179928024 65414336 Perencanaan Pelabuhan PDF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg

Citation preview

  • BAB II

    DASAR TEORI

    2.1 BATHYMETRI

    Bathymetri merupakan kegiatan pengumpulan data kedalaman dasar laut

    dengan untuk menunjukan kontur kedalaman dasar laut diukur dari posisi 0.00 m

    LWS. Selain itu peta Bathymetri juga berfungsi untuk mengetahui kedalaman dasar

    laut sehingga dalam perencanaan dermaga, kapal dapat disediakan kedalaman yang

    cukup untuk beroperasi.

    Pengukurab Bathymetri dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara

    lain menggunakan Theodolit, EDM (Electronic Data Measurement) atau yang lebih

    teliti menggunakan GPS (Geographic Positioning System) sebagai alat ukut jarak

    jauh. Sedangkan alat ukur kedalaman menggunakan Echosounder beserta alat bantu

    lainnya.

    Secara singkat pelaksanaan survey bathymetri dapat dijelaskan sebagai berikut :

    Menempatkan patok-patok sepanjang pantai dengan tonggak kayu sejarak 10-

    25m tergantung dari ketelitian yang diharapkan. Patok-patok ini berfungsi

    sebagai pedoman jalur pengukuran oleh kapal.

    Menempatkan masing-masing theodolit pada titik-titik di darat yang telah

    ditentukan koordinatnya.

    Kemudian kapal yang membawa echosounder bergerak dengan kecepatan

    konstan untuk melakukan pengukuran kedalaman. Pada setiap 10m perlu

    dibidik dan dibaca posisinya agar dapat diketahui posisi kapal dan kedalaman

    perairan pada posisi tersebut. (Gambar 2.1 ; 2.2)

    Jalur pengukuran perlu diusahakan selalu lurus terhadap terhadap titik patok di

    tepi pantai. Pada akhir survey dilakukan gerakan melintang dari posisi patok

    sebagai kontrol atas akurasi pembacaan.

    Hasil pengukuran diplot kedalam kertas A0 atau A1, dan dibuat peta

    bathymetri dengan skala tertentu (umumnya 1:1000 atau 1:500). Garis kontur pada

    pantai digambar untuk tiap interval -0.5 sampai -1.0 mLWS .

    II - 1

  • Theodolit b Theodolit a

    Echosounding

    Kapal Survey

    Gambar 2.1 Metode pelaksanaan survey bathymetri

    20 m 20 m 20 m 20 m 20 m 20 m

    Theodolitt A Theodolitt B

    Ket : Pengukuran Awal Arah kapal utk pengontrol titik

    Theodolit

    Kapal Survey

    Titik pengukuran

    `

    Gambar 2.2 Sketsa Jalur pengukuran Bathymetri (Ginting 2003)

    2.2 ANGIN Angin adalah udara yang bergerak dari daerah dengan tekanan udara

    tinggi ke daerah dengan tekanan udara rendah. Data angin berfungsi untuk

    mengetahui kecepatan angin tepat di rencana lokasi pelabuhan yang berguna untuk

    II - 2

  • mengetahui tekanan angin pada kapal. Data dapat diperoleh dari stasiun

    metereologi terdekat atau dari bandar udara terdekat.

    Atau bila diperlukan dilakukan pengukuran langsung dengan

    anemometer dan peralatan pendukungnya yang disurvey selama minimal setahun

    terus menerus. Analisa data dilakukan dengan membuat wind rose yaitu statistik

    distribusi kecepatan dan arah angin serta prosentasenya.

    Pengukuran dilakukan dengan menggunakan anemometer yang dipasang

    10 meter diatas permukaan perairan dan recodernya di pasang di darat.

    Pengamatan dilakukan selama sepanjang tahun dengan penggantian kertas grafik

    dan asesoris lainnya tiap 1 bulan.

    2.3 ARUS .Arus yang terjadi di sungai atau pantai terjadi oleh pengaruh yang

    sifatnya lokal seperti akibat pergerakan angin, perbedaaan kerapatan/densitas air,

    perbedaan suhu air, perbedaan pasang surut dan perbedaaan ketinggian muka tanah

    dasar

    Salah satu metode untuk mendapatkan kecepatan arus adalah dengan

    menggunakan alat Currentmeter. Pengambilan data dilakukan sedikitnya di tiga

    titik secara bersamaan, agar pola arus yang ada dapat terwakili. Setiap pengukuran

    dilakukan dalam tiga pengamatan, yaitu pada kedalaman 0.2d, 0.6d, dan 0.8d

    dimana d adalah kedalaman perairan pada posisi pengukuran.

    Analisa data yang dilakukan untuk data arus adalah dengan menganalisa

    hubungan diagram kecepatan arus dengan kedalaman. Selain itu juga dilakukan

    analisa untuk mengetahui kecepatan dan arah arus maksimum yang terjadi.

    Analisa data ini bertujuan untuk mengetahui tekanan arus serta kelayakannya

    untuk kapal berlabuh, dimana disyaratkan kecepatan maksimum arus sebesar 4

    knot atau 2 m/dt

    2.4 PASANG SURUT Pasang surut terjadi terutama karena pengaruh posisi bumi terhadap

    bulan dan matahari. Perubahan posisi ini dapat menyebabkan naiknya muka air laut

    II - 3

  • yang disebut pasang (High Water Spring = HWS) dan turunnya muka air laut yang

    disebut surut (Low Water Spring = LWS)

    Data pasang surut ini digunakan untuk mengetahui posisi muka air laut

    dan pola pasang surutnya. Selanjutnya posisi air surut terendah (LWS) berdasar

    pola pasang surut setempat digunakan sebagai acuan untuk penetapan elevasi

    kontur tanah dan elevasi seluruh bangunan, sehingga kondisi kedalaman perairan

    dan elevasi dari struktur dan wilayah darat dapat ditentukan.

    2.5 DATA TANAH Penyelidikan tanah (survey tanah) dilakukan untuk perencanaan

    bangunan bawah dermaga, trestle dan reklamasi. Metode survey yang biasa

    digunakan adalah boring untuk pengambilan contoh tanah yang akan

    dikombinasikan dengan SPT untuk mengetahui daya dukung tanah tersebut.

    2.6 EVALUASI STRUKTUR CAISSON Struktur yang ada pada dermaga eksisting ini adalah struktur caisson

    Pondasi caisson adalah jenis pondasi dalam yang berbentuk bagian-bagian elemen

    beton bertulang dengan penampang bulat atau persegi. (Untung ,2001)

    Evaluasi yang dilakukan pada tugas akhir ini hanya akan memeriksa

    stabilitas eksternal struktur caisson dermaga. Untuk pemeriksaan stabilitas internal

    struktur tidak dilakukan karena tidak tersedianya data yang lengkap Adapun

    kontrol stabilitas eksternal yang dilakukan adalah : kontrol geser, guling,

    setllement, sliding dan daya dukung.

    2.6.1 KONTROL GESER Kontrol geser dilakukan dengan membandingkan antara besarnya gaya

    geser (horizontal) yang diakibatkan adanya tekanan tanah, tekanan air maupun

    komponen horizontal tanah akibat gempa dengan gaya gaya penahan.

    Kontrol geser dilakukan dengan rumusan :

    SFgeserGaya

    penahanGaya .

    . (1.5) ..2.1

    II - 4

  • Dimana :

    Gaya penahan = (Wtot x f) + tekanan tanah pasif(Pps)

    f = koefisien gesek antara beton dengan tanah = 0.7

    Wtot = beban vertikal total pada pondasi dikurangi uplift

    Gaya geser = beban horisontal yang bekerja pada pondasi

    2.6.2 KONTROL GULING Kontrol guling dilakukan dengan membandingkan momen guling

    terhadap titik guling dengan momen penahan. Dimana perbandingannya tidak

    boleh lebih dari 1.2 yang merupakan safety factor.

    Kontrol guling dilakukan dengan rumusan :

    gulingMomenpenahanMomen.

    . > SF (2)................................................2.2

    2.6.3 KONTROL SETTLEMENT Penambahan beban vertikal di atas permukaan tanah akan menyebabkan

    penurunan (settlement) dari tanah yang bersangkutan menyebabkan timbulnya regangan

    Besarnya penurunan yang terjadi pada lapisan tanah dasar akibat beban yang

    berada di atasnya adalah merupakan penjumlahan dari tiga komponen penurunan yaitu :

    scit SSSS . 2.3 dimana:

    St = Total settlement

    Si = Immediate settlement

    Sc = Primary/consolidation settlement

    Ss = Secondary settlement (diabaikan)

    Pemampatan Segera (Immediate Settlement)

    Pemampatan segera untuk pondasi yang panjang dan tinggi lapisan tanah

    terbatas (H) menggunakan prinsip dasar teori dari Biarez dan Giroud. Persamaan untuk

    menghitung besarnya pemampatan segera adalah sebagai berikut:

    Si = PH Eap2 ...................................................... 2.4

    II - 5

  • dimana:

    = a2

    H

    PH = harga yang diperoleh dari Gambar 2.3

    q = beban terbagi rata dari struktur diatas

    E = modulus Young, dapat dilihat pada Tabel 2.1

    = koefisien poisson, dapat dilihat pada Tabel 2.1

    Gambar 2.3 Harga Ph

    Tabel 2.1 Harga E dan (Braja. M. Das) Jenis Tanah Modulus Young (kN/m2) Koef. Poisson

    Pasir lepas Pasir agak padat 10350 27600

    0,2 0,4 0,25 0,4

    Pasir padat Pasir berlanau 34500 69000

    0,3 0,45 0,2 0,4

    Lempung lembek Lempung agak kaku 1380 3450

    0,15 0,25 0,2 0,5

    Lempung keras 5865 13800 - Sumber : Mekanika Tanah, Braja M. Das

    II - 6

  • Pemampatan Konsolidasi Primer (Primary Consolidation Settlement)

    Untuk menghitung besarnya settlement akibat konsolidasi terlebih dahulu harus

    diketahui jenis konsolidasi yang terjadi. Jenis konsolidasi yang terjadi ada 2, yaitu

    Normally Consolidation dan Over Consolidation.

    Penentuan suatu tanah dasar mengalami jenis konsolidasi yang terjadi adalah

    dengan melihat harga Over Consolidation Ratio (OCR), yaitu:

    'Po'PcOCR

    Tanah mengalami normally consolidation:

    'P

    P'Ploge1

    HCcSco

    o

    o

    ............................................... 2.5

    Tanah mengalami over consolidation:

    Untuk (Po + P) Pc

    'PP'Plog

    e1HCsSc

    o

    o

    o

    ................................................. 2.6

    Untuk (Po + P) > Pc

    'PP'Plog

    e1HCc

    'PP'Plog

    e1HCsSc

    c

    o

    oo

    o

    o

    .......... 2.7

    dimana:

    Sc = penurunan total

    Cc = indeks kompresi

    Cs = indeks swelling

    H = tebal lapisan pasir

    eo = angka pori awal

    Po = tekanan efektif overburden

    P = penambahan tekanan vertikal c = tekanan efektif konsolidasi

    2.6.4 KONTROL SLIDING Kontrol stabilitas terhadap sliding perlu dilakukan untuk mengetahui

    apakah struktur caisson dermaga aman terhadap kelongsoran. Dalam perhitungan

    II - 7

  • sliding digunakan program bantu XSTABLE dimana program ini akan

    memunculkan beberapa angka keamanan berdasarkan input data yang diprogram.

    2.6.5 DAYA DUKUNG Pada perhitungan daya dukung ponasi caisson dapat digunakan :

    SFt

    qult (3) 2.8 dimana :

    qult = daya dukung pondasi

    t = tegangan yang terjadi pada dasar pondasi akibat beban

    Perhitungan daya dukung berdasarkan rumusan menurut Terzaghi untuk

    pondasi dengan dasar segi empat (L x B).

    NqDfNcCLBNB

    LBq .'.2.01

    2'2.01

    ..2.9

    Perhitungan tegangan yang terjadi pada dasar pondasi akibat beban,

    menggunakan rumus :

    WM

    APt .2.10

    dimana : P = Beban terpusat yang bekerja pada pondasi

    A = Luasan pondasi

    M = Momen yang bekerja pada pondasi

    W = 1/6 . B2.L

    2.7 KRITERIA PEMBEBANAN DERMAGA Pembebanan dermaga terbagi atas dua yaitu beban vertikal dan beban

    horizontal. Berikut ini akan dijabarkan kedua pembebanan tersebut :

    2.7.1 BEBAN VERTIKAL Beban vertikal pada struktur dermaga dan trestle terdiri dari :

    II - 8

  • 2.7.1.1 Beban mati (beban sendiri)

    Beban mati (berat sendiri) merupakan beban-beban mati yang secara permanen

    membebani konstruksi yaitu beban pelat, balok memanjang dan melintang, serta poer.

    Untuk beban pelat, langkah yang akan diambil dalam menganalisanya adalah

    distribusi beban dengan menghitung beban ekivalennya yang akan membebani balok.

    Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan analisa strukturnya. Pada balok,

    beban terbagi ratanya tergantung dari beban yang direncanakan, begitu juga dengan

    poer. Kemudian semua beban tersebut dijadikan satu dalam berat sendiri.

    Untuk sebagian besar beton bertulang, harga standard berat volume yang dipakai

    adalah 2.4 t/m3 .

    2.7.1.1 Beban hidup merata akibat muatan Adalah beban merata yang diakibatkan oleh beban hidup yang ada diatas

    dermaga, diambil sebesar 3,0 t/m2. Sedangkan pada saat gempa besarnya beban hidup

    dihitung sebesar 1,5 t/m2.

    2.7.1.2 Beban terpusat Beban terpusat termasuk ke dalam beban hidup, dimana beban terpusat ini

    merupakan beban roda-roda truk yang digunakan untuk pengangkutan barang dan

    penumpang yang digunakan atau memasuki areal dermaga dan trestle.

    Beban terpusat atau beban titik merupakan konfigurasi posisi dari roda. Besar

    dan letak konfigurasi roda tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5

    II - 9

  • Gambar 2.4 Posisi Beban pada Roda Truk

    2.7.2 BEBAN HORISONTAL Beban horizontal yang bekerja pada dermaga terdiri dari :

    2.7.2.1 Gaya fender Gaya fender merupakan gaya pukul kapal akibat kecepatan pada saat merapat

    serta pergoyangan kapal oleh gelombang dan angin.

    Gaya benturan kapal yang bekerja secara horizontal dapat dihitung berdasarkan

    energi benturan kapal. Hubungan antara gaya dan energi benturan tergantung pada tipe

    fender yang digunakan.

    Gaya akibat kapal merapat di dermaga (berthing energy) yang diterima oleh

    fender disebut juga gaya fender. Direncanakan dengan perumusan sebagai berikut :

    Ef = g

    WV2

    CE CH CS CC...............................................2.11

    dimana :

    Ef = total energi kinetik yang diserap fender (ton.m)

    0.5 m

    0.5 m

    6 t 6 t 6 t 6 t

    1.848 m 4.6 m

    Tampak Samping Tampak Belakang

    6 t 6 t0.2 m

    0.2 m

    1.848 m 4.6 m

    Tampak Depan Tampak Atas

    II - 10

  • W = displacement tonnage (ton)

    merupakan berat total kapal dan muatannya pada saat kapal dimuati

    sampai garis draft.

    V = kecepatan merapat kapal, dipakai rekomendasi dari PIANC (m/dt)

    g = percepatan gravitasi = 9,8 m/s2

    CE =koefisien untuk efek eccentricity, merupakan koefisien perbandingan

    antara energi yang tersisa akibat merapatnya kapal terhadap energi

    kinetik waktu merapat.

    ))/((

    1 2rlLLCE .2.12

    dimana : L = jarak terpendek antara center of gravity (c.g) kapal

    sampai ke titik tumbuknya (titik sentuh pertama kapal)

    r = jari-jari perputaran dengan pusat c.g kapal, panjang jari-

    jari dari c.g sampai titk tumbuk.

    r = 0,25 x LOA

    CC = efek bantalan air, efek ini timbul karena adanya massa air yan

    terjepit antara posisi kapal merapat dengan tambatan.

    = 0.8, apabila konstruksi wharf atau kade

    = 1, apabila konstruksi open pier

    CS = koefisien softness (0.9 1)

    = 1, bila kapal baja

    Cb = koefisien blok = 1+ aBLD

    Ws

    PP ..2.13

    CH = faktor hidrodinamika kapal, merupakan faktor untuk

    memperhitungkan besarnya massa air, yang bergerak sekeliling

    kapal dan massa air ini menambah besar massa kapal yang

    merapat.

    CH = 1 + BD

    dimana :

    D = tinggi draft kapal (m)

    B = lebar kapal (m)

    II - 11

  • 2.7.2.2 Gaya Bolder Boulder merupakan gaya tarik atau tekan pada dermaga akibat pengikatan

    kapal ketika merapatkan kapal. Sudut yang terjadi akibat penambatan kapal

    menimbulkan gaya yang berbeda pada boulder. Dalam perencanaan ini diambil

    harga yang memberi nilai maksimum, dengan sudut yang mempunyai nilai sinus

    dan cosinus terbesar.Pada tabel 2.2 dapat dilihat besar gaya tarik pada boulder

    untuk beberapa jenis kapal tertentu.

    Tabel 2.2. Gaya Tarik pada Boulder

    Gross Tonnage

    Gaya Tarik pada Boulder (ton)

    200 500

    501 1.000

    1.001 2.000

    2.001 3.000

    3.001 5.000

    5.001 10.000

    10.001 15.000

    15.001 20.000

    20.001 50.000

    50.001 100.000

    15

    25

    35

    50

    70

    70

    100

    100

    150

    200 Sumber : Technical Standarts for Port and Harbour Facilities in Japan 2.7.2.3 Gaya angin dan arus 1. Tekanan Arus

    PC = CC . C . AC . VC2 / 2g...............................................2.14 dimana :

    PC = tekanan arus pada kapal yang bertambat (ton)

    C = berat jenis air laut (= 1.025 t/m3) AC = luasan kapal yang ada di bawah permukaan air (m2)

    VC = kecepatan arus (m/dt)

    CC = koefisien arus

    = 1 1.5, untuk perairan dalam

    II - 12

  • = 2, untuk kedalaman perairan = 2 x draft kapal

    = 3, untuk kedalaman perairan = 1.5 x draft kapal

    = 6, untuk kedalaman kapal yang mendekati draft kapal

    2. Tekanan Angin

    Pw = Cw . (Aw.sin2 + Bw2.cos2 ) Vw2 / 2g..2.15

    dimana :

    Pw = tekanan angin pada kapal yang tertambat

    Cw = koefisien tekanan angin

    = 1.3, bila angin tegak lurus sumbu memanjang kapal

    = 0.9, bila angin melawan busur kapal

    = 0.8, bila angin melawan buritan kapal

    Aw = luas proyeksi arah memanjang kapal diatas air (m2)

    Bw = luasan proyeksi arah muka kapal (m2)

    = sudut arah datangnya angin terhadap centerline

    Vw = kecepatan angin (m/dt)

    2.7.3 KAPAL RENCANA Pelabuhan baru yang akan dibangun di Terminal Mirah direncanakan

    menggunakan system Ro-Ro (Roll on-Roll off) dimana sistem pemindahan barang

    dilakukan secara horizontal .

    Untuk itu kapal yang akan beroperasi di pelabuhan ini merupakan jenis kapal

    Ro-Ro.(Gambar 2.6)

    Gambar 2.5 Kapal Ro-Ro

    II - 13

  • Sedangkan spesifikasi kapal yang akan beroperasi adalah sebagai berikut:

    Tabel 2.3 Spesifikasi Kapal

    Klasifikasi "Ro-Ro Ship" 15.000 DWT Strengthened for Heavy Cargo Equipped for Carriage of Containers SOLAS II-2, Reg. 54Dimensi : Length o.a. 150 mBreadth 25.2 mDepth 12.55 mDraught, max. 7 mKecepatan: (draught 7 m) 16.0 kts

    Stern Ramp/Pintu: MACOR, total breadth (up) 10.00 mDrive way: Breadth(bottom) 6.50 m, clear height 6.20 m Kapasitas Trailer di Ro\Ro deck Trailer capacity: 35 pcs.

    2.7.4 BEBAN GEMPA Perhitungan gempa didasarkan pada SNI 03-1726-2002 dengan analisa beban

    statika equivalen :

    V = tWRICV .1 ...............................................2.16

    dimana :

    V = beban geser gempa static ekuivalen (ton)

    Wt = berat total (ton)

    (kombinasi beban mati seluruhnya dan beban hidup yang direduksi

    sebesar 50 % untuk pelabuhan)

    Cd = factor respon ggempa

    II - 14

  • C = factor respon gempa (lihat SNI 03-1726-2002) tergantung

    daerah gempa, kondisi tanah dibawah bangunan, dan waktu getar alami

    (T). Untuk portal beton :

    T = 0.06 x H

    H = Zf + kedalaman dasar saluran

    Zf = point of fixity atau posisi titik jepit tanah terhadap sebuah

    tiang pondasi, Zf = 1.8 T T = 5 /)( nhEI

    I = factor keutamaan bangunan (lihat SNI03-1726-2002)

    R= factor reduksi gempa (lihat SNI 03-1726-2002 )

    Tabel 2.4. Harga nh untuk cohesionless soil diperoleh dari Terzaghi

    Relative Density Loose Medium

    Dense Dense

    nh untuk dry atau moist soil

    MN/m3

    Ton/ft3

    2.5

    7

    7.5

    21

    20

    56

    nh untuk submerged soil

    MN/m3

    Ton/ft3

    1.4

    4

    5

    14

    12

    34 Sumber :Daya Dukung Pondasi Dalam oleh Dr.Ir.Herman Wahyudi

    II - 15

  • Gambar 2.6 Respons Spektrum Gempa Rencana

    (Sumber : SNI 03-1726-2002)

    II - 16

  • Gambar 2.7 Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar Perioda Ulang 500 Tahun

    (Sumber : SNI 03-1726-2002)

    II - 17

  • Tabel 2.5. Faktor Keutamaan (I) untuk Berbagai Kategori Gedung dan Bangunan

    Taraf kinerja struktur gedung R Elastik penuh 1.60

    2.40 3.20 4.00 4.80 5.60 6.40 7.20

    Daktail parsial

    8.00 Daktail penuh 8.50

    Sumber : SNI 03-1726-2002

    Tabel 2.6. Parameter Daktilitas Suatu Struktur Gedung

    Faktor Keutamaan Kategori gedung I1 I2 I3

    Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran

    1.0 1.0 1.0

    Monumen dan bangunan monumental 1.0 1.6 1.6 Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi

    1.4 1.0 1.4

    Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun

    1.6 1.0 1.6

    Cerobong, tangki di atas menara 1.5 1.0 1.5 Catatan : Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya diterbitkan sebelum berlakunya Standar ini maka Faktor Keutamaan, I, dapat dikalikan 80%.

    Sumber : SNI 03-1726-2002

    II- 18

  • Untuk penentuan Kh (komponen horisontal dari percepatan gempa) dan Kv

    (koefisien vertikal dari percepatan gempa) yang akan digunakan untuk mencari

    Koefisien tanah aktif akibat gempa maka digunakan :

    Kh = 0.1 x Ao x I (Sumber : SNI 03-1726-2002 Ps. 9.2.2)

    Kv = x Ao x I (Sumber : SNI 03-1726-2002 Ps. 4.8.2) Nilai koefisien Ao dan dapat ditentukan dari Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 berikut.

    Tabel 2.7. Nilai Koefisien Ao (Percepatan Puncak Muka Tanah)

    untuk Masing-masing Wilayah Gempa Indonesia

    Percepatan puncak muka tanah, Ao (g) Wilayah gempa

    Percepatan puncak batuan

    dasar (g) Tanah keras Tanah sedang Tanah lunak

    Tanah khusus

    1 0.03 0.04 0.05 0.08 2 0.10 0.12 0.15 0.20 3 0.15 0.18 0.23 0.30 4 0.20 0.24 0.28 0.34 5 0.25 0.28 0.32 0.36 6 0.30 0.33 0.36 0.38

    Diperlukan evaluasi

    khusus di setiap lokasi

    Sumber : Tabel 5 SNI 03-1726-2002

    Tabel 2.8. Koefisien untuk Menghitung Faktor Respons Gempa Vertikal Kv

    Wilayah gempa

    1 0.5

    2 0.5

    3 0.5

    4 0.6

    5 0.7

    6 0.8

    Sumber : Tabel 7 SNI 03-1726-2002

    II- 19

  • 2.7.5 KOMBINASI PEMBEBANAN Standart Design Criteria For Port In Indonesia,1984 , mengatur tentang besarnya

    beban-beban yang bekerja, tetapi tidak mencantumkan adanya kombinasi pembebanan.

    Sedangkan dalam Standart Teknis Untuk Sarana-Sarana Pelabuhan di Jepang, 1995,

    disebutkan bahwa beban gempa, angin, dan gaya tarik boulder dianggap sebagai beban

    pada kondisi khusus,yaitu beban sementara.

    Pada dasarnya pembebanan struktur yang ada perlu dikombinasikan untuk

    memperkirakan kemungkinan terjadinya beberapa beban. Kombinasi beban ini lakukan

    untuk memperoleh kondisi pembebanan maksimum pada dermaga dan trestle.Dalam

    perencanaan ini dipergunakan kombinasi beban sebagai berikut :

    1. DL + LL

    2. DL + ML

    3. DL + BL

    4. DL + 50%LL + BL

    5. DL + 50%LL + SL

    6. DL + 50%LL + ML + SL

    Dimana : DL = Beban Mati

    LL = Beban Hidup

    TR = Beban Truk

    ML = Gaya Bolder

    BL = Gaya Fender

    SL = Beban Gempa

    II- 20

  • 2.7.6 PERHITUNGAN KONSTRUKSI DERMAGA 2.7.6.1 Konstruksi Beton

    Perhitungan konstruksi beton dapat dilakukan dengan berdasarkan pada

    Peraturan Beton Indonesia (PBI) 1971 dan SK SNI 1991. dalam PBI 1971 perhitungan

    strukturnya berdasarkan teori elastis. Pada teori elastis, apabila terjadi beban lebih

    (overload) maka struktur tersebut masih bisa menahannya atau tidak mengalami retak.

    Sedangkan pada SK SNI 1991, perhitungan strukturnya berdasarkan teori kekuatan

    batas, dimana pada teori ini apabila terjadi beban lebih (overload) maka struktur akan

    mengalami retak.

    Pada perhitungan konstruksi dermaga Mirah ini dipilih berdasarkan PBI 1971

    dengan pertimbangan :

    1) Pada struktur di perairan, harus dihindarkan terjadinya retak agar tulangan struktur

    terhindar dari korosi.

    2) Terjadinya beban lebih pada bangunan di perairan sering terjadi, baik akibat beban

    luar (arus, gelombang, dan pasang surut) maupun beban gempa.

    2.7.6.2 Bangunan atas 1. Perencanaan Plat Dermaga dan Trestle

    a. Perhitungan Momen Plat

    Asumsi perhitungan-perhitungan yang dipakai adalah perletakan jepit elastis.

    - Perhitungan momen akibat beban terbagi rata :

    Mlx = Mtx = + 0.001 . q . lx2 . x .2.17

    Mly = Mty = + 0.001 . q . lx2 . x .2.18

    dimana : Mlx, Mly = momen lentur plat per satuan panjang di lapangan

    arah bentang lx, ly (tm).

    Mtx, Mty = momen lentur plat per satuan panjang di tumpuan

    arah bentang lx, ly (tm).

    q = beban total terbagi rata pada plat (t/m1).

    II- 21

  • Lx = ukuran bentang terkecil plat, bentang yang memikul

    plat dalam satu arah (m).

    x = koefisien pada tabel 13.3.2 PBI 1971

    - Perhitungan momen akibat beban terpusat

    2.19

    dimana :

    lx = bentang pendek plat

    ly = bentang panjang plat

    bx = ukuran beban w arah bentang pendek (m)

    by = ukuran beban w arah bentang panjang

    Mx = momen positif maksimum arah bentang pendek

    My = momen positif maksimum arah bentang panjang (m)

    w = beban terpusat (ton)

    a1, a2, a3, a4 = koefisien yang tergantung dari lx/ly dan derajat jepit

    masing- masing sisi (Tabel VI KBI Ir. Sutami)

    Pada beban terpusat yang bergerak, penulangan didimensi berdasarkan

    momen maksimum yang didapat, diambil tetap sepanjang seluruh pelat (tepi-

    tepi).

    Lebar pembesian ini tidak tergantung pada tempat beban dan ditentukan dengan

    rumus-rumus sebagai berikut :

    by

    ly

    M = + + a4

    x + a

    bx a1 2x + a3

    lx

    bx

    lx

    by

    ly

    II- 22

  • lxlylxbybx

    lyby

    lxbxCSx .

    .

    .3.02.04.04.0( 1 2.20

    Sx = lebar jalur dimana pembesian menahan momen My harus dipasang

    lxlylxbybx

    lyby

    lxbxCSy .

    .

    .3.04.02.04.0( 1 .2.21

    Sy = lebar jalur dimana pembesian menahan momen Mx harus dipasang

    lxlylxbybx

    lyby

    lxbxCSix .

    .

    .1.01.01.06.0( 2 2.22

    Six = lebar jalur dimana pembesian menahan momen Miy harus dipasang

    lxlylxbybx

    lyby

    lxbxCSiy .

    .

    .1.01.01.06.0( 2 ...2.23

    Siy = lebar jalur dimana pembesian menahan momen Mix harus dipasang

    Dimana :

    C1 dan C2 = koefisien yang tergantung pada keadaan derajat jepit dan sisi plat

    C1 = 0 , jika kedua sisi sejajar lx ditumpu bebas

    C1 = 0.1 , jika kedua sisi sejajar ly dijepit dan lainnya ditumpu bebas

    C2 = 0 , jika kedua sisi sejajar lx ditumpu bebas

    C2 = 0.1 , jika kedua sisi sejajar ly dijepit dan lainnya ditumpu bebas

    c. Penulangan Plat

    Perhitungan tulangan pada plat berdasarkan PBI 1971 :

    Ca =

    bbxnxMh

    ' , ...............................................2.26

    dengan :

    II- 23

  • bnxao'

    Amin = au

    12

    dimana : M = momen lentur akibat beban kerja

    B = lebar penampang balok persegi, lebar badan penampang balok

    T

    H = tinggi manfaat penampang

    ( ht selimut beton sengkang tulangan ) n = angka ekivalen antara satuan luas dengan satuan luas beton

    ( PBI 1971 Pasal 11.1.3 )

    Eb = modulus elastisitas beton berdasarkan PBI 1971 pasal 11.1.1

    ( 6400 bk' (kg/cm2)) ,untuk beban mati Ea = modulus elastisitas beton menurut PBI 1971 pasal 10.9.1

    ( 2,1 x 106 (kg/cm2))

    bk = mutu beton (kg/cm2), PBI 1971 tabel 4.2.1 a = tegangan tarik baja yang diijinkan, PBI 1971 tabel 10.4.1

    ( a = 0.33 bk) b = tegangan tarik baja yang diijinkan, PBI 1971 tabel 10.4.1

    Apabila b + b > bm , maka ukuran penampang harus diperbesar sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan sebagai berikut :

    b + b < bm.. .............................................2.27 dengan :

    b = xhtbx

    D

    87

    II- 24

  • b = xhtbD

    2 ,

    bht

    45,0

    263 untuk ht > b

    dimana : D = gaya lintang

    Mt = momen puntirakibat beban kerja

    b = tegangan lentur beton akibat beban kerja b = tegangan geser punter beton akibat beban kerja bm = tegangan geser beton yang diijinkan untuk balok dngan

    tulangan geser, menurut PBI 1971 tabel 10.4.2

    Sebagai tulangan geser dipakai sengkang dengan luas efektif As dan jarak As dan

    tulangan miring dengan luas efektif Am. Perumusan yang digunakan untuk

    menghitung tulangan geser berdasarkan PBI 1971 (rumus 11.7.4).

    s + m > t

    baAs

    s

    as

    , ba

    CosSinA

    m

    amm

    (. Dimana :

    b = tegangan geser yang dapat dikerahkan oleh sengkang m = tegangan geser yang dapat dikerahkan oleh miring = sudut kemiringan tulangan miring terhadap sumbu memanjang Balok

    d. Kontrol Retak

    Lebar retak maksimum untuk beton di luar bangunan yang tidak terlindungi

    dari hujan dan terik matahari langsung, kontinu berhubungan air dan tanah atau

    berada dalam lingkungan agresif adalah 0,01 cm

    II- 25

  • Lebar retak pada pembebanan tetap akibat beban kerja, PBI 1971 pasal 10.7.3

    dapat dihitung dengan rumus dibawah ini :

    6543 10)).(.(

    xCDCCCWp

    ap ..2.28

    dimana : w = lebat retak yang terjadi (cm)

    = koefisien yang tergantung pada jenis batang tulangan 1,2 untuk batang polos

    p, C3, C4, C5 = koefisien retak yang diambil dari table 10.7.3 PBI 1971 c = tebal penutup beton

    d = diameter batang polos, yang harus diganti dengan

    diameter pengenal dp menurut PBI 1971 pasal 3.7.4

    apabila dipakai batang yang diprofilkan

    A = luas tulangan tarik(cm2)

    a= tegangan tarik baja yang bekerja ditempat retak (kg/cm2) h = tinggi manfaat (cm)

    bo = lebar balok persegi atau lebat balok T (cm)

    y = jarak garis netral terhadap tepi yang tertekan (cm)

    2. Perencanaan Balok Dermaga

    Langkah langkah perencanaan balok meliputi :

    1) Seperti perencanaan plat lantai yang telah diuraikan diatas, penentuan lay out

    tipikal harus ditetapkan terlebih dahulu.

    2) Dihitung pembebanan akibat distribusi beban plat pada balok.

    3) Dengan bantuan program bantu SAP 2000, akan diperoleh besarnya momen

    pada balok tersebut

    4) Perhitungan penulangan balok dilakukan setelah besarnya momen diperoleh

    dari langkah no.3, dilanjutkan dengan perhitungan kontrol dimensi balok,

    perencanaan tulangan geser dan kontrol retak balok tersebut.

    II- 26

  • 3. Perencanaan Balok Fender

    Langkah langkah perencanaan balok meliputi :

    1) Seperti perencanaan plat lantai yang telah diuraikan diatas, penentuan lay out

    tipikal harus ditetapkan terlebih dahulu.

    2) Analisa balok fender seperti perhitungan balok kantilever dengan gaya

    tumbukan kapal pada ujung balok fender sebagai kondisi paling kritis sebagai

    beban.

    3) Pada perhitungan momen, posisi perletakan balok (e), diasumsikan berada

    pada bidang sejajar poer bagian atas karena diasumsikan tidak monolit

    dengan poer.

    4) Perhitungan penulangan balok dilakukan setelah besarnya momen diperoleh

    dari langkah no.3, dilanjutkan dengan perhitungan tulangan utama dan geser

    serta kontrol retak balok tersebut.

    2.7.4.1 Perencanaan bangunan bawah Pada bagian ini, perencanaan meliputi pemilihan tiang pancang, perhitungan

    daya dukung, kontrol kekuatan bahan dan kalendering.

    1. Pemilihan Tiang Pancang

    Faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan tiang pancang yang dipergunakan di

    struktur bangunan bawah dermaga dan trestle adalah

    Diusahakan dengan harga yang termurah Kemampuan menembus lapisan tanah keras tinggi, untuk menghindari

    terjadinya tekuk.

    Mampu menahan pemancangan / pemukulan yang keras, agar tidak hancur ketika pemancangan berlangsung.

    Dalam Tugas Akhir ini, jenis tiang pancang yang dipergunakan adalah tiang

    pancang beton. Dengan kriteria pemilihan sebagai berikut :

    II- 27

  • Tabel 2.9 Kriteria Pemilihan Tiang Pancang

    -N ane eobi

    ar

    iay iay

    et a

    o

    Beton Baja KayuN ilai SPT maksimal y g dapat ditembus

    2 K d. Pemancangan Terbatas Bebas Terbatas3 B rat Tiang Cukup ringan Lebih ringan Ringan4 M lisasi Mudah Mudah Mudah

    Relatif sulit karena terlalu bnyk sambungan

    Semakin panjang Relatif mudah karena Semakin panjang semakin sulit cukup ringan semakin sulit

    Relatig mudah Relatig mudah Relatif sulit yaitudengan pengelasan dengan pengelasan dengan sambungan baut

    8 H ga tiang Cukup murah mahal mahalCukup mahal karena lebih murah karena Cukup mahal karena

    dihitung berdasar berat dihitung berdasar volume dihitung berdasar beratcukup murah mahal karena perlu cukup murah

    proteksi anti karat11 k ahanan thd korosi baik kurang baik baik

    ada,yaitu ujung tiang retak Hampir tidak ada ada,yaitu ujung tiang retakpecah saat pemancangan pecah saat pemancangan

    M men mak. Yang Terbatas, dari data WIKA Relatif besar terbatasmampu dipikul Piles bahwa ukuran maks.

    f 60 cm kelas C Mmaks 29 tm

    Tiang PancangSpesifikasiNo

    < 50 > 50 < 50

    Relatif mudah Relatif mudahPelaksanaan5

    1

    7

    10

    12

    13

    9

    6

    F ktor kesalahan teknis

    Pengangkatan Tiang

    Penyambungan

    B a transportasi

    B a pemeliharaan

    Diambil dari : Tugas Akhir Iskandar M.G

    2. Perhitungan Daya Dukung Tiang

    Perhitungan Daya Dukung Tanah dipergunakan perumusan dari Metode

    LUCIANO DECOURT (1982) :

    Ql = Qp + Qs ...............................................2.29

    dimana :

    Ql = daya dukung tiang maksimum

    Qp = resistance ultimate di ujung tiang

    Qs = resistance ultimate akibat lekatan lateral

    II- 28

  • SFQQ Lad

    PPPPP AKNAqQ ).(. . ...............................................2.30

    SS

    SSS AxNAqQ ).13

    (. ...............................................2.31 dimana :

    K = koefisien karateristik tanah (Tabel 2.6)

    Np = harga rata-rata SPT disekitar 4B diatas hingga 4B dibawah dasar

    pondasi

    qp = tegangan di ujung tiang

    AP = luas penampang di ujung tiang = D2 AS = keliling tiang x panjang tiang yang terbenam (luas selimut tiang)

    = .D.L NS = harga rata-rata sepanjang tiang yang tertanam, dengan batasan

    3 < N < 50

    qs = tegangan lateral lekatan lateral (t/m2)

    SF = angka keamanan

    Tabel 2.10 - Harga Koefisien Karateristik Tanah

    Harga koefisien

    (t/m2)

    Jenis Tanah

    12 Tanah lempung

    20 Tanah lanau berlempung

    25 Tanah lanau berpasir

    40 Tanah berpasir

    II- 29

  • 3. Kontrol kekuatan Bahan

    Kontol bahan yang dilakukan meliputi kontrol terhadap tegangan, gaya horizontal,

    tekuk.

    Berdasarkan Buku Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi oleh Suyono

    Sosrodarsono, Perumusan yang dipergunakan sebagai berikut :

    o Kontrol Lendutan

    y = EI

    zfeHu12

    )( 3 , untuk fixed-headed pile..2.32 dimana : Hu = gaya horizontal maksimum yang diterima tiang

    E = Elastic modulus dari material tiang pondasi

    I = momen inersia tiang pancang

    o Kontrol Tekuk Tekuk dapat terjadi pada tiang pancang saat tiang pancang mencapai

    tanah keras lapisan pertama. Oleh karena itu, perlu dilakukan kontrol

    tekuk terhadap tiang pancang dengan perumusan sebagai berikut :

    Hu = 2 x Mu / ( e + Zf) , untuk kondisi ujung tiang fixed2.33

    dengan : Mu = x z dimana : = Tegangan tiang z = Modulus Elastisitas tiang

    Zf = Kedalaman titik jepit tiang

    4. Kalendering

    Berdasarkan Buku Daya Dukung Pondasi Dalam oleh Dr.Ir.Herman Wahyudi,

    Perumusan yang dipergunakan adalah formula dari Hiley sebagai berikut :

    p

    p

    WWWnW

    xcS

    HWQu

    2

    2

    .. , uRsfR .1 2.34

    dimana :

    Qu = Daya Dukung Ultimate (Ton)

    W = Berat Pemukul = 3,500 ton (K35)

    II- 30

  • H = Tinggi jatuh pada ram B = 177 cm

    S = Penurunan tiang rata-rata pada 3 set terakhir dengan 10 pukulan di

    setiap setnya (cm).

    = efesiensi of hammer = 1 n = coefisien of restitution = 0,25

    Wp = weight of pile

    C = Total temporary compression (C1 + C2 + C3) = 17 mm

    C1 = Temporary compression of cushion (pile head & cap) = 2,54 mm

    C2 = Temporary compression of pile = 12 mm

    C3 = Temporary compression of soil = 2,5 mm

    2.8 PENGERUKAN (DREDGING) Pengerukan dilakukan untuk mendapatkan kedalaman kolam pelabuhan yang

    diinginkan. Pengerukan dilakukan dengan menggunakan kapal keruk (dredgers).

    Dredgers berfungsi untuk menggali, memindahkan atau menaikkan material secara

    vertikal, kemudian memindahkan secara horisontal dan membuangnya ke lokasi

    pembuangan. Fungsi tersebut bisa dilakukan secara mekanik, hidrolis atau kombinasi

    keduanya. Untuk kondisi material yang keras, seperti batu cadas dan pasir yang

    terkonsolidasi digunakan treatment secara kimia yaitu dengan bahan peledak

    (explosive).

    2.8.1 DIMENSI PENGERUKAN Dimensi pengerukan sangat ditentukan oleh kebutuhan operasional pelabuhan,

    yaitu dimensi kolam pelabuhan, kolam putar dan dimensi alur pelayaran yang telah

    dibicarakan pada subbab sebelumnya.

    2.8.2 PEMILIHAN PERALATAN Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan dredgers yang cocok

    adalah:

    II- 31

  • 1. Jenis tanah dasar laut

    Meterial dasar laut yang akan dikeruk diperhatikan respon pengerukannya dan

    kemudahan pengangkutannya (dredgeability). Dredgeability didapatkan dari nilai

    N (SPT) untuk tanah pasir, nilai tegangan tekan dan etterberg limits untuk tanah

    kohesif dan kekuatan hancur dan kecepatan gelombang elastis untuk material

    keras. Untuk pengangkutannya sangat tergantung ukuran butiran dan berat

    jenisnya.

    2. Volume tanah kerukan dan umur konstruksi

    Digunakan untuk menentukan ukuran dan kapasitas dredger. Bila terdapat waktu

    yang cukup digunakan dredger yang lebih kecil untuk efisiensi biaya. Volume

    kerukan dari hasil perhitungan harus dikalikan 2 karena pelaksanaan pengerukan

    di lapangan adalah 70 % air dan 30 % material kerukan.

    3. Kedalaman dan ketebalan pengerukan

    Setiap dredger mempunyai pengerukan maksimum yang sangat tergantung pada

    kemampuan mesinnya. Dredger hidrolis lebih sensitif terhadap kedalaman,

    meskipun dredger mekanis juga memiliki kelaskelas tertentu menurut kedalaman

    pengerukannya.

    4. Metode pembuangan tanah galian

    5. Jarak dan rute pengangkutan menuju areal pembuangan

    Digunakan untuk menentukan peralatan pengangkutannya.

    6. Pengaruh sedimen di dasar laut

    Polusi, pengeruhan dan pengrusakan kehidupan perairan merupakan issue penting

    yang harus diperhatikan dan berhubungan dengan regulasi lingkungan pengerukan.

    7. Kondisi meterologi, oceanologi dan geometrik

    Penentuan jenis dredger harus memperhatikan kondisi cuaca dan penentuan:

    Gelombang, angin, arus dan pasang surut Hari dan jam kerja Kondisi anchoring

    II- 32

  • Dilihat dari segi teknis pengerukan, dikenal dua jenis peralatan keruk, yaitu:

    a. Kapal Keruk Hidrolis

    Hidrolis disini adalah jenis tanah yang dikeruk bercampur dengan air laut, yang

    kemudian campuran tersebut dihisap oleh pompa melalui pipa penghisap (suction

    pipe) untuk selanjutnya melalui pipa pembuang dialirkan ke daerah penimbunan.

    Karena sistemnya dihisap oleh pompa, maka material yang cocok untuk kapal jenis

    ini adalah lumpur.

    Berdasarkan kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa material kerukan yang

    dominant adalah pasir dan sedikit lempung, maka kapal keruk jenis ini tidak cocok

    untuk digunakan, sehingga alat keruk ini tidak dibahas lebih lanjut.

    b. Kapal Keruk Mekanis

    Kapal keruk jenis ini dapat dikatakan sederhana, yaitu mempunyai analogi dengan

    peralatan gali di darat. Macam macam kapal keruk jenis ini adalah sebagai berikut:

    Clamshell Dredger Alat keruk jenis ini terdiri dari satu tongkang (barge) dan ditempatkan peralatan

    cakram (clamshell). Jenis ini biasanya digunakan untuk tanah lembek atau pada

    bagian bagian kolam pelabuhan dalam. Alat keruk ini dapat dilihat pada Gambar

    2.7

    Dipper Dredger Alat keruk ini merupakan analogi dari alat gali tanah di darat yang dikenal shovel

    dozer. Alat ini mempunyai tenaga pengungkit dan desak yang besar, sehingga baik

    digunakan bagi pengerukan lapisan tanah keras dan tanah padat atau tanah

    berpasir.

    II- 33

  • Gambar 2.8 Clamshell Dredger

    Backhoe Dredger Alat keruk ini pada dasarnya adalah pontoon yang dipasangi alat pemindah tanah

    yang berupa backhoe.(Gambar 2.8 ; 2.9) Bucket penggali dari backhoe ini dalam

    operasinya bergerak kearah alat, lain halnya dengan shovel yang bucketnya

    bergerak ke arah luar. Alat keruk ini baik digunakan bagi pengerukan lapisan

    tanah padat atau pasir.

    Gambar 2.9 Backhoe Dredger

    II- 34

  • Gambar 2.10 Backhoe Dredger

    Bucket dredger Alat keruk ini merupakan jenis jenis kapal keruk dengan rantai ban yang tak

    berujung pangkal (endless belt) dan dilekati timba timba pengeruk (bucket).

    Gerakan rantai ban dengan timbanya merupakan gerak berputar mengelilingi suatu

    rangka struktur utama. Kapal ini sangat cocok untuk perairan yang dalam dan

    kurang pas untuk perairan dangkal.Alat keruk ini dapat dilihat pada Gambar 2.10

    II- 35

  • Gambar 2.11 Bucket Dredger

    2.8.3 DUMPING SITE Penentuan lokasi buangan atau dumping site dilakukan dengan

    mempertimbangkan aspek lingkungan terutama menyangkut lokasi dumping, volume

    dumping dan lokasi penyebaran material dumping.Lokasi dumping dapat dilakukan di

    darat dan di laut yang pada dasarnya dibatasi oleh pertimbangan biaya dan lingkungan

    2.8.4 PERHITUNGAN VOLUME PENGERUKAN Berdasarkan k8.ontur eksisting dan rencana kedalaman alur/kolam, pada areal

    keruk dibuat segmen-segmen dengan jarak terentu yang sama, sehingga dengan formula

    berikut dapat ditentukan volume keruk sebagai berikut:

    V= . 2.35

    n

    1i21 LAA0.5(

    dimana:

    V : Volume total keruk

    A1 : Luas keruk untuk segmen ke-1

    A2 : Luas keruk untuk segmen ke-(1+1)

    L : Jarak interval antara segmen ke-I dengan segmen ke-(1+1) n : Jumlah total segmen pada areal keruk yang direncanakan

    II- 36

    Modulus YoungKoef. PoissonSc = penurunan total

    2.7.2.1 Gaya fender1. Tekanan Arus2. Tekanan Angin2.7.4 BEBAN GEMPA