102
ASKEP RESIKO BUNUH DIRI A. Pengertian Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan). Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezlicious blogspot.com) Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, 2004. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezlicious blogspot.com) Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share.http://dezlicious blogspot.com) B. Etiologi Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diri adalah : a. Faktor Predisposisi Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut : 1. Diagnosis Psikiatrik Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan

Askep Resiko Bunuh Diri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

resiko bunuh diri

Citation preview

Page 1: Askep Resiko Bunuh Diri

ASKEP RESIKO BUNUH DIRI

A.    Pengertian

Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti

diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain

dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak

dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk

aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu

yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009. Prinsip Dasar dan

Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

(LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan).

Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada

kematian (Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place

to share. http://dezlicious blogspot.com)

Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, 2004.

Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to

share. http://dezlicious blogspot.com)

Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan

depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez, Delicious, 2009. DEZ’S

blok just another place to share.http://dezlicious blogspot.com)

B.     Etiologi

Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan

Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7

Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko

bunuh diri adalah :

a.       Faktor Predisposisi

Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang

siklus kehidupan adalah sebagai berikut :

1.      Diagnosis Psikiatrik

Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai

riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk

melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan

skizofrenia.

2.      Sifat Kepribadian

Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah

antipati, impulsif, dan depresi.

3.      Lingkungan Psikososial

Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman

kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit

krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam

Page 2: Askep Resiko Bunuh Diri

menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab

masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.

4.      Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat

menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

5.      Faktor Biokimia

Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat

kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat

tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).

b.      Faktor Presipitasi

Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh

individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang

dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang

melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal

tersebut menjadi sangat rentan.

c.       Perilaku Koping

Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat

melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk

melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik

faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau

bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan

kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang

yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan

angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang

melakukan tindakan bunuh diri.

d.      Mekanisme Koping

Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang

berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,

regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak

ditentang tanpa memberikan koping alternatif.Respon adaptif Respon maladaptif

Peningkatan diri Beresiko destruktif

Destruktif diri tidak langsung

Pencederaan diri Bunuh diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri

mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi

masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada

diri seseorang.

Page 3: Askep Resiko Bunuh Diri

C.    

Rentang Respons, YoseP, Iyus (2009)

a.       Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar

terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang

mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai  loyalitas terhadap pimpinan

ditempat kerjanya.

b.      Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku

destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat

mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya

dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.

c.       Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat

(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.

Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang

karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.

d.      Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat

hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.

e.       Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya

hilang.

Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi

menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.

1.         Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan

menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau

diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar

ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

2.         Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha

mempengaruhi perilaku orang lain.

3.                  Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung

verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut

mungkin menunjukkan  secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga

mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya.

Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk

melakukan tindakan bunuh diri.

Page 4: Askep Resiko Bunuh Diri

D.    Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)

a.       Mempunyai ide untuk bunuh diri.

b.      Mengungkapkan keinginan untuk mati.

c.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

d.      Impulsif.

e.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

f.       Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

g.      Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis

mematikan).

h.      Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan

diri).

i.        Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan

menyalahgunakan alcohol).

j.        Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

k.      Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam

karier).

l.        Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.

m.    Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).

n.      Pekerjaan.

o.      Konflik interpersonal.

p.      Latar belakang keluarga.

q.      Orientasi seksual.

r.        Sumber-sumber personal.

s.       Sumber-sumber social.

t.        Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

E.     Terapi Aktivitas Kelompok, Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh (2009)

Model interpersonal

Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonal

dalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota,

merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan individu dan

kelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini,

tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.

F.     Data Fokus, Fitria, Nita (2009)

Masalah Keperawatan Data Fokus

Page 5: Askep Resiko Bunuh Diri

Resiko bunuh diri Subjektif :

         Mengungkapkan keinginan bunuh diri.

         Mengungkapkan keinginan untuk mati.

         Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

         Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri

sebelumnya dari keluarga.

         Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang

dosis obat yang mematikan.

         Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.

         Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku

kekeasan saat kecil.

Objektif :

         Impulsif.

         Menunujukkan perilaku yang mencurigakan

(biasanya menjadi sangat patuh).

         Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan

penyalahgunaan alcohol).

         Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau

penyakit terminal).

         Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan

pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).

         Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.

        Status perkawinan yang tidak harmonis.

Page 6: Askep Resiko Bunuh Diri

askep resiko bunuh diri

I.       Contoh Kasus

Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo.

Status menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami

masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja

(PHK), termasuk salah satunya Tn. B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk,

sehingga membuat istrinya meminta cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi

kepada istrinya. Dan Tn. B pun menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan

cara bunuh diri.

II.      Teori

A.    Pengertian

Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan akibatnya

dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998).

Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif, sering terjadi

pada remaja (Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri, 1997).

Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri,

2004).

Definisi suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu

secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri

meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan

kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri.

B.     Bunuh Diri sebagai Masalah Dunia

Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita, karena laki-

laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain dengan

pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi, sedangkan wanita lebih sering

menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang mereka lebih sering

menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan dirinya

sendiri atau diselamatkan orang lain.

Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu

juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik, bunuh diri juga satu dari

tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena faktor kecelakaan.

C.    Faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja

Keluarga dan lingkungan terdekat menjadi pilar utama yang bertanggung jawab dalam

upaya bunuh diri pada anak dan remaja, pernyataan ini ditunjang oleh teori Vygotsky bahwa

lingkungan terdekat anak berkontribusi dalam membentuk karakter kepribadian anak,

Page 7: Askep Resiko Bunuh Diri

menurut Stuart Sundeen jenis kepribadian yang paling sering melakukan bunuh diri adalah

tipe agresif, bermusuhan, putus asa, harga diri rendah dan kepribadian antisosial. Anak akan

lebih besar melakukan upaya bunuh diri bila berasal dari keluarga yang menerapkan pola

asuh otoriter atau keluarga yang pernah melakukan bunuh diri, gangguan emosi dan keluarga

dengan alkoholisme.

Faktor lainnya adalah riwayat psikososial seperti orangtua yang bercerai, putus hubungan,

kehilangan pekerjaan atau stress multiple seperti pindah, kehilangan dan penyakit kronik

kumpulan stressor tersebut terakumulasi dalam bentuk koping yang kurang konstruktif, anak

akan mudah mengambil jalan pintas karena tidak ada lagi tempat yang memberinya rasa

aman, menurut Kaplan gangguan jiwa dan suicide pada anak dan remaja akan muncul bila

stressor lingkungan menyebabkan kecemasan meningkat.

D.    Jenis Bunuh Diri

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1.      Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)

Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi

kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak

berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka

tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka

yang menikah.

2.      Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)

Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri

karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat

mengharapkannya.

3.      Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan

masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa.

Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan

kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-

kebutuhannya.

E.     Pengkajian

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk

mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri,

ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :

1.      Isyarat bunuh diri

Page 8: Askep Resiko Bunuh Diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh

diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!”

atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun

tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan

perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga

mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.

2.      Ancaman bunuh diri.

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati

disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan

rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak

disertai dengan percobaan bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat

harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan

rencana bunuh dirinya.

3.      Percobaan bunuh diri.

Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk

mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara

gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

III.            Diagnosa Keperawatan

RISIKO BUNUH DIRI

A.    Rencana Keperawatan

TUM :

Klien tidak mencederai diri sendiri

TUK 1

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria Evaluasi :

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat

tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan

perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi

Rencana Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :

a.       Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.

b.      Perkenalkan diri dengan sopan.

c.       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

Page 9: Askep Resiko Bunuh Diri

d.      Jelaskan tujuan pertemuan.

e.       Jujur dan menepati janji.

f.       Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g.      Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

TUK 2

Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Rencana Tindakan :

1.      Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.

2.      Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.

3.      Awasi klien secara ketat setiap saat

TUK 3

Klien dapat mengekspresikan perasaannya,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat mengekspresikan perasaannya

Rencana Tindakan :

1.      Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.

2.      Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.

3.      Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.

4.      Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.

TUK 4

Klien dapat meningkatkan harga diri,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat meningkatkan harga dirinya

Rencana Tindakan :

1.      Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

2.      Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

Page 10: Askep Resiko Bunuh Diri

3.      Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama,

keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

TUK 5

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

Rencana Tindakan :

1.      Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.

2.      Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap

kehidupan orang lain.

3.      Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.

TUK 6

Klien dapat menggunakan dukungan sosial,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan dukungan sosial.

Rencana Tindakan :

1.      Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.

2.      Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.

3.      Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).

TUK 7

Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan obat dengan tepat

Rencana Tindakan :

1.      Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

Page 11: Askep Resiko Bunuh Diri

2.      Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

3.      Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.

4.      Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

Tindakan Keperawatan

A.    Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh Diri

1.      Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri

a.       Tujuan             : Pasien tetap aman dan selamat

b.      Tindakan         : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat

melakukan tindakan berikut :

1)      Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.

2)      Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).

3)      Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak

ada keinginan bunuh diri.

SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum B kenalkan saya adalah perawat A yang bertugas di ruang Mawar ini,

saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”

“Bagaimana perasaan B hari ini?”

“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana

dan berapa lama kita bicara?”

KERJA

“Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B

merasa paling menderita di dunia ini? Apakah B kehilangan kepercayaan diri? Apakah B

merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah B merasa

bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah B sering mengalami kesulitan

berkonsentrasi? Apakah B berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau B

berharap bahwa B mati? Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya,

bagaimana caranya? Apa yang B rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh

dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien,

misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera

Page 12: Askep Resiko Bunuh Diri

karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh isi

kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”

“Nah B, Karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri

hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”

“Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu

muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat

diruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi B jangan sendirian

ya? Katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri

kehidupan”.

“Saya percaya B dapat mengatasi masalah, OK B?”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan B sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin

bunuh diri?”

“Coba B sebutkan lagi cara tersebut?”

“Saya akan menemui B terus sampai keinginan bunuh diri hilang”

(jangan meninggalkan pasien)

2.      Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri

a.       Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau

mencoba bunuh diri.

b.      Tindakan:

1)      Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan

pasien sendirian.

2)      Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya

disekitar pasien.

3)      Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri.

4)      Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.

      SP 1 keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba

bunuh diri.

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu, kenalkan saya A yang merawat putra bapak dan ibu

dirumah sakit ini”.

“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar B tetap selamat

dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-

bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita awasi terus B.

KERJA

Page 13: Askep Resiko Bunuh Diri

“Bapak/Ibu, B sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan pekerjaan dan

ditinggal istrinya, sehingga sekarang B selalu ingin mengakhiri hidupnya. Karena kondisi

B yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi B

terus-menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya.. pokoknya kalau dalam kondisi serius

seperti ini B tidak boleh ditinggal sendirian sedikitpun”

“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan B

untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua barang-barang

tersebut tidak boleh ada disikitar B.” “Selain itu, jika bicara dengan B fokus pada hal-hal

positif, hindarkan pernyataan negatif”.

“Selain itu sebaiknya B punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain sepak

bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin

bunuh diri?”

“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita temani B,

sampai keinginan bunuh dirinya hilang.”

B.     Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah

1.      Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri

a.       Tujuan:

1)      Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.

2)      Pasien dapat mengungkapkan perasaannya.

3)      Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.

4)      Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.

b.      Tindakan keperawatan:

1)      Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta

bantuan dari keluarga atau teman.

2)      Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:

(1)   Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.

(2)   Berikan oujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang posittif.

(3)   Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.

(4)   Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan.

3)      Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:

(1)   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.

(2)   Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah.

(3)   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.

Page 14: Askep Resiko Bunuh Diri

SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini?

O.. jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh

diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara

mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!”

KERJA

“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk

mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan

tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”

“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri

hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”

“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,

maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau

keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..?”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang

telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri?

Kalau masih ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat

yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk

membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”

1.      Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.

a.       Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada

pasien.

b.      Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umunya muncul pada pasien beresiko bunuh

diri.

Page 15: Askep Resiko Bunuh Diri

2.      Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.

a.       Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan

tanda dan gejala bunuh diri.

b.      Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:

1)      Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah diawasi,

jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian

dirumah.

2)      Menjauhkan barang-barang yang bisa untuk bunuh diri. Jauhkan psien dari barang-barang

yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau

atau benda tajam lainnya zat yang berbahaya seperti obat nyamukatau racun serangga.

3)      Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala

bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak

menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.

c.       Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut diatas.

3.      Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan

percobaan bunuh diri, antara lain:

a.       Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya

bunuh diri tersebut.

b.      Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis.

4.      Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.

a.       Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.

b.      Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk

mengatasi masalah bunuh dirinya.

c.       Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip 5 benar yaitu

benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunaannya, dan benar waktu

penggunaannya.

SP 2 Keluarga: percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat

anggota keluarga beresiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”

“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara

melindungi dari bunuh diri.”

Page 16: Askep Resiko Bunuh Diri

“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama

Bapak/Ibu punya waktu untuk diskusi?”

KERJA

“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”

“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunu

diri. Pada umunya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui

percakapan misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.”

Apakah B pernah mengatakannya?”

“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu

mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B

ditingkatkan, jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri

di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang

akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan meningkatkan pengawasan

dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa

Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B.”

“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji B dengan tulus.”

“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan

orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit

terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah,

Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”

TERMINASI

“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-

cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”

“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri

segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang

tentang cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”

SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”

“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu

lalu?”

“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”

“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”

“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”

Page 17: Askep Resiko Bunuh Diri

KERJA

“Sekarang anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu

praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”

“Bagus, betul begitu caranya”

“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”

“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan

positifnya sesuai jadual?”

“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”

“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”

(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di rumah?”

“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan

ibu membesuk B”

“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita

akan mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”

“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”

“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”

SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum B! Bagaiman perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan

mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan

membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa

lama? Dimana?”

KERJA

“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi

kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan

yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada

yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B

lakukan selam ini?.” “Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari

kita latih.”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja

yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam

Page 18: Askep Resiko Bunuh Diri

kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B. Coba B

ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita

bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi

kalau ada perasaan-perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh diri

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita

membicarakan jadual B selama dirumah.”

“Berapa lama kita bisa diskusi?”

“Baik mari kita diskusikan.”

KERJA

“Pak, bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan

dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum

obatnya.”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B

selama di rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak

gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat

atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera

hubungiSuster C dirumah sakit harapan peduli,rumah sakit terdekat dari rumah ibu dan

bapak, ini nomor telepon rumah sakitnya: (0771) 12345. Selanjutnya suster C yang akan

membantu memantau perkembangan B”

TERMINASI

“Bagaimana pak/bu? Ada yang belum jelas?”

“Ini jadwal kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk

perawat C di rumah sakit harapan peduli. Jangan lupa kontrol ke rumah sakitsebelum

obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.”

Page 19: Askep Resiko Bunuh Diri

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

           

            Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun

suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi,

penyalahgunaan NAPZA, skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid, borderline,

antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.

            Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan

diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting

rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor – faktor yang berhubungan dengan staf antara

lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf

yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien.

Ketiga, pengkajiansuicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah

sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya.

Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat

terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang

penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit.

            Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu

penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai faktor resiko

Page 20: Askep Resiko Bunuh Diri

terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan

pendekatan proses keperawatanya.

ASUHAN  KEPERAWATAN  JIWA

TN. B DENGAN  RESIKO BUNUH DIRI

DI  RUANG  MAWAR RSJ SELAGA ALAS MATARAM

NTB

Tgl MRS                                : 5 Januari 2010

Tgl Pengkajian                      : 10 April 2011

Ruang                                     : Mawar 

A.    Pengkajian

1.      Identitas Klien

Nama Lengkap            : Tn. B

Usia                             : 45 tahun

Jenis Kelamin              : Laki-laki

Status              : Kawin

Alamat                        : Kediri, Lobar

2.      Alasan Masuk

Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi rumah pasien

3.      Faktor Predisposisi

Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan tempat

ia bekerja dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami gangguan

jiwa.

4.      Faktor Presipitasi

Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja

Page 21: Askep Resiko Bunuh Diri

 Masalah Keperawatan:

1.      Resiko bunuh diri

2.      Risiko perilaku kekerasan

3.      Harga diri rendah

5.      Fisik

Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien menurun

dan klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N:

80x/mnt, TD 120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm.

6.      Psikososial

Genogram :

 

                                              

                                                                

                                                                                         

 

Keterangan:     laki-laki

                              perempuan

                              klien

7.      Konsep diri

1.      Gambaran diri

Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.

2.      Identitas

Klien sudah menikah mempunyai seorang istri.

3.      Peran Diri

Klien adalah kepala rumah tangga dengan 3 orang anak yang masih kecil-kecil

4.      Ideal Diri

Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung harus mendapat

pekerjaan dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana membangun keluarganya

seperti dulu.

5.      Harga diri

Page 22: Askep Resiko Bunuh Diri

Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

8.      Hubungan Sosial

Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman sekamar yg satu

agama. Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya,klien sering diam,

menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasidan slalu bermusuhan dengan

teman yang lain, sangat sensitive.

9.      Spiritual

a.       Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering mempersalahkan

Tuhan atas hal yang menimpanya.

b.      Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

10.  Status Mental

Penampilan:

pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak pernah

tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest,

kurang mendengarkan.

Pembicaraan:

Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek

datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam,

terkadang terjadi blocking.

Aktivitas Motorik :

Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas

Interaksi selama wawancara :

Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat berkomunikasi.

Memori

Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.

11.  Kebutuhan Persiapan Pulang.

12.  Mekanisme Koping

Mal adaptif : Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan

support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya, klien tidak mau

melakukan aktifitas.

13.  Pohon masalah

Koping maladaptif

Page 23: Askep Resiko Bunuh Diri

Resiko mencederai diri

  \

14.  Analisa data

Diagnosa Data mayor Data minor

Resiko

bunuh diri

Subyektif:

          Mengatakan hidupnya tak

berguna lagi

          Inggin mati

          Menyatakan pernah mencoba

bunuh diri

          Mengancam bunuh diri

Obyektif:

          Ekspresi murung

          Tak bergairah

          Ada bekas percobaan bunuh diri

Subyektif:

          Mengatakan ada yang

menyuruh bunuh diri

          Mengatakan lebih baek mati

saja

          Mengatakan sudah bosan

hidup

Obyektif:

          Perubahan kebiasaan hidup

          Perubahan perangai

Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

1.      Perilaku bunuh diri

DS: menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.

DO: ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.

Page 24: Askep Resiko Bunuh Diri

2.      Koping maladaptif

DS: menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.

DO: nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

                                                                                                                             

15.  Rencana Tindakan Keperawatan untuk pasien resiko bunuh diri

Pasien:

a.       Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.

b.      Tujuan khusus

1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:

1.1. Perkenalkan diri dengan klien 

1.2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.

1.3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.

1.4. Bersifat hangat dan bersahabat.

1.5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

2.     Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Tindakan:

2.1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca,

dan lain-lain).

2.2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.

2.3. Awasi klien secara ketat setiap saat.

3.      Klien dapat mengekspresikan perasaannya

Tindakan:

3.1.    Dengarkan keluhan yang dirasakan.

3.2.    Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.

3.3.    Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.

3.4.     Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti  penderitaan, kematian, dan lain-lain.

3.5.    Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.

4.      Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan:

4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

4.2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

4.4. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama,

keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

Page 25: Askep Resiko Bunuh Diri

5.      Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

Tindakan:

5.1.    Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan setiap hari

(misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.).

5.2.    Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan

   pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam

kesehatan.

5.3.Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah

dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi

masalah tersebut dengan koping yang efektif.

6.      Klien dapat menggunakan dukungan sosial

Tindakan:

6.1.   Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan

kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).

6.2.   Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan,

kepercayaan agama).

6.3.   Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling  pemuka agama).

7.      Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Tindakan:

7.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

7.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).

7.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.

7.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

Keluarga

1.      Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau

mencoba bunuh diri.

              Tindakan:

1.1. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan

pasien sendirian

1.2.Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya

disekita pasien

1.3.Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri

1.4.Menjelaskan kepada keluarga pentingnya passion minum obat secara teratur.

2.      Tujuan: pasien mampu merawat pasien dengan resiko bunuh diri

Tindakan:

Page 26: Askep Resiko Bunuh Diri

1.1.Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri

a.       Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien

b.      Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien beresiko

bunuh diri

1.2.Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.

a.       Mengajarkan keluarga tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien

memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.

b.      Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:

-          Memberikan  tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah di awasi,

jangan biarkan pasien mengunci diri dikamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian

dirumah

-          Menjauhkan barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari

barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri, seperti tali, bahan bakar minyak/bensin,

api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti racun nyamuk atau racun

serangga.

-          Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apa bila ada tanda dan

gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien

tidak menunjukkan tanda dan gejala untuk bunuh diri.

c.       Menganjurkan keluarga untuk malaksanakan cara tersebut diatas.

1.3.Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apa bila pasien melakukan

percobaan bunuh diri, antara lain:

a.       Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya

bunuh diri tersebut

b.      Segera membawa pasien kerumah sakit atau puskesmas untuk mendapatkan bantuan medis.

1.4. Mencari keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien

a.       Memberikan informasi tentang nomor telpon darurat tenaga kesehatan

b.      Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control secara teratur untuk

mengatasi masalah bunuh dirinya

c.       Menganjurkan keluarga uuntuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar

pemberian obat.

CATATAN PERAWATAN DAN PERKEMBANGAN

NO TGL/JAM DIAGNOSA

KEP

TINDAKAN EVALUASI

1. 10/4/2010

PK.10.00

WIB

Resiko Bunuh

Diri

Sp I Pasien

1.      Membina hubungan saling

percaya dengan klien

2.      Mengidentifikasi benda-benda

yang dapat membahayakan pasien

S :

Klien mengatakan

sudah mencoba

belajar berkenalan

namun masih

Page 27: Askep Resiko Bunuh Diri

3.      Mengamankan benda-benda yang

dapat membahayakan pasien.

4.      Melakukan kontrak treatment

5.      Mengajarkan cara mengendalikan

dorongan bunuh diri

Sp II Pasien

1.      Mengidentisifikasi aspek positif

pasien

2.      Mendorong pasien untuk berfikir

positif terhadap diri sendiri

3.      Mendorong pasien untuk

menghargai diri sebagai individu

yang berharga

Sp III Pasien

1.      Mengidentisifikasi pola koping

yang biasa diterapkan pasien

2.      Menilai pola koping yng biasa

dilakukan

3.      Mengidentifikasi pola koping

yang konstruktif

4.      Mendorong pasien memilih pola

koping yang konstruktif

5.      Menganjurkan pasien

menerapkan pola koping

konstruktif dalam kegiatan harian

Sp IV Pasien

1.      Membuat rencana masa depan

yang realistis bersama pasien

2.      Mengidentifikasi cara mencapai

rencana masa depan yang realistis

3.      Memberi dorongan pasien

melakukan kehiatan dalam rangka

meraih masa depan yang realistis

SP 1 Keluaga

1.      Mendiskusikan massalah yang

enggan untuk

dilakukan

O:

Klien aktif dan

memperhatikan

selama latihan

berkenalan

dengan perawat

A:

Klien sudah tahu

cara berkenalan

dengan

menyebutkan

nama,asal,hobi

P:

Lanjutkan

berkenalan

dengan orang

lain.

Page 28: Askep Resiko Bunuh Diri

dirasakan keluarga dalam merawat

pasien

2.      Menjelaskan pengertia, tanda dan

gejala resiko bunuh diri, dan jenis

prilaku yang di alami pasien beserta

proses terjadinya

3.      Menjelaskan cara-cara merawat

pasien resiko bunuh diri yang

dialami pasien beserta proses

terjadinya.

SP II Keluarga

1.      Melatih keluarga

mempraktekan cara merawat pasien

dengan resiko bunuh diri

2.      Melatih keluarga melakukan cara

merawat langsung kepada pasien

resiko bunuh diri.

SP III Keluarga

1.      Membantu keluarga membuat

jadual aktivitas dirumah termasuk

minum obat\

2.      Mendiskusikan sumber rujukan

yang bias dijangkau oleh keluarga

Page 29: Askep Resiko Bunuh Diri

DAFTAR PUSTAKA

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama

Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram

Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan,

pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta

           

 

SP RESIKO BUNUH DIRI

PASIEN

Ø  SP I Pasien: Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

Orientasi:

Perawat             : “Assalamu’alakum, Selamat pagi M’ba Ayu. Perkenalkan saya perawat Nova. yang

bertugas di ruang mawar ini saat ini, saya dinas dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”

“Bagaimana perasaan M’ba Ayu hari ini?”

M’ba Ayu          : “Hari ini saya sangat sedih dan jengkel Ners”

Perawat             : “Kalau tidak keberatan, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang M’ba Ayu

rasakan dan alami selama ini. Saya siap kok mendengarkan semua cerita M’ba, bagaimana

apa M’ba bersedia?

M’ba Ayu          :”Baik Ners saya bersedia,” (Menggukan kepala tanda setuju)

Perawat             : Kalau begitu dimana kita bisa bicara dan berapa lama kita bisa bicara?

M’ba Ayu          : “Ditaman, saya suka duduk menyendiri disana, satu jam”

Perawat             : “Baiklah kalau begitu, mari kita kesana”

  Tahap Kerja:

Perawat             : “Sekarang M’ba bisa cerita bagaimana perasaan M’ba setelah Pacar M’ba yang sangat M’ba

cintai menghamili dan meninggalkan M’ba menikah dengan wanita lain ini terjadi?.

M’ba Ayu          : “Saya sangat terpukul dan sedih Sus, saya fikir dunia kan berahir detik itu juga. Saya

binggung dan malu sudah mencoreng arang di wajah keluarga saya, saya benar-benar anak

yang tak berguna.”

Perawat             : “Apa karena hal tersebut M’ba merasa menjadi orang paling menderita di bumi ini?

M’ba Ayu          : “Saya rasa lebih dari menderita Ners, saya sangat sensara dan merasa kehidupan saya telah

hancur dan menderita, tak ada gunanya lagi saya hidup.”

Perawat           : “Bagaimana dengan kepercayaan diri M’ba, apa merasa kehilangan percaya

diri?              M’ba merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?

M’ba Ayu          :”Saya sangat malu dengan keluarga, tentangga dan teman-teman saya karena menjadi aip

dan mencoreng arang di muka keluarga saya”

Perawat             :” Apakah M’ba merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri?”

Page 30: Askep Resiko Bunuh Diri

M’ba Ayu          : “Sering Ners, mungkin memang ini semua salah saya, telah semudah itu percaya

dengan  laki-laki brengsek itu. Seandainya saja saya mendengar nasehat ibu dan keluarga

saya”.

Perawat             : “Apa M’ba juga sering mengalami kesulitan berkonsentrasi”

M’ba Ayu          :” Saya sangat pusing dengan semua ini. Jangankan berkonsentrasi berfikir jernih saja saya

sangat susah”

Perawat             : “Apa pernah terbesit dalam fikiran M’ba untuk menyakiti diri/bunuh diri atau baM’ba

inggin mati”

 M’ba Ayu         : “Saya pernah mencoba gantung diri di kamar mandi rumah saya dengan seutas tali jemuran

tapi saya akhirnya gagal karena ditolong tetangga saya dan saya juga sering menyayat

pergelangan tangan saya. Bagi saya tidak ada gunanya lagi saya hidup, saya tidak berguna”.

(menunjukkan pergelangan tanggam)

Perawat             : “Baiklah, setelah saya mendengar cerita M’ba tampaknya M’banya membutuhkan

pertolongan segera karena ada keinginan untuk menggahiri hidup”.  Saya juga perlu

memeriksa seluruh isi kamar M’ba untuk memastikan tidak ada benda-benda yang

membahayakan (seperti gunting, pisau, cermin dan benda tajam lainya). Mulai sekarang saya

juga takkan membiarkan M’ba sendiri.” Apa yang M’ba lakukan jika keinginan bunuh

diri itu muncul?’

M’ba Ayu          :” Saya sering menggigit, membenturkan kepala dan menyakiti diri saya sendiri”

Perawat             :” Baiklah, mulai sekarang kalau keingginan itu muncul M’ba harus langsung meminta tolong

kepada perawat diruangan ini bisa saya, atau perawat yang sedang sift, keluarga atau teman

jika sedang besuk M’ba untuk mengatasi keingginan M’ba tersebut serta katakana kepada

mereka jika ada dorongan untuk bunuh diri.” M’ba juga jangan sendiri ya, cobalah untuk

berkumpul dan berinteraksi denga teman M’ba yang laen. Apa M’ba paham dengan yang

saya katakan?

M’ba Ayu          : “Ya Ners. saya akan berusaha mencoba”

Perawat             : “Saya seneng mendengar nya, saya percaya baM’ba Ayu dapat mengatasi masalah ini,

OKAY?”

Terminasi

Perawat             : “Bagaimana perasaan M’ba sekarang setelah mengetahui cara mengetahui perasaan

keingginan bunuh diri?”

M’ba Ayu          :“saya sudah sedikit lebih tenang, terima kasih Ners”

Perawat             :” Bisa M’ba sebutkan kembali cara tadi yang saya telah jelaskan?

M’ba Ayu          : (menyebutkan kembali cara)

Perawat             : “saya akan menemani M’ba Ayu terus sampai keingginan bunuh diri M’ba hilang” (jangan

tinggalkan pasien)

Ø  Sp II Pasien: meningkatkan harga diri dan menidentifikasi aspek positif pasien isyarat

bunuh diri

Oriantasi

Page 31: Askep Resiko Bunuh Diri

“Assalamualaikumba M’ba Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini?

Bagaimana, Masi adakah doorongan M’ba Ayu untuk mengaihiri kehidupan? Baik, sesuai

janji kita kemarin sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian

tuhan yang masih M’ba miliki serta aspek positif dalam diri M’ba, bukannya M’ba

masih punya keluarga dan teman yang sayang dengan M’ba serta calon bayi yang

Mba’kandung. Berapa lama kita akan bercakap dan mau dimana?

Tahap Kerja

“Menurut M’ba, apa saja dalam hidup M’ba yang perlu disyukuri, siapa saja yang akan sedih

dan merasa rugi jika M’ba meninggal. Coba sekarang M’ba Ayu ceritakan hal-hal yang baik

dalam kehidupan M’ba. Keadaan yang bagaimana yang membuat M’ba merasa puas? Bagus!.

Ternyata kehidupan M’ba Ayu masih ada yang baik dan patut di syukuri. Coba M’ba

sebutkan kegiatan apa yang masih M’ba lakukan selama ini” Bagaimana kalau M’ba

mencoba melakukan kegiatan tersebut lagi, mari kita berlatih.”

Terminasi

““Bagaimana perasaan M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Bisa M’ba sebutkan

kembali apa–apa saja yang patut M’ba syukuri dalam hidup M’ba?. Ingat dan ucapkan selalu

hal-hal yang baik dalam hidup M’ba jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan. Bagus

M’ba Ayu! Coba inggat-ingat  lagi hal-hal lain yang masih M’ba Ayu miliki dan perlu

syukuri nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik? Tempatnya

dimana. Namun, jika ada perasaan-perasaan yang tak terkendali segera hubungi saya ya

M’ba. Permisi.

Ø  SP III Pasien: meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah (pola koping)

pasien isyarat bunuh diri     

Oriantasi

“Assalamualaikum M’ba Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini? Masi adakah

keinggina untuk bunuh diri? Menurut M’ba, Apa lagi hal-hal positif yang perlu M’ba

syukuri? Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah

yang selama ini timbul. Mau berapa lama? di sini saja?

Tahap Kerja

“ Coba ceritakan situasi yang membuat M’ba Ayu ingin bunuh diri. Selain bunuh diri, apa

kira-kira jalan keluar dari masalah yang M’ba alami. Hemm… ternyata banyak juga yah.

Nah, sekarang coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut.

Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan!, kalau menurut M’ba

Ayu yang mana? Ya, saya setuju, Bisa di coba! “ Mari kita buat rencana kegiatan dan

memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian baM’ba.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi

masalah yang akan M’ba Ayu gunakan? Coba dalam satu hari ini, M’ba menyelesaikan

Page 32: Askep Resiko Bunuh Diri

masalah yang M’ba alami dengan cara yang M’ba pilih tadi. Besok dijam yang sama kita

akan bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman M’ba Ayu menggunakan cara yang

dipilih’.

Ø  Sp IV Pasien:  Menyusun rencana Masa depan

 Oriantasi

“Assalamualaikum M’ba Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini? Masi adakah

keinggina untuk bunuh diri?. Saya rasa pasti sudah tidak ada. Menurut M’ba, Apa lagi cara

mengatasi masalah yang selama ini timbul?Sekarang kita akan berdiskusi tentang rencana

maa depan ibu dan cara mencapainya. Mau berapa lama? di sini saja?

Tahap Kerja

“Coba ceritakan apa rencana M’ba Ayu dimasa depan setelah keluar dari sini nanti. Bagus!!.

Ternyata M’ba mempunyai rencana yang luar biasa bagus dan masih mempunyai semangat

hidup yang besar. Nah, sekarang coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-

masing rencana tersebut dan bagaimana cara mencapai masa depan yang M’ba ingginkan.

Mari kita pilih cara yang paling baik dan realistis!, kalau menurut M’ba Ayu yang mana? Ya,

saya setuju, Bisa di coba! “ Mari kita buat rencana kegiatan dan memasukkannya kedalam

jadwal kegiatan harian M’ba agar masa depan yang M’ba rencanakan dapat tercapai.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mencapai

rencana masa depan yang M’ba Ayu gunakan? Coba mulai sekarang, M’ba melakukan

kegiatan/rencana tersebut dengan cara yang M’ba pilih tadi. Besok dijam yang sama kita akan

bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman M’ba Ayu menggunakan cara yang dipilih’.

Saya harap M’ba tetap semangat, saya yakin masa depan yang M’ba ingginkan pasti M’ba

dapatkan”. Saya permisi dulu…..

KELUARGA

Ø  SP I Keluarga: mendiskusikan masalah dan mengajarkan keluarga tentang cara

merawat anggota keluarga yang beresiko bunuh diri

Orientasi:

“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, kenalkan saya perawat Nova yang merawat Anak Bapak/Ibu

di rumah sakit ini”.

“ Bagaiman kalua kita berbincang-bincang tentang cara merawat agar M’ba Ayu tetap

selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana apa Bapak/Ibu bersedia? Bagaimana

kalau disini saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita mengawasi terus M’ba

Ayu.

Tahap Kerja

‘Apa masalah atau kesulitan yang Bapak/Ibu rasakan dalam merawat M’ba Ayu?.

Page 33: Askep Resiko Bunuh Diri

“Oww….Begini Bapak/Ibu, M’ba Ayu sedang mengalami putus asa yang sangat berat akibat

kekasihnya yang telah menghamili dan meninggalkannya menikah dengan wanita lain ini

terjadi, sehingga sekarang ia selalu inggin mengaikhiri hidupnya karena merasa tak berguna.

“Bapak/Ibu sebaiknya baM’ba dan M’ba memperhatikan benar-benar munculnya dan tanda

dan gejala bunuh diri. Pada umumnya orang yang melakukan bunuh diri menunjukan gejala

melalui percakapan misalnya”saya tidak inggin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.

Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar M’ba Ayu mengatakan hal tersebut?”

“ Jika Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala seperti itu, mata sebaiknya Bapak/Ibu

mendengarkan ungkapan perasaan dari M’ba Ayu secara serius. Pengawasan terhadap M’ba

Ayu pun harus ditingkatkan, Jangan tinggalkan atau biarkan beliau sendiri dirumah atau

jangan biarkan mengunci diri dikamar. Kalau menemukan dan tanda dan gejala tersebut, dan

menemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri. Seperti tali tambang, silet,

gunting, ikat pinggang, pisua serta benda tajam lainnya yang mungkin bisa di gunaka untuk

melukai diri, sebaiknyan dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan

untuk tidak melakukan hal tersebut. Katakana Bapak/Ibu serta keluarga bahwa sayang pada

M’ba Ayu dan katakana juga kebaikan-kebaikannya.

“ Selain itu usahakan 5x sehari Bapak/Ibu memuji beliau dengan tulus tapi tidak berlebihan”.

“Tetapi jika sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang

lain. Apabila tidak bisa diatasi segera rujuk kepuskesmas untuk mendapatkan peraeatan yang

serius. Setelah kembali kerumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar M’ba Ayu terus berobat

untuk mengatasi keingginan bunuh dirinya.

Karena kondi M’ba Ayu yang dapat saja nekat mengakhiri hidupnya sewaktu-waktu, kita

semua harus mengawasi M’ba Ayu terus menerus. Bapak/Ibu Bapak/Ibu juga kami minta

partisipasinya untuk juga dapat mengawasi M’ba Ayu ya… pokoknya baM’ba Ayu tidak

boleh ditinggal sendiri  sedikitpun untuk sementara karena dalam kondisi serius”

“Jika Bapak/Ibu berbicara pada M’ba Ayu focus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan

negative”. “Selain itu sebaiknya M’ba Ayu pumya kegiatan positif seperti melakukan

hobinya bermain music, menyulam dll supaya M’ba Ayu tidak sempat melamun sendiri”.

Terminasi:

“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara untuk mengatasi perasaan inggin

bunuh diri dan merawat pasien resiko bunuh diri?”

Bagaimana Bapak/Ibu? Ada yang belum jelas atau mau ditanyakan?. Bapak/Ibu tolong bisa

diulangi lagi cara-cara merawat anggota keluarga yang inggin bunuh diri?”. Ya, Bagus jika

Bapak/Ibu sudah mengerti. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan

bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk membicarakan cara-cara

meningkatlkan harga diri M’ba Ayu dan penyelesaian masalahnya pada pertemuan akan

datang”. “ Bagaimana Bapak/Ibu setuju?” Kalau begitu sampai bertemu lagi besok disini”.

Terima kasih atas waktunya.

Ø  SP II Keluarga: Melatih dan mempraktekan cara merawat pasien resiko bunuh diri

Page 34: Askep Resiko Bunuh Diri

Orientasi:

“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, sesuai janji kitakemarin lalu alhamdullah kita sekarang bisa

bertemu lagi”. Bagaimana Bapak/Ibu ada pertanyaan tentang cara merawat pasien resiko

bunuh diri yang kita bicarakan minggu lalu?”.

“ Sekarang kita akan mempraktekkan cara-cara merawat tersebut ya Bapak/Ibu?” “ Kita akan

coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke M’ba Ayu ya?”

“Bapak/Ibu berapa lama waktu mau kita latihan?”

Tahap Kerja

“Sekarang anggap saya M’ba Ayu yang mengatakan inggin mati saja, coba baM’ba dan M’ba

praktikan cara berkomunikasi yang benar jika sedang berada dalam keadaan seperti

ini”    “Bagus, cara Bapak/Ibu sudah

benar”                                                                                                “Sekarang coba praktekan

cara member pujian kepada M’ba Ayu?”                                                 “Bagus, Kemudian

bagaimna jika cara memotivasi M’ba Ayu minum obat dan melakukan kegiatan positifnya

sesuai jadual?”                                                                                                 “Bagus sekali,

ternyata Bapak/Ibu sudah mengerti cara merawat M’ba

Ayu?”                                 “Bagaimana Jika sekarang kita mencobanya langsung kepada

M’ba Ayu?” (Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada klien)

Terminasi

“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu berlatih cara merawa M’ba Ayu di Rumah?” “Setelah ini

coba Bapak/Ibu lakukan apa yang sudah kita lakukan tadi setiap kali membesuk M’ba

Ayu”  “ Baiklah bagaimana kalau 2/3 hari lagi Bapak/Ibu datang kembali kesini dan kita kan

mencoba lagi cara merawat M’ba Ayu sampai Bapak/Ibu lancr melakukannya”. “Jam berapa

Bapak/Ibu bisa kemari?” “Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Bapak/Ibu”

Ø  SP III Keluarga: Perencanaan pulang bersama keluarga/Aktivitas di rumah dengan

pasien resiko bunuh diri

Orientasi:

“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, hari ini M’ba Ayu sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita

membicarakan jadual M’ba Ayu selama dirumah “berapa lama kita bias diskusi?, baik mari

kita diskusikan.”

Tahap Kerja

“Bapak/Ibu, ini jadual M’ba Ayu selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan

dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum

obatnya”       “ Hal-hal yang perlu diperhatikanlebih lanjut adalah perilaku yang diitampilkan

oleh M’ba Ayu selama dirumah. Kalau misalnya M’ba Ayu Mengatakan terus menerus

inggin bunuh diri, tampak M’ba gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan

perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain,

tolong Bapak/Ibu sekeluarga hubungi perawat di puskesmas terdekat dari rumah Bapak/Ibu,

ini nomor telpon puskesmas yang bias di hubunggi (0370) 140791.

Page 35: Askep Resiko Bunuh Diri

Terminasi

“Bagaimna Bapak/Ibu ada yang belum jelas?” ini jadual kegiatan harian M’ba Ayu untuk

dibawah pulang. Ini surat rujukan untuk perawat di puskesmas Selaga Alas, jangan lupa

control ke puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

Label: askep jiwa, cafe sehat

A. Pengertian

Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan

akibatnya dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998).

Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk

mengakhiri kehidupannya.

B. Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri

Menurut Yosep (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh diri adalah sebagai

berikut :

1. Faktor Mood dan Biokimia Otak.

Ghanshyam Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago, menemukan bahwa

aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan

mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta tersebut setelah melakukan eksperimen

terhadap otak 34 remaja yang 17 di antaranya meningkat akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa

tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah

dibandingkan mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri. Temuan yang dipublikasikan

di jurnal Archives of General Psychiatry menyatakan bahwa PKC merupakan komponen

yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi

di masa lalu.

Psikolog dari Benefit Strategic HRD Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi

penyebab utama. Depresi timbul, karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan

yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan

pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”

2. Faktor Riwayat Gangguan Mental.

Page 36: Askep Resiko Bunuh Diri

Studi lanjutan Pandey, “PKC bisa menjadi target intervensi terapi pada pasien-pasien yang

memiliki perilaku kecenderungan untuk bunuh diri.” Namun masih menjadi misteri mengapa

ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh sedemikian. Peter Parker, ilmuwan dari Cancer

Research London Research Instiute, mengatakan bahwa studi tersebut belum bisa dikatakan

final. Materi fisik yang dijadikan sampel dari orang yang sudah rusak akibat waktu ketika

dilakukan penelitian. Insiden depresi pada remaja dan mereka yang berusia muda cenderung

meningkat di tahun-tahun belakangan dan semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 20% dari

orang muda meninggal akibat bunuh diri.

3. Faktor Meniru, Imitasi, dan Pembelajaran.

Menurut Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa, ada Proses Pembelajaran mereka yang

melakukan bunuh diri. Bisakah dikatakan bahwa gangguan kejiwaan disebabkan faktor

genetik atau keturunan? Jelas bisa begitu, walau tidak secara langsung. Gangguan kejiwaan

memang dipengaruhi pula oleh faktor genetik. Prosesnya memang tidak otomatis, jadi lewat

proses. Proses yang berlangsung adalah secara genetik yang mempengaruhi proses biologis

juga.

Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban memiliki

pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri atau

meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, biasa juga terjadi pembelajaran dari

pengetahuan lainnya. Soal bunuh diri, yang terlibat memang bukan kejiwaan saja. Proses

pembelajaran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang, seperti

rekaman lagu di disket, begitu pula memori yang selalu melekat di ingatan kita tentang

berbagai peristiwa. Memori itu biasa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan

protein-protein yang erat kaitannya dengan memori. Pada tahap itu, bisa saja proses rekaman

di memori dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali banyak yang

tidak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan,

kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater atau dokter. Bisakah disebutkan

bahwa kasus bunuh diri itu caranya sama seperti yang ada di dalam memorinya? – tidak

selalu begitu. Caranya biasa macam-macam. Bisa saja dia melakukan cara yang sama seperti

yang ada di memorinya. Kita perlu perhatikan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri

dengan cara yang lebih soft (halus), seperti minum racun, bisa melakukan cara lain yang lebih

hard (keras) dari yang pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil. Dia akan terus

melakukannya dan meningkatkan kadar caranya bila usaha bunuh dirinya tidak berhasil.

4. Faktor Isolasi Sosial dan Hukum Relations.

Menurut Rohana Man, kajian bunuh diri disebabkan oleh perasaan pelajar terpinggir dan

terasing menurut penelitian oleh 33 konselor dari Seremban, Kuala Kumpur dan Selangor.

Secara kualitatif mendapati pelajar bermasalah yang cenderung membunuh diri terdiri dari

mereka yang mempunyai tingkah laku terpinggir. Menurutnya, tingkah laku itu menyebabkan

pelajar merasa terasing karena karena tidak mempunyai kumpulan sendiri di sekolah. Ia

merasa dirinya tidak diterima di sekolah dan tidak mempunyai teman. Tambahnya, tingkah

Page 37: Askep Resiko Bunuh Diri

laku pelajar terpinggir akan menjadi lebih buruk apabila merasa diri mereka juga tidak

dipedulikan oleh keluarga.

Orang memilih bunuh diri, secara umum karena stress yang muncul karena kegagalan

beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam

masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan

hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga

bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh diri isteri, kemudian dilanjutkan

membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.

5. Faktor hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman Kebutuhan Dasar.

Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di Jakarta dan

sekitarnya, akhir-akhir ini (Kompas). Tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi

warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan

gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.

Menurut Prayitno, banyak kasus bunuh diri yang disebabkan faktor pengangguran,

kemiskinan, malu, dan ketidakmampuan bersaing dalam kehidupan, atau karena tekanan-

tekanan lain.

6. Faktor Religiusitas.

Dengan alas an apapun dan agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar dan

mengingkari kekuasaan Tuhan. Menurut Dahli Khairi, bunuh diri sebagai gejala tipisnya

iman atau kurang begitu memahami ilmu agama.

C. Jenis Bunuh Diri

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)

Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi

kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak

berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka

tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka

yang menikah.

2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)

Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri

karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat

mengharapkannya.

3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan

masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa.

Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan

kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-

kebutuhannya.

D. Pengkajian

Page 38: Askep Resiko Bunuh Diri

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk

mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri,

ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh

diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!”

atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,

namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya

mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien

juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri

rendah.

2. Ancaman bunuh diri.

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati

disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan

rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak

disertai dengan percobaan bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan

ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk

melaksanakan rencana bunuh dirinya.

3. Percobaan bunuh diri.

Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk

mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara

gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

E. Diagnosa Keperawatan

RISIKO BUNUH DIRI

G. Rencana Keperawatan

TUM :

Klien tidak mencederai diri sendiri

TUK 1

Klien dapat membina hubungan saking percaya.

Kriteria Evaluasi :

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat

tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan

perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi

Rencana Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :

a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.

b. Perkenalkan diri dengan sopan.

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

Page 39: Askep Resiko Bunuh Diri

d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati janji

f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

TUK 2

Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Rencana Tindakan :

1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.

2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.

3. Awasi klien secara ketat setiap saat

TUK 3

Klien dapat mengekspresikan perasaannya,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat mengekspresikan perasaannya

Rencana Tindakan :

1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.

2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.

3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.

4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.

TUK 4

Klien dapat meningkatkan harga diri,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat meningkatkan harga dirinya

Rencana Tindakan :

1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama, keyakinan,

hal-hal untuk diselesaikan).

TUK 5

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

Rencana Tindakan :

1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.

2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap

kehidupan orang lain.

3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.

TUK 6

Page 40: Askep Resiko Bunuh Diri

Klien dapat menggunakan dukungan sosial,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan dukungan sosial.

Rencana Tindakan :

1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.

2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.

3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).

TUK 7

Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan obat dengan tepat

Rencana Tindakan :

1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.

4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

askep pada klien dengan bunuh diri dan resiko bunuh diri

Page 41: Askep Resiko Bunuh Diri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG 

Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide

adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi,

penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline,

antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. 

Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien

yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu

mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko

bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko

bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide diketahui oleh perawat

dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang

memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk

menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui

bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide. 

Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan

yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya

bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan

proses keperawatanya. 

1.2 TUJUAN 

1.2.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara

umum tentang perilaku bunuh diri (suicide)

1.2.2 Tujuan Khusus

• Untuk mengetahui perilaku percobaan bunuh diri pada seseorang 

• Untuk mengetahui askep perilaku percobaan bunuh diri 

• Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa. 

Page 42: Askep Resiko Bunuh Diri

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bunuh Diri

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri

kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk

memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4).

Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan – putus

harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif. 

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan

kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon

yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh

norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :

a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. : Individu yang tidak berhasil memecahkan

masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping

yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru

serta yakin tidak ada yang membantu.

b. Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis

akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan

pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa,

rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.

c. Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan

kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan

depresi berat.

d. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri

kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang

dihadapi.

2.2 Rentang Perilaku Bunuh diri

Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury. Suicide risk taking destruktive

behaviour . Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh

Page 43: Askep Resiko Bunuh Diri

stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya : 

• Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah

metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak

akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu

menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati 

• Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang

konkrit untuk melakukan bunuh diri,

• Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan

dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya . 

• Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada

diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada

percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada

umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah

pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup

dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di

selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan

“Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di

selesaikan.

• Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu

ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun

demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.

• Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh

beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri

adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini

merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang

mendalam. 

2.3 Penyebab Bunuh Diri

a. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :

1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,

mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat

individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan

skizofrenia. 

2. Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko

bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.

3. Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan,

perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan

faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

4. Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri

pada keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif..

Page 44: Askep Resiko Bunuh Diri

Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi

terjadinya resiko buuh diri.

5. Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan

depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.

b. Faktor Presipitasi 

Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :

1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal

melakukan hubungan yang berarti.

2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.

3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.

4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

2.4 Psikopatologi

Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri

adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana

spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi

menjadi 4 kategori : 

a. Isyarat Bunuh Diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri,

misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau”

segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun

tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan

perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga

mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.

b. Ancaman bunuh diri

Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.

Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif

dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk

mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk

melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri,

namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. 

c. Upaya bunuh diri

Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah

pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri dengan

cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang

tinggi. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat

Page 45: Askep Resiko Bunuh Diri

akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.

d. Bunuh Diri

Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang

yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada

mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

2.5 Tanda dan Gejala

Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat

rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut.

a. Petunjuk dan gejala 

1. Keputusasaan

2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna

3. Alam perasaan depresi

4. Agitasi dan gelisah

5. Insomnia yang menetap

6. Penurunan BB

7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.

8. Petunjuk psikiatrik 

a. Upaya bunuh diri sebelumnya

b. Kelainan afektif

c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat

d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja

e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia

f. Riwayat psikososial 

1. Baru berpisah, bercerai/ kehilangan

2. Hidup sendiri

3. Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami

4. Faktor-faktor kepribadian 

a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan

b. Kegiatan kognitif dan negatif

c. Keputusasaan

d. Harga diri rendah

e. Batasan/gangguan kepribadian antisocial

Page 46: Askep Resiko Bunuh Diri

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU BUNUH DIRI

3.1 Pengkajian

Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :

1. Riwayat masa lalu :

 Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri Riwayat keluarga terhadap bunuh diri Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka 2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.

3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.

4. Riwayat pengobatan.

5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.

6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan

gangguan mood.

7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri : 

 Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara

melaksanakan rencana tersebut. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan

mood). Sistem pendukung yang ada. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik maupun

medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.

 Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau keluarga

tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda

kekambuhan dan tindakan perawatan diri.

8. Symptom yang menyertainya

a. Apakah klien mengalami :

 Ide bunuh diri Ancaman bunuh diri Percobaan bunuh diri Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja

b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini

Page 47: Askep Resiko Bunuh Diri

merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.

Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri.

Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :

 Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk

melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan

mengagas akan suicide

 Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.

Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan

mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :

 Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik  Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi

terbuka.  Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan Peroleh riwayat penyakit fisik klien

Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila menunjukkan

perilaku sebagai berikut :

 Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri  Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri. Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.  Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa. Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik Menunjukkan impulsivitas dan agressif Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan

secara bersamaan Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.

Page 48: Askep Resiko Bunuh Diri

Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri

diantaranya dengan SAD PERSONS

NO SAD PERSONS Keterangan

1 Sex (jenis kelamin) Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding

wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh

diri

2 Age ( umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih

tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.

3 Depression 35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.

4 Previous attempts (Percobaan sebelumnya) 65- 70% orang yang melakukan bunuh diri

sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya

5 ETOH ( alkohol) 65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol

6 Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional) Orang skizofrenia dan dementia

lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi

7 Sosial support lacking ( Kurang dukungan social) Orang yang melakukan bunuh diri

biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta

dukungan spiritual keagaamaan

8 Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi) Adanya perencanaan yang spesifik

terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi

9 No spouse ( Tidak memiliki pasangan) Orang duda, janda, single adalah lebih rentang

disbanding menikah

10 Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.

Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk

dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang

akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :

1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan

diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus

pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.

2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari

komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan

dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.

Page 49: Askep Resiko Bunuh Diri

3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini

akan mempengaruhi penilaian profesional.

4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun

hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.

5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional

klien.

6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur

penilaian profesional. 

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh diri :

1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan gangguan alam perasaan :

depresi.

2. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres,

perasaan bersalah.

3. Koping yang tidak efektif berhubungan dengan ingin bunuh diri sebagai pemecahan

masalah.

4. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan keadaan stress yang tiba-tiba

5. Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.

6. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan (sekolah,

hubungan interpersonal). 

3.3 Rencana Tindakan

Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat melindungi diri

sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa

keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang akan tercapai.

Aktivitas keperawatan secara umum

 Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri,

dengan cara :  Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah. Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang

tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang

biasa digunakan.

 Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk

klien yang memiliki resiko tinggi;  Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang

perawatan yang mudah di monitor oleh perawat. 

 Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien

misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya

lainnya. 

Page 50: Askep Resiko Bunuh Diri

 Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidakmelakukan

tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di

RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”

 Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan • Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat 

• Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan. 

• Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya. 

 Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum. 

 Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.  Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli. Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak

memberikan makanan dalam tas plastic)  Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.  Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaianyang menutup

seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya. 

 Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya

komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.

 Membantu meningkatkan harga diri klien  Tidak menghakimi dan empati Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain

 Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang

rendah Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.

 Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social  Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social

yang adekuat  Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang

bisa di akses.  Dorong klien untuk melakukan aktivitas social  Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif. • Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif 

• Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.

• Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki

pikiran bunuh diri’ 

• Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping 

• Explorasi perilaku alternative 

Page 51: Askep Resiko Bunuh Diri

• Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai 

• Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara

langsung untuk merubahnya yang rasional. 

 Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-

solving skills). Mengajari keluarga technique limit setting Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan

perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.

Menurut Stuart dan Sundeen (1997) dalam Keliat (1991 : 13) mengidentifikasi intervensi

utama pada klien untuk prilaku bunuh diri yaitu :

a. Melindungi : Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai

dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan

pengawasan.

b. Meningkatkan harga diri: Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah.

Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang

positif. 

c. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat.: Perawat perlu mengkaji koping yang sering

dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang

destruktif perlu dimodifikasi/dipelajari koping baru.

d. Menggali perasaan : Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari

faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.

Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem

sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat

mengontrol prilaku klien.

3.4 Pelaksanaan

Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang

telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu

memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya

saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan

interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai

kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.

3.5 Evaluasi 

 Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah

asal atau waktu. Klien menggunakan koping yang adaptif. Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.

Page 52: Askep Resiko Bunuh Diri

 Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan

kesejahteraan sosial. Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

 Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapatmengakhiri

kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan

berkembang dalam beberapa rentang.

 Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri diantaranyakegagalan

beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya

 Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta percobaan

bunuh diri Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat

rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut

4.2 Saran

 Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien yang ingin

mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien

 Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien

dengan gangguan jiwa

REFERENSI

Yosep, I., (2007). Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama: Bandung

Harold dkk.(1998). Buku Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya Medika : Jakarta

http://dezlicius.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan09.html

http://rastirainia.wordpress.com/2009/11/25/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada-

pasien-dengan-perilaku-percobaan-bunuh-diri/

http://perawatpsikiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan-resiko.html

Page 53: Askep Resiko Bunuh Diri

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN PERCOBAAN BUNUH DIRI

Definisi

•Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat

mengakhiri kehidupan

•Termasuk kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres

tinggi dan menggunakan koping maladaptif

•Tindakan merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan

•Terdapat 2 jenis bunuh diri yaitu langsung dan tidak langsung.

•Bunuh diri langsung adalah tindakan yang disadari dan disengaja untuk

mengakhiri kehidupan seperti pengorbanan diri (membakar diri),

menggantung diri, melompat dari tempat yang tinggi, menembak diri,

menenggelamkan diri.

•Bunuh diri tidak langsung adalah keinginan tersembunyi yang tidak

disadari untuk mati, yang ditandai dengan perilaku kronis beresiko seperti

penyalahgunaan zat, makan berlebihan, aktivitas sex bebas ,ketidak patuhan

program medis, olah raga yang membahayakan.

Epidemiologi

•Di Amerika Serikat angka kejadian bunuh diri sebanyak 31.000 orang

pertahun, dan termasuk 8 sebab kematian terbanyak

•Kasus yang sering dilaporkan & dikategorikan sebagai kecelakaan

•Perbandingan angka percobaan & rasio keberhasilannya 10-20 : 1

•Rasio percobaan laki-laki : perempuan 1 : 3 keberhasilan laki-laki dan

perempuan 3 : 1

•Kasus meningkat dengan bertambahnya usia; dan merupakan penyebab

kematian tertinggi pada pria dewasa dan mahasiswa

•Paling umum dilakukan dengan minum obat-obatan; yang berakibat fatal

umumnya melalui penembakan

•Kebanyakan penderita depresi (Tomb, 2004)

Page 54: Askep Resiko Bunuh Diri

•0,9% kematian karena bunuh diri

•1000 orang setiap hari mati karena bunuh diri di seluruh dunia

•Tempat paling favorit di dunia untuk bunuh diri Golden Gate Bridge di San

Francisco.

Penyebab Bunuh diri

-Perceraian

-Pengangguran

-Isolasi sosial

-Kegagalan Adaptasi

-Perasaan Marah/bermusuhan

PENGKAJIAN

MENGENALI PASIEN YANG BERPOTENSI BUNUH DIRI

•Klien pernah mencoba bunuh diri (terlihat di ruang gawat darurat, bangsal

perawatan, dsb)

•Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak,

atau berupa ancaman :”Kamu tidak akan saya ganggu lebih lama lagi”

(sering dikatakan pada keluarga)

•Secara obyektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas

•Baru mengalami kehilangan yang bermakna (misalnya pasangan,

pekerjaan, harga diri)

•Perubahan perilaku yang tidak diduga : menyampaikan pesan-pesan,

pembicaraan serius dan mendalam dengan kerabat, membagi-bagikan

harta/barang miliknya

•Perubahan sikap yang mendadak : tiba-tiba gembira, marah atau menarik

diri (Tomb, 2004)

PERNYATAAN YANG SALAH TENTANG BUNUH DIRI

1.Ancaman Bunuh diri hanya cara individu menarik perhatian

2.Bunuh diri tidak memberi tanda

3.Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada klien

4.Kecenderungan Bunuh diriadalah keturunan

FAKTOR RESIKO BUNUH DIRI

FAKTOR RESIKO TINGGI RESIKO RENDAH

1. UMUR REMAJA, > 45 TH < 12 th25-45 TH

2. JENIS KELAMIN LAKI-LAKI PEREMPUAN

3. STATUS CERAI KAWIN

4. JABATAN PROFESIONAL KERJA KASAR

5. PEKERJAAN PENGANGGURAN PEKERJA

6. PENYAKIT KRONIK, TERMINAL TAK ADA YANG SERIUS

7. MENTAL DEPRESI, HALUSINASI GANGGUAN KEPRIBADIAN

8. OBAT/ALKOHOL KETERGANTUNGAN -

Page 55: Askep Resiko Bunuh Diri

PENYEBAB BUNUH DIRI PADA MAHASISWA

1.Ideal diri terlalu tinggi

2.Cemas akan tugas akademik yang banyak

3.Kegagalan akademis

4.Kompetisi untuk sukses

PENYEBAB BUNUH DIRI PADA LANSIA

1.Perubahan status mandiri

2.Penyakit kronis

3.Perasaan tak berarti

4.Kesedihan dan isolasi sosial

5.Sumber hidup yang berkurang

PENYEBAB BUNUH DIRI PADA ANAK

1.pelarian dari penganiayaan

2.Situasi keluarga yang kacau

3.Perasaan tak berarti/tak disayang

4.gagal sekolah

5.takut dihina disekolah

6.Dihukum orang lain

MEKANISME KOPING

1.Denial melalui pengrusakan diri secara tak langsung

2.Rasionalisasi/intelektualisasi

3.Regresi

RENTANG MENGHARGAI-MERUSAK DIRI (Stuart & Sundeen, 1987; Keliat,

B.A., 1994)

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Menghargai Berani ambil Menciderai Menciderai dir Bunuh

diri resiko diri tak diri

langsung

SIRS (SUICIDAL INTENTION RATING SCALE)

(Stuart & Sundeen, 1987; Keliat, B.A., 1994)

SKOR 0

Tidak ada ide bunuh diri yang lalu & sekarang

SKOR 1

Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam

bunuh diri

KOR 2

Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri

SKOR 3

Mengancam bunuh diri, misalnya “tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh

diri”

Page 56: Askep Resiko Bunuh Diri

SKOR 4

Aktif mencoba bunuh diri

PROSEDUR PENILAIAN

•Bina hubungan selama wawancara yang sifatnya mendukung dan tidak

menghakimi

•Selidikilah adanya ide-ide bunuh diri melalui pertanyaan yang lebih

spesifik, misal ”Apakah kamu merasa sedih?” ”Apakah kamu pernah berpikir

untuk mengakhiri hidup?” “Bagaimana caranya?”

•Setelah terjadi suatu percobaan bunuh diri yang serius, tunggulah sampai

klien cukup siap untuk bekerjasama di dalam pemeriksaan. Tanyakan

mengenai hal bunuh diri (Tomb, 2004)

HAL-HAL YANG HARUS DIPELAJARI MENGENAI KASUS BUNUH DIRI

•Maksud dan tujuan pasien-mengapa ingin mati?

•Apakah rencana bunuh diri telah dibuat-semakin spesifik rencana yang

dibuat semakin besar untuk melakukannya

•Metode-semakin mematikan teknik yang dibuat semakin serius rencananya

•Adanya faktor-faktor psikiatrik dan organik, misal depresi psikotik,

gangguan proses pikir, penggunaan sedatif tanpa resep, kondisi organik

•Tentukan apakah perilaku tersebut akibat peranan impulsif atau dengan

rencana

•Apakah pencetus krisis telah terlewati

•Buatlah daftar kehilangan yang dialami

•Apakah klien memiliki rencana untuk masa depannya?

•Apakah klien mempunyai keluarga yang mempedulikannya atau dukungan

lainnya?

•Apakah klien berpikir bahwa dia akan melakukan bunuh diri? (Tomb, 2004)

TINGKATAN MEMATIKAN DARI METODA BUNUH DIRI (Kneisl; Wilson &

Trigoboff, 2004)

•METODA YANG KURANG MEMATIKAN (less lethal methods)

–Memotong nadi pergelangan

–Mengalirkan gas di rumah

–Meminum obat tanpa resep (kecuali aspirin dan acetaminophen (Tylenol))

–Tranquilizers

•METODA YANG SANGAT MEMATIKAN (highly lethal methods)

–Tembak

–Terjun

–Gantung

–Tenggelam

–Racun carbon monoksida

–Barbiturat dan minum pil tidur

Page 57: Askep Resiko Bunuh Diri

–Aspirin dosis tinggi dan acetaminophen (Tylenol)

–Menabrak mobil

–Terpapar suhu dingin yang ekstrem

–Antidepressants

DIAGNOSA KEPERAWATAN

•Risiko melukai diri

•Risiko perilaku kekerasan pada diri

•Risiko mutilasi diri

•Koping individu inefektif

•Harga diri rendah (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)

PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI

•Keputusan dirawat di RS harus dibicarakan dengan klien secara tegas dan

penuh optimis

•Pastikan keamanan fisik dalam perawatan di RS melalui tindakan

pencegahan bunuh diri yang sesuai (misal pengawasan ketat, tanpa isolasi,

tidak ada barang-barang yang membahayakan)

•Klien dengan risiko kecil dapat berobat jalan bila ada keluarga yang

dipercaya untuk mengawasi –nilailah dukungan mereka (Tomb, 2004)

PRINSIP-PRINSIP PENGOBATAN (Tomb,2004)

•Kenali dan obati kondisi-kondisi psikiatrik dan medis

•Kembangkan ikatan terapeutik dengan klien

•Klien yang ingin bunuh diri biasanya bersikap ambivalen tentang kematian.

Ungkapkan ambivalen tersebut-perlihatkan bukti-bukti bahwa mereka ingin

hidup. Berikan harapan yang jelas. Buat rencana yang spesifik dengan dan

untuk klien. Mintalah kedewasaan mereka, bukan sikap regresinya

•Klien sering bingung dan memiliki fokus pikir yang sempit-hadapkan pada

hal-hal realita

•Jangan mengecilkan keseriusan klien dalam usaha bunuh diri

•Jangan pernah setuju untuk merahasiakan rencana bunuh diri

•Bantulah klien melewati masa berduka dan kehilangan

•Jangan memberi alasan untuk membenarkan gejala-gejala yang dialami

klien

•Potensi untuk bunuh diri dapat berubah dengan cepat. Nilailah kembali

kondisi pikiran klien dengan sering

•Gunakan sumber daya dari komunitas

•Jangan kehilangan kontak dengan klien. Pantaulah dengan teliti selama

musim liburan di rumah

•Bersikap aktif, tetapi tetap menuntut klien bertanggung jawab atas

hidupnya

Page 58: Askep Resiko Bunuh Diri

PETUNJUK UMUM

(Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)

•Berikan semua tindakan dengan sungguh-sungguh. Evaluasi sebelum

diberikan

•Katakan tentang bunuh diri secara terbuka dan langsung

•Berikan status kewaspadaan terhadap bunuh diri

•Teliti ruangan klien, khususnya jika pikiraan bunuh diri atau usaha bunuh

diri terjadi setelah dirawat di RS

•Tempatkan klien pada tempat yang mudah diobservasi

•Pilih kamar yang dekat dengan kantor perawat

•Hati-hati jangan berperilaku yang membuat tidak aman

•Organisasikan rencana keperawatan bersama klien

•Jangan menjanjikan sesuatu yang tidak realistik

•Anjurkan klien melaksanakan aktifitas sehari-hari dan perawatan diri jika

mungkin

•Putuskan bersama klien apakah anggota keluarga dan teman-temannya

dapat kontak dengannya

•Siapkan persetujuan dengan anggota keluarga kemungkinan adanya

bingung, marah atau kehilangan minat.

•Harapkan bahwa klien akan bekerja sama menerima dirinya

PETUNJUK UMUM UNTUK DEPARTEMEN EMERGENSI

•38% klien di departemen emergency psikiatri beresiko bunuh diri.

•Klien membutuhkan tenaga profesional, bukan pendekatan hukuman

•Cegah klien tinggal sendiri atau berdekatan dengan benda-benda yang

dapat digunakan untuk tindakan kekerasan (Kneisl; Wilson & Trigoboff,

2004)

PROTOKOL PENCEGAHAN BUNUH DIRI

•Basic Suicide Precautions

•Maximum Suicide Precautions

Basic Suicide Precautions (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)

•Tempatkan klien di ruang terbuka kecuali jika ditemani staf atau keluarga.

•Cek dimana klien berada dan pastikan aman tiap 15 menit

•Temani klien saat minum obat.

•Lihat barang-barang klien untuk yang potensial dapat melukai. Teliti

kondisi klien, dan katakan untuk mendampingi klien saat klien bekerja.

•Cek seluruh bawaan pengunjung.

•Ijinkan klien memiliki peralatan makan, tapi pastikan apakah gelas atau

alat lain ada yang hilang ketika mengumpulkannya.

•Ijinkan pengunjung & hubungan telepon kecuali jika klien tidak

menghendaki.

Page 59: Askep Resiko Bunuh Diri

•Cek bahwa pengunjung tidak meninggalkan barang-barang berbahya di

ruangan.

•Jalankan protokol ini sampai dihentikan oleh psikiater.

•Informasikan pada klien alasan & detail aturan yang diterapkan.

Penjelasan ini harus dibuat oleh dokter dan perawat serta dokumentasikan.

Maximum Suicide Precautions(Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)

•Berikan supervisi 1 : 1.perawat harus tetap berada di ruangan dalam

jangkauan klien setiap saat. Ketika klien menggunakan kamar mandi,

pintunya harus terbuka. Seorang staf harus duduk disamping tempat tidur

klien pada malam hari.

•Jangan ijinkan klien untuk ditinggal pada pelaksanaan tes atau

pelaksanaan tindakan.

•Lihat dengan seksama barang bawaan klien dan amankan barang-barang

yang membahayakan, seperti pil, korek api, sabuk, tali sepatu, BH/kutang,

pisau cukur/silet, jepitan, cermin taua benda dari kaca (bola lampu pijar),

kawat/kabel, benda-benda kecil.

•Jika aturan ini diterapkan setelah klien dirawat dalam tempo yang lama,

selidikilah dengan seksama kondisi ruangannya.

•Cek pengunjung jangan sampai meninggalkan benda-benda berbahaya di

ruangan.

•Layani kebutuhan makan klien dalam tempat makan isolasi yang terbuat

dari bahan bukan kaca atau logam.

•Utamakan penjelasan pada klien apakah dia boleh melakukan sesuatu serta

alasannya. Dokumentasikan.

•Jangan menghentikan aturan ini tanpa saran dari psikiater

IDENTIFIKASI HASIL DAN HASIL

•Mengungkapkan pikiran melukai diri

•Mengakui bahwa telah berperilaku melukai diri jika hal itu terjadi

•Mampu mengidentifikasi pemicu masalah pribadi

•Belajar untuk mengidentifikasi dan mentoleransi perasaan tidak nyaman

•Memilih alternatif yang tidak melukai diri

•Berusaha mengidentifikasi stressor

•Kooperatif dengan intervensi untuk menghilangkan pikiran bunuh diri dan

kontrol perilaku (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)

Page 60: Askep Resiko Bunuh Diri

PERCOBAAN BUNUH DIRI

(PERILAKU MERUSAK DIRI)

Pendahuluan

Bunuh diri, Tindakan merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.

Ratio kejadiaan antara pria dan wanita = 3 : 1 ( ss, 1995 ).Menurut Stuart & Sandeen ( 1995 )

penyebab bunuh diri :

• Perceraian * Pengangguran * Isolasi sosial

Menurut Tishler’s ( 1991 ). Motivasi remaja mencoba bunuh diri 

• Masalah dengan Orang tua ( 51 % )

• Masalah dengan lawan jenis ( 30 % )

• Masalah sekolah ( 30 % )

Dalam hidup, orang berhadapan dengan banyak risiko dan harus mengambil risiko yang

sesuai dengan pertimbangannya. Kadang pilihannya rasional, kadang tidak rasional. Merusak

diri atau bunuh diri merupakan pilihan yang tidak rasional.

Bunuh diri merupakan kedaruratan → Kecemasan yang tinggi & koping yang mal daptif.

Situasi gawat pada bunuh diri → saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana

spesifik.

Page 61: Askep Resiko Bunuh Diri

TINGKAH LAKU BUNUH DIRI

Rentang sehat – sakit pada bunuh diri :

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

Peningkatan/ pengambilan Perilaku merusak suicide

Pencapaian diri resiko dari pertumbuhan diri tidak langsung 

Harapan Putus harapan

Yakin Tak berdaya

Percaya Putus asa

Inspirasi Gagal & kehilangan

Tetap hati Ragu – ragu 

Beck, Dkk ( 1984 ) Sedih & Deprisi

Bunuh diri 

Ketidak berdayaan, keputusasan, apatis

• Tidak berhasil memecahkan masalah → lari dari masalah.

• Merasa tak mampu, seolah – olah koping yang biasa tidak berguna

• Tidak mampu mengembangkan koping yang baru

• Keyakinan tidak ada yang dapat membantu

Kehilangan, Ragu – ragu

• Cita – cita terlalu tinggi dan tidak realistis

• Kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perpisahan, perceraiaan.

• Kegagalan, kekecewaan & rendah diri → Bunuh diri

Depresi

• Dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan

• Ditandai oleh kesedihan dan rendah diri

• Bunuh diri → saat individu keluar dari depresi berat

Bunuh diri

• Tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan 

• koping terakhir untuk memecahkan masalah yang dihadapi

Page 62: Askep Resiko Bunuh Diri

Pernyataan yang salah tentang percobaan bunuh diri

1. Ancaman bunuh diri → hanya untuk mencari perhatian → tidak perlu di tanggapi serius.

2. Bunuh diri tak memberi tanda.

3. Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri klien.

4. Kecendrungan bunuh diri adalah keturunan.

Jenis merusak diri

a. Langsung

- Perkataan, perilaku, ide, dan usaha mengakhiri hidup aktif dilakukan. Individu sadar hasil

dari tindakannya dan sadar akan kematian yang dihadapinya.

b. Tidak langsung

- Aktif merusak kesehatan tubuhnya sehingga pada akhirnya kematian datang. Individu tidak

menyadari perilakuya dan mungkin meenyangkal bila dikonfrontasi. Misalnya : pecandu

rokok, obat, anoreksia nervosa, bulimia

Pengkajian 

• Dibutuhkan observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda dan

rencana spesifik.

Faktor Predisposisi

Merusak diri tidak langsung : 

- Tindakan yang sudah lama dan berulang kali dilakukan

- Ketidak patuhan pada program pengobatan

- Kelainan pola makan : anoreksia nervosa, bulimia, makan banyak 

Merusak diri secara langsung

- Langsung menembak diri, gantung diri, potong nadi, atau tampak seperti kecelakaan tapi

setelah diatopsi ternyata karena bunuh diri.

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri

kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita

mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:

1. Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri,

Page 63: Askep Resiko Bunuh Diri

misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau

“Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun

tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan

perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga

mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah

2. Ancaman bunuh diri 

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai

dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana

tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai

dengan percobaan bunuh diri. 

Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat

harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan

rencana bunuh dirinya. 

3. Percobaan bunuh diri

Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri

kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri,

minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. 

Faktor pencetus / stressor pencetus.

• Setiap kejadian bisa menjadi faktor pencetus, perilaku merusak diri dilakukan karena ingin

lepas dari perasaan tidak nyaman, tidak mampu bertoleransi lagi dan adanya kecemasan.

A. Stresor yang tidak langsung berhubungan dengan perilaku merusak diri

• Stresor fisiologis

Karena peningkatan dopamin ( menyebabkan menurunnya nafsu makan). Sering terjadi pada

anoreksia nervosa

• Stresor psikologis

- Despair (Kesedihan yang mendalam). Situasi dimana individu mencoba memecahkan

masalah yang berat tapi tidak menemukan jalan keluar)

- Gangguan emosional, misalnya pada remaja yang tidak bisa menerima perubahan dirinya,

Page 64: Askep Resiko Bunuh Diri

harga diri rendah, depresi

- Kehilangan kontrol terhadap dirinya atau lingkungan

• Stresor sosial kultural

- Keinginan berbadan langsing, penyesuaian terhadap peran dan perilaku sesuai dengan

kemajuan zaman.

- penyakit kronis, karena perilaku disesuaikan dengan kondisi dan aturan

B Stresor yang langsung berhubungan dengan perilaku merusak diri

• Stresor fisiologis

Karena gangguan mental organik, psikosis, pemakaian obat halusinogen, skizoferenia.

Rendahnya kadar serotonin dalam tubuh.

• Stresor psikologis

- Kemarahan yang terpendam sehingga mengarahkan kepada dirinya.

- Merusak dirinya juga bermaksud untuk menunjukkan kemarahan kepada oranglain

• Stresor sosial kultural

- penyakit kronis yang meimbulkan kecacatan, nyeri, atau penyakit terminal.

- Adanya motivasi individu. 

Urutan motivasi tingkah laku bunuh diri (Durkheim ) 

a. Bunuh diri egoistik.

Individu merasa bukan bagian dari masyarakat lagi. Individu merasa kesepian, tidak ada

dukungan dari lingkungan

b. Bunuh diri Altruistik

Karena kepatuhan pada adat, kebiasaan, ajaran.

Misalnya : hari kiamat jatuh pada tanggal itu.

c. Bunuh diri Anomik.

Dilakukan oleh organisasi yang luas (antar Negara). Karena masyarakat tidak bisa mengatur

orang-orang, misalnya bunuh diri dilakukan sendiri-sendiri, waktunya tidak jauh berbeda,

dengan cara yang sama. 

Perilaku

Merusak diri tidak langsung : 

Page 65: Askep Resiko Bunuh Diri

Ciri – ciri : 1. progresif dan merusak kesejahteraan individu 2. Individu menyadari bahwa

perilakunya berisiko. 3. Menyangkal bahwa perilakunya menyebabkan orang lain menderita.

Misal : Kelainan pola makan, ketidakpatuhan pada program pengobatan, pencideraan diri

(stres ; tusuk-tusuk tangan dengan jarum), 

Merusak diri secara langsung : 

1. Gerakan tubuh menunjukan usaha bunuh diri

2. Memberi pesan-pesan atau kata-kata perpisahan

3. Aktif mencoba

4. Bunuh diri

Mekanisme koping

- Pengrusakan diri : Denial

- Koping yang menonjol : Rasionalisasi, Intelektualisasi & regresi

Alat yang dipakai untuk mengkaji ; 

a. Menurut hatton,Valente dan Rink,1977

b. Sirs ( Suicidal intention rating scale )

0 = Tidak ada ide yang lalu & sekarang

1 = Ada ide, tak ada percobaan, tidak merncanakan 

2 = Memikirkan dengan aktif, tidak ada percobaan.

3 = Mengancam

4 = Aktif mencoba

Stuart dan Sundeen ( 1987 ), Faktor resiko bunuh diri : 

Faktor Risiko Tinggi Risiko rendah

Umur 45 thn/ remaja 25-45 atau 12 thn

Kelamin laki-laki perempuan

status cerai, pisah, duda kawin

Jabatan profesional pekerja kasar

Peny, fisik kronis, terminal tidak serius

ggm mental depresi, halusinasi ggn kepribadian

Faktor – faktor dalam pengkajian klien merusak diri

a. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri b. Petunjuk gejala 

Page 66: Askep Resiko Bunuh Diri

c. Penyakit psikiatrik d. Riwayat Keluarga

Faktor penyebab

a. Kegagalan adaptasi b. Perasaan terisolasi

c. Perasaan marah / bermusuhan d. Cara untuk mengakhiri keputusan 

e. Tangisan minta tolong

Faktor penyebabnya ada 5 Faktor :

a. Gangguan jiwa → Gangguan. afektif, Penyalahan gunaan zat * Skizotren.

b. Sifat kepribadiaan → Rasa bermusuhan, Implusif * depresi.

c. Lingkungan psikosial → Kehilangan, perceraian, Dukungan tidak ada.

d. Riwayat keluarga → Pernah melakukan bunuh diri.

e. Faktor Boikimia → Secara serotogenik, opiatergik * dopominergik menjadi media proses

yang dapat menimbulkan perilaku pengrusak diri.

Menurut Halton, valente dan Rink, 1977 ( dikutip oleh Shiver, 1986 )

No. Perilaku / Gejala Intensitas Risiko

Rendah Sedang Tinggi

01. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panik 

02. Depresi Rendah Sedang Berat 

03 Isolasi menarik diri Perasaan depresi yang samar tidak menarik diri Perasaan tidak

berdaya, putus asa manarik diri Tidak berdaya 

04 Fungsi sehari – hari Umumnya baik pada semua aktifitas Baik pada beberapa aktifitas

Tidak baik pada semua aktivitas

05 Sumber – sumber Beberapa Sedikit Kurang

06 Strategi koping Umumnya konstruktif Sebagaian Konstruktif Sebagian besar Destruktur

07 Orang penting / dekat Beberapa Sedikit atau hanya satu -

08 Pelayanan psikiater yang lalu Tidak, sikap positif Ya, umumnya memuaskan Bersikap

negatif terhadap pertolongan

09 Pola hidup Stabil Sedang ( stabil – tidak stabil ) Tidak stabil

Page 67: Askep Resiko Bunuh Diri

10 Pemakai alkohol dan obat Tidak sering Sering Terus menerus

11 Percobaan bunuh diri sebelumnya Tidak, atau yang tidak fatal Dari tidak sampai dengan

cara yang aga fatal Dari tidak sampai berbagai cara yang fatal 

12 Disortersasi dan disorganisasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada

13 Bermusuhan Tidak atau sedikit Beberapa Jelas atau tidak

14 Rencana bunuh diri Samar, kadang – kadang ada pikiran, tidak ada rencana Sering

dipikirkan kadang – kadang ada ide untuk merencanakan Sering dannkonstan dipikirkan

dengan rencana yang spesifik

Cook dan Fontaine ( 1987 ), faktor penyebab tambahan :

a. Anak b. Remaja c. Mahasiswa d. Usia lanjut

Masalah keperawatan

1. Risiko bunuh diri

2. Keputus asan 

3. Ketidak berdayaan 

4. Gangguan konsep diri : HDR

5. Gangguan konsep diri : Gangguan citra tubuh.

6. Kecemasaan.

7. Berduka disfungsional

8. Koping individu tak efektif.

9. Penatalaksanaan regimen therapeutik in efektif

10. Koping keluarga tak efektif : Ketidakmampuan.

Diagnosa medis yang berhubungan :

- Anoreksi Nervosa

- Bulimia 

- Bipolan Disorder : - Manik  Keinginan untuk bunuh diri- depresi ( mood tidak stabil ), -

Tidak Bisa dikontrol 

- Depresi Mayor

Ada 5 gejala yang timbul setiap hari selama 2 minggu yaitu : 

- Mood depresi, kehilangan minat & kesenangan.

- Berat badan turun, insomnia, hipersomnia, gangguan psokomotur, 

kelelahan, merasa tidak berharga atau bersalah, tidak mampu 

berpikir, sering ingin mati.

Page 68: Askep Resiko Bunuh Diri

Perencanaan.

Tujuan : 

1. Mencegah menyakiti diri sendiri.

2. Meningkat harga diri klien

3. Menggali masalah dalam diri klien.

4. Mengajarkan koping yang sehat.

Intervensi

 Perawat harus menyadari responsnya terhadap suicide supaya bersikap obyektif.

I. Proteksi (mencegah menyakiti diri)

Mengatakan kepada klien bahwa tim kesehatan akan mencegah klien suicide.1. Verbal 

2. Nonverbal : Menghilangkan benda – benda berbahaya seperti : Ikat pinggang, benda tajam.

3. Observasi Perilaku (Mencegah klien melukai dirinya)

4. Perhatikan verbal & nonverbal klien.

5. Ditempatkan ditempat aman, bukan diisolasi dan semua tindakan dijelaskan

6. Pengawasan selama 24 jam (Menemani pasien terus-menerus sampai diadapat

dipindahkan ketempat yang aman)

7. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan

obat

8. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai

tidak ada keinginan bunuh diri

9. Intervensi krisis klien

 tetap waspada.10. Kadang – kadang klien merasa baik, dan berhenti tapi karena kambuh

lagi 

Pada klien yang anoreksia & bulimia, awasi klien pada saat makan, biar banyak yang

dimakan.

2. Meningkatkan harga diri

- Setiap kegiatan / prilaku positif segera dipuji.

- Menghilangkan rasa bersalah & menyalahkan 

- Sediakan waktu untuk klien sehingga klien merasa dirinya penting

- Bantu untuk mengekspresikan perasaan positif/negatif, beri reinforcement

- Identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang cepat berhasil

- Dorong klien menuliskan hasil yang telah dicapai

3. Menguatkan koping yang sehat.

Page 69: Askep Resiko Bunuh Diri

Membuat klien bertanggung jawab terhadap perilakunya

a. Modifikasi Prilaku 

dibutuhkan dengan prilaku yg respon sif.

Misal : Pada anoreksia

- Boleh dikunjungi keluarga bila berat badan naik ½ Kg.

- Bila tidak mau makan, pasang NGT.

4. Eksplorasi perasaan.

Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.

- Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.

- Mengikuti terapi kelompok.

- Mengarah pada masalahnya.

Misal : Klien marah, belajar marah konstruktif.

5. Mengatur batasan dan kontrol

- Membuat daftar perilaku yang mesti diubah / dikontrol.

- Dibuat berstruktur dan batasan yang jelas 

Misal : Dalam 2 hari ini tidak ada usaha meerusak diri.

6. Mengarahkan dukungan sosial.

Karena Klien tidak punya sumberdaya internal dan eksternal, maka : 

- Melibatkan keluarga & teman.

- Mengajarkan tentang pola – pola suicide & cara mengatasinya.

- Keluarga mencurahkan perasaan dan membuat rencana masa depan.

- Kalau perlu terapi keluarga.

- Buat pusat penanganan krisis.

7. Pendidikan mental 

- Pendidikan gizi bagi A. Nervosa dan bulimia.

- Pentingnya patuh pada prigram pengobatan.

- Penyakit kronis yand diderita.

Perawatan selama di rumah sakit

Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh Diri

1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri

a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat 

Page 70: Askep Resiko Bunuh Diri

b. Tindakan : Melindungi pasien 

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat

melakukan tindakan berikut:

1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman

2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)

3) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan

obat

4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai

tidak ada keinginan bunuh diri

SP 1 Pasien: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri

a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang 

mengancam atau mencoba bunuh diri

b. Tindakan:

1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan

pasien sendirian

2) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya

disekitar pasien

3) Mendiskusikan dengan keluarga perlunya melibatkan pasien agar tidak sering melamun

sendiri 

4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur

SP 1 Keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang 

mencoba bunuh diri

Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah diri

1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri

a. Tujuan: 

1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya

2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya

3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya

4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik

b.Tindakan keperawatan

Page 71: Askep Resiko Bunuh Diri

1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta

bantuan dari keluarga atau teman.

2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara: 

a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.

b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif. 

c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting

d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien 

e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan

3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:

a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya

b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah

c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

SP 2 Pasien: Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

SP 3 Pasien: Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan

masalah pada pasien isyarat bunuh diri

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri

a. Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.

b. Tindakan keperawatan: 

1) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri

1) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang penah muncul pada pasien.

2) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien berisiko

bunuh diri. 

2) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri

a) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan

tanda dan gejala bunuh diri.

b) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain: 

(1) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat yangmudah diawasi,

jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian

di rumah

(2) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari

barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak /

bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk atau

racun serangga.

(3) Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala

bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak

menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri. 

Page 72: Askep Resiko Bunuh Diri

c) Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.

3) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan

percobaan bunuh diri, antara lain:

a) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan

upaya bunuh diri tersebut

b) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis 

4) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien

a) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan

b) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk

mengatasi masalah bunuh dirinya. 

c) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar

yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, benar

waktu penggunaannya

SP 2 Keluarga: Percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat 

anggota keluarga berisiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh

diri

Ringkasan tindakan keperawatan untuk pasien berisiko bunuh diri 

berdasarkan perilaku bunuh diri yang ditampilkan

Tiga macam perilaku bunuh diri

Tindakan keperawatan untuk pasien Tindakan keperawatan untuk keluarga

1. Isyarat bunuh diri Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri

Meningkatkan harga diri pasien

Meningkatkan kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalah Melakukan pendidikan

kesehatan tentang cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri

2. Ancaman bunuh diri

3. Percobaan bunuh diri Melindungi pasien Melibatkan keluarga untuk mengawasi pasien

secara ketat 

Evaluasi

Page 73: Askep Resiko Bunuh Diri

- Perhatikan hari – demi hari.

- Libatkan klien dalam mengevaluasi prilakunya.

1. Apakah ancaman suicide sudah menghilang ?

2. Apakah perilaku menunjukkan kepedulian pada kegiatan sehari-hari ?

3. Apakah sumber koping sudah dipakai semua ?

4. Apakah klien sudah dapat menggambarkan dirinya dengan positif ?

5. Apakah sudah memakai koping positif ?

6. Apakah klien terlibat dalam aktivitas meningkatkan diri ?

7. Apakah klien sudah mendapat keyakinan untuk pertumbuhan diri ?

BUNUH DIRI PADA KLIEN GANGGUAN JIWA

FAKTOR-FAKTOR RISIKO PERILAKU MENCEDERAI DIRI: BUNUH DIRI PADA

KLIEN GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA 

LATAR BELAKANG

Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri

kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998). Alasan individu mengakhiri kehidupan adalah: 1)

kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, 2) perasaan terisolasi,

Page 74: Askep Resiko Bunuh Diri

dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang

berarti, 3) perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri

sendiri, 4) cara untuk mengakhiri keputusasaan, 5) tangisan minta tolong. Selain itu adanya

stigma masyarakat bahwa kecendrungan bunuh diri adalah karena keturunan (Keliat, 1993).

Dimana individu tersebut oleh masyarakat sudah dicap dan tidak perlu ditolong. Penyebab

perilaku bunuh diri pada individu gangguan jiwa karena stress yang tinggi dan kegagalan

mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993).

Penelitian Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit individu yang

mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998). Dan lebih dari

90% orang dewasa dengan gangguan jiwa mengakhiri hidup dengan bunuh diri (Stuart dan

Sundeen, 1995).

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah

tangga mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per

100.000 penduduk (Panggabean, 2003). Sedangkan penelitian yang dilakukan Westa (1996)

bahwa percobaan bunuh diri di Unit Gawat Darurat RS Sanglah Bali pada individu gangguan

jiwa terbanyak adalah dewasa muda, wanita dan alat yang digunakan untuk usaha bunuh diri

adalah zat pembasmi serangga (http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).

RS X merupakan rumah sakit jiwa yang merupakan rumah sakit rujukan jiwa tingkat

nasional. Hasil studi dokumentasi ditemukan bahwa belum ada dokumentasi tentang faktor

risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa. Sedangkan hasil

wawancara didapatkan bahwa belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor risiko

perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di RS Jiwa X.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguraikan faktor-faktor risiko perilaku

mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan,

suku bangsa, metode) klien gangguan jiwa

2. Mengidentifikasi diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) klien

gangguan jiwa

3. Mengidentifikasi riwayat keluarga dan (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga) klien

gangguan jiwa

Page 75: Askep Resiko Bunuh Diri

Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien

gangguan jiwa di RS Jiwa X ?

BAHAN DAN CARA KERJA

Kerangka Penelitian

Faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa

merupakan variabel yang diukur meliputi: 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin,

pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri,

riwayat keluarga), 3) diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan

Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998; Rawlin dan Heacock, 1993).

Sedangkan data dasar diambil adalah klien yang dirawat di RS Jiwa yaitu : pernah melakukan

percobaan bunuh diri di rumah dan berisiko berulang melakukan perilaku mencederai diri:

bunuh diri di RS Jiwa.

Rancangan Penelitian

Penelitian adalah penelitian survei dengan metode kuantitatif, menggunakan rancangan cross

sectional (Creswell, 1994).

Populasi dan Sampel

Populasi total adalah semua klien gangguan jiwa baik laki-laki dan perempuan dengan

perilaku mencederai diri: bunuh diri yang dirawat di ruang rawat Inap RS Jiwa X sebanyak

27 orang (Maret s/d Juni 2004), dengan kriteria: 1) ada riwayat pernah melakukan percobaan

bunuh diri di rumah, 2) mampu berkomunikasi, 3) tidak sedang mengalami halusinasi dan

perilaku kekerasan saat dilakukan penelitian, 4) usia ≥ 20 tahun, 5) mendapatkan terapi

pengobatan medis yang sama (CPZ, HLP, THP), dan 6) diagnosa medis: Skizofrenia dan

Psikosis.

Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang meliputi data primer dan data sekunder

yang dibuat peneliti sendiri, terdiri dari 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin,

pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri,

riwayat keluarga), 3) diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan

Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998).

Page 76: Askep Resiko Bunuh Diri

Pengolahan dan Analisis data

Pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan komputer melalui tahapan editing,

coding, entri dan cleaning. Setelah data siap dilanjutkan dengan analisis univariat untuk

mengidentifikasi masing-masing variabel dengan bentuk tampilan distribusi frekuensi.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian terhadap 27 klien gangguan jiwa di RS Jiwa X disajikan sesuai dengan tujuan

penelitian.

A. Psikososial dan Klinik

Tabel 1.

Distribusi Responden menurut Psikososial dan Klinik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X

(n = 27)

Hampir sama jumlah responden penelitian ini yang laki-laki mapun perempuan, namun lebih

banyak klien berusia < 30 tahun (66,7%) dibandingkan berusia > 30 tahun (33,3%). Sebagian

besar responden adalah 51,9% berpendidikan SMU, 77,8% belum menikah, 40,7% suku

Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu sebanyak: 5 orang

membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke sumur; 1 orang

menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan peniti.

B. Diagnostik

Tabel 2 menunjukkan lebih banyak klien gangguan jiwa dengan diagnosa medis Skizofrenia

(92,6%) dan terapi pengobatan yang didapatkan klien adalah clorpromazine, haloperidol dan

triheksilfenidil (81,5%).

Tabel 2.

Distribusi Responden menurut Diagnostik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)

C. Riwayat

Sebagian besar responden yang dirawat di RS Jiwa X berisiko berulang melakukan perilaku

mencederai diri: bunuh diri adalah sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak <

3 kali (81,5%). Namun berdasarkan riwayat keluarga bahwa tidak ada anggota keluarga yang

Page 77: Askep Resiko Bunuh Diri

melakukan bunuh diri sama dengan responden (92,6%), tapi hanya 7,4% keluarga yang

melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri dengan menggunakan metode bunuh diri

yaitu membenturkan kepala (hubungan dengan klien/ responden adalah 1 orang ibu dan 1

orang adik).

Tabel 3.

Distribusi Responden menurut Riwayat Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)

PEMBAHASAN

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri

kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang

tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat,

1993). Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif

pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan

verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).

Penelitian yang dilakukan oleh Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit

individu yang mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998).

Dimana faktor risiko penyebab perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa

meliputi: 1) psikososial dan klinik 2) riwayat 3) diagnostik (Stuart dan Sundeen, 1995; Stuart

dan Laraia, 1998).

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS Jiwa X tahun 2004 tentang faktor-

faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa adalah: 1)

psikososial dan klinik klien gangguan jiwa sebagian besar (66,7%) berusia < 30 tahun, jenis

kelamin hampir sama untuk laki-laki dan perempuan, pendidikan SMU/sederajat, 77,8%

belum menikah, 40,7% suku Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu

sebanyak: 5 orang membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke

sumur; 1 orang menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan

peniti; 2) diagnostik klien gangguan jiwa adalah sebagian besar (92,6%) diagnosa medis

Skizofrenia; dan 3) riwayat klien gangguan jiwa sebagian besar (81,5%) percobaan bunuh

diri yang pernah dilakukan sebanyak < 3 kali, dan 92,6% tidak ada anggota keluarga yang

pernah melakukan percobaan bunuh diri. Tetapi sebagian kecil metode yang dilakukan untuk

bunuh diri pada keluarga adalah membenturkan kepala sebanyak 2 orang (7,4%) yaitu 1

orang ibu dan 1 orang adik.

Page 78: Askep Resiko Bunuh Diri

Penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa dari 104 kasus klien gangguan jiwa (31 orang

laki-laki dan 73 orang perempuan) di Unit gawat darurat RSUP Sanglah Denpasar-Bali

didapatkan terbanyak adalah golongan dewasa muda, pendidikan SLTP-SLTA, belum

menikah, masalah hubungan interpersonal, dan keluarga sebagai faktor pencetus terbanyak.

Sedangkan zat/alat (metode) yang digunakan untuk usaha bunuh diri obat pembasmi serangga

(http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).

Jika melihat perbandingan hasil penelitian di RS Jiwa X (2004) dan Westa (1996) maka

perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan sangat membahayakan dan

berdampak pada produktivitas. Hal ini dapat dilihat dari cara atau metode yang digunakan

dalam melakukan bunuh diri langsung dapat menyebabkan kematian dan ditemukannya usia

yang produktif (< 30 tahun), masih berstatus pelajar serta belum menikah. Berdasarkan Hasil

Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga

mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000

penduduk (Panggabean, 2003).

Untuk itu maka bunuh diri dalam ilmu keperawatan jiwa merupakan kedaruratan psikiatri

karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998).

Alasan klien mengakhiri kehidupannya karena: 1) merasa gagal dalam beradaptasi dan tidak

dapat menghadapi stress, 2) merasa terisolasi karena gagal berhubungan dengan orang lain, 3)

perasaan marah/ bermusuhan 4) putus asa. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yaitu

adanya cemas tinggi, tidak berdaya, kurang mampu melakukan ADL, tidak ada orang penting

dekat, pernah melakukan percobaan bunuh diri.

Hal lain yang juga sangat mendukung tentang perilaku klien gangguan jiwa yang melakukan

perilaku mencederai bunuh diri dari segi medis adalah berdasarkan DSM-III-R conditions

bahwa diagnosis medis perilaku bunuh diri pada klien gangguan jiwa salah satunya

skizofrenia (Rawlin dan Heacock, 1993). Murphy (1994) menyatakan bahwa pada klien

gangguan jiwa sebagian besar adalah dengan diagnosis Skizofrenia (Stuart dan Sundeen,

1995).

KESIMPULAN

Sebagian besar faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri yaitu terjadi pada : 1)

remaja dan dewasa muda; 2) laki-laki; 3) SMU; 4) belum menikah; 5) suku sunda; 6) metode

yang digunakan untuk bunuh diri adalah minum obat serangga, membenturkan kepala,

minum obat tidur, menceburkan ke sumur, menabrakkan diri ke jalan, membakar diri dan

Page 79: Askep Resiko Bunuh Diri

menelan peniti, 7) diagnostiknya adalah Skizofrenia. Percobaan bunuh diri yang dilakukan

oleh klien lebih dari 1 kali.

ASKEP BUNUH DIRI

 BUNUH DIRI

1. Pendahuluan

Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun

suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi,

penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline,

antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.

Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan

diantaranya adalah :

pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di

rumah sakit jiwa,

Kedua, factor – factor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya

pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya

orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien.

Page 80: Askep Resiko Bunuh Diri

Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di

rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen

lainnya.

Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri

perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah

hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit. Oleh karena itu suicide

pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat.

2. Penghalang dan penghambat dalam perawatan klien bunuh diri?

Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah

pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang

mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang

pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan

skrening akan resiko bunuh diri.

Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide adalah diketahui oleh perawat

dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang

memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk

menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui

bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.

3. Pengertian bunuh diri

Rentang respon perlindungan diri ( self –protective) adalah :

Adatif<...........................................................................>Maladaptif

Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury Suicide

risk taking destruktive behaviour

Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress 

Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :

Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau

sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada

tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun

demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran

tentang keinginan untuk mati

Page 81: Askep Resiko Bunuh Diri

Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan

yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,

Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat

yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .

Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan

pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah

pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini

pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat

pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami

ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih

memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang

mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab

individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.

Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi

individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang

mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan

kehidupannya.

·                   Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh

beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri

adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini

merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang

mendalam.

4. Penyebab Bunuh diri

1. Faktor genetic dan teori biologi

Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu

adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko

buuh diri.

2. Teori sosiologi

Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak

terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat)

dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi

dengan stressor).

3. Teori psikologi

Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah

yang diarahkan pada diri sendiri.

4. Penyebab lain

- Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.

                  - Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan

Page 82: Askep Resiko Bunuh Diri

                  - Tangisan untuk minta bantuan

- Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang     lebih baik

5. Pengkajian resiko bunuh diri

Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila

menunjukkan perilaku sebagai berikut :

      - Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri

      - Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.

 .    - Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.

 - Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.

- Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental

      - Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol

      - Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik

      - Menunjukkan impulsivitas dan agressif

                  Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-

tubi dan secara bersamaan

                  Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat,

racun.

                  Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan

      Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.

Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk

dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang

akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :

1. Tentukan tujuan secara jelas.

Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun

demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan

pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.

2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari

komunikasi non verbal.Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap

kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di

hindari atau diabaikan.

3. Kenali diri sendiri.

Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi

penilaian profesional.

4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun

hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.

5. Jangan membuat asumsi

Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional

klien.

Page 83: Askep Resiko Bunuh Diri

6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat

kabur penilaian profesional.

Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :

1. Riwayat masa lalu :

                  - Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri

                  -Riwayat keluarga terhadap bunuh diri

                  - Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia

                  - Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.

-Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,                paranoid,antisosial

                  - Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka

2. Symptom yang menyertainya

a. Apakah klien mengalami :

                  - Ide bunuh diri

                  - Ancaman bunh diri

                  - Percobaan bunuh diri

                  - Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja

b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini

merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.

Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka

sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :

                   Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan

-Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan

aksinya yang sesuai dengan rencananya.

-Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas

akan suicide

-Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh      klien.

Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat

kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :

                  - Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik

                  - Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien

- Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi

terbuka.

- Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien

                  - Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya

                  - Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi

                  - Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan

                  - Peroleh riwayat penyakit fisik klien