Upload
ekpd
View
1.967
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KATA PENGANTAR
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami tim EKPD Universitas Maritim
Raja Ali Haji (UMRAH) telah dapat menyelesaikan evaluasi kinerja pembangunan
di Provinsi Kepulauan Riau untuk tahun 2010. Evaluasi kinerja pembangunan
merupakan instrumen penting di dalam proses pembangunan sebab hanya
dengan evaluasi maka kita dapat mengetahui apakah berbagai perencanaan
pembangunan tersebut dapat mencapai sasaran dan mampu mewujudkan berbagai
tujuan yang telah ditetapkan di dalam dokumen perencanaan. Lebih daripada itu, di
dalam konteks kepentingan Nasional yang lebih luas, evaluasi kinerja
pembangunan daerah memiliki posisi strategis karena dapat digunakan sebagai
mekanisme kontrol untuk menyakinkan para pemangku kepentingan apakah
perencanaan pembangunan pada level nasional menjadi acuan atau dapat
diterjemahkan oleh para perencana di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Tim Independen dari Universitas
Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) dengan Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS). Adapun tujuan dari Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
(EKPD) Tahun 2010 adalah untuk menilai kinerja pembangunan di daerah dalam
rentang waktu 2004-2009. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah terdapat
keterkaitan antara Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Kepulauan Riau dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010 - 2014.
Dalam pelaksanaan evaluasi ini Tim EKPD UMRAH telah melakukan
konsolidasi anggota tim, rapat-rapat pembahasan dan diskusi internal peneliti,
koordinasi dengan Bappeda Provinsi Kepulauan Riau dan SKPD lainnya.
Walaupun dalam pengumpulan data untuk bahan analisi, Tim EKPD UMRAH
masih menghadapi kendala, seperti kurangnya jumlah data yang disebabkan
karena Provinsi Kepri merupakan provinsi yang masih relatif baru, namun hal
ini tentu saja tidak menyurutkan langkah Tim EKPD UMRAH untuk tetap
memberikan hasil yang terbaik dalam EKPD 2010 ini.
ii
Dengan selesainya penulisan laporan ini, Tim EKPD UMRAH
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
pengumpulan data, analisis hingga penulisannya. Terima kasih secara khusus ingin
kami sampaikan kepada: Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang telah memberikan
akses terhadap pengumpulan berbagai data yang diperlukan dalam evaluasi ini;
Rektor UMRAH yang telah memberikan dukungan penuh kepada seluruh anggota
Tim EKPD UMRAH, Lembaga Penelitian UMRAH yang telah memberikan akses
terhadap berbagai hasil penelitian mereka, dan BAPPENAS sebagai penyedia
dana dan dukungan teknis yang lain sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
Akhirnya tidak ada gading yang tak retak, Tim EKPD UMRAH
berharap mendapatkan masukan, saran dan kritik guna melakukan perbaikan-
perbaikan sehingga tugas untuk melakukan evaluasi di masa mendatang dapat
dilakukan dengan lebih baik lagi.
TANJUNG PINANG, 20 SEPTEMBER 2010TIM EKPD UNIVERSITAS MARITIM RAJAALI HAJI (UMRAH)
1. Prof. Dr. H. Moeljadi, SE. M.Si, M.Sc
2. Drs. Jaka Permana, M.Si. Ph.D
3. Rafki RS, SE. MM
4. H. Jamhur Poti, SE. M.Si
5. Agus Hendrayadi, S.Sos. M.Si
6. Dony Apdillah, S.Pi. M.Si
7. Nancy Willian, S.Si, M, Si
8. Akhirman, S.Sos, MM
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… iDAFTAR ISI …………………………………………………………………………. iiiDAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………… vDAFTAR TABEL …………………………………………………………………… vii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................11.1. LATAR BELAKANG .........................................................................11.2. TUJUAN DAN SASARAN................................................................31.3. HASIL YANG DIHARAPKAN...........................................................3
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004 -2009............................42.1 AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI..............4
2.1.1 INDEKS KRIMINALITAS. ..................................................................4
2.1.3. PERSENTASE PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN
TRANSNASIONAL .......................................................................... 13
2.1.4. REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK AGENDA PEMBANGUNAN
INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI.......................................... 18
2.2. MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS................. 192.2.1 PELAYANAN PUBLIK ..................................................................... 19
2.2.2. DEMOKRASI................................................................................... 24
2.2.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK AGENDA PEMBANGUNAN
INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS ................................ 30
2.3. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT ........................................ 312.3.1. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (HUMAN DEVELOPMENT
INDEX) ............................................................................................ 31
2.3.3. KESEHATAN................................................................................... 44
2.3.4. EKONOMI MAKRO ......................................................................... 59
2.3.5. INVESTASI...................................................................................... 73
2.3.6. INFRASTUKTUR............................................................................. 76
2.3.7. PERTANIAN.................................................................................... 78
2.3.8. KELAUTAN ..................................................................................... 82
2.3.9. KESEJAHTERAAN SOSIAL............................................................ 84
2.3.10. REKOMENDASI KEBIJAKKAN DALAM AGENDA MENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN RAKYAT........................................................... 88
2.3.11. KESIMPULAN ................................................................................. 93
iv
BAB III RELEVANSI RPJMN 2010 – 2014 DENGANRPJMD PROVINSI KEPULAUAN RIAU ................................................... 96
3.1. LATAR BELAKANG......................................................................... 963.2. REKOMENDASI ............................................................................ 119
BAB IV KESIMPULAN ........................................................................................ 1214.1. KESIMPULAN ............................................................................... 1214.2. REKOMENDASI ............................................................................ 123
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR GAMBAR
Peraga 2.1. Index Kriminalitas ..............................................................................9
Peraga 2.2. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional. ............. 11
Peraga 2.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional. ............ 14
Peraga 2.4. Persentase Kasus Korupsi Yang Tertangani Dibandingkan yangdilaporkan…………………………………………………………………22
Peraga 2.5. Indek Pembangunan Gender (GDI) Kepulauan Riau Tahun 2005-2008. ............................................................................................... 26
Peraga 2.6. Perbandingan nilai Human Development Indek (HDI) dan GenderDevelopment Indek (GDI) tahun 2005-2008. ................................... 27
Peraga 2.7. Indek Pemberdayaan Gender (GEM) Provinsi Kepri 2005-2008...... 28
Peraga 2.8. Indeks Pembangunan Manusia (HDI) Provinsi Kepulauan Riau Tahun2004-2009 ....................................................................................... 32
Peraga 2.9. Angka partisipasi murni (sd/mi)........................................................ 35
Peraga 2.10. Angka Partisipasi Kasar (SD/MI).………………………………………37
Peraga 2.11. Angka melek huruf........................................................................... 42
Peraga 2.12. Umur harapan Hidup Provinsi Kepri Tahun 2004-2009.................... 46
Peraga 2.13. Nilai Angka Kematian Bayi ( AKB) di Kepulauan Riau, 2004-2009 ..47
Peraga 2.14. Grafik prevalensi Gizi Buruk (%) dan Gizi Kurang (%) di ProvinsiKepulauan Riau dari tahun 2004 – 2009.......................................... 50
Peraga 2.15. Persentase Penduduk Ber –KB di Provinsi Kepuluan Riau,2004-2009 ....................................................................................... 54
Peraga 2.16. Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk di Kepuluan Riau, 2004-2009 .56
Peraga 2.17. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepri Tahun 2004 – 2009 ...... 61
Peraga 2.18. Perkembangan Ekspor dan ImporProvinsi Kepulauan riau Tahun2004-2009 Dalam (Milyar USD)....................................................... 63
Peraga 2.19. Neraca Perdagangan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009(Dalam USD) ................................................................................... 65
vi
Peraga 2.20. Pendapatan Perkapita Provinsi Kepri Tahun 2004 -2009................. 69
Peraga 2.21. Kurva Lorenz ................................................................................... 70
Peraga 2.22. Laju Inflasi Indonesia dan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 ................................................................................................ 73
Peraga. 2.23. Realisasi Nilai Investasi PMA dan PMDN Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009 ............................................................................ 75
Peraga. 2.24. Realisasi PMA Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009............ 76
Peraga 2.25. Persentase panjang jalan nasional .................................................. 77
Peraga 2.26. Rata-Rata Nilai Tukar Petani Per Tahun.......................................... 79
Peraga 2.27. PDRB Sektor Pertanian Atas Harga Berlaku Tahun 2003 -2009...... 80
Peraga 2.28. Struktur PDRB Provinsi Kepulauan Riau Menurut Sektor Tahun2009 ................................................................................................ 82
Peraga 2.29. Jumlah Tindak Pidana Perikanan .................................................... 83
Peraga 2.30. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kepri Tahun 2005 - 2009..... 86
Peraga 2.31. Grafik Tingkat Pengangguran Terbuka di Kepri Tahun 2006 - 2010 88
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Indek Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Tahun2005-2009 ......................................................................................... 33
Tabel 2.2. Indek Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 (sesuai indikator)....................................................................... 34
Tabel 2.3 Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs......................................................... 38
Tabel 2.4. Rata-Rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA.................................................. 39
Tabel 2.5. Angka Putus Sekolah SD................................................................... 39
Tabel 2.6. Angka Putus Sekolah SMP................................................................ 40
Tabel 2.7. Angka Putus Sekolah SMA................................................................ 41
Tabel 2.8. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs ................ 43
Tabel 2.9. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMA/SMK/MA ......... 44
Tabel 2.10. Beberapa Indikator Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau ................... 53
Tahun 2004-2009 .............................................................................. 53
Tabel 2.11. Jumlah Penduduk Provinsi Kepri, 2004-2008 .................................... 57
Tabel 2.12. Jumlah Penduduk Kepulauan Riau Tahun 2009 berdasarkan wilayahKab/ Kota........................................................................................... 58
Tabel 2.13. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009Atas Harga Dasar Konstan Tahun 2000............................................. 60
Tabel 2.14. Persentase Ekspor dan Impor Terhadap PDRB Provinsi KepulauanRiau Tahun 2004 – 2009 (Dalam Milyar USD) ................................. 62
Tabel 2.15. Neraca PerdaganganProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 (Dalam USD)............... 64
Tabel 2.16. Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB (%)........................ 66
Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 .................................................... 66
Tabel 2.17 Pendapatan Perkapita Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009 (dalam jutaan rupiah) ............................................ 67
viii
Tabel 2.18. Laju Inflasi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009Berdasarkan IHK tahun 2000............................................................. 72
Tabel 2.19 Realisasi Nilai Investasi PMA dan PMDN Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009 .............................................................................. 74
Tabel 2.20. PERSENTASE PANJANG JALAN PROVINSI TAHUN 2009 ............. 78
Tabel 2.21. PDRB Provinsi Kepulauan RiauAtas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2009 .................................... 81
Tabel 2.22. Persentase Penduduk Miskin............................................................. 86
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 - 2009..................................... 86
Tabel 2.23. Tingkat Pengangguran TerbukaProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2006-2009....................................... 87
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah
satu dari empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan,
penetapan, pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan.
Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan
secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi
untuk menilai sejauh mana pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan
tersebut dilaksanakan.
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan,
pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat
sejauh mana pelaksanan RPJMN tersebut.
Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–
2014. Siklus pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak
selalu sama dengan siklus pembangunan 5 tahun di daerah. Sehingga penetapan
RPJMN 2010- 2014 ini tidak bersamaan waktunya dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Hal ini menyebabkan
prioritas-prioritas dalam RPJMD tidak selalu mengacu pada prioritas-prioritas
RPJMN 2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi relevansi prioritas/program
antara RPJMN dengan RPJMD Provinsi.
Didalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang
berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang
pertama adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua
penilaian keterkaitan antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014.
Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009
adalah Evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap
sasaran) dengan mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009 yaitu agenda
2
Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai pemerintah atas pelaksanaan
ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis indikator pencapaian.
Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD Provinsi
dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11 prioritas nasional
dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu juga mengidentifikasi
potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-2014. Adapun
prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi Birokrasi dan
Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan Kemiskinan, 5)
Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha, 8)
Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah
Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11) Kebudayaan,
Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1)
Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3)
Perekonomian lainnya.
Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada
perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah.
Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam
mengambil kebijakan pembangunan daerah.
Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh
masukan yang lebih independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah.
Berdasarkan hal tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan
melaksanakan kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang
bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi selaku evaluator eksternal dan
dibantu oleh stakeholders daerah. Pelaksanaan EKPD 2010 akan dilaksanakan
dengan mengacu pada panduan yang terdiri dari Pendahuluan, Kerangka Kerja
Evaluasi, Pelaksanaan Evaluasi, Organisasi dan Rencana Kerja EKPD 2010,
Administrasi dan Keuangan serta Penutup.
Dalam hal mengevaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi Kepulauan
Riau, maka Bappenas untuk tahun 2010 ini mempercayakan kepada Universitas
Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) sebagai tim EKPD di daerah. Pada tahun sebelumnya,
EKPD Provinsi Kepulauan Riau dilakukan oleh Universitas Riau (UNRI) di Pekanbaru
Provinsi Riau.
Pemilihan UMRAH ini tentu tidak terlepas dari domisili perguruan tinggi ini yang
3
terletak di Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, Tanjungpinang. Diharapkan hasil analisis
yang didapatkan lebih tajam, akurat, dan relevan dengan kondisi pembangunan
Provinsi Kepualuan Riau saat ini.
1.2. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan kegiatan ini adalah:
1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat
memberikan kontribusi pada pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau.;
2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome)
dalam RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Kepulauan Riau.
Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi:1. Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009
di ProvinsiKepuluanRiau;
2. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi
Kepuluan Riau dengan RPJMN2010-2014.
1.3. HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dari EKPD 2010 adalah:
1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-
2009 untuk Provinsi Kepulauan Riau;
2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau
dengan RPJMN 2010- 2014.
4
BAB II
HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004 -2009
2.1 AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI.
2.1.1 INDEKS KRIMINALITAS.
Agenda Pertama dalam RPJMN 2004-2009 adalah Mewujudkan Indonesia
yang Aman dan Damai. Masyarakat yang aman dan damai merupakan dambaan
dan tujuan setiap negara di dunia. Terwujudnya Indonesia yang aman, damai dan
sejahtera merupakan cita-cita dan sasaran pokok negara yang dituangkan dalam
visi, misi penyelenggaraan negara dan menjadi salah satu prioritas pemerintah
yang menjadi tujuan negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang cinta
terhadap keamanan dan perdamaian sebagaimana tercantum pada Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, akan tetapi pada kenyataannya hal ini menjadi
paradoks, bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi banyak negara diberbagai
belahan dunia. Masalah sosial, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan
mendominasi penyebab terjadinya berbagai konflik, baik secara harizontal maupun
vertikal, yang proses penanggulangannya (recovery) seringkali terpaksa harus
mengorbankan biaya yang tidak sedikit. Berbagai upaya antisipasi telah dilakukan
oleh pemerintah.
Semua komponen bangsa yang terlibat dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat telah bekerja secara sungguh-sungguh, di bidang keamanan
telah berusaha untuk menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban mulai dari
tingkat pusat sampai di tingkat daerah, yang mengurus di bidang perekonomian,
telah berupaya untuk memanfaatkan segenap sumber daya (resource) yang
tersedia, demi meningkatkan kesejahteraan umum dan kesejahteraan masyarakat.
Demikian juga dengan komponen bangsa lainnya, yang bekerja sesuai dengan
bidang pekerjaannya masing-masing. Semuanya bekerja dan berusaha secara
optimal demi mewujudkan salah satu tujuan negara yaitu mewujudkan Indonesia
yang aman dan damai.
5
Untuk mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai mempunyai 4 (empat)
sasaran pokok yaitu, pertama, Peningkatan rasa saling percaya (Trust) dan
harmonisasi antar kelompok masyarakat, etnis dan agama, pemimpin dan
rakyatnya, kedua Pengembangan kebudayaan (Culture Development) yang
berlandaskan pada nilai-nilai luhur atau budaya daerah, ketiga, Peningkatan
keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas dengan menegakkan
hukum secara tegas adil dan tidak diskriminatif (Secure and Law Enforcement)
serta meningkatnya daya cegah dan tangkal negara terhadap ancaman maupun
bahaya terorisme bagi tetap tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia baik dari ancaman dalam maupun luar negeri. Sementara, sasaran
keempat adalah (Diplomatic Integrated) semakin berperannya Indonesia dalam
menciptakan perdamaian dunia, dengan memainkan dan pemantapan peran politik
luar negeri yang bebas aktif serta mampu meningkatan kerjasama internasional.
Sasaran dan arah kebijakan untuk mewujudkan Indonesia yang aman dan damai
sebagai berikut:
1. Kepercayaan (Trust).
Untuk mewujudkan Indonesia yang aman dan damai upaya peningkatan rasa
saling percaya dan harmonisasi antar kelompok masyarakat merupakan salah satu
faktor penting. Untuk itu, sikap ini harus terus dipelihara dan dibangun sehingga
sasaran pembangunan di bidang ini dapat tercapai. Berbagai peristiwa yang terjadi
di pelosok tanah air, khususnya yang bersifat konflik antar masyarakat, pada
dasarnya bermuara pada perbedaan kepentingan. Pertikaian antar kampung/desa,
ataupun antar golongan pada dasarnya merupakan suatu pertanda masih
rendahnya rasa saling percaya dan saling memahami diantara sesama anggota
masyarakat maupun antara masyarakat dengan pihak pemerintah. Ketidakadilan
dalam perlakuan yang diberikan pada masyarakat, tidak jarang juga menjadi salah
satu pemicu terjadinya berbagai konflik di masyarakat.
Secara umum, peristiwa konflik yang bernuansa etnik ataupun antar golongan
hampir tidak pernah terjadi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, hal ini akan
tercermin dari menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antarkelompok
maupun golongan masyarakat, meski penduduknya Provinsi Kepulauan Riau yang
plural dan heterogen berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, namun rasa saling
menghormati, toleransi masih cukup tinggi, baik antara pendatang maupun dengan
6
masyarakat tempatan yang berbudayakan Melayu. Kerukunan antar umat
beragama bisa dirasakan tidak adanya konflik diantara pemeluk agama, karena
telah terciptanya kerukunan antar umat beragama.
2. Masyarakat yang Madani (Civil Society)
Membangun masyarakat yang harmoni dan mencegah tindakan-tindakan yang
menimbulkan ketidakadilan sehingga terbangun masyarakat sipil yang kokoh,
termasuk membangun kembali kepercayaan sosial antar kelompok masyarakat
yang berakhlak mulia, beretika dan yang bermoral santun.
3. Jati diri Bangsa (National Identity)
Memperkuat dan mengartikulasikan identitas atau jati diri bangsa. Indonesia
adalah bangsa yang besar yang memiliki kedaulatan dan harga diri.
4. Kebebasan (Freedom)
Membangun kehidupan intern dan antarumat beragama yang saling
menghormati dalam rangka menciptakan suasana yang aman dan damai serta
menyelesaikan dan mencegah konflik antar umat beragama serta meningkatkan
kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan masyarakat agar
dapat memperoleh hak-hak dasar dalam memeluk agamanya masing-masing dan
beribadah sesuai agama dan kepercayaannya.
5. Pengembangan Budaya (Culture Development)
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat terkenal karena
memiliki ragam budaya yang berbeda dan kaya dengan adat istiadat yang sangat
menarik. Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya dan adat istiadat masing-
masing, yang kesemuanya itu merupakan kekayaan yang sangat berharga yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Provinsi Kepulauan Riau, yang sejak zaman penjajahan terkenal dengan suku
dan budaya Melayu, memiliki situs-situs sejarah kerajaan di semenanjung Malaka
merupakan aset negara yang sangat bernilai dan perlu mendapatkan perhatian
serius dari berbagai pihak, salah satu keberagaman budaya Melayu yang sangat
7
menjadi fenomena sampai saat ini adalah bahasa Melayu Kepulauan Riau yang
dijadikan sebagai sumber bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan, kesenian
adat dan budayanya telah berhasil mengundang kekaguman negara-negara lain
untuk datang melancong kenegeri Bumi Melayu yang bermotto “BERPANCANG
AMANAH BERSAUH MARWAH” dengan berbagai keindahan alam dan panorama
sebagai wisata bahari dan kuliner merupakan tujuan wisata andalan baik dari
berbagai mancanegara maupun wisatawan domestik setelah Bali.
Sebagian besar masyarakat atau penduduk asli yang berdiam di wilayah
Provinsi Kepulauan Riau, seperti Kota Batam, Tanjungpinang, Karimun cukup maju
dan memperoleh kesempatan untuk menikmati berbagai hasil teknologi yang
merupakan produk modernisasi. Mereka telah mengenal berbagai fasilitas teknologi
informasi, transportasi serta berbagai sarana dan prasarana pembangunan lainnya.
Di satu sisi hal ini sangat menggembirakan, karena dapat diartikan bahwa suasana
pembangunan telah dapat dirasakan dan dinikmati oleh sebagian besar masyarakat
sampai di pedalaman.
Sebagai konsekuensi logis dari beragamnya suku di suatu wilayah, akibat
dari arus modernisasi dan globalisasi yang berhembus sedemikian kencangnya,
telah membuat tergerus dan menghilangkan sebagian adat, budaya serta
kebiasaan dari sebagian masyarakat. Hal ini terbukti dengan semakin sedikitnya
penduduk asli yang menguasai kesenian asli leluhurnya, dan dikhawatirkan dengan
semakin lajunya perkembangan zaman dan arus globalisasi yang tidak mengenal
batas wilayah dan waktu pada beberapa tahun yang akan datang, budaya dan
kesenian asli tersebut akan hilang seiring dengan meninggalnya para orangtua
yang menguasai seni dan budaya tersebut, tanpa dilakukan upaya-upaya
pembinaan bagi generasi penerus. Pada kenyataannya juga menunjukkan bahwa
para generasi muda di daerah lebih tertarik dan antusias (Trend) pada seni budaya
kontemporer yang dianggap lebih bergengsi dan sesuai dengan perkembangan
zaman, secara otomatis akan menyebabkan tumbuh dan berkembangnya budaya
luar dan asing.
6. Peranan Politik Luar negeri (Diplomatic Integrated)
Untuk mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, harus melihat
persoalan dari 2 (dua) faktor yaitu persoalan dalam negeri (Internal) dan persoalan
luar negeri (eksternal) yaitu persoalan hubungan luar negeri, bagaimana hubungan
8
luar negeri Indonesia dengan negara-negara luar akan membawa dampak yang
sangat signifikan terhadap persoalan dalam negeri seperti perekonomian dan
perdagangan, pertahanan dan keamanan, maka dari itu diharapkan politik luar
negeri Indonesia semakin berperan dalam menciptakan perdamaian dunia. Terkait
dengan sasaran tersebut, prioritas pembangunannya difokuskan pada pemantapan
politik luar negeri yang bebas aktif serta peningkatan kerjasama internasional.
Pencegahan dan penanggulangan separatisme, Pencegahan dan penanggulangan
gerakan terorisme, dan Peningkatan kemampuan pertahanan negara.
7. Kriminalitas dan Penegakan Hukum yang adil (Criminalitas and Law
enforcement)
Kriminalitas dan berbagai tindak kejahatan menciptakan rasa tidak aman di
kalangan masyarakat. Rasa tidak aman ini, pada tingkatan tertentu dapat menjadi
beban psikologis yang menyebabkan masyarakat menjadi tidak produktif dan
bersikap apatis. Sudah tidak terhitung banyaknya korban yang mengalami tindak
kejahatan setiap tahunnya. Angka-angka statistik yang menunjukkan jumlah korban
kejahatan masih belum dapat menggambarkan tentang intensitas dan kualitas
kriminalitas yang terjadi selama ini, karena pada kenyataannya masih banyak
korban kejahatan yang tidak melaporkan kejahatan yang menimpa dirinya. Hal ini
mungkin karena kekurangtahuan dari si korban tersebut atau karena rasa pesimis
terhadap pengungkapan kejahatan yang terjadi. Oleh karena itu perlu adanya
tindakan tegas dan terencana yang dilakukan oleh lembaga yang khusus
menangani masalah tindak kejahatan dan kriminalitas ini, yaitu kepolisian,
kejaksaan, kehakiman serta lembaga-lembaga peradilan lainnya.
Indikator dalam perwujudan Indonesia yang aman dan damai dapat dilihat dari
index kriminalitas atau gangguan Kamtibmas yang terjadi di Wilayah hukum Polda
Provinsi Kepulauan Riau sebagai berikut :
9
Peraga 2.1. Index Kriminalitas
Sumber data : Polda Provinsi Kepri 2010
Jika diperhatikan dari peraga 2.1. tersebut dapat disimpulkan bahwa index
kriminalitas di daerah hukum Polda Provinsi Kepuluan Riau sebagai berikut;
Polda Provinsi Kepulauan Riau berdiri pada tahun 2004, dari data diatas
dapat diketahui kenaikan index kriminal dari tahun 2004 sebesar 69% dan pada
tahun 2005 menjadi 90% atau kecendrungannya naik sebesar 39%, kenaikan
tersebut dapat diketahui, diantaranya kasus yang sangat menonjol yaitu terjadi
peredaran narkoba sebanyak 199 kasus dengan trend index sebesar 83.3%.
Peredaran psikotropika atau narkoba yang berjumlah 490 butir jenis ekstasi masuk
dari luar negeri melalui Pelabuhan Ferry International Batam Centre ditangkap pada
tanggal 4 November 2005. Batam merupakan daerah di Provinsi Kepulauan Riau
yang menjadi target utama dari peredaran narkoba, Batam di jadikan sebagai pintu
masuk perdagangan psikotropika jaringan International.
Selain kasus penangkapan psikotropika tersebut kenaikan index kriminalitas
pada tahun 2005 juga dikarenakan peningkatan kinerja satuan Reskrim Polda
Kepulauan Riau dalam menuntaskan tunggakan-tunggakan perkara kriminal pada
tahun 2004. Disamping itu kasus yang sangat menonjol pada tahun 2005 adalah,
dilakukannya penangkapan illegal loging di perairan selat Malaka pada tanggal 11
Desember 2005, penangkapan terhadap 5 unit mobil mewah oleh Satuan Reskim
dengan modus penadahan, penangkapan BBM Solar sejumlah 95 ton di Pelabuhan
Selat Lampa Kabupaten Natuna pada bulan Agustus 2005, selanjutnya bulan
Desember 2005 terjadi pembunuhan 1 (satu) keluarga di Batam dengan modus
Dendam keluarga. Kriminal index pada pada tahun 2006 masih terjadi kenaikan
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Index 69% 90% 181% 103% 100% 375%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
400%
INDEX KRIMINALITAS
10
sebesar 181%, atau kecenderungannya naik sekitar 91% dibandingkan dengan
tahun 2005, kenaikan index kriminal ini dapat diketahui dari berbagai kasus yang
menonjol selama tahun 2006 diantaranya, kasus penipuan atau pengelapan
sebesar 241 kasus diantaranya yang sangat menonjol adalah kasus kriminal
dengan modus mengatasnamakan Kasat Reskrim dan memakai kop surat dan
tanda tangan Kapoltabes Barelang pada bulan Desember 2006, peredaran narkoba
juga masih terjadi meskipun trendnya turun dari tahun 2005, Index kriminal
mengalami penurunan pada 2007, 2008 dan 2009, penurunan index kriminal pada
tahun tersebut karena sering diadakan operasi diantaranya, Operasi Kepolisian
Mandiri, Operasi Kepolisian Terpusat, Operasi Kepolisian Kendali, serta sosialisasi
kepada masyarakat melalui media cetak, elektronik dan media ruangan tentang
kewaspadaan terhadap tindakan kriminalitas dalam mewujudkan Indonesia yang
aman dan damai.
2.1.2. PERSENTASE PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KONVENSIONAL
Dari peraga 2.2. dapat dilihat tingkat dan jenis gangguan Kamtibmas di
wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau. Jika dilihat dari Jumlah Tindak
Pidana tahun 2004 adalah 22,245 perkara dan Penyelesaian Tindak Pindana tahun
2004 sebanyak 19,548 perkara (88%), Modus operandi kriminalitas yang terbesar
selama tahun 2004 adalah tentang Penganiayaan, Pencurian Kenderaan Motor
(Curanmor), Pencurian dengan Alat (Curat) dan Penipuan. Data Kamtibmas pada
tahun 2004 diambil dari Polres yang ada di Provinsi Kepulauan Riau, karena Polda
Provinsi Kepulauan Riau belum berdiri.
11
Peraga 2.2. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional.
Sumber data : Polda Provinsi Kepri 2010
Pada tahun 2005 Jumlah Tindak Pidana sebanyak 3.441 perkara sehingga
mengalami penurunan sebanyak 18,804 (155%), sedangkan Penyelesaian Tindak
Pidana juga mengalami penurunan sebanyak 2,231 kasus (114%). Data gangguan
Kamtibmas tahun 2004 mengalami disparitas yang cukup signifikan dibanding
dengan tahun 2005 sampai tahun 2009. Sehingga untuk analisis data tahun 2004
di abaikan. Kasus yang menonjol pada tahun 2005 adalah Pencurian kenderaan
Motor (Curanmor), Penipuan, Penganiayaan, Pencurian dengan Alat (Curat) dan
Pencurian dengan Kekerasan (Curas). Penurunan tingkat angka kriminalitas pada
tahun 2005 dikarenakan sudah berdirinya Polda Provinsi Kepulauan Riau dan
dilakukannya operasi bersama dengan masing-masing Polres yang berada di
wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau.
Jenis Gangguan Kamtibmas pada tahun 2006 sesuai dengan data diatas
mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2005, Jumlah Tindak Pidana
tahun 2006 adalah sebesar 3,373 perkara menurun sebesar 68 perkara atau
sebesar 98%, sedangkan Penyelesaian Tindak Pidana juga mengalami penurunan
12
sebanyak 274 perkara atau sebesar 88%. Demikian juga, jika dilihat dari rasio
antara Jumlah Tindak Pidana dengan Penyelesaian Tindak Pidana tahun 2005 ke
tahun 2006 mengalami penurunan. Kasus yang menonjol selama tahun 2006
dibandingkan tahun 2005 adalah meningkatnya angka kriminalitas
pengelapan/penipuan, curat, penganiayaan, pengrusakan, kebakaran, curas dan
perkosaan sedangkan curanmor mengalami penurunan. Penurunan tingkat
kriminalitas pada tahun 2006 dikarenakan sering dilakukannya operasi bersama
dengan Polres yang berada diwilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau, dan
membentuk Satgas pelayanan masyarakat dalam menjaga Kamtibmas.
Jumlah Tindak Pidana pada tahun 2007 sebanyak 3.142 perkara
mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2006 sebanyak 231 perkara
atau (93%), sedangkan Jumlah Penyelesaian Pidana juga mengalami penurunan
sebanyak 175 perkara, dari 1,957 menjadi 1,782 perkara atau sebesar 91%,. Jenis
modus operandi yang meningkat pada tahun 2007 adalah seperti Pencurian
Kenderaan Motor (Curanmor), Perkosaan, Penadahan, Uang palsu (Upal)
sedangkan yang mengalami penurunan adalah jenis Pencurian dengan Kekerasan
(Curas), Pencurian dengan Alat (Curat), Pembunuhan dan Penganiayaan.
Dilihat dari data perkembangan Situasi Gangguan Kamtibmas yang terjadi di
wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau dan jajarannya pada tahun 2008
dibandingkan dengan tahun 2007 Jumlah Tindak Pidana mengalami penurunan
sebesar 103 kasus atau ( 97%) dari 3.142 kasus menjadi 3.039 kasus di tahun
2008. Sedangkan Jumlah Penyelesaian Tindak Pidana pada tahun 2008 juga
mengalami penurunan sebesar 150 atau (92%) perkara. Jenis modus operandi
yang meningkat selama tahun 2008 yaitu jenis, Pecurian kenderaan motor,
(Curanmor), Pencurian dengan Alat (Curat), dan Penipuan.
Dilihat dari data perkembangan Situasi Gangguan Kamtibmas yang terjadi di
wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau dan jajarannya pada tahun 2009
dibandingkan dengan tahun 2008 kasus mengalami kenaikan sebesar 584 kasus
atau (19%) dari 3.039 kasus tahun 2008 menjadi 3.623 kasus di tahun 2009.
Jenis modus operandi yang meningkat selama tahun 2009 yaitu; pencurian,
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Pencurian dengan Alat, (Curat),
Penipuan, Pengelapan dan Penganiayaan.
13
Dilihat dari data perkembangan Situasi Gangguan Kamtibmas yang terjadi di
wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau dan jajarannya pada Tahun 2009
dibandingkan dengan Triwulan I tahun 2010. Jumlah Tindak Pidana sebesar 991
perkara, dan Jumlah Penyelesaian Pidana 596 perkara atau sekitar 60%. Jenis
modus operandi yang menonjol selama Triwulan 1 tahun 2010 yaitu; Pencurian,
Pencuria denga Alat (Curat), Penipuan, Pencurian Kenderaan Motor, dan
Penganiayaan ringan.
Jika dilihat dari data tingkat kerawanan Kamtibmas untuk katergori tindakan
criminal Konvesional yang terjadi di wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau,
Kota Batam berada diurutan pertama, karena Batam merupakan daerah tujuan
utama untuk dikunjungi dari berbagai daerah baik dosmetik maupun International,
kemudian disusul oleh Tanjungpinang, Tanjung Balai Karimun, Bintan, Lingga dan
Natuna. Rata-rata tingkat kriminalitas tertinggi terjadi dari bulan Januari –Juli
setiap tahunnya.
2.1.3. PERSENTASE PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN TRANSNASIONAL
Grafik capaian indikator Persentase Penyelesian Kasus Kejahatan
Transnasional di Wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat pada
peraga 2.3. Dari data tersebut dapat diketahui tingkat kriminalitas Transnasional
pada tahun 2005 gangguan Kamtibmas Jumlah Tindak Pidana Transnasional
sebesar 441 kasus dan Penyelesaian Tindak Pidana pada tahun 2005 juga
sebesar 441 kasus (100%), jika dibandingkan dengan tahun 2004 sebesar 245
kasus mengalami kenaikan sebesar 196 perkara. Kasus yang menonjol pada tahun
2005 adalah peredaran Narkoba dan Psikotropika sebesar 239 kasus.
14
Peraga 2.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional.
Sumber data : Polda Provinsi Kepri 2010
Jenis Gangguan Kamtibmas pada tahun 2006, jika dilihat dari Jumlah
Tindak Pidana sebesar 465 kasus mengalami kenaikan sebesar 24 perkara atau
sebesar 1,55 % jika dibandingkan dengan Jumlah Tindak Pidana tahun 2005
yang berjumlah sebesar 441 perkara, sedangkan Penyelesaian Tindak Pidana pada
tahun 2006 mengalami kenaikan dari 441 perkara pada tahun 2005, dan pada
tahun 2006 menjadi 459 perkara, meningkat sebesar 18 perkara atau sebesar
1,41%, Kasus yang meningkat pada tahun 2006 adalah peredaran Narkotika dan
Psikotropika sebesar 426 kasus, secara rangking jika dilihat dari perwilayah Kota
Batam menjadi sasaran atau target dari peredaran Narkoba dan Psikotropika,
kemudian Tanjungpinang, Tanjung Balai Karimun dan Bintan.
Jenis Gangguan Kamtibmas untuk katagori Transnasional pada tahun 2007
sesuai data di Polda Provinsi Kepulauan Riau mengalami penurunan sesbesar 94
kasus (80%) baik dari jumlah maupun modus operandinya jika di bandingkan
dengan tahun 2006, Jumlah Tindak Pidana pada tahun 2006 sesebesar 465 kasus
dan pada tahun 2008 sebesar 371 kasus. Kasus yang sangat menonjol pada tahun
15
2007 ini adalah tentang peredaran Narkoba dan Psikotropika sebesar 295 kasus,
selebihnya adalah cyber crime.
Dilihat dari data yang tersedia pada kasus Transnasional yang terjadi di
Wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau mengalami penurunan kasus
sebesar 17 kasus atau 5% dari 371 Kasus di tahun 2007 menjadi 354 Kasus di
tahun 2008. Kasus yang menonjol selama tahun 2008 adalah kasus peredaran
Narkoba dan Psikotropika dengan Jumlah Tindak Pidana sebesar 278 kasus
dengan Jumlah Penyelesaian Pidana sebesar 264 kasus, Kota Batam menjadi titik
rawan peredaran dalam kasus teresebut. Kasus Trafficking/TKI Ilegal dengan
Jumlah Tindak Pidana sebesar 76 kasus dan Jumlah Penyelesaiannya sebesar 49
kasus.
Data kasus gangguan Kamtibmas Transnasional yang terjadi di Wilayah
hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2009 mengalami kenaikan kasus
sebesar 2 kasus atau 1% dari 354 Kasus di tahun 2008 menjadi 356 Kasus di
tahun 2009. Kasus yang sangat menonjol pada tahun 2009 adalah kasus
peredaran Narkoba dan Psikotropika dengan Jumlah Tindak Pidana sebesar 319
kasus dan Jumlah Penyelesaian Pidana sebesar 337 kasus termasuk kasus yang
menjadi tunggakan pada tahun 2008 yang belum diselesaikan, kemudian disusul
kasus Trafficking/TKI Ilegal sebesar 33 kasus, Terorisme 2 kasus dan Teritorial 1
kasus.
Data gangguan Kamtibmas yang terjadi diwilayah hukum Polda Provinsi
Kepulauan Riau untuk kasus Kriminal Transnasional untuk periode Triwulan 1
tahun 2010 dengan Jumlah Tindakan Pidana sebesar 85 kasus, sedangkan
Penyelesaian Tindak Pidana sebesar 80 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2009
kasus yang terjadi pada Triwulan 1 pada tahun 2010 cenderung mengalami
penurunan. Kasus yang sangat menonjol pada Triwulan 1 tahun 2010 yaitu kasus
peredaran Narkoba dengan Jumlah Tindak Pidana sebesar 76 kasus dan Tindak
Penyelesaiannya sebesar 73 kasus, peredaran tersebut masuk dari luar melalui
jalur angkutan laut pada 2 titik rawan yang berada di Kabupaten Karimun dan Kota
Batam. kasus Trafficking atau TKI Ilegal sebesar 8 kasus melalui 2 pintu keluar
yang tertinggi yaitu pelabuhan Tanjungpinang dan Batam, selebihnya merupakan
kasus cryme criminal.
Gangguan Kamtibmas untuk kategori Transnasional yang terjadi di wilayah
hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau jika dilihat dari perwilayah Kota Batam
16
menduduki ranking tertinggi untuk Jumlah Tindak Pidana, berikutnya
Tanjungpinang, Tanjung Balai Karimun, Natuna dan Lingga.
Dari peraga 2.3 dapat dilihat bahwa dari mulai tahun 2004 hingga Triwulan 1
2010, nilai outcomes Provinsi Kepulauan Riau selalu meningkat. Tingginya
outcomes Kepulauan Riau ini didorong oleh beberapa hal. Salah satu yang
terpenting adalah upaya pemberantasan tindakan kejahatan. Pada tahun 2004
sampai pada Triwulan Pertama (1) tahun 2010, Kepolisian Daerah Provinsi
Kepulauan Riau selalu berhasil menangani seluruh laporan kriminal dari
masyarakat. Pada tahun 2009 dari 3.623 kasus yang dilaporkan (hingga Triwulan I
2010), semuanya berhasil ditangani. Kondisi ini sejalan dengan semangat
Pemerintah Pusat dalam memberantas tindakan kriminal untuk mencapai tingkat
masyarakat yang aman.
Langkah pemberantasan tindakan kriminal ini juga bersinggungan dengan
upaya meningkatkan kualitas keamanan publik. Mengingat persepsi tindakan
kejahatan selalu terkait dengan kualitas keaman dan kenyamanan publik. Polda
Provinsi Kepulauan Riau sejak tahun 2006 telah menerapkan Sistem Manajemen
Pengamanan dengan memfasilitasi pembentukan Polisi Masyarakat (POLMAS) dan
Pos-Pos Keamanan di setiap Kabupaten/ Kota sampai tingkat Kelurahan/Desa di
seluruh wilayah hukum Polda Kepulauan Riau. Hasilnya, indikator persentase
jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Polmas Daerah merupakan penyumbang
nilai outcomes yang tinggi. Pada tahun 2005-2009, persentase indikator ini telah
mencapai 80%. Hanya ada satu kabupaten yang belum memiliki Polmas pada
periode 2005-2009, yaitu Kabupaten Anambas, karena baru terbentuknya menjadi
Kabupaten pada tahun 2009. Namun sejak tahun 2010, seluruh Kabupaten/Kota di
daerah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau telah memiliki Polmas dan Pos-Pos
Keamanan. Meskipun ada beberapa kendala yang dihadapi diantaranya letak atau
geografi wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang terhubung oleh laut-laut dan akses
transportasi yang terbatas, sarana dan prasarana yang masih minim menjebabkan
terjadi keterlambatan penanganan. Provinsi Kepulauan Riau berdiri berdasarkan
Undang-Undang No. 25 tahu 2002 dan merupakan Provinsi yang ke-32 melalui
Kepres tanggal 1 Juli 2004. Data BPS 2010 Provinsi Kepulauan Riau memiliki
wilayah seluas 251.810,71 km2 (96% terdiri dari laut dan 4% daratan) dengan
sebaran 2.408 pulau memiliki potensi ekonomi yang cukup besar. Dengan letak
geografis yang strategis antara laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat
17
Karimata dan berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Singapura,
Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam dengan jarak tempuh yang singkat sering
sekali terjadi perdagangan gelap atau illegal dan penyelundupan, pada awalnya
hanya untuk kebutuhan bahan pokok sehari-hari, lalu berkembang menjadi
perdagangan illegal berbagai hasil bumi dan komoditas. Memerlukan penanganan
yang serius dan terpadu diantara instansi penegak hukum di perairan laut Indonesia
pada umumnya dan khususnya wilayah-wilayah yang berada di perbatasan.
Perlunya koordinasi, komunikasi dan brainstorming lintas departemen dan
instansi dalam menjaga dan mencegah terjadinya kejahatan transnasional, baik dari
Kepolisian Air, AL, Bea Cukai, KPLP, Dinas Kelautan dan Perikanan. Untuk
menjaga dan mencegah terjadinya kejahatan di laut, serta tidak terjadinya tumpang
tindih (overlaping) kewenangan para penegak hukum, untuk mewujudkan langkah-
langkah yang komprehensif dan terpadu dalam pelaksanaan pencegahan dan
penanganan tersebut perlu dibentuk gugus tugas, yang memiliki kewenangan
seperti coast guard dari berbagai sumber yang kami himpun di lapangan terdapat
juga adanya ketidak singkronisasi dan koordinasi Pemerintah Pusat dan
pemerintahan daerah dalam memberikan perizinan, pertambangan, perdagangan,
pertanian dan sebagainya. Salah satu contoh kasus pemberian izin kepada kapal-
kapal yang menangkap ikan di perairan laut wilayah Provinsi Kepulauan Riau, yang
mana kapal-kapal tersebut mengantongi izin yang dikeluarkan dari Pemerintahan
Pusat kepada salah satu kapal, akan tetapi izin tersebut dapat dipergunakan oleh
kapal-kapal yang lain dengan cara mengcopy, (scanning) sebanyak mungkin,
sehingga kapal-kapal tersebut bebas berkeliaran menangkap ikan dan hasil laut
lainnya di wilayah perairan Provinsi Kepulauan Riau, daerah laut yang sangat
rawan terhadap penangkapan hasil laut ini adalah, Kabupaten Natuna, Anambas,
Lingga, Karimun dan Bintan. Pemerintah mengalami kesulitan didalam
mengawasinya mengingat luas lautan Provinsi Kepulauan Riau yang begitu luas,
kurangnya jumlah personil dan teknologi juga merupakan salah satu kendala.
Meski demikian, fungsi penegak hukum yang dibentuk belum optimal
mendorong tuntutan untuk menjadikan sebagai lembaga tersendiri, akan tetapi dari
sisi keamanan masyarakat sudah mulai dapat dirasakan. Dalam kaitan
pencegahan kriminal di wilayah Polda Provinsi Kepulauan Riau, untuk mencapai
tujuan tersebut, Polda Provinsi Kepulauan Riau menjabarkan beberapa program
18
seperti perlunya melibatkan masyarakat (participan public), meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia anggota, seperti mempermudah masyarakat dalam
memperoleh perlindungan keamanan. Begitu juga dengan diadakan operasi
gabungan yang terstruktur melibatkan semua komponen masyarakat akan selalu
efektif dalam menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian.
2.1.4. REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK AGENDA PEMBANGUNAN
INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
1. Mengatur keterlibatan masyarakat dalam setiap menjaga kemanan dan
kedamaian dalam suatu peraturan hukum yang mengikat, konsisten dan
berkesinambungan,
2. Memperbesar persentase keprofesionalan aparat, dengan meningkatkan
Strata Pendidikan,
3. Mengoptimalkan fungsi Polmas, baik dalam bentuknya yang sekarang
maupun ditransformasi sehingga berkesinambungan,.
4. Upaya kongkrit untuk meningkatkan aparat yang profesional, Kebijakan-
kebijakan yang mendorong kondisi diatas harus ditunjang oleh prioritas
anggaran yang memadai.
5. Karena wilayah hukum Polda Provinsi Kepulauan Riau yang berdekatan
dengan Negara tetangga yaitu, Singapura, Malaysia dan Vietnam, dirasa
perlu untuk menambah jumlah anggota maupun peralatan, baik dilaut,
udara maupun darat.
6. Perlu penegakkan hukum (law inforcement), bagi aparatur penegak
hukum kepada masyarakat yang tidak diskriminatif.
7. Mengingat lemahnya kordinasi antara instansi yang menangani
permasalahan maka perlu dibentuk satu badan yang terdiri dari
gabungan instansi terkait. Ketegasan dalam pembagian kewenangan
lembaga yang menangan permasalahan yang terjadi,
8. Memperhatikan dan memberikan ruang publik dalam keterlibatannya
pada seluruh kebijakan dan pengelolaan bangsa,
9. Regulasi di era demokratisasi diharapkan tidak ada intervensi dari pihak
manapun, termasuk tekanan-tekanan politik dan keadilan serta kejujuran
harus ditegakkan,
19
10. Pelayanan publik oleh aparat yang bersih, transparan, akuntabel, efektif
dan efisien.
11. Penghematan dalam pengelolaan keuangan negara dan daerah, salah
satu pemborosan anggaran dalam Pemilukada disetiap daerah,
Kedepan Gubernur merupakan perpanjangtangan Pemerintah Pusat di
Daerah, yang tidak memiliki wilayah tidak perlu adanya Pemilukada
Gubernur, tapi cukup dipilih oleh DPRD.
12. Program Pencerdaskan kehidupan masyarkat dalam perpolitikan,
berbangsa dan bernegara.
2.2. MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
2.2.1 PELAYANAN PUBLIK
Jika dilihat dari pencapaian Indikator Pelayanan publik dan demokrasi
merupakan tujuan pembangunan yang penting. Demokrasi tidak hanya alat, namun
juga tujuan bagi pembangunan. Demokrasi yang menjadi pilihan bangsa sejak era
reformasi menguatkan tuntutan akan hadirnya pelayanan publik yang memadai.
Dalam rezim demokratis, legitimasi pemerintah tergantung pada pengakuan dan
dukungan dari rakyat. Untuk memperoleh legitimasi rakyat, pemerintah perlu terus
responsif terhadap keinginan rakyat. Salah satu upaya itu adalah dengan
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pelayanan publik dan demokrasi adalah
penentu legitimasi pemerintahan meningkatnya pelayanan birokrasi kepada
masyarakat yang tercermin dari berkurangnya secara nyata praktek korupsi di
birokrasi, dan dimulai dari tataran pejabat yang paling atas, terciptanya sistem
pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien dan
berwibawa, terhapusnya aturan, peraturan, dan praktek yang bersifat diskriminatif
terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat. Maka dalam rangka
memperkuat legitimasi pemerintahan, menjadi penting untuk mengetahui sejauh
mana tingkat pelayanan publik dan demokrasi di berbagai daerah di Indonesia,
termasuk di Provinsi Kepulauan Riau. Upaya menilai tingkat pelayanan publik dan
demokrasi (outcomes) di Provinsi Kepulauan Riau akan dilakukan dengan melihat
jumlah rata-rata beberapa indikator pendukung. Adapun indikator tersebut meliputi:
tingkat pelayanan publik yang diberikan dengan melihat jumlah rata-rata beberapa
indikator pendukung.
20
Adapun indikator tersebut meliputi: persentase jumlah kasus korupsi yang
tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, tingkat partisipasi politik
masyarakat baik dalam Pemilihan Legislatif maupun Pemilihan Presiden.
persentase jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu
atap atau pelayanan terpadu. Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau yang terdiri
dari 5 Kabupaten dan 2 Kota yaitu; Kabupaten Bintan, Kabupaten Natuna,
Kabupaten Lingga, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Anambas, sedangkan 2
Kota yaitu; Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang.
Sejak tahun 2008 telah diberlakukannya Kawasan Free Trade Zone (FTZ)
Batam, Bintan dan Karimun dan perubahan status Otorita Batam menjadi Badan
Kawasan (BK) FTZ . Hal ini dilakukan guna percepatan peningkatan perkembangan
ekonomi, membuka lapangan pekerjaan baru, mengurangi angka pengangguran
dan meningkatkan pendapatan asli daerah, maka perlu diwujudkan transparansi
dan akuntabilitas pelayanan publik dengan jalan memutus rentang kendali
administrasi birokrasi dengan mendirikan gabungan berbagai instansi dalam
memberikan pelayanan satu atap atau terpadu yang disebut one stop services
pelayanan yang efektif dan efisien. Pelayan publik (one stop services) ini sudah
berlangsung sejak tahun 2008.
Kota Batam dijadikan pioner percontohan dalam memberikan pelayan publik
yang terpadu, sudah ada beberapa daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang
membuat perda tentang pelayanan publik seperti, Tanjungpinang, Bintan dan
Karimun, namun belum berjalan optimal karena masih memiliki kendala terutama di
bidang sumber daya manusia dan bidang teknologi. Kesuksesan dan keberhasilan
Kota Batam dalam memberikan pelayan kepada publik, maka Menteri Dalam Negeri
Gamawan Fauzi dalam Dialog Today tanggal 8 Oktober 2010 distasiun Metro TV
mengatakan’’ Kota Batam di Provinsi Kepulauan Riau dijadikan sebagai daerah
percontohan dalam memberikan pelayan publik di Indonesia”.
Dengan demikian Provinsi Kepulauan Riau dalam pencapaian untuk
mewujudkan pelayan publik memiliki nilai yang tinggi jika dibandingkan dengan
capaian nasional. Nilai outcomes Provinsi Kepulauan Riau yang lebih tinggi
dibanding outcomes nasional, juga disumbang oleh indikator persentasi partisipasi
masyarakat dalam Pilpres tahun 2009, Pilkada Gubernur tahun 2005, meskipun
terjadi penurunan partisipasi pemilih pada Pemilu legislatif dan Presiden 2009,
tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih dalam Pemilihan
21
Gubernur Provinsi Kepulauan Riau hanya mencapai 46,34 persen, atau lebih dari
53,66 persen pemilih di Provinsi Kepulauan Riau masuk dalam golongan putih
(Absentia Voter) masih lebih tinggi dibanding nilai rata-rata nasional. Tingkat
partisipasi masyarakat yang rendah dalam menggunakan hak pilihnya dapat
menurunkan kualitas demokrasi. Rendahnya kualitas demokrasi dapat
mempengaruhi buruknya legitimasi pemerintah yang terbentuk dari hasil pemilu.
Rendahnya legitimasi pemerintah akan membuka ruang buruknya pelayanan publik
yang diterima masyarakat, serta maraknya praktik KKN karena kurangnya kontrol
dari masyarakat. Kondisi ini jika terus menerus berlangsung akan melahirkan
kekecewaaan politik (political disappointed) di dalam masyarakat, yang dapat
mendorong tersumbatnya atau melemahnya sarana-sarana politik formal.
Tingkat penanganan tindakan kejahatan masyarakat dan demokrasi
(outcomes) Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan kecenderungan yang meningkat
dari tahun ke tahun. Karena itu, dapat dijelaskan bahwa peningkatan signifikan nilai
outcomes pada tahun 2009 tidak lepas dari salah satu indikator pendukung yaitu
persentase aparat yang bekerjasama dengan masyarakat dalam menjaga
keamanan. Untuk melibatkan masyarakat dalam menjaga keamanan dan
perdaiaman yang mempengaruhi dirinya tidak saja merupakan tuntutan good
governance, tapi lebih dari itu, ia merupakan hak asasi manusia. Penanganan
tindakan korupsi di Provinsi Kepulauan Riau mendapatkan prioritas yang pertama
dari seluruh elemen pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Langkah
pemberantasan korupsi ini juga bersinggungan dengan upaya meningkatkan
kualitas pelayanan publik. Mengingat persepsi korupsi terkait dengan kualitas
pelayanan publik. Menurut survei yang diadakan Political and Economic Risk
Consultancy (PERC), Indonesia menempati urutan teratas dalam daftar negara
paling korup di antara 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik. Singapura berada
di urutan terbawah.
Korupsi adalah salah satu tindak kejahatan yang dipandang sebagai
masalah yang sangat serius di Indonesia, korupsi selalu mengrogoti harta kekayaan
negara. Kepekaan masyarakat terhadap tindak kejahatan korupsi serta proses
penanganan/penindakan para pelaku kejahatan oleh aparat penegak hukum telah
demikian peka. Seperti halnya di daerah-daerah lain di Indonesia, aparat penegak
hukum di Provinsi Kepulauan Riau telah menunjukkan kesigapan yang semakin
tinggi dalam melakukan penangan setiap tindak pidana korupsi. Kasus - kasus dana
22
non bugeter yang demikian kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara
korupsi di negara yang berupaya mewujudkan good and clean governance sebagai
salah satu cita-cita reformasi.
Berdasarkan data yang terhimpun dari Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi
Kepulauan Riau, dalam periode 2008-2010, sebagai berikut;
Peraga 2.4. Kasus Korupsi yang Tertangani Dibandingkan yangdilaporkan
Sumber : Kejati Provinsi Kepri 2010
Penanganan kasus korupsi di wilayah Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan
Riau baru dimulai sejak tahun 2008, pada tahun-tahun sebelumnya penangan
kasus korupsi ditangani oleh Kejaksaan Tinggi yang masih berkedudukan di
Provinsi Riau Pekanbaru, penangan kasus korupsi memperlihatkan trend atau
kecenderungan positif. Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu daerah
yang memperoleh indeks penanganan korupsi terbaik di Indonesia. Trend dalam
menangani kasus korupsi yang dilaporkan juga terus menunjukkan hasil optimal.
Pada tahun 2010, dari 30 kasus yang dilaporkan, semuanya berhasil ditangani oleh
Kejati Provinsi Kepulauan Riau. Data dari tahun 2008 dan tahun 2009 tidak dapat
ditampilkan karena data yang diperoleh hanya data tahun 2010, melalui Asisten
Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Riau Eko Bambang
Riadi SH, MH mengatakan bahwa data tahun 2008 dan 2009 akan diberikan
setelah data tersebut diinput oleh stafnya. Korupsi adalah salah satu tindak
kejahatan yang dipandang sebagai masalah yang sangat serius di Indonesia.
23
Kepekaan masyarakat terhadap tindak kejahatan korupsi serta proses
penanganan/penindakan para pelaku kejahatan oleh aparat penegak hukum telah
demikian peka. Seperti halnya di daerah-daerah lain di Indonesia, aparat penegak
hukum di Provinsi Kepulauan Riau telah menunjukkan kesigapan yang semakin
tinggi dalam melakukan penangan setiap tindak pidana korupsi. Berdasarkan data
yang terhimpun dari Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Kepulauan Riau dalam
periode 2008-2010, seluruh kasus korupsi yang dilaporkan semuanya dapat
ditangani. Jika dilihat dari Outcomes penanganan kasus dan tindakan korupsi
mengalami trend yang sangat baik.
Sementara itu, jika dinilai dari laporan keuangan masing-masing SKPD yang
memiliki laporan keuangan dengan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP), maka
bisa disampaikan bahwa belum ada SKPD di Provinsi Kepulauan Riau yang
mendapat predikat ini. Karena secara umum, audit yang dilakukan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan predikat wajar dengan pengecualian
kepada Provinsi Kepulauan Riau. Kesulitan tersendiri dalam hal ini adalah, audit
dilakukan hanya untuk laporan keuangan konsolidasi di tingkat provinsi/kabupaten
dan kota, bukannya audit parsial terhadap masing-masing SKPD.
Dalam laporan hasil pemeriksaan yang dipublikasi oleh BPK dari tahun
2007–2009, maka seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau
mendapat predikat wajar dengan pengecualian (WDP). Kecuali Kabupaten
Anambas yang mendapat predikat TMP (tidak memberikan pendapat). Hal ini
disebabkan karena Kabupaten Anambas adalah kabupaten baru hasil pemekaran
sehingga laporan keuangannya belum tertata rapi. (Sumber: Ikhtisar Hasil
Pemeriksaan BPK-RI, 2010).
Berdasarkan hasil analisis untuk laporan keuangan konsolidasi di tingkat
provinsi, kabupaten, dan kota ini maka untuk sementara tim EKPD juga
menyimpulkan bahwa belum ada SKPD di lingkungan Provinsi Kepulauan Riau
yang mendapatkan predikat WTP.
Penyebab utama dari hal ini adalah usia Provinsi Kepri yang tergolong
masih relatif muda sehingga membutuhkan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM
yang mengerti dengan manajemen keuangan yang sesuai dengan kaedah-kaedah
akuntansi yang berlaku umum dan peraturan yang ada. Telah ada komitmen dari
kepala daerah di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten dan kota untuk
memperbaiki posisi ini di masa-masa mendatang.
24
2.2.2. DEMOKRASI
GDI (Gender Development Index)
GDI atau Indek Pembangunan Gender (IPG) merupakan pencapaian
kemampuan dasar pembangunan manusia berbasis gender. HDI (Human
Development Index) digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan
bersama dengan GDI, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan
pembangunan manusia antara laki – laki dan perempuan. Kesetaraan gender terjadi
apabila nilai GDI setara dengan HDI dengan kata lain jika nilai GDI lebih rendah dari
HDI maka telah terjadi ketimpangan gender. Perbedaan HDI dan GDI dapat
menggambarkan bias gender dalam kualitas hidup dimana terjadi ketidaksetaraan
gender dalam pembangunan. Nilai GDI merupakan komposit nilai dari (1) Angka
Harapan Hidup, (2) Angka Melek Huruf, (3) Rata – rata Lama Sekolah, (4) Angkatan
Kerja (%)
Indek Pembangunan Gender (GDI) tahun 2005–2008 di Provinsi Kepulauan
Riau dapat dilihat pada Peraga 2.5. Terlihat bahwa indikator pencapaian
pembangunan gender di Provinsi Kepuluan Riau meningkat setiap tahunnya dari
tahun 2005-2008. Nilai GDI Kepri pada tahun 2005 hanya sebesar 55,1%
bertambah secara perlahan sampai tahun 2008 hanya mencapai 62,5%. Jika
dibandingkan dengan GDI Nasional, maka pencapaian Indek Pembangunan Gender
Kepri belum mencapai rata – rata nasional yaitu 66,4%. Nilai GDI pada tahun 2009
tidak dilakukan perhitungan, informasi ini disampaikan oleh staf biro pemberdayaan
perempuan Dinas kesekretariatan Provinsi Kepulauan Riau, sehingga untuk
pembahasan dan analisis hanya terbatas sampai GDI tahun 2008.
Kesetaraan gender dalam pembangunan dapat dilihat dari beberapa
indikator, salah satunya nilai Angka Harapan Hidup (AHH). AHH penduduk
Indonesia tahun 2007 adalah 68,70 tahun meningkat menjadi 69,70 tahun 2008
dimana nilai angka ini lebih tinggi dari angka nasional yaitu 69,00 tahun. Pada
tahun 2008 diperkirakan anak yang lahir dapat hidup rata – rata sampai usia 69,70
tahun, artinya diasumsikan anak yang lahir pada tahun 2008 akan dapat bertahan
hidup selama 69,70 tahun dengan catatan bila diasumsikan bahwa kondisi
kesehatan dan kematian yang ada akan berjalan seperti saat ini atau tidak berubah.
Tingginya nilai AHH Provinsi Kepulauan Riau merupakan bukti telah meningkatnya
pembangunan kesehatan masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau yang diikuti oleh
25
status gizi balita, dari 190,011 balita yang ada di Provinsi Kepri sebanyak 5,53%
balita gizi buruk dan 2,053 (2,10%) balita gizi bawah garis merah (BGM) yang setiap
tahunnya bisa dikendalikan, dan masih jauh dari standar nasional 12% untuk gizi
kurang dan 15% gizi buruk ( tahun 2008). Berdasarkan perbedaan menurut kota/
kabupaten pada tahun 2008 yaitu Kabupaten Natuna memiliki AHH paling rendah
68,10 tahun dan yang tertinggi Kota Batam yaitu 70,70 tahun. Jika dirinci menurut
jenis kelamin, ternyata AHH pada waktu lahir dari penduduk perempuan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki.
Jika dilihat dari angka melek huruf yang merupakan gambaran kemampuan
baca tulis penduduk usia 15 tahun keatas, maka angka melek huruf penduduk
Provinsi Kepri pada tahun 2008 adalah mencapai 95,1%, artinya masih ada sekitar
4,9 persen penduduk Provinsi Kepri yang buta huruf. Secara umum angka melek
huruf penduduk perempuan lebih rendah jika dibandingkan dengan angka melek
huruf laki-laki, yaitu 93,5% untuk perempuan berbanding 96,8% untuk laki-laki. Jika
dilihat dari tempat tinggal pada tahun 2008 menunjukkan angka melek huruf di
daerah perkotaan (96,5%) lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan (89,8%) hal
ini disebabkan akses dan kesempatan mendapatkan pendidikan lebih baik
dibandingkan dengan pedesaan. Demikian pula jika dilihat dari jenis kelaminnya
angka melek huruf perempuan lebih rendah dari laki –laki, hal ini juga didukung oleh
data Badan Pusat Statistik tahun 2008 bahwa berdasarkan distribusi persentase
penduduk usia 10 tahun keatas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan
ternyata laki-laki mampu menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar
56% dibandingkan perempuan hanya 52%, akan tetapi jika dilihat dari kesenjangan
gender yang dihitung berdasarkan rasio angka melek huruf penduduk laki- laki dan
perempuan maka angka yang didapat masih cukup menggembirakan. Kesenjangan
gender pada tahun 2008 di perkotaan sebesar 0,93 sedangkan di pedesaan
sebesar 0,97. Angka tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan nyata
kesenjangan gender dalam melek huruf. Jadi antara perempuan dan laki- laki
hampir memiliki kemampuan yang cenderung sama dalam membaca dan menulis
huruf latin. Hal ini menunjukkan bahwa masalah pembangunan pendidikan sudah
cukup baik di Provinsi Kepri, tetapi keadaan belum bisa menggambarkan keadaan
di pulau-pulau dan kabupaten yang belum mendapatkan pemerataan pembangunan
baik fisik dan non fisik.
26
Rata–rata lama sekolah juga merupakan rasio nilai GDI dalam mencapai
pembangunan gender. Angka ini menggambarkan sampai sejauh mana rata – rata
penduduk usia 15 tahun ke atas menikmati pendidikan di bangku sekolah. Selain itu
juga berfungsi untuk melihat sejauh mana pemerintah berhasil dalam pelaksanaan
program wajib belajar 9 tahun. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas, 2008) rata – rata lama sekolah penduduk Provinsi Kepri baru mencapai
8,94 tahun atau rata – rata baru mencapai taraf pendidikan kelas dua Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Jika dilihat dari jenis kelamin maka persentase rata –
rata lama sekolah penduduk laki-laki dan perempuan tidak berbeda nyata yaitu
25,6% untuk laki- laki dan 24,6% untuk perempuan. Secara umum antara penduduk
laki- laki dan perempuan dalam hal lama sekolah atau tingkat pendidikan yang
ditamatkan tidak terjadi kesenjangan yang terlalu tinggi, namun hal itu tidak berarti
bahwa usaha untuk memperbaiki tingkat pendidikan perempuan cukup, khususnya
bagi perempuan harus terus dilaksanakan agar nantinya tercipta kondisi kualitas
sumber daya manusia yang mempunyai mutu yang seimbang antara laki – laki dan
perempuan.
Peraga 2.5. Indek Pembangunan Gender (GDI) Kepulauan RiauTahun 2005-2008.
Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA, dan BPS
Indikator terakhir dalam melihat pembangunan gender adalah persen
27
partisipasi angkatan kerja (TPAK). Angka ini berarti proporsi penduduk usia kerja
(15 tahun keatas) yang termasuk kedalam angkatan kerja. Dari hasil Sakernas
Agustus 2008 menunjukkan bahwa TPAK laki- laki (85,9%) lebih tinggi
dibandingkan TPAK perempuan ( 47,6%). Jika dilihat dari jumlah yang bekerja dari
1,007,8 ribu penduduk usia 15 tahun keatas di Provinsi Kepri hanya 60,79% yg
bekerja. Dengan rincian laki-laki bekerja jauh lebih tinggi (79,26%) dibandingkan
perempuan (43,47%) artinya masih terjadi kesenjangan dalam jumlah pekerja di
Provinsi Kepri. Jika dilihat dari jenis pekerjaan maka didominasi oleh karyawan/
buruh industri (45,44%) dan perdagangan (20,58%) sisanya jenis pekerjaan lain.
Pada Peraga 2.6. terlihat nilai Human Development Indek (HDI) Provinsi
Kepri yang meningkat setiap tahun tapi belum diikuti oleh nilai pembangunan
gender. Jika dibandingkan antara nilai HDI dan GDI Provinsi Kepri dari tahun 2005-
2008 maka terdapat nilai bias atau kesenjangan relatif tetap pada 15.7 point pada
tahun 2005 dan 11.7 point untuk tahun 2008. Hal ini berarti masih terjadi
kesenjangan pembangunan gender. Jika diamati secara keseluruhan nilai GDI di
provinsi Kepri (62,5%) masih jauh dari target nasional (66,4%) . Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa pembangunan berbasis gender di Kepulauan Riau masih perlu
ditingkatkan dalam mencapai pembangunan yang adil dan demokratis.
Peraga 2.6. Perbandingan nilai Human Development Indek (HDI) dan GenderDevelopment Indek (GDI) tahun 2005-2008.
Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA, dan BPS
28
GEM (Gender Empowerment Measurement)
GEM atau Indek Pemberdayaan Gender menunjukkan apakah perempuan
dapat memainkan peranan aktif dalam kehidupan ekonomi dan politik. GEM
melacak persentase perempuan yang duduk di parlemen, keterlibatan perempuan
pekerja professional, kepemimpinan serta ketatalaksanaan, dan perempuan dalam
angkatan kerja. Nilai GEM Provisi Kepulauan Riau Tahun 2005 – 2008 dapat dilihat
pada Peraga 2.7 dibawah ini. Sama halnya dengan nilai GDI, nilai GEM untuk tahun
2009 tidak disertai data yang tersedia oleh Biro Pemberdayaan Perempuan Dinas
Kesekretariatan Provinsi Kepulauan Riau.
Peraga 2.7. Indek Pemberdayaan Gender (GEM) Provinsi Kepri 2005-2008
Sumber : BPS Kepri dan Biro Pemberdayaan Provinsi Kepulauan RiauData GEM pada tahun 2007 merupakan hasil pengolahan data dan interpolasi
Dari Peraga 2.7 tersebut nilai GEM terus mengalami peningkatan dalam
kurun waktu 2005 – 2008. Nilai GEM memperlihatkan cenderung naik yang cukup
stabil tetapi masih jauh dari rata-rata nasional. Nilai GEM di Provinsi Kepri tahun
2007 tidak disertai dengan data (data diambil berdasarkan interpolasi data/
kecendrungan pola kenaikan data) tetapi terlihat peningkatan pada tahun 2008
mencapai 49.25%. Hal ini dapat kita lihat dari keterlibatan perempuan dalam dunia
politik dari tahun 2005 – 2008 dalam anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau
hanya berbanding 6.6% atau hanya 3 orang perempuan dalam 45 total anggota
29
dewan,dengan demikian peran perempuan di DPRD Provinsi Kepri tahun 2008
hanya sebesar 20% dan di DPRD Kab/ kota mencapai 12,7% serta di jabatan publik
hanya 1,1%. Jika dilihat dari jumlah penduduk perempuan (743,282 orang) lebih
banyak dibandingkan laki-laki (709,791 orang) maka partisipasi perempuan masih
sangat rendah. Faktor Demokrasi masih belum berjalan, karena rata-rata
perempuan masih suka memilih laki-laki dalam pemilihan Gubernur Kepri ( Periode
2010-2015) hal ini disebabkan karena masih rendahnya keercayaan pemilih
terhadap kepemimpinan perempuan.
Kurangnya pembinaan dan pendidikan dasar praktis terhadap politik bagi
perempuan juga menjadi alasan bagi para perempuan tidak terlibat dalam politik.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa perhatian pemerintah Kepri terhadap
kesamaan gender dan pemberdayaan masyarakat (perempuan) terhadap
pembangunan ekonomi serta partisipasi politik mengalami kemajuan dan selalu
tetap ditingkatkan.
Berdasarkan nilai GDI dan GEM Provinsi Kepuluan Riau yang telah
dibicarakan sebelumnya maka nilai ini memperlihatkan peningkatan kualitas hidup
manusia dan pembangunan penduduk semakin lebih baik dari rata-rata nasional.
Indek Pembangunan Manusia telah mencapai target nasional yang mencerminkan
peningkatan pembangunan berkelanjutan yang belum sejalan dengan
pembangunan gender dan pemberdayaan gender. Jika dilihat dari pemerataan
pembangunan manusia dalam meningkatkan kualitas hidup dan peranan
perempuan dalam pembangunan berdasarkan kabupaten/ kota masih terlihat
kesenjangan antara kota Batam dengan kota dan kabupaten yang lain.
Indek pembangunan gender dan pemberdayaan gender belum
memperlihatkan kesetaraan dan nilainya masih belum mencapai target nasional.
Hal ini disebabkan oleh (1). Keadaan geografis Kepulauan Riau yang terdiri dari
2408 pulau dengan 4% daratan dan 96% lautan menyebabkan akses transportasi
yang menunjang pembangunan masyarakat menjadi terhambat. (2) Masih
terjadinya kesenjangan pembangunan baik di daerah dan di kabupaten seperti
pulau Batam, pembangunan jauh lebih baik dibandingkan dengan 6 kabupaten/kota
yang lain. (3) Belum meratanya kesempatan mendapatkan pendidikan di wilayah
kepulauan yang jaraknya relatif jauh sehingga akses pembangunan juga terhambat
seperti kesempatan mendapatkan pendidikan bagi perempuan , (4) Belum
30
meratanya akses kesehatan karena jumlah sarana, prasarana dan tenaga
kesehatan belum berimbang, (4) Belum optimalnya pemberdayaan perempuan dan
masih kurangnya kuantitas lembaga pembinaan pemberdayaan perempuan
sehingga keterlibatan dan partisipasi perempuan dalam politik dan ekonomi juga
terhambat.
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan Untuk Agenda Pembangunan Indonesia Yang
Adil Dan Demokratis:
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas maka dalam bidang
pelayanan publik dan demokrasi di Provinsi Kepulauan Riau maka perlu dilakukan
beberapa hal antara lain :
1. Pelayanan satu atap (one stop service) yang berhasil diterapkan di Batam
sebaiknya segera dilaksanakan juga dilingkungan kabupaten/kota yang lain
dilingkungan Provinsi Kepri. Karena, walaupun masih ada kendala, namun
pelayanan satu atau di Batam telah diakui kalangan dunia usaha sangat
membantu dalam memperlancar arus investasi dan menguntungkan semua
pihak.
2. Masih sulitnya Provinsi Kepri dan kabutapen/kota di bawahnya meraih
predikat WTP dalam pelaporan keuangannya sangat rawan dan merupakan
indikasi awal dari penyelewengan keuangan daerah. Direkomendasikan agar
Provinsi Kepri segera meningkatkan kualitas SDM yang mengelola
keuangan melalui perekrutan, pelatihan, dan pengarahan terus menerus
oleh pihak-pihak terkait.
3. Masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan maka perlu
ditingkatkan komposisi dan kuantitas lembaga pemberdayaan gender di
Provinsi Kepulauan Riau khususnya lembaga yang mengembangkan
keahlian dan keterampilan dalam meningkatkan peran perempuan dalam
pembangunan.
4. Keterlibatan perempuan dalam bidang politik dan pemerintah dapat
ditingkatkan dengan jalan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat
dan meningkatkan keterlibatan perempuan dalam bidang politik (legislatif)
dan pemerintahan (ekskutif). Seperti memberikan pendidikan praktis dalam
bidang politik sehingga perempuan tertarik dan mau berperan dalam
pembangunan khususnya perwakilan dewan dan dalam pemerintahan.
31
5. Masih terjadinya ketimpangan peran perempuan di pedesaan dan perkotaan
yang ada dapat diatasi dengan jalan meningkatkan pelatihan dan
keterampilan bagi perempuan khususnya dipedesaan dengan memberikan
pelatihan gratis bagi peserta, sehingga perempuan di pedesaan dibekali
pengalaman, pendidikan dan keterampilan sehingga mampu bersaing dalam
dunia kerja dan berperan aktif dalam pembangunan.
2.3. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
2.3.1. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (HUMAN DEVELOPMENT INDEX)
Sumber daya manusia merupakan subjek sekaligus objek pembangunan,
mencakup seluruh siklus hidup sejak di dalam kandungan hingga akhir hayat.
Kualitas sumber daya manusia ditandai dengan meningkatnya indek pembangunan
manusia. Angka HDI merupakan komposit dari data-data ; (1) Umur Harapan Hidup
(2) Angka melek aksara pada usia 15 tahun keatas; (3) angka partisipasi kasar
jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tertinggi ; (4) Produk Domestik Bruto
(PDB) perkapita yang dihitung berdasarkan Paritas Daya Beli ( Purchasing Power
Parity)
Kualitas hidup manusia indonesia tercermin dari Indek Pembangunan
Manusia (Human Developmen Indek/HDI). Dari Peraga 2.8 dibawah ini
memperlihatkan bahwa pembangunan di Provinsi Kepri ini setiap tahunnya dalam
kurun waktu 5 tahun dari mulai terbentuk tahun 2004 memperlihatkan peningkatan
yang signifikan. Dari Gambar terlihat nilai HDI Kepri berada pada angka 70,8%
untuk tahun 2004-2005 dan 72,2% pada tahun 2006 serta bertambah secara
perlahan pada tahun 2007 menjadi 72,8%. Pada tahun 2008 trend peningkatan HDI
Provinsi Kepri semakin tinggi mencapai 74,18% dibandingkan tahun sebelumnya
dan lebih tinggi dari nilai HDI nasional 71,17%. Hal ini disebabkan semakin
meningkatnya pembangunan bidang kesehatan, pendidikan dan pertumbuhan
ekonomi yang semakin membaik yaitu pertumbuhan 6,6% setiap tahunnya melebihi
rata - rata nasional (6,0 %).
32
Peraga 2.8. Indeks Pembangunan Manusia (HDI) Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008
Pada tahun 2008, HDI di Provinsi Kepri sebasar 74.18% menduduki
peringkat ke-6 nasional dari 33 provinsi di Indonesia dengan nilai : (1) Angka
Harapan Hidup 69.70 tahun, (2) Angka Melek Huruf 96.08%, (3) Rata – rata lama
sekolah 8.96 tahun, (4) Pengeluaran perkapita penduduk sebesar Rp. 780,119 .
Jika dilihat lebih dalam komponen HDI khususnya mengenai usia harapan
hidup, penduduk Provinsi Kepulauan Riau rata-rata usianya mencapai 69,70 tahun.
Sedangkan angka harapan hidup penduduk Indonesia hanya mencapai 68,00
tahun, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa penduduk Provinsi
Kepulauan Riau mempunyai usia harapan hidup yang lebih panjang dibandingkan
dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia lainnya. Ini menunjukkan adanya
peningkatan derajat kesehatan di tengah masyarakat Provinsi Kepulauan Riau.
Dilihat dari aspek pendidikan, penduduk Kepulauan Riau rata-rata
bersekolah selama 8,94 tahun, dibulatkan menjadi 9 tahun. Artinya jika lama belajar
di SD adalah 6 tahun dan di SMP adalah 3 tahun maka jumlah lama bersekolah
adalah 9 tahun, dengan kata lain penduduk Provinsi Kepulauan Riau pendidikannya
rata-rata tamat SMP. Angka ini memang masih rendah, namun angka ini masih
lebih baik dibandingkan dengan angka rata-rata lama sekolah nasional pada tahun
yang sama (2008) yang baru mencapai 7,52 tahun atau hanya sampai kelas 2 SMP.
33
Selain berumur panjang dan telah sekolah sampai SMP, penduduk
Kepulauan Riau juga sebagian besar sudah dapat membaca dan menulis. Hal ini
dapat dilihat dari Angka Melek Huruf penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang
sudah mencapai 96 persen. Artinya hanya tinggal 4 persen saja penduduk yang
buta aksara, itu pun adalah para lansia yang tidak mungkin lagi bersekolah.
Selanjutnya jika dilhat dari tingkat kesejahteraan ekonomi, penduduk Kepulauan
Riau dapat dikatakan relatif sejahtera, hal ini ditunjukkan oleh angka pengeluaran
rata-rata per kapita penduduk yang mencapai Rp. 637.670 per bulan. Angka ini
berada di atas angka nasional yang besarnya Rp. 628.330.
Bila dilihat dari nilai HDI Kab/Kota di Prov. Kepri maka Kota Batam
menduduki peringkat ke 14 nasional dengan nilai 77,28% (Tabel 2.1). Dari
perkembangan angka HDI di atas tampak adanya perubahan ke arah yang lebih
baik dalam bidang pembangunan Sumber Daya Manusia masyarakat (SDM)
Provinsi Kepulauan Riau. Ini bermakna bahwa pembangunan yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota telah berdampak positip terhadap
pengembangan SDM. Namun masih perlu ditingkatkan karena angka 73,7 itu masih
jauh lebih rendah dari pada HDI negara tetangga kita seperti Singapura yang HDI-
nya telah mencapai angka 91,9 dan Malaysia 82,3. ( Bappeda tahun 2010).
Tabel 2.1. Indek Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan RiauTahun 2005-2009
Kab / Kota 2005 2006 2007 2008 2009 Peringkat
Bintan 70,90 72,00 72,97 73,34 73,66 105
Batam 76,50 76,68 76,82 77,28 77,56 14
Karimun 71,70 72,00 72,40 72,80 73,15 131
Natuna 68,40 69,02 69,36 69,81 70,02 268
Tanjungpinang 72,20 72,88 73,46 73,92 74,34 88
Lingga 69,40 69,85 70,25 70,74 71,10 220
Provinsi Kepri 72,20 72,79 73,68 74,18 74,91 6
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010
34
Tabel 2.2. Indek Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 (sesuai indikator)
Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
Angka Harapan Hidup 69,5 69,6 69,60 69,70 69,76
Angka Melek Huruf 96,0 93,8 94,60 96,00 94,90
Rata-rata lama Sekolah 8,1 8,4 8,94 8,94 8,94
Pengeluaran Per Kapita 621.900 489.441 554.106 637.670 692,814
HDI/ IPM 72,20 72,79 73,68 74,18 74,91
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2010
Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa nilai Indek
Pembangunan Manusia memiliki trend yang semakin meningkat dalam kurun waktu
5 tahun dan telah melebihi target nasional. Semakin meningkatnya nilai HDI
Provinsi Kepri memperlihatkan pemerintah sangat serius dalam meningkatkan
kualitas pembangunan manusia demi mencapai peningkatan pembangunan
nasional khususnya penyediaan anggaran untuk pendidikan dan kesehatan yang
semakin baik.
2.3.2. PENDIDIKAN
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) telah menetapkan kebijakan di
bidang pendidikan dengan menetapkan bidang pendidikan sebagai prioritas yang
utama dan dianggarkan setiap tahun di dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah. Penetapan prioritas utama di bidang pendidikan tersebut tercermin dari
kebijakan pengalokasian anggaran pendidikan yang disepakati sebesar 20% dari
total APBD Provinsi Kepri setiap tahunnya.
Alokasi anggaran pendidikan tersebut dipergunakan untuk melaksanakan
berbagai program dan kegiatan seperti peningkatan sarana dan prasarana,
peningkatan mutu dan kesejahteraan guru, peningkatan kegiatan kesiswaan serta
pemberian beasiswa kepada mahasiswa S-1, S-2, dan S-3, serta guru dan dosen
tugas belajar. Dengan upaya-upaya yang telah ditempuh oleh Pemerintah Provinsi
Kepri ini jelaslah bahwa pendidikan merupakan upaya yang paling strategis dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia disamping pelatihan-pelatihan dan
35
kursus. Satu hal yang harus diingat bahwa tugas ini bukan hanya tanggungjawab
Pemerintah saja, tetapi juga merupakan tanggungjawab keluarga dan masyarakat.
Beberapa aspek yang berkaitan dengan indikator tingkat keberhasilan pada bidang
pendidikan di Provinsi Kepri, antara lain adalah :
Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SD/MI.
Komitmen Pemprov Kepri untuk meningkatkan kualitas pendidikan guna
mewujudkan masyarakat Kepri yang cerdas dan terbilang, terus dilakukan melalui
upaya-upaya yang telah ditempuh yang secara nyata telah mampu meningkatkan
kualitas pendidikan yang tergambar dari salah satu indikator keberhasilan tingkat
pendidikan adalah Angka Partisipasi Murni (APM).
APM menggambarkan tingkat partisipasi penduduk usia sekolah atau kelompok usia
7 – 18 tahun di Provinsi Kepri dengan formulasi perbandingan antara jumlah
penduduk usia sekolah yang bersekolah dengan jumlah penduduk usia sekolah
pada semua jenjang pendidikan pada waktu tertentu. Secara umum kondisi tingkat
pendidikan di Provinsi Kepri berdasarkan APM menunjukkan peningkatan yang
lebih baik.
PERAGA 2.9. ANGKA PARTISIPASI MURNI (SD/MI)
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau.
Berdasarkan data ini, nampak bahwa angka partisipasi murni untuk tingkat
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) di Kepulauan Riau mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah
36
dengan program wajib belajar 9 tahun terutama untuk wilayah Provinsi Kepulauan
Riau sudah berhasil. Kenaikan yang sangat drastis dari angka partisipasi murni
untuk tingkat SD/MI ini terutama pada tahun 2008, dimana pada tahun 2007
menunjukkan angka 88,42 meningkat menjadi 96,99 pada tahun 2008. Hal ini bila
dibandingkan pada tahun-tahun yang lainnya yang hanya mengalami kenaikan
berkisar pada angka 0,15 s.d. 2,91.
Semakin tingginya Angka Partisipasi Murni dari tahun 2004 hingga tahun 2009
disebabkan banyaknya siswa di luar usia sekolah yang berada di jenjang pendidikan
tersebut. Walaupun Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah mendirikan Sekolah
Dasar di pelosok-pelosok daerah yang dikarenakan kondisi geografis wilayah
Provinsi Kepulauan Riau yang terdiri dari pulau-pulau sehingga memungkinkan
anak-anak usia 7 – 12 tahun dapat bersekolah di Sekolah Dasar, namun Angka
Partisipasi Murni ini tidaklah sebesar Angka Partispasi Kasar (APK). Hal ini
disebabkan kondisi ekonomi masyarakat Provinsi Kepulauan Riau masih ada yang
berada di bawah garis kemiskinan sehingga untuk menyekolahkan anak-anak
mereka yang berada di usia Sekolah Dasar tidak memungkinkan. Disamping itu
dikarenakan kurangnya kesadaran orangtua tentang pentingnya arti pendidikan bagi
anak.
Namun jika melihat angka-angka pada grafik tersebut secara keseluruhan
terutama tahun 2009 yang sudah menyentuh 97,14 dapat disimpulkan bahwa
program Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau di bidang pendidikan sudah berhasil,
dikarenakan hanya 2,86 saja yang belum menikmati pendidikan Sekolah Dasar.
Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SD/MI
Indikator lain yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dibidang
pendidikan adalah menggunakan Angka Partisipasi Kasar (APK). Secara umum
kondisi tingkat pendidikan di Provinsi Kepri berdasarkan APK juga menunjukkan
peningkatan yang lebih baik.
37
PERAGA 2.10. ANGKA PARTISIPASI KASAR(SD/MI)
95.72
97.3298.5 98.85 99.12
102.15
92
94
96
98
100
102
104
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Angka Partisipasi Kasar SD/MI Tahun 2004-2009 di ProvinsiKepuluan Riau
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau.
Dari peraga 2.10 diatas ini memperlihatkan bahwa Angka Partisipasi Kasar
menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun walaupun kenaikan dari
tahun ke tahun tidak terlalu mencolok terkecuali di tahun 2009. Pada tahun 2008
berkisar pada angka 99,12 menjadi 102,15 pada tahun 2009. Sedangkan untuk
tahun 2004 hingga tahun 2006, kenaikannya tidaklah terlalu mencolok sama sekali,
apalagi untuk tahun 2006 ke 2007 yang hanya mengalami kenaikan 0,35.
Semakin tingginya Angka Partisipasi Kasar dari tahun 2004 hingga tahun
2009 disebabkan banyaknya siswa di luar usia sekolah yang berada di jenjang
pendidikan tersebut. Oleh karena itu diperlukan tambahan sekolah atau rehabilitasi
ruang kelas yang rusak, baik rusak berat maupun rusak ringan. Namun pada
umumnya Pemerintah terutama Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah
mendirikan Sekolah Dasar di pelosok-pelosok daerah hal ini dikarenakan kondisi
geografis wilayah yang terdiri dari pulau-pulau sehingga memungkinkan anak-anak
usia 7 – 12 tahun dapat bersekolah di Sekolah Dasar.
Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs.
Rata-Rata Nilai Akhir siswa SMP/MTs di Provinsi Kepulauan Riau
berdasarkan data yang didapat adalah sebagai berikut :
38
Tabel 2.3 : Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs
Tahun Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs
2007 5,98
2008 5,91
2009 6,61
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
Berdasarkan data pada tabel, menunjukkan bahwa terjadi penurunan rata-rata
nilai akhir SMP/MTs pada tahun 2008 dimana pada tahun 2007 menunjukkan angka
5,98 menjadi 5,91. Namun pada tahun 2009 menunjukkan kenaikan yang cukup
drastis yaitu 6,61 atau mengalami kenaikan 0,70.
Secara keseluruhan nilai rata-rata siswa-siswa tingkat SMP/MTs di Provinsi
Kepulauan Riau menunjukkan angka yang cukup baik, hal ini dikarenakan sudah
melampaui batas minimal kelulusan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam
hal ini Kementerian Pendidikan Nasional. Hal ini dapat dibuktikan dari rata-rata
tingkat pendidikan masyarakat Kepulauan Riau yang “hanya” mencapai angka 8,94
tahun, artinya jika lama belajar di Sekolah Dasar (SD) adalah 6 tahun dan di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat adalah 3 tahun maka jumlah
lama bersekolah adalah 9 tahun, dengan kata lain penduduk Kepulauan Riau
pendidikannya rata-rata tamat SMP. Angka ini memang masih rendah, namun
angka ini masih lebih baik bila dibandingkan dengan angka rata-rata sekolah pada
jenjang yang sama di tingkat Nasional yang baru mencapai 7,52 atau hanya sampai
pada kelas 2 SMP saja. Namun hal ini tetap memerlukan perhatian yang serius ke
depan dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam hal ini melalui Dinas
Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau dan Dinas-Dinas Pendidikan yang berada di 7
Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau.
Rata-Rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA
Rata-Rata Nilai Akhir siswa SMA/SMK/MA di Provinsi Kepulauan Riau
berdasarkan data yang didapat adalah sebagai berikut :
39
Tabel 2.4. Rata-Rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA
Tahun Rata-Rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA
2007 6,80
2008 5,34
2009 6,65
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
Rata-rata nilai akhir pada tingkat SMA/SMK/MA menunjukkan penurunan,
terutama pada tahun 2008 yang hanya 5,34 dari sebelumnya di tahun 2007
menunjukkan angka 6,80. Pada tahun 2009 mengalami kenaikan kembali menjadi
6,65 tapi masih tidak mampu melebihi nilai rata-rata pada tahun 2007.
Walaupun secara keseluruhan menunjukkan bahwa angka rata-rata ini sudah
memenuhi standar minimal nilai kelulusan Ujian Nasional namun turun naiknya nilai
ini merupakan pekerjaan rumah yang cukup berat bagi Dinas pendidikan Provinsi
Kepulauan Riau dan Dinas-Dinas Pendidikan di 7 Kabupaten/Kota yang ada di
wilayah Provinsi Kepulauan Riau, sehingga dengan naiknya nilai rata-rata tentunya
akan dapat membantu bagi siswa SMA/SMK/MA untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi (Perguruan Tinggi), apalagi secara umum Angka
Partisipasi Sekolah untuk jenjang pendidikan SLTA baru mencapai 64%. Artinya
masih ada sekitar 36% penduduk usia 16-18 tahun yang belum mengecap
pendidikan SLTA baik itu SMA, SMK maupun MA.
Angka Putus Sekolah SD
Angka Putus Sekolah siswa SD di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan
data yang didapat adalah sebagai berikut :
Tabel 2.5. Angka Putus Sekolah SD
Tahun Angka Putus Sekolah SD
2007 180
2008 174
2009 174
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
40
Angka putus sekolah pada tingkat SD di Provinsi Kepulauan Riau
menunjukkan angka yang stabil dimana pada tahun 2007 menunjukkan angka 180,
menjadi 174 pada tahun 2008 dan 2009. Angka-angka ini jelas menunjukkan bahwa
perubahan angka tidaklah terlalu besar dan bahkan cenderung stabil.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di tabel sebelumnya bahwa rata-rata
tingkat pendidikan penduduk Provinsi Kepulauan Riau adalah sampai tamat SMP.
Kalaupun ada terdapat penduduk yang tidak melanjutkan pendidikan di tingkat SMP
hal ini semata-mata dikarenakan faktor ekonomi, disamping memegang prinsip
“Yang Penting Bisa Membaca dan Berhitung, ya sudah cukuplah”. Faktor penyebab
yang kedua adalah belum adanya Sekolah Menengah Pertama di pulau tempat
mereka berada, sedangkan sekolah terdekat mereka harus menyeberang ke pulau
terdekat yang memiliki SMP ataupun mereka harus menuju ke ibukota Kabupaten
untuk melanjutkan sekolahnya, bahkan ada yang harus meninggalkan keluarganya,
dengan usia yang relatif masih terlalu muda maka banyak orang tua yang
mengambil keputusan untuk tidak menyekolahkan anaknya dengan prinsip yang
telah disampaikan tadi. Namun dengan program wajib belajar 9 tahun yang terus
didengungkan pemerintah seharusnya hal seperti ini sudah tidak terjadi lagi.
Angka Putus Sekolah SMP
Angka Putus Sekolah siswa SMP di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan
data yang didapat adalah sebagai berikut :
Tabel 2.6. Angka Putus Sekolah SMP
Tahun Angka Putus Sekolah SMP
2007 125
2008 136
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
Angka putus sekolah pada tingkat SMP/MTs di Provinsi Kepulauan Riau justru
mengalami kenaikan, hal ini bisa kita lihat pada tahun 2007 menunjukkan angka 125
menjadi 136 pada tahun 2008, sedangkan untuk tahun 2009 tidak ada datanya.
Tabel ini juga menunjukkan bahwa sebagaimana pada tingkat Sekolah Dasar
(SD), ternyata hal itu juga berlaku pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
41
atau yang sederajat, apalagi pada penjelasan sebelumnya juga sudah disampaikan
bahwa untuk Provinsi Kepulauan Riau rata-rata penduduknya hanyalah tamat SMP
atau menyentuh angka 8,94 tahun atau dibulatkan menjadi 9 tahun. Namun angka
ini sudah lebih baik dari tingkat Nasional yang hanya rata-rata 7,52 tahun atau
setara kelas 8 SMP.
Angka Putus Sekolah SMA
Angka Putus Sekolah siswa SMA di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan
data yang didapat adalah sebagai berikut :
Tabel 2.7. Angka Putus Sekolah SMA
Tahun Angka Putus Sekolah SMA
2007 40
2008 34
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
Program wajib belajar 9 tahun di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan gejala
yang baik, hal ini dapat dibuktikan jika dikaitkan dengan angka putus sekolah di
tingkat SMA/SMK/MA yang menunjukkan penurunan angka dari 40 pada tahun
2007 menjadi hanya 34 pada tahun 2008. Namun jika dikaitkan dengan Angka
Partisipasi Sekolah Tingkat SLTA baru mencapai 64%. Artinya masih ada sekitar
36% penduduk usia 16-18 tahun yang belum mengecap pendidikan SLTA baik itu
SMA, SMK, atau di MA.
Hal ini ditambah pula dengan sebuah kenyataan bahwa Angka Partisipasi
Sekolah untuk Perguruan Tinggi di Provinsi Kepulauan Riau angkanya lebih kecil
lagi yaitu baru mencapai 11,25%, jadi masih ada 88,75% anak usia 18-24 tahun
(Mahasiswa) yang belum dapat kuliah sampai ke Perguruan Tinggi baik itu di
Akademi maupun Universitas.
Dengan demikian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa untuk angka
putus sekolah di tingkat SD, SMP dan SMP di Provinsi Kepulauan Riau tidak terlalu
merisaukan karena cenderung terjadi penurunan. Namun perlu dibuatkan kebijakan
pemerintah khususnya tentang pemberian beasiswa, atau bantuan-bantuan khusus
bagi anak tidak mampu atau bimbingan dan penyuluhan kepada setiap siswa oleh
sekolah yang bersangkutan.
42
Persentase Angka Melek Huruf
Para pendidik dan jajaran Dinas Pendidikan di Provinsi Kepri boleh
berbangga. Upaya keras untuk memajukan dunia pendidikan, khususnya Wajib
Belajar 9 tahun berbuah manis. Hal ini terbukti dengan keberhasilan Provinsi Kepri
dalam menempatkan dirinya sebagai peringkat pertama menyukseskan wajib
belajar 9 tahun dengan mutu pendidikan yang tertinggi se-Sumatera. Hal ini
tentunya tidak terlepas dari alokasi APBD Provinsi Kepri yang dikhususkan
mendukung percepatan serta peningkatan mutu pendidikan termasuk
mengentaskan buta aksara. Secara umum kondisi Angka Melek Huruf Provinsi
Kepri dapat digambarkan sebagai berikut :
PERAGA 2.11. ANGKA MELEK HURUF
94.7
96
93.8
96 96 96.08
92.5
93
93.5
94
94.5
95
95.5
96
96.5
2004 2005 2006 2007 2008 2009-
Angka Melek Huruf Tahun 2004-2009Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau.
Program Pemberantasan Buta Huruf di Provinsi Kepulauan Riau terus
digalakkan, hal ini dapat dibuktikan dengan melihat angka Melek Huruf yang
cenderung mengalami kenaikan, walaupun pada tahun 2006 menunjukkan adanya
penurunan 2,20. Penurunan Angka Melek Huruf pada tahun 2006 ini diakibatkan
karena rata-rata umur masyarakat Provinsi Kepulauan Riau yang cenderung
panjang sehingga pada dasarnya tidak berpengaruh secara signifikan karena Angka
Buta Aksara itu hanya terjadi pada kalangan Lanjut Usia (Lansia). Sedangkan jika
dilihat pada data tahun 2004 yang menunjukkan angka 94,70, lalu pada tahun 2005
menunjukkan angka 96,00 dan terus bertahan hingga tahun 2008.
43
Secara keseluruhan angka-angka pada grafik menunjukkan bahwa penduduk
Kepulauan Riau sebagian besar sudah dapat membaca dan menulis. Hal ini dapat
dilihat dari Angka Melek Huruf penduduk Kepulauan Riau yang sudah mencapai
angka 96% pada tahun 2007 dan 2008, bahkan menjadi 96,08% pada tahun 2009.
Artinya hanya 3,92% saja lagi penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang masih Buta
Aksara, itupun adalah para Lanjut Usia (Lansia) yang tidak mungkin lagi bersekolah.
Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs
Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs di Provinsi
Kepulauan Riau berdasarkan data yang didapat adalah sebagai berikut :
Tabel 2.8. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs
TahunJumlah Guru yang Layak Mengajar
SMP/MTs
2007 2,551
2008 3,022
2009 3,146
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
Kebijakan menambah jumlah guru terutama melalui program Guru Tidak
Tetap di provinsi Kepulauan Riau diambil oleh Dinas Pendidikan. Dengan program
inilah maka jumlah guru yang layak mengajar dari tahun ke tahun mengalami
kenaikan yang cukup signifikan. Mulai dari tahun 2007 yang menunjukkan angka
2,551, menjadi 3,022 pada tahun 2008 dan akhir mengalami kenaikan lagi menjadi
3,146 pada tahun 2009.
Secara keseluruhan tenaga guru juga masih kurang terutama untuk guru
eksakta, sarana dan prasarana belajar mengajar, kuantitas dan kualitasnya masih
belum memenuhi standar terutama di Desa, bahkan banyak pula guru yang
mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang mereka miliki
sehingga secara tidak langsung sangat mempengaruhi dengan nilai akhir dari
siswa-siswa yang diajarkan oleh mereka.
44
Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMA/SMK/MA
Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMA/SMK/MA di Provinsi
Kepulauan Riau berdasarkan data yang didapat adalah sebagai berikut :
Tabel 2.9. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMA/SMK/MA
TahunJumlah Guru yang Layak Mengajar
SMA/SMK/MA
2007 1,775
2008 2,061
2009 2,322
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
Persentase jumlah guru yang layak mengajar dari tahun ke tahun di Provinsi
Kepulauan Riau menunjukkan peningkatan. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan
dari Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau untuk merekrut Guru Tidak Tetap
(GTT) untuk ditempatkan di daerah-daerah yang mengalami kekurangan guru,
terutama bidang studi-bidang tertentu yang memang kekurangan guru sama sekali.
Untuk itu bisa dilihat dari data pada grafik dari tahun ke tahun dimana pada tahun
2007 menunjukkan angka 1,775 mengalami kenaikan pada tahun 2008 menjadi
2,061 dan terus mengalami kenaikan pada tahun 2009 menjadi 2,322.
Secara keseluruhan jumlah tenaga guru di Provinsi Kepulauan Riau sudah
cukup memadai dengan rasio 1 : 20, rasio ini tergolong baik, namun untuk beberapa
jenis guru, khususnya guru eksakta sebagaimana di tingkat SLTP jumlahnya masih
kurang. Disamping itu penyebaran tenaga guru juga belum merata, umumnya lebih
banyak terkonsentrasi di ibukota Kabupaten/Kota sedangkan di kecamatan-
kecamatan jumlahnya semakin langka. Demikian pula halnya dengan sarana dan
prasarana belajar seperti alat peraga dan lain-lain baik dari segi kualitas maupun
kuantitas masih perlu ditingkatkan lagi.
2.3.3. KESEHATAN
Kondisi kesehatan merupakan bagian dari kesejahteraan rakyat yang
berhubungan satu dengan yang lainnya. Salah satu aspek penting kesejahteraan
45
adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk.
Indiaktor utama yang digunakan untuk melihat derajat kesehatan penduduk antara
lain Umur Harapan Hidup (UHH), Angka Kematian Bayi (AKB), tingkat Gizi Kurang
(%) dan Gizi Buruk(%).
Meningkatkan kualitas fisik penduduk juga tidak terlepas dari pelayanan dan
mutu kesehatan yang menjadi prioritas utama kesehatan. Memelihara mutu
pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara
berkelanjutan dan sarana prasarana dalam bidang medis termasuk kesediaan obat
yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Umur Harapan Hidup (UHH)
Umur Harapan Hidup yang biasa disingkat UHH merupakan salah satu
indkator keberhasilan pembangunan manusia. Indikator UHH merupakan salah satu
komponen dalam penilaian keberhasilan pencapaian MDGs (Millenium
Development Goals). Berbagai elemen yang berperan penting dalam menentukan
UHH antara lain indikator pendidikan, kesehatan dan pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan sektor kesehatan dengan tingkat pencapaian UHH memiliki
hubungan yang erat termasuk juga dengan elemen lainnya. Meningkatnya
pelayanan kesehatan dan sarana puskesmas, rumah sakit dan sarana pelayanan
lainnya memberikan dampak positif terhadap peningkatan derajat kesehatan.
Demikian juga meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses
terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori,
mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan
dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan
derajat kesehatan dan memperpanjang umur harapan hidup.
Umur harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah
dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan
derajat kesehatan pada khususnya. Umur harapan hidup yang rendah di suatu
daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, program sosial
lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk
program pemberantasan kemiskinan.
Meningkatnya umur harapan hidup pada tahun 2008 mengindikasikan
keberhasilan kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
46
Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi
lahir sampai bayi belum berusia tepat satu (1) tahun. Banyak faktor yang
menyebabkan kematian bayi baik internal (indogen) maupun ekternal (eksogen).
Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator penting dalam megukur derajat
kesehatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hal ini
dikarenakan keadaan bayi baru lahir sangat sensitif dengan keadaan lingkungan
tempat tinggal orang tua bayi dan berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi
orang tua.
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator dalam memantau dan
mengevaluasi keberhasilan program dibidang kesehatan. AKB juga dapat
dimanfaatkan sebagai alat ukur situasi demografi dan sebagai masukan dalam
melakukan perhitungan proyeksi penduduk. Gambar 4 memperlihatkan nilai AKB
provinsi Kepuluan Riau dari tahun 2004 – 2009.
Peraga 2.12. Umur harapan Hidup Provinsi Kepri Tahun 2004-2009
Sumber . Dinas Kesehatan Provinsi Kepri Tahun 2009
47
Peraga 2.13. Nilai Angka Kematian Bayi ( AKB) di Kepulauan Riau, 2004-2009
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepri , 2008
Peraga 2.13. di atas menunjukkan angka kematian bayi dari tahun 2004
sampai dengan 2009. Dari data diatas terlihat AKB jauh lebih rendah dari data
nasional walaupun masih sedikit berfluktuasi. Dari tahun 2004 nilai AKB sebanyak
7.75 per 1000 kelahiran hidup meningkat pada tahun 2005 menjadi 8.23 per 1000
kelahiran hidup. Dari tahun 2006 sampai 2007 AKB kembali menurun menjadi 7,2
dan 5,03. Penurunan nilai AKB pada tahun 2007 merupakan nilai kematian bayi
paling rendah selama lima tahun berdirinya provinsi Kepulauan Riau. Menurunnya
angka kematian bayi dan meningkatnya angka harapan hidup mengindikasikan
adanya peningkatan derajat kesehatan penduduk. Jumlah kematian bayi di Provinsi
Kepuluan Riau pada tahun 2008 berdasarkan angka kematian yang dilaporkan ke
sarana pelayanan kesehatan yaitu tercatat sebanyak 267 orang meninggal dai
40.430 jumlah kelahiran hidup dan jika angka ini dikonversikan langsung maka
diperoleh angka kematian bayi di Provinsi Kepuluan Riau tahun 2008 sama dengan
5.34 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2009 nilai AKB naik menjadi
7.40 per 1000 kelahiran hidup. Secara keseluruhan dari tahun 2004- 2009 AKB
Provinsi Kepulauan Riau rata – rata nilai AKB 6.83 per 1000 kelahiran hidup jauh
dibawah rata-rata nasional 34 per 1000 kelahiran hidup artinya Kepuluan Riau telah
mampu menekan kematian bayi dan sebagai gambaran adanya peningkatan
kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Kepulauan Riau merupakan pencapaian
48
yang sangat baik karena nilai AKB Kepri selama provinsi ini terbentuk dari tahun
2004 -2009 jauh dibawah rata-rata nasional 35- 35 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini
merupakan gambaran keberhasilan pembangunan dan perbaikan kualitas
kesehatan. Jika dilihat kembali perbandingan nilai AKB tahun 2008 dan 2009
mengalami peningkatan. Hal lain yang harus mendapatkan perhatian adalah jumlah
bayi yang lahir mati. Pada tahun 2008, dari 40.653 total kelahiran tercatat bahwa
sebanyak 223 bayi lahir mati (0,55%).
Kasus bayi lahir mati berkaitan erat dengan kondisi keadaan ibu saat hamil
yang meliputi antara lain gizi, sanitasi, pemeriksaan kehamilan, keadaan sakit dan
status imunisasi ibu. Dari jumlah kematian bayi yang dilaporkan diketahui bahwa
penyebab kematian bayi yang utama di Kepulauan Riau adalah kejadian Bayi Baru
Lahir Rendah (BBLR) sebesar 31% dan asfiksia ( 25%) dan sisanya penyebab lain.
BBLR disebabkan oleh kondisi ibu saat hamil, sementara itu beberapa faktor yang
mempengaruhi kondisi gizi ibu hamil antara lain ekonomi keluarga, tingkat
pendidikan ibu, ketersediaan pangan di masyarakat dan kehidupan sosial budaya.
Jika dilihat menurut wilayah kabupaten / kota maka pada tahun 2008 nilai angka
kematian bayi tertinggi terdapat di daerah Natuna (16 per 1000 kelahiran hidup)
yang disusul oleh Kabupaten Lingga (12 per 1000 kelahiran hidup), sedangkan AKB
terendah yaitu Kota Batam (4 per 1.000KH) hal ini berkaitan dengan keadaan
geografis dan akses kesehatan masing – masing daerah. Seperti halnya Kabupaten
Lingga dan Natuna, lokasi pulau yang sangat jauh menghambat pemerataan
kesehatan di Kepulaun Riau
Untuk mewujudkan peningkatan derajat dan status kesehatan penduduk,
ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan
merupakan salah satu faktor penentu utama. Kasus kesehatan ibu dan bayi tidak
terlepas dari keberhasilan pemerintah daerah dalam menigkatkan sarana,
prasarana dan tenaga kesehatan yang memadai di setiap daerah. Dari data yang
dilaporkan bahwa pada tahun 2008 menurut penolong persalinan, persentase
persalinan bayi paling tinggi dibantu oleh bidan yaitu 59,8% , dokter 33,1% dan
tenaga kesehatan lainnya 1,2% atau hampir 94, 1% persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan, namun terdapat perbedaan yang mencolok antara daerah
perkotaan dan pedesaan, untuk daerah perkotaan terdapat 99,1% persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan sedangkan di daerah pedesaan 73,8% persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan, hal ini karena masih banyaknya persalinan yang
49
ditolong oleh dukun yaitu mencapai 25,7%. Jika dilihat dari situasi sumber daya
kesehatan, maka Kepuluan Riau mempunyai 21 rumah sakit baik rumah sakit
pemerintah ataupun swasta, 63 puskesmas, 61 puskesmas keliling darat, 31
puskesmas keliling laut, dan 215 puskesmas pembantu yang ditunjang oleh 4.784
orang tenaga kesehatan.
Puskesmas, puskesmas keliling (darat dan laut) dan puskesmas pembantu
merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan karena dapat menjangkau
penduduk sampai pelosok dan pulau – pulau terpencil (masyarakat hinterland).
Namun ketersediaannya masih dirasakan kurang dan perlu ditambah lagi karena
rasio puskesmas terhadap penduduk yaitu 4.45 per 100.000 penduduk yang artinya
satu puskesmas malayani rata – rata 22.470 penduduk, rasio ini telah mencapai
target yang telah ditetapkan oleh Depkes dimana satu puskesmas mampu
melayani 27.000 penduduk. Namun mengingat struktur geografis Kepuluan Riau
terdiri dari banyak pulau dengan jarak yang berjauhan angka tersebut diatas belum
bisa mewakili karena masih banyak masyarakat hinterland atau pulau-pulau kecil
yang belum mampu menjangkau pelayanan kesehatan secara cepat dan mudah.
Sesuai data Profil kesehatan Kepri tahun 2008, puskesmas pembantu (pustu
mengalami penurunan dari 223 unit pada tahun 2007 menjadi 217 unit pada tahun
2008, hal ini karena peningkatan status puskesmas pembantu menjadi puskesmas
perawatan. Begitu juga dengan ketersediaan puskesmas keliling (pusling) sangat
memegang peranan penting dalam meningkatkan akses masyarakat khususnya
menjangkau daerah yang sulit dan terpencil. Selama tahun 2007 terdapat 96 unit
namun pada tahun 2008 terjadi penurunan menjadi 48 unit pusling yang terdiri dari
48 unit pusling darat dan 34 unit pusling. Hal ini dikarenakan kerusakan daya mesin
motor (mobile dan speedboat)
Keberhasilan pemerintah daerah yang dibantu oleh dinas kesehatan dalam
mencapai nilai AKB Kepri yang jauh dibawah rata-rata nasional merupakan
pencapaian yang sangat baik. Tetapi pencapaian ini harus selalu ditingkatkan agar
kualitas kesehatan masyarakat mampu meningkatkan keberhasilan pembangunan
di Kepulauan Riau. Namun perlu diperhatikan antara lain; (1) Meningkatkan
pemerataan kesehatan baik dalam bentuk sarana prasarana serta tenaga
kesehatan khususnya dokter spesialis , (2) meningkatkan akses kesehatan ke
daerah daerah hinterland yang sulit dijangkau, (3) mengingat kondisi geografis
Kepulauan Riau serta sarana transportasi dan teknologi sistim informasi yang
50
mendukung belum optimal di setiap pulau dan daerah hinterland maka diperlukan
kerjasama dari semua pihak terkait agar selalu melaporkan data yang berhubungan
dengan data kesehatan agar data yang didapat merupakan data representatif yang
mewakili keadaan dan kualitas kesehatan di Provinsi Kepuluan Riau.
Prevalensi Gizi Buruk & Kurang
Masalah gizi adalah salah satu permasalahan di bidang kesehatan sampai
saat ini. Kesuksesan dibidang teknologi pangan tidak serta merta membawa dunia
bebas dari masalah gizi. Bahkan oleh FAO memperkirakan 30% penduduk dunia
yang terdiri dari anak-anak, remaja, dewasa dan manula menderita kurang gizi.
Hampir 49% kematian balita berkaitan dengan masalah kurang gizi (gizi kurang).
Masalah pemenuhan kebutuhanya akan zat gizi yang diperoleh dari
makanan. Masalah gizi yang rentan ditemukan pada segmen masyarakat yaitu ibu
hamil, ibu meneteki, bayi dan anak balita. Kelompok ini dipakai dalam menentukan
status gizi masyarakat. Indikator status gizi pada bayi adalah Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur Kurang Energi
Kronis (KEK), Anemia Gizi Besi (ACB) pada ibu dan pekerja wanita, dan gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY). Parameter yang umum digunakan untuk
menentukan status gizi pada balita adalah berat bada, tinggi badan, dan lingkar
kepala. Lingkar kepala sering digunakans ebagai ukuran tatus gizi untuk
menggambarkan perkembangan otak. Sedangkan parameter status gizi balita yang
umum digunakan di Indonesia adalah berat badan menurut umur. Parameter ini
digunakan menyeluruh di posyandu.
Peraga 2.14. Grafik prevalensi Gizi Buruk (%) dan Gizi Kurang (%) di ProvinsiKepulauan Riau dari tahun 2004 – 2009.
51
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Kepri Tahun 2009
Dari data diatas terlihat grafik yang mencolok dari tahun 2004 dan 2005.
Tahun 2004 nilai angka prevalansi gizi buruk dan kurang cukup rendah, dimana
data ini merupakan data yang dilaporkan oleh Provinsi Riau saat Kepulauan Riau
masih sebagai Kabupaten. Rendahnya data ini disebabkan kurangnya informasi
pendataan dari rumah sakit atau posyandu di pulau- pulau yang jaraknya berjauhan
di wilayah kepri sehingga data tidak memeperilihatkan gambaran yang sebenarnya.
Selanjut pada tahun 2005 saat pemerintahan dan sistim informasi telah dibenahi
dan berjalan dengan baik terlihat kecendrungan gizi buruk dan kurang yang
semakin meningkat, hal ini menggmbarkan kondidi yang sebenanya terutama di
wilayah pesisir dan pulau pulau yang jaraknya berjauhan dan belum mendapatkan
fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. Selanjutnya tahun 2006 keadaan
tersebut sudah mampu diperbaiki dengan mampu menekan angka masalah gizi di
Kepulauan Riau serta membuktikan kinerja Dinas Kesehatan semakin lebih baik
dan ditingkatkan, seperti jumlah tenaga kesehatan yang bertambah serta
peningkatan kinerja dan pemberdayaan posyandu yang semakin optimal.
Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2008 diketahui bahwa
di Provinsi Kepulauan Riau terdapat sebanyak 553 Balita atau 0,57 persen
mengalami gizi buruk dan sebanyak 2.053 Balita atau 2,10 persen dengan status
gizi kurang. Kejadian gizi buruk dan kurang pada balita ini sedikit meningkat jika
dibandingkan tahun 2007 yang angkanya masing-masing sebesar 0,55 persen dan
1,82 persen. Tetapi angka gizi kurang dan buruk tahun 2008 tersebut masih jauh di
bawah angka nasional yang pada tahun 2008 adalah sebesar 12 dan 15 persen.
Penanganan balita dengan gizi kurang dan buruk ini telah dilakukan dengan
52
memberikan makanan tambahan dan merawat bayi tersebut di Puskesmas
setempat. Selain itu juga dengan cara memberikan penyuluhan guna untuk
meningkatkan pengetahuan akan gizi kepada masyarakat.
Penanganan balita dengan gizi kurang maupun gizi buruk ini telah dilakukan
melalui pemberian makanan tambahan (PMT) dan merawat bayi gizi buruk di
pelayanan kesehatan. Berdasarkan pada data dinas kesehatan provinsi Kepulauan
Riau pada tahun 2008 penanganan balta gizi buruk telah mencapai 100 %.
Diharapkan upaya ini terus ditingkatkan dan kewaspadaan dini akan amsalah gizi
buruk pada balita ini dapat ditingkatkan tentunya dengan partisipasi aktif
masyarakat dengan melaporkan apabila diwilayah dicurigai ada balita yang
emndemi gizi kurang atau gizi buruk. Sementara untuk meningkatan pengetahuan
akan gizi, penyulhan asyarakat tentang gizi terus dilakukan termasuk di posyandu.
Distribusi penaganan gizi buruk menurut kabupaten kota juga telah merata.
Persentase Tenaga Kesehatan Per Penduduk
Sumber daya kesehatan merupakan unsur penting dalam peningkatan
pembangunan kesehatan secara menyeluruh. Sumber daya kesehatan mencakup
sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Salah satu sarana kesehatan dasar yaitu
Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Jumlah Puskesmas di Provinsi Kepulauan
Riau tahun 2008 adalah sebanyak 62 puskesmas meningkat dibandingkan tahun
2007 yang baru berjumlah 52 unit. Rasio Puskesmas terhadap penduduk tahun
2008 yaitu 4,45 per 100.000 penduduk. Sementara tahun 2007 rasionya adalah
sebesar 3,73 per 100.000 penduduk. Ini menujukkan adanya peningkatan
dibandingkan dengan rasio tahun 2007.
Sementara itu rasio dokter spesial, dokter umum dan dokter gigi terhadap
penduduk dari tahun ke tahun terus membaik. Pada tahun 2008 rasio Dokter
Spesialis adalah sebesar 10 per 100.000 penduduk, Dokter Umum 23 per 100.000
penduduk dan Dokter Gigi 7 per 100.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan
target Indonesia sehat tahun 2010 maka untuk rasio dokter spesial dan dokter
umum telah tercapai (Dokter spesialis 2 per 100.000 penduduk, dokter umum 6 per
100.000 penduduk). Namun untuk Dokter Gigi belum mencapai target yaitu sebesat
11 per 100.000 penduduk. Dalam beberapa tahun ke depan penduduk Provinsi
Kepulauan Riau akan bertambah pesat, oleh karena itu pemerintah provinsi
Kepulauan Riau telah mengantisipasi dengan membangun dua unit Pusat
Kesehatan baru yaitu unit Rumah Sakit Umum Tanjunguban di Simpang Busung
53
Bintan Utara dan kedua Rumah Sakit Umum Provinsi di Tanjungpinang.
Tabel 2.10. Beberapa Indikator Kesehatan Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 IS-10
Rasio Dokter Spesialis/100.000 3,68 13,51 12,00 11,00 10,00 2,00
Rasio Dokter Umum /100.000 15,12 17,99 24,00 25,00 23,00 6,00
Rasio Dokter Gigi/100.000 4,82 5,18 6,00 7,00 7,00 11,00
Rasio Dokterumum/Puskesmas
4,40 5,08 5,40 6,70 6,30 2,00
Rasio Puskesmas / 100.000 3,43 3,53 3,23 3,73 4,45 4,00
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau
Catatan : IS -10 : Target Indonesia Sehat Tahun 2010.
Keluarga Berencana
Program Keluarga Berencana (KB) yang mempunyai slogan 2 anak cukup!
Dicanangkan pemerintah sebagai usaha untuk mengendalikan pertumbuhan
penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Dengan KB, keluarga
Indonesia atau pasangan usia subur didorong untuk merencanakan
kehamilan/kelahiran, menjarangkan kelahiran agar kualitas kesehatan anak, ibu dan
keluarga mencapai hasil yang maksimal
Persentasi Penduduk Ber-KB ( contraceptive prevalence rate)
Sejak awal dicanangkannya program KB oleh pemerintah sampai dengan
saat ini lebih banyak perempuan berpartisipasi dalam KB dibandingkan dengan laki-
laki. Hal ini ditunjang dengan banyaknya alat KB yang dikhususkan untuk
perempuan, seperti MOW, AKDR (IUD), suntik, susuk dan pil.
Persentase penduduk ber-KB di Kepulauan Riau dari tahun 2004 -2009
diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
54
Peraga 2.15. Persentase Penduduk Ber-KB di Provinsi Kepuluan Riau, 2004-2009
*Data nasional pada tahun 2009 merupakan data estimasi sesuai dengan tahun 2008 sebelumnya
Dari grafik memperlihatkan persentase penduduk ber-KB meningkat dari
tahun 2004 yang hanya 45.1% menjadi 76.7% yang rata rata nilainya hampir sama
dari tahun 2005 sampai dengan 2008. Hal ini mengindikasikan program KB telah
berjalan dengan baik terutama di daerah Batam (50.76%) yang jumlah penduduk
paling tinggi diantara kota/ kabupaten yang ada di Kepuluan Riau. Jika
dibandingkan dengan data nasional pencapaian persentase penduduk ber KB di
Kepuluan Riau sudah diatas target nasional. Hal ini dikarenakan sarana dan
prasarana kesehatan sudah memadai sehingga akses pelayanan kesehatan kepada
masyarakat lebih optimal, kenyataan ini akan membantu pemerintah dalam program
KB di Kepuluan Riau.
Sesuai dengan data BPS tahun 2008 penduduk perempuan kawin usia 15-
49 tahun menggunakan alat KB/ cara KB berkisar antara 47 – 69% sedangkan yang
tidak menggunakan alat/ cara KB sama sekali sekitar 15-27%. Ditinjau dari letak
geografis kota/ kab pengguna alat KB maka kota Batam merupakan kota yang
menggunakan alat KB dengan persentase rata – rata tiap tahunnya sekitar 76, 96%
yang sangat dominan membantu tercapainya rata – rata persentase pengguna alat/
cara KB setiap tahunnya.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2009, penduduk yang
menggunakan alat/ cara KB menurun sebesar 25.5% menjadi 49.7% yang artinya
jauh lebih rendah dari rata-rata nasional yaitu 53,19%. Hal ini disebabkan oleh
55
beberapa hal: (1) Berkurangnya kegiatan promosi BKKBN dalam pemakaian alat KB
sehingga mengakibatkan penuruan angka PUS pengguna alat KB. (2) Menurunnya
pengunaan alat KB disebabkan oleh tidak terdeteksinya (sistem informasi)
pemakaian alat kontrasepsi, karena mudah diperoleh dipasar secara bebas (alat
Kondom) tanpa harus ke Puskesmas atau Rumah Sakit. (3) Kurangnya promosi
oleh Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dalam hal ini pihak swasta
yang melakukan sosialisasi pentingnya alat KB kepada masyarakat.
Berdasarkan dengan jenis alat KB/ cara KB yang dilakukan oleh pasangan
usia subur selama tahun 2004-2009 maka suntikan KB dan pil KB merupakan alat
yang paling sering digunakan oleh pengguna KB aktif.
Laju Pertumbuhan Penduduk
Dalam setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi, penduduk merupakan faktor penentu, karena tidak hanya berperan
sebagai perilaku tetapi juga sebagai sasaran pembangunan. Oleh karena itu
pengelolaan penduduk perlu diarahkan pada pengendalian kuantitas, peningkatan
kualitas serta pengarahan mobilitas sehingga mempunyai ciri- ciri dan karakteristik
yang menunjang kegiatan pembangunan. Permasalahan kependudukan seperti
jumlah dan distribusi penduduk menjadi masalah di Kepuluan Riau dikarenakan
migrasi penduduk yang melonjak setiap tahun dikarenakan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi Kepri di beberapa daerah seperti Batam, Bintan dan Karimun
serta letak geografis setiap kota dan kabupaten sangat berjauhan dan dibatasi oleh
laut.
Peraga 2.16. memperlihatkan jumlah penduduk Kepuluan Riau dari tahun
2004 – 2009. Terlihat bahwa laju pertumbuhan penduduk Kepri selama 5 tahun
terakhir jauh dari pertumbuhan normal penduduk nasional. Jumlah penduduk tahun
2004 sebesar 1.261.765 jiwa dan pada tahun 2005 laju pertumbuhan penduduk
Kepulaun Riau sekitar 0, 89% dengan jumlah penduduk 1,273,011 jiwa, pada tahun
ini pertumbuhan penduduk masih normal karena penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan masih dalam tahap inisiasi. Pada tahun 2006-2008 pertumbuhan
penduduk meningkat secara signifikan, hal ini disebabkan karena karena
meningkatnya migrasi penduduk akibat pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat
khususnya di Kota Batam sebagai sentral industri internasional sebagai tujuan
utama pencari kerja.
56
Peraga 2.16. Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk di Kepuluan Riau, 2004-2009
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Kepri 2009
Pada tahun 2009 penduduk Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 1.515.294
jiwa atau meningkat sebanyak 62.221 jiwa dibandingkan tahun 2008. Penduduk
Kepulauan Riau belumlah terlalu banyak hanya 6,4 persen dari total jumlah
penduduk Indonesia. Meskipun demikian perlu diwaspadai karena angka
pertumbuhannya cukup tinggi yaitu mencapai 4,4 persen per tahun selama periode
2004-2009. Angka ini jauh di atas pertumbuhan nasional yang besarnya hanya 1,34
persen.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk Provinsi Kepulauan ini bukan
disebabkan oleh kelahiran tetapi lebih disebabkan oleh tingginya angka migrasi
masuk, terutama ke Batam, Tanjungpinang dan Bintan. Pendatang baru tersebut
umumnya adalah para pencari kerja usia muda yang hijrah dari kampung
halamannya untuk mencari penghidupan di sentra-sentra industri dan perdagangan
yang ada di Kepulauan Riau terutama di Batam, Bintan dan Tanjungpinang.
Diperkirakan jumlah pendatang baru ini akan bertambah lebih banyak lagi pasca di
tetapkannya Batam, Bintan dan Karimun sebagai kawasan FTZ. Hal ini perlu
diantisipasi dengan cermat oleh Pemerintah Kota Batam, Tanjungpinang, Bintan
dan Karimun, jika tidak akan menimbulkan masalah sosial yang rumit dikemudian
hari.
57
Tabel 2.11. Jumlah Penduduk Provinsi Kepri, 2004-2008
Kabupaten/ Kota 2004 2005 2006 2007 2008
Karimun 200,305 200,645 209,875 216,221 223,878
Bintan 116,964 116,876 121,303 122,677 125,058
Natuna 89,945 88,503 59,333 55,372 95,531
Kep. AnambasData masih bergabungdengan kabupaten Natuna 32,585 38,052
Data bergabungdengankabupatennatuna
Lingga 71,779 82,941 86,150 86,894 88,332
Batam 621,854 616,088 656,001 695,739 737,533
Tanjungpinang 160,918 167,958 172,616 177,963 182,741Provinsi KepulauanRiau 1,261,765 1,273,011 1,337,863 1,392,918 1,453,073
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau tahun 2008
Data kepadatan jumlah penduduk berdasarkan wilayah memperlihatkan
Kota Batam mampu dihuni oleh sekitar 50.76% dari total penduduk Kepri yang
diikuti oleh Karimun (15.42%) dan Tanjungpinang (12.58%). Begitu juga mengenai
kepadatan penduduk mencapai 137 penduduk per kilometer persegi yang sangat
membutuhkan pembangunan SDM yang berkualitas dan berdaya saing apalagi
sekarang telah ditetapkannya kawasan Free Trade Zone (FTZ). FTZ membuka
peluang besar terhadap iklim industri dan perekonomian Kepri yang mampu
meyerap lapangan kerja yang tidak bisa dipenuhi oleh putra daerah sendiri
sehingga membuka peluang bagi para pendatang sehingga menyebabkan laju
pertumbuhan penduduk juga semakin bertambah.
Laju pertumbuhan Kepri selain dipengaruhi oleh kelahiran juga dipengaruhi
oleh migrasi masuk terutama kelompok penduduk usia 20-34 tahun dimana paling
mencolok pada penduduk perempuan, sedangkan untuk laki- laki usia yang sedikit
lebih dewasa yaitu 25 – 39 tahun . Jika disimak lebih lanjut maka migrasi masuk
penduduk paling utama terjadi di kota Batam, seperti pada tahun 2008 dan 2009
mencapai 737,533 jiwa dan 781,342 jiwa atau sekitar 51,56 % total penduduk
Kepri tinggal di Batam yang terdiri dari 363,398 orang laki – laki dan 417.644 orang
perempuan. Apabila ditinjau dari 5 tahun berdirinya Provinsi Kepri maka
mengindikasikan bahwa penduduk Kepri tanpa Kota Batam menunjukkan
pertumbuhan penduduk yang lebih alamiah.
58
Pada tahun 2009,BPS Kepulauan Riau mencatat jumlah penduduk Kepri
berjumlah 1.515.294 meningkat dari jumlah penduduk tahun 2008 yaitu 1,353,073
terlihat seperti pada tabel 2 diatas. Dari tabel tersebut jumlah penduduk tertinggi
masih didominasi oleh Batam diikuti oleh Karimun dan Tanjungpinang.
Meningkatnya jumlah penduduk migrasi ini berkaitan erat dengan: (1)
ditetapkannya kawasan Free Trade Zone (FTZ) di 3 pulau yaitu Batam, Bintan dan
Karimun sehingga meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang didominasi oleh
migrasi pencari kerja ke kawasan industri (2) Pemekaran daerah Kabupaten Natuna
dan Anambas sehingga membutuhkan SDM/ perangkat daerah untuk menjalankan
pemerintahan serta penyelenggaraan pembangunan dan ekonomi agar menjadi
lebih baik , (3) demi tercapainya pemerataan pembangunan pendidikan, kesehatan
dan ekonomi di seluruh daerah Kepri maka dibutuhkan SDM yang berkualitas dalam
menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan ekonomi sehingga selama 3
tahun belakangan ini pemerintah Kepri membuka penerimaan calon pengawai
negeri sipil di lingkungan pemerintahan yang dominan diisi oleh masyarakat
pendatang yang sekaligus berperan besar dalam peningkatan jumlah migrasi
penduduk , (4) Berdirinya Universitas Maritim Raja Ali Haji sebagai universitas
kebanggaan masyarakat Kepuluan Riau dan sebagai rintisan Universitas Negeri di
Provinsi Kepri juga memicu migrasi penduduk dalam hal ini mahasiswa dan tenaga
pendidik yang berasal dari luar Kepri.
Tabel 2.12. Jumlah Penduduk Kepulauan Riau Tahun 2009 berdasarkanwilayah Kab/ Kota
Kabupaten/KotaLakiLaki
Perempuan Jumlah %
1. Tanjungpinang 93.415 94.114 187.529 12,38
2. Bintan 65.261 62.143 127.404 8,41
3. Batam 363.698 417.644 781.342 51,56
4. Karimun 119.871 111.787 231.658 15,29
5. Natuna 31.760 30.218 61.978 4,09
6. Lingga 45.213 44.524 89.737 5,92
7. Kep.Anambas 18.579 17.067 35.645 2,35
Jumlah 737.797 777.497 1.515.294 100
Sumber BPS Provinsi Kepulauan Riau
Berdasarkan analisis capaian masing – masing indikator pembangunan
59
sumber daya manusia, ada beberapa indikator yang menunjukkan capaian yang
menonjol yaitu adanya trend pencapaian Indek Pembangunan Manusia (HDI) yang
meningkat setiap tahun, dan angka kematian bayi (AKB) sehingga dapat dijelaskan
pemerintah daerah telah mampu meningkatkan pembangunan sumber daya
manusia yang semakin baik.
2.3.4. EKONOMI MAKRO
Pembangunan di bidang ekonomi ditujukan untuk menjawab berbagai
permasalahan dan tantangan dengan tujuan akhir adalah meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat memerlukan
terciptanya kondisi-kondisi dasar yaitu:(1) Pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan (2) Penciptaan sektor ekonomi yang kokoh serta (3) Pembangunan
ekonomi yang kondusif dan berkeadilan.
Substansi dari pertumbuhan ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi diartikan
sebagai suatu proses pertumbuhan output perkapita dalam jangka panjang”. Hal
ini berarti, bahwa dalam jangka panjang, kesejahteraan tercermin pada
peningkatan output perkapita yang sekaligus memberikan banyak alternatif dalam
mengkonsumsi barang dan jasa, serta diikuti oleh daya beli masyarakat yang
semakin meningkat (Boediono, 1993 :2).
Pertumbuhan ekonomi juga mempunyai hubungan dengan proses
peningkatan produksi barang dan jasa, dalam kegiatan ekonomi masyarakat dapat
dikatakan bahwa pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi
tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Dalam
hal ini berarti terdapatnya kenaikan dalam pendapatan daerah dan pendapatan
nasional yang ditunjukkan oleh besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) dan nilai Produk Domestik Bruto (PBD) Indonesia. Provinsi Kepulauan
Riau dari aspek ekonomi makro dapat di jelaskan sebagai berikut.
Selama periode 2004-2009 perekonomian Provinsi Kepulauan Riau setiap
tahunnya tumbuh dengan baik, yaitu di atas rata-rata 6% dan selalu berada di atas
pertumbuhan ekonomi nasional seperti dijelaskan pada tabel berikut ini :
60
TABEL 2.13. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 Atas Harga Dasar Konstan Tahun 2000
Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepr Tahun 2005-2009
Dari tabel 2.13 di atas, dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi
Provinsi Kepulauan Riau dari tahun 2004 hingga tahun 2007 terus mengalami
peningkatan, walaupun seperti sama-sama kita maklumi bahwa Provinsi Kepulauan
Riau ini baru berusia kurang lebih lima tahun. Struktur organisasi pemerintahannya
yang lengkap sesungguhnya baru terwujud pada akhir tahun 2005. Namun jika
dilihat dari pertumbuhan ekonomi provinsi ini relatif baik. seperti dari tahun 2004
hingga tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau. setiap tahunnya
tumbuh rata-rata 6,71 persen. Sementara pertumbuhan rata-rata ekonomi nasional
hanya sebesar 5,62 persen. Sementara dua tahun terahir pertumbuhan ekonomi
Provinsi Kepulauan Riau, yaitu pada tahun 2008 pertumbuhannya hanya 6,65
persen atau turun sebesar 0,36 persen dari angka pertumbuhan tahun 2007,
demikian juga pada tahun 2009 tingkat pertumbuhannya jauh lebih kecil hingga
mencapai angka 4,50 persen atau turun 2,51 persen dari pertumbuhan pada
tahun 2007.
Perkembangan keseluruhan pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau
dan pertumbuhan ekonomi nasional dari tahun 2004 hingga 2009 dapat di
gambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:
Daerah 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Kepri 6,47 6,57 6,78 7,01 6,65 4,50
Nasional 5,00 5,70 5,50 6,30 6,10 3,51
61
Peraga 2.17. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi KepriTahun 2004 – 2009
5
5.7 5.5
6.3 6.1
4.5
6.47 6.57 6.78 7.01 6.65
3.51
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Indonesia Kepri Series3
Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri Tahun 2004-2009
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab turunnya pertumbuhan
ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2008 karena sektor industri
pengolahan di Provinsi Kepulauan Riau ini mengalami kelesuan, sebagai akibat
pengaruh dari menurunnya perekonomian Singapura, apa yang dialami oleh
Singapura adalah bahagian dari akibat krisis ekonomi dunia. Dimana pada tahun
2009 ekonomi Singapura mengalami kontraksi sebesar 0,5 persen yang
disebabkan oleh melambatnya aktivitas sektor manufaktur di negara tersebut.
Seperti kita ketahui bahwa kegiatan perdagangan luar negeri – ekspor dan impor
Provinsi Kepulauan Riau sebahagian besar adalah ke dan dari Singapura.
Berbagai upaya pemulihan ekonomi terus dilakukan baik oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah dan pelaku usaha, juga oleh Badan Kawasan Bintan,
Batam dan Karimun (BBK) di Provinsi Kepulauan Riau, agar perekonomian
kembali berjalan normal. Antara lain salah satunya, yaitu tekad pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau menjamin bahwa sampai akhir tahun 2010 pertumbuhan
ekonomi Provinsi Kepulauan Riau akan lebih tinggi dan mencapai 9,4% (y-o-y), hal
ini karena didorong oleh penguatan industri di sektor perkapalan dan manufaktur.
62
Perkembangan ekspor dan impor Provinsi Kepulauan Riau selama tahun 2004
hingga 2009 sebagaimana pada tabel berikut ini.
Tabel 2.14. Persentase Ekspor dan Impor Terhadap PDRB Provinsi KepulauanRiau Tahun 2004 – 2009 (Dalam Milyar USD)
Ekspor/
Impor 2004 2005 2006 2007 2008 2009
EksporKepri
4.61 6.17 6.07 6.92 7.47 8.26
Impor 0.87 2.35 1.61 1.98 12.17 9.15
Sumber : Bank Indonesia Batam (%) ekspor dan Impor Kepri. Tahun 2004-2009
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa, pertumbuhan ekspor Provinsi
Kepulauan Riau dari tahun 2004 hingga tahun 2009 rata-rata sebesar $ 6.58 milyar
USD setiap tahunnya. Sementara nilai impor dari tahun 2004 hingga tahun 2009
rata-rata pertumbuhannya sebesar $ 4.69 milyar USD. Namun pada tahun 2008
terjadi peningkatan pada nilai impor sebesar $ 12.17 milyar USD, atau naik sebesar
$ 10.19 milyar USD dari nilai impor tahun 2007, atau lebih tinggi sebesar $ 4.7
milyar USD dari nilai ekspor pada tahun yang sama. Hal ini disebabkan oleh
karena adanya kekhawatiran kalangan dunia usaha akan terjadinya kenaikkan
harga-harga input dalam beberapa bulan kedepan sebagai dampak dari krisis
likwiditas global, oleh karena itu mereka mengimpor lebih banyak sebelum situasi
ekonomi global semakin memburuk.
Selanjutnya kondisi impor Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2009 terjadi
penurunan kembali dimana dari $ 12.17 milyar USD menjadi $ 9.15 milyar USD
atau turun sebesar $ 3.02 milyar USD, hal ini disebabkan oleh karena terjadinya
penguatan industri di sektor perkapalan dan manufaktur sebagaimana di uraikan
sebelumnya. Penurunan nilai impor tahun 2009 pertanda terjadinya penguatan
kembali perekonomian di Provinsi Kepualauan Riau ini, bahkan mendekati besaran
angka ekspor tahun yang sama yaitu hanya selisih $ 0.89 milyar USD.
Persentase ekspor dan impor terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau
digambarkan dalam grafik berikut ini.
63
Peraga 2.18. Perkembangan Ekspor dan ImporProvinsi Kepulauan riau Tahun2004-2009 Dalam (Milyar USD)
4.61
6.17 6.076.92
7.47
8.26
0.87
2.351.61
1.98
12.17
9.15
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Ekspor Impor
Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009.
Menurunnya nilai impor tahun 2009 membuat Neraca Perdagangan Provinsi
Kepulauan Riau menjadi semakin membaik karena defisitnya semakin berkurang.
Jika pada tahun 2008 defisit Neraca Perdagangan Provinsi Kepulauan Riau
mencapai angka $.4,70 milyar USD. Pada tahun 2009 turun menjadi $.890 juta
USD saja. Sebenarmya sebelum tahun 2008 Neraca Perdagangan Provinsi
Kepulauan Riau selalu surplus. Namun sejak tahun 2008 menjadi defisit karena
adanya kenaikkan impor yang sangat besar sehingga melebihi nilai ekspor. Kondisi
neraca perdagangan tersebut diperlihatkan pada tabel berikut ini.
64
Tabel 2.15. Neraca PerdaganganProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009 (Dalam USD)
TAHUN NILAI EKSPOR NILAI IMPOR NERACA
PERDAGANGAN
2004 4.619.827.565 870.509.391 3.749.318.174
2005 6.168.133.064 2.350.182.195 3.817.950.869
2006 6.073.097.295 1.609.422.816 4.463.674.479
2007 6.920.920.181 1.983.037.996 4.937.882.185
2008 7.470.594.250 12.172.650.710 - 4.702.056.460
2009 8.268.812,600 9.158.852,640 - 890.040,08
Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2009
Pada aktivitas perdagangan ekspor Provinsi Kepulauan Riau, ternyata
mememiliki beberapa komponen Output Manufaktur yang dapat memberikan
kontribusi terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau selama ini. Output Manufaktur
ini merupakan salah satu factor kekuatan penentu terhadap laju pertumbuhan
perekonomian Provinsi Kepulauan Riau selama ini, selanjutnya juga menjadi salah
satu sektor lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta memberikan konstribusi
yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mengetahui
berapa persentase output manufaktur terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau
dari tahun 2004-2009 dapat dijelaskan sebagai berikut.
65
Peraga 2.19. Neraca Perdagangan Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009 (Dalam USD)
Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009
Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB (%)
Keadaan perkembangan persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB
Provinsi Kepulauan Riau dari tahun 2004 – 2009 seperti pada tabel berikut ini.
Dari tabel 2.16. dapat diketahui bahwa, komoditas unggulan Provinsi
Kepulauan Riau pada tahun 2004 berdasarkan nilai tertinggi adalah sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar 11,72 persen. Di urutan ke dua yaitu
industri sebesar 7,57 persen yaitu; komponen alat-alat listrik, audio visual dan
komputer serta bagiannya. Sedangkan komoditas urutan ke tiga adalah sektor
keuangan dan persewaan yaitu 7,39 persen.
Pada tahun 2005 yang menjadi komoditas andalan Provinsi Kepulauan
Riau secara berurutan adalah, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8,71
persen, di urutan ke dua adalah sektor industri, yaitu sebesar 7,41 persen. Pada
posisi ketiga adalah keuangan dan persewaan yaitu sebesar 6,89 persen.
66
Tabel 2.16. Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB (%)Kepulauan Riau Tahun 2004-2009
LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian 5,70 5,40 5.41 4.94 3.80 5.00
2. Pertambangan &Penggalian
-445 -123 2.71 5.1 -2.71 8.77
3. Industri 7,57 7,41 6,69 6.02 4.56 46.20
4. listrik, Gas, dan Airbersih.
6,46 6,62 6.68 5.76 7.94 0.55
5. Bangunan danKonstruksi
6,27 5,21 11.14 9.61 34.26 7.11
6. Perdagangan,Hoteldan restoran
6,52 6,69 3.45 12.35 7.77 19.54
7. PengangkutanDan komunikasi
11,72 8,71 12.13 11.24 14.44 4.66
9. Keuangan,Persewaan, danJasa Perusahaan.
7,39 6,89 8.12 9.48 9.71 5.40
10. Jasa-jasa 6,17 6,77 5.89 13.3 15.59 2.77
Laju Pertumbuhan(dgn Migas)
6,47 6,57 6.78 7.01 6.65 0.56
Sumber : Diolah dari data BPS Kepri. 2005-2009
Pada tahun 2006 sektor tertinggi pertama adalah pengangkutan dan
komunikasi yaitu sebesar 12,13 persen. Kedua adalah bangunan dan
konstruksi sebesar 11,14 persen sementara yang ke tiga adalah sektor keuangan
dan persewaan, yaitu sebesar 8,12 persen. Pada tahun 2007 sektor utama
memberikan konstribusi pada PDRB Provinsi Kepulauan Riau adalah sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 12,35 persen, sementara pada urutan ke
dua adalah sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 11,24 persen. Pada
posisi ke tiga adalah sektor bangunan dan konstruksi sebesar 9,61 persen.
Sementara pada tahun 2008, bangunan dan konstruksi merupakan sektor dominan
yaitu sebesar 34.26 persen, sedangkan posisi kedua sektor jasa dan
pengangkutan, dan komunikasi adalah sektor ke tiga yang memberikan kontribusi
terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau. Pada tahun 2009 sektor dominan yang
dapat memberikan konstribusi terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau adalah
sektor Industri 46.20 persen, dan sektor kedua perdagangan, hotel dan restoran
merupakan sektor ketiga.
Bila dicermatai perkembangan persentase output manufaktur terhadap
PDRB Provinsi Kepualauan Riau dari tahun 2004 hingga tahun 2009 diketahui
adanya nilai (angka) fluktuasi, dimana unggulan output manufaktur terhadap PDRB
67
dari tahun ke tahun berikutnya tidak stabil, artinya bahwa nilai (angka) yang
fluktuatif tersebut tidak dapat memberikan jaminan bahwa keunggulan output pada
tahun 2007 kemudian juga dikatakan unggul pada tahun 2008. Karena Provinsi
Kepualuan Riau adalah wilayah Industri, sangat berpeluang terjadinya penurunan
kontribusi terhadap PDRB, karena hal ini juga dapat mempengaruhi PDRB
perkapita.
PDRB Perkapita
Indikator fundamental lainnya yang dapat memberikan informasi awal
tentang kemakmuran suatu daerah yaitu angka PDRB perkapita. PDRB Perkapita
adalah salah satu indikator makro ekonomi yang sering digunakan untuk mengukur
tingkat kemakmuran penduduk suatu negara atau daerah. Semakin besar PDRB
perkapitanya, semakin makmur penduduk negara atau daerah tersebut.
Tahun 2009 nilai PDRB perkapita Provinsi Kepulauan Riau mencapai Rp.
42.165.554. Angka ini lebih besar dari pada PDRB perkapita Provinsi Kepulauan
Riau tahun 2008 yang nilainya sebesar Rp. 39.530.000. Jadi ada peningkatan
sebesar Rp.2.635.550 PDRB perkapita tahun 2009 dibandingkan dengan PDRB
perkapitan tahun 2008. Angka PDRB Perkapita Provinsi Kepulauan Riau ini dua
kali lipat lebih besar dari pada angka PDB perkapita nasional yaitu, sebesar Rp.
24,30 juta pada tahun yang sama. Dalam skala nasional PDRB perkapita Provinsi
Kepulauan Riau berada pada peringkat ke empat terbesar setelah Kalimantan Timur
sebesar Rp.70,12 juta , DKI Jakarta Rp.62,49 juta dan Provinsi Riau Rp.41,41 juta.
Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat kehidupan ekonomi masyarakat
Provinsi Kepulauan Riau lebih baik dari pada rata-rata masyarakat Indonesia
umumnya. Data pendapatan perkapita Provinsi Kepulauan Riau dan Nasioanl
seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 2.17 Pendapatan Perkapita Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009 (dalam jutaan rupiah)
Tingkat 2004 2005 2006 2007 2008 2009
PDRBKepri
26.69 32.15 35.54 37.21 39.53 42.16
PDRBNasional
10.61 12.7 15.03 17.6 19.21 24.3
Sumber : Diolah dari dari BPS Kepri. Tahun 2004-2009
68
Dari Tabel di atas, dapat diketahui bahwa pendapatan PDRB perkapita
Provinsi Kepulauan Riau terus mengalami peningkatan, termasuk pada kondisi
perekonomian masa sulit seperti pada tahun 2008 dan 2009 dimana posisi
petumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau tetap di atas pertumbuhan rata-rata
ekoomi nasional.
Walau demikian pada kenyataannya pendapatan PDRB perkapita yang
cukup tinggi ditingkat Provinsi juga harus mampu meningkatkan kesejahteraan
penduduknya dan mampu menciptakan pemerataan pendapatan tehadap seluruh
daerah Kota dan Kabupaten yang ada. Dicermati dari tabel di atas, perkembangan
PDRB perkapita menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Kepulauan
Riau yang meningkat dari 26.69 juta pada tahun 2004 menjadi 42.16 juta pada
tahun 2009 atau selama 6 (enam) tahun tersebut PDRB perkapita tumbuh rata-rata
35.56 juta. Sementara PDRB Nasional setiap tahunnya rata-rata hanya 16,57 juta.
Kota Batam sebagai pusat kegiatan industri merupakan kota penopang
utama terhadap PDRB perkapita Provinsi Kepulauan Riau. Sampai dengan tahun
2007 kontribusi Kota Batam terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Provinsi
Kepulauan Riau mencaiai 71,23 % dengan migas dan 75,34 % tanpa migas telah
menempatkan Kota Batam sebagai wilayah dengan laju pertumbuhan ekonomi
tertinggi dan tingkat PDRB perkapita tertinggi dari daerah lainnya di Provinsi
Kepulauan Riau. Kondisi ini menunjukkan adanya masalah kesenjangan
pembangunan, kesenjangan distribusi hasil/pendapatan, dan kesenjangan
kesempatan bekerja antar wilayah dalam Provinsi Kepualaun Riau.
Semestinya pemerintah Kota atau Kabuaten lain di Provinsi Kepulauan
Riau juga turut memberikan perhatian terhadap upaya peningkatan PDRB perkapita
di daerahnya, sehingga kesenjangan antara Kota Batam dengan daerah-daerah
lainnya di Provinsi Kepulaun Riau tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian
secara keseluruhan, jika terjadi krisis seperti krisis ekonomi pada tahun 2008
dimana harga, ketenagakerjaan, dan lapangan usaha menurun drastis.
Kehawatiran ini bukan tidak beralasan apabila dilihat dari PDRB tahun 2007 antara
Kota Batam yang berjumlah 33.351,57 juta, sementara Natuna (tanpa migas)
PDRB-nya berjumlah 26.228,91 juta pada tahun yang sama, dan peringkat ketiga
adalah Bintan dengan nilai 21.71,63 juta, demikia juga bagi daerah lainnya.
69
Jika nilai PDRB perkapita tahun 2009 Rp.42.165.554 tersebut dikurskan
kedalam dollar Amerika Serikat 1 USD = Rp. 10.000 saja maka PDRB perkapita
masyarakat Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar $. 4.165 USD. Sementara itu
PDB perkapita nasional pada tahun 2009 tersebut adalah sebesar $.2.590 USD.
Berdasarkan Kreteria Bank Dunia suatu negara disebut negara miskin bila
PDRB perkapitanya kurang dari $ 750 USD, negara berpenghasilan menengah
kebawah bila PDRB perkapitanya antara $.746 - $.2.975, dan disebut negara
berpenghasilan menengah keatas bila PDRB perkapitanya berada antara $.2.976 -
$.9.205. dan disebut negara kaya/maju jika PDRB perkapitanya telah berada diatas
$.9.206. Dari kreteria di atas kita dapat ketahui bahwa Provinsi Kepulauan Riau
termasuk dalam kelompok Daerah yang berpenghasilan menengah keatas.
Perkembangan pertumbuhan PDRB perkapita Provinsi Kepulauan Riau
tahun 2004-2009 juga digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini.
Peraga 2.20. Pendapatan Perkapita Provinsi Kepri Tahun 2004 -2009
Sumber : Diolah dari dari BPS Kepri Tahun 2004-2009
Pendapatan PDRB perkapita masyarakat Provinsi Kepulauan Riau yang
relatif tinggi di atas tidak begitu berarti jika terdapat ketimpangan yang tinggi
diantara penduduknya, oleh karena itu pemerataan pendapatan merupakan tolok
ukur yang penting dalam menilai suatu keberhasilan pembangunan ekonomi,
apakah kue pembanguan yang dihasilkan terbagi merata di antara warga
70
masyarakatnya. Untuk melihat tingkat pemerataan atau ketimpaangan (disparitas)
pendapatan diantara penduduk, pemerintah Provinsi Kepulauan Riau bersama BPS
Provinsi Kepulauan Riau telah melaksanakan survei pada tahun 2006 dan 2007
serta hasilnya menunjukkan bahwa jumlah 40 persen penduduk yang
berpenghasilan rendah di Provinsi Kepulauan Riau menerima lebih dari 17 persen
pendapatan regional (PDRB) baik pada tahun 2006 maupun pada tahun 2007.
Menurut kriteria Bank Dunia pendapatan penduduk dikatakan merata apabila
40% penduduk berpendapatan rendah menerima 40 persen dari total PDRB, dan
dikatakan timpang apabila menerima kurang dari 40 persen. Ketimpangan tersebut
kemudian digolongkan tinggi apabila 40 persen penduduk tadi menerima kurang
dari 12 persen PDRB, dan ketimpangan digolongkan rendah bila menerima PDRB
diantara 12-17 persen. Kemudian ketimpangan dikatakan rendah bila menerima
lebih dari 17 persen. Berdasarkan kreteria tersebut maka tingkat ketimpangan
pendapatan penduduk di Provinsi Kepulauan Riau tergolong rendah. Hal ini
digambar pada kurva Loranz di bawah ini.
Peraga 2.21. Kurva Lorenz
Tingkat ketimpangan juga dapat
Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009
Berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa Rasio Gini Provinsi
Kepulauan Riau pada tahun 2006 adalah sebesar 0,2759 point dan pada tahun
2007 turun menjadi 0,2635 point. Pendapatan dikatakan merata apabila angka Gini
Ratio mendekati angka nol dan semakin timpang bila mendekati angka satu. Dari
71
data di atas menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan penduduk Provinsi
Kepulauan Riau tergolong rendah.
Pendapatan dikatakan merata apabila garis busur mendekati garis diagonal.
Dari kurva loranz di atas dapat dilihat bahwa garis busur pada tahun 2007 lebih
mendekati garis diagonal dari pada garis busur tahun 2006. Artinya Ketimpangan
pendapatan semakin mengecil atau dengan kata lain pemerataan pendapatan
diantara warga masyarakat semakain baik.
Provinsi Kepualauan Riau adalah sebuah provinsi yang memiliki wilayah
yang unik, jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Selain
berada di wilayah kepulauan, juga berbatasan dengan Negara lain yaitu Singapura,
dimana harga barang di kurs-kan dengan dolar Singapura. Oleh karena itu,
tingginya pendapatan perkapita penduduk dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau,
belum tentu menjamin tingkat kesejahteraan, bila diukur dengan nilai harga-harga
atau nilai inflasi yang tinggi, maka tingkat kemakmuran juga tidak seperti yang
diharapkan. Dengan demikian peranan pemerintah untuk menjaga stabilitas
keamanan, kepastian hukum, kenyamanan berusaha bagi masyarakat,
kenyamanan bagi investor, kelancaran transportasi (angkutan kebutuhan pokok),
sangat menentukan stabilitas harga dan ketersediaan pangan, dengan demikian
inflasi akan tetap stabil.
Laju Inflasi
Berbagai kebijakan ekonomi yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten/Kota telah menghasilkan indek harga
konsumen yang relatif rendah, bahkan selama lima tahun terakhir ini angka inflasi
Provinsi Kepulauan Riau selalu berada di bawah angka inflasi nasional.
Pada tahun 2009 inflasi di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 1,88
persen, angka ini jauh dibawah laju inflasi pada tahun 2008 yang angkanya sebesar
8,17 persen. Kondisi ini dipicu oleh penurunan harga komoditas primer dan
kelancaran supply barang kebutuhan pokok. Laju inflasi Provinsi Kepulauan Riau
tahun 2009 juga berada di bawah laju inflasi tingkat nasional yang tercatat sebesar
2,78 persen. Perkembangan laju inflasi Provinsi Kepulauan Riau yang relatif rendah
ini patut disyukuri, karena hal itu bermakna bahwa daya beli masyarakat tidak
72
tergerus oleh kenaikkan harga-harga barang pada umumya, sehingga masyarakat
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Laju inflasi Provinsi Kepulauan
Riau dari tahun 2004-2009 seperti data yang tertera pada table.
Dari Tabel 2.18, dapat dipahami bahwa Laju Inflasi Provinsi Kepulauan Riau
dari tahun 2004 – 2009 rata-rata sebesar 5.36 persen setiap tahunnya, sementara
inflasi tingkat nasional rata-rata 7.97 persen setiap tahunnya atau selisih 2.61
persen. Provinsi Kepulauan Riau menurut Bank Indonesia Cabang Batam,
menjadikan Batam dan Kota Tanjungpinang sebagai ukuran inflasi Provinsi
Kepulauan Riau, yang mencatat bahwa inflasi Kota Batam sendiri di hitung dari
tahun 2008 adalah 8,39 persen, sementara Kota Tanjung pinang sebesar 11,90.
Dan pada tahun 2009 Inflasi Kota Batam berjumlah 1,88 persen, sementara Kota
Tanjungpinang 1,43. persen. Rendahnya inflasi Kota Tanjungpinang pada tahun
2009 dikarenakan rendahnya harga-harga kebutuhan pokok.
Tabel. 2.18. Laju Inflasi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2004-2009Berdasarkan IHK tahun 2000
Tingkat 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Kepri 4.22 14,79 4,58 4.84 6.41 1,88
Batam 6,72 18,73 4,52 4,77 8,61 1,88
Tg.Pinang 1,45
Nasional 6,36 17,11 6,60 6.59 8.39 2.78
Sumber : di Olah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009
Dari data tabel di atas kemudian dapat diketahui bagaimana trend Laju
Inflasi Provinsi Kepulauan Riau dan Indonesia dari tahun 2004-2009 dalam bentuk
gambar grafik berikut ini.
73
Peraga 2.22. Laju Inflasi Indonesia dan Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009
6.36
17.11
6.66.59
8.39
2.784.22
14.79
4.58 4.84
8.39
1.880
2
4
6
8
10
12
14
16
18
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Indonesia Kepri
Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009
2.3.5. INVESTASI
Nilai Persentase Realisasi Investasi PMA dan PMDN
Selama periode 2004-2009 Realisasi investasi Asing (Foreign Direct
Investment) dan investasi Penanaman Modal Domestik di Provinsi Kepulauan Riau
mengalami fluktuasi, namun memperlihatkan trend yang terus menaik sampai
tahun 2008.
Untuk mengetahui nilai persentase realisasi investasi PMA dan PMDN
Provinsi Kepulauan Riau dari tahun 2004 – 2009 dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
74
Tabel 2.19 Realisasi Nilai Investasi PMA dan PMDN Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009
Tahun Proyek PMA (juta USD) Proyek PMDN (juta USD)
2004 9 26,0 97 10,52
2005 99 150,79 142 4,93
2006 125 94,09 3 3,43
2007 110 50,54 158 8,483
2008 120 232,19 11 1,286
2009 90 197,49 4 1,05
Sumber : BPMPD Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009
Dari Tabel 2.19 di atas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2004 realisasi
investasi Asing tercatat sebanyak $. 26 juta USD, sementara realisasi PMDN pada
tahun 2004 sampai tahun 2005 menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan
dibandingkan PMA, jumlah proyek PMDN pada tahun 2004 97 proyek dengan nilai
investasi 10.517.900.000 dolar US, meningkat dengan jumlah 142 proyek, dengan
jumlah investasi bernilai 4.933.568.140.000 juta USD, realisasi investasi PMDN
di Provinsi Kepulauan Riau ini adalah dari sektor Industri kertas dan percetakan
sebagai investasi tertinggi yang ditanamkan pada sector industri tahun 2005.
sementara itu PMA tahun 2005 meningkat tajam menjadi $.150,79 juta USD. Tahun
2006 turun menjadi $.94,09 juta USD. Demikian juga nilai investasi PMDN jumlah
proyek dari 142 proyek atau senilai 4,94 dolar USD menjadi 3 proyek atau senilai
3,43 juta USD pada tahun 2006. Turunnya jumlah PMDN dikarenakan sektor
Industri Farmasi yang merupakan salah satu sektor yang cukup besar memberikan
kontribusi pada tahun 2004 ternyata pada tahun 2005 jumlah poryek tetap naik,
namun pada nilai investasi mengalami penurunan. Yaitu dari 10 proyek pada tahun
2004 menjadi 16 proyek, namun nilai invetasinya turun sebesar 54,63 persen atau
senilai 1.944.200.000 juta USD.
Pada tahun 2007 realisasi nilai investasi PMA sebanyak 110 proyek
dengan nilai investasi sebesar 50,54 juta USD. Pada tahun 2008 realisasi
investasi asing juga mengalami kenaikan menjadi 120 proyek dengan nilai
investasi 232,19 juta USD. Hal ini disebabkan oleh mulai diberlakukannya FTZ di
75
Batam, Bintan dan Karimun (BBK), yang banyak memberikan insentif dan
kemudahan kepada para investor. Sebaliknya jumlah proyek PMDN pada tahun
2007, sebanyak 158 proyek, ternyata pada tahun 2008 hanya tinggal 11 proyek
dengan nilai investasi sebesar 1,286 juta USD.
Terjadinya penurunan jumlah baik nilai proyek maupun nilai investasi
pada tahun 2008 dan 2009 disebabkan oleh pengaruh krisis ekonomi global yang
berdampak pada kelesuan pasar internasional sehingga menyebabkan kegiatan
perdagangan dan permintaan dari dan ke Provinsi Kepulauan Riau menjadi turun.
Sehingga pada tahun 2009 PMDN di Provinsi Kepulauan Riau hanya terealisasi
sebanyak 4 proyek dengan nilai 1,05 juta USD.
Peraga. 2.23. Realisasi Nilai Investasi PMA dan PMDN Provinsi KepulauanRiau Tahun 2004-2009
Sumber : Diolah dari datai BPS Provinsi Kepri 2004-2009
Berdasarkan keterangan di atas, bahwa trend realisasi investasi asing dan
domestik (PMA dan PMDN) di Provinsi Kepulauan Riau, dari tahun 2004 – 2009
juga diperlihatkan dengan jelas seperti pada peraga berikut ini.
76
Peraga. 2.24. Realisasi PMA Provinsi Kepulauan RiauTahun 2004-2009
Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Riau Tahun 2004-2009
2.3.6. INFRASTUKTUR
Jalan Nasional
Pemerintah Provinsi Kepri selain menitikberatkan pembangunan pada sektor
pendidikan dan kesehatan, juga terus melakukan pembangunan, khususnya
pembangunan sarana dan prasarana. Pembangunan sarana dan prasarana yang
terus digesa pelaksanaannya oleh Pemprov Kepri ialah sarana infrastruktur berupa
pembangunan jalan. Untuk sarana jalan ini Pemprov Kepri terus melakukan
pembangunan di setiap Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kepri.
Sarana jalan merupakan sarana untuk memperpendek jarak antara satu
daerah dengan daerah yang lain. Transportasi terutama transportasi darat sangat
penting dalam kehidupan masyarakat karena ditujukan untuk memperlancar arus
barang dan jasa dari satu tempat ke tempat lain, meningkatkan mobilitas manusia
ke tempat tujuan baik dari pedesaan sampai ke perkotaan. Berikut ini akan disajikan
data persentase panjang jalan nasional di Provinsi Kepri.
Pada awalnya Provinsi Kepri ini tidak memiliki jalan nasional karena tidak
menghubungkan antar provinsi. Namun sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum No. 631 / KPTS / M / 2009 Tanggal 31 Desember 2009, maka
Provinsi Kepri kini telah memiliki jalan Nasional yang meliputi seluruh
Kabupaten/Kota yang ada terkecuali Kabupaten Kepulauan Anambas, hal ini
dikarenakan Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan Kabupaten yang baru
77
dimekarkan dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Natuna, sehingga pada saat
diusulkan jalan Nasional pada Menteri Pekerjaan Umum, tidak atau belum
diikutsertakan.
Panjang jalan Nasional secara keseluruhan adalah 333,995 Km dengan
perincian kondisi Baik 73,31% atau 244,834 Km, Kondisi Rusak Sedang 20,43%
atau 68,241 Km, dan Kondisi Rusak Berat 6,26% atau 20,92 Km. Munculnya jalan
Nasional ini sebagai upaya penunjang bagi mobilitas orang dan barang di Provinsi
Kepulauan Riau yang tiap tahun terus meningkat baik dari segi jumlah maupun
pelayanannya. Disamping itu pada saat ini Provinsi Kepulauan Riau dalam hal ini
Batam, Bintan dan Karimun merupakan daerah Free Trade Zone (FTZ) sehingga
mau tidak mau, suka tidak suka sangat membutuhkan sarana transportasi darat
dalam hal ini ruas jalan nasional.
PERAGA 2.25. Persentase Panjang Jalan Nasional
244.834
68.241
20.92
333.995
73.31
20.436.26
100
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Kondisi Baik Kondisi RusakSedang
Kondisi RusakBerat
Panjang Total
PERSENTASE PANJANG JALAN NASIONAL
Panjang Jalan Nasional
% Panjang Jalan Nasional
6,26
Sumber : Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kepulauan Riau
Jalan Provinsi
Demikian pula halnya dengan jalan Provinsi yang dimiliki oleh Provinsi
Kepulauan Riau juga baru ada sejak tahun 2009 namun jalan Provinsi ini jauh lebih
panjang dari jalan Nasional sebagaimana yang tergambar pada grafik. Berikut ini
akan disajikan tabel panjang jalan provinsi.
78
Tabel 2.20. PERSENTASE PANJANG JALAN PROVINSI TAHUN 2009
Kondisi Jalan Panjang JalanProvinsi
(Km)
% Panjang JalanProvinsi
(Km)Baik 493,52 57,61Rusak Sedang 292,40 34,13Rusak Berat 70,72 8,26Panjang Total 856,64 100,00
Sumber : Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kepulauan Riau.
Tabel 2.20. menunjukkan bahwa panjang jalan Provinsi untuk Provinsi
Kepulauan Riau adalah sepanjang 856,64 Km secara keseluruhan, dengan
perincian jalan dalam kondisi Baik sepanjang 493,52 Km, Jalan dalam Kondisi
Rusak Sedang sepanjang 292,40 Km, dan Jalan dalam Kondisi Rusak Berat
sepanjang 70,72 Km. Sebagaimana Jalan Nasional, Jalan Provinsi juga tidak
mencakup Kabupaten Kepulauan Anambas, melainkan hanya mencakup Kota
Batam, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga, Kabupaten
Karimun, dan Kabupaten Natuna saja. Hal ini dikarenakan sama halnya dengan
Jalan Nasional dimana jalan Provinsi ini baru ada sejak tahun 2009. Isu strategis
dan masalah mendesak yang dihadapi adalah mengatasi kesenjangan
pembangunan antar wilayah Kabupaten/Kota dalam hal ketersediaan infrastruktur
darat berupa jalan Provinsi.
Penyediaan infrastruktur tersebut terutama infrastruktur darat secara
bertahap diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya alam yang ada di
masing-masing pulau dan tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di
Provinsi Kepri yang akan dapat berfungsi sebagai daerah penyangga untuk Batam,
Bintan, dan Karimun yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas
dan pelabuhan bebas (Free Trade Zone).
2.3.7. PERTANIAN
Rata-rata Nilai Tukar Petani pertahun
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan/rasio antara Indeks
Harga Yang Diterima Petani (It) dengan Indeks Harga Yang Dibayar Petani.
Hubungan NTP dengan tingkat kesejahteraan petani sebagai produsen secara
nyata terlihat dari posisi It yang berada pada pembilang (enumerator) dari angka
NTP. Apabila harga barang/produk pertanian naik, dengan asumsi volume produksi
79
tidak berkurang, maka penerimaan/pendapatan petani dari hasil panennya juga
akan bertambah.
Perkembangan harga yang ditunjukkan Itu, merupakan sebuah indikator
tingkat kesejahteraan petani produsen dari sisi pendapatan. Oleh karena itu untuk
melihat tingkat kesejahteraan petani secara utuh perlu juga dilihat sisi yang lain
yaitu perkembangan jumlah pengeluaran/pembelanjaan mereka baik untuk
kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai
produsen dan juga konsumen dihadapkan kepada pilihan dalam mengalokasikan
pendapatannya yaitu: Pertama, untuk memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi) demi
kelangsungan hidup petani beserta keluarganya. Kedua, pengeluaran untuk
produksi/budidaya pertanian yang merupakan ladang penghidupannya yang
mencakup biaya operasional produksi dan investasi atau pembentukan barang
modal. Unsur kedua ini hanya mungkin dilakukan apabila kebutuhan pokok petani
telah terpenuhi; dengan demikian investasi dan pembentukan barang modal
merupakan faktor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani.
Peraga 2.26. Rata-Rata Nilai Tukar Petani Per Tahun
Sumber : BPS Propvinsi Kepri, 2010
Data NTP Propvinsi Kepulauan Riau yang dapat dikumpulkan pada kegiatan
ini hanya data tiga tahun terakhir, yakni tahun 2007 – 2009, sedangkan data NTP
tahun 2004-2006 sampai saat ini belum berhasil didapatkan dari instansi yang
berwenang.
Rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) pertahun di Provinsi Kepulauan Riau
cenderung mengalami fluktuasi setiap tahun, hal ini terutama disebabkan oleh
indeks harga hasil produksi pertanian (indeks yang diterima petani) selalu berubah
80
setiap tahunnya, sehingga memberikan pengaruh terhadap indeks harga barang
dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan produksi
pertanian (indeks yang dibayar petani).
Rata-rata Rasio NTP Provinsi Kepri tertinggi terjadi pada periode tahun 2009
mencapai 102,80 mengalami peningkatan 1,3 – 2,8 dibanding dengan periode
tahun 2007-2008. NTP Provinsi Kepri tersusun dari lima subsektor, diantaranya
subsektor tanaman pangan, holtikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan
dan perikanan. Turun-naiknya rata-rata NTP Kepri terutama disebabkan fluktuasi
subsektor perikanan. Peningkatan dan penurunan dari salah satu subsektor
tersebut berimplikasi terhadap rata-rata NTP Provinsi Kepri secara umum.
Ketersediaan lahan dalam bidang perikanan darat sangat terbatas di wilayah
Provinsi Kepri, sebagai konsekwensi dari daerah yang terdiri dari pulau-pulau kecil.
PDRB Sektor Pertanian
Peraga 2.27. PDRB Sektor Pertanian Atas Harga Berlaku Tahun 2003 -2009
Sumber : BPS Kepri, 2009
81
Pada kurun waktu lima tahun terakhir PDRB sektor pertanian
memperlihatkan trend yang terus meningkat. Tahun 2009 nilai PDRB sektor
pertanian Provinsi Kepulauan Riau atas dasar harga berlaku telah mencapai nilai
Rp. 3,192 Triliun. Nilai PDRB menurut harga berlaku tahun 2009 tersebut meningkat
sebesar Rp. 324 Miliar dibandingkan PDRB tahun 2008 yang nilainya sebesar Rp.
2,868 Triliun.
Dilihat dari sisi peranan masing-masing sektor ekonomi dalam pembentukan
PDRB Provinsi Kepulauan Riau tahun 2009, sektor pertanian merupakan sektor
yang memberikan kontribusi relatif kecil atau hanya sekitar 5,00 persen dibanding
dengan sektor industri dan perdagangan masih merupakan sektor paling dominan,
hal ini dapat dilihat dari besarnya kontribusi kedua sektor tersebut dalam PDRB
Provinsi Kepulauan Riau, sektor Industri memberikan kontribusi mencapai 46,20
persen atau senilai Rp.29,5 Triliun.
Tabel 2.21. PDRB Provinsi Kepulauan RiauAtas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2009
Sektor Ekonomi 2007 2008 2009
1. Pertanian 2.612.093,12 2.868.416,50 3.192.446.59
2. Pertambangan dan
Penggalian
5.058.454,57 5.444.119,09 5.601.741,11
3. Industri Pengolahan 24.203.354,25 26.622.278,75 29.517.887,01
4. Listrik, gas dan air bersih 282.587,36 325.310.58 353.072,80
5. Bangunan 2.651.119,55 3.727.039,83 4.539.681,19
6. Perdagangan, Hotel,
Restoran
10.632.966,10 12.058.309,49 12.487.883,20
7. Pengangkutan, Komunikasi 2.213.113,14 2.690.985,60 2.976.798,16
8. Keuangan, sewa 2.857.769,66 3.239.466,51 3.452.159,81
9. Jasa-jasa 1.314.814,13 1.610.069,96 1.771.776,61
PDRB 51.826.271,88 58.585.996,29 63.893.446,49
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Indikator fundamental daerah lainnya yang dapat memberikan informasi
awal tentang kemakmuran suatu daerah yaitu angka PDRB perkapita. PDRB
Perkapita adalah salah satu idikator makro ekonomi yang sering digunakan untuk
mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu negara atau daerah. Semakin besar
PDRB perkapitanya, semakin makmur penduduk negara atau daerah tersebut.
82
Peraga 2.28. Struktur PDRB Provinsi Kepulauan RiauMenurut Sektor Tahun 2009
5,00 %
8,77 %
46,20 %
0,55 %
7,11 %
19,54 %
4,66 %
5,40 %2,77 %Pertanian
PertambanganIndustriListrik,airBanguanPerdaganganAngutanKeuanganJasa-jasa
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
2.3.8. KELAUTAN
Tindak Pidana Perikanan
Jumlah tindak pidana perikanan di Provinsi Kepri diukur berdasarkan
kegiatan ilegal fishing yang dilakukan kapal asing yang tertangkap oleh kapal
pengawas perikanan dari Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia. Jumlah tindak pidana perikanan dari tahun 2004-2009
cenderung mengalami peningkatan terutama pada tahun 2008 mencapai 97 buah
kapal yang tertangkap di perairan Provinsi Kepri (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2010)
83
Peraga 2.29. Jumlah Tindak Pidana Perikanan
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010
Peningkatan jumlah tindak pidana perikanan dari tahun ketahun
menunjukkan bahwa adanya perbaikan kinerja dan keseriusan aparat, masyarakat
dan pemerintah dalam memberantas kegiatan illegal fishing yang rawan diperairan
Provinsi Kepri.
Provinsi Kepri yang berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga
seperti, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam merupakan Provinsi yang memiliki
jumlah perairan lebih kurang 96 % adalah lautan merupakan perairan yang rawan
terhadap kegiatan-kegiatan pelanggaran dan tindak kejahatan di laut, tidak hanya
tindak pidana perikanan tapi juga meliputi penyelundupan, trafficking, dan tindak
pidana perhubungan lainnya.
Luas Kawasan Konservasi Laut
Kawasan Konservasi Laut adalah kawasan laut dan daratan yang terdapat di
wilayah pesisir yang dilakukan upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan
serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan
Sumber Daya kelautan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai
dan keanekaragamannya.
Luas Kawasan Konservasi Laut (KKL) di Provinsi Kepri dari tahun 2004-
2009 mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah luas KKL ini terutama
84
dipengaruhi oleh inisiasi oleh program Kementerian Kelautan dan Perikanan yang
terdapat di beberapa Kabupaten yang menjadi site project Coremap II ADB. Adapun
Kabupaten yang telah memiliki KKL di Provinsi Kepri adalah : Kabupaten Bintan,
Natuna, Lingga dan Kota Batam. Status KKL di 5 Kabupaten/Kota tersebut adalah
Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) berdasarkan SK Bupati dan Walikota.
Sedangkan Kabupaten Anambas merupakan Kabupaten satu-satunya di
Provinsi Kepri yang memiliki KKL dengan status Kawasan Konservasi Perairan
(KKP) Nasional berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan. Pemerintah
Provinsi Kepri secara konsisten telah melakukan pengelolaan terhadap KKL
tersebut, dengan telah disahkannya Perda No.5 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
Terumbu Karang Provinsi Kepulauan Riau.
KKL yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau saat ini sebagian besar
belum dilakukan pengelolaan secara optimal, pengelolaan dilakukan secara parsial
oleh kabupaten/kota yang berada dalam wilayah administratif Provinsi Kepri. Untuk
melakukan pengelolaan secara terpadu perlu disusun beberapa dokumen
perencanaan, diantaranya dokumen Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana
Pengelolaan dan Rencana Aksi. Dokumen ini secara tegas diatur oleh Undang-
undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil, lalu diperkuat oleh PP. No 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya
Ikan. Namun hingga saat ini Provinsi Kepri belum menyusun satupun dokumen
yang dimaksud di atas.
Sebagian Kabupaten /Kota telah memiliki dokumen yang dimaksud, namun
belum disinergiskan dengan dokumen perencanaan di tingkat Provinsi.
Implementasi pengelolaan KKL di Kabupaten/Kota pada saat ini juga belum
memberikan kontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan. Padahal
diharapkan kesejahteraan masyarakat nelayan dapat meningkat dengan upaya
konservasi ini.
2.3.9. KESEJAHTERAAN SOSIAL
Persentase Penduduk MiskinPenduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2009 garis kemiskinan di
Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar Rp.283.965 per bulan per orang.
sedangkan pada tahun 2008 sebesar Rp.262.232. Berdasarkan patokan garis
85
kemiskinan tersebut jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau pada
tahun 2009 tercatat sebanyak 128.210 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk miskin tahun 2008 yang berjumlah 136.360 orang, maka terlihat adanya
penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 8.150 orang.
Jika dilihat secara persentase jumlah penduduk miskin tahun 2009 adalah
sebesar 8,27 persen dari total jumlah penduduk Provisni Kepulauan Riau,
sedangkan pada tahun 2008 persentasinya adalah sebesar 9,18 persen. Jadi pada
tahun 2009 baik secara relatif maupun absolut jumlah penduduk miskin di Provinsi
Kepulauan Riau menurun dibanding tahun 2008. Untuk mengetahui secara
keseluruhan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Bila dicermati Tabel 2.22, bahwa persentase penduduk miskin pada saat
terjadinya krisis ekonomi antara tahun 2008 – 2009 tidak menjadi fakor yang dapat
mempengaruhi naik atau turunannya jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan
Riau. Karena; Pertama; Berdasarkan hasil survey serta hasil diskusi dengan
BAPEDA Provinsi Kepulauan Riau, kemudian hasil telaah ternyata bahwa krisis
ekonomi yang terjadi dan hanya berlangsung selama beberapa bulan dalam tahun
2008-2009, tidak menganggu secara langsung pada aktivitas status pekerjaan
masyarakat. Walaupun kalangan usaha mengalami dampak krisis global
dimaksud, seperti turunya nilai ekspor serta naiknya nilai impor pada waktu yang
sama, namun perusahaan tetap bertanggungjawab atas hak-hak pekerja. Kedua;
Kondisi dimana pada saat waktu disensus atau di survey atau orang yang bekerja
namun untuk sementara sedang tidak bekerja. Kemudian bila dikutip dari pengertian
“pengangguran terbuka” menurut BPS “adalah orang-orang yang tidak mempunyai
pekerjaan (pengangguran) atau masih, mencari pekerjaan pada saat pelaksanaan
sensus”. Dengan demikian diambil kesimpulan bahwa pada masa krisis tahun
2008-2009 tidak mempengaruhi dan menambah jumlah penduduk miskin di Provinsi
Kepulauan Riau. Keadaan persentase penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau
dari tahun 2005 – 2009 digambarkan pada grafik berikut ini.
86
Tabel 2.22. Persentase Penduduk MiskinProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 - 2009
TAHUN JUMLAH PERSENTASE
2005 139.650 10,97
2006 163.000 12,16
2007 148.400 10,30
2008 136.000 9,18
2009 128.210 8,27
Sumber : Data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2005-2009
Peraga 2.30. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kepri Tahun 2005 - 2009
Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri. Tahun 2004-2009
Angkatan Kerja dan PengangguranSampai dengan Agustus 2009 jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Kepulauan
Riau tercatat sebanyak 681.769 jiwa, dari jumlah tersebut yang bekerja aktif
sebanyak 626.456 jiwa dan selebihnya 53.313 jiwa atau 8,11 persen belum
mendapatkan pekerjaan (menganggur). Para penganggur tersebut sebagian besar
atau 84 persen berada di kota dan hanya 16 persen saja yang berada di desa.
Para penganggur tersebut pada umumnya berusia muda 15-25 tahun serta
87
berpendidikan SMA ke bawah, umumnya mereka adalah para pendatang baru di
Provinsi Kepulauan Riau.
Jika dirinci pengangguran menurut Kabupaten / Kota maka tingkat
pengangguran tertinggi tahun 2009 berada di Kabupaten Karimun yaitu sebanyak
6.823 jiwa atau 9,23 persen, sedangkan terendah berada di Kabupaten Lingga
yaitu sebanyak 1.868 jiwa atau sama dengan 6,53 persen dari jumlah keseluruhan
pengganggur tahun 2008 yang berjumlah 53.333 jiwa. Tingkat pengangguran
terbuka di Provinsi Kepukauan Riau selama periode 2006-2008 cenderung
menurun, namun memasuki tahun 2009 mengalami kenaikkan. Tahun 2006 tingkat
pengangguran terbuka Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar 12,24 persen,
tahun 2007 turun menjadi 9,01 persen selanjutnya tahun 2008 juga mengalami
penurunan 8,01 persen, Namun pada tahun 2009 tingkat pengangguran mengalami
kenaikan 0,10 persen dari tahun 2008. Tingkat pengangguran Provinsi Kepulauan
Riau tahun 2009 lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pengangguran
nasional pada tahun yang sama yaitu sebesar 7,97 persen. Namun tingkat
pengangguran Provinsi Kepulauan Riau masih tergolong relatif rendah karena
berada pada tingkat pengangguran alamiah yang angkanya berkisar antara 7 – 8
persen. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Kepulauan Riau terlibat seperti
pada tabel berikut ini.
Tabel 2.23. Tingkat Pengangguran TerbukaProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2006-2009
Sumber : BPS Provinsi Kepri Tahun 2005-2009
No. Tenaga Kerja 2006 2007 2008 2009 2010
1. Angkatan kerja 587.474 588.874 666.000 681.769 703.741
2. Bekerja 515.560 535.797 612.667 626.456 653.012
3. Menganggur 71.914 53.077 53.333 55.313 50.729
4 Tk.Pengangguran 12,24 9,01 8,01 8,11 7,21
88
Peraga 2.31. Grafik Tingkat Pengangguran Terbuka di Kepri Tahun 2006 - 2010
Sumber : Diolah dari data BPS Provinsi Kepri.Tahun 2004-2009
2.3.10. Rekomendasi Kebijakkan Dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat:
1. Perlu peningkatan kemampuan guru dalam mengajar sehingga diharapkan
setiap tingkat pendidikan memiliki guru yang layak mengajar, untuk itu perlu
dipikirkan penyesuaian ijazah pendidikan S-1 bagi guru-guru dalam rangka
memenuhi standar Undang-Undang Guru dan Dosen no 14 tahun 2005
sehingga dapat meningkatkan mutu guru akan tetapi tidak mengganggu
proses kegiatan mengajar guru.
2. Perlu peningkatan kompetensi guru melalui pemberian intensif dan dengan
melakukan sertifikasi serta mengikuti pendidikan dan pelatihan-pelatihan
atau kursus-kursus, program akta dan pendidikan lanjutan.
3. Perlu penambahan dan perbaikan akses pendidikan dalam bentuk
penyediaan sekolah-sekolah atau rehabilitasi sekolah agar daya tampung
lebih maksimal, pemenuhan kebutuhan guru-guru di bidang ilmu tertentu
yang masih dibutuhkan dan buku-buku penunjang didaerah-daerah baik
89
berupa pembangunan perpustakaan daerah maupun taman bacaan
masyarakat.
4. Perlunya penyediaan beasiswa bagi siswa berprestasi atau yang tidak
mampu terutama tamatan SMA sehingga dapat meningkatkan angka
partisipasi kasar bagi usia Perguruan Tinggi (PT).
5. Meningkatnya Indek Pembangunan Manusia (HDI) Provinsi Kepulauan Riau
harus tetap dipertahankan dalam rangka meningkatkan kualitas
pembangunan manusia demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
6. Menyediakan anggaran secara konsisten terhadap pendidikan dan
kesehatan serta penyediaan fasilitas yang memadai, terutama penyediaan
puskesmas terapung (pusling Laut), dan BKIA
7. Masih kurangnya akses kesehatan di daerah pedesaan perlu peningkatan
jumlah, jaringan dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan terutama pada daerah dengan aksesibilitas relatif rendah
di seluruh Provinsi Kepulauan Riau seperti Puskesmas terapung (pusling
laut) yang harus diperbanyak.
8. Data yang dihimpun dan dilaporkan oleh masing – masing unit pelaksana
kesehatan belum optimal, perlu peningkatan sistem informasi kesehatan
dan teknologi secara bertahap dari puskesmas dan rumah sakit diseluruh
daerah Provinsi Kepri termasuk wilayah yang sulit dijangkau sehingga data
yang diperoleh mampu mewakili seluruh keadaan di provinsi Kepulauan Riau
9. Kualitas tenaga medis masih kurang, sehingga perlu pelatihan yang
terprogram dan kontinu, meningkatkan sarana dan prasarana dan
melakukan kebijakan pelayanan kesehatan masyarakat miskin dengan
mudah, murah dan gratis yang pembiayaannya ditangguang bersama oleh
pemerintah pusat, provinsi, kota/ kab dan pihak lain.
10. Kondisi Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Kepri yang sudah baik dan
perlu dipertahankan dengan memperhatikan kualitas kesehatan masyarakat
pulau terpencil (hinterland) seperti pemerataan sarana prasarana serta
tenaga kesehatan
11. Meningkatkan berbagai program dan promosi Keluarga Berencana oleh
BKKBN ataupun PKBI seperti tidak saja melalui penyuluhan dan sosialisasi
90
ke daerah – daerah tetapi juga menyediakan alat KB yang terjangkau baik
dari harga maupun ketersediaan akses di daerah terpencil. Selain itu
promosi penggunakan alat kontrasepsi yang aman agar terhindar dari
kanker harus selalu ditingkatkan agar kepercayaan masyarakat dalam
menggunakan alat kontrasepsi lebih baik.
12. Laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya
perlu dibuat program pengendalian pertumbuhan penduduk dan
pemerataan penduduk agar tercapai pembangunan yang berimbang seperti
pemerataan fasilitas pembangunan dan sarana prasarana serta
pemerataan pertumbuhan industri sehingga penduduk tidak terpusat pada
beberapa kota/ kabupaten tertentu.
13. Mendorong terciptanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di seluruh
wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang akan menumbuhkembangkan
kegiatan industri dan pariwisata berbasis kelauatan..
14. Melengkapi keersediaan infrastruktur guna mengatasi kesenjangan
pembangunan antar wilayah Kabupaten/Kota dalam hal ketersediaan
infrastruktur darat berupa jalan dan jembatan, infrastruktur laut berupa
pelabuhan, dermaga, dan kapal angkutan serta infrastruktur udara berupa
penambahan dan peningkatan sarana bandara. Selain itu masalah
telekomunikasi juga belum tersedia secara merata di seluruh wilayah
Provinsi Kepulauan Riau.. Penyediaan infrastruktur tersebut secara
bertahap diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya alam
yang ada di masing-masing pulau dan tumbuhnya pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baru di Provinsi Kepulauan Riau yang akan dapat
berfungsi sebagai daerah penyangga untuk Batam, Bintan, dan Karimun
yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas (Free Trade Zone).
15. Memaksimalkan pengelolaan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan
Secara Maksimal mengingat Luas wilayah Provinsi Kepulauan Riau 96
persen adalah lautan, ini merupakan potensi yang sangat besar karena di
dalammnya mengandung Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang tidak
ternilai harganya. Potensi ekonomi kelautan meliputi perikanan tangkap,
budidaya, pengolahan perikanan, industri bio-teknologi dan Harta Karun di
91
dalam laut (muatan kapal tenggelam). Potensi energi kelautan seperi
gelombang, pasang surut, angin dan energi panas laut (ocean thermal).
belum dikelola secara maksimal. Belum maksimalnya pengelolaan Sumber
Daya Kelautan dan Perikanan ini dapat dilihat dari kecilnya kontribusi sektor
Pertanian (sub sektor Kelautan dan Perikanan) di dalam PDRB Provinsi
Kepulauan Riau yang hanya memnyumbangkan tidak lebih dari 5 persen
rata-rata selama lima tahun terakhir ini. Untuk masa mendatang sub sektor
kelautan dan perikanan harus menjadi sektor unggulan Provinsi Kepulauan
Riau. Pembangunan harus diarahkan ke laut melalui Revolusi Biru dan
Program Minapolitan yang berbasis Ilmu dan pengetahuan.
16.Melakukan upaya untuk ketersediaan Daya Dukung Kapasitas Energi Listrik,
Air Bersih. Listri merupakan kebutuhan dasar yang sangat vital bagi
tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi. Untuk Provinsi Kepulauan
Riau hanya kota Batam yang bebas dari maslah kekuarangan tenaga
Listrik dan air bersih, selebihnya seluruh Kabupaten/Kota mengalami krisis
listrik yang sangat dalam. Kekurangan pasokan energi listrik ini
menyebabkan daya saing daerah dalam menarik investor asing semakin
berkurang Berbagai aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat menjadi
terganngu sehingga memperlambat pengembangan investasi dan kegiatan
sosial ekonomi masyarakat.
17. Regulasi FTZ Belum Pro Bisnis, FTZ telah digulirkan lebih dari 5 tahun,
tetapi perangkat hukum (regulasinya) yang mengatur tentang FTZ itu
sendiri sangat lambat. Di sarankan kepada pemerintah pusat untuk
memberikan perhatian secara maksimal sehingga kondisi perekonomian di
kawasan BBK (Batam, Bintan dan Karimun) serta Kabupaten/Kota lainnya
di Provinsi Kepulauan Riau memiliki payung hukum yang kuat, sehingga
keberadaan FTZ benar-benar membeikan manfaat bagi masyarakat dan
pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
18. Perlu dilakukan upaya oleh pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk
memperbaiki atau melakukan pelebaran jalan, peningkatan kualitas jalan
dan penambahan sarana jembatan yang bisa menghubungkan antar pulau
dikarenakan kondisi Kepulauan Riau yang luasnya wilayahnya 96% lautan.
92
19. Perlu dilakukan penambahan jumlah dan akses jalan di wilayah-wilayah
pesisir Provinsi Kepulauan Riau sehingga memudahkan akses bagi seluruh
masyarakat di wilayah tersebut.
20. Perlu dilakukan optimalisasi sumberdaya lahan, air dan pengembangan
insfrastruktur pendukung pertanian, sebagai konsekwensi dari karakteristik
daerah yang terdiri dari pulau-pulau kecil dengan sumberdaya air dan lahan
yang terbatas.
21. Oleh karena Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah dengan
karakteristik pulau-pulau kecil, alokasi lahan pertanian relatif lebih kecil,
sehingga perlu pengembangan teknologi pertanian adaptif, yang cocok
dengan karakteristik daerah ini, untuk menjadi produk unggulan berbasis
daerah.
22. Peningkatan Investasi di sektor pertanian agar dapat mengurangi
ketergantungan sifat konsumtif terhadap komoditi pangan impor dan
menjaga kestabilan ketahanan pangan Provinsi Kepulauan Riau ketika
terjadi fluktuasi harga komoditi.
23. Mengalokasikan anggaran rehabilitasi hutan secara konsisten baik yang
berasal dari dana APBD maupun APBN
24. Agar realisasi program dan kegiatan konservasi mencapai target yang telah
ditetapkan, perlu penyusunan logical framework (kerangka pemikiran) yang
sistematik dan terkoordinasi oleh instansi terkait
25. Membangun dan menerapkan teknik konservasi tanah dan air di daerah
hulu tepat guna disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik daerah
Provinsi Kepri
26. Membangun kelembagaan yang membantu masyarakat hulu dalam
menerapkan kegiatan konservasi berbasis masyarakat
27. Law enforcement / menindak pelanggaran pengrusakkan sumberdaya
hutan secara konsisten dan terpadu
28. Penyuluhan terhadap masyarakat yang berada disekitar hutan dan Daerah
Aliran Sungai (DAS) secara berkesinambungan.
29. Luas Perairan Kepri yang mencapai 96 % dari jumlah daratan merupakan
daerah yang rawan terhadap tindak pidana di bidang perikanan, sehingga
diperlukan penambahan sarana dan prasarana pengawasan, meliputi
93
jumlah kapal pengawas, dan jumlah personil yang dilibatkan dalam
pengawasan
30. Agar program pengawasan lebih efektip, perlu pelibatan masyarakat secara
aktif terutama para nelayan-nelayan lokal/tradisional yang melakukan
penangkapan /beroperasi di daerah perbatasan atau pulau-pulau terluar di
Kepulauan Riau, dengan cara pengaktifan Kelompok Masyarakat
Pengawas (Pokmaswas di tingkat Desa/Kecamatan).
31. Pengawasan bidang perikanan memerlukan koordinasi lintas sektoral dan
lintas vertikal, dilakukan secara terpadu, komprehensif dan berkelanjutan
32. Peningkatan jumlah tindak pidana perikanan berkonsekwensi terhadap
penyelesaian kasus secara efektif dan efisien, sehingga diperlukan
pengadilan khusus tindak pidana perikanan di Provinsi Kepri, untuk
masalah ini, saat ini Provinsi Kepri belum memiliki pengadilan khusus di
bidang tindak pidana perikanan, sehingga proses penyelesaian kasus
masih diserahkan ke pengadilan umum, sehingga memerlukan waktu yang
cukup lama dalam penyelesaiannya.
33. KKL yang telah dibentuk di Provinsi Kepri, tidak akan efektif jika tidak
dilakukan pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, untuk itu perlu
dibentuk Lembaga Pengelola KKL di tingkat Provinsi sebagai implementasi
dan amanah dari Perda Pengelelolaan Terumbu Karang di Kepri.
34. Pemerintah Provinsi perlu melakukan penyusunan tata ruang laut, guna
mensinergiskan pemanfaatan ruang perairan di Kabupaten sehingga
tumpang tindih pemanfaatan ruang yang dapat memicu konflik kepentingan
terhadap kerusakan sumberdaya hayati kelautan dapat diminimalisir.
Karena potensi sumberdaya hayati dan non hayati laut yang sangat besar
akan menyebabkan terjadinya eksploitasi dan ekplorasi kekayaan laut yang
dapat berimplikasi terhadap kerusakan lingkungan.
2.3.11. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan analisis di atas maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
94
1. Untuk agenda mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, maka Polda
Provinsi Kepulauan Riau telah bekerja maksimal dalam menyelesaikan
kasus tindak pidana yang terjadi di wilayah ini. Tindak kejahatan
konvensional memperlihatkan trend menurun dari tahun 2004 – 2008 namun
kembali meningkat pada tahun 2009. Kejahatan yang menonjol adalah
perdagangan narkoba dan psikotropika, traficking, pencurian ikan oleh
nelayan asing, dan kejahatan transnasional lainnya.
2. Untuk agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis dapat ditarik
kesimpulan bahwa Provinsi Kepri berhasil memberikan contoh yang baik
untuk penerapan pelayan satu atap (one stop service) di Batam. Aparat
hukum juga berhasil menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang dilaporkan
dengan baik. Peningkatan diperlukan dalam hal pelaporan keuangan
daerah. Karena selama lima tahun berturut-turut Provinsi Kepri belum
mampu mencapai predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam
pelaporan keuangannya. Sementara itu secara gender, pembangunan di
Provinsi Kepri masih belum merata. Di mana Gender Development Index
(GDI) Provins Kepulauan Riau masih berada di bawah angka GDI nasional.
Namun, perbaikkan pemerataan ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
3. Untuk agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka jika dilihat dari
Human Development Index (HDI) maka Provinsi Kepri berhasil mencapai
prestasi tinggi dengan melebihi rata-rata HDI nasional. Di bidang
pendidikkan Provinsi Kepri juga terus mengalami peningkatan dengan
naiknya Angka Partisipasi Murni, Angka Partisipasi Kasar, naiknya nilai rata-
rata murid, menurunnya angka putus sekolah, dan terus meningkatnya
jumlah guru yang layak mengajar. Dibidang kesehatan umur harapan hidup
juga terus meningkat, angka kematian bayi mengalami trend menurun, gizi
buruk menurun, dan rasio tenaga kesehatan per penduduk yang terus
meningkat. Sementara itu, secara makro, pertumbuhan ekonomi dan
kemampuan ekspor di Provinsi Kepri terus meningkat walaupun mengalami
penurunan pada tahun 2008 – 2009 akibat krisis global yang juga dirasakan
di provinsi ini. Nilai investasi asing dan dalam negeri juga mengalampi
perbaikkan serta inflasi yang mampu terjaga di bawah dua digit juga
dianggap prestasi bagus untuk Provinsi Kepri. Hal ini juga diikuti dengan
95
perbaikkan infrastruktur jalan dan perhatian terhadap perbaikkan kondisi
lingkungan. Jumlah penduduk miskin memperlihatkan tren menurun namun
tingkat pengangguran memperlihatkan tren menaik di tahun-tahun
belakangan ini.
96
BAB III
RELEVANSI RPJMN 2010 – 2014 DENGAN
RPJMD PROVINSI KEPULAUAN RIAU
3.1. LATAR BELAKANG
Tujuan jangka panjang pembangunan daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun
2005-2025 adalah MEWUJUDKAN KEPULAUAN RIAU BERBUDAYA, MAJU DAN
SEJAHTERA. Tujuan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi satu
kesatuan dalam upaya mewujudkan tujuan jangka panjang nasional sebagaimana yang
tertuang dalam RPJP Nasional dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Untuk mencapai tujuan jangka panjang sebagaimana yang diarahkan dan ingin
diwujudkan diatas, pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan fokus
prioritas yang akan menjadi agenda bagi pembangunan lima tahunan sesuai periode
pembangunan jangka menengah. Pentahapan diperlukan untuk mencerminkan urgensi
permasalahan dan konsistensi pembangunan namun tidak mengabaikan
permasalahan yang muncul pada setiap tahapan pembangunan tersebut. Penekanan
pada setiap tahapan berbeda, dan berkesinambungan dari satu periode ke periode
berikutnya sampai tujuan jangka panjang tercapai.
Oleh karena itu maka Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi
Kepulauan Riau Kepulauan Riau Tahun 2005-2025 kemudian dibagi kedalam 4
(empat) tahapan pembangunan jangka menengah lima tahunan dengan fokus
prioritas masing-masing tahapan sebagai berikut :
1. RPJMD I (2005-2010) : Berlandaskan pada kondisi awal berdirinya Provinsi,
prioritas pembangunan dalam RPJMD I adalah menata dan mempersiapkan
sarana dan lembaga pemerintahan agar berjalan dengan baik, berfungsinya
lembaga pemerintahan dalam menjalankan pemerintahan umum,
pembangunan dan pelayanan publik. Tersedianya perangkat sarana
pemerintahan yang didukung dengan infrastruktur dasar dan pegawai yang
memadai serta tenaga guru dan paramedis dan pelayanan lainnya yang
seimbang, dst.
97
2. RPJMD II (2011-2015) : Berlandaskan hasil RPJMD I, fokus RPJMD II adalah
memantapkan penataan penyelenggaraan pemerintahan dengan menekankan
peningkatan sumberdaya manusia yang mampu mengelola sumberdaya alam
dengan menyiapkan pemanfaatan ilmu dan teknologi guna meningkatkan daya
saing daerah dalam skala regional, nasional dan global. Melanjutkan penataan
organisasi pemerintahan daerah, memantapkan sistem dan sarana
pemerintahan, membina dan meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan,
menyediakan infrastuktur dasar masyarakat, dst.
3. RPJMD III (2016-2020) : Berlandaskan pada hasil RPJMD I dan RPJMD II,
RPJMD III lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai
bidang dengan menekankan kepada peningkatan daya saing ekonomi yang
berlandaskan kepada pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
yang berkualitas dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
secara terus menerus. Terus melanjutkan penataan, pembinaan dan
pengembangan organisasi pemerintahan daerah, dst.
4. RPJMD IV (2021-2025) : Periode terakhir dari RPJPD yaitu RPJMD IV
menggambarkan arah pembangunan jangka panjang serta mewujudkan tujuan
jangka panjang sebagaimana yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan
berlandaskan pada RPJMD I, RPJMD II dan RPJMD III. Pada RPJMD IV ini
difokuskan untuk mewujudkan masyarakat yang berbudaya, maju dan
sejahtera melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan
menekankan pembangunan sektor ekonomi yang berdaya saing diseluruh
wilayah yang didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas, cerdas,
berakhlak dan berbudaya, dst.
RPJMD Tahun 2011-2015 merupakan periode RPJMD kedua setelah RPJMD
Tahun 2005-2010 dalam pentahapan pembangunan jangka panjang daerah Provinsi
Kepulauan Riau maka berlandaskan dari hasil pelaksanaan, pencapaian, kondisi serta
sebagai keberlanjutan RPJMD I, RPJMD II.
Sementara itu, dalam RPJMN tahun 2010 – 2014 tiga agenda yang akan
dilaksanakan adalah agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.
98
Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah
1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola,
2. Pendidikan,
3. Kesehatan,
4. Penanggulangan Kemiskinan,
5. Ketahanan Pangan,
6. Infrastruktur,
7. Iklim Investasi dan Iklim Usaha,
8. Energi,
9. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana,
10. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik,
11. Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas
lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan
Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya.
Berikut adalah perbandingan dan analisis relevansi antara RPJMN 2010 –
2014 dengan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau. Dimana dalam hal ini akan
dilihat keterkaitan dan dukungan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau terhadap
program-program yang diperioritaskan pada RPJMN 2010 - 2014.
99
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015) Analisis
KualitatifPenjelasan Terhadap Analisis
KualitatifPrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
1 PRIORITAS 1. REFORMASI BIROKRASI DANTATA KELOLA
PRIORITAS 1. MEMANTAPKANKEMBALI PENYELENGGARAANPEMERINTAHAN
Otonomi Daerah;Penataan otonomi daerah
melaluiPeningkatan PelayananAparatur Pemerintahanmelalui
Penghentian/pembata
san pemekaran
wilayah;
Peningkatan efisiensi
dan efektivitas
penggunaan dana
perimbangan daerah;
Penyempurnaanpelaksanaan pemilihankepala daerah;
Terus menyediakansarana pendukungdi pusatpemerintahan yangrepresentatif.
Meningkatkanpelayanan publikdengan sistemreward danpunishment
Melakukkanpenataanorganisasipemerintah daerah.
Melaksanakanpembangunandaerah denganberdasarkanperencanaandaerah yangteratur.
Terdapatsinkronisasidan programyang salingmendukungantaraprogramnasional danprogrampemerintahdaerah diProvinsiKepulauanRiau.
Program penyediaansarana pendukung dapatmembatasi keinginanmasyarakat yang tidakterlayani untuk melepaskandiri dari daerah induk.
Perencanaanpembangunan yang teraturdi daerah dapatmeningkatkan efisiensi danefektivitas penggunaandana pembangunandaerah.
Tata kelola organisasipemerintahan yang baikjuga dapat mendukungpenyempurnaanpelaksanaan pemilihankepala daerah.
100
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015) Analisis
KualitatifPenjelasan Terhadap Analisis
KualitatifPrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Regulasi;
Percepatan
harmonisasi dan
sinkronisasi
peraturan
perundang-
undangan di tingkat
pusat dan daerah
peraturan daerah
selambatlambatnya
2011;
Terus melakukankerjasama denganinstansi terkait baikdaerah maupunpusat dalampengembanganpulau terluar danperbatasan.
Terdapatketerkaitandan salingdukungantaraprogramnasionaldenganprogram diProvinsiKepri.
Secara umum ProvinsiKepri tetap mengutamakankerjasama yang eratdengan pusat, walaupundalam RPJMD disebutkansecara spesifik dalam halpengembangan pulauterluar dan perbatasan. Halini dianggap dapatmenunjang programnasional dalam halsinkronisasi peraturanperundang-undanganselambat-lambatnya tahun201
Sinergi antara pusat dandaerah
Penetapan danpenerapan sistemIndikator Kinerja UtamaPelayanan Publik yangselaras antarapemerintah pusat danpemerintah daerah
Menerapkan SPMdan SOP dalamsetiap jenispelayanan danmelakukan sistempenilaian terhadapkinerja aparatur.
Terdapatketerkaitandan salingdukungantaraprogramnasionaldenganprogram diProvinsiKepri
Walaupun tidak disebutkanpenyelarasan secaraspesifik, namun ProvinsiKepri dalam hal ini telahberusaha meningkatkanstandar pelayananpubliknya dengan adanyaSPM dan SOP serta kinerjayang terukur.
101
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015) Analisis
KualitatifPenjelasan Terhadap
Analisis KualitatifPrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Penegakkan Hukum;
Peningkatan integrasi
dan integritas
penerapan dan
penegakan hukum oleh
seluruh lembaga dan
aparat hukum
Tidak terdapatrencana secaraspesifik mengenaipenegakkan hukumdi RPJMD Kepri2011 – 2015.
Tidak adaprogramdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Walaupun tidakterdapat penyebutanspesifik mengenaipenegakkan hukum,namun penegakkanhukum sudahseharusnya menjadiacuan utama dalammenjaga iklimpembangunan yangkondusif.
Data Kependudukkan;
Penetapan Nomor Induk
Kependudukan (NIK) dan
pengembangan Sistem
Informasi dan Administrasi
Kependudukan (SIAK)
dengan aplikasi pertama
pada kartu tanda
penduduk selambat-
lambatnya pada 2011.
Tidak terdapatrencana yangspesifik dalampenetapan NIK danSIAK dalamRPJMD ProvinsiKepri.
Tidak adaprogramdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/program nasional
Wilayah yang berpulau-pulau membuatkesulitan tersendiridalam hal ini.
102
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan Terhadap
Analisis KualitatifPrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
2 Prioritas 2Pendidikan
Peningkatan AngkaPartisipasiMurni (APM)pendidikan dasar
APM pendidikan setingkatSMP
Angka Partisipasi Kasar(APK) pendidikan setingkatSMA
Pemantapan/rasionalisasiimplementasi BOS,
Penurunan harga buku
standar di tingkat sekolah
dasar dan menengah
sebesar 30-50%
selambatlambatnya
2012 dan Penyediaan sambungan
internet ber-contentpendidikan ke sekolahtingkat menengah selambat-lambatnya 2012 dan terusdiperluas ke tingkat sekolahdasar;
Peningkatan AngkaPartisipasiMurni(APM) pendidikandasar
APM pendidikansetingkat SMP
AngkaPartisipasi Kasar(APK) pendidikansetingkat SMA
Wajib belajar 12tahun.
Peningkatankualitas guru.
Peningkatanfasilitas pendidikanbaik kuantitasmaupun kualitas.
Pemberianbeasiswa bagikeluarga kurangmampu
Secara umumdapatdikatakanbahwa prioritaspembangunandi sektorpendidikanmendukungsepenuhnyaprioritas ditingkatnasional.
Program aksitingkat nasionalyang tidakdisebutkan ditingkat daerahadalahpenyediaansambungan ber-contentpendidikansekolah danpenurunan hargabuku. Namun, halini dapat didukungdengan programpeningkatanfasilitaspendidikkansecara kuantitasdan kualitas.
103
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Akses Pendidikan Tinggi
Peningkatan APK pendidikantinggi
PeningkatanAPK Pendidikantinggi
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas
Metodologi;
Penerapan metodologipendidikan yang tidak lagiberupa pengajaran demikelulusan uj ian
Penerapankurikulum tingkatsatuanpendidikan(KTSP)
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Di dalam RPJMDKepri penjabaranhal ini dilakukanhanya secaraumum.
Pengelolaan;
Pemberdayaan peran kepala
sekolah sebagai manajer
sistem pendidikan yang
unggul,
Revitalisasi peran pengawas
sekolah sebagai entitas
quality assurance,
Mendorong aktivasi peran
Komite Sekolah untuk
menjamin keterlibatan
pemangku kepentingan dalam
proses pembelajaran, dan
Dewan Pendidikan di tingkat
Kabupaten
Tidak adaprogram yangspesifik di bidangpengelolaanpendidikan.
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Di dalam RPJMDKepri pengelolaanpendidikan tidakmenjadi prioritas..RPJMD Keprilebih berorientasioutputpendidikan.
104
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Kurikulum;
Penataan ulang kurikulumsekolah
Penerapankurikulum tingkatsatuanpendidikan diseluruh jenis danjenjang sekolah.
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
KTSP sudah adadalam RPJMDsebelumnya.
Kualitas;
Peningkatan kualitas guru,pengelolaan dan layanansekolah
Meningkatkanjumlah guru yangbersertifikat danmemiliki standarnasional.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas
Prioritas 3:Kesehatan
Kesehatan Masyarakat;
Pelaksanaan Program
Kesehatan Preventif
Terpadu
Peningkatanpencegahanpenyakit menularsecara terpadu.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas
KB;
Peningkatan kualitas dan
jangkauan layanan KB
melalui 23.500 klinik
pemerintah dan swasta
selama 2010-2014;
Tidak programyang spesifik diProvinsi Kepri
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Program lebihdiarahkan padatingkat harapanhidup penduduk.
105
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Obat;
Pemberlakuan Daftar ObatEsensial Nasional sebagaidasar pengadaan obat diseluruh Indonesia danpembatasan harga obatgenerik bermerek pada2010;
Tidak adaprogram yangspesifik dibidang obat-obatan.
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.
Asuransi KesehatanNasional; Penerapan Asuransi
Kesehatan Nasional untukseluruh keluarga miskindengan cakupan 100% pada2011 dan diperluas secarabertahap untuk keluargaIndonesia lainnya antara2012-2014
Tidak adaprogram yangspesifik dibidang asuransikesehatan.
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepridan tidakmenyentuhmasalah asuransikesehatansedikitpun.
4 Prioritas 4:PenanggulanganKemiskinan
Bantuan Sosial Terpadu;
Integrasi program
perlindungan sosial
berbasis keluarga yang
mencakup program
Bantuan Langsung Tunai
Tidak adaprogram yangspesifik yangmencakupBantuanLangsung Tunai.
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Program lebihdiarahkan padapengendalianharga kebutuhanpokok.
106
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Bantuan pangan, jaminansosial bidang kesehatan,beasiswa bagi anak keluargaberpendapatan rendah,Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD), dan ParentingEducation mulai 2010 danprogram keluarga harapandiperluas menjadi programnasional mulai 2011—2012;
Tidak adaprogram yangspesifik di bidangjaminan sosial ini.
Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.
Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.
PNMP Mandiri; Penambahan anggaran PNPM
Mandiri Tidak ada
program yangspesifik yangterkait denganPNPM Mandiri.
Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.
Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.Tidak adamenyentuhmasalah PNPMMandiri.
Kredit Usaha Rakyat (KUR);
Pelaksanaanpenyempurnaan mekanismepenyaluran KUR mulai 2010dan perluasan cakupan KURmulai 2011;
Tidak adaprogram yangspesifik yangmencakup KreditUsaha Rakyat.
Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.
Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.
Tim PenanggulanganKemiskinan; Revitalisasi Komite Nasional
Penanggulangan Kemiskinandi bawah koordinasi WakilPresiden
Revitalisasi Komitepenanggulangankemiskinan dibawah koordinasiWakil Gubernur.
Ada program daerahyang mendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
107
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
5 PRIORITAS 5 :PROGRAMAKSIDIBIDANGPANGAN
Lahan, PengembanganKawasan dan Tata RuangPertanian: Penataan regulasi untuk
menjamin kepastian hukum
atas lahan pertanian,
Pengembangan areal
pertanian baru seluas 2 juta
hektar, penertiban serta
optimalisasi penggunaan
lahan terlantar;
Pembangunansektor pertanianyangkomprehensif danberkelanjutan.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Walaupun tidakdisebutkansecara spesifik diRPJMD, namunprogram provinsiKepri tersebutdapatmendukungprogramnasional.
Infrastruktur;
Pembangunan dan
pemeliharaan sarana
transportasi dan angkutan,
pengairan, jaringan listrik, serta
teknologi komunikasi dan
sistem informasi nasional
yang melayani daerah-daerah
sentra produksi pertanian
demi peningkatan kuantitas
dan kualitas produksi serta
kemampuan pemasarannya;
Penyediaansarana danprasarana fisikbidang pertanian.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.
108
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Penelitian danPengembangan;
Peningkatan upaya
penelitian dan
pengembangan
bidang pertanian
yang mampu
menciptakan benih
unggul dan hasil
peneilitian lainnya
menuju kualitas dan
produktivitas hasil
pertanian nasional
yang tinggi;
Tidak adaprogram yangspesifik yangterkait denganpenelitian danpengembanganbidang pertanian.
Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.
Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepri.Bahkan untukpertanian bisadikatakanprogram yangdiprioritaskansangat sedikit.
Investasi, Pembiayaan, danSubsidi:
Dorongan untuk investasipangan, pertanian, danindustri perdesaan berbasisproduk lokal oleh pelakuusaha dan pemerintah,penyediaan pembiayaan yangterjangkau.
Tidak adaprogram yangspesifik yangmencakupdoronganinvestasi dibidang pertanian.
Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.
Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepridan sangatminim.
Pangan dan Gizi:
Peningkatan kualitas gizi dankeanekaragaman panganmelalui peningkatan polapangan harapan;
Tidak adaprogram yangspesifik mengenaipola panganharapan
Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.
Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepridan sangatminim.
109
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Adaptasi Perubahan Iklim: Pengambilan langkah-
langkah kongkrit terkait
adaptasi dan
antisipasi sistem
pangan dan pertanian
terhadap perubahan
iklim.
Tidak programyang mencakupadaptasi danantisipasi sistempangan danpertanianterhadapperubahan iklim.
Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.
Program lebihbersifat umum diRPJMD Kepridan sangatminim.
6 PRIORITAS 6:INFRASTRUKTUR
Tanah dan Tata Ruang:
Konsolidasi kebijakan
penanganan dan
pemanfaatan tanah
untuk kepentingan
umum secara
menyeluruh di bawah
satu atap dan
pengelolaan tata ruang
secara terpadu;
Terusmembangun danmenyediakaninfrastrukturdasar, penataanlingkunganperkotaan danpercepatanpembangunanwilayahpedesaan.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Walaupun secaralangsung tidaktepat sama,namun arahprogram antaraProvinsi Kepridan Nasionaldapat salingmendukung.
Pengendalian banjir:
Penyelesaian
pembangunan
prasarana
pengendalian banjir
Tidak program yangmencakuppembangunanprasaranapengendalian banjir.
Tidak adaprogram daerahyang mendukungprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
110
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Perhubungan:
Pembangunan jaringanprasarana dan penyediaansarana transportasiantarmoda dan antarpulauyang terintegrasi sesuaidengan Sistem TransportasiNasional dan Cetak BiruTransportasi Multimoda danpenurunan tingkatkecelakaan transportasisehingga pada 2014 lebihkecil dari 50% keadaan saatini;
Terusmembangun danmemfungsikandermagapenyeberangan,peningkatankapasitas dankualitas Bandara,dan mulaimembangunjembatan Batam-Bintan.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas
Transportasi perkotaan:
Perbaikan sistem danjaringan transportasi di 4 kotabesar (Jakarta, Bandung,Surabaya, Medan)
Tidak adaprogram yangsesuai.
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Cukup jelas
7 PRIORITAS 7 :IKLIM INVESTASIDAN IKLIM USAHA
Kepastian hukum:
Reformasi regulasi secarabertahap di tingkat nasionaldan daerah
Tidak ada programyang spesifik dalamhal kepastianhukum di ProvinsiKepri.
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Cukup jelas
111
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Kebijakan ketenagakerjaan: Sinkronisasi kebijakan
ketenagakerjaan dan iklim
usaha dalam rangka
memperluas penciptaan
lapangan kerja.
Menerapkanperaturan yangkomprehensifdibidangketenagakerjaan,mengembangkansistem informasidan konsultasi,dan meningkatmutu tenagakerja.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
8 PRIORITAS 8:ENERGI
Energi alternatif:
Peningkatan pemanfaatanenergi terbarukan termasukenergi alternatifgheotermal sehinggamencapai 2.000 MW pada2012 dan 5.000 MW pada2014
Tidak adaprogram spesifikyang mencakupenergiterbarukan.
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
Hasil ikutan dan turunan minyakbumi/gas: Revitalisasi industri pengolah
hasil ikutan/turunan minyakbumi dan gas sebagai bahanbaku industri tekstil, pupukdan industri hilir lainnya;
Tidak adaprogram spesifikyang mencakupindustri pengolahhasil turunanminyak.
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
112
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Konversi menuju penggunaangas: Perluasan program
konversi minyak tanah ke
gas sehingga mencakup
42 juta Kepala Keluarga
pada 2010;
Tidak adaprogram spesifikmengenaikonversi minyaktanah ke gas.
Tidak ada programdaerah yangmendukungprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
9 PRIORITAS 9 :LINGKUNGANHIDUP DANPENGELOLAANBENCANA
Perubahan iklim:
Peningkatan
keberdayaan
pengelolaan lahan
gambut,
Peningkatan hasil rehabilitasi
seluas 500,000 ha per
tahun,
Penekanan laju
deforestasi
secara sungguh-
sungguh
Meningkatkankualitaslingkungan hidupdi ProvinsiKepulauan Riaudenganmelaksanakanstandar bakumutu lingkunganhidup danpengendaliannyaserta didukungdengan semakinmeningkat danberkembangnyainfrastrukturlingkungan hidup.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Dalam RPJMDProvinsi Keprimasalahpeningkatan mutulingkungan hiduphanya disebutkansecara umumtidak spesifikseperti apa yangada dalamprioritas nasional.
113
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Pengendalian KerusakanLingkungan:
Penurunan beban
pencemaran lingkungan
melalui pengawasan
ketaatan pengendalian
pencemaran air limbah dan
emisi di 680 kegiatan
industri dan jasa pada 2010
dan terus berlanjut;
Terusmeningkatkanperan sertastakeholders dalampengendaliandampaklingkungan.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Walaupun dalamRPJMD hanyadisebutkansecara umumnamun bisadisinkronkandengan prioritasnasional.
Sistem Peringatan Dini:
Penjaminan berjalannyafungsi Sistem Peringatan DiniTsunami (TEWS) dan SistemPeringatan Dini Cuaca(MEWS) mulai 2010 danseterusnya, serta SistemPeringatan Dini Iklim(CEWS) pada 2013;)
Tidak ada programyang sesuai.
Tidak adaprogram daerahyangmendukungprioritas/programnasional.
Cukup jelas
Penanggulangan bencana:
Peningkatan kemampuanpenanggulangan bencana
Meningkatkankualitas dankuantitas aparaturpengelolalingkungan dalampengendaliandampak lingkungan
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas
114
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
10 PRIORITAS 10:DAERAHTERDEPAN,TERLUAR,TERTINGGALDAN PASCAKONFLIK
Kebijakan:
Pelaksanaan kebijakankhusus dalam bidanginfrastruktur danpendukung kesejahteraanlainnya
Tidak ada programspesifik yangmencakup programaksi ini di ProvinsiKepri.
Tidak adaprogram daerahyangmendukungprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
Keutuhan wilayah:
Penyelesaian pemetaanwilayah perbatasan RIdengan Malaysia, PapuaNugini, Timor Leste, danFilipina pada 2010;
Tidak ada programspesifik yangmencakuppemetaan wilayahdengan negaratetangga.
Tidak adaprogram daerahyangmendukungprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
Daerah tertinggal: Pengentasan paling
lambat 2014. Mendorong
percepatanpembangunandaerah tertinggal,kawasanterdepan/terluar.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
115
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
11
PRIORITAS 11 :KEBUDAYAAN,KREATIFITAS,DAN INOVASITEKNOLOGI
Perawatan:
Penetapan danpembentukan pengelolaanterpadu untuk pengelolaancagar budaya,
Revitalisasi museum danperpustakaan di seluruhIndonesia ditargetkansebelum Oktober 2011;
Penetapan danpembentukanpengelolaan terpaduuntuk pengelolaancagar budaya,
Mencegahpunahnyapeninggalanbudaya danrevitalisasimuseum.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
Sarana:
Penyediaan sarana yangmemadai bagipengembangan, pendalamandan pagelaran seni budayadi kota besar dan ibu kotakabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012;
Meningkatkankesadaranmasyarakatterhadap akarbudaya denganpembinaansanggar seni danbudaya sertasarana budayalainnya.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
116
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Kebijakan:
Peningkatan perhatian dankesertaan pemerintah dalamprogram-program senibudaya yang diinisiasi olehmasyarakat dan mendorongberkembangnya apresiasiterhadap kemajemukanbudaya;
Peningkatanpembinaan nilaiagama dan budayapada semuajenjang pendidikan,lembagakemasyarakatan,dan pemerintah
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
Sarana:
Penyediaan sarana yangmemadai bagipengembangan, pendalamandan pagelaran seni budayadi kota besar dan ibu kotakabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012;
Meningkatkankesadaranmasyarakatterhadap akarbudaya denganpembinaansanggar seni danbudaya sertasarana budayalainnya.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Cukup jelas.
Inovasi teknologi:
Peningkatan keunggulankomparatif menjadi keunggulankompetitif yang mencakuppengelolaan sumber dayamaritim menuju ketahananenergi, pangan, dan antisipasiperubahan iklim; danpengembangan penguasaanteknologi dan kreativitaspemuda.
Pembinaannelayan tradisionalbaik dari peralatan,teknologi,permodalan danpemasaran hasil.
Ada programdaerah yangmendukungsepenuhnyaprioritas/programnasional.
Provinsi Kepriyang terdiri darisebagian besarwilayah lautmembuat Kepriberusahamenggalai segalainovasi teknologikemaritiman.
117
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
Mengintensifkankoordinasi dgnPemerintah pusatagar Regulasi ygmenghambatpelaksanaan FTZsegera direvisi dandiganti dgn yg lebihpro bisnis
Tersedianyainfrastruktur dasaruntuk pengembangan kawasanFTZ sepertipelabuhanpetikemas ygberstandarinternasional, jalandan listrik.
Rehabilitasi rumahtidak layak hunitermasuk fasilitasjamban keluarga,
PeningkatanProduksi perikanan
PengembanganIndustri berbasismaritim
Peningkatan SDMdi bidang kalautan
Program ini tidakada ditingkatnasional.
Program ini tidakada ditingkatnasional.
Program ini tidakada ditingkatnasional.
Program ini tidakada ditingkatnasional.
Program ini tidakada ditingkatnasional.
118
No
RPJMN2010 -2014
RPJMD Provinsi(Tahun 2011 – 2015)
Analisis KualitatifPenjelasan
Terhadap AnalisisKualitatif
PrioritasPembangunan
Program Aksi PrioritasPembangunan
Program
PembangunanInfrastrukturperikanan
Meningkatnyapenghayatan danpengamalan Agamadari masing-masingpemeluknya.
Menciptakan kondisiyang kondusifsehingga masyarakatdapat melaksanakankegiatan keagamaandengan aman dantentram melauipeningkatan peranFKUB. Peningkatankuan titas dankualitas para Dai danguru agama.
Pengembangan danpewarisan budayamelayu kepadagenerasi mudamelalui kegiatan disekolah dan sanggarseni.
Memelihara dan
mengembanganbudaya-budaya lainyg hidupberkembang diKepri .
Program ini tidakada ditingkatnasional.
Program ini tidakada ditingkatnasional.
Program ini tidakada ditingkatnasional.
Program ini tidakada ditingkatnasional.
Program ini tidakada ditingkatnasional.
119
3.2. REKOMENDASI
Setelah melakukan analisis terhadap relevansi antara RPJMN 2010 – 2014
dengan RPJMD Provinsi Kepri tahun 2011 – 2015 di atas maka dapat
direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:
A. Rekomendasi Terhadap RPJMD Provinsi Kepulauan Riau
1. Untuk tahun perencanaan saja terlihat jelas bahwa RPJMD Provinsi
Kepulauan Riau tidak sinkron dengan RPJMN. Di mana rentang tahun
RPJMN adalah 2010 – 2014 sedangkan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau
adalah 2011 – 2015. Hal ini menunjukkan kurangnya koordinasi penyusunan
rencana pembangunan di tingkat daerah dengan nasional. Untuk itu tim
EKPD merekomendasikan bahwa RPJMD harus disusun mengikuti dan
sejalan dengan RPJMN 2010 – 2014.
2. Ada prioritas dalam RPJMN untuk pemetaan perbatasan wilayah Republik
Indonesia dengan Malaysia dan Siingapura, namun hal ini tidak didukung
dengan program di daerah atau RPJMD. Padahal pemetaan wilayah ini
sesuatu yang sangat mendesak mengingat begitu banyaknya konflik yang
terjadi dengan negara tetangga terkait masalah perbatasan wilayah ini.
Direkomendasikan agar Provinsi Kepulauan Riau menjadikan pemetaan
perbatasan wilayah dengan negara tetangga ini menjadi program yang
mendesak pula dalam RPJMD Provinsi Kepri periode ini. Direkomendasikan
juga agar Pemerintah Provinsi Kepri dapat menjadi koordinator bagi aparat
terkait dalam hal manajemen pengamanan wilayah laut / maritim.
3. Walaupun sudah terlihat cukup concern di bidang peningkatan mutu
pendidikan ( peningkatan kualitas guru sudah diprogramkan dalam RPJMD)
Provinsi Kepri, namun dalam RPJMD Provinsi Kepri belum terlihat penataan
ulang kurikulum sekolah, pemberdayaan kepala sekolah sebagai manajer
pendidikan, dan pemanfaatan teknologi informasi serta character building
untuk lulusan untuk memajukan dan meningkatkan mutu pendidikan di
Provinsi Kepri. Untuk itu direkomendasikan agar alokasi dana bidang
pendidikan di Provinsi Kepri di arahkan kepada perubahan kurikulum dan
pemanfaatan teknologi informasi di bidang pendidikan.
120
B. Rekomendasi Terhadap RPJMN
1. Di RPJMD telah ditetapkan program lanjutan dari kebijakkan penetapan FTZ
oleh pemerintah pusat. Namun, di RPJMN tidak ada program yang spesiifik
dalam RPJMN mengenai persiapan dan pemantapan pengelolaan Batam,
Bintan, dan Karimun selaku kawasan perdagangan bebas (free trade zone).
Untuk itu tim EKPD merekomendasikan agar hal ini juga menjadi prioritas
utama dalam RPJMN.
2. Dalam RPJMD Provinsi Kepri diprogramkan mengenai penghayatan agama
bagi masing-masing pemeluknya serta kerukunan antar umat beragama
namun dalam RPJMN tidak terdapat prioritas untuk mengukuhkan persatuan
dan kerukunan antar suku dan umat beragama di Indonesia. Mengingat
begitu rawannya perselisihan dan perpecahan yang terjadi belakangan ini di
masyarakat maka direkomendasikan agar diprogramkan pembinaan dan
peningkatan kerukunan antar suku dan umat beragama di Indonesia dalam
RPJMN.
3. Dalam RPJMN dan RPJMD tidak ada program mengenai wawasan
nusantara dan peningkatan semangat kebangsaan di kalangan warga
negara Republiik Indonesia. Untuk itu direkomendasikan agar diprogramkan
sosialisasi yang berkesinambungan mengenai wawasan nusantara untuk
meningkatkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air dikalangan rakyat
Indonesia, karena dengan banyaknya pengaruh asing maka semangat
nasionalisme perlahan mulai terkikis.
4. Karena RPJMN belum dipakai sebagai acuan utama oleh Provinsi Kepri
maka sebaiknya sosialisasi RPJMN dilaksanakan dengan lebih baik lagi dan
dengan waktu yang cukup agar dapat menjadi panduan bagi daerah dalam
menetapkan prioritas pembangunan daerah.
121
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. KESIMPULAN
Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJMN) 2004 – 2009 di daerah dan
untuk melakukan penilaian keterkaitan antara Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RJPMD) Provinsi Kepulauan Riau dengan RPJMN 2010 – 2014.
Berikut ini beberapa kesimpulan yang bisa ditarik dari analisis yang telah
dilakukan sebelumnya oleh tim EKPD Provinsi Kepulauan Riau:
1. Untuk agenda mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, maka Polda
Provinsi Kepulauan Riau telah bekerja maksimal dalam menyelesaikan
kasus tindak pidana yang terjadi di wilayah ini. Tindak kejahatan
konvensional memperlihatkan trend menurun dari tahun 2004 – 2008 namun
kembali meningkat pada tahun 2009. Kejahatan yang menonjol adalah
perdagangan narkoba dan psikotropika, traficking, pencurian ikan oleh
nelayan asing, dan kejahatan transnasional lainnya.
2. Untuk agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis dapat ditarik
kesimpulan bahwa Provinsi Kepri berhasil memberikan contoh yang baik
untuk penerapan pelayan satu atap (one stop service) di Batam. Aparat
hukum juga berhasil menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang dilaporkan
dengan baik. Peningkatan diperlukan dalam hal pelaporan keuangan
daerah. Karena selama lima tahun berturut-turut Provinsi Kepri belum
mampu mencapai predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam
pelaporan keuangannya. Sementara itu secara gender, pembangunan di
Provinsi Kepri masih belum merata. Di mana Gender Development Index
(GDI) Provins Kepulauan Riau masih berada di bawah angka GDI nasional.
Namun, perbaikkan pemerataan ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
3. Untuk agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka jika dilihat dari
Human Development Index (HDI) maka Provinsi Kepri berhasil mencapai
prestasi tinggi dengan melebihi rata-rata HDI nasional. Di bidang
122
pendidikkan Provinsi Kepri juga terus mengalami peningkatan dengan
naiknya Angka Partisipasi Murni, Angka Partisipasi Kasar, naiknya nilai rata-
rata murid, menurunnya angka putus sekolah, dan terus meningkatnya
jumlah guru yang layak mengajar. Dibidang kesehatan umur harapan hidup
juga terus meningkat, angka kematian bayi mengalami trend menurun, gizi
buruk menurun, dan rasio tenaga kesehatan per penduduk yang terus
meningkat. Sementara itu, secara makro, pertumbuhan ekonomi dan
kemampuan ekspor di Provinsi Kepri terus meningkat walaupun mengalami
penurunan pada tahun 2008 – 2009 akibat krisis global yang juga dirasakan
di provinsi ini. Nilai investasi asing dan dalam negeri juga mengalampi
perbaikkan serta inflasi yang mampu terjaga di bawah dua digit juga
dianggap prestasi bagus untuk Provinsi Kepri. Hal ini juga diikuti dengan
perbaikkan infrastruktur jalan dan perhatian terhadap perbaikkan kondisi
lingkungan. Jumlah penduduk miskin memperlihatkan tren menurun namun
tingkat pengangguran memperlihatkan tren menaik di tahun-tahun
belakangan ini.
4. Dalam hal keterkaitan RPJMD Provinsi Kepri 2011 – 2015 dengan RPJMN
2010 – 2014, yang palin menonjol adalah perbedaan tahun rencana.
Kemudian ada beberapa hal yang belum didukung di RPJMD Provinsi Kepri
diantaranya: tidak adanya program peningkatan integritas dan integrasi
penegak hukum di Provinsi Kepri, tidak adanya program peningkatan
metode belajar dan pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Provinsi Kepri, tidak adanya rencana spesifik untuk
meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan KB, tidak adanya program
spesifik di bidang pengadaan obat dan standarisasi obat serta asuransi
kesehatan nasional, juga tidak adanya program spesifik untuk bantuan
langsung tunai, tidak ada program spefisik di bidang penelitian dan
pengembangan bidang pertanian, dsb. Sementara hal menonjol yang di
programkan di Provinsi Kepri namun belum ada di RPJMN 2010 – 2014
adalah peningkatan penerapan Batam, Bintan, Kariman sebagai Kawan
Ekonomi Khusus (KEK). Infrastruktur terutama di Bintan dan Karimun masih
belum memadai namun tidak diprogramkan peningkatannya di tingkat
nasional. Di RPJMN 2010 – 2014 juga belum terlihat upaya memperkuat
123
kesatuan masyarakat terutama antar masyarakat yang berbeda ras, suku,
dan agama.
4.2. REKOMENDASI
1. Secara keseluruhan pelaksanaan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
(EKPD) tahun ini dianggap telah berjalan dengan baik dan mampu
menyediakan dokumen acuan pembangunan yang baik untuk nasional
maupun daerah. Namun, EKPD tahun ini sebagaimana juga tahun-tahun
sebelumnya baru menjangkau wilayah daerah tingkat I (provinsi).
Direkomendasikan agar dibentuk juga tim EKPD di tingkat kabupaten / kota
yang berkoordinasi dengan tim EKPD tingkat provinsi, agar capaian manfaat
dari dilaksanakannya EKPD ini semakin luas.
2. Jangka waktu pelaksanaan EKPD tahun ini dianggap telah cukup untuk
melakukan evaluasi secara baik. Namun, tetap direkomendasikan agar
jangka waktu pelaksanaan dimulai lebih cepat di awal tahun agar hasil yang
didapatkan semakin baik.
3. Direkomendasikan penambahan anggaran untuk pelaksanaan EKPD ini di
tahun-tahun mendatang agar hasil yang diperoleh juga semakin baik.
124
DAFTAR PUSTAKA
Bahan-bahan ekspos Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) Provinsi KepulauanRiau Dalam Acara Musyawarah Rencana Pembangunan Provinsi Kepri 2009dan 2010.
Inisiasi Rencana Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau 2010 – 2015
Kepulauan Riau Dalam Angka 2004 – 2009
Laporan Berkala Bank Indonesia Batam 2004 - 2010
Publikasi Hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2010
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Kepulauan Riau 2005 – 2025