III. Tinjauan Pustaka

  • Upload
    rahmat

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

chf dan syok

Citation preview

III.TINJAUAN PUSTAKA

A. Congestive Heart Failure

1. Definisi

Gagal jantung kongestif adalah kondisi saat jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh seperti keadaan normal, ditandai dengan keadaan klinis gangguan struktur atau fungsi jantung, mengarah ke dyspneu dan kelelahan saat istirahat atau dengan aktivitas. Gagal jantung kongestif bukanlah diagnosis yang berdiri sendiri, selalu ada etiologi (sindrom klinis) yang kemudian membawa ke keadaan gagal jantung. (Francis, 2003).

Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai dengan peninggian volume diastolik secara abnormal. Gagal jantung kongestif biasanya disertai dengan kergagalan pada jantung kiri dan jantung kanan (Hauser et al, 2005).

Gagal jantung kongestif tejadi ketika volume darah pulmonal meningkat sehingga sirkulasi pulmonal menjadi kongestif oleh darah. Keadaan kongesti ini terjadi karena peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri. Peningkatan end diastolik ventrikel kiri ini menjadi penyebab utanma gagal jantung kongestif dekompensata. Gejala yang kemudian muncul adalah dyspneu, kelelahan, ortopneu, dan paroksismal nocturnal of dyspneu (PND) (Baker, 2005).2. Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, meningkatkan beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal (preload) meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; beban akhir (afterload) meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati (Oemar, 2004).

Ada 5 mekanisme fisiologis yang dapat berjung menjadi gagal jantung kongestif, di antaranya adalah (Baker, 2005):a. Penurunan kekuatan miokardium ventrikel kiri yang menyebabkan penurunan ejeksi darah dari ventrikel kiri. Penyebab akut: iskemia miokardium, infark miokardium, sindrom sepsis, contusio miokardium, kelebihan beta bloker atau kelebihan Ca channel bloker. Penyebab kronik: kardiomiopati dilatasi karena infeksi virus, multipel infark miokardium, konsumsi alkohol berlebih, dan agen kemoterapi tertentu seperti adriamisin. Overload tekanan dalam jangka yang lama seperti hipertensi dan stenosis aorta yang kemudian dapat menyebabkan hipertrofi dan kelemahan miokardium.

b. Venous return dengan volume yang tinggi yang menyebabkan peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri.

c. Perubahan pengisian pasif ventrikel kiri yang normalnya berhubungan dengan tekanan yang tinggi, menyebabkan peningkatan tekanan volume end diastolik ventrikel kiri.

d. Adanya beban besar ke ventrikel kiri yang menyebabkan ventrikel kiri tidak dapat meng-ejeksikan darah dengan baik

e. Penurunan fungsi jantung karena kondisi tertentu lain, seperti bradikardi atau takikardi berat, tamponade pericardium, ventricular septal defect, regurgitasi mitral.Tabel 3.1 Penyebab Gagal Jantung Congestif

3. Klasifikasi

Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas, berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala, sebagai berikut (Oemar, 2004): a. Kelas I: Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas.

b. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.

c. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.

d. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat beristirahat

American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) heart failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA untuk menggambarkan perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 stage, yaitu (Kumar, 2007):

1. Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung

2. Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak memiliki gejala-gejala dari gagal jantung

3. Stage C pasien memiliki penyakit jantung structural dan memiliki gejala-gejala dari gagal jantung

4. Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut intervensi khusus.4. Patofisiologi

5. PatogenesisSewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif (Margaret Jean Hall, Shaleah Levant , and Mand Carol J. DeFrances., 2010).a. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak (Brainwauld, 2009).Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel (Gautam V. Ramani, Patricia A. Uber, Pharm D, and Mandeep R. Mehra, 2010).

Gambar 3. 2. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada gagal jantung. b. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas (Kart, 2002). Namun apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:

a) Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus

b) Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus

c) Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensinI

d) Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

e) Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

f) Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah. c. Hipertrofi ventrikel :

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel (ROUNDS, 2002).Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan, namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung (Walter, 2002) (Ghanie, 2006).

6. Penegakan Diagnosis

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler (Goroll, 2009).a. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik dan karakteristik forward or backward, left or right heart failure. Kriteria diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study (Goroll, 2009) :

1) Kriteria mayor :

a) Paroksismal nocturnal dispneu/ ortophneub) Ronki paru

c) Edema akut paru

d) Kardiomegali

e) Gallop S3f) Distensi vena leher

g) Refluks hepatojugular

h) Peningkatan tekanan vena jugularis

2) Kriteria minor :a) Edema ekstremitasb) Batuk malam hari

c) Hepatomegali

d) Dispnea deffort

e) Efusi pleura

f) Takikardi (120x/menit)

g) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor.b. Pemeriksaan Penunjang

2) Laboratorium Darah

a) Pemeriksaan darah lengkap

b) Kimia klinik (SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, natrium, kalium, klorida, kolesterol total, LDL, HDL)

3) ElektrokardiogramDalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat menunjukkan bukti MI (Miocardium Infark) atau iskemia, namun alam kasus noncardiogenic, EKG biasanya normal. 4) Radiologi (Davis, 2006).a) Foto thoraksFungsi utama pemeriksaan foto thoraks adalah mengetahui ukuran dan bentuk siluet jantung, serta edema di dasar paru-paru. Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung. Pemeriksaan radiologi memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura, begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien.

b) Computed Tomography CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan manajemen gagal jantung kongestif. Multichannel CT scan berguna dalam menggambarkan kelainan bawaan dan katup, namun, ekokardiografi dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat memberikan informasi yang sama tanpa mengekspos pasien untuk radiasi pengion.c) EchocardiografiPemeriksaan echo saat ini telah menjadi metode diagnostik umum digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung, myokardium dan perikadium, dan mengevaluasi gerakan regional dinding jantung saat istirahat dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal jantung. Pemeriksaan ini non-invasif, dapat dilakukan secara cepat di tempat rawat, dapat dengan mudah diulang secara serial, dan memungkinkan penilaian fungsi global dan regional ventrikel kiri. Pada penilaian gagal jantung echocardiography adalah metode diagnostik yang dapat dipercaya, dapat diulang, dan aman dengan banyak fitur seperti doppler echo, doppler tissue imaging, strain rate imaging, dan cardiac motion analysis (Borlaug, 2011). Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung adalah penilaian Left-ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodelling ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi diastolik.Echo dua dimensi sangat berharga dalam menilai fungsi sistolik dan diastolik pada pasien dengan gagal jantung (Borlaug, 2011).7. Tatalaksana

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi (Lee, 2005).a. Non Farmakalogi (Lee, 2005): 1) Anjuran umum : a) Edukasi: terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.

b) Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan.

c) Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

2) Tindakan Umum :

a) Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

b) Hentikan rokok

c) Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.

d) Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).

e) Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

b. Farmakologi (Lee, 2005; Gillespie, 2005; Rodeheffer, 2005).

Terapi farmakologik terdiri atas panghambat ACE, Antagonis Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.

1) Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.

2) ACE inhibitor, bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.

3) Beta blocker, bermanfaat sama seperti ACE inhibitor. Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik.

4) Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi terhadap ACE ihibitor.

5) Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

6) Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

7) Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah kematian mendadak.

8) Antagonis kalsium dihindari. Tidak diperkenankan menggunakan kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

9) Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi. Keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.8. Prognosis

Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu (Hauser et al, 2005):a. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%

b. Kelas NYHA II: mortalitas 5 tahun 10-20%

c. Kelas NYHA III: mortalitas 5 tahun 50-70%

d. Kelas NYHA IV: mortalitas 5 tahun 70-90%B. Syok Kardiogenik

1. Definisi

Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan hantaran oksigen ke jaringan. Ciri khas dari syok kardiogenik akibat infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot miokardium ventrikel kiri (Price, 2005). Selain kehilangan massif jaringan otot ventrikel kiri, juga ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga terjadi akibat ketidakseimbangan terus menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh darah coroner yang terserang juga tidak dapat meningkatkan aliran darah secara memadai akibat peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung yang berkaitan dengan respon kompensatorik seperti rangsangan simpatis. Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan.

2. Etiologia. Disebabkan oleh Disritmia (Price, 2005) Bradidisritmia. kelainan denyut jantung yang melipiti gangguan frekuensi atau irama yang berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya lambat. Takidisritmia. kelainan denyut jantung yang melipiti gangguan frekuensi atau irama yang berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya cepat.b. Disebabkan oleh faktor Mekanis Jantung (Price, 2005)1). Lesi RegurgitasiInsufisiensi aorta atau mitralis akut.Insufisiensi mitralis akut akibat rupture otot papilaris yang nekrotik mengakibatkan sejumlah besar darah mengalir ke belakang atau regurgitasi ke dalam atrium kiri dan sirkuit paru-paru, yang juga mengakibatkan penurunan aliran darah ke depan atau curah jantungRuptur septum interventrikularis.Cacat septum ventrikel didapat (VSD) akibat rupture septum yang mengalami infark. Pirau darah dari ventrikel kiri yang bertekanan tinggi ke ventrikel kanan yang bertekanan lebih rendah akan mengurangi aliran darah kedepan kea rah aorta . dalam penelitian menegenai syok (Hochman dkk, 2000 dalam Price, 2005) rupture septum ventrikel memiliki angka mortalitas 87,3% yang merupakan nilai tertinggi untuk setiap defek mekanis.Aneurisma ventrikel kiri massif.Aneurisme ventrikel akibat melemahnya dan menonjolnya daerah yang terkena infark. Aneurisma ventrikel kiri yang besar mengurangi curah ventrikel kiri dengan menjadi penampung darah sewaktu ejeksi ventrikel. Bagian volume ventrikel yang diejeksi atau fraksi ejeksi menjadi berkurang dan menyebabkan memburuknya curah jantung. 2). Lesi ObstruktifObstruksi saluran keluar ventrikel kiri seperti stenosis katup aorta kongenital atau didapat, dan kardiomiopati, hipertrofi obstruktifObstruksi saluran masuk ventrikel kiri seperti stenosis mitralis, miksoma atrium kiri, trombus atrium.c. Miopati (Price, 2005)

1. Gangguan kontraktilitas ventrikel kiri seperti pada infark miokardium akut atau kardiomiopati kongestif2. Gangguan kontraktilitas ventrikel kanan yang disebabkan oleh infark miokard ventrikel kanan

3. Gangguan relaksasi atau kelenturan ventrikel kiri seperti pada kardiomiopati restriktif atau hipertrofik

3. Manifestasi KlinisKriteria diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh Myocardial Infarction Research Units of the National Heart, Lung, dan Blood Institute dalam Price, 2005, syok kardiogenik ditandai oleh:a. Tekanan arteri sistolik kurang dari 90mmHg atau 30-60mmHg di bawah batas normal. Tekanan darah klien berada di batas bawah normal disebabkan oleh adanya obstruksi atau trombus yang menyebabkan infark pada miokardium sehingga menyebabkan pembuluh darah jantung tersebut melemah bahkan mengalami kematian jaringan. Kematian jaringan tersebut menyebabkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dikarenakan tidak adanya asupan darah ataupun nutrisi yang memperdarahi daerah tersebut. Meskipun nadi yang dihasilkan cepat, namun terdengar sangat lambat dikarenakan kerja jantung tersebut telah melemah yang disebabkan oleh infark. Tekanan nadi yang terkesan cepat ini menyebabkan klien bernafas lebih cepat.b. Adanya bukti penurunan aliran darah ke system organ-organ utama: Keluaran urine 2 detikCapillary refill time (CRT) yang dihasilkan lebih lambat disebabkan karena adanya hipovolumia atau adanya perfusi yang buruk sehingga menyebabkan sedikitnya cairan yang mengalir ke dalam jaringan. Kegelisahan Diakibatkan karena gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas, adanya peningkatan aktivitas platelet dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik (Baradero, 2005) Pucat atau sianosis Disebabkan karena tidak sampainya oksigen ke suatu organ. Fenomana ini kadang terjadi bersamaan dengan berkeringatnya telapak tangan dan telapak kaki (Baradero, 2005) Bunyi jantung yang lemah dengan bunyi S3 atau gallop ventrikel Gallop ventrikel dihasilkan akibat dilatasi jantung dan ketidaklenturan ventrikel waktu pengisian cepat.4. Komplikasi Syok Kardiogenika. Dapat menyebabkan perkembangan kegagalan organb. Menyebabkan kematian dinic. Cardiopulmonary arrestd. Disritmie. Strokef. TromboemboliGambar 3.1. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF

15