18
III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU Menurut segi kimia, susu merupakan cairan kompleks yang mengandung lebih dari 100 senyawa kimia terpisah (Chandan, 1997). Komponen utamanya berupa air, lemak, laktosa, kasein, protein whey, dan mineral yang jumlahnya beragam disetiap spesies hewan. Menurut sudut pandang psikologis, susu merupakan sekresi yang dihasilkan dari kelenjar mamal mamalia betina yang diproduksi sebagai sumber nutrisi awal bagi spesies baru. Sedangkan menurut sudut pandang fisikokimia, susu merupakan cairan putih dari fase multidispersi. Dipandang dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir (Buckle et al, 2009). Susu menyediakan nutrisi yang baik bagi manusia. Pada dasaranya susu terdiri dari air, lemak susu, dan padatan non-lemak. Padatan non-lemak terbagi menjadi protein, laktosa, dan mineral. Total lemak susu dan padatan non-lemak disebut total padatan. Hingga saat ini, susu yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia berasal dari sapi. Secara kimiawi, susu sapi tersusun atas air (87 %), dan substansi kering, yaitu lemak (4 %), protein (3.5 %), laktosa (4.7 %), serta abu (0.8 %) (Bylund, 1995). Tabel 2. Syarat mutu susu segar No Karakteristik Satuan Syarat 1. Berat jenis minimum (pada suhu 27,5 o C) g/ml 1,0270 2. Kadar lemak minimum % 3,0 3. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum % 7,8 4. Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan 5. Derajat asam o SH 6,0 7,5 6. pH - 6,3 6,8 7. Uji alkohol (70 %) v/v - Negatif 8. Cemaran mikroba maksimum: Total plate count CFU/ml 1 x 10 6 Staphylococcus aureus CFU/ml 1 x 10 2 Enterobacteriaceae CFU/ml 1 x 10 3 9. Jumlah sel somatis maksimum sel/ml 4 x 10 5 10. Residu antibiotik (golongan penisilin, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida) - Negatif 11. Uji pemalsuan - Negatif 12. Titik beku o C -0,520 s.d. -0,560 13. Uji peroksidase - Positif Cemaran logam berat maksimum: Timbal (Pb) μg/ml 0,02 Merekuri (Hg) μg/ml 0,03 Arsen (As) μg/ml 0,1 Sumber: (SNI, 1998)

BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. SUSU

Menurut segi kimia, susu merupakan cairan kompleks yang mengandung lebih dari 100

senyawa kimia terpisah (Chandan, 1997). Komponen utamanya berupa air, lemak, laktosa,

kasein, protein whey, dan mineral yang jumlahnya beragam disetiap spesies hewan. Menurut

sudut pandang psikologis, susu merupakan sekresi yang dihasilkan dari kelenjar mamal

mamalia betina yang diproduksi sebagai sumber nutrisi awal bagi spesies baru. Sedangkan

menurut sudut pandang fisikokimia, susu merupakan cairan putih dari fase multidispersi.

Dipandang dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna dan

merupakan makanan alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir (Buckle et al, 2009).

Susu menyediakan nutrisi yang baik bagi manusia. Pada dasaranya susu terdiri dari air,

lemak susu, dan padatan non-lemak. Padatan non-lemak terbagi menjadi protein, laktosa, dan

mineral. Total lemak susu dan padatan non-lemak disebut total padatan. Hingga saat ini, susu

yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia berasal dari sapi. Secara kimiawi, susu sapi

tersusun atas air (87 %), dan substansi kering, yaitu lemak (4 %), protein (3.5 %), laktosa

(4.7 %), serta abu (0.8 %) (Bylund, 1995).

Tabel 2. Syarat mutu susu segar

No Karakteristik Satuan Syarat

1. Berat jenis minimum (pada suhu 27,5o C) g/ml 1,0270

2. Kadar lemak minimum % 3,0

3. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum % 7,8

4. Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada

perubahan

5. Derajat asam oSH 6,0 – 7,5

6. pH - 6,3 – 6,8

7. Uji alkohol (70 %) v/v - Negatif

8. Cemaran mikroba maksimum:

Total plate count CFU/ml 1 x 106

Staphylococcus aureus CFU/ml 1 x 102

Enterobacteriaceae CFU/ml 1 x 103

9. Jumlah sel somatis maksimum sel/ml 4 x 105

10. Residu antibiotik (golongan penisilin,

tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida)

- Negatif

11. Uji pemalsuan - Negatif

12. Titik beku oC -0,520 s.d. -0,560

13. Uji peroksidase - Positif

Cemaran logam berat maksimum:

Timbal (Pb) μg/ml 0,02

Merekuri (Hg) μg/ml 0,03

Arsen (As) μg/ml 0,1

Sumber: (SNI, 1998)

Page 2: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

10

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3141-1998 susu segar adalah susu murni

yang tidak mendapatkan perlakuan apapun kecuali proses pendinginan dan tanpa

memengaruhi kemurniannya. Pada Tabel 2, ditunjukan bahwa syarat susu yang baik meliputi

beberapa faktor seperti berat jenis, kadar lemak minimum, kadar bahan kering tanpa lemak

minimum, warna, bau, rasa, kekentalan, derajat asam, pH, uji alkohol, cemaran mikroba

maksimum, jumlah sel somatis maksimum, residu antibiotik, uji pemalsuan, titik beku, uji

peroksidase, serta cemaran logam berat.

Warna susu bergantung pada beberapa faktor seperti jenis ternak dan pakannya. Warna

susu normal biasanya berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putih

merupakan hasil dispersi cahaya dari globula lemak, koloid misel kasein, dan mineral

kalsium fosfat yang ada di dalam susu (Goff dan Hill, 1993). Susu juga mengandung pigmen

karoten dan xantofil yang memberikan warna kuning keemasan pada lemak susu. Susu terasa

sedikit manis dan asin (gurih) yang disebabkan adanya kandungan gula laktosa dan garam

mineral di dalam susu. Globula lemak juga bertanggungjawab atas pembentukan rasa krim

pada susu (Walstra et al., 2006). Rasa susu sendiri mudah sekali berubah bila terkena benda-

benda tertentu, misalnya makanan ternak penghasil susu, kerja enzim dalam tubuh ternak,

bahkan wadah tempat menampung susu yang dihasilkan nantinya. Susu segar memiliki sifat

amfoter, artinya dapat berada di antara sifat asam dan sifat basa. Secara alami pH susu segar

berkisar 6,5–6,7. Bila pH susu lebih rendah dari 6,5 berarti terdapat kolostrum ataupun

aktivitas bakteri.

B. NILAI GIZI SUSU

Zat gizi adalah substansi pangan yang memberikan energi, diperlukan untuk

pertumbuhan, perkembangan dan atau pemeliharaan kesehatan, serta bila terjadi kekurangan

maka dapat menyebabkan perubahan karakteristik biokimia sehingga terjadi perubahan

fisiologi tubuh (BPOM, 2004). Suatu pangan dapat dikatakan bergizi apabila mengandung

lebih dari tiga macam zat gizi yang masing-masing dalam jumlah lebih dari 10 % Angka

Kecukupan Gizi (AKG). Suatu pangan dapat dikatakan bergizi lengkap apabila pangan

tersebut mengandung semua zat gizi seperti tercantum dalam AKG masing-masing dalam

dalam jumlah minimum 50 % AKG. Suatu pangan dapat disebut mempunyai komposisi zat

gizi yang seimbang apabila pangan tersebut memberikan kontribusi kalori dari karbohidrat

50 % sampai dengan 60 %, lemak 20 % sampai dengan 30 %, dan protein 10 % sampai

dengan 15 %. Sedangakan Angka Kecukupan Gizi (AKG) itu sendiri merupakan suatu

kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis

kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Susu sebagai salah satu pangan bergizi, memiliki beberapa komponen zat gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh seperti lemak, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral.

1. Lemak

Lemak terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris tengah

antara 1 – 20 mikron dengan rata-rata garis tengah 3 mikron (Buckle et al, 2009).

Biasanya terdapat sekitar 1000 x 106 butiran lemak dalam setiap ml susu. Butiran inilah

yang menyebabkan susu mudah menyerap flavor asing. Menurut Buckle et al (2009),

kerusakan yang dapat terjadi pada lemak susu merupakan sebab dari berbagai

perkembangan flavor yang menyimpang dalam produk-produk susu, seperti:

1. Ketengikan, yang disebabkan karena hidrolisa dan gliserida dan pelepasan asam

lemak seperti butirat dan kaproat, yang mempunyai bau yang keras, khas dan tidak

Page 3: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

11

menyenangkan. Ketengikan terutama ditimbulkan oleh enzim lipase yang terdapat

secara alami di dalam susu.

2. Tallowiness yang disebabkan karena oksidasi asam lemak tak jenuh.

3. Flavor teroksidasi yang disebabkan karena oksidasi fosfolipid.

4. Amis/ bau seperti ikan yang disebabkan karena oksidasi dan reaksi hidrolisa.

Lemak susu berkontribusi terhadap 48% total kalori pada susu. Lemak susu

mengandung sekitar 66 % lemak jenuh, 30 % lemak tak jenuh rantai tunggal, serta 4 %

lemak tak jenuh rantai banyak (Chandan, 1997). Komponen mikro dari lemak susu

antara lain adalah fosfolipid, sterol, tokoferol (vitamin E), karoten, vitamin A, serta

vitamin D. susu mengandung kira-kira 0.3 % fosfolipid terutama lesitin, sphingomielin

dan sepalin. Pada waktu susu dipisahkan menjadi skim milk dan krim, sekitar 70 %

fosfolipid terdapat pada krim. Fosfolipid dapat dengan cepat teroksidasi di dalam udara

dan akibatnya ikut menyebabkan penyimpangan cita rasa susu (Buckle et al, 2009).

2. Protein

Secara garis besar, protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu kasein

dan protein whey. Kasein merupakan protein utama susu yang jumlahnya mencapai 80

% dari total protein susu sapi. Kasein dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin.

Homogenisasi yang biasa dilakukan dalam pengolahan susu menyebabkan sebagian dari

partikel-partikel kasein menyatu dengan butiran lemak.

Protein merupakan polimer kompleks dari asam amino (Ronzio, 2003). Asam amino

dibedakan menjadi asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial

merupakan asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak dapat disintesis oleh

tubuh manusia sehingga harus didapat dari bahan pangan. Asam amino esensial terdiri

dari leusin, isoleusin, valin, lisin, treonin, triptofan, metionin, fenilalanin dan histidin.

Sedangkan asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat disintesis oleh

tubuh. Asam amino ini terdiri dari arginin, alanin, aspargin, asam aspartat, sistein,

glutamine, asam glutamate, glisin, prolin, serin, dan tirosin.

3. Laktosa

Laktosa merupakan karbohidrat utama yang terdapat dalam susu (Buckle et al,

2009). Laktosa berkontribusi terhadap 30 % dari total kalori susu. Laktosa merupakan

disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Jika susu dipanaskan seperti pada

produk susu UHT, laktosa dapat mengalami isomerisasi menjadi laktulosa. Jumlah

laktulosa dalam produk susu yang dipanaskan dapat menjadi indikator kecukupan panas

proses.

4. Mineral

Kalsium, fosfor dan magnesium merupakan makro mineral yang banyak ditemukan

dalam susu dan ketiganya memiliki bioavaibilitas yang sangat baik. Selain ketiga

mineral tersebut, susu juga menggandung beberapa mineral lain dalam jumlah yang

sedikit (trace mineral). Contoh trace mineral yang terdapat dalam susu sapi segar adalah

zat besi, tembaga, mangan, zink dan iodium. Kandungan mineral dari susu, kecuali

iodium, bersifat relatif konsisten dan tidak dipengaruhi oleh makanan ternak.

Kandungan mineral dalam susu sapi dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 4: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

12

Tabel 3. Kandungan mineral dalam susu sapi

Mineral Kandungan (mg/ 100 ml)

Natrium 35-50

Kalium 140-155

Kalsium 115-125

Magnesium 11-14

Fosfor 90-100

Klorida 95-110

Zat Besi 0,03--0,11

Tembaga 0,01-0,12

Mangan 0,003-0,037

Zink 0,22-1,9

Iodium 0,005-0,07

Sumber: (Chandan et al., 1992)

5. Vitamin

Susu mengandung berbagai jenis vitamin yang diperlukan tubuh. Kandungan

vitamin dalam susu segar dapat dilihat pada Tabel 4. Dipandang dari sudut gizi, susu

merupakan sumber yang cukup baik dari vitamin larut air yaitu B dan C, serta vitamin

larut lemak yaitu A, D, dan E (Buckle et al., 2009). Namun untuk beberapa vitamin yang

sensitif terhadap panas seperti vitamin C dan B9, kandungannya dapat berubah secara

signifikan untuk produk susu yang diolah menggunakan panas tinggi.

Tabel 4. Kandungan vitamin rata-rata dalam susu

Vitamin Kandungan per 100 g susu

Vitamin A 160 IU

Vitamin C 2,0 mg

Vitamin D 0,5-4,4 IU

Vitamin E 0,08 mg

Vitamin B1 (Tiamin) 0,035 mg

Vitamin B2 (Riboflavin) 0,17 mg

Vitamin B3 ((Niasin) 0,08 mg

Vitamin B5 (Asam Pantotenat) 0,35 – 0,45 mg

Vitamin B6 (Piridoksin) 0,05 - 0,1 mg

Vitamin B9 (Asam Folat) 3 – 8 μg

Vitamin B12 0,5 μg

Biotin 0,5 μg

Sumber: (Buckle et al., 2009)

C. SUSU UHT (ULTRA HIGH TEMPERATURE)

Susu UHT (Ultra High Temperature) merupakan susu yang diproses dengan panas tinggi

dalam waktu singkat (135-145o C) selama 2-5 detik (Amanatidis, 2002). Menurut kategori

pangan BPOM (2006), Susu UHT merupakan susu segar atau susu rekonstitusi atau susu

Page 5: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

13

rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari 135oC selama 2 detik dan dikemas

segera dalam kemasan yang steril dan secara aseptis. Sistem UHT sendiri merupakan salah

satu cara pengolahan yang berlangsung secara kontinyu dengan pemanasan yang tinggi dan

dalam waktu singkat serta diikuti dengan pendinginan secara cepat untuk menghasilkan

produk yang steril secara komersial (Von Bockelmann, 1998). Pemanasan dengan suhu

tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun

patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah

kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma, dan rasa yang relatif tidak

berubah seperti susu segarnya (Astawan, 2005). Karena pemanasan pada suhu tinggi dapat

menyebabkan warna coklat akibat reaksi Maillard (Clare et al, 2005). Susu UHT ditemukan

pada tahun 1960-an dan sudah mulai umum dikonsumsi pada tahun 1970-an (Elliot, 2007).

Kelebihan-kelebihan susu UHT adalah masa simpannya yang relatif panjang pada suhu

kamar walau tanpa penambahan bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari

pendingin. Jangka waktu ini lebih lama dari umur simpan produk susu cair lainnya. Selain itu

susu UHT merupakan susu yang sangat higienis karena bebas dari seluruh mikroba baik

mikroba patogen (penyebab penyakit) maupun mikroba pembusuk, serta spora sehingga

potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal. Kontak panas yang sangat singkat pada

proses ini menyebabkan mutu sensori (warna, aroma, dan rasa khas susu segar) dan mutu zat

gizi, relatif tidak berubah. Selain itu susu UHT memiliki kandungan yang lebih murni

dibanding susu bubuk maupun susu kental manis.

Pengolahan susu cair segar menjadi susu UHT sangat sedikit pengaruhnya terhadap

kerusakan protein. Di lain pihak kerusakan protein sebesar 30 % terjadi pada pengolahan

susu cair menjadi susu bubuk. Kerusakan protein pada pengolahan susu dapat berupa

terbentuknya pigmen coklat (melanoidin) akibat reaksi Mallard. Reaksi Maillard adalah

reaksi pencoklatan non enzimatik yang terjadi antara gula dan protein susu akibat proses

pemanasan yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama seperti pada proses pembuatan

susu bubuk. Reaksi pencoklatan tersebut menyebabkan menurunnya daya cerna protein.

Proses pemanasan susu dengan suhu tinggi dalam waktu yang cukup lama juga dapat

menyebabkan terjadinya rasemisasi asam-asam amino yaitu perubahan konfigurasi asam

amino dari bentuk L ke bentuk D. Tubuh manusia umumnya hanya dapat menggunakan asam

amino dalam bentuk L. Dengan demikian proses rasemisasi sangat merugikan dari sudut

pandang ketersediaan biologis asam-asam amino di dalam tubuh.. Reaksi pencoklatan

(Mallard) dan rasemisasi asam amino telah berdampak kepada menurunnya ketersedian lisin

pada produk-produk olahan susu. Penurunan ketersediaan lisin pada susu UHT relatif kecil

yaitu hanya mencapai 0-2 %, sedangkan pada susu bubuk penurunannya dapat mencapai 5-

10 %.

Susu UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu

tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untuk membunuh seluruh mikroba, sehingga

memiliki mutu yang sangat baik. Secara kesuluruhan faktor utama penentu mutu susu UHT

adalah bahan baku, proses pengolahan dan pengemasannya. Bahan baku susu UHT cair segar

adalah susu segar yang memiliki mutu tinggi terutama dalam komposisi gizi. Susu UHT

dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptic multilapis berteknologi

canggih. Kemasan multilapis ini kedap udara sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke

dalamnya. Karena bebas bakteri perusak, maka susu UHT pun tetap segar dan aman untuk

dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap cahaya sehingga cahaya

ultra violet tak akan mampu menembusnya, dengan terlindungnya dari sinar ultra violet

Page 6: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

14

maka kesegaran susu UHT akan tetap terjaga. Teknologi UHT dan kemasan aseptik

multilapis menjamin susu UHT bebas bakteri dan tahan lama serta tidak membutuhkan bahan

pengawet.

Tabel 5. Syarat mutu susu UHT (tawar dan berperisa)

Sumber: SNI (1998)

Tabel 5 menunjukan syarat mutu susu UHT tawar dan berperisa menurut SNI (1998).

Syarat mutu untuk warna, bau, rasa serta cemaran logam dan mikroba adalah sama untuk

jenis susu UHT tawar dan berperisa. Sedangkan nilai protein, lemak, bahan kering tanpa

lemak, total padatan, serta pewarna tambahan untuk kedua jenis susu memilliki nilai yang

berbeda-beda. Susu UHT tawar harus mengandung minimal 2,7 % protein (b/b), 3,0 % lemak

(b/b) dan 8 % bahan kering tanpa lemak (b/b). Sedangkan untuk jenis susu UHT berperisa,

dipersyaratkan untuk mengandung minimal 2,4 % protein (b/b) dan 2,0 % lemak (b/b).

Jumlah bahan kering tanpa lemak pada susu UHT berperisa tidak dipersyaratkan nilainya.

Dari persyaratan tersebut terlihat bahwa standar minimal lemak dan protein pada susu UHT

tawar lebih tinggi dari susu UHT berperisa. Standar minimal protein pada susu UHT tawar

(2,7 %) mendekati standar minimal protein pada susu segar (2,8 %). Bahkan standar lemak

susu UHT tawar sama dengan standar minimal lemak pada susu segar, yaitu 3,0 %. Hal ini

menunjukan susu UHT tawar memiiliki karakteristik yang sangat dekat dengan susu segar.

Syarat lain yang membedakan jenis susu UHT tawar dan berperisa adalah adanya tambahan

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

Jenis A*) Jenis B*)

1. Keadaan

1.1 Warna - Khas, normal, sesuai

label

Khas, normal,

sesuai label

1.2 Bau - Khas, normal, sesuai

label

Khas, normal,

sesuai label

1.3 Rasa - Khas, normal, sesuai

label

Khas, normal,

sesuai label

2 Protein (N x 7) %, b/b Min. 2,7 Min. 2,4

3 Lemak %, b/b Min. 3,0 Min. 2,0

4 Bahan kering tanpa

lemak %, b/b Min. 8,0

Tidak

dipersyaratkan

5 Total padatan - Tidak dipersyaratkan Min. 12

6 Pewarna tambahan - Tidak dipersyaratkan Sesuai

7 Cemaran logam

7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 3,0 Maks. 3,0

7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0 Maks. 20,0

7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0

7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0

7.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03

8 Cemaran arsen mg/kg Maks. 0,10 Maks. 0,10

9 Cemaran mikroba

9.1 Angka lempeng total Koloni/g 0 0

*) Jenis A = Susu UHT tawar

Jenis B = Susu UHT yang diberi perisa

Page 7: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

15

bahan pewarna. Pada susu UHT tawar tidak dipersyaratkan adanya pewarna tambahan,

sedangkan pada susu UHT berperisa pewarna tambahan harus sesuai dengan jenis rasa susu.

D. PROSES PRODUKSI SUSU UHT

Teknik dasar proses UHT dihasilkan dari prinsip sterilisasi pada kombinasi suhu tinggi

dan waktu singkat yang mampu memberikan tingkat inaktivasi mikroba sesuai dengan target

yang diinginkan; tetapi sekaligus melindungi zat gizi sehingga hanya menyebabkan

kerusakan mutu dan gizi yang minimum (Hariyadi, 2010). Menurut Bylund (1995) hal ini

disebabkan oleh adanya perbedaan reaksi perubahan selama proses panas. Laju inaktivasi

mikroba memiliki nilai z yang lebih rendah sehingga kenaikan suhu akan menyebabkan

penurunan nilai D yang lebih tajam. Sedangkan laju kerusakan mutu produk seperti

kerusakan vitamin, citarasa dan perubahan kimia lainnya memiliki nilai z yang tinggi,

sehingga kenaikan suhu akan mengakibatkan perubahan nilai D yang lebih lambat. Dengan

kata lain, suhu yang lebih tinggi akan efektif mempercepat laju inaktivasi mikroba namun

memberikan efek perlindungan yang lebih terhadap degradai mutu dan gizi. Sebaliknya jika

proses pemanasan dilakukan pada suhu yang lebih rendah maka degradasi mutu juga akan

terjadi lebih cepat daripada reaksi inaktivasi mikroba. Nilai D adalah waktu pemanasan pada

suhu tertentu yang menyebabkan pengurangan jumlah mikroba sebesar 1 siklus log.

Sedangkan nilai z adalah besarnya nilai suhu yang mengakibatkan perubahan nilai D sebesar

1 siklus log.

Proses produksi susu UHT berperisa secara garis beras terdiri dari pemanasan awal susu

berupa proses pasteurisasi susu, pencampuran bahan, sterilisasi, homogenisasi, serta

pengisian produk secara aseptis. Pasteurisasi susu yang merupakan proses pemanasan awal

bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba awal. Homogenisasi dilakukan setelah

sterilisasi dengan tujuan memperkecil ukuran globula lemak sehingga mencegah resiko

pemisahan susu. Tahapan proses produksi susu UHT berperisa dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 8: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

16

Susu segar

T < 10 º C

Standarisasi

susu

Pemanasan awal

(pasteurisasi)

T: 80ºC

t: 20 detik

Homogenisasi

Penampungan

sementara

T: 6-10 ºC

Bahan-bahan kering

Pencampuran

bahan kering

pencampuran

Sterilisasi

T: 135-145º C

t: 2-5 detik

Homogenisasi

Pengisian

aseptik

Kemasan

steril

vitamin

Produk Akhir

Gambar 2. Proses produksi susu UHT berperisa

E. BENCHMARKING

Benchmarking adalah kegiatan untuk mengidentifikasi, memahami, dan menyesuaikan

praktek bisnis yang sukses serta proses yang digunakan oleh perusahaan lain untuk

meningkatkan kualitas kinerja perusahaan sendiri. American Productivity and Quality Centre

(1993) mengartikan benchmarking sebagai proses dari suatu perusahaan untuk membantu

meningkatkan kinerja perusahaan tersebut. Menurut Gani (2004) benchmarking adalah

kegiatan untuk menetapkan sasaran perusahaan menggunakan praktik yang terbaik di

kelasnya, dan merupakan instrumen manajemen kinerja yang efektif. Harrington (1995)

menyatakan bahwa benchmarking dapat diartikan sebagai metode sistematis untuk

mengidentifikasi, memahami, dan secara kreatif mengembangkan proses, produk, maupun

layanan untuk meningkatakan kinerja perusahaan. Karakterisasi ini perlu komunikasi yang

Page 9: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

17

baik. Tujuan dan keberhasilan implementasi sistem benchmarking sangat mengandalkan

para karyawan yang melakukan proses tersebut.

Brah et al. (1999) menunjukkan bahwa keberhasilan benchmarking diukur dengan sejauh

mana praktisi pembandingan telah mencapai tujuan mereka. Benchmarking terdiri dari 2

jenis utama, yaitu :

1. Benchmarking kompetitif: merupakan uji pembanding terhadap pesaing langsung di

pasar. Hal ini mungkin melibatkan pembandingan dari langkah strategis (misalnya,

pangsa pasar serta kepuasan pelanggan), fungsi atau proses. Jika perusahaan dapat

memperoleh informasi yang rinci mengenai kompetitor mereka, maka hal tersebut baik

untuk merangsang proses perbaikan. Namun biasanya informasi ini sulit untuk

didapatkan.

2. Benchmarking non-kompetitif: merupakan pembanding langkah strategis, fungsi atau

proses perusahaan non-pesaing atau fungsi proses dalam organisasi yang sama (internal

benchmarking)

Secara rinci, Spendolini (1992) menyatakan bahwa berdasarkan jenis obyek yang

digunakan, benchmarking dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu:

1. Proses: proses benchmarking yang dilakukan terhadap proses bisnis ataupun tahapan

proses lainnya.

2. Strategi: proses benchmarking yang dilakukan terhadap struktur organisasi, kegiatan

manajerial maupun strategi bisnis yang dijalankan.

3. Performa: proses benchmarking yang dilakukan terhadap biaya, keuntungan, pendapatan

maupun suatu indicator spesifik lainnya

4. Produk: proses benchmarking yang dilakukan terhadap produk maupun jasa yang

dihasilkan suatu perusahaan

Sedangkan berdasarkan jenis hubungannya, benchmarking terbagi menjadi 4 yaitu :

1. Internal: pengukuran dan perbandingan antar proses atau produk di dalam perusahaan

sendiri.

2. Fungsional: pengukuran dan perbandingan operasional suatu perusahaan dengan praktek

terbaik dalam suatu jenis industri tertentu.

3. Generik: pengukuran dan perbandingan yang dilakukan terhadap suatu praktek yang

terbaik namun mengabaikan jenis industri yang diukur.

4. Kompetitif: pengukuran dan perbandingan yang berfokus pada produk atau proses yang

dimiliki oleh kompetitor.

Benchmarking kompetitif dapat membantu perusahaan untuk mengembangkan diri

mereka. Untuk mendapat hasil yang maksimal, standar acuan yang digunakan pada saat

benchmarking haruslah merupakan standar tertinggi di kelasnya. Benchmarking terhadap

kompetititor memiliki beberapa keuntungan. Jika kita mengamati dan mengawasi produk

kompetitor, maka secara tidak langsung kita telah mengawasi pasar. Semakin kita memahami

apa yang terjadi di pasar, semakin mudah pula kita melihat peluang bagi produk baru

ataupun cara baru untuk menyegarkan produk kita (Nicolino, 2001).

F. LABEL PANGAN

Label pangan adalah semua informasi mengenai makanan yang tertera pada kemasan

produk pangan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Page 10: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

18

Pangan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai konsumsi manusia, termasuk

bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan dan atau

pembuatan makanan dan minuman. Tujuan dari pelabelan pangan ini adalah agar masyarakat

yang membeli dan mengonsumsi pangan memperoleh informasi yang benar dan jelas tentang

setiap produk pangan yang dikonsumsinya.

Undang-Undang Pangan No. 7 tahun 1996 menyebutkan label pangan adalah setiap

keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau

bentuk lain yang disertakan dalam pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau

merupakan bagian kemasan pangan. Pada pasal 30 ayat 2 disebutkan bahwa sebuah label

harus memuat sekurang-kurangnya keterangan tentang pangan yang bersangkutan, nama

produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, isi bersih, nama dan alamat pihak yang

memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, keterangan tentang

halal, dan tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa.

Moniharapon (1998) mengungkapkan tujuan pelabelan secara umum, antara lain :

1. Memberi info tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka kemasan.

2. Berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen tentang hal-hal yang

perlu diketahui oleh konsumen tentang produk tersebut, terutama hal-hal yang tidak kasat

mata/tidak dapat diketahui secara fisik.

3. Sarana periklanan bagi produsen.

4. Memberi rasa aman pada konsumen.

Pada label pangan sekurang-kurangnya tercantum keterangan mengenai:

1. Nama produk

2. Berat bersih atau isi bersih

3. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan pangan ke dalam wilayah

Indonesia

4. Nomor pendaftaran

5. Komposisi atau daftar bahan

6. Keterangan kadaluwarsa

7. Tanggal atau kode produksi

Menurut BPOM (2004), Secara garis besar label pangan terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Bagian Utama, merupakan bagian label yang memuat keterangan penting unuk diketahui

masyarakat. Bagian utama label setidaknya memuat keterangan mengenai nama produk,

berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan

pangan ke dalam wilayah Indonesia, nomor pendaftaran.

2. Bagian Informasi, merupakan bagian label yang tidak termasuk bagian utama label.

Bagian ini dicantumkan keterangan mengenai daftar bahan atau komposisi, informasi

nilai gizi, serta keterangan lain yang sesuai dengan bab II, pasal PP No 69 Tahun 1999

seperti kode produksi, tanggal kadaluwarsa, petunjuk penyimpanan dan petunjuk

penggunaan.

Keterangan tentang daftar bahan atau komposisi bahan yang digunakan dalam kegiatan

atau proses produksi pangan dicantumkan pada label sebagai komposisi secara berurutan

dimulai dari bagian yang terbanyak digunakan (bahan utama), kecuali vitamin, mineral dan

zat penambah gizi lainnya. Bahan yang digunakan sebagaimana yang dimaksud

Page 11: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

19

menggunakan nama yang lazim digunakan. Pangan yang mengandung bahan tambahan

pangan, pada labelnya harus mencantumkan nama golongan bahan tambahan pangan. Pada

label pangan yang mengandung bahan tambahan pangan golongan antioksidan dan pemanis

buatan, pengawet, pewarna dan penguat rasa harus mencantumkan pula nama bahan

tambahan pangan dan nomor indeks khusus untuk pewarna. Fungsi dari komponen label

pangan dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 12: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

20

Tabel 6. Keterangan tentang label pangan dan fungsinya

No Jenis Pengertian Fungsi

1. Nama produk

atau merek

dagang

Tanda yang dipakai untuk membedakan

makanan yang diperniagakan oleh

seseorang atau badan dari makanan

yang diperdagangkan oleh orang atau

badan lain.

Memudahkan

pengenalan produk.

2. Daftar bahan yang

digunakan

Susunan bahan penyusun dan/ atau

komponen yang terdapat dalam

makanan.

Lebih memahami

produk.

3. Berat bersih Berat produk di luar kemasan.

Catatan: Produk yang menggunakan/

bercampur media cair harus disertai

berat tuntas yaitu berat pangan

dikurangi media cairnya.

Mengetahui proporsi isi

terhadap kemasan dan

media.

4. Nama dan alamat

produsen

Alamat lengkap yang memproduksi

atau mengedarkan produk pangan

tersebut.

Memudahkan

konsumen melakukan

pengaduan jika terjadi

sesuatu merugikan.

5. Tanggal

kadaluwarsa

Keterangan yang mengindikasikan

tahun, bulan, tanggal kapan makanan

tersebut aman dikonsumsi dari

produksi sampai diterima konsumen.

Antisipasi keamanan

dan keselamatan

konsumen saat

mengonsumsi suatu

produk.

6. Kode produksi

Keterangan berupa huruf atau angka

atau perpaduannya yang menunjukkan

riwayat barang diproduksi.

Memudahkan mendata

serta mengidentifikasi

produk.

7. Nomor

pendaftaran

Kode dan nomor yang diberikan

Departemen Kesehatan RI untuk

makanan yang telah terdaftar .

Mengetahui apakah

produk tersebut telah

melalui pemeriksa

standar depkes

sehingga aman

dikonsumsi.

Sumber: Moniharapon (1998)

G. INFORMASI NILAI GIZI

Informasi nilai gizi adalah informasi mengenai kandungan zat-zat gizi yang terdapat di

dalam suatu makanan kemasan. Informasi nilai gizi merupakan daftar kandungan zat gizi

pangan pada label pangan sesuai dengan format yang dibakukan (Sandjaja, 2009). Informasi

ini dapat berupa gram atau persen lemak, protein, karbohidrat, natrium, kalium, vitamin, dan

mineral yang terkandung dalam suatu produk.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

ditetapkan bahwa sejumlah informasi tertentu merupakan keterangan minimal yang wajib

dicantumkan pada setiap label pangan, misal nama produk, berat bersih, nama dan alamat

produsen dan lain-lain. Informasi nilai gizi adalah contoh informasi yang wajib dicantumkan

Page 13: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

21

apabila label pangan memuat sejumlah keterangan tertentu. Menurut BPOM (2005),

pencantuman informasi nilai gizi diwajibkan pada label pangan yang memuat keterangan

tertentu, yaitu label pangan yang:

1. Disertai pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi

lainnya yang ditambahkan; atau

2. Dipersyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dibidang mutu dan gizi pangan, wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi

lainnya. Dalam hal ini yang dimaksud dengan zat gizi lain yaitu karbohidrat, protein,

lemak, dan komponen serta turunannya, termasuk energi.

Melalui informasi nilai gizi, produsen berkesempatan untuk menyampaikan informasi zat

gizi yang terkandung dalam produknya yang kemungkinan merupakan keunggulan produk

tersebut dibanding produk lainnya. Bagi konsumen informasi nilai gizi merupakan media

yang berperan penting untuk mendapatkan informasi yang benar dan tidak menyesatkan dari

label pangan. Dengan informasi tersebut, konsumen dapat melakukan pemilihan yang bijak

terhadap produk pangan yang akan dibeli, terutama yang berkenaan dengan kandungan zat

gizi di dalamnya.

Berdasarkan luas permukaan label pangan, format „Informasi Nilai Gizi‟ dikelompokkan

atas:

1. Format Vertikal, untuk kemasan dengan luas permukaan label lebih dari 100 cm2

2. Format Horizontal, untuk kemasan dengan luas permukaan label kurang dari atau sama

dengan 100 cm2

3. Format untuk kemasan pangan dengan luas permukaan label kurang dari atau sama

dengan 30 cm2

Page 14: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

22

Gambar 3. Format Umum Informasi Nilai Gizi

Format Vertikal merupakan jenis format informasi nilai gizi yang banyak digunakan.

Format vertikal terdiri dari beberapa model yang sesuai dengan peruntukan masing-masing

yaitu:

1. Umum

2. Pangan yang ditujukan bagi bayi atau anak usia 6 sampai 24 bulan

3. Pangan yang ditujukan bagi anak usia 2 sampai 5 tahun

4. Pangan yang berisi 2 atau lebih pangan yang dikemas secara terpisah dan dimaksudkan

untuk dikonsumsi masing-masing.

5. Pangan yang berbeda dalam hal rasa, aroma atau warna

6. Pangan yang biasa dikombinasikan dengan pangan lain sebelum dikonsumsi

7. Pangan yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi

Keterangan minimal yang harus dicantumkan pada informasi nilai gizi merupakan

keterangan yang wajib dicantumkan pada informasi nilai gizi. Keterangan ini ditunjukan oleh

tulisan berwarna biru pada Gambar 3. Keterangan minimal yang wajib dicantumkan antara

lain adalah:

1. Ukuran takaran saji.

2. Jumlah saji per kemasan.

3. Kandungan energi per takaran saji.

4. Kandungan protein per saji (dalam gram).

Page 15: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

23

5. Kandungan karbohidrat per saji (dalam gram).

6. Kandungan lemak per saji (dalam gram).

7. Kandungan natrium per saji (dalam milligram)

8. Persentase dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan.

Keterangan yang dicetak dengan warna merah pada Gambar 3 merupakan jenis

keterangan yang wajib dicantumkan dengan persyaratan tertentu. sedangkan yang dicetak

dengan warna hijau merupakan jenis keterangan yang secara sukarela dicantumkan.

Menurut Kurniali dan Abikusno (2007), format umum label informasi nilai gizi (Gambar

3 ) terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Bagian pertama, memuat tulisan “INFORMASI NILAI GIZI‟ serta keterangan tentang

„Takaran Saji‟ dan „Jumlah Sajian per Kemasan‟

2. Bagian kedua, menyajikan keterangan mengenai kandungan zat gizi. Bagian ini dibagi

menjadi tiga sub-bagian dan diawali dengan kalimat „JUMLAH PER SAJIAN”. Sub-

bagian pertama memuat informasi yang berkenaan dengan energi. Sub-bagian kedua

memuat keterangan yang berkenaan dengan lemak, protein, karbohidrat dan natrium.

Sedangkan sub-bagian ketiga memuat keterangan tentang vitamin dan mineral lainnya.

3. Bagian ketiga, merupakan catatan kaki yang menerangkan bahwa perhitungan persentase

AKG dilakukan berdasarkan energi kelompok konsumen tertentu (Tabel 7). Namun

kebutuhan setiap individu mungkin berbeda-beda dari angka yang telah ditetapkan.

Mayoritas jenis pangan yang dijual di pasaran merupakan pangan dengan kategori umum.

Oleh karena itu digunakan nilai acuan sebesar 2000 kkal.

Page 16: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

24

Tabel 7. Nilai Acuan Label Gizi untu Kelompok Konsumen

Sumber: BPOM (2007)

H. PRINCIPLE COMPONENT ANALYSIS

Principle component analysis (PCA) merupakan metode yang dapat digunakan untuk

memvisualisasikan seluruh informasi yang terkandung dalam data dan deskripsi suatu produk

(Meilgaard et al., 1999). PCA pertama kali diperkenalkan oleh Karl Pearson pada awal tahun

1990-an. Metode ini cenderung digunakan utuk pengelompokan data dan mengetahui

hubungan pengelompokan antara contoh dan variabel (Setyaningsih et al., 2010). PCA

digunakan untuk menghitung kombinasi linier dan variabel yang menggambakan keragaman

data asli sebanyak mungkin, dimana matriks multidimensi data asli dapat disederhanakan

tanpa harus kehilangan informasi penting sehingga memudahkan intrepetasi matriks data

yang kompleks. Pada dasarnya, Principle component analysis (PCA) bertujuan untuk

Mereduksi dimensi data dengan cara membangkitkan variabel baru (komponen utama) yang

merupakan kombinasi linear dari variabel asal sedemikan hingga varians komponen utama

menjadi maksimum dan antar komponen utama bersifat saling bebas.

Page 17: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

25

Pada analisis komponen utama, nilai rataan dari variabel pengamatan dihitung dan

dikonversikan menjadi nilai baku (nilai Z) dengan rumus:

𝑍 =Nilai variabel sampel− Rataan variabel

Standar deviasi sampel

Nilai baku selanjutnya diolah untuk menghasilkan plot analisis yang berupa loading plot,

score plot serta biplot.

I. ANALISIS BIPLOT

Biplot merupakan teknik statistik deskriptif dimensi ganda yang dapat disajikan secara

visual dengan menyajikan secara simultan segugus obyek pengamatan dan peubah dalam

suatu grafik pada suatu bidang datar sehingga ciri-ciri peubah dan obyek pengamatan serta

posisi relatif antara obyek pengamatan dengan peubah dapat dianalisis.

Menurut Rawlings (1988), analisis biplot dapat menunjukan hubungan antar peubah,

kemiripan relatif antar obyek pengamatan, serta posisi relatif antara obyek pengamatan

dengan peubah. Pada prinsipnya, biplot merupakan upaya grafis terhadap tabel ringkasan

dalam tampilan dua dimensi. Informasi yang diberikan oleh biplot mencakup obyek dan

peubah dalam satu gambar, sehingga disebut biplot. Beberapa informasi penting yang

didapat dari tampilan biplot adalah:

1. Kedekatan antara obyek

Informasi ini dapat dijadikan panduan obyek mana yang memiliki kemiripan

karakteristik dengan obyek tertentu. Dua obyek dengan karakteristik sama akan

digambarkan sebagai dua titik yang posisinya berdekatan.

2. Keragaman peubah

Informasi ini digunakan untuk melihat apakah ada peubah tertentu yang nilainya

hampir sama untuk setiap obyek, atau sebaliknya bahwa nilai dari setiap obyek ada yang

sangat besar dan ada juga yang sangat kecil. Dengan adanya informasi ini, bisa

diperkirakan pada peubah mana strategi tertentu harus ditingkatkan, serta sebaliknya.

Dalam biplot, peubah dengan keragaman kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek,

sedangkan peubah yang ragamnya besar digambarkan sebagai vektor yang panjang.

3. Hubungan (korelasi antar peubah)

Informasi ini dapat digunakan untuk menilai bagaimana peubah yang satu

mempengaruhi ataupun dipengaruhi peubah yang lain. Dua peubah yang memiliki

korelasi positif tinggi akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama

atau membentuk sudut sempit. Sementara itu, dua peubah yang memiliki korelasi negatif

tinggi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan atau

membentuk sudut lebar (tumpul). Sedangkan dua peubah yang tidak berkorelasi akan

digambarkan dalam bentuk dua garis dengan sudut mendekati 90o

4. Nilai peubah pada suatu obyek

Informasi ini digunakan untuk melihat keunggulan dari setiap obyek. Obyek yang

terletak searah dengan arah dari suatu peubah dikatakan bahwa pada obyek tersebut

nilainya diatas rata-rata. Sebaliknya jika obyek lain terletak berlawanan dengan arah dari

peubah tersebut maka obyek tersebut memiliki nilai di bawah rata-rata. Sedangkan obyek

yang hampir ada di tengah-tengah memiliki nilai dekat dengan rata-rata.

Page 18: BAB III Tinjauan Pustaka.pdf

26

Analisis biplot dapat digunakan untuk menilai suatu produk jika dibandingkan dengan

produk kompetitornya. Berdasarkan hasil analisis biplot, dapat diketahui kedekatan antara

suatu produk dengan kompetitornya. Selain itu juga dapat diketahui kekurangan dan

kelebihan masing-masing produk sehingga dapat digunakan sebagai sarana pengembangan

dan perbaikan produk.