11
Elegi Seni, Arsitektur, danWabi-sabi * kasus: Selasar Sunaryo & NuArt Gallery Sri Suryani 15207072 Dua seniman besar, dua galeri, dan dua idealism estetika yang dijunjung. Ketika arsitektur dituntut untuk memiliki nilai keindahan yang di atas batas ‘biasa’, terlebih jika harus merepersentasikan citra seorang seniman ternama, bagaimanakah konsep keindahan yang diciptakan? Wabi-sabi dan Galeri sebagai Wadah Estetika Keindahan dasar terletak pada ketidaksempurnaan dan sentuhan waktu padanya, itulah arti umum wabi-sabi. Kanji wabi sendiri dapat diterjemahkan dalam berapa makna, yaitu kekurangan atau tidak sempurna (somatsu na yosu), bersahaja (kansou na yosu), dan miskin (binbou). Sabi dapat diartikan menjadi perubahan karena waktu (keiken henka), kesepian (sabishii), dan berkarat (sabiru).Kajian arti keindahan ini tidak banyak bergeser hingga sekarang, selainmaknanya yang lebih positif dan optimis. Di sisi lain, keindahan yang tidak terang-terangan merupakan salah satu makna dari seni. Herbert Read (1951) menegaskan, “For art is not necessarily beauty: that cannot be said too often or too blatantly.” Pada akhinya, sesuatu yang indah menurut suatu zaman, belum tentu indah pada zaman setelahnya. Konsep keindahan hakiki tidak muncul dari kosmetik yang meminta apresiasi berlebihan. 1

15207072- SRI SURYANI part 3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 15207072- SRI SURYANI part 3

Elegi Seni, Arsitektur, danWabi-sabi *

kasus: Selasar Sunaryo & NuArt Gallery

Sri Suryani

15207072

Dua seniman besar, dua galeri, dan dua idealism estetika yang dijunjung. Ketika

arsitektur dituntut untuk memiliki nilai keindahan yang di atas batas ‘biasa’, terlebih jika

harus merepersentasikan citra seorang seniman ternama, bagaimanakah konsep keindahan

yang diciptakan?

Wabi-sabi dan Galeri sebagai Wadah Estetika

Keindahan dasar terletak pada ketidaksempurnaan dan sentuhan waktu padanya,

itulah arti umum wabi-sabi. Kanji wabi sendiri dapat diterjemahkan dalam berapa makna,

yaitu kekurangan atau tidak sempurna (somatsu na yosu), bersahaja (kansou na yosu), dan

miskin (binbou). Sabi dapat diartikan menjadi perubahan karena waktu (keiken henka),

kesepian (sabishii), dan berkarat (sabiru).Kajian arti keindahan ini tidak banyak bergeser

hingga sekarang, selainmaknanya yang lebih positif dan optimis.

Di sisi lain, keindahan yang tidak terang-terangan merupakan salah satu makna dari

seni. Herbert Read (1951) menegaskan, “For art is not necessarily beauty: that cannot be

said too often or too blatantly.” Pada akhinya, sesuatu yang indah menurut suatu zaman,

belum tentu indah pada zaman setelahnya. Konsep keindahan hakiki tidak muncul dari

kosmetik yang meminta apresiasi berlebihan.

Galeri sebagai suatu ruang yang berfungsi sebagai wadah memamerkan suatu karya

seni merupakan mediator antara seniman dan masyarakat umum. Karena itu, arsitektur galeri

harus bersedia untuk mengalah dengan objek yang dipamerkan dalamnya. Pada titik ini,

konsep keindahan wabi-sabi memiliki benang merah dengan fungsi mendasar pada galeri.

Kesahajaan dan kesederhanaan dalam arsitektur menjadi standar suatu galeri.

Selasar Sunaryo dan NuArt Gallery merupakan galeri dengan skala yang cukup besar

di Bandung. Sebagai wadah karya seni, keduanya memiliki caranya masing-masing untuk

tampil dan mengantarkan objek di dalamnya kepada masyarakat umum. Idealisme seorang

seniman besar muncul di sini. Lalu apakah kesahajaan dan kesederhanaan tersebut ada?

1*Tugas 3 Mata kuliahTeoriKritikArsitektur

Page 2: 15207072- SRI SURYANI part 3

SelasarSunaryoArtspace: SeniMenuadalamAlam

Di suatu lembah di antara

perbukitan timur Dago Pakar yang

sepi, satuartspace berdiri menawarkan

estetika seni dalam kesederhanaan.

Atmosfir perbukitan hijau yang sunyi

dan dingin seakan didukung kuat oleh

keberadaaan tempat yang biasa

disebut selasar seni. Simplisitas dan

ketenangan seakan menjadi media

bagi Selasar Sunaryo Artspace untuk

‘berbicara’ dengan lingkungan

sekitarnya.

Dibangun selama lebih dari

empat tahun (1993-1997) oleh

Sunaryo selaku seniman dan Baskoro

Tedjo selaku arsitek, selasar yang juga

sering digunakan untuk aktivitas

budaya ini selalu menorehkan kesan

estetis yang khas pada pengguna. Rendah hati, ketidak sempurnaan, dan kesepian merupakan

kesan-kesan yang pertama muncul ketika berada di dalam maupun luar ruangan. Open

exhibition dan permainan sistem selasar dengan beragam elevasi yang ada memunculkan

sensasi ruang yang berbeda-beda. Ekspos material juga merupakan satu karakter yang sangat

kental ditemukan pada Selasar. Kesederhanaan bentuk, tampak, dan suasana adalah hal yang

pertama terasa. Tanpa disadari, konsep estetika Jepang wabi-sabi dapat dirasakan dalam

pemaknaan arsitekturnya.

Selasar Sunaryo Artspace memunculkan satu dogma baru dalam definisi galeri.

“Awalnya, galeri didefinisikan sebagai ruang penghubung dalam satu ruang yang lebih

besar,”ungkap Baskoro Tedjo, “Sunaryo menginginkan impresi galeri sebagai tempat yang

humble. Ia sederhana dan merupakan bagian dari kesatuan yang lebih besar, karenanya

disebut selasar.” Saliya(2008) menyebutkan, “Selasar lebih terbuka dan mendekati kenyataan

sehari-hari daripada museum yang bersumber pada mitologiYunani klasik. Bagaimanapun,

2

Gambar1Suasana area masukSelasarSunaryo

Page 3: 15207072- SRI SURYANI part 3

bagi Sunaryo gagasan Selasar yang lebih terbuka akan memungkinkan penjelajahan

berkesenian yang lebih luas dan beragam, alih-alih gagasan museum yang berat dan kaku,

atau galeri yang cenderung komersil dan berselera pasar itu. ”Hal ini sejalan dengan sejarah

wabi yang berlatarbelakang ketidaksetaraan social ekonomi Jepang pada abad 16. Dari

kondisi senada, Selasar Sunaryo menawarkan suatu gagasan bahwa nilai keindahan terletak

pada kedekatan dengan alam dan manusia yang diturunkan pada konsep selasar yang

merepresentasikannya. Pada aspek desain, makna tersebut juga diwujudkan pada simplisitas

massa, elemen arsitektur, detail, dan lanskap.

3

Page 4: 15207072- SRI SURYANI part 3

Batu kali yang gelap dan batu merah yang terang atau serat kayu, beton bertekstur

yang ditunjukkan apa adanya merupakan pilihan-pilihan bahan yang paling dominan dipakai

pada desain bangunanyang meraih penghargaan IAI Award 2002 ini. Pemanfaatan material

alam membuat Selasar seakan ‘menyapa’ dan ‘berdialog’ dengan tapaknya yang berada di

lembah bukit. Batu bata telanjang dan beton bercat abu-abu kini menua dengan seiring

perputaran waktu sejak 10 tahun Selasar berdiri. Lumut menghitam dan perubahan fisika

kibat berjalannya waktu dan cuaca tidak lepas dari konsep sabi dalam estetika Jepang.

Perubahan persepsi makna keindahan bahwa semakin menua, semakin layu dan termakan

usia seperti takdirnya, semakin nilai estetika dapat terlihat adalah satu nilai yang dikenalkan

oleh Selasar. Dari segi perawatan, penanganan lapuknya material ini tentu butuh pehatian

khusus agar tidak mengganggu fungsi dasarnya sebagai wadah aktivitas seniman dan

komunitas dalam berkarya.

Transformasi atap julang ngapak memunculkan suatu bentuk galeri yang geometris.

Penggunaan material meton bercat abu-abu membuat galeri membaur dengan lingkungan

sekitar. Bukaan kaca seperlunya membuat efek solid void yang dramatis dan memperkuat

keutuhan massa yang sederhana. Simplisitas dan konsistensi bentuk menjadikan Selasar

memiliki karakter keindahan seperti dalam wabi.

Adalah satu impian panjang Sunaryo untuk menciptakan wadah bagi seni miliknya,

satu pusat aktivitas budaya yang didedikasikan untuk dunia seni Indonesia. Selasar Sunaryo

Artspace adalah wujud mimpi itu. Ia hadir dengan keindahannya sendiri. Karya-karya

Sunaryo sebagai objek keindahan yang ditawarkan cuma-cuma untuk diapresiasi dan di alam

bawah sadar, sementara nilai keindahan pada fisik Selasar tertoreh, menua dalam kesahajaan.

NuArt: Idealisme Seniman dan Arsitektur

4

Gambar2 Bata merah, batu kali, dan material lain yang larutdalamusia

Page 5: 15207072- SRI SURYANI part 3

Bukan bangunan beton berselubung tembagaatau bentuk organik terpatah-patah yang

ditemukan ketika menatap galeri milik salah satu seniman patung terkemuka yang satu ini.

Bentuk kubus kaca fungsional yang justru tampak dari depan, terbingkai oleh pohon-pohon

tinggi besar, menyambut pengunjung yang datang dari gerbang kompleks galeri. Ikan-ikan

yang berdesakan, siluet kepala seorang wanita, tubuh terpisah seorang laki-laki adalah rupa

patung-patung yang berdiri dalam diam di sudut-sudut ruang luar di sekitar galeri. Bergejolak

dan bersemangatadalah dua pilihan kata yang dapatmerepresentasikan patung-patung sang

seniman. Tidak dapat dipungkiri, Nyoman Nuarta adalah satu dari beberapa seniman yang

memiliki kekuatan idealisme seni pada setiap sentuhan karyanya.

5

Gambar3EksteriorGaleri

Page 6: 15207072- SRI SURYANI part 3

Berada pada satu bukit di

Bandung Selatan di tengah kompleks

perumahan elit, galeri Nyoman Nuarta

yang dikenal dengan nama NuArt

berjuang mempertahankan eksistensi

dan idealisme seorang seniman.

Seperti halnya sebuah patung,

arsitektur bagi Nyoman Nuarta adalah

media kreativitas, yakni wadah

terciptanya suatu bentukan unik dan

‘keluar dari kebiasaan’. Diresmikan

sejak tahun 2000denganErsat B.

Amidarmo dan Nyoman sendiri

sebagaiperancang, NuArt merupakan

satu wadah untuk Nyoman Nuarta

menjalani profesinya sebagai seniman

dari proses penciptaan karya hingga

pameran. Dengan kombinasi kubus

dan piramida di atasnya, NuArt berusaha menarik perhatian setiap orang yang lewat.

Permainan selubung bangunan berupa susunan tile lantai yang seakan tumbuh dari tanah lalu

rontok satu per satu dan memunculkan ‘kulit dalam’ berupa kaca hijau yang mencerminkan

pohon-pohon di sekitar seakan memunculkan sensasi tersendiri. Hal senada juga terkesan dari

atap piramida diatas kubus kaca yang muncul seakan melayang-layang di udara. “Citra rupa,

harus ada di arsitektur itu.”tegas Ersat B. Amidarmo, “Dia seniman juga kok, arsitek itu.”

Bagi Ersat, fasade tidak biasa yang membalut bentuk fungsional galeri NuArt adalah satu

solusi yang ditawarkan untuk mencapai imej galeri yang sudah selayaknya mencitrakan seni-

bermain dan bercerita dengan keunikannya.

Dengan visi fungsionalisme, bentuk kubus tercipta untuk mewadahi patung Nyoman

yang berukuran relatif besar. Namun, hal tersebut menjadi tidak sejalan dengan penggunaan

warna krem pada dinding dan lantai marmer yang sedikit mengganggu fokus penglihatan

menikmati karya, apalagi ditambah dengan permainan kolom bertekstur yang dibuat ‘retak’

yang menarik perhatian.Material kaca pun hanya kulit luar, panel gypsum tetap digunakan

untuk media display karya seni. Dalam kasus ini, konsep achitecture as sculpture dinilai

6

Gambar4Perspektifbentukmassadarisculpture park

Page 7: 15207072- SRI SURYANI part 3

kurang relevan karena arsitektur mau tidak mau harus bernegosiasi dengan objek seni di

dalamnya.

Selain patung-patung tembaga berkarat yang diekspos di luar galeri, tidak terasa

adanya wabi-sabi yang murni. Keretakan dan kesan ‘tidak sempurna’ yang ada pada eksterior

dan interior bangunan justru menjadi banal jika dihubungkan pada

kekuranganatautidaksempurna (somatsunayosu)

dalamkonsepwabi.Permainangeometrimassadanselubungbangunan yang

menarikperhatianjugatidaksejalandengankonsepkesederhanaanatausimplisitas yang

menjadiciriutamawabi. Sabidalambentukekspos material yang

termakanwaktujugaterlihatkurangmaksimal.

Sebagaiseorangseniman senior, Nyomanmemilikidefinisisenidankeindahan personal

yang menjadikekuatandalamdiri, takterkecualigalerinya.Secarakebebasanekpresi, geliat

‘tidakbiasa’ ataunyeleneh yang

munculdaribentukluardandalambangunanNuArtmemunculkannilaikeindahanmiliknyasendiri,

sepertidisebutkanHerber Read (1951), “Beauty is sometimes defined simply as that which

gives pleasure; and thus people are driven into admitting that eating and smelling and other

physical sensations can be regarded as arts.”

Elegi antaraSeni, Arsitektur, danWabi-sabi

Karya-karya yang indah bukanlah karena kesempurnaan wujud dan bingkai temanya

saja, namun juga memberikan petunjuk-petunjuk dan pertanda-pertanda adanya pertemuan

produktif. Baik pada Selasar Sunaryo Artspace maupun NuArt Gallery, nilai estetika menjadi

satu hal yang menyiratkan semangat khas seniman-seniman di dalamnya, bukan satu estetika

universal yang hanya mengikuti dogma tertentu apalagi selera pasar. Di atas itu semua,

arsitektur- dalam hal ini galeri- merupakan manifestasi fisik citra dan esensi seni yang harus

menampung aspirasi fungsi dan gejolak estetis. Ketika bicara mengenai fungsi sebagai hal

mendasar dalam arsitektur, konsep simplisitas Selasar Sunaryo dapat dinilai lebih baik

menonjolkan seni disbanding keunikan vocal NuArt Gallery. Wabi-sabi yang kental dengan

nilai-nilai universal merupakan salah satu jalur menciptakan suatu nilai estetika yang

berbeda. Dalam kasus galeri seni, kesahajaan dan kesederhanaan dapat menjadi satu solusi

untuk menjawab keindahan fungsional. Pada akhirnya, seni, arsitektur, dan wabi-sabi

menciptakan elegi, dimana ketiganya saling berdialog satu sama lain.

7

Page 8: 15207072- SRI SURYANI part 3

DaftarPustaka:

Read, Herbert. 1951. The Meaning of Art. London: Faber & Faber Limited.

Sadami, Suzuki & Iwai Shigeki. 2006. Wabi, Sabi, Yugen. Japan: Suiseisha.

Setiawa, Hawe & Agung Jyatnikajennong. 2008. Dedikasi Satu Dekade. Bandung: Yayasan

Selasar Sunaryo.

NuArt Gallery http: http://nuarta.com/diaksespada 28 November 2010

SelasarSunaryoArtspacehttp://selasarsunaryo.com/diaksespada 8 November 2010

Wawancara dengan Ersat B. Amidarmo 2 Desember 2010

8