Upload
utikdesy
View
32
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas keperawatan asuhan keperarawatan Alzheimer. kajian secara teori pengkajian, intervensi, diagnosa
Citation preview
KOMUNITAS
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT ALZHEIMER
Oleh:
Kelompok 3
A5C
Ni Made Desy Pariani 11.321.1146
Ni Putu Dewi Laraswati 11.321.1147
Ni Komang Dewik Mariani 11.321.1149
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANSTIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2013
a. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi / Pengertian
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan
untuk merawat diri. ( Suddart, & Brunner, 2002 ).
Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan
daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan
ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian
penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis
proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang
mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini
timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada
usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003).
Alzheimer merupakan penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.
Penyakit Alzheimer ditandai dengan hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara
progresif (Arif Mutaqqin, 2008 ).
2. Epidemiologi / Insiden kasus
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi
berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita
penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai
47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi
penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat
sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 :
100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali
dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih
lama dibandingkan laki-laki.
3. Penyebab/Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang
telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament,
predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari
degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan
gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya
defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang
non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga
ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal
yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga
ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
4. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai
pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron
yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid,
bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron
tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya
ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan
berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh
darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural)
dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi
yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau
dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur
intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”.
Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk
structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen
penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari
protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat
terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir
masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan
kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali
tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut
dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal.
A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal
melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta,
fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan
tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril –
fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun
bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh
darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain
karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara
neurokimia kelainan pada otak
Faktor genetik Infeksi virus Lingkungan Imunologis Trauma Kelainanneurotransmiter
Penurunan metabolisme dan aliran darah di korteks parietalis superior
Degenerasi neuron kolinergik
Kekusutan neurofibrilar yang difus dan plak senilis pada temporal dan parietal
Hilangnya serat-serat kolinergik di korteks cerebellum
Atropi otak
Penurunan sel neuron kolinergik yang berproyeksi ke hipokampus dan amigdala
Kelainan neurotransmiter
Asetilkolin menurun
Penurunan daya ingat, gangguan intelektual, memori, fungsi bahasa, kognitif, perilaku
Alzheimer
Perubahan kemampuan merawat diri (menurun)
Tidak mampu mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan, disorientasi waktui dan tempat, bingung
Afasia, disfasia
Kehilangan kemampuan
menyelesaikan masalah
Rasa bermusuhan/menyerang orang lain, kehilangan kontrol sosial, perilaku tidak tepat
)
Perubahan lingkungan, tekanan
psikologis, kerusakan neurologis,
perubahan aktivitas
Perubahan pola tidur
Perubahan kemampuan mengawasi
keadaan kompleks dan berpikir
abstrak, emosi labil, pelupa,
apatis, loss deep memory
Kerusakan Interaksi
sosial
Kerusakan Komunikasi
Verbal
Risiko CederaDeficit
Perawatan Diri
Perubahan Proses Pikir
Perubahan diet/pemasukan
makanan
Risiko Perubahan nutrisi Kurang
Dari Keb.Tubuh
Inkontinensia Urine
Iskemia lobus frontal dan parietal
Kesulitan melakukan aktivitas rutin dan ADL
Penurunan fungufungsi eksekutif
Kemampuan neuron pada otak temporal menurun
5. Gejala Klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari
secara pasti kapan timbulnya penyakit.erjadi pada usia 40-90 tahun.
a. Tidak ada kelainana sistemik atau penyakit otak lainnya.
b. Tidak ada gangguan kesadaran.
c. Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi.
d. Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan kelenjar
tiroid.
(Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )
Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :
a. Kehilangan daya ingat/memori, terutama memori jangka pendek.
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu
adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama
tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
b. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa.
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan
menyiapkan makanan.
c. Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat,
tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan
suatu kata dengan kata yang tidak biasa.
d. Disorientasi waktu dan tempat
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita
Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana
dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga
apakah saat ini malam atau siang.
e. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin
atau sebaliknya
f. Salah menempatkan barang
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci.
Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa,
misal jam tangan pada kotak gula.
g. Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita
Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang
dapat diterima.
h. Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah
curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat
problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
i. Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak
menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.(Yulfran, 2009)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan :
1) atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal,
anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh
2) berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
1) Neurofibrillary tangles (NFT): Merupakan sitoplasma
neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein
neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya
demensia.
2) Senile plaque (SP): Merupakan struktur kompleks
yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen
abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor
protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21.
Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus,
korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks
somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat
pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan
kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan
gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
3) Degenerasi neuron: Pada pemeriksaan mikroskopik
perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif.
Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal
lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala,
nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia
nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari
meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel
serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah
ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang
berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit
alzheimer.
4) Perubahan vakuoler: Merupakan suatu neuronal
sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler
ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini
sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak
pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus,
serebelum dan batang otak
5) Lewy body: Merupakan bagian sitoplasma
intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks
insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas
yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari
penyakit alzheimer.
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak
adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit
yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan
oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori,
kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang
penting karena :
1) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat
diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang
normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif
yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang
diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
c. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem, berfungsi
untuk:
1)Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain
alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh
dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan
yang sangat spesifik pada penyakit ini
2)Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan
beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
d. MRI
Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior
horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia
awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada
daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran
sisterna basalis dan fissura sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
e. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik
f. PET (Positron Emission Tomography) dan SPECT (Single Photon Emission
Computed Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
1) penurunan aliran darah
2) metabolisme O2
3) glukosa didaerah serebral
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif.
Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
g. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi
renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang
dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)
7. Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
a. Pengobatan simptomatik:
1) Inhibitor kolinesterase
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral
Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept),
galantamin (Razadyne), & rivastigmin
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama
pemberian berlangsung
ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
2) Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase
dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo
selama periode yang sama.
3) Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik.
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000
mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang
bermakna.
4) Klonidin: Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat
disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal.
Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor
agonis
Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral
Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut.
Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant
(amitryptiline 25-100 mg/hari)
6) Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan
bantuan enzym ALC transferase.
Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif
(Yulfran, 2009)
8. Pencegahan
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer,
yaitu: usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi
dengan logam berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma
kepala yang berat dan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Dengan
mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa
cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :
a. Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun
mengkonsumsi alkohol.
b. Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar
mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal
bebas ini yang merusak sel-sel tubuh.
c. Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang
terdengar. Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca
dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan.
9. Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai
prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu :
a. Derajat beratnya penyakit
b. Variabilitas gambaran klinis
c. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling
mempengaruhi prognostik penderita alzheimer.
Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10
tahun sesudah diagnosis. Biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.
10. Komplikasi
a. Infeksi
b. Malnutrisi
c. Kematian
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Anamnesa
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
a. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara
program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang
telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli
(merupakan factor predisposisi).
c. Pengkajian psikososial
1) Sosialisasi lansia pada saat sekarang
2) Sikap pada orang lain
3) Harapan dalam melakukan sosialisasi
d. Masalah emosional/ Integritas ego dengan Deppresion Scale
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi
terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,
penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah
dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk
melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa
membacanya) , sering khawatir, menunjukakan kegelisahan, kecendrungan
mengurung diri, menyatakan banyak pikiran atau ada masalah keluarga.
e. Pengkajian spiritual
1) Kegiatan keagamaan, mungkin akan terlihat berubah pada lansia. Lansia akan
cenderung mendalami spiritual keagamaannya, namun terkadang berlebihan
karena terjadinya disorientasi waktu.
2) Konsep/keyakinan klien tentang kematiann.
Lansia umumnya cenderung pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan
tentang kematiannya.
3) Harapan klien
f. Pengkajian Fungsional lansia dengan Indeks Katz atau Modifikasi Dari Barthel
Indeks.penhgkajian uini berfungsi menilai kemampuan lansia dalam melakukan
ADL
1) Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
2) Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi)
perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan,
mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak
makan (mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak
semakin kurus (tahap lanjut).
3) Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang
kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan
kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain
untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan
alat makan.
g. Status mental dengan SPSMQ dan MMSE
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing
atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif,
mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku
( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi
tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit
serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara
periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat
sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam
menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-
ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti;
terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan
untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik
halus).
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan
sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh
personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai
dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada
tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan
a. B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan :Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi
makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
1) Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk
efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu
nafas.
2) Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
3) Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
4) Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
b. B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga
gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
c. B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
dengan pengkajian pada sistem lainnya.
1) Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah
laku.
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran:Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan
juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
3) Pengkajian fungsi serebral
a) Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang
berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan
penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
b) Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf
kranial I-XII :
Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan
fungsi penciuman
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai
dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami
keturunan ketajaman penglihatan
Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada
saraf ini
Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses
senilis serta penurunan aliran darah regional
Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan
dengan perubahan status kognitif
Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
vasikulasi dan indera pengecapan normal
c) Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan
penurunan pada fungsi motorik secara umum.
Tonus Otot. Didapatkan meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi.
Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif
dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
d) Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks
postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke
depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam
berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke
belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
e) Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami
penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori
yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan
disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degeneration neuron iriversibel
b. Risiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi memori.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan deficit kognitif.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan iskemia lobus temporal
atau frontal sekunder akibat penyakit Alzheimer.
e. Kerusakan interaksi social berhubungan dengan hambatan komunikasi
sekunder akibat penyakit mental kronis.
f. Perubahan pola tidur berhubungan dengan Perubahan lingkungan, tekanan
psikologis, kerusakan neurologis, perubahan aktivitas
g. Inkontinensia berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologis / tonus otot.
h. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Perubahan diet/pemasukan makanan.
j. Rencana Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1.1 Perubahan proses pikir
berhubungan dengan
degeneration neuron
iriversibel.
Setelah diberikan askep
selama …x24 jam diharapkan
gangguan proses pikir tidak
bertambah buruk, dengan out
come :
Klien mampu
menginterpretasikan
stimulus sedikit demi
sedikit
Klien mampu
mengakomodasikan sedikit
demi sedikit suatu
ide/perintah
Klien mampu mengenali
orang-orang terdekatnya,
seperti nama keluarganya.
Klien mampu mengenali
Mandiri
1. Kaji derajat gangguan
kognitif, seperti perubahan
orientasi terhadap orang,
tempat waktu, rentang
perhatian dan kemampuan
berpikir
2. Pertahankan lingkungan
yang menyenangkan dan
tenang.
3. Lakukan pendekatan
dengan cara perlahan dan
tenang.
4. Tatap wajah ketika
bercakap-cakap dengan
pasien
5. Ajarkan klien dalam
Mandiri
1. Memberikan dasar untuk
evaluasi/perbandingan yang akan
datang dan mempengaruhi pilihan
terhadap intervensi.
2. Keramaian biasanya merupakan
sensori yang berlebihan yang
meningkatkan gangguan neuron
3. Pendekatan yang terburu-buru dapat
mengancam pasien bingung yang
mengalami kesalahan persepsi.
4. Menimbulkan perhatian, terutama
pada orang-orang dengan gangguan
perceptual
5. Sesuai dengan berkembangnya
tempat-tempat disekitarnya,
seperti alamat rumah.
Klien mampu mengenali
waktu seperti pagi, siang,
dan malam.
mengingat tempat, dan
bendan. Gunakan kata-kata
yang pendek dan kalimat
yang sederhana dan
berikan instruksi
sederhana. Ulangi instruksi
tersebut sesuai dengan
kebutuhan.
Kolaborasi
1. Antisiklotik, seperti
halopiridol (Haldol) ;
tioridazin (Mallril)
2. Vasodilator, seperti
siklandelat (Cyclospasmol)
3. Agen ansiolitik, seperti
diazepam, lorazepam,
oksazepam
penyakit, pusat komunikasi dalam
otak mungkin saja terganggu.
Kolaborasi
1. Dapat digunakan untuk mengontrol
agitasi, halusinasi.
2. Dapat meningkatkan kesadaran
mental tetapi memerlukan penelitian
lebih lanjut.
3. Lebih bermanfaat pada fase awal
dan/atau fase sedang untuk
menghilangkan kecemasan
2.2 Risiko cedera
berhubungan dengan
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ....x 24
Mandiri
1. Awasi klien
Mandiri
1. Untuk mengkaji
kerusakan fungsi
memori.
jam, diharapkan klien tidak
mengalami cedera dengan
kriteria hasil:
Klien dapat meningkatkan
tingkat aktivitas
Klien dapat beradaptasi
dengan lingkungan
secara ketat selama
beberapa malam pertama.
2. Anjurkan
individu untuk meminta
bantuan selama malam
hari.
3. Singkirkan
benda-benda berbahaya
dari klien.
4. Pasang
pegangan tangan di kamar
mandi.
5. Pertimbangkan
penggunaan sistem alarm.
keamanan klien.
2. Untuk menghindarkan
risiko cedera akbat suasana gelap.
3. Untuk menghindari
risiko cedera/terpapar benda-benda
berbahaya.
4. Untuk menghindari
terpleset di kamar mandi.
5. Untuk memudahkan
klien menginstruksikan keadaan
bahaya pada dirinya.
3.3 Defisit perawatan diri
berhubungan dengan
deficit kognitif.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x 24
jam, diharapkan terdapat
perilaku peningkatan dalam
pemenuhan perawatan diri
Mandiri
1. Identifikasi kesulitan
berpakaian/perawatan diri,
seperti keterbatasan fisik;
apatis/depresi atau
Mandiri
1. Memahami penyebab yang
mempengaruhi pilihan intervensi/
strategi
dengan kriteria hasil :
klien tampak bersih dan
segar
temperatur ruangan.
2. Identifikasi kebutuhan akan
kebersihan diri dan berikan
bantuan sesuai kebutuhan
dengan perawatan
rambut/kuku/kulit,
bersihkan kacamata dan
gosok gigi.
3. Gabungkan kegiatan
sehari-hari kedalam jadwal
aktivitas jika mungkin.
4. Kaji kemampuan dan
tingkat itaspenurunan
kemampuan ADL dalam
skala 0 – 4.
5. Rencanakan tindakan untuk
defisit motorik seperti
tempatkan makanan dan
peralatan di dekat klien
agar mampu sendiri
2. Sesuai dengan perkembangan
penyakit, kebutuhan akan
kebersihan dasar mungkin
dilupakan.
3. Mempertahankan kebutuhan rutin
dapat mencegah kebingungan yang
semakin memburuk dan
meningkatkan partisipasi pasien.
4. Membantu dalam mengantisipasi
dan merencanakan pertemuan
kebutuhan individual.
5. Klien akan mampu melakukan
aktivitas sendiri untuk memenuhi
perawatan dirinya.
mengambilnya.
6. Kaji kemampuan
komnikasi untuk BAK.
Kemampuan menggunakan
urinal pispot. Antarkan ke
kamar mandi bila kondisi
memungkinkan .
7. Identifikasi kebiasaan BAB
. anjurkan minum dan
meningkatkan aktivitas.
8. Berikan informasi kepada
klien dan keluarga
mengenai pentingnya
kebutuhan akan kebersihan
diri
Kolaborasi :
1. Pemberian suppositoria dan
pelumas faeces / pencahar.
2. Konsul ke dokter terapi
okupasi.
6. Ketidakmampuan berkomunikasi
dengan perawat dapat menimbulkan
masalah pengososngan kandung
kemih oleh karena masalah
neurogenik.
7. Meningkatkan latihan dan
mencegah terjadinya konstipasi
8. Pengetahuan untuk meminimalkan
risiko infeksi.
6. Meningkatkan latihan
dan menolong mencegah
konstip
Kolaborasi :
1. Pertolongan utama terhadap fungsi
bowell atau BAB
2. Untuk mengembangkan terapi dan
melengkapi kebutuhan khusus.
4.4 Kerusakan komunikasi
verbal berhubungan
dengan iskemia lobus
temporal atau frontal
sekunder akibat penyakit
Alzheimer.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ... x 24
jam, diharapkan klien tidak
mengalami hambatan
komunikasi verbal dengan
kriteria hasil :
Membuat teknik/metode
komunikasi yang dapat
dimengerti sesuai
kebutuhan dan
meningkatkan kemampuan
berkomunikasi
Mandiri
1. Kaji kemampuan klien
untuk berkomunikasi.
2. Menentukan cara-cara
berkomunikasi seperti
mempertahankan kontak
mata, pertanyaan dengan
jawaban ya atau tidak,
menggunakan kertas dan
pensil/bolpoint, gambar,
atau papan tulis; bahasa
isyarat, penjelas arti dari
komunikasi yang
disampaikan.
3. Letakkan bel/lampu
panggilan di tempat mudah
dijangkau dan berikan
penjelasan cara
menggunakannya. Jawab
panggilan tersebut dengan
Mandiri
1. Untuk menentukan tingkat
kemampuan klien dalam
berkomunikasi.
2. Untuk membantu proses
berkomunikasi dengan klien, dan
agar tidak terjadi miskomunikasi.
3. Untuk memudahkan klien dalam
memanggil perawat saat
membutuhkan bantuan.
segera. Penuhi kebutuhan
klien. Katakan kepada
klien bahwa perawat siap
membantu jika dibutuhkan.
4. Kolaborasi dengan ahli
wicara bahasa.
4. Memberikan terapi bicara pada
klien.
5.5 Kerusakan interaksi
sosial berhubungan
dengan hambatan
komunikasi sekunder
akibat penyakit mental
kronis.
Setelah diberikan Asuhan
Keperawatan selama ….x24
jam, diharapkan kliem mampu
melakukan interaksi social,
dengan criteria hasil :
klien mampu berinteraksi
dengan orang disekitarnya
dengan baik.
klien tidak memiliki rasa
bermusuhan/menyerang
orang.
Mandiri
1. Beri individu hubungan
suportif.
2. Bantu mengidentifikasi
alternative tindakan.
3. Bantu menganalisis
pendekatan yang
berfungsi paling baik.
4. Gunakan pertanyaan dan
observasi untuk
mendorong individu
dengan keterbatasan
keterampilan interaksi
5. Bantu anggota keluarga
dalam memahami dan
Mandiri
1. Agar individu terstimulasi untuk
melakukan interaksi social.
2. Agar klien mampu mengidentifikasi
tindakan yang baik.
3. Agar klien mampu melakukan
interaksi dengan orang lain dengan
baik.
4. Untuk merangsang klien untuk
menjawab pertanyaan perawat
secara tidak langsung menstimulasi
klien untuk berinteraksi.
5. Dukungan keluarga sangat
membantu dalam melakukan
memberi dukungan. interaksi social.
No. Diagnosa
keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
6 Perubahan pola tidur b.d
perubahan lingkungan,
tekanan
psikologis,kerusakan
neurologis, perubahan
pola aktivitas
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
perubahan pola tidur klien
dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
- Tidak terjadi perubahan
tingkah laku dan penampilan
(gelisah)
- Mampu menciptakan pola
tidur yang adekuat dengan
penurunan terhadap pikiran
yang melayang-layang
(melamun)
- Mampu menentukan penyebab
tidur inadekuat
Mandiri :
1. Berikan lingkungan yang
nyaman untuk meningkatkan
tidur (mematikan lampu,
ventilasi ruang adekuat, suhu
yang sesuai. Menghindari
kebisingan)
2. Anjurkan latihan saat siang
hari dan turunkan aktivitas
mental/fisik pada sore hari
Rasional :
1. Hambatan kortikal pada
informasi reticular akan
berkurang selama tidur,
meningkatkan respons
otomatik, karenanya respons
kardiovaskular terhadap suara
meningkat selama tidur
2. Aktivitas fisik dan mental
yang lama mengakibatkan
kelelahan yang dapat
meningkatkan kebingungan ,
aktivitas yang terprogram
tanpa stimulasi berlebihan
meningkatkan waktu tidur.
3. Berikan makanan kecil sore
hari, susu hangat, mandi, dan
masase punggung
4. Turunkan jumlah minuman
sore hari. Lakukan berkemih
sebelum tidur
5. Anjurkan klien untuk
mendengarkan musik yang
lembut
Kolaborasi :
1. Berikan obat sesuai indikasi :
- Antidepresi,
seperti ;amitriptilin (elavil),
doksepin (senequan),
trasolon (desyrel)
3. Meningkatkan relaksasi
dengan perasaan mengantuk
4. Menurunkan kebutuhan akan
bangun untuk berkemih
selama malam hari
5. Menurunkan stimulasi
sensori dengan menghambat
suara lain dari lingkungan
sekitar yang akan
menghambat tidur.
1. Efektif menangani
pseudodemensia atau depresi,
meningkatkan kemampuan
untuk tidur, tetapi
antikolinergik dapat
mencetuskan bingung,
memperburuk kognitif dan
- Oksazepam (serax),
triazolam (halcion)
2. Hindari penggunaan
difenhidramin (benadryl)
efek samping hipotensi
ortostatik
Gunakan dengan hemat,
hipnotik dosis rendah efektif
mengatasi insomnia
2. Kontraindikasi karena
mempengaruhi produksi
assetilkolin yang sudah
dihambat dalam otak.
7 Inkontinensia b.d
kehilangan fungsi
neurologis/ tonus otot
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
inkontinensia dapat
teratasi dengan kriteria
hasil :
- Mampu menciptakan pola
eliminasi yang adekuat/
sesuai
Mandiri :
1. Letakkan tempat tidur dekat
dengan kamar mandi jika
memungkinkan, buatkan
tanda/pintu khusus. Berikan
cahaya yang cukup
2. Buat program latihan kandung
kemih, tingkatkan partisipasi
klien sesuai tingkat
kemampuannya
3. Anjurkan minum adekuat
Rasional :
1. Meningkatkan
orientasi/penemuan kamar
mandi dan mencegah cedera
2. Menstimulasi kesadaran
klien, meningkatkan
pengaturan fungsi tubuh dan
membantu menghindari
kecelakaan
3. Menurunkan risiko dehidrasi.
selama siang hari (minimal 2
liter sesuai toleransi), batasi
minum saat menjelang malam
dan waktu tidur
4. Pantau warna urine,
konsistensi
5. Ajarkan dan dukung klien
melakukan senam otot system
urinari secara berkala
Pembatasan minum pada sore
menjelang malam hari
menurunkan seringnya
berkemih/inkontinensia
selama malam hari
4. Pendeteksian suatu
perubahan memberikan
kesempatan untuk mengubah
intervensi, mencegah
komplikasi/ penanganan
sesuai dengan kebutuhan
5. Meminimalkan
inkontinensia.
8 Risiko perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh b.d perubahan diet/
pemasukan makanan
menurun
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
tidak terjadi perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan dengan kriteria
hasil :
- Klien mendapat diet nutrisi
Mandiri :
1. Kaji pengetahuan
klien/keluarga mengenai
kebutuhan makan
2. Usahakan/ berikan bantuan
dalam memilih menu
Rasional :
1. Identifikasi kebutuhan untuk
membantu perencanaan
pendidikan
2. Klien tidak mampu
menentukan pilihan
kebutuhan nutrisi
yang seimbang
- Mempertahankan/ mendapat
kembali BB yang sesuai
- Klien dapat mengubah pola
asupan yang benar
3. Berikan makanan kecil setiap
jam sesuai kebutuhan
4. Hindari makanan yang terlalu
panas
Kolaborasi :
1. Rujuk atau konsultasikan
dengan ahli gizi
3. Makan makanan kecil
meningkatkan masukan yang
sesuai
4. Makan panas mengakibatkan
mulut terbakar atau menolak
untuk makan
Rasional :
1. Bantuan diperlukan untuk
mengembangkan
keseimbangan diet dan
menemukan kebutuhan /
makan yang disukai
k. EVALUASI
No.
DxDiagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Perubahan proses pikir berhubungan
dengan degeneration neuron
iriversibel.
Proses pikir klien tidak bertambah buruk
2. Risiko cedera berhubungan dengan
kerusakan fungsi memori.
Tidak terjadi cedera.
3. Defisit perawatan diri berhubungan
dengan deficit kognitif.
Defisit perawatan diri teratasi
4. Kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan iskemia lobus
temporal atau frontal sekunder akibat
penyakit Alzheimer.
klien tidak mengalami hambatan komunikasi
verbal
5. Kerusakan interaksi social
berhubungan dengan hambatan
komunikasi sekunder akibat penyakit
mental kronis.
Kerusakan interaksi social teratasi
6 Perubahan pola tidur b.d perubahan
lingkungan, tekanan
psikologis,kerusakan neurologis,
perubahan pola aktivitas
perubahan pola tidur klien dapat teratasi
7 Inkontinensia b.d kehilangan fungsi
neurologis/ tonus otot
inkontinensia dapat teratasi
8 Risiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d perubahan diet/
pemasukan makanan menurun
Nutrisi dapat terpenuhi secara adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Corwin, J. Elisabet. 2004. Patofisiologi untuk Perawat. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi klinis 2nded., Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Nanda Internasional. Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare. 2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT 15.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC