44
11 BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUAN Ada dua segmen yang penulis uraikan dalam bagian ini. Pertama, penulis akan mengelaborasi pandangan Clifford Geertz dan Mircea Eliade tentang defenisi agama dan simbol. Penulis menambahkan teori Mircea Eliade, karena akan sangat membantu memahami teori yang dimaksud oleh Clifford Geertz. Di segmen yang kedua penulis juga mengelaborasi konsep tentang ritus kurban atau ritual pengurbanan secara umum dalam masyrakat primitive, ritual pengurbanan anak (child sacrifice), ritual pengurbanan di Israel, dan teori kurban kambing hitam. Kedua segemen di atas menjadi landasan teori bagi penulis untuk mencari makna dan ide yang terdapat di dalam Perjamuan Kudus.

BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENDAHULUAN

Ada dua segmen yang penulis uraikan dalam bagian ini. Pertama, penulis

akan mengelaborasi pandangan Clifford Geertz dan Mircea Eliade tentang defenisi agama

dan simbol. Penulis menambahkan teori Mircea Eliade, karena akan sangat membantu

memahami teori yang dimaksud oleh Clifford Geertz.

Di segmen yang kedua penulis juga mengelaborasi konsep tentang ritus

kurban atau ritual pengurbanan secara umum dalam masyrakat primitive, ritual

pengurbanan anak (child sacrifice), ritual pengurbanan di Israel, dan teori kurban kambing

hitam.

Kedua segemen di atas menjadi landasan teori bagi penulis untuk mencari

makna dan ide yang terdapat di dalam Perjamuan Kudus.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

12

B. AGAMA, KEBUDAYAAN DAN SIMBOL

1. TEORI CLIFFORD GEERTZ

Dalam Buku “The Interpretation of Cultures,” Clifford Geertz1 mengatakan

bahwa kunci utama untuk mememahami makna kebudayaan adalah ide tentang makna.

Berhadapan dengan makna, Geertz memulainya dengan sebuah paradigma. Paradigma

adalah simbol-simbol sakral yang berfungsi untuk mensintesiskan suatu etos bangsa

(nada, ciri, dan kualitas kehidupan mereka, moralnya, estetis dan suasana hati mereka)

dengan pandangan dunia (world view) yaitu gagasan yang paling komprehensif mengenai

tatanan.2 Dalam kepercayaan dan praktik religius, etos suatu kelompok secara intelektual

dan masuk akal akan dijelaskan dengan melukisnya sebagai suatu cara hidup yang secara

ideal disesuaikan dengan permasalahan aktual yang dipaparkan pandangan dunia itu.

Dengan mengutip pernyataan Max Weber, Geertz mengatakan manusia

adalah hewan yang terkurung dalam jaring-jaring makna (significance) yang dipintalnya

sendiri. Untuk menjelaskan ini, maka metode yang dipakai adalah metode “Thick

Description” (lukisan mendalam) untuk menemukan makna dari setiap peristiwa ataupun

perilaku manusia. Oleh karena itu, secara etnografi tugas utama bukan hanya sebatas

1Clifford Geertz lahir di San Fransisco, California, paada tahun 1929. Setelah meyelesaikan

pendidikan menengah, dia masuk Antioch College, Ohio dan pada tahun 1950 meraih gelar B.A di

bidang filsafat dari Antioch College. Dan kemudian melanjutkan studi di bagian Antropologi di

Universitas Harvard. Studi lapangan menjadi pijakan dasar dalam riset-riset antropologi di Inggris dan

Amerika pada waktu itu. Geertz dalam menyelesaikan risetnya, Indonesia adalah lokasi yang dia pilih

sebagai tempat penelitiannya. Geertz melakukan penelitian di dua lokasi di Indonesia yakni, di Jawa dan

Bali. Dari dua daerah penelitannya, Geertz menghasilkan karya-karya besar dalam menyelesaikan gelar

doktornya di bidang antropologi. Beberapa karya Geertz dari hasil penelitiannya di Indonesia antara lain,

The Religion of Java (1960) yang berisikan bagaimana pengaruh kebudayaan Jawa, Islam, Hindu dan

kepercayaan asli lokal masyarakat Jawa dalam membentuk agama dan budaya Jawa. (Tulisan ini sangat

popular karena Geertz membagi 3 agama Jawa itu dengan istilah yang ia pakai, (Abangan, Priyai dan

Kiyai) , Agricutural Revolution (1963) yang berisikan masalah lingkungan dan ekonomi masyarakat

Indonesia serta tantangan dan peluangnya di era pasca-kolonial, Pedllers and Princes (1963) yang

berisikan perbandingan kehidupan ekonomi di Jawa dan Bali, The Sosial History of an Indonesia Town

(1965) yang berisi kondisi masyarakat Mojokuto di Jawa Timur, Islam Observed (1968) berisikan

perbandingan agama Islam di dalam budaya yang berbeda yakni antara Indonesia dan Maroko, The

Interpretation of Cultures (1973) dan Local Knowledge (1983). Semua hasil karya ini bersumber dari

penelitiannya terhadap agama dan kebudayaan yang ada di Indonesia secara khusus di Bali dan Jawa. Lih.

Daniel L. Pals, Seven Teories of Religion, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2011), 329-331 2 Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama,…, 4.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

13

mendeskripsikan atau melukiskan struktur suku-suku primitif atau bagian-bagian ritual

(contohnya; Puasa bagi muslim di bulan Ramadhan), akan tetapi menemukan apa yang

sesungguhnya berada di balik perbuatan itu, apa makna yang ada di balik seluruh

kehidupan, pemikiran ritual, struktur dan kepercayaan manusia itu sendiri.

Kebudayaan itu secara sosial terdiri dari struktur-struktur makna dalam

terma-terma berupa sekumpulan simbol yang dengannya masyarakat melakukan suatu

tindakan, mereka dapat hidup di dalamnya ataupun menerima celaan atas makna tersebut

dan kemudian menghilangkannya. Kebudayaan bukanlah sesuatu yang fisik, sekalipun

memang terdapat hal objektif di dalamnya. Kebudayaan digambarkan sebagai pola

makna-makna (a pattern of meanings)atau ide-ide yang termuat di dalam simbol, yang

dengannya masyarakat menjalani pengetahuan mereka (kognisi) tentang kehidupan dan

mengekspresikan kesadaran itu melalui simbol-simbol itu.

Agama sebagai sistem kebudayaan artinya simbol/tindakan simbolik yang

mampu menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak mudah

hilang dalam diri seseorang dengan cara membentuk konsepsi tentang sebuah tatanan

umum eksistensi dan melekatkan konsepsi ini kepada pancaran-pancaran faktual dan pada

akhirnya perasaan dan motivasi itu akan terlihat sebagai suatu realitas yang unik.3

Berikut ini penjelasan detil defenisi agama menurut Clifford Geertz:

Pertama, simbol atau sistem simbol adalah segala sesuatu yang memberikan

seseorang ide-ide. Simbol mengacu pada setiap objek, tindakan, peristiwa, sifat atau

hubungan yang dapat berperan sebagai wahana sebuah konsep dan konsep ini adalah

makna simbol. Simbol-simbol ini memiliki kekuatan yang bersumber dari etos dan world

view masyarakatnya. Simbol melibatkan emosi individu, gairah keterlibatan dan

3 Geertz, Religion as Cultural,…, 90.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

14

kebersamaan sebab sebuah simbol selalu menyertakan sebuah kenangan. Simbol tersebut

teraba, tercerap, umum dan konkret. Simbol-simbol tersebut sangat dihargai ataupun yang

dibenci (ditakuti) oleh masyarakat, dilukiskan dalam pandangan dunia mereka,

disimbolisasikan dalam agama dan pada gilirannya terungkap dalam keseluruhan kualitas

kehidupan mereka. Misalnya, lingkaran doa untuk pemeluk Budhisme, sebuah peristiwa

seperti penyaliban, satu ritual seperti palang Mitzvah, perbuatan tanpa kata-kata, perasaan

kasihan dan kekhusyukan. Lembaran Taurat yang memberikan ide tentang firman Tuhan

kepada orang Yahudi, penampilan pendeta di rumah sakit yang menyebabkan orang sakit

ingat pada Tuhan.

Simbol atau sistem simbol memiliki kekuatan dalam menyangga nilai-nilai

sosial untuk merumuskan dunia tempat nilai-nilai itu atau sebaliknya kekuatan-kekuatan

yang melawan perwujudan nilai-nilai tersebut. Agama melukiskan kekuatan imajinasi

manusia untuk membangun sebuah gambaran kenyataan. Di dalam gambaran tersebut,

Geertz mengutip Max Weber yang mengatakan, “peristiwa-peristiwa itu tidak hanya

terjadi di sana, melainkan peristiwa-peristiwa tersebut mempunyai sebuah makna dan

terjadi karena sebuah makna. Jenis simbol atau sistem simbol yang dipandang masyarakat

sebagai sesutu yang sakral sangat bervariasi misalnya, ritus inisiasi di antara orang-orang

Australia, cerita-cerita filosofis di antara orang-orang Maori, kisah-kisah heroik di pentas

wayang di Jawa, dan ritus-ritus keji kurban manusia di antara orang-orang Aztec. Semua

pola-pola ini bagi masyarakat menjelaskan apa yang mereka ketahui tentang kehidupan.

Sistem simbol adalah media bagi manusia dalam memaknai sesuatu,

memproduksi dan mengubah makna. Lewat simbol-simbol (bahasa, benda, wacana,

gambar, dan peristiwa), kita dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide kita

tentang sesuatu. Makna sangat tergantung dari cara kita mempresentasikannya. Dengan

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

15

membedah simbol-simbol yang ada, maka akan terlihat jelas proses pemaknaan, penilaian

dan pembelokan tanda yang diberikan pada sesuatu tersebut.”4Karena dalam kebudayaan

terdapat bermacam-macam sikap, kesadaran dan juga bentuk-bentuk pengetahuan yang

berbeda-beda, maka di sana juga terdapat sistem kebudayaan yang berbeda untuk

mewakili semua itu. Melalui simbol, dan adat istiadat, Geertz menemukan pengaruh

agama berada di setiap celah dan sudut kehidupan masyarakat.

Sebuah sistem simbol dapat memberikan ide kepada seseorang. Ide tersebut

akan membuat seseorang merasakan atau melakukan sesuatu, termotivasi untuk tujuan

tertentu yang dibimbing oleh seperangkat nilaitentang apa yang penting, apa yang baik

dan buruk, apa yang benar dan salah bagi dirinya. Ide dan makna dari simbol-simbol

tersebut bukan murni bersifat privasi, akan tetapi milik umum. Simbol atau unsur-unsur

simbolis merupakan rumusan-rumusan yang kelihatan dari pandangan dan abstraksi

pengalaman yang ditetapkan dalam bentuk yang dapat diindrai, perwujudan konkret dari

gagasan, sikap, keputusan, kerinduan ataupun keyakinan. Itulah sebabnya mengapa

simbol seringkali melibatkan emosi individu, gairah keterlibatan, kebersamaan, bahkan

menyertakan kenangan. Simbol terbuka terhadap berbagai arti, tetapi simbol tidak dapat

dimutlakan secara universal. Oleh karena itu, setiap kelompok masyarakat memiliki

simbolnya masing-masing.

Simbol keagamaan adalah suci dan bersifat normatif serta mempunyai

kekuatan besar. Kekuatan itu bersumber dari etos (ethos) dan pandangan hidup (world

view) yang keduanya merupakan unsur paling hakiki bagi eksisitensi manusia. Etos suatu

bangsa adalah sifat, watak dan kualitas kehidupan mereka. Hal ini merupakan sikap

mendasar dalam diri manusia terhadap dunia yang direfleksikan dalam kehidupan.

4Fauzi Fasri,Piere Bourdieu: Menyingkap Kuasa Simbol,(Yogyakarta: Jalasutra, 2014), 21

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

16

Pandangan dunia mereka adalah gambaran tentang kenyataan apa adanya, konsep mereka

tentang alam, diri, dan masyarakat yang mengandung gagasan-gagasan mereka yang

paling komprehensif mengenai tatanan.

Etos secara intelektual dibuat masuk akal dengan diperlihatkannya sebuah

cara hidup yang tersirat oleh masalah-masalah aktual yang dilukiskan dalam pandangan

dunia itu. Pandangan dunia yang dibuat secara emosional itu diterima sebagai sebuah

gambaran tentang masalah-masalah aktual dari cara hidup, dan cara hidup tersebut adalah

suatu ekspresi yang otentik. Pembuktian atas hubungan yang bermakna antara nilai-nilai

yang dianut suatu bangsa dan tatanan eksistensi yang di dalamnya bangsa itu

menemukan dirinya, adalah unsur yang paling hakiki di dalam sebuah agama.5

Bagaimanapun macamnya agama itu, ia adalah sesuatu yang lebih dirasakan implisit

untuk memperbincangkan kumpulan makna umum. Dengan kumpulan makna umum itu,

masing-masing individu menafsirkan pengalamannya dengan mengatur tingkah lakunya.

Makna yang tersimpan dalam simbol-simbol religius biasanya dikaitkan

dengan mitos, (entah dirasakan oleh mereka yang tergetar dengan simbol tersebut,

ringkasan pandangan dunia tentang simbol tersebut, ataupun kualitas kehidupan

emosional apa yang ditopangnya). Simbol-simbol sakral tersebut menghubungkan

ontologi dengan kosmologi, estetika dengan moralitas. Artinya, simbol-simbol suci ini

terjalin dalam simbol-simbol lainnya yang digunakan manusia dalam kehidupan nyata

sehari-hari. Sistem simbol ini merupakan sumber informasi ekstrinsik yang membentuk

iklim dunia dengan menarik si penyembah ke seperangkat disposisi-disposisi khusus yang

memberi suatu ciri tetap pada arus kualitas pengalamannya.

5 Clifford Geertz, Kebudyaan dan Agama, (Yogyakarta Kanisius, 1992), 51

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

17

Simbol dalam tindakan religius manusia adalah salah satu media untuk

mendekatkan diri pada yang transenden.6 Manusia menyebut yang Ilahi dengan berbagai

nama dan menghampirinya dengan berbagai macam cara. Perilaku religius kemudian

berkembang mewujud dalam simbolisme berupa hari ibadah, tata cara ibadah, tempat

ibadah. Tiap agama memiliki dan mengembangkan simbolisnya. Perangkat simbol itu

makin bertambah dengan perintah dan larangan, pengakuan dan peraturan, dogma dan

doktrin. Ada agama yang membakukan hal-hal tersebut menjadi tertulis dan menganggap

tulisan ini kitab suci, tetapi ada yang memelihara tradisi lisan, sehingga tidak mempunyai

kitab yang dianggap suci.7

Ketergantungan manusia terhadap simbol atau sistim simbol menunjukan

kelemahan manusia yang tidak dapat mengatasi salah satu aspek pengalaman di dalam

dirinya berupa kecemasan yang paling mengerikan. Simbol memberi ketenangan pada

manusia. Manusia merasa lepas dan bebas dari berbagai gangguan terhadap dirinya baik

yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun yang dari luar.

Yang membentuk suatu sistem religius adalah serangkaian simbol sakral

yang terjalin menjadi sebuah keseluruhan tertentu. Bagi mereka yang ambil bagian di

dalamnya, sistem religius itu tampaknya mengantarai pengetahuan sejati dan pengetahuan

tentang kondisi-kondisi hakiki. Semua simbol sakral bagi manusia adalah hidup secara

realistis. Akan tetapi, simbol-simbol sakral yang dipentaskan tidak hanya memiliki nilai

positif melainkan juga nilai negatif. Simbol-simbol tidak hanya menunjuk ke arah adanya

kebaikan, melainkan juga adanya kejahatan atau bahkan ke arah konflik di antara

keduanya.

6 Andar Ismail, Agama Bundar dan Agama Lonjong, (Jakarta; BPK-GM, 2000), 108

7 Ibid

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

18

Dari penjelasan di atas, jelas yang dimaksud oleh Geertz dengan agama

sebagai sistem kebudayaan adalah suatu konsep atau pola makna yang dituliskan secara

historis dan diejawentahkan dalam simbol-simbol, dan menjadi sarana bagi manusia untuk

menyampaikan, mengabadikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang sikap-

sikap mereka terhadap hidup.8 Jadi minat dan penelitiannya adalah makna yang

diejawentahkan dalam simbol dan konsep yang terungkap dalam simbol tersebut.

Menafsir suatu agama adalah menafsir kebudayaannya. Melakukan penafsiran terhadap

kebudayaan manusia berarti melakukan penafsiran terhadap sistem simbol dan bentuk

simbolnya.

Kedua, simbol tersebut menciptakan perasaan/ suasana hati (moods) dan

motivasi yang kuat, meresap, dan tahan lama dalam diri manusia….” Rasa mempunyai

dua arti pokok yakni, “perasaan” (feeling) dan makna (meaning). Sebagai perasaan, rasa

adalah salah satu dari panca indra yakni melihat, mendengar, berbicara, membaui, dan

merasakan. Di dalam diri manusia terdapat tiga segi yang mengandung “perasaan”

sehingga pandangan tentang kelima indra tersebut terpisah-pisah. Pencecapan oleh lidah,

sentuhan oleh badan, dan perasaan emosional di dalam “hati” seperti kesedihan dan

kebahagiaan.9 Sebagai makna, rasa diterapkan dalam kata-kata di sebuah surat, puisi dan

bahkan dalam percakapan biasa. Rasa juga diterapkan pada tingkah laku manusia pada

umumnya, untuk menunjukan muatan implisit, “perasaan” konotatif dari gerakan (tari,

gerak-gerik tata krama, dsb). Dalam arti semantik, rasa juga berarti “makna terakhir”

yakni makna terdalam yang dicapai orang dengan usaha mistis dan yang kejelasannya

menjernihkan dengan ambiguisitas dari kehidupan duniawi. Tidak jarang juga rasa bisa

8 Band. F.W. Dillistonee , The Power of Simbols, (Yogyakarta: Kanisius, 2002),116

9 Cita rasa sebuah pisang adalah rasanya, suatu firasat adalah rasa, kesakitan adalah suatu

rasa dan rasa juga adalah nafsu.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

19

diartikan sama dengan kehidupan. Apa saja yang hidup memiliki rasa dan apa saja yang

memiliki rasa itu hidup.10

Agama menyebabkan seseorang merasakan atau melakukan sesuatu dengan

motivasi dan tujuan tertentu yang dibimbing oleh seperangkat nilai tentang apa yang

penting, apa yang baik dan apa yang buruk. Contoh konkrit yang dijelaskan oleh Geertz

misalnya adalah Pendeta Budha tidak akan memakan daging yang disuguhkan di salah

satu steak di Amerika, karena hal itu hanya akan memperlemah perjuangannya untuk

mencapai kelahiran kembali. Motivasinya di sini adalah moral, memilih yang baik dari

pada dosa (hal yang buruk). Sama halnya orang Yahudi yang ingin mengunjungi

Yerusalem dan Muslim yang ingin naik haji ke Mekkah. Mereka sama-sama akan

mempersiapkan segala sesuatu untuk mewujudkan impian mereka, untuk mendapatkan

pengalaman religius mereka di tempat yang sakral itu.

Perasaan ini agak sulit dijelaskan, didefenisikan dan dikendalikan. Kekuatan

perasaan ini tidak datang begitu saja dan bukanlah hal yang sepele. Perasaan tersebut

muncul karena agama memiliki peran yang amat penting, membentuk konsep-konsep

tentang tatanan seluruh eksistensi. Agama mencoba memberi “penjelasan hidup-mati”

tentang dunia. Maksud agama bukan ditujukan untuk menyatakan kepada kita tentang

persoalan hidup sehari-hari, melainkan terpusat pada makna final (ultimate meaning),

suatu tujuan yang pasti bagi dunia. Jika agama kacau, maka yang terjadi adalah chaos

dalam seluruh tatanan kehidupan.

Yang dimaksud Geertz dengan chaos adalah situasi/keadaan yang

mengancam dan menggoncang eksistensi manusia yang melampaui batas kemampuan

analitis, batas kemampuan menanggung derita dan batas titik moralnya. Adapun hal itu

10

Geertz, Kebudyaan dan Agama,…, 61

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

20

adalah, kebingungan, ketegasan etis, penderitaan yang keras, dan berlangsung cukup lama.

Semua ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi setiap agama. Dengan tantangan-

tantangan ini, setiap agama betapapun “primitifnya”, jika ingin bertahan harus mampu

memberikan solusinya. Agama akan memperlihatkan jati dirinya ketika manusia secara

intelektual menghadapi masalah yang tidak bisa dimengerti sepenuhnya, atau secara

emosional menghadapi penderitaan yang tidak bisa dihindari, atau secara moral

menemukan kejahatan di mana-mana yang tidak bisa diterima.

Konsepsi tentang dunia dengan serangkaian motivasi dan dorongan yang

diarahkan oleh moral yang ideal inilah yang menjadi inti agama. Agama membentuk

sebuah tatanan kehidupan dan sekaligus memiliki posisi istimewa dalam tatanan tersebut.

Agama membantu orang menanggung “situasi-situasi tekanan emosional” dengan

“membuka jalan keluar dari situasi yang bersifat empiris dengan ritus dan kepercayaan ke

dalam wilayah supranatural. Melampaui karirnya, agama barangkali telah mengganggu

manusia sama banyaknya dengan kegembiraan yang diberikannya bagi manusia,

mendorong manusia ke dalam konfrontasi terang-terangandengan berhadapan muka

terhadap fakta bahwa mereka lahir untuk mengalami kesulitan. Selanjutnya, dalam

sekejap agama dapat mencegah manusia dari konfrontasi dengan memproyeksikan mereka

ke dalam sejenis “dunia anak-anak”.

Dalam agama, chaos dilihat sebagai sebuah tantangan sekaligus sebagai

peluang.Artinya, agama memberi makna bukan soal bagaimana mencegah penderitaan

melainkan bagaimana menderita, bagaimana menjadikan kesakitan jasmani, rasa

kehilangan, kekalahan, atau perenungan yang menyedihkanatas kesengsaraan orang-orang

lain sebagai sesuatu yang dapat dipikul, ditanggung dan diderita.Agama di satu sisi

menanamkan kekuatan sumber-sumber simbolis kita untuk merumuskan gagasan-gagasan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

21

analitis dalam sebuah konsep otoritatif tentang bentuk menyeluruh dari kenyataan.

Sementara di sisi yang lain, simbol atau sistem simbol keagamaan menanamkan sumber-

sumber kekuatan bagi manusia untuk mengungkapkan emosi-emosi yakni, gerak hati,

sentimen-sentimen, nafsu-nafsu, afeksi-afeksi, perasaan, di dalam suatu konsep yang

serupa tentang suasana umum, serta sifat yang melekat pada suasana tersebut. Simbol-

simbol religius menyediakan sebuah jaminan kosmis tidak hanya bagi kemampuan

manusia untuk memahami dunia, melainkan juga memberi presisi pada perasaan mereka,

yakni sebuah defenisi bagi emosi-emosi manusia yang memungkinkan manusia

menanggung dunia ini dengan muram atau penuh dengan sukacita, dengan murung

ataupun dengan keangkuhan.11

Simbolisme menghubungkan manusia dalam ruang lingkup realitas yang

lebih luas, yakni meneguhkan dan juga mengingkari. Artinya melalui agama, manusia

diteguhkan atau sekurang-kurangnya mengakui bahwa ketidaktahuan, penyakit dan

ketidakadilan pada tataran manusia adalah sesuatu hal yang tidak dapat dihindari.

Sementara bersamaan dengan itu agama mengingkari bahwa irrasionalitas-irrasionalitas

ini adalah cirikhas dunia secara menyeluruh.

Ketiga, simbol menimbulkan perasaan semacam aura faktualitas. Dalam

beragama, mau tidak mau manusia akan selalu mempertanyakan, bagaimana sesuatu yang

irrasional dapat dipercaya? Bagaimana mungkin sesuatu yang irrasional (sesuatu yang

masih sama-samar) tentang kekacauan yang dialami manusia bisa sampai pada tahap

menjadi sebuah “kepercayaan” yang sifatnya lebih mantap tentang tatanan yang

fundamental? Untuk menjawab hal ini, Geertz memulai sebuah pendekatan dengan sebuah

pengakuan bahwa kepercayaan religius tidak semata-mata terdiri dari pengalaman sehari-

11

Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama,…,23

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

22

hari manusia, karena kalau hanya demikian, maka manusia menjadi agnostis-agnostis.

Kebingungan, penyakit, dan paradoks moral merupakan salah satu hal yang mendorong

manusia ke arah kepercayaan akan ilah-ilah, setan-setan, roh-roh, prinsip-prinsip totemis

atau buah rohani dari kanibalisme.

Melihat kenyataan dan pengalaman hidup sehari-hari dari perspektif religius

jauh lebih tajam dan dalam daripada melihat, mengenali dan memahaminya dari

perspektif rasionalitas (akal sehat, ilmiah atau estetis). Melihat dunia secara rasionalitas

(akal sehat) adalah menerima dunia, objek-objeknya dan proses-prosesnya begitu saja

sebagaimana adanya. Sebaliknya perspektif religius bergerak melampaui kenyataan

kehidupan sehari-hari ke kenyataan yang lebih luas yakni menerima dan mengimaninya.

Perspektif religius mempersoalkan kenyataan-kenyataan hidup sehari-hari tidak keluar

dari skeptisme yang terlembaga dengan melenyapkan apa yang diandaikan begitu saja dari

dunia ini ke dalam pusaran-pusaran hipotesis-hipotesis yang yang mentak, melainkan

mempersoalkannya untuk mengantarnya kepada kebenaran-kebenaran yang lebih luas

yang nonhipotesis.

Pengambilan jarak, komitmen, perjumpaan, serta mengimani sesuatu

kenyataan hidup sehari-hari, perspektif religius menghasilkan faktualitas. Dengan

membuat bayang-bayang dan ilusi, perhatian perspektif religius pada fakta (rasionalitas),

semakin mendalam dan berusaha menciptakan sebuah pancaran (aura) faktualitas.

Sehingga dari faktualitas (yang sungguh nyata) inilah perspektif religius bersandar dan

kegiatan-kegiatan simbolis dari agama sebagai sistem kultural dibaktikan untuk

menghasilkan, mengintensifkan perspektif religius. Oleh karena itu mau tidak mau

perspektif religius ini seringkali akan bertentangan dengan pengalaman sekular.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

23

Konsep perasaan semacam aura faktual” yang dimaksud oleh Geertz di sini

adalah suatu perasaan yang sulit untuk digambarkan, tetapi orang menyadari akan adanya

perasaan tersebut. Bagi Geertz “aura faktual semacam ini, berhubungan dengan

psikologis manusia. Yakni sebuah perasaan, situasi hati manusia yang bertemu,

bersentuhan dan menyatu dengan sebuah “kekuatan” yang berasal dari luar dirinya

sendiri, kekuatan metafisik, kekuatan Ilahi. Kekuatan itu sangat besar dan mampu

memengaruhi dirinya sendiri.

Barangkali istilah yang dipakai William James “semacam pengalaman

mistik”, dapat menolong kita memahami aura factual ini. Pengalaman mistik menurut

William James adalah pengalaman religius pribadi yang berakar dan berpusat pada

keadaan kesadaran mistis. Setidaknya ada empat cirikhas yang menggambarkan keadaan

misitis. Pertama, pengalaman ini sulit diungkapkan dengan kata-kata, tidak ada uraian

manapun yang memadai untuk mengisahkannya dalam kata-kata, alih-alih dianggap

intelek, keadaan kesadaran mistis lebih merupakan situasi keadaan perasaan. Kedua,

pengalaman ini menghasilkan pengetahuan. Dalam situasi seperti ini seseorang

mendapatkan wawasan tentang kebenaran yang dalam yang tidak dapat digali dalam ranah

kemampuan intelektual yang bersifat diskursif. Pengalaman ini membawa perasaan

tentang adanya sebuah kekuatan yang melampaui waktu dan tempat. Ketiga, tidak ada

perpanjangan waktu dalam pengalaman ini dalam arti perasaan ini tidak bertahan lama,

dan keempat biasanya mengurangi segala keinginaan dan pada akhirnya ada suatu daya

yang luar biasa yang menguasai dirinya.12

12

William James, Perjumpaan dengan Tuhan, Ragam Pengalaman Religius Manusia,

(Bandung : PT. Mizan Pustaka), 515-516

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

24

Dalam desertasi Tony Tampake,13

dengan mengutip pendapat Dorothee

Soelle, ia mengubungkan pengalaman mistis itudenganmystical sensibility, yaitu suatu

pengalaman seseorang yang dengan sadar dan mengakui bahwa pengalaman sehari-

harinya adalah sebuah pengalaman kehadiran dan perjumpaan dengan Tuhan. Ada

beberapa situasi kehidupan yang menimbulkan mystical sensibility yang Soelle sebut

dengnthe places of mystical experiencesyaitu, alam (nature), penderitaan (suffering),

perjamuan suci (holy communion) dan kegembiraan (joy).14

Baik William James maupun

Dorothee Soelle mengakui bahwa pengalaman mistik selalu berkaitan dengan hubungan

antara manusia dengan Tuhan secara langsung dan vital dalam pengalaman nyata dari

kehidupan hidup sehari-hari. Pengalaman itu terjadi di dalam suasana hati dan perasaan

manusia tetapi menjadi sumber pengetahuan yang dianggap benar karena dapat

mempengaruhi pola dan tindakan manusia.

Menurut Geertz pengalaman dan perasaan unik inilah yang pada akhirnya

mengantar manusia pada ritus. Dalam ritus, tingkah laku dikeramatkan, kepercayaan

terhadap konsep-konsep religius dibenarkan dan kepercayaan sebagai tujuan religius

terbukti agaknya berhasil. Di dalam semacam bentuk seremonial, suasana-suasana hati

dan motivasi-motivasi yang ditimbulkan oleh simbol-simbol dari resitasi sebuah mitos,

ramalan atau dekorasi sebuah makam, dan konsep-konsep umum tentang tata eksistensi

yang dirumuskan simbol-simbol itu olehi manusia, bertemu dan saling memperkuat satu

dengan yang lain. Dalam ritus dunia sebagaimana dihayati dan dunia sebagaimana

dibayangkan melebur dalam pengantara seperangkat simbol, menjadi dunia yang sama

dan menghasilkan perubahan yang aneh. Dalam ritus tidak peduli betapa otomatis atau

13

Tony Tampake, Redefenisi Sosial dan Rekonstruksi Identitas Pasca Konflik Poso

(desertasi) , (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2014), 79 14

Dorothee Soelle, The Silent Cry: Mysticim and Resistance, ( Minneapolis: Fortress Press,

2001), 17-22

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

25

kelihatannya sangat konvensional, mencakup perpaduan simbolis dari etos dan

pandangan dunia. Di dalam sebuah ritus ada sederetan panjang suasana-suasana hati dan

motivasi-motivasi manusia bertemu dengan konsep-konsep metafisis-metafisis. Ritustidak

saja hanya menyimpan makna-makna metafisis religius, tetapi juga makna dan nilai

politis.15

Dalam ritus keagamaan kumpulan makna atas mitos, cerita-cerita dan

kepercayaan-kepercayaan lain selalu diperhatikan. Dengan melaksanakan sebuah ritus

keagamaan, ada penerimaan otoritas yang mendasari perspektif religius tersebut.16

Dengan

membangkitkan serangkaian suasana-suasana hati dan motivasi-motivasi dan

mendefenisikan suatu gambaran tentang tatanan dunia dengan seperangkat simbol-simbol

ritus, akan membuat model untuk dan model dari segi kepercayaan religius dan

perubahan-perubahan satu sama lain.

Jadi yang dimaksud Geertz dengan “aura faktual” adalah suasana hati,

perasaan terdalam dari hati, jiwa dan bahkan pikiran orang-orang beragama. Perasaan itu

seolah-oleh bertemu, bersentuhaan dan bahkan menyatu dengan sebuah kekuatan

metafisik, kekuatan ilahi, kekuatan supernatural. Perasaan ini sangat kuat dan mampu

mempengaruhi totalitas eksistensi manusia secara khusus orang-orang beragama.

Pengalaman itulah yang membuat agama mampu membentuk suatu tatanan kehidupan

manusia sekaligus memiliki pososi istimewa dalam tatanan tersebut.17

Hal yang membedakan agama dengan sistem kebudayaan adalah simbol-

simbol agama yang menyatakan kepada kita bahwa terdapat sesuatu “yang benar-benar

15

Geertz, Kebudayaan dan Agama,…, 34 16

Yang dimaksud oleh Geertz dengan otoritas adalah sebuah “kekuatan atau kekuasaan”.

Dalam agama primitif, otoritas terdapat dalam kekuatan-kekuatan persuasive dari cerita-cerita tradisional,

dalam agama-agama mistis otoitas terdapat dalam perintah apodiktis tentang pengalaman adi-indrawi,

dalam agama-agama kharismatis otoritasterdapat dalam daya tarik hipnotis dari seorang pribadi yang luar

biasa. Lih. Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama,…, 30 17

Daniel L Pals, Seven Theories of Religion, (Jogyakarta: IRCiCoD, 2011), 344

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

26

real”, yakni sesuatu yang dianggap oleh manusia lebih penting dari apapun. Dalam ritual

keagamaan, manusia dimasuki oleh desakan realitas real ini. Perasaan dan motivasi

seseorang dalam ritual keagamaan sama persis dengan pandangan hidupnya. Kedua hal ini

saling mendukung dan memberi kekuatan.Geertz memberi contoh, misalkan seseorang

mengatakan bahwa, “saya harus melakukan ini karena merasakan…” (Perasaan tersebut

mengatakan bahwa pandangan hidup saya ini adalah pandangan yang benar dan tidak

dapat diragukan lagi). Satu penyatuan simbolis antara pandangan hidup dengan etos akan

terlihat dalam ritual. Apapun yang dilakukan oleh seseorang akan selalu selaras dengan

gambaran dunia yang teraktualisasi dalam pikirannya. Salah satu contoh penyatuan etos

dan pandangan dunia ini bisa dilihat dalam upacara masyarakat Bali, misalnya

pertarungan antara Rangda dan Barong.18

Oleh karena simbol keagamaan berfungsi mensintesiskan etos suatu

kelompok masyarakat dengan pandangan hidup mereka, maka tidak heran jika cara hidup

dan pandangan hidup mereka saling melengkapi. Ada kongruensi (kesesuaian) antara gaya

hidup dan tatanan universal yang terungkap dalam simbol, ada “integrasi” dunia

sebagaimana dihayati dengan dunia sebagaimana dibayangkan. Sehingga pada akhirnya

simbol-simbol keagamaan terus menghasilkan dan memperkuat keyakinan beragama.

18

Rangda dan Barong dua tokoh mitologi yang besar dalam mayarakat Bali. Rangda adalah

tokoh yang menggambarkan satanis, sementara Barong adalah suatu gambaran yang jenaka. Perkelahian

antara Rangda dan Barong tidak pernah berakhir. Dalam pandangan masyarakat Bali, perkelahian antara

Rangda dan Barong adalah simbol perkelahian antara yang jahat dan yang jenaka (baik) yang tidak pernah

berakhir dalam dunia ini. Di dalam dunia ini akan selalu ada konfrontasi antara yang baik dan yang jahat,

antara yang kejam dan jenaka. Pertunjukan ini bukanlah pertarungan biasa, tapi sebuah ritual yang tetap

harus dilaksanakan berulang-ulang. Muatan drama dan emosi yang dilibatkan didalam kerumunan orang

yang melakukan upacara tersebut seolah-olah membawa segala sesuatu ke dalam kondisi chaos. Meskipun

pertarungan ini diakhiri tanpa kemenangan yang mutlak dari satu pihak, akan tetapi yang terpenting dalam

pertunjukan ini adalah dapat menggugah sikap dan perasaan orang Bali bahwa pertarungan antara yang

jahat dan yang baik dalam dunia itu akan tetap ada dan terus terjadi. Tidak hanya menggugah, akan tetapi

pertarungan ini akan menjadi sebuah kekuatan yang dapat memotitivasi masyarakat Bali sendiri. Lihat

Daniel L Pals, Seven Teories,…, 345

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

27

Dengan demikian memahami arti dan makna tindakan-tindakan simbolis dari

orang-orang yang melakukannya berarti menjelaskan “struktur-struktur konseptual” yang

dinyatakan oleh tindakan-tindakan ritual tersebut, tindakan-tindakan mereka, objek-objek

atau peristiwa-peristiwa apa yang mereka pandang sebagai “yang suci” atau “keramat”

dan metode yang dipakai untuk melestarikan dan memperkuat rasa atau kesadaran akan

kesucian/kekeramatan tersebut.

Keempat, “…suasana hati dan motivasi itu tampak dalam tindakan secara

khas realistis.”

Disposisi-disposisi yang disebabkan oleh ritus-ritus religius mempunyai

dampak yang penting dari sudut pandang manusia, karena disposisi-disposisi itu

memantul kembali dan mewarnai konsep individu tentang dunia sebagai fakta yang murni.

Agama menarik secara sosiologis bukan seperti apa yang diyakini oleh kaum positivisme

yang hanya menggambarkan tatanan sosial, lebih daripda itu agama membentuk tatanan

sosial, seperti lingkungan, kekuasaan, politis, kesejahteraan, kewajiban hukum, afeksi

personal dan rasa keindahan.

Dengan cara sedemikian rupa agama seringkali secara radikal mengganti

keseluruhan pandangan yang diberikan oleh akal sehat, sehingga gerak hati dan motivasi

yang ditimbulkan oleh praktik religius pada dirinya tampak amat praktis. Sifat prasangka

yang diberikan agama kepada kehidupan biasa, bisa saja berbeda-beda menurut agama

yang dianutnya, menurut disposisi-disposisi khusus yang ditimbulkan dalam diri orang

yang percaya, dengan konsep-konsep tatanan kosmis khusus yang telah ia terima. Pada

taraf-taraf agama “besar,” agama kadang-kadang memaksakan sampai pada titik

kefanatikan. Akan tetapi pada taraf-taraf kerakyatan dan kesukuan yang paling sederhana,

di mana individualistis tradisi-tradisi agama telah melarut dalam tipe-tipe tetap seperti

animisme, totemisme, shamanisme, pemujaan kepada leluhur, agama seringkal dianggap

aneh karena tidak jelas.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

28

Kekhususan dampak sistem religius atas sistem-sistem sosial memberikan

penilaian umum atas nilai agama entah dalam istilah-istilah moral ataupun fungsionalnya.

Jenis suasana-suasana hati dan motivasi-motivasi yang mencirikan seseorang yang baru

datang dari sebuah upacara kurban manusia dari Aztec agak berbeda dengan suasana hati

dan motivasi orang yang baru saja membuka topeng Kachina-nya. Bahkan dalam

masyarakat yang sama, apa yang dipelajari orang tentang pola hakiki kehidupan dari

sebuah upacara sihir dan dari sebuah acara makan bersama akan memiliki efek yang agak

bermacam-macam pada fungsi sosial dan psikologisnya.

Pentingnya agama terletak pada seseorang atau kelompok untuk berperilaku

dengan jelas terhadap dunia, diri sendiri atau hubungan di antara keduanyaa sebagaimana

yang terdapat dalam sumber konsep atau tatanaan sosial pada umumnya. Dan itulah model

dari segi agama itu sendiri, sementara pada waktu yang sama, model untuk segi agama itu

adalah akar dari disposisi-disposisi mental. Dari fungsi-fungsi kultural inilah pada

akhirnya fungsi sosial dan psikologi agama itu mengalir.

Konsep-konsep religius dapat memberi bentuk dan makna yang luas

melampaui konteks metafisis bagi serangkaian pengalaman yang bersifat intelektual,

emosional dan moral.19

Konsep-konsep tentang tatanan kosmis, seperangkat kepercayaan

religius, hubungan-hubungan sosial dan peristiwa-peristiwa psikologi yang duniawi, akan

membuat semua ini dapat dipahami. Tetapi lebih dari sekadar keterangan, kepercayan-

kepercayaan religius merupakan sebuah mistar lengkung (template), yang tidak hanya

19

Misalnya orang Kristen melihat bahwa gerakan Nazi dihadapan latarbelakang dosa (The

Fall) yang meskipun dalam arti biasanya gerakan itu tidak menjelaskannya demikian, akan tetapi

menempatkan gerakan itu dalam suatu arti oral, kognitif, bahkan afektif. Seorang Azande melihat

ambruknya lumbung padi yang menimpa sahabat atau kerabat dihadapan latarbelakang suatu pandangan

yang konkret dan agak khusus tentang ilmu sihir dan kemudian akan melakukan pencegahan dilema-dilema

filosofis dan psikologi dari inderteminisme tersebut. Seorang Jawa menemukan konsep rasa dan makna

dalam melihat fenomena koreografis, cita-rasa, emosional dan politis dalam terang yang baru dalam sebuah

pementasan seni wayang. Lihat. Geertz, Kebudayaan dan Agama,…, 47

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

29

sekadar menafsir proses sosial dan psikologi dalam arti-arti kosmis yang bersifat filosofis

dan tidak religius, akan tetapi kepercayaan-kepercayaan tersebut membentuk semua

proses itu.

Agama menjadi wadah untuk menetapkan makna.20

Agama tidak hanya

memberi interpretasi atas kenyataan, tetapi pada waktu yang sama mempengaruhi

kenyataan itu. Agama sebagai wadah yang berusaha memasukkan pengalaman hidup

sehari-hari ke dalam makna-makna yang tersedia. Selanjutnya, makna-makna tersebut

mengarahkan dan mempengaruhi kehidupan seseorang dan menghubungkan individu

dengan kelompok sosial yang lebih luas.21

Agama sebagai sistem kebudayaan menjadi

salah sumber kekuatan dan jalan keluar atas chaos yang seringkali dihadapi oleh setiap

manusia. Kekuatan yang diberikan agama terhadap manusia yang terancam oleh chaos

yang mengerikan dan menakutkan itu dapat diterima, dijalani dan diderita. Kebuntuan

secara intelektual, tekanan emosional yang tidak dapat ditanggung oleh manusia, dengan

beragama hal semacam itu mendapatkan jalan keluarnya. Kegembiraan yang diberikan

agama kepada manusia berbanding sama dengan chaos yang mengancam eksistensi

manusia itu.

Akhirnya Geertz sampai pada satu kesimpulan bahwa studi antropologis-

sosiologis tentang agama memiliki dua tahap operasi. Pertama suatu analisa atas sistem

makna-makna dalam simbol-simbol. Kedua mengaitkan sistem-sistem ini pada struktur

sosial dan proses-proses psikologinya. Mendiskusikan peranan pemujaan leluhur dalam

suksesi politis yang ajek, peranan upacara-upacara kurban dalam mendefenisikan

kewajiban-kewajiban hubungan kekerabatan, peranan pemujaan roh dalam praktk-praktek

pertanian, peranan ilahi dalam mengencangkan kontrol sosial atau peranan ritus-ritus

20

Clifford Geertz, “Religion and as a cultural Sistem” in M Banton (ed), Antopological

Approaches to the Study of Religion, (London:Tavistock, 1966), 40 21

Bernad Raho, Agama dalam Perspektif,…, 80

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

30

inisiasi dalam mendorong kedewasaan pribadidengan sebuah analisa teoritis atas tindakan-

tindakkan simbolik tersebut, dan membandingkannya dengan sofistikasi yang ada pada

tindakan sosial dan psikologi yang kita miliki sekarang ini, maka secara efektif kita akan

menguasai segi-segi kehidupan sosial-psikologi yang di dalamnya agama memainkan

sebuah peranan yang penting.

2. TEORI MIRCEA ELIADE: HAKEKAT YANG PROFAN DAN SAKRAL

Dalam buku “The Sacred and The Profane,” Mircea Eliade22

menjelaskan

bahwa langkah utama untuk memahami agama terlebih dahulu harus memahami

kehidupan/sejarah masyarakat arkais (kuno) yang hidup di zaman pra-sejarah atau

masyarakat tribal dengan kebudayaan terbelakang dari kehidupan saat ini, yang sehari-

hari mereka mengajarkan pekerjaan secara alami, seperti berburu, memancing dan

bercocok tanam.23

Yang ditemukan dari masyarakat ini adalah adanya pemisahan antara

wilayah yang sakral dan wilayah yang profan. Yang profan adalah bidang kehidupan

sehari-hari, yang dilakukan secara teratur. Sedangkan yang sakral adalah wilayah yang

supernatural, sesuatu yang ekstraordinasi, tidak mudah dilupakan dan teramat penting.

Yang profan itu mudah hilang dan terlupakan, hanya bayangan. Sebaliknya, yang sakral

itu abadi, penuh substansi dan realitas. Yang profan adalah tempat di mana manusia

22

Mircea Eliade, lahir di Burcharest, Rumania 9 Maret 1907, anak seorang pegawai

kemiliteran Rumania. Di usia yang masih belia (18 tahun) Eliade merayakan penerbitan artikelnya yang ke

seratus. Ia banyak menulis cerita fiksi yang pada akhirnya cerita-cerita ini banyak mempengaruhi jalan

pendidikannya. Di Universitas Burcharest dan Italia, ia banyak mempelajari pikiran mistis Platonis dari

tokoh-tokoh renaisans Italia, selanjutnya Ia juga dipengaruhi oleh pikiran-pikiran spiritualitas Hindu. Pada

tahun 1928, ia pergi ke India untuk belajar Yoga di Himalaya. Tiga tahun menetap di India, kembali ke

Rumania untuk menjalani wajib militernya seraya menuliskan novel fiksi yang berjudul Maytryi (1933).

Pada tahun 1936 Eliade menyelesaikan doktoralnya dengan judul Yoga: A Essay on Origins of Indian

Mystical Theology. Pada tahun 1940 kembali ia menerbitkan buku yang berjudulPattern in Comparative

Religion yang menjelaskan fungsi simbol dalam agama dan The Myth of Eternal Return yang

menerangkan konsep historis, sakralitas waktu dan perbedaan antara agama kuno dengan pemikiran

modern. Lihat Daniel L Pals, Seven Teories,…, 227-229 23

Daniel L Pals, Seven Theories,…, 233

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

31

berbuat salah, mengalami perubahan dan terkadang dipenuhi chaos. Yang sakral adalah

tempat di mana keteraturan dan kesempurnaan berada, tempat di mana berdiamnya roh

para leluhur, para ksatria dan dewa-dewi.24

Agama dalam pengertian Eliade adalah terpusat dan berasal dari yang sakral,

yang terlihat sebagai sesuatu yang luar biasa, substansial, agung, amat nyata. Agama

bukan hanya sekedar hal yang dilihat oleh kacamata sosial,25

akan tetapi jauh mendekati

pandangan Taylor dan Frazer yang telah lebih dahulu mendefenisikan agama sebagai

kepercayaan terhadap kekuatan supernatural.26

Agama dalam pandangan Eliade juga

membawa kita pada pandangan Rudolf Otto (berkebangsaan Jerman) tentang The Ide of

Holy (bhs Jerman: Das Hellege) yang menggunakan konsep yang sakral tetapi bukan

dalam konteks sosial dan kebutuhannya. Rudolf Otto dalam penjelasanya tentang yang

sakral mengatakan bahwa, ada suatu masa dalam kehidupan manusia pernah merasakan

suatu hal yang luar biasa dan sangat kuat. Mereka sangat terpukau oleh suatu realitas

yang sama sekali berbeda dengan diri mereka sendiri, hal itu adalah sesuatu yang

misterius, mengagumkan, dahsyat, dan teramat indah. Pengalaman itu disebut dengan

“Pengalaman Yang Suci” yaitu, suatu perjumpaan dengan yang sakral.

Dalam istilah Latin, Otto menyebut yang sakral itu dengan mysterium, yang

terdiri dari iremendum et fascinans, yaitu sesuatu yang misterius bersamaan dengan yang

sangat agung sekaligus menakutkan. Nama lain yang ia berikan adalah perasaan tentang

The Numinious (Latin: Numen, artinya spirit atau realitas keilahian). Ketika seseorang

24

Ibid,.234 25

Di sinilah salah satu letak perbedan agama menurut Eliade dan Durkheim. Menurut

pandangan Durkheim, bahwa agama itu adalahmasalah- masalah dalam konteks sosial masyarakat dan

kebutuhannya. Menurut Durkheim Yang Sakral adalah masalah sosial yang berkaitan dengan individu,

sedangkan yang profan adalah sebaliknya, hanya yang berkaitan dengan urusanindividu-idividu saja.Yang

sakral memang kelihatan sebagai sesuatu yang gaib, namun sebenarnya dia adalah bagian permukaan dari

hal yang lebih dalam lagi. 26

Daniel L Pals, Seven Teories,…, 234

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

32

mengalami perjumpaan dengan The Numinous, ia akan merasakan dirinya bagaikan tidak

ada, hanya sekedar kabut dan debu. Pertemuan dengan The Numinious ini sangat menarik

dan unik dan oleh karenanya tidak bisa direduksi. Perasaan ini berbeda dengan perasaan

ketika berjumpa dengan hal-hal indah dan menakjubkan. Dalam perasaan berjumpa

dengan The Numinious ini pada akhirnya membawa kita kepada titik emosi terdalam

dalam hati, dan itulah yang disebut agama.

Dari sinilah konsep Eliade tentang yang Sakral dipengaruhi oleh Otto. Eliade

mengatakan bahwa, dalam perjumpan dengan yang sakral, seseorang merasa disentuh

oleh sesuatu yang nir-duniawi. Ia seolah-olah menyentuh satu realitas yang belum pernah

dirasakan sebelumnya. Sebuah dimensi dari eksisitensi yang maha kuat, terasa berbeda

dan merupakan realitas abadi yang tiada tandingnya. Yang sakral tersebut sama dengan

satu kekuatan, dan ia sama dengan realitas. Kekuatan yang sakral dipenuhi oleh “Yang

Ada”. Ia adalah realitas, abadi dan dahsyat. Itulah sebabnya mengapa manusia punya

hasrat ingin bersatu dengan Realitas ini untuk meraih kekuatannya.27

Yang sakral itu

bukan hanya sekadar Tuhan yang umumnya dipahami oleh orang Kristen-Yahudi

ataupun Muslim, akan tetapi bisa berarti kekuatan dewa-dewi, arwah para leluhur atau

kekuatan Brahman. Yang sakral itu absolut dan amat penting bagi kelangsungan

eksistensi alam karena akan selalu mempengaruhi jalan hidup mereka.

Tugas utama agama adalah memahami yang sakral itu, agar manusia bisa

menemukan dan merasakan serta membawa keluar dari alam dan situasi sejarahnya, lalu

menempatkan pada suatu kualitas yang berbeda, dunia yang sama sekali lain, yang sangat

transenden dan suci.28

Bagaimanapun tersembunyi dan samarnya yang sakral, isinya

27

Mircea Eliade, The Sacred and The The Profane: he Nature f Religion, (New York:

Harcout, Brace World,1956), 12-13 28

Mircea Eliade, Authobiography, volume II, 1937-1960: Exille’s Odyssey, (Chicago:

Chicago University Press, 1988), 188-189

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

33

tetap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pikiran dan aktivitas manusia. Tidak

ada manusia yang bisa hidup tanpanya, ketika mata dibuka untuk melihat keberadaannya,

ternyata yang sakral berada dalam segala penjuru.

Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana menemukan yang sakral

dalam pengalaman yang normal? Menurut Eliade, penyelesaiannya adalah terdapat di

dalam “pengalaman tidak langsung” (indirect experience) terhadap bahasa, simbol dan

mitos.29

Dalam buku yang berjudul Patterns in Comparative Religions, Eliade

mengeksplorasi tentang simbol-simbol religus. Satu hal yang ditekankan bahwa apa saja

dalam kehidupan ini yang bersifat biasa-biasa saja adalah bagian dari Yang Profan. Dia

ada hanya untuk dirinya sendiri. Tapi dalam waktu –waktu tertentu, hal-hal profan dapat

ditransformasikan menjadi yang sakral.30

Sebuah benda, seekor binatang, nyala api, bunga yang merekah, sebuah batu

bahkan seorang manusia bisa saja menjadi tanda yang sakral asal manusia menemukan

dan meyakininya. Jadi seluruh objek simbolik memiliki karakter ganda, sebagai dirinya

sendiri dan bisa berubah menjadi sesuatu yang baru, sesuatu yang beda dengan

sebelumnya. Sebuah batu di satu sisi ia menjadi dirinya sebagai batu biasa, tetapi pada

saat yang bersamaan ia bisa menjadi suci. Misalnya, Ka‟abah bagi orang Muslim, disatu

sisi ia hanyalah seonggok batu biasa, tetapi karena hierophani,31

Ka‟abah tersebut

menjadi sakral. Ia tidak hanya sekedar batu biasa, tetapi di dalamnya terkandung yang

sakral. Ia menjadi berubah menjadi sakral karena yang sakral atau hierophani tersebut

telah masuk di dalamnya. Batu yang tadinya adalah biasa-biasa saja (natural) karena

29

Daniel L Pals, Seven Teories,…, 241 30

Mircea Eliade, Patterns In Comprative Religion, (New York: Meridian Books, 1963), 11 31

Hierophani artinya manifestasi dari yang Kudus atau Yang Sakral. Tipe Hierophany

yang lain adalah theophany (dari bahasa Yunani theos artinya Tuhan ) Lih. Daniel L. Pals, Seven

Teories,…, 254-255

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

34

hierophani yang masuk di dalamnya, berubah menjadi sesuatu yang sakral

(supernatural).

Proses masuknya yang supernatural ke dalam yang natural disebut dengan

“dialektika yang sakral”. Sebuah objekpada dasarnya terbatas, tetapi dengan sifatnya

yang lain akan mampu memperlihatkan pada orang beriman kehadiran yang sakral yang

dimiliki oleh objek tersebut. Persoalan adalah bagaimana hal yang profan dan sakral ini

yang pada satu sisi bertentangan, tetapi pada sisi yang lain mampu bekerja secara

bersama? Bagaimana yang profan (natural) sekaligus bisa menjadi yang sakral

(supernatural)? Eliade menjawabnya bahwa hal itu bisa terjadi, sebab dalam beberapa

hal, rasio manusia tidak bertanggungjawab atas proses pertukaran tersebut. Simbol-

simbol yang mewujudkan diri dalam imajinasi-imajinasi manusia biasanya muncul dalam

ide-ide kontradiksi. Kemudian mengikat seluruh aspek pribadi, emosi, keinginan, dan

aspek-aspek bawah sadar lain manusia. Sebagaimana dalam pribadi manusia hasrat-

hasrat yang kontradiktif dapat berkumpul, impian dan fantasi yang tidak logis bisa saja

terjadi, maka dalam pengalaman religius hal-hal yang berlawanan itu (yang sakral dan

yang profan) juga bisa bertemu.32

Dalam perjalanan intuisi dan imajinasi religius, hal-hal

yang profan dapat berubah menjadi yang sakral, yang natural menjadi yang supernatural.

Fungsi sebuah simbol adalah mengubah suatu objek atau tindakan menjadi

sesuatu yang lain di mata pengalaman profan.33

Aneka ungkapan pengalaman manusia

dilukiskan dengan sangat mendalam melalui simbol dan penciptan simbol. Melalui

bentuk-bentuk simbol, manusia menanggapi hierophani-hierophani, tidak hanya sekedar

dengan berusaha menghasilkan refleksi atau cerminan dari apa yang dilihat dan didengar,

akan tetapi dengan menghubungkan dirinya pada apa yang menciptakan manifestasi itu.

32

Daniel L Pals, Seven Teories,…, 243 33

Mircea Eliade, Patterns,…, 445

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

35

Dengan kata lain, kegiatan simbolik itu tidak bersifat univok, tetapi bersifat multivalen,

dan mengungkapkan segi-segi barang suci yang bervariasi.

Peranan penting yang dimainkan oleh simbolisme dalam pengalaman religius

manusia bukan karena perubahan hierophani-hierophani menjadi simbol, atau karena

simbol mendukung hierophani dan mengambil tempatnya, tetapi pertama-tema karena

simbol mampu meneruskan hierophani dan bahkan kadangkala menjadi hierophani itu

sendiri. Saat hierophani masuk dan mendiami sebuah simbol, maka simbol yang profan

bisa berubah menjadi sesuatu yang sakral, simbol yang sebelumnya natural bisa berubah

menjadi sesuatu yang supernatural.

Selain karena hierophani, sebuah simbol bisa menjadi sesuatu yang sakral

disebabkan oleh “mitos” mengenai simbol tersebut. Menurut Eliade, masyarakat Arkhais

memandang mitos sebagai sesuatu yang memiliki hubungan “dengan yang di atas” serta

mitos-mitos yang lainnya untuk membentuk satu framework sebuah simbol.

Berfungsinya sebuah simbol karena terkait dengan simbol dan mitos-mitos yang lainnya,

sehingga dunia berada dalam suatu sistem yang terkait dan bukan sebuah dunia yang

chaos. Simbol menyatakan suatu realitas suci atau kosmologis yang tidak dapat

dinyatakan oleh manifestasi yang lainnya.34

Setiap manusia mula-mula dibenamkan dalam dunia profan, tetapi

simbolisme menciptakan solidaritas tetap antara manusia dan kudus.35

Dengan demikian

simbol adalah sebuah bahasa yang menghapus batas-batas manusia di dalam kosmis,

sehingga manusia tidak merupakan fragmen saja, tetapi dengan membuat jati dirinya

yang terdalam serta status sosialnya jelas dan membuat dirinya menjadi irama alam,

34

Ibid., 446 35

Ibid., 41

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

36

mengintegrasikan dirinya ke dalam kesatuan yang lebih besar, masyarakat dan alam

semesta.

Dalam buku The History of Religion:Essay in Methodology,36

Eliade

menjelaskan ciri-ciri simbol yang mutivalen dan metaempiris, yaitu: menunjuk jauh lebih

daripada dirinya sendiri kepada yang kudus, dunia realitas tertinggi, hidup yang lebih

mendalam, dan lebih misterius. Sebuah simbol selalu berhubungan dengan pengalaman

manusia aktif. Ia selalu tertuju kepada suatu realitas atau situasi yang melibatkan

manusia, hanya dengan demikian simbol memberi arti atau makna dalam eksistensi

manusia. Melalui simbol keagamaan yang autentik manusia dibebaskan dari isolasinya,

subjektifitas dan pamrih dirinya dibawa masuk ke dalam sikap terbuka kepada Roh dan

pada akhirnya memiliki kemampuan untuk mendekati yang universal.37

Eliade mengacu pada dua fungsi simbolisme keagamaan, yakni pemaduan

dan pendamaian.38

Artinya simbol keagamaan memungkinkan manusia untuk

menentukan kesatuan tertentu di dunia dan pada saat yang sama membuka diri kepada

tujuan hidup sebagai bagian integral dunia. Salah satu contoh simbolisme keagamaan

yang mampu menjawab kebutuhan ini misalnya terdapat dalam agama Kristen. Agama

Kristen memberikan simbol-simbol yang hidup, baik mengenai keutuhan, perpaduan

berbagai unsur di dalam suatu sintesis yang hidup, maupun mengenai pendamaian,

pendobrakan, pertentangan antara dua kekuatan yang berlawanan.39

Pengalaman manusia mengenai dunia organis pertama-tama adalah

pengalaman bertemu dengan aneka macam unsur yang membutuhkan suatu pusat

integrasi (perpaduan). Misalnya, pengalaman bermasyarakat, hubungan antarpribadi,

36

Mircea Eliade dan J.M Kitagawa (eds), The History of Religion:Essay in Methodology,

(Chicago: Chicago University Press, 1959), 103 37

Ibid., 103 38

F.W. Dillistone, The Power Of,…, 144. 39

Ibid., 145

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

37

bersifat ambigu dan ambivalen, (cita dan benci, persahabatan dan persaingan

kepercayaan dan kecurigaan) serta membutuhkan ikatan pendamaian. Melalui simbol

Kristus yang menjelma, disalibkan, dan dibangkitkan, kedua kebutuhan ini telah dipenuhi

secara memadai.40

Jadi baik yang profan dan yang sakral itu berada satu di dalam dunia yang

sama. Yang profanebisa saja dianggap biasa, tetapi pada waktu yang supernatural

(hierophani) masuk ke dalamnyaia berubah menjadi sesuatu yang sakral. Demikian

halnya yang terjadi dengan simbol-simbol religius. Seseorang yang memasuki dunia yang

sakral/supernatural (yangmysterium) merasa disentuh sesuatu yang nir-duniawi, sebuah

realitas yang belum pernah dirasakan sebelumnya, berdimensi eksistensi yang kuat,

abadi dan tiada tandingnya.

C. TEORI PENGURBANAN

1. Ritual Pengurbanan

Upacara kurban merupakan akta pemberian persembahan berupa makanan,

minuman atau binatang sebagai konsumsi bagi suatu makhluk supernatural.41

Merupakan suatu proses pertukaran antara manusia dan makhluk adikodrati; manusia

pengurban memberikan barang-barangnya dan penerima ilahi bereaksi. Ini adalah bentuk

komunikasi nonverbal karena mencakup pertukaran barang dan jasa pada taraf religius,

yang meliputi persembahan, persekutuan dan silih. Ketika memberi kurban sebagai

persembahan dalam bentuknya yang paling sederhana dewa/dewi diberi suatu hadiah

baik sebagai ucapan syukur maupun balas jasa atas semua hal. Persembahan itu berupa

hasil ternak pertama, buah-buahan hasil pertama, sebelum seseorang mengambil

40

Ibid 41

Maria Susai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),214

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

38

keuntungan bagi dirinya. Bagian dari persembahan akan diberikan kepada dewa/dewi

dan sebagian akan dimakan oleh manusia (peserta ibadah).

Unsur yang paling biasa dalam upacara kurban adalah membangun

komunikasi antara dewa dan manusia.42

Sebagai tindakan religius, upacara kurban harus

melalui penyucian, perubahan keadaan moral orang-orang yang melaksanakannya atau

benda-benda tertentu yang dimaksud. Menurut Hubert dan Mauss, setiap upacara kurban

selalu mengimplikasikan secara tidak langsung suatu penyucian, karena dengan itulah

sesuatu benda berubah dari status profan ke status suci; tindakan dan hadiah berpindah

dari wilayah umum menuju wilayah religius.43

Kurban menyebabkan terjadinya

komunikasi antara yang kudus dengan yang profan, sementara imam berlaku sebagai

pelaksana kurban atau wakil dari para dewa.

Menurut beberapa orang, persembahan meliputi suatu perjanjian (do ut

es)”saya memberi supaya engkaupun memberi.” Dalam catatanHarry Sawyer, di

masyarakat Afrika tidak menerima persembahan merupakan suatu hal buruk dan lebih

buruk lagi kalau tidak sering memberi hadiah yang lebih besar sebagai balasan.

Penolakan terhadap hadiah berarti bahwa orang itu tidak sungguh-sungguh diterima, dan

sebagai balasan tuan rumah mesti memberi sang tamu hadiah yang lebih besar, yang

dikenal sebagai penerimaan salam itu.44

Secara antropologi sosial upacara kurban persembahan secara tidak langsung

mengimplikasikan suatu pertukaran barang dan jasa, yang muncul dari kehendak ataupun

kewajiban suatu masyarakat. Persembahan-persembahan dilakukan dengan pengharapan

akan ada balasan yang diterima. Jommo Kenyatta mengatakan,”bangsa Kikuyu berdoa

kepada Tuhan mereka yang Maha Tinggi-Mwene-Nyaga, dengan mengharapkan bahwa

42

H. Hubert dan M. Mauss,Sacrifice: It’s Nature and Function (terj),(London 1964), 13 43

ibid 44

Harry Sawyer, Sacrifice, dalam Maria Susai Dhavamony,Fenomenologi, …, 75

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

39

doa-doa mereka akan dijawab dengan senang hati sebagai balasan atas hadiah yang telah

diberikan dan bahwa doa-doa kepada leluhur diatur juga oleh hukum hutang balas

budi.”45

Dalam masyarakat primitif kurban yang paling berharga yang

dipersembahkan kepada dewa adalah darah. Mengapa? Karena darah menyatakan

kehidupan. Dalam arti yang sepenuhnya darah melambangkan kehidupan seseorang.

Sehingga ada dua signifikansi darah dalam upacara kurban. Pertama, darah menciptakan

ikatan baru antara para peserta dalam ibadah tersebut. Kedua, kurban darah yang dibuat

untuk para dewa dan roh-roh leluhur, menghidupkan kembali objek untuk siapa

persembahan itu dilakukan.46

Darah juga dipercaya memberikan dasar yang memadai

untuk menjembatani jurang yang disebabkan oleh karena kesalahan.47

Dalam upacara kurban, manusia harus menyadari bahwa dewa dapat dan

boleh melakukan apa saja yang diinginkannyadan si pengurban tidak mempunyai

kekuatan. Inilah sikap religius para peserta dalam upacara kurban. Dengan demikian

dalam upacara kurban tidak ada pemikiran tentang pertukaran barang dan jasa begitu saja

atas dasar mekanisme dan perjanjian.

Ada beberapa konsep pengorbanan berdasarkan disiplin ilmu antropologi,

sosiologi, psikology dan teologi. Secara antropology,Nancy Jay mengatakan

bahwa,“ritual pengorbanan merupakan simbol kebersamaan dalam sebuah

masyarakat.Bagi individu yang memakan kurban dalam ritual pengorbanan tersebut,

dinyatakan sebagai bagian dari masyarakat tersebut”.48

Daging yang dimakan bersama

45

Ibid., 215 46

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi,..., 217 47

Harry Sawyerr,Sacrifice,..., 77 48

Nancy Jay, Throughout Your Generations Forever: Sacrifice, Religion, and

Paternitydalam Jeffrey CarterUnderstanding,…,370-371.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

40

dalam ritual pengurbanan akan menguatkan identitas keluarga besar yang penting bagi

posisi sosial dan tindakan politik.49

.

Secara sosiologis ritual pengorbanan adalah sebuah tindakan dalam

masyarakat yang dipenuhi dengan simbol-simbol.Viktor Turner mengartikan simbol

sebagai sesuatu yang memiliki banyak makna, baik itu makna sosial (ideologi, moral,

normatif) maupun individual (emosi, panca indra, dan keinginan).50

Pengorbanan yang

dilakukan di Afrika misalnya, merupakan sebuah kurban bagi raja dan dewa-dewa.

Kurban yang diberikan selalu berupa hewan. Ritual pengorbanan tersebut dilakukan

sebagai jalan untuk manusia dan dewa-dewa bertemu serta berkomunikasi satu dengan

yang lain.

Secara psikologi ritual pengurbanan di dalam sebuah komunitas berawal dari

keinginan dan kerinduan jiwa masing-masing individu untuk memberikan kurban

persembahan kepada dewa demi tercapainya sebuah keharmonisan sosial dalam

komunitas, secara khusus bagi setiap individu. Pengorbanan merupakan sebuah proses

simbolik dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terdapat kepentingan pribadi dan

kepentingan kelompok untuk mencapai sesuatu yang ideal didalam hidup ini.

Secara teologi, ritual pengorbanan merupakan hal yang penting bagi sebuah

agama. Dalam setiap ritual pengorbanan, terjadi proses pembunuhan terhadap hewan

yang akan dikurbankan. Hewan yang terbaik dari alam itulah yang dipilih. Menurut

Robert J Daly, “pengorbanan dalam tradisi Kristen-Yahudi kuno memilik dua trend,

yakni sebuah proses spiritualisasi antara manusia dengan pencipta (Tuhan) yang

memiliki status tertinggi dari manusia, dan trend institusional yang menciptakan

hubungan sosial di antara masyarakat (gereja) yang dikendalikan oleh seorang imam.

49

Robert B. Coote, Demi Membela Revolusi, (Jakarta: BPKM, 2011), 148 50

ViktorTurner,Sacrifice as Quintessential Process: Prophylaxis or Abandonment?dalam

Jeffrey Carter Understanding,…,292-294.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

41

Robert J Daly mengemukakan bahwa di kalangan Kristen-Yahudi kuno terdapat

perbedaan makna dari setiap pengorbanan yang diberikan. Meskipun demikian, ritual

pengorbanan yang dilakukan adalah sebuah bentuk penyerahan diri dan tanda ketaatan

cinta.”51

2. Ritual Pengurbanan Anak (Child Sacrifice)

Dalam ritul pengurbanan, tidak hanya binatang yang menjadi kurban

persembahan, akan tetapi ada kalanya manusia juga bisa menjadi kurban kepada para

dewa ataupun Tuhan. Di daerah Virginia ritual pengorbanan anak oleh suku Indian.

Kurban anak yang mereka berikan akan mendamaikan relasi mereka dengan dewa.

Dengan mengurbankan seorang anak, dewa tidak akan marah sehingga menjauhkan

mereka dari penyakit, kelaparan, serta peperangan.52

Menurut Edward A Westermarck,

pengorbanan anak merupakan upaya manusia untuk mempengaruhi dewa mencegah

munculnya kematian, dengan mempersembahkan sebuah kehidupan yang berbeda.

Pengorbanan dengan mengorbankan manusia secara esensial untuk menggantikan hidup

dengan kehidupan. Pengorbanan manusia secara esensialnya adalah salah satu metode

asuransi jiwa.53

Hal yang sama dalam penelitian yang dilakukan oleh Valerio Valeri

terhadap model pengorbanan yang dilakukan oleh masyarakat di Hawai. Hasil akhir

penelitian Valerio menyimpulkan bahwa pengorbanan manusia adalah rangkaian lengkap

dari sebuah ritual yang mempersembahkan hewan, tumbuhan, atau komponen-komponen

simbol lain yang memiliki nilai.54

51

Robert J Daly, The Power of Sarifice in Ancient Judaism and Christianity, dalam Jeffrey

Carter, Undersanding,…, 343 52

Edward A. Westermarck, The origin and development of Moral Ideas, dalam Jeffrey

Carter,Undestanding,…,112 53

Ibid., 101 54

Valerio Valeri, Kingship and Sacrifice In Ancien Hawai dalam Jeffrey, Understanding,…,

317-318

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

42

Ritual pengorbanan manusia nampaknya salah satu ritual keagamaan yang

tidak berperikemanusiaan. Tetapi untuk diketahui di dalam masyarakat Israel kuno

praktek pengorbanan manusia pernah dilakukan. Dalam sebuah essay yang berjudul The

Death and Ressurection of the beloved Son, Jon D. Levenson55

mengatakan, “praktek

pengorbanan anak dalam sejarah Israel kuno adalah sebuah fakta. Meskipun di kemudian

hari praktek ini telah “ditransformasikan” ke dalam berbagai praktek-praktek yang lain

dan “disublimasikan” ke dalam berbagai jenis narasi yang berbeda. Penulis Kristen mula-

mula bahkan telah mengadopsi gagasan ini dengan baik dan digunakan untuk memahami

Yesus.56

Dalam tradisi negara-negara Timur Dekat Kuno, pengorbanan anak adalah

sebuah pengorbanan yang paling berharga bagi para dewa. Ini terbukti dengan penemuan

arkaelog di beberapa kuburan Fenesia yang berisi tulang anak-anak yang sudah dibakar.57

Para dewa memerintahkan manusia untuk mempersembahkan tidak saja hanya binatang,

tumbuhan bahkan anak manusia. Menurut Karen Amstrong, dalam pagan manusia

mempersembahkan anak pertamanya (laki-laki) kepada dewa untuk menambah kekuatan

dewa sehingga manusia semakin diberkati, dan doa-doanya dikabulkan. Dalam bukunya

”Sejarah Tuhan,” Karen Amstrong mengatakan:

55

Jon D Levenson lahir- besar dalam Jewish Studi Scholar dan mengikuti sekolah Militer di

Wheeling, Virginia Barat. Dia menerima gelar B.A di bidang bahasa Inggris dari Universits Harvard pda

tahun 1971. Pada tahun 1975 Ia meraih gelar doktornya di departemen Near Easten Languages aand

Civilizations di Universitaas Harvard. Ia mengajar Studi Agama dan Biblika selama enam tahun di

Universitas Wellesley. Antara tahun 1982 dan 1988 ia mengajar di Unversitas Chicago sebagai

Proffessor Alkitab Ibrani di Divinity School dan merangkap sebagai anggota Commite and General

Humanities Studies di Universitas tersebut. Sekarang Levenson menjadi Profesor di bidang study Yahudi.

Dalam pekerjaannya ia banyak mengkaji teks-teks Biblika, Literatur Second Temple Judaism, Madras

Rabbinic,Meieva Commentaries and philosophy Kontemporer. Ia juga banyak menulis tematema teologis

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan literal dan pemahaman teology dari Alkitab Ibrani. Dia juga

tertarik di bidang relasi Kristen-Yahudi mula-mula dan modern serta Teology Yahudi modern. Lihat. Jon

D. Leveson, From The Death and Resurrection of the Beloved Son, dalamJeffrey Carter, Understanding

Religious Sacrifice,…,421 56

Ibid 57

Ibid

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

43

Pengurbanan manusia merupakan hal yang lazim di dunia pagan. Kejam

namun logis dan rasionalis. Sekalipun kaum monoteistik pada dasarnya

menolak mitos tetangga pagan mereka, mitos-mitos itu ternyata masuk

kembali ke dalam keimanan mereka pada masa berikutnya. Festival ibadah

dan ritual yang ada di Israel hampir semua diadopsi dari festival peribadatan

paganisme. Jikalau dalam paganisme, darah binatang memungkinkan

manusia dibenarkan dan didamaikan dengan dewa, tidak akan mungkin

mengalami kematian, dan menerima penebusan dosa, apalagi darah Yesus.58

Praktek pengorbanan manusia di dalam sejarah Israel kuno adalah sesuatu

hal yang tidak bisa disembunyikan. Dalam beberapa teks Alkitab, tersirat gagasan-

gagasan teologis di mana orang Israel masih menghidupi pemahaman bahwa Allah

menginginkan Israel untuk mempersembahkan hidup manusia kepadaNya.59

Secara

explicit dalam Keluaran 22: 29b,“Yang Sulung dari Anakmu laki-laki haruslah kau

persembahkan kepada-Ku”. Kisah Abraham yang mempersembahkan Ishak (Kejadian

22), kisah Yeftha yang bernazar untuk mempersembahkan anak perempuannya dan

Mesha yang mengorbankan anaknya laki-laki setidaknya menjadi bukti atas gagasan

ini.60

Dalam Akitab praktek pengorbanan anak terkesan terdapat di dalam

sumber E.61

Kendati sumber E memberikan keterangan yang terkadang agak kotradiksi,

namun hal ini layak untuk diperhatikan. Dalam masyarakat Palestina pengorbanan anak

laki-laki dan perempuan yang mengerikan dan menjijikkkan itu memang dilakukan.

Kendati pengorbanan anak merupakan upacara kejam dan bertentangan dengan tujuan

pengorbanan di dalam kultus nenek moyang orang Israel, tetapi kisah Abraham yang

58

Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, (Bandung: Mizan, 2009), 46 59

ibid 60

Dengan mengutip argument Vaux dan Mosca, Levenso mengatakan bahwa anak yang

lahir pertama itu adalah persembahan yang paling berharga. Jon D Levenson, From The Death,…, 431 61

Robert B. Coote, Demi Membela Revolusi,…, 149-152

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

44

mengorbankan anaknya Ishak (meski pada akhirnya Allah menggantinya dengan seekor

binatang pengganti) dan Yerobeam yang berada dalam tekanan sosial rela

mempersembahkan anaknya yang sulung sebagai kurban bakaran di atas tembok pagar

tembok pertahanan Yehuda, sehingga musuh yang mengepung (Raja Moab dan pasukan

tentaranya) menjadi gusar dan meninggalkan tempat itu. Dua kisah ini tidak bisa

diabaikan dan dilupakan begitu saja.

Kisah Raja Manasye yang mengorbankan anaknya yang pertama kepada

dewa Molokh (2 Raja-Raja 21), kendati sangat dikecam keras oleh para nabi, tetapi

sesungguhnya Raja Manasye melakukananya bukan tanpa alasan yang kuat. Merry

Kristina Rungkat dalam analisanya mengatakan:

Ritual pengorbanan yang dilakukan oleh raja Manasye adalah sebuah

tindakan untuk perdamaian. Sesungguhnya anak yang dikurbankan Manasye

ke dalam api bagi dewa Molokh merupakan anak perdamaian. Kurban yang

diberikan kepada Molokh akan mendatangkan kesuburan bagi tanah,

tumbuhan, hewan, (tidak akan ada kelaparan) bahkan dalam

perkembangbiakan penduduk. Kesuburan dari berbagai segi kehidupan

tersebut menghadirkan kedamaian di tengah-tengah umat.62

Dari beberapa keterangan di atas, jelas dalam kasus-kasus dan situasi

tertentu, praktek pengorbanan anak telah dilakukan di Israel. Pengorbanan anak tidak

hanya dilakukan di Yerusalem (2 Raj 16:3) tetapi di tempat-tempat suci di desa (Yeremia

57:1-10, 2Raj 17:16-17; 23:10 Yeremia7:30-32 dan Mikha 6:6). Bahkan di Palestina

sebuah tugu sering didirikan untuk menghormati anak yang dikurbankan itu.63

Anak

yang dikurbankan biasanya anak sulung, tetapi tidak selalu.64

62

Merry Kristina Rungkat dan John Titaley,Pengorbanan Anak Dalam II Raja-raja 21:6

Menurut Prespektif Teori Pengorbanan dalam Jurnal WASKITA, 82 63

Robert B. Coote, Demi Membela Revolusi,…, 152 64

Di Kartago, pembunuhan anak di dalam upacara tertentu, dilakukan digunakan untuk

mengendalikan populasi karena pembunuhan anak hampir berfungsi secara universal dan lebih disukai

daripada aborsi. Lihat Jon D Levenson, The Death,…,dalam Jeffrey, Understanding,…, 425

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

45

Dugaan atas pengorbanan anak di Israel sebagai bagian bagian dari praktek

kultus Yahwe bukan tapa alasan yang kuat. Hal ini didasari pada pemahaman bahwa

Allah adalah sumber kehidupan menuntut kehidupan sebagai imbalannya. Apa yang

diberikan manusia kepada Allah di dalam pengorbanan pada akhirnya akan

dikembalikan, dihidupkan kembali dan bahkan sesuatu yang lebih besar akan terjadi.65

“Generasi” berikutnya akan menerima/menuai pahala setelah melakukan pengurbanan

yang besar itu. Manusia memberi kurban untuk menciptakan ikatan yang kuat dengan

Allah. Oleh karena itu, mereka yang berpartisipasi dalam ritual, misalnya paskah

tahunan atau penyunatan akan memperoleh/memiliki relasi yang khusus dengan yang

ilahi.Perayaan Paskah tahunan yang dirayakan oleh orang Kristen sesungguhnya adalah

salah satu upaya untuk menghidupkan kembali peristiwa di Mesir di mana seluruh anak-

anak sulung orang Israel diselamatkan dan oleh karena itulah dalam sejarah Israel

mengorbankan sesuatu “yang sulung” menjadi perintah untuk penebusan.66

Pertanyaan adalah bagaimana memahami sikap seorang Ayah mau

mempersembahkan putra pertama kesayangannya kepada Allah? Jawaban Levenson

menunjukkan pada sebuah “theological ideal”. Semua yang lahir pertama (binatang,

buah, ataupun manusia) berasal dari Allah. Allah memiliki pernyataan yang kuat bahwa

setiap yang lahir pertama, dapat dan mungkin dengan sebuah alasan yang tidak diketahui

oleh manusia, mau tidak mau apa yang sudah diberi Allah harus dikembalikan. Untuk

semua yang telah diciptakan oleh Allah, keinginan Allah dalam kasus-kasus tertentu atau

dalam waktu-waktu tertentu, ini harus dipenuhi. Ini adalah sebuah yang ideal, salah satu

hukum, tetapi bukan kode yang mengikat, sebuah penerapan implementasi yang diikuti.67

65

Jon D Levenson, From The Death,…, dalam Jeffry Carter, Understanding,…, 423 66

Ibid 67

Jon D Levenson, From the Death,…, dalam Jeffry Carter, Understanding,…, 424

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

46

Mempersembahkan seekor binatang pengganti, (misalnya seekor domba)

tidak dapat menggantikan seorang anak yang dipersembahkan oleh ayahnya. Levenson

mengatakan, “however that this animal substitute is not strictly speaking a replacement

for the child. … the animal substitutes is in fact worthless. Substituting an animal for a

child was clearly not obligated, it was allowed, with the knowledge that God’s claim to

the child remained”( bagaimanapun juga binatang pengganti tidak dapat menggantikan

seorang anak. … “binatang pengganti pada kenyataannya tidak berharga. Mengorbankan

seekor binatang untuk mengganti pengorbanan anak jelas sangat tidak

diwajibkan/keharusan, ini hanya diizinkan, dengan pemahaman bahwa tuntutan Allah

terhadap anak senantiasa harus dikenang/diingat).68

Penentangan yang dilakukan oleh para nabi terhadap prakte pengurbanan

anka (child sacrifice) kelihatannya disebabkan oleh pengetahuan para nabi yang semakin

berkembang. Para nabi kemudian memahami Allah dengan pengetahuan yang

berkembang dan memperhatikan aspek kemanusian (humanity aspecs) kurban (anak)

yang dipersembahkan. Sebagaimana Melvin Jay Glatt katakan dalam tulisan Moshe

Moskowitz, “there is a humanizing grace to the whole strange episode if we permit

ourselves to return to that world of dreams, imagination, and fanciful speculation that

the ancient Rabbis wove in the face of such perplexities… that God of Israelities a God

compassionate and gracious.”69

Itulah sebabnya mengapa kemudian dalam kultus

Yahwe pengurbanan manusia adalah sesuatu hal yang sangat dilarang keras.70

68

Ibid., 422 69

Moshe Moskowitz, Towards A Rehumanization of The Akedah and Other Sacrifices

(Jurnal), (Associate Professor of Hebraic StudiesRutger University, 2001), 290, 70

Hal ini disebabkan karenaKultus Yahwe direkonstruksi/dibangun agar penyembahnya

melakukan dan meyakini bahwa Yahwe adalah Allah yang paling tinggi di antara allah-allah yang lain

disekeliling mereka.Yahwe direkonstruksi sebagai Tuhan yang penuh cinta kasih, pembela umatnya yang

berperang melawan musuh-musuh Israel. Oleh karena itu tidak heran jika dalam kultus Yahwe, disusun

berbagai aturan dan praktek-praktek keagamaan “yang lebih baik” yang bilamana dilakukan oleh para

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

47

3. Piacular Sacrifice

Istilah piacular sacrifice adalah jenis dan makna ritual kurban yang dipakai

oleh Evan-Pitchard71

di masyarakat Nuer-Afrika. Kurban dalam masyarakat Nuer terdiri

dari dua jenis, yakni kurban pribadi dan kolektif. Kurban kolektif bisa dikatakan tidak

terlalu agamis. Kurban ini berkaitan dengan ritual-ritual „pintu gerbang kehidupan”

seperti pemakaman dan perkawinan. Tujuannya adalah mensakralkan peristiwa-peristiwa

sosial dan hubungan-hubungan baru yang muncul dari kehidupan sosial, seperti

pernikahan. Upacara-upacara tersebut bertujuan untuk meresmikan dan mengesahkan

secara keagamaan saja.

Berbeda dengan ritual kolektif, ritual kurban individual jauh lebih kelihatan

religius, misalnya mengorbankan sapi pada waktu-waktu tertentu. Pengorbanan seperti

ini dihormati dalam masyarakat Nuer. Ada empat tahap yang harus dilalui oleh seseorang

saat memberi kurban, yaitu:72

(1) presentation, menyediakan kurban khusus yang hendak

dipersembahkan kepada Tuhan, (2) consecration, pengudusan kurban dengan

mengusapkan debu di punggung kurban, (3) invocation, penyampaian doa kepada Tuhan

dalam pengertian apa maksud dan tujuan diberikannya kurban tersebut dan, (4) killing the

animal, penyembelihan bintang kurban biasanya dengan menusukan tombak, darah akan

mengalir ke tanah dan dipahami bahwa itu sudah diterima oleh Tuhan sementara

pengikutnya akan membawa pada kemakmuran, sementara jika mengabaikannya akan membawa

malapetaka. Lihat Morton Smith, Demi Nama Tuhan, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 16 71

Evan Pitchard dilahirkan pada tahun 1902 sebagai anak kedua dari pasangan pendeta

Inggris, Rev John Evans-Pitchard dan Dorothea. Ia menyelesaikan study di Wincester College, Oxford

Unversity di bidang sejarah. Pada tahun 1923, ia masuk di London School of Economics di bidang

Antropology. Evan-Pitchard menggeluti bidang riset penelitian anthropology dengan daerah penelitian di

Afrika. Hasil penelitin ini, kara-karya besar Pitchard tertuang dalam berbagai buku misalnya Wictcraft,

Oracles, and Magic among the Azande (1937) kemudian pada tahun 1940 berhasil menerbitkan buku The

Nuer: A Description of in Modess of Livelihood and Political Instiutions of a Nilotic people, The Sanusi of

Cyrenaica(sebuah hasil riet ordo Sufi Islam di Libia), Kindship and Mariage among the Nuer dan Nuer

Religion, kedua buku ini berisikan tentang situasi agama dan masyarakat Nuer di Sudan, Afrika. Lihat.

Daniel L, Pals, Seven Teories,…, 281-285 72

Evan Pitchard, The Meaning Sacrifice,…, dalam Jeffrey Carter, Understanding

Religious,…, 190

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

48

dagingnya boleh dimakan. Memakan daging binatang kurban menunjukkan masyarakat

telah terlibat dalam suatu aksi dan solidaritas sosial bersama dengan Tuhan.73

Dalam pemahaman masyarakat Nuer kurban yang diberi oleh pengurban

sesungguhnya adalah pengganti dirinya sendiri. Artinya ketika salah seorang memberi

seekor sapi misalnya, maka sapi tersebut adalah identifikasi dirinya sendiri. Dengan kata

lain yang dikurbankan itu sesungguhnya adalah diri pemberi kurban itu sendiri. Sehingga

dalam upacara persembahan kurban kepada Tuhan, seseorang dianggap “menampilkan

kematiannya” sendiri melalui persembahannya.

Melalui upacara kurban setidaknya ada dua tujuan penting yang hendak

dicapai oleh si pemberi kurban, yakni (1) berkomunikasi atau bertemu dengan Tuhan.

Binatang kurban menjadi mediator yang menghubungkan Allah dan manusia. Dalam

pertemuan itu manusia meminta berkat dan menyampaikan permohonan-permohonan

yang lain yang mendatangkan kesejahteraan bagi dirinya. Dan (2) untuk mencegah

penyakit (prophylactic ) dan melindung dari segala kemalangan/bahaya (apotropaic).74

Kemalangan dan penyakit yang dialami oleh masyarakat Nuer berasal dari roh-roh/ilah-

ilah lain yang senantisa menggoda manusia. Roh/ilah itu memiliki kekuatan untuk

menjauhkan manusia dari Tuhan dan selanjutnya mendatangkan kemalangan/penyakit.

Oleh karena itu, melalui kurban orang berharap akan terlindungi dari berbagai

kemalangan dan penyakit, sekaligus mengusir roh /ilah jahat tersebut.

4. Ritual Kurban Di Israel

Ritual kurban adalah ritual utama dalam kultus Yahwe di Israel. Kultus

Yahwe adalah sebuah kultus yang direkonstruksi oleh nabi dan raja-raja di Israel

(terutama Daud). Secara sosiologis-politik ritual kurban dalam kultus Yahwe di Israel

73

Ibid.,191 74

Ibid., 192-193

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

49

mempunyai beberapa tujuan. Pertama, untuk membangun kekuatan kerajaan Daud.75

Kedua, untuk mempertegas identitas bangsa Israel ditengah-tengah peradaban bangsa

dan ilah-ilah lain yang ada disekitar merekakhususnya bangsa Mesir/Kanaan.76

Ketiga,

mentransformasi dan mensublimasi ritual –ritual paganisme yang sangat kuat

mempengaruhi orang-orang Israel.77

Menurut Luis Berkhof, ada lima teori pengurbanan dalam memahami ibadah

kurban di Israel, yaitu:78

1. The gift theory melihat kurban sebagai hadiah-hadiah atau pemberian kepada dewa

untuk memelihara hubungan yang baik dan mendapat perlindungan.

2. The sacramental-communion theory. Latar belakang teori ini adalah pemujaan

terhadap totem. Warga komunitas ibadah bertemu pada waktu untuk menyembelih

binatang totem untuk dimakan bersama sebagai tanda persekutuan mereka dengan ilahi

sekaligus menerima khasiat ilahi dari totem itu.

3. The homage-theory.Kurban sejatinya adalah ungkapan penghormatan dan

ketergantungan. Manusia mendekatkan diri kepada TUHAN bukan karena perasaan

bersalah melainkan karena merasa bergantung pada dan menunjukkan hormat kepada

TUHAN.

4. The simbol-theory. Di sini kurban dipahami sebagai simbol pemulihan relasi dengan

TUHAN yang terganggu. Kehadiran darah binatang kurban yang merupakan simbol

kehidupan adalah untuk memulihkan kembali relasi itu.

75

William W Hallo, The Origins of the Sacrificial Cult….. dalam Patric De Miller JR,

(edited), Ancient Israelite Religoin, (Philadelpia: Fortress Press, 1987), 6-7 76

Morthon Smith (terj), Demi Nama Tuhan, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 16-70 77

Lih. Karen Amstrong, Sejarah Tuhan,…, 46 danArnold Toynbee, Sejarah Umat

Manusia,…, 452 78

Luis Berkhof, Sistematic Theology, (London: The Banner Of Truth Trust, 1949), 362-363

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

50

5. The piacular theory.Ritus kurban dipahami sebagai sebuah akta penebusan. Binatang

kurban yang disembelih berperan sebagai penebusan yang menggantikan atau menutupi

dosa dari pemberi kurban. Pemaknaan ini mengakomodir semua praktek kurban, baik

yang ditemukan dalam ibadah Israel maupun ibadah di berbagai agama manusia.

Ada berbagai macam jenis dan hukum ritual pengurbanan dalam kultus

Yahwe di Israel.79

Segala sesuatu yang dimakan dan diminum oleh manusia untuk

pemenuhan dirinya sendiri bisa dijadikan bahan untuk pengurbanan, baik persembahan

berdarah maupun tidak berdarah. Manusia mencari persekutuan dengan Tuhan lewat

persembahan-persembahannya. Israel memberi kurban dan membuat berbagai aturan

tentang ritus pengurbanan semata-mata untuk dapat bersekutu dengan Allah.

Persembahan biasanya mewakili orang yang mempersembahkan, dan dalam persembahan

(kurban) kebebasan dan penyerahan kepada Tuhan diungkapkan. Dengan menerima

persembahan, Tuhan memasuki hubungan yang erat dengan orang yang memberi

persembahan.

Musa selama memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir telah menetapkan

berbagai aturan tata pemberian korban kepada Allah. Hal utama dan terpenting dalam

kurban persembahan adalah kurban harus sempurna, tidak bercacat, jantan dan yang

sulung.80

Kurban harus dipersembahkan oleh seorang imam yang sudah memenuhi

syarat,81

darah binatang kurban disembelih dihadapan Allah dan manusia. Darahnya

diperuntukan untuk Allah sedangkan daging, kulit dan kotorannya harus dibakar habis dan

orang yang membakarnya harus pulang untuk mencuci pakainnya sampai bersih (Immat

16:27-8). Jika syarat-syarat tersebut sudah dilaksanakan, maka kurban itu dinyatakan

79

Untuk lebih jelas bisa dilihat di Kitab Imamat 1:1-7:38 80

Gordon J Wenham, The Book of Leviticus, (Michigan: Grand Rapids, 1985), 55 81

Dalam Ibrani 5:1. Syarat menjadi Imam adalah:1). seorang di antara saudaranya, 2). Dia

diurapi oleh Allah, 3). Ia mengatasnamai saudara-saudarnya dalam urusan dengan Allah, dan4).

Mempersembahkan kurban syukur dan pengampunan dosa

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

51

layak. Semua atribut dan ritus kurban di PL adalah mengandung makna penebusan

ataupun pendamaian. Oleh karena itu seluruh sistem pengorbanan yang telah ditentukan

dalam ritus kurban di Israel diberikan kepada manusia sebagai salah satu cara untuk

mendekatkan diri mereka kepada Allah.

Walaupun bangsa Israel tidak dapat mengambil hati Allah hanya dengan

pemberian mereka ataupun kurban persembahan yang mereka beri. Akan tetapi kurban-

kurban yang diberikan manusia kepada Tuhan bertujuan untuk mendekatkan diri mereka

kepada Allah. Manusia tidak dapat bertemu secara langsung kepada Allah, karena

manusia adalah orang berdosa. Allah adalah Kudus, dan manusia tidak dapat memberi

persembahan yang cukup untuk membersihkan dosa-dosanya. Tidak ada seorangpun yang

wajahnya kotor dapat bertemu dengan Tuhan. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana

manusia yang penuh dengan dosa dapat mendekati Allah?

Jawabannya adalah manusia harus memberi korban. Ketika manusia

datang ke hadirat Allah, dia harus mempersembahkan sebuah kehidupan kepada Allah. Ini

penting untuk memahami apa yang dipersembahkan bukan sesuatu yang sudah mati,

tetapi dengan kehidupan yakni darah. Hal ini sesuai dengan apa yang diyakini orang

Israel, sebagaimana dalam Kitab Imamat bahwa darah adalah kudus, karena kehidupan itu

kudus maka darah sejajar dengan dengan kehidupan. Tetapi karena manusia tidak mampu

mempersembahkan hidupnya (dengan darahnya), itulah sebabnya digantikan dengan

mengorbankan kehidupan binatang. Hidup manusia sebagai pendosa sudah hilang, dan

seharusnya dihukum mati. Tetapi Allah mengizinkan manusia untuk membawa sebuah

kehidupan lain (yakni binatang yang terbaik) dan mempersembahkannya saat ia datang

beribadah. Itulah sebanya manusia mempersembahkan kurban kepada Allah sebagai salah

satu cara untuk bertemu dan berdamai dengan Allah.

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

52

Secara religius, tujuan utama dilaksanakannya ritual pengurbanan dalam

tradisi Israel adalah sebagai “atonement” yakni proses rekonsiliasi,

pendamai/mendamaikan manusia manusia yang penuh dosa terhadap Allah yang Maha

Kudus. Oleh karena itu dalam Alkitab ritual persembahan kurban yang paling banyak

dilakukan adalah persembahan kurban penghapusan dosa. Sehingga penumpangan tangan

dari si pendosa ke atas binatang yang akan disembelih (Imamat 1:4;16;21-22) jelas

menunjukan pemindahan dosa dari pelaku kepada binatang yang dikurbankan.

Ibadah kurban dalam Perjanjian Lama yang digariskan oleh Musa tidak

sekadar bermakna perayaan dan simbol, tetapi juga spiritual. Ritus pengurbanan berdarah

itu berkarakter nubuatan dan merupakan Injil yang dikemas dalam HukumTaurat.

Menurut Berkhof, “ritus-ritus itu didesain untuk membayang-bayangkan vicarious

suffering Yesus Kristus dan kematiannya sebagai penebus dosa manusia.”82

Hal yang

sama juga dikatakan oleh Rayland, “hampir seluruh terma kunci sistem pengorbanan

dalam Perjanjian Lama digunakan untuk mendeskripsikan kehidupan, kematian dan

kebangkitan Tuhan Yesus sebagai kurban di dalam Perjanjian Baru.83

Sehingga untuk

memahami makna pengorbanan Kristus kita perlu memahami sistim ritual pengurbanan

di dalam Perjanjian Lama.

5. Kurban Kambing Hitam

Rene Girard,84

dalam tulisannya From Violence and the sacred,

mengatakan,“Violence is the heart and the secret soul of the sacred, the violence

82

Luis Berkhof, Sistematic Theology dikutip oleh, Ebenhaizer Nuban Timo, Allah menahan

Diri, tetapi Pantang berdiam Diri, (Jakarta: BPK-GM, 2015), 298 83

Father Ray Rayland, Blood on the Altar dalam Jurnal The Catholic Answer Bulan

Juli/Agustus 2009 84

Rene Girard adalah seorang teoritisi dan kritikus literal kebudayaan. Lahir di Avignon,

Prancis . Dia belajar tentang sejarah abad-abad Pertengahan di Universitas Ecole de Charters di Paris. Pada

tahun 1947 ia masuk di Universitas Indiana di USA dan meraih gelar doctor pada tahun 1950. Tulisan dan

penelitian-penelitian Girard fokus pada literatur perbandingan yang mendalam untuk memahami agama

dan kebudayaan. Lihat Jeffrey Carter, Understanding,…, 239

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

53

associated with ritual killing is the key to the origin of sacred.”85

Untuk memahami

pernyataan ini, Girard menjelaskan bahwa komunitas/masyarakat itu biasanya sangat

rawan dengan krisis dan konflik. Hal ini disebabkan oleh rivalitas “mimetic desire”

(keinginan untuk selalu meniru) yang ada di dalam diri manusia yang sewaktu-waktu

bisa menyulut balas dendam dan kekerasan. Manusia itu saling bersaing dalam

menghasratkan sesuatu. Model yang ditiru sekaligus menjadi rival terbakar oleh amarah

yang membutakan rivalitas dan pada akhirnya meletus dalam kekerasan. Rivalitas itulah

yang memotivasi manusia untuk bertindak, sehingga kekerasan dengan multi

wajahseringkali terjadi. Kekerasan nampaknya sebagai sesuatu yang pantas ditiru,

sebagai tanda hidup yang berhasil. Akal budi dan kehendak baik tidak dapat menjamin

kehidupan bersama, sehingga yang terjadi semua melawan semua (all against all).

Hidup damai hanya bisa terlaksana jika agresi timbal balik ini secara tiba-tiba bersatu dan

bersama-sama meluap pada satu musuh saja (all against one).

Masyarakat akan menjadi harmonis jika ada satu objek yang menjadi

kambing hitam, dikurbankan dan dibunuh sebagai luapan kekerasan seluruh kelompok.

Terbunuhnya kambing hitam akan meredakan kekerasan yang ada. Pembunuhan terhadap

kambing hitam menjadi sesuatu yang sakral karena telah menciptakan sebuah tatanan

sosial yang harmonis. Kambing hitam adalah sesuatu yang kelihatannya terkutuk tetapi

sekaligus menyelamatkan, menakutkan tetapi juga menarik-mempesona, melahirkan

yang tabu sekaligus juga menciptakan tatanan sosial yang baru.

Menurut Rene Girard dalam upacara kurban sebenarnya yang terjadi adalah

pengosongan kekerasan kolektif atau “mekanisme kambing hitam” (scapegoating).86

Ritus kurban dengan memakai mekanisme kambing hitam berfungsi untuk

85

Ibid.,239-241 86

J.B Banawiratma, SJ, Kristologi dan Allah Tritunggal, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 49

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI A. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10539/3/T2_752014026_BA… · ... Hindu dan kepercayaan asli ... Agama sebagai sistem kebudayaan artinya

54

menundukkan kekerasan yang ada di dalam masyarakat dan menjaga supaya kekerasan

itu tidak liar. Kambing hitam berfungsi untuk mengalihkan kekerasaan dan kekacauan

yang ada di dalam masyarakat agar tidak menghancurkan dan mengacaukan tatanan

masyarakat. Akan tetapi kurban itu hanya akan berfungsi mengalihkan kekerasan jikalau

melaluinya diadakan penipuan atau disembunyikan di balik alasan religius-teologis..

Kalau tidak kurban tidak bisa efektif dan kekerasan akan merajalela.87

Jadi tindakan

kekerasan itu disembunyikan dalam rangka bakti suci.

Setelah kekerasan itu teralihkan pada kambing hitam, maka terjadilah hidup

damai sehingga masyarakat harmonis kembali dari kekacauan itu. Agresi timbal balik

intern diluapkan keluar untuk menghindari kehancuran hidup bersama. Kekerasan yang

dilakukan terhadap kambing hitam disebut kekerasan yang suci. Meski kekerasan itu

buruk (bad violence), akan tetapi bad violence ini akan berubah menjadi good violence

(kekerasan yang baik) bilamana kekacauan telah berhenti dan keadaan menjadi aman

karena kambing hitam telah dikorbankan.

Ketika mekanisme kurban kambing hitam telah bekerja, dan komunitas

terselamatkan, maka komunitas tersebut akan menyadari dan memahami bahwa kurban

tersebut adalah penyelamat. Melalui bad violence dan good violence, kurban menjadi

sebuah yang misteri, memiliki kekuatan yang dahsyat, secara potensial berbahaya akan

tetapi murah hati (potentially dangerous but generous), transendent tetapi menjadi dekat,

singkat kata menjadi kudus. Girard menyimpulkan bahwa kurban(kambing hitam) bagi

masyarakat adalah makhluk ilahi yang memiliki kekuatan untuk disembah, bagaikan

leluhur yang terus melindungi, memberi, memberkati, dan juga menghukum.88

87

Sindhunata, Kambing Hitam Teori Rene Girard, (Jakarta: Gramedia, 2006), 112 88

Rene Girard, From Violence and Sacred,…, dalam Jeffry Carter, Understanding,…, 240