56
13 BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Joao Carlos Romacho dan Maria Ceu Cortez “ Timing and Selectivity in Portuguese Mutual Fund Performance (2005) Penelitian ini menjelaskan kemampuan market timing dan selectivity pada reksa dana di Portugal. Sampel reksa dana terdiri dari return bulanan 21 reksa dana terbuka Portugal selama periode 6 tahun yaitu Januari 1996 hingga Desember 2001. Hanya reksa dana yang memiliki tujuan investasi lokal, eropa dan internasional yang dipilih dalam penelitian ini. Analisis menggunakan model Henriksson–Merton (HM) Hasil penelitian menunjukan secara rata-rata reksa dana mampu melampaui tingkat risk free rate, tetapi tidak dapat melampaui pasar. Hasil pengolahan menggunakan model Jensen, menunjukkan pada keseluruhan periode reksa dana memiliki kinerja yang buruk, dimana untuk ketiga kriteria reksa dana rata-rata memiliki nilai α p yang negatif, dengan 4 signifikan pada tingkat 5% dan 2 pada tingkat 1%. Sehingga menunjukkan manajer reksa dana tidak memiliki kemampuan selectivity. Perhitungan juga menunjukkan tingkat risiko sistematis (β p ) yang tinggi dan signifikan, hal ini menunjukkan proporsi investasi yang tinggi pada saham. Hasil lainnya menunjukkan reksa 13

Bab II Skripsi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skripsi

Citation preview

Page 1: Bab II Skripsi

13

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Joao Carlos Romacho dan Maria Ceu Cortez “ Timing and Selectivity

in Portuguese Mutual Fund Performance (2005)

Penelitian ini menjelaskan kemampuan market timing dan selectivity pada

reksa dana di Portugal. Sampel reksa dana terdiri dari return bulanan 21 reksa

dana terbuka Portugal selama periode 6 tahun yaitu Januari 1996 hingga

Desember 2001. Hanya reksa dana yang memiliki tujuan investasi lokal, eropa

dan internasional yang dipilih dalam penelitian ini. Analisis menggunakan model

Henriksson–Merton (HM)

Hasil penelitian menunjukan secara rata-rata reksa dana mampu

melampaui tingkat risk free rate, tetapi tidak dapat melampaui pasar. Hasil

pengolahan menggunakan model Jensen, menunjukkan pada keseluruhan periode

reksa dana memiliki kinerja yang buruk, dimana untuk ketiga kriteria reksa dana

rata-rata memiliki nilai αp yang negatif, dengan 4 signifikan pada tingkat 5% dan

2 pada tingkat 1%. Sehingga menunjukkan manajer reksa dana tidak memiliki

kemampuan selectivity. Perhitungan juga menunjukkan tingkat risiko sistematis

(βp) yang tinggi dan signifikan, hal ini menunjukkan proporsi investasi yang tinggi

pada saham. Hasil lainnya menunjukkan reksa dana cenderung meningkatkan

ekspos mereka pada pasar pada periode 2, dimana pada reksa dana internasional

memiliki rata-rata beta lebih dari satu. Hasil kinerja keseluruhan menunjukkan

bahwa manajer merubah tingkat risiko dari satu sub periode pada sub periode

berikutnya, yang kemungkinan menunjukkan manajer terlibat dalam strategi

timing. Sayangnya peningkatan risiko sistematis tampaknya hanya sedikit

berpengaruh pada peningkatan kemampuan selectivity

Selain itu, pada keseluruhan periode untuk kemampuan selectivity

menunjukkan kurang dari setengah yang memiliki αp yang positif, dan hanya 1

yang signifikan pada tingkat 5%. Sebaliknya sebagian besar menunjukkan αp yang

negatif. Hanya reksa dana nasional yang menunjukkan kemampuan selectivity

yang positif (2,3% per tahun), dimana reksa dana internasional menunjukkan nilai

13

Page 2: Bab II Skripsi

14

σp yang negatif (-6,4% per tahun). Hal ini dikarenakan manajer reksa dana

domestik memiliki keunggulan informasi ketika investasi pada saham lokal,

sehingga mereka memiliki kemampuan selectivity yang lebih baik

Hasil timing menunjukkan lebih banyak nilai yang negatif dibandingkan

positif. Timing negatif lebih banyak terjadi pada reksa dana nasional yang

menunjukkan keunggulan manajer dalam berinvestasi pada saham lokal hanya

direfleksikan dari kemampuan mereka memilih saham lokal dibandingkan untuk

menilai waktu pasar. Karenanya manajer lokal yang berinvestasi pada pasar asing

memiliki kemampuan market timing lebih baik. Adanya korelasi negatif yang kuat

(-0,64) antara selectivity dan market timing yang menunjukkan manajer yang

memiliki kemampuan memilih saham biasanya tidak sukses dalam menilai waktu

pasar. Dan semakin global suatu reksa dana maka korelasi keduanya menjadi

semakin negatif. Pada kedua sub periode menunjukkan pergeseran strategi

investasi melalui peningkatan tingkat risiko sistematis dan spesialisasi yang lebih

tinggi pada salah satu keahlian. Sehingga tidak terbukti adanya kemampuan

timing dan selectivity pada kedua sub periode maupun keseluruhan periode dan

manajer reksa dana tidak berhasil baik dalam timing maupun selectivity.

Dari uraian diatas dapat ditarik inti penelitiannya diantaranya hasil kinerja

melalui pengukuran tradisional dengan penyesuaian risiko menunjukkan secara

keseluruhan adanya hasil yang netral ataupun negatif pada kinerja manajer reksa

dana. Kemudian dengan menggunakan model Henriksson dan Merton (1981)

menunjukkan indikasi ketidakberhasilan manajer dalam hal selectivity dan timing

pada uji parametrik dan menunjukkan korelasi negatif antara kedua komponen

tersebut. Semakin internasional suatu reksa dana maka kemampuan selectivity

manajer cenderung semakin rendah. Sementara itu kemampuan market timing-nya

semakin tinggi.

2.1.2 Penelitian Empiris Lain

Studi yang mengukur market timing reksa dana pertama kali dilakukan

oleh Treynor dan Mazuy (Treynor, 1966) dengan melakukan studi terhadap reksa

dana dari berbagai jenis yang efektif antara tahun 1953 sampai dengan tahun

1962. Treynor dan Mazuy mendefinisikan market timing sebagai kemampuan

manajer reksa dana untuk mengubah komposisi portfolionya dengan memegang

Universitas Indonesia

Page 3: Bab II Skripsi

15

proporsi market portfolio yang lebih besar pada saat imbal hasil pasar lebih tinggi,

yang berkaitan dengan kemampuan memprediksi perubahan yang terjadi di pasar.

Studi penelitian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana sensitivitas

reksa dana tersebut terhadap fluktuasi pasar. Treynor dan Mazuy ingin

mengetahui apakah seorang manajer investasi (reksa dana) mampu menangkap

perubahan yang terjadi pada pasar.

Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa hanya 1 dari 57 reksa dana

yang ditelitinya memiliki market timing ability. Hal ini menunjukkan bahwa

manajer reksa dana tersebut dapat meningkatkan informasi masa lalu tentang

reksa dana untuk memperbesar return secara terus-menerus yang relatif terhadap

pasar. Model yang dipakai adalah quadrat regression Treynor-Mazuy.

Studi berikutnya mengenai market timing ability dikemukakan oleh

Henriksson dan Merton (1984) melalui sebuah model alternatif. Dalam model ini

manajer reksa dana diasumsikan menerima sinyal ganda, dimana dapat

mengambil dua nilai yang berbeda tergantung dari imbal hasil pasar yang

sebenarnya. Berdasarkan dua sinyal yang berbeda ini, manajer reksa dana memilih

satu dari dua nilai β portfolio dan perluasan dari CAPM standar. Model tersebut

memberikan keunggulan informasional dengan tidak ada biaya put option pada

portfolio pasar. Model ini juga merupakan model yang banyak diadaptasi oleh

peneliti-peneliti industri reksa dana dalam pengukuran kemampuan timing dan

stock selection.

Dari hasil studi Henriksson dan Merton ditemukan hanya 3 dari 116 reksa

dana yang memperlihatkan kemampuan timing yang secara positif signifikan. Tiga

reksa dana tersebut, keseluruhannya memiliki nilai koefisien α yang negatif ( dua

diantaranya bahkan signifikan negatif) yang memperlihatkan inferior stock

picking skills.

Ferson & Schadt (1996) memodifikasi beberapa metode pengukuran

kinerja tradisional dengan menambahkan variabel kondisional berupa informasi

publik sehingga model tersebut biasa disebut dengan kondisional model. Ferson &

Schadt memodifikasi model Jensen, Treynor-Mazuy, dan Henriksson-Merton

dengan menambahkan βj(Zt) sebagai variabel kondisional yang mengontrol bias

pada model tradisional. Dengan menggunakan data 67 reksa dana di AS selama

Universitas Indonesia

Page 4: Bab II Skripsi

16

periode 1968-1990, Ferson & Schadt dengan menggunakan model kondisional

Jensen menemukan bahwa kinerja rata-rata reksa dana menjadi netral mendekati

nol. Dan dengan menggunakan kondisional Treynor-Mazuy ditemukan hanya 27

reksa dana yang memiliki koefisien market timing negatif, dan dengan

menggunakan kondisional Henriksson – Merton model ditemukan hanya 25 reksa

dana yang memiliki koefisien market timing negatif

Bollen dan Busse (2001) melakukan studi mengenai market timing ability

reksa dana dengan basis data harian berdasarkan Treynor-Mazuy model dan

Henriksson-Merton model. Bollen & Busse menggunakan data dari 230 reksa

dana saham di AS dan menemukan ternyata dengan menggunakan data tingkat

hasil harian jumlah nilai koefisien yang signifikan meningkat dibanding dengan

menggunakan data bulanan. Dan untuk menguji apakah hasil tersebut bias,

dibentuklah reksa dana sintesis /tiruan yang mencerminkan karateristik dari reksa

dana sesungguhnya namun tidak memiliki market timing ability. Dengan

menggunakan Treynor–Mazuy model dan data bulanan , reksa dana secara

signifikan memperlihatkan memiiki market timing ability 11,9% lebih dari reksa

dana tiruan yang dibentuk. Sedangkan dengan menggunakan data harian, ternyata

34,2 % reksa dana memiliki kemampuan market timing ability. Dengan

menggunakan Henriksson-Merton model diperoleh hasil yang secara kualitatif

sama, namun Bollen & Busse tidak mempertimbangkan variabel makro dalam

penelitian mereka.

Sementara Christensen (2002), mencoba mengevaluasi kinerja reksa dana

di Denmark dengan menggunakan beberapa model alternatif. Untuk mengukur

market timing ability digunakan model tradisional Treynor-Mazuy dan

Henriksson- Merton. Berdasarkan model Treynor-Mazuy ditemukan hanya 7

reksa dana yang memiliki market timing ability dan secara rata-rata keseluruhan

reksa dana memliki nilai alpha yang tidak signifikan dan mendekati nol, yang

berarti reksa dana memiliki selection ability yang netral . Sementara dengan

model Henriksson-Merton ditemukan hanya 5 reksa dana yang memiliki market

timing ability. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa reksa dana

di Denmark tidak memiliki market timing ability .

Universitas Indonesia

Page 5: Bab II Skripsi

17

2.1.3 Penelitian di Indonesia

Purwanto (1997) mengukur kemampuan market timing data mingguan

pada periode Januari-Agustus 1997 memakai single factor model Henriksson

Merton. Dari hasil regresi kuadrat terkecil, Purwanto menemukan dari 11 reksa

dana, 6 diantaranya memiliki timing ability yang baik dan hanya 1 yang

menunjukkan stock selection ability yang signifikan. Namun penelitiannya hanya

menggunakan jumlah observasi yang relatif sedikit yaitu 34 (jauh dari cukup) dan

tidak memperhitungkan faktor ekonomi makro

Bimo Haryo Pamungkas (Fisip, 2004),Bimo meneliti tentang analisis

kinerja, market timing ability dan selectivity reksa dana saham di Indonesia.

Tujuan dari penelitiannya diantaranya untuk mengetahui bagaimana kinerja reksa

dana saham di Indonesia jika digunakan metode pengukuran single index model

dan Fama-French 3 factor model, untuk mengetahui apakah reksa dana saham di

Indonesia memiliki market timing ability dan untuk mengetahui apakah reksa

dana saham di Indonesia memiliki selection ability. Bimo melakukan penelitian

ini pada periode 2000 sampai dengan 2003. Sampel yang diambil pada penelitian

ini sebanyak 18 reksa dana yang terdiri dari reksa dana saham yang aktif dan

terdaftar selama periode penelitian serta reksa dana campuran yang memiliki

target minimum 70% dari portfolionya terdiri dari saham yang aktif dan terdaftar

selama periode penelitian. Dengan menggunakan model 3 factor Treynor-Mazuy.

Hasil dari penelitian ini adalah secara individual hanya 2 reksa dana yang terbukti

memiliki market timing ability, sedangkan 10 reksa dana memiliki koefisien

market timing yang positif namun tidak signifikan secara statistik, dan sisanya

sebanyak 6 reksa dana memiliki koefisien market timing yang negatif. Secara

keseluruhan umumnya reksa dana saham di Indonesia tidak terbukti memiliki

market timing ability, hal ini ditunjukkan dengan tidak signifikannya nilai

koefisien market timing yang diperoleh melalui regresi keseluruhan. Selain itu,

secara keseluruhan reksa dana saham di Indonesia tidak terbukti memiliki

selection ability, hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien selection ability yang

negatif. Hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan di Negara-negara yang pasar modalnya sudah maju.

Universitas Indonesia

Page 6: Bab II Skripsi

18

Budiman Leonardo (tesis 2005), penelitian ini berusaha mengukur kinerja

reksa dana saham pada kemampuan manajer investasi untuk melakukan pemilihan

sekuritas (stock selection) dan market timing serta melihat apakah ada hubungan

negatif antara nilai kapitalisasi pasar reksa dana dengan excess return reksa dana.

Penelitian ini meneliti reksa dana saham dengan masa efektif operasinya sudah

mencapai lima tahun pada periode 2000 hingga periode 2004. Penelitian ini

mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Henriksson dan Merton yang

dilakukan dengan menganalisis kinerja market timing terhadap 14 reksa dana

sampel. Data excess return dari data NAB reksa dana sampel yang diambil adalah

data bulanan.

Berdasarkan hasil analisis regresi yang dilakukan terhadap keseluruhan

reksa dana sampel didapatkan bahwa dari ke empat belas reksa dana sampel hanya

satu reksa dana yang secara statistik dapat dinilai yaitu Big Nusantara (signifikan

pada α=5%) . kemampuan market timing big nusantara sebesar -0,272742 yang

berarti bahwa kemampuan market timingnya mengurangi tingkat pengembalian

reksa dana sebesar 27.2742%.

Sedangkan pada analisis pemilihan sekuritas, didapatkan bahwa taksiran

konstanta α untuk keseluruhan reksa dana sampel hanya empat reksa dana.

Beberapa hal yang menyebabkan kemampuan market timing dan pemilihan

sekuritas mengurangi tingkat pengembalian investasi reksa dana yaitu terbatasnya

infrastruktur untuk melakukan pembobotan portfolio secara singkat, kondisi pasar

modal Indonesia yang belum efisien sehingga harga saham sering dipengaruhi

oleh isu sosial politik, kemampuan analisis dalam meramalkan tingkat

pengembalian pasar buruk atau tidak akurat dan menyebabkan tingkat

pengembalian investasi reksa dana lebih kecil dari tingkat pengembalian pasar.

Rahman Untung (2007) dalam penellitiannya yang berjudul “berburu

manajer investasi yang menghasilkan Alfa Positif : evaluasi Monthly return reksa

dana saham tahun 2004-2006”. Penelitian ini meneliti kemampuan market timing

dan selectivity pada reksa dana di Indonesia. Sampel reksa dana terdiri dari return

bulanan 17 reksa dana saham di Indonesia selama periode 3 tahun yaitu Desember

2003 hingga Desember 2006.Model yang digunakan adalah Treynor-Mazuy

Universitas Indonesia

Page 7: Bab II Skripsi

19

Hasil penelitian menunjukkan manajer investasi reksa dana tidak memiliki

alpha positif gagal ditolak dengan tingkat keyakinan 99%. Dengan demikian tidak

ada alasan untuk percaya manajer investasi reksa dana saham di Indonesia

memiliki kemampuan pemilihan saham yang superior. Manajer investasi reksa

dana tidak memiliki chi positif gagal ditolak dengan tingkat keyakinan 99%.

Dengan demikian tidak ada alasan untuk percaya manajer investasi reksa dana

saham di Indonesia memiliki kemampuan antisipasi waktu yang superior. Hasil

penelitian memperlihatkan bahwa beta rata-rata reksa dana saham kurang dari 1,

11 reksa dana dengan alpha positif, namun hanya 1 yang signifikan. Dan ada 10

reksa dana dengan chi positif dan tidak ada yang signifikan

Inti dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa manajer investasi reksa dana saham

di Indonesia secara rata-rata tidak memiliki kemampuan selectivity dan market

timing yang superior

Tabel III Penelitian-Penelitian Sebelumnya mengenai Market Timing dan Stock Selection

di Luar Negeri

No Peneliti Hasil Penelitian

1

2

3

Jack L. Treynor dan

Kay K Mazuy (1966)

Roy D. Henriksson dan

Robert C. Merton

(1984)

Ferson & Schadt

(1996)

1 dari 57 reksa dana yang ditelitinya memiliki

market timing ability. Hampir semua manajer

investasi tidak memiliki market timing ability

3 dari 116 reksa dana yang memperlihatkan

kemampuan timing yang secara positif signifikan.

Tiga reksa dana tersebut, keseluruhannya memiliki

nilai koefisien α yang negatif (dua diantaranya

bahkan signifikan negatif) yang memperlihatkan

inferior stock picking skills. Pengujian penelitian

tersebut konsisten dengan standar CAPM security

market model dengan faktor risiko sistematik β

Dengan menggunakan data 67 reksa dana di AS

selama periode 1968-1990, Ferson & Schadt

menggunakan model kondisional Jensen

menemukan bahwa kinerja rata-rata reksa dana

menjadi netral mendekati nol. Dan dengan

Universitas Indonesia

Page 8: Bab II Skripsi

20

4

5

6

Bollen dan Busse

(2001)

Christensen (2002)

Joao Carlos Romacho

dan Maria Ceu Cortez

menggunakan kondisional Treynor-Mazuy

ditemukan hanya 27 reksa dana yang memiliki

koefisien market timing negatif, dan dengan

menggunakan kondisional Henriksson – Merton

model ditemukan hanya 25 reksa dana yang

memiliki koefisien market timing negative

Dengan basis data harian berdasarkan TM model

dan HM model. Menggunakan data dari 230 reksa

dana saham di AS dan menemukan ternyata

dengan menggunakan data tingkat hasil harian

jumlah nilai koefisien yang signifikan meningkat

dibanding dengan menggunakan data bulanan

Dengan Model TM, secara rata-rata keseluruhan

reksa dana memliki nilai alpha yang tidak

signifikan dan mendekati nol, yang berarti reksa

dana memiliki selection ability yang netral. Dapat

disimpulkan bahwa reksa dana di Denmark tidak

memiliki market timing ability

Semakin internasional suatu reksa dana maka

kemampuan selectivity manajer cenderung

semakin rendah. Sementara itu kemampuan

market timing-nya semakin tinggi

Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2009

Tabel IVPenelitian-Penelitian Sebelumnya mengenai Market Timing dan Stock Selection

di Indonesia

No Peneliti Sampel Penelitian Hasil Penelitian1 Purwanto

(1997)

11 reksa dana periode

Januari-Agustus 1997

dengan

menggunakana data

Dari 11 reksa dana, 6 memiliki

timing ability yang baik dan hanya

1 yang menunjukkan stock

selection ability yang signifikan.

Universitas Indonesia

Page 9: Bab II Skripsi

21

2

3

4

Bimo Haryo

Pamungkas

(2004)

Budiman

Leonardo

(2005)

Rahman

Untung

(2007)

harian.

18 reksa dana yang

terdiri dari reksa dana

saham dan reksa dana

campuran yang

memiliki target

minimum 70% dari

portfolionya terdiri

dari saham pada

periode 2000-2003

14 reksa dana saham

periode 2000-2004

17 reksa dana saham

di Indonesia selama

periode 3 tahun yaitu

Desember 2003

hingga Desember

2006

Namun penelitiannya hanya

menggunakan jumlah observasi

yang relative dan tidak

memperhitungkan faktor ekonomi

makro

Secara keseluruhan umumnya

reksa dana saham di Indonesia

tidak terbukti memiliki market

timing ability dan stock selection

ability

Kemampuan market timing dan

pemilihan sekuritasnya mengurangi

tingkat pengembalian investasi

saham.

Manajer investasi reksa dana

saham di Indonesia secara rata-rata

tidak memiliki kemampuan

selectivity dan market timing yang

superior

Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2009

2.2 Konstruksi Model Teoritis

2.2.1 Pasar Modal

Pasar modal (Tandelilin, 2001: 18) merupakan pasar yang memperjual

belikan dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang berjangka waktu lebih dari

Universitas Indonesia

Page 10: Bab II Skripsi

22

satu tahun dalam bentuk surat berharga di efek, dana yang terkumpul dari hasil

jual beli tersebut akan digunakan oleh perusahaan yang menjual langsung surat

berharga di pasar modal guna mengembangkan usaha perusahaan tersebut.

Menurut UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan bahwa bursa

efek adalah pihak yang menyelenggarakan sistem dan atau sarana untuk

penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan

efek diantara mereka. Bursa efek ini lebih dikenal dengan nama stock exchange.

Berdasarkan tahapan penjualan, pasar mdal dapat dibagi menjadi dua

(Tendelilin,2001:18), yaitu :

1. Pasar perdana (primary market). Pengertian pasar perdana menurut

keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

No.859/KMK01/1987 tentang emisi efek melalui bursa yaitu

penawaran efek oleh emiten kepada pemodal selama masa tertentu

sebelum efek tersebut dicatatkan di bursa, biasanya dalam jangka

waktu sekurang-kurang nya enam hari kerja. Pada pasar perdana

penjamin emisi dibantu agen penjual akan menyebarkan prospektus,

melayani pemesanan saham, penjatahan saham dan pengembalian uang

pemesanan apabila pemesan tidak mendapatkan jatah saham.

2. Pasar sekunder (secondary market). Pengertian pasar sekunder

(Tendelilin,2001:19), adalah pasar efek yang telah ada di masyarakat

yang diperjual-belikan diantara anggota masyarakat itu sendiri melalui

efek atau sekuritas, pasar ini dibagi menjadi atas dua, yaitu :

Bursa efek, adalah tempat dimana diperdagangkan saham dan

obligasi perusahaan yang telah dilepas sebagian saham atau

obligasi melalui pasar modal. Melalui bursa efek ini, efek-efek

mudah dicairkan pada suatu saat karena bila pemegang efek itu

merasa efek tersebut tidak lagi menguntungkan maka dia dapat

menjual efek tersebut.

Pasar bursa parallel, adalah suatu cara perdagangan efek dengan

tidak terdata di bursa saham, yang dilakukan oleh broker atau

dealer. Efek tersebut dapat berupa saham, obligasi dan sekuritas,

Universitas Indonesia

Page 11: Bab II Skripsi

23

dimana persyaratan bursa saham ini lebih ringan daripada bursa

saham yang ada.

2.2.3 Hipotesis Pasar Efisien

Dalam bidang teori investasi, secara formal pasar modal yang efisien

didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan

semua informasi yang relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada

harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut. Dengan demikian akan sulit

atau bahkan hampir tidak mungkin bagi para investor untuk memperoleh tingkat

keuntungan diatas normal secara konsisten dengan melakukan transaksi

perdagangan di bursa efek. Efisiensi dalam pengertian ini sering juga disebut

efisiensi informasional (Husnan,2001)

Dalam pasar yang efisien, harga-harga sekuritas mengikuti pola random

walk dimana harga-harga mempunyai pola acak yang tidak menentu. Kalau

perubahan harga saham memang mengikuti pola random walk, maka perubahan

harga di masa lalu tidak bisa digunakan untuk memperkirakan harga di masa yang

akan datang

Pasar modal menjadi efisien karena persaingan antar para analis investasi

akan membuat pasar sekuritas setiap saat menunjukkan harga yang sebenarnya.

Foster (1986) menjelaskan bahwa jumlah analis keuangan yang banyak dan

persaingan antara mereka akan membuat harga sekuritas menjadi wajar dan

mencerminkan semua informasi yang relevan. Yang dimaksud dengan harga

wajar adalah harga keseimbangan yang mencerminkan semua informasi yang

tersedia bagi para investor pada suatu titik waktu tertentu. Sedangkan yang

dimaksud dengan informasi yang relevan diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yang

pertama adalah informasi dalam bentuk perubahan harga dimasa lalu. Kedua,

informasi yang tersedia untuk publik (public information). Dan yang ketiga adalah

informasi yang tersedia untuk publik maupun tidak (public and private

information)

Apabila harga-harga selalu mencerminkan semua informasi yang relevan

maka harga-harga tersebut baru berubah apabila informasi baru muncul. Karena

apa yang disebut dengan informasi baru tidak dapat diperkirakan sebelumnya,

maka dengan demikian perubahan harga tidaklah bisa diperkirakan sebelumnya.

Universitas Indonesia

Page 12: Bab II Skripsi

24

Dengan kata lain, apabila harga saham mencerminkan semua informasi yang tidak

bisa diperkirakan, maka perubahan harga saham hanyalah mencerminkan

informasi yang tidak bisa diperkirakan. Dengan demikian maka rangkaian

perubahan tersebut tentunya berpola acak (random)

Tiga bentuk atau tingkatan untuk menyatakan pasar modal yang efiseien,

yaitu (reilly & Brown, 2003) :

1. Bentuk efisiensi lemah ( weak form efficiency )

Pada dasarnya efisien bentuk lemah harga-harga telah mecerminkan semua

informasi yang ada pada catatan harga di masa lalu. Dalam keadaan ini,

investor tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan diatas normal

(abnormal return) dengan menggunakan trading rules yang didasarkan

pada informasi harga di masa lalu. Dengan demikian maka analisa teknikal

tidak dapat digunakan. Penelitian tentang random walk menunjukan

bahwa sebagian besar pasar modal paling tidak berada pada bentuk ini.

2. Bentuk efisien semi kuat (semi strong form)

Pada pasar dengan bentuk semi kuat, harga-harga bukan hanya

mencerminkan harga-harga di masa lalu melainkan semua informasi yang

dipublikasikan. Dalam pasar ini investor tidak bisa memperoleh tingkat

keuntungan diatas normal dengan memanfaatkan public information,

dengan demikian maka analisa fundamental tidak berlaku dan tidak dapat

digunakan.

3. Bentuk efisien kuat (strong form efficiency)

Pada pasar efisiensi kuat, harga tidak hanya mencerminkan semua

informasi yang dipublikasikan, tetapi juga informasi yang bisa diperoleh

dari fundamental tentang perusahaan dan perekonomian. Dalam keadaan

semacam ini pasar modal akan seperti rumah lelang yang ideal, dimana

harga selalu wajar tidak ada investor yang mampu memperoleh perkiraan

yang lebih baik tentang harga saham. Dengan demikian seluruh analisa

dan proses manajemen investasi yang dilakukan oleh analis investasi akan

sia-sia.

Universitas Indonesia

Page 13: Bab II Skripsi

25

2.2.4 Portfolio

Teori portofolio pertama kali dikemukakan oleh Harry Markowitz pada

tahun 1950an yang mengatakan pada prisipnya portofolio terdiri dari pengukuran

risiko dan return, alokasi dana antara investasi yang berisiko (risky) maupun yang

tidak berisiko (risk free) dan penetapan portofolio yang optimal. Investor yang

menginvestasikan dananya baik di pasar modal, di pasar uang atau keduanya

biasanya tidak memilih satu efek saja, dengan pertimbangan apabila melakukan

kombinasi efek (surat berharga) yang pergerakan harganya tidak bersamaan maka

investor tersebut dapat mengoptimalkan tingkat pengembalian return serta

sekaligus dapat memperkecil risiko melalui diversifikasi. Sehingga pengertian

portofolio investasi adalah kombinasi berbagai surat berharga yang dimaksudkan

untuk mengurangi risiko investasi. Hasil yang diharapkan diterjemahkan dalam

tingkat pengembalian yang diharapkan atau expected return. Portofolio keuangan

dapat diartikan sebagai investasi dalam berbagai instrumen keuangan yang dapat

diperdagangkan di Bursa Efek dan Pasar Uang dengan tujuan menyebarkan

sumber perolehan return dan kemungkinan risiko (Samsul, 2006)

Pembentukan portofolio yang dilakukan dengan dasar untuk

mendiversifikasikan efek memperlihatkan bahwa dengan semakin banyak efek

yang dikumpulkan, maka risiko kerugian efek yang satu dapat diimbangi oleh

keuntungan yang didapat dari efek yang lain. Diversifikasi tidak selalu

memberikan jaminan bahwa dengan meminimalkan risiko dan dengan didapat

pengembalian yang maksimum. Hal ini dikarenakan adanya dua jenis risiko

investasi yaitu risiko sitematis yang merupakan risiko pasar yang bersifat umum

dan berlaku bagi semua efek dalam pasar modal, sehingga risiko ini tidak dapat

dihindari oleh semua investor walaupun sudah dilakukan diversifikasi, serta risiko

tidak sistematis yang merupakan risiko yang terkait dengan efek-efek tertentu saja

sehingga dengan proses diversifikasi dapat diminimalisasi bahkan dihindari.

Proses untuk membagi dana ke dalam dua portfolio yang terdiri dari

kelompok asset yang berbeda (yaitu portfolio yang terdiri dari saham dan

portfolio yang terdiri dari obligasi) disebut alokasi asset. Dalam tahap ini ditaksir

tingkat keuntungan dan standar deviasi untuk portfolio yang optimal, baik

portfolio yang yang terdiri dari saham maupun yang terdiri dari obligasi, dan

Universitas Indonesia

Page 14: Bab II Skripsi

26

koefisisen korelasi antar portfolio tersebut. Dengan demikian dapat ditentukan

berbagai portfolio yang terdiri dari kombinasi kedua portfolio. Dengan

memperhatikan preferensi risiko investor, dipilihlah portfolio yang terdiri

kombinasi portfolio saham dan portfolio obligasi.

Proses alokasi asset tidak hanya terbatas pada pemilihan kombinasi antara

efek saham dan obligasi. Manajer investasi juga dapat mengalokasikan dana

investasi dan membaginya untuk diinvestasikan masing-masing ke dalam

deposito, saham, obligasi, SBI dan instrumen lainnya. Proses alokasi asset ini

dianggap sebagai komponen terpenting dalam proses investasi, karena

berdasarkan studi yang telah dilakukan, kontribusi proses alokasi asset terhadap

total kinerja investasi yang akan didapat mencapai lebih dari 70%. Berdasarkan

studi yang dilakukan Brinson, Singer & Beebower (1991) dengan menggunakan

data tahun 1977 sampai 1987, proses alokasi asset menyumbangkan 91,5% bagi

kinerja investasi, sedangkan sisanya ditentukan oleh pemilihan sekuritas

(selectivity), market timing dan faktor lainnya. Sementara menurut Ibbotson &

Kaplan (2000), proses alokasi asset pada reksa dana menyumbangkan 90% pada

variasi kinerja reksa dana dengan kebijakan portfolio khusus sepanjang periode

waktu tertentu, dan variasi kinerja di antara reksa dana sekitar 40% ditentukan

oleh kebijakan alokasi asset.

2.2.5 Strategi Investasi

Strategi dalam manajemen portfolio dapat dikelompokkan menjadi dua

strategi yaitu :

1. Strategi Investasi Aktif

Strategi aktif berusaha untuk mendapatkan reward to variability

ratio yang lebih baik daripada portfolio indeks pasar, dengan

menambahkan sekuritas yang masih undervalued. Strategi aktif

mengasumsikan bahwa investor memiliki beberapa keuntungan seperti

analisis dan informasi yang unggul dari investor lainnya sehingga dapat

menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih baik. Karena dalam

strategi aktif diperlukan aktivitas yang lebih banyak daripada strategi pasif,

maka biaya manajemen aktif lebih lebih tinggi. Biaya ini antara lain untuk

melakukan analisis terhadap paramater ekonomi, biaya transaksi atas

Universitas Indonesia

Page 15: Bab II Skripsi

27

transaksi jual atau beli sekuritas yang lebih sering dilakukan dan pajak atas

capital gain. Perbedaan yang mendasar dari strategi aktif dan strategi pasif

adalah strategi aktif berusaha untuk melakukan antisipasi terhadap

perubahan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian

investasi sehingga didapatkan tingkat pengembalian investasi yang

optimal, sedangkan strategi pasif tidak melakukan antisipasi apapun.

2. Strategi Investasi Pasif

Strategi investasi pasif melibatkan penentuan porsi investasi dan

aset dalam portfolio dan mempertahankan porsi investasi dan aset tersebut.

Oleh karena itu strategi ini biasanya mengandalkan diversifikasi untuk

meyamakan kinerja indeks pasar (indexing) dan dalam strategi pasif

diasumsikan pasar efisien sehingga harga sekuritas diperdagangkan pada

harga pasar wajar dengan tersedianya informasi dengan baik sehingga

tidak masuk akal untuk melakukan kegiatan jual dan beli sekuritas berkali-

kali karena akan meningkatkan biaya transaksi tanpa meningkatnya

performa yang diharapkan. Dengan kata lain strategi pasif tidak berusaha

mengalahkan performa pasar dengan tidak melakukan kegiatan jual beli

sekuritas berkali-kali sehingga sering dicirikan dengan strategi beli dan

tahan (buy and hold strategy). Pada dasarnya strategi ini berusaha

meminimalkan biaya transaksi dan waktu yang digunakan untuk

mengelola portfolio karena tingkat pengembalian investasi dari strategi

aktif akan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan.

Menurut Bodie, Kane dan Marcus (2005 :113), ada dua alasan

mengapa investor lebih memiliki strategi pasif daripada strategi aktif,

antara lain karena biaya investasi yag lebih murah daripada strategi aktif

karena MI tidak mengeluarkan biaya riset yang besar serta aktivitas

perdagangan sekuritas yang kecil sehingga management fee MI menjadi

lebih kecil dan fee yang dibayarkan oleh MI kepada perusahaan investasi

yang mengeluarkan indeks pasar yang akan digunakan MI sebagai

pedoman untuk menyususn portfolio reksa dana relatif lebih kecil. Selain

itu MI dan investor dapat mengikuti model portfolio dari suatu indeks

tertentu.

Universitas Indonesia

Page 16: Bab II Skripsi

28

Pemilihan strategi aktif atau strategi pasif dalam manajeman portofolio

dipengaruhi oleh pandangan manajer investasi terhadap seefisien apa pasar. Jika

pasar adalah pasar yang efisien, maka strategi aktif tidak akan dapat menghasilkan

tingkat pengembalian yang lebih besar daripada tingkat pegembaian pasar karena

penyimpangan harga sekuritas akan bereaksi terhadap informasi baru terhadap

sekuritas tersebut sehingga penyimpangan harga sekuritas akan sulit diidentifikasi

dan tidak dapat memberikan tingkat pengembalian investasi yang abnormal.

Dalam keadaan pasar yang efisien maka lebih baik menerapkan strategi strategi

pasif. Jika pasar adalah pasar yang tidak efisien atau mendekati efisien, maka

strategi aktif akan lebih tepat digunakan karena penyimpangan harga sekuritas

dapat diidentifikasi dengan mencari harga sekuritas yang masih undervalued atau

yang overvalued untuk mendapatkan tingkat hasil pengembalian yang lebih baik

dari pasar.

2.2.5 Strategi Aktif Market Timing

Menurut Jones (2002 : 301), MI yang menggunakan strategi aktif market

timing berusaha menghasilkan excess return dengan merubah-rubah komposisi

dari suatu portfolio aset. Perubahan komposisi dari suatu portfolio aset dilakukan

antara risky free assets di pasar uang dengan risky assets di pasar modal, atau aset

berpendapatan tetap (obligasi) atau antara aset ekuitas didalam suatu kumpulan

risky assets, atau antara ekuitas sektor tertentu dengan ekuitas sektor lainnya

didalam satu kumpulan aset ekuitas yang merupakan bagian dari risky assets.

Perubahan prosentase ini tentunya akan merubah beta portfolio dan harapan

tingkat pengembalian investasi.

Keadaan pasar modal juga mempengaruhi beta portfolio, pada saat pasar

modal diperkirakan bullish maka strategi market timing ini akan mengubah

portfolionya sehingga beta menjadi lebih besar dan sebaliknya bila pasar modal

diperkirakan bearish, maka beta portfolio akan diubah menjadi lebih kecil.

Keputusan MI dalam merubah portfolio biasanya dilakukan dengan mengubah

komposisi antara risk free assets dan risky assets, atau antara aset berpendapatan

tetap dan aset ekuitas. Sedangkan perubahan komposisi dalam aset ekuitas

merupakan keputusan dalam memperbaiki kualitas risky assets, bukan untuk

tujuan market timing.

Universitas Indonesia

Page 17: Bab II Skripsi

29

Tingkat keberhasilan menerapkan strategi market timing ditentukan oleh

keberhasilan memprediksi tingkat pengembalian investasi di pasar uang dan pasar

modal (Henriksson, et.al, 1981:516). Oleh karena itu untuk mengukur

kemampuan market timing, diperlukan proporsi prediksi yang benar mengenai

bull market dimana tingkat pengembalian investasi pada portfolio indeks pasar di

pasar modal lebih kecil daripada tingkat suku bunga bebas risiko di pasar uang.

2.2.5 Strategi Aktif Pemilihan Sekuritas

Menurut Bodie,Kane and Marcus (2005 : 990), strategi aktif pemilihan

sekuritas dengan model Treynor-Black bertujuan mengoptimalkan mean-variance

dari portfolio risky assets, sehingga didapat Capital Allocation Line (CAL) lebih

baik dari Capital Market Line (CML). Dari sekuritas-sekuritas yang ada di pasar

dipilih sekuritas yang misspriced (undervalued) yang diharapkan akan

memberikan abnormal return atau extra expected return. Akan tetapi tidak semua

sekuritas tersebut dapat dipilih dan disusun dalam satu portfolio tersendiri, karena

pertimbangan biaya analisis yang harus dilakukannya dan prinsip diversifikasi.

Oleh karena itu hasil dari pemilihan sekuritas tersebut akan digabungkan dengan

portfolio indeks pasar untuk membentuk suatu portfolio risky assets yang lebih

baik.

Dalam model Treynor-Black mengasumsikan bahwa pasar modal

mendekati efisien. Prinsip – prinsip dasarnya adalah sebagai berikut :

Analisis sekuritas hanya dapat dilakukan pada sebagian kecil sekuritas saja

sedangkan sekuritas lainnya yang tidak dianalisis diasumsikan berharga

wajar.

Untuk mendapatkan diversifikasi yang efisien, maka digunakan portfolio

indeks pasar sebagai portfolio dasar. Portfolio indeks pasar ini

diperlakukan sebagai portfolio pasif.

Perkiraan tingkat harapan pengembalian investasi dan varian dari portfolio

pasif (indeks pasar) telah tersedia.

Tujuan dari analisis sekuritas adalah untuk membentuk satu portfolio aktif

dari sejumlah kecil sekuritas. Sekuritas yang pilih tersebut adalah sekuritas

yang mispriced

Universitas Indonesia

Page 18: Bab II Skripsi

30

Analisis mengikuti beberapa langkah untuk melakukan analisis sekuritas,

yaitu :

- Mengestimasi beta dan residual risk dari setiap sekuritas yang akan

dianalisis. Sedangkan tingkat pengembalian investasi dari setiap

sekuritas dihitung dari beta dan perkiraan makro, serta excess market

return

- Dengan derajat mispricing tertentu untuk setiap sekuritas, expected

return dan expected abnormal return (alpha) dapat ditentukan.

- Biaya dari diversifikasi yang tidak penuh berasal dari nonsystematic

risk dari sekuritas yang mispriced, yaitu variance dari residual

sekuritas. σ2 (e), yang mengimbangi (offset) keuntungan (alpha) dari

spesialisasi dalam sebuah sekuritas yang underpriced.

- Dengan menggunakan nilai perkiraan alpha, beta, residual risk dari

setiap sekuritas yang dianalisis, maka bobot optimal dari setiap

sekuritas dalam portfolio aktif dapat ditemukan

Perkiraan makro ekonomi untuk portfolio pasif dan perkiraan makro dan

mikro untuk portfolio aktif digunakan untuk menentukan portfolio risky

assets yang optimal, yang merupakan gabungan dari portfolio aktif dan

portfolio pasif.

2.2.6 Analisis Sekuritas dan Pembentukan Portofolio

Pada penelitiannya, Swinkles (2003) mengemukakan bahwa terdapat lima

komponen yang relevan mempengaruhi expected return dari kinerja portfolio

reksa dana, yaitu :

1. Fund’s long run average market exposure

2. Fund’s reaction on current macro economic sitation

3. Fund’s market exposure in the recent past

4. Selection

5. Market timing

Dengan demikian penilaian kinerja reksa dana dari segi kemampuan

manajer investasi yang mengelola portfolio dapat dinilai dari kemampuan

selection yang merupakan microforecasting dan market timing yang merupakan

kemampuan manajer investasi dalam melakukan macroforecasting

Universitas Indonesia

Page 19: Bab II Skripsi

31

1. Pemilihan Sekuritas (selectivity)

Secara teoritis dalam membentuk portfolio yang sesuai dengan preferensi

risiko investor, manajer investasi perlu melakukan analisis terhadap sekuritas

individual, memperkirakan tingkat keuntungannya, standar deviasi tingkat

keuntungan, dan koefisien korelasi antarsaham dalam sebuah portfolio. Kemudian

dicari proporsi masing-masing sekuritas untuk portfolio yang risikonya sesuai

dengan preferensi risiko investor. Dengan kata lain, investor yang memiliki risk

aversion sangat tinggi akan dipilihkan portfolio yang mempunyai risiko lebih

rendah, dan sebaliknya.

Cara semacam ini akan sangat sulit dilakukan jika manajer investasi

dihadapkan pada jumlah saham yang cukup banyak untuk dianalisis. Untuk

menghindari kesulitan tersebut dapat digunakan konsep beta (risiko sistematik)

dalam pembentukan portfolio. Beta (β) dapat digunakan sebagai ukuran risiko

(sebagaimana dijelaskan dalam CAPM), dan saham-saham yang memiliki beta

rendah diartikan memiliki risiko yang rendah. Dengan demikian maka portfolio

yang terdiri dari saham-saham dengan beta rendah akan mempunyai beta

portfolio yang lebih rendah dari portfolio yang terdiri dari saham – saham dengan

beta tinggi. Hubungan beta saham individual dengan risiko (σ) portfolio dapat

dijelaskan dengan model penyederhanaan analasis portfolio yang disebut market

model (model pasar). Model pasar dapat diringkas sebagai berikut :

Ri = αi+βiRm+ei untuk setiap saham i=1,…,N

E(ei) = 0 untuk setiap saham i=1,…,N

Dimana :

Rm = tingkat keuntungan indeks pasar

βi = beta, yang mengukur sensitivitas Ri terhadap Rm

Untuk sekuritas, penggunaan model index tunggal menghasilkan tingkat

keuntungan yang diharapkan, standar deviasi tingkat keuntungan dan covariance

antar saham sebagai berikut :

1. Tingkat keuntungan yang diharapkan

E(Ri) = αi + βi E(Rm)

2. Variance tingkat keuntungan

σi2 = βi

2σm2 + σei

2

Universitas Indonesia

Page 20: Bab II Skripsi

32

3. Covariance tingkat keuntungan sekuritas I dan j

σij = βiβj σm2

Model pasar akan mengurangi jumlah variabel yang perlu ditaksir, karena

untuk portfolio model pasar mempunyai karateristik model pasar sebagai berikut :

Beta portfolio (βp) merupakan rata-rata tertimbang dari beta saham-saham yang

membentuk portfolio tersebut. Dan alpha portfolio (αp) merupakan rata-rata

tertimbang dari alpha saham-saham yang membentuk portfolio. Dengan demikian

model pasar untuk suatu portfolio dapat dirumuskan menjadi,

E(Rp)= αp + βpE(Rm)

Untuk variance portfolio αp2 , rumusnya dapat dinyatakan

σp2= βp

2σm2 + (1/N)[∑ (1/N) (σei

2)]

Karena term kedua dari persamaan tersebut menunjukkan unsystematic

risk maka ini berarti sumbangan unsystematic risk terhadap risiko portfolio

menjadi semakin kecil apabila kita memperbesar jumah saham yang ada dalam

portfolio. Apabila kita memiliki N yang sangat besar sekali, maka term tersebut

akan menjadi sangat kecil dan mendekati nol. Term yang pertama disebut sebagai

systematic risk. Penjumlahan kedua term disebut risiko total portfolio (σp2). Risiko

yang tidak bisa dihilangkan jika kita membentuk portfolio yang terdiri dari

sekuritas yang semakin banyak merupakan risiko yang berkaitan dengan βp

Risiko sekuritas individual adalah βi2σm

2 + σei2. Karena pengaruh σei

2 pada

risiko portfolio bisa dikurangi kalau portfolio terdiri dari semakin banyak saham

maka σei2 sering juga disebut diversifiable risk. Tetapi pengaruh βi

2σi2 pada risiko

portfolio tidak bisa dikurangi dengan menambah sekuritas dalam portfolio.

Karena itu βi merupakan nondiversifikasi risk. Karena diversifiable risk bisa

dihilangkan dengan memperbesar jumlah sekuritas dalam portfolio, maka σp akan

tergantung pada βi. Sebagai akibatnya risiko portfolio akan tergantung sebagian

besar pada beta sekuritas-sekuritas yang membentuknya.

2. Market Timing

Salah satu keahlian dari manajer investasi yaitu market timing dan

keahlian ini perlu dideteksi. Market timing memberikan arti bahwa manajer

investasi memiliki kemampuan untuk meramalkan pasar dalam situasi naik atau

turun atau ketika Rm > Rf atau Rm < Rf. Rm menyatakan tingkat pengembalian

Universitas Indonesia

Page 21: Bab II Skripsi

33

pasar (return market) dan Rf menyatakan tingkat pengembalian asset yang bebas

risiko. Beberapa pihak menyebutkan bahwa market timing adalah kemampuan

manajer investasi dalam rangka mengelola portfolio, yaitu membeli saham dengan

beta diatas satu pada saat pasar akan naik dan menjualnya dengan mengganti

membeli saham dengan beta dibawah satu ketika pasar akan turun (manurung,

2003).

Treynor dan Mazuy mendefinisikan market timing sebagai kemampuan

manajer reksa dana untuk mengubah komposisi porfolionya dengan memegang

proporsi market portfolio yang lebih besar pada saat return pasar lebih tinggi,

yang berkaitan dengan kemampuan memprediksi perubahan yang terjadi di pasar.

Maka manajer investasi akan menyesuaikan β portfolio berdasarkan kinerja

portfolio pasar. Sementara menurut Roy Sembel, market timing adalah proses

menentukan waktu terbaik untuk masuk (time to buy) dan keluar pasar (time to

sell).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Robert Merton terhadap ketiga

jenis proses strategi investasi, yaitu strategi investasi dengan investasi hanya pada

asset bebas risiko, strategi investasi buy and hold pada bursa saham, dan strategi

dengan melakukan market timing, dimana dengan menentukan waktu yang tepat

kapan untuk masuk ke pasar dan kapan untuk keluar dari pasar secara aktif.

Hasilnya menunjukkan bahwa stategi market timing mampu menghasilkan tingkat

hasil investasi sekitar 1.500.000 kali dari hasil investasi yang diperoleh melalui

strategi investasi pada asset bebas risiko selama 52 tahun.

2.2.7 Reksa Dana

2.2.7.1 Definisi Reksa Dana

Reksa Dana menurut UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 Pasal 1 ayat 27

yaitu: ”Suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat

pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer

investasi dimana kekayaan bersama milik pemodal akan disimpan oleh bank

kustodian.”

Universitas Indonesia

Page 22: Bab II Skripsi

34

2.2.7.2 Bentuk & Jenis Reksa Dana

Dilihat dari sifatnya, Aidil Akbar (2007: 120) membedakan reksa dana

menjadi:

Reksa Dana Tertutup (close-ended mutual fund), Reksadana tertutup

berbentuk perseroan terbatas (PT) dimana penawaran publik dilakukan sekali

saja. Sebelum penawaran publik dilakukan perusahaan harus dinilai oleh

perusahan underwriter. Adapun jumlah unit yang ditawarkan tetap dan dijual

melalui bursa, seperti perusahaan terbuka (go public). Harga penawaran

berada dibawah Nilai Aktiva Bersih (NAB) atau ditawarkan dengan sistem

diskonto (discounted).

Reksa Dana Terbuka (open-ended mutual fund), Reksadana terbuka tidak

berbentuk PT, melainkan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) antara perusahaan

pengelola dana atau dikenal dengan istilah “manajer Investasi” dengan Bank

Kustodian (tempat penitipan surat berharga dan dana). Reksadana jenis ini

dijual langsung oleh perusahaan manajer Investasi kepada investor berupa

unit penyertaan. Apabila ingin menarik dananya, investor dapat menjual

kembali unit penyertaannya kepada manajer investasi. Manajer investasi

wajib membeli kembali unit penyertaan tersebut pada harga sesuai dengan

Nilai Aktiva Bersih (NAB) saat dijual dan memberikan uang hasil penjualan

kepada investor sesuai dengan investasinya. Berbeda dari reksadana tertutup,

reksadana KIK akan menawarkan unit penyertaannya secara terus-menerus

sampai jumlah unit penyertaan yang ditawarkan habis. Pada saat unit yang

ditawarkan habis atau mendekati habis, perusahaan manajer investasi dapat

mengajukan permintaan kenaikan jumlah unit yang ditawarkan kepada

Bapepam.

Setiap Reksa dana meiliki kebijakan tersendiri dalam berinvestasi. Dalam

praktek, jarang sekali ada Reksa Dana yang menanamkan seluruh dananya,

misalnya di saham saja. Biasanya sebagian di saham, sebagian lagi di instrumen

investasi lain. Umumnya pemilahan menggunakan batasan minimum 80%.

Batasan inilah yang digunakan BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) dalam

mengklasifikasikan Reksa Dana. Artinya, kalau ada Reksa Dana mempunyai

target investasi 80% di saham, sisanya di obligasi atau pasar uang, maka Reksa

Universitas Indonesia

Page 23: Bab II Skripsi

35

Dana ini dikelompokkan pada Reksa Dana Saham, dan seterusnya. Selanjutnya,

Reksa Dana dibedakan jenisnya berdasarkan konsentrasi portofolionya, yaitu

sebagai berikut

- Reksa Dana Pasar Uang (Market Money Fund), yaitu jenis reksa dana yang

hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo

kurang dari satu tahun

- Reksa Dana Pendapatan tetap (Fixed Income Fund), yaitu reksa dana yang

melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam

bentuk efek yang bersifat utang (obligasi). Sisanya dalam bentuk efek

utang lainnya.

- Reksa Dana Saham (Equity Fund), yaitu reksa dana yang melakukan

investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek

bersifat ekuitas atau saham.

- Reksa Dana Campuran (Balance Fund), yaitu reksa dana yang melakukan

investasi dalam bentuk efek bersifat ekuitas (saham) dan efek bersifat

utang (obligasi), dengan komposisi portofolio investasi yang bervariasi

baik dalam bentuk efek utang, saham maupun pasar uang.

- Reksa Dana Terproteksi (Capital Protected Fund), yaitu jenis reksadana

yang memberikan proteksi atas investasi awal investor melalui mekanisme

pengelolaan portofolionya.

- Reksa Dana Dengan Penjaminan (Guaranteed Fund), yaitu jenis reksadana

yang memberikan jaminan bahwa investor sekurang-kurangnya akan

menerima sebesar nilai investasi awal pada saat jatuh tempo sepanjang

persyaratannya dipenuhi

- Reksadana Indeks (Index Fund), yaitu jenis reksadana yang portofolio

efeknya terdiri atas efek yang menjadi bagian dari sekumpulan efek dari

suatu indeks yang menjadi acuannya.

- Reksadana KIK yang diperdagangkan di Bursa (Exchange Traded Fund),

yaitu reksadana berbentuk KIK yang unit penyertaannya diperdagangkan

di Bursa Efek.

- Reksadana KIK Penyertaan Terbatas, yaitu reksa dana berbentuk Kontrak

Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas yang digunakan untuk

Universitas Indonesia

Page 24: Bab II Skripsi

36

menghimpun dana dari pemodal profesional yang selanjutnya

diinvestasikan oleh Manajer Investasi pada portofolio efek.

- Reksadana Syariah, yaitu reksadana sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaanya yang akad

maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah di pasar

modal.

2.2.7.3 Nilai Aktiva Bersih (NAB)

NAB (Nilai Aktiva Bersih) merupakan salah satu tolak ukur dalam

memantau hasil dari suatu Reksa Dana. NAB per saham/unit penyertaan adalah

harga wajar dari portofolio suatu Reksadana setelah dikurangi biaya operasional

kemudian dibagi jumlah saham/unit penyertaan yang telah beredar (dimiliki

investor) pada saat tersebut.

Nilai Aktiva Bersih merupakan ’harga beli’ dan juga sekaligus ’harga jual’

per Unit Penyertaan pada saat pemodal ingin membeli atau menjual Unit

Penyertaan suatu Reksa Dana. NAB per unit dipublikasikan setiap hari bursa, dan

dapat dijadikan indikator kepada pemodal untuk melakukan keputusan beli atau

jual, juga dapat menjadi indikator untung-ruginya investasi kita. Naik turunnya

NAB per unit dipengaruhi oleh nilai pasar dari masing-masing efek yang terdapat

dalam portofolio suatu Reksa Dana.

NAB per unit mencerminkan nilai sesungguhnya suatu Unit Penyertaan

pada suatu hari tertentu setelah menghitung seluruh pengeluaran dan biaya

manajemen. NAB per unit untuk setiap Reksa Dana dihitung setiap hari dengan

menggunakan nilai pasar yang diterbitkan setiap hari. Secara sederhana, NAB per

Unit dikalkulasikan sebagai berikut:

Nilai Aktiva Bersih (NAB) adalah nilai pasar dari Efek-Efek tertentu dan

aset-aset lain dari Reksa Dana yang dikurangi semua kewajibannya yang dihitung

dan diterbitkan pada setiap Hari Bursa.

Universitas Indonesia

Page 25: Bab II Skripsi

37

Kinerja atau prestasi pengelolaan portfolio reksadana tercermin dari nilai

NAB. Kebijakan dan strategi investasi yang dilakukan oleh manajer investasi

yang bersangkutan sangat menentukan baik atau tidaknya kinerja dan prestasi dari

investasi portfolio yang dikelolanya. Oleh karena itu, untuk mengetahui

perkembangan nilai investasi suatu reksadana dapat dinilai dari peningkatan NAB

yang sekaligus merupakan nilai investasi pada investor. NAB reksa dana terbuka

persaham\ dihitung tiap hari dan diumumkan pada publik . sementara NAB reksa

dana tertutup dihitung sekali seminggu. Dalam perhitungan NAB reksa dana, telah

dimasukkan semua biaya serta biaya pengelolaan investasi oleh manajer investasi,

biaya Bank Kustodian, biaya akuntan publik, dan lainnya. Pembebanan biaya

tersebut dalam perhitungannya selalu dikurangkan dari reksa dana tiap hari

sehingga NAB dipublikasikan oleh Bank Kustodian merupakan nilai investasi

yang dimiliki investor.

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat kemampuan market timing

dan stock selection pada reksa dana saham yang dikelola oleh manajer investasi.

Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan model regresi

Henriksson- Merton dan Treynoy-Mazuy.

1. H0 : tidak terdapat kemampuan selectivity pada reksa dana saham yang

dikelola oleh manajer investasi (α = 0)

H1 : terdapat kemampuan selectivity pada reksa dana saham yang

dikelola oleh manajer investasi (α ≠ 0)

2. H0 : tidak terdapat kemampuan market timing pada reksa dana saham

yang dikelola oleh manajer investasi (β2 = 0)

H1 : terdapat kemampuan market timing pada reksa dana saham yang

dikelola oleh manajer investasi (β2 ≠ 0)

2.4 Metode Penelitian

2.4.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif karena penelitian ini dilakukan

melalui proses pemikiran deduktif dimana diawali dengan pola yang umum lalu

mengarah pada pola-pola khusus (Prasetyo dan Jannah, 2005). Proses pemikiran

Universitas Indonesia

Page 26: Bab II Skripsi

38

ini diterapkan dengan mendasarkan penelitian pada teori yang telah ada

sebelumnya yang terkait dengan market timing dan stock selection..

2.4.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan, manfaat,

dimensi waktu, dan teknik pengumpulan data. Berdasarkan tujuan, penelitian ini

tergolong penelitian deskriptif karena dilakukan untuk memberikan gambaran

mengenai market timing dan stock selection pada reksa dana saham di Indonesia.

Penelitian ini berusaha memberikan gambaran mengenai kemampuan manajer

investasi dalam mengelola portfolio reksa dana sahamnya berdasarkan strategi

market timing dan stock selection.

Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni

karena memberikan pengetahuan dan pemahaman yang dapat digeneralisasi untuk

berbagai aspek, khususnya dalam berinvestasi di reksa dana saham. Hal ini

membuat penelitian kali ini dapat dijadikan sumber metode, teori dan gagasan,

yang dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya. Penelitian murni

mencakup penelitian-penelitian yang dilakukan dalam kerangka akademis dan

biasanya dilakukan dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian

cross sectional, karena hanya mengambil satu bagian dari gejala (populasi) pada

satu waktu tertentu. Penelitian ini hanya digunakan dalam waktu yang tertentu,

dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk

diperbandingkan. Data cross sectional digunakan untuk mengamati respon dalam

periode yang sama, sehingga variasi terjadinya adalah antar pengamatan

(Kuncoro, 2003).

2.4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi diartikan sebagai kumpulan elemen-elemen yang mempunyai

karakteristik tertentu yang sama dan mempunyai kesempatan yang sama untuk

dipilih menjadi anggota sampel (Umar, 2004). Banyak pengertian tentang sampel,

tetapi secara umum dapat dijelaskan bahwa sampel merupakan bagian dari suatu

populasi. Populasi penelitian pada penelitian ini adalah reksa dana saham yang

sudah efektif selama periode penelitian. Sampel ini bebas dari survivorship bias,

karena hanya mengikutsertakan reksa dana saham yang tetap ada sampai dengan

Universitas Indonesia

Page 27: Bab II Skripsi

39

akhir periode sampel. Oleh karena itu, reksa dana yang muncul atau keluar pada

suatu titik di antara pertengahan sampai akhir periode sampel tidak turut

diikutsertakan.

Penelitian selectivity dan market timing ini mengambil sampel reksa dana

saham yang bersifat non-syariah, dikarenakan pada manajer investasi reksa dana

non syariah memiliki pilihan saham yang lebih banyak dalam melakukan

selectivity untuk portfolionya dibandingkan dengan dengan reksa dana saham

syariah. Selain itu, jumlah reksa dana saham non syariah yang aktif selama

periode penelitian jauh lebih banyak dibandingkan reksa dana saham syariah

sehingga lebih memungkinkan untuk diambil sebagai sampel dalam penelitian ini.

Periode pengamatan dilakukan 3 tahun yaitu dari Januari 2006 sampai

dengan Desember 2008 karena fluktuasi (volatilitas) kinerja reksa dana yang

cukup tinggi selama periode tersebut yang dicerminkan dari meningkatnya dana

kelolaan industri reksa dana serta jumlah reksa dana yang ada dipasar.

2.4.4 Prosedur Pemilihan Sampel

Kriteria pemilihan data reksa dana yang akan dijadikan sebagai sampel

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Merupakan reksa dana terbuka (open-end funds)

- Merupakan produk yang telah aktif diperdagangkan selama 2006-2008

- Merupakan reksa dana saham yang bersifat non syariah

- Merupakan reksa dana saham yang termasuk dalam 20 besar peringkat

berdasarkan return tertinggi reksa dana saham per tahunnya selama 3

tahun berturut-turut.

Berdasarkan produk reksa dana yang memenuhi kriteria selama periode

penelitian, maka dilakukan pemeringkatan berdasarkan total return per tahun yang

dihasilkan masing-masing reksa dana selama periode 2006-2008. Perhitungan

return reksa dana dilakukan menggunakan persamaan berikut :

Berdasarkan pemeringkatan tersebut, reksa dana yang akan dipilih sebagai

sampel dalam penelitian ini adalah :

1. Schroder Dana Prestasi Plus

Universitas Indonesia

Page 28: Bab II Skripsi

40

2. Schroder Dana Istimewa

3. Fortis Pesona

4. Dana Ekuitas Andalan

5. Phinisi Dana Saham

6. Manulife Dana Saham

7. First State Dividend Yield F

2.4.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder

yang merupakan data eksternal dan bersifat time series dengan interval data

mingguan dan batasan data berupa transaksi perdagangan pada hari rabu, ataupun

hari-hari selain hari senin dan Jum’at untuk menghindari pengaruh dari Monday

dan Friday effect pada penelitian ini (Jaffe, 1985). Monday dan Friday effect

merupakan pengaruh dari antusiasme pasar yang cukup tinggi pada akhir minggu,

dan biasanya akan cenderung mempengaruhi harga saham menjadi tinggi. Data

mingguan digunakan karena merupakan jenis data dengan frekuensi yang lebih

tinggi dibandingkan dengan data bulanan yang sering digunakan pada penelitian

sebelumnya, dimana data bulanan cenderung kurang dapat mengestimasi

kemampuan market timing. Penggunaan data frekuensi yang lebih tinggi

diharapkan dapat meningkatkan inferensi statistic dalam pengukuran market

timing ( George, 2006). Beberapa jenis data serta sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Nilai Aset Bersih Reksa dana yang diperoleh dari sumber

www.infovesta.com

- IHSG yang diperoleh dari sumber www.finance.yahoo.com

- BI Rate yang diperoleh dari sumber www.bi.go.id

2.4.6 Teknik Analisis Data

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan 2 model untuk

meneliti aktivitas selectivity dan market timing pada kinerja manajer investasi dari

reksa dana menggunakan pendekatan return (return-based measure). Kedua model

yang digunakan tersebut telah dijelaskan sebelumnya, dan dituliskan sebagai

berikut :

Universitas Indonesia

Page 29: Bab II Skripsi

41

Model Henriksson Dan Merton (1984)

Model Henriksson Dan Merton (HM Model) merupakan model

multifactor yang dituliskan sebagai berikut (Prather:2001) :

Ri,t = αi + β1i (Rm,t)+ β2i (Rm,t) D+εi,t

Dimana dalam penggunaan model ini di dalam penelitian menggunakan

beberapa variabel yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Ri,t merupakan variabel dependen pada model Henriksson dan Merton,

yang merupakan excess return dari reksa dana I pada saat t.

Interpretasi dari Ri,t sebagai variabel dependen berarti bahwa nilai dari

Ri,t terikat dengan nilai dari variabel-variabel independen

b. Rm,t merupakan variabel independen pada model Henriksson dan

Merton, yang merupakan excess return dari market return pada saat t.

Fungsi dari Rm,t sebagai variabel independen adalah menentukan nilai

dari variabel dependennya.

c. D merupakan variabel dummy yaitu variabel kontrol pada model

Henriksson dan Merton yang bernilai 1 jika market return melampaui

risk free rate dan 0 jika market return melampaui risk free rate. Fungsi

dari variabel dummy pada model ini adalah untuk membagi kondisi

pasar saat sedang dalam kondisi bull atau bear

d. εi,t merupakan random error term ataupun variabel error yang

merupakan risiko no sistematik atau risiko spesifik dari reksa dana.

Selain variabel, model ini digunakan untuk melakukan estimasi terhadap

beberapa koefisien parameter yang mempengaruhi variabel independen dalam

menentukan variabel dependennya. Parameter yang diestimasi dalam model

Henriksson dan Merton adalah sebagai berikut :

a. αi yang mempresentasikan pengukuran dari kemampuan selectivity

yang dimiliki oleh manajer investasi reksa dana I (risk adjusted

return). Dimana semakin tinggi dan positif nilai dari koefisien

parameter ini, maka semakin tinggi kemampuan selectivity manajer

investasi reksa dana mampu menciptakan penambahan return reksa

dana bagi para investornya.

Universitas Indonesia

Page 30: Bab II Skripsi

42

b. Β1i merupakan parameter yang digunakan dalam melakukan estimasi

atas systematic risk yang menggambarkan risiko sistematik yang

dimiliki oleh portfolio reksa dana. Dimana sesuai dengan konsep high

risk high return, maka semakin besar risiko yang dimiliki suatu

portfolio, maka semakin besar pula return yang dapat dihasilkan

c. Β2i merupakan parameter yang digunakan dalam pengukuran

kemampuan market timing dari manajer investasi reksa dana i.

Dimana nilai yang besar dan positif pada koefisien parameter ini

diinterpretasikan bahwa manajer investasi telah memiliki kemampuan

market timing yang dapat meningkatkan return dari portfolio reksa

dana.

Model Treynor dan Mazuy (1966)

Sementara pada model Treynor dan Mazuy yang merupakan model

multifaktor yang dituliskan sebagai berikut (prather:2001) :

Ri,t = αi + βi (Rm,t) + γi (Rm,t)2 +εi,t

Dimana dalam penggunaan model ini di dalam penelitian menggunakan

beberapa variabel yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Ri,t merupakan variabel dependen pada model Treynor-Mazuy, yang

merupakan excess return dari reksa dana i pada saat t. Interpretasi dari

Ri,t sebagai variabel dependen berarti bahwa nilai dari Ri,t terikat

dengan nilai dari variabel-variabel independen

b. Rm,t merupakan variabel independen pada model Treynor-Mazuy, yang

merupakan excess return dari market return pada saat t. fungsi dari Rm,t

sebagai variabel independen adalah menentukan nilai dari variabel

dependennya.

c. Rm,t2 merupakan variabel independen pada model Treynor-Mazuy,

yang merupakan excess return dari market return pada saat t. Fungsi

kuadrat yang ada pada variabel ini digunakan menurut argumentasi

dari Treynor-Mazuy yang menyatakan bahwa “jika manajer investasi

memiliki kemampuan market timing maka ia dapat memprediksi

kondisi pasar di masa depan dan memilih sekuritas yang dapat

Universitas Indonesia

Page 31: Bab II Skripsi

43

melampaui pasar pada saat itu. Dengan demikian ia akan memberikan

proporsi yang lebih besar pada portfolio sekuritas tersebut.”

d. εi,t merupakan random error term ataupun variabel error yang

merupakan risiko unik atau risiko spesifik dari reksa dana

Selain variabel, model ini digunakan untuk melakukan estimasi terhadap

beberapa parameter yang mempengaruhi variabel independen dalam menentukkan

variabel dependennya. Parameter yang diestimasi dalam model Treynor-Mazuy

ini adalah sebagai berikut :

a. αi yang mempresentasikan pengukuran dari kemampuan selectivity

yang dimiliki oleh manajer investasi reksa dana I (risk adjusted

return). Dimana semakin tinggi dan positif nilai dari koefisien

parameter ini, maka semakin tinggi kemampuan selectivity manajer

investasi reksa dana mampu menciptakan penambahan return reksa

dana bagi para investornya.

b. βi merupakan parameter yang digunakan dalam melakukan estimasi

atas systemtic risk yang menggambarkan risiko sistematik yang

dimiliki oleh portfolio reksa dana. Dimana sesuai dengan konsep high

risk high return, maka semakin besar risiko yang dimiliki suatu

portfolio, maka semakin besar pula return yang dapat dihasilkan

c. γi merupakan parameter yang digunakan dalam pengukuran

kemampuan market timing dari manajer investasi reksa dana i.

Dimana nilai yang besar dan positif pada koefisien parameter ini

diinterpretasikan bahwa manajer investasi telah memiliki kemampuan

market timing yang dapat meningkatkan return dari portfolio reksa

dana.

2.4.7 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data sampel yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS. Didalam mengolah

data sampel dalam pengujian harus memperhatikan asumsi-asumsi berikut dalam

teorema Gauss-markov didalam memperoleh taksiran Ordinary Least square yang

memiliki sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu (sarwoko2005) :

1. E(Ut) = 0, nilai rata-rata error nol

Universitas Indonesia

Page 32: Bab II Skripsi

44

2. Cov (Ui,Uj) = 0, error bersifat independen secara statistik

3. Var(Ut) = σ2 , variance dari error bersifat konstan dan finite untuk

setiap Xt

4. Cov (Ui,Xt) = 0, tidak ada hubungan anata error dengan X

5. Ut N (0,σ2), Ut memiliki distribusi normal.

Jika error hasil regresi memenuhi syarat 1 sampai 4, maka dapat dikatakan

parameter yang diestimasi telah memiliki karateristik BLUE, yaitu parameter

tersebut telah konsisten (kemungkinan nilai estimasi akan berbeda jauh dengan

nilai parameter populasi akan mendekati nol apabila jumlah sampel ditambah),

efisien (tidak ada estimator lain yang memiliki varians yang lebih kecil), dan tidak

bias (secara rata-rata nilai estimasi akan mendekati nilai parameter populasi).

Dengan berdasarkan pada asumsi-asumsi tersebut, maka dalam penelitian ini

dilakukan pengolahan data sampel dengan langkah-langkah pengujian sebagai

berikut :

Uji Stasioneritas (Nachrowi :2006)

Uji stasioner adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui apakah

variabel dependen dan independen pada model regresi telah memiliki data yang

stasioner. Suatu data time series dari suatu variabel dikatakan stasioner jika rata-

rata dan varians adalah konstan sepanjang waktu dan nilai kovarian antara dua

periode waktu tergantung dari jarak atau lag antara kedua periode itu dan bukan

dari waktu sesungguhnya dimana kovarian itu dihitung. Stasioneritas diperlukan

untuk memperoleh estimasi variabel-variabel independen yang signifikan. Uji

stasioneritas dilakukan dengan menggunakan unit root test dengan hipotesis

pengujian :

H0 : β = 0, Xt non stationarity

H1 : β ≠ 0, I (0) stationarity

Kriteria penolakan yang digunakan pada pengujian ini adalah :

Tolak H0 jika t hit< t krit, dengan ditolaknya hipotesis H0 menunjukan bahwa data

telah stasioner. Namun jika pada pengujian ditemukan t hit > t krit yang

menunjukkan bahwa hipotesis H0 tidak dapat ditolak menunjukan data tersebut

belum stasioner. Maka untuk mengubahnya menjadi stasioner terlebih dahulu

harus melakukan diferensiasi pada data.

Universitas Indonesia

Page 33: Bab II Skripsi

45

Regresi Model

Setelah semua data telah secara signifikan stasioner maka berarti data

tersebut telah siap dimasukan ke dalam model regresi yang akan di uji, dimana

dalam penelitian ini untuk mengestimasi selectivity dan market timing

menggunakan 2 model yaitu model Henriksson-Merton dan Treynor-Mazuy yang

telah dijelaskan sebelumnya

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi terjadi kesamaan varians dari residual suatu observasi ke observasi

yang lain, apabila varians dari error tidak konstan maka terjadi heteroscedasticity

dalam error. Hal ini dilakukan untuk memenuhi asumsi ke 3 dari teorema Gauss-

markov yang telah dijelaskan sebelumnya. Konsekuensi yang disebabkan oleh

sifat heteroscedasticity ini adalah :

a. Estimator yang dihasilkan tetap konsisten, tetapi tidak lagi efisien

b. Standar error yang dihitung dari OLS yang memiliki error yang

heteroskedastik tidak lagi akurat,

Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara formal dan informal.

Pengamatan informal dilakukan dengan cara mem plot residual kuadrat dengan Ŷ

atau dengan mem plot residual kuadrat dengan salah satu variabel independen.

Salah satu cara formal yang dapat dilakukan untuk mengamati distribusi error ini

adalah dengan menggunakan uji white-heteroscedasticity, dengan hipotesis

pengujian sebagai berikut :

H0 : Var (Ut) = σ2, No Heteroscedasticity

H1 : Var (Ut) ≠ σ2, Heteroscedasticity

Tolak H0 jika n.R2 > x2 tabel ataupun dengan menggunakan kriteria p-

value homoscedastic. Namun jika Ho ditolak maka distribusi error bersifat

heteroscedastic. Terdapat beberapa remedial yang dapat dilakukan untuk

memperbaiki distribusi error yang heteroscedastic tergantung pada pola

heteroscedasticity yang kita anggap terjadi. Salah satu remedial yang dapat

dilakukan adalah menggunakan uji white dengan cara merubah standar error dari

OLS dengan white heteroscedasticity consistent coefficient variance berdasarkan

Universitas Indonesia

Page 34: Bab II Skripsi

46

pada asumsi variasi dari residual mengikuti pola, kuadrat, dan hasil perkalian dari

regressors.

Uji autokorelasi

Uji auto korelasi digunakan untuk menguji apakah dalalm sebuah model

regresi linear terdapat korelasi antara error pada periode t-1. Jika pada error data

ternyata mengandung korelasi dari suatu observasi dengan observasi lainnya

mengakibatkan beberapa konsekuensi yaitu :

a. Estimator yang dihasilkan tetap konsisten, tetapi tidak lagi efisien

atau dengan kata lain terdapat estimator lain yang memiliki

variance yang lebih kecil daripada estimator yang memiliki error

yang berautokorelasi

b. Standar error yang dihitung dari OLS yang memiliki error yang

berautokorelasi tidak lagi akurat, sehingga hasil uji hipotesa tidak

lagi akurat

Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-

Watson (Uji DW). Uji ini menguji autokorelasi order pertama yaitu antara error

saat ini dengan error satu period eke belakang. Syarat untuk melakukan uji DW

ini adalah

a. Harus ada intercept/konstan pada regresi

b. Variabel independen harus non-stokastik

c. Tidak ada lag dari dependen variabel pada regresi

Hipotesis pengujian untuk autokorelasi adalah sebagai berikut :

H0 : p = 0 No autocorrelation

H1 : p ≠ 0 autocorrelation

Setelah melewati uji heteroscedasticity dan autokorelasi pada output

regresi berarti error term yang digunakan dalam regresi telah bebas dari pengaruh

sebelumnya, dengan demikian berarti output regresi telah memenuhi teorema

Gauss-Markov dan dapat di interpretasi lebih jauh

2.4.8 Tahapan dalam Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang akan dilakukan secara umum sebagai berikut:

1. Pemilihan Topik Penelitian

Universitas Indonesia

Page 35: Bab II Skripsi

47

Pada tahap ini penulis mengambil topik penelitian yaitu “Pengukuran

Kemampuan Market Timing dan Stock Selection Pada Portfolio Reksa

Dana Saham Periode 2006-2008 “

2. Mengumpulkan Data Penelitian

Semua data sekunder yang terkait dengan penelitian ini dikumpulkan dan

diorganisir secara sistematis. Data tersebut merupakan data mingguan dari

NAB Reksa dana saham,IHSG, BI rate dan berbagai data yang relevan

3. Mengolah dan menganalisis data

4. Menulis laporan penelitian

Aliran Kerangka Pikir ( Flow Chart of Analysis )

Untuk menggambarkan secara sistematis pola pikir dalam penelitian ini,

maka dibentuk suatu diagram aliran kerangka pikir menyeluruh atas proses

penelitian, sebagaimana digambarkan berikut ini:

Gambar I

Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2009

Universitas Indonesia

Menentukan Topik Penelitian

Pengumpulan Data Penelitian

Data Mingguan dari NAB RD Saham, BI Rate dan IHSG

Model HM Model TM

Selectivity Market TimingKorelasi

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran