Upload
dfree-ferdiansyah
View
21
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
skripsi
Citation preview
13
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Joao Carlos Romacho dan Maria Ceu Cortez “ Timing and Selectivity
in Portuguese Mutual Fund Performance (2005)
Penelitian ini menjelaskan kemampuan market timing dan selectivity pada
reksa dana di Portugal. Sampel reksa dana terdiri dari return bulanan 21 reksa
dana terbuka Portugal selama periode 6 tahun yaitu Januari 1996 hingga
Desember 2001. Hanya reksa dana yang memiliki tujuan investasi lokal, eropa
dan internasional yang dipilih dalam penelitian ini. Analisis menggunakan model
Henriksson–Merton (HM)
Hasil penelitian menunjukan secara rata-rata reksa dana mampu
melampaui tingkat risk free rate, tetapi tidak dapat melampaui pasar. Hasil
pengolahan menggunakan model Jensen, menunjukkan pada keseluruhan periode
reksa dana memiliki kinerja yang buruk, dimana untuk ketiga kriteria reksa dana
rata-rata memiliki nilai αp yang negatif, dengan 4 signifikan pada tingkat 5% dan
2 pada tingkat 1%. Sehingga menunjukkan manajer reksa dana tidak memiliki
kemampuan selectivity. Perhitungan juga menunjukkan tingkat risiko sistematis
(βp) yang tinggi dan signifikan, hal ini menunjukkan proporsi investasi yang tinggi
pada saham. Hasil lainnya menunjukkan reksa dana cenderung meningkatkan
ekspos mereka pada pasar pada periode 2, dimana pada reksa dana internasional
memiliki rata-rata beta lebih dari satu. Hasil kinerja keseluruhan menunjukkan
bahwa manajer merubah tingkat risiko dari satu sub periode pada sub periode
berikutnya, yang kemungkinan menunjukkan manajer terlibat dalam strategi
timing. Sayangnya peningkatan risiko sistematis tampaknya hanya sedikit
berpengaruh pada peningkatan kemampuan selectivity
Selain itu, pada keseluruhan periode untuk kemampuan selectivity
menunjukkan kurang dari setengah yang memiliki αp yang positif, dan hanya 1
yang signifikan pada tingkat 5%. Sebaliknya sebagian besar menunjukkan αp yang
negatif. Hanya reksa dana nasional yang menunjukkan kemampuan selectivity
yang positif (2,3% per tahun), dimana reksa dana internasional menunjukkan nilai
13
14
σp yang negatif (-6,4% per tahun). Hal ini dikarenakan manajer reksa dana
domestik memiliki keunggulan informasi ketika investasi pada saham lokal,
sehingga mereka memiliki kemampuan selectivity yang lebih baik
Hasil timing menunjukkan lebih banyak nilai yang negatif dibandingkan
positif. Timing negatif lebih banyak terjadi pada reksa dana nasional yang
menunjukkan keunggulan manajer dalam berinvestasi pada saham lokal hanya
direfleksikan dari kemampuan mereka memilih saham lokal dibandingkan untuk
menilai waktu pasar. Karenanya manajer lokal yang berinvestasi pada pasar asing
memiliki kemampuan market timing lebih baik. Adanya korelasi negatif yang kuat
(-0,64) antara selectivity dan market timing yang menunjukkan manajer yang
memiliki kemampuan memilih saham biasanya tidak sukses dalam menilai waktu
pasar. Dan semakin global suatu reksa dana maka korelasi keduanya menjadi
semakin negatif. Pada kedua sub periode menunjukkan pergeseran strategi
investasi melalui peningkatan tingkat risiko sistematis dan spesialisasi yang lebih
tinggi pada salah satu keahlian. Sehingga tidak terbukti adanya kemampuan
timing dan selectivity pada kedua sub periode maupun keseluruhan periode dan
manajer reksa dana tidak berhasil baik dalam timing maupun selectivity.
Dari uraian diatas dapat ditarik inti penelitiannya diantaranya hasil kinerja
melalui pengukuran tradisional dengan penyesuaian risiko menunjukkan secara
keseluruhan adanya hasil yang netral ataupun negatif pada kinerja manajer reksa
dana. Kemudian dengan menggunakan model Henriksson dan Merton (1981)
menunjukkan indikasi ketidakberhasilan manajer dalam hal selectivity dan timing
pada uji parametrik dan menunjukkan korelasi negatif antara kedua komponen
tersebut. Semakin internasional suatu reksa dana maka kemampuan selectivity
manajer cenderung semakin rendah. Sementara itu kemampuan market timing-nya
semakin tinggi.
2.1.2 Penelitian Empiris Lain
Studi yang mengukur market timing reksa dana pertama kali dilakukan
oleh Treynor dan Mazuy (Treynor, 1966) dengan melakukan studi terhadap reksa
dana dari berbagai jenis yang efektif antara tahun 1953 sampai dengan tahun
1962. Treynor dan Mazuy mendefinisikan market timing sebagai kemampuan
manajer reksa dana untuk mengubah komposisi portfolionya dengan memegang
Universitas Indonesia
15
proporsi market portfolio yang lebih besar pada saat imbal hasil pasar lebih tinggi,
yang berkaitan dengan kemampuan memprediksi perubahan yang terjadi di pasar.
Studi penelitian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana sensitivitas
reksa dana tersebut terhadap fluktuasi pasar. Treynor dan Mazuy ingin
mengetahui apakah seorang manajer investasi (reksa dana) mampu menangkap
perubahan yang terjadi pada pasar.
Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa hanya 1 dari 57 reksa dana
yang ditelitinya memiliki market timing ability. Hal ini menunjukkan bahwa
manajer reksa dana tersebut dapat meningkatkan informasi masa lalu tentang
reksa dana untuk memperbesar return secara terus-menerus yang relatif terhadap
pasar. Model yang dipakai adalah quadrat regression Treynor-Mazuy.
Studi berikutnya mengenai market timing ability dikemukakan oleh
Henriksson dan Merton (1984) melalui sebuah model alternatif. Dalam model ini
manajer reksa dana diasumsikan menerima sinyal ganda, dimana dapat
mengambil dua nilai yang berbeda tergantung dari imbal hasil pasar yang
sebenarnya. Berdasarkan dua sinyal yang berbeda ini, manajer reksa dana memilih
satu dari dua nilai β portfolio dan perluasan dari CAPM standar. Model tersebut
memberikan keunggulan informasional dengan tidak ada biaya put option pada
portfolio pasar. Model ini juga merupakan model yang banyak diadaptasi oleh
peneliti-peneliti industri reksa dana dalam pengukuran kemampuan timing dan
stock selection.
Dari hasil studi Henriksson dan Merton ditemukan hanya 3 dari 116 reksa
dana yang memperlihatkan kemampuan timing yang secara positif signifikan. Tiga
reksa dana tersebut, keseluruhannya memiliki nilai koefisien α yang negatif ( dua
diantaranya bahkan signifikan negatif) yang memperlihatkan inferior stock
picking skills.
Ferson & Schadt (1996) memodifikasi beberapa metode pengukuran
kinerja tradisional dengan menambahkan variabel kondisional berupa informasi
publik sehingga model tersebut biasa disebut dengan kondisional model. Ferson &
Schadt memodifikasi model Jensen, Treynor-Mazuy, dan Henriksson-Merton
dengan menambahkan βj(Zt) sebagai variabel kondisional yang mengontrol bias
pada model tradisional. Dengan menggunakan data 67 reksa dana di AS selama
Universitas Indonesia
16
periode 1968-1990, Ferson & Schadt dengan menggunakan model kondisional
Jensen menemukan bahwa kinerja rata-rata reksa dana menjadi netral mendekati
nol. Dan dengan menggunakan kondisional Treynor-Mazuy ditemukan hanya 27
reksa dana yang memiliki koefisien market timing negatif, dan dengan
menggunakan kondisional Henriksson – Merton model ditemukan hanya 25 reksa
dana yang memiliki koefisien market timing negatif
Bollen dan Busse (2001) melakukan studi mengenai market timing ability
reksa dana dengan basis data harian berdasarkan Treynor-Mazuy model dan
Henriksson-Merton model. Bollen & Busse menggunakan data dari 230 reksa
dana saham di AS dan menemukan ternyata dengan menggunakan data tingkat
hasil harian jumlah nilai koefisien yang signifikan meningkat dibanding dengan
menggunakan data bulanan. Dan untuk menguji apakah hasil tersebut bias,
dibentuklah reksa dana sintesis /tiruan yang mencerminkan karateristik dari reksa
dana sesungguhnya namun tidak memiliki market timing ability. Dengan
menggunakan Treynor–Mazuy model dan data bulanan , reksa dana secara
signifikan memperlihatkan memiiki market timing ability 11,9% lebih dari reksa
dana tiruan yang dibentuk. Sedangkan dengan menggunakan data harian, ternyata
34,2 % reksa dana memiliki kemampuan market timing ability. Dengan
menggunakan Henriksson-Merton model diperoleh hasil yang secara kualitatif
sama, namun Bollen & Busse tidak mempertimbangkan variabel makro dalam
penelitian mereka.
Sementara Christensen (2002), mencoba mengevaluasi kinerja reksa dana
di Denmark dengan menggunakan beberapa model alternatif. Untuk mengukur
market timing ability digunakan model tradisional Treynor-Mazuy dan
Henriksson- Merton. Berdasarkan model Treynor-Mazuy ditemukan hanya 7
reksa dana yang memiliki market timing ability dan secara rata-rata keseluruhan
reksa dana memliki nilai alpha yang tidak signifikan dan mendekati nol, yang
berarti reksa dana memiliki selection ability yang netral . Sementara dengan
model Henriksson-Merton ditemukan hanya 5 reksa dana yang memiliki market
timing ability. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa reksa dana
di Denmark tidak memiliki market timing ability .
Universitas Indonesia
17
2.1.3 Penelitian di Indonesia
Purwanto (1997) mengukur kemampuan market timing data mingguan
pada periode Januari-Agustus 1997 memakai single factor model Henriksson
Merton. Dari hasil regresi kuadrat terkecil, Purwanto menemukan dari 11 reksa
dana, 6 diantaranya memiliki timing ability yang baik dan hanya 1 yang
menunjukkan stock selection ability yang signifikan. Namun penelitiannya hanya
menggunakan jumlah observasi yang relatif sedikit yaitu 34 (jauh dari cukup) dan
tidak memperhitungkan faktor ekonomi makro
Bimo Haryo Pamungkas (Fisip, 2004),Bimo meneliti tentang analisis
kinerja, market timing ability dan selectivity reksa dana saham di Indonesia.
Tujuan dari penelitiannya diantaranya untuk mengetahui bagaimana kinerja reksa
dana saham di Indonesia jika digunakan metode pengukuran single index model
dan Fama-French 3 factor model, untuk mengetahui apakah reksa dana saham di
Indonesia memiliki market timing ability dan untuk mengetahui apakah reksa
dana saham di Indonesia memiliki selection ability. Bimo melakukan penelitian
ini pada periode 2000 sampai dengan 2003. Sampel yang diambil pada penelitian
ini sebanyak 18 reksa dana yang terdiri dari reksa dana saham yang aktif dan
terdaftar selama periode penelitian serta reksa dana campuran yang memiliki
target minimum 70% dari portfolionya terdiri dari saham yang aktif dan terdaftar
selama periode penelitian. Dengan menggunakan model 3 factor Treynor-Mazuy.
Hasil dari penelitian ini adalah secara individual hanya 2 reksa dana yang terbukti
memiliki market timing ability, sedangkan 10 reksa dana memiliki koefisien
market timing yang positif namun tidak signifikan secara statistik, dan sisanya
sebanyak 6 reksa dana memiliki koefisien market timing yang negatif. Secara
keseluruhan umumnya reksa dana saham di Indonesia tidak terbukti memiliki
market timing ability, hal ini ditunjukkan dengan tidak signifikannya nilai
koefisien market timing yang diperoleh melalui regresi keseluruhan. Selain itu,
secara keseluruhan reksa dana saham di Indonesia tidak terbukti memiliki
selection ability, hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien selection ability yang
negatif. Hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan di Negara-negara yang pasar modalnya sudah maju.
Universitas Indonesia
18
Budiman Leonardo (tesis 2005), penelitian ini berusaha mengukur kinerja
reksa dana saham pada kemampuan manajer investasi untuk melakukan pemilihan
sekuritas (stock selection) dan market timing serta melihat apakah ada hubungan
negatif antara nilai kapitalisasi pasar reksa dana dengan excess return reksa dana.
Penelitian ini meneliti reksa dana saham dengan masa efektif operasinya sudah
mencapai lima tahun pada periode 2000 hingga periode 2004. Penelitian ini
mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Henriksson dan Merton yang
dilakukan dengan menganalisis kinerja market timing terhadap 14 reksa dana
sampel. Data excess return dari data NAB reksa dana sampel yang diambil adalah
data bulanan.
Berdasarkan hasil analisis regresi yang dilakukan terhadap keseluruhan
reksa dana sampel didapatkan bahwa dari ke empat belas reksa dana sampel hanya
satu reksa dana yang secara statistik dapat dinilai yaitu Big Nusantara (signifikan
pada α=5%) . kemampuan market timing big nusantara sebesar -0,272742 yang
berarti bahwa kemampuan market timingnya mengurangi tingkat pengembalian
reksa dana sebesar 27.2742%.
Sedangkan pada analisis pemilihan sekuritas, didapatkan bahwa taksiran
konstanta α untuk keseluruhan reksa dana sampel hanya empat reksa dana.
Beberapa hal yang menyebabkan kemampuan market timing dan pemilihan
sekuritas mengurangi tingkat pengembalian investasi reksa dana yaitu terbatasnya
infrastruktur untuk melakukan pembobotan portfolio secara singkat, kondisi pasar
modal Indonesia yang belum efisien sehingga harga saham sering dipengaruhi
oleh isu sosial politik, kemampuan analisis dalam meramalkan tingkat
pengembalian pasar buruk atau tidak akurat dan menyebabkan tingkat
pengembalian investasi reksa dana lebih kecil dari tingkat pengembalian pasar.
Rahman Untung (2007) dalam penellitiannya yang berjudul “berburu
manajer investasi yang menghasilkan Alfa Positif : evaluasi Monthly return reksa
dana saham tahun 2004-2006”. Penelitian ini meneliti kemampuan market timing
dan selectivity pada reksa dana di Indonesia. Sampel reksa dana terdiri dari return
bulanan 17 reksa dana saham di Indonesia selama periode 3 tahun yaitu Desember
2003 hingga Desember 2006.Model yang digunakan adalah Treynor-Mazuy
Universitas Indonesia
19
Hasil penelitian menunjukkan manajer investasi reksa dana tidak memiliki
alpha positif gagal ditolak dengan tingkat keyakinan 99%. Dengan demikian tidak
ada alasan untuk percaya manajer investasi reksa dana saham di Indonesia
memiliki kemampuan pemilihan saham yang superior. Manajer investasi reksa
dana tidak memiliki chi positif gagal ditolak dengan tingkat keyakinan 99%.
Dengan demikian tidak ada alasan untuk percaya manajer investasi reksa dana
saham di Indonesia memiliki kemampuan antisipasi waktu yang superior. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa beta rata-rata reksa dana saham kurang dari 1,
11 reksa dana dengan alpha positif, namun hanya 1 yang signifikan. Dan ada 10
reksa dana dengan chi positif dan tidak ada yang signifikan
Inti dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa manajer investasi reksa dana saham
di Indonesia secara rata-rata tidak memiliki kemampuan selectivity dan market
timing yang superior
Tabel III Penelitian-Penelitian Sebelumnya mengenai Market Timing dan Stock Selection
di Luar Negeri
No Peneliti Hasil Penelitian
1
2
3
Jack L. Treynor dan
Kay K Mazuy (1966)
Roy D. Henriksson dan
Robert C. Merton
(1984)
Ferson & Schadt
(1996)
1 dari 57 reksa dana yang ditelitinya memiliki
market timing ability. Hampir semua manajer
investasi tidak memiliki market timing ability
3 dari 116 reksa dana yang memperlihatkan
kemampuan timing yang secara positif signifikan.
Tiga reksa dana tersebut, keseluruhannya memiliki
nilai koefisien α yang negatif (dua diantaranya
bahkan signifikan negatif) yang memperlihatkan
inferior stock picking skills. Pengujian penelitian
tersebut konsisten dengan standar CAPM security
market model dengan faktor risiko sistematik β
Dengan menggunakan data 67 reksa dana di AS
selama periode 1968-1990, Ferson & Schadt
menggunakan model kondisional Jensen
menemukan bahwa kinerja rata-rata reksa dana
menjadi netral mendekati nol. Dan dengan
Universitas Indonesia
20
4
5
6
Bollen dan Busse
(2001)
Christensen (2002)
Joao Carlos Romacho
dan Maria Ceu Cortez
menggunakan kondisional Treynor-Mazuy
ditemukan hanya 27 reksa dana yang memiliki
koefisien market timing negatif, dan dengan
menggunakan kondisional Henriksson – Merton
model ditemukan hanya 25 reksa dana yang
memiliki koefisien market timing negative
Dengan basis data harian berdasarkan TM model
dan HM model. Menggunakan data dari 230 reksa
dana saham di AS dan menemukan ternyata
dengan menggunakan data tingkat hasil harian
jumlah nilai koefisien yang signifikan meningkat
dibanding dengan menggunakan data bulanan
Dengan Model TM, secara rata-rata keseluruhan
reksa dana memliki nilai alpha yang tidak
signifikan dan mendekati nol, yang berarti reksa
dana memiliki selection ability yang netral. Dapat
disimpulkan bahwa reksa dana di Denmark tidak
memiliki market timing ability
Semakin internasional suatu reksa dana maka
kemampuan selectivity manajer cenderung
semakin rendah. Sementara itu kemampuan
market timing-nya semakin tinggi
Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2009
Tabel IVPenelitian-Penelitian Sebelumnya mengenai Market Timing dan Stock Selection
di Indonesia
No Peneliti Sampel Penelitian Hasil Penelitian1 Purwanto
(1997)
11 reksa dana periode
Januari-Agustus 1997
dengan
menggunakana data
Dari 11 reksa dana, 6 memiliki
timing ability yang baik dan hanya
1 yang menunjukkan stock
selection ability yang signifikan.
Universitas Indonesia
21
2
3
4
Bimo Haryo
Pamungkas
(2004)
Budiman
Leonardo
(2005)
Rahman
Untung
(2007)
harian.
18 reksa dana yang
terdiri dari reksa dana
saham dan reksa dana
campuran yang
memiliki target
minimum 70% dari
portfolionya terdiri
dari saham pada
periode 2000-2003
14 reksa dana saham
periode 2000-2004
17 reksa dana saham
di Indonesia selama
periode 3 tahun yaitu
Desember 2003
hingga Desember
2006
Namun penelitiannya hanya
menggunakan jumlah observasi
yang relative dan tidak
memperhitungkan faktor ekonomi
makro
Secara keseluruhan umumnya
reksa dana saham di Indonesia
tidak terbukti memiliki market
timing ability dan stock selection
ability
Kemampuan market timing dan
pemilihan sekuritasnya mengurangi
tingkat pengembalian investasi
saham.
Manajer investasi reksa dana
saham di Indonesia secara rata-rata
tidak memiliki kemampuan
selectivity dan market timing yang
superior
Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2009
2.2 Konstruksi Model Teoritis
2.2.1 Pasar Modal
Pasar modal (Tandelilin, 2001: 18) merupakan pasar yang memperjual
belikan dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang berjangka waktu lebih dari
Universitas Indonesia
22
satu tahun dalam bentuk surat berharga di efek, dana yang terkumpul dari hasil
jual beli tersebut akan digunakan oleh perusahaan yang menjual langsung surat
berharga di pasar modal guna mengembangkan usaha perusahaan tersebut.
Menurut UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan bahwa bursa
efek adalah pihak yang menyelenggarakan sistem dan atau sarana untuk
penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan
efek diantara mereka. Bursa efek ini lebih dikenal dengan nama stock exchange.
Berdasarkan tahapan penjualan, pasar mdal dapat dibagi menjadi dua
(Tendelilin,2001:18), yaitu :
1. Pasar perdana (primary market). Pengertian pasar perdana menurut
keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.859/KMK01/1987 tentang emisi efek melalui bursa yaitu
penawaran efek oleh emiten kepada pemodal selama masa tertentu
sebelum efek tersebut dicatatkan di bursa, biasanya dalam jangka
waktu sekurang-kurang nya enam hari kerja. Pada pasar perdana
penjamin emisi dibantu agen penjual akan menyebarkan prospektus,
melayani pemesanan saham, penjatahan saham dan pengembalian uang
pemesanan apabila pemesan tidak mendapatkan jatah saham.
2. Pasar sekunder (secondary market). Pengertian pasar sekunder
(Tendelilin,2001:19), adalah pasar efek yang telah ada di masyarakat
yang diperjual-belikan diantara anggota masyarakat itu sendiri melalui
efek atau sekuritas, pasar ini dibagi menjadi atas dua, yaitu :
Bursa efek, adalah tempat dimana diperdagangkan saham dan
obligasi perusahaan yang telah dilepas sebagian saham atau
obligasi melalui pasar modal. Melalui bursa efek ini, efek-efek
mudah dicairkan pada suatu saat karena bila pemegang efek itu
merasa efek tersebut tidak lagi menguntungkan maka dia dapat
menjual efek tersebut.
Pasar bursa parallel, adalah suatu cara perdagangan efek dengan
tidak terdata di bursa saham, yang dilakukan oleh broker atau
dealer. Efek tersebut dapat berupa saham, obligasi dan sekuritas,
Universitas Indonesia
23
dimana persyaratan bursa saham ini lebih ringan daripada bursa
saham yang ada.
2.2.3 Hipotesis Pasar Efisien
Dalam bidang teori investasi, secara formal pasar modal yang efisien
didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan
semua informasi yang relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada
harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut. Dengan demikian akan sulit
atau bahkan hampir tidak mungkin bagi para investor untuk memperoleh tingkat
keuntungan diatas normal secara konsisten dengan melakukan transaksi
perdagangan di bursa efek. Efisiensi dalam pengertian ini sering juga disebut
efisiensi informasional (Husnan,2001)
Dalam pasar yang efisien, harga-harga sekuritas mengikuti pola random
walk dimana harga-harga mempunyai pola acak yang tidak menentu. Kalau
perubahan harga saham memang mengikuti pola random walk, maka perubahan
harga di masa lalu tidak bisa digunakan untuk memperkirakan harga di masa yang
akan datang
Pasar modal menjadi efisien karena persaingan antar para analis investasi
akan membuat pasar sekuritas setiap saat menunjukkan harga yang sebenarnya.
Foster (1986) menjelaskan bahwa jumlah analis keuangan yang banyak dan
persaingan antara mereka akan membuat harga sekuritas menjadi wajar dan
mencerminkan semua informasi yang relevan. Yang dimaksud dengan harga
wajar adalah harga keseimbangan yang mencerminkan semua informasi yang
tersedia bagi para investor pada suatu titik waktu tertentu. Sedangkan yang
dimaksud dengan informasi yang relevan diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yang
pertama adalah informasi dalam bentuk perubahan harga dimasa lalu. Kedua,
informasi yang tersedia untuk publik (public information). Dan yang ketiga adalah
informasi yang tersedia untuk publik maupun tidak (public and private
information)
Apabila harga-harga selalu mencerminkan semua informasi yang relevan
maka harga-harga tersebut baru berubah apabila informasi baru muncul. Karena
apa yang disebut dengan informasi baru tidak dapat diperkirakan sebelumnya,
maka dengan demikian perubahan harga tidaklah bisa diperkirakan sebelumnya.
Universitas Indonesia
24
Dengan kata lain, apabila harga saham mencerminkan semua informasi yang tidak
bisa diperkirakan, maka perubahan harga saham hanyalah mencerminkan
informasi yang tidak bisa diperkirakan. Dengan demikian maka rangkaian
perubahan tersebut tentunya berpola acak (random)
Tiga bentuk atau tingkatan untuk menyatakan pasar modal yang efiseien,
yaitu (reilly & Brown, 2003) :
1. Bentuk efisiensi lemah ( weak form efficiency )
Pada dasarnya efisien bentuk lemah harga-harga telah mecerminkan semua
informasi yang ada pada catatan harga di masa lalu. Dalam keadaan ini,
investor tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan diatas normal
(abnormal return) dengan menggunakan trading rules yang didasarkan
pada informasi harga di masa lalu. Dengan demikian maka analisa teknikal
tidak dapat digunakan. Penelitian tentang random walk menunjukan
bahwa sebagian besar pasar modal paling tidak berada pada bentuk ini.
2. Bentuk efisien semi kuat (semi strong form)
Pada pasar dengan bentuk semi kuat, harga-harga bukan hanya
mencerminkan harga-harga di masa lalu melainkan semua informasi yang
dipublikasikan. Dalam pasar ini investor tidak bisa memperoleh tingkat
keuntungan diatas normal dengan memanfaatkan public information,
dengan demikian maka analisa fundamental tidak berlaku dan tidak dapat
digunakan.
3. Bentuk efisien kuat (strong form efficiency)
Pada pasar efisiensi kuat, harga tidak hanya mencerminkan semua
informasi yang dipublikasikan, tetapi juga informasi yang bisa diperoleh
dari fundamental tentang perusahaan dan perekonomian. Dalam keadaan
semacam ini pasar modal akan seperti rumah lelang yang ideal, dimana
harga selalu wajar tidak ada investor yang mampu memperoleh perkiraan
yang lebih baik tentang harga saham. Dengan demikian seluruh analisa
dan proses manajemen investasi yang dilakukan oleh analis investasi akan
sia-sia.
Universitas Indonesia
25
2.2.4 Portfolio
Teori portofolio pertama kali dikemukakan oleh Harry Markowitz pada
tahun 1950an yang mengatakan pada prisipnya portofolio terdiri dari pengukuran
risiko dan return, alokasi dana antara investasi yang berisiko (risky) maupun yang
tidak berisiko (risk free) dan penetapan portofolio yang optimal. Investor yang
menginvestasikan dananya baik di pasar modal, di pasar uang atau keduanya
biasanya tidak memilih satu efek saja, dengan pertimbangan apabila melakukan
kombinasi efek (surat berharga) yang pergerakan harganya tidak bersamaan maka
investor tersebut dapat mengoptimalkan tingkat pengembalian return serta
sekaligus dapat memperkecil risiko melalui diversifikasi. Sehingga pengertian
portofolio investasi adalah kombinasi berbagai surat berharga yang dimaksudkan
untuk mengurangi risiko investasi. Hasil yang diharapkan diterjemahkan dalam
tingkat pengembalian yang diharapkan atau expected return. Portofolio keuangan
dapat diartikan sebagai investasi dalam berbagai instrumen keuangan yang dapat
diperdagangkan di Bursa Efek dan Pasar Uang dengan tujuan menyebarkan
sumber perolehan return dan kemungkinan risiko (Samsul, 2006)
Pembentukan portofolio yang dilakukan dengan dasar untuk
mendiversifikasikan efek memperlihatkan bahwa dengan semakin banyak efek
yang dikumpulkan, maka risiko kerugian efek yang satu dapat diimbangi oleh
keuntungan yang didapat dari efek yang lain. Diversifikasi tidak selalu
memberikan jaminan bahwa dengan meminimalkan risiko dan dengan didapat
pengembalian yang maksimum. Hal ini dikarenakan adanya dua jenis risiko
investasi yaitu risiko sitematis yang merupakan risiko pasar yang bersifat umum
dan berlaku bagi semua efek dalam pasar modal, sehingga risiko ini tidak dapat
dihindari oleh semua investor walaupun sudah dilakukan diversifikasi, serta risiko
tidak sistematis yang merupakan risiko yang terkait dengan efek-efek tertentu saja
sehingga dengan proses diversifikasi dapat diminimalisasi bahkan dihindari.
Proses untuk membagi dana ke dalam dua portfolio yang terdiri dari
kelompok asset yang berbeda (yaitu portfolio yang terdiri dari saham dan
portfolio yang terdiri dari obligasi) disebut alokasi asset. Dalam tahap ini ditaksir
tingkat keuntungan dan standar deviasi untuk portfolio yang optimal, baik
portfolio yang yang terdiri dari saham maupun yang terdiri dari obligasi, dan
Universitas Indonesia
26
koefisisen korelasi antar portfolio tersebut. Dengan demikian dapat ditentukan
berbagai portfolio yang terdiri dari kombinasi kedua portfolio. Dengan
memperhatikan preferensi risiko investor, dipilihlah portfolio yang terdiri
kombinasi portfolio saham dan portfolio obligasi.
Proses alokasi asset tidak hanya terbatas pada pemilihan kombinasi antara
efek saham dan obligasi. Manajer investasi juga dapat mengalokasikan dana
investasi dan membaginya untuk diinvestasikan masing-masing ke dalam
deposito, saham, obligasi, SBI dan instrumen lainnya. Proses alokasi asset ini
dianggap sebagai komponen terpenting dalam proses investasi, karena
berdasarkan studi yang telah dilakukan, kontribusi proses alokasi asset terhadap
total kinerja investasi yang akan didapat mencapai lebih dari 70%. Berdasarkan
studi yang dilakukan Brinson, Singer & Beebower (1991) dengan menggunakan
data tahun 1977 sampai 1987, proses alokasi asset menyumbangkan 91,5% bagi
kinerja investasi, sedangkan sisanya ditentukan oleh pemilihan sekuritas
(selectivity), market timing dan faktor lainnya. Sementara menurut Ibbotson &
Kaplan (2000), proses alokasi asset pada reksa dana menyumbangkan 90% pada
variasi kinerja reksa dana dengan kebijakan portfolio khusus sepanjang periode
waktu tertentu, dan variasi kinerja di antara reksa dana sekitar 40% ditentukan
oleh kebijakan alokasi asset.
2.2.5 Strategi Investasi
Strategi dalam manajemen portfolio dapat dikelompokkan menjadi dua
strategi yaitu :
1. Strategi Investasi Aktif
Strategi aktif berusaha untuk mendapatkan reward to variability
ratio yang lebih baik daripada portfolio indeks pasar, dengan
menambahkan sekuritas yang masih undervalued. Strategi aktif
mengasumsikan bahwa investor memiliki beberapa keuntungan seperti
analisis dan informasi yang unggul dari investor lainnya sehingga dapat
menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih baik. Karena dalam
strategi aktif diperlukan aktivitas yang lebih banyak daripada strategi pasif,
maka biaya manajemen aktif lebih lebih tinggi. Biaya ini antara lain untuk
melakukan analisis terhadap paramater ekonomi, biaya transaksi atas
Universitas Indonesia
27
transaksi jual atau beli sekuritas yang lebih sering dilakukan dan pajak atas
capital gain. Perbedaan yang mendasar dari strategi aktif dan strategi pasif
adalah strategi aktif berusaha untuk melakukan antisipasi terhadap
perubahan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian
investasi sehingga didapatkan tingkat pengembalian investasi yang
optimal, sedangkan strategi pasif tidak melakukan antisipasi apapun.
2. Strategi Investasi Pasif
Strategi investasi pasif melibatkan penentuan porsi investasi dan
aset dalam portfolio dan mempertahankan porsi investasi dan aset tersebut.
Oleh karena itu strategi ini biasanya mengandalkan diversifikasi untuk
meyamakan kinerja indeks pasar (indexing) dan dalam strategi pasif
diasumsikan pasar efisien sehingga harga sekuritas diperdagangkan pada
harga pasar wajar dengan tersedianya informasi dengan baik sehingga
tidak masuk akal untuk melakukan kegiatan jual dan beli sekuritas berkali-
kali karena akan meningkatkan biaya transaksi tanpa meningkatnya
performa yang diharapkan. Dengan kata lain strategi pasif tidak berusaha
mengalahkan performa pasar dengan tidak melakukan kegiatan jual beli
sekuritas berkali-kali sehingga sering dicirikan dengan strategi beli dan
tahan (buy and hold strategy). Pada dasarnya strategi ini berusaha
meminimalkan biaya transaksi dan waktu yang digunakan untuk
mengelola portfolio karena tingkat pengembalian investasi dari strategi
aktif akan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan.
Menurut Bodie, Kane dan Marcus (2005 :113), ada dua alasan
mengapa investor lebih memiliki strategi pasif daripada strategi aktif,
antara lain karena biaya investasi yag lebih murah daripada strategi aktif
karena MI tidak mengeluarkan biaya riset yang besar serta aktivitas
perdagangan sekuritas yang kecil sehingga management fee MI menjadi
lebih kecil dan fee yang dibayarkan oleh MI kepada perusahaan investasi
yang mengeluarkan indeks pasar yang akan digunakan MI sebagai
pedoman untuk menyususn portfolio reksa dana relatif lebih kecil. Selain
itu MI dan investor dapat mengikuti model portfolio dari suatu indeks
tertentu.
Universitas Indonesia
28
Pemilihan strategi aktif atau strategi pasif dalam manajeman portofolio
dipengaruhi oleh pandangan manajer investasi terhadap seefisien apa pasar. Jika
pasar adalah pasar yang efisien, maka strategi aktif tidak akan dapat menghasilkan
tingkat pengembalian yang lebih besar daripada tingkat pegembaian pasar karena
penyimpangan harga sekuritas akan bereaksi terhadap informasi baru terhadap
sekuritas tersebut sehingga penyimpangan harga sekuritas akan sulit diidentifikasi
dan tidak dapat memberikan tingkat pengembalian investasi yang abnormal.
Dalam keadaan pasar yang efisien maka lebih baik menerapkan strategi strategi
pasif. Jika pasar adalah pasar yang tidak efisien atau mendekati efisien, maka
strategi aktif akan lebih tepat digunakan karena penyimpangan harga sekuritas
dapat diidentifikasi dengan mencari harga sekuritas yang masih undervalued atau
yang overvalued untuk mendapatkan tingkat hasil pengembalian yang lebih baik
dari pasar.
2.2.5 Strategi Aktif Market Timing
Menurut Jones (2002 : 301), MI yang menggunakan strategi aktif market
timing berusaha menghasilkan excess return dengan merubah-rubah komposisi
dari suatu portfolio aset. Perubahan komposisi dari suatu portfolio aset dilakukan
antara risky free assets di pasar uang dengan risky assets di pasar modal, atau aset
berpendapatan tetap (obligasi) atau antara aset ekuitas didalam suatu kumpulan
risky assets, atau antara ekuitas sektor tertentu dengan ekuitas sektor lainnya
didalam satu kumpulan aset ekuitas yang merupakan bagian dari risky assets.
Perubahan prosentase ini tentunya akan merubah beta portfolio dan harapan
tingkat pengembalian investasi.
Keadaan pasar modal juga mempengaruhi beta portfolio, pada saat pasar
modal diperkirakan bullish maka strategi market timing ini akan mengubah
portfolionya sehingga beta menjadi lebih besar dan sebaliknya bila pasar modal
diperkirakan bearish, maka beta portfolio akan diubah menjadi lebih kecil.
Keputusan MI dalam merubah portfolio biasanya dilakukan dengan mengubah
komposisi antara risk free assets dan risky assets, atau antara aset berpendapatan
tetap dan aset ekuitas. Sedangkan perubahan komposisi dalam aset ekuitas
merupakan keputusan dalam memperbaiki kualitas risky assets, bukan untuk
tujuan market timing.
Universitas Indonesia
29
Tingkat keberhasilan menerapkan strategi market timing ditentukan oleh
keberhasilan memprediksi tingkat pengembalian investasi di pasar uang dan pasar
modal (Henriksson, et.al, 1981:516). Oleh karena itu untuk mengukur
kemampuan market timing, diperlukan proporsi prediksi yang benar mengenai
bull market dimana tingkat pengembalian investasi pada portfolio indeks pasar di
pasar modal lebih kecil daripada tingkat suku bunga bebas risiko di pasar uang.
2.2.5 Strategi Aktif Pemilihan Sekuritas
Menurut Bodie,Kane and Marcus (2005 : 990), strategi aktif pemilihan
sekuritas dengan model Treynor-Black bertujuan mengoptimalkan mean-variance
dari portfolio risky assets, sehingga didapat Capital Allocation Line (CAL) lebih
baik dari Capital Market Line (CML). Dari sekuritas-sekuritas yang ada di pasar
dipilih sekuritas yang misspriced (undervalued) yang diharapkan akan
memberikan abnormal return atau extra expected return. Akan tetapi tidak semua
sekuritas tersebut dapat dipilih dan disusun dalam satu portfolio tersendiri, karena
pertimbangan biaya analisis yang harus dilakukannya dan prinsip diversifikasi.
Oleh karena itu hasil dari pemilihan sekuritas tersebut akan digabungkan dengan
portfolio indeks pasar untuk membentuk suatu portfolio risky assets yang lebih
baik.
Dalam model Treynor-Black mengasumsikan bahwa pasar modal
mendekati efisien. Prinsip – prinsip dasarnya adalah sebagai berikut :
Analisis sekuritas hanya dapat dilakukan pada sebagian kecil sekuritas saja
sedangkan sekuritas lainnya yang tidak dianalisis diasumsikan berharga
wajar.
Untuk mendapatkan diversifikasi yang efisien, maka digunakan portfolio
indeks pasar sebagai portfolio dasar. Portfolio indeks pasar ini
diperlakukan sebagai portfolio pasif.
Perkiraan tingkat harapan pengembalian investasi dan varian dari portfolio
pasif (indeks pasar) telah tersedia.
Tujuan dari analisis sekuritas adalah untuk membentuk satu portfolio aktif
dari sejumlah kecil sekuritas. Sekuritas yang pilih tersebut adalah sekuritas
yang mispriced
Universitas Indonesia
30
Analisis mengikuti beberapa langkah untuk melakukan analisis sekuritas,
yaitu :
- Mengestimasi beta dan residual risk dari setiap sekuritas yang akan
dianalisis. Sedangkan tingkat pengembalian investasi dari setiap
sekuritas dihitung dari beta dan perkiraan makro, serta excess market
return
- Dengan derajat mispricing tertentu untuk setiap sekuritas, expected
return dan expected abnormal return (alpha) dapat ditentukan.
- Biaya dari diversifikasi yang tidak penuh berasal dari nonsystematic
risk dari sekuritas yang mispriced, yaitu variance dari residual
sekuritas. σ2 (e), yang mengimbangi (offset) keuntungan (alpha) dari
spesialisasi dalam sebuah sekuritas yang underpriced.
- Dengan menggunakan nilai perkiraan alpha, beta, residual risk dari
setiap sekuritas yang dianalisis, maka bobot optimal dari setiap
sekuritas dalam portfolio aktif dapat ditemukan
Perkiraan makro ekonomi untuk portfolio pasif dan perkiraan makro dan
mikro untuk portfolio aktif digunakan untuk menentukan portfolio risky
assets yang optimal, yang merupakan gabungan dari portfolio aktif dan
portfolio pasif.
2.2.6 Analisis Sekuritas dan Pembentukan Portofolio
Pada penelitiannya, Swinkles (2003) mengemukakan bahwa terdapat lima
komponen yang relevan mempengaruhi expected return dari kinerja portfolio
reksa dana, yaitu :
1. Fund’s long run average market exposure
2. Fund’s reaction on current macro economic sitation
3. Fund’s market exposure in the recent past
4. Selection
5. Market timing
Dengan demikian penilaian kinerja reksa dana dari segi kemampuan
manajer investasi yang mengelola portfolio dapat dinilai dari kemampuan
selection yang merupakan microforecasting dan market timing yang merupakan
kemampuan manajer investasi dalam melakukan macroforecasting
Universitas Indonesia
31
1. Pemilihan Sekuritas (selectivity)
Secara teoritis dalam membentuk portfolio yang sesuai dengan preferensi
risiko investor, manajer investasi perlu melakukan analisis terhadap sekuritas
individual, memperkirakan tingkat keuntungannya, standar deviasi tingkat
keuntungan, dan koefisien korelasi antarsaham dalam sebuah portfolio. Kemudian
dicari proporsi masing-masing sekuritas untuk portfolio yang risikonya sesuai
dengan preferensi risiko investor. Dengan kata lain, investor yang memiliki risk
aversion sangat tinggi akan dipilihkan portfolio yang mempunyai risiko lebih
rendah, dan sebaliknya.
Cara semacam ini akan sangat sulit dilakukan jika manajer investasi
dihadapkan pada jumlah saham yang cukup banyak untuk dianalisis. Untuk
menghindari kesulitan tersebut dapat digunakan konsep beta (risiko sistematik)
dalam pembentukan portfolio. Beta (β) dapat digunakan sebagai ukuran risiko
(sebagaimana dijelaskan dalam CAPM), dan saham-saham yang memiliki beta
rendah diartikan memiliki risiko yang rendah. Dengan demikian maka portfolio
yang terdiri dari saham-saham dengan beta rendah akan mempunyai beta
portfolio yang lebih rendah dari portfolio yang terdiri dari saham – saham dengan
beta tinggi. Hubungan beta saham individual dengan risiko (σ) portfolio dapat
dijelaskan dengan model penyederhanaan analasis portfolio yang disebut market
model (model pasar). Model pasar dapat diringkas sebagai berikut :
Ri = αi+βiRm+ei untuk setiap saham i=1,…,N
E(ei) = 0 untuk setiap saham i=1,…,N
Dimana :
Rm = tingkat keuntungan indeks pasar
βi = beta, yang mengukur sensitivitas Ri terhadap Rm
Untuk sekuritas, penggunaan model index tunggal menghasilkan tingkat
keuntungan yang diharapkan, standar deviasi tingkat keuntungan dan covariance
antar saham sebagai berikut :
1. Tingkat keuntungan yang diharapkan
E(Ri) = αi + βi E(Rm)
2. Variance tingkat keuntungan
σi2 = βi
2σm2 + σei
2
Universitas Indonesia
32
3. Covariance tingkat keuntungan sekuritas I dan j
σij = βiβj σm2
Model pasar akan mengurangi jumlah variabel yang perlu ditaksir, karena
untuk portfolio model pasar mempunyai karateristik model pasar sebagai berikut :
Beta portfolio (βp) merupakan rata-rata tertimbang dari beta saham-saham yang
membentuk portfolio tersebut. Dan alpha portfolio (αp) merupakan rata-rata
tertimbang dari alpha saham-saham yang membentuk portfolio. Dengan demikian
model pasar untuk suatu portfolio dapat dirumuskan menjadi,
E(Rp)= αp + βpE(Rm)
Untuk variance portfolio αp2 , rumusnya dapat dinyatakan
σp2= βp
2σm2 + (1/N)[∑ (1/N) (σei
2)]
Karena term kedua dari persamaan tersebut menunjukkan unsystematic
risk maka ini berarti sumbangan unsystematic risk terhadap risiko portfolio
menjadi semakin kecil apabila kita memperbesar jumah saham yang ada dalam
portfolio. Apabila kita memiliki N yang sangat besar sekali, maka term tersebut
akan menjadi sangat kecil dan mendekati nol. Term yang pertama disebut sebagai
systematic risk. Penjumlahan kedua term disebut risiko total portfolio (σp2). Risiko
yang tidak bisa dihilangkan jika kita membentuk portfolio yang terdiri dari
sekuritas yang semakin banyak merupakan risiko yang berkaitan dengan βp
Risiko sekuritas individual adalah βi2σm
2 + σei2. Karena pengaruh σei
2 pada
risiko portfolio bisa dikurangi kalau portfolio terdiri dari semakin banyak saham
maka σei2 sering juga disebut diversifiable risk. Tetapi pengaruh βi
2σi2 pada risiko
portfolio tidak bisa dikurangi dengan menambah sekuritas dalam portfolio.
Karena itu βi merupakan nondiversifikasi risk. Karena diversifiable risk bisa
dihilangkan dengan memperbesar jumlah sekuritas dalam portfolio, maka σp akan
tergantung pada βi. Sebagai akibatnya risiko portfolio akan tergantung sebagian
besar pada beta sekuritas-sekuritas yang membentuknya.
2. Market Timing
Salah satu keahlian dari manajer investasi yaitu market timing dan
keahlian ini perlu dideteksi. Market timing memberikan arti bahwa manajer
investasi memiliki kemampuan untuk meramalkan pasar dalam situasi naik atau
turun atau ketika Rm > Rf atau Rm < Rf. Rm menyatakan tingkat pengembalian
Universitas Indonesia
33
pasar (return market) dan Rf menyatakan tingkat pengembalian asset yang bebas
risiko. Beberapa pihak menyebutkan bahwa market timing adalah kemampuan
manajer investasi dalam rangka mengelola portfolio, yaitu membeli saham dengan
beta diatas satu pada saat pasar akan naik dan menjualnya dengan mengganti
membeli saham dengan beta dibawah satu ketika pasar akan turun (manurung,
2003).
Treynor dan Mazuy mendefinisikan market timing sebagai kemampuan
manajer reksa dana untuk mengubah komposisi porfolionya dengan memegang
proporsi market portfolio yang lebih besar pada saat return pasar lebih tinggi,
yang berkaitan dengan kemampuan memprediksi perubahan yang terjadi di pasar.
Maka manajer investasi akan menyesuaikan β portfolio berdasarkan kinerja
portfolio pasar. Sementara menurut Roy Sembel, market timing adalah proses
menentukan waktu terbaik untuk masuk (time to buy) dan keluar pasar (time to
sell).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Robert Merton terhadap ketiga
jenis proses strategi investasi, yaitu strategi investasi dengan investasi hanya pada
asset bebas risiko, strategi investasi buy and hold pada bursa saham, dan strategi
dengan melakukan market timing, dimana dengan menentukan waktu yang tepat
kapan untuk masuk ke pasar dan kapan untuk keluar dari pasar secara aktif.
Hasilnya menunjukkan bahwa stategi market timing mampu menghasilkan tingkat
hasil investasi sekitar 1.500.000 kali dari hasil investasi yang diperoleh melalui
strategi investasi pada asset bebas risiko selama 52 tahun.
2.2.7 Reksa Dana
2.2.7.1 Definisi Reksa Dana
Reksa Dana menurut UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 Pasal 1 ayat 27
yaitu: ”Suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer
investasi dimana kekayaan bersama milik pemodal akan disimpan oleh bank
kustodian.”
Universitas Indonesia
34
2.2.7.2 Bentuk & Jenis Reksa Dana
Dilihat dari sifatnya, Aidil Akbar (2007: 120) membedakan reksa dana
menjadi:
Reksa Dana Tertutup (close-ended mutual fund), Reksadana tertutup
berbentuk perseroan terbatas (PT) dimana penawaran publik dilakukan sekali
saja. Sebelum penawaran publik dilakukan perusahaan harus dinilai oleh
perusahan underwriter. Adapun jumlah unit yang ditawarkan tetap dan dijual
melalui bursa, seperti perusahaan terbuka (go public). Harga penawaran
berada dibawah Nilai Aktiva Bersih (NAB) atau ditawarkan dengan sistem
diskonto (discounted).
Reksa Dana Terbuka (open-ended mutual fund), Reksadana terbuka tidak
berbentuk PT, melainkan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) antara perusahaan
pengelola dana atau dikenal dengan istilah “manajer Investasi” dengan Bank
Kustodian (tempat penitipan surat berharga dan dana). Reksadana jenis ini
dijual langsung oleh perusahaan manajer Investasi kepada investor berupa
unit penyertaan. Apabila ingin menarik dananya, investor dapat menjual
kembali unit penyertaannya kepada manajer investasi. Manajer investasi
wajib membeli kembali unit penyertaan tersebut pada harga sesuai dengan
Nilai Aktiva Bersih (NAB) saat dijual dan memberikan uang hasil penjualan
kepada investor sesuai dengan investasinya. Berbeda dari reksadana tertutup,
reksadana KIK akan menawarkan unit penyertaannya secara terus-menerus
sampai jumlah unit penyertaan yang ditawarkan habis. Pada saat unit yang
ditawarkan habis atau mendekati habis, perusahaan manajer investasi dapat
mengajukan permintaan kenaikan jumlah unit yang ditawarkan kepada
Bapepam.
Setiap Reksa dana meiliki kebijakan tersendiri dalam berinvestasi. Dalam
praktek, jarang sekali ada Reksa Dana yang menanamkan seluruh dananya,
misalnya di saham saja. Biasanya sebagian di saham, sebagian lagi di instrumen
investasi lain. Umumnya pemilahan menggunakan batasan minimum 80%.
Batasan inilah yang digunakan BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) dalam
mengklasifikasikan Reksa Dana. Artinya, kalau ada Reksa Dana mempunyai
target investasi 80% di saham, sisanya di obligasi atau pasar uang, maka Reksa
Universitas Indonesia
35
Dana ini dikelompokkan pada Reksa Dana Saham, dan seterusnya. Selanjutnya,
Reksa Dana dibedakan jenisnya berdasarkan konsentrasi portofolionya, yaitu
sebagai berikut
- Reksa Dana Pasar Uang (Market Money Fund), yaitu jenis reksa dana yang
hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo
kurang dari satu tahun
- Reksa Dana Pendapatan tetap (Fixed Income Fund), yaitu reksa dana yang
melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam
bentuk efek yang bersifat utang (obligasi). Sisanya dalam bentuk efek
utang lainnya.
- Reksa Dana Saham (Equity Fund), yaitu reksa dana yang melakukan
investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek
bersifat ekuitas atau saham.
- Reksa Dana Campuran (Balance Fund), yaitu reksa dana yang melakukan
investasi dalam bentuk efek bersifat ekuitas (saham) dan efek bersifat
utang (obligasi), dengan komposisi portofolio investasi yang bervariasi
baik dalam bentuk efek utang, saham maupun pasar uang.
- Reksa Dana Terproteksi (Capital Protected Fund), yaitu jenis reksadana
yang memberikan proteksi atas investasi awal investor melalui mekanisme
pengelolaan portofolionya.
- Reksa Dana Dengan Penjaminan (Guaranteed Fund), yaitu jenis reksadana
yang memberikan jaminan bahwa investor sekurang-kurangnya akan
menerima sebesar nilai investasi awal pada saat jatuh tempo sepanjang
persyaratannya dipenuhi
- Reksadana Indeks (Index Fund), yaitu jenis reksadana yang portofolio
efeknya terdiri atas efek yang menjadi bagian dari sekumpulan efek dari
suatu indeks yang menjadi acuannya.
- Reksadana KIK yang diperdagangkan di Bursa (Exchange Traded Fund),
yaitu reksadana berbentuk KIK yang unit penyertaannya diperdagangkan
di Bursa Efek.
- Reksadana KIK Penyertaan Terbatas, yaitu reksa dana berbentuk Kontrak
Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas yang digunakan untuk
Universitas Indonesia
36
menghimpun dana dari pemodal profesional yang selanjutnya
diinvestasikan oleh Manajer Investasi pada portofolio efek.
- Reksadana Syariah, yaitu reksadana sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaanya yang akad
maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah di pasar
modal.
2.2.7.3 Nilai Aktiva Bersih (NAB)
NAB (Nilai Aktiva Bersih) merupakan salah satu tolak ukur dalam
memantau hasil dari suatu Reksa Dana. NAB per saham/unit penyertaan adalah
harga wajar dari portofolio suatu Reksadana setelah dikurangi biaya operasional
kemudian dibagi jumlah saham/unit penyertaan yang telah beredar (dimiliki
investor) pada saat tersebut.
Nilai Aktiva Bersih merupakan ’harga beli’ dan juga sekaligus ’harga jual’
per Unit Penyertaan pada saat pemodal ingin membeli atau menjual Unit
Penyertaan suatu Reksa Dana. NAB per unit dipublikasikan setiap hari bursa, dan
dapat dijadikan indikator kepada pemodal untuk melakukan keputusan beli atau
jual, juga dapat menjadi indikator untung-ruginya investasi kita. Naik turunnya
NAB per unit dipengaruhi oleh nilai pasar dari masing-masing efek yang terdapat
dalam portofolio suatu Reksa Dana.
NAB per unit mencerminkan nilai sesungguhnya suatu Unit Penyertaan
pada suatu hari tertentu setelah menghitung seluruh pengeluaran dan biaya
manajemen. NAB per unit untuk setiap Reksa Dana dihitung setiap hari dengan
menggunakan nilai pasar yang diterbitkan setiap hari. Secara sederhana, NAB per
Unit dikalkulasikan sebagai berikut:
Nilai Aktiva Bersih (NAB) adalah nilai pasar dari Efek-Efek tertentu dan
aset-aset lain dari Reksa Dana yang dikurangi semua kewajibannya yang dihitung
dan diterbitkan pada setiap Hari Bursa.
Universitas Indonesia
37
Kinerja atau prestasi pengelolaan portfolio reksadana tercermin dari nilai
NAB. Kebijakan dan strategi investasi yang dilakukan oleh manajer investasi
yang bersangkutan sangat menentukan baik atau tidaknya kinerja dan prestasi dari
investasi portfolio yang dikelolanya. Oleh karena itu, untuk mengetahui
perkembangan nilai investasi suatu reksadana dapat dinilai dari peningkatan NAB
yang sekaligus merupakan nilai investasi pada investor. NAB reksa dana terbuka
persaham\ dihitung tiap hari dan diumumkan pada publik . sementara NAB reksa
dana tertutup dihitung sekali seminggu. Dalam perhitungan NAB reksa dana, telah
dimasukkan semua biaya serta biaya pengelolaan investasi oleh manajer investasi,
biaya Bank Kustodian, biaya akuntan publik, dan lainnya. Pembebanan biaya
tersebut dalam perhitungannya selalu dikurangkan dari reksa dana tiap hari
sehingga NAB dipublikasikan oleh Bank Kustodian merupakan nilai investasi
yang dimiliki investor.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat kemampuan market timing
dan stock selection pada reksa dana saham yang dikelola oleh manajer investasi.
Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan model regresi
Henriksson- Merton dan Treynoy-Mazuy.
1. H0 : tidak terdapat kemampuan selectivity pada reksa dana saham yang
dikelola oleh manajer investasi (α = 0)
H1 : terdapat kemampuan selectivity pada reksa dana saham yang
dikelola oleh manajer investasi (α ≠ 0)
2. H0 : tidak terdapat kemampuan market timing pada reksa dana saham
yang dikelola oleh manajer investasi (β2 = 0)
H1 : terdapat kemampuan market timing pada reksa dana saham yang
dikelola oleh manajer investasi (β2 ≠ 0)
2.4 Metode Penelitian
2.4.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif karena penelitian ini dilakukan
melalui proses pemikiran deduktif dimana diawali dengan pola yang umum lalu
mengarah pada pola-pola khusus (Prasetyo dan Jannah, 2005). Proses pemikiran
Universitas Indonesia
38
ini diterapkan dengan mendasarkan penelitian pada teori yang telah ada
sebelumnya yang terkait dengan market timing dan stock selection..
2.4.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan, manfaat,
dimensi waktu, dan teknik pengumpulan data. Berdasarkan tujuan, penelitian ini
tergolong penelitian deskriptif karena dilakukan untuk memberikan gambaran
mengenai market timing dan stock selection pada reksa dana saham di Indonesia.
Penelitian ini berusaha memberikan gambaran mengenai kemampuan manajer
investasi dalam mengelola portfolio reksa dana sahamnya berdasarkan strategi
market timing dan stock selection.
Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni
karena memberikan pengetahuan dan pemahaman yang dapat digeneralisasi untuk
berbagai aspek, khususnya dalam berinvestasi di reksa dana saham. Hal ini
membuat penelitian kali ini dapat dijadikan sumber metode, teori dan gagasan,
yang dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya. Penelitian murni
mencakup penelitian-penelitian yang dilakukan dalam kerangka akademis dan
biasanya dilakukan dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian
cross sectional, karena hanya mengambil satu bagian dari gejala (populasi) pada
satu waktu tertentu. Penelitian ini hanya digunakan dalam waktu yang tertentu,
dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk
diperbandingkan. Data cross sectional digunakan untuk mengamati respon dalam
periode yang sama, sehingga variasi terjadinya adalah antar pengamatan
(Kuncoro, 2003).
2.4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi diartikan sebagai kumpulan elemen-elemen yang mempunyai
karakteristik tertentu yang sama dan mempunyai kesempatan yang sama untuk
dipilih menjadi anggota sampel (Umar, 2004). Banyak pengertian tentang sampel,
tetapi secara umum dapat dijelaskan bahwa sampel merupakan bagian dari suatu
populasi. Populasi penelitian pada penelitian ini adalah reksa dana saham yang
sudah efektif selama periode penelitian. Sampel ini bebas dari survivorship bias,
karena hanya mengikutsertakan reksa dana saham yang tetap ada sampai dengan
Universitas Indonesia
39
akhir periode sampel. Oleh karena itu, reksa dana yang muncul atau keluar pada
suatu titik di antara pertengahan sampai akhir periode sampel tidak turut
diikutsertakan.
Penelitian selectivity dan market timing ini mengambil sampel reksa dana
saham yang bersifat non-syariah, dikarenakan pada manajer investasi reksa dana
non syariah memiliki pilihan saham yang lebih banyak dalam melakukan
selectivity untuk portfolionya dibandingkan dengan dengan reksa dana saham
syariah. Selain itu, jumlah reksa dana saham non syariah yang aktif selama
periode penelitian jauh lebih banyak dibandingkan reksa dana saham syariah
sehingga lebih memungkinkan untuk diambil sebagai sampel dalam penelitian ini.
Periode pengamatan dilakukan 3 tahun yaitu dari Januari 2006 sampai
dengan Desember 2008 karena fluktuasi (volatilitas) kinerja reksa dana yang
cukup tinggi selama periode tersebut yang dicerminkan dari meningkatnya dana
kelolaan industri reksa dana serta jumlah reksa dana yang ada dipasar.
2.4.4 Prosedur Pemilihan Sampel
Kriteria pemilihan data reksa dana yang akan dijadikan sebagai sampel
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Merupakan reksa dana terbuka (open-end funds)
- Merupakan produk yang telah aktif diperdagangkan selama 2006-2008
- Merupakan reksa dana saham yang bersifat non syariah
- Merupakan reksa dana saham yang termasuk dalam 20 besar peringkat
berdasarkan return tertinggi reksa dana saham per tahunnya selama 3
tahun berturut-turut.
Berdasarkan produk reksa dana yang memenuhi kriteria selama periode
penelitian, maka dilakukan pemeringkatan berdasarkan total return per tahun yang
dihasilkan masing-masing reksa dana selama periode 2006-2008. Perhitungan
return reksa dana dilakukan menggunakan persamaan berikut :
Berdasarkan pemeringkatan tersebut, reksa dana yang akan dipilih sebagai
sampel dalam penelitian ini adalah :
1. Schroder Dana Prestasi Plus
Universitas Indonesia
40
2. Schroder Dana Istimewa
3. Fortis Pesona
4. Dana Ekuitas Andalan
5. Phinisi Dana Saham
6. Manulife Dana Saham
7. First State Dividend Yield F
2.4.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder
yang merupakan data eksternal dan bersifat time series dengan interval data
mingguan dan batasan data berupa transaksi perdagangan pada hari rabu, ataupun
hari-hari selain hari senin dan Jum’at untuk menghindari pengaruh dari Monday
dan Friday effect pada penelitian ini (Jaffe, 1985). Monday dan Friday effect
merupakan pengaruh dari antusiasme pasar yang cukup tinggi pada akhir minggu,
dan biasanya akan cenderung mempengaruhi harga saham menjadi tinggi. Data
mingguan digunakan karena merupakan jenis data dengan frekuensi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan data bulanan yang sering digunakan pada penelitian
sebelumnya, dimana data bulanan cenderung kurang dapat mengestimasi
kemampuan market timing. Penggunaan data frekuensi yang lebih tinggi
diharapkan dapat meningkatkan inferensi statistic dalam pengukuran market
timing ( George, 2006). Beberapa jenis data serta sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Nilai Aset Bersih Reksa dana yang diperoleh dari sumber
www.infovesta.com
- IHSG yang diperoleh dari sumber www.finance.yahoo.com
- BI Rate yang diperoleh dari sumber www.bi.go.id
2.4.6 Teknik Analisis Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan 2 model untuk
meneliti aktivitas selectivity dan market timing pada kinerja manajer investasi dari
reksa dana menggunakan pendekatan return (return-based measure). Kedua model
yang digunakan tersebut telah dijelaskan sebelumnya, dan dituliskan sebagai
berikut :
Universitas Indonesia
41
Model Henriksson Dan Merton (1984)
Model Henriksson Dan Merton (HM Model) merupakan model
multifactor yang dituliskan sebagai berikut (Prather:2001) :
Ri,t = αi + β1i (Rm,t)+ β2i (Rm,t) D+εi,t
Dimana dalam penggunaan model ini di dalam penelitian menggunakan
beberapa variabel yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Ri,t merupakan variabel dependen pada model Henriksson dan Merton,
yang merupakan excess return dari reksa dana I pada saat t.
Interpretasi dari Ri,t sebagai variabel dependen berarti bahwa nilai dari
Ri,t terikat dengan nilai dari variabel-variabel independen
b. Rm,t merupakan variabel independen pada model Henriksson dan
Merton, yang merupakan excess return dari market return pada saat t.
Fungsi dari Rm,t sebagai variabel independen adalah menentukan nilai
dari variabel dependennya.
c. D merupakan variabel dummy yaitu variabel kontrol pada model
Henriksson dan Merton yang bernilai 1 jika market return melampaui
risk free rate dan 0 jika market return melampaui risk free rate. Fungsi
dari variabel dummy pada model ini adalah untuk membagi kondisi
pasar saat sedang dalam kondisi bull atau bear
d. εi,t merupakan random error term ataupun variabel error yang
merupakan risiko no sistematik atau risiko spesifik dari reksa dana.
Selain variabel, model ini digunakan untuk melakukan estimasi terhadap
beberapa koefisien parameter yang mempengaruhi variabel independen dalam
menentukan variabel dependennya. Parameter yang diestimasi dalam model
Henriksson dan Merton adalah sebagai berikut :
a. αi yang mempresentasikan pengukuran dari kemampuan selectivity
yang dimiliki oleh manajer investasi reksa dana I (risk adjusted
return). Dimana semakin tinggi dan positif nilai dari koefisien
parameter ini, maka semakin tinggi kemampuan selectivity manajer
investasi reksa dana mampu menciptakan penambahan return reksa
dana bagi para investornya.
Universitas Indonesia
42
b. Β1i merupakan parameter yang digunakan dalam melakukan estimasi
atas systematic risk yang menggambarkan risiko sistematik yang
dimiliki oleh portfolio reksa dana. Dimana sesuai dengan konsep high
risk high return, maka semakin besar risiko yang dimiliki suatu
portfolio, maka semakin besar pula return yang dapat dihasilkan
c. Β2i merupakan parameter yang digunakan dalam pengukuran
kemampuan market timing dari manajer investasi reksa dana i.
Dimana nilai yang besar dan positif pada koefisien parameter ini
diinterpretasikan bahwa manajer investasi telah memiliki kemampuan
market timing yang dapat meningkatkan return dari portfolio reksa
dana.
Model Treynor dan Mazuy (1966)
Sementara pada model Treynor dan Mazuy yang merupakan model
multifaktor yang dituliskan sebagai berikut (prather:2001) :
Ri,t = αi + βi (Rm,t) + γi (Rm,t)2 +εi,t
Dimana dalam penggunaan model ini di dalam penelitian menggunakan
beberapa variabel yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Ri,t merupakan variabel dependen pada model Treynor-Mazuy, yang
merupakan excess return dari reksa dana i pada saat t. Interpretasi dari
Ri,t sebagai variabel dependen berarti bahwa nilai dari Ri,t terikat
dengan nilai dari variabel-variabel independen
b. Rm,t merupakan variabel independen pada model Treynor-Mazuy, yang
merupakan excess return dari market return pada saat t. fungsi dari Rm,t
sebagai variabel independen adalah menentukan nilai dari variabel
dependennya.
c. Rm,t2 merupakan variabel independen pada model Treynor-Mazuy,
yang merupakan excess return dari market return pada saat t. Fungsi
kuadrat yang ada pada variabel ini digunakan menurut argumentasi
dari Treynor-Mazuy yang menyatakan bahwa “jika manajer investasi
memiliki kemampuan market timing maka ia dapat memprediksi
kondisi pasar di masa depan dan memilih sekuritas yang dapat
Universitas Indonesia
43
melampaui pasar pada saat itu. Dengan demikian ia akan memberikan
proporsi yang lebih besar pada portfolio sekuritas tersebut.”
d. εi,t merupakan random error term ataupun variabel error yang
merupakan risiko unik atau risiko spesifik dari reksa dana
Selain variabel, model ini digunakan untuk melakukan estimasi terhadap
beberapa parameter yang mempengaruhi variabel independen dalam menentukkan
variabel dependennya. Parameter yang diestimasi dalam model Treynor-Mazuy
ini adalah sebagai berikut :
a. αi yang mempresentasikan pengukuran dari kemampuan selectivity
yang dimiliki oleh manajer investasi reksa dana I (risk adjusted
return). Dimana semakin tinggi dan positif nilai dari koefisien
parameter ini, maka semakin tinggi kemampuan selectivity manajer
investasi reksa dana mampu menciptakan penambahan return reksa
dana bagi para investornya.
b. βi merupakan parameter yang digunakan dalam melakukan estimasi
atas systemtic risk yang menggambarkan risiko sistematik yang
dimiliki oleh portfolio reksa dana. Dimana sesuai dengan konsep high
risk high return, maka semakin besar risiko yang dimiliki suatu
portfolio, maka semakin besar pula return yang dapat dihasilkan
c. γi merupakan parameter yang digunakan dalam pengukuran
kemampuan market timing dari manajer investasi reksa dana i.
Dimana nilai yang besar dan positif pada koefisien parameter ini
diinterpretasikan bahwa manajer investasi telah memiliki kemampuan
market timing yang dapat meningkatkan return dari portfolio reksa
dana.
2.4.7 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data sampel yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS. Didalam mengolah
data sampel dalam pengujian harus memperhatikan asumsi-asumsi berikut dalam
teorema Gauss-markov didalam memperoleh taksiran Ordinary Least square yang
memiliki sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu (sarwoko2005) :
1. E(Ut) = 0, nilai rata-rata error nol
Universitas Indonesia
44
2. Cov (Ui,Uj) = 0, error bersifat independen secara statistik
3. Var(Ut) = σ2 , variance dari error bersifat konstan dan finite untuk
setiap Xt
4. Cov (Ui,Xt) = 0, tidak ada hubungan anata error dengan X
5. Ut N (0,σ2), Ut memiliki distribusi normal.
Jika error hasil regresi memenuhi syarat 1 sampai 4, maka dapat dikatakan
parameter yang diestimasi telah memiliki karateristik BLUE, yaitu parameter
tersebut telah konsisten (kemungkinan nilai estimasi akan berbeda jauh dengan
nilai parameter populasi akan mendekati nol apabila jumlah sampel ditambah),
efisien (tidak ada estimator lain yang memiliki varians yang lebih kecil), dan tidak
bias (secara rata-rata nilai estimasi akan mendekati nilai parameter populasi).
Dengan berdasarkan pada asumsi-asumsi tersebut, maka dalam penelitian ini
dilakukan pengolahan data sampel dengan langkah-langkah pengujian sebagai
berikut :
Uji Stasioneritas (Nachrowi :2006)
Uji stasioner adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui apakah
variabel dependen dan independen pada model regresi telah memiliki data yang
stasioner. Suatu data time series dari suatu variabel dikatakan stasioner jika rata-
rata dan varians adalah konstan sepanjang waktu dan nilai kovarian antara dua
periode waktu tergantung dari jarak atau lag antara kedua periode itu dan bukan
dari waktu sesungguhnya dimana kovarian itu dihitung. Stasioneritas diperlukan
untuk memperoleh estimasi variabel-variabel independen yang signifikan. Uji
stasioneritas dilakukan dengan menggunakan unit root test dengan hipotesis
pengujian :
H0 : β = 0, Xt non stationarity
H1 : β ≠ 0, I (0) stationarity
Kriteria penolakan yang digunakan pada pengujian ini adalah :
Tolak H0 jika t hit< t krit, dengan ditolaknya hipotesis H0 menunjukan bahwa data
telah stasioner. Namun jika pada pengujian ditemukan t hit > t krit yang
menunjukkan bahwa hipotesis H0 tidak dapat ditolak menunjukan data tersebut
belum stasioner. Maka untuk mengubahnya menjadi stasioner terlebih dahulu
harus melakukan diferensiasi pada data.
Universitas Indonesia
45
Regresi Model
Setelah semua data telah secara signifikan stasioner maka berarti data
tersebut telah siap dimasukan ke dalam model regresi yang akan di uji, dimana
dalam penelitian ini untuk mengestimasi selectivity dan market timing
menggunakan 2 model yaitu model Henriksson-Merton dan Treynor-Mazuy yang
telah dijelaskan sebelumnya
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi terjadi kesamaan varians dari residual suatu observasi ke observasi
yang lain, apabila varians dari error tidak konstan maka terjadi heteroscedasticity
dalam error. Hal ini dilakukan untuk memenuhi asumsi ke 3 dari teorema Gauss-
markov yang telah dijelaskan sebelumnya. Konsekuensi yang disebabkan oleh
sifat heteroscedasticity ini adalah :
a. Estimator yang dihasilkan tetap konsisten, tetapi tidak lagi efisien
b. Standar error yang dihitung dari OLS yang memiliki error yang
heteroskedastik tidak lagi akurat,
Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara formal dan informal.
Pengamatan informal dilakukan dengan cara mem plot residual kuadrat dengan Ŷ
atau dengan mem plot residual kuadrat dengan salah satu variabel independen.
Salah satu cara formal yang dapat dilakukan untuk mengamati distribusi error ini
adalah dengan menggunakan uji white-heteroscedasticity, dengan hipotesis
pengujian sebagai berikut :
H0 : Var (Ut) = σ2, No Heteroscedasticity
H1 : Var (Ut) ≠ σ2, Heteroscedasticity
Tolak H0 jika n.R2 > x2 tabel ataupun dengan menggunakan kriteria p-
value homoscedastic. Namun jika Ho ditolak maka distribusi error bersifat
heteroscedastic. Terdapat beberapa remedial yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki distribusi error yang heteroscedastic tergantung pada pola
heteroscedasticity yang kita anggap terjadi. Salah satu remedial yang dapat
dilakukan adalah menggunakan uji white dengan cara merubah standar error dari
OLS dengan white heteroscedasticity consistent coefficient variance berdasarkan
Universitas Indonesia
46
pada asumsi variasi dari residual mengikuti pola, kuadrat, dan hasil perkalian dari
regressors.
Uji autokorelasi
Uji auto korelasi digunakan untuk menguji apakah dalalm sebuah model
regresi linear terdapat korelasi antara error pada periode t-1. Jika pada error data
ternyata mengandung korelasi dari suatu observasi dengan observasi lainnya
mengakibatkan beberapa konsekuensi yaitu :
a. Estimator yang dihasilkan tetap konsisten, tetapi tidak lagi efisien
atau dengan kata lain terdapat estimator lain yang memiliki
variance yang lebih kecil daripada estimator yang memiliki error
yang berautokorelasi
b. Standar error yang dihitung dari OLS yang memiliki error yang
berautokorelasi tidak lagi akurat, sehingga hasil uji hipotesa tidak
lagi akurat
Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-
Watson (Uji DW). Uji ini menguji autokorelasi order pertama yaitu antara error
saat ini dengan error satu period eke belakang. Syarat untuk melakukan uji DW
ini adalah
a. Harus ada intercept/konstan pada regresi
b. Variabel independen harus non-stokastik
c. Tidak ada lag dari dependen variabel pada regresi
Hipotesis pengujian untuk autokorelasi adalah sebagai berikut :
H0 : p = 0 No autocorrelation
H1 : p ≠ 0 autocorrelation
Setelah melewati uji heteroscedasticity dan autokorelasi pada output
regresi berarti error term yang digunakan dalam regresi telah bebas dari pengaruh
sebelumnya, dengan demikian berarti output regresi telah memenuhi teorema
Gauss-Markov dan dapat di interpretasi lebih jauh
2.4.8 Tahapan dalam Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang akan dilakukan secara umum sebagai berikut:
1. Pemilihan Topik Penelitian
Universitas Indonesia
47
Pada tahap ini penulis mengambil topik penelitian yaitu “Pengukuran
Kemampuan Market Timing dan Stock Selection Pada Portfolio Reksa
Dana Saham Periode 2006-2008 “
2. Mengumpulkan Data Penelitian
Semua data sekunder yang terkait dengan penelitian ini dikumpulkan dan
diorganisir secara sistematis. Data tersebut merupakan data mingguan dari
NAB Reksa dana saham,IHSG, BI rate dan berbagai data yang relevan
3. Mengolah dan menganalisis data
4. Menulis laporan penelitian
Aliran Kerangka Pikir ( Flow Chart of Analysis )
Untuk menggambarkan secara sistematis pola pikir dalam penelitian ini,
maka dibentuk suatu diagram aliran kerangka pikir menyeluruh atas proses
penelitian, sebagaimana digambarkan berikut ini:
Gambar I
Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2009
Universitas Indonesia
Menentukan Topik Penelitian
Pengumpulan Data Penelitian
Data Mingguan dari NAB RD Saham, BI Rate dan IHSG
Model HM Model TM
Selectivity Market TimingKorelasi
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran