Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konteks komunikasi dapat dibagi beberapa cara. Jika dikategorikan
berdasarkan jumlah manusia yang terlibat didalamnya, komunikasi dapat terjadi
dalam bentuk komunikasi terhadap diri sendiri atau terhadap batin komunikator
yang dapat disebut komunikasi intrapersonal. Jenis komunikasi lainnya, yakni
komunikasi dengan orang lain (dua atau tiga orang) yang setiap hari dilakukan,
bercakap-cakap atau sederhananya mengobrol, serta taraf selanjutnya adalah
komunikasi dalam kelompok kecil hingga besar yang terdiri lebih dari tiga orang,
sampai level komunikasi di dalam organisasi yang bersifat formal maupun
informal, dan yang paling lebih luas adalah komunikasi yang melibatkan massa
yang lebih besar lagi yakni komunikasi massa dan komunikasi publik (Vardiansyah,
2004).
Berbicara mengenai komunikasi yang dilakukan oleh satu orang
(komunikator) terhadap orang lain (komunikan) ada beberapa penyebutan istilah,
mulai dari komunikasi antarpersonal, komunikasi antarmanusia, lalu ada juga yang
menyebut dengan percakapan, dan yang paling umum adalah komunikasi
interpersonal. Komunikasi interpersonal ini selain identik dengan bertatap-muka
(face to face) secara dekat antara komunikator dengan komunikannya, ciri yang
paling kentara adalah komunikasi berlangsung dimana kedudukan komunikator
maupun komunikan setara.
2
Diatas tataran komunikasi interpersonal ini terdapat tingkatan-tingkatan
komunikasi yang lebih luas, mulai dari komunikasi kelompok, komunikasi
organisasi, komunikasi massa, serta komunikasi publik. Dalam empat kategori
tersebut dapat berlangsung komunikasi intrapersonal maupun komunikasi
interpersonal didalamnya. Suatu contoh dalam komunikasi organisasi yang terjadi
di dalam organisasi, sangat mungkin terjadi komunikasi interpersonal antarpegawai
yang membicarakan seputar tugas pokok dalam pekerjaan mereka guna
menciptakan suatu tujuan organisasi. Hal inilah yang pertama-tama tidak disejajari
oleh peneliti. Peneliti beranggapan bahwa contoh komunikasi interpersonal yang
terjadi di lingkup organisasi telah masuk dalam komunikasi organisasi, bukan
masuk dalam lingkup komunikasi interpersonal, dikarenakan konteks yang
dibicarakan didalamnya menyangkut pencapaian suatu tujuan organisasi didalam
organisasi.
Terdapat moto yang lekat dengan olahraga “Mensana Incorpore Sano” (di
dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat) yang sering dipakai sebagai jargon
penyemangat dalam olahraga. Ternyata kalimat tersebut dinilai kurang lengkap
menurut Damarjati Supadjar, mantan ahli filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM)
pernah mengungkapkan bahwa, kalimat tersebut tidak dipahami secara utuh satu
kalimat yakni: “Orandum Est Ut Sit Mensana Incorpore Sano” (marilah kita berdoa
semoga di dalam tubuh yang sehat terdapat pula jiwa yang sehat), karena
menurutnya untuk menjadi ada jiwa yang sehat dalam tubuh yang sehat perlu
sebuah doa, dengan mengharap maka ada usaha untuk meraihnya (Anang, 2014).
3
Komunikasi interpersonal dapat terjadi dalam kegiatan berolahraga yang
salah satu tujuannya adalah menghasilkan prestasi dengan subjek atlet. Kesuksesan
atlet sendiri untuk menuai prestasi tidak mungkin sendiri tanpa bantuan pendidik
yang mengajari mulai awal cara bermain sampai dapat mempelajari teknik-teknik
tertentu. Ibarat anak yang lahir dan berkembang, tidak mungkin dapat berkembang
dan bisa sendiri segalanya. Tuntunan orang tua-lah yang dapat menjadikan sang
anak mengerti dan faham dalam berinterakasi dalam lingkungannya.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) BAB XII, tahun 2005 pasal
139, ayat 1 dinyatakan bahwa, pendidik mencakup guru, dosen, konselor, pamong
belajar, pamong widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, pelatih, dan sebutan lain
dari profesi yang berfungsi sebagai agen pembelajaran peserta didik. Dalam hal
keolahragaan ini, pelatih-lah yang mampu menemukan bibit-bibit atlet, mampu
membimbing atlet, sampai jika mampu melahirkan atlet, meskipun ada pepatah
mengatakan “Experience is the best teacher'' (pengalaman adalah Guru yang
terbaik), Kehadiran pelatih ini guru terpenting bagi atlet.
Bibit-bibit atlet biasanya dimulai sejak kecil yang baru duduk di bangku
Taman Kanak-kanak (TK) sampai awal Sekolah Dasar (SD). Karena didalam
cabang olahraga (cabor) apa pun ada titik dimana atlet yang dapat bersaing dapat
mencapai kesuksesan di usia tertentu, yang disebut usia emas (golden age). Tiap-
tiap cabor berbeda-beda batas puncak usia emasnya. Diluar batas usia emas itu atlet
akan sulit bersaing lagi karena sudah bukan eranya. Seperti dalam Stone (2007:44),
untuk olahraga bulu tangkis rata-rata atlet berusia pemula hingga remaja, yakni usia
14-16 tahun sudah dapat mencapai titik spesialisasinya. Artinya di rentang umur
4
tersebut, atlet bulu tangkis sudah dapat ditentukan lebih cocok di sektor tunggal
atau ganda. Dan akan mencapai prestasi tertingginya di rentang umur 20-25 tahun.
Beberapa contoh pemain adalah mantan pemain tunggal putri Indonesia di era
1990-an yang kini menetap di negeri kincir angin, Mia Audina; mantan pemain
tunggal putra era 2000-an Taufik Hidayat; serta di era sekarang ada jagoan putri
Thailand, Ratchanok Intanon. Intanon meraih gelar juara di nomor tunggal putri
pada World Junior Championships (WJC) Badminton, sebuah kejuaraan bulu
tangkis tahunan untuk kategori umur di bawah 19 tahun (U19), sebanyak tiga kali
berturut-turut 2009 hingga 2011 saat berumur 14 tahun. Berbeda dengan pemain-
pemain Asia, pemain-pemain belahan benua Eropa biasanya menaiki usia emasnya
diatas usia 25 tahun, bahkan dapat bertahan hingga umur 30 tahun keatas.
Tabel 1. Pengelompokan Kategori Umur dalam Bulu Tangkis
Nomor Kategori Kelompok Umur Umur
1. Usia Dini dibawah 11 tahun (U11)
2. Anak dibawah 13 tahun (U13)
3. Pemula dibawah 15 tahun (U15)
4. Remaja dibawah 17 tahun (U17)
5. Taruna dibawah 19 tahun (U19)
Sumber:
https://badmintonindonesia.org/app/ranking/tournamentrank.aspx diakses
tanggal 20/10/2017
Olahraga tepok bulu sejak dipertandingkan untuk pertama kalinya di
kejuaraan multi event Olimpiade 1992, Barcelona-Spanyol, langsung
5
menyumbangkan medali emas bagi kontingen merah putih, sekaligus menciptakan
sejarah pengawinan medali emas sektor tunggal putra dan tunggal putri melalui
Alan Budikusuma - Susi Susanti. Hingga kala itu media menyebut Alan dan Susi
sebagai pasangan pengantin Olimpiade. Empat tahun kemudian di Atlanta-Amerika
Serikat, kembali menjadi saksi merah putih berkumandang melalui pasangan ganda
putra Rexy Mainaky/Ricky Subagja yang berdiri di podium tertinggi. Lagu
Indonesia Raya kemudian menggema di Sydney-Australia, pada Olimpiade tahun
2000. Sektor ganda putra berhasil meraih yang terbaik melalui Candra Wijaya/Tony
Gunawan. Olimpiade musim panas berikutnya bertempat di Athena-Yunani, giliran
pemain muda tunggal putra, Taufik Hidayat, berhasil berkalungkan medali emas.
Tahun 2008 bertempat di Beijing-Tiongkok, nomor ganda putra memperlihatkan
bahwa sektor inilah yang mampu diharapkan daripada 4 sektor bulu tangkis lainnya.
Melalui Markis Kido/Hendra Setiawan yang mampu mempencundangi pasangan
tuan rumah dilaga pamungkas. Selama enam belas tahun bulu tangkis mampu
menjadi lumbung emas berturut-turut dalam kejuaraan bergengsi ini.
Pada penyelenggaran Olimpiade 2012, publik tanah air dikejutkan dengan
kegagalan wakil-wakil terbaik yang tak dapat meneruskan tradisi emas. Alih-alih
mendapatkan medali, satu wakil yang tersisa di perebutan medali perunggu justru
kalah. Hasil tersebut membuktikan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah
perbulutangkisan dunia, Indonesia tidak dapat meraih medali sama sekali.
Semenjak saat itu, Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Komite
Olimpiade Indonesia (KOI) menyatakan bahwa, Indonesia diharapkan tidak
bergantung pada 1 cabor saja, namun harus ada cabor lain yang mampu dapat
6
menyumbangkan medali, sehingga bulu tangkis tidak berat memikul target medali
sendiri. Sementara cabor angkat besi yang tak diperhitungkan sebelumnya, diluar
dugaan berhasil menyumbangkan emas pertama dan terakhir bagi Indonesia pada
gelaran London-Inggris, dengan total 1 perak dan 1 perunggu. Berkaca dari hasil
ini, Kemenpora beserta jajarannya mulai menargetkan cabor angkat besi sebagai
cabor andalan lain dalam olahraga tahunan mendampingi bulu tangkis.
Hingga pada akhirnya di olimpiade tahun 2016 lalu, Rio de Jenairo - Brazil,
dibawah mantan kepemimpinan ketua PBSI (Persatuan Bulu tangkis Seluruh
Indonesia) saat itu, Gita Wiryawan, tim bulu tangkis Indonesia dapat kembali
merebut emas melalui Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir di sektor ganda campuran
yang melengkapi 2 perak sebelumnya yang diperoleh melalui 2 lifter Indonesia. Tak
tanggung-tanggung, pemerintah langsung memberi bonus yang fantastis sekitar Rp
5 miliar kepada peraih emas dan Rp 3 miliar bagi peraih perak, yang menjadikan
Indonesia peringkat kedua dibawah Singapura, sebagai negara pemberi bonus
terbesar olimpiade (Anonim, 2016). Momen inilah yang berusaha diciptakan oleh
Kemenpora agar atlet-atlet lainnya tidak mudah patah semangat dan terus berjuang
meraih prestasi, karena hasil berupa penghargaan materi akan mengikuti.
Seseorang yang terkenal di masa jayanya biasanya berasal dari daerah, tak
jarang berasal dari daerah pelosok yang nama daerahnya kurang begitu terdengar
daripada ibukota provinsi. Semua orang pasti tahu nama Taufik Hidayat. Namun,
belum tentu orang tahu bahwa Taufik berasal dari sebuah daerah bernama
Pangalengan, sekitar 40 km dari pusat kota Bandung. Masih di Jawa Barat, masih
ada yang tak kalah terkenalnya, yakni Susi Susanti. Salah satu atlet putri terbaik
7
yang pernah dimiliki Indonesia yang lahir di Kota Tasikmalaya, sekitar 112 km
jaraknya dari ibukota provinsi. Berbeda dengan peraih-peraih emas sebelumnya,
atlet peraih medali perak Olimpiade Sydney 2000, Hendrawan lahir di Malang,
Jawa Timur, kota yang sebenarnya bukan dimana kota gudangnya atlet. Dari klub-
klub kecil-lah atlet-atlet lahir, sampai berkembang pada level nasional hingga
internasional.
Kota Batu sekitar 20 km dari Kota Malang bukanlah kota olahraga ataupun
kota atlet. Kota hasil pemekaran wilayah Kabupaten Malang tahun 2001 ini
merupakan kota pariwisata sekaligus kota penghasil sayur-mayur. Umurnya yang
baru remaja, namun tergolong sukses menarik wisatawan berkunjung menikmati
keindahan objek-objek wisata, membuat Kota Batu juga dijuluki Kota Wisata Batu
(KWB). Setiap hari Minggu contohnya tak sulit menemukan aktivitas
masyarakatnya berolahraga, yang dapat dijumpai keramaiannya di seputaran alun-
alun kota dan daerah pemerintah kota (Pemkot). Dan tidak jauh dari pusat kota juga
masih terdapat Gelanggang Olahraga (GOR) Ganesha. GOR yang terletak
disebelah barat bianglala alun-alun ini merupakan sarana berbagai macam olahraga,
seperti bulu tangkis, bola voli, bola basket, futsal, dan sepak takraw. Selain
digunakan secara bergantian untuk sarana berolahraga, GOR milik Pemkot Batu ini
juga kerap digunakan untuk acara dan pertemuan lainnya.
8
Gambar 1. Seringnya GOR Ganesha dipakai untuk kegiatan lain non-
olahraga.
Tiga kali dalam seminggu pemain-pemain bulu tangkis PBSI Batu berlatih.
Sayangnya, seringkali beberapa atlet ini molor datang hingga setengah jam.
Ketidakdisiplinan tersebut makin tercermin dari kedatangan atlet-atlet yang
seharusnya berlatih seminggu tiga kali, terkadang hanya datang sekali di jadwal
berlatih lainnya. Tak jarang klub yang didominasi atlet-atlet kelompok anak-anak
ini pun kurang memiliki pelatih aktif pada tiga kali pertemuan penuhnya. Peneliti
amati dalam pengamatan, terdapat sekitar 7 pelatih aktif harian, dan salah satu
pelatih aktif tersebut telah berumur renta.
Gambar 2. Honggi, pelatih renta PBSI Batu berumur 87 tahun.
9
Tugas tersebut sangat-lah berat karena pelatih harus melatih banyaknya
anak dengan merangkap melatih beberapa kelompok umur dengan kondisi sifat
individu dan kemampuan individu yang berbeda-beda. Pada kesempatan Kejuaraan
Kota (Kejurkot) tahunan Bulu tangkis sekota Batu yang berlangsung pada 9-11
Desember 2016 yang lalu, Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)
Kota Batu, Zainul Arifin, mengatakan bahwa, Kota Batu sama sekali tidak memiliki
atlet bulu tangkis level provinsi maupun nasional. Ini terbukti dari
ketidakikutsertaan tim bulu tangkis Kota Batu pada Pekan Olahraga Provinsi
(Porprov) ke-5 Jawa Timur yang berlangsung di Banyuwangi tahun 2015. Kota
Batu hanya memiliki atlet-atlet nasional dari cabor Paralayang yang mewakili
kontingen Jawa Timur dan telah dapat merebut medali pada Pekan Olahraga
Nasional (PON) ke-19 di Bandung, Jawa Barat 2016 (Irsya, 2016). Hal inilah yang
membuat KONI Batu tergerak terhadap cabor bulutangkis. Salah satunya melalui
Kepala Bidang Pembinaan Prestasi (Kabid Binpres) KONI Batu adalah lebih
memilih dan membina atlet kategori U13 dan U15 yang berprospek untuk lebih
digembleng menuju Porprov 2019 yang akan berlangsung di Kabupaten Gresik,
Jawa Timur. Terobosan KONI ini banyak menuai pro dan kontra dari sisi pengurus
maupun pelatih. Disisi pro, hal ini bagus karena atlet dapat secara terbagi dalam
kelompok utama dan dasar, namun disisi kontra karena beberapa atlet merasa
dianak-tirikan karena belum layak untuk masuk ke kelas yang lebih bagus, namun
menjadi motivasi dan penyemangat agar atlet berkemampuan dasar dapat lebih giat
berlatih
.
10
Tabel 2. Jadwal Latihan PBSI Batu
Nomor Hari Selasa Kamis Minggu
1. Waktu 18.00 – 19.00 17.00 – 19.00 07.00 – 09.00
Sumber: Pengamatan langsung dan tim pelatih PBSI Batu.
Tabel 3. Daftar Pelatih PBSI Batu
No. Nama Pelatih Umur Status
1. Aditya Permana 20 tahun Pelatih Harian
2. Agus Pur - Pelatih Harian
3. Agus Naif 42 tahun vakum
4. Akhmad Firdaus 20 tahun Pelatih Harian
5. Alexander Kristanto 38 tahun vakum
6. Budi 44 tahun Pelatih Harian dan Senior
7. Didik Cahyono 57 tahun Pelatih Harian dan Senior
8. Didik Slamet Riyadi 41 tahun Pelatih Nonrutin dan Senior
9. Hari Kristanto 60 tahun vakum
10. Harjo - Pelatih Nonrutin
11. Honggi 87 tahun Pelatih Harian dan Senior
12. Inung - Pelatih Nonrutin
13. Lucky 25 tahun Asisten Pelatih
14. M. Arjun Rosul 17 tahun Asisten Pelatih
15. Nathaniel Go 20 tahun Asisten Pelatih
16. Ratnawati 47 tahun Pelatih Harian dan Senior
11
17. Teguh 25 tahun vakum
Sumber: Pengamatan langsung dan wawancara kepada Ratnawati,
selaku salah satu pelatih harian senior.
Selain mengadakan kelas khusus bagi atlet yang berprospek, KONI dan
PBSI Batu tetap rutin menyelenggarakan beberapa turnamen bulu tangkis level kota
di tiap tahunnya untuk regenerasi atlet. Pentingnya topik penelitian ini dipilih
adalah untuk melihat bagaimana peran pelatih menjalin komunikasi interpersonal
dengan atlet-atletnya menjelang salah satu kejuaran tahunan, karena hal ini adalah
hal yang harus dilakukan pelatih dalam proses belajar bersama dengan atletnya.
Tidak ada seorang atlet dimanapun yang dapat sukses jika tidak dibimbing oleh
salah satunya oleh pelatih.
Kemudian meneliti topik ini cukup memberikan tantangan apakah kota
sekecil Kota Batu dan bukan merupakan kota olahraga utamanya olahraga bulu
tangkis, dapat memberikan prestasi dikemudian hari untuk kotanya?. Karena
tentunya ada dana yang dialokasikan KONI Batu untuk cabor bulu tangkis ini.
Selain itu dengan adanya pro dan kontra yang dialami internal PBSI Kota Batu,
peneliti ingin melihat dan mengamati jalannya sistem pola latihan dan bagaimana
kedekatan antara pelatih dan atletnya dan sebaliknya apakah jalannya latihan akan
ada gangguan-gangguan terkait pro dan kontra, atau justru ada hasil positif
kedepannya untuk Kota Batu dengan adanya pro dan kontra tersebut. Persiapan
terdekat atlet bulu tangkis Kota Batu adalah menuju olimpiade olahraga tahunan
(non-akademik) Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) tingkat provinsi SD /
MI dan SMP / MTs di kota Surabaya pada 19 Juli 2018.
12
B. Rumusan Masalah
Berdasar Latar Belakang yang telah dikemukakan peneliti diatas, rumusan
masalah yang dapat diteliti adalah bagaimana model dan proses komunikasi
interpersonal yang dijalin antara pelatih dengan atlet pemula dalam persiapan
menghadapi pertandingan O2SN tingkat provinsi pada klub bulu tangkis PBSI Kota
Batu?.
C. Tujuan Penelitian
Berdasar rumusan masalah yang telah disampaikan tersebut, maka
penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui model dan proses komunikasi
interpersonal antara pelatih dengan atlet pemula dalam persiapan menghadapi
pertandingan O2SN tingkat provinsi di klub bulu tangkis PBSI Kota Batu.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat akademis
Diharapkan dapat menambah kajian mengenai model komunikasi
interpersonal di dunia keolahragaan, khususnya olahraga bulu tangkis antara pelatih
dan atlet, terlebih bagi atlet kategori kelompok umur anak-anak hingga taruna yang
bukan merupakan atlet provinsi maupun nasional yang terpusat di pemusatan
latihan.
2. Manfaat praktis
Semoga dapat menjadi referensi atau rujukan kajian pustaka untuk
melengkapi penelitian-penelitian selanjutnya.