127
FESES (dr. Banundari Rachmawati, (SpPK) PENDAHULUAN Feses berasal dari intake air, makanan (peroral), saliva, cairan lambng, cairan yang berasal dari pancreas dan cairan empedu yang semuanya berperan pada proses pencernaan maanan. Orang dewasa mengeluarkan feses antara 100 – 300 gram / hari dan 70 % di antarnya adalah air. Feses terdiri dari : - Sisa makanan yang tidak dapat dicerna - Pigmen dan garam empedu - Sekresi intestinal termasuk mucus - Leukosit yang bermigrasi dari aliran darah - Epitel - Bakteri - Material inorganic terutama kalsium dan fosfat - Makanan yang tercerna (dalam jumlah yang sangat sedikit) - Gas Bentuk dan komposisi feses tergantung pada proses absorbs, sekresi dan fermentasi. Feses normal akan berwarna kuning (berasal dari degradasi pigmen empedu olleh bakteri), tidak lembek dan tidak keras, berbau khas (berasal dari Indol, skatol dan asam butirat). Protein yang tidak tercerna dengan baik akan menyebabkan bay uang kuat. Cara pengumpulan sampel : Sampel feses dapat berupa : - Feses sewaktu - Feses 24 jam Cara memperoleh dapat dilakukan dengan :

42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

FESES (dr. Banundari Rachmawati, (SpPK)

PENDAHULUAN

Feses berasal dari intake air, makanan (peroral), saliva, cairan lambng, cairan yang berasal dari pancreas dan cairan

empedu yang semuanya berperan pada proses pencernaan maanan. Orang dewasa mengeluarkan feses antara 100

– 300 gram / hari dan 70 % di antarnya adalah air.

Feses terdiri dari :

- Sisa makanan yang tidak dapat dicerna

- Pigmen dan garam empedu

- Sekresi intestinal termasuk mucus

- Leukosit yang bermigrasi dari aliran darah

- Epitel

- Bakteri

- Material inorganic terutama kalsium dan fosfat

- Makanan yang tercerna (dalam jumlah yang sangat sedikit)

- Gas

Bentuk dan komposisi feses tergantung pada proses absorbs, sekresi dan fermentasi. Feses normal akan berwarna

kuning (berasal dari degradasi pigmen empedu olleh bakteri), tidak lembek dan tidak keras, berbau khas (berasal

dari Indol, skatol dan asam butirat). Protein yang tidak tercerna dengan baik akan menyebabkan bay uang kuat.

Cara pengumpulan sampel :

Sampel feses dapat berupa :

- Feses sewaktu

- Feses 24 jam

Cara memperoleh dapat dilakukan dengan :

- Spontan (dapat menggunakan pencahar)

- Rectal toucher

- Rectal swab dengan cotton wool (terutama pada bayi)

PERSIAPAN PENDERITA :

- Terangkan cara penampungan apa yang akan diperiksa

- Penderita diminta untuk defekasi pada penampung feses bermulut lebar

- Jangan kencing ditempat penampungan

- Jangan meletakkan kertas toilet pada penampung karena akan berpengaruh terhadap hasil

Syarat pengambilan :

Untuk mendapatkan sampel yang emenuhi syarat maka perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini :

Page 2: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Feses harus dikumpu.kan pada tempat yang kering, bersih, bebas urin, kemudian dipindahkan ke

penampung dengan menggunakan, tunge spatel. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik maka harus

segera dikirim ke laboratorium pemeriksa.

o Feses yang masih hangat sangat baik untuk pemeriksaan telur dan parasit. Untuk keperluan ini

feses tidak boleh dimasukkan atau di simpan dalam lemari es.

o Feses yang disimpan dalam almari es tidak boleh langsung diperiksa tetapi sebaiknya dibiarkan

dulu pada temperature ruang.

o Tidak boleh di simpan dalam incubator.

- Sampel terbaik adalah yang fresh (baru)

- Pengumpulan sampel harus dilakukan sebelum terapi antibiotika dan diambil seawall mungkin pada saat

sakit

- Jumlah sampel yang dibutuhkan hanya sedikit, kira-kira sebesar ibu jari kaki bayi. Bila dijumpai mucus atau

darah maka sampel diambil dari tempat tersebut karena parasit biasanya terdapat disitu.

- Tidak boleh menggunakan feses yang ditampung di kloset atau terkontaminasi dengan barium atau produk

X ray.

- Beri label yang berisi identitas seperti nama, tanggal, alamat, pemeriksaan apa yang diminta.

Bila dilakukan penundaan pemeriksaan dapat dilakukan :

- Feses dimasukkan almari es

- Diberi formalin

- Diberi nitrogen

Indikasi pemeriksaan

Indikasi pemeriksaan feses secara umum adalah gangguan traktus gastro intestinalis seperti :

- Sembelit

- Berak darah lender

- Problem makanan

- Diare

Gangguan gastrointestinal dapat disebabkan karena :

- Kuman : salmonella, shigella dan sebagainya

- Bukan kuman : ulcus pepticum, carcinoma, invasi parasit, steatorrhoe (tinja dengan komposisi lemak yang

tinggi) dan lain-lain.

Frekuensi defekasi

Normal :

Frekuensi defekasi adalah 1-2 kali/hari

Abnormal terdapat pada :

- Surgical resection

- Fistel / shunt pada usus

Page 3: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Diare : frekuensi defekasi > 4x/hari dan sifatnya cair

Diare

Diare ada bermacam-macam :

a. Cair

- Diare sekretorik disebabkan oleh beberapa sebab :

o Infeksi : staphylococcus, shigella, salmonella, protozoa, E.coli, Clostridium, kolera

o Pada mucosa luka

o Vagotomi

o hipertiroid

- Diare osmotic

Operasi tractus gastrointestinal, parasit, obat, defek pada mukosa, defisiensi immunoglobulin dan

sebagainya.

- Hipermotilitas

o Post vagotomi

o Kelainan fungsi gastrointestinal

o Hipokalemi

o Hipertiroid dan sebagainya

b. Steatorrhoe

- Maldigesti insufisiensi pancreas

- Mal absorbs tropical sprue

c. Diare sedikit-sedikit

Disebabkan rectum dan kolon yang bersifat iritabel

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium feses ada bermacam-macam yaitu :

1. Makroskopis

2. Mikroskopis

3. Kimia

4. Bakteriologis

Makroskopis

Pemeriksaan makroskopis meliputi :

- Warna

- Darah

- Lender

- Konsistensi

- Bau

Page 4: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- pH

- sisa makanan

Warna :

Ealam keadaan normal feses berwarna kuning muda, warna feses yang berbeda dapat disebabkan oleh karena

keadaan yang patologis, gangguan fungsi organ, perdarahan, diet an obat. Contoh :

Keadaan yang patologis :

- feses berwarna kuning hijau pada diare berat

- hitam, pada perdarahan TGI (tracktus gastrointestinalis) atas

- dempul, karena penurunan pigmen empedu yang masuk ke usus dank arena obstruksi saluran empedu.

- Merah karena perdarahan TGI bagian bawah

Faktor interfering :

- Kuning sampai kuning hijau pada bayi yang minum susu tetapi mengalami gangguan flora usus atau minum

antibiotika

- Hijau karena makan sayur

- Hitam atau coklat tua karena makan tablet Fe, Bismuth, atau makan cherry atau daging yang berlebihan.

- Pucat bila makanan sedikit daging atau mengkonsumsi susu

- Tanah liat, pada penderita dengan intake lemak berlebihan atau menggunakan barium X ray

- Merah karena obat bromsulthalein, salisilat, pyridium pamoate atau tetracycln syrup dll.

Darah

Darah yang keluar sejumlah 2,8 ml/hari pada TGI (tractus gastro intestinalis) suah memberikan tanda pada feses.

Darah pada feses biasanya disebabkan karena hemorrhoid atau karena fissure pada anus. Dapat dibedakan menjadi

darah segar dan tidak segar.

Darah segar :

Darah bersifatsegarn bila kelainan berada di sebelah distal lambung. Dijumpai pada :

- Hermorroid

Darah biasanya menetes, terdapat di permukaan dan diserai dengan rasa tidak enak pada anus.

- Ca calon

Bila lokasi di proksimal maka darah akan bercampur feses tetapi bila di distal maka darah tidak tercampur

feses.

- Disentri amoeba

Feses volume sedikit, frekuensi defekasi sering, disertai darah dan lender, dan rasa mules yang hebat.

Darah tidak segar :

Darah tidak segar bila kelainan ada di sebelah proksimal lambung. Dijumpai pada :

- Varices oeseopaghus

- Ulcus pepticum

- Carcinoma TGI

Page 5: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Radang

Lendir

Lender pada feses dikeluarkan oleh kolon karena rangsangan saraf parasimpatis, jadi dijumpainya lender pada

fesees menggambarkan rangsangan pada saraf parasimpatis.

- Lender kental pada permukaan feses. Dijumpai pada keadaan :

o Konstipasi sspastik

o Colitis

o emosi

- Lender dan darah pada permukaan feses. Dijumpai pada keadaan :

o Neoplasma

o Iritasi pada rektum

- Lender disertai dengan nanah dan darah. Dijumpai pada keadaan :

o Colitis ulseratif

o Disentri basiler

o Ca kolon dengan ulserasi

o Diverticulitis akut

o TBC usus (dua keadaan yang terakhir sangat jarang.

Konsistensi

Pada keadaan normal ukuran feses dan konsistensi menggambarkan keadaan lumen dan mortalitas kolon. Pada

masing-masing orang keadaan ini berbeda, dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang.

Keadaan yang menyebabkan perubahan konsistensi

- Diare dengan lender dan darah : amoebiasis, typhoid, thypus abdominalis, cholera

- Seperti adonan tepung. Disebabkan karena lemak yang berlebihan.

- Keras disebabkan karena absorbs cairan yang meningkat, intake cairan yang tidak adekuat atau karena

defekasi ditahan.

Bau dan pH

Bau khas pada feses sangat dipengaruhi pH feses, pada keadaan normal pH feses adalah netral sampai sedikit

basa, sedangkan pH sangat dipengaruhi oleh fermentasi usus dan proses pembusukan, di mana akan dihasilkan

indol, skatol yang akan menyebabkan bau pada feses.

Makanan yang mengandung karbohidrat akan mengubah pH menjadi asam, sehingga feses akan berbau asam,

protein akan mengubah pH menjadi basa dan akan menyebabkan bau yang lebih tajam, sedangkan lemak akan

menyebabkan bau tengik.

Sisa makanan

Secara makroskopis, sisa makanan dapat dilihat brupa serat atau sayur yang tidak tercerna.

Page 6: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

MIKROSKOPIS

Pemeriksaan feses terutama ditujukan untuk mencari protozoa dan telur cacing. Untuk mencari protozoa digunakan

larutan eosin 1-2 % atau lugol 1-2 %

Epitel :

Epitel berasal dari dinding usus sebelah distal dapat ditemukan dalam keadaan normal. Sel tersebut akan bertambah

banyak kalau ada perangsangan dan peradangan dinding usus.

Leukosit : normal akan ditemukan beberapa sel leukosit

Jumlah leukosit sangat meningkat pada :

- Colitis ulseratif kronik

- Disentri basiler kronik

- Abses yang terlokalisir

- Fistula pada sigmoid, rectum dan anus

Jumlah leukosit meningkat dan berbentuk polinuklear

- Shigellosis

- Salmonellosis

- Diare oleh karena E.Coli infasif

- Kolitis ulseratif

Jumlah leukosit meningkat dan berbentuk mononuclear

- Thypoid

Diare tanpa kenaikan leukosit :

- Cholera

- Non spesifik

- Virus

- E.coli yang tidak invasive, parasit : giardia lamlia, toksigenik : clostridium, staphylococcus

Eritrosit : normal tidak akan dijumpai eritrosit dalam feses dan akan dijumpai bila ada lesi pada kolon, rectum, atau

anus.

Makrofag : normal tidak akan dijumpai adanya makrofag. Cirri-cirinya : sel besar, dalam sitoplasmanya sering

dijumpai sel lain seperti leukosit.

Kristal : Kristal tidak mempunyai arti penting, kecuali Charcot leyden dan hematoidin. (Tripel fosfat, kalsium oksalat,

asam lemak), hematoidin terdapat pada perdarahan, charcot leyden terdapat pada penderita Eosinofilia.

Sel ragi

Sisa makanan : hamper selalu ditemukan, berasal dari makanan yang berasal dari daun (sayur) dan dari hewan

seperti serat otot. Sisa makanan dapat diperiksa juga dengan cara preparat langsung memakai larutan tertentu.

Page 7: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Karbohidrat : menggunakan lugol, akan tampak butiran biru.

Lemak : menggunakan lar Sudan III, akan tampak butiran jingga

Protein menggunakan reagen asam asetat 30 % akan tampak butiran kuning muda.

Telur dan jenti cacing (bagian parasitologi)

KIMIA

Darah samar

Cara pemeriksaan darah ada beberapa macam yaitu :

- Hematest, occult test (orthotoluidine) sensifitasnya 1-10 kali lebih baik dibandingkan cara benzidine

- Benzidine test Sensifitasnya 10 – 1000 kali lebih baik dibandingkan dengan menggunakan Guaiac test.

Pemeriksaan menggunakan benzidine basa, dinilai bila terjadi perubahan warna menjadi hijau sampai biru.

Hasil positif palsu dapat disebabkan karena :

- = makanan : daging dalam jumlah banyak

- Terapi besi

- Iodium

- Oksidator

- Asam borat

- Bromide

- Colchinin

- Obat yang bersifat oksidator

Hasil negative palsu : Vit. C > 500 mg / hari

Guaiac test

Paling tidak sensitive dibandingkan cara yang lain. Untuk memperoleh hasil yang dapat dipercaya maka

pemeriksaan harus diulang paling tidak 3 kali dengan sampel yang berbeda.

Urobilinogen

Untuk melihat peningkatan bilirubin pada penderita anemia hemolitik. Sedangkan pada kelainan hepar akan

menyebabkan turunnya bilirubin pada usus dan akan berakibat turunnya urobilinogen di feses, bahkan bila terjadi

obstruksi, kadar urubilinogen akan sangat rendah. Terapi antibiotika peroral juga dapat mematikan flora usus dan

akibatnya juga akan menganggu metabolism bilirubin.

Bakteriologi (akan dibahas pada kuliah mikrobiologi)

Page 8: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

GOLONGAN DARAH (dr. Lisyani B. Suromo, SpPK (K)

Pendahuluan

Seorang ilmuwan Jerman, Karl Landsteiner pada tahun 1900 telah melakukan suatu serial pemeriksaan terhadap

sampel darah dari 6 orang kawannya. Dilakukan pemisahan serum dan dibuat suspense eritrosit dalam salin.

Dijumpai adanya aglutinasi pada beberapa campuran serum dengan suspense eritrosit. Hal ini disebabkan karena

eritrosit memiliki antigen yang bereaksi dengan antibody (dalam serum) yang sesuai. Atas dasar ada tidakya

aglutinasi tersebut. Maka ditetapkan 3 macam golongan darah yaitu A, B, O. kemudian Decastello dan Sturli (1902)

menemukan golongan darah AB, semuanya termasuk dalam system ABO.

Pada penelitian selanjutnya ternyata golongan darah A dapat dibedakan dalam subgroup A1, A2 dan kemudian

dijumpai lagi A3, A4, A5, Ao, Ax, Az, dan lain-lain, bahkan kini dikenal juga subgroup golongan B. penelitian demi

penelitian terus berkembang, sejauh ini telah dikenal pula system golongan darah lain dari ABO yaitu system

Rhesus, Lewis, Kell, KIDD, Lutheran, P, Ii, MN, Duffy, Diego dan lain-lain namun yang penting adalah system ABO

dan Rhesus karena memiliki sifat antigenic yang kuat.

Sistem ABO

Gen pada system ABO

Lokus gen yang mengatur system ABO terletak pada lengan panjang kromosom 9. Teori Thompson dan kawan-

kawan (1930) menyatakan bahwa pada system golongan darah ABO terdapat 4 gen alelik yaitu A1, A2, B, O

sehingga dapat dibedakan 6 fenotip dan 10 fenotip sebagai berikut :

TABEL FENOTIP DAN GENOTIP Golongan darah ABO

Gen A1 dominan terhadap A2, A1-A2-B dominan terhadap O. tidak ada sebutan resesif untuk gen golongan darah,

dikenal sebutan silent gen atau gen atmorfik untuk gen yang tidak menampilkan produk pada fenotipnya. Gen

golongan darah diturunkan dari kedua orang tua menurut hokum mendel.

Antigen pada eritrosit goongan darah AB (agglutinogen)

Penentuan golongan darah ABO ditetapkan berdasarkan ada tidaknya antigen A dan atau B pada eritrosit. Ukuran

berat molekul antigen tsb. Besar sehingga bersifat imunogenik yang dapat menimbulkan respons imun apabila

dipindahkan kepada orang lain dengan golongan darah yang berbeda, dan disebut antigen karena dapat berikatan

dengan antibodinya yang juga dijumpai pada serum darah orang lain dengan golongan darah ABO yang berbeda

pula.

Diketahuinya adanya antigen H (gen pengatur terletak pada kromosom 19) yang merupakan precursor / Ag dasar

dari Ag A & B sebagai berikut :

- Bila sebagian besar antigen H diubah menjadi antigen A, maka terbentuk golongan darah A

- Bila sebagian besar antigen H diubah menjadi antigen B, maka terbentuk golongan darah B

- Bila antigen H tidak diubah maka terbentuk golongan darah O

Page 9: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Golongan O memiliki Ag H paling banyak, apabila dilakukan pemeriksaan terhadap banyaknya Ag H dengan

menggunakan reagen anti H, maka didapat hasil dengan urutan sebagai berikut :

O>A2>A2B>B>A1>A1B

Pada orang-orang tertentu dari golongan darah O, tidak memiliki antigen A, B, maupun H, namun di dalam serumnya

dijumpai anti A, B, H yang kuat. Golongan darah ini disebut golongan O Bombay klasik (Oh). Ag A, B, H juga dijumpa

pada sel lain seperti normoblas, trombosit, leukosit, sel epitel / endotel/ epidermis dan dalam cairan tubuh lain

(disebut substance) a.1. pada salva saliva, urin, semen, keringat, ASI, cairan pencernaan, serta tersebar luas di alam

bebas, dapat dijumpai pada hewan, tumbuhan dan bakteri seperti E.coli (Ag heterofil). Ag O diekspresikan oleh

semua individu sehingga semua individu menjadi toleran terhadap AgO.

Antibody dalam serum golongan darah ABO (agglutinin)

Golongan darah A : ditemukan anti – B

Golongan darah B ditemukan anti – A

Golongan darah O ditemukan anti – A dan anti – B

Golongan darah AB tidak ditemukan anti – A dan anti – B

Anti-A yang terdapat pada golongan B & O terdiri dari 2 sub populasi yaitu yang reaktif terhadap Ag A1 maupun A2

(disebut anti – A) dan yang hanya reaktif terhadap Ag A1 (anti – A1). Pada 1 – 2 % populasi subgroup golongan

darah A2, disamping anti B juga dapat ditemukan anti – A1.

Bentuk anti – A dan anti – B pada individu

- Dapat seluruhnya berbentuk Ig M

- Sebagian Ig M dan sebagian Ig G

- Sebagian Ig M dan sebagian Ig A

- Campuran Ig M + Ig G + Ig A

Berdasarkan terbentuknya, Ig M dapat dibedakan sebagai berikut :

- Secara alami, dipengaruhi factor lingkungan & genetic

- Akibat respons imun : Ig M anti A dan anti B imun dapat terbentuk sebagai akibat adanya paparan oleh Ag

asing a.1.substansi A atau B dari spesies lain, kehamilan, transfuse darah yang tidak cocok. Ig G lebih

sering dijumpai pada golongan darah O, terbentuk karena respons iun. Kadang – kadang antibody golongan

darah ABO juga dapat terbentuk karena autoimunitas (terbentuk autoantibody).

Ig G lebih sering dijumpai pada golongan darah O, terbentuk karena respons imun. Kadang-kadang antibody

golongan darah ABO juga dapat terbentuk karena autoimunitas (terbentuk autoantibody).

Sifat anti A dan anti B

- Seperti halnya sifat yang dimiliki antibody pada umumnya : Ig M tidak dapat menembus plasenta. Ig G

dapat menembus plasenta sehingga dapat menyebabkan hemolytic disease of the newborn (HDN). Hal

Page 10: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

ini terjadi karena Ag golongan darah anak (tidak sama dengan bu) memacu respons imun ibu sehingga

terbentuk Ab (Ig G terhadap Ag anak) dalam serum ibu yang kemudian menembus plasenta dan terjadilah

reaksi Ag-Ab dalam tubuh anak sendiri yang mengakibatkan lisis eritrosit anak. Keadaan ini disebut

hemolisis isoimun (bukan autoimun). Hal ini jarang terjadi karena pada golongan darah ABO IgM

merupakan molekul predominan dan tidak dapat menembus plasenta.

- Antibody ABO dapat menyebabkan destruksi eritrosit asing yang mengandung antigen yang sesuai (reaksi

Ag-Ab). Ig M maupun Ig G lebih suka menyebabkan agglutinasi eritrosit pada suhu kamar (20oC – 24oC)

atau lebih rendah (40C – 200C) disebut antibody dingin (cold antibody) Ig M menyebabkan agglutinasi

dengan aviditas tinggi. Sangat jarang dapat dijumpai anti A1 yang menyebabkan agglutinasi pada suhu di

atas 250C (warm antibody).

- Ig M dan Ig G merupakan activator yang efisien terhadap komplemen pada suhu 370C (complement

mediated lytic).

- Antibody tak lengkap / “ incomplete Ab”/”blocking Ab” : kadang-kadang dijumpai Ab yang gagal

menyebabkan aglutinasi eritrosit dalam suspense salin / aCl 0,9 %, karena adanya asam sialik yang

menimbulkan muatan listrik negative pada permukaan eritrosit. Terbentuk zeta potential dalam larutan salin

tersebut, sehingga eritrosit tidak dapat berdekatan satu dengan yang lain. Jadi walaupun Ab merupakan Ab

yang dapat berikatan satu dengan Ag pada permukaan eritrosit namun tidak dapat menghubungkan 2

eritrosit / tidak dapat menyebabkan agglutinasi karena tidak mampu melawan zeta potential. Antibody ini

kebanyakan dalam bentuk Ig G, kadang-kadang Ig M, sebagian Ig A. cara mendeteksi Ab tak lengkap /

inkomplit tersebut ialah dengan tes Coomb.

Distribusi golongan darah ABO

Disetiap Negara tidak sama

Di Indonesia sebagai berikut :

- Golongan O : 40,77 %

- Golongan B : 26,68 %

- Golongan A : 25,48 %

- Golongan AB : 6,66 %

Pemeriksaan laboratorium untuk golongan darah ABO

Penentuan golongan darah ABO

- Tes rutin yang dilakukan menggunakan reagen anti A dan anti B (ada yang ditambah anti AB) disebut tes

langsung/ direk/ forward grouping/red blood cells grouping test yaitu untuk menentukan agglutinogen

A/B/AB yang ada pada eritrosit.

Caranya : eritrosit penderita direaksikan dengan serum yang diketahui antibodinya (Ab).

Page 11: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Tes yang menggunakan eritrosit A1 dan B untuk menentukan agglutinin A/B yang ada dalam serum disebut

reverse grouping / confirmation grouping/ serum grouping tests (ada juga yang menambahkan eritrosit A2).

Caranya serum penderita direaksikan dengan eritrosit yang diketahui antigennya (Ag).

- Kedua cara tersebut sebaiknya dilakukan bersama-sama

- Sebelum melakukan pemeriksaan maka petunjuk yang diberikan oleh pabrik harus dibaca dengan teliti

Contoh :

Metoda slide test :

Dapat digunakan untuk forward grouping karena tidak memerlukan pemusingan untuk menimbulkan reaksi

agglutinasi.

Cara :

- Pada sebuah gelas objek yang bersih dan kering diteteskan masing-masing 1 tetes : anti A, anti B dan anti

AB

- Kemudian setetes kecil darah diteteskan pada masing-masing tetesan antisera tersebut

- Campur dengan ujung pengaduk / sapu lidi yang bersih

- Goyangkan kaca dengan membuat gerakan lingkaran pada campuran it uterus menerus selama 2 menit

- Baca/ nilailah agglutinasi yang terjadi sebagai berikut : TABEL eaksi aglutinas golongan darah ABO

- Perlu diperhatikan kesalahan / kesulitan pembacaan yang dapat terjadi antara lain karena kesalahan teknik,

adanya bentukan rouleaux pada eritrosit, reaksi lemah pada subgroup ABO, keadaaan

hipogamaglobulinemia, leukemia.

Metode tabung (tube test)

- Metode tabung dapat juga digunakan untuk forwar drouping, cara penilaian idem slide test

- Untuk reverse grouping / serum grouping umumnya digunakan metode tabung atau microplate test karena

Ab yang ada pada serum penderita / donor seringkali terlalu lemah untuk menyebabkan agglutinasi eritrosit

tanpa pemusingan.

Deteksi antibody ABO : dengan tes Coomb direk :

Tes comb disebut juga tes anti-immunoglobulin, dibedakan 2(dua) macam tes Coomb :

- Direk /langsung

- Indirek / tak langsung

Perbedaannya terletak pada mekanisme test, namun keduanya mempunyai prinsip sama yaitu menggunakan reagen

serum antiblobulin terhadap globulin manusia yang disuntikkan pada kelinci. Untuk golongan dari system ABO, Ab

inkomplit dideteksi dengan tes Coomb direk

Indikasi tes Coomb direk : untuk mendeteksi adanya Ab inkomplit yang melekat pada eritrosit in vivo.

Contoh :

- Ikterus neonatorum / hemolytic Disease of the Newborn / HDn

- Reaksi transfuse

Page 12: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Anemia hemolitik auto imun penambahan serum antiblobulin Coomb in vitro menyebabkan agglutinasi

eritrosit tersebut.

Cara :

- Dalam sebuah tabung berkuran 10 x 75 mm, teteskan 1 tetes suspense eritrosit dalam salin 2 – 5 %

- Cuci eritrosit tersebut x dalam volume salin yang lebih banyak. Hati-hati menuang supernatant jangan

sampai eritrosit terbuang.

- Campur baik-baik

- Pusing selama 15 detik dengan kecepatan 3400 rpm

- Periksa adanya agglutinasi dengan bantuan alat optic. Goyangkan / kocok tabung secara halus agar

eritrosit tidak berada pada dassar batung dan agglutinasi merata dalam suspense.

- Lakukan control dengan Ig-sensitized red cells.

GAMBAR

Sistem Rhesus :

Merupakan system yang kompleks, mungkin yang paling kompleks di antara semua system golongan darah yang

dikenal.

Sejarah penemuan :

- System Rhesus (Rh) ini dikenal sejak Levine dan Stetson tahun 1939 melaporkan adanya antibody dalam

serum ibu setelah mendapat transfuse darah suaminya yang menyebabkan terjadinya reaksi transfuse pada

dirinya dan berakibat fatal pada janin yang dikandungnya karena menderita Hemolytic Disease of the

Newborn / HDN.

- 1940 Landsteiner dan Wiener menyuntik kelinci / marmot dengan darah kera rhesus (Macaca mullata),

kemudian Ab yang terbentuk ternyata dapat menyebabkan agglutinasi pada eritrosit kera dan kira-kirea 85

% eritrosit donor manusia.

- Pada tahun yang sama (1940) Wiener dan Peters menemukan Ab tersebut dalam serum individu tertentu

yang mengalami reaksi transfuse setelah mendaapat transfuse darah donor dengan golongan darah yang

cocok (system ABO compatible).

- Dilaporkan bahwa A ini tidak dapat dibedakan dengan Ab yang ditemukan oleh Levine dan Stetson.

- 1941 Levine dan kawan-kawan menunjkkan bahwa erythroblastosis fetalis (HDN) adalah sebagai akibat

dari ketidak cocokkan golongan Rh antara ibu dengan anak.

Gen pada system Rh :

Gen yang mengatur system Rh terletak pada lengan pendek kromosom 1. Genetika system Rh adalah sangat

kompleks / polimorf. Banyak terori yang berbeda telah dikemukakan tentang gen yang mengatur produksi antigen, 2

diantaranya pada tahun 1943 oleh :

Page 13: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Fisher race : enyatakan adanya 3 lokus (liki), masing-maing ditempati gen dengan alelnya : C & c, D & d, E

& e. dari informasi ini gen Rh yang kompleks diasumsikan memiliki 8 kombinasi gen yang closely linked

sebagai berikut : ce, CDe, cDE, CDE, cde, Cde, cdE, CdE.

- Wiener : menggambarkan adanya alel multiple (jumlah tak terbatas) menempati kompleks lokus tunggal. 8

alel utama disebut : Ro, R1, R2, Rz,r,r’, r”, ry.

- Kedua teori gen ini dapat dibandingkan sebagai beikut :

TABEL : perbandingan nomenklatur gen FisherRace & Wiener

Antigen Rh

Atas dasar nomenklatur gen Fisher-Race tsb di atas maka Ag Rh disebug Ag C, D, E, c, d, e (Ag d maupun anti – d

sebenarnya tidak pernah ditemukan, enyebutannya hanya untuk menyatakan tidak adanya D) sedangkan menurut

Wiener Ag Rh disebut Rh 0, Rh 1, Rh 2, Rh x, rh, rh’, rh”, rh y.

Antigen Rhesus tidak diijumpai pada asel lain kecuali eritrosit, juga tidak dijumpai dalam saliva. Ag D, dianggap

sebagai Ag yang paling bermakna dalam klinik setelah system ABO, sebab bersifat sangat antienik / imunogenik.

Dari hasil pemeriksaan terhadap Ag D pada eritrositnya tanpa memandang adanya Ag C atau Ag E umum

dinyatakan sebagai Rh negative, sedangkan yang cukup Ag D dinyatakan sebagai Rh positif. Dulu Rh positif

seringkali disebut sebagai Rh o (D).

Antibodi Rh :

Ab dalam serum yang pertama kali dilaporkan oleh Levine & Stetson (1939) adalah terhadap Ag D. anti- D ini

ternyata tidak dapat dibedakan dengan Ab dalam serum manusia yang kemudian ditemukan oleh peneliti-peneliti

selanjutnya dan disebut human anti – Rh (sebutan human anti Rh ini untuk membedakan dengan factor Rh yang

timbul karena penyuntikan dengan eritrosit kera Rhesus, factor rh dari kera ini sekarang disebut anti L-W). pada

individu yang eritrositnya tidak / kurang mengandung Ag D, sangat jarang secara alami/natural dapat ditemukan anti

D dalam serumnya. Pembentukan Ab hamper selalu disebabkan karena pemaparan Ag G antara lain dengan cara

transfuse atau kehamilan dan timbul setelah 2 – 6 bulan. Dalam klinik Ab ini sangat penting karena dapat

menyebabkan reaksi transfuse dan HDN. Kebanyakan anti – Rh adalah Ig G (biasanya Ig G1, Ig G3), namun

dilaporkan bahwa Ig M juga dapat ditemukan dan Ig A dalam jumlah sedikit.

- Ig G lebih sering terdeteksi dengan tes antiglobulin dan dapat ditingkatkan dengan metode ensim.

Penambahan enzim (tripsin / papain/ fisin) dapat mengurangi “zeta potential” dari muatan listrik negative.

- Ig M lebih sering terdeteksi dengan tes salin.

- Ab Rh jarang mengaktifkan komplemen

Distribusi golongan darah Rh :

- Di Indonesia kurang lebih 99 % Rh Positif

Pemeriksaan laboratorium :

Penentuan golongan darah Rh :

Dilakukan hanya dengan indikasi tertentu :

Page 14: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Family studies

- Paternity testing

- Transfuse darah : dilakukan pada donor karena resipien dengan golongan Rh negative harus mendapat

transfuse dengan donor Rh negative

- Prenatal testing, dalam usaha untuk mencegah HDN

Metode pemeriksaan :

Dikenal metoda slide, tube, saline – reactive serum :

- Teknik agglutinasi slide / tube tests digunakan secara rutin untuk menetapkan ada / tidaknya Ag D

(menyatakan Rh positif / negative).

- Metoda saline reactive serum hanya dilakukan bila terjadi agglutinasi spontan atau pembentukan rouleaux,

bila eritrosit dilapisi dengan anti D pada HDN, pada autoimmune hemolytic anemia, atau bila hasil tes slide /

tube meragukan.

- Petunjuk yang diberikan oleh pabrik harus dibaca denan teliti sebelum melakukan pemeriksaan

- Harus dilakukan tes control positif maupun negative.

- Harus diperhatikan kesalahan tehnik / halhal lain yang memungkinkan hasil positif maupun negative palsu

seperti misalnya : kontaminasi dengan bakteri (positif palsu), pembacaan hasil melebihi waktu yang

ditetapkan sehingga eritrosit dan anti-serum dibiarkan bercampur terlalu lama (negative palsu).

Deteksi anti-Rh/ anti –D

Tes Coomb direk :

Indikasi : untuk mendeteksi adanya anti Rh (Ab inkomplit) yang bebas dalam serum.

Cara :

- Pada tes ini terlebih dulu dilakukan pelapisan eritrosit normal dari golongan darah O/yang sesuaidengan

golongan serum yang akan diperiksa.

- Dalam sebuah tabung berukuran 10 x 75 mm, teteskan 2-6 tetes serum penderita

- Tambahkan 1 tete suspense erirsosit (washed) 5% (erirosit golongan O atau yang compatible) boleh

ditambahkan 2 tetes bovine albumin.

- Campur baik-baik

- Inkubasi pada suhu 370C selama 15 – 30 menit

- Keluarkan dari incubator segera pusingkan selama 15 detik dengan kecepatan 3400 rpm.

- Periksa adanya hemolisis dan agglutinasi dengan bantuan alat optic dan catat.

- Cuci 3-4x dalam salin, buang salin pada setiap pencucian sesempurna mungkin

- Tambahkan 1-2 tetes reagen antiglobulin

- Campu baik-baik

- Pusing selama 14 detik dengan kecepatan 3400 rpm

- Periksa adanya agglutinasi dengan bantuan alat optic.

- Catat hasilnya

Page 15: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Tambahkan 1 tetes erirosit tersensitasi yang sudah diketahui pada semua hasil yang negative

- Pusing selama 15 detik dengan kecepatan 3400 rpm

- Periksa adanya agglutinasi, bila negative berarti tidak valid dan pemeriksaan harus diulang.

GAMBAR

Rujukan :

1. Bryant JB. An introcution to immunohematolog.3rd ed. Philadelphia : WB Saunders, 1994; p 98 – 128, 141 –

68

2. Walker Rh.Technical manual. 11th ed.Bethesda : American association of blood bank, 199; p 203 – 58

3. Rudmann SV. Textbook of blood and transfusion medicine. Philadelphia : WB Saunders, 1995 ; p 66 – 81,

98 – 115

4. Siti Boedina Kresno Pengantar hematologi dan imunohematologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1988; p

133 – 39

5. Abbas Ak, Lichtman AH, Pober JS. Celluler and moleculer immunology, 5th ed. Philadelphia : Saunders,

2003 ; p 369, 386-7, 503.

6. Benyamini E, Leskowitz S. Immunology a short course. 2th ed. New York : Wiley – Liss, 1991; p 101 – 2

7. Mollison PL, Engelfriet CP, Contreras M. Blood transfusion in clinical medicine, 10th ed. Singapore :

Blackewell Science, 1997; p 115 – 85

Page 16: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

TRANSFUSI DARAH dr.Lisyani B. Suromo, SpPK(K)

Pendahuluan

Transfuse darah mempunyai tujuan yang menguntungkan, yaitu memperbaiki keadaan umum penderita sehingga

tercapai suasana homeostatic. Secara khusus tujuan utama transfuse darah ialah untuk : meningkatkan oksigenasi

jaringan, koreksi hipovolemia, hemostasis meningkatkan fungsi leukosit pada kasus-kasus tertent sesuai dengan

tujuannya maka transfuse darah dapat dilakukan dengan pemberian darah lengkap atau komponen darah.

Transfuse darah merupakan bentuk pengobatan sementara yang berlangsung sepanjang umur hidup sel-sel darah /

komnponen darah tersebut. Efek yang menguntungkan dari pemberian transfuse darah / komponen darah ini bukan

berarti bahwa transfuse darah selalu dapat berjalan tanpa risiko, karena ada kemungkinan akan timbul reaksi

tarnsfusi yang tidak menguntungkan, kira-kira 6,6 – 10 % dari resipien mengalami hal ini.

Reaksi transfuse dapat terjadi baik selama penderita masih mendapatkan transfuse maupun setelah transfuse

dihentikan. Reaksi transfuse dapat terjadi baik selama penderita masih mendapatkan transfuse maupun setelah

transfuse dihentikan. Reaksi transfuse yang tidak menguntungkan tersebut ada yang dapat dihindari, walaupu ada

juga yang tidak dapat dihindari, oleh karena itu sebelum melakukan transfuse harus dipertimbangkan dengan

mantap indikasi – dan kontra indikasinya dan diantisipasi risiko yang mungkin terjadi. Keberhasilan transfuse darah

harus dapat diupayakan semaksimal mungkin dengan cara memperhatikan persyaratan / persiapan pra transfuse,

seleksi donor, proses pengambilan ,pengolahan, penyimpanan, pemakaian bahan serta dilakukan pemantauan-

pemantauan terhadap petanda reaksi transfuse sedini mungkin.

1. Guna transfuse darah :

Transfuse darah dilakukan dalam upaya untuk

- Mengatasi keadaan gawat darurat (life saving)

- Pengobatan penunjang (supportive treatment)

- Pengobatan pencegahan (preventive treatment)

2. Bahan transfuse darah :

Diberikan dengan pertimbangan yang paling aman dan paling cocok untuk mengatasi keadaan penderita.

Macam bahan : dapat mengandung sel darah merah, dapat pula tidak, dibedakan sebagai berikut.

- Darah lengkap (whole blood)

- Komponen darah :

o Eritrosit pekat (packed cells)

o Washed red cells

o Eritrosit rendah leukosit (leukocyte poor red cells)

o Leukosit (granulosit)

o Trombosit

o Kriopresipitat / derivate plasma seperti factor BIII pekat, factor IX pekat, factor II, VII, IX, Xpekat,

albumin, fibrinogen, gammaglobulin.

Page 17: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Darah lengkap (whole blood)

Definisi

Darah lengkap adalah unit darah selengkapnya yang diperoleh dari donor tanpa ada pemisahan komponennya baik

sel maupun non sel.

Ketentuan standar : jumah darah 450 kurang lebih 45 ml dieri anti-koagulan / pengawet eritrosit

Modifikasi ehole blood yaitu dipisahkan kriopresipitat dan atau trombositnya.

Antikoagulan yang dipakai :

Yang mengandung dekstrose ; dekstrose diperlukan untuk nutrisi eritrosit. Contoh :

- Citrate – Phosphate – Dextrose / CPD

- Acid – Citrate – Dextrose / ACD ( dengan CPD atau ACD ini darah dapat disimpan sampai 21 hari)

- Citrate – Phosphate – Dextrose – Adenine – 1/CPDA-1 (dengan penambahan adenine darah dapat

disimpan sampai 35 hari). Dikenal antikoagulan CPDA-2, CPDA-3 yang mengandung adenine dan

dekstrose lebih tinggi daripada CPDA-1 sehingga eritrosit pekat dapat diawetkan sampai 7 minggu.

- CPD + AS-1 / AS-2 (AS = additive solution yang terdiri dari salin, desktorse, manitol, adenine)

- Citrate – Phosphate, Double Dextrose + AS (terdiri dari salin, dekstrose, adenine).

- Heparin : tidak ditambah destrose, sehingga usia simpan hanya sampai 48 jam.

Penyimpanan

- Temperature penyimpanan

Setelah darah diambil dari donor segera disimpan pada suhu antara 10 – 60C. pada suhu sekitar ini glikolisis

terjadi secara perlahan-lahan. Suhu penyimpanan terbaik ialah 40C, karena pada suhu ini asam laktat yang

terbentuk akan sangat menurunkan pH dan fungsi enzim heksokinase serta fosfofruktokinase sehingga

glikolisis terhenti. Di bawah 10C maka karena efek dari dekstrose eritrosit akan membengkan, menjadi

sangat fragil dan cenderung hemolisis. Di atas suhu 60C bakteri akan berkembang biak, sehingga umur

hidup eritrosit menjadi lebih pendek.

- Efek samping penyimpanan

Setelah disimpan maka store whole blood tidak lagi mengandung granulosit & trombosit yang dapat

berfungsi, demikian juga factor pembekuan yang labil (factor V, VII) menjadi rusak. Darah yang diambil dari

donor harus diperiksa lengkap selain golongan darah, deteksi antibody, juga tes untuk penyakit menular

yang memerlukan waktu cukup lama untuk melakukannya, sehingga darah harus di simpan. Di samping itu

tidak ada indikasi kuat yang menyokong keharusan menggunakan fresh whole blood / darah segar untuk

ditrasfusikan kepada resipien.

Darah ini mengandung leukosit yang masih mampu berfungsi membunuh bakteri,oleh karenanya bila

memang sangat diperlukan darah segar maka dapat dibiarkan pada temperature kamar dalam waktu

singkat, namun hal ini tidak direkomendasikan.

Indikasi penggunaan whole blood :

Page 18: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Pada penderita dengan kehilangan darah sangat banyak / berat (mencapai 25 – 30 %), sehingga

menimbulkan gejala hipovilemi / syok. Pada keadaan ini whole blood diperlukan untuk mengembalikan atau

memelihara volume darah dan kapasitas mengangkut oksigen.

- Pada keadaan dimana diperlukan pengembalian volume darah yang seimbang / sama pentingnya dengan

komponen seluler.

- Untuk transfuse tukar (exchange transfusion) pada bayi baru lahir.

Kontra indikasi :

- Penderita dengan anemia kronik yang berat dimana telah terjadi kompensasi terhadap penurunan sel darah

merah yaitu dengan terjadinya peningkatan volume plasma / peningkatan cardia output sehingga kebutuhan

O2 jaringan dapat dipenuhi (anemia normovilemik). Penderita ini tidak memerlukan plasma yang ada dalam

whole blood, sehingga dapat terjadi kelebihan volume yang memingkinkan bahaya udem paru dan payah

jantung.

- Penderita yang hanya memerlukan pengembalian volume plasma, maka whle blood merupakan

kontraindikasi mengingat plasma mungkin mengandung mikroorganisme yang menular.

Komponen darah :

Pemakaian komponen darah mempunyai keuntungan secara umum sebagai berikut :

- Mengurangi kemungkinan circulatory overload

- Mengurangi kejangkitan reaksi transfuse

- Mengurangi volume antikoagulan dan elektrolit

- Darah dari satu donor dapat dimanfaatkan untuk lebih dari satu resipien

Eritrosit pekat (red cell concentratres – packed cells) :

Packed red cells adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan sel darah merah pekat yang

diperoleh setelah pemisahan plasma dari whole blood dengan cara pemusingan atau pengendapan pada suhu 40C.

eritrosit pekat ini sudah tidak mengandung granulosit maupun trombosit yang berfungsi, dan harus disimpan pada

suhu antara 1 – 6 0C.

Nilai hematokrit dari 1 unit eritrosit pekat bervarias tergantung dari medium suspensinya, berkisar antara 52 – 60 %.

Bila disimpan dengan menggunakan CPDA-1 sebagaiantikoagulan / pengawet, nilai hematokrit sekitar 70 – 80 %.

Indikasi penggunaan eritrosit pekat :

- Untuk penderita anemia normovolemik / yang tidak membutuhkan peningkatan volume darah, diberikan

dengan tuuan untuk meningkatkan kapasitas mengangkut oksigen.

Kontra Indikasi :

- Anemia kronik yang telah terkompensasi dengan baik seperti pada gagal ginjal kronik

- Anemia defisiensi besi, anemia pernisiosa.

Washed red cells :

Page 19: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Dilakukan pencucian darah sebanyak 2-3x dengan larutan garam fisiologik sehingga dapat dipisahkan leukosit dan

plasmanya. Washed rec cells sebainya tidak disimpan setelah selesai diolah, harus segera diberikan kepada

penderita dan bila terpaksa dapat disimpan dalam waktu sangat singkat pada temperature 10 – 60 C.

Indikasi penggunaan washed red cells :

- Penderita dengan febris dan reaksi alergik terhadap transfuse yang menggunakan eritrosit yang tidak dicuci

(leukosit sebagai penyebab kebanyakan febris, plasma reaksi alergik).

- Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

- Penderita dengan sensitivitas terhadap protein plasma

Leukocyte – poor red blood cells :

Eritrosit rendah leukosit juga dikenal sebagai leukocyte reduced red cells yaitu sekurang-kurangnya 70 – 80 % dari

jumlah leukosit yang semula ada telah dipisahkan, dapat diperoleh secara manual dengan cara mencuci sel darah

merah 4 – 6 x dalam larutan salin normal atau menggunakan alat pencuci automatic. Sediaan ini harus disimpan

pada suhu 10 – 60 C setelah pengolahan dan harus digunakan secepat mungkin dalam waktu 24 jam.

Indikasi penggunaan leukoscyt – poor red blood cells : diberikan kepada penderita untuk multitransfusi sebagai

berikut :

- Dengan riwayat febris berulang karena adanya antibody terhadap leukosit

- Dengan penyakit ginjal yang menjalani dialysis, untuk mengurangi risiko aloimunisasi terhadap Ag leukosit

dan trombosit.

Dalam upaya agar tidak / seminimal mungkin terjadi reaksi transfsi masih dikenal sediaan sel darah merah lain

seperti frozen – thawed red blood cells (sel darah merah cair yang dibekukan)/ frozen – deglycerolized red blood

cells dan lain-lain.

Leukosit (granulosit) concentrates:

Teknik untuk memperoleh granulosit ini tidak praktis bila diambil dari sediaan darah donor, karena butuh 30 – 50 unit

darah segar untuk 1 x transfuse, maka lebih disukai cara leukapheresis. Umumnya sediaan granulosit (neutrofil)

yang sudah diperoleh segera diberikan dan tidak boleh disimpan, bila terpaksa maka penundaan tidak boleh lebih

dari 24 jam serta harus disimpan pada temperature 20 – 240C, karena survival granulosit akanberkurang. Menurut

laporan para peneliti, setelah disimpan 8 jam maka granulosit berkurang kemampuannya untuk beredar dalam

sirkulasi dan bermigrasi ke lokasi inflamasi.

Indikasi penggunaan leukosit (granulosit) concentrates

- Diberikan kepada penderita dengan infeksi yang tidak terkontrol dengan antibiotika terpilih. Bila terjadi

disfungsi granulosit sepert pada keadaan neutropenia, granulomata kronik, dengan jumlah granulosit

kurang dari ,5 x 109 / L atau 0,5 x 103/mm3, dalam jumlah tersebut risiko terjadinya infeksi makin besar

(risiko infeksi terjadi bila jumlah granulosit turun di bawah 1 x 109/L). dilaporkan bahwa transfuse granulosit

bermanfaat pada neonates dengan infeksi berat karena fungsi neutrofil belum sempurna dan produksi

neutrofil terbatas.

Page 20: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Penderita leukemia, transplantasi sumsum tulang, yang mendapat kemoterapi intensif.

Kontra Indikasi

- Pada infeksi yang dapat dikontrol dengan antibiotika

- Pada penyakit dengan prognosis jelek seperti keganasan, sebab efek granunosit hanya bersifat sementara.

Trombosit

Sediaan trombosit dapat diperoleh dengan cara cytapheresis atau secara manual dengan pemusingan fresh ehole

blood, dikerjakan dalam 6 – 8 jam setelah darah diambil dari donor.

Dikenal bermacam-macam sediaan trombosit antara lain :

- Berdasarkan jumlah trombosit & banyaknya volume plasma sebagai suspense dikenal : platelet

concentrates, platelet rich plasma. Platelet concentrates dengan cara pemusingan 1 unit whole blood

mengandung minimal 5,5 x 1010/ L trombosit, disuspensikan dalam kira-kira 50 ml plasma sedemikian

sehingga pH dapat mencapai 6,0 atau lebih pada akhir periode penyimpanan yang diperbolehkan dan

ditetapkan / diukur pada suhu penyimpanan. Dengan dara cytapheresis dari 1 donor tunggal dapat

diperoleh 1 unit platelet yang mengandung minimal 3x1011 /L trombosit. Jumlah tersebut ekuivalen dengan

6-8 unit whole blood bila dilakukan dengan cara pemusingan.

- Berdasarkan pengolahan dan penyimnpanannya : washed platelets, pooled platelets, irradiated platelets,

leukocyte – reduced platelets, frozen platelets dan lain-lain.

Suhu optimal untuk penyimpanan trom bosit adalah 220C dan harus konstan digerakkan secara halus, dalam kondisi

ini dengan system tertutup dapat disimpan selama 5 hari, sedangkan dengan system terbuka tidak boleh lebih dari

24 jam.

Indikasi penggunaan trombosit :

Banyak factor harus dipertimbangkan sebelum pemberian transfuse trombosit yang meliputi :

Kondisi klinik penderita, jumlah dan fungsi trombosit resipien, penyebab trombositopenia. Disamping itu perlu

diperhatikan adanya antigen HLA pada trombosit yang memungkinkan terjadinya reaksi penolakan bila antara

resipien donor tidak HLA compatible serta hal-hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan untk meningkatkan

jumlah trombosit.

- Diberikan kepada penderita dengan trombositopenia karena penurunan produksi trombosit atau fungsi

trombosit yang abnormal, perdarahan.

- Untuk terapi pencegahan terhadap trombositopenia dan atau trombositopati di mana dapat terjadi

perdarahan tak terkontrol sebagai akibat dari tindakan operasi besar, perdarahan gastrointestinal.

Banyak perbedaan pendapat tentang jumlah trombosit yang perlu ditransfusi. Dissebutkan bahwa kecil trerjadinya

resiko perdarahan pada penderita dengan jumlah trombosit kurang lebih 20 x 109 / L. perdarahan yang serius baru

terjadi bila jumlah trombosit kurang dari 5 x 109 / L. perlu dicatat bahwa transfuse masih juga dapat menyebabkan

trombositopenia karena pengenceran trombosit akibat penambahan cairan dan penggunaan darah simpan.

Page 21: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Kontra indikasi :

- Sebaiknya tidak diberikan kepada penderita idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) karena trombosit

yang ditransfusikan akan cepat rusak, juga pada splenomegali, sepsis, karena dapat terjadi kegagalan

untuk meningkatkan jumlah trombosit.

- Thrombotic thrombocytopenic purpura, drugs / heparin – induced thrombocytopenia, DIC, karena pada

penderita ini bahaya pebentukan thrombus dapat segera terjadi setelah transfuse. Secara umum setiap unit

trombosit yang ditransfuikan diharapkan dapat meningkatkan jumah trombosit 5000 – 10000 / mikro L untuk

individu dengan BB 70 Kg.

Plasma dan komponen plasma

Sejak perang dunia II, pemakaina plasma tidak lagi dipandang bermanfaat sebagai volume expander untuk

mengatasi keadaan syok hemoragik. Dalam praktik kedokteran dewasa ini plasma dan komponen plasma

mempunyai banyak kegunaan lain dan permintaan-permintaan yang diajukan untuk menggunakannya makin

meningkat.

Plasma dapat dikumpulkan dari pemisahan darah whole blood atau dengan cara plasmapheresis manual atau

metode automatic.

Macam sediaan :

- Plasma segar beku (fresh – frozen plasma) yaitu plasma yang mengandung factor – factor pembekuan labil

(V, VIII) maupun stabil yang masih berfungsi. Hal ini diproses dengan memperhatikan antikoagulan

tercampur rata pada whole blood dan plasma yang diperoleh harus secepatnya dibekukan. Bila plasma

segar tidak dibekukan maka factor pembekuan labil tidak lagi berfungsi. Fresh-frozen plasma dapat

disimpan sampai 1 tahun dalam temperature konstan -180 C atau lebih rendah. Seelum dipakai maka harus

dicarikan pada suhu 30 – 370C dan diberikan kepada penderita dalam 2 jam setelah pencairan.

- Plasma simpan cair atau beku (stored plasma : liquid or frozen) : sediaan ini dapat diperoleh dari whole

blood setiap waktu dilakukan pemisahan, juga dapat diproses dari store whole blood yang sudah tidak

terpakai / kadaluwarsa sampai dengan 5 hari setelah tanggal kalauwarsa yang ditetapkan. Fresh frozen

plasma (plasma segar beku) yang tidak terpakai dalam 12 bulan dapat dijadikan stored plasma. Stored

plasma ini dapat digunakan untuk terapi defisiensi factor stabil terutama factor IX, tidak dapat dipakai untuk

volume expander. Plasma yang disimpan dalam keadaan cair pada suhu antara 1-60C hanya dapat

bertahan sampai 26 – 40 hari, sedangkan pada suhu 180 C atau lebih rendah sampai 5 tahun.

- Cryoprecipitated antihemophilic factor / factor VII concentrate

- Factor IX concentrate / prothrobin complex : terdiri dari factor pembekuan II, VII, IX, X

Page 22: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Plasma Albumin

Indikasi

- Untuk terapi syok hipovolemik karena perdarahan atau tindakan bedah

- Pada kebakaran untuk mengembalikan protein dan cairan

- Ntuk pengembalian (fluid replacement) selama penderita yang menjalani terapi plasma exchange secara

automatic

- Untuk memacu dieresis pada udem karena hipoalbuminemia

- Pada hiperbiliburinemia neonates untuk membantu mengikat bilirubin yang tidak terkonjugasi

Perlu diperhatikan pemberian albumin yang berlebihan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan onkotik plasma

sehingga cairan ekstravaskuler masuk ke dalam intravaskuler. Dikenal plasma subtitusi yang lain yaitu plasma

protein fraction yang terdiri dari 83 % albumin dan 17% globulin, perlu diperhatikan pula pemberian cairna yang

cepat memungkinkan terjadinya keadaan hipotensi sebagai akibat adanya vaoaktif kinin.

Dikenal pula volume expander sintetik yang terdiri dari salin normal, Ringer’s laktat, destran B.M besar atau kecil dan

pati hidroksietil. Dapat digunakan pada perdarahan dan syok karena kebakaran.

REAKSI TRANSFUSI

Istilah reaksi transfuse biasanya diartikan sebagai respons tidak meguntungkan yang terjadi setelah pemberian

transfuse darah uampun produk darah. Hal ini sebenarnya tidak tepart karena dapat pula terjadi respons yang

menguntungkan ,namun reaksi tidak menguntungkam merupakan masalah yang harus ditangani dengan cepat dan

tepat. Setiap reaksi yang tidak menguntungkan harus dipandang sebagai “mengancam jiwa penderita “ sampai

pemantauan klinik dan hasil pemeriksaan laboratorik menentukan laihn. Reasksi transfuse tidak selalu sebagai

akibat dari ketidak cocokan golongan darah dalam arti kata adanya reaksi antigen – antibody sehinggam

engakibatkan destruksi sel darah merah. Hal ini bahkan hanya dijumpai dalam persen relative kecil.

- Klasifikasi reaksi transfuse : - akut / tertunda (delayed) : disebut akut bila terjadi dalam 1-2 jam setelah

transfuse dikerjakan, sedangkan tertunda dapat terjadi berhari-hari, (lebih dari 2 hari), berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun setelah transfuse.

- Imunologik / nonimunologik Klasifikasi ini lebih disukai

Reaksi imunologik :

Reaksi ini timbul sebagai akibat adanya stimulasi alloantigen (Ag asing dari spesies yang sama tetapi berbeda

genetic) yang terdapat pada eritrosit, leukosit, trombosit & protein plasma darah donor yan g ditransfusikan. Respons

tersebut meliputi :

Febrile reaction:

Febrile reaction didefinisikan sebagai adanya peningkatan temperature 100C atau lebih di atas suhu normal selama

transfuse darah / komponen darah tanpa ada sebab lain. Demam umumnya timbul dalam 2 jam atau pada akhir

transfuse dan dapat disertai menggigil. Reaksi ini merupakan reaksi transfuse yang paling banyak dijumpai,

Page 23: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

disebabkan karena adanya reaksi antara Ag pada leukosit & trombosit yang ditransfusikan dengan Ab dalam serum

penderita.

Leukosit dan trombosit memiliki Ag hLA dan Ag spesifik. HLA kelas I dijumpai pada hamir semua sel berinti dan

trombosit, sedangkan HLA kelas II dijumpai pada monosit / makrofag, limfosit B dan limfosit T teraktivasi. Reaksi

antara Ag HLA dengan anti- HLA memegang peran predominan di dalam timbulnya gejala febris & menggigil, namun

reaksi Ag spesifik leukosit/trombosit dengan Ab spesifik juga dapat terjadi. Febrile reaction terbanyak dijumpai pada

penderita multi transfuse dan multigravida.

Perlu dicatat bahwa febrile reaction juga dapat disebabkan karena substansi pirogen (cemaran polisakarid bakteri).

Pulmonary reaction juga dapat terjadi karena granulosit atau agregat/ kompleks imun Ag-Ab granulosit terkumpul di

daerah vaskuler paru.

Reaksi alergik atau anafilaktik:

Reaksi alergik menduduki urutan kedua setelah febrile reaction. Manifestasi klinik dapat ditandai dengan urtikaria,

eritema, gatal. Reaksi yang terjadi dapat ringan (palin sering terjadi dan ada yang menyebutnya sebagai anfilaktoid),

sedang, berat / mengancam jiwa penderita. Pada yang berat (feaksi tipe anafilaktik) penderita merasa panas dan

kulit memerah (flushing), dispneu, dapat hipotensi.

Bila dijumpai urtikaria maka transfuse perlu dientikan kecuali pada urikaria setempat (localized). Pathogenesis

urtikaria tidak jelas diketahui, namun dipandang merupakan akibat dari reaksi Ab dengan Ag terlarut (biasanya dalam

protein plasma). Kemungkinan sebagai penyebab kebanyakan dari tipe anafilaktik ialah interaksi antara Ig A sebagai

Ag dalam plasma yang ditransfusikan dengan anti-Ig A sebagai Ag dalam plasma yang ditransfusikan dengan anti –

Ig A dalam plasma resipien. Keadaan ini banyak dijumpai pada resipien dengan defisiensi Ig A.

Reaksi hemolitik

Ada hubungannya dengan ketidakcocokan Ag pada eritrosit (red cells incompatibility). Reaksi yang disebabkan oleh

ketidak cocokangolongan darah system ABO dapat dikatakan sangat jarang terjadi karena transfsi dilakukan hanya

pada ABO compatible, kecuali ada kesalahan teknik. Dalam hal ini Ag A / Ag B eritrosit donor berikatan dengan anti

– A / anti – b (predominan IgM) dan komplemen serum resipien mengakibatkan destruksi eritrosit donor

intravaskuler. Aktivasi komplemen juga akan melepaskan C3a dan C5a yang mempunyai aktivitas anafilatoksik, di

samping itu kompleks imun juga memacu mekanisme koagulasi melalui factor XII disertai pembentukan bradikinin

dan memacu trombosit untuk melepaskan histamine dan serotonin. Syok terjadi sebagai akbiat pelepasan substansi

vasoaktif ini. Reaksi hemolitik ini timbul segera setelah transfuse dan seringkali berakibat faal.

Incompatibility yang sering dijumpai ialah karena ketidak cocokan dalam system Rhesus, Kell juga dapat dijumpai

pada golongan Duffy dan Kidd, jarang pada lain-lain golongan darah. Apakah hemolisis terjadi segera, secara lambat

atau bahkan tidak terjadi, tergantung dari respons primer / sekunder, kuat-lemahnya reaksi Ag-Ab, banyak sedikitnya

kadar Ab dalam serum resipien yang akan berikatan dengan Ag donor. Pada respons primer terhadap Ag Rhesus,

Ab (anti-D) terbentuk minimal 4-8 minggu setelah pemaparan, bahkan dapat sampai 5-6 bulan, sehingga kadang-

Page 24: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

kadang (jarang) bias terjadi reaksi hemolitik yang tertunda. Pada reaksi hemolitik yang tetunda, destruksi eritrosit

umunya ekstravaskuler di dalam system retikuloendotelial dan gejala lebih ringan daripada respons tipe segera.

Reisiko terjadinya reaksi Ag-Ab makin meningkat pada penderita yang mendapat multitransfusi, penderita

multigravisa (respons sekunder / anamnestik).

Graft versus host disease /GVHD

Merupakan reaksi imunologik yang terjadi karena transfuse mengandung limfosit T imunokompeten diberikan kepada

resipien dalam keadaan imunosupresi.

Reaksi non imunologik antara lain :

- Volume overload / circulatory overload : peningkatan volume darah menyebabkan kerja jantung diperberat

sehingga dapat mengakibatkan payah jantung kongestif dengan gejala batuk-batuk, sianosis, kesulitan

bernapas. Hal ini dapat dihindari dengan pemberian packed red cells untuk penderita yang membutuhkan

transfuse dalam keadaan normovolemik.

- Penularan penyakit antara lain hepatitis virus B, C, malaria, sifilis, HIV

- Kontaminasi dengan bakteri

- Pemakaian dekstrose 5 % dalam larutan hipertonik, bahan tikda dibekukan teratur, pemberian dilakukan

dengan tekanan kuat, darah diberikan dalam kondisi masih beku, darah hemolisis / terinfeksi / dipanaskan

berlebihan (overheated) dan lain-lain dapat menyebabkan hemolisis non imunologik

- Hemosiderosis pada multitransfusi : kadar besi berlebihan dan tertimbun dalam jaringan, antara lain pada

penderita talasemia mayor, anemia hemolitik congenital, anemia aplastik yang mendapat multitransfusi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :

Meliputi pemeriksaan untuk :

- Seleksi donor

- Tes silang

- Tes pada reaks transfuse

Tes seleksi donor :

sebelum dilakukan pemeriksaaan laboratorium maka harus diperiksa secara fisik bahwa donor dalam kondisi sehat,

tidak hipertensi, berat badan cukup[ (minimal) 50 kg untuk dapat diambil darah sejumlah kurang lebih 450 ml. di

Indonesia umumnya darah diambil sebanyak 250 ml dan diambil 350 ml untuk donor berberat badan lebih dari 55 kg,

tidak sedang hamil, tidak ada ketergantungan obat, tidak mengidap penyakit kronis antara lain tuberculosis, berumur

17 – 65 tahun dan lain-lain. Darah donor diambil dalam 4-6 jam setelah makan.

Penentuan golongan darah :

Page 25: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Pemeriksaan ini harus dikerjakan karena syarat utam untuk dapat dilakukan transfuse ialah golongan darah

compatible antar donor dengan resipien. Golongan darah ABO adalah yang terpenting dan sebaiknya ditentukan

dengan forward and reverse grouping tests bersama –sama. Golongan darah yang kedua iala Rhesu, karena

resipien golongan Rh negative harus ditransfusi dengan Rh negative pula (cara pemeriksaan golongan darah lihat

kulia golongan darah).

Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit;

Untuk dapat diperoleh jumlah darah 450 ml kurang lebih 45 ml, maka hb donor minimal 12,5 g/dl, atau hematokrit

minimal 38 %. Hb akan turun 1 gr/dl untuk setiap pengambilan 450 ml.

Skrining untuk kemungkinan adanya Ab dalam serum donor yang mempunyai riwayat pernah hamil / mendapat

transfuse.

Deteksi B dilakukan dengan teknik antiblobulin coomb indirek, tes ensimatik, low ionic strength solution /LISS

Te

Untuk mendeteksi penyakit menular :

Donor dengan hasil tes-tes tersebut dibawah positif maka tidak dapat diterima sebagai donor :

- Plasmodium malaria

- Seromarker virus hepatitis B C : HBs Ag, anti – HBc, anti – HVC

- Tes untuk sifilis :

Secara rutin tes untuk sifilis masih dikerjakan di banyak bank darah, namun tidak lagi direkomendasikan

oleh American Association of Blood Bank karena Spirochaeta tidak dapat bertahan hidup dengan baik bila

disimpan lebih dari 4 hari pada suhu penyimpanan 1-60C. hanya penggunaan darah segar (kurang dari 4

hari) dapat menularknan sifilis.

Tes VDRL (veneral disease research laboratory), RPR (Rapid plasma regain) dapat dipakai sebagai uji

saring / skrining. Tes ini dipakai untuk mendeteksi adanya antibody nontreponemal yang dissebut regain.

Bila hasilnya non reaktif pada 2 kali pmeeriksaan, besar kemungkinan donor tidak menderita sifilis. Apabila

ada kecurigaan kuat terhadap sifilis laten / lanjut maka perlu dilakukan tes TPHA (Treponema pallidum

hemagglutination assay) / FTA-ABS (fluorescence treponemal antibody absorption) / TPI (Treponema

pallidum immobilization test).

- Tes HIV : skrining dilakukan dengan metode Elisa (enzymelinked mmunosorbent assay) dan konfirmasi

dengan metode Western blot

- Tes CMV (Cytomegalovirus): Sangat perlu untuk resipien dalam keadaan immunocompromised seperti

transplantasi ginjal / sumsum tulang. Ig M anti CMV positif menunjukkan penyakit masih akut.

- Tes virus Ebstein-Barr : juga hanya penting untuk resipien yang menjalani transplantasi.

Page 26: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Tes silang / cross matching

Terupakan langkah akhir dan terpenting di dalam menetapkan compatibility antara donor dengan resipien,

khususnya terhadap golongan darah ABO, dengan tes ini baik antibody komplit maupun inkomplit dapat ditemukan.

Dibedakan 2 macam tes silang yaitu :

Mayor

Sel donor dicampur dengan serum resipien, bila dalam serum resipien terdapat Ab terhadap sel donor, maka terjadi

destruksi sel donor.

Minor

Serum donor dicampur dengan sel resipien, bila dala mserum donor terdapat Ab terhadap sel resipien, maka terjadi

destruksi sel resipien. Tes silang minor ini dibaynya bank darah di luar negeri tidak dikerjakan sebagai tes

pretransfusi karena secara rutin sudah dikerjakan tes skrining untuk mendeteksi adanya Ab dalam donor. Di

Indonesia dikerjakan bersama tes silang mayor.

Teknik untuk tes silang hanya dilakukan dengan metode tabung dan apabila hanya dikerjakan pada temperature

kamar maka tidak dapat menjamin kepastian compatibility karena ab golongan darah tertentu akan bereaksi pada

suhu tubuh / in vivo. Secara umum tes silang merupakan suatu seri pemeriksaan yang dilakukan tretransfusi untuk

menjamin kecocokan darah yang akan ditransfusikan bagi reipien dan mendeteksi kemungkinan adanya antibody

yang tidak diharapkan dalam serum resipien yang dapat mengurangi umur hidup atau menghancurkan eritrosit donor

(eritrosit berumur 120 hari).

Metode pemeriksaaan tes silang mayor :

Dalam larutan garam / salin (tes fase I)

Metode cepat / /immediate spin : caranya

- Dalam seuah tabung berukuran 10 x 75 mm, tetreskan 2 tetes serum resipien

- Tambahkan tetes suspense washed red cells donor

- Pusing segera selama 15 detik dengan kecepatan 3400 rpm

- Periksa/nilai secara makroskopik dan pastikan hasil negative secara mikroskopik metodi ini untuk keadaan

gawat darurat (emergency), bukan ntuk rutin dan hanya positif bila Ab sangat kuat.

Metode inkubasi 220C caranya :

- Dalam sebuah tabung berukuran 10 x 75 mm, teteskan 2 tetes serum resipien

- Tambahkan 1 tetes suspense washed red cells donor

- Inkubasi dulu pada temperature kamar selama 15 – 30 menit

- Pusing segera selama 15 detik dengan kecepatan 3400 rpm

- Periksa adanya hemolisis secara makroskopik dan ada/ tidaknya agglutinasi secara mikroskopoik

Metode inkubasi 37 0C

- Dalam sebuah tabung berukuran 10 x 75 mm, teteskan 2 tetes serum resipien

- Tambahkan 1 tetes suspense washer red cells donor

Page 27: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Inkubasi dulu pada temperature 370C selama 15 – 30 menit

- Pusing segera selama 15 detik dengan kecepatan 3400 rpm

- Periksa adanya hemolisis secara makroskopik dan ada/tidaknya agglutinasi secara mikroskopik.

Dalam Albumin (tes fase II)

Penambahan albumin binatang seperti sapi (bovine) menciptakan kondisi yang lebih ideal / efektif untuk mendeteksi

Ab Rh/golongan darah lain dari ABO, terbentuknya agglutinasi lebih ditingkatkan. Kelemahan teknik ini ialah

kemungkinan dijumpainya aggretan nonspesifik secara mikroskopis yang akan membingungkan penilaian bagi yang

belu berpengalaman. Bentuknya halus dan berjejak (trail). Penetesan dengan salin akan melepaskan agregat tetapi

hal ini juga dapat menghancurkan agglunasi lema yang sebenarnya memang ada. Caranya :

- Dalam sebuah tabung berukuran 10 x 75 mm teteskan 4-6 tetes serum resipien

- Tambahkan 1 tetes suspense 5% dari washed red cells donor

- Tambahkan 2-3 tetes bovine albumin (polymerized), campur baik-baik

- Inkubasi pada suhu 370C selama 15 – 30 menit

- Pusing selama 15 detik (immediate-spin) atau 1 menit dengan kecepatan 1000 rpm

- Periksa secara makroskopik adanya heolisis dan agglutinasi secara mikroskopik

Tes antiglobulin Coomb indirek (tes fase III)

Ntuk mendeteksi Ab inkomplit yang bebas dalam sirkulasi (lihat kuliah golongan darah). Ab ini akan menyebabkan

agglutinasi eritroist in vitro. Tes ini dapat ditingkatkan sensitivitasnya dengan penambahan albumin (bovine) atau

ensim sehingga banyak macam IgG maupun Ig M yang tidak terdeteksi dengan metode salin menjadi dapat

terdeteksi. Sekarang bahkan untuk tes pretransfusi setelah penambahan antiglobulin Coomb dilanjutkan lagi dnegan

penambahan anti komplemen (C3d) sehingga hasilnya menjadi lebih handal.

Tes pada reaksi transfuse :

Bila terjadi reaksi transfuse, maka protap sebagai berikut dijalankan :

- Cek kembali semua data penderita, identitas, banyaknya unit yang ditransfusikan, riwayat transfuse

sebelumnya, dan lain-lain yntuk meyakinkan tidak ada kesalahan klerikal (clerical error)

- Dibutuhkan sampel darah sebagai berikut :

o Resipien sebelum terjadi reaksi transfuse

o Resipien sesudah terjadi reaksi transfuse (beri antikoaguan)

o Donor

Lakukan hal-hal sebagai berikut :

- Periksa adanya hemolisis pada semua sampel

- Ulangi pemeriksaan golongan darah ABO dan Rh pada semua sampel darah resipien dan donor

- Lakukan tes antiglobulin Coomb direk pada sampel resipien (a dan b) : untuk mendeteksi adanya Ab in-

komplit yang melekat pada erirosit resipien

- Ulangi tes silang mayor dan minor, lakukan tes skrining pada sampel a,b,d

Page 28: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Bila terdeteksi Ab, maka identifikasi Ab tersebut ; bila Ab terdeteksi pada sampel b dan tidak pada a,

periksa benar / tidak adanya Ag pada sampel donor

- Lakukan pemeriksaan bakteri secara mikroskopik dan kultur pada sampel c/donor

Lakukan tes-tes tersebut sesuai gejala klinik :

- Menunjang hemolisis

o Haptoglobin pada sampel a dan b. haptoglobin berfungsi mengikat Hb (hemoglobin). Apabila

terjadi penurunan kadar haptoglobin atau tidak ada lagi pada b, berarti terpakai untuk mengikah Hb

yang dilepaskan dari eritrosit yang lisis. Kelebihan Hb yang bebas dapat menyebabkan

hemoblobinuria.

o Metehmalbumin pada sampel a dan b. apabila kapasitas haptoglobin ntuk mengikat hb sudah

jenuh, maka sebagian Hb bebas dalam plasma akan berikatan dengan albumin membentuk

methemalbumin. Methemalbumin menunjukkan adanya hemolisis intravaskuler yang berat /

berlanjut.

o Bilirubin pada sampel b. kadar bilirubin indirek meningkat pada adanya hemolisis

- Kadar kreatinin darah pada sampel b untuk menunjang gangguan fungsi ginjal

- Tes antiglobulin Coomb doirek pada sampel c untuk mendeteksi adanya Ab inkomplit melekat pada erirosit

donor

- Tes untuk mendeteksi adanya Ab leukosit dan trombosit sampel a dan b

- Tes untuk mendeteksi adanya anti Ig A pada sampel a dan b.

Rujukan :

1. Bryant JB. An introduction to immunohjematology.3rd ed.Philadelphia : WB Saunders, 1994;341-59, 477-96

2. Triwibowo. Indikasi transfuse darah. Komite transfuse darah RSUP Dr. Sardjito/PMI.Yogyakarta 1984

3. Rudmann SV. Textbook of blood banking and transfuision medicine. Philadelphia : WB Saunders,

1994;375-433

4. Lee GR, Bithell TC, Foerster J, Athens JW, Lukens JN. Winthrops Clinical hematology. Vol 1.9 th ed.

Philadelphia : Lea & Febiger, 1993; 651 – 700

5. Walker RH technical manual. 11th ed. Bethesda : American association of blood bank, 1993; 309-430

6. Sigal LH, Ron Y. immunology and inflammation basic mechanisms and clinical consequences. New York :

Mc Graw – Hill, 1994 ; 585-98.

7. Melani W. Kondisi transfuse darah di Indonesia Naskah lengkap Konas VIII PHTDI Surabaya, 1997: 1-8

Page 29: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

TRANSUDAT DAN EKSUDAT (dr. Nyoman Suci Widyastiti

Pendahuluan

Rongga serosa dalam tubuh mengandung sejumlah kecil cairan yang mengalir diantara ruang intravaskuler dan

ruangan ekstra seluler. Cairan ini dipelihara dalam keadaan seimbang oleh tekanan osmose dalam kapile membrane

serosa tersebut. Cairan tersebut berfungsi sebagai pelumas agar membrane-membran yang dilapisi mesotel dapat

bergerak tanpa gesekan.

Jumlah cairan tersebut dalam keadaan normal tidak dapat diukur, karena sangat sedikit. Jumlah cairan tersebut

pada keadaan tertentu dapat bertambah jmlahnya, dan dapat berupa transudat atau eksudat.

Factor-faktor yang menaikkan kumpulan cairan ini dalam jumlah yang berlebihan :

- Turunnya tekanan osmotic koloid dalam darah

- Naiknya tekanan hidrostatik intrakapiler

- Kerusakan endotel kapiler atau peremeabilitas kapiler.

Transudat

Transudat : yakni kumpulan carian dalam suatu rongga tubuh yan g bukan berasal dari proses peradangan, dan

berkait dengan gangguan keseimbangan cairan badan.

Transudat mempunyai kecenderungan reseidif jika factor penyebab tidak dihilangkan. Menurut lokasinya transuedat

disebut dengan istilah

- Hidrotoraks

- Hidroperikardium

- Hidroperitoneum

- Hidroarrosis

Kelainan-kelainan yang dapat menimbukan transudat :

- Penurunan tekanan osmotic plasma karena hipoalbuminemi

- Sindroma nefrotik

- Cirrhosis hepatis

Peningkatan retensi Natrium dan air

- Penggunaan natrium dan air yang meningkat

- Penurunan ekskresi Natrium dan air (contoh : gagal ginjal)

Meningkatnya tekanan kapilaer / vena

- Kegagaln jantung

- Obstruksi vena porta

- Perikarditis constrictif

Obstruksi limfe

- Hidrothoraks

- Elephantiasis

Page 30: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Pasca mastektomi radikal

Ciri-ciri transudat spesifik :

- Warna agak kekuningan

- Kejernihahan : jernih

- Berat jenis <1,018 (1,006 – 1,015)

- Tak ada bekuan, atau membeku lambat / dalam jangka waktu lama

- Bau tidak khas

- Protein < 2,5 gr % (tes rivalta negative)

- Glukosa = plasma

- Lemak : negative (kecuali bila chylous +)

- Jumlah lekosit : <500 mm3

- Jenis sel : > mononuclear

- Bakteri negative atau jarang +

Eksudat

Eksudat yakni kumpulan cairan dalam suatu rongga tubuh yang berasal dari proses peradangan atau iritasi. Eskudat

seringkali sembuh dan tak berulang bila telah dikeluarkan seluruhnya. Menurut lokalisasinya disebut :

- Pleuritis eksudativa

- Perikarditis eskudativa

- Perotinitis eksudativa

- Arthritis eksudativa

Sifat-sifat eksudat tergantung pada bahan-bahan yang dikandungnya, jadi eksudat dapat berbentuk :

- Serous

- Fibrinous

- Haemorrhagis

- Purulent

- Atau berbentuk kombinasi

Ciri-ciri eksudat spesifik :

- Warna (karakteristik purulen = putih – kuning, hemoragis = merah, dsb)

- Kejernihan keruh

- Berat jenis => 1,018 (1,018 – 1,030)

- Ada bekuan, atau membeku dalam jangka waktu cepat

- Bau tidak khas. Infeksi kuman anaerob / E.coli : bau busuk

- Protein > 3 gr % (tes rivalta positif)

- Glukosa << plasma

- Lemak mungkin positif (infeksi tuberculosis)

- Jumlah lekosit : 500 – 40.000 / mm3

Page 31: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Jenis sel : > polinuklear

- Bakteri sering +

Efusi yakni kumpulan cairan dalam suatu rongga tubuh yang belum dapat kita pastikan apakah transudat atau

eksudat. Macam – macam efusi :

Pleural effusion :

Penyebab :

a. radang : menurut kuman yang menyebabkan dibagi menjadi

a. radang karena TBC : cairan bias any serous / serofibrinous dapat juga agak purulent atau

haemorrhagis

b. Radang karena kokus : streptokokus : serpourulent, pnemokokus : seropurulent purulent

c. Radang karena fungi

d. Radang karena parasit : abses hepar karena amuba yang pecah dan menerobos ke rongga pleura.

b. Bendungan

a. bendungan pembuluh darah, contoh padak eadaan dekompensasi kordis

b. bendungan saluran limfe (ductus thoracicus) misalnya trauma, tumor, tumor ganas paru – paru :

cairan haemoffhagis, sindroma dari Meigs (teridiri dari pleural effusion (hidrotorak), ascites, fibroma

ovarii), keistimewaan bila tumor diambil maka pleural effusion akan hilang dengan sendirinya

Parasit : filarial akiba yang akan timbul adalah terjadinya plerusal effusion yang berisi chylous

Penyakit alergi : disebug dengan eosinophilic pleural effusion.

Ascitres

Yaitu kumpulan cairan dalam rongga peritoneum (biasanya berupa transudat, tapi dapat juga eksudat) penyebab :

a. radang : perikarditis, abses hepar

b. Bendungan : dekompensasi kordis, cirrhosis hepatis, bendungan saluran limfe :efusi mengandung chylous

c. Tumor biasanya tumor ganas di dalam abdomen

Cairan Synovial :

Cairan yang terdapat rongga sendi, pada keadaaan normal hanya beberapa cc. volume bertambah disebabkan

karena peradangan baik radang spesifik dan non spesifik.

PEMERIKSAAN TRANSUDAT EKSUDAT

Pemeriksaan transudat – eksudat bertujuan unntuk menentukan jenisnya dan sedapat mungkin mengetahui

penyebabnya. Merupakan pemeriksaan yang berdasarkan indikasiTUjuan pemeriksaan :

1. Menentukan jenis (transugdat atau eksudat)

2. Sedapat mungkin memperoleh petunjuk causa/penyebab dalam praktek sering dijumpai cairan / efsi yang

mempunyai sifat transudat dan sebagain sifat eksudat, sehingga sulit dibedakan.

Cara memperoleh bahan :

- Dengan cara pungsi yang dilakukan secara aseptis

Page 32: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Supaya tidak terjadi koagulasi sbelum diperiksa maka ditambahkan antikoagulan. Larutan Natrium Citrat

20% o,o1 ml steril untuk 1 ml cairan, heparin steril.

Jenis pemeriksaan

A. Makroskopis (jumlah, warna, kejernihan, bau, berat jenis, bekuan)

B. Mikroskopis (hitung jumlah sel, hitung jenis sel)

C. Kimia(protein, glukosa, lemak)

D. Bakteriologis

E. PA (jarang)

MAKROSKOPIS

Volume :

Ukurlah volume yang diperoleh apabila seluruh cairan dikeluarkan, maka volume itu dapat member petunjuk tentang

luasnya penyakit.

Warna :

Carian yang hanya terdiri dari serum/plasma berwarna kuning muda/tua tergantung dari kadar bilirubin dalam plasma

tersebut. Warna transudat biasanya kekuningan tergantung kadar bilirubin plasma warna eksudat tergantung causa

dan beratnya radang.

Pus putih kuning

Chylous seperti susu

Darah merah cokelat

Bakteri pyogeneous biru kehijauan

Kejernihan

Tergantung dari banyak sedikitnya partikel-partikel terutama sel-sel

Lekosit menyebabkan kekeruhan yang ringan sampai berat

Eritrosit menyebabkan kekeruhan yang kemerah-merahan

Butir-butir lemak menyebabkan kekeruhan seperti susu

Pada eksudat, jika mungkin sebutkan kekeruhan itu misalkan :

- Serofibrineus

- Seropuruent

- Fibrineus

- Haemorrhagis dst.

Bau

Transudat maupun eksudat biasanya tidak mempunyai bau yang berarti, kecualli bila terjadi pembusukan protein.

Bau seperti tinja karena kuman anaerob, Escherichia coli dst.

Page 33: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Berat jenis

Harus segera ditentukan sebelum terjadi bekuan. Dapat ditentukan dengan urino meter (bila volume cairan <= 25

ml). bila cairan sedikit, gunakan refraktometer.perhatikan kemungkinan terjadinya bekuan yang bias bersifat

halus/berkeping-keping ini dibentuk oleh fibrin yang berdapat dalam cairan itu.

Transudat : jarang erjadi bekuan / lambat terjadi

Eksudat : cepat terjadi bekuan (kecuali bila fibrin telah dirusak oleh bakteri / enzyme sel misalnya pada proses

purulent)

Untuk menghindari terjadinya bekuan maka diberi 1 ml larutan .Na Citrat 20 % untuk 100 ml cairan.

MIKROSKOPIS

Menghitung jumlah sel dalam cairan eksudat atau transudat tidak selalu mendatangkan manfaat.

Hitung jumlah leukosit

Hanya dilakukan pada cairan yang jernih atau agak keruh saja, karena hitung julah sel pada cairan keruh tidak

bermanfaat. Sel yang dihitung biasanya hanya leukosit (bersama sel berinti lain, misalnya sel mesotel, sel plasma).

Sel eritrosit tidak dihitung, karena tidak bermakna.

Bahan pengencer ialah NaCl 0,9% bukan larutan Turk, karena larutan Turk mungkin menyebabkan bekuan. Pada

cairan jernih dilakukan pengenceran sebagaimana hitung jumlah lekosit dalam cairan otak(pengenceran 10/9), bila

cairan agak keruh, gunakan pengenceran yang sesuai. Transudat : <500/mm3 Eksudat : >500mm3

Hitung jenis sel

Hitung jenis sel hanya membedakan dua golongan sel, haitu sel mononuclear (dinamakan golongan limfosit) dan

golongan sel polinuklear (dinamakan golongan segmen). Pemeriksaan hitung jenis tersebut akan member petunjuk

jenis radang yang menyebabkan atau menyertai eksudat. Cara pemeriksaan :

Pembuatan sediaan hpus

- Bila cairan keruh / purulen : tanpa pemusingan bila terdapat bekuan buat sediaan hapus dairi bekuan

tsb.

- Bila cairan jernih pusingkan 10-15 ml cairan, supernatant dibuang, lalu sedimen dicampur beberapa tetres

serum penderita sendiri buat sediaan hapus.

- Fiksasi dan dicat dengan cat Giemsa atau Rright

- Lakukan hitung jenis (hanya membedakan limfosit dan segmen) pada 100-300 sel.

PEMERIKSAAN KIMIA

Protein

Protein dalam transudat hanya fibrinogen saja.dalam transudat kadar fibrinogen fendah : 300 – 400 mg / dl,

sedangkan kadar protein eksudat : 4-6 g/dl

Page 34: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Pemeriksaan protein :

Kualitatif

Tes Rivalta : sereomusin

Cara :

- Ke dalam sebuah slilinder kita campur 100 ml aquadest + 1 tetes

- Teteskan satu 1 tetes cairan yang akan kita periksa ke dalam campuran di atas, dilepaskan kira-kira 1 cm

dari atas permukaan

- Perhatikan reaksi yang terjadi

Penilaian :

- Bila tidak terjadi kekeruhan sama sekali tes negative

- Kekeruhan ringan seperti kabut halus tes positive lemah

- Kekeruhan nyata seperti kabut / timbul precipitat putih tes positif

Kwantitatif :

Tetapkan berat jenis terlebih dahulu

Test Esbach

Cara :

- Bila B.J =< 1010 encerkan 5 – 10 x

- Bil B J = > 1010 encerkan 20 x

Maksud pengenceran ini supaya kita dapatkan hasil protein kira-kira mendekati 4 gr/L, sebab bila

didapatkan hasil > 4 gr/L maka pemeriksaan ini menjadi tidak teliti.

- Lakukan penetapan menurut Esbach seperti hal dalam urin, perhitungkan juga pengenceran yang kita buat.

Cara Kasar :

Rumus : (BJ – 1,007) x 343 = gr protein/ 100 ml cairan (dalam rumus ini, BJ air = 100 ml) dengan perhitungan ini,

maka :

- BJ 1,010 = 1 gr protein / 100 ml

- BJ 1,015 = 2,5 gr protein / 100 ml

- BJ 1,020 = 4,5 gr protein / 100 ml

- BJ 1,025 = 6 gr protein / 100 ml

GLUKOSA

Pemeriksaan glukosa pada transudat-eksudat sebagaimana pemeriksaan glukosa pada plasma darah. Transudat

mempunyai kadar glukosa sama dengan plasma darah, sedangkan eksudat mengandung sedikit glukosa, terutama

bila eksudat tersebut banyak mengandung leukosit.

LEMAK

Page 35: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Transudat biasanya tidak mengandung lemak kecuali bila tercampur dengan chylous. Eksudat karena proses

tuberculosis mungkin mengandung lemak karena dinding kapiler permeable dan dapat ditembus lemak.

Cairan yang berwarna putih seperti susu haru dibedakan apakah warna putih tersebut berasal dari chylous atau

bukan. Untuk membedakan chyolus bukan chylous (misalkan lecithin)

Cara :

- Caairan dibuat alkalis dengan pemberian NaOH 0,1 N

- Tambahkan ether lemak larut

- Penilaian :

o Bila cairan menjadi jernih lemak warna putih karena chylous

o Bila tidak menjadi jernih warna putih mungkin karena lecithin

Untuk meyakinkan adanya lecithin tsb, kita lakukan tes sbb :

- Encerkan cairan tsb 5 x dengan ethyl alcohol 95%

- Panasilah berhati – hati dalam air kalau menjadi jernih mungkin lecithin kita lanjutkan

- Saringlah cairan yang telah menjadi jernih itu dalam keadaan masih panas

- Filtratnya ditampung dan diuapkan dalam air panas sampai volume menjadi seperti semula (sebelum diberi

ethyl alcohol)

- Biarkan menjadi dingin lagi

- Penilaian : kalau menjadi keruh lagi adanya lecithin lebih terbukti, kekeruhan itu bertambah kalau sudah

diberi sedikit air.

Tambahan

Empyema : kumpulan pus dalam suatu rongga tubuh yang sejak semula sudah ada (misalnya dalam rongga plerura)

Abscess : kumpulan pus dalam suatu rongga tubuh yang semula belum ada.

TABEL BEDA ANTARA TRANSUDAT DAN EKSUDAT

Keterangan : seringkali sifat cairan tidak khas, sehingga sulit dibedakan.

Contoh soal

Plih salah satu jawaban yang paling benar :

Peningkatan kumpulan cairan dalam jumlah berlebihan dapat terjadi karena hal-hal berikut kecuali :

a. Penurunan tekanan osmotic koloid dalam darah

b. Penurunan tekanan hidrostatik intra kapiler

c. Kerusakan endotel kapiler

d. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler

e. Gangguan permeatbilitas kapiler

Soal sebab akibat

Permeriksaan glukosa merupakan pemeriksaan kimia yang paling penting

SEBAB

Page 36: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Kadar glukosa cairan eksudat hamper sama dengan kada glukosa plasma darah

Daftar pustaka

Ganasoebrata R. transudat dan eksudat. Dalam : penuntun laboratorium klinik Jakarta : penerbit dian rakyat, 1989 :

1 – 10

Kjeldserg CR, Krieg AF. Cerebrospinal Fluid and other body fluids. In : Clincal Diagnosis and Management by

Laboratory Methods. 17th ed. Todd-Stanford-Henry JB. , 1984 : 483-7

Lisyani S. Diktat Kuliah Transudat dan eksudat. Semarang : Bagian Patologi Klinik FK UNDIP, 1984 : 1 – 10

Page 37: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

CAIRAN OTAK (dr. Nyoman Suci Widyastii

PENDAHULUAN

Cairan otak ialah cairan jernih, tak berwarna yang 70 % dibuat oleh plexus choroideus di dalam ruang atau ventrikel

otak melalui transport akitf dan ultrafiltrasi, sedangkan 30% dibentuk pada tempat lain, termasuk dpedim ventrikel

dan rongga subarachnoid. Cairan otak ini pada orang dewasa diproduksi 500 ml setiap hari (21 ml/jam), walaupun

hanya kurang lebih 120 – 150 mll saja yang bersirkulasi. Volume cairan otak pada neonates kurang lebih 10 – 60 ml.

seluruh cairan otak diganti secara lengkap kira-kira tiga kali sehari.

Cairan otak bersirkulasi lambat dari tempat produksi di ventrikel, keluar melalui foramina Lushka dan Magendie pada

ventrikel IV, bersirkulasi ke rongga-rongga yang mengelilingi hemisfer serebral dan medulla spinalis lalu direseorbsi

melalui villi pada sinus dural, masuk kembali ke vena. Laju produksi cairan otak tersebut tidak tergantung pada

gradient tekanan cairan otak vena, sedangkan resorbsi bergantung pada graien tekanan antara cairan otak dan

darah vena pada sinus dural (normal : 60 – 80 mm air).

Tekanan cairan otak normal dijaga dengan absorbs cairan otak dalam jumlah yang sama dengan produksinya.

Sumbatan akan menyebabkan peningkatan jumlah cairan otak, menyebabkan hidrosephalus pada bayi dan anak,

atau peningkatan tekanan cairan otak pada orang dewasa. Dari semua factor yang mengatur tingkat tekanan cairan

otak, tekanan vena adalah yang terpenting, karena cairan yang terabsorbsi pada akhirnaya akan mengalir ke system

vena.

Cairan otak dapat mendifusikan tekanan akibat hantaman keras pada tengkorak yang mungkin menyebabkan cedera

berat, sehingga cairan otak ini dapat berfungsi sebagai peredam kejut hidrolik (hydraulic shock absorber). Cairan

otak juga membantu regulasi tekanan intracranial sehingga tak mudah berfluktuasi terhadap aliran darah, dan

mengangkut nutrient dan produk sisa.

Hamper semua konstituen yang ada di plasma darah, juga ditemukan dalam kadar merah di cairan otak, kecuali

kadar chloride yang biasanya selalu tinggi. Akan tetapi, dalam susunannya cairan otak tidak boleh dipandang sama

dengan cairan yang terjadi karena proses ultrafiltrasi dari plasma darah saja, oleh karena disamping proses filtrasi,

juga terdapat factor sekresi dari plexus choroideus. Cairan otak bukanlah transudat semata.

Beberapa penyakit dapat membuat elemen-elemen yang seharusnya dihambat oleh sawar darah-otak dapat

menembus sawar tersebut. Erirosit dan lekosit dapat masuk ke cairan otak, bila terjadi rupture pembuluh darah atau

reaksi menigeal terhadap iritasi. Bilirubin, secara normal tidak ditemukan, tetapi dapat ditemukan pada cairan spinal

pasca perdarahan intra cranial. Sawar darah cairan otak jga dapat terbuka secara reversible pada hipertensi, kejang,

hiperkapnia, dan injeksi bahan kontras radiografik.

FUNGSI LUMBAL

Cairan otak biasanya didapatkan dengan pungsi ke dalam cavum subarachnoidale bagian lumbal. Selain ditempat

tsb. Juga pungsi suboccipital ke dalam cistern magna atau pungsi ventrikel, sesuai dengan indikasi kinik. Saccus

lumbalis antara L4-L5 merupakan lokasi pungsi yang palin sering dikerjakan, karena pada lokasi tersebut terdapat

pooling cairan otak dan hamper tidak mungkin menimbulkan cedera system saraf. Pada anak-anak spinal cord

Page 38: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

berada lebih caudal dari orang dewasa, yaitu pada L3-L4 sampai usia 9 bulan, saat medulla spinalis pada posisi L1-

L2 dan harus dilakukan pungsi lumbal pada posisi lebih rendah dibandingkan orang dewasa. Pengeluaran cairan

otak dapat menimbulkan nyeri kepala. Hal itu disebabkan saat cairan mengalir dari ventrikel atau rongga

subarachnoid, ujung saraf bebas di sekitar pembuluh utama furameter teregang-sebagai akibat otak yang kolaps

sebagian akan menarik meningen.

Pungsi lumbal dilakukan dengan maksud diagnostic atau untuk melakukan tindakan terapi, antara lain :

1. Untuk memeriksa cairan otak, untuk menyingkirkan diagnosis banding, dan menegakkan diagnosis

misalnya pada kasus suspek meningitis ataupun perdarahan intra cranial.

2. Untuk menentukan tekanan cairan otak, untuk mencatat gangguan aliran cairan otak, atau menurunkan

tekanan, dengan jalan mengurangi volume cairan otak

3. Untuk memasukkan obat-obat anestesi, obat tertentu (misalnya methotrecxate untuk leukemia meningeal,

ampthericin pada meningitis fungal) dan media kontras x-ray.

Pada hamper semua kasus, pungsi lumbal dilakukan secaraa elektif (terprogram). Pungsi lumbal elektif dilakukan

pada pagi hari, pada pasien yang telah puasa sepanjang malam. Hal ini disebabkan karena pada pagi hari seluruh

staf laboratorium dan konsltan berada di tempat sehingga dapat melakukan pemeriksaan secepatnya, serta karena

evaluasi kadar glukosa cairan emergency dilakukan pada pasien dengan suspek meningitis, perdarahan

subarachnoid atau leukemia yang mengenai susunan saraf pusat.

Kontraindikasi :

1. Peningkatan tekanan intracranial, pada beberapa kasus dengan pasien koma, perdarahan intracranial atau

suspek meningitis sangat perlu dilakukan pngsi lumbal untuk menegakkan diagnosis, sehingga boleh

dilakukan pungsi lumbal dengan sangat berhati-hati.

2. Suspek infeksi epidural

3. Infeksi atau penyakit kulit berat pada area lumbar, yang akan menyebabkan infiltrasi cairan otak dan

komplikasi infeksi.

4. Persoalan psikiatrik berat atau nyeri pinggang kronik pada pasien neurotic

Kompliasi pungsi lumbal :

1. Herniasi uncus melalui tentorium atau cerebellar tonsils melalui foramen magnum pada pasien dengan

tekanan intra cranial yang tinggi. Edema papil bukan kontraindikasi mutlak

2. Pata tumor medulla spinalis, dapat terjadi progresi paresis atau paralisis

3. Pada pasien dengan gangguan pembekuan darah atau mendapat terapi anti koagulan, pungi lumbal dapat

menyebabkan hematom ekstra dural atau subdural. Kondisi ini bukan kontraindikasi mutlak.

4. Pada pasien sepsis, perforasi meningen akan meningkatkan kemungkinana terjadinya meningitis. Bila

pasien diduga sepsis, maka sebelum dilakukan pungsi lumbal harus dilakukan kultur darah terlebih dahulu.

5. Pada bayi/balita pungsi lumbal dapat menyebabkan kematian yang disebabkan karena peregangan yang

ekseseif dan obstruksi tracheal karena penekanan kepala.

6. Bila tak digunakan stylet, maka dapat tumbuh tumor epidermoid setelah selang 2 – 10 tahun.

Page 39: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

7. Infeksi

8. Nyeri kepala. Nyeri ini disebabkan kebocoran lubang penusukan pasca pungsi lumbal (13-32 % kasus).

Pencegahannya ialah dengan cara menggunakan jarum dengan stylet berukuran kecil (22gauge).

Tekanan Cairan Otak

Harga normal : 75 – 150 mm air pada posisi lateral decupitus

30 – 40 cm air pada posisi duduk

Tekanan cairan otak secara langsung berhubungan denan tekanan vena juguler dan vertebral yang berhubungan

dengan sinus-sinus dural intra cranial dan spinal. Implikasi klinis tekanan meningkat :

a. Massa intra cranial (tumor, abces, perdarahan intra cerebral)

b. Meningitis tuberculosa atau purulenta

c. Proses inflamasi ringan

d. Encephalitis

e. Gagal jantung kongestif

f. Obstruksi vena cava superior akut

g. Obstruksi sinus-sinus vena intracranial karena thrombosis

h. Hipoosmolalitas karena hemodialisis

i. Gangguan resorbsi cairan otak karena peningkatan kadar protein, misalnya karena perdarahan

subarachnoid

j. Edema serebral

Tekanan turun

a. Tumor yang obstruktif atau menekan rongga sbarachnoid spinal

b. Koma diabetic

c. Kolaps sirkulasi

d. Dehidrasi berat

e. Hiperosmolalitas akut

f. Kebocoran cairan otak(karena sobekan dra pasca cedera pinggang, rhinorrhea cairan otak, pungsi lumbal)

Perbedaan tekanan awal dan akhir pada pungsi lumbal

a. Sumbatan tumor atau spinal

Bila terdapat perbedaan penurunan tekanan yang besar meengindikasikan adanya pool cairan otak yang

sedikit.

b. Hidrosephalus

Bila terdapat perbedaan penurunan tekanan yang kecil, mengindikasikan pool cairan yang banyak.

c. Penurunan tekanan 25 – 50 % pasca pengeluaran 2 ml cairan otak, maka diduga terdapat herniasi

cerebellar atau kompresi di atas lokasi pungsi

Factor yang mempengaruhi penilaian hasil

Page 40: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

1. Peningkatan tekanan ringan dapat terjadi pada pasien yang sadar, yang menahan nafas atau meregangkan

otot-ototnya.

2. Bila lutut pasien difleksikan terlalu rapat dengan abdomen, kompresi vena akan menyebabkan peningkatan

tekanan cairan otak. Hal ini dapat dijumpai pada pasien dengan berat badan normal dan obsese.

PEMERIKSAAN CAIRAN OTAK

Macam pemeriksaan cairan otak

1. Pemeriksaan makroskopis (warna, kekeruhan, sedimen, bekuan)

2. Pemeriksaan mikroskopis (hitung jumlah sel, hitung jenis sel, bakterioskopis)

3. Pemeriksaan kimia (protein, glukosa, chloride, calcium, LDH, asam laktat, pemeriksaan khusus untuk

meningitis tuberculosa, glutamine)

4. Pemeriksaan serologis

5. Pemeriksaan bakteriologis

Cara menampung bahan pemeriksaan

Disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan persangkaan macam penyakit. Untuk melakukan

berbagai macam pemeriksaan, jarang diperlukan lebih dari 15 ml. tabung pemeriksaan haru sanag bersih dan jernih,

karena hasil pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan kimia menjadi tak berarti karena tabung-tabung yang tidak

memenuhi syarat.

1. Bila tanpa pemeriksaan bakteriologis, disiapkan paling sedikit 3 tabung untuk menampung cairan otak

a. Tabung pertama : menampung beberapa tetes yang keluar pertama dari jarum pungsi. Jangan

dipakai untuk pemeriksaan karena mungkin sekali mengandung sedikit darah karena tindakan

pungsi.

b. Tabung kedua 2-4 ml (sama banyak dengan tabung ketiga)

c. Tabung ketiga : 2-4 ml tabung kedua dan ketiga digunakan untuk pemeriksaan non bakteriologis.

2. Jika hendak dilakukan pemeriksaan bakteriologis, maka tabung ketiga harus steril

3. Selalu sediakan tabung yang berisi larutan Natrium citrate 20 % (0,01 ml larutan Natrium Citrat untuk 1 ml

cairan otak). Tabung ini diunakan bila diperkirakan cairan otak akan membeku, misalnya cairan otak yang

mengalir keruh, xanthokromia atau bercampr darah.

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS

Untuk pemeriksaan makroskopis, tabung pemeriksaan berisi cairan otak harus selalu dibandingkan dengan tabung

control yang serupa dan berisi aquadest, agar kelainan ringan dapat terlihat.

Warna :

Normal : sejernih Kristal dan tak berwarna, seperti air / aquadest. Perubahan warna yang sangat minimal akan

menyulitkan untuk interpretasi. Cairan otak harus dibadingkan dengan tabung control yang berisi aquadest dengan

latar belakang berwarna putih. Implikasi klinis :

Page 41: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Warna abnormal :

a. Darah / merah : darah yang disebabkan oleh perdarahan subarachnoid dan serebral akan sama pada

ketiga tabung. Bila dalam cairan otak tersebut hanya terdapat < 400 eritrosit/ul cairan otak, maka darah dan

kekeruhan tak dapat dilihat denngan mata telanjang.

b. Keabu-abuan karena leukosit dalam jumlah bear, misalnya pada radang purulen

c. Coklat disebabkan perdarahan yang lama karena eritrosit hemolisis. Bila dipusingkan, maka supernatant

akan xanthokromia

d. Xanthokromia ialah warna pink pucat hingga oranye atau kuning pada supernatant cairan otak yang telah

dipusingkan. Xanthorkoia harus diamati sesegera mungkin (<1jam) pasca pungsi sebelum eritrosit lisis (1-4

jam) untuk menghindari hasil positif palsu.

Pigmen yang menyebabkan xanthokromia :

a. Oksihemoglobin

b. Methemoglobin

c. Bilirubin (>6 mg/dl) karena eritrosit dalam cairan otak yang mengalami lisis, karena plasma

d. Peningkatan kadar protein pada cairan otak (> 150 mg/dl) biasanya cairan otak yang berasal dari

melanosarcoma meningeal.

Xanthorkomia biasanya menandakan adanya perdarahan sebelumnya, misalnya pada perdarahan subarachnoid.

Pada perdarahan subarachnoid, xanthokromia karena oksihemoglobin berwarna pink pucat atau oranye pucat)

terlihat 2-4 jam setelah awal perdarahan, menapai puncak kurang lebih 24 – 36 jam dan berangsur-angsur

menghilang setelah 4-8 hari. Xanthorkomia karena bilirubin (berwarna kuning mulai terlihat di cairan otak kurang

lebih 12 jam setelah awal perdarahan mencapai pncak ±2-4 hari, dan berangsur-angsur menghilang setelah 2-4

minggu. Xantokromia dibagi atas 1+ hingga 4+. Xanthoromia secara normal dapat terjadi pada cairan otak bayi

premature. Hal ini disebabkan karena sawar darah-cairan otak belum matur, kadar bilirubin meningkat, atau

peningkatan kadar proein. Pemeriksaan xanthoromia lebih sensitive dan spesifik bila diperiksa dengan metode

spektofotometri dibandingkan dengan pemeriksaan aakroskopis (visual).

Factor yang mempengaruhi penilaian hasil

- Darah pada spesiman cairan otak bias disebabkan trauma karena pungsi lumbal dan harus dibedakan dari

darah yang disebabkan karena perdarahan subarachnoid. Eritrosit yang mengalami krenasi tak dapat

digunakan untuk membedakan asal darah dalam cairan otak.

a. Pada saat pungsi.

Pada trauma pungsi : darah tampak tidak homogeny dengan cairan otak dan aliran cairan otak semakin

lama semakin jernih. Pada perdarahan subarachnoid, darah tampakhomogen. Tekanan cairan otak pada

perdarahan subarachnoid biasanya meningkat. Pada trauma pungsi, tekanan cairan otak biasanya rendah

atau normal.

b. Pemeriksaan makroskopis

- Warna

Page 42: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Darah karena trauma pungsi : darah pada cairan otak biasanya secara gradual berkurang, sehingga pada

tabung ketiga darah lebih sedikit dan cairan otak lebih jernih (warna darah lebih muda). Bila dipusingkan

supernatant akan tampak jernih, tidak xanthokromia (kecuali bila pasien ikterik)

- Bekuan

Darah karena trauma pungsi akan membeku setelah cairan otak didiamkan beberapa saat atau mengendap

bila dipusingkan.

Kontaminasi cairan otak dengan cairan disinfektan akan mempengaruhi warna specimen cairan otak.

TUGAS

1. Osmolalitas plasma dan cairan otak sama, sehingga lisis eritrosit tidak disebabkan perbedaan osmolalitas

kedua cairan tersebut. Diskusikan kemungkinan-kemungkinan penyebab lisis eritrosit pada cairan otak

pasca perdarahan subarachnoid.

2. Bagaiman cara memperkirakan waktu awal terjadinya perdarahan subarachnoid dari pemeriksaan

makroskopis cairan otak?

Kekeruhan

Normal : jernih, sejernih aquadest, bila tidak ada kekeruhan maka surat kabar akan terbaca dengan jelas

melalui/menembus tabung.

Pertambahan jumlah sel-sel (pleisitosis) tidak eslalu disertai dengan kekeruhan, misalnya pada encephalitis,

meningitis tuberculosa, meningitis syhilitica, tabes dorsalis dan poliomyelitis. Kekeruhan biasanya berhubungan

dengan leukosit yang banyak, terutama netrofil. Selain itu juga disebabkan darah dan kuman-kuman, pada

meningitis kekeruhan bervariasi dari kekeruhan minimal hingga hamper penuh oleh pus. Pada infeksi cryptokokal,

kekeruhan disebabkan oleh sel-sel yeast. Pada umumnya :

a. < 200 sel / ul : kekeruhan tidak terlihat

b. 200 – 500 sel /ul sedikit keruh

c. > 500 sel / ul : keruh

Laporkan sebagai : jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh

Sedimen

Normal : tidak ada sedimen walaupun cairan otak telah dipusingkan. Adanya sedimen berarti abnormal. Jumlah

sedimen sebanding dengan kekeruhan cairan otak.

Bekuan

Normal : tidak ada bekuan, walaupun cairan otak didiamkan beberapa lama hal ini disebabkan cairan otak normal

tidak mengandung fibrinogen. Periksa cairan otak 10 menit setelah pungsi lumbal / penampungan. Bila didapatkan

bekuan, laporkan macam bekuan : halus sekali, berkeping-keping, menyerupai serat, menyerupai selaput, atau

Page 43: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

bekuan kasar dan besar. Bekuan terbentuk bila terdapat fibrinogen dalam cairan otak. Keadaan ini biasanya disertai

bertambahnya protein albumin dan globulin (>1000 mg/dl atau kurang).

Pada meningitis tuberculosa terlihat terbentuknya bekuan yang sangat halus dan sangat renggang yang mulai

terbentuk pada permukaan cairan dan tumbuh sampai ke pertengahan cairan. Pembentukan bekuan ini memerlukan

waktu 12 jam atau lebih. Akan tetapi tidak semua meningitis tuberculosa membentuk bekuan yang halus dan

renggang. Pada peradangan yang menahun, juga mungkin terbentuk bekuan berupa selaput tipis di atas permukaan

cairan otak. Bekuan yang besar atau kasar mengarah pada meningitis purulenta. Bekuan en masse, yaitu cairan

otak membeku seluruhnya, terlihat pada sindroma Froin dan pada perdarahan besar. Keterangan :

Sindroma Froin : penyakit dengan kumpulan gejala dan tanda.

- Sumbatan subarachnoid

- Kadar protein cairan otak sangat meningkat

- Xanthokromia (karena peningkatan kadar protein)

- Pembentukan gel setelah cairan otak didiamkan.

Pemeriksaan Makroskopis

Pemeriksaan mikroskopis diarahkan jumlah dan jenis sel, dan adanya bakteri serta jenisnya secara bakterioskopik.

Secara essensial, tidak ada sel-sel dalam cairan otak. Bila terdapat sel-sel, maka sel tersebut harus diidentifikasi tipe

dan persentasenya dibandingkan dengan jumlah total leukosit yang ditemukan. Hanya terdapat dua jenis sel dalam

cairan otak, yaitu leukosit atau sel-sel tumor. Bila ditemukan leukosit, harus dihitung jumlahnya.

Hitung jumlah sel

Sama dengan konsentrasi lekosit (hitung jumlah) menggunakan bilik hitung. Harga normal (dewasa) : 0-5 / mm 3

(limfosit) = < 5x 106 leukosit per liter

Neonates 0 – 30 sel / mm3 (segmen)

Pemeriksaan dilakukan < ½ jam setelah penampungan, karena leukosit sangat cepat menjadi rusak dan penyebaran

tak merata, sehingga menjadi tak homogeny walaupun telah dikocok. Unakan tabung penampungan ketiga untuk

pemeriksaan hitung jumlah sel, karena merupakan sampel paling murni. Digunakan bilik hitung Fuch Rosenthal. Bilik

hitung Fuch Rosenthal lebih teliti, karena lebih luas dan lebih tinggi dari pada bilik hitung Neubauer Improve. Materi :

- Bilik hitung Fuch – Rosenthal (bila tak ada, dapat digunakan bilik hitung Neubauer Improve)

- Pipet Pasteur dengan penghisap karet / pipet leukosit

- Larutan turk

Metode :

1. Tutup bilik hitung dengan kaca penutup (coverglass)

2. Aduk/kocok cairan otak pelan-pelan

Page 44: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

a. Bila cairan otak jernih, pemeriksaan tanpa pengeceran atau dengan pengenceran ringan. Buatlah

pengenceran 10/9 dengan cara menghisap larutan Turk pekat sampai garis bertanda 1 pada pipet

lekosit, lalu menghisap cairan otak sampai garis bertanda 1.

b. Bila cairan otak sangat keruh, lakukan pengenceran. Buatlah pengenceran 1 : 20 menggunakan

0,02 ml cairan otak (=garis bertanda 0,5 pada pipet leukosit) dan 0,95 ml larutan Turk (=garis

bertanda 11 pada pipet leukosit)

3. Kocok pipet, buanglah 3 tetes pertama dari pipet. Tetesi bilik hitung dengan cairan otak

4. Diamkan bilik hitung yang telah ditetesi cairan otak selama 5 menit agar sel-sel mengendap. Letakkan bilik

hitung pada mikroskop.

5. Hitunglah jumlah sel yang tampak per 1 mm3, menggunakan perbesaran obyektif 10x. bila pelaporan

menggunakan SI, harga tersebut tidak berubah missal (150 sel/mm3 – 150 x 106 /I). bila tanpa pengenceran,

gunakan perbesaran obyektif 40x untuk memastikan bahwa sel-sel yang terhitung ialah leukosit. Bila

dengan pengenceran, tetapi dijumpai sel eritrosit, gunakan perbesaran obyektif 40x eritrosit itu tidak ikut

dihitung.

6. Perhitungan :

a. Luas bilik hitung Fuch – Rosenthal 16 mm3. Tinggi bilik 0,2 mm

i. Bila tanpa pengenceran, tak dilakukan koreksi penghitungan hitung sel-sel dalam 5 mm3

menggunakan kotak 1,4,7, 13 dan 16.

ii. Bila dengan pengenceran ringan (10/9) jumlah sel = n x 5 x 10 = 50 kira-kira n(16 9 144 3)

Implikasi klinis :

1. Peningkatan jumlah sel-sel di cairan otak disebut :pleisitosis

a. 2-10 sel : borederlin atau pleiositosis ringan

b. > 10 sel / ul berarti abnormal

c. 25 – 50 sel : pleiositosis sedang

d. > 50 sel : pleiositosis berat pada anak <5 tahun jumlah <= 20 sel / ul masih dianggap normal

2. Penyakit tertentu dapat meningkatkan atau menggeser hitung sel yang normal

a. Lekosit >500 biasanya disebabkan infeksi purulen dan predominan sel granulosit / segmen

b. Lekosit 300 – 500 dengan sel predominan sel mononuclear (limfosit / monosit) :

i. Infeksi viral, misalnya poliomyelitis, dan meningitis aseptic

ii. Syphilis di cairan otak

iii. Meningitis tuberculosa

iv. Tumor atau abses (lekosit bias juga dalam batas normal)

v. Meningitis bacterial yang dalam pengobatan

vi. Multiple sklerosis (50% kasus)

vii. Encephalopati karena penyalahgunaan obat

viii. Sindrom Guillain-Barre

Page 45: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

ix. Encephalomyelitis Disseminata akut

x. Sarcoidosis dari meningen

xi. Polyneuritis

xii. Periarteritis susunan saraf pusat

c. Lekosit dengan >40% monosit, diumpai pasca perdarahan sub arachnoid.

3. Peningkatan netrofil

a. Infeksi

i. Meningitis bacterial

ii. Meningoencephalitis viral awal

iii. Tuberculosis awal

iv. ‘meningitis mikotik

v. Encephalomyelitis amebic

vi. Stadium awal siphylis meningovascular

vii. Meningitis aseptic

viii. Emboli septic karena endokarditis bacterial

ix. Osteomielitis spinal atau tulang tengkorak

x. Empiema subdural

xi. Abses serebral

xii. Phlebitis sinus dural atau vena kortikal

b. Non infeksi

i. Reaksi karena perdarahan susunan saraf pusat

ii. Reaksi terhadap pungsi lumbal berulang

iii. Injeksi substansi asing pada rongga subarachnoid, misalnya medium kontras dan obat

kemoterapi.

iv. Pneumoencephalogram

v. Leukemia granulositik kronik yang metastasis ke susunan saraf pusat

vi. Pungsi lumbal yang terkontaminasi detergent

vii. Tumor yang mengalami metastasis

viii. Infark, reaksi neutrofilik biasanya disebabkan karena organism piogenik.

4. Sel-sel lain

a. Sel maligna (limfosit atau histosit) pada tumor otak primer atau metastasis, terutama dengan

ekstensi meningeal

b. Peningkatan jumlah sel plasma disebabkan :

i. Proses inflamasi sub akut dan kronis

ii. Multiple sclerosis

iii. Leukoencephalitis

Page 46: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

iv. Respon hipersensitivitas lambat

v. Encephalitis viral sub akut

vi. Meningitis (tuberculosa atau fungal)

vii. Beberapa tumor otak

c. Makrofag pada traumatic dan iskemik infark cranial, meningitis tuberculosa atau mycotik reaksi

terhadap eritrosit, substansi asing atau lipid dalam cairan otak.

d. Sel glial, ependimal atau plexus : pasca prosedur bedah atau trauma susunan saraf pusat

e. Sel leukemix pada cairan otak : pasca remisi karena kemoterapi dan pasca penghentian

kemoterapi.

BAKTERIOSKOPI

Dengan pemeriksaan bakterioskopi, sering sudah dapat diperoleh petunjuk kea rah etiologi, sebaiknya disamping itu

perlu dilakukan biakan dan percobaan binatang. Dilakukan pulasan dari sedimen cairan otak.

Pemeriksaan Kimia

PROTEIN

Pemeriksaan protein merupakan pemeriksaan kimia cairan otak paling penting. Cairan tak normal pada pungsi

lumbal mengandung protein 10 mg % - 45 mg % (rata-rata 25 mg %) kadar tsb memberikan hasil negative terhadap

pemeriksaan secara kualitatif.

Kadar protein dipengaruhi tempat pengambilan cairan otak. Semakin cranial, kadar protein semakin berkurang.

- Pada cistenal kadar protein normal : 15 – 25 mg %

- Pada ventricular : 5 – 15 mg%

Kadar normal tersebut juga tergantung pada usia, misalnya protein cairan otak lumbar pada usia 65 ialah 65 mg %.

TABEL

Cairan otak secara normal mengandung sangat sedikit protein karena protein dalam darah dalam bentuk molekul

yang besar tidak mampu melintasi sawar darah otak. Proporsi albumin globulin pada cairan otak lebih tinggi dari

pada plasma darah, hal ini disebabkan molekul albumin secara signifikan jauh lebih kecil dari molekul globulin, dan

dapat lebih mudah menembus sawar darah otak.

Pada sebagain besar penyakit, perubahan hidung jumlah sel sebanding dengan kadar protein. Keadaan dimana

kenaikan kadar protein tidak sebanding dengan kenaikan jumlah sel disebut : A;buminocytologic dissociation

dijumpai pada beberapa keadaan antara lain : tumor medulla spinalis, poliomyelitis (sebagian kasus), sindroma

Guillain-Barre dan Sindrom Froin. Sebab kenaikan kadar protein dan alterasi rasio albumin-globulin dalam cairan

otak :

- Kerusakan sawar darah otak, misalnya karena infeksi

- Pendarahan / eksudasi serum

- Pembebasan protein dari sel-sel tumor / radang

Page 47: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Obstruksi sirkulasi cairan otak

- Degenerasi jaringan, misalnya pada sindroma Guillain Barre

Variasi kenaikan kadar protein pada berbagai penyakit :

- Naik ringan : neurolues, poilomielitis (stadium permulaan), beberapa bentuk ensefalitis

- Naik sedang : meningitis tuberkulosa

- Naik sampai 200 mg % - 500 mg % meningitis purulenta, sindrom Froin, sindrom guillain Barre

Cara pemeriksan (kualitatif, semikuantitatif, kuantitatif)

Bila ada darah dalam cairan otak, hasil pemeriksaan protein (dengan cara apapun) menjadi tidak ada artinya lagi,

karena akan menjadi kurang akurat.

Kualitatif :

1. Percobaan busa

Merupakan tes kasar terhadap kadar protein.cairan otak normal hanya berbusa sedikit saja dan hilang

setelah 1-2 menit. Cara : dalam sebuah tabung reaksi, cairan dikocok kuat-kuat.

Penilaian : negative (timbul busa sedikit dan hilan setelah 1 meni/ 2 menit, positive : timbul busa banyak

yang belum hilang setelah didiamkan sampai 5 menit.

2. Modifikasi percobaan Nonne – Apelt

Tes ini terutama menguji kadar globulin. Tes ini sudah banyak ditinggalkan, digantikdan dengan metodi

yang lebih baik. Bahan yang digunakan lebih banyak daripada pemeriksaan pandy, tetapi lebih bermakna

dari tes Pandy, karena dalam keadaan normal hasil tes ini negative sama sekali tidak ada kekeruhan pada

batas cairan.

Reagen : larutan ammonium sulfat jenuh (Ammonium Sulfat 80 g + aquadest 100 ml, disaring)

Cara :

- Dalam sebuah tabung reaksi tuangkan larutan ammonium sulfat jenuh sebanyak 1 ml

- Tambahkan secara berhati-hati cairan otak sebanyak ml sehingga terbentuk 2 lapisan

- Diamkan selama 3 menit, amati perbatasan kedua lapisan

Penilaian :

- Negative tak ada cincin

- Positif : bila terbentuk cincin putih pada perbatasan kedua cairan

- 1+ cincin putih yang bila dikocok menghilang dan cairan jernih

- 2+ cincin putih yang bila dikocok menyebabkan cairan menjadi sedikit keruh

- 3+ cincin putih yang bila dikocok menyebabkan cairan tampak seperti awan

- +4 cincin putih yang bila dikocok menyebabkan cairan menjadi sangat keruh

3. Percobaan untuk albumin

- Reagen : larutan asam asetat 10%

- Cara :

o Kocok isi tabung percobaan untuk globulin di atas lalu disaring

Page 48: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

o Filtratnya diasamkan kengan penambahan satu tetes asam asetat 10% kemudian didihkan

o Penilaian : Negatif : tidak timbul kekeruhan / keruh sedikit

o 1+ kekeruhan seperti awan dengan sedikit endapan

o 2+ Kekeruhan seperti awan dengan flokulasi

o 3+ kekeruhan seperti awan dengan flokulasi banyak

Ad. Semikuantitatif

Untuk menyatakan adanya globulin dan albumin

Percobaan Pandy :

Reagen : reagen pandy, yaitu larutan fenol jenuh dalam air (phenolum liquefactum 10ml aquadest 90ml)

Cara :

- Masukkan 1 ml reagen pandy pada tabung tes

- Tempatkan tabung di depan papan / kartu hitam

- Teteskan 3 tetes cairan otak perlahan-lahansetetes demi setetes menggunakan pipet tetes. Amati

perubahan reagen setiap penambahan satu tetes cairan otak.

- Baca hasil dengan cepat.

Penilaian :

Negative : tidak ada kekeruhan / keruh sedikit

Positif terbentuk kabut putih saat tetesan cairan otak tercampur reagen atau terdapat kekeruhan ringan yang

kemudian hilang

1+ kekeruhan jelas = kurang lebih 50 mg% - 100mg %

2+ kekeruhan seperti awan kurang lebih 100 mg % - 300 mg %

3+ kekeruhan seperti awan besar-besar kurang lebih 300 mg % - 500 mg %

4+ sangat keruh > 500 mg %

Ad. Kuantitatif ditetapkan dengan spektrofotometer

Cara ini mudah dikerjakan, dan hasilnya lebih bermakna/akurat. Cara ini yang saat ini banyak dikerjakan selain cara

pemeriksaan protein secara kasar seperti disebutkan di atas, saat ini pemeriksaan protein dalam cairan otak

diarahkan pada fraksi-fraksi protein dalam cairan otak untuk membantu menegakkan beberapa penyakit,

terutamaMultiple Sclerosis. Pemerisaan fraksi protein menggunakan metode elektroforesis dan imunoelektroforesis.

Factor-faktor yang mempengaruhi penilaian kadar protein cairan otak:

1. Obat-obatan yang dapat menyebabkan kenaikkan penilaian kadar protein

a. Kontaminan obat anestesi (local)

b. Chlorpromazine

c. Golongan salisilat

d. Streptomycin

e. Sulfanilamide

Page 49: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

f. Tryptophan

2. Darah karena traua yang disertai campuran darah tepi pada cairan otak akan meningkatkan penilaian kadar

protein (koreksi dilakukan dengan mengurangi sebanyak 7 mg % untuk setiap 500 sel darah merah/mm3).

3. Obat-obatan yang menurunkan penilaian kadar protein (albumin, acetophenetidin)

Catatan

Neurosyphilis ditandai : peningkatan kadar protein, VDRL yang reaktif (+), peningkatan jumlah limfosit.

GLUKOSA

Harga normal : 2,5 – 4,2 mmol/l

45 – 85 mg / 100 ml

Atau kira-kira setengah kadar glukosa plasma pada saat cairan otak diambil. Indikasi utama penetapan kadar

glukosa cairan otak ialah persangkaan meningitis. Pada penderita meningitis yang diobati, penetapan kadar glukosa

cairan otak dapat untuk tindak lanjut / menilai prognosis.

Kadar glukosa cairan otak bervariasi tergantung pada kadar glukosa darah. Kadar glukosa cairan otak basanya 60-

70 % kadar glukosa darah. Pemeriksaan kadar gula darah harus dilakukan paling lambat 30 – 60 menit sebelum

dilakukan pungsi lumbal, untuk perbandingan kadarnya. Setiap perubahan pada kadar glukosa darah akan

direfleksikan pada cairan otak setelah 1-3 jam.

Pengukuran kadar glukosa cairan otak bermanfaat untuk mengetahui gangguan transport glukosa dari plasma

menuju cairan otak oleh system saraf pusat, lekosit dan mikroortanisme. Evaluasi akurat dari kadar glukosa cairan

otak memerlukan kadar glukosa plasma yang relative konstan.

Hal-hal yang menyebabkan penyimpangan dari keadaan normal :

- Kerusakan sawar darah otak

- Adanya sel-sel radang / sel-sel tumor yang menggunakan glukosa dalam metabolismenya

- Difusi yang berlangsung lambat

- Glikolisis, dapat terjadi cepat dalam temperature kamar

- Obat-obatan yang mempunyai reaksi reduksi misalnya streptomisin

Penetapan kadar glukosa cairan otak dilakukan dengan pemeriksaan secarapa spektrofotometrik glukosa dalam

cairan otak sangat cepat dirombak, oleh karena itu pemeriksaan kadar glukosa harus dilakukan sesegera mungkin.

Bila dilakukan penndaan, harus ditambahkan pengawet floride oxalate.

Prinsip : pada meningitis (terutama meningitis purulenta), glukosa dalam cairan otak sangat menurun.

Material : sama dengan pemeriksaan kadar glukosa darah

Metode ; sama dengan metode yang digunakan dengan pemeriksaan glukosa darah hanya digunakan volume cairan

otak 4 kali lebih banyak.

Implikasi Klinis

1. Penurunan kadar glukosa

Page 50: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

2. Peningkatan kadar glukosa berasosiasi dengan diabetes

a. Infeksi piogenik, tuberkulosa jamur

b. Limfoma dengan penyebaran meningeal

c. Leukemia dengan penyebaran meningeal

d. Mumps meningoencephalitis (biasanya normal pada meningoencephalitis viral)

e. Hipoglikemia / kelaparan

Catatan : semua tipe organism mengkonsumsi glukosa, dan penurunan kadar glukosa merefleksikan

aktivitas bacterial.

3. Kadar glukosa cairan otak biasanya normal pada beberapa infeksi viral pada otak dan meningen, pada

meningitis aseptic, penyakit degernerasi kronis dan tumor jinak

CHLORIDA

Harga normal 118 – 132 mEq/liter

720 – 750 mg/dl

Semua kondisi yang mengubah kadar chloride dalam plasma darah akan dapat mengubah kadar cholorida dalam

cairan otak. Kadar chloride pad cairan otak lebih tinggi dari kdar chloride plasma darah. Pengukuran kadar chloride

sangat berguna untuk diagnosis meningitis tuberculosa. Hal – hal yang mempengaruhi kadar Chlorida cairan otak.

- Kadar chloride dalam darah (bila kadar Cl dalam darah naik, maka kadarnya dalam cairan otak juga akan

naik)

- Kenaikan kadar protein yang secara osmotic menggantikan Cl.

Contoh :

naik :

- Koma uremik

- Penyakit ginjal dengan retensi Natrium dan garam

Turun

- Meningitis tuberculosa

- Radang akut

- Diare dan muntah yang frekuen

- Banyak berkeringat

- Meningitis dengan sebab apapun (kecuali pada lues kadar Cl dapat normal atau hanya turun ringan)

Normal :

- Proses degenerasi

- Peradangan setempat

- Ensepalitis

- Poliomyelitis

- Neurolues

Page 51: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Pemeriksaan chloride dengan metode titrasi

Factor yang mempengaruhi penilaian hasil pemeriksaan :

1. Pemberian chloride bersamaan dengan pungsi akan mengacaukan hasil tes

2. Hasil tes akan tak berarti bila darah (misalnya dari trauma pungsi) tercampur specimen

Catatan : meningitis tuberulosa pada umunya : cairan otak jernih

Pleiositosis

Protein naik, glukosa dan chloride turun

CALCIUM

Cairan otak normal mengandung calfcium dalam kadar sebanyak setengah kadar Ca dalam darah. Kenaikan kadar

protein dalam cairan otak juga kaan diikuti kenaikan kadar Ca. penetapan kadar Ca dilakukan dengan pemeriksaan

secara spektrofotometrik.

ENZIM LACTATE DEHYDROGENASE (LD / LDH)

Harga normal : 5 – 10 % kadar LDH serum

Kenaikan kadar enzim dalam cairan otak disebabkan karena adanya kerusakan sel-sel otak dan tidak tergantung

dari adanya kenaikan kadar protein.

Meskipun banyak enzim berbeda telah diukur di cairan otak, hanya LDH yang bermanfaat secara klinik. Sumber LDh

dalam cairan otak normal berasal dari difsi melintasi sawar darah-cairan otak, difusi melintasi sawar otak-cairan otak

dan aktivitas LDH dari elemen seluler cairan otak, misalnya lekosit, bakteri dan sel tumor. Oleh karena jaringan otak

sangat kaya LDH. Maka kerusakan susunan saraf pusat akan menyebabkan peningkatan kadar LDH cairan otak.

Penguikuran LDH dalam cairan otak berguna untuk diagnosis banding antara meningitis bacterial dan meningitis

viral. Kadar LDH yang tinggi terdapat pada 90 % kasus meningitis bacterial, dan hanya 10 % kasus meningitis viral.

Bila peningkatan kadar LDH terjadi pada kasus meningitis viral, maka kondisi tersebut biasanya berhubungan

dengan encephalitis dan prognosis yang buruk.

Implikasi klinis

Peningkatan kadar LDH berhubungan dengan :

a. Meningitis bacterial

b. Meningitis viral (hanya 10% kasus)

c. Perdarahan subarachnoid

d. Leukemia

e. Limfoma

f. Metastasis carcinoma pada SSP

ASAM LAKTAT

Page 52: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Harga normal : 24 mg/dl (bervariasi)

Batas kadar tertinggi : 25 mg / dl (0,28 mmol/L)

Sumber asam laktat adalah metabolism anaerobic. Kadar asam laktat dalam cairan otak tak tergantung pada kadar

dalam darah.

Semua kondisi yang mengakibatkan penurunan aliran darah otak atau peningkatan tekanan intracranial akan

meningkatkan kadar asam laktat. Pengukuran asam laktat berguna untuk screening untuk mendeteksi penyakit

susunan saraf pusat dan member bantuan untuk diagnose banding antara meningitis bacterial dan meningitis viral

bila kondisi-kondisi lain telah disingkirkan. Bedasar pengalaman klinis, tampaknya pemeriksaan asam laktat pada

cairan otak akan menjadi prosedur pemeriksaan laboratorium rutin.

Implikasi klinis

Peningkatan kadar, berasosiasi dengan :

a. Meningitis bacterial (90% kasus)

b. Hipokapnia

c. Hydrocephalus

d. Abses otak

e. Iskemi serebral

f. Cedera otak traumatis

g. Kejang idiopatik

h. Alkalosis respitratorik

i. Tekanan darah rendah

j. PO2 arterial darah

k. Infark serebral

l. Multiple sclerosis kurang dari 50 % kasus)

m. Kanker susunan saraf pusat

TUGAS

Bagaimana cara membedakan meningitis bacterial dan viral dari hasil pemeriksaan mikroskopis dan kimia cairan

otak?

Bagaiman cara membedakan meningitis awal dan kronis dari hasil pemeriksaan mikroskopis cairan otak.

PERCOBAAN KHUSUS UNTUK MENINGITIS TUBERCULOSA

Percobaan LEVINSON (untuk membedakan meningitis T.B dengan meningitis purulenta0

Alat : 2 tabung reaksi sama besar dengan penampang 6 mm

Reagen : larutan mercurichlorife 2 % dan larutan asam sulfosalisilat 3 %

Dasar pemeriksaan

Page 53: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Pada meningitis T.B terjadi kenaikan protein fraksi gamma globulin lebih banyak sedangkan pada

meningitis purulenta terjadi kenaikan protein lebih banyak

- Globulin akan mengendap dengan pemberian larutan HgCl2

- Protein akan mengendap dengan pemberian asam sulfosalisilat

Cara :

- Isilah masing-masing tabung reaksi dengan 1 ml cairan otak

- Pada tabung I ditambahkan 1 ml larutan HgCl2 2% pada tabung II ditambahkan 1 ml larutan asam

sulfosalisilat 3%

- Berilah sumbat pada masing-masing tabung tersebut dan biarkan pada temperature kamar selama 24 jam.

- Ukurlah tinggi sedimen yang terbentuk pada masing-masing tabung

Penilaian

- Cairan cetak normal tinggi sedimen pada masing-masing tabung <2mm

- Meningitis tuberculosa : tinggi sedimen pada tabung 1 >= 2 x tabung II

- Meningitis purulenta : tinggi sedimen pada tabung II > tabung I

Percobaan Triptofan

Alat : sebuah tabung reaksi biasa

Reagen HCl pekat, larutan formaldehid 2 %, larutan natrium nitrit 0,06 %

Dasar pemeriksaan : mycobacterium tuberculosa menghasilkan asam amino triptofan yang membentuk cincin ungu

pada reaksi ini.

Cara :

- Masukkan 3 ml cairan otak pada tabung reaksi

- Tambahkan HCl pekat sebanyak 15 ml dan 2 tetes / 3 tetes larutan formaldehid 2%

- Kocok dan diamkan selama 5 menit

- Tambahkan dengan hati-hati beberapa ml larutan Natrium Nitrit 0,06% sedemikian sehingga menyusun

lapisan atas.

Penilaian

Positif : bila terbentuk ungu terhadap pada perbatasan kedua cairan yang dapat bertahan sampai 15 menit atau

lebih.

Positif palsu : terjadi bila cairan otak mengandung banyak sel darah merah / sel darah putih atau berwarna

xanthokromia

GLUTAMIN

Harga normal : 20 mg/dl (sangat bervariasi)

Page 54: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Glutamine disintesis di jaringan otak dari ammonia dan asam glutamik. Produksi glutamine mengatur mekanisme

pembersihan ammonia dari susunan saraf pusat. Pengukuran glutamine berguna sebagai determnasi encephalopati

hepatic dan asidosis cairan otak.

Prosedur : dengan reaksi kolorimetrik

Implikasi klinis :

Peningkatan kadar berhubungan dengan :

a. Encephalopati hepatic

b. Sindrom reye

c. Koma hepatic

d. Cirrhosis hepatis

e. Hiperkapnia

PEMERIKSAAN SEROLOGI

1. Percobaan untuk lues : W.R/V.D.R.L / Kahn

Hasil percobaan ini penting sebagai petunjuk dalam memberikan pengobatan dan di dalam memperkirakan

keadaan penyakit (prognosis). Hasil yang positif dapat teradi bertahun-tahun sebelum gejala klinik dari

neurolues timbul.

2. Percobaan koloid emas menurut Lange (Colloid gold test)

Yaitu suatu cara tidak langsung untuk menilai ketidak normalan distribusi protein fraksi albumin dan globulin

pada beberapa penyakit

Alat : sebelas tabung reaksi (10 untuk tes dan 1 untuk control)

Reagen : larutan koloid emas (NaAuC14, larutan NaCl 0,4%)

Dasar pemeriksaan

Albumin tidak mengendap dengan pemberian larutan koloid emas (warna larutan emas tidak berubah).

Globulin diendapkan oleh larutan koloid emas

Cara :

- Dalam 10 tabung, encerkan cairan otak secara bertingkan dengan pemberian NaCl 0,4% (encerkan mulai

dari 1/10 – 1/20 – 1/40 – 1/80 … sampai 1/5120)

- Tabung ke 11 dipakai untk control

- Tambahkan 0,5 ml larutan koloid emas pada masing-masing tabung

- Campur baik-baik dan diamkan dalam keadaan tegak pada temperature kamar selama 12 hari.

- Catat perubahan warna yang terjadi pada masing-masing tabung.

Penilaian

Normal : tidak terjadi perubahan warna

Kurve tipe paretic (kurve “zone” I) menunjukkan keadaan fraksi globulin meninggi. Contoh : keadaan parese

pada umumnya a.l dimensia paralitika, multiple sklerosis.

Page 55: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Kurve tipe tiabetik (kurve “zone” II tengah) : menunjukkan keadaan fraksi albumin maupunglobulin meninggi.

Contoh : a.l tabes dorsalis, poliomyelitis

Kurve tipe meningitik (Kurve “zone” III/akhir) : menunjukkan keadaan fraksi albumin meninggi. Contoh : a.l

meningitis purulenta/ semua meningitis akut.

TABEL

Daftar acuan

1. Kjeldsberg CR, Krieg AF. Cerebrospinal Fluid and Other Body Fluids. In : Clinical Diagnosis and

Management by Laboratory Methods. 17th ed. Odd-Stanford-Henry JB, 1984 : 459 – 74

2. Fischbach FT. Cerebrospinal Fluid Studies. In : A Manual Laboratory Diagnostic Test.Philadelphia : J.B.

Lippincott Co. , 1989 : 206 – 21.

3. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat, 1989 ; 159 – 69

4. NN. Manual of Basic Techniques for a Health Laboratory. Geneva : World Health Organization, 1980 : 339 –

46

5. Lisyani S. Diktat Kuliah Analisa Cairan Otak. Semarang : Bagian Patologi Klinik FK UNDIP, 1984 : 1 – 10

6. Caplan LR. Stroke In : Clinical Symposia. Vol 40 No. 4, 1988 : 13

7. Ravel R. Cerebrospinal Fluid Examination In : Clinical Laboratory Medicine – Clinical Application

of :Laboratory Data. 4th ed. Chicago, 1984 ; 203 – 10

8. Wallach J. Central and Peripheral Nervous System Diseases Laboratory Tests for Disordes of the Nervous

System. In : Interpretation of Diagnostic Tests – A Synopsis of Laboratory Medicine. 5th ed. 1992 : 217 – 21.

Page 56: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

KESEIMBANGAN AIR DAN ELEKTROLIT, ASAM DAN BASA (dr. Purwanto AP, SpPK

Keseimbangan air dan elektrolit

Dalam keseimbangan air dan elektrolit ini terdapatr pengaturan yang kompleks dari berbagai mekanisme, antara lain

- System hormonal : ADH, paratiroid, tiroid, suprarenal

- System enim

- Susunan saraf pusat

- Kejiwaan

Keseimbangan air dan elektrolit berkaitan erat dengan keseimbangan asam basa. Keduanya terikat pada hokum

fisiko kimia :

1. Hukum netralitas muatan listrik. Dalam satu larutan, jumlah muatan + (kation) harus sama dengan jumlah

muatan – (anion).

2. Hokum iso-osmolaritas. Osmolaritas suatu cairan harus sama dengan osmolaritas berbagai ruangan tubuh

yang dibatasi oleh dinding yang permeable terhadap air.

3. Hukum Faali. Bahwa pH tubuh harus dipertahankan agar fungsi tubuh berjalan normal dan enzim dapat

berkerja normal.

KESEIMBANGAN AIR

Adalah penting untuk mengetahui susunan cairan tubuh, yaitu untuk mengetahui adanya gangguan :

- Volume, meningkat atau menurun

- Pergeseran dari cairan intra ke ekstrasel dalam jumlah atau bahan terlarut.

Pada keadaan patologis akan terjadi gangguan gangguan yang berbeda sehingga penting untuk tujuan pengobatan.

Jumlah cairan tubuh

- Pada laki-laki berkisar 60% dari berat badan atau kurang lebih 45 liter / 70 kg

- Pada wanita : 50 % BB

Cairan tersebut tersebar di berbagai jaringan tubuh dengan perbandingan sbb :

1. Cairan intraseluler : 35 – 50 % terbanyak dalam sel otot

2. Cairan ekstraseluler : 15 – 20 % yang terbagi dalam :

a. Kompartmen fungsional dimana ¼ c.ekstra sel dalam plasma dan cairan intertisiel

b. Kompartmen non fungsional, dalam cavum pleura, peritoneum, tulang, tulang rawan

Pada bayi cairan ekstraselulernya lebih besar proporsinya disbanding pada dewasa :

- Bayi baru lahir : 50 – 43 %

- Anak 1 -2 tahun : 25 %

- Anak 10 tahun : 22 %

Distribusi air dan bahan padat orang dewasa berdaasr proporsinya …

TABEL

Page 57: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Rute keseimbangan air

TABEL

Jumlah air yang masuk melalui makanan, minuman, hasil kosidasi harus sama dengan jumlah pengeluaran melalui

keringat, paru-paru, ginjal dan tinja.

Pemasukan air ditimbulkan oleh adanya : rasa haus, penyerapan usus

Rasa haus akan timbul bila terjadi keadaan : hipertonik, kekurangan cairan. Keadaan tersebut akan merangsang

pusat haus dan osmoreseptor di : hypothalamus, pancreas, vena porta, hepar, atria dan vascular bed (baroreseptor).

Air akan keluar dari tubuh secara penguapan dipengaruhi oleh :

- Luas permukaan tubuh

- Suhu tubuh

- Suhu lingkungan

- Kelembapan udara

- Frekwensi pernapasan

Hormon yang mempengaruhi keseimbangan air : ADH dan aldosteron

ADH akan diproduksi bila terdapat rangsang osmotic pressure receptor di arteria carotis interna. ADH yang berasal

dari pars anterior hypophyse akan mempengaruhi permeabilitas tubulus distal dan akan menaikkan reabsorbsi air.

Aksi ADH :

- Menaikkan mukopolisacharida yang mengikat air

- Mengaktifkan vasopressin, merangsang reseptor jaringan sehingga peremeabilitas air naik oleh karena

mekanik

- Meningkatkan aktifitas sel dengan membentuk seluler intermediate (siklus AMP)

Hormon aldosteron (steroid hormone) berasal dari Cortex adrenal. Aksi aldosteron :

- Tak langsung : Na

- Langung : mempengaruhi filtrasi glomerulus atau menaikkan reabsorbsi air

Penilaian jumlah cairan

Penilaian jumlah cairan dalam tubuh sangat penting dalam kaitan dengan pengobatan. Penilaian ini dilakukan

dengan berbagai cara antara lain:

a. Klinis sederhana

a. Melihat penderita

Dehidrasi : kulit layu, turgor berkurang, mata cekung ubun-ubun bayi cekung, jari “washer woman

hand”

Overhidrasi : udem, ronchi basah basal, sesak nafas

b. Melihat berat badan

Dehidrasi : berat badan kurang dari 5 % ringan

bBB kurang dari 10 % atau lebih berat

Page 58: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

b. Penentuan laboratorium sederhana

Dengan melihat Berat jenis plasma. Plasma diteteskan pada jarak 1 cm di atas cairan CuSO4. Cairan sudah

diketahui berat jenisnya.

Yang dinilai adalah : dilihat jatuhnya plasma dari permukaan cairan sampai dasar tabung. BJ plasma normal

: bila tetesan melayang antara 10 – 15 detik.

Normal : laki laki : 1,025 – 1,033 wanita : 1,025 – 1,031

DENGAN MENILAI BEBERAPA PARAMETER :

- Hematokrit (Ht), Hemoglobin (Hb)

- Kreatinin, protein

- Jumlah urine 24 jam

- Berat jenis urine

Pemeriksaan secara teliti.

Dilakukan pada keadan kedaruratan : di ICU, pada operasi / bedah jantung. Cara :

Dengan penentuan kembali suatu bahan yang disuntikkan dalam vena. Dasarnya adalah : dilusi dari bahan tsb

sesuai dengan jumlah caairan tubuh dalam tubuh penderita.

Syarat bahan untuk penilaian :

- Bahan tidak mengalami metabolism

- Didistribusi dalam tubuh secara uniform (merata)

- Dapat / mudah diteliti kembali.

Bahan yang serin dipakai adalah:

- Thiosulfat

- Deuterium oksida

- Evans blue 131

- I

KESEIMBANGAN ELEKTROLIT

Keseimbangan elektrolit ini diregulasi dengan bebagai cara yaitu :

1. Osmose : elektrolit tidak hanya menjaga keseimbangan asam basa tetapi juga didistribusi cairan tubuh

dengan cara tekanan osmose.

2. Balans sodium :

- Konsentrasi Na+ di regulasi oleh neurohypophyse dan ginjal.

- Pusat haus di hypothalamus dirangsang oleh hipertonis cairan serum.

- Na + disekresi melalui urine, faeces dan kulit.

3. Keseimbangan K : sebagian besar potassium terdapat dalam cairan intrasel. Komposisi elektrolit dalam

kompartmen tubuh TABEL

Page 59: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

POTASIUM

Merupakan katon penting dalam cairan intraseluler, oleh karena 90 % terdapat dalam sel. Penentuan K sangat sulit

oleh karena intrasel. Kemudian dipergunakan K plasma untuk memperkirakan jumlah K dalam tubuh.

Nilai normal : 3,5 – 5 mEq / L (11 – 20 mg) fungsi utama : menjaga keseimbangan iritabilitas neuromuskuler. Kadar K

naik sebanyak 0,5 mEq/L (11 – 20 mg%)

Fungsi utama : menjaga keseimbangan iritabilitas neuromuskuler. Kadar K naik sebanyak 0,5 mEq/L (11-20 mg%)

Fungsi utama : menjaga keseimbangan iritabilitas neuromuskuler. Kadar K naik sebanyak 0,5 mEq/L menurunkan

pH sebanyak 0,1. Kadar K naik lebih dari 6,5 mEq/L menyebabkan cardiotoksik. K cairan ekstraseluler menurun,

menyebabkan asidosis intrasel kemudian memacu SSP sehingga frekwensi nafas naik (PCO)2. Ginjal akan

meretensi Na+ dan mengganti H+ untuk dibuang melalui urine. Urine akan menjadi asam. Eksresi dalam urine : 40 –

80 mEq/L

Rasio ekskresi Na : K normal 2 : 1, pada aldosteronisme =1 : 2, pada penyakit adison 10 : 1

Regulasi K dipengarui oleh :

1. Giinjal glomerulus memfiltrasi kompleks, reabsorbasi di tubulus proksimal, tubulus distal sekresi aktif,

dipengaruhi Na+ dan H+

2. Hormonal aldosteron : menurunkan K, ADH : menaikkan K

3. pH naik (respirasi/metabolic) akan menurunkan K

4. Ion lain : Cl, HCO3, CO2, NH3, ureum, kreatinin (keseimbangan dalam dinding eritrosit)

5. Diuretika

Klinis :

Meninggi pada :

- Renal insufisiensi

- Adrenal insufisiensi

- Aldacton tablet

Menurun pada :

- Puasa

- Vomitus, diare

- Terapi dengan corticosteroid

- Alkalosis

- Testoteron

CHLORIDA

Merupakan anion penting dalam cairan ekstraseluler. Fungsi chloride : osmolality plasma, keseimbangan asam basa

Kehilangan HCl, NHCl alkalosis

Pemakaian Cl berlebihan asidosis

Cl berpengaruh pada koreksi hipokalium, karena Cl. Merangsang retensi Na dan K oleh ginjal.

Page 60: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Nilai normal : 97 – 106 mEq / L (340 – 375 mg %).

Klinis :

- Meninggi pada :

o Renal insufisiensi

o Dehidrasi

- Menurun pada

o Gastroenteritis

o Obat diuretika

o Asidosis

o Adrenal insufisiensi

KALSIUM

Normal : 2,1 – 2,6 mmol / L

Hamper 50% kadar plasma merupakan Ca yang dapat di ultrafiltrasi dan bebas, sisanya terikat albumin.

Penurunan Ca (akibat metabolic alkalosis) menyebabkan :

- Iritabilitas neuromuskuler

- Gangguan fungsi kardiovaskuler

Eksresi Ca melalui urine

Kalsium meningkat banya asidosis kronik

MAGNESIUM

Kadar normal : 0,7 – 1,0 mmol/L

80 % dapat berdifusi / bebas

20 % terikat albumin

Keseimbangan Mg pada orang sehat dan sakit, kurang luas dipelajari dibandingkan kalium.

Perubahan Mg+ dapat mempengaruhi iritabilitas neuromuskuler seperti kalsium tetapi jarang timbul perubahan klinis

bermakna.

Kadar Mg : meningkat pada CRF (chronic renal failure), menurun pada aldosteronisme I dan alkoholoisme.

Pemeriksaan Laboratorium

Penentuan potassium dilakukan secara : titrimetri, fotometri, flamefotometri, flameless.

SODIUM

Merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler (bersama Cl-) peninggian Na pada :

- Hemokonsentrasi / intake cairan yang kurang

- Kehilangan air perubahan / pergeseran komposisi, missal :

Page 61: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

o Aldosteronisme

o Pelepasan dari tempat penyimpanan, osteoporosis, paget disease (Na tulang : 60 % Na tubuh)

o Gangguan faal ginjal, reabsorbsi Na pada tubulus proksimal 80 – 90 %

Nilai normal : 136 – 145 mEq / L (310 – 335 mg %)

Jumlah ekskresi 80 – 180 mEq/L

Na deficit 60/80 x BB x (135 – Na+ serum)

Hipnatremia :

Terjadi gangguan mental, lethargi, confuse bila berat : stupor, convulasi, coma

Regulasi Na dipengaruhi oleh :

- Aldosteron : meminah Na masuk sel

- Angiotensi II : menaikkan aldosteron, retensi Na

Klinik

- Meninggi pada

o Dehidrasi

o Hiperadrenalisme

o Obat corticosteroid, ADH

- Menurun pada

o Adrenal insufisiensi

o Pituitary insufisiensi

o Renal tubuler acidosis

o Kehilangan cairan : combustion, gastroenteritis, perdarahan

Pemeriksaan laboratorium :

Sederhana : cara fantus untuk menilai Cl secara tidak langsung

Flamefotometri

KESEIMBANGAN ASAM BASA

Tujuan :

a. Mengetahui seluk beluk asam basa yang terdiri dari buffer, respiratori, metabolic, asidosis dan alkalosis

status suatu penyakit

b. Mengenali alat dan jenis pemeriksaan yang digunakan

c. Mengumpulkan data laboratorium dan mengadakan evaluasi serta membuat diagnose sederhana.

Pengetahuna dasar yang dibutuhkan ialah faal dan biokimia.

Masalah utama ;

Page 62: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Anusia untuk energy hidupnya mengeluarkan 13.000 mEq CO2 dan 300 mEq H+ tiap harinya untuk mempertahankan

pH optimal (7,25 – 7,55 H patologis 6,7 – 7,9, dan pH diluar ini dapat menyebabkan kematian.

Adi pengendalian ion H oleh tubuh dilakukan oleh asam (donor H+) dan basa (akseptor H+)

Buffer atau penyangga berfungsi untuk menjaga agar kadar ion H+ tetap. Misalnya ditambah asam (ion H) akan

ditangkap oleh HCO3 dan jika ditambah basa(kurangi ion H) akan dikembalikan oleh H2CO3 bentuk penyangga bias

berupa :

1. Asam dan garam-garamnya (H2CO3 dan HCO3)

2. Senyawa hemoglobin

3. Protein

Pada manusia yang berpengaruh dalah no 1 dan 2, sedangkan yang bias secara praktis diperiksa secara laboratorik

hanya no. 1.

Pemeriksaan laboratorium

Ph dengan menggunakan pH meter

Bicarbonate (HCO3) dengan metoda van slyk

Cara ini sudah lama tidak dipergunakan, prinsip pemeriksaannya adalah dengan menambah asam pada serum

sehingga HCO3 diubah menjadi CO2. Volume CO2 dapat diihat dengan indicator tendon air raksa kemudian hasilnya

dilihat pada table.

Total HCO3

Pengukuran hamper sama dengan bikarbonat tetapi dilakukan dengan cara anaerob, untuk mencegah menguapnya

CO2 yang larut dan HCO2.

PCO2dicari dengan normogram sigard Andersen setelah pH dan total bikarbonat diketahui. Dengan cara astrup

dapat dilakukan pemeriksaan langsung.

Standart bikarbonat.

Jumlah HCO3- dalam keadaan normal atau sakit yaitu pada PCO2 adalah 40 mmHg dan suhu 370C (paru-paru

normal).

Base excess

Menunjukkan kelebihan mEz basa, termasuk bikarbonat dihitung dengan normogram siard Andersen

Buffer basa

Total basa dari seluruh buffer, terdiri dari :

- Bikarbonat

- PO4

- Hemoglobin

- Protein dll

Normal : 45 – 50 mEq / L diukur dengan astrup

Total CO2

Terdiri dari :

Page 63: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- CO2 sendiri yang larut

- Asam karbonat

- Bikarbonat

- Senyawa karbamino

Total CO2 = (actual Bic. + 0,0306) actual PCO3

Keseimbangan asam basa berdasarkan rumus Handersen Hasselbach :

pH = 6,1 + log HCO3/H2CO3

pH = 6,1 + log HCO3 / 0,03 x P CO2

Macam – macam gangguan

Asidosis : keadaan dimana ion H+ dalam tubuh tinggi (pH rendah).

Alkalosis : keadaan dimana ion H+ dalam tubuh rendah (pH tinggi). Setiap perubaha pH oleh karena keadan diluar

respiratory asidosis / alkalosis. Perubahan pH oleh karena keadaan diluar respirasi disebut dengan metabolic

asidosis / alkalosis.

Metabolic asidosis :

Terjadi asidosis karena adanya :

- Kekurangan basa (bse excess < 3 mEq / L)

- Kelebihan asam

Tanda :

- HCO3 plasma rendah

- Base excess rendah

- pH bias mencapai 6,9

Metabolic alkalosis :

Terjadinya alkalosis karena :

- kelebihan basa

- kekurangan asam

tanda :

- HCO3

- Cl rendah

- Na tinggi

- pH mencapai 7,8

Respiratory asidosis

Asidosis oleh karena PCO2 tinggi

Tanda

- PCO2 tinggi

Page 64: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- H2CO3 tinggi

- Bikarbonat tinggi

- Buffer basa normal

Respiratori alkalosis :

Alkalosis oleh karena PCO2 rendah

H2O + CO2 H2CO3 H+ + HCO3-

Keseimbangan bergeser kekiri pH bisa mencapai 7,8

Tanda :

- PCO2 tinggi

- H2CO3 rendah

- Base excess normal

- HCO3-

PEMERIKSAAN ASAM BASA (BGA = Blood Gas Analysis)

Tahun 1961 astrup mengemukakan tentang standart bikarbonat yang merupakan jumlah HCO3 darah dalam

keadaan respirasi normal yaitu PCO2 40 mmHg

Sekarang analisa gas darah telah dilakukan secara computerized dengan satu sampel darah maka hasil sudah

lengkap diperoleh.

TABEL

Cara memperoleh sampel darah :

- Untuk pemeriksaan asam basa : dengan darah arteri

- Pemeriksaan elektrolit : vena. Bila pemeriksaan gas darah dengan sampel vena maka perlu dilakukan

koreksi, kadang-kadang pada alat computerized sudah dilengkapi dengan factor koreksi.

- Antikoagulan yang dipergunakan : heparin. (a.k. yang mengandung mineral tidak dipakai sebab akan

menaikkan kadar elektrolit).

Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan gas darah

1. Exercise jangan berlebihan (cairan keluar dari sel merubah kadar elektrolit.

2. Jangan melepas bendngan mendadak saat aspirasi, karena dapat merubah komposisi darah, aliran menjadi

berkurang

3. Alat harus kering (bila hemolisa ekeltrolit ICF ke ECF)

4. Tabung harus bersih, bila kotor asam akan menguapkan CO2

5. Sampel segera diserahkan ke laboratorium setelah diambil (pada suhu 250C hanya bertahan 20 menit, pada

ksus leukemia hanya 5 menit).

6. Sampel harus diserahkan ke laboratorium dalam keadaan anaerob.

Page 65: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Grafik hubungan antara pH, CO2 dan HCO3. GRAFIK

TABEL

Kompensasi

Untuk kompensasi dalam tubuh adalah sbb :

Respirasi asidosis metabolic alkalosis

Respirasi alkalosis metabolic asidosis

Daftar pustaka :

Gradwohl : Clinical Laboratory Methods and Diagnosis. WB Saunders Co, 1989

Dennis A. Noe dan Robert C Rock : Dyslipidemias, dalam Laboratory Medicine, The Selection and Interpretation of

Clinical Laboratory Studies, William and Wilkins 1994.

Jacques Wallach, Interpretation of Diagnostic Tests, Little, Brown and Company, Boston, Toronto, 1986.

John C. Vannata, Morris J. Vogelman. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit, Dengan Aplikasi Klinik, Aliha bahasa : M.

Sadikin, Binarupa Aksara, 1990.

Page 66: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

PEMERIKSAAN KELAINAN GINJAL DAN SALURAN KEMIH (Dr. Lisyani Suromo SpPK (K)

Pendahuluan

Penyakit ginjal dan saluran kemih dibawah ginjal dapat berjalan tanpa disertai keluhan klinik sampai kerusakan

mencapai 70 – 80 % sehingga diperlukan a.l. pemeriksaan laboratorium yang dapat mendeteksi mungkin kelainan

ginjal-saluran kemih tersebut dalam upaya untuk mencegah penyakit berjalan lebih lanjut.

Peradangan saluran kemih bagian bawah misalnya yang tidak diatasi dengan baik dapat mengakibatkan infeksi

menaik (asenderen) sehingga mengenai ginjal sampai terjadinya kegagalan fungsi ginjal tersebut yaitu apabila

kerusakan telah mencapai lebih dari 50 %. Hal ini berarti telah terjadi kelainan morfologik/anatomic sebelum terjadi

kelainan fungsi.

Salah satu pemeriksaan sederhana yang dapat dikerjakan secara rutin dan dapat member informasi diagnostic yang

penting untuk kelainan morfologik adalah urinalisis, sedangkan untuk menilai gangguan fungsi ginjal sampai dengan

dewasa ini dapat dipakai cara-cara sederhana yang relative mudah dikerjakan.

GINJAL

Fisiologi dasar

Secara umum fungsi ginjal adalah untuk :

- Mempertahankan keseimbangan asam-basa

- Mempertahankan keseimbangan air-elektrolit

- Mengeluarkan sisa-sisa metabolism yang tidak berguna dan membahayakan tubuh

- Produksi, sekresi, degradasi hormone (a.l. degradasi insulin)

Hal ini dipenuhi a.l. melalui fungsi filtrasi-reabsorpsi-sekresi-eksresi ginjal yang saling berhubungan satu dengan

yang lain.

Setiap ginjal memiliki sejumlah kira-kira satu sampai satu setengah juta nefron. Bila terjadi kerusakan pada sejumlah

nefron maka sisa nefron yang masih utuh akan mengalami hipertrofi dan hiperplasi untuk mengatasi tugas dari

nefron yang rusak, oleh karena itu manusia dengan satu ginjal masih mampu menjalankan fungsinya dengan baik.

Dibedakan 2 macam nefron yaitu nefron kortikalis dan nefron juksta medularis dan setiap nefron terdiri dari 2 bagian

yaitu glomerulus dan tubulus yang mempunyai fungsi sebagai berikut :

- Glomerulus :berfungsi untuk filtrasi

- Tubulus : berfungsi untuk reabsopsi, sekresi. Tubulus dibedakan lagi menjadi :

o tubulus proksimalis. Aktif mereabsopsi air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya a.l. natrium,

glukosa, protein dengan berat molekul kecil, asam amino, asam urat, bikarbonat, fosfat anorganik

dan lain-lain.

o lengkung /ansa henle, bagian menurun dan menaik dimana terjadi mekanisme berlawanan arah

(filtrate yang dating dari tubulus proksimalis dipekatkan dengan mereabsorbsi air dan kemudian

diencerkan dengan mereabsorpbi garam-garam)

Page 67: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

o tubulus distalis (the diluting segmen dan the late distal tubule) dimana a.l. terjadi :

reabsorpsi air dengan adanya hormone ADH

reabsorpsi ion Na dengan adanya hormone aldosteron

pengontrolan ekskresi fosfat oleh hormone paratiroid

sekresi ion H

- kemudian nefron-nefron tersebut akan bertemu pada tubules pengumpul.

MACAM PEMERIKSAAN UNTUK KELAINAN GINJAL :

Kelainan morfologik

Kerusakan anatomic ginjal dapat diperkirakan berdasaarkan hasil pemeriksaan urin :

1. proteinuria

normal, dalam sehari protein dieksresi ke dalam urin sebanyak lebih kecil dari atau sama dengan 150 mgr

(kira-kira mgr / 100 ml) pada dewasa, pada anak kira-kira 100 mgr, terutama terdiri dari protein dengan

berat molekul kecil (terdeteksi negative dengan metode konvensional). Bila terjadi proteinuria menetap

walaupun asimtomatik, perlu diwaspadai akan kemungkinan kelainan pada ginjal.

Jenis proteinuria :

a. albumin : merupakan protein dengan berat molekul kira-kira 70.000 yang keluar lebih dulu pada

kerusakan glomerulus, disebut proteinuria selektif (perlu disingkirkan kemungkinan adanya proteinuria

fisiologis / fungsional)

b. globulin dengan berat molekul besar : dieksresi ke dalam urin bila kerusakan glomerulus lebih lanjut,

disebut sebagai proteinuria non selektif.

2. penemuan sel darah merah/putih dalam jumlah melebihi nilai rujukan perlu diperhatikan dan diperkirakan

kemungkinan kelainan yang berlokasi pada ginjal, bahan dasar disertai dengan silindruria patologik (silinder

terbentuk dalam tubulus dari bahan dasar utama protein Tamm Horsfall yang hanya bisa disekresi oleh

tubulus), atau disertai penemuan banyak sel epitis tubulus atau “oval fat bodies”. Catatan : silinder

berukuran lebar (broad cast) menunjukkan sudah terjadi kegagalan fungsi.

3. NAG (N-Asetil-beta-D-glukosamidase) : adalah enzim yang berfungsi mempercepat reaksi (katalisis)

degradasi mukopolisakarida dan glikoprotein yang dapat dijumpai di dalam lisosom sel-sel tubuh,

mempunyai berat molekul besar sehingga tidak dapat melewati membrane glomerutus yang sehat. Pada

keadaan normal dapat dijumpai sejumlah kecil NAG sebagai akibat adanya proses pembaruan sel. Diginjal

NAG dijumpai pada sel epitel tubulus proksimal dan dalam jumlah sedikit juga terdapat pada tubulus distal

sedangkan pada kandung kemih tidak dijumpai NAG.

4. RTA (renal tubuler antigen) adalah antigen yang berasal dari “brush border” mikrovili tubulus proksimal yang

dapat dideteksi di dalam serum dan urin bila terjadi kerusakan. Catatan : pemeriksaan NAG dan RTA belum

banyak dikerjakan di laboratorium.

Contoh keadaan dengan kerusakan morfologik

Page 68: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Kerusakan glomerulus a.l. karena penyakit imun, hipertensi lama, diabetes mellitus, bermacam-macam

toksin

- Kerusakan tubulus a.l. disebabkan karena adanya peningkatan filtrasi glomerulus sehingga memperberat

kerja reabsorpsi tubulus yang berakibat kerusakan sel-sel tubulus, peradangan, penyumbatan lumen

tubulus misalnya oleh protein, hemoglobin mioglobin, obat-obatan dan lain-lain.

PEMERIKSAAN GANGGUAN FUNGSI :

a. Untuk gangguan fungsi glomerulus

a. Penetapan kadar ureum, kreatinin dalam darah

b. Penetapan laju filtrasi glomerulus

b. Untuk gangguan fungsi tubulus :

a. Berat jenis urin

b. Kadar natrium dalam urin

c. Glukosuri

c. Untuk gangguan fungsi glomerulus maupun tubulus

a. Volume urin

b. Beta 2 mikroglobulin

Pemeriksaan untuk gangguan fungsi glomerulus:

Penetapan kadar ureum, kreatinin dalam darah :

Zat –zat tersebut akan meningkat kadarnya did alma serum, apabila kegagalan fungsi ginjal telah mencapai lebih

dari 50 .

Kenaikan kadar ureum dalam darah terjadi lebih dulu dari pada kreatinin, karena pembentukan kreatinin dari keratin

otot serta pelepasannya ke dalam plasma relative konstan dan juga karena sebanyak kurang lebih 20 % keratin

darah secara normal dapat disekresi oleh tubulus ke dalam urin pada keadaan kreatinin darah meningkat oleh sebab

apapun.

Kadar kreatinin darah baru naik dengan cepat jika sampai 2/3 bagian dari seluruh jumlah nefron rusak dan juga pada

keadaan kerusakan glomerulus yang akut. (kadar asam urat dalam darah / serum dapat dipakai sebagai parameter

tambahan untuk lebih memperkuat diagnosis gagal ginjal).

Penetapan kadar zat-zat ini dalam darah dapat dipakai untuk uji saring dan pemantauan penyakit.

Penetapan laju filtrasi glomerutus (klirens)

Definisi : klirens adalah volume darah yang dibersihkan dari suatu zat dengan ekskresi dalam urin dalam waktu 1

menit. Sifat zat yang baik untuk pemeriksaan klirens adalah :

- Bebas difiltrasi

- Tidak direabsorbsi ataupun disekresi oleh tubulus

- Tidak di metabolisir

Page 69: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Tidak disimpan dalam ginjal

- Tidak mengikat protein

- Tidak bersifat toksik

- Tidak berefek terhadap kecepatan filtrasi

- Mudah diukkur kadarnya baik dalam serum maupun urin

Dikenal 3 macam pemeriksaan klirens yang umum dipakai :

Yaitu klirens inulin, kreatinin, ureum

Inulin mempunyai sifat :

- Difiltrasi oleh glomerulus

- Tidak direabsorpsi maupun disekresi oleh tubulus

- Tidak dimetabolisir oleh ginjal

- Kadar dalam darah dapat dibuat stabil

Oleh karena itu inulin sangat tepat untuk penetapan laju filtrasi glomerulus.

Kelemahan :

- Bahan eksogen

- Harus diberikan lewat suntikan (i.v.)

- Disusul pemberian lewat infuse untuk membuat kadar dalam darah stabil

- Belum banyak laboratorium yang mengerjakan

Kreatinin :

- Difiltrasi oleh glomerulus

- Tidak direabsorbsi oleh ginjal

- Tidak tergantung dieresis

- Kadar dalam darah stabil

- Tidak / hamper tidak dipengaruhi oleh protein makanan ataupun keadaan metabolism tubuh.

Oleh karena itu kreatinin cukup dapat dipercaya untuk penetapan laju filtrasi glomerulus.

Kelemahan :

Dalam keadaan kadar kreatinin darah meninggi baik karena penyakit ginjal ataupun sebab lain, sebagian dari

kelebihan ini (10-20%) disekresi oleh tubulus. Kadar kreatinin dalam darah akan nailk perlahan-lahan bila kegagalan

ginjal telah mencapai kurang lebih 50 % dan naik cepat bila telah mencapai kurang lebih 70%. Pada usia lanjut lebih

dari 40 tahun, ekskresi kreatinin berkurang, dan pada umur 60-90 tahun ekskresi hanya 50% dari nilai normal

dewasa muda tanpa adanya kelainan ginjal.

Ureum :

- Difiltrasi oleh glomerulus

- Direabsorpsi oleh tubulus secara pasif dengan variasi reabsorpsi 25 – 75 % tergantung dieresis

Page 70: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Dipengaruhi oleh a.l.:

o Difiltrasi oleh glomerulus

o Direabsorbsi oleh tubulus secara pasif dengan variasi reabsorpsi 25 – 75 % tergantung dieresis

o Dipengaruhi a.l.

Protein makanan

Katabolisme protein berlebihan, misalnya karena trauma, perdarahan gastrointestinal

Obat-obatan seperti kortikosteroid, antibiotic tertrasiklin dan lain-lain

Penyakit / keadaan lain di luar ginjal yang mempengaruhi dieresis misalnya payah

jantung, dehidrasi, syok dan lain-lain.

Oleh karena itu ureum kurang tepat untuk penetapan laju filtrasi glomerulus

Perhitungan klirens :

Rumus yang umum dipakai ialah : C zzat = U zat / P zat x V

(berlaku untuk orang dengan luas permukaan badan 1,73 m2)

Keterangan C = klirens, V = dieresis/menit, Zat = insulin/kreatinin, ureum dalam urin/darah

(untuk ureum rumus tersebut berlaku bila dieresis lebih besar dari 2 ml /menit, bila dieresis kurang dari 2 ml/menit

maka hasilnya tidak lagi handal).

Beberapa peneliti mengetengahkan rumus jabaran untuk klirens kreatinin a.l. oleh Gault dan Cockcroft sebagai

berikut :

C Cr = (140 – umur) x BB (Kg)/72xserum kreatinin (mg/100ml) ml/menit

Berlaku untuk pria sedangkan untuk wanita dikalikan 90 %

Rumus jabaran ini sebenarnya hanya dapat dipakai bila fungsi ginjal stabil.

Aplikasi klinik nilai klirens :

- Pada glomerulonefritis akut, nilai klirens dapat normal atau rendah, dan nilai ini tidak dapat dipakai untuk

memberi gambaran prognosis penyakitk, sebab pada glomerulonefritis akut, dapat terjadi kesembuhan.

- Pada glomerulonefritis kronik, nilai klirens yang rendah mempunyai arti prognosisi jelek.

Ad. B. Pemeriksaan untuk gangguan fungsi tubulus :

Berat jenis urin

- Penetapan berat jenis urin dengan cermat cukup dapat memberikan gambaran tentang kemampuan ginjal

dalam memekatkan urin. Kemampuan pemekatan ginjal adalah terbatas, B.J. Maksimal = 1,035. Berat jenis

yang lebih tinggi dapat disebabkan karena obat, cairan konttas yang digunakan untuk pemeriksaan sinar X

yang mempunyai berat molekul tinggi, glukosuri, proteinuri, sehingga perlu diperhatikan / dilakukan koreksi

pada keadaan-keadaan tersebut.

- Berat jenis urin rendah / lebih kecil dari 1,018 menunjukkan kerusakan ginjal yang berat atau gagal ginjal

kronik dengan gangguan fungsi pemekatan dan pengenceran.

Penetapan kadar natrium dalam urin

Page 71: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Dapat ditetapkan dengan metode Fantus (cara konvensional) atau metode spektrofotometris. Penetapan

ekskresi natrium ini berguna untuk menilai fungsi reabsorbsi tubulus dan dapat dipakai untuk membedakan

kegagalan ginjal intrinsic (ekskresi natrium bertambah) atau kegagalan ginjal karena pengurangan volume

efektif (ekskresi natrium berkurang).

- Catatan : kadar natrium maupun kalium dalam darah dapat bervarisai tergantung dieresis, dalam keadaan

poliuri dapat terjadi penurunan, sedangkan dalam keadaan anuri dapat terjadi kenaikan.

Glujosuri

Keadaan glukosuri dapat disebabkan karena :

Daya glukosuri dapat disebabkan karena:

- Daya reabsorpsi tubulus rendah (gangguan reabsorpsi)

- Nilai ambang ginjal terlampaui

PEMERIKSAAN YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK MENILAI GANGGUAN FUNGSI GLOMERULUS MAUPUN

TUBULUS

Volume urin :

Normal : 720 – 2000 ml/24 jam (rata-rata 1200-1500 ml/hari) atau dengan pembatasan minum, ekskresi urin tidak

kurang dari 30 ml / jam

Jumlah urin siang 2-4 x urin malam produksi urin dipengaruhi oleh keadaan a.l.

- Luas permukaan badan

- Pemakaian (intake) cairan

- Kelembapan udara

- Aktivitas fisik/psikik

- Obat—obatan a.l. salisilat, antipretika, analgetika, diuretika

Abnormal : kurang dari 720 ml/lebih dari 2000 ml / hari

Dikenal istilah untuk keadaan tidak normal sebagai berikut :

- Poliuri : keadaan dimana produksi urin meningkat sampai lebih dari 2000 ml / hari atau dengan pembatasan

minum eksresi urin lebih dari 55 ml / jam. Contoh :

o Penyakit ginjal dengan gangguan fungsi pemekatan yaitu nefritis kronik

o Diabetes mellitus, diabetes insipidus, udem stadium penyembuhan

- Oliguri : keadaan dimana produksi urin kurang dari 720 ml/hari atau keadaan di mana dengan pembatasan

minum eksresi urin kurang dari 30 ml/jam.

o Penyakit ginjal dengan gangguan fungsi filtrasi yaitu gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik stadium

akhir.

o Penyakit dari luar ginjal/ yang bukan primer pada ginjal misalnya dehidrasi, syok, demam (febris),

udem sebab lain.

- Anuri : keadaan dimana urin tidak diproduksi. Contoh :

o Gagal ginjal akut karena penyakit ataupun akibat pemakaian obat / bahan nefrotoksik

Page 72: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Nokturi

Keadaan dimana volume urin malam meningkat lebih dari 500 ml dengan berat jenis rendah (kurang dair

1.018) keadaan nokturi ini merupakan tanda dini akan adanya kerusakan ginjal.

Catatan : dikenal istilah lain sehubungan dengan kelainan volume urin yang bukan karena sebab pada ginjal :

- Poakisuri : keadaan dimana frekuensi miksi bertambah, tetapi volume normal Contoh : karena iritasi /

radang kandung kemih

- Retensi urin : keadaan di mana urin tidak keluar karena tertahan kandung kemih. Contoh : batu kandung

kemih/ saluran kemih bagian bawah, radang uretra, tumor prostat

Beta – 2 mikroglobulin

Merupakan unsure normal dari sel / membrane sel berinti mempunyai berat molekuk 11.800, setelah difiltrasi, 99,9%

akan direabsorpsi leh tubulus proksimalis dan dipecah.

- Gangguan filtrasi glomerulus : kadar dalam darah naik (kenaikan kadar dalam darah juga dapat disebabkan

karena keganasan, sepsis penyakit imun)

- Gangguan reabsorbsi tubulus : kadar dalam urin naik (gangguan fungsi ginjal dapat disebabkan oleh

hipoperfusi ginjal, kerusakan parenkim ginjal atau obstruksi saluran ginjal).

SALURAN KEMIH DI BAWAH GINJAL

Dibedakan :

- Bagian atas (atas kandung kemih)

- Bagan baawah (kandung kemih, ke bawah)

Urinalisis rutin maupun berdasarkan indikasi khusus memberi informasi yang sangat bernilai untuk kelainan ginjal

dan saluran kemih serta membedakan antara keduanya/bagian-bagiannya dengan memperhatikan gabungan

interpetasi hasil a.l. seperti proteinuria, glukosuria, leukosituria/piuria, hematuria, silindruria, jenis sel epitel, eksresi

natrium, NAG, urin 2-3 porsi dan lain-lain.

RUjukan yang dianjurkan :

- Kuliah urinalisis semester IV

- Wilson lm, patofisiologi ginjal In : patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit bag 2 . price sa , Wilson

lm alih bahasa Ajdi Dharma

- Murphy JE, preuss HG. Henry JB. Evaluation of Renal, Function and Water Electrolyte, and acie- base

balance in : henry j bed. Todd Sanford davidsohn clinical diagnosis and management by laboratory

methods.

- Ravel R. Clinical Aplication of Laboratory Data

- Lampiran cara pemeriksaan klirens kreatinin dan ureum.

LAMPIRAN

Page 73: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Pemeriksaan klirens kreatinin :

Cara : (percobaan berlangsung minimum 8 jam sebaiknya 24 jam)

- Ukur tinggi basan dan berat badan penderita

- Penderita diberi minum air sedemikian sehingga dieresis minimum 1 ml/menit

- Saat mula percobaan penderita disuruh mengosongkan kandtung kemih sehabis-habisnya, buang urin ini

dan catat waktunya dengan tepat sebagai permulaan percobaan

- Tamping urin 8 jam dan tetapkan kadar kreatinin dalam urin

- Ambil darah vena pada jam ke 8/24 dan tetapkan kadar kreatinin darah.

Perhitungan :

Cc1 = Uc1/Pc1 x V

C c1 = klirens kreatinin

U c1 = mgr kreatinin / 100 ml urin

P c1 = mgr kreatinin / 100 ml darah

V : dieresis / menit

Klirens ureum :

Cara : (percobaan berlansung 2 jam)

- Ukur tinggi badan dan berat badan penderita

- Penderita diberi minum 2 gelas air (kurang lebih 400-500 ml) dan harus habis sebelum percobaan dimulai.

- Saat mulai percobaan penderita disuruh berkemih sehabis-habisnya, buang urin ini dan catat waktunya

dengan tepat.

- 1 jam kemudian penderita disuruh berkemih, tamping urin sebagai porsi pertama, ukur volume dan kadar

ureum dalam darah

- 1 jam lagi (dua jam dari permulaan percobaan) penderita disuruh berkemih lagi, tamping urin sebagai porsi

ke dua, ukur volue dan kadar ureum dalam urin.

Perhitungan :

a. . jika dieresis lebih besar/ sama dengan 2 ml / menit : perhitungan Cmax = U u1/Pu1 x V

Cmax = klirens maksimum

b. Jika dieresis <2 ml/menit

Cst = Uul/Pul x akar V

Cst = lirens standar

Nilai rujukan rata : Cmax : 75 ml/menit, Cst = 54 ml/menit

Berlaku untuk orang dengan luas permukaan tubuh 1,73 m2.

Catatan : hasil pemeriksaan tidak dapat dipercaya apabila dieresis lebih kecil dari 0,5 ml/menit.

Page 74: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

KOAGULASI (dr.Purwanto AP SpPK

Pendahuluan

Salah satu fungsi darah yang utama adalah menjaga stabilitas jaringan, sehingga akan dipertahankan keadaan faali

tubuh normal. Agar stabilitas terjaga dan darah tetap dalam keadaan lancer mengalir dalam pembuluh darah maka

dibutuhkan mekanisme yang mengatur keadaan tersebut. Demikian juga bila terjadi kelainan pada pembuluh darah

maka akan terjadi juga reaksi untuk menghentikan perdarahan yang terjadi. Proses faali yang berlangsung tersebut

kita kenal sebagai hemostasis.

Respon Hemostatik

Proses Koagulasi : mekanisme positif

Respon hemostatik normal terhadap adanya kerusakan pembuluh darah merupakan kerja sama dari beberapa factor

yang terkait yaitu pembuluh darah, trombosit yang beredar dan factor –faktor koagulasi.

Pembuluh darah

Reaksi disini timbul akibat adanya trauma pembuluh darah, dan merupakan respon yang pertama kali timbul.

Reaksinya berupa:

- Vasokonstriksi dan ekstravasasi

Terjadi pada pembuluh darah besar dimana terjadi kontraksi dinding pembuluh darah

- Vasokonstriksi

Pada pembuluh darah kecil, yang berkontraksi karena mekanisme humoral yaitu terlepasnya serotonin dan

amine yang aktif yang berasal dari kerusakan dari trombosit. Akibat vasokonstriksi pembuluh darah ini akan

menyebabkan penurunan aliran darah sehingga memudahkan pembentukan jenalan trombosit (platelet

plug).

Sel Beku darah (trombosit)

Adanya jaringan yang rusak akan menyebabkan SBO akan menempel pada jaringan yang terbuka tersebut. Proses

yang dikenal dengan nama adhesi ini diperkuat oleh bagian factor VIII/ von wilebrand. Setelah mengalami proses

tersebut maka SBD ini akan melepaskan granulanya yang berisikan ADP, serotonin, fibrinogen, ensim lisosom dan

factor penetral heparin (heparin neutralizing factor). Jaringan kolagen dan thrombin juga memacu SBD mensintesa

prostaglandin dan membentuk tromboxan A2. Zat tersebut akan menimbulkan stimulasi terhadap proses agregrasi

SBD dan aktivasi vasokonstrikis.

Sumbat primer hemostatik oleh SBD ini masih kurang stabil dan terjadi pada menit-menit pertama, bisasanya ini

cukup untuk mengontrol sementara perdarahan yang terjadi.

Faktor Koagulasi

Page 75: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Oleh adanya jaringan kolagen yang terluka maka akan terjadi aktifasi jalur intrinsic melalui factor XII. Demikan juga

adanya kebocoran factor jaringan akan mengaktifasi jalur estrinsik melalui factor VII. Aktifasi dari factor-faktor

koagulasi akhirnya akan membentuk fibrin. Agregasi trombosit ditempat tersebut akan menyebabkan perubahan

fibrinogen plasma menjadi fibrin. Anyaman fibrin yang terjadi akan memperbesar sumbat primer sehingga menjadi

kuat. SBD yang mengalami agregasi lama kelamaan akan mati sendiri (autolysis) dan diganti oleh komponan fibrin

dalam sumbat hemostatik. Akhirnya setelah 24-48 jam seluruh sumbat hemostatik sudah berubah bentuk menjadi

masa fibrin yang padat. Factor koagulasi sendiri berjumlah 13 yang sudah mempunyai angka romawi dan dua factor

yang belum mempunyai. Untuk nama-namanya lihat pada kuliah yang lalu.yang perlu mendapat perhatian adalah

adanya 4 faktor yang dibuat dalam hepar dan termasuk dependent vitamin K yaitu :

- Factor II : protrombin

- Faktor VII : proconvertin

- Factor IX : Christmas factor

- Factor X : stuart power factor

Mekanisme pembekuan berlansung dalam tiga tingkat yaitu sbb :

SKEMA

Proses Fibrinolitik : mekanisme negative

Mekanisme negative dari hemostatik adalah memecah fibrin hyang terjadi dengan tujuan tertentu. Mekanisme ini

berjalan melalui proses sebagai berikut :

SKEMA

Mekanisme Inhibitor

Disamping mekanisme positif dan negative yang membentuk bekuan hemostatik dan menghilangkannya bila

diperlukan, maka ternyata terdapat pula mekanisme inhibitor dari hemostatik, yaitu terdiri dari :

1. Antitrombin III (AT III)

Merupakan inhibitor thrombin yang fisiologis dan terdapat dalam sirkulasi darah

Cara kerja:

a. Absorbs dari thrombin

b. Aktivitas fibrinogen dan FDP

c. Sebagai heparin kofaktor (fasilitasi plasma protein heparin)

2. Anti tromboplastin

3. Antifibrinolisin : keduanya bekerja menetralisir tromboplastin dan fibrinolisin

Indikasi pemeriksaan koagulasi

Indikasi pemeriksaan koagulasi adalah sebagai berikut

1. Persiapan operasi

Page 76: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Jenis pemeriksaannya tergantung pada besar kecilnya operasi, makin besar jenis operasinya semakin

banyak pula jenis pemeriksaan koagulasi yang harus dilakukan. Operasi besar tersebut misalnya jantung,

paru, otak dan sebagainya. Untuk operasi biasa minimal harus dilakukan pemeriksaan skrining koagulasi

yaitu :

- Pemeriksaaan SBD

- Waktu perdarahan

- Waktu pembekuan

- PPT dan PTTK

2. Untuk mendiagnosa penyakit-penyakit perdarahan, anamnesa perdarahan perlu dilakukan sebelumnya.

Obat-obatan golongan heparin dan coumarin sering dipergunakan untuk penderita trombosit. Karena

dosisnya harus tepat maka perlu monitoring yang ketat dari terapi tersebut dengan melakukan test

koagulasi.

Akhirnya pembekuan darah merupakan hasil dari 3 fase vaskuler, SBD dan factor koagulasi yang berakhir

dengan pembentukan jendalan fibrin. Kecpatan dan banyaknya jendalan diregulasi oleh mekanisme

inhibitor dan oleh proses resolusi jendalam nelalui system fibrinolitik. Kekurangan atau kelebihan dari

beberapa komponen system tersebut akan membawa seseorang pada keadaan perdarahan atau

thrombosis.

PATOLOGI HEMOSTASIS

Terdapat keadaan-keadaan dimana terjadi gangguan hemostasis di dalam tubuh yang penting diketahui etiologinya

sehingga terapinya dapat diberikan.

Keadaan-keadaan tersebut yaitu :

Vaskulopati : Contoh penyakig :

a. Penyakit Von Willebrand (Angiohemofili/Pseudohemofili/Vasculer Hemofilia) merupakan kelainan

perdarahan yang diturunkan (herediter) yang ditandai dengan waktu perdarahan yang memanjang dan

defisiensi factor VIII yang sifatnya ringan sampai sedang.

b. Henoch Schonlein Purpura (Alergic/Anaphylactoid Purpura) merupakan vaskulitis akut atau kronik yang

mengenai kulit, sendi, traktus gastrointestinal dan ginjal.

c. Rendu-Osler-Weber Sindrom (teleangiectasi Hemorhagi herediter) kelainan vaskuler yang ditandai dengan

lesi teleangiekstasis dari kulit selaput lender. Diturunkan secara autosom dominan.

Kelainan SBD

Meliputi kelainan terhadap kuantitas dan kualitas SBD

Kuantitas:

Trombositopeni, yaitu penurunan jumlah trombosit yang terjadi karena beberapa keadaan yaitu :

1. Penurunan produksi (megakariositopeni)

Terjadi bila fungsi sumsum tulang terganggu, berupa hipoplasi, displasi dan disversi/dispoiesis missal pada

Page 77: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

- Pemakaian obat-obatan

- Radiasi

- Penyakit keganasan

- Anemia megaloblastik

Contoh

- Akibat sensitifitas obat

- Lupus eritrematosus

- Trombositopeni neonates

- Alkoholisme

- Gigitan ular

- Penyakit gaucher’s

2. Akibat pemakaian yang berlebihan (megakariositosis) misalnya :

- DIC (Disseminated Intravasculer Coagulation) sehingga kuantitasnya menurun

- Giant hemangioma

- Purpura trombositopeni trombotik

- Neoplasma

- Kebakaran

- trauma

3. Pengenceran SBD

Oleh karena transfuse yang dibiarkan dalam waktu yang singkat dengan memakai curah darah murni yang

disimpan, dapat mengakibatkan kegagalan hemostatik pada pasien.

Pada transfuse plasma ekspander yang banyak seperti : dextrans gelatin dan lain-lain, dapat menyebabkan

trombositopeni karena pengenceran

Trombositosis

Terjadi oleh karena proses yang benigna, missal pada perdarahan yang akut. Contoh : trauma waktu

pembedahan/melahirkan

Trombositemi

Yaitu peningkatan jumlah trombosit oleh proses yang “ganas” missal pada leukemia mielositik kronik

Kualitas :

Suatu keadaan dimana kualitas SBD menurun disebut : trombositopati. Penggunaan beberapa jenis obat dapat

menghambat fungsi SBD, sehingga waktu perdarahan memanjang.

- Tromboasteni : merupakan kelainan yang jarang, ditandai dengan :

o Retraksi jendalan abnormal

o SBD tak dapat agregasi o.k. konsentrasi ADP tak sesuai

Page 78: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

Sehingga waktu perdarahan memanjang, tetapi ringan. Pada pemeriksaan darah tepi tanpa antikoagulan

Nampak SBD terisolasi dan tidak didapatkan agregasi. Tromboasteni dimana faal SBD menurun sedang

jumlah normal didapatkan pada penyakit Gianzmann.

- Penyakit Von Willebrand’s

Soulier sindrom bentuk besar SBD ini dengan abnormalitas fungsi, berhubungan dengan anomaly may

heggelin = trombositopeni dan lekosit abnormal serta sindroma Chediak higashi.

KOAGULOPATI

Terdapat beberapa tahap kelainian dari factor-faktor pembekuan , a.l :

1. Kelainan pda pembekuan prothrombin aktifator contoh :

a. Sindrom hemofili

Hemofili A karena defisiensi factor VII

Hemofili B karena defisiensi factor IX

Hemofili C karena defisiensi factor XI

Yang paling sering didapatkan adalah defisiensi factor VII dan IX.

b. Penyakit von willebrand’s

Penyakit yang diturunkan secara dominan berupa kelainan hemostasis yang klinis menyerupai

hemophilia ringan. Bias mengenai baik pria maupun wanita. Tendensi perdarahan menunjukkan

gejala ringan, epistaksis yang berhubungan dengan infeksi saluran nafas bagian atas dan

kesulitan berhentinya perdarahan lebih dari 36 jam walau luka ringan. Tanda khas penyakit :

- Abnormalitas vaskuler dan funbgsi SBD sehingga menyebabkan waktu perdarahan memanjang

- Defek koagulasi berhubunan dengan defisiensi factor VIII

c. Karena kelainan pembentukan prothrombin komplek missal : pada penyakit hati yang menahun,

untuk mengetahui hal ini perlu pemeriksaan PPT

d. Gangguan pada fibrinogen dapat berupa : A/Hypofibrinogenemia, fibrinolisis, fibrinogenolisis

contoh yang sering ditemui adanya fibrinolisis dan fibrinogenolisis adalah penyakit DIC.

D.I.C – Desseminated Intravasculer Coagulation = Consumption Coatulopathy = Defibrinasi Sindrom

DIC terjadi oleh karena masuknya / terdapatnya substansi tromboplastin ke dalam sirkulasi darah. Seringkali ini

berupa emboli amnion yang bersifat sebagai tromboplastin. Bila masuk ke dalam pembuluh darah maka akan terjadi

pembekuan darah yang sifatnya intravaskuler. Sehingga di dalam plasma akan terjadi defisiensi factor pembekuan

karena telah dikonsumsi oleh cairan amnion tersebut. Masuknya substans tromboplastin kedalam sirkulasi ini

dimungkinkan oleh karena :

1. Produk jaringan dari abruption placenta, placenta previa, metastase karsinoma, jaringan iskemia dari luka

yang akut, shoc

2. Endotoksin bakteri gram negative yang menyebabkan sepsis dan meningococcemia

Page 79: 42059095-Pemeriksaan-Patologi-Klinik-2

3. Pelepasan substansi lipid dari sdm pada penyakit hemollitik akut atau dari SBD pada penderita

trombositosis atau trombositemia

4. Kelainan imunologik dimana kompleks antigen antibody akan mengaktifkan factor XII yang kemudian

merangsang system pembekuan.

DIC ini sering ditemukan pada kasus obstetric.

Tes laboratorium

Syarat-syarat untuk pengambilan darah pada pemeriksaan hemostasis yaitu ;

1. Cara pengambilan darah manset tidak boleh terlalu lama dipasaang

2. Waktu memasukkan jarum ke dalam pembuluh darah vena, tidak boleh diungkit-ungkit

3. Cara mengaspirasi harus baik oleh karena bila terjadi anoksia maka akan terjadi peningkatan proses

fibrinolitik

4. Zat antikoagulan yang dipergunakan adalah citras natricus 3,8 % dengan perbandingan 1 : 9

5. Spuit harus bersih dan kering

6. Temperature tempat kerja harus sesuai karena mempengaruhi kecepatan reaksi pembekuan. Missal : pada

suhu 370C reaksi kecepatan pembekuan 2 x lipat disbanding pada suhu 200C.

7. Khusus untuk pemeriksaan PTTk dan PPT yaitu untuk menilai factor intrinsic dan ekstrinsik digunakan

water bath untuk mengatur suhu.

Adapun macam-macam test yang dipergunakan untuk keperluan hemostasis :

1. Test resistensi kapiler/rumple leed

2. Waktu perdarahan

3. Waktu pembekuan

4. PPT = plasma Prothrombin time

5. PTTK = partial thromboplastin time with kaolin

6. SPT = serum prothrombin time

7. TGT = thromboplastin generation tie

8. Pemeriksaan trombosit

Penutup

Untuk pemeriksaan koagulasi darah ini, baik metoda dan penilaiannya dapat dilihat pada buku petunuk

praktikum/kuliah assistensi yang diberikan.