30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit rabies biasanya dikenal dengan istilah awam penyakit anjing gila. Penyakit ini dapat menyerang beberapa mamalia seperti anjing, kucing, termasuk manusia. Virus rabies berbentuk peluru dengan komposisi RNA, lipid, karbohidrat dan protein. Virus rabies tergolong unik karena dapat berkembang pada berbagai macam spesies mamalia dan bersifat neurofilik (saraf). Rabies dapat menular dari hewan ke hewan, dari manusia ke manusia dan dari hewan ke manusia. Penularan dapat melalui gigitan dan non-gigitan (transplantasi, kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Binatang dan manusia yang terinfeksi rabies akan memberikan gejala yang cukup khas walaupun tetap harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang dan dengan teliti menggali riwayat gigitan atau kontak binatang. Di Indonesia rabies pada hewan sudah ditemukan sejak tahun 1884, dan kasus rabies pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1894 di Jawa Barat. Angka kematian yang tinggi ini disebabkan karena tidak adanya obat untuk rabies, terlambatnya intervensi medis menyebabkan angka kematian yang tinggi, dan

81354663 Makalah Rabies

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit rabies biasanya dikenal dengan istilah awam penyakit anjing gila. Penyakit ini

dapat menyerang beberapa mamalia seperti anjing, kucing, termasuk manusia. Virus rabies

berbentuk peluru dengan komposisi RNA, lipid, karbohidrat dan protein. Virus rabies tergolong

unik karena dapat berkembang pada berbagai macam spesies mamalia dan bersifat neurofilik

(saraf).

Rabies dapat menular dari hewan ke hewan, dari manusia ke manusia dan dari hewan ke

manusia. Penularan dapat melalui gigitan dan non-gigitan (transplantasi, kontak dengan bahan

mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Binatang dan manusia yang terinfeksi

rabies akan memberikan gejala yang cukup khas walaupun tetap harus dikonfirmasi dengan

pemeriksaan penunjang dan dengan teliti menggali riwayat gigitan atau kontak binatang.

Di Indonesia rabies pada hewan sudah ditemukan sejak tahun 1884, dan kasus rabies

pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1894 di Jawa Barat. Angka kematian yang

tinggi ini disebabkan karena tidak adanya obat untuk rabies, terlambatnya intervensi medis

menyebabkan angka kematian yang tinggi, dan jarang dilaksanakannya penanganan pertama luka

gigitan anjing dengan mencuci luka dengan sabun dan air mengalir. Selain itu rabies pada dua

sampai dua belas minggu pertama, bahkan bisa sampai bertahun-tahun, hanya menunjukkan

gejala tidak khas seperti influenza biasa sehingga pasien yang dibawa ke rumah sakit sudah jatuh

ke tahap penyakit yang lebih parah.. Pasien biasanya meninggal dua sampai sepuluh hari setelah

menunjukkan gejala pertama.

Sampai saat ini tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit rabies. WHO

merekomendasikan prosedur profilaksis pasca-terpapar (P.E.P., post-exposure prophylaxis)

(setelah kontak melalui gigitan maupun non-gigitan). Prosedur ini terdiri dari pembersihan dan

perawatan luka dan imunisasi aktif dengan vaksin (VAR). Rabies adalah penyakit yang dapat

sepenuhnya dicegah. Gejala pada hewan reservoir cukup khas sehingga hewan yang terinfeksi

dapat dimusnahkan dan hewan yang beresiko pun dapat dicegah menjadi sakit melalui vaksinasi

secara rutin.

1.2. Tujuan

1. Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang penyakit rabies

2. Mengetahui gejala dan dampak yang ditimbulkan oleh virus rabies

3. Mengetahui cara pencegahan dan penanganan pasien yang terinfeksi rabies

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Rabies

Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus,

bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat. Hewan berdarah panas dan manusia. Rabies

bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan

menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies

dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau

jilatan.

2.2. Sejarah Rabies

Rabies merupakan penyakit hewan yang sangat terkenal, bahkan sudah dikenal

sejak ribuan tahun sebelum masehi. Prasasti rabies yang berisikan aturan denda bagi

pemilik anjing, yang positif rabies menggigit manusia hingga mati telah dibuat pada zaman

kekuasaan Raja Hammurabi (2300 SM). Rabies pada anjing dan kucing telah digambarkan

oleh Democritus (500 SM) dan Aristoteles (322 SM), Celcus (100 tahun sesudah masehi)

untuk pertama kalinya memperkenalkan hubungan antara gejala takut air (hidrofobia) pada

manusia dengan rabies pada hewan.

Di Indonesia rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser (1884), kemudian

oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. De Haan pada manusia (1894), selanjutnya

selama pendudukan Jepang situasi daerah tertular rabies tidak diketahui dengan pasti,

namun setelah Perang Dunia II peta rabies di Indonesia berubah. Secara kronologis tahun

kejadian penyakit rabies mulai di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan

Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958),

Sumatera Selatan (1959), D.I. Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI

Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan

Tengah (1978), Kalimantan Selatan (1983) dan P. Flores (1997).

Pada akhir tahun 1997, KLB (Kejadian Luar Biasa) rabies muncul di Kabupaten

Flores Timur-NTT sebagai akibat pemasukan secara ilegal anjing dari pulau Buton-Sulawesi

Tenggara yang merupakan daerah endemik rabies. Sampai dengan saat ini selain beberapa

provinsi di kawasan Timur Indonesia yang tersebut diatas pulau-pulau kecil di sekeliling

Pulau Sumatera masih dinyatakan bebas rabies.

2.3. Etiologi

Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus

Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut

dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus tersusun dari

ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membran selubung (amplop) dibagian luarnya

yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah.

Pada membrane selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi.

Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak

antara spikes 4-5 nm. Universitas Sumatera UtaraVirus peka terhadap sinar ultraviolet, zat

pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup

selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1

jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40 C dapat tahan

selama bebarapa tahun.

Gambar 2.1. Gambar Struktur Virus Rabies

2.4. Masa Inkubasi

Masa inkubasi rabies pada anjing 10 – 15 hari, dan pada hewan lain 3-6 minggu

kadang-kadang berlangsung sangat panjang 1-2 tahun. Masa inkubasi pada manusia yang khas

adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih).

Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia dengan periode

inkubasi yang panjang (2 sampai 7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi. Masa inkubasi

bisa tergantung pada umur pasien, latar belakang genetik, status immun, strain virus yang

terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari Universitas Sumatera Utara titik pintu

masuknya ke susunan saraf pusat. Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari

luka sampai ke otak, pada gigitan dikaki masa inkubasi kira-kira 60 hari, pada gigitan di

tangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-kira 30 hari.

2.5. Gejala Klinis

2.5.1. Pada Hewan

Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium :

1. Stadium Prodromal

Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara

2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih

ringan. Hewan mulai mencari tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek

kornea berkurang, pupil melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya. Hewan

menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi. Dalam

keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan suhu badan.

2. Stadium Eksitasi

Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat

berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang, menyerang hewan lain ataupun

manusia yang dijumpai dan hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi

hewan menjadi murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan

mengalami fotopobi atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan bereaksi

secara berlebihan dan tampak ketakutan.

3. Stadium Paralisis.

Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali

atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan mengalami

kesulitan menelan, suara parau, sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.

2.5.2. Pada Manusia

Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium.

1. Stadium Prodromal

Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan

gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan,

kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.

2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian

disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan

sensoris.

3. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa

eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya,

tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang.

Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan.

Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi,

dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang.

4. Stadium Paralis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang

ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang

bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang

memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.

2.6. Type Rabies Pada Anjing

a. Rabies Ganas

Tidak menuruti lagi perintah pemilik.

Air liur keluar berlebihan

Hewan menjadi ganas, menyerang, atau menggit apa saja yang ditemui dan ekor

dilekungkan kebawah perut diantara dua paha.

Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul atau

paling lama 12 hari setelah penggigitan.

b. Rabies Tenang

Bersembunyi di tempat gelap dan sejuk.

Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat.

Kelumpuhan tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan.

Kematian terjadi dalam waktu singkat.

2.7. Patogenesis

Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak

dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku

hewan penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang

ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva mungkin infeksius. Ekskreta

kelelawar yang mengandung virus rabies cukup untuk menimbulkan bahaya rabies pada

mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh

kelelawar. Penularan rabies melalui transplan kornea dari penderita dengan ensefalitis rabies

yang tidak didiagnosis pada resipen/penerima sehat telah direkam dengan cukup sering.

Penularan dari orang ke orang secara teoritis mungkin tetapi kurang terdokumentasi dan jarang

terjadi.

Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui saliva, virus tidak bisa

masuk melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2

minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak

mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan

fungsinya.Bagian otak yang terserang adalah medulla oblongata dan annon’s hoorn.

Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam

semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik,

hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus

kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf

otonom. Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh

dan berkembang biak dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya.

Gambaran yang paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang

khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.

2.8. Diagnosa

2.8.1. Diagnosa Lapangan

Untuk memperoleh tingkat akurasi yang tinggi, cara yang paling tepat adalah dengan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut ;

- Anjing yang menggigit harus ditangkap dan diobservasi.

- Riwayat penggigitan, ada tidaknya provokasi.

- Jumlah penderita gigitan.

Penahanan dan observasi klinis selama 10 - 15 hari dilakukan terhadap anjing, kucing

yang walaupun tampak sehat dan diketahui telah menggigit orang (sedangkan anjing atau

kucing yang tidak ada pemiliknya dapat langsung dibunuh dan diperiksa otaknya)

Berdasarkan pengalaman di lapangan, anjing menggigit lebih dari satu orang tanpa

didahului oleh adanya provokasi dan anjing tersebut mati dalam masa observasi yang

kemudian specimen otaknya diperiksa dilaboratorium hasilnya adalah positif rabies,

selanjutnya indikasi kecenderungan rabies di lapangan tanpa adanya tindakan provokasi

dapat ditentukan sebagai berikut :

- Hewan menggigit 1 orang tanpa provokasi kemungkinan (positif) rabies 25 %.

- Hewan menggigit 2 orang tanpa provokasi kemungkinan (positif) rabies 50 %.

- Hewan menggigit 3 orang tanpa provokasi kemungkinan (positif) rabies 75 %.

- Hewan menggigit 4 orang tanpa provokasi kemungkinan (positif) rabies 100 %.

2.8.2. Diagnosa Laboratorium

Diagnosa rabies secara laboratorium didasarkan atas :

a. Penemuan badan negri (negri body)

b. Penemuan antigen

c. Penemuan virus (isolasi)

Antigen, badan negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf (neuron) sedangkan

kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan negri tidak selalu dapat

ditemukan pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi pada specimen dapat mengganggu

pemeriksaan dan khususnya untuk ”isolasi virus” pengiriman harus dilakukan sedemikian

rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam specimen tetap terjamin sampai ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala, otak, hippocampus, cortex cerbri dan

cerebellum, preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila negri body tidak ditemukan,

supensi otak (hippocampus) atau kelenjar ludah sub maksiler diinokulasikan intrakranial

pada hewan coba (suckling animals), misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci (rabbits).

Cara diagnosis rabies secara laboratoris dapat dilakukan dengan :

a. Mikroskopis untuk melihat dan menemukan badan negri, yakni pewarnaan cepat Sellers,

FAT (Fluorescence Antibody Technique) dan histopatologik.

b. Antigen-antibody reaksi dengan uji virus nertralisasi, gel agar presipitasi atau reaksi

peningkatan komplemen dan FAT Isolasi virus secara biologis pada mencit atau in vitro

pada biakan jaringan diikuti identifikasi isolat dengan cara pewarnaan FAT atau uji virus

netralisasi.

2.9. Epidemiologi

Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak.

Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di

dunia ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies.

Rabies bisa terjadi disetiap musim atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies

kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras.

Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon, serigala dan

kelelawar. Rabies serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New York. Kelelawar penghisap

darah (vampir), yang menggigit ternak merupakan bagian penting siklus rabies di Amerika

latin. Eropa mempunyai rabies serigala, di Asia dan Afrika masalah utamanya adalah anjing

gila.

Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,

meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera

Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah,

Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi

adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).

Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat telah dinyatakan bebas dari rabies melalui

SK Menteri Pertanian No. 566 Tahun 2004, Banten sejak tahun 1996, dan provinsi Jawa Barat

sejak tahun 2001. Dengan diterbitkannya SK Mentan bebas rabies ini, maka seluruh pulau

Jawa telah bebas rabies karena Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta telah lebih

dahulu dibebaskan berdasarkan SK Mentan No. 897 Tahun 1997.

Daerah yang secara historis bebas rabies (belum pernah ada kasus) adalah provinsi Bali,

Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (kecuali Pulau Flores), Kalimantan Barat,

Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara, Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung

dan sampai saat ini tetap dapat dipertahankan bebas rabies.

Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100% Case

Fatality Rate), gigitan oleh anjing menempati persentase tertinggi (99,4%) diikuti kucing

(0,29%) dan hewan lain, kera dan hewan piaraan atau liar lainnya (0,31%). Bagian tubuh

manusia yang digigit meliputi kepala (5%), tangan (28%), kaki(57%), lain-lain (10%).

2.10. Kejadian Rabies Dilapangan

Kejadian (kasus) positif rabies di lapangan dipengaruhi oleh :

2.10.1. Pola Penggigitan

Ada 2 pola penggigitan oleh anjing terhadap manusia yaitu :

a. Penggigitan karena provokasi

Penggigitan yang terjadi disini didahului oleh adanya gangguan langsung atau tidak langsung.

Pada anjing yang sedang beranak biasanya naluri untuk melindungi anaknya sangat kuat

sehingga sangat mudah sekali anjing menyerang dan menggigit apalagi kalau diganggu. Bentuk-

bentuk provokasi terhadap anjing sangat beragam dari mulai memukul, menyeret ekor sampai

dengan menggoda anjing yang sedang tidur. Hal tersebut akan menstimulasi anjing untuk

menggigit. Bahkan pada kejadian lain orang membawa makanan yang lewat didepan anjing

yang sedang lapar dapat memicu terjadinya penggigitan.

b. Penggigitan tanpa provokasi

Dalam hal ini anjing menyerang dan menggigit secara tiba-tiba tanpa adanya gangguan dalam

bentuk apapun. Dilapangan anjing yang menggigit secara tiba-tiba tadi biasanya sudah

menjadi ”wandering-dog” atau anjing lontang-lantung yang berjalan tanpa tujuan dan

menyerang serta menggigit siapa saja yang ditemuinya. Anjing tersebut biasanya adalah

anjing liar atau anjing peliharaan yang ditelantarkan sehingga menjadi liar.

2.10.2. Pola Penyebaran

Penularan rabies di lapangan (rural rabies) berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak

dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang ada di perdesaan yang

berkembang dan sulit dikendalikan. Suatu kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan

suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis. Secara alami yang sering terjadi pola

penyebaran rabies. Pada umumnya manusia merupakan ”dead end” atau terminal akhir dari

korban gigitan. Karena sampai saat ini belum ada kasus manusia menggigit anjing. Baik

anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar maupun anjing peliharaan, setiap saat dapat

menggigit manusia. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dapat

menggigit satu sama lain. Kalau salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif

rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif (+) rabies yang semakin tinggi.

2.11. Pembagian Status Daerah Rabies

1. Daerah Bebas

Kriterianya :

- Daerah yang secara historis tidak pernah ditemukan penyakit rabies.

- Daerah yang tertular rabies tapi dalam 2 tahun terakhir tidak ada kasus secara klinis dan

epidemiologis serta sudah dikonfirmasi secara laboratoris.

2. Daerah Tertular

Kriterianya :

- Daerah yang dalam 2 tahun terakhir pernah ada kasus pada hewan dan manusia (baik secara

berurutan atau tunggal) secara klinis epidemiologis dan dikonfirmasi secara laboratoris. Khusus

untuk manusia kasusnya berasal dari daerah tersebut (bukan kasus import)

3. Daerah Tersangka

Kriterianya :

- Daerah yang dalam 2 tahun terakhir ada kasus rabies secara klinis dan epidemiologis tapi

belum dibuktikan secara laboratoris.

- Daerah yang berbatasan langsung dalam satu daratan dengan daerah tertular.

2.12. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies

Gambar 2.4. Penatalaksanaan Kasus gigitan Hewan Tersangka Rabies

Penderita gigitan Anjing, Kucing, Kera segera :

- Cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir selama 10 – 15 menit dan beri

anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat merah dll)

- Segera ke Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah Sakit untuk mencari pertolongan selanjutnya. Di

Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah Sakit di lakukan :

Penanganan luka gigitan :

- Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir selama 10– 15 menit dan

beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat merah dll)

- Amamnesis apakah didahului tindakan provokatif, hewan yang menggigit menunjukkan gejala

rabies, penderita gigitan hewan pernah divaksinasi dan kapan, hewan penggigit pernah

divaksinasi dan kapan.

- Identifikasi luka gigitan:

Luka resiko tinggi : Jilatan/luka pada mukosa,luka diatas daerah bahu

(mukosa, leher, kepala), luka pada jari tangan, kaki, genetalia, luka

lebar/dalam dan luka yang banyak multiple wound)

VAR (Vaksin Anti Rabies)

1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)

Produksi Institute Merieux Perancis (Verorab) Dosis Dewasa/anak sama yaitu : hari ke 0

(pertama berkunjung ke Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah Sakit). Diberikan 2 dosis @ 0,5 ml

diberikan deltoideus kanan/kiri.

Hari ke 7 dan 21 diberikan 0,5 ml lagi secara intra muskuler di deltoideus kanan/kiri. Apabila

VAR Verorab + SAR perlu diberikan booster pada hari ke 90.

2. Suckling Mice Brain Veccine (SMBV)

Produksi Bio Farma Bandung. Dosis : Dewasa, dasar 2 ml, diberikan 7x setiap hari sub cutan

didaerah sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,25 ml diberikan ke 11,15,30 dan 90 secara intra cutan

dibagian fleksor lengan bawah. Anak-anak 3 tahun ke bawah, dasar 1 ml diberikan 7x setiap hari

sub cutan disekitar daerah sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,1 ml diberikan hari ke 11,15,30,dan

90 secara intra cutan dibagian fleksor lengan bawah. Pemberian SMBV + SAR (Serum Anti

Rabies) Jadwal pemberian VAR dasar sama ulangan boostar jadwalnya 11, 15, 25, 35, dan 90.

SAR (Serum Anti Rabies)

SAR Heterolog (serum kuda) produksi Bio Farma Bandung, dosis 40 IU/Kg BB, harus dilakukan

skin test positif tidak boleh diberikan, kemasan vial = 20 ml(1 ml = 100 IU) Serum omolog,

misal IMDGAM produksi Pasteur Merieux Perancis, dosis 20 IU/Kg kemasan Vial 2 ml (1ml =

150 IU) cara pedisuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin sisanya intra

muskuler di gluleus/pantat.

2.13. Tipe-tipe Vaksin

Semua vaksin rabies untuk manusia mengandung virus rabies yang telah diinaktifkan.

1. Vaksin sel diploid manusia (HDCV)

Untuk mendapkatkan suatu suspensi virus rabies yang bebas dari protein asing dan protein

sistem saraf, virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam lini sel fibroblast normal

manusia WI-38. Preparasi virus rabies dipekatkan oleh ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan

β-propiolakton. Tidak ada reaksi ensefalitik ataupun anafilaktik serius yang pernah dilaporkan.

2. Vaksin rabies, terabsorbsi (RVA)

Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari sel-sel paru janin kera rhesus

diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini diinaktivasi oleh β-propiolakton dan dipekatkan

oleh adsorbsi dengan aluminium fosfat.

3. Vaksin sel embrio ayam yang dimurnikan (PCEC)

Vaksin ini dipreparasi dari strain virus rabies fixed flury LEP yang tumbuh dalam

fibroblast ayam. Diinaktivasi oleh β-propiolakton dan dimurnikan lebih lanjut oleh

sentrifugasi zonal.

4. Vaksin jaringan saraf

Dibuat dari otak domba, kambing atau tikus yang terinfeksi dan digunakan di banyak bagian

dunia termasuk Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Menimbulkan sensitisasi pada jaringan saraf

dan menghasilkan ensefalitis pasca vaksinasi (suatu penyakit alergi) dengan frekuensi

subscansial (0,05%). Perkiraan efektivitasnya pada orang yang digigit oleh hewan buas/gila

bervariasi dari 5 sampai 50%.

5. Vaksin embrio bebek

Vaksin ini dikembangkan untuk meminimalkan masalah ensefalitis pasca vaksinasi. Virus

rabies ditanam dalam telur bebek berembrio. Jarang terdapat reaksi anafilaktik, tetapi

antigenisitas vaksinnya rendah, sehingga beberapa dosis harus diuji untuk mendapatkan

respon antibodi yang memuaskan.

6. Virus hidup yang dilemahkan

Virus hidup yang dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh pada embrio ayam (misalnya,

strai flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia. Kadang-kadang vaksin

demikian bisa menyebabkan kematian oleh rabies pada kucing atau anjing yang disuntik.

Virus rabies yang tumbuh pada biakan sel hewan yang berlainan telah dipakai sebagai vaksin

untuk hewan piaraan.

2.14. Pencegahan Dan Pengendalian Rabies

2.14.1. Pencegahan

a. Pencegahan Primer

1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan

hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.

2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah

bebas rabies.

3. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-daerah bebas

rabies.

4. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada

dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.

5. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah

divaksinasi.

6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan dengan jalan

pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.

7. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor

Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.

8. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter. Anjing

yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan

moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).

9. Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10

sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka

harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.

10. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan

sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.

11. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-kurangnya 1

meter.

b. Pencegahan Sekunder

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya

rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10 menit

dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah

itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk mendapatkan

pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan.

Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat besar. Oleh karena itu,

setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemic

rabies harus sedini mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat

dibuktikan bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.

c. Pencegahan Tersier

Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi perkembangan

ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang

membutuhkan perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap ketidakmampuan

dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies

berdasarkan pemeriksaan klinis atau laboratorium dari Dinas Perternakan, maka orang yang

digigit atau dijilat tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment)

di Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.

2.14.2. Pengendalian

a. Aturan Perundangan

Upaya pencegaan dan pengendalian rabies telah dilakukan sejak lama, di Indonesia

dilaksanakan melalui kegiatan terpadu secara lintas sektoral antara lain dengan adanya Surat

Keputusan Bersama 3 Menteri yaitu Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, dan Menteri

Dalam Negeri No: 279A/MenKes/SK/VIII/1978; No: 522/Kpts/Um/8/78; dan No:

143/tahun1978.

Penerapan aturan perundangan ini perlu ditegakkan, agar pelaksanaan di lapangan lebih

efektif dan secara tegas memberikan otoritas kepada pelaksana untuk melakukan

kewajibannya sesuai dengan aturan perundangan yang ada, baik tingkat nasional, tingkat

kawasaan, maupun tingkat lokal.

b. Surveilans

Pelaksanaan surveilans untuk rabies merupakan dasar dari semua program dalam rangka

pengendalian penyakit ini. Data epidemiologi harus dikumpulkan sebaik mungkin, dianalisis,

dipetakan, dan bila mungkin segera didistribusikan secepat mungkin. Informasi ini juga

penting untuk dasar perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan program pengendalian.

c. Vaksinasi Rabies

Untuk mencegah terjadinya penularan rabies, maka anjing, kucing, atau kera dapat diberi

vaksin inaktif atau yang dilemahkan (attenuated). Untuk memperoleh kualitas vaksin yang

efektif dan efisien, ada beberapa persyaratan yang harus dipenui, baik vaksin yang

digunakan bagi hewan maupun bagi manusia, yakni :

Vaksin harus dijamin aman dalam pemakaian.

Vaksin harus memiliki potensi daya lindung yang tinggi.

Vaksin harus mampu memberikan perlindungan kekebalan yang lama.

Vaksin arus mudah dalam cara aplikasinya.

Vaksin harus stabil dan menghasilkan waktu kadaluwarsa yang lama.

Vaksin harus selalu tersedia dan mudah didapat sewaktu-waktu dibutuhkan

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan menular pada manusia lewat gigitan

atau cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula lewat luka yang terkena air liur hewan

penderita rabies.

Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat luka gigitan, selama dua minggu

virus tetap tinggal pada tempat masuk dan dekatnya. Kemudian, virus akan bergerak mencapai

ujung-ujung serabut saraf posterios tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa

inkubasi virus ini bervariasi, berkisar antara dua minggu sampai dua tahun. Tapi umumnya 3-8

minggu, tergantung jarak tempuh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di otak, virus akan

memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron-neuron, terutama

mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak.

Akhirnya virus ini akan mencapai otak dan menyerang banyak bagian penting otak

yang menyebabkan kematian. Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies harus ditangani

dengan cepat dan sesegera mungkin, untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk

pada luka gigitan. Usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air

mengalir) dan sabun atau ditergent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70

persen, betadine, obat merah atau lainnya).

3.2 Saran

Dengan adanya penulisan ini diharapkan agar setiap individu dapat berupaya mencegah

terinfeksi virus rabies karena mengetahui akan bahaya yang ditimbulkan oleh penyakit ini serta

dapat mensosialisasikan tentang penularan virus kepada pihak lain.