Upload
trinhbao
View
248
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kas
Dalam neraca kas diletakkan paling atas, hal ini dilakukan karena kas
adalah yang paling likuid diantara barang lainnya, dalam artian jika suatu
perusahaan sedang membutuhkan atau memerlukan uang maka dapat
langsung diambil dari kas. Kas itu sendiri didefinisikan sebagai suatu
kepemilikan perusahaan dalam bentuk uang tunai atau currency (mata uang)
seperti rupiah, dollar Amerika, yen Jepang, ringgit Malaysia, euro dan masih
banyak lagi yang lainnya. Menurut PSAK No.2 (IAI:2013 :22), kas terdiri
dari saldo kas (cash on hand), rekening giro, atau setara kas (cash equivalent)
adalah sebuah investasi yang bersifat sangat likuid, berjangka pendek dan
bisa dengan cepat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi
resiko atas perubahan nilai yang signifikan. Menurut Harahap (2011 : 258),
kas adalah uang dan surat berharga lainnya yang dapat diuangkan setiap saat
serta surat berharga lainnya yang sangat lancar yang memenuhi syarat sebagai
berikut :
1. Setiap saat dapat ditukar menjadi kas
2. Tanggal jatuh temponya sangat dekat
3. Kecil resiko perubahan nilai yang disebabkan perubahan tingkat
harga.
27
Menurut Munawir (2010 : 14), “Kas adalah uang tunai yang dapat digunakan
untuk membiayai operasi perusahaan. Termasuk dalam pengertian kas adalah
cek yang diterima dari para langganan dan simpanan perusahaan di bank
dalam bentuk giro atau permintaan deposit, yaitu simpanan di bank yang
dapat diambil kembali setiap saat oleh perusahaan.”
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kas merupakan harta
yang paling lancar (current asset) yang dimiliki suatu perusahaan yang dapat
berbentuk uang logam, uang kertas, rekening giro atau setara kas, dan pos-pos
lainnya yang dapat dipergunakan sebagai media tukar dan mempunyi
pengukuran akuntansi.
2.1.2 Jenis dan Fungsi Kas
Secara umum perusahaan membagi jenis-jenis kas menjadi dua
kelompok yaitu :
1. Kas kecil (Petty Cash / Cash On Hand)
Kas kecil merupakan kas yang ada dalam brangkas perusahaan yang
digunakan untuk membayar dalam jumlah yag relatif kecil, misalnya
pembelian perangko, biaya perjalanan, biaya telepon, dan pembayaran
lain dalam jumlah kecil. Menurut Soemarso (2004 : 320), petty cash / kas
kecil adalah sejumlah uang tunai tertentu yang disisihkan dalam
perusahaan dan digunakan untuk melayani pengeluaran-pengeluaran
tertentu. Biasanya pengeluaran-pengeluran yang dilakukan melalui dana
kas kecil adalah pengeluaran-pengeluaran yang jumlahnya tidak besar,
pengeluaran-pengeluaran lain dilakukan dengan bank (dengan cek). Kas
28
kecil menggunakan dua metode pencatatan yaitu sistem dana tetap
(imprest fund system) dan sistem dana berubah (fluctuation fund system).
Petty Cash ini juga berfungsi sebagai cadangan jika ada transaksi-
transaksi dengan nominal sedikit dan sangat tidak ekonomis jika
menggunakan pembayaran melalui cek. Oleh karena itu, setiap
perusahaan perlu menunjuk seorang staf yang bertanggung jawab
mengatur dan mengelola kas kecil yang membiayai seluruh kebutuhan
operasional perusahan yang sifatnya nominal kecil. Adapun tujuan dari
dibentuknya kas kecil adalah sebagai berikut :
1. Untuk membayar tagihan perusahaan yang jumlahnya kecil
2. Untuk dana cadangan yang akan digunakan untuk membayar tagihan
yang mendadak
3. Dana langsung perusahaan yang akan digunakan untuk beberapa
tagihan yang tidak simpel jika menggunakan cek
4. Untuk merespon dengan cepat proses pembayaran dengan dana cash
dan harus menggunakan lampiran laporan keuangan dan yang harus
mendapatkan persetujuan dari pimpinan.
2. Kas di Bank (Cash In Bank)
Kas di bank merupakan uang kas yang dimiliki perusahaan yang
tersimpan di bank dalam bentuk giro / bilyet dan kas ini dipakai untuk
pembayaran yang jumlahnya besar dengan menggunkan cek (Hery, 2010).
Kas di bank menggunakan metode pencatatan prosedur rekonsiliasi bank
yang dilakukan secara periodik antara pihak perusahaan dan pihak bank.
29
Rekonsiliasi bank adalah suatu schedul informasi yang menjelaskan setiap
perbedaan antara catatan bank dan catatan kas nasabah (perusahaan).
Rekonsiliasi bank dianggap penting karena pada akhir setiap bulan
kalender, bank mengirimkan kepada setiap nasabahnya suatu laporan
rekening koran (salinan rekening bank untuk nasabah tersebut) bersama
dengan cek nasabah yang telah dibayarkan oleh bank selama bulan itu.
Adapun fungsi dari kas bagi perusahaan yaitu :
1. Sebagai alat tukar atau alat bayar dalam jumlah kecil maupun besar
2. Alat yang diterima sebagai setoran oleh bank sebesar nilai nominalnya
3. Kas juga digunakan untuk investasi baru dalam aktiva tetap.
2.1.3 Sumber Penerimaan dan Pengeluran Kas
Sumber penerimaan kas pada suatu perusahaan yaitu :
1. Aktivitas Operasi
Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan entitas dan
aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas
pendanaan (PSAK No.3 Revisi 2013). Contoh transaksi aktivitas operasi
yaitu :
a. Penerimaan kas dari penjualan barang dan pemberian jasa
b. Pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak
penghasilan kecuali jika dapat diidentifikasikan secara khusus sebagai
bagian dari aktivitas pendanaan dan investasi
c. Penerimaan kas dari royalty, fee, komisi dan pendapatan lain.
30
2. Aktivitas Investasi
Aktivitas investasi merupakan perolehan dan pelepasan aset jangka
panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas (PSAK No. 2
Revisi 2013). Adapun contoh transaksinya yaitu :
a. Pembayaran kas untuk membeli aset tetap, aset tidak berwujud, dan
aset jangka panjang lain, termasuk biaya pengembangan yang
dikapitalisasi dan aset tetap yang dibangun sendiri
b. Penerimaan kas dari penjualan aset tetap, aset tidaak berwujud, dan
aset jangka panjang lain
c. Uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain (selain
uang muka dan kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan).
3. Akivitas Pendanaan
Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan
dalam jumlah serta komposisi kontribusi modal dan pinjaman entitas
(PSAK No. 2, Revisi 2009).
Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan yaitu :
a. Penerimaan kas dari penerbitan saham atau instrumen modal lain
b. Penerimaan kas dari penerbitan obligasi, pinjaman, wesel, hipotek,
dan pinjaman jangka pendek dan jangka panjang lain
c. Pembayaran kas oleh lessee untuk mengurangi saldo liabilitas yang
berkaitan dengan sewa pembiayaan.
31
Adapun sumber pengeluaran kas pada suatu perusahaan antara lain :
1. Pembelian saham atau obligasi sebagai investasi jangka pendek maupun
jangka panjang serta pembelian aktiva tetap lainnya.
2. Pembelian barang secara tunai , adanya pembayaran biaya operasi yang
meliputi upah dan gaji, pembelian supplies kantor, pembayaran bunga,
dan adanya persekot-persekot biaya maupun persekot pembelian
3. Pengeluaran kas untuk pembayaran deviden (bentuk pembagian laba
lainnya secara tunai), pembayaran pajak, pembayaran denda-denda
lainnya.
2.1.4 Perputaran Kas
Perputaran kas adalah ukuran efisiensi penggunaan kas yang dilakukan
oleh perusahaan. Karena tingkat perputaran kas menggambarkan kecepatan
arus kas kembalinya kas yang telah ditanamkan di dalam modal kerja. Dalam
mengukur tingkat perputaran kas yang telah tertanam dalam modal kerja adalah
yang berasal dari aktivitas operasional.
Menurut K.R Subramanyam (2010 : 45), perputaran kas dalam satu
periode dapat dihitung dengan rumus :
Perputaran kas =
32
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat diartikan bahwa (Kasmir, 2012) :
1. Apabila rasio perputaran kas tinggi, ini berarti ketidakmampuan
perusahaan dalam membayar tagihannya
2. Sebaliknya apabila rasio perputaran kas rendah, dapat diartikan kas yang
tertanam pada aktiva yang sulit dicairkan dalam waktu singkat sehingga
perusahaan harus bekerja dengan kas yang lebih sedikit.
2.1.5 Pengertian Piutang
Piutang merupakan bentuk penjualan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan dimana pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, namun
bersifat bertahap. Menurut Munawir (2014), piutang dagang adalah tagihan
kepada pihak lain (kepada kreditor atau langganan) sebagai akibat adanya
penjualan barang dagangan secara kredit. Penjualan piutang artinya lebih jauh
perusahaan menerapkan menajemen kredit. Dan salah satu target dari
manajemen kredit adalah tercapainya target penjualan sesuai dengan
perencanaan, serta selanjutnya menunggu masuknya dana angsuran ke kas
perusahaan.
Menurut Subramanyam dan John J. Wild (2010), “Piutang (receivable)
merupakan nilai jatuh tempo yang berasal dari penjualan barang atau jasa, atau
dari pemberian pinjaman uang. Piutang mencangkup nilai jatuh tempo yang
berasal dari aktivitas seperti sewa dan bunga. Piutang usaha (account
receivable) mengacu pada janji lisan untuk membayar yang berasal dari
penjualan produk dan jasa secara kredit. Wesel tagih (notes receivable)
mengacu pada janji tertulis untuk membayar.”
33
Dalam kebijakan perusahaan, piutang terbesar itu terlihat pada piutang
dagang (account receivable), dan piutang dagang tersebut timbul dari adanya
daya tarik konsumen yang tinggi terhadap suatu produk hasil dari ciptaan
perusahaan tersebut. Penjualan produk secara kredit atau piutang dagang
dilakukan dengan maksud untuk menggenjot penjualan agar tercapai sesuai
target yang diinginkan. Bagi perusahaan semakin besar piutang dagang maka
artinya semakin besar pula kepemilikan finansial yang berada diluar yang
akan masuk secara bertahap dan sistematis ke kas perusahaan (Irham, 2013).
2.1.6 Klasifikasi piutang
Pengklasifikasian piutang dilakukan untuk memudahkan pencatatan
transaksi dan piutang bersumber dari kegiatan operasi normal perusahaan yaitu
penjualan kredit atas barang dan jasa kepada para pelanggan, akan tetapi ada
beberapa sumber piutang lainnya. Menurut Warren (2013 : 442), menjelaskan
klasifikasi piutang ada tiga jenis yaitu :
1. Piutang usaha (Account receivable)
Piutang usaha timbul dari penjualan secara kredit agar dapat menjual lebih
banyak barang dan jasa kepada pelanggan. Transaksi paling umum yang
menciptakan piutang usaha adalah penjualan barang dan memberikan jasa
kredit. Piutang tersebut dicatat dengn mendebit akun piutang usaha.
Piutang-piutang ini biasanya akan jatuh tempo dalam waktu yang relatif
pendek yaitu sekitar 30-60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan di neraca
sebagai aktiva lancar. Dalam perjanjian kredit antara penjual dan pembeli
34
didukung oleh dokumen-dokumen pendukung perusahaan yaitu faktur dan
kontrak-kontrak penyerahan.
2. Wesel tagih (Notes receivable)
Wesel tagih adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan disaat perusahaan
telah menerbitkan surat utang formal. Sepanjang wesel tagih diperkirakan
akan tertagih dalam setahun, maka biasanya diklasifikasikan dalam neraca
sebagai aktiva lancar. Wesel biasanya digunakan untuk menyelesaikan
piutang usaha pelanggan. Apabila wesel tagih dan piutang usaha berasal
dari transaksi penjualan, maka hal itu terkadang disebut sebagai piutang
dagang (trade receivable).
3. Piutang lainnya (Other receivable)
Piutang lainnya biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika
piutang ini diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang
tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari
satu tahun, maka piutang tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva tidak
lancar, dan dilaporkan dibawah judul investasi. Piutang lain-lain meliputi
piutang bunga, piutang pajak, dan piutang karyawan perusahaan.
2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi piutang
Menurut Bambang Riyanto (2010: 85), faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah piutang adalah sebagai berikut:
35
1. Volume penjualan kredit
Semakin besar jumlah penjualan kredit dari keseluruhan penjualan, maka
akan memperbesar jumlah piutang dan sebaliknya semakin kecil jumlah
penjualan kredit dari keseluruhan piutang, maka akan memperkecil jumlah
piutang.
2. Syarat pembayaran penjualan kredit
Semakin panjang batas waktu pembayaran kredit, berarti semakin besar
jumlah piutangnya dan sebaliknya semakin pendek batas waktu
pembayaran kredit, berarti semakin kecil besarnya jumlah piutang.
3. Ketentuan dalam pembatasan kredit
Apabila batas maksimal volume penjualan kredit ditetapkan dalam jumlah
yang relatif besar maka besarnya piutang juga semakin besar.
4. Kebijakan dalam pengumpulan piutang
Perusahaan dapat menjalankan kebijakannya dalam pengumpulan piutang
dalam dua cara yaitu pasif dan aktif. Perusahaan yang menjalankan
kebijakannya secara aktif dalam pengumpulan piutang akan mempunyai
pengeluran uang yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan lain
yang menggunakan kebijakannya secara pasif.
5. Kebiasaan membayar dalam pelanggan
Semua piutang yang diperkirakan akan terealisasi menjadi kas dalam
setahun di neraca disajikan pada bagian aktiva lancar.
36
2.1.8 Pengumpulan piutang
Di dalam usaha pengumpulan piutang, perusahaan harus berhati-hati
agar tidak terlalu agresif dalam usaha-usahanya menagih piutang dari para
pelanggan. Apabila pelanggan tidak dapat membayar tepat pada waktunya
maka sebaiknya perusahaan menunggu terlebih dahulu sampai jangka waktu
tertentu yang dianggap wajar sebelum menerapkan prosedur-prosedur atau
kebijakan perusahaan dalam penagihan piutang yang telah ditetapkan.
Sejumlah tekhnik pengumpulan piutang yang biasanya dilakukan oleh
perusahaan apabila langganan atau pembeli belum membayar sampai dengan
waktu yang ditentukan adalah sebagai berikut (Utami, 2015) :
1. Melalui Surat
Apabila waktu pembayaran utang dari pelanggan sudah lewat beberapa
hari tetapi belum juga dilakukan pembayaran, maka perusahaan dapat
mengirimkan surat untuk mengingatkan pelanggan yang belum membayar
tersebut bahwa utangnya sudah jatuh tempo.
2. Melalui telepon
Apabila setelah dikirim surat teguran ternyata utang-utang pelanggan
belum juga terbayar, maka bagian kredit dapat menelpon pelanggan secara
pribadi untuk segera melakukan pembayaran. Misal pelanggan mempunyai
alasan yang tepat dan dapat diterima perusahaan, maka perusahaan dapat
memberikan perpanjangan sampai jangka waktu tertentu.
37
3. Kunjungan personal
Tekhnik pengumpulan piutang dengan jalan melakukan kunjungan secara
personal ke tempat pelanggan seringkali digunakan karena tekhnik ini
dirasa sangat efektif dalam usaha pengumpulan piutang.
4. Tindakan yuridis
Apabila semua teknik pengumpulan piutang diatas sudah dilakukan, tetapi
ternyata pelanggan masih tidak mau membayar utang-utangnya, maka
perusahaan dapat menggunakan tindakan-tindakan hukum dengan
mengajukan gugatan perdata melalui pengadilan.
2.1.9 Pengakuan dan Penilaian Piutang
Menurut (Warren, 2008), pengakuan piutang usaha berkaitan dengan
pengakuan pendapatan. Karena pendapatan pada umumnya dicatat ketika
proses menghasilkan telah direalisasi atau dapat direalisasi, maka piutang
yang berasal dari penjualan barang umumnya diakui pada waktu hak milik
atas barang beralih ke pembeli tergantung pada syarat atau perjanjian antara
pembeli dengan penjual sebelumnya. Adapun syarat perjanjian yang terjadi
antara pembeli dengan penjual yaitu :
1. FOB Shipping Point
Free On Board Shipping Point merupakan suatu penyerahan barang
dimana penjualan membebankan pembeli atas beban angkut pengiriman
barang hanya sampai di tempat pengiriman. Apabila barang yang dibeli
dengan syarat FOB Shipping Point, maka biaya angkut yang dibayar oleh
38
pembeli dari beban angkut pengiriman barang hanya sampai di tempat
pengiriman, dan beban dari tempat pengiriman ke tempat yang diinginkan
pembeli merupakan tanggungan pembeli
2. FOB Destination
Free On Board Destination merupakan syarat dimana pihak penjual
membebaskan pembeli dari keharusan membayar biaya angkut barang
yang telah dibeli. Maksudnya biaya pengangkutaan barang dari tempat
penjual ke gudang pembeli ditanggung oleh penjual.
Pengakuan untuk beban angkut barang yang dijual dapat diberlakukan
sebagai penjualan dan dapat pula diberlakukan sebagai pengurang terhadap
penjulan kotor, namun keduanya akan mengurangi pendapatan yang akan
dilaporkan pada periode terjadi penjualan, karena dalam menetapkan harga
penjualan, beban tersebut kadang-kadang sudah diperhitungkan terlebih
dahulu.
Menurut Weaygant Kimmel Kieso (2013 : 370), setelah piutang tercatat
dalam catatan akuntansi, selanjutnya adalah bagaimana piutang tersebut
dilaporkan dalam laporan keuangan. Piutang akan dilaporkan sebagai aset di
neraca. Akan tetapi dalam menentukan nilai yang akan dilaporkan seringkali
menyulitkan, hal ini disebabkan oleh sebagian dari piutang tersebut tidak dapat
ditagih.
Penilaian atas piutang dilakukan dalam beberapa syarat sebelum terjadi
penjualan kepada pelanggan untuk diberikan kredit. Walaupun demikian, tetap
saja ada sebagian piutang tidak dapat tertagih. Misalnya, ada seorang
39
pelanggan sebuah perusahaan yang mungkin tidak dapat membayar utang yang
telah jatuh tempo karena perusahaan tersebut dalam kebangkrutan atau
penurunan kondisi ekonomi atau bisa juga perusahaan tersebut terjadi
kebakaran. Kerugian pada kondisi seperti ini dicatat sebagai debit pada Beban
Piutang Sanksi (Beban Piutang Tak Tertagih). Namun, kerugian seperti ini
harus dianggap hal yang biasa atau normal terjadi dan bagian dari resiko bisnis
penjualan kredit.
Ada dua metode yang digunakan dalam akuntansi untuk piutang tak
tertagih yaitu :
1. Metode penghapusan langsung
Metode penghapusan piutang langsung (direct writepoff), yaitu metode
yang mencatat piutang ragu-ragu ketika debitur sudah tidak mungkin lagi
membayar utangnya. Jurnal yang disajikan :
Beban Piutang Tak Tertagih xxx
Piutang usaha PT “X” xxx
2. Metode Penyisihan
Metode penyisihan (allowance method) untuk piutang tak tertagih
dilakukan dengan cara mengestimasi jumlah piutang yang tidak tertagih
dari semua penjualan kredit atau dari total piutang yang beredar pada setiap
akhir periode. Metode penyisihan lebih sesuai dengan tujuan pelaporan
keuangan jika nilai piutang tak tertagih cukup besar.
40
2.1.10 Perputaran Piutang
Kelancaran dalam menerima piutang dan pengukuran baik tidaknya
piutang dapat diketahui dengan tingkat perputarannya. Perputaran piutang
adalah masa-masa penerimaan piutang dari satu periode tertentu (Utami, 2015).
Perputaran piutang akan menunjukkan berapa kali piutang tersebut timbul
sampai piutang tersebut dapat tetagih kembali oleh perusahaan dalam bentuk
kas. Perusahaan yang baik yaitu perusahaan yang piutangnya selalu dalam
keadaan berputar.
Menurut Bramasto (2008), menyatakan bahwa perputaran piutang berasal
dari lamanya piutang diubah menjadi kas, piutang timbul karena adanya
transaksi penjualan barang atau jasa secara kredit.
Menurut Sartono (2010), meyatakan bahwa semakin cepat periode
berputarnya piutang menunjukkan semakin cepat penjualan kredit dapat
kembali menjadi kas.
Sedangkan menurut Syamsuddin (2011), semakin tinggi account
receivable turnover suatu perusahaan semakin baik pengelolaan piutangnya.
Account receivable turnover dapat ditingkatkan dengan cara memperketat
kebijaksanaan penjualan kredit, misalnya dengan memendekkan waktu
pembayaran. Akan tetapi hal tersebut juga dapat mempengaruhi volume
penjualan yang akan menurun karena kebijakan tersebut.
Perhitungan tingkat perputaran piutang menurut Syamsuddin (2011),
dapat dihitung sebagai berikut :
Perputaran piutang =
41
2.1.11 Pengertian dan Konsep Modal Kerja
Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membiayai
kegiatan operasionalnya baik dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang
industri maupun jasa (Elfianto, 2011). Sejumlah dana yang telah dikeluarkan
untuk membelanjai operasi perusahaan tersebut diharapkan akan dapat kembali
lagi masuk dalam perusahaan dalam jangka waktu pendek melalui hasil
penjualan barang dagangan atau hasil produksinya. Working capital atau modal
kerja merupakan aktiva-aktiva jangka pendek yang digunakan untuk
membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari.
Menurut Sutrisno (2009) menyatakan bahwa modal kerja adalah salah
satu unsur aktiva yang sangat penting dalam perusahaan karena tanpa modal
kerja perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk menjalankan
aktivitasnya.
Menurut Jumingan (2011 : 66) modal kerja yaitu jumlah dari aktiva
lancar. Jumlah ini merupakan modal kerja bruto (gross working capital).
Definisi ini bersifat kuantitatif karena menunjukkan jumlah dana yang
digunakan untuk maksud-maksud operasi jangka pendek. Waktu tersedianya
modal kerja akan tergantung pada macam dan tingkat likuiditas dari unsur-
unsur aktiva lancar misalnya kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan.
Menurut Kasmir (2012 : 250) modal kerja merupakan modal yang
digunakan untuk melakukan kegiatan operasi perusahaan. Modal kerja
diartikan sebagai investasi yang ditanamkan dalam aktiva jangka pendek,
seperti kas, bank, surat-surat berharga, piutang, persediaan, dan aktiva lancar.
42
Jadi, yang dimaksud dengan modal kerja yaitu sejumlah dana yang
digunakan selama periode tertentu untuk menghasilkan pendapatan jangka
pendek saja berupa aktiva lancar.
Sedangkan konsep modal kerja menurut Munawir (2007 : 114) terdapat
tiga konsep model kerja yang digunakan yaitu :
1. Konsep Kuantitatif
Pada konsep ini menitikberatkan kepada kwantum yang diperlukan untuk
mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai operasinya yang
bersifat rutin, atau menunjukkan jumlah dana (fund) yang tersedia untuk
tujuan operasi jangka pendek. Dalam konsep ini menganggap bahwa modal
kerja adalah jumlah aktiva lancar.
2. Konsep Kualitatif
Pada konsep ini menitikberatkan pada kualitas modal kerja, dalam konsep
ini pengertian modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap utang
jangka pendek, yaitu jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman
jangka panjang dari para pemilik perusahaan.
3. Konsep Fungsional
Pada konsep ini menitikberatkan fungsi dari dana yang dimiliki dalam
rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan.
Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki oleh suatu perusahaan seluruhnya
akan digunakan untuk menghasilkan laba sesuai dengan usaha pokok
perusahaan, tetapi tidak semua dana digunakan untuk menghasilkan laba
periode ini, ada sebagian besar dana yang akan digunakan untuk
43
memperoleh laba di masa mendatang, misalnya bangunan, mesin, alat-alat
kantor, dan aktiva tetap lainnya.
2.1.12 Jenis – Jenis Modal Kerja
Menurut Jumingan (2006 : 71), modal kerja berdasarkan jenisnya
dibedakan menjadi dua golongan yaitu :
1. Bagian modal kerja yang relatif permanen, yaitu jumlah modal kerja
minimal yang harus tetap ada dalam perusahaan untuk dapat melaksanakan
operasinya atau sejumlah modal kerja yang secara terus-menerus
diperlukan untuk kelancaran usaha.
Modal kerja permanen ini dapat dibedakan dalam :
a. Modal kerja primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada
pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya
b. Modal kerja normal, yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk
menyelenggarakan luas produksi yang normal.
2. Bagian modal kerja yang bersifat variabel, yaitu modal kerja yang
jumlahnya berubah tergantung pada perubahan keadaan.
Modal kerja variabel ini dapat dibedakan dalam :
a. Modal kerja musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
disebabkan oleh fluktuasi musim
b. Modal kerja siklis, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
disebabkan oleh fluktuasi konjungtur.
44
c. Modal kerja darurat, yaitu moal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
karena adanya keadaan darurat atau mendadak yang tidak dapat
diketahui atau diramalkan terlebih dahulu.
2.1.13 Sumber Modal Kerja
Modal kerja dapat berasal dari berbagai sumber, yakni (Jumingan, 2006) :
1. Pendapatan bersih
Modal kerja diperoleh dari hasil penjualan barang dan hasil-hasil lainnya
yang meningkatkan uang kas dan piutang. Sumber modal kerja disini
adalah pendapatan bersih dan jumlah modal kerja yang diperoleh dari
operasi jangka pendek, dan ini bisa ditentukan dengan cara menganalisis
laporan perhitungan laba-rugi perusahaan.
2. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga
Surat-surat berharga sebagai salah satu pos aktiva lancar dapat dijual dan
dari penjualan ini akan timbul keuntungan. Keuntungan yang diperoleh
merupakan sumber penambahan modal. Sebaliknya, jika terjadi kerugian
maka modal kerja akan berkurang.
3. Penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar
lainnya
Sumber lain untuk menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva
tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak
diperlukan lagi oleh perusahaan.
4. Penjualan obligasi dan saham serta kontribusi dana dari pemilik
45
Utang hipotik, obligasi, dan saham dapat dikeluarkan oleh perusahaan
apabila diperlukan sejumlah modal kerja, misalnya untuk ekspansi
perusahaan.
5. Dana pinjaman dari bank dan pinjaman jangka pendek lainnya
Pinjaman jangka pendek (seperti kredit bank) bagi beberapa perusahaan
merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama tambahan
modal kerja yang diperlukan.
6. Kredit dari supplier atau trade creditor
Salah satu sumber modal kerja yang penting adalah kredit yang diberikan
oleh supplier.
2.1.14 Manajemen Modal Kerja
Menurut Sawir (2005 : 133) manajemen modal kerja adalah kegiatan yang
mencangkup semua fungsi manajemen atas aktiva lancar dan kewajiban jangka
pendek perusahaan. Tujuan dari manajemen ini yaitu mengelola aktiva lancar
dan utang lancar sehingga mendapatkan modal kerja netto yang bisa menjamin
tingkat profitabilitas perusahaan. Tersedianya modal yang cukup akan
menguntungkan bagi perusahaan sehingga perusahaan dapat beroperasi secara
efektif dan efisien.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari manajemen modal kerja adalah
(Sawir, 2005) :
46
1. Memaksimalkan nilai perusahaan dengan mengelola aktiva lancar sehingga
tingkat pengembalian investasi marginal adalah sama atau lebih besar dari
biaya modal yang digunakan untuk membiayai aktiva-aktiva lancar tersebut
2. Meminimalkan dalam jangka panjang biaya modal yang digunakan untuk
membiayai aktiva lancar
3. Pengawasan terhadap arus dana dalam aktiva lancar dan ketersediaan dana
dari sumber utang sehingga perusahaan selalu dapat memenuhi kewajiban
keuangannya ketika jatuh tempo.
2.1.15 Perputaran Modal Kerja
Antara penjualan dan modal kerja terdapat hubungan yang erat. Apabila
volume penjualan naik, investasi dalam persediaan dan piutang juga
meningkat, hal ini berarti juga meningkatkan modal keja. Perputaran modal
kerja yakni rasio antara penjualan netto yang diperoleh bagi setiap rupiah
modal kerja, working capital turnover (perputaran modal kerja) digunakan
untuk menguji efisiensi penggunaan modal kerja (Jumingan, 2006). Lama atau
cepatnya modal kerja yang berputar pada suatu perusahaan, dipengaruhi oleh
sifat atau kegiatan operasi perusahaan itu sendiri dan akan menentukan besar
kecilnya kebutuhan modal kerja.
Perputaran modal kerja yang tinggi diakibatkan rendahnya modal kerja
yang ditanam dalam persediaan dan piutang. Atau dapat juga menggambarkan
tidak tersedianya modal kerja yang cukup dan adanya perputaran piutang yang
tinggi. Perputaran modal kerja yang rendah dapat disebabkan karena besarnya
47
modal kerja netto, rendahnya tingkat perputaran piutang atau tingginya saldo
kas dan investasi modal kerja dalam bentuk surat-surat berharga.
Menurut Kasmir (2012 : 182), rumus untuk menentukan perputaran
modal kerja adalah sebagai berikut :
Perputaran modal kerja =
2.1.16 Profitabilitas
Memperoleh laba atau profitabilitas merupakan tujuan utama yang
diharapkan dari suatu perusahaan. Profitabilitas yang tinggi dan maksimal
dianggap atau dinilai sebagai suatu keberhasilan perusahaan dalam menerapkan
kebijakan-kebijakan yang dilakukan selama ini. Untuk mengukur tingkat
keuntungan suatu perusahaan, digunakan bebagai rasio keuntungan atau rasio
profitabilitas misalnya Gross Profit Margin (GPM), Net Profit Margin (NPM),
Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Return On Investment
(ROI).
Menurut Munawir (2004 : 33) menyatakan bahwa profitabiltas yaitu
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dalam periode waktu
tertentu.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008 : 219), mendefinisikan profitabiltas
adalah penggambaran kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui
semua kemampuan sumber daya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas,
modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2006 :107), mendefinisikan
profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan.
48
Profitabilitas dapat ditetapkan dengan menghitung berbagai tolak ukur yang
relevan. Salah satu tolak ukur tersebut adalah dengan rasio keuangan sebagai
salah satu analisa dalam menganalisa kondisi keuangan, hasil operasi dan
tingkat profitabilitas suatu perusahaan.
Dari berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sumber
daya yang ada untuk memperoleh laba dalam suatu periode tertentu.
2.1.17 Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan
yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam
hubungannya dengan penjualan investasi (Irham, 2013). Secara umum, rasio
profitabilitas ada 5 (lima) yaitu :
1. Gross Profit Margin (GPM)
Rasio gross profit margin merupakan margin laba kotor. Rasio ini
mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksi, serta
rasio ini dapat mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi
secara efisien. Menurut Munawir (2010 : 99), Gross Profit Margin adalah
sebuah rasio atau perimbangan antara gross profit (laba kotor) yang
diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode
yang sama. Margin laba kotor digunakan untuk mengetahui keuntungan
kotor perusahaan yang berasal dari penjualan setiap produknya. Harga
49
pokok sangat mempengaruhi rasio ini, apabila harga pokok penjualan
meningkat maka gross profit margin akan menurun dan apabila harga
pokok menurun maka gross profit margin akan meningkat.
Adapun rumus untuk menghitung rasio gross profit margin adalah
(Irham, 2013) :
Gross Profit Margin (GPM) :
2. Net Profit Margin (NPM)
Rasio net profit margin disebut juga dengan rasio pendapatan
terhadap penjualan. Menurut Bastian dan Suhardjono (2006), nett profit
margin adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini
sangat penting bagi manager operasi karena mencerminkan strategi
penetapan harga penjualan yang diterapkan perusahaan dan kemampuannya
dalam mengendalikan beban usaha.
Semakin besar net profit margin, maka kinerja perusahaan akan
semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan para investor
untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
Rumus nett profit margin adalah sebagai berikut (Kasmir, 2008 : 200) :
Net Profit Margin (NPM) :
x 100%
50
3. Return On Asset (ROA)
Return On Asset merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return)
atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Return On Asset
(ROA) adalah suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam
mengelola investasinya. Rasio ini sering dipakai manajemen perusahaan
untuk mengukur kinerja keuangan dan menilai kinerja operasional dalam
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu
mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut.
Menurut Harahap (2010 : 305), Return On Asset menggambarkan
perputaran aktiva diukur dari penjualan. Semakin besar rasio ini maka
semakin baik dan hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar
dan meraih laba.
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan
kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang
dimiliki untuk menghasilkan laba. Dalam perhitungannya, ROA hanya
menggunakan laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aktiva
perusahaan. Adapun rumus untuk menentukan Return On Asset menurut
Toto Prihardi (2008 : 68) yaitu :
Return On Asset (ROA) =
x 100%
4. Return On Equity (ROE)
Rasio Return On Equity (ROE) disebut juga dengan laba atas equity.
Rasio ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber
51
daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas. ROE
merupakan pengukuran penting bagi calon investor karena dapat
mengetahui seberapa efisien sebuah perusahaan akan menggunakan uang
yang mereka investasikan tersebut untuk menghasilkan laba bersih. ROE
juga dapat dijadikan sebagai indikator untuk menilai efektifitas manajemen
dalam menggunakan pembiayaan ekuitas untuk mendanai operasi dan
menumbuhkan perusahaannya.
Menurut Kasmir (2013 : 204) Return On Equity merupakan rasio
untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini
menunjukkan efisensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini,
berarti semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat,
demikian pula sebaliknya. Adapun rumus untuk menghitung ROE menurut
Irham (2013 : 137) adalah :
Return On Equity (ROE) =
5. Return On Investment (ROI)
Rasio Return On Investment (ROI) atau pengembalian investasi
melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan
pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan. Rasio ini
menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang dikendalikan dengan
mengabaikan sumber pendanaan dan biasanya rasio ini diukur dengan
presentasi (Kasmir, 2010 : 139). Dengan demikian, rasio ini
menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan (net
52
operating income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan
untuk menghasilkan keuntungan dari operasi tersebut (net operating
assets).
Besarnya ROI dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yaitu :
1. Tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk operasi
2. Profit margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan
dalam prosentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin ini
mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang
dihubungkan dengan penjualannya.
Rumus yang digunakan untuk mencari ROI menurut Kasmir (2010 :139)
adalah :
Return On Investment (ROI) =
x 100%
2.2 Tinjauan Pustaka
Penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan antara lain:
1. Tri Handayani, dkk (2016) dengan judul penelitian “Pengaruh Perputaran
Modal Kerja, Perputaran Piutang dan Perputaran Kas terhadap
Profitabilitas Perusahaan (Survei pada Perusahaan Property dan Real
Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014)”
berdasarkan hasil penelitiannya menunjukkan hasil perputaran modal kerja
dan perputaran kas bernilai negatif dan tidak signifikan berpengaruh
53
terhadap profitabilitas, sedangkan perputaran piutang bernilai positif dan
signifikan berpengaruh terhadap profitabilitas.
2. Lisnawati Dewi dan Yuliastuti Rahayu (2016) dengan judul penelitian
“Pengaruh Perputaran Modal Kerja terhadap Profitabilitas Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia” berdasarkan hasil penelitiannya
menunjukkan hasil modal kerja yang terdiri dari perputaran kas dan
perputaran persediaan tidak berpengaruh terhadap profitabilitas,
sedanagkan perputaran piutang berpengaruh terhadap profitabilitas.
3. Nina Sufiana dan Ni Ketut Purnawati (2013) dengan judul penelitian
“Pengaruh Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran
Persediaan terhadap Profitabilitas (Perusahaan Food dan Beverage yang
Terdaftar di BEI 2008-2010)” berdasarkan hasil penelitiaannya pada uji T
dan uji F menunjukkan hasil perputaran kas, perputaran piutang,
perputaran persediaan berpengaruh secara simultan terhadap profitabilitas.
Sedangkan analisis secara parsial menunjukkan hanya perputaran piutang
dan perputaran persediaan yang berpengaruh terhadap profitabilitas.
4. Yoesthia Ajeng (2014) dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh
Perputaran Piutang, Perputaran Persediaan, dan Tingkat Likuiditas
terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) TAHUN 2011-2012” berdasarkan hasil
penelitiannya menunjukkan pada uji Tdiperoleh bahwa perputaran piutang
tidak berpengaruh terhadap profitabilitas, perputaran persediaan tidak
berpengaruh terhadap profitabilitas, dan likuiditas berpengaruh terhadap
54
profitabilitas. Dan pada uji F diperoleh secara bersama-sama perputaran
piutang, perputaran persediaan, dan likuidasi memiliki pengaruh terhadap
profitabilitas.
5. Putri Ayu Diana dan Bambang Hadi Santoso (2016) dengan judul
penelitian “Pengaruh Perputaran Kas, Piutang, dan Persediaan terhadap
Profitabilitas pada Perusahaan Semen di BEI” berdasarkan hasil
penelitiannya menunjukkan analisis of variance di dapat nilai f sebesar
4,733 dengan tingkat signifikan 0,021, dengan demikian model yang
dihasilkan baik dan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Hasil uji t
secara parsial menunjukkan tingkat signifikansi yang diperoleh dari
variabel bebas yaitu untuk perputaran kas sebesar 0,004, perputaran
piutang sebesar 0,096, dan perputaran persediaan sebesar 0,870. Hal ini
menunjukkan perputaran kas berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas, sedangkan perputaran piutang dan perputaran persediaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
2.3 Pengembangan Hipotesis
2.3.1 Hubungan Perputaran Kas dengan Profitabilitas
Perputaran kas merupakan ukuran efisiensi penggunaan kas yang
dilakukan oleh perusahaan. Tingkat perputaran kas ini menggambarkan
kecepatan arus kas kembalinya kas yang telah ditanamkan di dalam
modal kerja. Apabila jumlah kas relatif kecil berarti perputaran kas
tinggi sehingga perusahaan akan atau dapat berada dalam keadaan
55
bangkrut (Tri Handayani dkk, 2016). Jadi, semakin tinggi perputaran
kas maka semakin baik tingkat profitabilitasnya.
Putri Ayu Diana dan Bambang Hadi Santoso (2016) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa perputaran kas berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas, sedangkan perputaran piutang dan perputaran
persediaan tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
Penelitian tersebut telah memberikan bukti bahwa perputaran kas
mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas. Berdasarkan penjelasan
diatas, hipotesis yang dapat dibuat yaitu :
X1 : Adanya pengaruh antara perputaran kas terhadap
profitabilitas.
2.3.2 Hubungan Perputaran Piutang dengan Profitabilitas
Perputaran piutang adalah masa-masa penerimaan piutang dari
satu periode tertentu. Perputaran piutang akan menunjukkan berapa
kali piutang tersebut timbul sampai piutang tersebut dapat tertagih
kembali oleh perusahaan dalam bentuk kas. Perusahaan yang baik
tentunya memiliki piutang yang selalu berputar.
Nia Sufiana dan Ni Ketut Purnawati (2013) yang menunjukkan
hasil bahwa perputaran piutang berpengaruh terhadap profitabilitas.
Sehingga, piutang merupakan suatu bentuk investasi yang cukup besar
bagi perusahaan dan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan,
56
maka diperlukan adanya manajemen piutang yang lebih baik sehingga
keuntungan – keuntungan yang didapatkan lebih meningkat.
Penelitian tersebut telah memberikan bukti bahwa perputaran
piutang mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas. Berdasarkan
penjelasan diatas, hipotesis yang dapat dibuat yaitu :
X2 : Adanya pengaruh antara perputaran piutang terhadap
profitabilitas.
2.3.3 Hubungan Perputaran Modal Kerja dengan Profitabilitas
Perputaran modal kerja adalah rasio antara penjualan netto yang
diperoleh bagi setiap rupiah modal kerja. Modal kerja dalam suatu
perusahaan selalu dalam keadaan operasi atau berputar, oleh sebab itu
perlu dilakukan pengelolaan yang baik terhadap modal kerja. Pada
dasarnya, perputaran modal kerja berhubungan erat dengan
profitabilitas.
Elfianto Nugroho (2011) dari hasil penelitiannya menyatakan
variabel perputaran modal kerja berpengaruh positif signifikan
terhadap profitabilitas. Manajemen modal kerja yang baik akan
berdampak pada perusahaan yaitu kemampuan untuk melunasi
kewajiban hutang yang harus dibayar sehingga dapat menghasilkan
keuntungan yang sesuai dengan harapan perusahaan. Semakin tinggi
57
perputaran modal kerja maka profitabilitas yang diperoleh perusahaan
juga semakin meningkat.
Penelitian tersebut telah memberikan bukti bahwa perputaran
piutang mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas. Berdasarkan
penjelasan diatas, hipotesis yang dapat dibuat yaitu :
X3 : Adanya pengaruh antara perputaran modal kerja terhadap
profitabilitas.
2.4 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konsepual
Perputaran Kas
(X1)
Perputaran Piutang
(X2)
Perputaran Modal Kerja
(X3)
Profitabilitas
(Y)