108
Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 Bab II-1 A. Lahan dan Hutan Keadaan di Kabupaten Kulonprogo, luas lahan secara keseluruhan tidak mengalami perubahan, baik itu bertambah maupun berkurang. Akan tetapi mengalami perubahan dalam hal pemanfaatan lahannya. Secara umum perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Kulonprogo dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut berikut : Tabel 2.1. Penggunaan Lahan di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2013 2014 No. Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) 2013 2014 1. Non Pertanian 13.303 13.999 2. Pertanian / Sawah 10.297 10.297 3. Perkebunan 590 590 4. Hutan 1.037 7.196,49 5. Lahan Kering 22.096 15.241 6. Lainnya 11.304 11.303,51 Jumlah 58.627 58.627 Sumber : Hasil olahan Tim Penyusun SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 berdasar data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulonprogo Dan untuk melihat penggunaan lahan di Kabupaten Kulonprogo tahun 2013 dapat dilihat pada gambar peta berikut : BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN …dlh.kulonprogokab.go.id/files/SLHD 2014 Bab II Kondisi Lingkungan... · Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 Bab II-1 A. Lahan dan Hutan

Embed Size (px)

Citation preview

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-1

A. Lahan dan Hutan

Keadaan di Kabupaten Kulonprogo, luas lahan secara keseluruhan tidak mengalami

perubahan, baik itu bertambah maupun berkurang. Akan tetapi mengalami perubahan dalam

hal pemanfaatan lahannya. Secara umum perubahan penggunaan lahan di Kabupaten

Kulonprogo dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut berikut :

Tabel 2.1. Penggunaan Lahan di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2013 – 2014

No. Penggunaan Lahan

Luas Lahan (Ha)

2013 2014

1.

Non Pertanian

13.303

13.999

2. Pertanian / Sawah 10.297 10.297

3. Perkebunan 590 590

4. Hutan 1.037 7.196,49

5. Lahan Kering 22.096 15.241

6. Lainnya 11.304 11.303,51

Jumlah

58.627

58.627

Sumber : Hasil olahan Tim Penyusun SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 berdasar

data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulonprogo Dan untuk melihat penggunaan lahan di Kabupaten Kulonprogo tahun 2013 dapat dilihat

pada gambar peta berikut :

BAB II

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN

KECENDERUNGANNYA

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-2

Gambar 2.1. Peta Penggunaan Lahan Kulonprogo Tahun 2013

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-3

1. Kualitas lahan / tanah

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian

Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, di Kabupaten Kulonprogo dilakukan

pemantauan sifat fisik maupun mikrobiologi tanah. Sifat fisik tanah merupakan sifat-sifat

yang menggambarkan keadaan fisik tanah yang lebih mencerminkan fungsi tanah

sebagai bahan penapis / penyaring. Untuk tahun 2014 dilakukan pemantauan

kerusakan lahan kering akibat erosi air pada lokasi yang sama dengan tahun

sebelumnya yaitu di Sidomulyo Pengasih. Hasilnya masih sama dengan tahun 2012,

dan 2013 yakni besaran erosi pada tebal tanah 20 - < 50 cm adalah 2 mm/10 tahun.

Dan untuk pemantauan kerusakan tanah di lahan kering untuk produksi biomassa

dilakukan di Kecamatan Nanggulan yang terdiri dari 12 (dua belas) lokasi pada lahan

pertanian/sawah. Sedangkan untuk lahan basah, di Kabupaten Kulonprogo tidak

terdapat lahan basah / gambut.

Gambar 2.2. Foto Pengambilan sampel tanah sawah di Kecamatan Nanggulan

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-4

Adapun hasil uji laboratorium kualitas tanahnya disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.2 Hasil Pemantauan Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa Kabupaten Kulonprogo

Tahun 2014

No. Para meter

Ambang Kritis (PP

150/2000)

Hasil Pengamatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1.

Ketebalan Solum

< 20 cm >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100

2.

Kebatuan Permukaan

> 40 %

0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0

3.

Komposisi Fraksi

< 18 % koloid;

>18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18

> 80 % pasir kuarsatik

4.

Berat Isi

> 1,4 g/cm

3

1,35 1,71 1,27 1,58 1,56 1,24 1,78 1,88 1,81 1,71 1,78 1,68

5.

Porositas Total

< 30 % ; > 70 %

34,33

20,37

40,10

26,76

26,69

39,95

10,75

10,49

19,24

20,28

16,59

21,85

6.

Derajat Pelulusan Air

< 0,7 cm/jam; >8,0 cm/jam

0,12 0,02 0,1 0,31 0,42 0,9 0,82 0,05 0,05 0,08 1,57 2,98

7.

pH (H2O) 1 : 2,5

< 4,5 ; > 8,5

7,14 6,96 6,9 6,81 6,79 6,84 7,22 7,29 7,55 7,58 7,57 7,42

8.

Daya Hantar Listrik /DHL

> 4,0 mS/cm 47 94,3 96

121,4

130,8

133,5

128,7

5,34 165,

6 177

123,2

92,5

9.

Redoks

< 200 mV

213 215 209 209 205 36 66 85 81 33 46 90

10.

Jumlah Mikroba

< 10

2 cfu/g

tanah

4200000

5400000

4100000

2700000

2450000

1950000

2420000

2230000

3550000

4100000

2950000

2140000

Keterangan : warna merah muda tanda melebihi ambang kritis sesuai dengan PP No. 150 Tahun 2000 tentang Kriteria Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa Sumber : BLH DIY, 2014

Untuk setiap parameter yang dipantau sesuai dengan kriteria sifat fisik tanah pada

Peraturan Pemerintah Nomor : 150 tahun 2000 dapat dijelaskan dalam gambar grafik

sebagai berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-5

- Ketebalan Solum

Pada semua lokasi pemantauan (100%) mempunyai ketebalan solum

tanahnya > 20 cm, sehingga termasuk dalam kriteria baik. Karena solum

yang tebal membuat akar tanaman berkembang dengan baik dan dapat

menguatkan batang tanaman.

Gambar 2.3. Grafik Ketebalan Solum Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014

- Kebatuan Permukaan

Semua lokasi yang dipantau di luar ambang kritis karena tidak terdapat

kebatuan di permukaan. Tanah ini termasuk kedalam klasifikasi masih baik

atau tidak banyak penghalang untuk pertumbuhan akar dan peresapan air

tanah.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-6

Gambar 2.4. Grafik Kebatuan Permukaan Tanah di Nanggulan Kulonprogo

Tahun 2014

- Komposisi Fraksi

Seluruh lokasi pemantauan di Nanggulan Kulonprogo, nilai komposisi

fraksinya tidak berada pada ambang kritis yaitu >18%, sehingga pada lokasi

ini kemampuan tanah mengikat unsur hara maupun air tinggi. Penyimpan

dan penyedia hara terletak pada koloid tanah yang merupakan gabungan

dari koloid organik dan clay, sedangkan perbandingan fraksi tanah (pasir,

debu, lempung) menentukan tekstur tanah yang berpengaruh terhadap

kemampuan tanah dalam mengikat unsur hara maupun air dan berhubungan

dengan derajat kelulusan air (permeabilitas).

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-7

Gambar 2.5. Grafik Komposisi Fraksi Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014

- Berat Isi

Hasil pemantauan menunjukkan bahwa berat isi tanah di Nanggulan

Kulonprogo lebih dari 1,4 g/cm3 dan berdasarkan kriterianya kritis atau

menuju rusak. Hal ini disebabkan daerah ini memiliki struktur blocky atau

lebih banyak pemampatan pada tanah sehingga volume tanah dan volume

pori lebih sedikit.

Gambar 2.6.. Grafik Berat Isi Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-8

- Porositas Total

Porositas total tanah masih dalam kondisi baik, yaitu 40%. Semakin porus

tanah maka semakin cepat tanah meloloskan air.

Gambar 2.7. Grafik Porositas Total Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014

- Derajat Pelulusan Air

Terdapat dua lokasi pemantauan yang nilai derajat pelulusan airnya berada

pada ambang kritis yakni <0,7 cm/j dan >8,0 cm/j.

Gambar 2.8. Grafik Derajat Pelulusan Air Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-9

- pH

Kadar keasaman (pH) sangat mempengaruhi kesuburan tanaman. Nilai

derajat keasaman (pH) tanah pada semua lokasi pemantauan normal

meskipun pada kondisi relatif basa berkisar pada nilai 7,63 – 8,28.

Gambar 2.9.. Grafik Derajat Keasaman (pH) Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014

- Daya Hantar Listrik (DHL)

Nilai DHL sangat dipengaruhi oleh kondisi garam terlarut. Semakin pekat

kondisi tanah dengan air yang terlarut maka semakin tinggi DHL tanah

tersebut. Nilai DHL mempunyai korelasi dengan kondisi koloid tanah.

Semakin tinggi nilai DHL semakin cepat reaksi pertukaran ion dan memiliki

potensi daya serap yang tinggi.

Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa nilai DHL diatas 4 mS/cm, dan

termasuk dalam kategori kurang baik, karena tanah pada kondisi banyak air.

Kondisi DHL tinggi dapat mengakibatkan percepatan pembusukan akar

tanaman.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-10

Gambar 2.10. Grafik Daya Hantar Listrik Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014

- Redoks

Nilai potensial redoks antara -88 mV (terlemah) sampai -107 mV (kondisi

redoks terkuat). Nilai ambang kritis sesuai peraturan adalah < 200 mV. Jadi

nilai redoks pada semua titik pemantauan berada pada ambang kritis /rusak.

Gambar 2.11. Grafik Redoks Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-11

- Jumlah Mikroba

Berdasar hasil pengukuran di laboratorium semua hasil sampel tanah

menunjukkan nilai di atas rata-rata yang telah ditetapkan. Kriteria baku

masuk kedalam kriteria tidak kritis atau populasi mikroba sangat banyak dari

setiap sampel yang diambil.

Gambar 2.12. Grafik Jumlah Mikroba Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014

2. Tutupan lahan

Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan yang dalam ini

terdiri atas hutan rakyat, terjadi peningkatan luas hutan rakyat dari tahun 2013 ke tahun

2014. Keberhasilan meningkatkan luas hutan rakyat ini melalui program dan kegiatan

dalam urusan kehutanan yang dilaksanakan sebagai upaya memberdayakan kelompok

tani dalam pengelolaan lahan dan air. Adapun data perubahan luas hutan rakyat

sebagai berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-12

Tabel 2.3. Luas Hutan Rakyat Kabupaten Kulonprogo Tahun 2013 – 2014

No. Kecamatan

Luas Hutan Rakyat (ha)

Tahun 2013 Tahun 2014 Perubahan (%)

1. Temon 810,50 811,50 0,12

2. Wates 190,00 191,89 0,99

3. Panjatan 688,40 690,57 0,32

4. Galur 317,50 319,76 0,71

5. Lendah 594,40 597,75 0,56

6. Sentolo 1.013,00 1.017,68 0,46

7. Pengasih 1.688,50 1.707,67 1,14

8. Kokap 4.742,10 4.801,29 1,25

9. Girimulyo 3.407,00 3.447,44 1,19

10. Nanggulan 477,00 480,45 0,72

11. Kalibawang 2.159,29 2.218,07 2,72

12. Samigaluh 4.090,00 4.108,23 0,45

Jumlah 20.177,69 20.392,30 1,06

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulonprogo, 2014

Hutan rakyat tersebar di 12 kecamatan dengan kondisi Tahun 2014 luasan terbesar

berada di Kecamatan Kokap (23,54%), kemudian diikuti Kecamatan Samigaluh (20,15%)

dan Kecamatan Girimulyo (16,91%). Untuk kecamatan dengan luasan hutan rakyat paling

kecil adalah Kecamatan Wates (0,94%).

Peningkatan luas hutan rakyat dapat kita lihat pada grafik sebagai berikut :

Gambar 2.13. Grafik Peningkatan Luas Hutan Rakyat Tahun 2012-2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-13

3. Kawasan lindung

Sesuai dengan Perda Kabupaten Kulon Progo No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW

Kabupaten Kulon Progo 2012-2023, kawasan perlindungan setempat di Kabupaten

Kulon Progo meliputi : kawasan hutan lindung seluas 245,90 Ha, kawasan sempadan

pantai seluas 249 Ha yang berada di wilayah memanjang dari Kecamatan Galur

sampai Temon. Sedangkan kawasan resapan air seluas 12.189,40 Ha terdapat wilayah

Perbukitan Menoreh, sempadan sungai seluas 376 Ha, kawasan sekitar waduk seluas

167 Ha dan RTH seluas 2.023 Ha.

Kawasan Hutan yang ada di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah

ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh Keputusan Menteri Kehutanan terbagi menjadi

Kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi dengan luas total

18.715,06 Ha. Dari luasan ini, yang masuk di wilayah Kabupaten Kulonprogo adalah

1.046,4 Ha yang terdiri dari Hutan Produksi seluas 605,8 Ha, Hutan Lindung seluas

255,61 Ha dan Hutan Konservasi yang berupa Suaka Margasatwa (SM) Sermo seluas

184,99 Ha. Kawasan Hutan ini menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Temon, Kokap

dan Pengasih.

Kawasan Hutan yang ada di Kabupaten Kulon Progo ini selama periode waktu dari

tahun 2008 sampai 2014 ini tidak mengalami penambahan luas, misalnya karena

penunjukan kawasan hutan baru, penetapan lahan pengganti ataupun perubahan fungsi

hutan, dan juga tidak mengalami pengurangan kawasan hutan karena pelepasan

kawasan hutan, tukar menukar kawasan hutan dan perubahan fungsi hutan. Akan tetapi

mengalami perubahan dalam hal tutupan vegetasinya.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-14

Gambar 2.14. Peta Kawasan Hutan di Kabupaten Kulonprogo

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-15

4. Lahan kritis

Melalui program-program urusan kehutanan yang dilaksanakan, Pemerintah Kabupaten

Kulonprogo dapat menurunkan luas lahan kritis sebesar 2,84 %, sehingga luas lahan

kritis pada tahun 2014 sebesar 5.107,52 Ha yang sebelumnya tahun 2013 sebesar

5.257,00 Ha. Salah satu program tersebut adalah OBIT (One Billion Indonesian Trees)

dan yang paling penting adalah pemberdayaan masyarakat. Penurunan luas lahan kritis

disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 2.4. Luas Lahan Kritis Kabupaten Kulonprogo Tahun 2013 – 2014

No. Kecamatan Luas Lahan Kritis (Ha)

Tahun 2013 Tahun 2014 Perubahan (%)

1. Temon 756,56 743,38 (1,74)

2. Wates 296,87 292,64 (1,42)

3. Panjatan 663,50 655,45 (1,21)

4. Galur 727,45 704,50 (3,15)

5. Lendah 170,75 168,27 (1,45)

6. Sentolo 471,67 461,36 (2,18)

7. Pengasih 267,72 256,75 (4,09)

8. Kokap 197,12 185,68 (5,80)

9. Nanggulan 118,50 107,56 (9,23)

10. Girimulyo 484,96 470,35 (3,01)

11. Samigaluh 478,00 460,01 (3,76)

12. Kalibawang 623,90 601,57 (3,57)

Jumlah 5.257,00 5.107,52 (2,84)

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, 2014

Disamping itu untuk mengetahui penurunan luas lahan kritis di Kabupaten Kulonprogo

tahun 2012 – 2014, serta lokasi lahan kritis dapat dilihat pada gambar berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-16

Gambar 2.15. Grafik Penurunan Luas Lahan Kritis di Kabupaten Kulonprogo

Tahun 2012-2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-17

Gambar 2.16. Peta Lahan Kritis dan Penghijauan di Kabupaten Kulonprogo

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-18

B. Keanekaragaman Hayati

Kabupaten Kulonprogo terdiri atas empat ekosistem dataran tinggi, dataran rendah,

pantai berpasir, dan ekosistem karst / bukit kapur. Wilayah Kabupaten Kulonprogo

didominasi oleh ekosistem dataran tinggi seluas 33.815,8 Ha. Keanekaragaman hayati

tersebar pada wilayah-wilayah ekosistem dataran tinggi seperti Kecamatan Kalibawang

(koordinat UTM : 416955 - 418738 mT), Kecamatan Samigaluh (409365 - 411741 mT), dan

Kecamatan Kokap (402698 – 405008 mT). Penggunaan lahan yang masih alami

memberikan dampak terhadap tingkat keanekaragaman hayati di daerah tersebut. Menurut

Peta Kemelimpahan Flora dan Fauna Kabupaten Kulonprogo yang dikeluarkan oleh BLH

Provinsi DIY, Kecamatan Samigaluh memiliki jumlah familia flora terbanyak yaitu ± 40

familia, antara lain : durian, manggis, jati, beringin, randu alas, klayu, gedoya, aren dll,

sedangkan fauna ± 25 familia antara lain burung pemakan serangga dan buah seperti :

trocokan (Pycnonotus goavier), kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan pentet (Lanius schah),

juga jenis burung yang dilindungi yaitu gelatik jawa (Padda oryzivora), karena masih

mempunyai kawasan hutan atau hutan masyarakat yang cukup luas sehingga masih

mampu menyediakan daya dukung bagi konservasi satwa liar. Di lokasi dataran tinggi lain

yaitu di Kecamatan Girimulyo terdapat penangkaran rusa (Cervus timorensis).

Pada ekosistem dataran tinggi juga terdapat ekosistem karst/bukit kapur yang memiliki

karakter yang spesifik baik flora maupun faunanya. Ekosistem karst menempati wilayah

terkecil hanya 673,35 Ha (1,2%) yang terdiri atas Formasi Jonggrangan yang mengandung

batuan gamping. Karena luas ekosistem karst ini hanya relatif kecil maka ekosistem yang

berkembangpun kecil terutama ekosistem yang terdapat di luar gua, antara lain flora : pule,

beringin, jati, dll. Sedangkan fauna antara lain : kera ekor panjang (Macaca fascicularis)

yang jumlahnya cukup banyak dan dirasakan oleh masyarakat sebagai hama, karena

sering mengganggu dan merusak tanaman budidaya (terutama pada musim kemarau

karena persediaan makanan di habitatnya sangat sedikit/habis).

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-19

Sedangkan pada ekosistem pantai berpasir juga terdapat keanekaragaman hayati

yang terletak di Pantai Glagah dan Congot (Temon), serta Trisik (Galur). Ekosistem ini

sangat menguntungkan masyarakat setempat karena dapat difungsikan sebagai lahan

pertanian kering (cabe, semangka, melon) sehingga memberikan dampak positif bagi

keanekaragaman hayati. Disamping itu juga terdapat tanaman mangrove, waru laut,

pandan dan cemara udang. Sedangkan untuk fauna yang terdapat di ekosistem pantai ini

antara lain adalah penyu yang dikonservasi oleh masyarakat setempat.

Gambar 2.17. Keanekaragaman Hayati di Pantai Selatan Kulonprogo

Waduk Sermo sebenarnya merupakan suatu ekosistem perairan tawar. Hal ini

disebabkan pada daerah tersebut hanya memiliki fauna saja sedangkan floranya adalah

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-20

fitoplankton, dengan keanekaragaman yang rendah (± 15 genus) yang berfungsi sebagai

produsen.

Di perairan Waduk Sermo, Kabupaten Kulonprogo hanya ditemukan 18 genus

zooplankton; 4 genus bentos dan hanya 6 spesies ikan (ikan air tawar). Angka yang

diperoleh menunjukkan kekayaan jenis yang sangat terbatas/sedikit. Untuk jenis ikan yang

hidup di perairan waduk Sermo dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.5. Jenis Ikan di Waduk Sermo

No. Nama Lokal Spesies Familia Populasi

1. Sepat Tricogaster sp. Cycliidae +++

2. Nila Oreochromis niloticus Cycliidae ++++

3. Mujair Oreochromis mossambicus Cycliidae +++

4. Sidat Anguilla +

5. Udang Galah Macrobrachium rossenbergii +++

6. Udang Metapenaeus ++

7. Tombro Cyprinus carpio Cyprinidae ++++

Sumber : Atlas Kehati DIY, Tahun 2009

Ekosistem dataran rendah di Kabupaten Kulonprogo menempati daerah selatan dan

sedikit wilayah barat tepatnya di Kecamatan Sentolo. Ekosistem dataran rendah yang

berada di sebelah timur Kabupaten Kulonprogo merupakan rangkaian perbukitan lipatan

antiklinal dan sinklinal yang telah mengalami pengikisan. Penggunaan lahan pada

ekosistem ini mulai beragam dari kegiatan pertanian (sawah, tegalan, kebun campur)

hingga permukiman. Berkembangnya Kecamatan Wates dan Pengasih sebagai wilayah

Perkotaan Wates dan Sentolo sebagai kawasan peruntukan industri serta Temon sebagai

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menuntut adanya perkembangan infrastruktur yang

kemudian menggeser penggunaan lahan alami dan mengurangi tingkat keanekaragaman

hayati di wilayah Kabupaten Kulonprogo. Jumlah dan jenis flora dan fauna yang diketahui

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-21

dan dilindungi di Kabupaten Kulonprogo harus menjadi perhatian dari berbagai pihak agar

ketersediaan flora dan fauna tersebut tetap lestari.

Tabel 2.6. Persentase Luas Ekosistem di Kabupaten Kulonprogo

No. Ekosistem Luas (%)

1.

Ekosistem dataran tinggi

58,2

2. Ekosistem dataran rendah 37,0

3. Ekosistem pantai berpasir 3,7

4. Ekosistem karst 1,2

Sumber : Atlas Kehati Provinsi DIY, tahun 2009

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-22

C. Air

Wilayah Kabupaten Kulonprogo menjadi bagian dari beberapa wilayah DAS,

meskipun tidak ada DAS yang utuh di dalam wilayah Kabupaten Kulonprogo. DAS yang

melewati wilayah Kabupaten Kulonprogo adalah DAS Bogowonto, DAS Serang dan DAS

Progo. DAS Progo merupakan DAS yang paling luas, yaitu meliputi 31.163,774 Ha atau

53,16% dari luas Kabupaten Kulonprogo yang sekaligus mengindikasikan sebagai DAS

yang paling banyak menjadi mensuplai air, baik itu ke dalam bentuk air permukaan

maupun air tanah. Luas DAS Serang lebih kecil, namun tetap saja kontribusinya terhadap

sumber air di wilayah Kabupaten Kulonprogo sangat penting, karena luasannya mencakup

24.152,86 Ha atau 41,20% dari total luas Kabupaten Kulonprogo. DAS Bogowonto hanya

mencakup 3.310,878 Ha atau 5,65% saja, selain itu keluaran dari air yang masuk ke DAS

Bogowonto ini berada diluar wilayah Kabupaten Kulonprogo.

Tabel 2.7. Luas Daerah Aliran Sungai di Kulonprogo

DAS Luas (Ha) %

DAS Serang 24.152,86 41,20%

DAS Bogowonto 3.310,878 5,65%

DAS Progo 31.163,774 53,16%

Total 58.627,512 100,00%

Sumber : Buku Neraca Sumber Daya Alam Daerah Kabupaten Kulonprogo

Tahun 2013

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-23

Gambar 2.18. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS)

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-24

1. Kualitas Air Sungai

Sebagai salah satu upaya pengendalian pencemaran air, melalui Kantor

Lingkungan Hidup melakukan pemantauan kualitas air sungai terutama Sungai Serang,

karena sungai tersebut melintas di wilayah perkotaan Wates dan rawan terkena

pencemaran lingkungan.

DAS (Daerah Aliran Sungai) Serang yang berada di Kabupaten Kulonprogo mulai

dari hulu sampai hilirnya dan memiliki panjang sungai utama 23,16 km. Pola Alirannya

bersifat dendritik. Ketinggian tempat di DAS Serang bervariasi dengan rentang antara 0

m – 811 m dpal. Kerapatan aliran di DAS Serang sebesar 0,002, hal ini menunjukkan

bahwa DAS Serang rawan terhadap penggenangan. Pusat gravitasi DAS Serang

berada pada koordinat sistem UTM 405616 mT dan 9133659 mU.

Adapun gambaran sekilas pandang DAS Serang adalah sebagai berikut :

Gambar 2.19. Gambaran 3 Dimensi DAS Serang

Debit sungai ini tergantung pada musim, bila penghujan maka debit sungai akan besar

dan bila kemarau akan kecil. Bila dibandingkan antara penghujan dan kemarau selisih

debitnya bisa sampai kurang lebih 70 %. Debit di hulu kecil tetapi semakin ke hilir

akan besar. Pemanfaatan air sungai yang dominan di sektor pertanian dan perikanan.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-25

Berdasarkan data survey identifikasi sumber pencemar oleh BLH DIY, terdapat

89 sumber pencemar di Sub DAS Serang yang dapat dibagi menjadi 9 (sembilan) jenis

sumber pencemar dengan rinciannya di tabel 9 serta gambaran persebaran sumber

pencemar pada gambar 20 berikut ini :

Tabel 9. Jenis dan Jumlah Sumber Pencemar di Sub DAS Serang

No Jenis Sumber

Pencemar Jumlah Parameter Pencemar

1.

Pelayanan Kesehatan

17

BOD,COD,TSS,NH3,PO4,Minyak

2. Bengkel/Cuci Motor 21 Minyak dan Lemak, pH, Detergen

3. Industri Batik 12 BOD,COD,TSS,Minyak,pH

4. Industri Tapioka 1 BOD,COD,TSS,Sianida,pH

5. Industri Tahu Tempe 10 BOD,COD,TSS,Sulfida,pH

6. Industri Percetakan 2 Pb,biru Metilen,Minyak,pH

7. SPBU 6 Minyak

8. Peternakan 11 BOD,COD,TSS,Sulfida, Amoniak,pH

9. Hotel dan Rumah

Makan

9 BOD,TSS,Detergen,Minyak & Lemak,pH

Sumber : BLH DIY Tahun 2014

Bengkel/cuci motor merupakan sumber pencemar dominan di Sub DAS Serang

diikuti dengan pelayanan kesehatan kemudian peternakan dan industri tahu tempe. Dari 9

(sembilan) jenis sumber pencemar terdapat 5 (lima) penyumbang BOD, COD dan TSS.

Hal ini menyebabkan tingginya angka ketiga parameter tersebut dan melebihi baku mutu.

Selain itu banyaknya jumlah sumber pencemar yang menyumbangkan minyak

menyebabkan minyak juga mencemari wilayah ini. Ancaman pencemaran sianida perlu

diwaspadai, dikarenakan terdapat industri tapioka di kawasan ini. Selain itu ancaman

logam berat tetap ada dari adanya industri percetakan. Berikut peta sumber pencemar dan

titik pemantauan Sungai Serang :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-26

Gambar 20.

Gambar.... Peta Sumber Pencemar dan Titik Pemantauan Sungai Serang

Gambar 2.20. Peta Sumber Pencemar dan Titik Pemantauan Sungai Serang

Jika dibandingkan dengan data inventarisasi sumber pencemar tahun 2007, data sumber

pencemar sub DAS Serang tahun 2013 dan 2014 jumlahnya meningkat dan ada

perubahan jenis sumber, untuk lebih jelasnya disajikan dalam gambar berikut :

PETA SUMBER

PENCEMAR DAN TITIK

PEMANTAUAN SUNGAI

SERANG

PROVINSI DIYTAHUN

2011

Sumber: 1. Peta Rupabumi Digital Skala

1:25.000 Tahun 2003

2. Pengukuran Lapangan Tahun 2013

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-27

Gambar 2.21. Grafik Sumber Pencemar Sub DAS Serang Tahun 2007, 2013 dan 2014

Sungai Serang, terdiri dari 3 (tiga) titik lokasi pengambilan sampel yang mewakili

daerah hulu, tengah dan hilir, yaitu :

a. Titik pantau 1 : Bendung Pengasih, Sendangsari, Pengasih, Kulonprogo

Berada pada titik koordinat S : 07⁰ 50' 07.0" dan E : 110⁰ 10' 15.3", yakni pada

lokasi Bendung Dusun Pagotan Desa Sendangsari Kecamatan Pengasih Kabupaten

Kulonprogo. Air sungai Serang yang dibendung di Bendung Pengasih digunakan

untuk keperluan irigasi di Kecamatan Pengasih, Wates, Panjatan, Kokap dan

Temon.

b. Titik pantau 2 : Jembatan Grahulan, Giripeni, Wates, Kulonprogo

Berada pada titik koordinat S : 07⁰ 52' 00.7" dan E : 110⁰ 09' 19.4", yakni pada

lokasi Jembatan Grahulan di Desa Giripeni Kecamatan Wates Kabupaten

Kulonprogo.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-28

c. Titik pantau 3 : Jembatan Glagah, Temon, Kulonprogo

Berada pada titik koordinat S : 07⁰ 54' 30.6" dan E : 110⁰ 05' 02.2", yakni pada

lokasi Jembatan Glagah di Dusun Glagah Desa Glagah Kecamatan Temon

Kabupaten Kulonprogo. Dari jembatan ini, pertemuan Sungai Serang dengan laut di

Pantai Glagah dapat terlihat dan tampak pula perahu-perahu motor ditambatkan di

tepian sungai untuk melayani wisata berperahu menyusuri muara Sungai Serang.

Adapun koordinat lokasi titik sampling tersebut, secara lebih rinci dapat dilihat dalam

tabel 10 berikut :

Tabel 2.9. Data Koordinat Titik Pengambilan Sampel Sungai Serang

TITIK PANTAU LOKASI SAMPLING

SOUTH EAST

1. Bendung Pengasih 070 50' 07.0" 110

0 10' 15.3"

2. Jembatan Grahulan 070 52' 00.7" 110

0 09' 19.4"

3. Jembatan Glagah 070 54' 30.6" 110

0 05' 02.2"

Sedangkan peta lokasi titik sampling Sungai Serang Tahun 2014 dapat dilihat pada

gambar berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-29

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-30

Gambar 2.22. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai Serang Tahun 2014

Pemantauan kualitas air Sungai Serang dilakukan sebanyak 5 (lima) periode dalam

satu tahun, yaitu pada Bulan April, Mei, Juli, September dan Oktober tahun 2014.

Parameter kualitas air yang dianalisa meliputi : parameter fisik, kimia dan biologi.

Parameter fisik meliputi suhu, TDS dan TSS. Parameter kimia meliput pH, DHL, Oksigen

terlarut (DO), BOD, COD, Sulfida (H2S), Fosfat (PO4), Nitrat (NO3-N), Nitrit, Sianida (CN),

Fenol, Deterjen, Amoniak, Klorin bebas dan Minyak lemak. Parameter biologi meliputi

Bakteri Koli Tinja (Fecal Coli) dan Total Coli.

Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No 22 Tahun 2007 tentang Penetapan Kelas

Air Sungai di Provinsi DIY dan Peraturan Gubernur DIY No 20 Tahun 2009 tentang Baku

Mutu Air di Provinsi DIY, Sungai Serang belum ditentukan kelasnya. Sesuai dengan

Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air, pada pasal 55 disebutkan bahwa dalam hal baku mutu air

pada sumber air belum atau tidak ditetapkan, berlaku kriteria mutu air klas II. Atas dasar

hal tersebut, maka dalam analisa dan pengolahan data, pembahasan pada semua lokasi

titik pantau Sungai Serang dikategorikan pada golongan / air sungai klas II. Lokasi titik

pantau dan pembagian kelas air Sungai Serang disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 2.10. Lokasi Titik Pantau dan Pembagian Kelas Air Sungai Serang

No. Kode Lokasi Kelas

1. S-1 Bendung Pengasih Kulonprogo Klas II

2. S-2 Jembatan Grahulan Wates Kulonprogo Klas II

3. S-3 Jembatan Glagah Karangwuni Kulonprogo Klas II

Sumber : BLH DIY, 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-31

Hasil Uji Kualitas Air

Tabel 2.11. Hasil Uji Kualitas Air Sungai Serang I

Lokasi Pemantauan : Bendung Pengasih

Koordinat : S : 07⁰ 50' 07.0"

E : 110⁰ 10' 15.3"

No. Parameter Satuan

Baku Mutu Klas II *)

Hasil Pemantauan

April Mei Juli Sept Okt

1 Suhu oC ± 3

oC 29,3 28 24,6 27,8 28,8

2 pH - 6 - 8,5 7,0 7,1 7,0 7,3 7,2

3 Daya Hantar Listrik (DHL) µmhos/cm 302 265 251 303 330

4 Residu Terlarut (TDS) mg/L 1000 144 127 123 143 167

5 Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 50 21 45 25 53 36

6 BOD mg/L 3 20,4 7,1 13,9 6,1 9,9

7 COD mg/L 25 43,2 15,1 26,7 13,6 21,9

8 DO mg/L 5 7,1 7,5 6,6 4,3 5,9

9 Fosfat mg/L 0,2 0,2 0,2 0,011 0,1 0,01

10 Nitrat mg/L 10 1,2 3,3 ≤0,01 1,4 2,1

11 Kadmium (Cd) mg/L 0,01

12 Kromium (Cr6) mg/L 0,05 0,002 ≤0,0001 0,001 0,11 ≤0,0001

13 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 0,01 0,01 0,03 0,01 0,03

14 Timbal (Pb) mg/L 0,03 0,01 0,02 ≤0,001 0,19 0,05

15 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,01 0,06 0,01 ≤0,0001 0,04

16 Sianida (CN) mg/L 0,02 0,01 0,003 0,004 0,105 ≤0,001

17 Fluorida (F) mg/L 1,5

18 Nitrit mg/L 0,06 0,09 0,07 0,27 0,09 0,08

19 Sulfida (S) mg/L 0,002 0,034 ≤0,001 0,037 0,023 ≤0,001

20 Deterjen sbg MBAS µg/L 200 72,7 185,4 ≤1 107 58,2

21 Fenol µg/L 1 ≤0,1 ≤0,1 ≤0,1 ≤0,1 ≤0,1

22 Minyak lemak µg/L 1000 ≤0,3 1400 ≤0,3 ≤0,3 ≤0,3

23 Klorin Bebas mg/L 0,03 ≤0,01 0,01 0,03 ≤0,01 0,07

24 Amoniak mg/L ≤0,01 0,52 0,03 0,02 ≤0,001

25 Boron mg/L 1 0,3 ≤0,0001 0,3 0,05 0,1

26 Selenium mg/L 0,05 0,001 0,001 0,001 0,05 0,1

27 Total Coliform jml/100mL 5000 5x105 ≥1,6x10

6 9x10

5 1,3x10

4 3x10

4

28 Fecal Coliform jml/100mL 1000 2,4x105 3,5x10

5 3x10

5 6x10

3 2,3x10

4

Keterangan : tanda merah adalah melebihi baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Di Provinsi DIY Sumber : BLH DIY, 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-32

Tabel 2.12. Hasil Uji Kualitas Air Sungai Serang II

Lokasi Pemantauan :

Jembatan Graulan Wates

Koordinat : S : 07⁰ 52' 00.7"

E : 110⁰ 09' 19.4"

No. Parameter Satuan

Baku Mutu Klas II *)

Hasil Pemantauan

April Mei Juli Sept Okt

1 Suhu oC ± 3

oC 29,3 28,5 27,9 26,9 29,1

2 pH - 6 - 8,5 7,1 7,6 7,5 7,4 7,6

3 Daya Hantar Listrik (DHL) µmhos/cm 265 338 477 530 497

4 Residu Terlarut (TDS) mg/L 1000 1825 396 310 1994 333

5 Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 50 30 23 27 12 43

6 BOD mg/L 3 22,5 4,1 15,9 6,1 7,9

7 COD mg/L 25 48,5 9,6 32,1 12,8 18,8

8 DO mg/L 5 6,7 5,2 6,2 5,1 5,9

9 Fosfat mg/L 0,2 0,4 0,3 0,05 0,1 0,01

10 Nitrat mg/L 10 1,2 3,8 0,1 1,2 1,8

11 Kadmium (Cd) mg/L 0,01

12 Kromium (Cr6) mg/L 0,05 ≤0,0001 ≤0,0001 0,01 0,12 ≤0,0001

13 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 0,01 0,01 0,03 0,01 0,02

14 Timbal (Pb) mg/L 0,03 0,02 0,02 ≤0,001 0,18 0,16

15 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,02 0,06 0,01 ≤0,0001 0,02

16 Sianida (CN) mg/L 0,02 0,003 0,001 0,003 0,043 0,138

17 Fluorida (F) mg/L 1,5

18 Nitrit mg/L 0,06 0,13 0,07 0,4 0,09 0,07

19 Sulfida (S) mg/L 0,002 0,037 ≤0,001 0,124 0,022 ≤0,001

20 Deterjen sbg MBAS µg/L 200 30,7 81,8 63,5 194,1 81,7

21 Fenol µg/L 1 ≤0,1 ≤0,1 ≤0,1 0,3 ≤0,1

22 Minyak lemak µg/L 1000 ≤0,3 1500 700 ≤0,3 ≤0,3

23 Klorin Bebas mg/L 0,03 0,01 ≤0,001 0,03 0,1 0,01

24 Amoniak mg/L ≤0,01 0,53 0,05 0,01 0,03

25 Boron mg/L 1 0,04 ≤0,0001 0,4 0,03 0,1

26 Selenium mg/L 0,05 0,001 0,001 0,001 0,001 0,0009

27 Total Coliform jml/100mL 5000 8x104 ≥1,6x10

6 2,2x10

5 8x10

4 8x10

4

28 Fecal Coliform jml/100mL 1000 5x104 1,6x10

6 1,3x10

5 9x10

3 1,7x10

4

Keterangan : tanda merah adalah melebihi baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Di Provinsi DIY Sumber : BLH DIY, 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-33

Tabel 2.13. Hasil Uji Kualitas Air Sungai Serang III

Lokasi Pemantauan : Jembatan Glagah

Koordinat : S : 07⁰ 54' 30.6"

E : 110⁰ 05' 02.2"

No. Parameter Satuan

Baku Mutu Klas II *)

Hasil Pemantauan

April Mei Juli Sept Okt

1 Suhu oC ± 3

oC 30,1 30,6 28 26,4 31,9

2 pH - 6 - 8,5 7,5 7,1 7,6 8 7,5

3 Daya Hantar Listrik (DHL) µmhos/cm 2600 5600 5900 5150 3130

4 Residu Terlarut (TDS) mg/L 1000 1290 2950 3100 2575 1570

5 Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 50 11 23 29 60 48

6 BOD mg/L 3 25,5 15,1 13,9 6,4 9,9

7 COD mg/L 25 53,2 28,1 27,3 11,1 19,9

8 DO mg/L 5 5,9 4,6 5,7 1,7 3,9

9 Fosfat mg/L 0,2 0,2 0,4 0,02 0,1 0,02

10 Nitrat mg/L 10 1,1 4,3 1,8 2,2 2,6

11 Kadmium (Cd) mg/L 0,01

12 Kromium (Cr6) mg/L 0,05 ≤0,0001 0,004 0,01 0,12 ≤0,0001

13 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 0,02 0,01 0,03 0,06 0,04

14 Timbal (Pb) mg/L 0,03 0,01 0,04 0,05 0,35 0,23

15 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,01 0,08 0,01 ≤0,0001 0,01

16 Sianida (CN) mg/L 0,02 0,008 0,008 0,004 ≤0,001 ≤0,001

17 Fluorida (F) mg/L 1,5

18 Nitrit mg/L 0,06 0,1 0,08 0,6 0,1 0,07

19 Sulfida (S) mg/L 0,002 0,027 ≤0,001 ≤0,001 0,027 ≤0,001

20 Deterjen sbg MBAS µg/L 200 165,7 21 11,7 86,5 129

21 Fenol µg/L 1 ≤0,1 ≤0,1 ≤0,1 ≤0,1 ≤0,1

22 Minyak lemak µg/L 1000 ≤0,3 2600 ≤0,3 ≤0,3 ≤0,3

23 Klorin Bebas mg/L 0,03 ≤0,01 0,001 0,05 0,01 0,02

24 Amoniak mg/L ≤0,01 0,03 0,14 0,02 0,02

25 Boron mg/L 1 0,04 0,1 1,7 1,5 0,07

26 Selenium mg/L 0,05 0,001 0,001 0,001 0,001 0,0009

27 Total Coliform jml/100mL 5000 1,7x104 ≥1,6x10

6 1,4x10

5 6x10

4 5x10

4

28 Fecal Coliform jml/100mL 1000 1,1x104 1,3x10

5 7x10

4 2x10

3 1,3x10

4

Keterangan : tanda merah adalah melebihi baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Di Provinsi DIY Sumber : BLH DIY, 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-34

Analisa Kualitas Air Sungai Serang

Pengukuran kualitas air Sungai Serang melibatkan 27 (dua puluh tujuh)

parameter yang dipantau dengan debit terbesar 4,96 m3/detik pada bulan Mei dan debit

terkecil sebesar 0.66 m3/detik pada bulan Oktober dengan debit rerata sebesar 5,62

m3/detik. Dari hasil pemantauan terlihat ada 14 (empat belas) jenis parameter yang

berada di atas baku mutu yang ditetapkan, namun parameter yang hampir semua berada

diatas baku mutu dalam 5 (lima) periode adalah parameter Oksigen Terlarut (DO),

Biological Oxygen Demand (BOD), COD, Nitrit, Sulfida, Krom, Bakteri koli tinja dan

bakteri koli total, sebagaimana dalam grafik berikut ini :

a. Oksigen Terlarut (DO)

Gambar 2.23. Grafik Pengukuran DO pada Sungai Serang Tahun 2014

Oksigen Terlarut (DO) merupakan parameter yang penting untuk mengukur

pencemaran air. Berdasarkan hasil perhitungan storet untuk parameter DO terlihat semua

berada di atas baku mutu yang ditetapkan dalam kelas II, yaitu 4 mg/l. Angka tertinggi

untuk parameter DO di Sungai Serang mencapai 7,5 mg/l. Hal ini sangat memprihatinkan

karena tanpa adanya oksigen terlarut dalam air akan mempengaruhi kehidupan tanaman

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-35

maupun hewan yang berada di perairan, apabila kehidupan di aliran sungai berkurang

maka akan mempengaruhi ekosistem yang terdapat dalam sungai tersebut.

b. BOD

Gambar 2.24 Grafik Pengukuran BOD pada Sungai Serang Tahun 2014

Parameter BOD terlihat semua berada di atas baku mutu yang ditetapkan dalam

kelas II, yaitu 3 mg/l. Angka tertinggi untuk parameter BOD di sungai Serang mencapai

25,5 mg/l. Kondisi ini diperkirakan karena air sungai tercemar karena limbah organik

sehingga terjadi penurunan oksigen yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

Penggunaan oksigen yang rendah menunjukkan kemungkinan air jernih, mikroorganisme

tidak tertarik menggunakan bahan organik dan mikroorganisme mati.

c. COD

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-36

Gambar 2.25 Grafik Pengukuran COD pada Sungai Serang Tahun 2014

Parameter COD terlihat cenderung berada di bawah baku mutu yang ditetapkan

dalam kelas II, yaitu 25 mg/l. Nilai yang melebihi baku mutu terdapat di titik S3 pada

bulan April dan Juli. Angka tertinggi untuk parameter COD di sungai Serang mencapai

53,2 mg/l.

d. Nitrit

Gambar 2.26 Grafik Pengukuran Nitrit pada Sungai Serang Tahun 2014

Parameter Nitrit terlihat cenderung berada di atas baku mutu yang ditetapkan

dalam kelas II, yaitu 0,06 mg/l. Angka tertinggi untuk parameter Nitrit di Sungai Serang

mencapai 0,6 mg/l.

e. Sulfida

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-37

Gambar 2.27. Grafik Pengukuran Sulfida pada Sungai Serang Tahun 2014

Parameter Sulfida terlihat semua berada di atas baku mutu yang ditetapkan

dalam kelas II, yaitu 0,002 mg/l. Angka tertinggi untuk parameter Sulfida di Sungai

Serang mencapai 0,124 mg/l. Sulfida merupakan gas yang sangat beracun dan berbau

busuk, sehingga apabila terdapat dalam air akan mempengaruhi tingginya kadar

keasaman dan menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa logam.

f. Krom

Gambar 2.28 Grafik Pengukuran Krom pada Sungai Serang Tahun 2014

Parameter Krom terlihat sebagian besar berada di bawah baku mutu yang

ditetapkan dalam kelas II, yaitu 0,05 mg/l. Tetapi terlihat pada bulan September semua

nilai pengukuran menunjukkan bahwa nilai parameter krom jauh dari garis baku mutu.

Angka tertinggi untuk parameter Krom di sungai Serang mencapai 0,12 mg/l. Air dengan

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-38

kadar Krom untuk budidaya sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman budidaya

maupun perikanan, hal ini disebabkan karena kadar krom dapat menyerang daya tubuh

makluk hidup sehingga tidak dapat melawan virus yang menyerang mahluk hidup

tersebut.

g. Bakteri Koli Tinja dan Koli Total

Gambar 2.29 Grafik Pengukuran Koli Tinja pada Sungai Serang Tahun 2014

Parameter bakteri koli total dan Koli tinja merupakan parameter yang paling

besar memberikan kontribusi kepada pencemaran air sungai yang ada, hal ini karena

angka yang dicapai sangat jauh dari baku mutu kelas II yang dtetapkan, yaitu 1000

JPT/100 ml. Angka tertinggi mencapai ratusan ribu bahkan jutaan. Tingginya angka

bakteri koli tinja ini dimungkinkan karena kotoran yang disebabkan karena perilaku

manusia yang masih melakukan dan belum berubah untuk stop BABs dan juga limbah

dari kotoran hewan. Dampak dari tingginya angka bakteri koli tinja ini dapat menyebabkan

diare, gatal-gatal dan dapat menimbulkan penyakit kulit yang lain.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-39

Gambar 2.30 Grafik Pengukuran Total Koli pada Sungai Serang Tahun 2014

Analisa Metode Storet

Berdasarkan perhitungan dengan metode Storet dan dikaitkan dengan kategori

air sungai kelas II untuk semua titik pantau, menunjukkan bahwa Sungai Serang mulai

dari hulu hingga hilir tergolong tercemar berat. Perhitungan dengan Metode Storet

berkisar antara -88 hingga -102, dimana nilai ini jauh melampaui batas minimal dari

kategori cemar berat (≤-31).

Tabel 2.14. Hasil Analisis Status Mutu Air Sungai Serang dengan Metode Storet

No. Kode Lokasi Skor Status Mutu Air

1. S-1 Bendung Pengasih Kulonprogo -89 Tercemar berat

2. S-2 Jembatan Grahulan Wates Kulonprogo -88 Tercemar berat

3. S-3 Jembatan Glagah Karangwuni -102 Tercemar berat

Sumber : Hasil olah data 2014

Nilai terendah (-88) berada di lokasi titik pantau S-02 (Jembatan Grahulan Wates

Kulonprogo) dan nilai tertinggi (-102) berada wilayah hulu sungai yakni di lokasi titik

pemantauan S-03 (Jembatan Glagah Kulonprogo).

Parameter yang memberikan kontribusi skor negatif pada setiap lokasi titik

pantau adalah :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-40

1. bakteri coli tinja

2. bakteri total coli

3. BOD

4. COD

5. Klorin bebas

6. deterjen

7. Sulfida

8.Minyak-lemak

9.Nitrit

Parameter-parameter tersebut konsentrasinya hampir merata pada titk lokasi

pemantauan dengan kadar telah melebihi baku mutu. Melihat kesetaraan jenis dan kadar

kadar polutan hal ini mengindikasikan adanya persebaran jenis pencemaran yang merata

dan sejenis sejak dari hulu hingga hilir.

Pada lokasi titik pantau S-01 dan S-03 yang memiliki skor -89 dan -102 pada

hakekatnya dapat dikategorikan sama, karena hanya ada perbedaan 13 poin. Sepintas

memberikan indikasi bahwa beban polutan sempat mengalami penurunan pada lokasi

titik pantau S-02 yakni -88. Banyak hal atau faktor yang memungkinkan berpengaruh

sehingga kadar polutan naik-turun. Faktor alam dan aktivitas manusia yang secara terus

menerus senantiasa berubah telah mengakibatkan terjadinya perubahan beban

pencemaran. Sembilan parameter di atas memberi kontribusi negatif dalam perhitungan

status mutu air. Seperti halnya yang terjadi pada Sungai Progo dan anak Sungai Progo,

sebenarnya secara geografis bahwa Sungai Serang masih dalam satu wilayah geografis

dengan Sungai Progo. Artinya pengaruh secara umum diperkirakan memiliki kesamaan.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-41

PETA STATUS MUTU AIR

SUNGAI SERANG

DIY TAHUN 2014

Sumber: 3. Peta Rupabumi Digital Skala

1:25.000Tahun 2003

4. Pengukuran Lapangan Tahun

2011

Cemar berat

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-42

Gambar 2.31. Peta Status Mutu Air Sungai Serang pada Masing-masing Titik Pantau Tahun 2014

Pengukuran Debit Sungai

Pengukuran debit aliran dilakukan di Sungai Serang, berdasarkan perhitungan

dengan metode area velocity diketahui debit Sungai Serang tahun 2014 tersaji dalam

tabel 15 dibawah ini :

Tabel 2.15. Debit Sungai Serang Tahun 2014

Titik Pantau Pengukuran Debit

Koordinat (Lat/Lot) Debit (m³/ detik)

X Y April Mei Juli Sept. Okt.

(1) Bendung Pengasih

110.1620 -7.8227 3,88 1,25 2,773 1,227 2,49

(2) Jembatan Grahulan

110.1633 -7.8669 4,96 6,72 3,128 0,821 1,36

(3) Jembatan Glagah

110.0843 -7.9086 28 8,9 14,16 3,943 0,66

Sumber : Pengukuran Lapangan, 2014

Debit sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi morfologi sungai. Kondisi sungai di

hulu mempunyai lebar sungai relatif kecil semakin mendekati laut semakin lebar dan

semakin landai. Ketinggian air sungai sangat mempengaruhi debit yang dihasilkan.

Berdasarkan perhitungan debit rata-rata di Sungai Serang sebesar 5.61 m³/detik.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-43

Gambar 2.32.

Foto Pengukuran Debit Sungai Serang

2. Kualitas Air Tanah (Sumur)

Air tanah (air sumur) yang dipantau dipilih yang berlokasi di sekitar IPAL Komunal

Domestik. Adapun hasil uji kualitas air sumur tersebut sebagai berikut :

Tabel 2.16. Hasil Uji Kualitas Air Sumur Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Paramet

er

Baku

Mutu

Lokasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Suhu -

28,8 29,0 26,9 28,9 28,9 27 31,3 29,4 31 29,7 30,1

31,7

Warna 50 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

10

Kekeruhan

25 0,60 0,61 0,73 1,4 2,24 2,82 0,98 0,58 0,8 0,67 0,44 1,45

TDS 1500 275 368 181,2 229 229 273 584 320 277 348 337

757

pH 6,5 - 9,0

6,53 6,57 6,39 6,44 6,7 6,35 7,39 7,63 7,09 6,46 6,95 7,34

Klorida (Cl-)

600 10,5

7 12,33 6,54 12,08 8,30 8,05

30,86

24,10

5,78 7,71 5,30 110,88

Kesadahan

(CaCO3) 500

226,22

300,26

176,86

217,99

279,69

287,92

286 232 266 344 352 280

Zat Org.(KM

nO4) 10 3,38 3,51 1,49 2,44 1,17 3,10 4,22 7,63 8,06 2,70 2,99

12,51

Sulfat (SO4=)

400,00 10,246

26,347

7,650 46,57

0 64,92

0 63,660

12,915

83,544

8399 1,55

2 2,04

8 150,

3

Fluorida (F-)

1,5 0,30

8 0,360 0,170 0,624 0,449

0,365

0,296

0,403

0,300

0,258

0,342

0,602

NO2- - N 1 0,01

5 0,002 0,003 0,004 0,008

0,005

0,001

0,001

<0,001

<0,001

0,007

0,008

NO3- - N 10 0,87

5 <0,00

5 <0,00

5 <0,00

5 0,284

0,235

1,145

2,820

0,34 0,59

7 1,01

2 0,63

2

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-44

Besi (Fe)

1 <0,003

<0,003

<0,003

<0,003

0,003 <0,003

0,014

<0,003

0,0970

0,01 0,00

3 0,03

6

Mangan (Mn)

0,5 0,21

2 0,302 0,653 0,201 0,173

0,073

<0,002

<0,002

<0,002

0,011

0,028

0,289

Sianida (CN-)

0,1 0,0033

<0,006

<0,006

<0,006

<0,006

<0,006

0,01 <0,006

<0,007

<0,006

<0,006

<0,006

DHL - 561 735 363 458 528 545 767 640 554 697 672 1516

Timbal 0,05 0,0033

0,0171

<0,0007

0,0110

0,0353

0,0481

0,0103

0,0186

0,0278

0 0 0,0189

Coliform 50 ≥

1898 ≥ 1898 20 ≥ 1898 ≥ 1898

≥ 1898

≥ 1898

59 68 494 60 ≥

1898

Coli

Tinja 0 48 147 7 ≥ 1898 166 34

1898 55 11 17 35 494

Keterangan : Baku Mutu yang digunakan adalah Permenkes No. 416 / 1990 Tentang Syarat-syarat & Pengawasan Kualitas Air Tanda merah : melebihi baku mutu Sumber : BLH DIY, 2014

Hasil pengujian 12 (dua belas) sampel air sumur pada Bulan April dan Juni 2014

tersebut menunjukkan parameter bakteri coliform dan koli tinja melebihi baku mutu.

Tujuh dari sebelas sampel yang diperiksa memiliki kandungan bakteri coliform dan koli

tinja yang sangat tinggi sebesar 1898 MPN/100 ml. Sedangkan satu sampel yaitu air

sumur lokasi 3 bakteri coliform nya terdeteksi sebanyak 20 MPN/100 ml dan bakteri koli

tinja sebanyak 7 MPN/100 ml.

Adapun hasil pengujian kualitas air sumur yang melebihi baku mutu (pH yang berada di

bawah standar, Coliform, dan Coli Tinja) dapat disajikan dalam gambar grafik sebagai

berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-45

Gambar 2.33. Grafik Hasil Pengujian pH Air Sumur Kab Kulonprogo Tahun 2014

Gambar 2.33. Grafik Hasil Pengujian Coliform Air Sumur Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-46

Gambar 2.35. Grafik Hasil Pengujian Coli Tinja Air Sumur Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

2. Kualitas Air Waduk

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-47

Gambar 2.36. Waduk Sermo di Kokap Kulonprogo

Di Kabupaten Kulonprogo, terdapat Waduk Sermo yang berkapasitas sebesar 25 juta

m3. Sebagai upaya konservasi air juga dibangun waduk mini Tonegoro di Banjaroya,

Kalibawang dan juga beberapa embung. Berikut gambar waduk mini Tonegoro yang

mempunyai kapasitas volume sebesar 8.000 m3 :

Gambar 2.37. Waduk Mini Tonegoro Kalibawang

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-48

Untuk melindungi fungsi dari Waduk Sermo, maka ditetapkan Kawasan

Perlindungan Waduk yang berada di sebagian Kecamatan Kokap meliputi daratan

sepanjang tepian Waduk Sermo yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi

fisik waduk antara 50 – 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Kebijakan pemanfaatan Kawasan Perlindungan Waduk diarahkan pada :

1). Pengembangan usaha konservasi di sekitar waduk dan DAS dari sungai-sungai

yang mengalir ke waduk untuk mendukung kelestarian fungsi waduk dan kondisi

fisik sekitamya;

2). Pengendalian pemanfaatan waduk agar kualitas dan kuantitas, air tidak

menurun; dan

3). Pengamanan daerah hulu sungai.

Sebagai salah satu upaya untuk pengendalian pemanfaatan waduk agar kualitas

air nya tidak menurun adalah dengan melakukan pemantauan kualitas air secara rutin.

Hasil pemantauan kualitas air waduk Sermo adalah sebagai berikut :

Tabel 2.17. Hasil Uji Kualitas Air Waduk Sermo Tahun 2014

No. Parameter Satuan Baku Mutu

Klas II *)

Lokasi Pemantauan

1 2 3

1. BOD mg/L 3 21 33 27

2. COD mg/L 25 5 50 34

3. NO3 mg/L 10 4 4 3,6

4. NH3 mg/L - 0 0 0,4

Keterangan : Pergub DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Di Provinsi DIY Sumber : Data Lapangan

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa untuk parameter BOD dan COD sebagian

besar tidak memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Untuk itu diperlukan adanya

upaya pengendalian kualitas air waduk dengan cara mengawasi usaha dan kegiatan

yang kemungkinan membuang air limbahnya ke waduk maupun ke sungai yang

mengalir ke waduk. Karena waduk sermo juga diperuntukkan untuk air baku air minum

PDAM Kulonprogo.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-49

D. Udara

Udara merupakan salah satu sumberdaya alam non hayati yang di dalam ekosistem

merupakan lingkungan fisik yang mempunyai hubungan timbal balik dengan makhluk hidup,

baik itu manusia, hewan, tumbuhan maupun mikroba. Padahal, makhluk hidup termasuk

manusia pun memerlukan udara yang bersih dan sehat, dan tidak terganggu oleh

pencemaran yang tidak membuat nyaman. Sebagai salah satu upaya untuk mengetahui

kualitas udara adalah pelakukan pemantauan kualitas udara.

Pemantauan kualitas udara ambien tahun 2014 dilakukan di 4 (empat) lokasi, yaitu di :

1. Simpang empat Ngeplang, Sentolo (A);

2. Simpang tiga Toyan, Wates (B);

3. Simpang tiga teteg timur KA, Wates (C);

4. Simpang tiga Terminal Bus Wates (D).

Parameter-parameter yang dipantau adalah parameter fisika dan kimia. Parameter

fisika meliputi suhu udara, kelembaban, kebisingan, arah angin, cuaca, tekanan dan

kecepatan angin. Sedangkan untuk parameter kimia meliputi Karbon monoksida (CO),

Ozon (O3), Timah hitam (Pb) dan Hidrokarbon (HC), Nitrogen Dioksida (NO2), Sulfur

Dioksida (SO2) dan debu dengan diameter 10µm (PM 10). Hasil analisis parameter-

parameter tersebut di atas dibandingkan dengan Standar Baku Mutu Udara Ambien Daerah

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang tertuang dalam Lampiran Keputusan Gubernur

Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 153 Tahun 2002, serta Baku Mutu Tingkat

Getaran, Kebisingan dan Kebauan Daerah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor :

176 tahun 2003 (Tabel SD-18).

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-50

Analisis Kualitas Udara Ambien

Kebisingan

Kondisi tingkat kebisingan di empat lokasi pada tahun 2014 adalah kebisingan

terendah sebesar 64,3 dB(A) berada di Simpang tiga teteg timur KA Wates, sedangkan

tingkat kebisingan tertinggi berada di Simpang tiga Terminal Wates, yaitu sebesar 69,2 dB

(A), tingkat kebisingan pada semua lokasi masih dibawah ambang batas yang

diperkenankan. Dibandingkan dengan tahun 2012 dan 2013 masing-masing lokasi

pemantauan mengalami penurunan konsentrasi kebisingan. Hal tersebut kemungkinan

disebabkan oleh adanya penghijauan jalan dengan pohon perindang yang dapat meredam

suara. Untuk lebih jelasnya hasil pemantauan kualitas udara untuk tingkat kebisingan dapat

dilihat pada tabel 18 sebagai berikut :

Tabel 2.18. Tingkat Kebisingan Rata-rata (dBA) di Kabupaten Kulonprogo

Tahun 2012 - 2014

Kode Lokasi

Lokasi

Konsentrasi (dB A) Baku Mutu Dipersyaratkan

(dBA)

2012

2013 2014

A

Simpang empat Ngeplang, Sentolo

69,5 66,9 65,4

70,0

B Simpang tiga Toyan, Wates

64,6 66,1 65,1

70,0

C Simpang tiga teteg KA timur Wates

69,6 67,8 64,3

70,0

D Simpang tiga Terminal Wates

69,45 72,85 69,2

70,0

Sumber : Pengukuran Lapangan, 2012 – 2014

Sedangkan untuk pengukuran kebisingan tahun 2012 - 2014 dibandingkan dengan baku mutu

kebisingan yang dipersyaratkan dapat dilihat secara grafik sebagai berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-51

Gambar 2.38. Grafik Tingkat Kebisingan Rata-rata di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012-2014

Karbon Monoksida (CO)

Hasil pemantauan kualitas udara untuk parameter CO dibandingkan dengan baku

mutu dapat dilihat pada tabel 19 dan gambar 32 sebagai berikut :

Tabel 2.19. Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo

Tahun 2012 – 2014

Kode Lokasi

Lokasi

Konsentrasi (µg/m3) Baku Mutu

Dipersyaratkan

(µg/m3)

2012

2013 2014

A

Simpang empat Ngeplang, Sentolo

171,75 323,17 827,37 30000

B Simpang tiga Toyan, Wates

242,12 670,17 912,84 30000

C Simpang tiga teteg KA timur Wates

249,95 724,32 15,160 30000

D Simpang tiga Terminal Wates

435,10 689,23 901,11 30000

Sumber : Pengukuran Lapangan, 2012 – 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-52

Gambar 2.39. Grafik Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012 - 2014

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambien tahun 2014 di 4 lokasi ternyata

konsentrasi CO di semua titik pengukuran masih di bawah Baku Mutu Udara Ambien yang

dipersyaratkan (3000 µg/m3) dengan waktu pengukuran 1 jam. Kandungan CO dari hasil

pemantauan berkisar antara 15,16 – 912,84 µg/m3. Kandungan CO terendah sebesar 15,16

µg/m3 di pertigaan teteg timur KA Wates, sedangkan konsentrasi CO tertinggi ( 912,84

µg/m3 ) terdapat di titik 1 Simpang tiga Toyan, Wates. Hal ini kemungkinan besar

dikarenakan di Simpang tiga Toyan Wates sering terjadi kemacetan lalu lintas yang

berimbas pada konsentrasi CO yang tinggi sebagai akibat dari asap knalpot sisa

pembakaran mesin kendaraan bermotor yang tidak sempurna.

Ozon (O3)

Hasil pemantauan kualitas udara ambien di Kabupaten Kulonprogo untuk parameter

Ozon (O3) dibandingkan dengan baku mutu dapat dilihat pada tabel 20 dan gambar 33

berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-53

Tabel 2.20. Konsentrasi Ozon (O3) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012 – 2014

Kode Lokasi

Lokasi

Konsentrasi (µg/m3) Baku Mutu

Dipersyaratkan

(µg/m3)

2012

2013 2014

A

Simpang empat Ngeplang, Sentolo

11,18 20,47 27,38 235

B Simpang tiga Toyan, Wates

12,75 7,91 17,32 235

C Simpang tiga teteg KA timur Wates

16,09 12,41 22,43 235

D Simpang tiga Terminal Wates

10,40 12,86 17,19 235

Sumber : Pengukuran Lapangan, 2012 – 2014

Gambar 2.40. Grafik Konsentrasi Ozon (O3) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012-2014

Dari hasil pemantauan tahun 2014 di 4 lokasi pemantauan ternyata kandungan Ozon

(O3) masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan 235 µg/m3 karena secara umum

konsentrasi O3 di wilayah pengamatan berkisar antara 17,32 – 27,38 µg/m3. Konsentrasi

tertinggi pada lokasi A (Simpang empat Ngeplang Sentolo) dengan konsentrasi O3 sebesar

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-54

27,38 µg/m3, sedangkan konsentrasi terendah yakni 17,32 µg/m3 terdapat pada lokasi B

(Simpang tiga Toyan Wates). Dengan demikian dari hasil pemantauan polutan ozon (O3)

dapatlah dikatakan bahwa di 4 lokasi pemantauan masih relatif cukup baik dari pengaruh

ozon (O3) meskipun jika dibandingkan tahun 2013 mengalami kenaikan konsentrasi.

Hidrokarbon (HC)

Tabel 2.21. Konsentrasi HC (µg/m3) Udara Ambien Kab Kulonprogo Tahun 2012 – 2014

Kode Lokasi

Lokasi

Konsentrasi (µg/m3) Baku Mutu

Dipersyaratkan

(µg/m3)

2012

2013 2014

A

Simpang empat Ngeplang, Sentolo

35,90 34,66 63,33 160

B Simpang tiga Toyan, Wates

24,62 23,53 75,00 160

C Simpang tiga teteg KA timur Wates

24,50 22,37 27,08 160

D Simpang tiga Terminal Wates

36,12 34,21 56,25 160

Sumber : Pengukuran Lapangan, 2012 - 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-55

Gambar 2.41. Grafik Konsentrasi Hidrokarbon (HC) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012 - 2014

Berdasarkan hasil pemantauan tahun 2014 pada tabel dan gambar grafik di atas pada

4 lokasi pemantauan konsentrasinya masih berada di bawah baku mutu yang

dipersyaratkan (160 µg/m3). Pada pemantauan konsentrasi tertinggi di lokasi B (Simpang

tiga Toyan Wates) yaitu 75 µg/m3 dan konsentrasi terendah 27,08 µg/m3 pada lokasi C

(Simpang tiga Teteg timur KA Wates). Angka konsentrasi HC-nya di jalan raya tinggi

menunjukkan bahwa jumlah kendaraan yang ada sudah sangat banyak dan belum

memenuhi emisi gas buang yang dipersyaratkan. Jadi meskipun pada semua lokasi

pemantauan masih memenuhi baku mutu tetapi konsentrasinya meningkat hampir 100%

dibandingkan tahun sebelumnya.

Timah Hitam (Pb)

Hasil pengukuran kualitas udara ambien untuk parameter Timbal (Pb) adalah pada tabel

22 dan gambar 35 sebagai berikut

:

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-56

Tabel 2.22. Konsentrasi Pb (µg/m3) Udara Ambien Kab Kulonprogo Tahun 2012 – 2014

Kode Lokasi

Lokasi

Konsentrasi (µg/m3) Baku Mutu

Dipersyaratkan

(µg/m3)

2012

2013 2014

A

Simpang empat Ngeplang, Sentolo

0,27 0,51 0,22 2

B Simpang tiga Toyan, Wates

0,19 0,61 0,66 2

C Simpang tiga teteg KA timur Wates

0,21 0,31 0,62 2

D Simpang tiga Terminal Wates

0,17 0,42 0,64 2

Sumber : Pengukuran Lapangan 2012 - 2014

Gambar 2.42. Grafik Konsentrasi Timah Hitam (Pb) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012-2014

Dari hasil pemantauan tahun 2014 ternyata kandungan Pb di 4 lokasi pemantauan

masih memenuhi baku mutu udara yang dipersyaratkan (2 g/m3). Kandungan Pb di 4 lokasi

pemantauan berada dibawah nilai baku mutu yaitu antara 0,22 g/m3 hingga 0,66 g/m3

dengan waktu pengukuran selama 1 jam. Kandungan Pb tertinggi pada pemantauan

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-57

sebesar 0,66 g/m3 di lokasi B (Simpang tiga Toyan Wates). Sedangkan konsentrasi Pb

terendah pada lokasi A (Simpang empat Ngeplang Sentolo) yakni sebesar 0,66 g/m3.

Parameter Debu Diameter 10 (PM 10)

Kadar PM10 di Kabupaten Kulonprogo masih berada di bawah baku mutu PM10

menurut Keputusan Gubernur DIY Nomor 153 Tahun 2002 sebesar 150 µg/m3 dengan

waktu pengukuran selama 24 jam. Dari 4 titik sampel yang diambil di jalanan, tahun 2014

lokasi yang memiliki angka kandungan PM10 tertinggi yakni sebesar 99,49 µg/m3 pada

Simpang tiga Toyan Wates dan terendah sebesar 33,02 µg/m3 di lokasi A, yaitu Simpang

empat Ngeplang Sentolo. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dan gambar 36

berikut :

Tabel 2.23. Konsentrasi Debu 10 µm (PM10) Kab Kulonprogo Tahun 2012 – 2014

Kode Lokasi

Lokasi

Konsentrasi (µg/m3) Baku Mutu

Dipersyaratkan

(µg/m3)

2012

2013 2014

A

Simpang empat Ngeplang, Sentolo

34,2 59,41 33,02 150

B Simpang tiga Toyan, Wates

30,06 62,41 99,49 150

C Simpang tiga teteg KA timur Wates

31,92 43,68 93,26 150

D Simpang tiga Terminal Wates

31,44 47,95 95,45 150

Sumber : Pengukuran Lapangan, 2012 – 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-58

Gambar 43.Grafik Konsentrasi Debu 10µm (PM 10) di Kabupaten KulonprogoTahun 2012 - 2014

Nitrogen Dioksida (NO2)

Tabel 24. Konsentrasi Nitrogen Dioksida (NO2) Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012 – 2014

Kode Lokasi

Lokasi

Konsentrasi (µg/m3) Baku Mutu

Dipersyaratkan

(µg/m3)

2012

2013 2014

A

Simpang empat Ngeplang, Sentolo

21,34 38,69 34,66 400

B Simpang tiga Toyan, Wates

18,81 17,37 36,22 400

C Simpang tiga teteg KA timur Wates

19,84 14,57 32,69 400

D Simpang tiga Terminal Wates

23,79 21,06 33,84 400

Sumber : Pengukuran Lapangan, 2012 - 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-59

Dari hasil pemantauan di 4 lokasi road side di Kabupaten Kulonprogo tahun 2014

ternyata kandungan NO2 berkisar antara 32,22 – 36,22 µg/m3 dan semuanya masih dibawah

Baku Mutu Udara yang dipersyaratkan yakni 400 µg/m3 dengan waktu pengukuran 1 jam.

Kandungan NO2 terendah sebesar 32,22 µg/m3 berada di Simpang tiga teteg timur KA

Wates dan tertinggi di Simpang tiga Toyan sebesar 36,22 µg/m3. Untuk jelasnya

perbandingan konsentrasi NO2 pada tahun 2012 - 2014 dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.44.Grafik Konsentrasi Nitrogen Dioksida (NO2) di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012 – 2014

Sulfur Dioksida (SO2)

Dari hasil pemantauan kualitas udara dengan 4 sampel road side di Kabupaten Kulon

Progo dapat diketahui bahwa konsentrasi SO2 yang ada berkisar antara 0,0080 ppm –

0,0282 ppm dan semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 0,34 ppm.

Konsentrasi tertinggi berada di Simpang empat Ngeplang Sentolo pada bulan Maret dengan

nilai konsentrasi 0,0282 ppm dan konsentrasi terendah berada di Simpang tiga Terminal

Wates pada bulan Agustus dengan nilai 0,0080 ppm. Sebagai gambaran perbandingan

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-60

antara konsentrasi SO2 tahun 2012 - 2014 dapat dilihat pada tabel 25 dan gambar 38 berikut

ini :

Tabel 2.25. Konsentrasi SO2 (µg/Nm3) Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012 – 2014

Kode Lokasi

Lokasi

Konsentrasi (µg/m3) Baku Mutu

Dipersyaratkan

(µg/m3)

2012

2013 2014

A

Simpang empat Ngeplang, Sentolo

27,61 30,54 50,53 900

B Simpang tiga Toyan, Wates

31,41 37,62 32,78 900

C Simpang tiga teteg KA timur Wates

42,80 30,32 37,29 900

D Simpang tiga Terminal Wates

25 28,03 26,26 900

Sumber : Pengukuran Lapangan, 2012 - 2014

Gambar 2.45. Grafik Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012 - 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-61

Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Tiap Parameter

Kualitas udara di Kabupaten Kulonprogo, pada Tahun 2014, dapat diindikasikan masuk

kategori baik /sehat. Kondisi pencemaran udara di Tahun 2014 berdasarkan perhitungan

ISPU masing –masing parameter adalah sebagai berikut :

Partikulat (PM10)

Parameter Partikulat (PM10) di Tahun 2014 ini Indeks Standar Pencemar Udara

(ISPU), 25% berada pada kategori ISPU yang baik dan 75% berada pada kategori ISPU

sedang.

Tabel 2.26. Hasil Perhitungan Nilai ISPU Parameter PM.10 Tahun 2014

Sumber : Hasil Analisis, 2014 Carbon Monoksida (CO)

Berdasarkan perhitungan indeks standar pencemar udara (ISPU), maka untuk

parameter Carbon Monoksida Tahun 2014 menunjukkan bahwa di 4 lokasi pemantauan

kesemuanya tergolong kategori baik. Untuk lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.27. Hasil Perhitungan Nilai ISPU Parameter CO Tahun 2014

Lokasi Konsentrasi

(ug/m3)

La Lb Xa Xb ISPU Kategori

A 827,37 100 50 10000 5000 8 Baik

B 912,84 100 50 10000 5000 9 Baik

C 15,16 100 50 10000 5000 1 Baik

D 901,11 100 50 10000 5000 9 Baik

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Lokasi Konsentrasi

(ug/m3)

Ia Ib Xa Xb Nilai ISPU Kategori

A 33,02 100 50 150 50 42 Baik

B 99,49 100 50 150 50 75 sedang

C 93,26 100 50 150 50 72 sedang

D 95,45 100 50 150 50 73 Sedang

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-62

Ozon (O3)

Berdasarkan perhitungan indeks standar pencemar udara (ISPU), maka untuk

parameter Ozon Tahun 2014 menunjukkan bahwa di seluruh lokasi pemantauan tergolong

baik. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa konsentrasi Ozon di Kabupaten

Kulonprogo masih berada dalam kondisi baik.

Tabel 2.28. Hasil Perhitungan Nilai ISPU Parameter O3 Tahun 2014

Lokasi Konsentrasi

(ug/m3)

Ia Ib Xa Xb Nilai ISPU Kategori

A 27,38 100 50 235 120 10 baik

B 17,32 100 50 235 120 6 baik

C 22,43 100 50 235 120 8 baik

D 17,19 100 50 235 120 6 baik

Sumber : Hasil Analisis, 2014 Sulfur Dioksida (SO2)

Berdasarkan perhitungan indeks standar pencemar udara (ISPU), maka untuk

parameter Sulfur Dioksida (SO2) Tahun 2014 menunjukkan bahwa di seluruh lokasi

pemantauan tergolong baik. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa konsentrasi SO2

di Kabupaten Kulonprogo masih berada dalam kondisi baik.

Tabel 2.29. Hasil Perhitungan Nilai ISPU Parameter SO2 Tahun 2014

Lokasi Konsentrasi

(ug/m3) la Lb Xa Xb

Nilai ISPU Kategori

A 50,53 100 50 365 80 45 baik

B 32,78 100 50 365 80 42 baik

C 37,29 100 50 365 80 43 baik

D 26,26 100 50 365 80 41 baik

Sumber : Hasil Analisis, 2014

KualitasAir Hujan

Dari hasil pemantauan kualitas air hujan di Kabupaten Kulonprogo yang dilakukan oleh KLH

Kulonprogo, masih berkualitas baik. Belum terjadi hujan asam di Kulonprogo.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-63

E. Laut, Pesisir dan Pantai

Luas wilayah laut yang menjadi kewenangan Kabupaten Kulonprogo adalah 15.872

Ha (158,72 km2) dan mempunyai panjang pantai/pesisir yang membujur dari barat (muara

Sungai Bogowonto) ke timur (muara Sungai Progo) adalah sekitar 24,9 km dan lebar sekitar

1,5 km dibatasi jalan Daendels.

Pesisir dan laut di wilayah Kabupaten Kulonprogo telah dimanfaatkan oleh masyarakat

sebagai sumber penghidupan, seperti perikanan tangkap, tambak udang, pertanian lahan

pantai, peternakan dan jasa lingkungan, yaitu pariwisata alam. Seperti halnya permasalahan

lingkungan pesisir dan laut di daerah lain, di Kulonprogo terjadi penurunan kualitas

lingkungan akibat pencemaran air oleh kegiatan industri yang membuang limbahnya ke laut.

Selain itu, kegiatan pariwisata menyebabkan pencemaran dari sampah, juga kerusakan

ekosistem akibat penambangan dan pola penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

Kegiatan pertanian lahan pantai yang terlalu banyak menggunakan pupuk dan pestisida

serta pengambilan air tanah berlebihan juga menyebabkan degradasi lingkungan pesisir.

Kualitas Air Laut

Pemantauan kualitas air laut dilakukan pada dua lokasi pantai yaitu :

Pantai Glagah

Pantai Glagah berada di Kabupaten Kulonprogo yang terletak pada S : 754’48.24”; E :

11004’07.63” Pantai Glagah berada di desa Glagah Kecamatan Temon, berjarak 15

kilometer dari kota Wates. Di pantai Glagah bermuara sungai Serang, sehingga pada

sisi barat pasirnya bercampur dengan lumpur. Keunikan pantai ini adalah adanya

laguna, dan terdapat aliran air menuju sungai yang tenang sehingga banyak

dimanfaatkan untuk wisata perahu. Beberapa jenis tanaman hidup di sekitar pantai,

antara lain pandan laut, cemara laut, dan di sepanjang laguna tumbuh deretan pohon

kelapa. Terdapat tanaman budidaya, seperti buah naga, cabai, melon dan semangka.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-64

Gambar 2.46. Lokasi pantai Glagah

Pantai Trisik

Gambar 2.47. Lokasi Pantai Trisik

Pantai Trisik terletak di wilayah Kabupaten Kulonprogo tepatnya berada di desa

Banaran, Kecamatan Galur, yang terletak pada S : 758’28.85” dan E : 11011’35.12”.

Pantai Trisik mempunyai kekhasan pantai berpasir hitam dan sangat sesuai untuk

Pantai Glagah

Pantai Trisik

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-65

habitat Penyu Hijau, yang termasuk langka di dunia. Kegiatan utama di pantai Trisik

adalah perikanan tangkap dan pariwisata. Selain itu, terdapat pertanian lahan pantai,

berupa sayuran dan buah-buahan. Lokasinya yang mudah diakses dari jalan raya

membuat pantai ini seringkali dikunjungi wisatawan, yang berjarak sekitar 37 km dari

kota Yogyakarta. Keadaannya masih alami dan mencirikan kekhasan pesisir

pedesaan. Berikut hasil uji kualitas air laut tahun 2014 adalah :

Tabel 2.30. Hasil Uji Kualitas Air Laut Tahun 2014

LOKASI PARAMETER SATUAN

HASIL UJI

BAKU MUTU*

METODE UJI APRIL AGUSTUS

1 2 3 4 5 6 7

Pantai Glagah

Kekeruhan NTU 9,73 3,19 5 SNI 06-6989.25-2005

Temperatur C 27,5 26,5 Alami SNI 06-6989.23-2005

Warna Pt-Co 1,195 1,145 30 SNI 06-6989.24-2005

TSS Mg/L 88,9 94,6 20 SNI 06-6989.3-2004

pH - 7,54 7,32 7 – 8,5 SNI 06-6989.11-2004

Salinitas % 47 41,5 Alami Salintest

NO3-

mg/L ≤ 0,066 ≤ 0,066 0,008 IK 9541 (Spektrofotometri)

Arsen (As) mg/L 0 0,001 0,025 Spektrofotometri

Kadmium (Cd

2+)

mg/L 0,016 0,0117 0,002 SNI 06-6989.37-2005

Tembaga (Cu) mg/L 0,0042 0,0083 0,05 SNI 06-6989.6-2004

Krom (Cr6+

) mg/L 0,0097 ≤ 0,0001 0,002 SNI 06-6989.53-2005

Sulfida (H2S) mg/L ≤ 0,001 ≤ 0,001 0 SNI 06-6989.75-2009

Timbal (Pb) mg/L 0,0445 0,0287 0,005 SNI 06-6989.45-2005

Nikel (Ni) mg/L 0,0408 0,1273 0,075 SNI 06-6989.47-2005

BOD mg/L 0,15 0,83 10 SNI 06-6989.57-2008

DO mg/L 8,12 1,06 5 SNI 06-6989.14-2004

PO4-

mg/L ≤ 0,02 ≤ 0,02 0,015 SNI 06-6989.47-2005

Fenol mg/L 0,0559 ≤ 0,0001 0 SNI 06-6989.21-2004

Minyak & Lemak

mg/L 0,5 6 1 SNI 06-6989.10-2004

Seng (Zn) mg/L 0,0097 0,0292 0,095 SNI 06-6989.43-2005

Detergen mg/L 0,064 0,0095 - SNI 06-6989.51-2005

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-66

Amoniak (NH4) mg/L 0,5256 ≤ 0,0094 0 SNI 06-6989.30-2005

Raksa (Hg) mg/L 0,24 ≤ 0,00003

0,002 Merkury analyzer

Coliform Total MPN/100 ml Nihil Nihil 1000 SNI 01-2332-1991

Coliform tinja MPN/100 ml Nihil Nihil 200 SNI 01-2332-1991

Pantai Trisik

Kekeruhan NTU 15,79 5 SNI 06-6989.25-2005

Temperatur C 27,4 Alami SNI 06-6989.23-2005

Warna Pt-Co 2,390 30 SNI 06-6989.24-2005

TSS Mg/L 4,3 20 SNI 06-6989.3-2004

pH - 8,13 7 – 8,5 SNI 06-6989.11-2004

Salinitas %0 48 Alami Salintest

NO3-

mg/L ≤ 0,066 0,008 IK 9541 (Spektrofotometri)

Arsen (As) mg/L 0 0,025 Spektrofotometri

Kadmium (Cd

2+)

mg/L 0,0264 0,002 SNI 06-6989.37-2005

Tembaga (Cu) mg/L 0,0046 0,05 SNI 06-6989.6-2004

Krom (Cr6+

) mg/L 0,0097 0,002 SNI 06-6989.53-2005

Sulfida (H2S) mg/L ≤ 0,001 0 SNI 06-6989.75-2009

Timbal (Pb) mg/L 0,0484 0,005 SNI 06-6989.45-2005

Nikel (Ni) mg/L 0,0493 0,075 SNI 06-6989.47-2005

BOD mg/L 0,15 10 SNI 06-6989.57-2008

DO mg/L 8,41 5 SNI 06-6989.14-2004

PO4-

mg/L ≤ 0,02 0,015 SNI 06-6989.47-2005

Fenol mg/L 0,0444 0 SNI 06-6989.21-2004

Minyak & Lemak

mg/L 0,5 1 SNI 06-6989.10-2004

Seng (Zn) mg/L 0,0145 0,095 SNI 06-6989.43-2005

Detergen mg/L 0,0597 - SNI 06-6989.51-2005

Amoniak (NH4) mg/L 0,7859 0 SNI 06-6989.30-2005

Raksa (Hg) mg/L 0,3 0,002 Merkury analyzer

Coliform Total MPN/100 ml Nihil 1000 SNI 01-2332-1991

Coliform tinja MPN/100 ml Nihil 200 SNI 01-2332-1991

Keterangan : *) KepMenLH 51/2004 Sumber data : Lab Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM

A. : melebihi baku mutu

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-67

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data laboratorium dalam tabel di atas, maka lebih lanjut akan

dibahas tiap-tiap parameter sebagai berikut :

1. Parameter Fisika

Parameter fisika yang diukur dalam pemantauan kualitas air laut adalah kekeruhan,

temperatur, warna, bau dan TSS air laut. Berikut ini akan dibahas satu persatu

parameter fisika, kecuali bau. Hal ini dikarenakan dalam pemantauan ditemukan bahwa

semua sampel yang diambil tidak berbau dan telah sesuai dengan baku mutu.

a) Kekeruhan

Kekeruhan atau turbiditas merupakan kandungan bahan organic maupun

anorganik yang terdapat di perairan dan berpengaruh terhadap proses kehidupan

organism yang ada di perairan tersebut. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan

turunnya kandungan oksigen. Hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang

masuk dalam perairan menjadi terbatas karena kekeruhan yang tinggi, sehingga

tumbuhan/phytoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk dapat

menghasilkan oksigen. Data kekeruhan air laut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.31. Kekeruhan Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah NTU 9,73* 3,19 5

Pantai Trisik NTU 15,79* - 5

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Ket : *) melebihi Baku Mutu

Kekeruhan air laut menunjukkan hasil di pantai Glagah dan Trisik, pada periode

April melebihi baku mutu. Keruhnya air laut pada pantai menunjukkan bahwa kondisi

di Daerah Aliran Sungai (DAS) di daerah hulu kurang baik. Hal ini sebagai akibat

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-68

terjadinya erosi yang kemungkinan disebabkan tutupan pohon yang kurang

memadai, pengambilan pasir yang intensif atau adanya sampah di aliran sungai.

Sampah tidak hanya terdapat pada aliran sungai, tetapi juga di lingkungan pantai

juga terdapat sampah berserakan yang berasal dari kegiatan pariwisata. Pada bulan

April rata-rata kekeruhannya lebih tinggi daripada bulan Agustus. Hal itu disebabkan

karena pada bulan April masih musim penghujan, sehingga aliran air banyak

mengangkut lumpur dari daratan akibat derasnya arus. Untuk lebih detailnya data

fluktuasi kekeruhan air laut dapat dilihat dalam grafik di bawah ini.

Gambar 2.48. Grafik Kekeruhan Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

b) Temperatur

Temperatur air laut terpantau pada dua periode menunjukkan hasil antara 26,5 –

27,5C. Pada pemantauan bulan Agustus rata-rata suhu lebih daripada pemantauan

bulan April. Perbedaan rata-rata suhu bisa disebabkan oleh kelembaban udara.

Pada bulan April kelembaban udara tinggi sedangkan pada bulan Agustus udara

bersifat kering sehingga suhu lebih rendah. Disamping itu, pada bulan April hujan

masih terjadi sehingga waktu cuaca mendung terjadi kenaikan suhu udara. Pada

waktu mendung, suhu udara meningkat karena tertahan oleh awan, dimana suhu

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-69

udara yang tinggi akan turut mempengaruhi suhu air laut. Fluktuasi suhu juga

disebabkan oleh angin, semakin kencang angin bertiup maka suhu semakin rendah,

demikian pula sebaliknya. Sekitar bulan Maret dan April merupakan waktu peralihan

antara musim hujan dan kemarau, dimana pada musim peralihan penyinaran

matahari melebihi penguapan, yang berakibat pada pemanasan air permukaan

laut.Adapun data fluktuasi suhu air laut dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.32. Temperatur Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah C 27,5 26,5 Alami

Pantai Trisik C 27,4 - Alami

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Ket : Alami (± 3C)

Temperatur di lautan sangat bervariasi menurut waktu, yaitu pagi, siang dan

malam. Pengukuran sampel dilakukan pada pagi hingga siang sehingga rentang

temperaturnya relatif panjang + 4C. Tingginya temperatur air laut sangat

dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Pada pagi hari temperatu relatif masih

rendah antara 25 - 26C, sedangkan pada siang hari temperatur mengalami

kenaikan menjadi 27 – 30C. Selain intensitas matahari, besarnya temperatur juga

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, biasanya bila terjadi hujan maka temperatur air

laut akan turun. Hasil pengukuran temperatur tersebut masih berada dalam batas

normal, tidak ada kenaikan temperatur maupun penurunan temperatur yang

signifikan.

Pengaruh temperatur air laut terhadap lingkungan laut antara lain jumlah oksigen

terlarut, kecepatan reaksi kimia dan kehidupan binatang laut. Pada temperatur

normal maka kehidupan dan proses-proses kimia juga akan berlangsung normal,

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-70

dan sebaliknya pada temperatur yang lebih tinggi kecepatan reaksi akan menjadi

lebih cepat demikian pula sebaliknya, karena kenaikan temperatur sebesar 10C

akan meningkatkan kecepatan reaksi dua kali lipat.

c) Warna

Kekeruhan air laut menyebabkan penetrasi sinar matahari lemah dan tidak bisa

mencapai kedalaman, hanya mencapai 15 – 40 meter saja. Sedangkan pada air

yang jernih, sinar matahari dapat menembus hingga kedalaman 200 meter. Warna

air laut yang jernih ini merupakan lingkungan yang baik bagi terumbu karang dan

coral untuk berkembang biak.

Warna dinyatakan dalam Pt-Co dengan nilai ambang batas sebesar 30 Pt-Co.

Secara kasat mata, warna air laut terlihat hampir sama, namun ternyata melalui

pengukuran terdapat perbedaan konsentrasi. Berikut ini data kadar warna air laut

dalam tabel berikut :

Tabel 2.33. Warna Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah Pt-Co 1,195 1,145 30

Pantai Trisik Pt-Co 2,390 - 30

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Berdasarkan data dalam tabel di atas diketahui bahwa kadar warna air laut

masih berada di bawah ambang batas yang ditentukan, yaitu berkisar antara 1,145

– 2,390 Pt-Co. Berarti air laut dalam kondisi jernih, yang baik untuk perkembangan

makhluk hidup di dalamnya.

d) TSS (Total Suspended Solid)

Konsentrasi TSS di perairan laut Kulonprogo dapat dilihat dalam tabel berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-71

Tabel 2.34. Konsentrasi TSS Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 88,9* 94,6* 20

Pantai Trisik mg/L 4,3 - 20

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Ket : *) melebihi Baku Mutu

Berdasarkan data dalam tabel di atas, diketahui bahwa konsentrasi TSS air laut

di Pantai Glagah Kulonprogo telah melebihi baku mutu. Kandungan TSS untuk

pantai Glagah yang hanya ramai waktu liburan kadungan TSS tinggi kemungkinan

berasal dari muara sungai Serang yang banyak membawa material terlarut dari

daerah hulu. Fluktuasi konsentrasi TSS air laut dapat dilihat dalam grafik berikut :

Gambar 2.49. Grafik Konsentrasi TSS Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

2. Parameter Kimia

Pengukuran parameter kimia pada air laut yang diperuntukkan wisata bahari terdiri

dari pH, salinitas, Minyak dan Lemak, Nitrat (NO3), Fosfat (PO4), BOD, DO, Fenol,

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-72

Detergen, dan Amoniak. Gambaran mengenai kualitas kimia air laut dapat dilihat

berdasarkan hasil pengukuran parameter-parameter tersebut. Uraian mengenai hasil

pengukuran dan analisis parameter kimia sebagai berikut :

a. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hydrogen dalam air. Air dianggap asam

jika nilai pH kurang dari 7 dan dianggap basa jika lebih dari 7. Baku Mutu pH untuk

laut bahari berkisar antara 7 – 8,5, di luar nilai itu berarti air laut mengalami

pencemaran. Kadar pH air laut dapat dilihat pada tabel dan grafik sebagai berikut :

Tabel 2.35..Nilai pH Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah - 7,54 7,32 7 – 8,5

Pantai Trisik - 8,13 - 7 – 8,5

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Jika dibandingkan dengan nilai pH pada tiga tahun sebelumnya yaitu tahun

2012, dan 2013 maka nilai pH cenderung mengalami peningkatan sampai dengan

tahun 2013 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2014, seperti yang terlihat

pada grafik berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-73

Gambar 2.51. Grafik Fluktuasi Nilai pH Air Laut di Kulonprogo Tahun 2012 - 2014

Penurunan nilai pH ini sejalan dengan perkembangan industri, baik yang

bergerak di daratan maupun di pesisir yang menghasilkan limbah penyebab asam.

Pada pH asam akan menyebabkan penurunan benthos, sehingga produsen di

perairan laut berkurang.

b. Salinitas

Hasil pengukuran salinitas air laut di Kulonprogo tahun 2014 dapat dilihat dalam

tabel dan grafik sebagai berikut :

Tabel 2.36. Kadar Salinitas Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah ‰ 47 41,5 alami

Pantai Trisik ‰ 48 - alami

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-74

Berdasarkan data pemantauan, kadar salinitas air laut berkisar antara 41,5 - 48

‰. Tidak ada batas maksimal salinitas yang ditentukan, sehingga semua masih

dalam batas alami perairan.

Keberadaan garam-garaman di laut mempengaruhi sifat fisik air laut, seperti

densitas, titik beku, dan temperatur, dan salinitas sangat berpengaruh terhadap

daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.Semakin tinggi salinitas

maka daya hantar listrik semakin tinggi demikian juga tekanan osmosisnya.

Tinggi rendahnya salinitas ditentukan oleh tiga faktor, yaitu penguapan, curah

hujan dan banyak sedikitnya sungai yang bermuara. Semakin besar tingkat

penguapan air laut, maka kadar salinitasnya akan semakin tinggi. Jadi pada bulan

kemarau yang direpresentasikan pada pemantauan bulan Agustus, rata-rata kadar

garamnya lebih tinggi daripada bulan April. Di daerah tropis seperti Indonesia,

salinitas air di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibat tingginya

curah hujan. Semakin banyak sungai yang bermuara ke laut maka salinitas semakin

rendah, demikian pula sebaliknya, karena sungai membawa air tawar yang bersifat

mengencerkan salinitas air laut.

Fluktuasi salinitas berdasarkan tahun pemantauan dapat dilihat dalam gambar

grafik tersebut, yang menunjukkan bahwa ada kenaikan salinitas yang nyata pada

tahun 2014 dengan tahun-tahun sebelumnya. Salinitas yang tinggi ini kemungkinan

disebabkan oleh penguapan air yang tinggi yang mengakibatkan kepekatan air laut

meningkat.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-75

Gambar 2.52. Grafik Flukuasi Kadar Salinitas Air Laut pada Pemantauan Tahun 2012 - 2014

c. Nitrat (NO3)

Hasil pengukuran nitrat pada 2 pantai yang merepesentasikan kondisi air laut di

Kulonprogo dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.37. Kadar Nitrat Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L ≤ 0,066* ≤ 0,066* 0,008

Pantai Trisik mg/L ≤ 0,066* - 0,008

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Berdasarkan data pengukuran kadar Nitrat air laut menunjukkan bahwa kadar

Nitrat telah melampaui baku mutu yang diperkenankan (0,008 mg/L), yaitu ≤ 0,066

mg/L. Tingginya kadar nitrat kemungkinan berasal dari kegiatan restoran yang

banyak terdapat di tepian pantai yang mengalirkan limbahnya ke laut, atau berasal

dari kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida, dari limbah yang

dibawa oleh air sungai. Nitrat dalam keadaan anaerob akan membentuk Ammonia

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-76

yang kemudian bereaksi dengan air membentuk ammonium yang bersifat racun

terhadap ikan. Reaksi dalam pembentukan ammonium akan bertambah

intensitasnya pada pH tinggi.

Kadar nitrat dari tahun ke tahun nilainya rata-rata hampir sama pada dua tahun

terakhir, yaitu tahun 2012 dan 2013. Dan pada tahun 2014 ini kadar nitrat menurun

drastis yaitu ≤ 0,066 mg/L, namun tetap masih melebihi baku mutu. Fluktuasi kadar

nitrat tahun 2012 – 2014 sebagai berikut :

Gambar 2.53.Grafik Konsentrasi NO3 Air Laut di Kulonprogo Tahun 2012-2014

d. BOD

Konsentrasi BOD air laut di Kulonprogo berkisar antara 0,15 – 0,83 mg/L, yang

menunjukkan bahwa BOD air laut masih berada di bawah ambang batas (10 mg/L).

Rendahnya kadar BOD menunjukkan bahwa bahan pencemar organik yang mudah

membusuk yang terkandung dalam air laut masih dapat ditoleran, sehingga tidak

menimbulkan pencemaran. Kadar bahan pencemar yang masih rendah secara

alami akan mengalami proses swapentahiran di perairan. Data BOD air laut secara

detail dapat dilihat dalam tabel dan grafik berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-77

Tabel 2.38. Kadar BOD Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,15 0,83 10

Pantai Trisik mg/L 0,15 - 10

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Gambar 2.54. Grafik Konsentrasi BOD Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

e. DO

Kandungan oksigen terlarut air laut di DIY dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.39. Kadar DO Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 8,12 1,06* 5

Pantai Trisik mg/L 8,41 - 5

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-78

Berdasarkan data dalam tabel di atas, kisaran kadar DO antara 1,06 – 8,41 mg/L

dengan baku mutu minimal 5 mg/L. Pada periode II di bulan Agustus, kadar DO

sangat rendah daripada kadar yang ditentukan. Kadar DO yang rendah ini

kemungkinan disebabkan oleh kadar salinitas yang tinggi. Pada musim kemarau

intensitas hujan sangat rendah sehingga kepekatan air laut meningkat dengan

rendahnya nilai pengenceran. Selain salinitas, rendahnya kadar DO juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pergerakan air di permukaan air, luas

daerah permukaan perairan terbuka, tekanan atmosfer dan presentase oksigen di

sekelilingnya. Pada suhu rendah, maka oksigen terlarut menjadi rendah. Dengan

rendahnya kadar oksigen ini, maka proses oksidasi di perairan rendah sehingga

proses oksidasi-reduksi bahan organik dan anorganik terganggu. Jika proses

oksidasi terganggu maka produktivitas nutrient di perairan menjadi rendah. Dan

yang tak kalah pentingnya, kadar oksigen yang rendah akan mempengaruhi

kehidupan ikan dan makhluk hidup perairan yang selalu membutuhkan oksigen

untuk proses metabolisme. Gambaran fluktuasi kadar oksigen air laut dapat dilihat

dalam grafik berikut :

Gambar 2.55. Grafik Kadar DO Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-79

f. Fosfat (PO4)

Adanya fosfat di perairan laut wilayah pesisir sebagian besar berasal dari

sungai. Sungai membawa sampah yang terhanyut maupun sumber fosfat daratan

lainnya, sehingga sumber fosfat di muara sungai lebih besar dari sekitarnya.

Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa terionisasi, antara lain

dalam bentuk ion H2PO4-, HPO4

2-, dan PO43-. Fosfat diabsorbsi oleh fitoplankton dan

selanjutnya masuk dalam rantai makanan.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kadar fosfat air laut selama dua periode

pemantauan adalah ≤ 0,02 mg/L. Kadar tersebut telah melampaui baku mutu (0,015

mg/L) yang diperkenankan, walaupun hanya kecil saja. Rata-rata kadar fosfat dalam

setiap periode sama. Kesamaan konsentrasi ini kemungkinan bisa dikarenakan

kondisi cuaca maupun pesisir laut secara umum, dimana kadar fosfat tidak terlalu

sensitif terhadap perubahan musim tetapi lebih sensitif terhadap perubahan aktivitas

manusia.

Tabel 2.40. Kadar Fosfat Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L ≤ 0,02* ≤ 0,02* 0,015

Pantai Trisik mg/L ≤ 0,02* - 0,015

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu

Kadar fosfat air laut yang tinggi akan menyebabkan ledakan fitoplankton dan

berkurangnya oksigen, yang akhirnya menyebabkan kematian ikan secara massal.

Kondisi optimum untuk pertumbuhan plankton adalah pada kadar fosfat antara 0,27

– 5,51 mg/L, sehingga air laut di Kulonprogo sangat kondusif untuk pertumbuhan

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-80

fitoplankton. Kadar fosfat akan semakin tinggi pada perairan yang lebih dalam dan

sifatnya relatif konstan, kemudian akan mengendap di dasar laut.

Kadar fosfat mengalami kenaikan dari tahun 2012 ke tahun 2013, kemudian

mengalami penurunan sangat tajam pada tahun 2014. Penurunan kadar fosfat

menunjukkan bahwa kualitas lingkungan perairan laut semakin baik dari tahun-tahun

sebelumnya. Fluktuasi kadar fosfat dari tahun ke tahun dapar dilihat dalam gambar

berikut:

Gambar 2.56. Grafik Fluktuasi Kadar Fosfat Air Laut Kulonprogo Tahun 2012 – 2014

g. Fenol

Senyawa Fenol tidak diperbolehkan dalam perairan wisata laut bahari atau

ambang batas 0 mg/L. Kadar fenol air laut selama dua periode pemantauan terdapat

empat lokasi yang kadar fenolnya melebihi baku mutu yang dapat dilihat dalam tabel

berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-81

Tabel 2.41. Kadar Fenol Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,0559* ≤ 0,0001 0

Pantai Trisik mg/L 0,0444* - 0

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu

Berdasarkan data pada tabel di atas, senyawa fenol terkandung di air laut dalam

jumlah agak tinggi pada periode April, yaitu antara ≤0,0444 – 0,0559 mg/L.

Sedangkan pada pemantauan periode bulan Agustus kadar senyawa fenol air laut

sangat kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan pada musim penghujan, laut banyak

menerima suplai air dari daratan melalui media sungai sehingga bahan-bahan

pencemar banyak yang terbawa ke laut.

Di lautan senyawa fenol dalam kadar rendah dapat diuraikan oleh bakteri

sehingga tidak bersifat toksik. Kehidupan bakteri biodegradasi ini tergantung pada

kualitas lingkungan yang baik, maka faktor-faktor fisik dan kimia perairan turut

menentukan dapat tidaknya terjadi proses biodegradasi. Faktor-faktor lingkungan

yang berpengaruh terhadap kehidupan bakteri pendegradasi fenol adalah

konsentrasi BOD, COD, DO, Salinitas, suhu dan pH air laut. Fluktuasi senyawa fenol

dapat dilihat dalam grafik di bawah ini :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-82

Gambar 2.57. Grafik Konsentrasi Fenol Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014.

h. Minyak dan Lemak

Berdasarkan hasil analisis laboratorium minyak dan lemak air laut di Kulonprogo

berkisar antara 0,5 – 6 mg/L. Kadar minyak tertinggi ditemukan di pantai Glagah

pada periode pemantauan bulan Agustus, dan melebihi baku mutu yang ditentukan

1 mg/L. Rata-rata kadar minyak dan lemak pada periode April lebih rendah daripada

bulan Agustus. Minyak dan lemak yang berada di pantai sebagian besar berasal dari

kegiatan manusia yaitu sebagian besar aktivitas manusia adalah kegiatan ikan

tangkap menggunakan perahu motor. Selain itu, pariwisata air pada beberapa

pantai juga menggunakan perahu motor. Kemungkinan minyak dan lemak berasal

dari pencucian atau pembersihan kapal, dan bisa pula berasal dari aktivitas rumah

makan yang letaknya sangat dekat dengan pantai, atau berasal dari sungai yang

mengandung minyak dan lemak dari daratan. Seperti diketahui bahwa di pantai

Glagah selain aktivitas ikan tangkap menggunakan perahu motor, kawasan

pantainya juga digunakan untuk wahana wisata air dengan perahu, sehingga

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-83

banyak menghasilkan tumpahan-tumpahan minyak. Untuk lebih jelasnya fluktuasi

kadar minyak dan lemak dapat dilihat tabel dan gambar grafik berikut :

Tabel.2.42. Kadar Minyak dan Lemak Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,5 6 1

Pantai Trisik mg/L 0,5 - 1

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu

Gambar 2.58. Grafik Kadar Minyak dan Lemak Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

i. Hidrogen Sulfida (H2S)

Sifat senyawa sulfida sangat berbahaya karena akan menyebabkan kematian

ikan pada konsentrasi 0,4 mg/L terhadap ikan salmon, dan 4 mg/L terhadap jenis

ikan lainnya. Toksisitas sulfida dapat mengalami penurunan jika pH air laut

meningkat dan suhu rendah, demikian pula sebaliknya, jika pH turun dan suhu

meningkat maka toksisitas sulfida akan bertambah.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-84

Konsentrasi sulfida air laut di Kulonprogo yang dipantau dalam dua periode

≤0,001 mg/L, dimana ambang batas yang diperkenankan di dalam air laut ini adalah

0 mg/L. Konsentrasi sulfida ini masih ditoleransi ambang batas.

Tabel 2.43. Kadar Asam Sulfida Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L ≤ 0,001 ≤ 0,001 0

Pantai Trisik mg/L ≤ 0,001 - 0

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

j. Detergen

Data pengukuran detergen air laut di Kulonprogo berkisar antara 0,0095 – 0,064

mg/L, dimana semua telah melampaui baku mutu (0,001 mg/L). Lokasi pantai yang

melebihi baku mutu mempunyai aktivitas restoran dan kamar mandi yang banyak

sehingga limbah domestiknya cukup tinggi. Lahan pasir yang bersifat sangat porous,

sangat cepat meresapkan bahan-bahan cair ke dalam tanah. Data selengkapnya

dapat dilihat dalam tabel dan gambar grafik berikut :

Tabel 2.44. Kadar Detergen Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,064* 0,0095* 0,001

Pantai Trisik mg/L 0,0597* - 0,001

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-85

Gambar 2.59. Grafik Detergen Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

k. Amoniak (NH3-N)

Pengukuran kadar amoniak air laut telah dilakukan selama dua periode pada

tahun 2014 di laut Kulonprogo, seperti yang tercantum dalam tabel berikut :

Tabel 2.45. Kadar Amoniak Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,5256* ≤ 0,0094 0

Pantai Trisik mg/L 0,7859* - 0

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu Berdasarkan hasil pengukuran, kadar amoniak air laut di Kulonprogo sudah

cukup tinggi yaitu berkisar antara ≤0,0094 – 0,7859 mg/L dimana untuk laut wisata

bahari tidak diperkenankan mengandung amoniak. Kemungkinan amoniak berasal

limbah domestik di sekitar pantai, yaitu restoran dan kamar mandi/WC atau kegiatan

pertanian di daerah pesisir. Saat ini lahan pantai banyak yang digunakan untuk

pertanian lahan pantai yang membutuhkan banyak pupuk karena unsur hara di

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-86

daerah pasir pantai sangat minim. Akibat pemupukan yang intensif dan cukup

banyak tersebut menyebabkan tingginya amoniak yang meresap ke dalam tanah.

Kadar amoniak dapat dilihat dalam grafik berikut :

Gambar 2.60. Grafik Kadar Amoniak Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

3. Parameter Biologi

a. Bakteri Koli (Coliform tinja)

Batas maksimum untuk laut bahari bagi bakteri Koli tinja adalah 200 MPN/100

ml. Hasil pengukuran bakteri koli air laut di Kulonprogo nihil.. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kualitas air laut masih baik jika ditinjau dari kualitas

bakteriologinya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.46. Kandungan Bakteri Koli Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah MPN/100 ml nihil nihil 200

Pantai Trisik MPN/100 ml nihil - 200

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-87

Daerah pantai bersifat sangat porous cepat menyerap cairan dan bahan-bahan

pencemar di atasnya. Oleh karena itu, kualitas baik perlu dipertahankan bahkan

diupayakan agar kegiatan resto di sekitar pantai diatur sedemikian rupa agar tidak

menempati sempadan pantai.

Kandungan bakteri koli air laut dari tahun ke tahun 2012 – 2014 mengalami

peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut :

Gambar . Grafik Fluktuasi Bakteri Koli Air Laut Tahun 2012 - 2014

Kandungan bakteri koli pada tahun 2013 dan 2014 stabil tetap nihil (nol), yang

menunjukkan bahwa sarana pengolahan limbah rumah tangga semakin baik.

b. Total Koli (Coliform Total)

Kandungan Total Koli selain berasal dari manusia dan hewan juga berasal dari

udara, sehingga apabila kandungan total Koli tinggi maka udara sekitar pantai

kurang bersih dan banyak mengandung Koli. Data pengukuran Total Koli dapat

dilihat pada tabel berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-88

Tabel 2.47. Kandungan Total Koli Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah MPN/100 ml nihil nihil 1000

Pantai Trisik MPN/100 ml nihil - 1000

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Kandungan total koli air laut dari tahun 2013 ke 2014 tetap baik yaitu tetap nihil

(nol). Secara lebih jelas, kandungan total koli tahun 2012 - 2014 dapat dilihat pada

Tabel 3.B.19.

Gambar 2.62. Grafik Fluktuasi Total Koli Air Laut Tahun 2012 - 2014

4. Parameter Logam Terlarut

Logam-logam yang terlarut dalam air laut berasal dari industri pengolahan logam

atau industri yang dalam prosesnya menggunakan logam sebagai katalisator, dan juga

berasal dari limbah benda-benda yang mengandung logam. Saat ini logam dan

beberapa jenis logam berat ditengarai terdeteksi dalam perairan dalam jumlah yang

telah melebihi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas manusia telah banyak

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-89

yang menggunakan jenis logam berat yang harus mendapatkan pengawasan yang lebih

ketat, baik dalam penggunaan maupun pembuangan limbahnya. Logam berat memiliki

densitas lebih dari 5 gram/cm3 dan bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang

menyebabkan logam berat semakin terakumulasi dalam perairan. Logam berat yang

berada dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Di dalam tubuh manusia, logam berat dapat terakumulasi dan

menimbulkan gangguan kesehatan. Berikut ini akan diuraikan masing-masing logam

berat di dalam perairan laut.

a. Logam Arsen (As)

Di dalam air laut bahari batas maksimum arsen yang diperkenankan sebesar

0,025 mg/L, sedangkan untuk air tanah lebih kecil lagi yaitu sebesar 0,01 mg/L.

Data pemantauan arsen dalam air laut di Kulonprogo masih berada di bawah

ambang batas yang diperkenankan yaitu berkisar antara 0 – 0,001 mg/L. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.48. Kandungan Arsen dalam Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0 0,001 0,025

Pantai Trisik mg/L 0 - 0,025

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Berdasarkan data dalam tabel di atas menunjukkan bahwa kualitas air laut di

Kulonprogo dalam kondisi baik, tidak tercemar logam Arsen yang bersifat toksik. Air

limbah industry yang dibuang melalui sungai kemungkinan hanya mengandung

sangat sedikit Arsen, sehingga melalui aliran sungai telah mengalami

swapentahiran.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-90

b. Logam Krom (Cr)

Kromium yang diukur dalam pemantauan air laut ini adalah krom dalam bentuk

heksavalen. Kandungan krom pada pemantauan air laut dalam dua periode berkisar

antara ≤0,0001 - 0,0097 mg/L. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa air laut telah

tercemar logam berat Kromium karena telah melampaui ambang batas yang

diperkenankan untuk laut wisata bahari, yaitu 0,002 mg/L. Data selengkapnya dapat

dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2.49. Kandungan Krom dalam Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,0097* ≤ 0,0001 0,002

Pantai Trisik mg/L 0,0097* - 0,002

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu

c. Logam Tembaga (Cu)

Hasil pengukuran tembaga dalam air laut di Kulonprogo pada dua periode

berkisar antara ≤ 0,0042 – 0,0083 mg/L yang semua titiknya masih berada dalam

ambang batas normal (0,05 mg/L). Berarti kualitas air laut di Kulonprogo masih baik

ditinjau dari kandungan tembaganya. Limbah yang industri yang dibuang telah ke

sungai telah mengalami penetralan selama perjalanannya ke laut. Data

selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-91

Tabel 2.50. Kandungan Tembaga (Cu) dalam Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,0042 0,0083 0,05

Pantai Trisik mg/L 0,0046 - 0,05

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

d. Logam Timbal (Pb)

Kandungan Timbal air laut pada dua periode di Kulonprogo berkisar antara

0,0287 – 0,0484 mg/L. Baku mutu yang diperkenankan untuk laut Bahari adalah

0,005 mg/L, sehingga kandungan Timbal di perairan laut di Kulonprogo telah

melampaui batas pada semua titik. Kadar Timbal air laut pada periode April yang

mewakili musim penghujan lebih rendah daripada periode Agustus yang mewakili

musim kemarau. Data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel dan grafik berikut :

Tabel 2.51. Kandungan Timbal (Pb) Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,0445* 0,0287* 0,005

Pantai Trisik mg/L 0,0484* - 0,005

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-92

Gambar 2.63. Grafik Kadar Pb Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Pencemaran timbal ke laut bisa berasal dari buangan di wilayah pesisir dari

daratan dan dari atmosfer. Sumber timbal di pesisir Kulonprogo kemungkinan

berasal dari limbah industri yang mempergunakan pewarna atau cat mengandung

Pb, atau perusahaan percetakan dan pengolahan/penyepuhan logam. Limbah yang

dibuang tersebut belum diolah dengan sempurna sehingga masih mengandung

logam berat yang berbahaya.

e. Logam Kadmium (Cd)

Hasil pengukuran logam Kadmium pada air laut di Kulonprogo dalam dua

periode menunjukkan hasil berkisar antara 0,016 – 0,0264 mg/L, dimana semuanya

telah melampaui baku mutu untuk wisata bahari, yaitu 0,002 mg/L. Keadaan musim

tahunan berpengaruh juga terhadap kandungan kadmium air laut, ketika musim

penghujan terjadi pengenceran dan pada waktu musim kemarau lebih pekat karena

penguapan yang tinggi. Pada tahun 2014, terjadi musim penghujan yang lebih

panjang daripada musim kemarau, sehingga pada bulan April yang telah memasuki

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-93

musim kemarau masih turun hujan walaupun sedikit. Jarak pengambilan sampel

yang pendek juga turut berpengaruh terhadap hasil.Data selengkapnya dapat dilihat

dalam tabel dan gambar berikut :

Tabel 2.52. Kandungan Kadmium (Cd) Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,016* 0,0117* 0,002

Pantai Trisik mg/L 0,0264* - 0,002

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu

Gambar 2.64. Grafik Kadar Kadmium Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Tingginya cadmium pada air laut di Kulonprogo kemungkinan disebabkan oleh

limbah dari beberapa industri tersebut diatas, yang dibuang melalui sungai atau

langsung ke laut. Dapat pula berasal dari sampah baterei bekas, pembuangan cat

ke badan air dan sampah lain yang mengandung Cd.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-94

f. Logam Nikel (Ni)

Hasil pengukuran Nikel air laut pada dua periode menunjukkan kandungan nikel

yang melampaui ambang batas (0,075mg/L), yaitu berkisar antara 0,0408 – 0,1273

mg/L. Konsentrasi nikel pada periode April lebih rendah daripada bulan Agustus. Hal

ini menunjukkan bahwa kadar nikel air laut terpengaruh oleh musim. Pada musim

kemarau tidak ada hujan sehingga tidak terjadi pengenceran air laut, akibatnya air

laut bertambah pekat. Kadar nikel yang melampaui ambang batas pada air laut di

Kulonprogo kemungkinan bersumber dari limbah industri, pembakaran sampah dan

bahan bakar minyak. Data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel dan gambar

grafik berikut :

Tabel 2.53. Kandungan Nikel (Ni) Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,0408 0,1273* 0,075

Pantai Trisik mg/L 0,0493 - 0,075

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014 Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu

Gambar 2.65. Grafik Fluktuasi Kadar Nikel di Kulonprogo Tahun 2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-95

g. Logam Seng (Zn)

Hasil pengukuran Seng air laut pada dua periode menunjukkan kandungan seng

yang masih berada di bawah ambang batas (0,095 mg/L), yaitu antara 0,0097 –

0,0292 mg/L. Kandungan seng pada periode Agustus relatif lebih tinggi daripada

periode April. Kemungkinan hal ini disebabkan pada musim kemarau banyak terjadi

penguapan air laut, sehingga kadar air laut menjadi lebih pekat. Fluktuasi kadar

seng dapat dilihat dalam gambar berikut :

Tabel 2.54. Kandungan Seng (Zn) Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,0097 0,0292 0,095

Pantai Trisik mg/L 0,0145 - 0,095

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

h. Logam Air Raksa (Hg)

Kandungan air raksa dalam air laut di Kulonprogo dalam dua periode

pemantauan adalah antara ≤ 0,00003 – 0,3 mg/L, dimana sebagian besar telah

melampaui baku mutu (0,002 mg/L). Data lebih lengkap dalam tabel berikut :

Tabel 2.55. Kandungan Air Raksa (Hg) Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Lokasi Satuan

Bulan

Baku Mutu

April Agustus

Pantai Glagah mg/L 0,24* ≤ 0,00003 0,002

Pantai Trisik mg/L 0,3* - 0,002

Sumber : Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi UGM Yogyakarta 2014

Ket :*) tidak sesuai dengan Baku Mutu

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-96

Kadar air raksa melampaui baku mutu terukur pada periode pemantauan April.

Rata-rata kadar Hg pada pemantauan bulan April lebih tinggi daripada bulan

Agustus. Seperti diketahui bahwa deposit air raksa tertinggi adalah di dalam tanah,

sehingga kadar air raksa tinggi pada musim penghujan berasal dari sungai yang

membawa material darat hingga berakhir di laut. Hal ini menunjukkan bahwa laju

sedimentasi di sungai tinggi atau kurangnya tutupan vegetasi di daerah aliran

sungai. Fluktuasi konsentrasi Hg air laut di Kulonprogo dapat dilihat dalam grafik

berikut :

Gambar 2.66. Grafik Konsentrasi Hg Air Laut di Kulonprogo Tahun 2014

Laut merupakan badan air terakhir yang menampung pelepasan Hg, baik yang

berasal dari proses pelepasan batu-batuan, maupun aktivitas industri dan pertanian.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-97

Terumbu Karang, Padang Lamun dan Mangrove

Gambar 2.67. Tanaman Mangrove di Sempadan Sungai Jangkaran Temon

Pada perairan laut di wilayah Kabupaten Kulonprogo tidak terdapat terumbu karang

dan padang lamun. Sedangkan untuk mangrove terdapat di Desa Jangkaran, Kecamatan

Temon sebagai berikut :

Tabel 2.56. Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove

No. Lokasi Luas Persentase Kerapatan

1. Pasir Mendit, Jangkaran 6 60 10000

2. Pasir Kadilangu, Jangkaran 1,5 50

10000

3. Nglawang, Jangkaran 0,57 40 10000

Jumlah 8,4

Catatan : Total terdapat 8.4 (data dari penelitian Yayasan Kanopi – ekspose hasil kegiatan 2014, dasar Citra Landsat 2013). Data persentase dan kerapatan mengacu pada data 2013. Penambahan 1 ha cenderung di Pasir Mendit seiring dengan penanaman yang meningkat di Pasir Mendit.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-98

Jika dibandingkan dengan Kriteria Baku Kerusakan Mangrove sesuai Kep.Men LH No. 201

Tahun 2004, kondisi tutupan mangrove di Kabupaten Kulon Progo dalam kriteria baik –

sedang.

Gambar 2.68. Peta Penggunaan Lahan Desa`Jangkaran Temon

Selain itu Pemerintah Kabupaten Kulonprogo juga membentuk Forum DAS Serang

untuk memudahkan koordinasi lintas sektor dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai serta

membentuk Kelompok Kerja Pengelolaan Mangrove dan Sempadan Pantai. Pembentukan

forum dan kelompok kerja tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati Kulonprogo.

Dengan demikian pengendalian pencemaran dan kerusakan pesisir dan laut dapat

ditingkatkan.

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-99

F. Iklim

Suhu Udara

Data suhu udara diambil dari 2 stasiun, yaitu Stasiun Pengamatan Cuaca Wates (50 m dpal)

yang berada pada koordinat 7°51’ 23” LS dan 110° 9’ 26” BT, mempresentasikan kondisi

suhu di DAS Serang, dan Stasiun Pengamatan Cuaca Tegal (180 m dpal) yang terletak

pada koordinat 7° 40’ 40” LS dan 110° 14’ 30” BT, Kecamatan Kalibawang, untuk

mempresentasikan kondisi suhu di DAS Progo. Data yang diambil berasal dari pengumpulan

data yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Air (Balai PSDA), Dinas PUP-

ESDM DIY.

Tabel 2.57. Data Suhu Bulanan di Kulonprogo Tahun 2014

Nama

Stasiun

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nov Des

Wates 28,23 27,59 27,95 27,63 26,89 27,52 27,6 27,56 27,35 27,47 27,45 27,35

Tegal 24,75 24,77 24,85 25,15 25,54 25,28 24,81 24,14 25,04 25,35 25,17 25,28

Variasi suhu pada stasiun yang sama dengan waktu yang berbeda nampak tidak terlalu

berbeda jauh, baik itu pada data suhu maksimum, suhu minumum ataupun rerata. Akan

terdapat perbedaan yang cukup menyolok jika dilihat dari masing-masing stasiun. Suhu di

Stasiun Wates, cenderung lebih tinggi, daripada suhu pada Stasiun Tegal. Hal ini sekaligus

mengindikasikan adanya variasi suhu jika dibandingkan dengan tinggi permukaan tanah.

Stasiun Wates berada pada lokasi yang lebih rendah daripada Stasiun Tegal.

Curah Hujan

Di Kabupaten Kulonprogo curah hujan rata-rata per tahunnya mencapai 1.998,66 mm,

dengan rata-rata hari hujan (hh) sebanyak 105 hari hujan per tahun. Pola hujan ini tidak

terdistribusi secara merata sepanjang tahun. Curah hujan tinggi terjadi pada awal-awal

tahun, yaitu pada Bulan Januari sampai April. Di pertengahan tahun, mulai pada Bulan Juni

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-100

sampai Oktober terjadi penurunan curah hujan dan juga jumlah hari hujan dalam sebulan,

bahkan pada Bulan September tidak terjadi hujan sama sekali. Akan tetapi pola ini berubah

menjelang akhir tahun, yaitu bulan November dan Desember, curah hujan kembali

meningkat sampai pergantian tahun, bahkan curah hujan tertinggi pada tahun 2014 terjadi di

Bulan Desember, yaitu sebesar 4752,3 mm. Data rata-rata curah hujan setiap bulan pada

tahun 2013 dan 2014 dapat disajikan dalam tabel dan gambar berikut :

Tabel 2.58. Curah Hujan Rata-rata di Kulonprogo Tahun 2014

Tahun

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nov Des

2013 490 245 222 142 183 138 67 1 1 30 52 0

2014 276 230 160 179 50 52 103 5 0 13 286 438

Gambar 2.69. Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tahun 2013-2014

Pola curah hujan di Kabupaten Kulonprogo berdasarkan peta isohyet didapat bahwa

nilai curah hujan wilayah akan meningkat seiring meningkatnya ketinggian lokasi (hujan

orografis). Peta Pola Curah Hujan (isohyet) di selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 45

berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-101

Gambar 2.70.

Peta Pola Curah Hujan di Kabupaten Kulon Progo

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-102

G. Bencana Alam

Bencana alam yang terjadi di Kabupaten Kulonprogo tahun 2014 masih didominasi

oleh jenis bencana yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, antara lain tanah longsor,

kekeringan, dan banjir. Karakter kejadian bencana alamnya tidak terkonsentrasi di satu

tempat, melainkan menyebar di daerah-daerah rawan. Data kejadian bencana tahun 2014

dapat dilihat pada tabel dan 2012-2014 pada grafik berikut :

Tabel. 2.59. Kejadian Bencana di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

No. Kecamatan

Kejadian Bencana

Banjir Tanah

Longsor Kekeringan

Kebakaran Hutan

1. Temon 0 3 0 0

2. Wates 0 2 0 0

3. Panjatan 0 0 2 0

4. Galur 2 4 0 0

5. Lendah 0 17 0 0

6. Sentolo 0 0 3 0

7. Pengasih 1 7 2 0

8. Kokap 0 39 13 0

9. Girimulyo 1 29 21 0

10. Nanggulan 0 3 0 0

11. Samigaluh 0 29 46 0

12. Kalibawang 0 9 15 0

Jumlah 4 142

102 (25 desa)

0

Sumber data : BPBD Kabupaten Kulonprogo (dalam LKPJ Bupati Kulonprogo, 2014)

Gambar 2.71. Grafik Kejadian Bencana Tahun 2012-2014

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-103

Banjir

Menurut hasil kajian Pusat Vulkanologi Badan Geologi Kementerian ESDM RI daerah

selatan (Temon, Panjatan, Galur) berdasarkan peta ancaman banjir merupakan daerah

zona merah yang berarti memiliki tingkat ancaman banjir tinggi.

Dataran rendah dengan ketinggian 0 - 100 meter di atas permukaan air laut, meliputi

Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur, dan sebagian Lendah. Berdasarkan

kemiringan lahan, memiliki lereng 0-2%, merupakan wilayah pantai sepanjang 24,9 km,

apabila musim penghujan merupakan kawasan rawan bencana banjir.

Bencana banjir di Kabupaten Kulonprogo secara umum dirasakan oleh sebagian

masyarakat pada wilayah pesisir dan wilayah yang berada di dekat bantaran sungai, yaitu

di Kecamatan Pengasih, Panjatan, Wates, Galur, dan Temon. Banjir terjadi disamping

karena faktor alam yaitu antara lain kondisi geografis yang merupakan dataran rendah,

juga disebabkan kemampuan tanah untuk menyerap air sangat kurang. Banjir juga

bertambah parah karena banyaknya sampah yang dibuang sembarangan ke dalam

saluran air (selokan) dan sungai. Selain itu tumbuhnya enceng gondok yang menyebabkan

selokan dan sungai menjadi dangkal sehingga aliran air terhambat dan menjadi meluap

dan menggenang. Kurangnya daya serap tanah terhadap air, karena tanah telah tertutup

oleh aspal jalan raya dan bangunan–bangunan.

Untuk tahun 2014 terdapat 4 kejadian banjir di Kecamatan Temon, Wates dan Lendah.

Menurun dibandingkan dengan tahun 2013, terjadi 16 kejadian banjir, banjir genangan dan

banjir arus. Wilayah ancaman banjir di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada gambar

berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-104

Gambar 2.72.

Peta Ancaman Bencana Banjir di Kabupaten Kulonprogo

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-105

Kekeringan dan Kebakaran Hutan

Potensi bencana yang sering terjadi juga diakibatkan oleh kekurangan sumber daya air

(kekeringan). Bencana kekeringan terutama terjadi pada musim kemarau, di wilayah

perbukitan Menoreh terutama diakibatkan air hujan yang seharusnya menjadi air tanah

tidak dapat diserap, atau langsung mengalir menuju ke hilir sungai. Bencana yang

memerlukan perhatian serius yaitu bencana kekeringan Tahun 2014 kejadian kekeringan

terjadi tersebar di 7 kecamatan, mencapai 25 desa (dengan 102 kejadian), dan

menyebabkan 6550 KK warga Kabupaten Kulonprogo kesulitan mengakses air bersih. Jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi peningkatan, karena pada tahun 2013 dan

2012 kekeringan tersebar pada 5 kecamatan, yang terdiri atas 17 desa dan 3.360 KK.

Sedangkan untuk bencana kebakaran hutan, di Kabupaten Kulon Progo tidak kebakaran

hutan. Sejak tahun 2012 tidak pernah terjadi bencana kebakaran hutan. Ancaman bencana

kekeringan dapat dilihat pada gambar berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-106

Gambar 2.73. Peta Ancaman Bencana Kekeringan di Kabupaten Kulonprogo

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-107

Tanah Longsor dan Gempa Bumi

Kulon Progo mempunyai wilayah dataran tinggi/ perbukitan Menoreh dengan ketinggian

antara 500-1000 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Girimulyo, Kokap,

Kalibawang, Samigaluh sebagian Nanggulan dan sebagian Pengasih.

Menurut hasil kajian Pusat Vulkanologi Badan Geologi Kementerian ESDM RI daerah

Pegunungan Menoreh (Samigaluh, Girimulyo, Kalibawang) merupakan daerah dengan

kerentanan gerakan tanah tinggi. Hal ini terjadi akibat adanya kandungan tanah yang

berupa pelapukan batuan gunung berapi; tufa, breksi andesit dan tuf lapili yang bersifat

gembur.

Untuk tahun 2014 di wilayah Kabupaten Kulonprogo terjadi 142 kejadian bencana tanah

longsor yang tersebar di 10 kecamatan. Dibandingkan dengan bencana tanah longsor

yang terjadi pada tahun 2013 terjadi peningkatan yang sangat besar, tetapi masih lebih

rendah dibandingkan kejadian pada tahun 2012. Hal ini tentu disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain curah hujan dan juga perilaku manusia dalam mengelola alam sekitarnya.

Sedangkan untuk gempa bumi, tidak ada kejadian bencana tersebut di Kabupaten

Kulonprogo. Resiko bencana tanah longsor dapat dilihat pada berikut :

Laporan SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014

Bab II-108

Gambar 2.74. Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Kulonprogo