46
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK BLOK HEMATOIMMUNOLOGI MATERI PRAKTIKUM III Oleh : Kelompok A.3 1. Diptyo Fajar Santoso G1A013060 2. Ahmad Fauzi G1A013066 3. Aida Ainul Chikmah G1A013074 4. Hanifia Ulfa Fawzia G1A013077 5. Kartika Kencana Putri G1A013079 6. Tania Paramacitra G1A013081 7. Normalisa Novrita G1A013106 Asisten : Widya Kusumastuti G1A010040 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK

BLOK HEMATOIMMUNOLOGI

MATERI PRAKTIKUM III

Oleh :

Kelompok A.3

1. Diptyo Fajar Santoso G1A013060

2. Ahmad Fauzi G1A013066

3. Aida Ainul Chikmah G1A013074

4. Hanifia Ulfa Fawzia G1A013077

5. Kartika Kencana Putri G1A013079

6. Tania Paramacitra G1A013081

7. Normalisa Novrita G1A013106

Asisten :

Widya Kusumastuti

G1A010040

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2014

Page 2: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

LEMBAR PENGESAHAN

PRAKTIKUM MATERI III

Oleh :

Kelompok A.3

1. Diptyo Fajar Santoso G1A013060

2. Ahmad Fauzi G1A013066

3. Aida Ainul Chikmah G1A013074

4. Hanifia Ulfa Fawzia G1A013077

5. Kartika Kencana Putri G1A013079

6. Tania Paramacitra G1A013081

7. Normalisa Novrita G1A013106

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Patologi Klinik

blok Hematoimmunologi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan

Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Diterima dan disahkan

Purwokerto, September 2014

Asisten

Widya Kusumastuti

G1A010040

Page 3: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

BAB I

DASAR TEORI

A. Pemeriksaan Rumple Leed

Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah

mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah

juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa

metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang

bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon

dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah (Setiadi, 2007).

Setiap makhluk hidup membutuhkan zat-zat makanan yang diperoleh

dari lingkungannya. Untuk memasukkan dan membuang sisa zat makanan

memerlukan sistem transportasi. Sistem sirkulasi atau transportasi pada tubuh

manusia meliputi sistem peredaran darah manusia meliputi sistem peredaran

darah dan peredaran getah bening. Komponen sistem peredaran darah

manusia terdiri atas darah, jantung, dan pembuluh darah (Setiadi, 2007).

Komponen penyusun darah ada 2 yaitu bagian yaitu :

a. Plasma darah, mempunyai fungsi pengangkut gas dan sari makanan

disamping itu plasma darah juga mengandung fibrinogen yang berfungsi

dalam pembekuan darah.

b. Sel darah, adalah merupakan 45 % volume darah. Sel darah terdiri atas sel

darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah

(trombosit).

B. Pemeriksaan Trombosit

Selain eritrosit dan leukosit, trombosit adalah jenis unsur sel ketiga yang

terdapat di dalam darah. Trombosit bukanlah suatu sel utuh tetapi fragmen

atau potogan kecil sel (bergaris tengah sekitar 2-4 µm) yang terlepas dari tepi

luar suatu sel besar (bergaris tengah sampai 60 µm) di sumsum tulang yang

dikenal sebagai mekariosit. Megakariosit berasal dari sel bakal yang belum

berdiferensiasi yang sama dengan yang menghasilkan turunan eritrosit dan

leukosit. Trombosit pada dasarnya adalah suatu vesikel yang mengandung

Page 4: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

sebagian dari sitoplasma megakariosit terbungkus oleh membrane plasma

(Sherwood, 2012).

Dalam setiap milliliter darah pada keadaan normal terdapat sekitar

250.000 trombosit /mm3 (kisarannya 150.000-350.000/mm3). Trombosit tetap

berfungsi selama sekitar sepuluh hari untuk kemudian disingkirkan dari

sirkulasi oleh makrofag jaringan, terutama makrofag yang terdapat di limpa

dan hati, dan diganti oleh trombosit baru yang dikeluarkan dari sumsum

tulang (Sherwood, 2012).

Trombosit tidak keluar dari pembuluh darah seperti yang dilakukan oleh

sel darah putih, tetapi sekitar sepertiga dari trombosit total selalu tersimpan di

dalam rongga-rogga berisi darah di limpa. Simpanan trombosit ini dapat

dikeluarkan dari limpa ke dalam sirkulasi sesuai dengan kebutuhan (misalnya

pada saat terjadi perdarahan) oleh kontraksi limpa yang diinduksi oleh

stimulasi simpatis (Sherwood, 2012).

Seperti eritrosit, trombosit melakukan fungsi utamanya di dalam

pembuluh darah. Fungsi utama trombosit adalah memantau secara terus

menerus sistem vascular dan mendeteksi setiap kerusakan di lapisan endotel

pembuluh darah. bila lapisan endotel rusak, trombosit menempel pada tempat

yang cedera dan memulai proses kimiawi yang sangat kompleks untuk

menghasilkan bekuan darah (Eroschenko, 2013).

Karena merupakan fragmen sel, trombosit tidak memiliki nucleus.

Namun, sel ini dilengkapi oleh organel dan sistem enzim sitosol untuk

menghasilkan energy dan mensintesis produk sekretorik yang disimpan di

granula-granula yang tersebar di seluruh sitosolnya. Selain itu, trombosit

mengandng aktin dan myosin dalam konsentrasi yang tinggi, sehingga

trombosit dapat berkontraksi. Kemampuan sekretorik dan kontraksi ini

penting dalam hemostasis (Sherwood, 2012).

Page 5: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

Gambar 1.1 Trombosit

C. Pemeriksaan Waktu Pembekuan (Clotting Time)

Hemostasis adalah fungsi yang bertujuan untuk mempertahankan

keenceran darah agar darah tetap mengalir di pembuluh darah dan menutup

kerusakan dinding pembuluh darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh

darah. Hemostasis melibatkan beberapa komponen, yaitu (Bakta, 2012) :

1. Komponen vaskuler

2. Komponen trombosit

3. komponen koagulasi

Adapun langkah langkah terbentuknya bekuan darah pasca terluka adalah

sebagai berikut (Hoffbrand, 2013) :

1. Inisiasi

Pada keadaan normal, pada membran terdapat tissue factor (TF).

TF adalah faktor jaringan yang pertama kali terpajan jika ada cedera

vaskuler. TF diaktifkan oleh enzim protein disulfida bersama dengan

faktor plasma VIIa. Selanjutnya kompleks faktor VIIa-faktor jaringan

mengaktifkan faktor IX dan X. Faktor X yang telah diaktifkan menjadi

faktor Xa dapat membentuk sejumlah kecil trombin dari protrombin.

2. Amplifikasi

Faktor VIII dan V diubah menjadi VIIIa dan Va oleh sejumlah

kecil trombin yang dihasilkan pada fase inisiasi. Faktor IXa dan VIIIa

pada permukaan fosfolipid dengan keberadaan Ca2+mengaktifkan Xa

Page 6: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

dalam jumlah yang cukup untukberikatan dengan Va, PL, Ca2+

membentuk kompleks protombinase dan menyebabkan pembenukan

trombin. Trombin berperan saat aktivasi fibrinogen menjadi fibrin.

Trombin menghidrolisi fibrinogen, membebaskan fibrinopeptida A

dan B untuk membentuk monomer fibrin. Monomer monomer fibrin

berikatan secara spontan membentuk polimer fibrin yang tak larut. Faktor

VIII juga diaktivasi oleh trombin beserta kalsium. Faktor VIII yang telah

teraktivasi menstabilkan polimer fibrin dengan membentuk ikatan silang

kovalen.

3. Sel Endotel

Sel endotel membentuk membran basal yang normalnye

memisahkan jaringan ikat subendotel berupa kolagen, elastin, dan

fibronektindari darah yang beredar. Berkurang atau rusaknya endotel

menyebabkan perdarahan dan pengaktifan mekanisme hemostatik. Sel

endotel juga memiliki pengaruh inhibitorik kuat pada respons hemostatik

melalui sintetis prostaglandin, NO, dan ektonukleotidase CD39 yang

memiliki sifat vasodilatorik dan menghambat agregasi trombosit.

D. Pemeriksaan Waktu Perdarahan (Bleeding Time)

Luka dapat menyebabkan kehilangan darah yang parah dan trombosit

menyebabkan darah membeku, menutup luka kecil, tetapi luka besar perlu

dirawat dengan segera untuk mencegah terjadinya kekurangan darah.

Sehingga sangat perlu sekali untuk melakukan uji waktu perdarahan

(Waterbury, 2001).

Waktu perdarahan (bleeding time) sendiri merupakan pemeriksaan in

vivo fungsi sumbat hemostatik secara kasar. Uji waktu perdarahan tidak

terlalu sensitive untuk disfungsi trombosit karena banyak penderita dengan

disfungsi trombosit bawaan dan didapat memiliki waktu perdarahan normal.

Namun sebagian besar penderita yang mengalami perdarahan spontan atau

yang berisiko mengalami perdarahan hebat karena pembedahan akan

memiliki waktu perdarahan yang memanjang dan karena itu uji ini dapat

Page 7: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

mengenali penderita-penderita yang berisiko mengalami perdarahan klinis

(Waterbury, 2001).

Selain itu, bleeding time banyak digunakan dan popular menguji untuk

mengeksplorasi hemostasis primer. Yang paling umum dalam penggunaan

waktu perdarahan adalah sebagai skrining preoperatif gangguan trombosit

yang berpotensi membahayakan, karena operasi memerlukan tantangan utama

untuk hemostasis, yang dapat berakibat fatal dalam kasus cacat hemostatik

(De Caterina, 2011). Waktu perdarahan sendiri akan memanjang pada kasus

trombositopenia, penyakit Von Willebrand, pada sebagian besar disfungsional

dan setelah ingesti aspirin. Uji waktu perdarahan agak sulit distandarisasi dan

digunakan berulang untuk mengevaluasi suatu kondisi klinis yang berubah-

ubah (Sacher, 2004).

Ada empat metode untuk melakukan tes perdarahan. Metode Ivy adalah

format tradisional untuk tes ini. Dalam metode Ivy, manset tekanan darah

ditempatkan pada lengan atas dan meningkat sampai 40 mM Hg. Sebuah

pisau lanset atau scalpel digunakan untuk membuat luka tusuk di bagian

bawah lengan bawah. Sebuah, otomatis pegas perangkat pisau ini paling

sering digunakan untuk membuat potongan berukuran standar. Daerah

ditusuk dipilih sehingga tidak ada vena dangkal atau terlihat dipotong.

Pembuluh darah, karena ukuran mereka, mungkin memiliki waktu perdarahan

lebih lama, terutama pada orang dengan cacat berdarah. Waktu dari saat luka

tusukan dibuat sampai perdarahan berhenti semua telah diukur dan disebut

waktu perdarahan. Setiap 30 detik, kertas filter atau handuk kertas yang

digunakan untuk mengalirkan darah. Tes ini selesai ketika pendarahan telah

berhenti sepenuhnya (Henry, 1996).

Tiga metode lain melakukan uji perdarahan adalah template, template

yang dimodifikasi, dan metode Duke. Template dan metode template yang

dimodifikasi adalah variasi dari metode Ivy. Sebuah manset tekanan darah

digunakan dan kulit pada lengan bawah dibuat seperti pada metode Ivy.

Sebuah template ditempatkan di atas area yang akan ditusuk dan dua sayatan

dibuat di lengan menggunakan template sebagai panduan lokasi. Perbedaan

Page 8: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

utama antara template dan metode modifikasi adalah panjang dari

pemotongan dibuat (Henry, 1996).

Untuk metode Duke, nick dibuat dalam cuping telinga atau ujung jari

yang tertusuk menyebabkan perdarahan. Seperti dalam metode Ivy, tes diberi

batas waktu dari awal sampai perdarahan perdarahan benar berhenti.

Kerugian dengan metode Duke adalah bahwa tekanan pada pembuluh darah

di daerah menusuk tidak konstan dan hasil yang dicapai kurang dapat

diandalkan. Keuntungan dengan metode Duke adalah bahwa tidak ada bekas

luka tersisa setelah test (Henry, 1996).

Waktu perdarahan normal untuk metode Ivy adalah kurang dari lima

menit dari waktu menusuk sampai semua pendarahan dari luka berhenti.

Beberapa teks memperluas jangkauan normal untuk delapan menit. Nilai

normal untuk rentang metode template sampai delapan menit, sedangkan

untuk metode template yang dimodifikasi, hingga 10 menit dianggap normal.

Normal untuk metode Duke adalah tiga menit (Henry, 1996).

E. Identifikasi Darah Tepi Abnormal

Leukosit atau sel darah putih adalah unit-unit yang dapat bergerak dalam

sistem pertahanan tubuh. Imunitas mengacu pada kemampuan tubuh menahan

atau mengeliminasi sel abnormal atau benda asing yang berpotensi merusak.

Leukosit dan turunannya menahan invasi pathogen melalui fagositosis,

mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker dalam tubuh, dan

berfungsi sebagai petugas pembersih yang memfagosit debris yang berasal

dari sel yang mati atau cedera. Yang terakhir penting dalam penyembuhan

luka dan perbaikan jaringan (Sherwood, 2012).

Untuk melaksanakan fungsinya, leukosit terutama menggunakan strategi

“cari dan serang”, yaitu sel-sel tersebut pergi ke tempat invasi atau jaringan

yang rusak. Alasan utama mengapa sel darah putih terdapat di dalam darah

adalah agar mereka cepat diangkut dari tempat pembentukan ke

penyimpanannya ke manapun mereka diperlukan (Sherwood, 2012).

Leukosit dibagi dalam dua kategori utama, yaitu granulosit

polimorfonukleus dan agranulosit mononukleus.

Page 9: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

1. Granulosit Polimorfonukleus

Nukleus sel-sel ini tersegmentasi menjadi beberapa lobus dengan

beragam bentuk, dan sitoplasma mereka mengandung banyak granula

yang terbungkus membrane.

a. Neutrophil

Sel ini mempunyai inti padat khas yang terdiri atas dua sampai

lima lobus, dan sitoplasma yang pucat dengan garis batas tidak

beraturan mengandung banyak granula merah muda-biru (azurofilik)

atau kelabu-biru. Granula tersebut dibedakan menjadi granula primer

yang tampak pada stadium promielosit, dan sekunder (spesifik) yang

tampak pada periode mielosit dan dominan pada neutrophil matur.

Kedua jenis granula berasal dari lisosom. Granula primer mengandung

mieloperoksidase, fosfatase asam, dan hydrolase asam lainnya,

sementara granula sekunder mengandung kolagenase, laktoferin, dan

lisozim. Lama hidup neutrophil dalam darah hanya sekitar 10 jam

(Hoffbrand, 2012).

Di antara granulosit, neutrophil adalah spesialis fagositik. Sel-sel

ini selalu merupakan sel pertahanan pertama pada invasi bakteri dan

dengan demikian sangat penting dalam respons peradangan. Seperti

yang dapat diperkirakan berdasarkan fungsi-fungsi ini, peningkatan

jumlah neutrophil dalam darah (neutrofilia) biasanya terjadi pada

infeksi bakteri akut (Sherwood, 2012).

Gambar 1.2 Neutrofil

Page 10: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

b. Eosinophil

Eosinophil mirip dengan neutrophil, kecuali granula sitoplasmanya

lebih kasar, lebih berwarna merah tua, dan jarang dijumpai lebih dari

tiga lobus inti. Mielosit eosinophil dapat dikenali, tetapi stadium yang

lebih awal tidak dapat dibedakan dari prekusor neutrophil. Waktu

transit eosinophil dalam darah lebih lama daripada neutrophil. Sel ini

memasuki eksudat inflamatori dan berperan khusus dalam respons

alergi, pertahanan terhadap parasite, dan pembuangan fibrin yang

terbentuk selama inflamasi (Hoffbrand, 2012).

Peningkatan eosinophil di sirkulasi darah (eosinofilia) dikaitkan

dengan keadaan alergi (misalnya asma dan hay fever) dan dengan

infestasi parasite internal (misalnya cacing). Eosinophil jelas tidak

dapat memakan cacing parasitic yang berukuran jauh lebih besar,

tetapi sel-sel ini melekat ke cacing dan mengeluarkan bahan-bahan

yang dapat mematikan cacing tersebut (Sherwood, 2012).

Gambar 1.3 Eosinofil

c. Basophil

Sel ini jarang ditemukan dalam darah tepi normal. Sel ini

mempunyai banyak granula sitoplasma yang gelap, menutup inti, serta

mengandung heparin dan histamine. Di dalam jaringan, basophil

berubah menjadi sel mast. Basophil mempunyai tempat perlekatan

immunoglobulin E (IgE) dan degranulasinya disertai dengan pelepasan

histamine (Hoffbrand, 2012).

Page 11: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

Pengeluaran histamine penting dalam reaksi alergi, sedangkan

heparin mempercepat pembersihan partikel-partikel lemak dari darah

setelah kita makan makanan berlemak. Heparin juga dapat mencegah

pembekuan darah (koagulasi), tetapi apakah zat ini memiliki peran

fisiologis sebagai suatu antikoagulan masih diperdebatkan (Sherwood,

2012).

Gambar 1.4 Basofil

2. Agranulosit Mononukleus

Nucleus sel ini besar dan tidak bersegmen, selain itu sel ini hanya

memiliki sedikit granula.

a. Monosit

Monosit biasanya berukuran lebih besar dari leukosit darah tepi

lainnya dan mempunyai inti sentral berbentuk lonjong atau berlekuk

dengan kromatin yang menggumpal. Sitoplasmanya yang banyak

berwarna biru dan mengandung banyak vakuol halus, sehingga

memberikan gambaran kaca asah (ground-glass appearance). Granula

sitoplasma juga sering dijumpai. Prekusor monosit dalam sumsum

tulang (monoblas dan promonosit) sulit dibedakan dari mieloblas dan

monosit (Hoffbrand, 2012).

Seperti neutrophil, monosit juga diarahkan untuk menjadi fagosit

professional. Sel-sel ini keluar dari sumsum tulang selagi masih imatur

dan beredar dalam darah selama satu atau dua hari sebelum akhirnya

menetap di berbagai jaringan di seluruh tubuh. Di tempat mereka yang

Page 12: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

baru, monosit terus berkembang dan sangat membesar, menjadi fagosit

jaringan besar yang dikenal sebagai makrofag. Usia makrofag berkisar

dari beberapa bulan sampai beberapa tahun, kecuali apabila meraka

mati sebelumnya sewaktu menjalankan tugas fagositik (Sherwood,

2012).

Gambar 1.5 Monosit

b. Limfosit

Limfosit adalah sel yang kompeten secara imunologik dan membantu

fagosit dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi dan invasi asing lain.

Dua ciri unik yang khas untuk sistem imun adalah kemampuan untuk

menimbulkan spesifitas antigenic dan fenomena memori imunologik

(Hoffbrand, 2012).

Terdapat dua jenis limfosit, limfosit B dan limfosit T. Limfosit B

menghasilkan antibody, yang beredar dalam darah. Antibody berikatan

dan memberi tanda untuk destruksi benda asing tertentu, misalnya

bakteri, yang menginduksi pembentukan antibody tersebut. Limfosit T

tidak menghasilkan antibody, sel-sel ini secara langsung

menghancurkan sel-sel sasaran spesifik, suatu proses yang dikenal

sebagai respon imun yang diperantarai sel (seluler). Sel yang menjadi

sasaran limfosit T mencakup sel-sel tubuh yang telah dimasuki oleh

virus dan sel kanker (Sherwood, 2012).

Page 13: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

Gambar 1.6 Limfosit

Mieloblas adalah prekusor yang pertama kali mudah dikenali pada

turunan sel granulositik. Mieloblas adalah sel kecil dengan inti besar,

kromatin tersebar, tiga atau lebih nucleolus, dan cincin sitoplasma basofilik

yang tidak memiliki granula spesifik. Seiring dengan proses perkembangan,

sel membesar, mengandung granula azurofilik, dan menjadi promielosit.

Kromatin di dalam inti yang lonjong tampak tersebar, dan banyak nucleolus

terlihat jelas. Pada promielosit yang lebih tua, sel menjadi lebih kecil,

nucleolus menjadi tidak jelas, jumlah granula azurofilik meningkat, dan

granula spesifik dengan sifat pewarnaan berbeda mulai tampak di daerah

perinukleus (Eroschenko, 2013).

Promielosit membelah menjadi mielosit yang lebih kecil. Sitoplasma

mielosit agak basofili dan mengandung banyak granula azurofilik. Mielosit

berdiferensiasi menjadi tiga jenis granulosit yang hanya dapat dikenali dari

peningkatan akumulasi dan pewarnaan granula spesifik di dalam

sitoplasmanya, sperti yang terlihat pada mielosit eosinofilik dengan granula

merah atau eosinofilik dan mielosit basofilik yang jarang ditemukan dengan

granula biru atau basofilik. Mielosit berkembang menjadi metamielosit

(Eroschenko, 2013).

Sitoplasma metamielosit neutrofilik mengandung granula azurofilik

terpulas gelap, granula spesifik terpulas terang, dan inti yang berbentuk

ginjal.. metamielosit eosinofilik adalah sel yang lebih besar, dan granula

sitoplasma spesifiknya berwarna eosinofilik (Eroschenko, 2013).

Page 14: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

Gambar 1.7 Prekusor berbagai sel darah

Page 15: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

BAB II

METODE PRAKTIKUM

A. Pemeriksaan Rumple Leed

1. Alat

a. Tensimeter

b. Stetoskop

c. Stopwatch

2. Cara Pemeriksaan

B. Pemeriksaan Trombosit

1. Alat

a. Alat pengambilan darah vena

b. Pipet eritrosit

c. Bilik hitung NI

d. Reagen Rees ecker

e. Kapas alkohol

f. Cawan petri

2. Cara Pemeriksaan

Hitunglah jumlah petechiae

Bacalah hasil kira-kira 4 cm dibawah lipatan siku

dengan penampang 5 cm

Bendung darah selama 10 menit dengan tekana rata-rata tersebut (max

100mmHg)

Sistole + Diastole / 2Ukur sistole dan diastole

Page 16: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

C. Pemeriksaan Waktu Pembekuan (Clotting Time)

1. Alat

a. Tabung reaksi

b. Rak tabung reaksi

c. Alat pengambil darah vena

d. Stopwatch

2. Cara Pemeriksaan

Rendam bilik hitung NI diatas cawan petri berisi kapas alkohol selama 20

menit

Amati pada mikroskop

Homogenkan secara horizontal selama 15-30

detkTeteskan pada bilik

hitung NI

Ambil reagen rees ecker hingga 101

Ambil darah vena dengan pipet eritrosit

hingga o,5

Buang 3 tetes pertama

Ambil darah vena 3ml dan letakan perlahan di

botol

Siapkan 3 tabung reaksi dan rak tabung

Rerata waktu pada tabung 1 dan 2

Hitung waktu hingga timbul bekuan dan

catat hasilnya

Masukan darah sample masing-

masing 1 ml

Diamkan 2-3 menit periksa setiap 30 s. Tabung 3 sebagai

kontrol

Ambil darah vena 3 ml

Page 17: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

D. Pemeriksaan Waktu Perdarahan (Bleeding Time)

1. Alat

a. Lancet

b. Kapas alkohol

c. Gelas obyek

d. Kertas saring

2. Cara Pemeriksaan

Bersihkan cuping telinga dengan kapas

alkohol

Tusuk cuping telinga dengan lancet. Biarkan

darah keluar

Pijat – pijat cuping telinga sampai

hiperemis

Tiap 30 s isap darah dengan kertas saring

pada titik yang berbeda

Isap hingga darah berhenti mengalir dan

catat waktunya

Page 18: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

BAB III

HASIL

A. Pemeriksaan Rumple Leed

Nama probandus : Tania P.

Usia probandus : 18 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Sistole : 110 mmHg

Diastole : 70 mmHg

Tekanan rata-rata : (110+70)

2 = 80 mmHg

Hasil pembacaan : Tampak 5 petechiae

B. Pemeriksaan Trombosit

Setelah dilakukan penghitungan eritrosit melalui bilik Neubauer Improved

dengan mengambil 5 kotak sedang secara acak, didapatkan hasil:

Jumlah eritrosit : 560.000 /mm3

Gambar 2.1 Pemeriksaan Trombosit

C. Pemeriksaan Waktu Pembekuan (Clotting Time)

Setelah dilakuakan pemeriksaan waktu pembekuan menggunakan metode Lee

and White diperoleh hasil sebagai berikut :

Page 19: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

Tabung 1 beku dalam waktu 14 menit

Tabung 2 beku dalam waktu 18 menit

Waktu pembekuan : waktu tabung 1+waktu tabung 2

2

14+182

= 16

Gambar 2.2 Clotting Time

D. Pemeriksaan Waktu Pembekuan (Bleeding Time)

Dari hasil pemeriksaan waktu perdarahan dengan metode pemeriksaan Duke

diperoleh bercak pertama mempunyai penampang 3-5 mm dan waktu

berhentinya perdarahan 1 menit 46 detik.

Page 20: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

Gambar 2.3 Bleeding Time

E. Identifikasi Darah Tepi Abnormal

1. ALL (Akut Limfoid Leukemia)

2. CLL (Chronic Limfoid Leukemia)

3. AML (Akut Mieloid Leukemia)

Page 21: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

4. CML (Chronic Mieloid Leukemia)

5. Anemia

Page 22: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Rumple Leed

Pemeriksaan rumple leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring

untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Penilaian hasil

pada pemeriksaan rumple leed adalah sebagai berikut:

a. Abormal : > 20 petechiae

b. Normal : < 10 petechiae

c. Dubia : 10-20 petechiae

Petechiae dapat tampak pada kulit karena dengan melaukan bendungan

terhadap vena pada tekanan tertentu menyebabkan dinding kapiler darah yang

kurang kuat akan rusak atau pecah dan terjadi perdarahan di bawah kulit.

Pada praktikum ini, hasil yang didapat yaitu tampak 5 petechiae. Hal ini

menunjukkan bahwa hasilnya normal, karena petechiae yang tampak kurang

dari 10. Sehingga, tidak ada gangguan vaskuler dan gangguan trombosit yang

terjadi pada probandus. Jika terdapat gangguan vaskuler dan gangguan

trombosit maka petechiae yang tampak lebih dari 20. Hasil pemeriksaan

rumple leed menjadi dubia atau ragu-ragu jika petechiae yang tampak antara

10 sampai 20.

B. Pemeriksaan Trombosit

Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh estimasi

jumlah trombosit 560.000/mm3. Hasil ini termasuk tinggi karena nilai normal

jumlah trombosit adalah 150.000-400.000/mm3. Keadaan dimana naiknya

jumlah trombosit disebut trombositosis. Biasanya dialami saat perdarahan

akut, trauma, dan anemia defisiensi besi. Saat percobaan kami menggunakan

rumus perhitungan jumlah eritrosit, bukan menggunakan estimasi trombosit

menurut Barbara Brown sehingga hasil yang didapatkan kemungkinan

mengalami bias. Selain itu kesalahan pembacaan di mikroskop kemungkin

juga terjadi.

Page 23: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

C. Pemeriksaan Waktu Pembekuan (Clotting Time)

Pemeriksaan waktu pembekuan darah menggunakan darah lengkap

seperti metode Lee and White merupakan pemeriksaan yang kkasar tetapi

masih dianggap yang terbaik.

Penilaian hasil :

Waktu pembekuan dinyatakan dengan menentukan rata-rata hasil

pemeriksaan tabung I dan tabung II tersebut.

Arti klinis :

Normal : 9-15 menit

Memanjang : kelainan beberapa factor koagulasi (koagulopati) inhibitor

dalam darah missal heparin

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh waktu 16 menit,

sehingga interpretasinya adalah memanjang dan ada kemungkinan kelainan

beberapa factor koagulasi.

Catatan :

1. Pengambilan darah tidak boleh terlalu banyak tususkan supaya cairan

jaringan tak ikut masuk dalam darah (mempercepat timbulnya

pembekuan darah).

2. Waktu pengambilan darah tidak boleh lebih dari 30 detik supaya tidak

terjadi proses pembekuan sebelum pemeriksaan dikerjakan.

3. Alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan harus bebas kotoran dan

kering.

D. Pemeriksaan Waktu Perdarahan (Bleeding Time)

Pemeriksaan waktu perdarahan untuk menilai factor-faktor hemostasis

yang letakanya ekstravaskuler, tetapi keadaan dinding vaskuler dan

trombositnya juga berpengaruh. Bleeding time (BT) menilai kemampuan

darah untuk membeku setelah adanya luka atau trauma, dimana trombosit

berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk bekuan.

Prinsip pemeriksaannya adalah mengukur lamanya waktu perdarahan setelah

insisi standart pada lengan bawah atau cuping telinga. Bleeding time

digunakan untuk pemeriksaan penyaring hemostasis primer atau interaksi

Page 24: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

antara trombosit dan pembuluh darah dalam membentuk sumbat hemostatik,

pasien dengan perdarahan yang memanjang setelah luka, pasien dengan

riwayat keluarga gangguan perdarahan. 

Normalnya waktu perdarahan adalah 1-3 menit. Dari percobaan yang

telah dlakukan diperoleh hasil waktu perdarahan 1 menit 46 detik yang berarti

masih dalam keadaan normal.

Catatan :

1. Pemeriksaan berhasil bila bercak pertama mempunyai penampang 3-

5mm.

2. Lakukan pada cuping telinga yang lain sebagai kontrol

E. Identifikasi Darah Tepi Abnormal

1. ALL (Akut Limfoid Leukemia)

Pada ALL terdapat predominan limfoblas 50-90%. Limfoblas adalah

sel yang besar dan memiliki inti yang besar sehingga sitoplasmanya relatif

sedikit. Pada limfoblas, terlihat kromatin inti agak gelap dan nukleoli 1-2.

Bentuk limfosit tua pada preparat ini terlihat sedikit.

Gambar 4.1 ALL

2. CLL (Chronic Limfoid Leukemia)

Jumlah leukosit dalam darah tepi meningkat pada penyakit CLL.

Terlihat predominan limfosit kecil sekitar 65-75%. Pada penyakit CLL

stadium lanjut, keberadaan limfosit kecil menjadi 95-98%. Kemudian,

limfoblas dan limfosit besar yang terlihat sedikit. Kadang-kadang tampak

Page 25: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

gambaran monoton. Dan pada preparat penyakit ini tampak smudge cell

meningkat.

Gambar 4.2 CLL

3. AML (Akut Mieloid Leukemia)

Biasanya terjadi peningkatan jumlah leukosit dalam darah tepi.

Tampak gambaran monoton pada preparat ini dan predominan sel

mieloblas. Selain itu, ditemukan pula hiatus leukemikus. Pada hitung jenis

leukosit terdapat:

a. Mieloblas meningkat (>20% menurut kriteria WHO)

b. Promieloblas kurang

c. Mielosit jumlahnya sedikit

d. Metamielosit sedikit

e. Sel batang meningkat

f. Sel segmen jumlahnya meningkat

Gambar 4.3 AML

Page 26: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

4. CML (Chronic Mieloid Leukemia)

Terdapat leukosit sekitar 100.000-500.000 / mm3 darah. Dan tidak

ditemukan hiatus leukemikus. Kadang-kadang basofil dan eosinofil

meningkat pada CML. Kemudian, aktivitas eritropoiesis menurun dan

retikulosit dalam darah normal atau sedikit meningkat. Untuk hitung jenis

leukosit ditemukan:

a. Terdapat mieloblas dan promielosit sebanyak 5%

b. Terdapat banyak mielosit, metamielosit, batang, dan segmen

Gambar 4.4 CML

5. Anemia

Pada penyakit anemia, terdapat kelainan eritrosit dalam darah tepi.

Kelainan tersebut meliputi ukuran, warna, bentuk, susunan, dan benda

inklusi.

a. Kelainan warna eritrosit

Warna pada eritrosit ditentukan oleh central pollar.

1) Normokrom : Normal (central pollar 1/3 sel)

2) Hipokrom : Central pollar melebar (central pollar > 1/3 sel)

3) Hiperkrom : Gelap (central pollar < 1/3 sel)

4) Polikromasi : Ada sel yang warnanya lebih gelap

Page 27: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

Gambar 4.5 Kelainan warna eritrosit

b. Benda inklusi eritrosit

1) Basophilik Stippling

2) Pappenheimer Body (granula siderotik)

3) Howell Jolly

4) Cincin Cabot (denaturasi protein)

5) Benda Heinz (hanya terlihat pada cat supra vital)

c. Ukuran eritrosit

1) Normal

2) Makro

3) Mikro

d. Kelainan susunan eritrosit

1) Aglutinasi karena antibodi

2) Rouleaux karena susunan protein serum yang abnormal

e. Bentuk eritrosit

Berikut terdapat berbagai macam bentuk eritrosit pada darah tepi:

Page 28: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

Gambar 4.6 Kelainan bentuk eritrosit

Page 29: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

BAB V

APLIKASI KLINIS

A. Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI)

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan

autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka

trombosit darah perifer kurang dari 150.000/n.L) akibat autoantibodi yang

mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur dari trombosit

dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Sindrom PTI disebabkan oleh

autoantibodi trombosit spesifik yakni berikatan dengan trombosit autolog

kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit

mononuklir melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van Leeuwen

pertama mengidentifikasi membran trombosit glikoprotein Ilb/IIIa (CD41)

sebagai antigen yang dominan dengan mendemostrasikan bahwa elusi

autoantibodi dari trombosit pasien PTI berikatan dengan trombosit normal.

Diperkirakan bahwa PTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat

kejadian transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang

menderita PTI, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient

trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfuse plasma kaya IgG,

dari seorang pasien PTI. Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG

akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan

dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada

sebagian besar pasien, akan terjadi mekanisme kompensasi dengan

peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain, produksi

trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang

diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang

(intramedullary), atau karena hambatan pembentukan megakariosit

(megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan

adanya masa megakariosit normal.

Page 30: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

B. Hemofilia

Hemofilia merupakan penyakit kelainan koagulasi yang sering kita

jumpai.Hemofilia adalah gangguan koagulasi herediter akibat terjadinya

mutasi atau cacatgenetik pada kromosom X. Kerusakan kromosom ini

menyebabkan penderitakekurangan faktor pembeku darah sehingga

mengalami gangguan pembekuan darah.Dengan kata lain, darah pada

penderita hemofilia tidak dapat membeku dengansendirinya secara normal

(Ridwan, 2012). Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna kulit ataupun

suku bangsa. Namun mayoritas penderita hemofilia adalah pria karena

mereka hanya memilikisatu kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya

hanya menjadi pembawa sifat (carrier) (Ridwan, 2012).

Seorang wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya

seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini

sangat jarangterjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata

sebanyak 30 persen tak diketahui penyebabnya (Ridwan, 2012)

C. Von Willebrand Disease (VWD)

Penyakit ini disebut penyakit Von Willebrand karena nama ini adalah

nama seorang dokter Finlandia, Erik Von Willebrand, yang pertama kali

menguraikan kondisi ini pada 1925. Ia menyadari bahwa penyakit ini tidak

sama dengan hemofilia, yang dalam kondisi beratnya jatuh pada laki - laki.

Penyakit Von Willebrand (VWD) adalah kelainan perdarahan yang

paling banyak diderita orang. Faktanya, ia bukan penyakit tunggal, tetapi

penyakit keluarga.Jenis penyakit ini disebabkan oleh masalah Von

Willebrand Factor (VWF). Ini adalah protein dalam darah yang diperlukan

untuk pembekuan darah. Gen yang membuat VWF bekerja pada dua jenis sel

yaitu :

- Sel endotel yaitu yang melapisi pembuluh darah dan

- trombosit

Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan

baik, maka dalam proses pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama.

Penyakit Von Willebrand adalah penyakit herediter, jika salah satu dari kedua

Page 31: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

orang tua punya VWD, mereka dapat menurunkan penyakit ini ke anak -

anaknya.

D. Dissemenated Intravascular Coagulation (DIC)

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan

dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah,

menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya

faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. DIC

merupakan suatu gangguan hemostatis, khususnya dalam mekanisme

pembekuan yang didapat. Biasanya terjadi selama perjalanan atau merupakan

akhir suatu penyakit. Kelainan ini bukan merupakan penyakit primer tetapi

sebagai akibat rangsangan dari penyakit primernya. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya pembekuan yang luas di dalam pembuluh darah

dengan memakai semua factor pembekuan dan trombosit sehingga kemudian

terbentuk trombin di dalam pembuluh darah

Bila proses tersebut berjalan cepat dan luas denngan akibat berkurangnya

secara nyata factor pembekuan dan trombosit. Akibat hal ini fungsi

hemostatis terganggu sehingga mudah terjadi perdarahan spontan. Oleh

karena itu kelainan ini kadang-kadang disebut pula consumption

coagulopathy atau sindrom defibrinasi.

E. Thalasemia

Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan/diwariskan,

ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih

pendek (< 120 hari), sehingga penderita mengalami anemia. Anemia yang

lama dan berat menyebabkan penderita tampak pucat, lesu dan mudah sakit,

bahkan dapat menyebabkan gagal jantung, pembengkakan hati dan limpa.

Untuk mengatasi anemia, penderita harus menjalani transfusi darah dan

pengobatan sepanjang hidupnya.

Page 32: Laporan Praktikum Patologi Klinik 3

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2012. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC

De Caterina, Raffaele et.al. 2011. Bleeding Time and Bleeding: An Analysis of the Relationship of the Bleeding Time Test With Parameters of

Surgical Bleeding. Blood. Vol. 84 pp 3363-3370.

Eroschenko, Victor P. 2013. Atlas Histologi diFiore. Jakarta: EGC

Henry, J. B. 1996. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Philadelphia: W. B. Saunders Co.

Hoffbrand AV, Petttit JE, Moss PAH. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. EGC. Jakarta.

Hoffbrand, A.V. et al. 2012. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC

Sacher, Ronald A dan McPherson, Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC.

Setiadi. 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta : Erlangga.

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Waterbury, Larry. 2001. Buku Saku Hematologi Edisi 3. Jakarta : EGC.