34
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK DISUSUN OLEH: Anita Sari 41090006 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK nita.doc

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK

DISUSUN OLEH:

Anita Sari41090006PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

2011BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan laboratorium klinik merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting dalam membantu diagnosis suatu penyakit. Pelayanan pemeriksaan laboratorium klinik biasanya dilakukan sesuai dengan permintaan dokter sehubungan dengan gejala klinis dari penderita. Untuk dapat membantu diagnosis suatu penyakit diperlukan mutu hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang berkualitas.

Pemeriksaan bilirubin total adalah salah satu pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit hati. Pada saat ini banyak test faal hati yang dapat dilakukan, salah satu test faal hati adalah pemeriksaan kadar bilirubin dalam serum. Pemeriksaan bilirubin dalam serum dapat menggambarkan faal sekresi hati, dan dapat memberikan informasi tentang kesanggupan hati mengangkut empedu secara umum disamping memberikan informasi tentang kesanggupan untuk mengkonjugasi bilirubin dan diekresikan ke empedu.B. Tujuan

1. Untuk mengetahui Pemeriksaan bilirubin urin

2. Untuk mengetahui Pemeriksaan bilirubin total

3. Untuk mengetahui Pemeriksan bilirubin direct dan indirect

4. Untuk mengetahui Pemeriksaan SGOT atau AST5. Untuk mengetahui Pemeriksaan SGPT atau ALTBAB II

DASAR TEORI

BILIRUBIN

Pengertian Bilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin yang terjadi dalam sel-sel RES dan sel-sel poligonal hati. Bilirubin yang terjadi tidak larut dalam plasma, oleh karena itu untuk memungkinkan terjadinya transportasi ke dalam hepar maka pigmen tersebut berikatan dengan protein plasma terutama albumin. Bilirubin yang berasal dari sel-sel RES dilepas kedalam peredaran darah untuk kemudian memasuki hepar. Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif.

Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas. 2. Pembentukan Dalam keadaan fisiologis, masa hidup erytrosit manusia sekitar 120 hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya. Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin.

Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini. Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin dan tiap hari dibentuk sekitar 250350 mg pada seorang dewasa, berasal dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdifusi ke jaringan. Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzim bilirubin glukoronosiltransferase.

Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua. Metabolisme Bila eritrosit telah hidup melampaui masa hidupnya selama rata-rata 120 hari maka membrannya akan pecah dan hemoglobin yang dikeluarkan di fagositosis oleh sel Retikulo Endotel System (RES) diseluruh tubuh. Hemoglobin pertama-tama dipecah menjadi heme dan globin, lingkaran protoporfirin terbuka, Fe dilepaskan untuk diikat menjadi transferin, kemudian berubah menjadi biliverdin dan direduksi menjadi bilirubin. Fe yang dilepaskan diikat oleh protein dalam jaringan dan beredar dalam darah sebagai Iron Binding Protein Capacity. Rantai globin sebagian akan dipecah menjadi asam-asam amino yang disimpan dalam Body Fool of Amino Acid, sebagian tetap dalam bentuk rantai globin yang akan lagi digunakan untuk membentuk hemoglobin baru. Bilirubin yang dilepaskan kedalam darah sebagian besar terikat dengan albumin, sebagian kecil terikat dengan 2-globulin dan dibawa ke hati. Bilirubin yang terikat dengan protein ini disebut prebilirubin atau Unconjugated bilirubin. Di dalam sel hati (hepatosit), bilirubin diikat oleh 2 protein intraseluler utama dalam sitoplasma, protein sitosolik Y (misalnya, ligandin atau glutathione S-transferase B) dan protein sitosolik z (dikenal juga sebagai fatty acidbinding protein). Didalam hati bilirubin dilepaskan dari albumin dan selanjutnya mengalami konjugasi dengan Asam glukoronat membentuk ester Bilirubin monoglukoronat atau Bilirubin diglukoronat (BDG) yang dikenal dengan nama Conjugated Bilirubin (CB). Proses ini berlangsung karena pengaruh enzim Urindhyn di-Phosphate Glukoronil Transferase (UDPG). CB ini bersifat sangat mudah larut di air dan merupakan pigmen utama dari empedu. Bilirubin dikonjugasi (CB) disekresikan ke dalam saluran empedu dan melewati usus. Ketika direct bilirubin (CB) ini sampai di usus besar / kolon oleh bakteri-bakteri usus direduksi menjadi urobilinogen dimana sebagian urobilinogen tersebut direabsorpsi melalui mukosa usus masuk dalam darah. Sebagian zat ini diekskresi oleh hati dan kembali masuk kedalam usus kemudian sekitar 5 % diekskresi oleh ginjal melalui urine. Setelah urine tersebut kena udara maka urobilinogen teroksidasi menjadi Urobilin sedangkan pada faeces sterkobilinogen teroksidasi menjadi sterkobilin.

Jenis Bilirubin Bilirubin terbagi menjadi 2 jenis yaitu : Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung. Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung.

Patologi Kadar bilirubin dalam serum dipengaruhi oleh metabolisme hemoglobin, fungsi hati dan kejadian-kejadian pada saluran empedu. Apabila destruksi eritrosit bertambah, maka terbentuk lebih banyak bilirubin. Itu mungkin menyebabkan bilirubin prehepatik naik sedikit, tetapi hati normal mempunyai daya ekskresi yang cukup besar, sehingga peningkatan bilirubin dalam serum tidak terlalu tinggi. Bilirubinemia tidak pernah lebih tinggi dari 4 atau 5 mg/dl kalau sebabnya hanya hemolisis saja. Melemahnya fungsi hati mendatangkan kenaikan kadar bilirubin dalam serum yang mengesankan (cukup tinggi). Berkurangnya daya uptake atau konjugasi pada sel-sel hati mungkin menyebabkan kadar bilirubin indirek meningkat ; melemahnya ekskresi bilirubin konjugat mendatangkan kadar bilirubin post hepatik meningkat. Konjugat bilirubin bersifat larut air dan mudah menembus filter glomeruli ; bilirubin berbalik arah kembali kealiran darah jika ada obstruksi saluran empedu dimana saja : dalam jaringan hati, pada saluran hepatik, pada kantong empedu dan pada ductus choledochus. Disfungsi hepatoseluler yang sedang derajatnya, menghambat penyaluran bilirubin konjugat ke dalam ductus colligentis ; kadar bilirubin direk dalam darah dapat meningkat pada penyakit hepatoseluler, biarpun saluran-saluran empedu dapat dilalui dengan bebas. Bila kadar bilirubin direk atau indirek sampai 2-4 mg/dl, maka pasien menderita ikterus, yakni menguningnya kulit, selaput lendir dan sklera.

Ikterus Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL (>86 mol/L).

Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah melebihi 1 mg/dl. Pada konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia akan menyebabkan gejala ikterik atau jaundice. Ikterik atau jaundice adalah keadaan dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata menjadi kuning akibat deposisi bilirubin yang berdifusi dari konsentrasinya yang tinggi didalam darah. Hiperbilirubinemia dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi bilier. Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Pada lisisnya eritrosit secara masif misalnya pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam darah. Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterik acholuria. Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzim konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan.

Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi pada saluran empedu, misalnya karena tumor, batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe.Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan disebut sebagai ikterik choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab pastinya belum diketahui. Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion anorganik termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui.

Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi.

Diagnosis Ikterus ditegakkan berdasarkan gejala. Secara klinis hiperbilirubinemia terlihat sebagai gejala ikterus, yaitu pigmentasi kuning pada kulit dan sklera. Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau kadar bilirubin serum melebihi 34 hingga 43 mol/L (2,0 hingga 2,5 mg/dL), atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal. Gejala ini dapat terdeteksi dengan kadar bilirubin yang lebih rendah pada pasien yang kulitnya putih dan yang menderita anemia berat. Gejala ikterus sering tidak terlihat jelas pada orang-orang yang kulitnya gelap atau yang menderita edema. Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap, yang terjadi akibat ekskresi bilirubin lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukuronid.

Analisis Laboratorium Analisis laboratorium membedakan dua macam bilirubin dalam serum, yakni bentuk bebas yang tak larut dan bentuk konjugat. Bilirubin yang larut dalam air disebut bilirubin direk karena dapat langsung diukur tanpa mengubah bentuknya sedangkan yang belum mengalami konjugasi atau bilirubin indirek harus terlebih dahulu dijadikan larut dalam air sebelum ditentuka jumlahnya. SGOT dan SGPT

Tes Kimia Darah SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan.

Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama. SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer atau spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer.

Tes Kimia Darah SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis.

BAB III

METODOLOGI

1. Pemeriksaan bilirubin pada urin

Prinsip pemeriksaan bilirubin urin : bilirubin terikat oleh protein akan diendapkan oleh BaCl2,kemudian dioksidasi oleh feri klorid menjadi biliverdinAlat & bahan :

1. Urin

2. Gelas erlenmeyer

3. Reagen fouchet

4. Larutan barium klorid 10%

5. Tabung reaksi6. Kertas saring7. pipetCara kerja pemeriksaan bilirubin pada urin

Mempersiapkan Alat dan Bahan

mengambil spesimen urine, 10 ml, dalam penampung erlenmeyer

Menambahkan barium klorida sebanyak 10 ml.Mencampur baik-baik,kemudian menyaring

mengambil kertas saring, dan di bentuk saringan pada gelas erlenmeyer

menuangkan Urine yang telah dicampur Barium kedalam elen meyer lain yang di beri kertas saring

Mengambil saringan, letakan Pada piring yang telah di sediakan kertas (ini dimaksudkan untuk menyaring kembali hingga terlihat endapan)

Tetesi dengan reagen fouchet 1 tetes, kemudian menunggu 1 menit

Melihat perubahan dan mencatat hasil

2. Pemeriksaan Bilirubin totalPrinsip pemeriksaan bilirubin total : Bilirubin bereaksi dengan asam sulfanilat terdiazotisa,membentuk zat warna azo yang akan berwarna merah dalam larutan netral dan biru dalam larutan alkali.Bilirubin direct akan segera bereaksi sedangkan bilirubin indirect akan bereaksi setelah penambahan aselerator.

Alat & bahan :

1. Serum plasma darah

2. Reagen bilirubin total

3. Calibrator

4. Oksidan

5. Tabung reaksi

6. Pipet

Cara kerja Pemeriksaan Bilirubin totalMempersiapkan Alat dan bahan

Mengambil 3 tabung dan di beri nama Reagen blanko, Kalibrator, dan sampel

Di berikan reagen Bilirubin pada tiap tabung sebanyak 3 cc

Diberikan oksidan masing-masing 3 tetes

Untuk tabung reagen blanko ditambahkan air sebanyak 0,15 cc

Untuk tabung kalibrator ditambahkan calibrato sebanyak 0,15 cc

Untuk tabung sampel di tambahkan sampel (serum) sebanyak 0,15 cc

Ditunggu selama 5 menit dan dibaca pada spektrofotometrik (panjang gelombang 540 nm)

3. Pemeriksaan Bilirubin DirectPrinsip pemeriksaan bilirubin direct : pemeriksaan bilirubin direct berdasarkan definisi bahwa bilirubin direk adalah jumlah bilirubin yang tanpa penambahan aselerator dapat ditentukan sesudah waktu reaksi 5 menit.

Alat & bahan :

1. Serum plasma darah

2. Reagen bilirubin direct

3. Calibrator

4. Oksidan

5. Tabung reaksi

6. pipet

Cara kerja Pemeriksaan bilirubin DirectMempersiapkan Alat dan bahan

Mengambil 4 tabung dan di beri nama :Reagen blanko, Kalibrator, sample blanko, dan sampel

Kemudian pada masing-masing tabung di beri reagen bilirubin direct masing-masing 3 cc

Kemudian di Beri Oxidan hanya Pada tiga tabung yaitu Reagen blanko, Kalibrator, dan sampel sebanyak 3 tetes

Untuk tabung reagen blanko ditambahkan air 0,3 cc

Untuk tabung kalibrator ditambahkan calibrator sebanyak 0,3 cc

Dan pada tabung sampel blanko dan sampel ditambahkan sampel (serum) sebanyak 0,3 cc

Melakukan inkubasi pada masing-masing tabung dengan suhu kamar (37 ) selama 3 menit

Di baca pada spektrofotometrik (panjang gelombang 540 nm)

4. Pemeriksaan SGPTPrinsip pemeriksaan SGPT : Glutamate pyruvate transaminase (GPT) merupakan enzim yang mengkatalisis pemindahan nitrogen dari glutamate ke pyruvate.

Alat & bahan :

1. Reagen SGPT

2. Tabung reaksi

3. Pipet

4. Serum plasma darah

5. Stopwatch6. Waterbath Cara kerja Pemeriksaan SGPT :

Mempersiapkan alat dan bahan

Mengambil tabung diberi nama sampel

Memasukkan reagen SGPT sebanyak 3 cc ke dalam tabung

Dipanaskan pada suhu 370 selama 3 menit

Lalu dituang ke dalam kuvet

Ditambah serum sebanyak 3 l

Kemudian di masukkan ke dalam spektrofotometrik Didiamkan 1 menit setiap akan dibaca.Pembacaan absorben dilakukan pada menit 1, 2, dan 3

Mencatat hasil yang di dapat pada tiap menit, untuk kemudian diambil nilai rata-rata

5. Pemeriksaan SGOT Prinsip pemeriksaan SGOT : Glutamate Oxaloasetae transaminase ( GOT) merupakan enzim yang mengkatalisis pemendahan nitrogen dari glutamate ke oxaloacetate.

Alat & bahan :

1. Reagen SGOT

2. Tabung

3. Pipet

4. Serum plasma darah

5. Stopwatch6. Pemanas airCara kerja pemeriksaan SGOT

Mempersiapkan alat dan bahan

Mengambil tabung diberi nama sampel

Memasukkan reagen SGOT sebanyak 1 cc ke dalam tabung

Di inkubasi dengan suhu kamar selama 3 menit

Dituang ke dalam kuvet

Ditambah serum sebanyak 3 ul

Kemudian di masukkan ke dalam ... kemudian dibaca baca (340 nm)

Pembacaan absorben dilakukan pada menit 1, 2, dan 3

Mencatat hasil yang di dapat pada tiap menit, untuk kemudian diambil nilai rata-rataBAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Bilirubin urin

Endapan urin ( urin + BaCl ) + reagen fauchet = tidak ada perubahan warna ( - ),tetap putih2. Total bilirubin

= 540 nm RB: 100 (OD : 0.000)

kalibrator

: = 63; OD = 0.201

sampel ( darah sdr . A ): = 91; OD = 0.041

total bilirubin

:

: =3. - Bilirubin direct

= 540 nm RB

: = 0

, OD=0,000

Kalibrator

: = 17 ; OD = 0,767

Specimen blanko : =81 ; OD = 0.071

Specimen

: = 98 ; OD = 0.09

bilirubin direct

: : =- Bilirubin indirect

Bilirubin indirect : = bilirubin total bilirubin direct

: =

: = -1,47

4. SGOT ( serum glutamate oxalocetate transaminase )

Menit : 1. = 88; OD = 0.056

2. = 88

; OD = 0.056

3. = 89

; OD = 0,051

A =5. SGPT ( serum glutamate pyruvate transaminase )

Menit : 1. = 84; OD = 0.0762. = 84

; OD = 0.0763. = 82

; OD = 0.086

A =B. Pembahasan Pemeriksaan bilirubin urin

Pada pemeriksaan bilirubin urin dengan uji Fauchet, didapat hasil endapan tidak berwarna. Reaksi negatif jika tidak tampak perubahan warna. Reaksi positif jika terjadi perubahan warna : hijau atau biru. Masalah Klinis Bilirubinuria (bilirubin dalam urin) mengindikasikan gangguan hati atau saluran empedu, seperti pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik. Urin yang mengadung bilirubin yang tinggi tampak berwarna kuning pekat, dan jika digoncang-goncangkan akan timbul busa. Obat-obatan yang dapat menyebabkan bilirubinuria. Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium pada Uji Fouchet :

Reaksi negative palsu terjadi bila bilirubin teroksidasi menjadi biliverdin akibat penundaan pemeriksaan.

Reaksi positif palsu oleh adanya metabolit aspirin, urobilin atau indikan, urobilinogen. Pemeriksaan bilirubin direk

Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung. Pada praktikum, didapatkan hasil bilirubin direk 0,25. Nilai normal bilirubin direk untuk dewasa adalah 0,1 mg/dl 0,3 mg/dl. Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah. Pemeriksaan bilirubin indirek

Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung. Pemeriksaan bilirubin indirek diperoleh dengan perhitungan hasil bilirubin total dikurangi bilirubin direk. Nilai normal bilirubin indirek untuk dewasa adalah 0,1 mg/dl 1,0 mg/dl. Pada praktikum didapat hasil bilirubin indirek

-1,74. Hasil tersebut tidak masuk dalam criteria bilirubin normal. Hal tersebut bisa dikarenakan kesalahan pada waktu perhitungan sehingga hasil yang didapat kurang akurat, hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen empedunya akan menurun. Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin. Pemeriksaan SGOT

Praktikum SGOT pada naracoba berjenis kelamin perempuan, didapat hasil nilai SGOT adalah 2,91 U/L. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah : Laki-laki : 0 - 50 U/L, dan Perempuan : 0 - 35 U/L. Masalah Klinis Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST : Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa

Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis

Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium : * Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST

Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar SGOT/AST. Hemolisis sampel darah

Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.

Pemeriksaan SGPT

Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. Pada praktikum didapat hasil SGPT 5,82 U/L. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah : Laki-laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L. Masalah Klinis Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah : Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati (toksisitas obat atau kimia). Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT). Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis biliaris. Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium : Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar.

Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat meningkatkan kadar.

Hemolisis sampel .

Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin (Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin. Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadarBAB V

KESIMPULAN Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin, karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.

Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan aselerator ,karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung.

Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk. Tes Kimia Darah SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Tes Kimia Darah SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka.DAFTAR PUSTAKA1. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan. 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik (A Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC: Jakarta.2. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk. 1992. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta.

3. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi Wulandari. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta.

4. Netley. 1990. The Royal College of Pathologists of Australasia, Manual of Use and Interpretation of Pathology Test, Griffin Press Ltd, Australia.

5. www.laboratoriumkesehatan.com