24
Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan BAB II Tinjauan terhadap ilmu Keperilakuan: Dalam Prespektif Akuntansi A. Mengapa mempertimbangkan aspek keperilakuan pada akuntansi Akuntansi adalah Tentang Manusia Berdasarkan pemikiran perilaku, manusia dan faktor social secara jelas di desain dalam aspek-aspek operasional utama dari seluruh system akuntasi. Belum perah ada sudut pandang semacam itu, dan para akuntan belum pernah mengoperasikan perilaku kepada suatu yang vakum. Para akuntan secara berkelanjutan membuat beberapa asumsi mengenai bagaimana mereka membuat orang termotivasi, bagaimana mereka menginterprestasikan dan menggunakan informasi akuntansi, dan bagaimana system akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan manusia dan memengaruhi organisasi. Jika akuntan berhubungan dengan efektifitas dan prosedur perusahaan secara luas, maka mereka juga selayaknya memonitor ketepatan asumsi yang bersifat kontradiktif terhadap apa yang mereka lihat dan realitas perusahaan. Akuntansi adalah Tindakan Dalam organisasi, semua anggotanya mempunyai peran yang harus dimainkan dalam mencapai tujuan organisasi. Peran tersebut bergantung pada seberapa besar porsi tanggung jawab dan rasa tanggung jawab anggota tersebut terhadap pencapaian tujuan. Rasa tanggug jawab tersebut pada sebagian organisasi dihargai dalam bentuk penghargaan tertentu. Pencapaian tujuan dalam bentuk kuantitatif juga merupakan salah satu bentuk tanggung jawab organisasi dalam memenuhi keinginannya untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Peran anggota organisasi sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan.

AKUN KEPERILAKUAN - Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan

  • Upload
    muliani

  • View
    334

  • Download
    14

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Akuntansi perilaku

Citation preview

Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan

BAB II

Tinjauan terhadap ilmu Keperilakuan: Dalam Prespektif Akuntansi

A. Mengapa mempertimbangkan aspek keperilakuan pada akuntansi

Akuntansi adalah Tentang Manusia

Berdasarkan pemikiran perilaku, manusia dan faktor social secara jelas di desain dalam aspek-aspek

operasional utama dari seluruh system akuntasi. Belum perah ada sudut pandang semacam itu, dan

para akuntan belum pernah mengoperasikan perilaku kepada suatu yang vakum. Para akuntan

secara berkelanjutan membuat beberapa asumsi mengenai bagaimana mereka membuat orang

termotivasi, bagaimana mereka menginterprestasikan dan menggunakan informasi akuntansi, dan

bagaimana system akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan manusia dan memengaruhi

organisasi. Jika akuntan berhubungan dengan efektifitas dan prosedur perusahaan secara luas, maka

mereka juga selayaknya memonitor ketepatan asumsi yang bersifat kontradiktif terhadap apa yang

mereka lihat dan realitas perusahaan.

Akuntansi adalah Tindakan

Dalam organisasi, semua anggotanya mempunyai peran yang harus dimainkan dalam mencapai

tujuan organisasi. Peran tersebut bergantung pada seberapa besar porsi tanggung jawab dan rasa

tanggung jawab anggota tersebut terhadap pencapaian tujuan. Rasa tanggug jawab tersebut pada

sebagian organisasi dihargai dalam bentuk penghargaan tertentu. Pencapaian tujuan dalam bentuk

kuantitatif juga merupakan salah satu bentuk tanggung jawab organisasi dalam memenuhi

keinginannya untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Peran anggota organisasi sangat

berpengaruh pada pencapaian tujuan.

B. Dimensi Akuntansi Keperilakuan

Lingkup Akuntansi Keperilakuan

Ruang lingkup akuntansi keperilakuan sungguh luas, yang meliputinya antara lain :

1. Aplikasi dari konsep ilmu keperilakuan terhadap desain dan kostruksi system akuntansi.

2. Studi reaksi manusia terhadap format dan isi laporan akuntansi.

3. Cara dengan mana informasi diproses untuk membantu dalam pengambilan keputusan.

4. Pengembangan teknik pelaporan yang dapat mengkomunikasikan perilaku pemakai data.

5. Pengembangan strategi untuk memotivasi dan memengaruhi perilaku, cita-cita, serta tujuan

dari orang-orang yang menjalankan organisasi.

Akuntansi Keperilakuan: Perluasan Logis dari Peran Akuntansi Tadisional

Sejak meningkatnya jumlah orang yang telah memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek

perilaku dan social dari akuntansi belakngan ini, terdapat suatu kecendrungan untuk memandang

secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih substansial. Prespektif perilaku menurut

pandangan ini telah dipenuhi dengan baik sehingga membuat system akuntansi yang lebih dapat

dicerna dan lebih bisa diterima oleh para menejer dan karyawan. Pelayanan akuntansi mungkin juga

telah sampai pada puncak permasalahan yang rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari

beberapa nilai yang ada. Tetapi, pertimbangan social dan perilaku tidak berarti mengubah resep dari

tugas akuntansi secara radikal. Para akuntan dalam perusahaan serta masyarakat akademis, menrut

pandangan popular ini, mulai mengembangkan prespektif mereka sendiri dalam mendekati

beberapa pengertian yang mendalam mengenai pemahaman atas perilaku manusia pada orgaisasi.

C. Lingkup dan Sasaran Hasil Ilmu Keperilakuan

Ilmu keperilakuan adalah bagian dari ilmu social manusia. Ilmu social meliputi disiplin ilmu

antropologi, ekonomi, sejarah, politik, psikologi, dan sosiologi. Ilmu keperilakuan meliputi psikologi

dan sosiologi, aspek ekonomi keperilakuan dan ilmu pengetahuan politik, serta aspek sntropologi

keperilakuan. Beberapa jurnal telah menerbitkan artikel yang didasarkan pada metode riset

keperilakuan, pengembangan teori, aplikasi praktik, dan uraian perilaku manusia dalam berbagai

pengaturan. Terdapat banyak temuan-temuan riset dari para ilmuwan setiap tahunnya mengenai

perkembangan literature ilmu keperilakuan.

D. Lingkup dan Sasaran Hasil dari Akuntasi keperilakuan

Para akuntan keperilakuan memusatkan perhatian mereka pada hubungan antara perilaku dan

system akuntansi. Mereka menyadari bahwa proses akuntansi melibatkan ringkasan dari sejumlah

kejadian ekonomi makro yang dihasilkan dari perilaku manusia dan akuntansi itu sendiri, serta dari

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku, yang pada gilirannya secara bersama-sama

akan menentukan semua keberhasilan peristiwa ekonomi.

E. Persamaan dan Perbedaan Ilmu Keperilakuan dan Akuntansi Keperilakuan

Ilmu keperilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan prediksi keperilakuan manusia.

Akuntansi keperilakuan menghubungkan antara keperilakuan manusia dengan akuntansi. Para

akuntan keperilakuan bertanya-tanya mengenai apa pengaruh dari mengejakan proses akuntansi

ketika individu dan perilaku dikumpulkan, dan apa pengaruh perilaku manusia berdasarkan proses

akuntansi? Para akuntan keperilakuan juga merasa tertarik untuk melihat bagaimana keperilakuan

dapat memengaruhi perubahan atas cara akuntansi dapat digunakan lebih efektif untuk membantu

individu dan organisasi dalam mencapai tujuannya.

F. Prespektif Berdasarkan Perilaku Manusia: Psikologi, sosiologi, dan Psikologi Sosial

Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha untuk mengukur, menjelaskan, dan

terkadang untukmengubah perilaku manusia. Para psikologi memperhatikan, mempelajari, dan

berupaya untuk memahami perilaku individual.

Sedangkan sosiologi mempelajari orang-orang dalam hubungannya sesame manusia. Secara spesifik,

sosiologi telah memberikan kontribusi yang besar pada perilaku organisasi melalui studi mereka

terhadap perilaku kelompok dalam organisasi, terutama organisasi yang formal dan relative rumit.

Psikologi social adalah suatu bidang kajian didalam psikologi, tetapi memadukan konsep-konsep baik

dari psikologi maupun sosiologi. Psikologi social memfokuskan pada pengaruh satu-satu tehadap

orang lain.

G. Beberapa Hal Penting dalam Perilaku Organisasi

· Teori peran

Peran merupakan komponen perilaku nyata yang disebut norma. Norma-norma adalah harapan dan

kebutuhan perilaku yang sesuai untuk suatu peranan tertentu. Tiap-tiap peran berhubungan dengan

suatu identitas yang menggambarkan individu dalam hal bagaimana mereka perlu bertindak dalam

situasi khusus.

· Struktur social

Studi keperilakuan manusia yang sistematis bergantung pada dua fakta. Pertama, orang-orang

bertindak secara teratur dengan pola yang berulang. Kedua, orang-orang tidak mengisolasikan

bentuk, tetapi mereka saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

· Budaya

Budaya merupakan satu titik pandang yang pada saat yang bersamaan dijadikan jalan hidup oleh

suatu masyarakat. Tidak terdapat masyarakat tanpa suatu budaya, dan budaya tidak ada diluar suatu

masyarakat.

· Komitmen organisasi

Komitmen organisasi merupakan tingkat sampai sejauh mana seorang karyawan memihak pada

suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat untuk mempertahankan

keanggotaanya dalam organisasi itu.

· Konflik peran

Konflik peran merupakan suatu merupakan suatu gejala psikologis yang dialami oleh anggota

organisasi, yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan berpotensi untuk

menurunkan motivasi kerja.

· Konflik kepentingan

Konflik kepentingan terbagi 2, yaitu konflik kepentingan pekerja dan konflik kepentingan keluarga

yang sangat merugikan karyawan dan perusahaan dan memberikan pengaruh negatif terhadap

kinerja karyawan.

· Pemberdayaan karyawan

Pemberdayaan karyawan dilakukan untuk :

a. Meningkatkan motivasi guna mengurangi kesalahan dan mendorong karyawan untuk

bertanggungjawab.

b. Meningkatkan dan mengembangkan kreativitas dan inovasi

c. Mendorong peningkatan kualitas produk dan jasa

d. Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mendekatkan karyawan terhadap pelanggan,

sehingga karyawan dapat melayani dengan lebih baik.

e. Meningkatkan kesetiaan dan mengurangi tingkat kemangkiran

f. Mendorong kerja sama yang lebih baik

g. Mengurangi tugas pengawasan dari manajemen menengah dalam pekerjaan operasional

sehari-hari

h. Menyiapkan karyawan untuk berkembang dan menghadapi perubahan

http://irma-yuni.blogspot.com/2012/04/tinjauan-terhadap-ilmu-keperilakuan.html

TINJAUAN PERSPEKTIF AKUNTANSI TERHADAP ILMU KEPERILAKUAN

Mengapa Mempertimbangkan Aspek Keperilakuan Pada Akuntansi

Beberapa riset akuntansi mulai mencoba menghubungkan dan menganggap penting untuk

memasukkan aspek keperilakuan dalam akuntansi. Sejak meningkatnya orang yang sudah

memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari akuntansi terdapat suatu

kecenderungan untuk memandang secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih

subtansial. Perspektif perilaku menurut pandangan ini telah dipenuhi dengan baik sehingga membuat

sistem akuntansi yang lebih dapat dicerna dan lebih bisa diterima oleh para manajer/pimpinan dan

karyawannya. Pelayanan akuntansi mungkin juga telah sampai pada puncak permasalahan yang

rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari beberapa nilai yang ada. Tetapi, pertimbangan

perilaku dan sosial tidak berarti mengubah dari tugas akuntansi secara radikal. Namun mulai

mengembangkan perspektif dalam mendekati beberapa pengertian yang mendalam mengenai

pemahaman atas perilaku manusia pada organisasi.

Manusia dan faktor sosial diikut sertakan secara jelas dalam aspek-aspek operasional utama dari

seluruh sistem akuntansi, karena para akuntan membuat asumsi mengenai bagaimana mereka

termotivasi, bagaimana mereka menginterpretasikan dan menggunakan informasi akuntansi, dan

bagaimana sistem akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan manusia dan mempengaruhi

organisasi

Berdasarkan pengalaman, banyak manajer dan akuntan telah memperoleh suatu pemahaman yang

lebih dari sekadar aspek manusia dalam tugas mereka. Bagaimanapun harus diakui bahwa banyak

sistem akuntansi masih dihadapkan pada berbagai kesulitan manusia yang tidak terhitung, bahkan

penggunaan dan penerimaan seluruh sistem akuntansi terkadang dapat menjadi meragukan.

Pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan dilakukan atas dasar sudut pandang hasil laporan

mereka dan bukan atas dasar kontribusi mereka yang lebih luas terhadap efektivitas organisasi.

Sebagian prosedur saat ini juga dapat menimbulkan pembatasan yang tidak diinginkan terhadap

inisiatif manajerial. Prosedur dapat menjadi tujuan akhir itu sendiri jika semata-mata dibandingkan

dengan teknik organisasi yang lebih luas.

Dalam organisasi, semua anggota mempunyai peran yang harus dimainkan dalam mencapai tujuan

organisasi. Peran tersebut bergantung pada seberapa besar porsi tanggung jawab dan rasa tanggung

jawab anggota terhadap pencapaian tujuan. Rasa tanggung jawab tersebut pada sebagian organisasi

dihargai dalam bentuk penghargaan tertentu. Dalam organisasi, masing-masing mempunyai tujuan

dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Keselarasan tersebut akan dapat

lebih diwujudkan manakala individu memahami dan patuh pada ketetapan-ketetapan yang ada di

dalam anggaran.

Dimensi Akuntansi Keperilakuan

Akuntansi keperilakuan berada di balik peran akuntansi tradisional yang berarti mengumpulkan,

mengukur, mencatat dan melaporkan informasi keuangan. Dengan demikian, dimensi akuntansi

berkaitan dengan perilaku manusia dan juga dengan desain, konstruksi, serta penggunaan suatu

system informasi akuntansi yang efisien. Akuntansi keperilakuan, dengan mempertimbangkan

hubungan antara perilaku manusia dan system akuntansi, mencerminkan dimensi sosial dan budaya

manusia dalam suatu organisasi.

Stainer juga menjelaskan secara singkat mengenai definisi keperilakuan, yaitu sebagai suatu riset

ilmiah yang berhadapan secara langsung dengan perilaku manusia. Definisi ini menangkap

permasalahan inti dari ilmu keperilakuan, yaitu riset ilmiah dan perilaku manusia.

Lingkup dan Sasaran Hasil Dari Akuntasi Keperilakuan

Pada masa lalu, para akuntan semata-mata fokus pada pengukuran pendapatan dan biaya yang

mempelajari pencapaian kinerja perusahaan di masa lalu guna memprediksi masa depan. Mereka

mengabaikan fakta bahwa kinerja masa lalu adalah hasil masa lalu dari perilaku manusia dan kinerja

masa lalu itu sendiri merupakan suatu faktor yang akan mempengaruhi perilaku di masa depan.

Mereka melewatkan fakta bahwa arti pengendalian secara penuh dari suatu organisasi harus diawali

dengan memotivasi dan mengendalikan perilaku, tujuan, serta cita-cita individu yang saling

berhubungan dalam organisasi.

Persamaan dan Perbedaan Ilmu Keperilakuan dan Akuntansi Keperilakuan

Ilmu keperilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan prediksi keperilakuan manusia.

Akuntansi keperilakuan menghubungkan antara keperilakuan manusia dengan akuntansi. Ilmu

keperilakuan merupakan bagian dari ilmu sosial, sedangkan akuntansi keperilakuan merupakan

bagian dari ilmu akuntasi dan pengetahuan keperilakuan. Namun ilmu keperilakuan dan akuntansi

keperilakuan sama-sama menggunakan prinsip sosiologi dan psikologi untuk menilai dan

memecahkan permasalahan organisasi.

Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) adalah cabang akuntansi yang mempelajari

hubungan antara perilaku manusia dengan sistem akuntansi (Siegel, G. et all. 1989), istilah sistem

akuntansi yang dimaksud di sini dalam arti yang luas yang meliputi keseluruhan desain alat

pengendalian manajemen yang meliputi sistem pengendalian, sistem penganggaran, desain

akuntansi pertanggung jawaban, desain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain

pengumpulan biaya, desain penilaian kinerja serta pelaporan keuangan. Secara lebih rinci ruang

lingkup akuntansi keperilakuan meliputi :

1.Mempelajari pengaruh antara perilaku manusia terhadap desain, konstruksi dan penggunaan

sistem akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan, yang berarti bagaimana sikap dan gaya

kepemimpinan manajemen mempengaruhi sifat pengendalian akuntansi dan desain orgaisasi.

2.Mempelajari pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia, yang berarti bagaimana sistem

akuntansi mempengaruhi motivasi, produktifitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja dan kerja

sama.

3.Metode untuk memprediksi perilaku manusia dan strategi untuk mengubahnya, yang berarti

bagaimana sistem akuntansi dapat dipergunakan untuk mempegaruhi perilaku.

Sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (Behavioral Science), teori-teori akuntansi keperilakuan di

kembangkan dari penelitian empiris atas perilaku manusia di organisasi. Dengan demikian, peranan

penelitian dalam pengembangan ilmu itu sendiri sudah tidak diragukan lagi. Ruang lingkup penelitian

di bidang akuntansi keperilakuan sangat luas sekal, tidak hanya meliputi bidanga akuntansi

manajemen saja, tetapi juga menyangkut penelitian dalam bidang etika, auditing (pemeriksaan

akuntan), sistem informasi akuntansi bahkan juga akuntansi keuangan. 

Perspektif Berdasarkan Perilaku Manusia : Psikologi, Sosiologi dan Psikologi Sosial

Menurut Robbins (2003), Ketiga hal tersebut, yaitu psikologi, sosiologi dan psikologi sosial menjadi

kontribusi utama dari ilmu keperilakuan. Ketiganya melakukan pencarian untuk menguraikan dan

menjelaskan perilaku manusia, walaupun secara keseluruhan mereka memiliki perspektif yang

berbeda mengenai kondisi manusia. terutama merasa tertarik dengan bagaimana cara individu

bertindak. Fokusnya didasarkan pada tindakan orang-orang ketika mereka bereaksi terhadap stimuli

dalam lingkungan mereka, dan perilaku manusia dijelaskan dalam kaitannya dengan ciri, arah dan

motivasi individu. Keutamaan psikologi didasarkan pada seseorang sebagai suatu organisasi. 

Psikologi, merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan dan kadang

mengubah perilaku manusia. Para psikolog memperhatikan studi dan upaya memahami perilaku

individual. Mereka yang telah menyumbangkan dan terus menambah pengetahuan tentang perilaku

organisasional teoritikus pembelajaran, teoritikus keperibadian, psikologi konseling dan psikologi

industri dan organisasi.

Bila psikologi memfokuskan perhatian mereka pada individu, sosiologi mempelajari sistem sosial di

mana individu-individu mengisi peran-peran mereka, jadi sosiologi mempelajari orang-orang dalam

hubungan dengan manusia-manusia sesamanya. Secara spesifik, sosiolog telah memberikan

sumbangan mereka yang terbesar kepada perilaku organisasi melalui studi mereka terhadap perilaku

kelompok dalam organisasi, terutama organisasi yang formal dan rumit. Beberapa bidang dalam

perilaku organisasi yang menerima masukan yang berharga dari para sosiolog adalah dinamika

kelompok, desain tim kerja, budaya organisasi, teknologi organisasi, birokrasi, komunikasi,

kekuasaan dan konflik.

Psikologi sosial, adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan konsep-konsep baik dari

psikologi maupun sosiologi yang memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial. Penekanan

keduanya adalah pada interaksi antara orang-orang dan bukan pada rangsangan fisik. Perilaku

diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu sosial, pengaruh sosial dan ilmu dinamika kelompok.

Disamping itu para psikologi sosial memberikan sumbangan yang berarti dalam bidang-bidang

pengukuran, pemahaman, dan perubahan sikap, pola komunikasi, cara-cara dalam kegiatan dapat

memuaskan kebutuhan individu dan proses pengambilan keputusan kelompok.

Kita sering berpikir bahwa yang namanya dunia psikologi adalah dunia yang berkaitan dengan

persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenisnya. Dan kalau berpikir tentang sosiologi,

secara umum cenderung memikirkan persoalan kemasyarakatan. Kajian utama psikologi adalah pada

persoalan kepribadian, mental, perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri manusia

sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struktur sosial yang

keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian. Kedua bidang ilmu tersebut bertemu di

daerah yang dinamakan psikologi sosial. 

Dengan demikian para psikolog berwenang merambah bidang ini, demikian pula para sosiolog.

Namun karena perbedaan latar belakang maka para psikolog akan menekankan pengaruh situasi

sosial terhadap proses dasar psikologikal - persepsi, kognisi, emosi, dan sejenisnya. Sedangkan para

sosiolog akan lebih menekankan pada bagaimana budaya dan struktur sosial mempengaruhi perilaku

dan interaksi para individu dalam konteks sosial, dan lalu bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi

mengubah budaya dan struktur sosial. Jadi psikologi akan cenderung memusatkan pada atribut

dinamis dari seseorang; sedangkan sosiologi akan mengkonsentrasikan pada atribut dan dinamika

seseorang, perilaku, interaksi, struktur sosial, dan budaya, sebagai faktor-faktor yang saling

mempengaruhi satu sama lainnya

Beberapa Hal Penting Dalam Perilaku Organisasi

Ada beberapa teori perilaku organisasional yang mencerminkan inti yang ditangani oleh teori-teori,

yaitu :

1. Teori Peran

Walau Park menjelaskan dampak masyarakat atas perilaku kita dalam hubungannya dengan peran,

namun jauh sebelumnya Robert Linton (1936), seorang antropolog, telah mengembangkan Teori

Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain

sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan

peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan

sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter,

mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku

sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang

dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang

kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial 

Kemudian, sosiolog yang bernama Glen Elder (1975) membantu memperluas penggunaan teori

peran. Pendekatannya yang dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat

mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan

kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagian besar warga

Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi peserta

pemilu pada usia delapan belas tahun, bekerja pada usia tujuh belah tahun, mempunyai istri/suami

pada usia dua puluh tujuh, pensiun pada usia enam puluh tahun. Di Indonesia berbeda. Usia sekolah

dimulai sejak tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa usia tujuh belas tahun, pensiun usia lima

puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan “tahapan usia” (age grading). Dalam masyarakat

kontemporer kehidupan kita dibagi ke dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan

masa tua, di mana setiap masa mempunyai bermacam-macam pembagian lagi.

2. Struktur Sosial

Telah kita catat bahwa telah terjadi perdebatan di antara para ilmuwan sosial dalam hal menjelaskan

perilaku sosial seseorang. Untuk menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat dikaji sebagai sesuatu

proses yang (1) instinktif, (2) karena kebiasaan, dan (3) juga yang bersumber dari proses mental.

Mereka semua tertarik, dan dengan cara sebaik mungkin lalu menguraikan hubungan antara

masyarakat dengan individu. William James dan John Dewey menekankan pada penjelasan

kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan

kebiasaan kelompok - yaitu adat-istiadat masyarakat atau struktur sosial. Para sosiolog yakin bahwa

struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar manusia dengan cara yang relatif stabil. Kita mewarisi

struktur sosial dalam satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya,

melalui proses sosialisasi. Disebabkan oleh struktur sosial, kita mengalami kehidupan sosial yang

telah terpolakan. James menguraikan pentingnya dampak struktur sosial atas "diri" (self) - perasaan

kita terhadap diri kita sendiri. Masyarakat mempengaruhi diri (self).

Sosiolog lain Robert Park dari Universitas Chicago memandang bahwa masyarakat

mengorganisasikan, mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan individu- individu ke

dalam berbagai macam peran (roles). Melalui peran inilah kita menjadi tahu siapa diri kita. Kita adalah

seorang anak, orang tua, guru, mahasiswa, laki-laki, perempuan, Islam, Kristen. Konsep kita tentang

diri kita tergantung pada peran yang kita lakukan dalam masyarakat. Beberapa teori yang melandasi

persektif strukturan adalah Teori Peran (Role Theory), Teori Pernyataan - Harapan (Expectation-

States Theory), dan Posmodernisme.

3. Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang

dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk

sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni

Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga

banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha

berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuiakan perbedaan-

perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. 

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak

aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar dan

meliputi banyak kegiatan sosial manusia. 

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari

budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang

dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra

yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme

kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.

Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman

mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam

anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian

dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk

mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

4.Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak

organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam

organisasi tersebut. Menurut Robbins (2003), didefinisikan bahwa keterlibatan pekerjaaan yang tinggi

berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang individu, sementara komitmen organisasional

yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Dalam organisasi sekolah

guru merupakan tenaga profesional yang berhadapan langsung dengan siswa, maka guru dalam

menjalankan tugasnya sebagai pendidik mampu menjalankan kebijakan-kebijakan dengan tujuan-

tujuan tertentu dan mempunyai komimen yang kuat terhadap sekolah tempat dia bekerja.

Menurut L. Mathis-John H. Jackson, komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan

yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama atau

meninggalkan perusahaan pada akhirnya tercermin dalam ketidakhadiran dan angka perputaran

karyawan.

Menurut Griffin, komitmen organisasi (organisational commitment) adalah sikap yang mencerminkan

sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang

memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.

Menurut Luthan (1998), komitmen organisasi didefinisikan sebagai :

1.keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; 

2.keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan 

3.keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan

proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi

dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan 

Menurut Allen dan Meyer (1991), ada tiga Dimensi komitment organisasi adalah :

1.Komitmen afektif (affective comitment): Keterikatan emosional karyawan, dan keterlibatan dalam

organisasi, 

2.Komitmen berkelanjutan (continuence commitment): Komitmen berdasarkan kerugian yang

berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan

senioritas atas promosi atau benefit, 

3.Komitmen normatif (normative commiment): Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi

karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. 

Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang

mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri

karyawan :

1.Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, memperkerjakan menejer yang baik dan

tepat, dan mempertahankan komunikasi. 

2.Memperjelas dan mengkomukasikan misi : Memperjelas misi dan ideologi; berkharisma;

menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai dan

pelatihan; membentujk tradisi, 

3.Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang koprehensif;

menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif, 

4.Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan

kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama, 

5.Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang

pada tahun pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan

aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan. 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Mardiana (2004) mengemukakan komitmen yang dimiliki oleh seorang karyawan terhadap organisasi

atau perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain :

1.Karakteristik individu, Karakteristik individu merupakan gambaran dari pribadi seseorang yang

dibawa dalam tatanan organisasi, dalam dunia kerja dan memiliki kecenderungan untuk selalu

berkembang dan mempengaruhi dalam melaksanakan aktivitas pekerjaan. Karakteristik individu disini

dapat berupa minat, sikap, kebutuhan, tingkat pendidikan dan motif berprestasi.

2.Karakteristik pekerjaan, Karakteristik pekerjaan dapat berupa variasi kecakapan, identitas

tugas,tugas, otonomi dan umpan balik.

3.Pengalaman kerja., Pengalaman kerja merupakan suatu ukuran lamanya seseorang bekerja di

suatu organisasi atau instansi, semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, maka orang

tersebut dapat dikatakan semakin berpengalaman dan dengan pengalaman tersebut diharapkan

seseorang dapat lebih produktif dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.

Mowday, Porter dan Steers (Sjabadhyni, Graito dan Wutun, 2001) mengemukakan hal-hal yang dapat

mempengaruhi komitmen organisasi antara lain karakteristik pribadi, karakteristik yang berkaitan

dengan peran, karakteristik struktural dan pengalaman kerja. Lebih lanjut, Morrow (Prayitno, 2005)

menyebutkan komitmen organisasi dipengaruhi antara lain :

1.Karakteristik personal yang berupa usia, masa kerja dan pendidikan.

2.Fungsi situasional yang berhubungan dengan lingkungan kerja seperti konflik peran dan iklim

organisasi.

3.Marchington (Kurniawan, 2006) menyebutkan lima faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi

yaitu :

4.Kondisi fisik lingkungan kerja.

5.Perasaan atau keinginan untuk bekerja pada pemimpin atau perusahaan yang baik.

6.Rasa aman dalam bekerja, dalam hal ini terkait dengan munculnya kondisi job insecurity yang

dirasakan oleh karyawan.

7.Pembayaran upah.

8.Penghargaan atau peluang dalam bekerja.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen karyawan kepada organisasi

dipengaruhi oleh faktor individu yang bersangkutan dan faktor lingkungan kerja atau organisasi.

Faktor yang berkaitan dengan diri individu seperti minat, sikap, tingkat pendidikan dan motif

berprestasi serta pengalaman kerja. Faktor yang berkaitan dengan lingkungan kerja atau organisasi

seperti kondisi fisik lingkungan kerja, konflik peran yang dialami oleh karyawan dan rasa aman dalam

bekerja, dalam hal ini terkait dengan munculnya kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan.

Aspek-aspek Komitmen Organisasi

Steers (Kuntjoro, 2002) mengemukakan terdapat tiga aspek utama dari komitmen organisasi yaitu :

1.Identifikasi, Identifikasi merupakan bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi. Hal ini dapat

dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para

pegawai atau dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai

dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para

pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela

menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena pegawai menerima tujuan

organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.

2.Keterlibatan, Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja, penting untuk

diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka akan mau dan senang

bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesame teman kerja. Salah satu cara yang

dapat digunakan untuk memancing keterlibatan pegawai adalah keikut sertaan pegawai dalam

berbagai kesempatan pembuatan keputusan sehingga menumbuhkan keyakinan pada pegawai

bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama.

3.Loyalitas, Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk

melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan

pribadinya tanpa mengharapkan apapun dari organisasi. Kesediaan pegawai untuk mempertahankan

diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap

organisasi tempat pegawai tersebut bekerja.

5. Konflik Peran

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik

diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah

satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak

berdaya.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.

perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,

adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam

interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu

masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok

masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di

masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak

sempurna dapat menciptakan konflik.

Maramis (1994) mengemukakan konflik terjadi apabila seseorang tidak dapat memilih antara dua atau

lebih macam kebutuhan atau tujuan. Puspa dan Riyanto (1999) menyatakan konflik peran merupakan

suatu gejala psikologis yang dialami oleh anggota organisasi yang bisa menimbulkan rasa tidak

nyaman dalam bekerja dan secara potensial akan menurunkan motivasi kerja karyawan. Brief

(Andraeni, 2005) mendefinisikan konflik peran adalah adanya ketidak cocokan antara harapan-

harapan yang berkaitan dengan suatu peran. Lebih lanjut, Leigh (Andraeni, 2005) menyatakan bahwa

konflik peran merupakan hasil dari ketidakkonsistenan harapan berbagai pihak atau persepsi adanya

ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan sebagainya.

Sebagai akibatnya, individu yang mengalami konflik peran berada dalam suasana terombang-ambing,

terjepit dan serba salah. Indrawijaya (2000) menyebutkan konflik peran merupakan kondisi yang

terjadi bila seseorang melakukan berbagai macam peranan dimana kondisi tersebut terjadi karena

tekanan yang datang dari luar diri seseorang misalnya dari orang yang ada kaitan hierarki seperti dari

pimpinan, kolega yang setingkat dan dari bawahan atau bahkan dari orang luar organisasi seperti

teman separtai, kerabat atau keluarga.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik peran merupakan suatu

gejala psikologis yang dialami oleh anggota organisasi sebagai hasil dari ketidak konsistenan

harapan-harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan

kebutuhan, nilainilai individu dan tekanan baik yang berasal dari luar individu maupun yang

berasal dari orang luar organisasi atau perusahaan.

Jenis-jenis Konflik Peran

Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1996) mengemukakan bahwa konflik peran dapat dibagi menjadi

tiga macam antara lain :

Konflik peran pribadi (person role conflict), Konflik peran pribadi terjadi ketika persyaratan-

persyaratan peran melanggar nilai dasar, sikap dan kebutuhan individu yang menduduki posisi

tersebut. Sebagai contohnya seorang penyelia yang mendapatkan kesulitan untuk memecat

bawahannya karena soal keluarga, atau seorang eksekutif yang lebih senang mengundurkan diri

daripada melakukan kegiatan yang tidak pantas.

Konflik intra peran (intra role conflict) Konflik intra peran terjadi apabila beberapa orang yang

berbeda-beda menentukan sebuah peran menurut rangkaian harapan yang berbeda-beda sehingga

tidak mungkin bagi orang yang menduduki peran tersebut untuk memenuhi semuanya. Hal ini

mungkin akan terjadi apabila peran tertentu mempunyai serangkaian peran yang kompleks, dalam arti

banyak hubungan peran yang berbeda-beda. Sebagai contohnya seorang penyelia di situasi industri

mempunyai serangkaian peran yang agak kompleks sehingga dapat mengalami konflik intra peran.

Konflik antar peran (inter role conflict) Konflik antar peran muncul karena orang menghadapi berbagai

peran. Hal ini terjadi karena individu sekaligus memainkan banyak peran, beberapa diantara peran ini

mempunyai harapan yang saling bertentangan. Sebagai contohnya seorang ilmuwan yang bekerja di

pabrik kimia, yang juga merangkap menjadi anggota manajemen, mungkin mengalami konflik peran

semacam ini. 

Dalam situasi tersebut, ilmuwan tersebut mungkin diharapkan berperilaku sesuai dengan harapan

manajemen maupun sesuai dengan harapan ahli kimia profesional.

Miles dan Perreault (Munandar, 2001) membedakan empat jenis konflik peran yaitu :

Konflik peran pribadi, muncul bilamana seorang karyawan ingin melakukan tugas berbeda dari yang

disarankan dalam uraian pekerjaannya.

Konflik intra sender, muncul bilamana seorang karyawan menerima penugasan tanpa memiliki tenga

kerja yang cukup untuk dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil.

Konflik inter sender, muncul bilamana seorang karyawan diminta untuk berperilaku sedemikian rupa

sehingga terdapat orang merasa puas dengan hasilnya, sedangkan orang lain tidak.

Konflik peran dengan beban berlebih, muncul bilamana seorang karyawan mendapat penugasan

kerja yang terlalu banyak dan tidak dapat ditangani secara efektif.

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan jenis-jenis konflik peran dapat dibagi menjadi

konflik peran pribadi, konflik intra peran dan konflik antar peran. Konflik peran pribadi terjadi apabila

persyaratan peran melanggar nilai dasar, sikap dan kebutuhan individu yang menduduki suatu posisi.

Konflik intra peran terjadi apabila beberapa orang yang berbeda-beda menentukan sebuah peran

menurut rangkaian harapan yang berbeda-beda. Konflik antar peran muncul karena orang

menghadapi berbagai peran.

Penyebab Konflik Peran

Pasewark dan Strawser (Ratnawati dan Kusuma, 2002) mengemukakan konflik peran terjadi karena

adanya lebih dari satu permintaan dari sumber yang berbeda yang menimbulkan suatu ketidak

pastian pada karyawan. Indrawijaya (2000) mengemukakan bahwa konflik peran dapat disebabkan

oleh adanya :

1.Konflik fungsional merupakan konflik peran yang terjadi oleh adanya berbagai macam subsistem

dalam organisasi. Setiap sub sistem yang mempunyai fungsi tertentu dalam suatu organisasi

cenderung melahirkan norma kelompok (norma hubungan sosial, norma kerja dan norma kekuasaan)

dan membentuk sistem nilai tertentu. Konflik fungsional dapat juga terjadi karena adanya ketidak

cocokan tugas atau tujuan yang harus dicapai. Schmidt dan Kochan (Indrawijaya, 2000) menyatakan

bahwa persepsi mengenai adanya ketidak cocokan tugas atau tujuan yang harus dicapai merupakan

penyebab terciptanya konflik peran.

2.Konflik hierarkis merupakan keadaan dimana suatu kelompok mendapatkan tekanan dari luar.

Tekanan dari luar tersebut dapat berupa penyediaan anggaran, pemberian status dan persetujuan

pengangkatan pegawai.

3.Konflik kesamaan fungsi merupakan konflik yang timbul oleh adanya kesamaan fungsi yang harus

dilakukan oleh berbagai anggota kelompok sehingga dapat pula menghasilkan perilaku persaingan

yang cukup sehat.

Wolfe dan Snoke (Cahyono dan Ghozali, 2002) mengemukakan konflik peran timbul karena adanya

dua perintah yang berbeda yang diterima secara bersamaan dimana pelaksanaan salah satu perintah

saja akan mengakibatkan terabaikannya perintah yang lain. Seorang profesional dalam

melaksanakan tugasnya terutama ketika menghadapi suatu masalah tertentu maka sering menerima

dua perintah sekaligus. Perintah pertama datangnya dari kode etik profesi sedangkan perintah kedua

datangnya dari sistem pengendalian yang berlaku di perusahaan. Apabila seorang profesional

bertindak sesuai dengan kode etiknya maka individu yang bersangkutan akan merasa tidak berperan

sebagai karyawan perusahaan dengan baik. Sebaliknya, apabila seorang professional bertindak

sesuai dengan prosedur yang ditentukan perusahaan maka individu yang bersangkutan akan merasa

telah bertindak secara tidak profesional.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik peran muncul oleh karena adanya dua

perintah yang berbeda yang diterima oleh seorang karyawan secara bersamaan dimana dalam

pelaksanaan salah satu perintah akan mengakibatkan terabaikannya perintah yang lain sehingga

dapat menimbulkan suatu ketidak pastian pada diri karyawan.

6. Konflik Kepentingan

Konflik kepentingan adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan

kepercayaan, seperti pengacara, politikus, eksekutif atau direktur suatu perusahaan, memiliki

kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat

menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan tugasnya. Suatu konflik kepentingan dapat timbul

bahkan jika hal tersebut tidak menimbulkan tindakan yang tidak etis atau tidak pantas. Suatu konflik

kepentingan dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang atau suatu profesi. 

Menurut prinsip manajemen yang dikemukakan oleh Henry Fayol (1914), kepentingan pribadi atau

kelompok harus tunduk kepada kepentingan organisasi secara keseluruhan. Maka sudah sangat

dipahami bila dalam praktek bisnis, demi kepentingan orang yang lebih banyak atau organisasi,

manajemen harus memutuskan hubungan kerja dengan seorang atau beberapa orang karyawan,

walaupun karyawan tersebut mungkin telah selama puluhan tahun ikut serta dalam mengembangkan

dan membesarkan perusahaan. Karena menganut pandangan bahwa urusan pribadi harus

dipisahkan dari bisnis serta bahwa kepentingan perusahaan harus lebih didahulukan daripada pribadi,

maka banyak eksekutif yang sukses dalam memimpin danmengatur perusahaan, tetapi gagal dalam

memimpin dan mengatur keluarga.

Banyak bukti riset yang menunjukkan bahwa konflik kepentingan pekerja dan keluarga sangat merugi

kan karyawan dan perusahaan. Konflik kerja dan keluarga cenderung berpengaruh negative terhadap

kinerja karyawan. Hasil-hasil riset tersebut merekomendasikan perlunya manajemen perusahaan

untuk mengambil kebijakan yang menginterpretasikan kepentingan pekerjaan dengan kepentingan

pribadi.

7. Pemberdayaan Karyawan

Perberdayaan karyawan berarti penciptaan sebuah lingkungan di mana karyawan memiliki wewenang

yang lebih untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan konsekuensi mereka bertanggungjawab

atas hasil penciptaan sebuah lingkungan karyawan dimana karyawan memiliki wewenang yang lebih

banyak untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan konsekuensi mereka bertanggungjawab atas

hasil pekerjaan tersebut. 

Mas’ud (2002) menuliskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong organisasi dalam

melaksanakan pemberdayan. Beberapa di antaranya adalah tuntutan pelanggan yang semakin tinggi

terhadap kualitas produk maupun layanan, jaminan keamanan, perlindungan konsumen, persaingan

dalam efisiensi dan inovasi produk, penggunaan teknologi baru yang canggih, peraturan pemerintah

dan lain sebagainya. Apabila organisasi melaksanakan pemberdayaan karyawan, maka berarti

bahwa karyawan tersebut diperlakukan sesuai denga teori Y, artinya pimpinan organisasi tersebut

menganut paham atau cara pandang bahwa karyawan di perusahaan tersebut adalah karyawan yang

mempunyai kaeakteristik yang pada umumnya positif.

Akan tetapi dalam kenyataannya, terdapat banyak pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan

pemberdayaan dan bagaimana cara untuk melakukan pemberdayaan. Hal ini disebabkan oleh

banyaknya defenisi atau pengertian yang diberikan oleh para alhi di berbagai literatur. Namun,

terdapat kesamaan dalam hal maksud dilakukannya pemberdayaan dalam organisasi, yaitu antara

lain untuk :

1.Meningkatkan motivasi guna mengurangi kesalahan dan mendorong karyawan untuk bertanggung

jawab terhadap tindakannya.

2.Meningkatkan dan mengembangkan kreativitas dan inovasi.

3.Mendorong peningkatan kualitas produk dan jasa.

4.Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mendekatkan karyawan terhadap pelanggan, sehingga

karyawan dapat melayani dengan lebih baik.

5.Meningkatkan kesetiaan pada saat yang sama mengurangi tingkat kemangkiran.

6.Mendorong kerja sama yang lebih baik dengan sesama rekan kerja dalam meningkatkan

pengawasan dan produktivitas.

7.Mengurangi tugas pengawasan (pengendalian) dari manajemen menengah dalam pekerjaan

operasional sehari-hari, sehingga para manajer lebih mempunyai waktu dan perhatian terhadap

masalah-masalah yang lebih besar.

8.Menyiapkan karyawan untuk berkembang dan menghadapi perubahan dan tuntutan persaingan.

9.Meningkatkan daya saing bisnis.

Untuk melaksanakan pemberdayaan tersebut, biasanya organisasi kemudian menyususun dan

menentukan visi serta misi organisasi. Disampingi itu, perusahaan melaksanakan pula rencana

strategis dan berbagai macam pelatihan yang berkaitan dengan pemberdayaan karyawan, seperti :

membangun kerja sama tim, pemberdayaan kepemimpinan dan motivasi, kepekaan emosional di

tempat kerja, peningkatan kualitas terus-menerus, pelatihan ketrampilan khusus yang berkaitan

dengan pekerjaan dan lain sebagainya.