Upload
fathimah-kurniawati
View
24
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
--
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi selalu mengahdapi berbagai hal yang harus diselesaikan.
Tidak terkecuali adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan permasalahan dalam
pembangunan ekonomi baik dalam skala nasional maupun internasional. Dalam skala
internasional masalah kemiskinan ini dijelaskan dalam Millenium Development Goals atau
MDG’s. Sedangkan dalam skala nasional permasalahan kemiskinan ini juga telah dijelaskan
oleh berbagai produk hukum seperti Pancasila sila ke 5 dan UUD 1945 pasal 36.
Kemiskinan di Indonesia itu sendiri dari tahun ke tahun memang cenderung
menurun akan tetapi ini tetap saja tidak mampu mengatasi kemiskinan secara keseluruhan.
Selain itu program-program pemerintah yang telah dilaksanakan juga belum mampu
mengurangi kemiskinan dengan signifikan. Kemiskinan di Indonesia memang sempat
mengalami penurunan yang cukup penurunan akan tetapi setelah terjadi krisis pada tahun
1997-1998 kemiskinan yang ada cenderung mengalami peningkatan lagi. Dan setelah krisis
tersebut kemiskinan belum mampu menurun dengan signifikan meskipun pemerintah telah
melakukan berbagai upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat.
Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara juga ditentukan oleh tingkat
kemiskinan. Apabila semakin tinggi tingkat kemiskinan maka negara tersebut belum mampu
melakukan pembangunan ekonomi dengan baik. Karena pembangunan ekonomi berkaitan
dengan kesejahteraan masyarakat. Apabila tingkat kemiskinan tinggi hal itu membuktikan
tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah. Sehingga bisa dikatakan pembangunan
ekonomi belum mampu memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat.
Untuk menentukan tingkat kemiskinan dapat dilakukan dengan berbagai ukuran.
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah
konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi
yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan bawah), dan
konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan
tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori
ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat
badan, serta perkiraan status fisiologis penduduk, ukuran ini sering disebut dengan garis
kemiskinan. Penduduk yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan, dikatakan
dalam kondisi miskin.
Besarnya tingkat kemiskinan suatu negara atau daerah disebabkan oleh berbagai
faktor. Menurut Todaro (1997) menyatakan bahwa variasi kemiskinan dinegara
berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan geografis, jumlah
penduduk dan tingkat pendapatan, (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara
yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya
manusianya, (4) perbedaan peranan sektor swasta dan negara, (5) perbedaan struktur
industri, (6) perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara
lain dan (7) perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam
negeri.
Selain itu faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kemiskinan diantaranya
seperti FDI atau penanaman modal asing, pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi,
pengangguran, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh
sendiri-sendiri terhadap kemiskinan itu sendiri. Ada yang memiliki hubungan positif ataupun
negatif. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis apa saja faktor-faktor
yang bisa berpengaruh terhadap kemiskinan.
Sehubungan dengan tujuan tersebut maka penulis akan membuat paper dengan
judul “Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kemiskinan di Indonesia
tahun 1984-2013”
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan dibahas beberapa permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana hubungan FDI dengan tingkat kemiskinan?
2. Bagaimana hubungan Inflasi dengan tingkat kemiskinan?
3. Bagaimana hubungan pendapatan per kapita dengan tingkat kemiskinan?
4. Bagaimana hubungan pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan FDI dan tingkat kemiskinan
2. Untuk mengetahui hubungan inflasi dan tingkat kemiskinan
3. Untuk mengetahui hubungan pendapatan per kapita dan tingkat kemiskinan
4. Untuk mengetahui hubungan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kemiskinan
a. Pengertian Kemiskinan
Definisi kemiskinan menurut UNDP (United Nations Development Programme)
Badan Program Pembangunan adalah ketidak mampuan untuk memperluas kebutuhan
hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian tidak adanya pastisipasi dalam
pengambilan kebijakan publik sebagai salah satu indikator kemiskinan.
Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang
atau sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak
dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bertabat. Hak-
hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhi kebutuhan pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan
lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak
untuk berpartisipasi dalam kegiatan social-politik, baik bagi perempuan maupun laki-
laki.
Dalam arti luas Chambers (dalam Chriswardani Suryawati, 2005) mengatakan
bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu:
1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi
situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5)
keterasingan(isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.
b. Penyebab Kemiskinan
Menurut Todaro (1997) menyatakan bahwa variasi kemiskinan dinegara
berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan geografis, jumlah
penduduk dan tingkat pendapatan, (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara
yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya
manusianya, (4) perbedaan peranan sektor swasta dan negara, (5) perbedaan struktur
industri, (6) perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara
lain dan (7) perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam
negeri.
Menurut Nasikun dalam Chriswardani Suryawati (2005), beberapa sumber dan
proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:
a. Policy induces processes, yaitu proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi
melalui pelaksanaan suatu kebijakan, diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan,
tetapi relitanya justru melestarikan.
b. Socio-economic dualism, negara bekas koloni mengalami kemiskinan karena poal
produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai
petani sekala besar dan berorientasi ekspor.
c. Population growth, prespektif yang didasari oleh teori Malthus , bahwa pertambahan
penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deraet hitung.
d. Resaurces management and the environment, adalah unsur mismanagement sumber
daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan
menurunkan produktivitas.
e. Natural cycle and processes, kemiskinan terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal
dilahan kritis, dimana lahan itu jika turun hujan akan terjadi banjir, akan tetapi jika
musim kemarau kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang
maksimal dan terus-menerus.
f. The marginalization of woman, peminggiran kaum perempuan karena masih dianggap
sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang lebih
rendah dari laki-laki.
g. Cultural and ethnic factors, bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara
kemiskinan. Misalnya pada pola konsumtif pda petani dan nelayan ketika panenj raya,
serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.
h. Exploatif inetrmediation, keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti
rentenir.
i. Inetrnal political fragmentation and civil stratfe, suatu kebijakan yang diterapkan pada
suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.
j. Interbational processe, bekerjanya sistem internasional (kolonialisme dan
kapitalisme) membuat banyak negara menjadi miskin.
c. Ukuran Kemiskinan
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah
rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis
komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan
bawah), dan konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan
nasional dan tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan
kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, dan perkiraan
tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis penduduk, ukuran ini
sering disebut dengan garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki pendapatan dibawah
garis kemiskinan, dikatakan dalam kondisi miskin.
Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang.
Seseorang yang memiliki pendapatan kurang dari US$ 1 per hari masuk dalam kategori
miskin (Criswardani Suryawati, 2005).
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengukur
kemiskinan berdasarkan dua kriteria (Criswardani Suryawati, 2005), yaitu:
a) Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) yaitu keluarga yang tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalankan perintah agama dengan baik, minimum makan dua kali
sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen
lebih dari 80%, dan berobat ke Puskesmas bila sakit.
b) Kriteria Keluarga Sejahtera 1 (KS 1) yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk
melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan
daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8
meter per segi per anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10 sampai 60
tahun yang buta huruf, semua anak berumur antara 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu
dari anggota keluarga mempunyai penghasilan rutin atau tetap, dan tidak ada yang sakit
selama tiga bulan.
Ada tiga ukuran utama yang diusulkan oleh Foster, Greer, dan Thorbecke (1984)
dalam Lipton (1985) ukuran itu adalah:
1) Head-Count Measureindex H
Teori Head-Count Measureindex H adalah teori yang memperkirakan jumlah
orang yang berada dibawah garis kemiskinan. Ukuran jumlah orang (Head- Count
Measure) di dalam menentukan tingkat kemiskinan diperoleh dari :
H = q/n . 100
Keterangan :
H = Tingkat Kemiskinan
Q = Jumlah penduduk miskin atau berada di bawah garis kemiskinan
n = Jumlah Penduduk
2) Poverty Gap Index PG
Teori Poverty Gap Index PG adalah teori yang memperhitungkan jumlah dana
yang diperlukan mengatasi masalah kemiskinan. Untuk mengukur kesenjangan
kemiskinan (Poverty gap) dilakukan berbagai bentuk tergantung tujuan yang ingin
dicapai dengan ukuran tersebut disamping perkiraan jumlah dana yang harus disediakan
untuk menghapus kemiskinan, tidak jarang pula ukuran harus disediakan ini disediakan
untuk menghapus kemiskinan, tidak jarang pula ukuran harus disediakan ini dinyatakan
secara relatif yaitu perbandingan antara jumlah kesenjangan kemiskinan dengan
variabel lain, seperti PDB, jumlah pendapatan penduduk miskin, jumlah pendapatan
penduduk tidak miskin, jumlah pengeluaran pemerintah, jumlah bantuan luar negeri,
atau nilai ekspor,. Kesenjangan kemiskinan diukur dengan memperlihatkan perbedaan
tingkat pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinannya, rumusnya:
PG = Gk –Yp
Keterangan :
PG = Kesenjangan Kemiskinan
Gk = Garis Kemiskinan
Yp = Pendapatan Penduduk Miskin
Bila kesenjangan kemiskinan akan diukur secara relatif diperoleh dengan cara
% PG = PG/Vt . 100%
Keterangan:
%PG = kesenjangan kemiskinan relatif
Vt = variabel tertentu secara perkapita, seperti PDB, bantuan luar negeri,
pendapatan penduduk miskin, jumlah pengeluaran pemerintah dan sebagainya.
3) The Foster, Greer, Thorbecke P2 Meansure
FGT P2 adalah poverty gap dari orang miskin yang ditimbang dengan poverty ganya untuk menafsir kemiskinan agregat jadi:
Dengan membandingkan rumus ketiga H, PG, dan P2 di atas strukturnya menjadi jelas dengan menggolongkan ke dalam ukuran tambahan secara umum:
Untuk a adalah parameter non-negatif Ini adalah ukuran kemiskinan dari Foster, Greer, Thorbecke (Foster, 1984). Pa adalah rata-rata dari seluruh populasi dari ukuran kemiskinan individual dimana mempunyai nilai a z yi ] 1 [ - untuk orang miskin dan nol untuk non-miskin.
d. Kriteria Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi
standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan.
Membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau jumlah
rupiah untuk konsumsi orang perbulan. Menurut UNDP kemiskinan adalah
ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan
memasukkan penilaian tidak adanya partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik
sebagai salah satu indikator kemiskinan. Pada dasarnya defenisi kemiskinan dapat dilihat
dari dua sisi, yaitu:
1) Kemiskinan absolut
Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang
hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang
memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan
diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan
yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan
perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.
2) Kemiskinan relatif
Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat
memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding
masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat
penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah
penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat
hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.
Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu:
a. Kemiskinan absolut, kondiai dimana seseorang memiliki pendapatan di bawah garis
kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan,
kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja.
b. Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang
belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada
pendapatan.
c. Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang
disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
d. Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya akses terhadap
sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang
tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya
kemiskinan.
e. Teori Lingkaran Setan Kemiskinan
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut :
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan
sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya
memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitas nya rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas
sumber daya manusia yang rendah berate produktivitasnya juga akan rendah, upahnya
nya pun rendah.
3. kemiskinan muncul karena adanya akses modal.
Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada lingkaran setan kemiskinan
(vicious circle of poverty ) lihat gambar 2.1. Adanya keterbelakangan,
ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas.
Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima.
Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi,
redahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan
Sumber : Nurkse (1953) dalam Kuncoro, 2000
Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000) yang
mengemukakan bahwa Negara miskin itu karena dia miskin (a poor country is poor
because it is poor). Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan,
pada hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh
ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh hambatan pembangunan
di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini Nurkse mengatakan : “Suatu
Negara menjadi miskin karena ia merupakan Negara miskin” (A country is poor because
is poor).
Menurut pendapatnya inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah keadaan-
keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap teciptanya pembentukan
modal yang tinggi. Di satu pihak pembentukan modal ditentukan oleh tingkat tabungan
dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal. Di Negara berkembang kedua
faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan modal yang tinggi.
Jadi, menurut pandangan Nurkse, terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang
menghalangi Negara berkembang mencapai pembangunan yang pesat yaitu. Dari segi
penawaran modal dan permintaan modal.
Dari segi penawaran modal ingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan sebagai
berikut. Tingkat pendapatan masyarakat redah yang diakibatkan oleh tingkat
produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga
rendah. Ini akan menyebabkan suatu Negara menghadapi kekurangan barang modal dan
dengan demikian tingkat produktivitasnya akan tetap rendah yang akan mempengaruhi
kemiskinan.
Dari segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan mempunyai
bentuk yang berbeda di setiap negara. Di Negara-negara miskin perangsang untuk
melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang
terbatas, dan hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat rendah. Sedangkan
pendapatan masyarakat yang rendah disebabkan oleh produktivitasnya rendah ditunjukan
oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu dan mengakibatkan pada masa
yang akan datang. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh kekurangan
perangsang untuk menanam modal, sehingga kemiskinan tidak berujung pada
pangkalnya.
B. Pertumbuhan Ekonomi
a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari
negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaianpenyesuaian
teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan
yang ada (Simon Kuznetz dalam Todaro, 2004).
Menurut Robinson Tarigan (2004) pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan
seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi di wilayah tersebut. Lebih lanjut Prof.
Simon Kuznets (Jhingan. 1996: 72) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya,
kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian
kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.
Menurut Todaro (2003), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi,
yaitu :
1. Akumulasi modal termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan),
peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (human resources). Akumulasi modal akan
terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung yang kemudian
diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa
mendatang. Investasi juga harus disertai dengan investasi infrastruktur, yakni berupa
jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi, demi menunjang
aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia
bermuara pada peningkatan kualitas modal manusia, yang pada akhirnya dapat
berdampak positif terhadap angka produksi.
2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan hal-hal
yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angka kerja (labor force) secara
tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja,
sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya.
3. Kemajuan Teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru
dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional.
Ada 3 klasifikasi kemajuan teknologi, yakni :
a. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai
lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama.
b. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labor saving) atau hemat
modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan
jumlah tenaga kerja atau input modal yang sama
c. Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi jika penggunaan teknologi
tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara lebih
produktif.
b. Teori Umum Pertumbuhan Ekonomi
Menurut pandangan kaum historis, diantaranya Friedrich List dan Rostow,
pertumbuhan ekonomi merupakan tahapan proses tumbuhnya perekonomian mulai dari
perekonomian bersifat tradisional yang bergerak di sektor pertanian dimana produksi
bersifat subsisten, hingga akhirnya menuju perekonomian modern yang didominasi oleh
sektor industri manufaktur. Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David
Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Straurt Mill, maupun ekonom neo klasik,
Robert Solow dan Trevor Swan, mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok
barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang
digunakan.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila
tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya
(Mudrajad Kuncoro, 2003). Sedangkan menurut Schumpeter, faktor utama yang
menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi, dan pelakunya adalah
inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan ekonomi suatu masyarakat hanya
bisa diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur.
Menurut Nugraheni, pengukuran akan kemajuan sebuah perekonomian
memerlukan alat ukur yang tepat, beberapa alat pengukur pertumbuhan ekonomi antara
lain yaitu (Sri Aditya, 2010):
a. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (PDB), atau di tingkat regional disebut Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), merupakan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Baik PDB
atau PDRB merupakan ukuran yang global sifatnya, dan bukan merupakan alat ukur
pertumbuhan ekonomi yang tepat, karena belum dapat mencerminkan kesejahteraan
penduduk yang sesungguhnya, padahal sesungguhnya kesejahteraan harus dinikmati
oleh setiap penduduk di negara atau daerah yang bersangkutan.
b. Produk Domestik Bruto Per kapita/Pendapatan Per kapita
Produk domestik bruto per kapita atau produk domestik regional bruto per kapita pada
skala daerah dapat digunakan sebagai pengukur pertumbuhan ekonomi yang lebih baik
karena lebih tepat mencerminkan kesejahteraan penduduk suatu negara daripada nilai
PDB atau PDRB saja. Produk domestik bruto per kapita baik di tingkat nasional
maupun di daerah adalah jumlah PDB nasional atau PRDB suatu daerah dibagi dengan
jumlah penduduk di negara maupun di daerah yang bersangkutan, atau dapat disebut
juga sebagai PDB atau PDRB rata-rata.
c. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kemiskinan
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan
menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan bila seluruh balas jasa riil terhadap
penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada pendapatan riil
masyarakat pada tahun sebelumnya.
Terdapat tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yakni: 1) akumulasi
modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru, 2) pertumbuhan penduduk
dan 3) kemajuan teknologi. Dalam kaitannya dengan kemiskinan diharapkan sumber-
sumber pertumbuhan tersebut dapat menurunkan kemiskinan. Investasi melalui
penyerapan tenaga kerjanya baik oleh swasta maupun oleh pemerintah, perkembangan
teknologi yang semakin inovatif dan produktif dan pertumbuhan penduduk melalui
peningkatan modal manusia (human capital).
C. Penanaman Modal Asing (PMA/FDI)
a. Pengertian Penanaman Modal Asing
Pengertian modal asing dalam Undang-undang No 1 tahun 1967 ialah:
a. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaann
devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan
perusahaan diIndonesia.
b. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang
asing dan bahan-bahan,yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia,
selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
c. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini
diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di
Indonesia.
Penanaman modal merupakan langkah awal dalam kegiatan produksi. Dengan
posisi semacam itu, investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan
pembangunan ekonomi. Apabila dilihat berdasarkan sudut pandang ekonomi makro,
maka penanaman modal atau investasi adalah pengeluaran yang menambah modal baru
bagi masyarakat. Modal baru tersebut dapat berupa penambahan sejumlah uang yang
diinvestasikan maupun penambahan pada faktor-faktor produksi. Dinamika penanaman
modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak
lesunya pembangunan.
Mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam UU Penanaman Modal No. 25
Tahun 2007, maka yang disebut sebagai “Penanaman Modal Asing”, harus memenuhi
beberapa unsur berikut (Ps.1(3)):
a. Merupakan kegiatan menanam modal
b. Untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
c. Dilakukan oleh penanam modal asing,
d. Menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.
b. Hubungan FDI dan Kemiskinan
Dalam hal dampak FDI terhadap kemiskinan, hasil pengujian menunjukkan baik
secara langsung maupun tidak langsung arus masuk FDI berkontribusi positif dalam
mengurangi tingkat kemiskinan di Kalimantan Selatan. FDI berdampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi dan secara langsung mengurangi tingkat kemiskinan, namun
dampaknya relatif sangat rendah.
PMA berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi atau pertumbuhan
ekonomi di negara tuan rumah, pertama lewat pembangunan pabrik-pabrik baru (PP)
yang berarti penambah output atau PDB, total ekspor (X) dan Kesempatan Kerja (KK).
Ini adalah dampak langsung.
Kedua masih dari sisi suplai, namun sifatnya tidak langsung, adalah sebagai
berikut: adanya PP baru berarti ada penambahan permintaan di dalam negeri terhadap
barang-barang modal, barang-barang setengah jadi, bahan baku dan input-input lainnya.
Jika permintaan antara ini sepenuhnya dipenuhi oleh sektor-sektor lain (SSL) di dalam
negeri (tidak ada yang diimpor), maka dengan sendirinya efek positif dari keberadaan
atau kegiatan produksi di pabrik-pabrik baru tersebut sepenuhnya dinikmati oleh sektor-
sektor domestik lainnya; jadi output di SSL tersebut mengalami pertumbuhan. Apabila
PMA mengalami kemunduran dapat dipastikan hal tersebut dapat berpengaruh terhadap
banyaknya pengangguran yang berakibat pada peningkatan jumlah kemiskinan di
Indonesia.
Adanya investasi-investasi baru memungkinkan terciptanya barang-barang modal
baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja
baru, kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga kerja yang pada gilirannya akan
mengurangi pengangguran. Dengan demikian terjadi penambahan output dan pendapatan
baru pada faktor produksi tersebut akan menambah output nasional sehingga akan terjadi
pertumbuhan ekonomi. Dengan berkurangnya tingkat pengangguran (karena terciptanya
lapangan kerja yang baru) dan pertumbuhan ekonomi yang positif akan berpengaruh
terhadap tingkat kemiskinan dimana diharapkan akan mengurangi jumlah penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan.
D. Pendapatan Per Kapita
a. Pengertian Pendapatan Per Kapita
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) didefinisikan sebagai jumlah nilai
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau jumlah seluruh
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
Nilai PDRB dibagi jumlah penduduk di wilayah tersebut menghasilkan pendapatan
perkapita. Penghitungan PDRB dilakukan atas dasar harga berlaku dan harga konstan
dengan tujuan berbeda. Penghitungan PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk
melihat pergeseran dan struktur ekonomi dari tahun ke tahun, sedang penghitungan
PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari
tahun ke tahun. Pertumbuhan pendapatan perkapita yang positif dari tahun ke tahun
menjadi indikator laju pertumbuhan ekonomi, dimana peningkatan pendapatan akan
meningkatkan taraf kesejahteraan dan kemampuan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya.
Pembangunan ekonomi mensyaratkan pendapatan nasional yang lebih tinggi dan
untuk itu tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus
diambil.Namun yang menjadi permasalahan bukan hanya soal bagaimana cara memacu
pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melaksanakan dan berhak menikmati hasilnya.
Produk Domestik ragional Bruto (PDRB) adalah jumlah seluruh nilai produk
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu
daerah dalam jangka waktu tertentu. Atau apabila ditinajau dari segi pendapatan
merupakan jumlah dari pendapatan yang diterima oleh faktor- faktor produksi yang
dimiliki oleh penduduk di wilayah tersebut yang ikut serta dalam proses produksi dalam
jangka waktu tertentu.
Pendapatan perkapita merupakan gamabaran rata-rata pendapatan yang diterima
oleh penduduk sebagai hasil dari proses produksi. Pendapatan perkapita sering menjadi
tolak ukur kemakmuran suatu negara atau daerah. Pendapatan perkapita pada dasarnya
mengukur kemampuan dari suatu negara untuk memperbesar output dalam laju yang
lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk. Tingkatan dan laju pertumbuhan
pendapatan perkapita riil (yakni sama dengan pertumbuhan pendapatan perkapita setelah
dikurangi dengan tingkat inflasi) merupakan tolak ukur ekonomis yang paling sering
digunakan untuk mengukur sejauh mana kemakmuran ekonomis dari suatu negara.
Berdasarkan tolak ukur tersebut, makan akan dimungkinkan untuk mengetahui
seberapa banyak barang dan jasa riil yang tersedia bagi rata-rata penduduk untuk
melakukan kegiatan konsumsi dan investasi.
b. Hubungan Pendapatan Per Kapita dan Kemiskinan
Pendapatan per kapita memberikan gambaran tentang laju pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat diberbagai Negara dan juga dapat menggambarkan perubahan
corak perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sudah terjadi diantara berbagai
Negara (Lincoln Arsyad,1999). Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka akan
semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar berbagai pungutan yang
ditetapkan oleh pemerintah (Thamrin, 2000). Hal ini berarti juga semakin tinggi PDRB
per kapita semakin sejahtera penduduk suatu wilayah. Dengan kata lain jumlah penduduk
miskin akan berkurang.
Menurut Kuznet (dikutip dari Tulus Tambunan, 2001), pertumbuhan dan
kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses
pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap
akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Selanjutnya
menurut penelitian Deni Tisna (2008) menyatakan bahwa PDRB Sebagai indicator
pertumbuhan ekonomi berpengaruh negative terhadap kemiskinan.
E. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Menurut Samuelson (2001), inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan
tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-faktor produksi. Dari
definisi tersebut mengindikasikan keadaan melemahnya data beli yang diikuti dengan
semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara.
Inflasi dapat dihitung melalui perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK),
termasuk di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Besarnya inflasi
pada bulan tertentu dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Dimana :
INFt : Inflasi pada periode t dalam peresen
IHKt : Indeks Harga Konsumen pada periode t
IHKt-1 : Indeks Harga Konsumen pada periode sebelumnya
b. Jenis Inflasi
Sehubungan dengan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap inflasi, maka
dapat dilakukan pengelompokan jenis inflasi berdasarkan sudut pandang sebagai
berikut :
Jenis-jenis inflasi menurut sebabnya adalah (Nopirin:2000) :
i. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation)
Inflasi ini bermula dari adanya permintaan total, sedangkan produksi telah berada
pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh.
Dalam keadaan seperti itu, kenaikan permintaan total disamping menaikkan harga dapat
juga menaikkan hasil produksi atau output. Apabila kesempatan kerja penuh telah
tercapai, maka penambahan permintaan hanya akan menaikkan harga saja. Apabila
kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP pada kesempatan kerja penuh
makan akan terdapat “inflationary group” yang akhirnya akan menimbulkan masalah
inflasi.
ii. Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)
Inflasi Dorongan Biaya merupakan inflasi yang terjadi akibat kenaikan biaya
produksi yang mengakibatkan adanya penurunan penawaran. Kenaikan biaya produksi
ini ditimbulkan oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Persatuan serikat buruh dalam menuntut kenaikan upah.
2. Industri yang bersifat monopolistis, sehingga dapat menggunakan di pasar
untuk menentukan harga yang lebih tinggi.
3. Kenaikan harga bahan baku industri.
Menurut (Khalwaty:2000), berdasarkan bobotnya inflasi dibagi menjadi 4, yakni :
i. Inflasi Ringan
Inflasi ringan dengan laju pertimbuhan yang berlangsung secara perlahan dan
berada pada posisi satu digit atau di bawah 10% pertahun
ii. Inflasi Sedang
Inflasi sedang adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10-
30% pertahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan
ekonomi suatu negara.
iii. Inflasi Berat.
Inflasi berat adalah inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30-100 %
pertahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali
yang dikuasai negara.
iv. Inflasi Sangat Berat.
Inflasi sangat berat atau Hyper Inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan
melampaui 100% pertahun. untuk keperluan perang terpaksa harus mencetak uang secara
berlebihan.
c. Hubungan Inflasi dan Kemiskinan
Kenaikan inflasi memiliki pengaruh terhadap daya beli masyarakat dan juga
terhadap distribusi pendapatan. Kedua pengaruh tersebut akan berhubungan dengan
tingkat kemiskinan yang ada. Dalam kaitannya dengan pengaruh inflasi dan daya beli
masyarakat, tentu saja dengan adanya inflasi akan ada sebagian masyarakat yuang
dirugikan karena tidsak mampu membeli bahan kebutuhannya seperti bahan pokok.
Dengan kata lain, maka dengan adanya harga yang tinggi masyarakat miskin akan
kehilangan daya beli mereka. Selain itu apabila inflasi tersebut tidak diimbangi dengan
adanya kenaikan pendapatan maka masyarakat yang tadinya tidak tergolong miskin bisa
menjadi miskin karena daya beli mereka yang terus menurun.
Pengaruh inflasi terhadap kemiskinan selanjutnya dijelaskan melalui distribusi
pendapatan. Menurut IMF perekonomian menjadi terdiri dari dua kelompok pekerja,
yakni insider dan outsider. Pihak yang di dalam adalah mereka yang bekerja di sektor
yang memiliki serikat pekerja yang (biasanya) memperoleh upah yang diindeks dengan
biaya hidup atau inflasi sehingga insider lebih terproteksi dari efek inflasi atau kenaikan
harga. Outsider, sebaliknya, tak menikmati proteksi yang sama dalam hal karakteristik
upah.
Hasil dari adanya inflasi adalah adanya kesenjangan pendapatan antara insider
dan outsider. Dengan adanya inflasi ini cenderung merugikan golongan miskin. Bahkan,
inflasi dapat menyebabkan golongan yang belum miskin terjerembap ke dalam jurang
kemiskinan. Maka, mengendalikan inflasi tampaknya sebuah keharusan, setidaknya
untuk mencegah orang susah lebih susah.
BAB III
DATA DAN METODE
A. DATA
a. Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan diambil dari data World Bank dan
Badan Pusat Statistik Indonesia. Kemudian data yang digunakan adalah data dari tahun
1984 sampai tahun 2013. Dan variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Kemiskinan
Variabel kemiskinan menjelaskan tentang besarnya tingkat kemiskinan yang ada di
Indonsia. Variabel ini menggunakan data presentase tingkat kemiskinan di Indonesia
tahun 1984-2013. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Indonesia.
2. Penanaman Modal Asing (PMA/FDI)
Variabel FDI menjelaskan besarnya investasi asing yang dilakukan di Indonesia.
Variabel ini menggunakan data FDI Net Inflow(% of GDP) tahun 1984 sampai tahun
2013. Data tersebut diperoleh dari Wold Bank.
3. Inflasi
Variabel Inflasi menjelaskan besarnya kenaikan harga secara keseluruhan yang
terjadi di Indonesia. Variabel ini menggunakan data Inflation, GDP deflator (annual
%) tahun 1984 sampai tahun 2013. Data tersebut diperoleh dari Wold Bank.
4. Pendapatan Per Kapita
Variabel pendapatan per kapita menjelaskan besarnya pendapatan per kapita yang
diterima oleh masyarakat di Indonesia. Variabel ini menggunakan data GDP per
capita (current US$) tahun 1984 sampai tahun 2013. Data tersebut diperoleh dari
Wold Bank.
5. Pertumbuhan Ekonomi
Variabel pertumbuhan ekonomi menjelaskan besarnya pertumbuhan ekonomi yang
terjadi di Indonesia. Variabel ini menggunakan data GDP growth (annual %) tahun
1984 sampai tahun 2013. Data tersebut diperoleh dari Wold Bank.
b. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diambil dari instansi tertentu dan tidak perlu melakukan survei. Data
tersebut diambil dari World Bank dan Badan Pusat Statistik. Oleh karena itu data
tersebut termasuk dalam data sekunder karena penulis tidak perlu melakukan survei
untuk memperoleh data.
B. Metode Penelitian
Error correction model atau yang dikenal dengan model koreksi kesalahan adalah
suatu model yang digunakan untuk melihat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek dari
masing-masing peubah bebas terhadap peubah terikat (Satria, 2004). Menurut Sargan, Engle
dan Granger, error correction model adalah teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan
jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang, serta dapat menjelaskan hubungan
antara peubah terikat dengan peubah bebas pada waktu sekarang dan waktu lampau.
ECM diterapkan dalam analisis ekonometrika untuk data runtun waktu karena
kemampuan yang dimiliki ECM dalam meliput banyak peubah untuk menganalisis fenomena
ekonomi jangka panjang dan mengkaji kekonsistenan model empirik dengan teori
ekonometrika, serta dalam usaha mencari pemecahan terhadap persoalan peubah runtun
waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung dalam analisis ekonometrika (Satria, 2004).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Stasioner
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu atau time
series. Oleh karena itu untuk data runtut waktu harus memenuhi uji stasionaritas dahulu
sebelum data tersebut dianalisis menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Uji
stasionaritas dilakukan dengan uji akar-akar unit (unit root test), uji derajat integrasi
(integration test), dan uji kointegrasi (cointegration test). Uji ini sebagai prasyarat untuk
melakukan estimasi model dinamis. Pada penelitian ini untuk melakukan uji stasioner
digunakan uji akar-akar unit (unit root test).
Pengujian akar-akar unit untuk semua variabel yang digunakan dalam analisis
runtut waktu perlu dilakukan untuk memenuhi kesahihan analisis ECM (Error Correction
Model). Ini berartibahwa data yang dipergunakan harus stasioner, atau dengan kata lain
perilaku data yang stasioner memiliki varians yang tidak terlalu besar dan mempunyai
kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya.
Dalam penelitian ini pengujian stasioneritas data yang dilakukan terhadap seluruh
variabel yang ada, didasarkan pada Dickey Fuller (DF) Test danAugmented Dickey Fuller
(ADF) Test. Pengujian akar-akar unit dilakukan dengan memasukkan intersep namun tidak
memasukkan trend waktu pada uji DF, sedangkan untuk uji ADF dengan memasukkan
intersep dan trend waktu.
Untuk uji akar-akar unit ini, dilihat dari besarnya probabilitas uji ADF dan
probabilitas masing-masing variabel. Apabila nilai probabilitas tersebut signifikan pada
tingkat 5%, maka variabel tersebut bersifat stasioner. Untuk memperoleh hail yang stasioner
kita bisa melakukannya dengan beberapa tingkat dalam pengujian, seperti tingkat level,
tingkat derajat satu ataupun tingkat derajat dua. Apabila pada tingkat level nilai probabilitas
belum signifikan maka harus dilanjutkan ke tingkat derajat satu maupun derajat dua sampai
hasil probabilitas menunjukkan hasil yang signifikan dan stasioner. Hasil uji stasioner pada
tingkat level adalah sebagai berikut:
Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process) Series: FDI, INFLASI, PEND_PERCAPITA, PERT_EKODate: 11/28/15 Time: 19:19Sample: 1984 2013Exogenous variables: Individual effectsUser specified maximum lagsAutomatic selection of lags based on SIC: 0Total (balanced) observations: 116Cross-sections included: 4
Method Statistic Prob.**ADF - Fisher Chi-square 24.9639 0.0016ADF - Choi Z-stat -1.27768 0.1007
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Intermediate ADF test results UNTITLED
Series Prob. Lag Max Lag ObsFDI 0.4168 0 3 29
INFLASI 0.0008 0 3 29PEND_PERCAPIT
A 0.9990 0 3 29PERT_EKO 0.0111 0 3 29
Dari hasil output tersebut kita dapat mengetahui apakah variabel tersebut
stasioner atau tidak dilihat dari probabilitas yang ada. Pada output tersebut diketahui bahwa
hasil probabilitas dari ADF - Fisher Chi-square adalah signifikan pada level 5% akan tetapi
probabilitas dari ADF - Choi Z-stat tidak signifikan. Selain itu probabilitas masing-masing
variabel tersebut sebagian ada yang signifikan dan ada yang tidak. Oleh karena itu hasil
output tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat level masing-masing variabel tidak bersifat
stasioner. Sehingga diperlukan estimasi lebih lanjut untuk turunan pertama dan keduanya.
Berikut adalah hasil dari estimasi output uji stasioner pada tingkat derajat satu :
Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process) Series: FDI, INFLASI, PEND_PERCAPITA, PERT_EKODate: 11/28/15 Time: 19:20Sample: 1984 2013Exogenous variables: Individual effectsUser specified maximum lagsAutomatic selection of lags based on SIC: 0Total (balanced) observations: 112Cross-sections included: 4
Method Statistic Prob.**ADF - Fisher Chi-square 79.8981 0.0000ADF - Choi Z-stat -7.51984 0.0000
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Intermediate ADF test results D(UNTITLED)
Series Prob. Lag Max Lag ObsD(FDI) 0.0011 0 3 28
D(INFLASI) 0.0000 0 3 28D(PEND_PERCAP
ITA) 0.0106 0 3 28D(PERT_EKO) 0.0000 0 3 28
Seperti pada cara sebelumnya untuk melakukan uji stasioner maka bisa dilihat
dari besarnya probabilitas yang dimiliki. Dari output tersebut dapat terlihat bahwa
probabilitas dari ADF - Fisher Chi-square dan ADF - Choi Z-stat adalah signifikan pada
level 5%. Selain itu dilihat dari besarnya probabilitas masing-masing variabel dapat diketahui
bahwa variabel-variabel tersebut memiliki probabilitas yang signifikan. Sehingga bisa
sikatakan bahwa pada tingkat derajat satu masing-masing variabel tersebut sudah stasioner
sehingga bisa digunakan untuk melakukan uji selanjutnya.
B. Uji Kointegrasi
Setelah mendapatkan hasil yang stasioner dalam masing-masing variabel maka
langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi. Regresi kointegrasi dilakukan untuk
menguji apakah residual regresi yang dihasilkan stasioner atau tidak. Jika variabel
terkointegrasi, maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Sebaliknya bila
tidak terdapat kointegrasi antar variabel, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada keterkaitan
hubungan dalam jangka panjang.
Uji yang digunakan adalah uji Cointegrating Regression Durbin Watson
(CRWD), uji Dickey Fuller (DF) dan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Namun dalam
penelitian ini untuk menguji variabel yang ada akan digunakan metode Engel dan Granger
dengan memakai uji statistik DF dan ADF dari residual regresi kointegrasi stasioner atau
tidak. Untuk menghitung nilai DF dan ADF dari residual regresi terlebih dahulu membentuk
persamaan regresi kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS).
KEMISKINAN =C0 + C1 FDI t + C2 INFLASI t + C3 PENDPERCAPITAt + C4 PERT EKOt + + ε i
.................................................................................... (4.1)
Dimana kemiskinan sebagai variabel dependen adalah presentase tingkat
kemiskinan yanga ada di Indonesia, dan variabel independennya seperti FDI adalah arus
modal asing masuk ke dalam negeri, Inflasi adalah kenaikan harga yang terjadi Pert_eko
adalah pertumbuhan ekonomi dan Pend_percapita adalah besarnya pendapatan percapita.
Berikut adalah hasil dari estimasi persamaan tersebut :
Dependent Variable: KEMISKINANMethod: Least SquaresDate: 11/28/15 Time: 19:23Sample: 1984 2013Included observations: 30
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 21.69610 2.568977 8.445423 0.0000FDI -0.199103 0.540677 -0.368247 0.7158
INFLASI -0.055734 0.079994 -0.696731 0.4924PEND_PERCAPITA -0.002407 0.000640 -3.763447 0.0009
PERT_EKO -0.143104 0.283579 -0.504636 0.6182
R-squared 0.505779 Mean dependent var 16.91633Adjusted R-squared 0.426704 S.D. dependent var 3.595158S.E. of regression 2.722121 Akaike info criterion 4.991711Sum squared resid 185.2485 Schwarz criterion 5.225244Log likelihood -69.87567 Hannan-Quinn criter. 5.066420F-statistic 6.396177 Durbin-Watson stat 1.016725Prob(F-statistic) 0.001093
Dari hasil estimasi tersebut maka akan diperoleh nilai resid yang akan digunakan
untuk melakukan uji kointegrasi. Berikut adalah hasil dari uji kointegrasi :
Null Hypothesis: RESID01 has a unit rootExogenous: ConstantLag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.886360 0.0000Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.97185310% level -2.625121
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test EquationDependent Variable: D(RESID01)Method: Least SquaresDate: 11/28/15 Time: 19:24Sample (adjusted): 1986 2013Included observations: 28 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
RESID01(-1) -0.875739 0.148774 -5.886360 0.0000D(RESID01(-1)) 0.657403 0.144473 4.550360 0.0001
C -0.102187 0.325866 -0.313585 0.7564
R-squared 0.604558 Mean dependent var -0.065745
Adjusted R-squared 0.572922 S.D. dependent var 2.636098S.E. of regression 1.722721 Akaike info criterion 4.026644Sum squared resid 74.19421 Schwarz criterion 4.169381Log likelihood -53.37302 Hannan-Quinn criter. 4.070280F-statistic 19.11016 Durbin-Watson stat 1.887822Prob(F-statistic) 0.000009
Dari hasil estimasi tersebut dapat diketahui bahwa untuk melihat apakah nilai resid
tersebut stasioner atau tidak bisa dilihat melalui nilai probabilitasnya. Kemudian dari hasil
output tersebut dapat diketahui bahwa besarnya probabilitas dari Augmented Dickey-Fuller
test statistic adalah 0.0000 yang menunjukkan njilai yang signifikan. selain itu probabilitas
dari variabel resid01(-1) dan dresid01(-1) juga menunjukkan angka yang sangat signifikan,
yaitu 0.0000 dan 0.0001. jadi dari hasil output tersebut dapat dikatakan bahwa nilai resid01
bersifat stasioner. Dengan kata lain, semua variabel mampu membentuk himpunan variabel
yang berkointegrasi. Setelah melakukan uji stasioner dan uji kointegrasi maka langkah
selanjutnya adalah melakukan uji ECM.
C. Uji ECM
Error Correction Model dapat meliput lebih banyak variabel dalam menganalisis
fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta mengkaji konsisten tidaknya
model empirik dengan teori ekonomi, mencari pemecahan persoalan variabel time series yang
tidak stasioner dan regresi lancung atau korelasi langsung dalam analisis ekonometrika.
Estimasi dengan pendekatan Error Correction Model ini, akan menjelaskan
parameter jangka pendek maupun dalam jangka panjang atas variabel-variabel independen
yang mempengaruhi variabel dependen. Dalam hal ini, menjelaskan parameter jangka pendek
dan jangka panjang dari variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. Model
ECM untuk fungsi tingkat kemiskinan tersebut adalah sbb :
DKEMISKINAN = C0 + C1 DFDI t + C2 DINFLASI t + C3 DPENDPERCAPITAt + C4
DPERT EKOt + C5 FDI t−1 + C6 INFLASI t−1 + C7 PENDPERCAPITAt−1 + C 8 PERT EKOt−1 + C9
ECT ........................................................................ (4.2)
Keterangan:
KEMISKINAN : Tingkat kemiskinan (persen)
FDI : Arus modal asing masuk (persen)
INFLASI : Kenaikan harga (persen)
PERT_EKO : Pertumbuhan ekonomi (persen)
PEND_PERCAPITA : Pendapatan per capita (US$)
DKEMISKINAN : Perubahan Tingkat kemiskinan dalam jangka panjang
FDI : Perubahan Arus modal asing masuk dalam jangka panjang
INFLASI : Perubahan Kenaikan harga dalam jangka panjang
PERT_EKO : Perubahan Pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang
PEND_PERCAPITA : Perubahan Pendapatan per capita dalam jangka panjang
ECT : Biaya ketidaksesuaian simpanan masyarakat akibat variabel-variabel
bebas dalam model
cO : Intersep
c1, c2 , c3, C4 : Koefisien asli regresi ECM dalam jangka panjang
c5 , c6,C7, C8 : Koefisien regresi dalam jangka pendek
c9 : Koefisien regresi ECT
Dimana:
DKEMISKINAN : Kemiskinan - kemiskinan(-1)
DFI : fdi - fdi(-1)
DINFLASI : inflasi - inflasi(-1)
DPERT_EKO : pert_eko - pert_eko(-1)
DPEND_PERCAPITA : pend_percapita - pend_percapita(-1)
ECT : fdi(-1) + inflasi(-1) + pert_eko(-1) + pend_percapita(-1) -
kemiskinan(-1)
Setelah dilakukan pengolahan data menggunakan program E-Views 6 maka
diperoleh output sbb :
Dependent Variable: DKEMISKINANMethod: Least SquaresDate: 11/28/15 Time: 19:44Sample (adjusted): 1985 2013Included observations: 29 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 6.520105 9.002751 0.724235 0.4777DFDI 0.035737 1.027683 0.034775 0.9726
DINFLASI -0.040349 0.091553 -0.440717 0.6644DPEND_PERCAPITA -0.001678 0.002910 -0.576630 0.5710
DPERT_EKO -0.008905 0.363320 -0.024510 0.9807FDI(-1) 0.143344 1.007833 0.142230 0.8884
INFLASI(-1) -0.361848 0.418185 -0.865283 0.3977PEND_PERCAPITA(-1) -0.369883 0.339942 -1.088078 0.2902
PERT_EKO(-1) -0.276878 0.572581 -0.483561 0.6342ECT 0.368694 0.339318 1.086573 0.2908
R-squared 0.301307 Mean dependent var -0.349310Adjusted R-squared -0.029654 S.D. dependent var 2.436753S.E. of regression 2.472618 Akaike info criterion 4.915230Sum squared resid 116.1629 Schwarz criterion 5.386712Log likelihood -61.27084 Hannan-Quinn criter. 5.062892F-statistic 0.910402 Durbin-Watson stat 1.396292Prob(F-statistic) 0.536336
Dari hasil output tersebut maka dapat diperoleh persamaan, sebagai berikut :
DKEMISKINAN = 6.520104787 + 0.0357372082012*DFDI -
0.0403489875996*DINFLASI - 0.00167774421475*DPEND_PERCAPITA -
0.00890492723579*DPERT_EKO + 0.143344061149*FDI(-1) -
0.361848356743*INFLASI(-1) - 0.369883017381*PEND_PERCAPITA(-1) -
0.276877919792*PERT_EKO(-1) + 0.368694120362*ECT .......................................... (4.3)
Berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis ECM di atas, dapat diketahui
besarnya nilai variabel ECT (Error Correction Term). ECT merupakan indikator apakah
spesifikasi model dianggap baik atau tidak. Hal ini dapat dilihat dari besarnya tingkat
signifikansi dari koefisien regresi parsial ECT. Jika variabel ECT signifikan pada derajat
keyakinan 5% dan menunjukkan tanda positif, maka spesifikasi model cukup baik (valid).
Koefisien regresi parsial ECT sebesar 0.368694120362 berarti bahwa presentase
tingkat kemiskinan di Indonesia pada periode sebelumnya yang disesuaikan pada periode
sekarang adalah sekitar 0.368694120362 %. Sedangkan besarnya nilai probabilitas ECT
sebesar 0.2908 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai probabilitas dari koefisien regresi
parsial ECT tidak signifikan pada 5%. Hal ini berarti bahwa spesifikasi model yang dipakai
adalah belum mampu menjelaskan variasi dinamis.
Variabel jangka pendek dari model persamaan tersebut ditunjukkan oleh FDI(-1),
INFLASI(-1), PEND_PERCAPITA(-1),dan PERT_EKO(-1) sedangkan koefisien regresi
jangka panjang dengan simulasi dari regresi ECM tingkat kemiskinan diperoleh dari :
Konstanta: c0 /c9 = (6.52 + 0.369) / 0.369 = 18.670
DFDI : (c1 + c9)/c9 = (0.036 + 0.369) / 0.369 = 1.098
DINFLASI : (c2 + c9)/c9 = ((-0.040) + 0.369) / 0.369 = 0.892
DPEND_PERCAPITA: (c3 + c9)/c9 = ((-0.002) + 0.369) / 0.369 = 0.995
DPERT_EKO : (c3 + c9)/c9 = ((-0.009) + 0.369) / 0.369 = 0.976
Dengan demikian hubungan jangka panjang regresi model ECM dapat dituliskan
sebagai berikut:
DKEMISKINAN = 18.670 + 1.098*DFDI – 0.892*DINFLASI –
0.995*DPEND_PERCAPITA – 0.976*DPERT_EKO + 0.143344061149*FDI(-1) -
0.361848356743*INFLASI(-1) - 0.369883017381*PEND_PERCAPITA(-1) -
0.276877919792*PERT_EKO(-1) + 0.368694120362*ECT ....................................(4.4)
Dari hasil output tersebut dapat diketahui bahwa masing-masing variabel
memiliki koefisisen dan hubungan terhadap variabel dependen yang berbeda-beda. Hasil
analisi dari nilai koefisien tersebut adalah sebagai berikut :
1. Konstanta/Intersep (C0¿
Dari hasil estimasi tersebut diketahui bahwa besarnya nilai Intersep dalam persamaan tersebut
adalah 18.670. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun semua variabel independen
tersebut memiliki koefisien 0 (nol) besarnya tingkat kemiskinan tetap ada adalah
18.670.
2. Variabel DFDI
Variabel DFDI menunjukkan variabel FDI dalam jangka panjang. Dari hasil estimasi
tersebut dapat diketahui bahwa koefisien dari DFDI memiliki koefisien sebesar 1.098.
Hal ini menunjukkan variabel FDI dalam jangka panjang memiliki hubungan yang
positif terhadap kemiskinan. Kemudian, koefisien 1.098 menunjukkan bahwa apabila
variabel FDI dalam jangka panjang berubah 1% maka tingkat kemiskinan akan
bertambah sebesar 1.098%.
3. Variabel DINFLASI
Variabel DINFLASI menunjukkan variabel inflasi dalam jangka panjang. Dari hasil
estimasi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien dari DINFLASI memiliki koefisien
sebesar – 0.892. Hal ini menunjukkan variabel inflasi dalam jangka panjang memiliki
hubungan yang negatif terhadap kemiskinan. Kemudian, koefisien – 0.892
menunjukkan bahwa apabila variabel inflasi dalam jangka panjang berubah 1% maka
tingkat kemiskinan akan berkurang sebesar 0.892 %.
4. Variabel DPEND_PERCAPITA
Variabel DPEND_PERCAPITA menunjukkan variabel pendapatan perkapita dalam
jangka panjang. Dari hasil estimasi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien dari
DPEND_PERCAPITA memiliki koefisien sebesar – 0.995. Hal ini menunjukkan
variabel inflasi dalam jangka panjang memiliki hubungan yang negatif terhadap
kemiskinan. Kemudian, koefisien – 0.995 menunjukkan bahwa apabila variabel inflasi
dalam jangka panjang berubah 1 US$ maka tingkat kemiskinan akan berkurang
sebesar 0.995%.
5. Variabel DPERT_EKO
Variabel DPERT_EKO menunjukkan variabel pertumbuhan ekonomi dalam jangka
panjang. Dari hasil estimasi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien dari
DPERT_EKO memiliki koefisien sebesar – 0.976. Hal ini menunjukkan variabel
inflasi dalam jangka panjang memiliki hubungan yang negatif terhadap kemiskinan.
Kemudian, koefisien – 0.976 menunjukkan bahwa apabila variabel inflasi dalam
jangka panjang berubah 1% maka tingkat kemiskinan akan berkurang sebesar
0.976%.
6. Variabel FDI(-1)
Variabel FDI(-1) menunjukkan variabel pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.
Dari hasil estimasi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien dari FDI(-1) memiliki
koefisien sebesar 0.143344061149. Hal ini menunjukkan variabel FDI dalam jangka
pendek memiliki hubungan yang positif terhadap kemiskinan. Kemudian, koefisien
0.143344061149 menunjukkan bahwa apabila variabel FDI dalam jangka pendek
berubah 1% maka tingkat kemiskinan akan meningkat sebesar 0.143344061149%.
7. Variabel INFLASI(-1)
Variabel INFLASI(-1) menunjukkan variabel inflasi dalam jangka pendek. Dari hasil
estimasi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien dari INFLASI(-1) memiliki
koefisien sebesar - 0.361848356743. Hal ini menunjukkan variabel inflasi dalam
jangka pendek memiliki hubungan yang negatif terhadap kemiskinan. Kemudian,
koefisien - 0.361848356743 menunjukkan bahwa apabila variabel inflasi dalam
jangka pendek berubah 1% maka tingkat kemiskinan akan berkurang sebesar
0.361848356743%.
8. Variabel PEND_PERCAPITA(-1)
Variabel PEND_PERCAPITA(-1) menunjukkan variabel pendapatan per kapita
dalam jangka pendek. Dari hasil estimasi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien
dari PEND_PERCAPITA(-1) memiliki koefisien sebesar - 0.369883017381. Hal ini
menunjukkan variabel pendapatan per kapita dalam jangka pendek memiliki
hubungan yang negatif terhadap kemiskinan. Kemudian, koefisien - 0.369883017381
menunjukkan bahwa apabila variabel pendapatan per kapita dalam jangka pendek
berubah 1 US$ maka tingkat kemiskinan akan berkurang sebesar 0.369883017381%.
9. Variabel PERT_EKO(-1)
Variabel PERT_EKO(-1) menunjukkan variabel pertumbuhan ekonomi dalam jangka
pendek. Dari hasil estimasi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien dari
PERT_EKO(-1) memiliki koefisien sebesar - 0.276877919792. Hal ini menunjukkan
variabel pendapatan per kapita dalam jangka pendek memiliki hubungan yang negatif
terhadap kemiskinan. Kemudian, koefisien - 0.276877919792 menunjukkan bahwa
apabila variabel pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek berubah 1% maka
tingkat kemiskinan akan berkurang sebesar 0.276877919792%.
10. Koefisien ECT
ECT merupakan indikator apakah spesifikasi model dianggap baik atau tidak. Hal ini
dapat dilihat dari besarnya tingkat signifikansi dari koefisien regresi parsial ECT. Jika
variabel ECT signifikan pada derajat keyakinan 5% dan menunjukkan tanda positif,
maka spesifikasi model cukup baik (valid). Koefisien regresi parsial ECT sebesar
0.368694120362 berarti bahwa presentase tingkat kemiskinan di Indonesia pada
periode sebelumnya yang disesuaikan pada periode sekarang adalah sekitar
0.368694120362 %.
Dari hasil estimasi persamaan diatas dapat diketahui besarnya koefisien R-
squared adalah 0.301307. hal ini menunjukkan variabel-variabel independen dalam model
tersebut hanya mampu menjelaskan variabel dependennya sebesar 3,01% dan sisanya 96.95
dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Sehingga bisa dikatakan bahwa model tersebut
belum mampu menjelaskan variabel dependen secara sempurna dan masih memrlukan
perbaikan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemiskinan memiliki pengertian dan berbagai kriteria yang berbeda-beda.
Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bertabat. Hak-hak dasar
masyarakat desa antara lain, terpenuhi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari
perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan social-
politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan juga berbagai macam, seperti
besarnya investasi asing langsung/penanaman modal asing, tingkat inflasi, besarnya
pendapatan per kapita suatu negara, pertumbuhan ekonomi suaitu negara, pengangguran,
tingkat pendidikan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis mencoba mengestimasi
variabel kemiskinan dan faktor yang mempengaruhinya menggunakan metode ECM.
Berdasarkan hasil estimasi ECM menggunakan Eviews 6 dapat diketahui bahwa
masing-masing variabel memiliki hubungan sendiri-sendiri terhadap kemiskinan baik dalam
jangka panjang maupun jangka pendek. Baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek
variabel FDI, inflasi, pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan
yang sama. Yaitu untuk variabel FDI memiliki hubungan yang positif terhadap kemiskinan.
Artinya adanya kenaikan FDI justru akan menyebabkan kenaikan kemiskinan baik dalam
jangka panjang maupun jangka pendek. sedangkan untuk variabel yang lain (inflasi,
pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi) memiliki hubungan yang negatif terhadap
kemiskinan. Artinya adanya kenaikan pada variabel-variabel tersebut justru akan membuat
kemiskinan mengalami penurunan.
Akan tetapi karena probabilitas yang dimiliki ECT tidak signifikan pada 5%
maka model tersebut bisa dikatakan kurang valid atau baik. Selain itu melalui koefisien R-
squared juga diketahui bahwa besarnya nilai R-squared sangatlah kecil yaitu hanya 0.301307.
hal ini menunjukkan variabel independen yang digunakan hanya mampu menjelaskan
variabel dependen sebesar 3.01%.
B. Saran
Sehubungan dengan hasil estimasi yang diperoleh, yaitu variabel FDI memiliki
hubungan positif dan variabel lain memiliki hubungan negatif maka penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut untuk dapat menurunkan tingkat kemiskinan :
1. Pemerintah harus mengurangi keberdaan penanaman modal asing di dalam negeri.
Seharusnya pemerintah lebih meningkatkan investasi dalam negerinya saja.
2. pemerintah harus menjaga keseimbangan inflasi. Apabila ada inflasi pemerintah juga
harus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan menaikkan upah misalnya.
Dengan begitu keberadaan inflasi akan dapat menurunkan tingkat kemiskinan
masyarakat.
3. Pemerintah harus terus meningkatkan pendapatan nasional dan mengontrol laju
pertumbuhan penduduk. Karena apabila pendapatan nasional meningkat dan laju
pertumbuhan bisa terkontrol dengan baik maka pendapatan per kapita pun juga akan
lebih tinggi. Dengan demikian kemiskinan akan dapat berkurang. Selain itu apabila
pendapatan nasional meningkat tentu hal ini akan berpengaruh juga terhadap
pertumbuhan ekonomi. Karena apabila pertumbuhan ekonomi meningkat akan dapat
mengurangi kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/57478/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=2&isAllowed=y diakses pada Sabtu, 28 November 2015 pukul 16.21
http://core.ac.uk/download/pdf/11722049.pdf diakses pada Sabtu, 28 November 2015 pukul 16.24
http://core.ac.uk/download/pdf/16509067.pdf diakses pada Sabtu, 28 November 2015 pukul 16.46
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_67.htm diakses pada Sabtu, 28 November 2015 pukul 16.54
http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-penanaman-modal-asing-dan.html diakses pada Sabtu, 28 November 2015 pukul 16.54
http://elietaliestianisuganda.blogspot.co.id/2011/02/hubungan-antara-pertumbuhan-ekonomi-dan.html diakses pada Sabtu, 28 November 2015 pukul 17.08
https://www.academia.edu/7298158/PERTUMBUHAN_EKONOMI_DAN_PENGURANGAN_KEMISKINAN_DATA_DARI_INDONESIA_MENDUKUNG_POSITIF_HUBUNGAN_HIPOTESIS 17.10
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18695/1/Fatmi%20Ratna%20Ningsih-FEB.pdf diakses pada Sabtu, 28 November 2015 pukul 17.12
http://core.ac.uk/download/pdf/11735221.pdf diakses pada Sabtu, 28 November 2015 pukul 17.13
https://www.academia.edu/3881792/Faktor2_Inflasi_skripsi diakses pada Sabtu, 28 November 2015 pukul 17.14
http://yulitaning.blogspot.co.id/2012/06/pengaruh-inflasi-terhadap-kemiskinan-di.html diakses pada diakses pada Sabtu, 21 November 2015 pukul 17.18
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2851/1/MUHAMMAD%20SOFYAN-FEB.pdf diakses pada diakses pada Sabtu, 21 November 2015 pukul 17.23
https://eprints.uns.ac.id/8135/1/72160707200903071.pdf diakses pada diakses pada Sabtu, 21 November 2015 17.24
http://budisansblog.blogspot.co.id/2013/04/inflasi-dan-kemiskinan.html diakses pada diakses pada Sabtu, 21 November 2015 pukul 17.25
http://www.stialanbandung.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=412:pendapatan-per-capita-vs-kemiskinan-di-indonesia&catid=12:artikel&Itemid=85 diakses pada diakses pada Sabtu, 21 November 2015 pukul 17.27
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/12211/SKRIPSI%20LENGKAP-FEB-IE-SASKIA.pdf?sequence=1 17.28
https://www.academia.edu/5969174/Analisis_Potret_Kemiskinan_dan_Pendapatan_per_Kapita_Penduduk_Indonesia diakses pada diakses pada Sabtu, 21 November 2015 pukul 17.29
Rahayu,Aisyah Tri.Modul Laboratorium Ekonometrika (Dengan Aplikasi
Eviews).2012.Surakarta:Jurusan Ekonomi Pembangunan UNS
Rusdarti & Lesta Karolina Sebayang.2013. Jurnal Economia, Volume 9, Nomor 1. Universitas Negeri Semarang
LAMPIRAN
DATA TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
Tahun Kemiskinan Pert. Eko FDI Inflasi Pend. per kapita
1984 21.6 7,17215198 0,354939312 8,047928808 542,3052365
1985 21.6 3,47753879 0,322255659 4,285426396 529,2873919
1986 21.6 5,96451638 0,507048516-
0,096895884 475,4138596
1987 17.4
0 5,30000314 0,648739068 15,43782744 442,1481221
1988 17.4
0 6,35567875 0,6722179 12,74534728 507,3551831
1989 17.4
0 9,08471434 0,955198331 9,993165409 569,2271706
1990 19.1
4 9,00157322 1,156294864 7,723910536 630,6685568
1991 19.1
4 8,92779615 1,277348796 8,827730236 694,2457566
1992 19.1
4 7,2205016 1,268299445 5,364316197 740,9177479
1993 13.7
0 7,25407541 1,192251901 8,880105482 827,8103481
1994 11.3
0 7,54006668 2,150079796 7,77637773 912,0977029
1995 17.4
7 8,39635804 2,724197983 9,703276861 1026,270534
1996 24.2
0 7,64278628 2,167798298 8,853591291 1137,265648
1997 23.4
3 4,69987254 -0,25229045 12,57130893 1063,567956
1998 19.1
4 -13,1267239 -1,33257353 75,27128405 463,8830021
1999 18.4
1 0,79112984 -2,75743993 14,16119256 671,0056341
2000 18.2
0 4,9200646 -1,85568619 20,4474593 780,0920792001 17.4 3,64346645 0,074151638 14,29571544 748,1847461
2
2002 16.6
6 4,49947539 -0,25425633 5,896051693 900,1308039
2003 15.9
7 4,78036912 0,738243957 5,487427042 1065,656546
2004 17.7
5 5,03087395 2,916114833 8,550732687 1150,349294
2005 16.5
8 5,6925713 1,347942641 14,3317834 1263,481446
2006 15.4
2 5,50095179 1,603010572 14,08742442 1590,177906
2007 14.1
5 6,34502223 1,826329024 11,25857853 1860,622626
2008 13.3
3 6,0137036 0,90391942 18,14975125 2167,85765
2009 12.4
9 4,62887118 2,025179146 8,274752432 2262,720786
2010 12.3
6 6,22385418 2,302984294 15,26429366 3125,219934
2011 11.9
6 6,16978421 2,309780318 7,465943034 3647,626622
2012 11.6
6 6,03005065 2,557088004 3,753878753 3700,5235382013 11.47 5,57921117 2,913748417 4,708939681 3623,53236