54
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Antara tahun 2010-2012, sepak bola Indonesia dilanda intrik dan konflik. Konflik tersebut dapat dibagi menjadi dua, yakni pertama, konflik pengurus yang menyebabkan munculnya dualisme kepengurusan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), yaitu PSSI versus Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI), dan kedua, dualisme sistem kompetisi yaitu Liga Super Indonesia (LSI) versus Liga Primer Indonesia (LPI). Konflik itu berawal saat Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI periode 2007- 2011, menjalani hukuman penjara di LP Cipinang karena terlibat korupsi penyaluran minyak goreng tahun 1999-2000, saat Indonesia masih didera krisis ekonomi. Dari balik jeruji penjara Nurdin Halid mengendalikan organisasi sepak bola Indonesia. Hal ini memicu kontroversi. Ia dinilai oleh sejumlah kalangan memanipulasi Statuta FIFA, Induk organisasi sepak bola dunia. Sebab dalam statuta FIFA disebutkan bahwa seseorang yang melakukan tindak kriminal dilarang memimpin atau menjadi pengurus asosiasi sepak bola dibawah FIFA. Kondisi ini diperparah dengan prestasi sepak bola Indonesia yang berada dititik nadir. Selama dibawah kendali Nurdin Halid, Tim Nasional kelompok usia manapun belum pernah berprestasi. Puncak kekecewaan ditandai keinginan beberapa kalangan melengserkan Nurdin Halid. Berbagai usaha dicoba oleh para penentang Nurdin Halid. Di antaranya mencoba menempatkan Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang pada MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITIS PEMBERITAAN KONFLIK KEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA) AFDAL MAKKURAGA PUTR Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97183/potongan/S3-2016-336548... · menyebabkan munculnya dualisme kepengurusan Persatuan Sepak Bola

  • Upload
    buitruc

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Antara tahun 2010-2012, sepak bola Indonesia dilanda intrik dan konflik.

Konflik tersebut dapat dibagi menjadi dua, yakni pertama, konflik pengurus yang

menyebabkan munculnya dualisme kepengurusan Persatuan Sepak Bola Seluruh

Indonesia (PSSI), yaitu PSSI versus Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia

(KPSI), dan kedua, dualisme sistem kompetisi yaitu Liga Super Indonesia (LSI)

versus Liga Primer Indonesia (LPI).

Konflik itu berawal saat Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI periode 2007-

2011, menjalani hukuman penjara di LP Cipinang karena terlibat korupsi

penyaluran minyak goreng tahun 1999-2000, saat Indonesia masih didera krisis

ekonomi. Dari balik jeruji penjara Nurdin Halid mengendalikan organisasi sepak

bola Indonesia. Hal ini memicu kontroversi. Ia dinilai oleh sejumlah kalangan

memanipulasi Statuta FIFA, Induk organisasi sepak bola dunia. Sebab dalam

statuta FIFA disebutkan bahwa seseorang yang melakukan tindak kriminal

dilarang memimpin atau menjadi pengurus asosiasi sepak bola dibawah FIFA.

Kondisi ini diperparah dengan prestasi sepak bola Indonesia yang berada

dititik nadir. Selama dibawah kendali Nurdin Halid, Tim Nasional kelompok usia

manapun belum pernah berprestasi. Puncak kekecewaan ditandai keinginan

beberapa kalangan melengserkan Nurdin Halid.

Berbagai usaha dicoba oleh para penentang Nurdin Halid. Di antaranya

mencoba menempatkan Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang pada

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2

akhir Maret 2010 menjadi Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dengan

agenda mengganti Nurdin Halid. Namun, gerakan yang diinisiasi oleh Presiden

Soesilo Bambang Yudoyono dan didukung oleh Persatuan Wartawan Indonesia

(PWI) gagal total melengserkan Nurdin Halid dari posisinya.

Usaha selanjutnya adalah mencoba menggembosi kompetisi resmi PSSI,

Liga Super Indonesia (atau juga disebut Indonesian Super League/ISL) dengan

membuat kompetisi tandingan yakni Liga Primer Indonesia (atau juga disebut

Indonesia Primere League/IPL). Pengagas IPL ialah Arifin Panigoro, pengusaha

sekaligus politisi yang berniat maju menggantikan Nurdin Halid sebagai Ketua

Umum PSSI. Sampai tahun 2013 terjadi dualisme sistem kompetisi di Indonesia

Usaha Nurdin Halid untuk bertahan diposisinya dilakukan dengan mati-

matian. Salah satunya ialah mengganjal calon ketua umum lainnya. Melihat cara

Nurdin yang dinilai ―curang,‖ penentangnya pun menggunakan cara ―kekerasan‖

dengan mengambil alih Kongres PSSI di Pekanbaru, Riau Maret 2011 secara

paksa sehingga menjadi deadlock.

Konflik kepengurusan sepak bola Indonesia merupakan arena yang

memiliki grafitasi menarik segenap pemilik kepentingan untuk ―bertarung‖ guna

memperebutkan sumber daya di dalamnya.

Konflik itu ibaratnya ranah (field),meminjam istilah Bourdieu, yang di

dalamnya terdapat upaya perjuangan untuk merebut sumber daya (modal) dan

juga demi memperoleh akses tertentu guna menentukan posisi. Ranah sekaligus

arena pertarungan di mana mereka yang menempatinya dapat mempertahankan

atau mengubah konfigurasi kekuasaan yang ada. Struktur ranahlah yang

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3

membimbing dan memberikan strategi bagi penghuni posisi, baik individu

maupun kelompok, untuk melindungi atau meningkatkatkan posisi mereka dalam

kaitannya dengan jenjang pencapaian sosial.

Atas dasar itulah perhatian media massa di Ibu Kota terhadap peristiwa-

peristiwa konflik di PSSI yang terjadi dalam kurun waktu 2010-2012 cukup

serius. Hampir semua media seolah-olah berlomba memberitakan persoalan-

persoalan tersebut dengan perspektif masing-masing. Harian Kompas dan Sindo,

misalnya, dari Januari sampai Juni 2011, setiap hari menurunkan berita yang

berkaitan dengan PSSI dan LPI; demikian pula dengan tabloid Bola, tabloid

olahraga ini bahkan membuat rubrik khusus IPL. Jumlah pemberitaan masing-

masing media tersebut mencapai lebih dari seratus item berita. Jumlah berita yang

demikian besar ini menunjukkan bahwa olah raga sepak bola merupakan olah raga

paling popular dan menarik minat pembaca paling tinggi di Indonesia. Berikut

datanya:

Tabel 1.1

Jumlah Pemberitaan Konflik Kepengurusan Sepak Bola Indonesia

Januari-Juni 20111

Media Jumlah Berita

Kompas 136

Seputar Indonesia (Sindo) 118

Bola 479

Sumber: diolah dari kumpulan kliping berita PSSI dan LPI di Kompas, Sindo dan Bola

1 Jumlah pemberitaan konflik sepak bola jauh lebih besar bila dibanding dengan konflik organisasi

olah raga lain. Seperti yang terjadi pada kepengurusan di Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia

(PTMSI), konflik ini sepi dari pemberitaan media. Padahal yang ―berkonflik‖ di PTMSI

melibatkan elit-elit politik nasional seperti Komisaris Jenderal (Purn) Oegroseno, mantan Wakil

Kepala Kepolisisn RI vs Marzuki Alie, mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

4

Persoalan konflik sepak bola di Indonesia memang sarat kepentingan

ekonomi dan politik yang bertali-temali dengan industri media. Keinginan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyelenggarakan Kongres Sepak

Bola Nasional (KSN) Maret 2010, misalnya, pertama kali diungkapkan saat

bertemu dengan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Istana Negara

Rabu, 27 Januari 2010. Dalam pertemuan tersebut, Presiden SBY meminta PWI

membantu pemerintah menggelar KSN pada tanggal 29-30 Maret 2010.

Pendukung Nurdin Halid waktu itu menilai PWI memiliki kepentingan dengan

KSN, karena sejatinya organisasi para wartawan itu tidak mengurusi sepak bola.

Pendukung Nurdin Halid menilai PWI berkeinginan menjatuhkan Nurdin Halid.2

Kontradiksi kepentingan lainnya terkait saat Timnas senior PSSI berlaga

di Piala AFF 2010. Saat itu TV One memperoleh akses untuk berada satu pesawat

dengan Timnas, yang akan bertanding pada putaran final laga pertama melawan

Malaysia. Kru media TV One secara eksklusif mewawancarai sejumlah pemain

dalam pesawat. Perlakukan istimewa itu ternyata diperoleh dengan menggunakan

koneksi Nirwan D. Bakrie, Wakil Ketua Umum PSSI periode 2007-2011, yang

juga adik kandung Aburizal Bakrie, salah satu pemilik TV One yang juga Ketua

Umum Partai Golkar. Tak hanya itu, saat Timnas Indonesia maju ke final AFF

setelah mengalahkan Filipina di semifinal, Timnas PSSI menghadiri undangan

Aburizal Bakrie guna bersantap malam. Peristiwa itu menjadi sorotan kritik saat

itu, karena dianggap sebagai ajang pencitraan Partai Golkar dan Nurdin Halid.

Kritik lain juga mengemuka, mengapa kru Rajawali Citra Televisi Indonesia

2http://bola.kompas.com/read/2010/02/04/04333971/pwi-koni.lakukan.kongres.sepak.bola, diakses

Jumat 11 Oktober 2013 pukul 05.30

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

5

(RCTI) tidak diikutkan dalam pesawat yang ditumpangi Timnas, padahal RCTI

yang memperoleh hak siar pertandingan Timnas.3

Penelitian penulis sebelumnya yang berjudul ―Wajah Sepak Bola

Indonesia Dalam Bingkai Pemberitaan Media‖ menemukan bahwa adanya konflik

kepentingan atas peristiwa KSN (Kongres Sepak Bola Nasional) yang

dilaksanakan di Malang, Jawa Timur 29-30 Maret 2010. KSN yang sebetulnya

adalah kongres untuk mencari solusi atas terpuruknya sepak bola nasional

dimaknai Kompas sebagai momentum yang tepat guna mengganti Ketua Umum

PSSI Nurdin Halid. KSN pun didorong untuk menjadi Kongres Luar Biasa (KLB)

PSSI. Padahal menurut Statuta PSSI, KLB baru bisa digelar apabila sudah

memperoleh rekomendasi 2/3 suara dari pemilik suara PSSI yang jumlahnya

mencapai 78 klub.4

Sebaliknya Suara Karya, koran kepanjangan tangan Partai Golkar, lebih

fokus meng-counter isu-isu pelengseran Nurdin Halid dari Ketua Umum PSSI

daripada memberitakan substansi kongres tersebut. Apa yang dikatakan oleh Bill

Kovach dan Tom Rosenstiel5 bahwa Jurnalis harus membuat berita yang

komprehensif dan proporsional, tidak berlaku.

Elemen komprehensif dan proporsional mengamanahkan agar jurnalis

mencari sebanyak mungkin narasumber berita, supaya kebenaran muncul ke

3http://news.detik.com/read/2010/12/28/121916/1534087/159/3/cari-popularitas-lewat-timnas-

berbuah-blunder diakses Minggu 6 Oktober 2013 pukul 08:22 4 Hasil penelitian dimuat pada Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta dengan Artikel

berjudul Bola Indonesia dalam Bingkai Pemberitaan Media, Edisi September 2010. Jurnal itu

terkareditasi B dari Dirjen Dikti. Artikel dapat diunduh pada http://repository.upnyk.ac.id/2508/ 5Bill Kovach adalah wartawan harian Atlanta Journal-Constitution yang kemudian bersama Tom

Rosenstiel menulis buku berjudul The Elements of Journalism: What News people Should Know

and the Public Should Expect terbitan New York: CrownPublisher, 2001, yang diterjemahkan

menjadi Elemen-elemen Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan yang

Diharapkan Publik diterbitkan oleh ISAI tahun 2004

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

6

permukaan. Yang terjadi adalah masing-masing koran tidak mencari narasumber

di luar medan wacana yang dibangun. Akhirnya sudut pandang pemberitaan

sempit dan terjebak ke dalam sikap pro dan kontra. Akibat sempitnya sudut

pandang berita yang dimuat kemudian memunculkan dugaan bahwa pemberitaan

masing-masing koran tidak independen dan membawa kepentingan tersembunyi.

Suara Karya, misalnya, kelihatan tidak independen saat memberitakan KSN.

Fakta bahwa eksistensi Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid melanggar Statuta FIFA

tidak pernah diangkat. Hal ini mudah dipahami bahwa Nurdin Halid adalah kader

Partai Golkar dan dua kali terpilih menjadi anggota DPR dari Sulawesi Selatan

mewakili Fraksi Partai Golkar.

Sebaliknya Jurnal Nasional juga tidak independen dalam menggambarkan

fakta bahwa pemerintah kurang serius melakukan pembinaan sepak bola yang

ditandai dengan minimnya pembenahan fasilitas stadion dan anggaran.

Pengabaian fakta-fakta itu dapat diduga sangaja dilakukan oleh Jurnal Nasional,

mengingat koran ini adalah koran yang menyuarakan aspirasi pemerintah.

Gejala kontradiksi kepentingan pada pemberitaan konflik sepak bola

pernah dituduhkan PSSI kepada tabloid Bola, melalui Direktur Media PSSI,

Barry Sihotang yang mengadu ke Dewan Pers pada tanggal 9 Februari 2011.

Sihotang menilai pemberitaan tabloid Bola bias IPL. PSSI juga menuduh

Yesayas Oktavianus, salah seorang wartawan Kompas adalah pengurus IPL.

PSSI menilai tabloid Bola memiliki kontradiksi kepentingan dengan

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

7

pemberitaan IPL.6 Sampai dengan konflik ini berakhir Dewan Pers belum

pernah mengklarifikasi kasus tersebut.

Kontradiksi kepentingan lain yang pernah bersinggungan dengan

PSSI dan wartawan adalah saat penunjukan Ferry Kodrat sebagai Manajer

Timnas PSSI Pra Piala Dunia tahun 2011. Ferry Kodrat pernah menjadi

wartawan harian sore Suara Pembaruan. Sejumlah kalangan menilai

penempatan Ferry sebagai manajer dapat mempengaruhi pemberitaan

tentang Timnas, karena dinilai dapat melobi teman-temannya di media.

MNC group, korporasi yang menaungi harian Seputar Indonesia, juga

dianggap memiliki kontradiksi kepentingan terkait dengan hak siar IPL yang

dipegang oleh MNC tahun 2011-2012. Ada yang menilaibahwa harian

Seputar Indonesia mendeskriditkan ISL dan mencitrapositifkan IPL.

Demikian juga dengan Viva Group, salah satu anak perusahaan

Bakrie yang menaungi TV One, ANTV dan Vivanews.com. Berita-berita di

kelompok Viva dianggap mendiskriditkan IPL dan mencitrapositifkan ISL,

karena hak siar ISL dipegang oleh TV One dan ANTV. Di samping itu,

Nirwan D. Bakrie, pengurus PSSI periode 2007-2011 adalah salah satu

pemilik usaha Bakrie Group. Viva group memiliki kepentingan komersial

dengan ISL.

Dalam pemberitaan konflik kepengurusan dalam tubuh

persepakbolaan Indonesia, penulis menengarai bahwa media massa

mengkonstruksi konflik tersebut sebagai komoditas (nilai jual). Media

6(http://sport.detik.com/sepakbola/read/2011/02/09/115629/1567609/76/pssi-tunggu-

dewan-pers-panggil-dua-media-massa), diakses Senin, 7 Oktober 2013 pukul 7:10.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

8

seolah-seolah menciptakan dua kelompok yang saling berhadap-hadapan.

Media mendramatisasi konflik tersebut sedemikian rupa, sehingga menarik

untuk diikuti. Temuan awal penulis menunjukkan bahwa Kompas bersikap

―memojokkan‖ Nurdin Halid dengan tuduhan memanipulasi Statuta FIFA

tentang pasal kriminal, sebaliknya Kompas ―menyanjung‖ Arifin Panigoro,

pendiri Indonesia Primer League (IPL)—kompetisi tandingan Indonesia

Super League (ISL)—padahal kenyataannya mendirikan liga tandingan juga

melanggar Statuta FIFA, sebab FIFA hanya akan mengakui liga yang

dibentuk oleh asosiasi anggota FIFA. IPL bukan liga yang dibentuk oleh

PSSI, anggota FIFA.7 Fakta di atas menunjukkan bahwa Kompas

menerapkan standar ganda pada dua kelompok yang berkonflik. Dua

kelompok yang sama-sama melakukan pelanggaran Statuta FIFA

diperlakukan berbeda. Mengapa hal tersebut dilakukan? Penulis mencurigai

bahwa harian Kompas memiliki agenda tersembunyi dengan konflik dalam

persepakbolaan tersebut. Kepentingannya adalah Kompas-Gramedia (induk

usaha harian Kompas) memiliki liga sepak bola usia di bawah 14 tahun yang

bergulir sejak tahun 2010. Liga tersebut bernama ―Liga Kompas-Gramedia

U14.‖

7 Pasal 18 ayat 1 Statuta FIFA berbunyi ―Leagues or any other groups affiliated to a Member of

FIFA shall be subordinate to and recognised by that Member. The Member’s statutes shall defi ne

the scope of authority and the rights and duties of these groups. The statutes and regulations of

these groups shall be approved by the Member. Lebih jauh tentang Statuta FIFA dapat dilihat di

http://www.fifa.com/aboutfifa/organisation/mission.html

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

9

Kontradiksi kepentingan8 dalam terminologi jurnalistik terjadi bila

terdapat dua kepentingan berbeda dan bertentangan yang muncul secara

bersamaan yang berkenaan dengan kerja jurnalistik.9 Dalam kaidah

jurnalistik salah satu prinsip yang harus dipenuhi adalah bersikap

indenpenden. Independen diartikan bahwa setiap wartawan harus memenuhi

sikap profesional tanpa membiarkan pihak ketiga menghalangi,

mengganggu, mempengaruhi pekerjaannya dan atau hasil liputannya. Setiap

wartawan berkewajiban untuk menolak siapa pun yang membatasi kemerdekaan

mereka. Prinsip ini berlaku untuk kasus ketika fakta dan peristiwa yang

disalahartikan atau terdistorsi oleh kepala lembaga wartawan wartawan bekerja.

Kontradiksi kepentigan bisa mengganggu terwujudnya prinsip independen

tersebut.

Kontradiksi kepentingan walaupun agak mirip pengertiannya dengan

conflict of interest namun tetap masih memiliki perbedaan. Jika kontradiksi

kepentingan diartikan sebagai suatu kondisi dimana penilaian kepentingan

utama bententangan dengan kepentingan sekunder, maka konflik

kepentingan diartikan sebagai kondisi dimana kepentingan utama tidak

8Terminologi ―kontradiksi kepentingan‖ dapat dilacak dari pemikiran-pemikiran Karl Marx tentang

kritik terhadap kapitalisme. Marx menggunakan berbagai pendekatan untuk menunjukkan berbagai kebobrokan kapitalisme. Dari segi moral, Marx menilai kapitalisme mewarisi ketidakadilan sebab tidak peduli pada kepincangan dan kesenjangan sosial dalam masyarakat. Dari segi sosial, kapitalisme merupakan sumber konflik antar kelas, baik antar borjuis dengan proletar, antara tuan tanah dengan butuh tani. Dari segi ekonomi, Marx melihat bahwa kapitalisme digunakan oleh kaum kapitalis untuk mengejar laba sebanyak-

banyaknya dengan menekan buruh sekeras mungkin. Marxisme memberikan perhatian kuat pada komunikasi dalam masyarakat. Praktek komunikasi merupakan hasil dari ketegangan antara aktivitas individual dan batasan-batasan sosial terhadap kreativitas tersebut. Kebebasan mengekspresikan diri tidak dapat tercapai dalam masyarakat yang berdasarkan kelas. Marxisme menyakini bahwa kontradiksi, ketegangan dan konflik

tidak dapat dihindari dari tatanan sosial dan tidak pernah bisa dihapuskan. Lihat F.M. Suseno Filsafat

Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius 1992. 9 Istilah kontradiksi sendiri pernah dikaji oleh Mashuri mahasiswa Pasca Sarjana program studi

sastra UGM yang dimuat di Jurnal Lakon Universitas Airlangga Surabaya, Juli 2012.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

10

dilaksanakan atau diabaikan oleh karena adanya kepentingan lain yang lebih

mendominasi. Konflik kepentingan dalam kerja jurnalistik sering ditandai

dengan wartawan yang menerima imbalan uang atau fasilitas eksklusif

dalam peliputan sehingga mempengaruhi hasil liputannya bahkan cenderung

mengabaikan aspek etika jurnalistik.10

Kontradiksi kepentingan dalam

jurnalistik memang belum sampai melanggar etika jurnalistik namun

dikhawatirkan memicu lahirnya bias dalam pemberitaan. Bentuk bias

tersebut bisa terwujud pada berita yang memihak pada kelompok tertentu

yang berkonflik (imbalance), melakukan stigmatisasi (prejudice) dan

memperoleh keuntungan pribadi/kelompok atas pemberitaan yang dibuatnya.

Dilema yang timbul dari praktek kontradiksi kepentingan yakni

terabaikannya hak publik untuk mengetahui infomasi yang benar (neglecting

the public interest) dan mencederai keberagaman (Croteau dan Hoynes,

2006: 156). Bila informasi yang diterima oleh publik adalah informasi salah

maka sudah pasti opini publik yang timbul adalah opini yang salah pula.

Berangkat dari pemikiran-pemikiran di atas penulis tertarik mengkaji

kontradiksi kepentingan dalam pemberitaan konflik kepengurusan dalam

tubuh persepakbolaan di Indonesia.

1.1. Permasalahan

Berangkat dari persoalan di atas, pertanyaan penelitian yang penulis

ajukan adalah sebagai berikut:

10

Rosihan Anwar memberi contoh konflik kepentingan bagi wartawan terjadi misalnya bila

wartawan merima imbalan dari narasumber yang diberitakannya. Lihat Rosihan Anwar ,

Wartawan & KodeEtik Jurnalistik, 1996: 19-20.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

11

1. Bagaimana ketiga media cetak ibu kota (Kompas, tabloid Bola dan

Seputar Indonesia) mewacanakan pemberitaan konflik dalam tubuh

kepengurusan sepak bola di Indonesia?

2. Kepentingan ekonomi-politik apa yang ingin diperjuangkan masing-

masing media cetak tersebut dalam memberitakan konflik dalam tubuh

kepengurusan sepakbola di Indonesia?

1.2. Keaslian Penelitian

Penelitian yang akan penulis lakukan bersifat kualitatif, menggunakan

paradigma kritis dengan metode penelitiaan Critical Discourse Analysis (CDA).

Teknik pengumpulan data menggunakan analisis teks media dan menggabungkan

dengan wawancara mendalam.

Kerangka teori yang akan penulis gunakan antara lain teori-teori yang

berkaitan dengan ekonomi politik media yang dikembangkan oleh Vincent

Mosco, Graham Murdoc dan Peter Golding, serta konsep-konsep hegemoni yang

dikembangkan oleh Antonio Gramsci dan didukung oleh teori-teori lain.

Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang konflik kepengurusan

dalam persepakbolaan Indonesia dengan menggunakan CDA dan kajian Ekonomi

Politik belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini juga berbeda dengan

penelitian-penelitan terdahulu seperti yang penulis akan gambarkan pada Tinjauan

Pustaka.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

12

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan:

1. Menjelaskan secara komprehensif ketiga media cetak ibu kota (Kompas,

Tabloid Bola dan harian Seputar Indonesia) dalam mengkonstruksi

pemberitaan konflik dalam tubuh persepakbolaan di Indonesia.

2. Membongkar kepentingan ekonomi-politik masing-masing media cetak

tersebut dalam memberitakan konflik dalam tubuh kepengurusan

persepakbolaan di Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian terdahulu tentang sepak bola pada umumnya menyoroti relasi

kuasa yang bersifat hegemonik dalam industri sepak bola. Pemilik modal

menempati posisi yang dominatif, pemain dan penonton menempati posisi

subordinatif. Pemain dan penonton menjadi komoditas. Sedangkan penelitian

terdahulu dengan metode analisa wacana media pada umumnya fokus pada relasi

kuasa di lembaga legislatif dan eksekutif dengan pendekatan konstruktivis.

Umumnya penelitian tersebut hanya membahas makna-makna dalam teks berita

sehingga relasi kuasa di balik produksi, distribusi dan konsumsi teks media tidak

cukup terungkap.

Penelitian yang akan penulis lakukan diharapkan dapat membongkar relasi

kuasa pada produksi, distribusi dan konsumsi diskursus konflik persepakbolaan

pada korporasi besar media massa di Jakarta.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

13

Penelitian ini akan berangkat dari pendekatan media and cultural studies.

Pendekatan Cultural studies diarahkan untuk menguji subjek penting dalam

kerangka praktek budaya dan hubungannya dengan kekuasaan. Tujuannya adalah

untuk menunjukkan relasi kuasa dan kepentingan serta pada saat yang sama

menguji seberapa jauh relasi kuasa tersebut mempengaruhi dan membentuk

praktek-praktek budaya.

2. Tinjauan Pustaka & Landasan Teori

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian seputar sepak bola sudah banyak dilakukan. Masing-masing

peneliti berangkat dari fokus yang berbeda. Ada yang menyoroti dari sisi

komunikasi politik (Lesmana, 2012), praktek nonton bareng (Rina Febriani,

2011), analisis isi media (Marcus Free dan John Hughson, 2011), ekonomi politik

(David Kennedy dan Peter Kennedy, 2010), Wyn Grant (2007) dan Gustavo

Madeiro (2007), dan supporter Chris Goumas (2013), serta semiotika iklan

(Khoirul Anwar, 2012).

Penelitian Tjipta Lesmana tentang konflik PSSI 2011-2012 intinya

mengemukakan bahwa karut marutnya situasi menjelang kongres untuk memilih

kepengurusan baru di PSSI tahun 2011, tidak terlepas dari konflik kepentingan

berbagai pihak. Lesmana mengecam pihak-pihak yang bersikeras menyuarakan

kepentingannya sendiri dalam perebutan kursi ketua umum PSSI tahun 2011,

secara khusus yakni kepada George Toisutta – Arifin Panigoro (GT-AP) dan

kelompok pendukungnya yakni Kelompok 78 (K78), yang begitu memaksakan

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

14

kandidatnya untuk maju, padahal sudah ditolak oleh Komite Banding. Lesmana

menyebut bahwa sikap itu keliru, karena K78 sudah berani menentang FIFA.

Padahal, menurutnya sepakbola adalah olahraga yang unik, karena segala

peraturan harus tunduk pada FIFA. Lesmana juga membahas kekuatan-kekuatan

siapa saja yang berada di balik kubu GT-AP, termasuk pandangan adanya campur

tangan oknum-oknum tentara.

Lesmana yang menggunakan pendekatan komunikasi politik dalam

meneliti kasus PSSI mengkritik kepengurusan PSSI di bawah Djohar Arifin

Husin, mulai dari masalah pemecatan Alfred Riedl, melahirkan klub kembar (atau

yang populer disebut dengan klub kloningan), kontroversi pengangkatan Bernhard

Limbong sebagai ketua Badan Tim Nasional, kontroversi Persipura Jayapura

terkait keikutsertaan di ajang kompetisi Asia, dan pemecatan empat anggota

Executive Committee (Exco) PSSI.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Rina Febriani yang menulis tesis

berjudul ―Nonton Bareng (Nobar) di Kafe Sebagai Fenomena Budaya Populer‖di

Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Ilmu Sastra, Peminatan Cultural Studies,

Universitas Indonesia, Januari 2011.

Febriani menggunakan teori Sirkuit Budaya Paul Du Gay dkk dan konsep

Consumer Society Jean Baudrillard. Metode penelitian menggunakan etnografi

dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam tak berstruktur dan

observasi partisipan dengan larut dalam keriuhan nonton bareng tersebut.

Penelitian dilakukan pada saat Piala Dunia tahun 2010 dengan rentang waktu 11

Juni-11 Juli 2010.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

15

Hasil penelitian menjukkan bahwa aktivitas nobar di kafe merupakan

kelanjutan dari aktivitas konsumsi penonton sepakbola. Kelangsungan sepakbola

bukan bergantung pada bakat-bakat pemain tetapi pada konsumsi penonton dan

suporter sebagai konsumen secara terus menerus. Oleh karena itu, bentuk

konsumsi sepakbola terus menerus berkembang. Komoditas terus diproduksi

bukan hanya untuk mempertahankan pendukung yang telah ada tetapi juga untuk

meraih pendukung baru. Untuk ini, media massa berperan penting dalam

penyebaran informasi yang mengandung tanda-tanda yang bisa diterima oleh

masyarakat. Nobar di kafe merupakan gabungan aktivitas menonton sebelumnya,

yaitu penonton stadion dan penonton televisi.

Sebagai fenomena budaya, aktivitas ini terbentuk dari beberapa proses

sosial yang relasional dan dialogis. Secara umum nobar di kafe merupakan salah

satu bentuk konsumsi oleh penonton sepakbola. Namun ia juga tidak lepas dari

proses lain yang memengaruhi pola konsumsi tersebut, yaitu representasi,

identitas, produksi dan regulasi. Pemaknaan terjadi bukan karena objek tetapi

bagaimana objek itu dikonsumsi. Ketenangan kafe bisa berkompromi dengan

keriuhan penonton sepakbola yang bisa terjadi dengan adanya sistem yang

menjadikannya sebagai salah satu bentuk praktik konsumsi penonton sepakbola.

Marcus Free dan John Hughson(2011)dalam artikel yang berjudul

―Football's 'coming out': soccer and homophobia in England's tabloid press‖

mengemukakan bahwa tabloid-tabloid di Inggris bersifat ambivalen dalam

memberitakan homophobia di dunia sepak bola. Dengan menggunakan perspektif

psikoanalisis dan post-strukturalis, Freedan Hughson berpendapat bahwa tabloid-

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

16

tabloid Inggris memang mengkampanyekan penghentian homophobia di dunia

sepak bola, namun pada sisi yang lain, tabloid-tabloid tersebut senantiasa

memberitakan dengan rasa keingintahuan yang dalam tentang kehidupan pribadi

para pesepakbola yang berorientasi seks sejenis ini. Mereka menilai bahwa

dengan antusiasme memberitakan kehidupan pribadi para homosexual tersebut

berarti memberikan ruang bagi para homophobia untuk terus menerus menentang

kaum homoseksual. Seharusnya tabloid-tabloid Inggris tidak perlu

mempersoalkan orientasi seksual seorang atlet sepakbola karena dalam olahraga

yang diperlukan adalah skill, talenta dan kebugaran fisik untuk berprestasi, bukan

orientasi seksual.

Penelitian Chris Goumas (2013) yang berjudul ―Home Advantage and

Crowd Size in Soccer: a Worldwide Study‖ menunjukkan bahwa terdapat korelasi

yang signifikan antara keriuhan penonton (crowd) tuan rumah dengan

kemenangan tim sepak bola tuan rumah. Goumas yang melakukan survei di empat

konfederasi sepak bola di empat benua, yakni Eropa (UEFA), Asia (AFC),

Amerika Utara dan Tengah (Concacaf), serta Amerika Selatan (Conmebol)

dengan meneliti 1900 jumlah pertandingan, menunjukkan bahwa pengaruh

keriuhan penonton tuan rumah memberikan kontribusi kemenangan sebesar:

56,2% di Eropa, 63,5% di Asia, 67,1% di Amerika Utara dan 62,9% di Amerika

Selatan atau rata-rata 60,4% untuk seluruh benua.

Goumas menyimpulkan selain keriuhan supporter tuan rumah, faktor lain

yang mempengaruhi diantaranya: kondisi psikologis yang sudah akrab dengan

lapangan, atmosfir stadion, dan wasit yang kerap memihak tuan rumah.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

17

David Kennedy dan Peter Kennedy (2011) membuat penelitian berjudul

―Toward a Marxist Political Economy of Football Supporters‖mereka meneliti

kasus pendukung klub sepak bola liga Inggris, Everton, dengan pendekatan

ekonomi politik Marxis. Mereka menyoroti rencana perpindahan markas Everton

dari Goodison Park ke stadion Kirkby, yang digulirkan sejak 2006. Untuk

mewujudkan rencana tersebut manajemen Everton menggandeng pengembang

Tesco Plc. Dalam proposalnya Tesco berencana akan membangun supermarket

raksasa yang buka 24 jam, restoran, bar dan taman bermain serta hotel berbintang

dalam kompleks stadion Kirkby. Rencana itu kemudian menuai pro dan kontra

dari pendukung fanatik Everton.

Pendukung yang setuju kepindahan itu disebut terjebak dalam propaganda

komersialisasi klub. Supporter Everton akan dijadikan sebagai ―komoditas palsu‖

(fictitious commodity) oleh pengembang. Sebaliknya mereka yang menolak

kepindahan tersebut disebut sebagai kaum tradisional. Kaum tradisional

berargumen bahwa antara pendukung dan klub terdapat ikatan emosional.

Kepindahan stadion seakan-akan memisahkan jiwa antara klub dengan

pendukungnya. Meskipun Goodison Park merupakan stadion tua, mulai

digunakan sejak tahun 1892, tetapi di stadion itulah klub jatuh bangun

membangun reputasi di kancah sepak bola Inggris. Kennedy & Kennedy tidak

mengingkari bahwa sepak bola Inggris saat ini bersifat sangat kapitalistik,

sehingga supporter dijadikan ladang pemujaan komoditi (Fetishism of

Commodity).

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

18

Wyn Grant (2007) melakukan kajian ekonomi politik sepak bola Inggris

dengan judul penelitian ―An Analytical Framework for a Political Economy of

Football.‖ Ia menemukan bahwa ekonomi politik sepak bola menjadi lebih

esensial semenjak terkooptasi oleh elemem-elemen bisnis. Muncul perdebatan

antara paradigma yang memahami sepak bola sebagai sebuah intitusi bisnis

dengan paradigma sepak bola sebagai gerakan kultural dan akvitas demokrasi.

Perdebatan ketiga hal itu diwakili oleh industri media yang melihat sepak bola

sebagai komoditas, supporter melihat sebagai kegiatan kesenangan (pleisure) dan

praktek identitas sedangkan pemerintah berusaha menciptakan ruang regulasi

dimana sepak bola dijadikan sebagai ajang promosi gaya hidup sehat.

Kepentingan tersebut kemudian menimbulkan arena perdebatan di antara

ketiganya. Grant menyimpulkan bahwa sepak bola membutuhkan kebijakan

politik yang lebih ―canggih‖ untuk memastikan bahwa sepak bola bukan sekadar

komoditas. Meski peran pemerintah diperlukan, perlu pula tetap hati-hati agar

jangan sampai mencederai semangat kompetisi.

Gustavo Madeiro (2007) dengan judul penelitian “Sport and Power:

Globalization and Merchandizing in the Soccer World‖ menemukan bahwa pola

transfer pemain saat ini tak berbeda dengan teori center-periphery. Klub-klub

kaya dari Eropa akan membeli pemain bertalenta dari klub-klub miskin di

Amerika Latin dengan harga murah. Setelah pemain tersebut mengantar klubnya

berjaya di liga masing-masing, mereka akan dijual dengan harga selangit.

Fenomena ini menurut Madeiro, seperti model center-periphery. Teori center-

periphery diperkenalkan oleh Komisi Ekonomi untuk Amerika Latin dan Karibia

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

19

(CEPAL) pada tahun 1960. Pada intinya teori ini menyatakan bahwa Negara-

negara Utara yang kaya dianggap sebagai Pusat atau Inti Kapitalisme dan negara-

negara Selatan yang miskin merupakan pinggiran dalam model Pusat dan

Pinggiran (Center and Periphery). Melalui penaklukan imperial, berbagai tatanan

perekonomian pinggiran disedot ke dalam kapitalisme, akan tetapi di atas pijakan

yang tidak adil. Madeiro juga mengkritik FIFA yang terlalu mengakomodasi

kepentingan kapitalisme dalam sepak bola, sehingga antara manajemen klub

(pemilik media), pemain dan penonton tidak memiliki posisi yang setara.

Khoirul Anwar (2010) melakukan penelitian berjudul ―Euforia Sepak

Bola: Studi Semiotika dalam Iklan Piala Dunia History of Celebration.” Anwar

menggunakan paradigm kritis dengan metode analisa semiotoka Roland Barthes.

Unit analisisnya adalah iklan Coca Cola versi piala dunia sepak bola 2010.

Anwar menemukan bahwa konstruksi makna dalam iklan ini mereproduksi

imaji tentang perayaan gol sebagai ‗tarian‘ yang berelasi dengan ekspresi

kebebasan dan kemenangan itu sendiri. Dalam tanda visual dan audio ditemukan

bahwa ‗semangat‘ mencapai kemenangan adalah sesuatu yang terus

dikumandangkan. Ia juga menemukan euforia dan kesenangan itu sendiri menjadi

mitos universal dalam sepak bola, yang dalam konteks Piala Dunia untuk

menutupi memori kelam bangsa Afrika yang kerap mengalami diskriminasi.

Peneliti juga telah menelusuri beberapa penelitian sebelumnya yang

menggunakan metode analisa wacana atau teks media. Penelitinya antara lain:

Gati Gayatri (2002), Eduardus Dosi (2010), Ahmad Jamil (20012), Benny Siga

Butarbutar (2005), Yusuf Hamdan (2006)

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

20

Gati Gayatri (2002) membuat penelitian berjudul ―Konstruksi Realitas

Kepemimpinan Presiden Soeharto Dalam Berita Surat Kabar (Analisa Kritis

terhadap Makna Pesan Politik yang Disampaikan dengan Menggunakan Konsep

Ajaran Kemimpinan Jawa).‖ Penelitian ini menggunakan paradigma kritis,

sedangkan metode penelitiannya adalah analisa semiotika Roland Barthes dan

analisi isi kuantitatif. Objek penelitian pada harian Kompas, Kedaulatan Rakyat

dan Suara Pembaruan, sedangkan unit analisisnya berupa berita dan foto tentang

kepemimpinan Presiden Soeharto dalam kurun waktu 21 Maret 1968 dan 21 Mei

1998.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa realitas kepemimpinan yang

dibuat Presiden Soeharto melalui ucapan-ucapan tidak selalu sama dengan

konstruksi realitas yang dibuatnya melalui tindakan-tindakan. Meskipun ucapan-

ucapan yang dikemukakan menunjukkan bahwa ia menggunakan konsep-konsep

kepemimpinan Jawa, tindakan yang dilakukan tidak selalu mencerminkan nilai-

nilai kepemimpinan Jawa. Terdapat perbedaan antara konstruksi realitas yang

dibangun di media massa dengan konstruksi realitas yang dibuat oleh Presiden

Soeharto sendiri.

Eduardus Dosi (2010) menulis penelitian berjudul ―Wacana Dominasi

Diskriminatif Dalam Surat Kabar Lokal (Studi Relasi Kuasa di Balik Sajian Berita

Surat kabar Lokal)‖. Penelitian ini menggunakan perspektif teori kritis

pascastrukturalis dengan berpedoman pada kerangka teoritis Michel Foucault

tentang kekuasaan (power), wacana, ditunjang beberapa pemikiran lain.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dalam paradigma kritis

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

21

dengan kerangka analisis Norman Fairclough. Objek penelitiannya adalah Pos

Kupang dan Timor Express. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

ideologi politik oligarki, ideologi keagamaan Katolik dan ideologi kapitalisme

yang berada dibalik wacana dominasi disktriminatif dalam kemasan teks

pencalonan anggota legislatif tahun 2004 di NTT. Peristiwa pencalonan anggota

legislatif NTT dalam teks surat kabar dikemas menjadi aneka pertarungan antar

kekuasaan, yakni kekuasaan patriarki versus perempuan, kekuasaan pemegang

otoritas agama versus anggota dan umat, kekuasaan elit partai versus calon

anggota legislatif. Kemasan citra pertarungan kekuasaan merupakan eksploitasi

media yang merepresentasikan para pemain di dalam dan di luar media untuk

memperoleh posisi kekuasaan yang strategis dalam struktur masyarakat. Peran

dominasi pekerja media dalam merepresentasikan wacana dipengaruhi oleh

kekuasaan pasar.

Ahmad Jamil (2012) menulis penelitian berjudul ―Gerakan Sosial dalam

Perspektif Framing (Studi Pembentukan, Proses dan Pertarungan Framing pada

Gerakan Sosial Sengketa Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) dengan Polri

Tahun 2009 dan 20012)‖. Paradigma penelitian konstruktivis dengan metode

Penelitian studi kasus dan analisa teks media pada Kompas dan Media Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kasus antara Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) melawan Kepolisian Republik Indonesia (Polri)

dalam sengketa Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah, gerakan sosial yang

berhasil menang adalah yang pro KPK. Ahli-ahli gerakan sosial umumnya melihat

tiga elemen yang penting dan saling berkaitan, yakni (a) aktor gerakan sosial (b)

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

22

media (c) khalayak. Aktor gerakan sosial dilihat dalam perspektif framing sebagai

pihak secara aktif bersaing dan bertarung dalam memperebutkan makna atas

peristiwa. Sementara media dilihat sebagai entitas yang berperan dalam

menyebarkan frame atas persitiwa sehingga pemaknaan dari masing-masing aktor

gerakan sosial bisa tersebar luas ke masyarakat. Sedangkan elemen khalayak

berkaitan dengan sumber dukungan dari gerakan sosial. Ketiga elemen yakni aktor

gerakan sosial, media dan khalayak, tidak digambarkan secara linear. Masing-

masing elemen itu pada dasarnya subjek yang mempunyai pemahaman dan

penafsiran tersendiri atas persitiwa.

Benny Siga Butarbutar (2004) menulis penelitian berjudul ―Dominasi

Media Massa dalam Pilkada: Kajian Ekonomi Politik Media terhadap Pilkada

Depok tahun 2004.‖ Paradigma penelitian ini adalah pradigma kritis, tipe

penelitian yang bersifat kualitatif dengan metode analisis wacana kritis Theo Van

Leeuwen. Objek Penelitian yakni harian Monitor Depok, Media Indonesia dan

Surya Citra Televisi (SCTV).

Hasil penelitian menunjukkan ada dua hal pokok yang bisa terlihat, yaitu

kuatnya dominasi media massa dalam liputan Pilkada Kota Depok dan kenyataan

kuatnya pengaruh bisnis dalam mempengaruhi kinerja pers, sehingga media massa

terlihat lebih sebagai institusi ekonomi daripada institusi informasi. Namun lebih

mengejutkan lagi adalah, kandidat yang tidak memiliki modal finansial yang kuat

(Nurmahmudi) ternyata memenangkan pertarungan walau tidak mendominasi

pemberitaan di media massa. Kondisi tersebut dapat dipahami, mengingat

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

23

tindakan media dalam memproduksi berita tidak terlepas dari kepentingan

ekonomi dan politik baik pada jenjang organisasi, industri dan masyarakat.

Yusuf Hamdan (2006) membuat penelitian berjudul ―Kontruksi Sosial

Realitas Politik dalam Media (Analisis Berita Surat Kabar Pikiran Rakyat dan

Metro Bandung) Mengenai Calon Gubernur dalam Pemilihan Gubernur Jawa

Barat 2003 Berdasarkan Perspektif Konstruksionisme.‖ Penelitian ini

menggunakan paradigma konstruktivis dengan metode penelitian analisis Framing

model Robert Eatnman dengan objek penelitian surat kabar Pikiran Rakyat dan

Metro Bandung.

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan bingkai pada surat kabar

mengenai realitas politik calon gubernur. Bagi Pikiran Rakyat calon gubernur

dibingkai sebagai masalah kedaerahan. Bingkai ini terlihat dari mengemukanya

isu-isu mengenai rekrutmen calon pemimpin harus dari putra daerah (tatar Sunda),

serta kriteria pemimpin (calon gubernur) yang mengenal dan dikenal di Jawa

Barat.

Sedangkan pada Metro Bandung, realitas politik dibingkai sebagai calon

pemimpin yang harus memiliki etika politik. Bingkai ini terlihat mengedepankan

pada pemberitaan isu-isu mengenai kasus dana kavling perumahan anggota DPRD

Jawa Barat tahun 2002.

Penelitian yang akan penulis lakukan berbeda dengan penelitian-penelitian

terdahulu. Penelitian terdahulu yang menggunakan analisa wacana pada umumnya

membahas wacana media tentang isu pertarungan kekuasaan di ranah eksekutif

dan legislatif seperti pada penelitian; Gayatri, Jamil, Dosi, Butarbutar dan

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

24

Hamdan. Umumnya mereka menggunakan analisa wacana yang masih diwarnai

oleh pendekatan communication oriented secara linear (Pengirim-Pesan-Media-

Penerima dan Efek). Penelitian semacam ini terlihat pada hasil penelitian Gayatri

dan Jamil yang menggunakan analisa teks kuantitatif guna menghitung jumlah

berita, kata dan kalimat pada masing-masing objek penelitian. Penelitian Hamdan

meski menggunakan analisa teks kualitatif, paradigma yang digunakan adalah

konstruktivis. Temuan pada penelitian konstruktivis lebih pada pembuatan dan

pertukaran makna-makna dalam teks, sehingga temuan Hamdan tidak berhasil

membongkar relasi kuasa di balik pembuatan berita di masing-masing media yang

ditelitinya. Penelitian Dosi, meskipun menggunakan paradigma kritis dengan

metode CDA Norman Fairclough, menggunakan objek penenelitian media lokal

(Pos Kupang dan Timor Express). Kedua media tersebut tidak memiliki

kontradiksi kepentingan dengan masing-masing subyek yang diberitakannya.

Sehingga dinamika kepentingan ekonomi politiknya media tidak terlihat.

Sedangkan penelitian terdahulu tentang sepak bola, umumnya melihat

sepak bola dari kacamata teori Marxis tentang konflik kelas. Sepak bola

digambarkan sebagai arena yang penuh dengan pertarungan kelas antara pemilik

klub (pemodal), penonton sebagai objek komoditas, dan pemain sebagai tenaga

kerja sekaligus komoditas. Relasi mereka digambarkan tidak setara. Pemilik

modal menempati posisi yang dominatif yang cenderung eksploitatif terhadap

pemain dan suporter, sedangkan pemain dan suporter menempati posisi yang

subordinatif. Relasi kuasa digambarkan bukan pada relasi kuasa produksi,

distribusi dan konsumsi teks di media massa. Temuan tersebut terlihat pada

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

25

penelitian Kennedy & Kennedy, Wyn Grant, Madeiro dan Febriani. Umumnya

penelitian terdahulu tidak menggunakan metode penelitian analisa wacana media.

Berangkat dari temuan tersebut penulis akan melakukan penelitian yang

berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu. Penulis akan meneliti tentang

wacana konflik persepakbolaan dengan metode analisa wacana kritis, sehingga

penelitian ini diharapkan membongkar relasi kuasa di balik produksi, konsumsi

dan distribusi teks media pada korporasi media besar.

Terdapat tiga hal baru (heurisme) yang penulis akan kemukakan pada

penelitian ini. Pertama, studi ini akan mengangkat wacana media tentang

pemberitaan konflik persepakbolaan di Indonesia. Tema ini belum atau masih

jarang diangkat.Kedua, objek penelitian ditujukkan pada korporasi besar media

massa: Kompas dan Tabloid Bola.Kedua media ini tergabung dalam kelompok

Kompas-Gramedia, dan harian Seputar Indonesia tergabung ke dalam kelompok

usaha Media Nusantara Citra (MNC). Kedua korporasi media massa tersebut

berkepentingan dengan konflik persepakbolaan di Indonesia. Ketiga, penelitian ini

analisa wacana kritis dengan menggunakan pendekatan Media and Cultural

Studies. Pendekatan ini berfokus pada interaksi dan representasi ideologi dan

kelas, pada teks budaya termasuk budaya media. Cultural studies diarahkan untuk

menguji subjek penting dalam kerangka praktek budaya dan hubungannya dengan

kekuasaan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan relasi kuasa dan kepentingan

serta pada saat yang sama menguji seberapa jauh relasi kuasa tersebut

mempengaruhi dan membentuk praktek-praktek budaya.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

26

2.2 Landasan Teori

Pendekatan ekonomi politik yang akan penulis gunakan adalah ekonomi

politik kritis. Ekonomi politik bervarian kritis dipelopori oleh pemikiran-

pemikiran Karl Marx yang secara umum mengkritik kapitalisme, pertarungan

kelas, revolusi dan pemujaan pada komoditi (Fetishism of Commodity)(Robert

Babe, 2009)

Marx, seperti yang dikutip Ritzer (2005) bahwa hubungan pekerja dengan

kaum borjouis dipenuhi dengan eksploitasi, aleinasi dan dominasi. Relasi pekerja

dengan majikan dikonversi menjadi komoditas. Komoditas menjadi sarana utama

menumpukan modal (kekayaan), karena semua produk kerja bernilai sebagai

komoditas.

Menurut Marx sebagaimana dikutip Suseno (1992: 150-152) kapitalisme

menjadikan kaum proletar sebagai objek penghisapan. Hakikat masyarakat

borjouis adalah uang. Uang membuat manusia menjadi budak, yang tergantung,

yang ditentukan dari luar. Ia menjadi komoditi.

Menurut Marx sebagaimana dikutip Caporaso dan Livine (2008: 131),

sebuah perekonomian kapitalis pada awalnya terdiri dari komoditas-komoditas

dalam jumlah besar, ditambah dengan beberapa individu yang menjadi pemilik

komoditas-komoditas itu, dan beberapa hubungan pertukaran yang saling

menghubungkan individu-individu itu. Pada awalnya individu-individu ini tidak

memandang dirinya sebagai anggota sebuah kelas tertentu dan juga tidak

memandang bahwa kepentingan pribadi mereka sebagai kepentingan sebuah

kelas.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

27

Argumen Marx untuk menjelaskan bagaimana kelas bisa muncul dalam

masyarakat sipil diawali dengan mengkritik pandangan pendekatan klasik tentang

pasar. Marx berpendapat bahwa perekonomian pasar bukanlah mekanisme untuk

memaksimalkan kesejahteraan pribadi dari individu-individu di dalamnya,

melainkan sebuah sarana untuk menfasilitasi para kapitalis merampas nilai surplus

dan mengakumulasi kapital (Caporaso dan Livine, 2008).

Lebih lanjut Marx, sebagaimana dikutip Dealiarnov (2006:42) mengatakan

bahwa pasar dalam setting kapitalis mempunyai dua tujuan yaitu: Pertama,

sebagai mekanisme mensirkulasikan Commodity-Money-Commodity (C-M-C),

dan Kedua, sebagai mekanisme penggunaan uang untuk menghasilkan uang

kembali dengan mekanisme Money-Commodity-Money (M-C-M). Selisih M-M

inilah yang oleh Marx disebut sebagai surplus. Dalam konsep nilai surplus ini,

Marx menjelaskan bahwa suplus adalah kelebihan nilai produktivitas marjinal

pekerja (labor) atas tingkat upah yang dibayarkan oleh pemilik modal kepada

buruh untuk sekadar bertahan hidup.

Menurut Marx realitas masyarakat ditentukan oleh kekuasaan kelas yang

satu di atas kelas-kelas yang lainnya. Namun dalam masyarakat kapitalis

kenyataan itu terselubung oleh karena semua hubungan kerja berdasarkan

perjanjian yang secara formal diadakan secara bebas. Akan tetapi kebebasan itu

hanyalah semu. Paksaan kelas yang satu terhadap kelas yang satunya dialihkan

saja pada keharusan-keharusan produksi komoditi. Jadi apa yang sebenarnya

merupakan penindasan kelas yang satu oleh satunya dikeramatkan dalam bentuk

komoditi. Menurut Marx, hubungan-hubungan sosial yang dijalankan dalam

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

28

kerangka kapitalisme tidak sesuai dengan martabat kemanusiaan. Oleh karena itu

Marx menyerukan revolusi.

Marx berargumen bahwa kapitalisme dengan dinamikanya sendiri akan

mendestruksikan diri dan menghasilkan masyarakat sosialis. Kapitalisme niscaya

akan melahirkan krisis-krisis yang akan menghancurkannya serta sekaligus

menciptakan kesadaran dalam kelas buruh yang akan membuat mereka akan

mendirikan sosialisme.

Dalam Das Kapital sebagaimana dikutip Suseno (1992) dengan rinci Marx

menunjukkan bagaimana hukum laba niscaya mengakibatkan krisis demi krisis:

krisis produksi berlebihan, krisis penyusutan persentase laba, krisis penjualan

hasil produksi, krisis pertambahan pengangguran. Setiap lingkaran krisis itu

menyapu bersih perusahaan-perusahaan yang lebih lemah, sehingga jumlah

kapitalis semakin menciut dan massa proletariat makin meluas. Untuk terus

memaksimalkan laba maka eksploitasi tenaga kerja buruh harus terus diperkeras.

Dengan demikian kapitalisme justru menumbuhkan kesadaran

revolusioner yang semakin tajam di kalangan kelas buruh. Bila sistem ekonomi

kapitalis akhirnya sama sekali macet, kelas buruh niscaya akan mengambil alih

pabrik-pabrik dari tangan kaum pemilik yang masih ada, mengorganisasikan

bersama proses produksi dan dengan demikian mewujudkan masyarakat sosialis.

Penelitian ini memang tidak akan menguji relasi kelas yang saling

bertentangan sebagaimana diramalkan Marx. Namun penelitian ini akan melihat

bagaimana relasi kelas tercipta dalam kondisi kapitalisme lanjut11

. Oleh karena itu

11 Kapitalisme lanjut menurut Habermas sebagai kapitalisme teroganisasi atau kapitalisme yang

diatur oleh negara. Tanda-tanda kapitalisme lanjut adalah di satu pihak, proses konsentrasi

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

29

penulis akan meminjam analisis Antonio Gramsci tentang hegemoni. Bagi

Gramsci (2013) hegemoni merupakan hubungan antar kelas dan kelas sosial lain

dengan cara menciptakan dan mempertahankan sistem aliansi melalui perjuangan

politik dan ideologis. Suatu kelompok bisa menjadi hegemonik bila

memperhatikan berbagai kepentingan dari kelas dan kekuatan sosial yang lain

serta menemukan cara mempertemukannya dengan kepentingan mereka sendiri.

Kepentingan tersebut tidak boleh sebatas pada perjuangan lokal. Mereka harus

siap membuat berbagai konsensus, agar bisa mewakili semua kelompok kekuatan

sosial yang besar.

Hegemoni memerlukan penyatuan berbagai kekuatan sosial yang berbeda

ke dalam sebuah aliansi yang luas yang mengungkapkan kehendak kolektif semua

rakyat, sehingga masing-masing kekuatan tersebut bisa mempertahankan

otonominya sendiri dan memberi sumbangan atas tercapainya tujuan bersama.

Strategi membangun suatu kelompok besar yang terdiri dari berbagai kekuatan

sosial yang disatukan oleh konsepsi yang sama tentang dunia ini yang disebut

Gramsci sebagai perang posisi (war of position).

Menurut Hardiman (2010:176) hegemoni sendiri mengambil banyak

bentuk dan digunakan dengan berbagai cara. Proses pembangunan hegemoni atau

hegemonisasi adalah gerakan dari kepentingan korporat ekonomi partikular atau

kepentingan kelas tertentu ke kepentingan universal umum. Dalam proses inilah

perusahaan dan pengorganisasian pasar-pasar bahan, modal dan pekerjaan, di lain pihak adanya

negara intervensionis yang mencoba untuk mengimbangi kegagalan fungsi pasar. Dengan

demikian kapitalisme lanjut merupakan akhir kapitalisme kompetisi atau liberal. Lihat F. Budi

Hardiman Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik dan Postmodernisme

Menurut Jurgen Habermas, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2009

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

30

terjadi pembentukan aliansi yang dilandaskan kepemimpinan moral dan

intelektual.

Menurut hemat penulis, dalam konteks industri media, hegemonisasi

sangat mungkin terjadi dalam sebuah korporasi media besar. Pemilik modal

dengan segenap kuasa melakukan intervensi ke ruang redaksi. Hegemoni tersebut

terjadi bisa dengan alasan kepentingan ekonomi atau kekuasaan.

Hegemoni dapat langgeng karena terjadi apa yang disebut Harry

Bravermen sebagaimana dikutip Ritzer (2010: 195), sebagai pengendalian

manajerial. Braverman mengatakan bahwa cara kapitalis mengendalikan tenaga

kerja adalah dengan pengendalian melalui manajer. Manajemen di mata

Braverman tak lain sebagai proses memimpin tenaga kerja yang bertujuan

mengendalikan dalam perusahaan.

Selanjutnya Braverman menyatakan bahwa:

Kelas buruh tidak mendeskripsikan sekelompok orang atau kelompok

pekerjaan tertentu, tetapi lebih merupakan sebuah pernyataan tentang

proses pembelian dan penjualan tenaga kerja. Kapitalisme modern

sebenarnya tak seorang pun di antara tenaga kerja itu memiliki alat

produksi; Karena itu segolongan besar orang termasuk pekerja kantoran

dan pelayan terpaksa menjual tenaga kerja mereka kepada segolongan

kecil yang memiliki alat produksi.

Harry Bravermen sebagaimana dikutip Ritzer (2010: 195), mengatakan,

salah satu bentuk pengendalian tenaga kerja adalah dengan cara pemanfaatan

spesialisasi dan pembagian kerja kepada unit-unit terkecil. Bravermen yakin

bahwa pembagian kerja di tingkat masyarakat dapat meningkatkan

individualisme, sebaliknya spesialisasi di tempat kerja menimbulkan malapetaka.

Mengapa kaum kapitalis melakukan hal itu? Menurut Braverman hal itu untuk

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

31

meningkatkan kontrol manajemen. Mengontrol pekerja yang melakukan tugas

khusus jauh lebih mudah daripada mengontrol pekerja yang melakukan

keterampilan lebih luas. Selain itu, juga untuk meningkatkan produktivitas.

Tujuan utama kontrol manajemen itu sebenarnya adalah menciptakan tenaga kerja

menjadi teralienasi.

Penulis sengaja mengangkat teori-teori tersebut atas dasar asumsi bahwa

pembentukan wacana media tentang konflik kepengurusan dalam tubuh

persepakbolaan di Indonesia menjadi arena pergulatan kelas dominan dalam

rangka menciptakan hegemoni atas kelas subordinat yang ada dalam ruang redaksi

(news room). Oleh karena itu titik pijak penelitian ini adalah media and cultural

studies.

Secara konkrit penulis ingin melihat terbentuknya arena hegemoni

sekaligus kontra hegemoni dalam ruang redaksi. Pertanyaan-pertanyaan

kegelisahan penulis, misalnya, apakah pemilik media berada pada posisi yang

hegemonik atas pekerja media yang berada pada ruang redaksi (news room) yang

bertugas melakukan produksi dan reproduksi teks? Seberapa jauh pekerja media

mampu melakukan negosiasi dalam rangka melakukan kontra hegemoni?

Penulis juga akan meminjam konsep-konsep ekonomi politik media

dengan pendekatan kritis. Pendekatan ekonomi politik media oleh Goldin dan

Murdoc (2000) diarahkan pada kritik atas kepemilikan media melalui konsolidasi

kepemilikan ke konsentrasi kepemilikan media,atau dari konsentrasi ke

sentralisasi. Corak kepemilikan ini dianggap bersifat oligopolistik.Target utama

sebagai konsekuensi struktur kepemilikan media yang bercorak oligopolistik

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

32

adalah pembatasan pilihan konsumen pada aspek hiburan dan konsolidasi pada

apa yang disitilahkan sebagai ―konsensus‖ melalui kontrol informasi.

Sementara itu menurut Dennis McQuail (2005: 99-100) teori ekonomi

politik adalah pendekatan kritik sosial yang berfokus pada hubungan antara

struktur ekonomi dan dinamika industri media dan konten ideologi media. Dalam

sudut pandang teori ini, lembaga media dianggap sebagai bagian dari sistem

ekonomi dengan hubungan erat kepada sistem politik. Konsekuensinya terlihat

dari berkurangnya sumber media yang independen, konsentrasi kepada khalayak

yang lebih besar, menghindari resiko, dan mengurangi penanam modal pada

media yang kurang menguntungkan. Karateristik ekonomi politik media menurut

McQuail, dilihat sebagai berikut:

(1) Economic control and logic are determinant (2) Media structure

tends towards concentration (3) Global integration of media develops (4)

Contents and audience are comodifeid (5) Diversity decreases (6)

Oposition and alternative voices are marginalized (7) public interest in

communication is subordinated to private interest(Dennis McQuail -2005:

99-100)

Adapun Vincet Mosco (2010) melihat ekonomi politik media dari dua

sudut pandang, yakni yang khusus (sempit) dan yang luas (general). Dari sudut

pandang yang sempit, ekonomi politik media diartikan sebagai studi tentang relasi

sosial, khususnya relasi kekuasaan yang saling berkaitan dalam sistem produksi,

distribusi, dan konsumsi sumber daya komunikasi. Sedangkan definisi dari sudut

pandang yang lebih luas, ekonomi politikadalah studi tentang kontrol dan

kelangsungan hidup dalam kehidupan sosial. Makna kontrol adalah pengaturan

individu dalam sebuah organisasi sebagai anggota kelompok. Kelangsungan hidup

berarti bagaimana orang memproduksi dan menghasilkan apa yang mereka

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

33

butuhkan. Maknanya secara khusus mengacu pada bagaimana masyarakat

mengorganisasi dirinya sendiri, mengelola urusan dan menyesuaikan; atau bahkan

gagal untuk beradaptasi oleh perubahan yang tak terelakkan.

Menurut Golding dan Murdock (1997), pendekatan ekonomi politik

mempunyai tiga karakteristik penting. Pertama, holistik, dalam arti pendekatan

ekonomi politik melihat hubungan yang saling berkaitan antara berbagai faktor

sosial, ekonomi, politik dan budaya di sekitar media dan berusaha melihat

berbagai pengaruh dari beragam faktor. Kedua, historis, dalam artian analisis

ekonomi politik mengaitkan posisi media dengan lingkungan global dan

kapitalisme, dimana proses perubahan dan perkembangan konstelasi ekonomi

merupakan hal yang terpenting untuk diamati. Ketiga, studi ekonomi politik juga

berpegang pada falsafah materialisme, dalam arti mengacu pada hal-hal yang

nyata dalam realitas kehidupan media.

Golding dan Murdock (2000) berpendapat bahwa perspektif ekonomi

politik media berbeda dengan arus utama dalam ilmu ekonomi dalam hal

holisisme, keseimbangan antara usaha kapitalis dengan intervensi publik; dan

keterkaitan dengan persoalan-persoalan moralitas seperti masalah keadilan,

kesamaan, dan barang-barang publik (public goods). Seperti ditulis Goldin &

Murdoc (1997:xvi)

“the political economy approach was holistic: it did not abstract

theeconomic or the political from social relations, but examined in full the

interrelation of socialand cultural dynamics.”

Holistik di sini berarti menunjukkan adanya saling pengaruh antara

organisasi ekonomi dan kehidupan politik, sosial, dan kultural. Analisisnya

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

34

bersifat historis dan secara moral menunjukkan keterkaitannya dengan persoalan

public goods. Aspek historis dalam sifat holisme perspektif ekonomi politik media

berpusat pada analisa pertumbuhan media, perluasan jaringan dan jangkauan

perusahaan media, komodifikasi dan peran negara.

Analisa ekonomi politik media memperhatikan perluasan ―dominasi‖

perusahaan media, yaitu melalui peningkatan kuantitas dan kualitas produksi

budaya yang langsung dilindungi oleh pemilik modal. Tentu saja, ekstensifikasi

dominasi media dikontrol melalui dominasi produksi isi media yang sejalan

dengan preferensi pemilik modal. Proses komodifikasi media massa

memperlihatkan dominasi peran kekuatan pasar. Proses komodifikasi justru

menunjukkan menyempitnya ruang kebebasan bagi para konsumen media untuk

memilih dan menyaring informasi.

Menurut Mosco (2010), terdapat empat sifat ekonomi politik, yakni:

1. Social change & history

Sikap ekonomi politik ini merupakan keberlanjutan dari teori-teori ekonomi

klasik seperti mengungkap dinamika kapitalisme, penumpukan monopoli

kapital dan pengaruh aparatur negara.

2. Social Totality

Ekonomi politik dilihat sebagai kekuatan yang holistik. Penjelasan yang lebih

konkrit, sifat ini mengekplorasi hubungan antara komoditi, institusi, relasi

sosial, dan hegemoni serta bagaimana setiap elemen tersebut saling

mempengaruhi satu sama lainnya, meskipun ada salah satu elemen yang

memiliki penekanan tertentu dibanding dengan elemen yang lain

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

35

3. Moral Philosophy

Filsafat moral mengacu pada nilai-nilai sosial dan konsepsi sosial pada pelaku

sosial secara tepat. Tujuan khusus format ini adalah memperjelas dan

menerangkan peran posisi moral perspektif ekonomi dalam kajian ekonomi

politik. Karateristik ini juga mengikuti teori-teori klasik yang menekankan

pada filosofi moral, termasuk pada sistem ekonomi, pengambilan kebijakan

dan isu-isu moral berikut isu-isu lain yang mengikutinya.

4. Praxis

Secara umum praxis diartikan sebagai apa yang dipikirkan diterjemahkan ke

dalam perbuatan. Ide ini mengakar dalam sejarah filsafat antara lain termasuk

teori-teori Marxis atau pemikiran kritis Mazhab Frankfurt.

Konsepsi komunikasi dalam terminologi ekonomi politik menurut Mosco

(2010) ialah desentralisasi media komunikasi (decentering of media

communication). Artinya, media dilihat sebagai bagian intergral yang mendasar

dari proses ekonomi, politik, sosial dan budaya dalam masyarakat. Makna

konkriknya menempatkan media dalam rangka proses produksi dan reproduksi.

Oleh karena itu media dilihat sebagai sarana akumulasi modal. Menurut

pandangan ini media sebagai unit ekonomi, politik, sosial dan budaya juga selaras

dengan aspek pendidikan, keluarga, agama, dan dari kegiatan kelembagaan

lainnya.

Intinya, menurut Mosco (2010), pendekatan ekonomi politik

menempatkan subjek komunikasi dalam totalitas sosial yang lebih luas, dan oleh

karena ituekonomi politik cenderung menghindari esensialisme dalam penelitian

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

36

komunikasi. Esensialisme artinya melihat komunikasi sebagai transmisi informasi

–sebagaimana konsep yang dipopulerkan oleh Shanon & Weafer.12

Menurut Mosco (2010) komunikasi diartikan sebagai suatu proses

pertukaran sosial, yang produknya adalah tanda atau perwujudannya dari

hubungan sosial (communication is a social process of exchange, whose product

is the mark or embodiment of a social relationship).

Maknanya adalah bahwa analisis ekonomi politik merupakan analisis

kelembagaan. Titik fokusnya misalnya berkonsentrasi pada bagaimana

komunikasi dikonstruksi secara sosial; bagaimana kekuatan sosial berkontribusi

terhadap pembentukan saluran komunikasi; dan rangkaian pesan apayang

ditransmisikan melalui saluran tertentu. Singkatnya, komunikasi bukan hanya

transmisi informasi, melainkan juga konstruksi sosial makna.

Hal ini telah memberikan kontribusi penting pada bangunan penelitian

ekonomi politik tentang bagaimana bisnis (produsen), pemerintah, dan aspek

lainnya sebagai kekuatan struktural berpengaruh pada praktek komunikasi.

Tiga kerangka kerja Mosco (2010) dalam Ekonomi Politik:

1. Komodifikasi (Comodification)

Komodifikasi berhubungan dengan bagaimana proses transformasi

barang dan jasa beserta nilai gunanya menjadi suatu komoditas yang

mempunyai nilai tukar di pasar. Proses transformasi dari nilai guna menjadi

nilai tukar (Commodification is the process of transforming use values into

exchange values) dalam media massa selalu melibatkan para awak media,

12

Model Shanon dan Weaver diterima secara luas sebagai salah satu dasar berkembangannya ilmu

komunikasi. Model Shannon dan Weaver memandang komunikasi sebagai transmisi pesan. Lihat

John Fiske, Introductionto communaction studies (terjemahan), 2012 hal 9.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

37

khalayak pembaca, pasar, dan negara yang mana masing-masing mempunyai

kepentingan. Nilai tambah produksi berita akan sangat ditentukan oleh

kemampuan berita tersebut memenuhi kebutuhan sosial dan individual.

Terdapat dua hal penting yang berkaitan dengan komodifikasi komunikasi:

pertama, proses komunikasi dan teknologi berkontribusi secara umum pada

proses komodifikasi dalam dunia ekonomi secara luas. Kedua, proses

komodifikasi dalam dunia kerja di masyarakat sebagai keseluruhan penetrasi

komunikasi dan lembaga-lembaganya. Oleh karena itu perbaikan dan

kontradiksi di dalam komodifikasi sosial mempengaruhi komunikasi sebagai

sebuah praktek sosial.

Lebih jauh Mosco menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis komodifikasi

yakni; pertama komodifikasi isi media. Komodifikasi isi ini merupakan proses

perubahan pesan dari kumpulan informasi ke dalam sistem makna dalam

wujud produk yang dapat dipasarkan. Atau dalam penjelasan lainnya disebut

sebagai proses mengubah pesan dari sekumpulan data ke dalam sistem makna

sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang bisa dipasarkan. Kedua,

komodifikasi khalayak merupakan proses modifikasi peran pembaca/khalayak

oleh perusahaan media dan pengiklan, dari fungsi awal sebagai konsumen

media menjadi konsumen khalayak selain media. Pada proses ini, perusahaan

media memproduksi khalayak melalui suatu program/tayangan untuk

selanjutnya dijual kepada pengiklan. Terjadi proses kerja sama yang saling

menguntungkan antara perusahaan media dan pengiklan, dimana perusahaan

media digunakan sebagai sarana untuk menarik khalayak, yang selanjutnya

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

38

dijual kepada pengiklan. Ketiga, komodifikasi pekerja media. Komodifikasi

pekerja media dapat dilakukan melalui dua jalan yaitu; mengatur fleksibilitas

dan kontrol atas pekerja, dan menawarkan pekerja media tersebut untuk

meningkatkan nilai tukar dari isi pesan media.

2. Spasialisasi

Spasialisasi diartikan sebagai proses mengatasi kendala ruang dan waktu

dalam kehidupan sosial. Komunikasi merupakan pusat spasialisasi karena

komunikasi dan teknologi informasi mempromosikan fleksibilitas dan kontrol

seluruh industri, khususnya dalam media, komunikasi, dan sektor informasi.

Spasialisasi meliputi proses globalisasi ke seluruh dunia seperti restrukturisasi

industri, perusahaan, dan lembaga lainnya.

Globalisasi dan restrukturisasi industri saling mempengaruhi empat pola

utama restrukturisasi pemerintah. Pertama, komersialisasi menetapkan fungsi

negara sebagai entitas bisnis seperti menyediakan layanan surat dan

telekomunikasi yang menghasilkan pendapatan. Kedua, privatisasi mengambil

langkah lebih lanjut dengan mengubah unit-unit bisnis negara menjadi bisnis

pribadi. Ketiga, liberalisasi memberikan persetujuan negara untuk membuka

pasar bebas demi kompetisi yang luas, dan keempat, internasionalisasi

menghubungkan negara ke negara lain sehingga terjadi pergeseran

kewenangan ekonomi dan politik dari pusat kepada pemerintah daerah yang

mempertemukan beberapa negara dalam satu wilayah geografis. Spasialisasi

dalam kerangka ekonomi politik media secara tradisional merupakan

perpanjangan kekuasaan korporasi dalam industri komunikasi.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

39

Spasialisasi dalam media komunikasi erat terkait dengan sejauh mana

media mampu menyajikan produknya di depan pembaca dalam batasan ruang

dan waktu. Dalam hal ini struktur kelembagaan media menentukan perannya

dalam memenuhi jaringan dan kecepatan penyampaian produk media ke

khalayak. Spasialisasi berkaitan dengan bentuk lembaga media, apakah

berbentuk korporasi yang berskala besar atau kecil, berjaringan atau tidak,

bersifat monopolistik atau tidak, bentuk korporasi media merupakan integrasi

horizontal atau integrasi vertikal atau kepemilikan silang.

3. Strukturasi

Strukturasi berkaitan dengan relasi ide antar agen masyarakat, proses sosial

dan praktik sosial dalam analisis struktur. Strukturasi dapat digambarkan

sebagai proses dimana struktur sosial saling ditegakkan oleh para agen sosial,

dan bahkan masing-masing bagian dari struktur mampu bertindak melayani

bagian yang lain. Hasil akhir strukturasi adalah serangkaian hubungan sosial

dan proses kekuasaan diorganisasikan di antara kelas, gender, ras, dan gerakan

social yang masing-masing berhubungan satu sama lain. Isu yang dibahas

disini yakni: kelas sosial (class), gender, ras (race), gerakan sosial (social

movement) dan hegemoni (hegemony)

Para pemikir ekonomi politik media pada umumnya mengkritik

kepemilikan media yang makin terkosentrasi pada satu kelompok yang terjadi di

berbagai negara. Selain itu gejala makin meluasnya kepemilikan media berpindah

atau bergabung ke kelompok usaha non media. Hal ini melahirkan gejala

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

40

homogenisasi, imitasi, trivialisasi dan sensasionalisasi pada isi media (Croteau &

Hynes, 2006: 157-164).

Media yang dikelola secara terkonsentrasi kepada satu kelompok atau

disebut media konglomerasi berangkat berdasarkan perspektif market model.

Market model diartikan sebagai isi media yang dikendalikan oleh pasar sehingga

isi media yang dibuat mengikuti logika pasar guna menciptakan suatu lingkungan

ke arah usaha komersialisasi. Ada tiga ciri market model, motivasi mengejar

keuntungan, sehingga berita atau isi media dibuat cenderung sensasional, kedua

karena motifnya keuntungan, maka berita atau isi media yang dibuat oleh media

cenderung seragaman. Ketiga, pasar menjadi kekuatan suksesnya isi media.

Dalam market model, audience lebih dilihat sebagai pelanggan sebanding sebagai

citizen (warga negara). Karena audiens dilihat sebagai warga negara maka

marketing menjadi bagian jurnalisme. Institusi media disusun berdasarkan unit-

unit customer dan editor bertanggung jawab dalam mencari pembaca dan

keuntungan. Dengan demikian, institusi media lebih diabdikan untuk mencetak

uang (making money ), meraih tujuan-tujuan pemasaran dan melayani kebutuhan

pengiklan dibandingkan dengan memainkan peran tradisional mereka sebagai

pelayan publik dalam menyediakan informasi bagi warga negara dan

melaksanakan peran pengawasan (watchdog) bagi pemerintahan dan pelaku

bisnis. (Lihat Puji Rianto, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM, Vol 9 No 1,

Juli 2005). Tentu model market bertentang atau kontradiktif dengan publik

spehere model. Dalam public spehere model, tujuan jurnalisme atau isi media

adalah berusaha meningkatkan kualitas sipil dengan mendorong partisipasi dan

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

41

debat. Oleh karena itu menurut Fraser Bond seperti dikutip A, Muis (1999) bahwa

jurnalis memiliki fungsi menemukan kebenaran di atas segalanya dan

menjanjikannya kepada pembacanya.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa indutri media berbeda dengan

industri yang lain. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari cara menjalankan bisnis.

Bisnis biasa potensi keuntungan hanya berasal dari satu sisi yakni sales dari

produk/jasa yang terjual. Adapun media memiliki dua potensi keuntungan yakni

pertama berasal dari pelanggan (subscriber) dan kedua, jumlah pelanggan

tersebut dijual ke pengiklan (advertiser).

Perbedaan lainnya adalah media adalah sumber daya publik (public

resources). Media adalah penyedia utama informasi bagi masyarakat melalui

menyedian isu baik yang bersifat aktual maupun yang bersifat jangka panjang.

Oleh karena media memiliki peran sentral dalam proses deliberasi, pendidikan dan

integrasi sosial.

Perbedaan selanjutnya adalah bahwa institusi media memperoleh

perlindungan khusus di dalam konstitusi dan UU. Perlindungan itu kemudian

dikenal dengan istilah ―kebebasan pers.‖ Jaminan itu tertuang dalam konstitusi

UUD 1945 pasal 28 F yang menyatakan ―setiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang tersedia.‖ Hal tersebut diperkuat lagi dalam UU Hak

Asasi Manusia No. 39/1999 dalam pasal 23 ayat 2 ―setiap orang bebas

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

42

mempunyai, mengeluarkan dan menyebarkan pendapat sesuai hati nuraninya,

secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media elektronik dengan

memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum , dan

keutuhan bangsa.‖Lalu dipertegas dalam UU Pers No. 40/1999, ―kebebasan pers

adalah hak asasi warga negara,‖ dan setiap usaha yang menghalangi tegaknya

kebebasan pers dipidana dua tahun penjara atau denda Rp 500 Juta.

Untuk memperjelas kontradiksi antara market driven model dengan public

journaism model dapat dilihat matriks sebagai berikut:

Konsep Model Market Model Ruang Publik

Konsep tentang media Perusahaan swasta yang

menjual produk

Sumber daya publik yang

melayani kepentingan

publik

Tujuan utama media Mengakumulasi

keuntungan untuk pemilik

dan para pemangku

kepentingan

Memajukan partisipasi

warga melalui informasi,

pendidikan dan integrasi

sosial

Yang didorong oleh

media untuk publik

Menikmati isi media,

tonton iklan dan beli

produk

Mendorong publik yang

partisipatif

Kepentingan publik/isi

media

Apa saja yang populer

dan laku

Keberagaman, substansi

dan isi media yang

inovatif meskipun tidak

populer

Peran media dalam

memajukan

keberagaman dan

inovasi

Inovasi dapat dicapai

melalui standarisasi

model dalam mencapai

keuntungan.

Keberagaman menjadi

Inovasi adalah cara

utama media mengingat

warga. Keberagaman

adalah misi media untuk

menghadirkan luasnya

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

43

sebuah strategi

menciptakan ceruk pasar.

pandangan publik

Cara pandang melihat

regulasi

Umumnya melihat aturan

sebagai mengganggu

pasar

Cara serbaguna

melindungi kepentingan

publik

Ukuran kesuksesan Jumlah Keuntungan Kepuasan pelayanan

publik

Sumber; disarikan dari David Croteau dan William Hoynes The Business of

Media, Corporate Media and the Public Interest, 2006. Hal 39

Penelitian ini berusaha mengelaborasi konsep-konsep tentang Critical

Discourse Analysis (CDA). Paul de Gee (1999) memberikan pengertian wacana

(discourse) pada dua aspek pertama discourse dengan ‗d‘ kecil dan kedua

discourse dengan ―D‖ besar. Discourse dengan ―d‖ kecil merujuk pada bahasa

yang digunakan dalam berkomunikasi. Sedangkan ―D‖ besar diartikan sebagai

praktek penggunaan bahasa yang digabungkan dengan praktek sosial keseharian

seperti, cara perpikir, tingkah laku, sikap, nilai-nilai dan kebiasaan sang pengguna

bahasa. Oleh karena itu menurut de Gee, wacana bukan persoalan linguistik

semata, tetapi juga menggabungkan unsur-unsur nonlinguistik.

Teori-teori wacana yang berkembang saat ini tidak bisa dilepaskan dari

pengaruh Michel Foucault. Wacana yang dimaksud Foucault di sini yakni sesuatu

yang dipahami sebagai penjelasan, pendefenisian, pengklarifikasian, dan

pemikiran tentang orang, pengetahuan dan sistem-sistem abstrak. Menurut

Foucault wacana tidak terlepas dari relasi kekuasaan (Alexander Aur: 2005)

Analisis wacana kritis yang diperkenalkan Norman Fairclough (1995)

adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk mempelajari wacana yang

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

44

memandang bahasa sebagai bentuk praktek sosial dan berfokus pada cara

dominasi sosial dan politik yang direproduksi secara tekstual maupun lisan.

Dalam analisis wacana kritis, wacana tidak dipahami semata sebagai studi

bahasa. Meskipun masih menjadikan bahasa sebagai unit analisis, tetapi bahasa

disini digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi dalam

masyarakat. Berikut ini diulas ciri-ciri analisis wacana kritis: (Fairclough dan

Wodak sebagaimana dikutip Van Dijk, 1992)

1. CDA addresses social problems

2. Power relations are discursive

3. Discourse constitutes society and culture

4. Discourse does ideological work

5. Discourse is historical

6. The link between text and society is mediated

7. Discourse analysis is interpretative and explanatory

8. Discourse is a form of social action.

CDA Norman Fairclough melihat teks sebagai hal yang memiliki konteks

baik berdasarkan ―process of production‖ atau ―text production‖; ―process of

interpretation‖ atau ―text consumption‖ maupun berdasarkan praktik sosio-

kultural (Fairclough, 1997: 98). Dengan demikian, untuk memahami wacana

(naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan

‖realitas‖ di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks,

konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks

Dalam penjelasan Faiclough, dalam setiap wacana terdapat relasi kuasa

(power relation), relasi kelas (class relation), perjuangan sosial (social struggle)

dan agenda tersembunyi (hidden agendas) (1992 : 28). Penulis sengaja

memaparkan teori wacana kritis Fairclough karena teori tersebut akan penulis

gunakan untuk membongkar kepentingan ekonomi politik yang tersembunyi di

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

45

balik wacana atas konflik persepakbolaan di Indonesia di tiga media massa ibu

kota.

Secara operasional level analisis akan dibagi menjadi tiga, sebagai berikut:

Pada level mikro penulis akan mengupas secara rinci tentang praktek

pewacanaan konflik sepakbola di tiga media ibu kota (Kompas, Bola dan Seputar

Indononesia). Disini penulis akan melihat bagaimana konflik tersebut

dikonstruksi menjadi berita, pilihan kata apa yang digunakan dalam

menggambarkan konflik tersebut dan mengapa kata tersebut yang dipakai.

Pada level meso, penulis akan menganalisis bagaimana para pembuat

berita (wartawan dan redaktur) menerjemahkan kepentingan masing-masing

organisasi media dalam bersentuhan dengan konflik sepak bola di Indonesia.

Secara detail penulis akan membahas bagaimana para redaktur dan wartawan

menciptakan ruang negosiasi dengan kebijakan redaksi masing-masing.

Analisis Teks dan

Linguistik

Praktik Wacana

Praktik Sosiokultural

Mikro Meso Makro

Kepentingan Ekonomi Politik

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

46

Pada level makro, penulis akan menelusuri agenda tersembunyi guna

mengungkap kepentingan ekonomi-politik di balik pemberitaan konflik sepakbola

di Indonesia.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menurut

Guba dan Lincoln (2005) adalah mendefinisikan ilmu sosial sebagai suatu proses

yang secara kritis berusaha mengungkap ―the real structures‖ dibalik ilusi, false

needs, yang ditampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk

suatu kesadaran sosial agar memperbaiki dan mengubah kondisi kehidupan

manusia.

Paradigma kritis melihat aspek ontologis sebagai realitas yang teramati

merupakan realitas ―semu‖ (virtual reality) yang telah terbentuk oleh proses

sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya, dan ekonomi-politik. Dalam

aspek epistimologis hal ini bersifat transaksional dan subjektif. Artinya

hubungan peneliti dengan yang diteliti selalu dijembatani nilai-nilai tertentu.

Pemahaman tentang suatu realitas merupakan value mediated findings

(diperantarai oleh nilai). Adapun dalam aspek metodologisnya bersifat dialogis

dan dialektis. Artinya nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tak

terpisahkan dari penelitian; peneliti menempatkan diri sebagai transformative

intellectual, advokat dan aktivis. Penggunaan paradigma kritis karena tujuan

penelitian ini yakni kritik sosial atas relasi kuasa pada praktek wacana

pemberitaan seputar konflik persepakbolaan di Indonesia di tiga koran ibu kota.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

47

Sesuai dengan paradigma kritis, Peneliti memandang bahwa dalam

institusi media terdapat kepentingan kelas penguasa dalam memproduksi

hubungan yang intinya adalah eksploitatif dan manipulatif, dan mengukuhkan

kapitalisme serta mengesampingkan kelas pekerja. Dalam pandangan ini institusi

media dikendalikan dalam asas komersialisme yang mana tujuannya adalah

menarik khalayak/pembaca se luas-luasnya. Keuntungan adalah kata kunci.

Studi ini bersifat deskriptif kualitatif. Bogdan dan Taylor sebagaimana

dikutip Moleong (2000) mengartikan penelitian deskriptif kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini

diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Kirk dan Miler

sebagaimana dikutip Moleong (2000) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah

tradisi tertentu dalam ilmu sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan atas manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan

orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya. Data yang dikumpulkan

dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata dan gambar daripada angka-angka.

Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk

memberikan gambaran. Data tersebut berasal dari misalnya; wawancara, catatan

lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, memo dan dokumen resmi lainnya.

Metode penelitian studi ini adalah analisis wacana kritis Norman

Fairclough, didukung wawancara mendalam13

dan studi kepustakaan. Fairclough

membangun suatu model yang mengintegrasikan analisis wacana yang didasarkan

13 Wawancara mendalam dilakukan untuk mengungkap konteks mengapa teks diproduksi.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

48

pada linguistik dan pemikiran sosial dan politik, serta pada perubahan sosial.

Penulis berasumsi bahwa pemberitaan media seputar konflik persepakbolaan di

Indonesia kental diwarnai kontradiksi kepentingan dan kekuasaan. Oleh karena itu

CDA model Fairclough tepat. Salah satu kelebihan Fairclough adalah berusaha

membangun model analisis wacana yang berkontribusi dalam analisis sosial dan

budaya, mengombinasikan tradisi analisis teks dalam konteks masyarakat yang

lebih luas. Fokus utama Fairclough melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan.

Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi: teks, praktik wacana dan

praktik sosial-kultural (Fairclough, 2001).

Dalam analis teks, Fairclough (1995) melihatnya dalam tiga tingkatan.

Pertama adalah representasi.Yang dianalisis dalam tingkatan ini adalah

bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan ditampilkan dan

digambarkan dalam teks. Unit analisisnya adalah pilihan kata yang digunakan

(vocabulary) dan struktur kalimat yang dipakai (grammar) Kedua, relasi, yang

diamati dalam tingkatan ini yakni bagaimana hubungan antar wartawan, khalayak,

dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Ketiga, identitas

yaitu bagaimana identitas wartawan, khalayak dan partisipan berita ditampilkan

dan digambarkan dalam teks.

Pada praktik wacana pusat perhatian diletakkan pada bagaimana produksi

dan konsumsi teks. Menurut Fairclough (1995) setidaknya ada tiga aspek yang

membangun praktek wacana. Pertama, sisi individu wartawan penulis pemberita

itu sendiri. Kedua, dari sisi bagaimana hubungan antar wartawan dan struktur

organisasi baik dengan sesama anggota redaksi maupun dengan bidang lain

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

49

seperti pemasaran, iklan, distribusi dll. Ketiga, praktek kerja/rutinitas kerja

produksi berita mulai dari pencarian berita, penulisan berita, editing sampai

muncul sebagai tulisan di media.

Sedangkan praktik sosial kultural didasarkan pada asumsi bahwa konteks

sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana yang muncul

dalam media ruang redaksi atau wartawan bukanlah bidang atau kotak kosong

yang steril, tetapi sangat ditentukan oleh faktor di luar dirinya sendiri.

Sociocultural practice sebenarnya ingin menggambarkan bagaimana kekuatan-

kekuatan yang ada dalam masyarakat memaknai dan menyebarkan ideologi yang

dominan kepada masyarakat. Fairclough (1995) membagi tiga level analisis pada

sociocultural practice yakni: situasional, institusional dan sosial.

Untuk memudahkan penjelasan berikut ini dijelaskan matriks analisis

wacana kritis model Norman Fairclough:

Tingkatan Level Analisis Metode

Text Representasi, Relasi dan

Identitas

Critical Linguistic

Praktik wacana Sisi individu wartawan, Sisi

relasi intraorganisasi media

wartawan, sisi praktek dan

rutinitas kerja wartawan

Wawancara mendalam

dengan Pimred, Redaktur dan

wartawan

Praktik sosial

kultural

Situasional, Institusional dan

sosial

Studi kepustakaan dan

penulusuran literatur

Untuk menjawab tingkatan praktik wacana (pada analisis wacana kritis)

dan kepentingan ekonomi politik pada pemberitaan konflik dalam tubuh

persepakbolaan di Indonesia penulis melakukan wawancara tak berstruktur.

Menurut Densin dan Lincoln (2005) wawancara dapat merupakan teknik

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

50

pengumpulan data yang biasa dipakai dalam penelitian kuantitatif maupun

kualitatif karena mampu menghadirkan kebenaran dan melengkapi informasi yang

disampaikan narasumber.

Penelitian kualitatif yang menggunakan teknik pengumpulan data

wawancara memerlukan narasumber kunci, yakni mereka yang memiliki

pengetahuan dan mendalami situasi, selain lebih mengetahui informasi yang

diperlukan.

Berdasarkan kriteria tersebut, narasumber kunci dalam penelitian ini adalah

Yesayas Oktavianus dan Anton Sanjoyo, Redaktur Olahraga harian

Kompas

Lilianto Apriadi, mantan copy chief tabloid Bola

Decky Irawan Jasri, wartawan olahraga harian Seputar Indonesia (Sindo)

Yul Bambang Androno, mantan Senior Programing RCTI

Obyek penelitian dalam studi ini adalah tiga koran yang terbit di Jakarta

yakni Kompas, Tabloid Bola dan Harian Seputar Indonesia (Sindo).

Kenapa ketiga media massa itu yang dipilih? Berdasarkan data Nielsen

Media sebagaimana termuat dalam Indonesia Media Guide, 2010, Kompas saat ini

memiliki oplah sebanyak 530 ribu eksemplar setiap hari, termasuk salah satu

koran dengan reputasi panjang dalam industri media Indonesia, sudah berusia 50

tahun. Tabloid Bola dipilih karena, menurut data Indonesia Media Guide 2010

untuk kategori tabloid, ia berada di urutan kedua setelah tabloid Pulsa. Namun

untuk kategori tabloid olahraga Bola menempati urutan pertama sebagai tabloid

olahraga terpopuler. Kompas dan tabloid Bola berada dalam naungan kelompok

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

51

usaha Kompas-Gramedia. Kelompok usaha ini merupakan salah satu dari 12

kelompok usaha konglomerasi media di Indonesia.

Kompas-Gramedia saat ini memiliki dan mengendalikan: 10 stasiun

televisi, 12 stasiun radio, 88 media cetak, dan 2 media online. Kelompok ini juga

memiliki jaringan toko buku, properti dan hotel, event organizer (EO),

manufaktur dan Perguruan Tinggi.14

Selain itu, Kompas-Gramedia juga

menggelar kompetisi sepak bola usia di bawah 14 tahun se-Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sejak tahun 2010. Liga ini bernama Liga

Kompas Gramedia (LGK) U14. Kompetisi ini mempertemukan tim-tim dari

Sekolah Sepak Bola (SSB) se Jabodetabek. Ketua LGK 2010-2014 adalah Anton

Sanjoyo, yang juga wartawan dan kolomnis sepak bola di harian Kompas.

Kompas-Gramedia meluncurkan kompetisi setelah memperoleh restu dari

pemerintah dan PSSI. Menteri Pemuda dan Olahraga RI, A. Alfian Mallarangeng

sendiri yang membuka dengan resmi kompetisi tersebut pada hari Minggu, 18 Juli

2010, yang juga di hadiri Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)

Rita Subowo dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI, Nugraha Besoes.15

Sedangkan koran Seputar Indonesia (Sindo) dipilih karena merupakan

koran pendatang baru dengan perkembangan tercepat yang beroplah sebanyak 330

ribu eksemplar setiap hari.16

Selain itu Sindo juga dimiliki oleh salah satu dari 12

kelompok usaha media yakni, Media Nusantara Citra (MNC) Group. MNC Group

merupakan kelompok usaha media terbesar di Indonesia, MNC Group memiliki

14 Hasil penelitian R Kristiawan yang berjudul Liberalisasi Media: Kajian Ekonomi Politik

Tentang Demokratisasi dan Industrialisasi Media di Indonesia tahun 2012. Hal 117. 15 HarianKompas, Judul berita, Muncul Pemain Bagus: Kekosongan Pembinaan Usia Muda

Berdampak Panjang, Senin 19 Juli 2010. Hal 30. 16 Menurut data pada profil koran Sindo tahun 2010.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

52

dan mengendalikan: 20 stasiun televisi, 22 radio, 7 media cetak, 1 media online. Ia

juga memiliki lini usaha di bidang produksi dan distribusi content dan manajemen

artis.17

MNC Group adalah pemegang hak siar LPI tahun 2011-2012. MNC

menyiarkan liga tersebut di tiga stasiun miliknya, yakni MNC TV, Sindo TV dan

RCTI dan dukungan pemberitaan dari harian Seputar Indonesia. Di harian

tersebut berita LPI ditempatkan dalam rubrik bernama Hattrick. Guna

mendapatkan hak siar tersebut MNC group membayar Rp 100 miliar permusim

kepada PSSI.18

Alasan memilih surat kabar dan tabloid tersebut sudah tepat karena kedua

kelompok usaha media itu memiliki kepentingan baik secara langsung maupun

tidak langsung dengan konflik dalam tubuh persepakbolaan di Indonesia.

Obyek materiil studi ini adalah teks beritaseputar konflik PSSI dengan

Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI)dandualisme liga, yakni Liga

Primer Indonesia (LPI) dan Indonesia Super League (ISL) dari tahun 2010-2102.

Sebuah penelitian kualitatif dikatakan lengkap apabila penelitian tersebut

telah menjalani uji keabsahan data (Zelltiz, dkk sebagaimana dikutipBlack dan

Champion, 1992: 204). Tujuannya agar hasil penelitian kredibel. Menurut

Moleong (2000) keabsahan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam

empat kriteria, yaitu derajat keterpercayaan (credibility), keteralihan

(transferabiity), kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability).

Credibility adalah derajat kepercayaan terhadap data yang diperoleh

peneliti. Credibility dapat dilakukan antara dengan cara perpanjangan

17 R. Kristiawan. Op. Cit., hal 117. 18

Tabloid Bola, judul berita MNC Dalam Persimpangan , Edisi Kamis-Jumat, 20-21 Oktober 2011

Rubrik Ole Nasional, hal 3.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

53

keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat dan

kecukupan referensial. Sebagaimana diketahui dalam penelitian kualitatif, peneliti

bertindak sebagai instrumen. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam

pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak dilakukan dalam waktu singkat,

tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti dalam latar penelitian.

Memang tidak ada patokan waktu, tetapi dengan peneliti menyediakan waktu

yang luang diharapkan data yang diinginkan tercapai semaksimal mungkin.

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam

situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan

kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain,

jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan

pengamatan menyediakan kedalaman. Transferability diartikan sebagai validitas

eksternal sedangkan dalam penelitian kualitatif diartikan derajat keotentikan

(dapat dipercaya). Keotentikan menurut L. Neuman (2003, 242) menawarkan sifat

yang adil, jujur dan seimbang dalam kehidupan sosial dari sudut pandang dari

orang-orang yang menjalaninya setiap hari. Dependability dalam penelitian

kuantitatif diartikan sebagai realibilitas. Suatu penelitian yang reliabel adalah

apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut. Dalam

penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap

keseluruhan proses penelitian. Pengujian confirmability dalam penelitian

kuantitatif disebut dengan uji obyektivitas penelitian. penelitian kualitatif

cenderung menganggap bahwa setiap peneliti membawa perspektif yang unik

untuk penelitian. Konfirmabilitas mengacu pada sejauh mana hasilnya dapat

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

54

dikonfirmasi atau dikuatkan oleh orang lain. Menguji confirmability berarti

menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan.

Adapun sistematika pembahasan disertasi sebagai berikut: Bab I

Pendahuluan, bab ini membahas tentang alasan pemilihan topik, rumusan

masalah, manfaat penelitian, landasan teori dan metode penelitian. Bab II

Penggambaran konflik persepakbolaan di Indonesia pra kongres luar biasa PSSI

tahun 2011 di tiga surat kabar ibukota. Bab III Penggambaran konflik

persepakbolaan di Indonesia setelah kongres luar biasa PSSI tahun 2011 di tiga

surat kabar ibukota. Bab IV Praktek wacana surat kabar ibu kota pada konflik

persepakbolaan di Indonesia. BAB V Praktek sosiokultural wacana konflik dalam

tubuh persepakbolaan Indonesia, dan Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi.

MEDIA, SEPAK BOLA, DAN KONTRADIKSI KEPENTINGAN (TINJAUAN WACANA KRITISPEMBERITAAN KONFLIKKEPENGURUSAN SEPAK BOLA INDONESIA TAHUN 2010-2012 DI TIGA MEDIA CETAK IBU KOTA)AFDAL MAKKURAGA PUTRUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/