistem informasi)

pemakaian alat kontrasepsi, karena mudah diperoleh dipasar secara bebas (alat

Kondom) tanpa harus ke Puskesmas atau Rumah Sakit. (3) Kurangnya promosi

oleh Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dalam hal ini pihak swasta

yang melakukan sosialisasi pentingnya alat KB kepada masyarakat.

Berdasarkan dengan jenis alat KB/ cara KB yang dilakukan oleh pasangan

usia subur selama tahun 2004-2009 maka suntikan KB dan pil KB merupakan alat

yang paling sering digunakan oleh pengguna KB aktif.

Laju Pertumbuhan Penduduk

Dalam setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi, penduduk merupakan faktor penentu, karena tidak hanya berperan

sebagai perilaku tetapi juga sebagai sasaran pembangunan. Oleh karena itu

pengelolaan penduduk perlu diarahkan pada pengendalian kuantitas, peningkatan

kualitas serta pengarahan mobilitas sehingga mempunyai ciri- ciri dan karakteristik

yang menunjang kegiatan pembangunan. Permasalahan kependudukan seperti

jumlah dan distribusi penduduk menjadi masalah di Kepuluan Riau dikarenakan

migrasi penduduk yang melonjak setiap tahun dikarenakan meningkatnya

pertumbuhan ekonomi Kepri di beberapa daerah seperti Batam, Bintan dan Karimun

serta letak geografis setiap kota dan kabupaten sangat berjauhan dan dibatasi oleh

laut.

Peraga 2.16. memperlihatkan jumlah penduduk Kepuluan Riau dari tahun

2004 – 2009. Terlihat bahwa laju pertumbuhan penduduk Kepri selama 5 tahun

terakhir jauh dari pertumbuhan normal penduduk nasional. Jumlah penduduk tahun

2004 sebesar 1.261.765 jiwa dan pada tahun 2005 laju pertumbuhan penduduk

Kepulaun Riau sekitar 0, 89% dengan jumlah penduduk 1,273,011 jiwa, pada tahun

ini pertumbuhan penduduk masih normal karena penyelenggaraan pemerintah dan

pembangunan masih dalam tahap inisiasi. Pada tahun 2006-2008 pertumbuhan

penduduk meningkat secara signifikan, hal ini disebabkan karena karena

meningkatnya migrasi penduduk akibat pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat

khususnya di Kota Batam sebagai sentral industri internasional sebagai tujuan

utama pencari kerja.

56

Peraga 2.16. Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk di Kepuluan Riau, 2004-2009

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Kepri 2009

Pada tahun 2009 penduduk Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 1.515.294

jiwa atau meningkat sebanyak 62.221 jiwa dibandingkan tahun 2008. Penduduk

Kepulauan Riau belumlah terlalu banyak hanya 6,4 persen dari total jumlah

penduduk Indonesia. Meskipun demikian perlu diwaspadai karena angka

pertumbuhannya cukup tinggi yaitu mencapai 4,4 persen per tahun selama periode

2004-2009. Angka ini jauh di atas pertumbuhan nasional yang besarnya hanya 1,34

persen.

Tingginya laju pertumbuhan penduduk Provinsi Kepulauan ini bukan

disebabkan oleh kelahiran tetapi lebih disebabkan oleh tingginya angka migrasi

masuk, terutama ke Batam, Tanjungpinang dan Bintan. Pendatang baru tersebut

umumnya adalah para pencari kerja usia muda yang hijrah dari kampung

halamannya untuk mencari penghidupan di sentra-sentra industri dan perdagangan

yang ada di Kepulauan Riau terutama di Batam, Bintan dan Tanjungpinang.

Diperkirakan jumlah pendatang baru ini akan bertambah lebih banyak lagi pasca di

tetapkannya Batam, Bintan dan Karimun sebagai kawasan FTZ. Hal ini perlu

diantisipasi dengan cermat oleh Pemerintah Kota Batam, Tanjungpinang, Bintan

dan Karimun, jika tidak akan menimbulkan masalah sosial yang rumit dikemudian

hari.

57

Tabel 2.11. Jumlah Penduduk Provinsi Kepri, 2004-2008

Kabupaten/ Kota 2004 2005 2006 2007 2008

Karimun 200,305 200,645 209,875 216,221 223,878

Bintan 116,964 116,876 121,303 122,677 125,058

Natuna 89,945 88,503 59,333 55,372 95,531

Kep. AnambasData masih bergabungdengan kabupaten Natuna 32,585 38,052

Data bergabungdengankabupatennatuna

Lingga 71,779 82,941 86,150 86,894 88,332

Batam 621,854 616,088 656,001 695,739 737,533

Tanjungpinang 160,918 167,958 172,616 177,963 182,741Provinsi KepulauanRiau 1,261,765 1,273,011 1,337,863 1,392,918 1,453,073

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau tahun 2008

Data kepadatan jumlah penduduk berdasarkan wilayah memperlihatkan

Kota Batam mampu dihuni oleh sekitar 50.76% dari total penduduk Kepri yang

diikuti oleh Karimun (15.42%) dan Tanjungpinang (12.58%). Begitu juga mengenai

kepadatan penduduk mencapai 137 penduduk per kilometer persegi yang sangat

membutuhkan pembangunan SDM yang berkualitas dan berdaya saing apalagi

sekarang telah ditetapkannya kawasan Free Trade Zone (FTZ). FTZ membuka

peluang besar terhadap iklim industri dan perekonomian Kepri yang mampu

meyerap lapangan kerja yang tidak bisa dipenuhi oleh putra daerah sendiri

sehingga membuka peluang bagi para pendatang sehingga menyebabkan laju

pertumbuhan penduduk juga semakin bertambah.

Laju pertumbuhan Kepri selain dipengaruhi oleh kelahiran juga dipengaruhi

oleh migrasi masuk terutama kelompok penduduk usia 20-34 tahun dimana paling

mencolok pada penduduk perempuan, sedangkan untuk laki- laki usia yang sedikit

lebih dewasa yaitu 25 – 39 tahun . Jika disimak lebih lanjut maka migrasi masuk

penduduk paling utama terjadi di kota Batam, seperti pada tahun 2008 dan 2009

mencapai 737,533 jiwa dan 781,342 jiwa atau sekitar 51,56 % total penduduk

Kepri tinggal di Batam yang terdiri dari 363,398 orang laki – laki dan 417.644 orang

perempuan. Apabila ditinjau dari 5 tahun berdirinya Provinsi Kepri maka

mengindikasikan bahwa penduduk Kepri tanpa Kota Batam menunjukkan

pertumbuhan penduduk yang lebih alamiah.

58

Pada tahun 2009,BPS Kepulauan Riau mencatat jumlah penduduk Kepri

berjumlah 1.515.294 meningkat dari jumlah penduduk tahun 2008 yaitu 1,353,073

terlihat seperti pada tabel 2 diatas. Dari tabel tersebut jumlah penduduk tertinggi

masih didominasi oleh Batam diikuti oleh Karimun dan Tanjungpinang.

Meningkatnya jumlah penduduk migrasi ini berkaitan erat dengan: (1)

ditetapkannya kawasan Free Trade Zone (FTZ) di 3 pulau yaitu Batam, Bintan dan

Karimun sehingga meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang didominasi oleh

migrasi pencari kerja ke kawasan industri (2) Pemekaran daerah Kabupaten Natuna

dan Anambas sehingga membutuhkan SDM/ perangkat daerah untuk menjalankan

pemerintahan serta penyelenggaraan pembangunan dan ekonomi agar menjadi

lebih baik , (3) demi tercapainya pemerataan pembangunan pendidikan, kesehatan

dan ekonomi di seluruh daerah Kepri maka dibutuhkan SDM yang berkualitas dalam

menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan ekonomi sehingga selama 3

tahun belakangan ini pemerintah Kepri membuka penerimaan calon pengawai

negeri sipil di lingkungan pemerintahan yang dominan diisi oleh masyarakat

pendatang yang sekaligus berperan besar dalam peningkatan jumlah migrasi

penduduk , (4) Berdirinya Universitas Maritim Raja Ali Haji sebagai universitas

kebanggaan masyarakat Kepuluan Riau dan sebagai rintisan Universitas Negeri di

Provinsi Kepri juga memicu migrasi penduduk dalam hal ini mahasiswa dan tenaga

pendidik yang berasal dari luar Kepri.

Tabel 2.12. Jumlah Penduduk Kepulauan Riau Tahun 2009 berdasarkanwilayah Kab/ Kota

Kabupaten/KotaLakiLaki

Perempuan Jumlah %

1. Tanjungpinang 93.415 94.114 187.529 12,38

2. Bintan 65.261 62.143 127.404 8,41

3. Batam 363.698 417.644 781.342 51,56

4. Karimun 119.871 111.787 231.658 15,29

5. Natuna 31.760 30.218 61.978 4,09

6. Lingga 45.213 44.524 89.737 5,92

7. Kep.Anambas 18.579 17.067 35.645 2,35

Jumlah 737.797 777.497 1.515.294 100

Sumber BPS Provinsi Kepulauan Riau

Berdasarkan analisis capaian masing – masing indikator pembangunan

59

sumber daya manusia, ada beberapa indikator yang menunjukkan capaian yang

menonjol yaitu adanya trend pencapaian Indek Pembangunan Manusia (HDI) yang

meningkat setiap tahun, dan angka kematian bayi (AKB) sehingga dapat dijelaskan

pemerintah daerah telah mampu meningkatkan pembangunan sumber daya

manusia yang semakin baik.

2.3.4. EKONOMI MAKRO

Pembangunan di bidang ekonomi ditujukan untuk menjawab berbagai

permasalahan dan tantangan dengan tujuan akhir adalah meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat memerlukan

terciptanya kondisi-kondisi dasar yaitu:(1) Pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan (2) Penciptaan sektor ekonomi yang kokoh serta (3) Pembangunan

ekonomi yang kondusif dan berkeadilan.

Substansi dari pertumbuhan ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi diartikan

sebagai suatu proses pertumbuhan output perkapita dalam jangka panjang”. Hal

ini berarti, bahwa dalam jangka panjang, kesejahteraan tercermin pada

peningkatan output perkapita yang sekaligus memberikan banyak alternatif dalam

mengkonsumsi barang dan jasa, serta diikuti oleh daya beli masyarakat yang

semakin meningkat (Boediono, 1993 :2).

Pertumbuhan ekonomi juga mempunyai hubungan dengan proses

peningkatan produksi barang dan jasa, dalam kegiatan ekonomi masyarakat dapat

dikatakan bahwa pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi

tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Dalam

hal ini berarti terdapatnya kenaikan dalam pendapatan daerah dan pendapatan

nasional yang ditunjukkan oleh besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) dan nilai Produk Domestik Bruto (PBD) Indonesia. Provinsi Kepulauan

Riau dari aspek ekonomi makro dapat di jelaskan sebagai berikut.

Selama periode 2004-2009 perekonomian Provinsi Kepulauan Riau setiap

tahunnya tumbuh dengan baik, yaitu di atas rata-rata 6% dan selalu berada di atas

pertumbuhan ekonomi nasional seperti dijelaskan pada tabel berikut ini :

60

TABEL 2.13. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 Atas Harga Dasar Konstan Tahun 2000

Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepr Tahun 2005-2009

Dari tabel 2.13 di atas, dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi

Provinsi Kepulauan Riau dari tahun 2004 hingga tahun 2007 terus mengalami

peningkatan, walaupun seperti sama-sama kita maklumi bahwa Provinsi Kepulauan

Riau ini baru berusia kurang lebih lima tahun. Struktur organisasi pemerintahannya

yang lengkap sesungguhnya baru terwujud pada akhir tahun 2005. Namun jika

dilihat dari pertumbuhan ekonomi provinsi ini relatif baik. seperti dari tahun 2004

hingga tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau. setiap tahunnya

tumbuh rata-rata 6,71 persen. Sementara pertumbuhan rata-rata ekonomi nasional

hanya sebesar 5,62 persen. Sementara dua tahun terahir pertumbuhan ekonomi

Provinsi Kepulauan Riau, yaitu pada tahun 2008 pertumbuhannya hanya 6,65

persen atau turun sebesar 0,36 persen dari angka pertumbuhan tahun 2007,

demikian juga pada tahun 2009 tingkat pertumbuhannya jauh lebih kecil hingga

mencapai angka 4,50 persen atau turun 2,51 persen dari pertumbuhan pada

tahun 2007.

Perkembangan keseluruhan pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau

dan pertumbuhan ekonomi nasional dari tahun 2004 hingga 2009 dapat di

gambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:

Daerah 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Kepri 6,47 6,57 6,78 7,01 6,65 4,50

Nasional 5,00 5,70 5,50 6,30 6,10 3,51

61

Peraga 2.17. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi KepriTahun 2004 – 2009

5

5.7 5.5

6.3 6.1

4.5

6.47 6.57 6.78 7.01 6.65

3.51

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Indonesia Kepri Series3

Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri Tahun 2004-2009

Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab turunnya pertumbuhan

ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2008 karena sektor industri

pengolahan di Provinsi Kepulauan Riau ini mengalami kelesuan, sebagai akibat

pengaruh dari menurunnya perekonomian Singapura, apa yang dialami oleh

Singapura adalah bahagian dari akibat krisis ekonomi dunia. Dimana pada tahun

2009 ekonomi Singapura mengalami kontraksi sebesar 0,5 persen yang

disebabkan oleh melambatnya aktivitas sektor manufaktur di negara tersebut.

Seperti kita ketahui bahwa kegiatan perdagangan luar negeri – ekspor dan impor

Provinsi Kepulauan Riau sebahagian besar adalah ke dan dari Singapura.

Berbagai upaya pemulihan ekonomi terus dilakukan baik oleh pemerintah

pusat, pemerintah daerah dan pelaku usaha, juga oleh Badan Kawasan Bintan,

Batam dan Karimun (BBK) di Provinsi Kepulauan Riau, agar perekonomian

kembali berjalan normal. Antara lain salah satunya, yaitu tekad pemerintah

Provinsi Kepulauan Riau menjamin bahwa sampai akhir tahun 2010 pertumbuhan

ekonomi Provinsi Kepulauan Riau akan lebih tinggi dan mencapai 9,4% (y-o-y), hal

ini karena didorong oleh penguatan industri di sektor perkapalan dan manufaktur.

62

Perkembangan ekspor dan impor Provinsi Kepulauan Riau selama tahun 2004

hingga 2009 sebagaimana pada tabel berikut ini.

Tabel 2.14. Persentase Ekspor dan Impor Terhadap PDRB Provinsi KepulauanRiau Tahun 2004 – 2009 (Dalam Milyar USD)

Ekspor/

Impor 2004 2005 2006 2007 2008 2009

EksporKepri

4.61 6.17 6.07 6.92 7.47 8.26

Impor 0.87 2.35 1.61 1.98 12.17 9.15

Sumber : Bank Indonesia Batam (%) ekspor dan Impor Kepri. Tahun 2004-2009

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa, pertumbuhan ekspor Provinsi

Kepulauan Riau dari tahun 2004 hingga tahun 2009 rata-rata sebesar $ 6.58 milyar

USD setiap tahunnya. Sementara nilai impor dari tahun 2004 hingga tahun 2009

rata-rata pertumbuhannya sebesar $ 4.69 milyar USD. Namun pada tahun 2008

terjadi peningkatan pada nilai impor sebesar $ 12.17 milyar USD, atau naik sebesar

$ 10.19 milyar USD dari nilai impor tahun 2007, atau lebih tinggi sebesar $ 4.7

milyar USD dari nilai ekspor pada tahun yang sama. Hal ini disebabkan oleh

karena adanya kekhawatiran kalangan dunia usaha akan terjadinya kenaikkan

harga-harga input dalam beberapa bulan kedepan sebagai dampak dari krisis

likwiditas global, oleh karena itu mereka mengimpor lebih banyak sebelum situasi

ekonomi global semakin memburuk.

Selanjutnya kondisi impor Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2009 terjadi

penurunan kembali dimana dari $ 12.17 milyar USD menjadi $ 9.15 milyar USD

atau turun sebesar $ 3.02 milyar USD, hal ini disebabkan oleh karena terjadinya

penguatan industri di sektor perkapalan dan manufaktur sebagaimana di uraikan

sebelumnya. Penurunan nilai impor tahun 2009 pertanda terjadinya penguatan

kembali perekonomian di Provinsi Kepualauan Riau ini, bahkan mendekati besaran

angka ekspor tahun yang sama yaitu hanya selisih $ 0.89 milyar USD.

Persentase ekspor dan impor terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau

digambarkan dalam grafik berikut ini.

63

Peraga 2.18. Perkembangan Ekspor dan ImporProvinsi Kepulauan riau Tahun2004-2009 Dalam (Milyar USD)

4.61

6.17 6.076.92

7.47

8.26

0.87

2.351.61

1.98

12.17

9.15

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Ekspor Impor

Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009.

Menurunnya nilai impor tahun 2009 membuat Neraca Perdagangan Provinsi

Kepulauan Riau menjadi semakin membaik karena defisitnya semakin berkurang.

Jika pada tahun 2008 defisit Neraca Perdagangan Provinsi Kepulauan Riau

mencapai angka $.4,70 milyar USD. Pada tahun 2009 turun menjadi $.890 juta

USD saja. Sebenarmya sebelum tahun 2008 Neraca Perdagangan Provinsi

Kepulauan Riau selalu surplus. Namun sejak tahun 2008 menjadi defisit karena

adanya kenaikkan impor yang sangat besar sehingga melebihi nilai ekspor. Kondisi

neraca perdagangan tersebut diperlihatkan pada tabel berikut ini.

64

Tabel 2.15. Neraca PerdaganganProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 (Dalam USD)

TAHUN NILAI EKSPOR NILAI IMPOR NERACA

PERDAGANGAN

2004 4.619.827.565 870.509.391 3.749.318.174

2005 6.168.133.064 2.350.182.195 3.817.950.869

2006 6.073.097.295 1.609.422.816 4.463.674.479

2007 6.920.920.181 1.983.037.996 4.937.882.185

2008 7.470.594.250 12.172.650.710 - 4.702.056.460

2009 8.268.812,600 9.158.852,640 - 890.040,08

Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2009

Pada aktivitas perdagangan ekspor Provinsi Kepulauan Riau, ternyata

mememiliki beberapa komponen Output Manufaktur yang dapat memberikan

kontribusi terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau selama ini. Output Manufaktur

ini merupakan salah satu factor kekuatan penentu terhadap laju pertumbuhan

perekonomian Provinsi Kepulauan Riau selama ini, selanjutnya juga menjadi salah

satu sektor lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta memberikan konstribusi

yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mengetahui

berapa persentase output manufaktur terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau

dari tahun 2004-2009 dapat dijelaskan sebagai berikut.

65

Peraga 2.19. Neraca Perdagangan Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009 (Dalam USD)

Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009

Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB (%)

Keadaan perkembangan persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB

Provinsi Kepulauan Riau dari tahun 2004 – 2009 seperti pada tabel berikut ini.

Dari tabel 2.16. dapat diketahui bahwa, komoditas unggulan Provinsi

Kepulauan Riau pada tahun 2004 berdasarkan nilai tertinggi adalah sektor

pengangkutan dan komunikasi sebesar 11,72 persen. Di urutan ke dua yaitu

industri sebesar 7,57 persen yaitu; komponen alat-alat listrik, audio visual dan

komputer serta bagiannya. Sedangkan komoditas urutan ke tiga adalah sektor

keuangan dan persewaan yaitu 7,39 persen.

Pada tahun 2005 yang menjadi komoditas andalan Provinsi Kepulauan

Riau secara berurutan adalah, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8,71

persen, di urutan ke dua adalah sektor industri, yaitu sebesar 7,41 persen. Pada

posisi ketiga adalah keuangan dan persewaan yaitu sebesar 6,89 persen.

66

Tabel 2.16. Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB (%)Kepulauan Riau Tahun 2004-2009

LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008 2009

1. Pertanian 5,70 5,40 5.41 4.94 3.80 5.00

2. Pertambangan &Penggalian

-445 -123 2.71 5.1 -2.71 8.77

3. Industri 7,57 7,41 6,69 6.02 4.56 46.20

4. listrik, Gas, dan Airbersih.

6,46 6,62 6.68 5.76 7.94 0.55

5. Bangunan danKonstruksi

6,27 5,21 11.14 9.61 34.26 7.11

6. Perdagangan,Hoteldan restoran

6,52 6,69 3.45 12.35 7.77 19.54

7. PengangkutanDan komunikasi

11,72 8,71 12.13 11.24 14.44 4.66

9. Keuangan,Persewaan, danJasa Perusahaan.

7,39 6,89 8.12 9.48 9.71 5.40

10. Jasa-jasa 6,17 6,77 5.89 13.3 15.59 2.77

Laju Pertumbuhan(dgn Migas)

6,47 6,57 6.78 7.01 6.65 0.56

Sumber : Diolah dari data BPS Kepri. 2005-2009

Pada tahun 2006 sektor tertinggi pertama adalah pengangkutan dan

komunikasi yaitu sebesar 12,13 persen. Kedua adalah bangunan dan

konstruksi sebesar 11,14 persen sementara yang ke tiga adalah sektor keuangan

dan persewaan, yaitu sebesar 8,12 persen. Pada tahun 2007 sektor utama

memberikan konstribusi pada PDRB Provinsi Kepulauan Riau adalah sektor

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 12,35 persen, sementara pada urutan ke

dua adalah sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 11,24 persen. Pada

posisi ke tiga adalah sektor bangunan dan konstruksi sebesar 9,61 persen.

Sementara pada tahun 2008, bangunan dan konstruksi merupakan sektor dominan

yaitu sebesar 34.26 persen, sedangkan posisi kedua sektor jasa dan

pengangkutan, dan komunikasi adalah sektor ke tiga yang memberikan kontribusi

terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau. Pada tahun 2009 sektor dominan yang

dapat memberikan konstribusi terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau adalah

sektor Industri 46.20 persen, dan sektor kedua perdagangan, hotel dan restoran

merupakan sektor ketiga.

Bila dicermatai perkembangan persentase output manufaktur terhadap

PDRB Provinsi Kepualauan Riau dari tahun 2004 hingga tahun 2009 diketahui

adanya nilai (angka) fluktuasi, dimana unggulan output manufaktur terhadap PDRB

67

dari tahun ke tahun berikutnya tidak stabil, artinya bahwa nilai (angka) yang

fluktuatif tersebut tidak dapat memberikan jaminan bahwa keunggulan output pada

tahun 2007 kemudian juga dikatakan unggul pada tahun 2008. Karena Provinsi

Kepualuan Riau adalah wilayah Industri, sangat berpeluang terjadinya penurunan

kontribusi terhadap PDRB, karena hal ini juga dapat mempengaruhi PDRB

perkapita.

PDRB Perkapita

Indikator fundamental lainnya yang dapat memberikan informasi awal

tentang kemakmuran suatu daerah yaitu angka PDRB perkapita. PDRB Perkapita

adalah salah satu indikator makro ekonomi yang sering digunakan untuk mengukur

tingkat kemakmuran penduduk suatu negara atau daerah. Semakin besar PDRB

perkapitanya, semakin makmur penduduk negara atau daerah tersebut.

Tahun 2009 nilai PDRB perkapita Provinsi Kepulauan Riau mencapai Rp.

42.165.554. Angka ini lebih besar dari pada PDRB perkapita Provinsi Kepulauan

Riau tahun 2008 yang nilainya sebesar Rp. 39.530.000. Jadi ada peningkatan

sebesar Rp.2.635.550 PDRB perkapita tahun 2009 dibandingkan dengan PDRB

perkapitan tahun 2008. Angka PDRB Perkapita Provinsi Kepulauan Riau ini dua

kali lipat lebih besar dari pada angka PDB perkapita nasional yaitu, sebesar Rp.

24,30 juta pada tahun yang sama. Dalam skala nasional PDRB perkapita Provinsi

Kepulauan Riau berada pada peringkat ke empat terbesar setelah Kalimantan Timur

sebesar Rp.70,12 juta , DKI Jakarta Rp.62,49 juta dan Provinsi Riau Rp.41,41 juta.

Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat kehidupan ekonomi masyarakat

Provinsi Kepulauan Riau lebih baik dari pada rata-rata masyarakat Indonesia

umumnya. Data pendapatan perkapita Provinsi Kepulauan Riau dan Nasioanl

seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2.17 Pendapatan Perkapita Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009 (dalam jutaan rupiah)

Tingkat 2004 2005 2006 2007 2008 2009

PDRBKepri

26.69 32.15 35.54 37.21 39.53 42.16

PDRBNasional

10.61 12.7 15.03 17.6 19.21 24.3

Sumber : Diolah dari dari BPS Kepri. Tahun 2004-2009

68

Dari Tabel di atas, dapat diketahui bahwa pendapatan PDRB perkapita

Provinsi Kepulauan Riau terus mengalami peningkatan, termasuk pada kondisi

perekonomian masa sulit seperti pada tahun 2008 dan 2009 dimana posisi

petumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau tetap di atas pertumbuhan rata-rata

ekoomi nasional.

Walau demikian pada kenyataannya pendapatan PDRB perkapita yang

cukup tinggi ditingkat Provinsi juga harus mampu meningkatkan kesejahteraan

penduduknya dan mampu menciptakan pemerataan pendapatan tehadap seluruh

daerah Kota dan Kabupaten yang ada. Dicermati dari tabel di atas, perkembangan

PDRB perkapita menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Kepulauan

Riau yang meningkat dari 26.69 juta pada tahun 2004 menjadi 42.16 juta pada

tahun 2009 atau selama 6 (enam) tahun tersebut PDRB perkapita tumbuh rata-rata

35.56 juta. Sementara PDRB Nasional setiap tahunnya rata-rata hanya 16,57 juta.

Kota Batam sebagai pusat kegiatan industri merupakan kota penopang

utama terhadap PDRB perkapita Provinsi Kepulauan Riau. Sampai dengan tahun

2007 kontribusi Kota Batam terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Provinsi

Kepulauan Riau mencaiai 71,23 % dengan migas dan 75,34 % tanpa migas telah

menempatkan Kota Batam sebagai wilayah dengan laju pertumbuhan ekonomi

tertinggi dan tingkat PDRB perkapita tertinggi dari daerah lainnya di Provinsi

Kepulauan Riau. Kondisi ini menunjukkan adanya masalah kesenjangan

pembangunan, kesenjangan distribusi hasil/pendapatan, dan kesenjangan

kesempatan bekerja antar wilayah dalam Provinsi Kepualaun Riau.

Semestinya pemerintah Kota atau Kabuaten lain di Provinsi Kepulauan

Riau juga turut memberikan perhatian terhadap upaya peningkatan PDRB perkapita

di daerahnya, sehingga kesenjangan antara Kota Batam dengan daerah-daerah

lainnya di Provinsi Kepulaun Riau tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian

secara keseluruhan, jika terjadi krisis seperti krisis ekonomi pada tahun 2008

dimana harga, ketenagakerjaan, dan lapangan usaha menurun drastis.

Kehawatiran ini bukan tidak beralasan apabila dilihat dari PDRB tahun 2007 antara

Kota Batam yang berjumlah 33.351,57 juta, sementara Natuna (tanpa migas)

PDRB-nya berjumlah 26.228,91 juta pada tahun yang sama, dan peringkat ketiga

adalah Bintan dengan nilai 21.71,63 juta, demikia juga bagi daerah lainnya.

69

Jika nilai PDRB perkapita tahun 2009 Rp.42.165.554 tersebut dikurskan

kedalam dollar Amerika Serikat 1 USD = Rp. 10.000 saja maka PDRB perkapita

masyarakat Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar $. 4.165 USD. Sementara itu

PDB perkapita nasional pada tahun 2009 tersebut adalah sebesar $.2.590 USD.

Berdasarkan Kreteria Bank Dunia suatu negara disebut negara miskin bila

PDRB perkapitanya kurang dari $ 750 USD, negara berpenghasilan menengah

kebawah bila PDRB perkapitanya antara $.746 - $.2.975, dan disebut negara

berpenghasilan menengah keatas bila PDRB perkapitanya berada antara $.2.976 -

$.9.205. dan disebut negara kaya/maju jika PDRB perkapitanya telah berada diatas

$.9.206. Dari kreteria di atas kita dapat ketahui bahwa Provinsi Kepulauan Riau

termasuk dalam kelompok Daerah yang berpenghasilan menengah keatas.

Perkembangan pertumbuhan PDRB perkapita Provinsi Kepulauan Riau

tahun 2004-2009 juga digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini.

Peraga 2.20. Pendapatan Perkapita Provinsi Kepri Tahun 2004 -2009

Sumber : Diolah dari dari BPS Kepri Tahun 2004-2009

Pendapatan PDRB perkapita masyarakat Provinsi Kepulauan Riau yang

relatif tinggi di atas tidak begitu berarti jika terdapat ketimpangan yang tinggi

diantara penduduknya, oleh karena itu pemerataan pendapatan merupakan tolok

ukur yang penting dalam menilai suatu keberhasilan pembangunan ekonomi,

apakah kue pembanguan yang dihasilkan terbagi merata di antara warga

70

masyarakatnya. Untuk melihat tingkat pemerataan atau ketimpaangan (disparitas)

pendapatan diantara penduduk, pemerintah Provinsi Kepulauan Riau bersama BPS

Provinsi Kepulauan Riau telah melaksanakan survei pada tahun 2006 dan 2007

serta hasilnya menunjukkan bahwa jumlah 40 persen penduduk yang

berpenghasilan rendah di Provinsi Kepulauan Riau menerima lebih dari 17 persen

pendapatan regional (PDRB) baik pada tahun 2006 maupun pada tahun 2007.

Menurut kriteria Bank Dunia pendapatan penduduk dikatakan merata apabila

40% penduduk berpendapatan rendah menerima 40 persen dari total PDRB, dan

dikatakan timpang apabila menerima kurang dari 40 persen. Ketimpangan tersebut

kemudian digolongkan tinggi apabila 40 persen penduduk tadi menerima kurang

dari 12 persen PDRB, dan ketimpangan digolongkan rendah bila menerima PDRB

diantara 12-17 persen. Kemudian ketimpangan dikatakan rendah bila menerima

lebih dari 17 persen. Berdasarkan kreteria tersebut maka tingkat ketimpangan

pendapatan penduduk di Provinsi Kepulauan Riau tergolong rendah. Hal ini

digambar pada kurva Loranz di bawah ini.

Peraga 2.21. Kurva Lorenz

Tingkat ketimpangan juga dapat

Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009

Berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa Rasio Gini Provinsi

Kepulauan Riau pada tahun 2006 adalah sebesar 0,2759 point dan pada tahun

2007 turun menjadi 0,2635 point. Pendapatan dikatakan merata apabila angka Gini

Ratio mendekati angka nol dan semakin timpang bila mendekati angka satu. Dari

71

data di atas menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan penduduk Provinsi

Kepulauan Riau tergolong rendah.

Pendapatan dikatakan merata apabila garis busur mendekati garis diagonal.

Dari kurva loranz di atas dapat dilihat bahwa garis busur pada tahun 2007 lebih

mendekati garis diagonal dari pada garis busur tahun 2006. Artinya Ketimpangan

pendapatan semakin mengecil atau dengan kata lain pemerataan pendapatan

diantara warga masyarakat semakain baik.

Provinsi Kepualauan Riau adalah sebuah provinsi yang memiliki wilayah

yang unik, jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Selain

berada di wilayah kepulauan, juga berbatasan dengan Negara lain yaitu Singapura,

dimana harga barang di kurs-kan dengan dolar Singapura. Oleh karena itu,

tingginya pendapatan perkapita penduduk dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau,

belum tentu menjamin tingkat kesejahteraan, bila diukur dengan nilai harga-harga

atau nilai inflasi yang tinggi, maka tingkat kemakmuran juga tidak seperti yang

diharapkan. Dengan demikian peranan pemerintah untuk menjaga stabilitas

keamanan, kepastian hukum, kenyamanan berusaha bagi masyarakat,

kenyamanan bagi investor, kelancaran transportasi (angkutan kebutuhan pokok),

sangat menentukan stabilitas harga dan ketersediaan pangan, dengan demikian

inflasi akan tetap stabil.

Laju Inflasi

Berbagai kebijakan ekonomi yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah

Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten/Kota telah menghasilkan indek harga

konsumen yang relatif rendah, bahkan selama lima tahun terakhir ini angka inflasi

Provinsi Kepulauan Riau selalu berada di bawah angka inflasi nasional.

Pada tahun 2009 inflasi di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 1,88

persen, angka ini jauh dibawah laju inflasi pada tahun 2008 yang angkanya sebesar

8,17 persen. Kondisi ini dipicu oleh penurunan harga komoditas primer dan

kelancaran supply barang kebutuhan pokok. Laju inflasi Provinsi Kepulauan Riau

tahun 2009 juga berada di bawah laju inflasi tingkat nasional yang tercatat sebesar

2,78 persen. Perkembangan laju inflasi Provinsi Kepulauan Riau yang relatif rendah

ini patut disyukuri, karena hal itu bermakna bahwa daya beli masyarakat tidak

72

tergerus oleh kenaikkan harga-harga barang pada umumya, sehingga masyarakat

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Laju inflasi Provinsi Kepulauan

Riau dari tahun 2004-2009 seperti data yang tertera pada table.

Dari Tabel 2.18, dapat dipahami bahwa Laju Inflasi Provinsi Kepulauan Riau

dari tahun 2004 – 2009 rata-rata sebesar 5.36 persen setiap tahunnya, sementara

inflasi tingkat nasional rata-rata 7.97 persen setiap tahunnya atau selisih 2.61

persen. Provinsi Kepulauan Riau menurut Bank Indonesia Cabang Batam,

menjadikan Batam dan Kota Tanjungpinang sebagai ukuran inflasi Provinsi

Kepulauan Riau, yang mencatat bahwa inflasi Kota Batam sendiri di hitung dari

tahun 2008 adalah 8,39 persen, sementara Kota Tanjung pinang sebesar 11,90.

Dan pada tahun 2009 Inflasi Kota Batam berjumlah 1,88 persen, sementara Kota

Tanjungpinang 1,43. persen. Rendahnya inflasi Kota Tanjungpinang pada tahun

2009 dikarenakan rendahnya harga-harga kebutuhan pokok.

Tabel. 2.18. Laju Inflasi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009Berdasarkan IHK tahun 2000

Tingkat 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Kepri 4.22 14,79 4,58 4.84 6.41 1,88

Batam 6,72 18,73 4,52 4,77 8,61 1,88

Tg.Pinang 1,45

Nasional 6,36 17,11 6,60 6.59 8.39 2.78

Sumber : di Olah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009

Dari data tabel di atas kemudian dapat diketahui bagaimana trend Laju

Inflasi Provinsi Kepulauan Riau dan Indonesia dari tahun 2004-2009 dalam bentuk

gambar grafik berikut ini.

73

Peraga 2.22. Laju Inflasi Indonesia dan Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009

6.36

17.11

6.66.59

8.39

2.784.22

14.79

4.58 4.84

8.39

1.880

2

4

6

8

10

12

14

16

18

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Indonesia Kepri

Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009

2.3.5. INVESTASI

Nilai Persentase Realisasi Investasi PMA dan PMDN

Selama periode 2004-2009 Realisasi investasi Asing (Foreign Direct

Investment) dan investasi Penanaman Modal Domestik di Provinsi Kepulauan Riau

mengalami fluktuasi, namun memperlihatkan trend yang terus menaik sampai

tahun 2008.

Untuk mengetahui nilai persentase realisasi investasi PMA dan PMDN

Provinsi Kepulauan Riau dari tahun 2004 – 2009 dapat dilihat pada tabel berikut

ini.

74

Tabel 2.19 Realisasi Nilai Investasi PMA dan PMDN Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009

Tahun Proyek PMA (juta USD) Proyek PMDN (juta USD)

2004 9 26,0 97 10,52

2005 99 150,79 142 4,93

2006 125 94,09 3 3,43

2007 110 50,54 158 8,483

2008 120 232,19 11 1,286

2009 90 197,49 4 1,05

Sumber : BPMPD Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009

Dari Tabel 2.19 di atas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2004 realisasi

investasi Asing tercatat sebanyak $. 26 juta USD, sementara realisasi PMDN pada

tahun 2004 sampai tahun 2005 menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan

dibandingkan PMA, jumlah proyek PMDN pada tahun 2004 97 proyek dengan nilai

investasi 10.517.900.000 dolar US, meningkat dengan jumlah 142 proyek, dengan

jumlah investasi bernilai 4.933.568.140.000 juta USD, realisasi investasi PMDN

di Provinsi Kepulauan Riau ini adalah dari sektor Industri kertas dan percetakan

sebagai investasi tertinggi yang ditanamkan pada sector industri tahun 2005.

sementara itu PMA tahun 2005 meningkat tajam menjadi $.150,79 juta USD. Tahun

2006 turun menjadi $.94,09 juta USD. Demikian juga nilai investasi PMDN jumlah

proyek dari 142 proyek atau senilai 4,94 dolar USD menjadi 3 proyek atau senilai

3,43 juta USD pada tahun 2006. Turunnya jumlah PMDN dikarenakan sektor

Industri Farmasi yang merupakan salah satu sektor yang cukup besar memberikan

kontribusi pada tahun 2004 ternyata pada tahun 2005 jumlah poryek tetap naik,

namun pada nilai investasi mengalami penurunan. Yaitu dari 10 proyek pada tahun

2004 menjadi 16 proyek, namun nilai invetasinya turun sebesar 54,63 persen atau

senilai 1.944.200.000 juta USD.

Pada tahun 2007 realisasi nilai investasi PMA sebanyak 110 proyek

dengan nilai investasi sebesar 50,54 juta USD. Pada tahun 2008 realisasi

investasi asing juga mengalami kenaikan menjadi 120 proyek dengan nilai

investasi 232,19 juta USD. Hal ini disebabkan oleh mulai diberlakukannya FTZ di

75

Batam, Bintan dan Karimun (BBK), yang banyak memberikan insentif dan

kemudahan kepada para investor. Sebaliknya jumlah proyek PMDN pada tahun

2007, sebanyak 158 proyek, ternyata pada tahun 2008 hanya tinggal 11 proyek

dengan nilai investasi sebesar 1,286 juta USD.

Terjadinya penurunan jumlah baik nilai proyek maupun nilai investasi

pada tahun 2008 dan 2009 disebabkan oleh pengaruh krisis ekonomi global yang

berdampak pada kelesuan pasar internasional sehingga menyebabkan kegiatan

perdagangan dan permintaan dari dan ke Provinsi Kepulauan Riau menjadi turun.

Sehingga pada tahun 2009 PMDN di Provinsi Kepulauan Riau hanya terealisasi

sebanyak 4 proyek dengan nilai 1,05 juta USD.

Peraga. 2.23. Realisasi Nilai Investasi PMA dan PMDN Provinsi KepulauanRiau Tahun 2004-2009

Sumber : Diolah dari datai BPS Provinsi Kepri 2004-2009

Berdasarkan keterangan di atas, bahwa trend realisasi investasi asing dan

domestik (PMA dan PMDN) di Provinsi Kepulauan Riau, dari tahun 2004 – 2009

juga diperlihatkan dengan jelas seperti pada peraga berikut ini.

76

Peraga. 2.24. Realisasi PMA Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009

Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Riau Tahun 2004-2009

2.3.6. INFRASTUKTUR

Jalan Nasional

Pemerintah Provinsi Kepri selain menitikberatkan pembangunan pada sektor

pendidikan dan kesehatan, juga terus melakukan pembangunan, khususnya

pembangunan sarana dan prasarana. Pembangunan sarana dan prasarana yang

terus digesa pelaksanaannya oleh Pemprov Kepri ialah sarana infrastruktur berupa

pembangunan jalan. Untuk sarana jalan ini Pemprov Kepri terus melakukan

pembangunan di setiap Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kepri.

Sarana jalan merupakan sarana untuk memperpendek jarak antara satu

daerah dengan daerah yang lain. Transportasi terutama transportasi darat sangat

penting dalam kehidupan masyarakat karena ditujukan untuk memperlancar arus

barang dan jasa dari satu tempat ke tempat lain, meningkatkan mobilitas manusia

ke tempat tujuan baik dari pedesaan sampai ke perkotaan. Berikut ini akan disajikan

data persentase panjang jalan nasional di Provinsi Kepri.

Pada awalnya Provinsi Kepri ini tidak memiliki jalan nasional karena tidak

menghubungkan antar provinsi. Namun sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri

Pekerjaan Umum No. 631 / KPTS / M / 2009 Tanggal 31 Desember 2009, maka

Provinsi Kepri kini telah memiliki jalan Nasional yang meliputi seluruh

Kabupaten/Kota yang ada terkecuali Kabupaten Kepulauan Anambas, hal ini

dikarenakan Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan Kabupaten yang baru

77

dimekarkan dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Natuna, sehingga pada saat

diusulkan jalan Nasional pada Menteri Pekerjaan Umum, tidak atau belum

diikutsertakan.

Panjang jalan Nasional secara keseluruhan adalah 333,995 Km dengan

perincian kondisi Baik 73,31% atau 244,834 Km, Kondisi Rusak Sedang 20,43%

atau 68,241 Km, dan Kondisi Rusak Berat 6,26% atau 20,92 Km. Munculnya jalan

Nasional ini sebagai upaya penunjang bagi mobilitas orang dan barang di Provinsi

Kepulauan Riau yang tiap tahun terus meningkat baik dari segi jumlah maupun

pelayanannya. Disamping itu pada saat ini Provinsi Kepulauan Riau dalam hal ini

Batam, Bintan dan Karimun merupakan daerah Free Trade Zone (FTZ) sehingga

mau tidak mau, suka tidak suka sangat membutuhkan sarana transportasi darat

dalam hal ini ruas jalan nasional.

PERAGA 2.25. Persentase Panjang Jalan Nasional

244.834

68.241

20.92

333.995

73.31

20.436.26

100

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Kondisi Baik Kondisi RusakSedang

Kondisi RusakBerat

Panjang Total

PERSENTASE PANJANG JALAN NASIONAL

Panjang Jalan Nasional

% Panjang Jalan Nasional

6,26

Sumber : Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kepulauan Riau

Jalan Provinsi

Demikian pula halnya dengan jalan Provinsi yang dimiliki oleh Provinsi

Kepulauan Riau juga baru ada sejak tahun 2009 namun jalan Provinsi ini jauh lebih

panjang dari jalan Nasional sebagaimana yang tergambar pada grafik. Berikut ini

akan disajikan tabel panjang jalan provinsi.

78

Tabel 2.20. PERSENTASE PANJANG JALAN PROVINSI TAHUN 2009

Kondisi Jalan Panjang JalanProvinsi

(Km)

% Panjang JalanProvinsi

(Km)Baik 493,52 57,61Rusak Sedang 292,40 34,13Rusak Berat 70,72 8,26Panjang Total 856,64 100,00

Sumber : Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kepulauan Riau.

Tabel 2.20. menunjukkan bahwa panjang jalan Provinsi untuk Provinsi

Kepulauan Riau adalah sepanjang 856,64 Km secara keseluruhan, dengan

perincian jalan dalam kondisi Baik sepanjang 493,52 Km, Jalan dalam Kondisi

Rusak Sedang sepanjang 292,40 Km, dan Jalan dalam Kondisi Rusak Berat

sepanjang 70,72 Km. Sebagaimana Jalan Nasional, Jalan Provinsi juga tidak

mencakup Kabupaten Kepulauan Anambas, melainkan hanya mencakup Kota

Batam, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga, Kabupaten

Karimun, dan Kabupaten Natuna saja. Hal ini dikarenakan sama halnya dengan

Jalan Nasional dimana jalan Provinsi ini baru ada sejak tahun 2009. Isu strategis

dan masalah mendesak yang dihadapi adalah mengatasi kesenjangan

pembangunan antar wilayah Kabupaten/Kota dalam hal ketersediaan infrastruktur

darat berupa jalan Provinsi.

Penyediaan infrastruktur tersebut terutama infrastruktur darat secara

bertahap diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya alam yang ada di

masing-masing pulau dan tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di

Provinsi Kepri yang akan dapat berfungsi sebagai daerah penyangga untuk Batam,

Bintan, dan Karimun yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas

dan pelabuhan bebas (Free Trade Zone).

2.3.7. PERTANIAN

Rata-rata Nilai Tukar Petani pertahun

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan/rasio antara Indeks

Harga Yang Diterima Petani (It) dengan Indeks Harga Yang Dibayar Petani.

Hubungan NTP dengan tingkat kesejahteraan petani sebagai produsen secara

nyata terlihat dari posisi It yang berada pada pembilang (enumerator) dari angka

NTP. Apabila harga barang/produk pertanian naik, dengan asumsi volume produksi

79

tidak berkurang, maka penerimaan/pendapatan petani dari hasil panennya juga

akan bertambah.

Perkembangan harga yang ditunjukkan Itu, merupakan sebuah indikator

tingkat kesejahteraan petani produsen dari sisi pendapatan. Oleh karena itu untuk

melihat tingkat kesejahteraan petani secara utuh perlu juga dilihat sisi yang lain

yaitu perkembangan jumlah pengeluaran/pembelanjaan mereka baik untuk

kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai

produsen dan juga konsumen dihadapkan kepada pilihan dalam mengalokasikan

pendapatannya yaitu: Pertama, untuk memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi) demi

kelangsungan hidup petani beserta keluarganya. Kedua, pengeluaran untuk

produksi/budidaya pertanian yang merupakan ladang penghidupannya yang

mencakup biaya operasional produksi dan investasi atau pembentukan barang

modal. Unsur kedua ini hanya mungkin dilakukan apabila kebutuhan pokok petani

telah terpenuhi; dengan demikian investasi dan pembentukan barang modal

merupakan faktor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani.

Peraga 2.26. Rata-Rata Nilai Tukar Petani Per Tahun

Sumber : BPS Propvinsi Kepri, 2010

Data NTP Propvinsi Kepulauan Riau yang dapat dikumpulkan pada kegiatan

ini hanya data tiga tahun terakhir, yakni tahun 2007 – 2009, sedangkan data NTP

tahun 2004-2006 sampai saat ini belum berhasil didapatkan dari instansi yang

berwenang.

Rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) pertahun di Provinsi Kepulauan Riau

cenderung mengalami fluktuasi setiap tahun, hal ini terutama disebabkan oleh

indeks harga hasil produksi pertanian (indeks yang diterima petani) selalu berubah

80

setiap tahunnya, sehingga memberikan pengaruh terhadap indeks harga barang

dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan produksi

pertanian (indeks yang dibayar petani).

Rata-rata Rasio NTP Provinsi Kepri tertinggi terjadi pada periode tahun 2009

mencapai 102,80 mengalami peningkatan 1,3 – 2,8 dibanding dengan periode

tahun 2007-2008. NTP Provinsi Kepri tersusun dari lima subsektor, diantaranya

subsektor tanaman pangan, holtikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan

dan perikanan. Turun-naiknya rata-rata NTP Kepri terutama disebabkan fluktuasi

subsektor perikanan. Peningkatan dan penurunan dari salah satu subsektor

tersebut berimplikasi terhadap rata-rata NTP Provinsi Kepri secara umum.

Ketersediaan lahan dalam bidang perikanan darat sangat terbatas di wilayah

Provinsi Kepri, sebagai konsekwensi dari daerah yang terdiri dari pulau-pulau kecil.

PDRB Sektor Pertanian

Peraga 2.27. PDRB Sektor Pertanian Atas Harga Berlaku Tahun 2003 -2009

Sumber : BPS Kepri, 2009

81

Pada kurun waktu lima tahun terakhir PDRB sektor pertanian

memperlihatkan trend yang terus meningkat. Tahun 2009 nilai PDRB sektor

pertanian Provinsi Kepulauan Riau atas dasar harga berlaku telah mencapai nilai

Rp. 3,192 Triliun. Nilai PDRB menurut harga berlaku tahun 2009 tersebut meningkat

sebesar Rp. 324 Miliar dibandingkan PDRB tahun 2008 yang nilainya sebesar Rp.

2,868 Triliun.

Dilihat dari sisi peranan masing-masing sektor ekonomi dalam pembentukan

PDRB Provinsi Kepulauan Riau tahun 2009, sektor pertanian merupakan sektor

yang memberikan kontribusi relatif kecil atau hanya sekitar 5,00 persen dibanding

dengan sektor industri dan perdagangan masih merupakan sektor paling dominan,

hal ini dapat dilihat dari besarnya kontribusi kedua sektor tersebut dalam PDRB

Provinsi Kepulauan Riau, sektor Industri memberikan kontribusi mencapai 46,20

persen atau senilai Rp.29,5 Triliun.

Tabel 2.21. PDRB Provinsi Kepulauan RiauAtas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2009

Sektor Ekonomi 2007 2008 2009

1. Pertanian 2.612.093,12 2.868.416,50 3.192.446.59

2. Pertambangan dan

Penggalian

5.058.454,57 5.444.119,09 5.601.741,11

3. Industri Pengolahan 24.203.354,25 26.622.278,75 29.517.887,01

4. Listrik, gas dan air bersih 282.587,36 325.310.58 353.072,80

5. Bangunan 2.651.119,55 3.727.039,83 4.539.681,19

6. Perdagangan, Hotel,

Restoran

10.632.966,10 12.058.309,49 12.487.883,20

7. Pengangkutan, Komunikasi 2.213.113,14 2.690.985,60 2.976.798,16

8. Keuangan, sewa 2.857.769,66 3.239.466,51 3.452.159,81

9. Jasa-jasa 1.314.814,13 1.610.069,96 1.771.776,61

PDRB 51.826.271,88 58.585.996,29 63.893.446,49

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Indikator fundamental daerah lainnya yang dapat memberikan informasi

awal tentang kemakmuran suatu daerah yaitu angka PDRB perkapita. PDRB

Perkapita adalah salah satu idikator makro ekonomi yang sering digunakan untuk

mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu negara atau daerah. Semakin besar

PDRB perkapitanya, semakin makmur penduduk negara atau daerah tersebut.

82

Peraga 2.28. Struktur PDRB Provinsi Kepulauan RiauMenurut Sektor Tahun 2009

5,00 %

8,77 %

46,20 %

0,55 %

7,11 %

19,54 %

4,66 %

5,40 %2,77 %Pertanian

PertambanganIndustriListrik,airBanguanPerdaganganAngutanKeuanganJasa-jasa

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

2.3.8. KELAUTAN

Tindak Pidana Perikanan

Jumlah tindak pidana perikanan di Provinsi Kepri diukur berdasarkan

kegiatan ilegal fishing yang dilakukan kapal asing yang tertangkap oleh kapal

pengawas perikanan dari Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian

Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia. Jumlah tindak pidana perikanan dari tahun 2004-2009

cenderung mengalami peningkatan terutama pada tahun 2008 mencapai 97 buah

kapal yang tertangkap di perairan Provinsi Kepri (Kementerian Kelautan dan

Perikanan, 2010)

83

Peraga 2.29. Jumlah Tindak Pidana Perikanan

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010

Peningkatan jumlah tindak pidana perikanan dari tahun ketahun

menunjukkan bahwa adanya perbaikan kinerja dan keseriusan aparat, masyarakat

dan pemerintah dalam memberantas kegiatan illegal fishing yang rawan diperairan

Provinsi Kepri.

Provinsi Kepri yang berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga

seperti, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam merupakan Provinsi yang memiliki

jumlah perairan lebih kurang 96 % adalah lautan merupakan perairan yang rawan

terhadap kegiatan-kegiatan pelanggaran dan tindak kejahatan di laut, tidak hanya

tindak pidana perikanan tapi juga meliputi penyelundupan, trafficking, dan tindak

pidana perhubungan lainnya.

Luas Kawasan Konservasi Laut

Kawasan Konservasi Laut adalah kawasan laut dan daratan yang terdapat di

wilayah pesisir yang dilakukan upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan

serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan

Sumber Daya kelautan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai

dan keanekaragamannya.

Luas Kawasan Konservasi Laut (KKL) di Provinsi Kepri dari tahun 2004-

2009 mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah luas KKL ini terutama

84

dipengaruhi oleh inisiasi oleh program Kementerian Kelautan dan Perikanan yang

terdapat di beberapa Kabupaten yang menjadi site project Coremap II ADB. Adapun

Kabupaten yang telah memiliki KKL di Provinsi Kepri adalah : Kabupaten Bintan,

Natuna, Lingga dan Kota Batam. Status KKL di 5 Kabupaten/Kota tersebut adalah

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) berdasarkan SK Bupati dan Walikota.

Sedangkan Kabupaten Anambas merupakan Kabupaten satu-satunya di

Provinsi Kepri yang memiliki KKL dengan status Kawasan Konservasi Perairan

(KKP) Nasional berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan. Pemerintah

Provinsi Kepri secara konsisten telah melakukan pengelolaan terhadap KKL

tersebut, dengan telah disahkannya Perda No.5 Tahun 2010 tentang Pengelolaan

Terumbu Karang Provinsi Kepulauan Riau.

KKL yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau saat ini sebagian besar

belum dilakukan pengelolaan secara optimal, pengelolaan dilakukan secara parsial

oleh kabupaten/kota yang berada dalam wilayah administratif Provinsi Kepri. Untuk

melakukan pengelolaan secara terpadu perlu disusun beberapa dokumen

perencanaan, diantaranya dokumen Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana

Pengelolaan dan Rencana Aksi. Dokumen ini secara tegas diatur oleh Undang-

undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau

Kecil, lalu diperkuat oleh PP. No 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya

Ikan. Namun hingga saat ini Provinsi Kepri belum menyusun satupun dokumen

yang dimaksud di atas.

Sebagian Kabupaten /Kota telah memiliki dokumen yang dimaksud, namun

belum disinergiskan dengan dokumen perencanaan di tingkat Provinsi.

Implementasi pengelolaan KKL di Kabupaten/Kota pada saat ini juga belum

memberikan kontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan. Padahal

diharapkan kesejahteraan masyarakat nelayan dapat meningkat dengan upaya

konservasi ini.

2.3.9. KESEJAHTERAAN SOSIAL

Persentase Penduduk MiskinPenduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per

kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2009 garis kemiskinan di

Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar Rp.283.965 per bulan per orang.

sedangkan pada tahun 2008 sebesar Rp.262.232. Berdasarkan patokan garis

85

kemiskinan tersebut jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau pada

tahun 2009 tercatat sebanyak 128.210 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah

penduduk miskin tahun 2008 yang berjumlah 136.360 orang, maka terlihat adanya

penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 8.150 orang.

Jika dilihat secara persentase jumlah penduduk miskin tahun 2009 adalah

sebesar 8,27 persen dari total jumlah penduduk Provisni Kepulauan Riau,

sedangkan pada tahun 2008 persentasinya adalah sebesar 9,18 persen. Jadi pada

tahun 2009 baik secara relatif maupun absolut jumlah penduduk miskin di Provinsi

Kepulauan Riau menurun dibanding tahun 2008. Untuk mengetahui secara

keseluruhan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Bila dicermati Tabel 2.22, bahwa persentase penduduk miskin pada saat

terjadinya krisis ekonomi antara tahun 2008 – 2009 tidak menjadi fakor yang dapat

mempengaruhi naik atau turunannya jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan

Riau. Karena; Pertama; Berdasarkan hasil survey serta hasil diskusi dengan

BAPEDA Provinsi Kepulauan Riau, kemudian hasil telaah ternyata bahwa krisis

ekonomi yang terjadi dan hanya berlangsung selama beberapa bulan dalam tahun

2008-2009, tidak menganggu secara langsung pada aktivitas status pekerjaan

masyarakat. Walaupun kalangan usaha mengalami dampak krisis global

dimaksud, seperti turunya nilai ekspor serta naiknya nilai impor pada waktu yang

sama, namun perusahaan tetap bertanggungjawab atas hak-hak pekerja. Kedua;

Kondisi dimana pada saat waktu disensus atau di survey atau orang yang bekerja

namun untuk sementara sedang tidak bekerja. Kemudian bila dikutip dari pengertian

“pengangguran terbuka” menurut BPS “adalah orang-orang yang tidak mempunyai

pekerjaan (pengangguran) atau masih, mencari pekerjaan pada saat pelaksanaan

sensus”. Dengan demikian diambil kesimpulan bahwa pada masa krisis tahun

2008-2009 tidak mempengaruhi dan menambah jumlah penduduk miskin di Provinsi

Kepulauan Riau. Keadaan persentase penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau

dari tahun 2005 – 2009 digambarkan pada grafik berikut ini.

86

Tabel 2.22. Persentase Penduduk MiskinProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 - 2009

TAHUN JUMLAH PERSENTASE

2005 139.650 10,97

2006 163.000 12,16

2007 148.400 10,30

2008 136.000 9,18

2009 128.210 8,27

Sumber : Data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2005-2009

Peraga 2.30. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kepri Tahun 2005 - 2009

Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009

Angkatan Kerja dan PengangguranSampai dengan Agustus 2009 jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Kepulauan

Riau tercatat sebanyak 681.769 jiwa, dari jumlah tersebut yang bekerja aktif

sebanyak 626.456 jiwa dan selebihnya 53.313 jiwa atau 8,11 persen belum

mendapatkan pekerjaan (menganggur). Para penganggur tersebut sebagian besar

atau 84 persen berada di kota dan hanya 16 persen saja yang berada di desa.

Para penganggur tersebut pada umumnya berusia muda 15-25 tahun serta

87

berpendidikan SMA ke bawah, umumnya mereka adalah para pendatang baru di

Provinsi Kepulauan Riau.

Jika dirinci pengangguran menurut Kabupaten / Kota maka tingkat

pengangguran tertinggi tahun 2009 berada di Kabupaten Karimun yaitu sebanyak

6.823 jiwa atau 9,23 persen, sedangkan terendah berada di Kabupaten Lingga

yaitu sebanyak 1.868 jiwa atau sama dengan 6,53 persen dari jumlah keseluruhan

pengganggur tahun 2008 yang berjumlah 53.333 jiwa. Tingkat pengangguran

terbuka di Provinsi Kepukauan Riau selama periode 2006-2008 cenderung

menurun, namun memasuki tahun 2009 mengalami kenaikkan. Tahun 2006 tingkat

pengangguran terbuka Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar 12,24 persen,

tahun 2007 turun menjadi 9,01 persen selanjutnya tahun 2008 juga mengalami

penurunan 8,01 persen, Namun pada tahun 2009 tingkat pengangguran mengalami

kenaikan 0,10 persen dari tahun 2008. Tingkat pengangguran Provinsi Kepulauan

Riau tahun 2009 lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pengangguran

nasional pada tahun yang sama yaitu sebesar 7,97 persen. Namun tingkat

pengangguran Provinsi Kepulauan Riau masih tergolong relatif rendah karena

berada pada tingkat pengangguran alamiah yang angkanya berkisar antara 7 – 8

persen. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Kepulauan Riau terlibat seperti

pada tabel berikut ini.

Tabel 2.23. Tingkat Pengangguran TerbukaProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2006-2009

Sumber : BPS Provinsi Kepri Tahun 2005-2009

No. Tenaga Kerja 2006 2007 2008 2009 2010

1. Angkatan kerja 587.474 588.874 666.000 681.769 703.741

2. Bekerja 515.560 535.797 612.667 626.456 653.012

3. Menganggur 71.914 53.077 53.333 55.313 50.729

4 Tk.Pengangguran 12,24 9,01 8,01 8,11 7,21

88

Peraga 2.31. Grafik Tingkat Pengangguran Terbuka di Kepri Tahun 2006 - 2010

Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri.Tahun 2004-2009

2.3.10. Rekomendasi Kebijakkan Dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan

Rakyat:

1. Perlu peningkatan kemampuan guru dalam mengajar sehingga diharapkan

setiap tingkat pendidikan memiliki guru yang layak mengajar, untuk itu perlu

dipikirkan penyesuaian ijazah pendidikan S-1 bagi guru-guru dalam rangka

memenuhi standar Undang-Undang Guru dan Dosen no 14 tahun 2005

sehingga dapat meningkatkan mutu guru akan tetapi tidak mengganggu

proses kegiatan mengajar guru.

2. Perlu peningkatan kompetensi guru melalui pemberian intensif dan dengan

melakukan sertifikasi serta mengikuti pendidikan dan pelatihan-pelatihan

atau kursus-kursus, program akta dan pendidikan lanjutan.

3. Perlu penambahan dan perbaikan akses pendidikan dalam bentuk

penyediaan sekolah-sekolah atau rehabilitasi sekolah agar daya tampung

lebih maksimal, pemenuhan kebutuhan guru-guru di bidang ilmu tertentu

yang masih dibutuhkan dan buku-buku penunjang didaerah-daerah baik

89

berupa pembangunan perpustakaan daerah maupun taman bacaan

masyarakat.

4. Perlunya penyediaan beasiswa bagi siswa berprestasi atau yang tidak

mampu terutama tamatan SMA sehingga dapat meningkatkan angka

partisipasi kasar bagi usia Perguruan Tinggi (PT).

5. Meningkatnya Indek Pembangunan Manusia (HDI) Provinsi Kepulauan Riau

harus tetap dipertahankan dalam rangka meningkatkan kualitas

pembangunan manusia demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.

6. Menyediakan anggaran secara konsisten terhadap pendidikan dan

kesehatan serta penyediaan fasilitas yang memadai, terutama penyediaan

puskesmas terapung (pusling Laut), dan BKIA

7. Masih kurangnya akses kesehatan di daerah pedesaan perlu peningkatan

jumlah, jaringan dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan

dasar dan rujukan terutama pada daerah dengan aksesibilitas relatif rendah

di seluruh Provinsi Kepulauan Riau seperti Puskesmas terapung (pusling

laut) yang harus diperbanyak.

8. Data yang dihimpun dan dilaporkan oleh masing – masing unit pelaksana

kesehatan belum optimal, perlu peningkatan sistem informasi kesehatan

dan teknologi secara bertahap dari puskesmas dan rumah sakit diseluruh

daerah Provinsi Kepri termasuk wilayah yang sulit dijangkau sehingga data

yang diperoleh mampu mewakili seluruh keadaan di provinsi Kepulauan Riau

9. Kualitas tenaga medis masih kurang, sehingga perlu pelatihan yang

terprogram dan kontinu, meningkatkan sarana dan prasarana dan

melakukan kebijakan pelayanan kesehatan masyarakat miskin dengan

mudah, murah dan gratis yang pembiayaannya ditangguang bersama oleh

pemerintah pusat, provinsi, kota/ kab dan pihak lain.

10. Kondisi Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Kepri yang sudah baik dan

perlu dipertahankan dengan memperhatikan kualitas kesehatan masyarakat

pulau terpencil (hinterland) seperti pemerataan sarana prasarana serta

tenaga kesehatan

11. Meningkatkan berbagai program dan promosi Keluarga Berencana oleh

BKKBN ataupun PKBI seperti tidak saja melalui penyuluhan dan sosialisasi

90

ke daerah – daerah tetapi juga menyediakan alat KB yang terjangkau baik

dari harga maupun ketersediaan akses di daerah terpencil. Selain itu

promosi penggunakan alat kontrasepsi yang aman agar terhindar dari

kanker harus selalu ditingkatkan agar kepercayaan masyarakat dalam

menggunakan alat kontrasepsi lebih baik.

12. Laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya

perlu dibuat program pengendalian pertumbuhan penduduk dan

pemerataan penduduk agar tercapai pembangunan yang berimbang seperti

pemerataan fasilitas pembangunan dan sarana prasarana serta

pemerataan pertumbuhan industri sehingga penduduk tidak terpusat pada

beberapa kota/ kabupaten tertentu.

13. Mendorong terciptanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di seluruh

wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang akan menumbuhkembangkan

kegiatan industri dan pariwisata berbasis kelauatan..

14. Melengkapi keersediaan infrastruktur guna mengatasi kesenjangan

pembangunan antar wilayah Kabupaten/Kota dalam hal ketersediaan

infrastruktur darat berupa jalan dan jembatan, infrastruktur laut berupa

pelabuhan, dermaga, dan kapal angkutan serta infrastruktur udara berupa

penambahan dan peningkatan sarana bandara. Selain itu masalah

telekomunikasi juga belum tersedia secara merata di seluruh wilayah

Provinsi Kepulauan Riau.. Penyediaan infrastruktur tersebut secara

bertahap diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya alam

yang ada di masing-masing pulau dan tumbuhnya pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi baru di Provinsi Kepulauan Riau yang akan dapat

berfungsi sebagai daerah penyangga untuk Batam, Bintan, dan Karimun

yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan

bebas (Free Trade Zone).

15. Memaksimalkan pengelolaan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

Secara Maksimal mengingat Luas wilayah Provinsi Kepulauan Riau 96

persen adalah lautan, ini merupakan potensi yang sangat besar karena di

dalammnya mengandung Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang tidak

ternilai harganya. Potensi ekonomi kelautan meliputi perikanan tangkap,

budidaya, pengolahan perikanan, industri bio-teknologi dan Harta Karun di

91

dalam laut (muatan kapal tenggelam). Potensi energi kelautan seperi

gelombang, pasang surut, angin dan energi panas laut (ocean thermal).

belum dikelola secara maksimal. Belum maksimalnya pengelolaan Sumber

Daya Kelautan dan Perikanan ini dapat dilihat dari kecilnya kontribusi sektor

Pertanian (sub sektor Kelautan dan Perikanan) di dalam PDRB Provinsi

Kepulauan Riau yang hanya memnyumbangkan tidak lebih dari 5 persen

rata-rata selama lima tahun terakhir ini. Untuk masa mendatang sub sektor

kelautan dan perikanan harus menjadi sektor unggulan Provinsi Kepulauan

Riau. Pembangunan harus diarahkan ke laut melalui Revolusi Biru dan

Program Minapolitan yang berbasis Ilmu dan pengetahuan.

16.Melakukan upaya untuk ketersediaan Daya Dukung Kapasitas Energi Listrik,

Air Bersih. Listri merupakan kebutuhan dasar yang sangat vital bagi

tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi. Untuk Provinsi Kepulauan

Riau hanya kota Batam yang bebas dari maslah kekuarangan tenaga

Listrik dan air bersih, selebihnya seluruh Kabupaten/Kota mengalami krisis

listrik yang sangat dalam. Kekurangan pasokan energi listrik ini

menyebabkan daya saing daerah dalam menarik investor asing semakin

berkurang Berbagai aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat menjadi

terganngu sehingga memperlambat pengembangan investasi dan kegiatan

sosial ekonomi masyarakat.

17. Regulasi FTZ Belum Pro Bisnis, FTZ telah digulirkan lebih dari 5 tahun,

tetapi perangkat hukum (regulasinya) yang mengatur tentang FTZ itu

sendiri sangat lambat. Di sarankan kepada pemerintah pusat untuk

memberikan perhatian secara maksimal sehingga kondisi perekonomian di

kawasan BBK (Batam, Bintan dan Karimun) serta Kabupaten/Kota lainnya

di Provinsi Kepulauan Riau memiliki payung hukum yang kuat, sehingga

keberadaan FTZ benar-benar membeikan manfaat bagi masyarakat dan

pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

18. Perlu dilakukan upaya oleh pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk

memperbaiki atau melakukan pelebaran jalan, peningkatan kualitas jalan

dan penambahan sarana jembatan yang bisa menghubungkan antar pulau

dikarenakan kondisi Kepulauan Riau yang luasnya wilayahnya 96% lautan.

92

19. Perlu dilakukan penambahan jumlah dan akses jalan di wilayah-wilayah

pesisir Provinsi Kepulauan Riau sehingga memudahkan akses bagi seluruh

masyarakat di wilayah tersebut.

20. Perlu dilakukan optimalisasi sumberdaya lahan, air dan pengembangan

insfrastruktur pendukung pertanian, sebagai konsekwensi dari karakteristik

daerah yang terdiri dari pulau-pulau kecil dengan sumberdaya air dan lahan

yang terbatas.

21. Oleh karena Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah dengan

karakteristik pulau-pulau kecil, alokasi lahan pertanian relatif lebih kecil,

sehingga perlu pengembangan teknologi pertanian adaptif, yang cocok

dengan karakteristik daerah ini, untuk menjadi produk unggulan berbasis

daerah.

22. Peningkatan Investasi di sektor pertanian agar dapat mengurangi

ketergantungan sifat konsumtif terhadap komoditi pangan impor dan

menjaga kestabilan ketahanan pangan Provinsi Kepulauan Riau ketika

terjadi fluktuasi harga komoditi.

23. Mengalokasikan anggaran rehabilitasi hutan secara konsisten baik yang

berasal dari dana APBD maupun APBN

24. Agar realisasi program dan kegiatan konservasi mencapai target yang telah

ditetapkan, perlu penyusunan logical framework (kerangka pemikiran) yang

sistematik dan terkoordinasi oleh instansi terkait

25. Membangun dan menerapkan teknik konservasi tanah dan air di daerah

hulu tepat guna disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik daerah

Provinsi Kepri

26. Membangun kelembagaan yang membantu masyarakat hulu dalam

menerapkan kegiatan konservasi berbasis masyarakat

27. Law enforcement / menindak pelanggaran pengrusakkan sumberdaya

hutan secara konsisten dan terpadu

28. Penyuluhan terhadap masyarakat yang berada disekitar hutan dan Daerah

Aliran Sungai (DAS) secara berkesinambungan.

29. Luas Perairan Kepri yang mencapai 96 % dari jumlah daratan merupakan

daerah yang rawan terhadap tindak pidana di bidang perikanan, sehingga

diperlukan penambahan sarana dan prasarana pengawasan, meliputi

93

jumlah kapal pengawas, dan jumlah personil yang dilibatkan dalam

pengawasan

30. Agar program pengawasan lebih efektip, perlu pelibatan masyarakat secara

aktif terutama para nelayan-nelayan lokal/tradisional yang melakukan

penangkapan /beroperasi di daerah perbatasan atau pulau-pulau terluar di

Kepulauan Riau, dengan cara pengaktifan Kelompok Masyarakat

Pengawas (Pokmaswas di tingkat Desa/Kecamatan).

31. Pengawasan bidang perikanan memerlukan koordinasi lintas sektoral dan

lintas vertikal, dilakukan secara terpadu, komprehensif dan berkelanjutan

32. Peningkatan jumlah tindak pidana perikanan berkonsekwensi terhadap

penyelesaian kasus secara efektif dan efisien, sehingga diperlukan

pengadilan khusus tindak pidana perikanan di Provinsi Kepri, untuk

masalah ini, saat ini Provinsi Kepri belum memiliki pengadilan khusus di

bidang tindak pidana perikanan, sehingga proses penyelesaian kasus

masih diserahkan ke pengadilan umum, sehingga memerlukan waktu yang

cukup lama dalam penyelesaiannya.

33. KKL yang telah dibentuk di Provinsi Kepri, tidak akan efektif jika tidak

dilakukan pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, untuk itu perlu

dibentuk Lembaga Pengelola KKL di tingkat Provinsi sebagai implementasi

dan amanah dari Perda Pengelelolaan Terumbu Karang di Kepri.

34. Pemerintah Provinsi perlu melakukan penyusunan tata ruang laut, guna

mensinergiskan pemanfaatan ruang perairan di Kabupaten sehingga

tumpang tindih pemanfaatan ruang yang dapat memicu konflik kepentingan

terhadap kerusakan sumberdaya hayati kelautan dapat diminimalisir.

Karena potensi sumberdaya hayati dan non hayati laut yang sangat besar

akan menyebabkan terjadinya eksploitasi dan ekplorasi kekayaan laut yang

dapat berimplikasi terhadap kerusakan lingkungan.

2.3.11. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan analisis di atas maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

94

1. Untuk agenda mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, maka Polda

Provinsi Kepulauan Riau telah bekerja maksimal dalam menyelesaikan

kasus tindak pidana yang terjadi di wilayah ini. Tindak kejahatan

konvensional memperlihatkan trend menurun dari tahun 2004 – 2008 namun

kembali meningkat pada tahun 2009. Kejahatan yang menonjol adalah

perdagangan narkoba dan psikotropika, traficking, pencurian ikan oleh

nelayan asing, dan kejahatan transnasional lainnya.

2. Untuk agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis dapat ditarik

kesimpulan bahwa Provinsi Kepri berhasil memberikan contoh yang baik

untuk penerapan pelayan satu atap (one stop service) di Batam. Aparat

hukum juga berhasil menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang dilaporkan

dengan baik. Peningkatan diperlukan dalam hal pelaporan keuangan

daerah. Karena selama lima tahun berturut-turut Provinsi Kepri belum

mampu mencapai predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam

pelaporan keuangannya. Sementara itu secara gender, pembangunan di

Provinsi Kepri masih belum merata. Di mana Gender Development Index

(GDI) Provins Kepulauan Riau masih berada di bawah angka GDI nasional.

Namun, perbaikkan pemerataan ini terus meningkat dari tahun ke tahun.

3. Untuk agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka jika dilihat dari

Human Development Index (HDI) maka Provinsi Kepri berhasil mencapai

prestasi tinggi dengan melebihi rata-rata HDI nasional. Di bidang

pendidikkan Provinsi Kepri juga terus mengalami peningkatan dengan

naiknya Angka Partisipasi Murni, Angka Partisipasi Kasar, naiknya nilai rata-

rata murid, menurunnya angka putus sekolah, dan terus meningkatnya

jumlah guru yang layak mengajar. Dibidang kesehatan umur harapan hidup

juga terus meningkat, angka kematian bayi mengalami trend menurun, gizi

buruk menurun, dan rasio tenaga kesehatan per penduduk yang terus

meningkat. Sementara itu, secara makro, pertumbuhan ekonomi dan

kemampuan ekspor di Provinsi Kepri terus meningkat walaupun mengalami

penurunan pada tahun 2008 – 2009 akibat krisis global yang juga dirasakan

di provinsi ini. Nilai investasi asing dan dalam negeri juga mengalampi

perbaikkan serta inflasi yang mampu terjaga di bawah dua digit juga

dianggap prestasi bagus untuk Provinsi Kepri. Hal ini juga diikuti dengan

95

perbaikkan infrastruktur jalan dan perhatian terhadap perbaikkan kondisi

lingkungan. Jumlah penduduk miskin memperlihatkan tren menurun namun

tingkat pengangguran memperlihatkan tren menaik di tahun-tahun

belakangan ini.

96

BAB III

RELEVANSI RPJMN 2010 – 2014 DENGAN

RPJMD PROVINSI KEPULAUAN RIAU

3.1. LATAR BELAKANG

Tujuan jangka panjang pembangunan daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun

2005-2025 adalah MEWUJUDKAN KEPULAUAN RIAU BERBUDAYA, MAJU DAN

SEJAHTERA. Tujuan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi satu

kesatuan dalam upaya mewujudkan tujuan jangka panjang nasional sebagaimana yang

tertuang dalam RPJP Nasional dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Untuk mencapai tujuan jangka panjang sebagaimana yang diarahkan dan ingin

diwujudkan diatas, pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan fokus

prioritas yang akan menjadi agenda bagi pembangunan lima tahunan sesuai periode

pembangunan jangka menengah. Pentahapan diperlukan untuk mencerminkan urgensi

permasalahan dan konsistensi pembangunan namun tidak mengabaikan

permasalahan yang muncul pada setiap tahapan pembangunan tersebut. Penekanan

pada setiap tahapan berbeda, dan berkesinambungan dari satu periode ke periode

berikutnya sampai tujuan jangka panjang tercapai.

Oleh karena itu maka Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi

Kepulauan Riau Kepulauan Riau Tahun 2005-2025 kemudian dibagi kedalam 4

(empat) tahapan pembangunan jangka menengah lima tahunan dengan fokus

prioritas masing-masing tahapan sebagai berikut :

1. RPJMD I (2005-2010) : Berlandaskan pada kondisi awal berdirinya Provinsi,

prioritas pembangunan dalam RPJMD I adalah menata dan mempersiapkan

sarana dan lembaga pemerintahan agar berjalan dengan baik, berfungsinya

lembaga pemerintahan dalam menjalankan pemerintahan umum,

pembangunan dan pelayanan publik. Tersedianya perangkat sarana

pemerintahan yang didukung dengan infrastruktur dasar dan pegawai yang

memadai serta tenaga guru dan paramedis dan pelayanan lainnya yang

seimbang, dst.

97

2. RPJMD II (2011-2015) : Berlandaskan hasil RPJMD I, fokus RPJMD II adalah

memantapkan penataan penyelenggaraan pemerintahan dengan menekankan

peningkatan sumberdaya manusia yang mampu mengelola sumberdaya alam

dengan menyiapkan pemanfaatan ilmu dan teknologi guna meningkatkan daya

saing daerah dalam skala regional, nasional dan global. Melanjutkan penataan

organisasi pemerintahan daerah, memantapkan sistem dan sarana

pemerintahan, membina dan meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan,

menyediakan infrastuktur dasar masyarakat, dst.

3. RPJMD III (2016-2020) : Berlandaskan pada hasil RPJMD I dan RPJMD II,

RPJMD III lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai

bidang dengan menekankan kepada peningkatan daya saing ekonomi yang

berlandaskan kepada pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia

yang berkualitas dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi

secara terus menerus. Terus melanjutkan penataan, pembinaan dan

pengembangan organisasi pemerintahan daerah, dst.

4. RPJMD IV (2021-2025) : Periode terakhir dari RPJPD yaitu RPJMD IV

menggambarkan arah pembangunan jangka panjang serta mewujudkan tujuan

jangka panjang sebagaimana yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan

berlandaskan pada RPJMD I, RPJMD II dan RPJMD III. Pada RPJMD IV ini

difokuskan untuk mewujudkan masyarakat yang berbudaya, maju dan

sejahtera melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan

menekankan pembangunan sektor ekonomi yang berdaya saing diseluruh

wilayah yang didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas, cerdas,

berakhlak dan berbudaya, dst.

RPJMD Tahun 2011-2015 merupakan periode RPJMD kedua setelah RPJMD

Tahun 2005-2010 dalam pentahapan pembangunan jangka panjang daerah Provinsi

Kepulauan Riau maka berlandaskan dari hasil pelaksanaan, pencapaian, kondisi serta

sebagai keberlanjutan RPJMD I, RPJMD II.

Sementara itu, dalam RPJMN tahun 2010 – 2014 tiga agenda yang akan

dilaksanakan adalah agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta

Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.

98

Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah

1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola,

2. Pendidikan,

3. Kesehatan,

4. Penanggulangan Kemiskinan,

5. Ketahanan Pangan,

6. Infrastruktur,

7. Iklim Investasi dan Iklim Usaha,

8. Energi,

9. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana,

10. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik,

11. Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas

lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan

Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya.

Berikut adalah perbandingan dan analisis relevansi antara RPJMN 2010 –

2014 dengan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau. Dimana dalam hal ini akan

dilihat keterkaitan dan dukungan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau terhadap

program-program yang diperioritaskan pada RPJMN 2010 - 2014.

99

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015) Analisis

KualitatifPenjelasan Terhadap Analisis

KualitatifPrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

1 PRIORITAS 1. REFORMASI BIROKRASI DANTATA KELOLA

PRIORITAS 1. MEMANTAPKANKEMBALI PENYELENGGARAANPEMERINTAHAN

Otonomi Daerah;Penataan otonomi daerah

melaluiPeningkatan PelayananAparatur Pemerintahanmelalui

Penghentian/pembata

san pemekaran

wilayah;

Peningkatan efisiensi

dan efektivitas

penggunaan dana

perimbangan daerah;

Penyempurnaanpelaksanaan pemilihankepala daerah;

Terus menyediakansarana pendukungdi pusatpemerintahan yangrepresentatif.

Meningkatkanpelayanan publikdengan sistemreward danpunishment

Melakukkanpenataanorganisasipemerintah daerah.

Melaksanakanpembangunandaerah denganberdasarkanperencanaandaerah yangteratur.

Terdapatsinkronisasidan programyang salingmendukungantaraprogramnasional danprogrampemerintahdaerah diProvinsiKepulauanRiau.

Program penyediaansarana pendukung dapatmembatasi keinginanmasyarakat yang tidakterlayani untuk melepaskandiri dari daerah induk.

Perencanaanpembangunan yang teraturdi daerah dapatmeningkatkan efisiensi danefektivitas penggunaandana pembangunandaerah.

Tata kelola organisasipemerintahan yang baikjuga dapat mendukungpenyempurnaanpelaksanaan pemilihankepala daerah.

100

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015) Analisis

KualitatifPenjelasan Terhadap Analisis

KualitatifPrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Regulasi;

Percepatan

harmonisasi dan

sinkronisasi

peraturan

perundang-

undangan di tingkat

pusat dan daerah

peraturan daerah

selambatlambatnya

2011;

Terus melakukankerjasama denganinstansi terkait baikdaerah maupunpusat dalampengembanganpulau terluar danperbatasan.

Terdapatketerkaitandan salingdukungantaraprogramnasionaldenganprogram diProvinsiKepri.

Secara umum ProvinsiKepri tetap mengutamakankerjasama yang eratdengan pusat, walaupundalam RPJMD disebutkansecara spesifik dalam halpengembangan pulauterluar dan perbatasan. Halini dianggap dapatmenunjang programnasional dalam halsinkronisasi peraturanperundang-undanganselambat-lambatnya tahun201

Sinergi antara pusat dandaerah

Penetapan danpenerapan sistemIndikator Kinerja UtamaPelayanan Publik yangselaras antarapemerintah pusat danpemerintah daerah

Menerapkan SPMdan SOP dalamsetiap jenispelayanan danmelakukan sistempenilaian terhadapkinerja aparatur.

Terdapatketerkaitandan salingdukungantaraprogramnasionaldenganprogram diProvinsiKepri

Walaupun tidak disebutkanpenyelarasan secaraspesifik, namun ProvinsiKepri dalam hal ini telahberusaha meningkatkanstandar pelayananpubliknya dengan adanyaSPM dan SOP serta kinerjayang terukur.

101

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015) Analisis

KualitatifPenjelasan Terhadap

Analisis KualitatifPrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Penegakkan Hukum;

Peningkatan integrasi

dan integritas

penerapan dan

penegakan hukum oleh

seluruh lembaga dan

aparat hukum

Tidak terdapatrencana secaraspesifik mengenaipenegakkan hukumdi RPJMD Kepri2011 – 2015.

Tidak adaprogramdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Walaupun tidakterdapat penyebutanspesifik mengenaipenegakkan hukum,namun penegakkanhukum sudahseharusnya menjadiacuan utama dalammenjaga iklimpembangunan yangkondusif.

Data Kependudukkan;

Penetapan Nomor Induk

Kependudukan (NIK) dan

pengembangan Sistem

Informasi dan Administrasi

Kependudukan (SIAK)

dengan aplikasi pertama

pada kartu tanda

penduduk selambat-

lambatnya pada 2011.

Tidak terdapatrencana yangspesifik dalampenetapan NIK danSIAK dalamRPJMD ProvinsiKepri.

Tidak adaprogramdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/program nasional

Wilayah yang berpulau-pulau membuatkesulitan tersendiridalam hal ini.

102

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan Terhadap

Analisis KualitatifPrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

2 Prioritas 2Pendidikan

Peningkatan AngkaPartisipasiMurni (APM)pendidikan dasar

APM pendidikan setingkatSMP

Angka Partisipasi Kasar(APK) pendidikan setingkatSMA

Pemantapan/rasionalisasiimplementasi BOS,

Penurunan harga buku

standar di tingkat sekolah

dasar dan menengah

sebesar 30-50%

selambatlambatnya

2012 dan Penyediaan sambungan

internet ber-contentpendidikan ke sekolahtingkat menengah selambat-lambatnya 2012 dan terusdiperluas ke tingkat sekolahdasar;

Peningkatan AngkaPartisipasiMurni(APM) pendidikandasar

APM pendidikansetingkat SMP

AngkaPartisipasi Kasar(APK) pendidikansetingkat SMA

Wajib belajar 12tahun.

Peningkatankualitas guru.

Peningkatanfasilitas pendidikanbaik kuantitasmaupun kualitas.

Pemberianbeasiswa bagikeluarga kurangmampu

Secara umumdapatdikatakanbahwa prioritaspembangunandi sektorpendidikanmendukungsepenuhnyaprioritas ditingkatnasional.

Program aksitingkat nasionalyang tidakdisebutkan ditingkat daerahadalahpenyediaansambungan ber-contentpendidikansekolah danpenurunan hargabuku. Namun, halini dapat didukungdengan programpeningkatanfasilitaspendidikkansecara kuantitasdan kualitas.

103

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Akses Pendidikan Tinggi

Peningkatan APK pendidikantinggi

PeningkatanAPK Pendidikantinggi

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas

Metodologi;

Penerapan metodologipendidikan yang tidak lagiberupa pengajaran demikelulusan uj ian

Penerapankurikulum tingkatsatuanpendidikan(KTSP)

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Di dalam RPJMDKepri penjabaranhal ini dilakukanhanya secaraumum.

Pengelolaan;

Pemberdayaan peran kepala

sekolah sebagai manajer

sistem pendidikan yang

unggul,

Revitalisasi peran pengawas

sekolah sebagai entitas

quality assurance,

Mendorong aktivasi peran

Komite Sekolah untuk

menjamin keterlibatan

pemangku kepentingan dalam

proses pembelajaran, dan

Dewan Pendidikan di tingkat

Kabupaten

Tidak adaprogram yangspesifik di bidangpengelolaanpendidikan.

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Di dalam RPJMDKepri pengelolaanpendidikan tidakmenjadi prioritas..RPJMD Keprilebih berorientasioutputpendidikan.

104

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Kurikulum;

Penataan ulang kurikulumsekolah

Penerapankurikulum tingkatsatuanpendidikan diseluruh jenis danjenjang sekolah.

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

KTSP sudah adadalam RPJMDsebelumnya.

Kualitas;

Peningkatan kualitas guru,pengelolaan dan layanansekolah

Meningkatkanjumlah guru yangbersertifikat danmemiliki standarnasional.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas

Prioritas 3:Kesehatan

Kesehatan Masyarakat;

Pelaksanaan Program

Kesehatan Preventif

Terpadu

Peningkatanpencegahanpenyakit menularsecara terpadu.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas

KB;

Peningkatan kualitas dan

jangkauan layanan KB

melalui 23.500 klinik

pemerintah dan swasta

selama 2010-2014;

Tidak programyang spesifik diProvinsi Kepri

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Program lebihdiarahkan padatingkat harapanhidup penduduk.

105

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Obat;

Pemberlakuan Daftar ObatEsensial Nasional sebagaidasar pengadaan obat diseluruh Indonesia danpembatasan harga obatgenerik bermerek pada2010;

Tidak adaprogram yangspesifik dibidang obat-obatan.

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.

Asuransi KesehatanNasional; Penerapan Asuransi

Kesehatan Nasional untukseluruh keluarga miskindengan cakupan 100% pada2011 dan diperluas secarabertahap untuk keluargaIndonesia lainnya antara2012-2014

Tidak adaprogram yangspesifik dibidang asuransikesehatan.

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepridan tidakmenyentuhmasalah asuransikesehatansedikitpun.

4 Prioritas 4:PenanggulanganKemiskinan

Bantuan Sosial Terpadu;

Integrasi program

perlindungan sosial

berbasis keluarga yang

mencakup program

Bantuan Langsung Tunai

Tidak adaprogram yangspesifik yangmencakupBantuanLangsung Tunai.

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Program lebihdiarahkan padapengendalianharga kebutuhanpokok.

106

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Bantuan pangan, jaminansosial bidang kesehatan,beasiswa bagi anak keluargaberpendapatan rendah,Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD), dan ParentingEducation mulai 2010 danprogram keluarga harapandiperluas menjadi programnasional mulai 2011—2012;

Tidak adaprogram yangspesifik di bidangjaminan sosial ini.

Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.

Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.

PNMP Mandiri; Penambahan anggaran PNPM

Mandiri Tidak ada

program yangspesifik yangterkait denganPNPM Mandiri.

Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.

Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.Tidak adamenyentuhmasalah PNPMMandiri.

Kredit Usaha Rakyat (KUR);

Pelaksanaanpenyempurnaan mekanismepenyaluran KUR mulai 2010dan perluasan cakupan KURmulai 2011;

Tidak adaprogram yangspesifik yangmencakup KreditUsaha Rakyat.

Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.

Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.

Tim PenanggulanganKemiskinan; Revitalisasi Komite Nasional

Penanggulangan Kemiskinandi bawah koordinasi WakilPresiden

Revitalisasi Komitepenanggulangankemiskinan dibawah koordinasiWakil Gubernur.

Ada program daerahyang mendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

107

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

5 PRIORITAS 5 :PROGRAMAKSIDIBIDANGPANGAN

Lahan, PengembanganKawasan dan Tata RuangPertanian: Penataan regulasi untuk

menjamin kepastian hukum

atas lahan pertanian,

Pengembangan areal

pertanian baru seluas 2 juta

hektar, penertiban serta

optimalisasi penggunaan

lahan terlantar;

Pembangunansektor pertanianyangkomprehensif danberkelanjutan.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Walaupun tidakdisebutkansecara spesifik diRPJMD, namunprogram provinsiKepri tersebutdapatmendukungprogramnasional.

Infrastruktur;

Pembangunan dan

pemeliharaan sarana

transportasi dan angkutan,

pengairan, jaringan listrik, serta

teknologi komunikasi dan

sistem informasi nasional

yang melayani daerah-daerah

sentra produksi pertanian

demi peningkatan kuantitas

dan kualitas produksi serta

kemampuan pemasarannya;

Penyediaansarana danprasarana fisikbidang pertanian.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.

108

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Penelitian danPengembangan;

Peningkatan upaya

penelitian dan

pengembangan

bidang pertanian

yang mampu

menciptakan benih

unggul dan hasil

peneilitian lainnya

menuju kualitas dan

produktivitas hasil

pertanian nasional

yang tinggi;

Tidak adaprogram yangspesifik yangterkait denganpenelitian danpengembanganbidang pertanian.

Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.

Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.Bahkan untukpertanian bisadikatakanprogram yangdiprioritaskansangat sedikit.

Investasi, Pembiayaan, danSubsidi:

Dorongan untuk investasipangan, pertanian, danindustri perdesaan berbasisproduk lokal oleh pelakuusaha dan pemerintah,penyediaan pembiayaan yangterjangkau.

Tidak adaprogram yangspesifik yangmencakupdoronganinvestasi dibidang pertanian.

Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.

Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepridan sangatminim.

Pangan dan Gizi:

Peningkatan kualitas gizi dankeanekaragaman panganmelalui peningkatan polapangan harapan;

Tidak adaprogram yangspesifik mengenaipola panganharapan

Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.

Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepridan sangatminim.

109

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Adaptasi Perubahan Iklim: Pengambilan langkah-

langkah kongkrit terkait

adaptasi dan

antisipasi sistem

pangan dan pertanian

terhadap perubahan

iklim.

Tidak programyang mencakupadaptasi danantisipasi sistempangan danpertanianterhadapperubahan iklim.

Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.

Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepridan sangatminim.

6 PRIORITAS 6:INFRASTRUKTUR

Tanah dan Tata Ruang:

Konsolidasi kebijakan

penanganan dan

pemanfaatan tanah

untuk kepentingan

umum secara

menyeluruh di bawah

satu atap dan

pengelolaan tata ruang

secara terpadu;

Terusmembangun danmenyediakaninfrastrukturdasar, penataanlingkunganperkotaan danpercepatanpembangunanwilayahpedesaan.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Walaupun secaralangsung tidaktepat sama,namun arahprogram antaraProvinsi Kepridan Nasionaldapat salingmendukung.

Pengendalian banjir:

Penyelesaian

pembangunan

prasarana

pengendalian banjir

Tidak program yangmencakuppembangunanprasaranapengendalian banjir.

Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

110

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Perhubungan:

Pembangunan jaringanprasarana dan penyediaansarana transportasiantarmoda dan antarpulauyang terintegrasi sesuaidengan Sistem TransportasiNasional dan Cetak BiruTransportasi Multimoda danpenurunan tingkatkecelakaan transportasisehingga pada 2014 lebihkecil dari 50% keadaan saatini;

Terusmembangun danmemfungsikandermagapenyeberangan,peningkatankapasitas dankualitas Bandara,dan mulaimembangunjembatan Batam-Bintan.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas

Transportasi perkotaan:

Perbaikan sistem danjaringan transportasi di 4 kotabesar (Jakarta, Bandung,Surabaya, Medan)

Tidak adaprogram yangsesuai.

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Cukup jelas

7 PRIORITAS 7 :IKLIM INVESTASIDAN IKLIM USAHA

Kepastian hukum:

Reformasi regulasi secarabertahap di tingkat nasionaldan daerah

Tidak ada programyang spesifik dalamhal kepastianhukum di ProvinsiKepri.

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Cukup jelas

111

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Kebijakan ketenagakerjaan: Sinkronisasi kebijakan

ketenagakerjaan dan iklim

usaha dalam rangka

memperluas penciptaan

lapangan kerja.

Menerapkanperaturan yangkomprehensifdibidangketenagakerjaan,mengembangkansistem informasidan konsultasi,dan meningkatmutu tenagakerja.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

8 PRIORITAS 8:ENERGI

Energi alternatif:

Peningkatan pemanfaatanenergi terbarukan termasukenergi alternatifgheotermal sehinggamencapai 2.000 MW pada2012 dan 5.000 MW pada2014

Tidak adaprogram spesifikyang mencakupenergiterbarukan.

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

Hasil ikutan dan turunan minyakbumi/gas: Revitalisasi industri pengolah

hasil ikutan/turunan minyakbumi dan gas sebagai bahanbaku industri tekstil, pupukdan industri hilir lainnya;

Tidak adaprogram spesifikyang mencakupindustri pengolahhasil turunanminyak.

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

112

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Konversi menuju penggunaangas: Perluasan program

konversi minyak tanah ke

gas sehingga mencakup

42 juta Kepala Keluarga

pada 2010;

Tidak adaprogram spesifikmengenaikonversi minyaktanah ke gas.

Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

9 PRIORITAS 9 :LINGKUNGANHIDUP DANPENGELOLAANBENCANA

Perubahan iklim:

Peningkatan

keberdayaan

pengelolaan lahan

gambut,

Peningkatan hasil rehabilitasi

seluas 500,000 ha per

tahun,

Penekanan laju

deforestasi

secara sungguh-

sungguh

Meningkatkankualitaslingkungan hidupdi ProvinsiKepulauan Riaudenganmelaksanakanstandar bakumutu lingkunganhidup danpengendaliannyaserta didukungdengan semakinmeningkat danberkembangnyainfrastrukturlingkungan hidup.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Dalam RPJMDProvinsi Keprimasalahpeningkatan mutulingkungan hiduphanya disebutkansecara umumtidak spesifikseperti apa yangada dalamprioritas nasional.

113

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Pengendalian KerusakanLingkungan:

Penurunan beban

pencemaran lingkungan

melalui pengawasan

ketaatan pengendalian

pencemaran air limbah dan

emisi di 680 kegiatan

industri dan jasa pada 2010

dan terus berlanjut;

Terusmeningkatkanperan sertastakeholders dalampengendaliandampaklingkungan.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Walaupun dalamRPJMD hanyadisebutkansecara umumnamun bisadisinkronkandengan prioritasnasional.

Sistem Peringatan Dini:

Penjaminan berjalannyafungsi Sistem Peringatan DiniTsunami (TEWS) dan SistemPeringatan Dini Cuaca(MEWS) mulai 2010 danseterusnya, serta SistemPeringatan Dini Iklim(CEWS) pada 2013;)

Tidak ada programyang sesuai.

Tidak adaprogram daerahyangmendukungprioritas/programnasional.

Cukup jelas

Penanggulangan bencana:

Peningkatan kemampuanpenanggulangan bencana

Meningkatkankualitas dankuantitas aparaturpengelolalingkungan dalampengendaliandampak lingkungan

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas

114

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

10 PRIORITAS 10:DAERAHTERDEPAN,TERLUAR,TERTINGGALDAN PASCAKONFLIK

Kebijakan:

Pelaksanaan kebijakankhusus dalam bidanginfrastruktur danpendukung kesejahteraanlainnya

Tidak ada programspesifik yangmencakup programaksi ini di ProvinsiKepri.

Tidak adaprogram daerahyangmendukungprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

Keutuhan wilayah:

Penyelesaian pemetaanwilayah perbatasan RIdengan Malaysia, PapuaNugini, Timor Leste, danFilipina pada 2010;

Tidak ada programspesifik yangmencakuppemetaan wilayahdengan negaratetangga.

Tidak adaprogram daerahyangmendukungprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

Daerah tertinggal: Pengentasan paling

lambat 2014. Mendorong

percepatanpembangunandaerah tertinggal,kawasanterdepan/terluar.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

115

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

11

PRIORITAS 11 :KEBUDAYAAN,KREATIFITAS,DAN INOVASITEKNOLOGI

Perawatan:

Penetapan danpembentukan pengelolaanterpadu untuk pengelolaancagar budaya,

Revitalisasi museum danperpustakaan di seluruhIndonesia ditargetkansebelum Oktober 2011;

Penetapan danpembentukanpengelolaan terpaduuntuk pengelolaancagar budaya,

Mencegahpunahnyapeninggalanbudaya danrevitalisasimuseum.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

Sarana:

Penyediaan sarana yangmemadai bagipengembangan, pendalamandan pagelaran seni budayadi kota besar dan ibu kotakabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012;

Meningkatkankesadaranmasyarakatterhadap akarbudaya denganpembinaansanggar seni danbudaya sertasarana budayalainnya.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

116

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Kebijakan:

Peningkatan perhatian dankesertaan pemerintah dalamprogram-program senibudaya yang diinisiasi olehmasyarakat dan mendorongberkembangnya apresiasiterhadap kemajemukanbudaya;

Peningkatanpembinaan nilaiagama dan budayapada semuajenjang pendidikan,lembagakemasyarakatan,dan pemerintah

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

Sarana:

Penyediaan sarana yangmemadai bagipengembangan, pendalamandan pagelaran seni budayadi kota besar dan ibu kotakabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012;

Meningkatkankesadaranmasyarakatterhadap akarbudaya denganpembinaansanggar seni danbudaya sertasarana budayalainnya.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Cukup jelas.

Inovasi teknologi:

Peningkatan keunggulankomparatif menjadi keunggulankompetitif yang mencakuppengelolaan sumber dayamaritim menuju ketahananenergi, pangan, dan antisipasiperubahan iklim; danpengembangan penguasaanteknologi dan kreativitaspemuda.

Pembinaannelayan tradisionalbaik dari peralatan,teknologi,permodalan danpemasaran hasil.

Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.

Provinsi Kepriyang terdiri darisebagian besarwilayah lautmembuat Kepriberusahamenggalai segalainovasi teknologikemaritiman.

117

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

Mengintensifkankoordinasi dgnPemerintah pusatagar Regulasi ygmenghambatpelaksanaan FTZsegera direvisi dandiganti dgn yg lebihpro bisnis

Tersedianyainfrastruktur dasaruntuk pengembangan kawasanFTZ sepertipelabuhanpetikemas ygberstandarinternasional, jalandan listrik.

Rehabilitasi rumahtidak layak hunitermasuk fasilitasjamban keluarga,

PeningkatanProduksi perikanan

PengembanganIndustri berbasismaritim

Peningkatan SDMdi bidang kalautan

Program ini tidakada ditingkatnasional.

Program ini tidakada ditingkatnasional.

Program ini tidakada ditingkatnasional.

Program ini tidakada ditingkatnasional.

Program ini tidakada ditingkatnasional.

118

No

RPJMN2010 -2014

RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)

Analisis KualitatifPenjelasan

Terhadap AnalisisKualitatif

PrioritasPembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

PembangunanInfrastrukturperikanan

Meningkatnyapenghayatan danpengamalan Agamadari masing-masingpemeluknya.

Menciptakan kondisiyang kondusifsehingga masyarakatdapat melaksanakankegiatan keagamaandengan aman dantentram melauipeningkatan peranFKUB. Peningkatankuan titas dankualitas para Dai danguru agama.

Pengembangan danpewarisan budayamelayu kepadagenerasi mudamelalui kegiatan disekolah dan sanggarseni.

Memelihara dan

mengembanganbudaya-budaya lainyg hidupberkembang diKepri .

Program ini tidakada ditingkatnasional.

Program ini tidakada ditingkatnasional.

Program ini tidakada ditingkatnasional.

Program ini tidakada ditingkatnasional.

Program ini tidakada ditingkatnasional.

119

3.2. REKOMENDASI

Setelah melakukan analisis terhadap relevansi antara RPJMN 2010 – 2014

dengan RPJMD Provinsi Kepri tahun 2011 – 2015 di atas maka dapat

direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:

A. Rekomendasi Terhadap RPJMD Provinsi Kepulauan Riau

1. Untuk tahun perencanaan saja terlihat jelas bahwa RPJMD Provinsi

Kepulauan Riau tidak sinkron dengan RPJMN. Di mana rentang tahun

RPJMN adalah 2010 – 2014 sedangkan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau

adalah 2011 – 2015. Hal ini menunjukkan kurangnya koordinasi penyusunan

rencana pembangunan di tingkat daerah dengan nasional. Untuk itu tim

EKPD merekomendasikan bahwa RPJMD harus disusun mengikuti dan

sejalan dengan RPJMN 2010 – 2014.

2. Ada prioritas dalam RPJMN untuk pemetaan perbatasan wilayah Republik

Indonesia dengan Malaysia dan Siingapura, namun hal ini tidak didukung

dengan program di daerah atau RPJMD. Padahal pemetaan wilayah ini

sesuatu yang sangat mendesak mengingat begitu banyaknya konflik yang

terjadi dengan negara tetangga terkait masalah perbatasan wilayah ini.

Direkomendasikan agar Provinsi Kepulauan Riau menjadikan pemetaan

perbatasan wilayah dengan negara tetangga ini menjadi program yang

mendesak pula dalam RPJMD Provinsi Kepri periode ini. Direkomendasikan

juga agar Pemerintah Provinsi Kepri dapat menjadi koordinator bagi aparat

terkait dalam hal manajemen pengamanan wilayah laut / maritim.

3. Walaupun sudah terlihat cukup concern di bidang peningkatan mutu

pendidikan ( peningkatan kualitas guru sudah diprogramkan dalam RPJMD)

Provinsi Kepri, namun dalam RPJMD Provinsi Kepri belum terlihat penataan

ulang kurikulum sekolah, pemberdayaan kepala sekolah sebagai manajer

pendidikan, dan pemanfaatan teknologi informasi serta character building

untuk lulusan untuk memajukan dan meningkatkan mutu pendidikan di

Provinsi Kepri. Untuk itu direkomendasikan agar alokasi dana bidang

pendidikan di Provinsi Kepri di arahkan kepada perubahan kurikulum dan

pemanfaatan teknologi informasi di bidang pendidikan.

120

B. Rekomendasi Terhadap RPJMN

1. Di RPJMD telah ditetapkan program lanjutan dari kebijakkan penetapan FTZ

oleh pemerintah pusat. Namun, di RPJMN tidak ada program yang spesiifik

dalam RPJMN mengenai persiapan dan pemantapan pengelolaan Batam,

Bintan, dan Karimun selaku kawasan perdagangan bebas (free trade zone).

Untuk itu tim EKPD merekomendasikan agar hal ini juga menjadi prioritas

utama dalam RPJMN.

2. Dalam RPJMD Provinsi Kepri diprogramkan mengenai penghayatan agama

bagi masing-masing pemeluknya serta kerukunan antar umat beragama

namun dalam RPJMN tidak terdapat prioritas untuk mengukuhkan persatuan

dan kerukunan antar suku dan umat beragama di Indonesia. Mengingat

begitu rawannya perselisihan dan perpecahan yang terjadi belakangan ini di

masyarakat maka direkomendasikan agar diprogramkan pembinaan dan

peningkatan kerukunan antar suku dan umat beragama di Indonesia dalam

RPJMN.

3. Dalam RPJMN dan RPJMD tidak ada program mengenai wawasan

nusantara dan peningkatan semangat kebangsaan di kalangan warga

negara Republiik Indonesia. Untuk itu direkomendasikan agar diprogramkan

sosialisasi yang berkesinambungan mengenai wawasan nusantara untuk

meningkatkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air dikalangan rakyat

Indonesia, karena dengan banyaknya pengaruh asing maka semangat

nasionalisme perlahan mulai terkikis.

4. Karena RPJMN belum dipakai sebagai acuan utama oleh Provinsi Kepri

maka sebaiknya sosialisasi RPJMN dilaksanakan dengan lebih baik lagi dan

dengan waktu yang cukup agar dapat menjadi panduan bagi daerah dalam

menetapkan prioritas pembangunan daerah.

121

BAB IV

KESIMPULAN

4.1. KESIMPULAN

Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJMN) 2004 – 2009 di daerah dan

untuk melakukan penilaian keterkaitan antara Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RJPMD) Provinsi Kepulauan Riau dengan RPJMN 2010 – 2014.

Berikut ini beberapa kesimpulan yang bisa ditarik dari analisis yang telah

dilakukan sebelumnya oleh tim EKPD Provinsi Kepulauan Riau:

1. Untuk agenda mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, maka Polda

Provinsi Kepulauan Riau telah bekerja maksimal dalam menyelesaikan

kasus tindak pidana yang terjadi di wilayah ini. Tindak kejahatan

konvensional memperlihatkan trend menurun dari tahun 2004 – 2008 namun

kembali meningkat pada tahun 2009. Kejahatan yang menonjol adalah

perdagangan narkoba dan psikotropika, traficking, pencurian ikan oleh

nelayan asing, dan kejahatan transnasional lainnya.

2. Untuk agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis dapat ditarik

kesimpulan bahwa Provinsi Kepri berhasil memberikan contoh yang baik

untuk penerapan pelayan satu atap (one stop service) di Batam. Aparat

hukum juga berhasil menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang dilaporkan

dengan baik. Peningkatan diperlukan dalam hal pelaporan keuangan

daerah. Karena selama lima tahun berturut-turut Provinsi Kepri belum

mampu mencapai predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam

pelaporan keuangannya. Sementara itu secara gender, pembangunan di

Provinsi Kepri masih belum merata. Di mana Gender Development Index

(GDI) Provins Kepulauan Riau masih berada di bawah angka GDI nasional.

Namun, perbaikkan pemerataan ini terus meningkat dari tahun ke tahun.

3. Untuk agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka jika dilihat dari

Human Development Index (HDI) maka Provinsi Kepri berhasil mencapai

prestasi tinggi dengan melebihi rata-rata HDI nasional. Di bidang

122

pendidikkan Provinsi Kepri juga terus mengalami peningkatan dengan

naiknya Angka Partisipasi Murni, Angka Partisipasi Kasar, naiknya nilai rata-

rata murid, menurunnya angka putus sekolah, dan terus meningkatnya

jumlah guru yang layak mengajar. Dibidang kesehatan umur harapan hidup

juga terus meningkat, angka kematian bayi mengalami trend menurun, gizi

buruk menurun, dan rasio tenaga kesehatan per penduduk yang terus

meningkat. Sementara itu, secara makro, pertumbuhan ekonomi dan

kemampuan ekspor di Provinsi Kepri terus meningkat walaupun mengalami

penurunan pada tahun 2008 – 2009 akibat krisis global yang juga dirasakan

di provinsi ini. Nilai investasi asing dan dalam negeri juga mengalampi

perbaikkan serta inflasi yang mampu terjaga di bawah dua digit juga

dianggap prestasi bagus untuk Provinsi Kepri. Hal ini juga diikuti dengan

perbaikkan infrastruktur jalan dan perhatian terhadap perbaikkan kondisi

lingkungan. Jumlah penduduk miskin memperlihatkan tren menurun namun

tingkat pengangguran memperlihatkan tren menaik di tahun-tahun

belakangan ini.

4. Dalam hal keterkaitan RPJMD Provinsi Kepri 2011 – 2015 dengan RPJMN

2010 – 2014, yang palin menonjol adalah perbedaan tahun rencana.

Kemudian ada beberapa hal yang belum didukung di RPJMD Provinsi Kepri

diantaranya: tidak adanya program peningkatan integritas dan integrasi

penegak hukum di Provinsi Kepri, tidak adanya program peningkatan

metode belajar dan pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan

kualitas pendidikan di Provinsi Kepri, tidak adanya rencana spesifik untuk

meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan KB, tidak adanya program

spesifik di bidang pengadaan obat dan standarisasi obat serta asuransi

kesehatan nasional, juga tidak adanya program spesifik untuk bantuan

langsung tunai, tidak ada program spefisik di bidang penelitian dan

pengembangan bidang pertanian, dsb. Sementara hal menonjol yang di

programkan di Provinsi Kepri namun belum ada di RPJMN 2010 – 2014

adalah peningkatan penerapan Batam, Bintan, Kariman sebagai Kawan

Ekonomi Khusus (KEK). Infrastruktur terutama di Bintan dan Karimun masih

belum memadai namun tidak diprogramkan peningkatannya di tingkat

nasional. Di RPJMN 2010 – 2014 juga belum terlihat upaya memperkuat

123

kesatuan masyarakat terutama antar masyarakat yang berbeda ras, suku,

dan agama.

4.2. REKOMENDASI

1. Secara keseluruhan pelaksanaan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

(EKPD) tahun ini dianggap telah berjalan dengan baik dan mampu

menyediakan dokumen acuan pembangunan yang baik untuk nasional

maupun daerah. Namun, EKPD tahun ini sebagaimana juga tahun-tahun

sebelumnya baru menjangkau wilayah daerah tingkat I (provinsi).

Direkomendasikan agar dibentuk juga tim EKPD di tingkat kabupaten / kota

yang berkoordinasi dengan tim EKPD tingkat provinsi, agar capaian manfaat

dari dilaksanakannya EKPD ini semakin luas.

2. Jangka waktu pelaksanaan EKPD tahun ini dianggap telah cukup untuk

melakukan evaluasi secara baik. Namun, tetap direkomendasikan agar

jangka waktu pelaksanaan dimulai lebih cepat di awal tahun agar hasil yang

didapatkan semakin baik.

3. Direkomendasikan penambahan anggaran untuk pelaksanaan EKPD ini di

tahun-tahun mendatang agar hasil yang diperoleh juga semakin baik.

124

DAFTAR PUSTAKA

Bahan-bahan ekspos Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) Provinsi KepulauanRiau Dalam Acara Musyawarah Rencana Pembangunan Provinsi Kepri 2009dan 2010.

Inisiasi Rencana Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau 2010 – 2015

Kepulauan Riau Dalam Angka 2004 – 2009

Laporan Berkala Bank Indonesia Batam 2004 - 2010

Publikasi Hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2010

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Kepulauan Riau 2005 – 2025

125