Upload
trancong
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Untuk mengetahui jaringan sosial pedagang Pasar Raya Inpres Padang dalam
mempertahankan eksistensinya, terlebih dahulu akan dijelaskan gambaran umum
mengenai Kota Padang dan Pasar Raya Padang. Melalui deskripsi ini dapat
memberikan penjelasan mengenai sejarah dan kondisi Pasar Raya Padang saat ini.
4.1.1 Profil Kota Padang
Secara administrasi, Pemerintah Kota Padang terbagi menjadi 11 Kecamatan
dan 104 kelurahan dengan luas keseluruhan mencapai 694.96 Km2. Daerah ini
berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman di sebelah utara, Kabupaten Pesisir
Selatan di sebelah Selatan, Kabupaten Solok di sebelah Timur, Samudera Indonesia
di sebelah barat.
Tabel 4.1 Data Demografi Kota Padang
No Keterangan Nilai Satuan Periode 1. Luas wilayah 694.96 Km2 2. Geografi 0044’00’’ dan 1008’35’’
100005’05 dan 100034’09’’
Lintang Selatan Bujur Timur
3. Kecamatan 11 Kecamatan 4. Kelurahan 104 Kelurahan 5. Rukun Warga 827 RW 2010 6. Rukun Tetangga 3195 RT 2010 7. Penduduk 875.750 Orang 2010 8. Penduduk Laki-laki 432.515 Orang 2010
51
Sumber: BPS 2010
Fasilitas perkotaan yang ada di Kota Padang menggambarkan kondisi sosial
ekonomi kota tersebut, semakin besar jumlah penduduk maka semakin banyak
fasilitas perkotaan yang dibutuhkan. Beberapa fasilitas kota tersebut antara lain
adalah perumahan, perkantoran, pendidikan, industri, jalan/transportasi, perdagangan
serta utilitas pendukung yang lain.
• Perumahan
Jika dilihat dari penggunaan tanah maka 7,09% tanah di Kota Padang
digunakan untuk perumahan, 0,25% untuk industri dan 20,46% untuk lahan pertanian
yang sisanya merupakan semak belukar. Tampak bahwa lahan pertanian memegang
urutan terluas dalam pemanfaatan tanah. Namun dewasa ini lahan pertanian semakin
berkurang seiring dengan pertumbuhan laju penduduk, pembangunan sarana dan
prasarana kota, pusat pertokoan, perumahan dan pembangunan jalan alternatif
Padang-Bypass.
• Perkantoran
Kawasan perkantoran berkaitan erat dengan kegiatan pemerintahan dan jasa,
dimana skala kegiatannya dapat mencakup pelayanan kota, regional, maupun lokal.
Fasilitas perkantoran terpusat di sepanjang jalan Sudirman dan jalan Bagindo Azis
Chan.
• Pendidikan
8. Penduduk perempuan 443.235 Orang 2010 9. Kepadatan Penduduk 1.260 Orang/Km2 2010 10. Pertumbuhan Penduduk 1,09 % 1999-
2009
52
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar penduduk. Setiap penduduk
mempunyai hak untuk mendapatkan setiap tingkat pendidikan yang dibutuhkannya.
Hal ini tentu harus diimbangi dengan sarana dan prasarana pendidikan seperti
penyediaan gedung sekolah dan tenaga guru yang memadai. Jumlah guru tingkat SD
sampai dengan SLTA terus meningkat, sehingga rasio murid terhadap guru turun dari
20,05 pada tahun 2003/2004 menjadi sebesar 16,20 pada tahun 2008/2009 di Kota
Padang.
• Kesehatan
Di bidang kesehatan, saat ini pemerintah telah menyediakan 5 unit rumah
sakit yang tersebar di Kecamatan Padang Timur, Padang Utara dan Kuranji. Rumah
sakit swasta berjumlah 8 unit dan rumah sakit khusus berjumlah 12 unit. Sementara
itu di setiap Kecamatan tersedia Puskesmas, Puskesmas Pembantu (PUSTU) dan
tenaga medis. Di seluruh Kota Padang tahun 2008 terdapat 19 Puskesmas, 50 PUSTU
dan 482 tenaga medis.
• Transportasi dan Jalan
Transportasi mempunyai peranan yang besar dalam kelancaran arus barang
dan jasa dari sentra produksi ke tempat konsumen. Arus barang dari sentra produksi
ke daerah konsumen dapat berjalan lancar apabila ditunjang dengan sarana/prasarana
perhubungan seperti jalan, jembatan dan sarana angkutan.
• Perdagangan dan Jasa
53
Kawasan perdagangan dan jasa tersebar di seluruh Kota Padang, baik berupa
perbelanjaan maupun perhotelan. Seiring dengan perkembangan Kota Padang sebagai
kota besar dan diharapkan berkembang menjadi Kota Metropolitan, maka keberadaan
sarana perekonomian yang nyaman dan modern menjadi sebuah kebutuhan bagi
warga kota dan turis yang berkunjung.
Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat merupakan pintu
masuk dan keluar berbagai jenis komoditi perdagangan terutama dalam negeri, karena
di Padang terdapat pelabuhan udara dan pelabuhan laut. Di samping itu, Padang
merupakan pusat perdagangan di Sumatera Barat. Sektor perdagangan terus
mengalami peningkatan yang ditandai dengan jumlah perusahaan yang semakin
meningkat setiap tahunnya dan didukung dengan dibangunnya pasar-pasar baru serta
terus dikembangkan pasar-pasar yang telah ada. Pasar-pasar ini dikelola pemerintah
dan non pemerintah.
Sejak lama pasar-pasar di Sumatera Barat dibagi ke dalam tiga tipe yaitu:
1. Pasar Tipe A
Pasar ini diadakan oleh satu nagari yang dikenal sebagai pasar nagari. Pasar
ini dikendalikan oleh penghulu pasar (KAN). Biasanya penghulu pasar adalah orang
yang berkuasa di kampung tersebut. Penghulu pasar ditunjuk karena lokasi tempat
berdirinya pasar adalah tanah ulayatnya. Administrasi pasar biasanya dikuasai oleh
beberapa orang yang berbeda posisi-posisi yaitu sekretaris, bendahara, pungutan
pasar (beo) dan satu atau dua orang petugas untuk merawat pasar. Kepala
administrasi adalah seseorang yang berfungsi sebagai petinggi pasar yang berada
54
dibawah pimpinan KAN (Effendi, 2006). Sebagai kekayaan nagari, pasar nagari
dibangun diatas tanah ulayat nagari atau tanah kaum yang telah diserahkan kepada
nagari. Ketika eksistensi nagari tidak diakui lagi sebagai unit pemerintahan lokal,
pasar nagari lebih populer dikenal dengan pasar tipe A, tapi ke dalam tipe A juga
dimasukkan pasar yang dibangun di tanah kaum (clan) yang tidak diserahkan pada
nagari. Secara umum keduanya setingkat, pada mulanya pasar tipe A adalah pasar
nagari.
2. Pasar tipe B
Pasar nagari yang merupakan gabungan dari beberapa nagari yang berlokasi
pada suatu tempat tertentu atau pada salah satu nagari tersebut. Pasar ini dibangun
dan dikelola bersama oleh gabungan (serikat) dari beberapa nagari yang berdekatan
(Abbas, 2004:2). Pasar ini dikepalai oleh suatu administrasi pasar atau penghulu
pasar, karena lokasi pasar yang terletak pada suatu nagari yang dipimpinnya.
KAN tidak secara langsung memimpin pasar, tetapi pasar diatur oleh komisi
penasehat, KAN tidak mempunyai kekuatan hukum secara langsung untuk mengatur
pasar, karena telah diatur oleh pemerintah setempat (Effendi, 2006).
3. Pasar tipe C
Pasar ini biasanya diklasifikasikan sama dengan pasar daerah. Pasar ini secara
langsung dikontrol oleh pemerintah daerah setempat. Tipe C dijalankan oleh Dinas
Pasar yang bertanggung jawab pada Bupati atau Walikota. Hanya yang seperti ini
yaitu Pasar Raya Padang. Tipe C juga disebut dengan pasar serikat, yang berbeda
55
dengan tipe B dalam ukuran dan jumlah nagari yang berserikat serta dalam mengelola
pasar tersebut.
Untuk melihat kemampuan daya tarik sebuah pasar dalam melakukan aktivitas
perekonomian dari jumlah pasar yang terdapat di Kota Padang tahun 2010, seperti
tercantum pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Pasar Menurut Lokasi dan Pengelola Market by Location and Management
Nama Pasar Market Name
Pengelola Management
Lokasi Location
Pungutan
1. Pasar Air Pacah 2. Pasar Bandar Buat 3. Pasar Indarung 4. Pasar Gaung 5. Pasar Simpang Haru 6. Pasar Raya 7. Pasar Pagi/Purus Atas 8. Pasar Tanah Kongsi 9. Pasar Ulak Karang 10. Pasar Alai 11. Pasar Siteba 12. Pasar Belimbing 13.Pasar Kamp. Kalawi 14. Pasar Lubuk Buaya 15. Pasar Simp. Tabing 16. Pasar Balai Gadang 17. Pasar Terandam 18. Wisma Utama Pulau Aia 19. Parak Laweh 20. Pasar Depan Yarsi
Pemerintah Pemerintah LPMK LPMK& Kelurahan Pemerintah Pemerintah Pemuka Masyarakat Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Non Pemerintah Pemerintah Sdr.Mardiar KAN Peng. Pasar Amriani, S.Sos Hasnahdiar Pedagang
Koto Tangah Lubuk Kilangan Lubuk Kilangan Lubuk Begalung Padang Timur Padang Barat Padang Barat Padang Barat Padang Utara Padang Utara Nanggalo Kuranji Kuranji Koto Tangah Koto Tangah Koto Tangah Padang Timur Lubuk Begalung Lubuk Begalung Padang Utara
Rp.1000/minggu Rp.2000/org Rp.5000/hari Rp.1000/hari Rp.2000/hari Rp.1000/hari Rp.1000/hari Rp.5000/lapak Tanpa Pungutan Tanpa Pungutan
Sumber: Dinas Pasar Kota Padang, 2010
Dari data diatas dapat kita lihat bahw a terdapat 2 macam sistem pengelolaan
pasar yang ada di Kota Padang, yaitu:
56
1) Pasar yang dikelola Pemerintah
Pasar yang dikelola pemerintah adalah pasar yang berada di tanah Pemerintah
Kota Padang, yang pengelolaannya langsung dikelola oleh Dinas Pasar Kota Padang.
Pasar yang dikelola pemerintah kota khususnya Pasar Padang terdapat 50% pasar
yang dalam pembagiannya ada yang dinamakan pasar Inpres I, II, III, IV. Fasilitas
yang ada di setiap pasar yang dikelola pemerintah bangunannya sudah permanen
yang juga dilengkapi fasilitas umum seperti MCK. pengelolaan keuangan pasar
melalui retribusi akan menjadi kas APBD Kota Padang yang penggunaannya untuk
pengelolaan dan pemeliharaan pasar.
Pasca gempa 30 September 2009 kemarin, hampir keseluruhan bangunan fisik
pasar yang dikelola oleh pemerintah mengalami kerusakan sehingga saat sekarang,
kondisi pasar khususnya Pasar Raya Padang mengalami kerusakan paling parah dan
harus segera diperbaiki.
2) Pasar yang dikelola Non Pemerintah
Pasar yang tidak dikelola pemerintah merupakan pasar yang tidak berada di
atas tanah pemerintah kota, namun berada di tanah ulayat atau tanah nagari dan bagi
sebagian masyarakat Indonesia menyebutnya dengan pasar tradisional. Pasar
tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan
adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar
menawar. Bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka
57
yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual
kebutuhan sehari-hari seperti sembako, pakaian, barang elektronik jasa dan lain-lain.
Pasar ini banyak ditemukan di Indonesia dan umumnya terletak di kawasan
perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Pada sistem
pengelolaan pasar tradisional, biasanya dikelola langsung oleh pihak aparatur
setempat seperti Lurah, KAN, LPMK serta pemilik lahan langsung dan jumlahnya di
Kota Padang sebanyak 10 pasar (50%). Cenderung bangunan pasar tradisional atau
pasar nagari lebih bersifat semi permanen minimal seperti los atau lapak-lapak.
Sistem pengelolaan keuangan seperti uang retribusi dikelola langsung oleh si
pengelola dan tarifnya juga beragam karena terbentuknya pasar tradisional bukan
untuk mencari keuntungan melainkan tujuan utamanya adalah membantu
meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar pasar.
Di Kota Padang terdapat pasar yang merupakan sentral dari seluruh kegiatan
transaksi dan perdagangan untuk kebutuhan masyarakat. Pasar tersebut adalah Pasar
Raya Kota Padang yang merupakan pusat terjadinya fenomena ekonomi baik yang
berskala besar, sedang atau kecil. Aktifitas ekonomi perdagangan terus berjalan baik
untuk pedagang toko atau pedagang kaki lima. Namun pasca gempa yang terjadi pada
tanggal 30 September 2009, fungsi pasar raya tidak berjalan normal seperti biasanya
karena sarana dan prasarana hancur akibat gempa. Para pedagang tidak bisa lagi
berdagang dan berjualan seperti biasanya karena rusaknya peralatan, tempat
berdagang, kehilangan modal dan pelanggan.
58
Sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu muncullah beberapa
pasar tradisional (pasar pagi) di daerah pinggiran kota. Munculnya beberapa pasar
pagi di daerah pinggiran kota bukan saja konsekuensi dari datangnya musibah gempa
melainkan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan semakin
kompleks.
4.1.2 Gambaran Umum Pasar Raya Padang
4.1.2.1 Awal Berdirinya Pasar Raya Padang
Pada permulaan abad ke XIX setelah ditemukannya tambang batu bara
Ombilin dan dibukanya jalan kereta api dari Sawah Lunto ke Padang, maka
perkembangan kegiatan Kota Padang dari waktu ke waktu semakin meningkat
dengan cepat. Muara Sungai Batang Arau yang dijadikan pelabuhan semakin ramai.
Oleh karena itu dibangun pula Pelabuhan Teluk Bayur yang dipergunakan untuk
kepentingan operasional kapal dalam pengangkutan batu bara. Secara tidak langsung
hal ini menyebabkan semakin bertambahnya barang-barang ekspor dan impor yang
melalu Pelabuhan Teluk Bayur, sehingga Kota Padang semakin bertambah ramai
oleh para pedagang dalam melaksanakan baik pedagang dari luar negeri maupun
pedagang dalam negeri.
Bertambahnya volume dan kesibukan masyarakat dalam melakukan kegiatan
perdagangan di Kota Padang, maka timbullah keinginan dan ide-ide dari putra-putra
Kota Padang untuk mendirikan pasar. Dengan bermodalkan semangat serta keinginan
yang besar, maka dibukalah pasar pertama di Kota Padang dengan nama Pasar
59
Mudik. Melihat keberadaan Pasar Mudik, maka timbul juga keinginan dari
masyarakat keturunan Tionghoa yang tinggal di Padang untuk mendirikan pasar
kedua di dekat daerah Klenteng di Jalan Niaga Padang. Keinginan tersebut dicetuskan
oleh Lee Say, yang pada waktu itu diangkat oleh Pemerintah Kolonial Belanda
menjadi Ketua Suku Cina di Kota Padang yang juga merupakan orang terkaya di
Kota Padang, namun tidak berapa lama pasar tersebut mengalami kebakaran. Tak
lama kemudian berdiri lagi pasar berikutnya di Belakang Tangsi bernama Pasar
Miskin, tapi pasar tersebut tidak bertahan lama karena terbakar. Jadi pasar pada
waktu itu tidak dikelola oleh pemerintah melainkan dikelola oleh saudagar-saudagar
swasta.
Pada waktu terbakar Pasar Belakang Tangsi tersebut, putra-putra Kota Padang
dan pedagang Tionghoa selalu bersaing. Bekas Pasar miskin dijual kepada salah
seorang keluarga Lie Say yang bernama Goan Hoat. Penjualan pasar tersebut di
sebelah timur pasar Goan Hoat, pasar-pasar yang lainnya menjadi gundul. Akhirnya
atas kebijakan pemerintah maka pasar Goan Hoat diambil alih oleh pemerintah
karena pedagang pribumi sangat tersiksa disebabkan pajak terlalu tinggi. Dengan cara
mengganti dana yang telah dikeluarkan oleh Goan Hoat dan karena mayoritas dari
penduduk yang berada di sekitar pasar merupakan orang Jawa karena mayoritas
penduduk di sekitar pasar Goan. Dari orang-orang Jawa yang dibawa oleh Belanda
sebagai serdadu, maka pasar tersebut dinamakan Pasar Jawa.
Berhasil mengalahkan kelompok Badu Ato dan Co, giliran kelompok Tanah
Kongsi yang ingin dijatuhkannya untuk memonopoli bisnis perpasaran dari Lie Say,
60
kelompok Tanah Kongsi ternyata tidak mampu berbuat apa-apa, klimaks dari
kekalahan kelompok Tanah Kongsi adalah terbakarnya pasar yang telah mereka rintis
itu. Saingan selanjutnya yang ingin dihancurkan oleh Lie Say adalag Gho Lam San
dengan pasarnya yang terletak tidak jauh dari pasar mudik. Akan tetapi pasar ini pun
habis terbakar. Tetapi Gho Lam bukan orang yang mudah menyerah. Dengan bantuan
dari orang Belanda bernama Goldie, ia kembali membangun sebuah pasar untuk
menyaingi Lie Say, namun sayang kebakaran lagi-lagi melanda pasarnya hingga Gho
Lam menjadi jera, apalagi setelah tanah bekas itu dibeli oleh Goem Hoat yang masih
kerabat Lie Say. Akhirnya pasar pun terpusat di Kampung Jawa.
Sejarah di Padang khususnya dan Sumatera Barat selalu diwarnai oleh aksi-
aksi kebakaran baik karena sabotase ataupun kecelakaan. Hal itu memang biasa
terjadi sebab kondisi pasar-pasar yang dibangun tidak permanen, terbuat dari kayu
dengan alat penerangan yang mudah sekali terbakar seperti minyak tanah, lampu
petromaks dan sebagainya, sehingga tidak heran jika peristiwa kebakaran pasar sering
terjadi.
Lie Say adalah orang hebat, seorang Cina lain yang mencoba untuk
menyainginya Goan kembali harus menelan kekalahannya pasarnya yang terbakar di
sebelah utara Kampung Jawa, depan apotik tertua di Sumatera Barat ternyata tidak
mampu menandingi kekuasaan Lie Say hingga bangkrut begitu saja. Pasar di
kampung Jawa semakin meningkat dan kekayaan Lie Say semakin menumpuk-
numpuk, hal ini disebabkan Lie Say memberlakukan biaya sewa yang tinggi terhadap
para pedagang sehingga menimbulkan keresahan di kalangan pedagang yang
61
menyewa tempat dari Lie Say. Puncaknya adalah pengambil alihan pasar dari tangan
Lie Say oleh pemerintah Belanda dan mengganti kerugian biaya yang telah
dikeluarkan oleh Lie Say, namanya pun diganti menjadi Pasar Jawa.
Waktu revolusi tahun 1945, Kota Padang dikuasai oleh orang-orang
Thionghoa dan penduduk asli pindah ke daerah pedalaman, akibatnya toko-toko milik
pribumi sempat ditutup oleh Belanda (1945-1950). Mereka baru kembali meramaikan
Pasar Jawa sekitar tahun 1950-an setelah selesainya masa revolusi. Setelah masa
revolusi berakhir, para pedagang yang terdiri dari penduduk asli kembali berdagang
di Pasar Jawa sehingga Kota Padang kembali ramai dan monopoli perdagangan
kembali dikuasai oleh pedagang pribumi asli. Walaupun di Padang ini masih terdapat
pula pedagang-pedagang dari golongan keturunan Cina. Hal ini dapat dipahami
karena orang Padang terkenal dengan bakat dagangnya yang keras. Nama Pasar Jawa
berganti menjadi Pasar Raya yang pada waktu hanya terdiri dari pertokoan perabot
peninggalan zaman Belanda yang belum diperbaiki.
Demikianlah inti dari perkembangan pasar yang kita kenal sekarang ini. Pada
tahun 1963 dibangun dan diperbaikilah Pasar Raya Fase oleh Walikota Zainuddin ST
Pangeran kemudian dilanjutkan dengan Fase II, III, IV, V dan VI. Waktu itu Pasar
Raya terbagi atas:
1) Pasar Raya Timur yang terdiri dari:
a. Pasar Raya Timur I
b. Pasar Raya Timur II
c. Pasar Raya Timur III
62
2) Pasar Raya Fase I, II, III, IV,V dan VI
3) Pasar Raya Barat terdiri atas:
a. Pasar Raya Barat I
• Pertokoan Blok A
• Pertokoan Blok Perabot
• Pertokoan Blok Rajawali
b. Pasar Raya Barat II
4.1.2.2 Kondisi Pasar Raya Padang
Pasar Raya Padang merupakan pusat aktivitas ekonomi yang terbesar di Kota
Padang. Sebagai pusat kegiatan ekonomi kota dan kehidupan ekonomi masyarakat
yang berada pasar, kawasan ini merupakan yang paling ramai dan paling sibuk
dengan segala kegiatan ekonomi masyarakat di Kota Padang. Luas area Pasar Raya
Padang ini ± 9 Ha, termasuk pertokoan Atom Shopping Centre yang berhadapan
dengan taman kota (Lapangan Imam Bonjol).
Pasar Raya merupakan pusat kota yang membawahi pasar-pasar satelit atau
pasar-pasar pembantu yang berada dalam wilayah Kota Padang, seperti Pasar Ulak
Karang, Pasar Alai, Pasar Simpang Haru, Pasar Tanah Kongsi, Pasar Lubuk Buaya
dan lainnya. Dalam hal ini penyediaan barang-barang komoditi, kebutuhan sehari-
hari, barang sekunder dan kebutuhan lain yang diperjualbelikan. Pasar Raya
mempunyai supply yang lebih lengkap dibandingkan dengan pasar-pasar lainnya.
63
Kawasan pasar raya ini terletak di lokasi yang strategis yaitu di tengah pusat kota
yang dikelilingi oleh pusat pemerintahan, perkantoran, taman kota, pertokoan
swalayan dan tempat liburan.
Kawasan Pasar Raya berbatasan dengan:
1. Sebelah Utara dengan pertokoan Pasar Baru dan Bioskop Raya
2. Sebelah Selatan dengan Kantor Walikota Padang dan pertokoan M.Yamin
3. Sebelah Barat dengan Kampung Baru dan Kampung Jawa Dalam
4. Sebelah Timur dengan Kampung Benteng dan pertokoan Adabiah
Wilayah perdagangan:
1. Pasar Raya Timur
Termasuk disini Blok pertokoan fase I sampai VII
2. Pasar Raya Barat
Termasuk disini blok A, Pasar Raya Lama dan Baru serta komplek pertokoan
IWAPI
Dalam penyediaan dan suply barang yang diperjualbelikan mulai dari
kebutuhan primer seperi sandang, pangan, sampai kebutuhan sekunder perkantoran
dan sebagainya, pasar raya dibagi menjadi 3 fungsi:
1). Pasar Raya Barat yang berada di pasar raya modern (Sentral Pasar Raya),
termasuk juga pertokoan Merlin, Blok A. Merlin yang diperuntukkan bagi
pedagang elektronik, bahan bangunan, onderdil kendaraan dan pedagang emas.
2). Pasar Raya Timur fase I sampai fase VIII dipenuhi oleh pedagang yang menjual
kebutuhan sekunder seperti pakaian jadi, sepatu, tekstil, aksesoris dan lain-lain.
64
Beberapa bagian terdapat yakni Bank BNI, Pasar Loak, penjahit pakaian, salon
kecantikan, taman bacaan dan warung kecil-kecilan.
3). Blok Inpres Pasar Raya Timur yang khususnya menjual barang-barang kebutuhan
sehari-hari. Blok Inpres Pasar Raya Timur ini terdiri dari dua lantai. Lantai
pertama dipenuhi oleh pedagang yang menjual kebutuhan pokok seperti beras,
bahan-bahan pengolahan pangan seperti cabe, bawang, rempah-rempah dan
sebagainya. Selain itu ada juga kios-kios P&D dan kios-kios menjual plastik.
Pasar Raya sangat ramai dikunjungi konsumen baik di Kota Padang maupun
dari luar Kota Padang. Menurut dinas pasar, pasar raya buka mulai dari jam 6 pagi
dan tutup menjelang magrib, namun sebelum jam 6 pagi sudah banyak konsumen
yang datang dan pedagang yang akan membuka barang dagangan di Pasar Raya
Padang apalagi pada hari-hari libur dan menjelang moment tertentu seperti hari libur,
menjelang bulan puasa atau hari menyambut hari raya sangat ramai bila dibandingkan
dengan hari-hari biasa.
Tabel 4.3 Luas dan Jumlah Petak Toko/Kios dan Meja Batu
Yang dikelola Dinas Pasar Kota Padang No Lokasi Pasar Luas/Area (m2) Jumlah Petak
Tanah Bangunan Toko/Kios Meja Batu 1. Inp Psr Tmr Thp I 4.312 3.526 114 596 2. Inp Psr Tmr Thp II 5.295 4.453 119 784 3. Inp Psr Tmr Thp III 5.632 3.526 108 192 4. Inp Psr Tmr Thp IV 1.500 1.196 37 48 Sumber: Dinas Pasar Kota Padang, Juni 2011
65
Pasar Raya Padang berdasarkan pada PERDA No. 17 tahun 1984 merupakan
suatu kawasan otonom oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Padang yang secara
administrarif dikelola oleh Dinas Pasar. Dinas pasar yang mengelola Pasar Raya
Padang dibentuk oleh dan berada di bawah Walikota Padang, serta merupakan sub
bidang dalam kantor pemerintahan daerah.
Dinas Pasar memiliki beberapa tugas utama, pertama, merumuskan
kebijaksanaan teknis, memberikan bimbingan dan pembinaan, serta memberikan
perizinan sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan oleh walikota berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Kedua, melaksanakan tugas pokok sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, mengamankan pengendalian
teknis atas pelaksanaan tugas pokok sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh walikota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.1.2.3 Pengorganisasian Pengelolaan Pasar
Pengorganisasian pedagang pasar yang mengacu pada peraturan daerah No.
17 Tahun 1984 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Dinas Pasar
Kotamadya Padang Tingkat II, dimana Dinas Pasar adalah unsur pelaksana teknis
Pemerintah Daerah bidang pengelola pasar.
Dalam melaksanakan tugasnya, dinas pasar mempunyai unsur-unsur
organisasi dinas sebagai berikut:
1) Unsur pimpinan yaitu Kepala Dinas
2) Unsur pelayanan yaitu sub bagian tata usaha
66
3) Unsur pelaksana yaitu:
a. Seksi pendapatan
b. Seksi pelayanan dan jasa
c. Seksi kebersihan
d. Seksi keamanan
e. Seksi pelistrikan
Masing-masing sub bagian dan seksi-seksi diatas membawahi kaur dan sub
seksi. Disamping ada unsur pimpinan, pelayanan dan pelaksana seperti diatas,
terdapat juga sistem pembagian resort pasar atau pertokoan, dimana masing-masing
dipimpin oleh seorang kepala resort yang dipercaya oleh kepala dinas dan diberi
tugas serta wewenang pada resort yang telah ditentukan. Kepala resort ini dalam
menjalankan tugasnya bertanggung jawab atas segala permasalahan yang timbul di
lingkungan tugasnya, dengan perincian:
1) Pasar Raya Timur tahap I
2) Pasar Raya Timur tahap II
3) Pasar Raya Timur tahap III
4) Pasar Raya fase I, II dan VII
5) Pasar Raya fase III, IV, V dan VI
6) Pasar Raya Barat
7) Pasar Bandar Buat
8) Pasar Simpang Haru
9) Pasar Tanah Kongsi
67
10) Pasar Alai
11) Pasar Ulak Karang
12) Pasar Siteba
13) Pasar Lubuk Buaya
Tiap-tiap Kepala Resort yang ditunjuk secara admisnistratif bertanggung
jawab kepada Kepala seksi pelayanan dan jasa serta secara operasional bertanggung
jawab dan perundangan yang berlaku untuk mengelola dan mengatur pasar juga
prasarananya.
I. Kepala Dinas Pasar
Mengacu pada peraturan daerah No. 17 Tahun 1984 tersebut, maka tugas
Kepala Dinas adalah sebagai berikut:
1. Membantu Wali Kotamadya Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas di bidang
pengelolaan pasar, meliputi perencanaan, perumusan kebijaksanaan daerah serta
menyusun program kerja dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dinas.
2. Memimpin, mengkoordinir, mengendalikan dan mengawasi semua kegiatan
pengelolaan pasar.
3. Memberikan informasi mengenai situasi pasar, saran dan pertimbangan kepada
Wali Kotamadya Kepala Daerah sebagai bahan untuk menetapkan kebijaksanaan
atau membuat keputusan.
4. Mempertanggungjawabkan tugas-tugas dinas baik teknis operasional maupun
fungsional kepada Wali Kotamadya Kepala Daerah dan lain sebagainya
68
5. Menetapkan pegawai-pegawai dalam jabatan tertentu di lingkungan dinas
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Memelihara dan meningkatkan kemampuan atau prestasi pegawai dinas serta
disiplinnya.
7. Mengadakan hubungan kerja sama dengan semua instansi atau lembaga baik
pemerintah maupun swasta untuk kepentingan dan kelancaran pelaksanaan tugas.
II. Sub Bagian Tata Usaha
Mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis administrasi kepada seluruh
satuan organisasi dinas dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dinas. Bagian ini
dipimpin oleh seorang oleh seorang sub bagian yang berada dibawah dan
pertanggung jawab kepada kepala dinas. Dalam melaksanakan tugasnya, sub bagian
tata usaha mempunyai tugas:
1. Menyelenggarakan kegiatan surat menyurat dalam bidang administrasi dan umum.
2. Menyelenggarakan pengelolaan adminstratif kepegawaian dan melakukan kegiatan
pembinaan karier pegawai
3. Menyelenggarakan pengelolaan keuangan dinas
4. Penyelenggaraan administrasi perbekalan dan material, mengurus dan memelihara
perlengkapan serta mengurus rumah tangga dinas dan mengatur pengaman fisik
kantor dinas
5. Menyelenggarakan pembinaan organisasi dan tata laksana dalam lingkungan dinas
6. Menyelenggarakan publikasi dan dokumentasi dinas
69
7. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala dinas mengenai hal-hal yang
ada kaitannyadengan masalah hukumsub bagian tata usaha ini terdiri atas:
a. Urusan umum
b. Urusan keuangan
c. Urusan perlengkapan
III. Seksi-Seksi
A. Seksi Pendapatan
Seksi ini mengelola keuangan Dinas Pasar dengan perincian sebagai berikut:
1. Mengumpulkan, mengelola, mempersiapkan, melaksanakan dan mengawasi
pelaksanaan retribusi serta penerimaannya
2. Untuk melaksanakan tugas tersebut, seksi pendapatan mempunyai fungsi:
a. Mengumpulkan dan mengolah data pendapatan pasar
b. Mempersiapkan surat-surat ketetapan retribusi dan bea
c. Menagih retribusi dan bea harian dalam pasar
d. Menagih retribusi dan bea harian pasar
e. Merencanakan dan meneliti sumber-sumber penerimaan dinas yang baru
f. Mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan tentang pengelolaan pasar
g. Mengeluarkan izin menempati toko dan kios-kios pasar untuk pedagang dan
pengusaha jasa
h. Melaksanakan koordinasi dengan Bank dan instansi lain yang berhubungan
dengan pengelolaan pasar
Seksi pendapatan ini terdiri dari:
70
1. Sub seksi perencanaan dan pendapatan
2. Sub seksi penetapan retribusi
3. Sub seksi operasi
4. Seksi pelayanan jasa
B. Seksi Pelayanan dan Jasa
Seksi pelayanan dan jasa yang mempunyai tugas:
1. Menyusun dan merumuskan kebijaksanaan teknis dalam memberikan pelayanan
dan jasa, merencanakan mempersiapkan dan mengatur segala sesuatu yang
berhubungan pengelolaan dan pembinaan serta mengumpulkan, menghimpun dan
mengolah dan pembinaan serta mengumpulkan, menghimpun dan mengolah data-
data sekaligus mengawasi pemberian pelayanan dan jasa serta melaksanakan tugas
lainnya yang diberikan oleh kepala dinas.
2. Untuk melaksanakan tugasnya, seksi pelayanan dan jasa mempunyai fungsi:
a. Merencanakan, mempersiapkan serta mengurus dan mengatur fasilitas yang
bersangkutan dengan pengelolaan pemberian pelayanan dan jasa
b. Menghimpun, mengumpulkan, meneliti dan mengolah data-data tentang
kegiatan pedagang dan penyediaan fasilitas tempat berjualan.
c. Menerima usul-usul dan saran-saran dari pasar pedagang dan pengusaha jasa
yang akan dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan retribusi dan bea
pasar.
71
d. Memberikan pertimbangan kepada kepala dinas untuk menentukan
kebijaksanaan dalam memberikan jasa dan pelayanan
Seksi pelayanan dan jasa terdiri dari:
1. Sub seksi penyediaan fasilitas
2. Sub seksi pemberian pertimbangan
3. Sub seksi pembinaan pedagang
C. Seksi Kebersihan
Seksi kebersihan mempunyai tugas:
1. Menyelengarakan, memelihara dan mengawasi kebersihan toko, kios, los dan
merencanakan serta menyelenggarakan keindahan serta memelihara taman-taman
di lingkungan pasar.
2. Seksi kebersihan dipimpin oleh Kasi yang berada di bawah tanggung jawab kepala
dinas.
3. Untuk melaksanakan tugasnya, seksi mempunyai fungsi:
a. Menyelenggarakan dan memelihara kebersihan los, gang, selokan, WC umum
serta tempat di lingkungan pasar.
b. Memelihara gedung-gedung, taman bunga dan bak sampah di lingkungan pasar.
c. Mengangkatkan, membuang dan memusnahkan sampah di lngkungan pasar.
d. Memberikan penyuluhan dan bimbingan serta mengawasi kebersihan toko, kios
dan los di pasar.
D. Seksi Keamanan
72
Seksi keamanan dengan perincian tugasnya:
1. Menyelenggarakan sebagai sebagian tugas pokok Dinas Pasar di bidang keamanan,
memelihara dan mencegah timbulnya hal-hal yang menggangu keamanan dan
keselamatan dalam pasar.
2. Seksi keamanan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
3. Untuk melaksanakan tugasnya, seksi keamanan mempunyai fungsi:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban dalam lingkungan pasar.
b. Menyelesaikan pertikaian atau perselisihan antar pedagang atau penguasa jasa
dalam menjalankan usahanya di lingkungan pasar.
c. Mencegah timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban serta bahaya
kebakaran dalam lingkungan pasar.
d. Menertibkan parkir kendaraan dalam lingkungan pasar
e. Membina dan mengarahkan personil keamanan dalam rangka pengawasan
keamanan dan ketertiban
Seksi keamanan terdiri dari:
1. Sub seksi penertiban
2. Sub seksi perlindungan dan keselamatan
3. Sub seksi pembinaan dan pengarahan personil
Selanjutnya dalam rangka penanggulangan gangguan keamanan dan
ketertiban dalam pasar, sampai saat ini telah terjalin kerjasama antara seksi keamanan
dengan kesatuan Polri, sedangkan pada pasar pembantu sudah dilakukan pula
73
kerjasama dengan Polsekta terdekat pada pasar yang bersangkutan. Dengan adanya
kerjasama yang baik antara aparat-aparat tersebut, maka semua kendala yang timbul
diharapkan dapat diatasi dengan segera antara lain kecopetan, pembongkaran toko,
perkelahian dan sebagainya.
Usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mencegah timbulnya bahaya
kebakaran di Pasar Raya dan pasar-pasar pembantu, dan menyusun suatu strategi
untuk mengantisipasinya, yaitu:
1. Di daerah Pasar Raya dan Pasar Pembantu di samping masing-masing toko sudah
dipersiapkan alat-alat pemadam kebakaran (racun api).
2. Menyediakan sebanyak, 25 buah racun api basah dan 50 buah racun api dan
dipersiapkan di posko keamanan Pasar Raya Padang.
3. Untuk pasar-pasar pembantu di masing-masing toko mempunyai racun api dan di
pos keamanan pasar pembantujuga disediakan 5 buah racun api.
4. Pada malam hari dari pukul 19.00 WIB hingga 06.00WIB disiagakan satu unit
mobil pemadam kebakaran dari BPK Kotamadya Padang
4.2 Jaringan Sosial Pedagang Pasar Tradisional Dalam Mempertahankan
Eksistensinya di Pasar Raya Inpres Kota Padang
Sebagaimana kebanyakan kota-kota di Indonesia, perkembangan pasar akan
selalu sejalan dengan perkembangan masyarakat. Begitu juga dengan keberadaan
Pasar Raya Inpres Padang dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan baik
dalam hal jumlah pedagang maupun luas lahan yang digunakan. Untuk
74
mendeskripsikan jaringan sosial pedagang pasar tradisional di Pasar Raya Inpres Kota
Padang, peneliti mewawancarai informan yang cukup mengenal situasi dan keadaan
Pasar Raya Inpres Kota Padang. Dengan demikian, informasi yang peneliti dapatkan
cukup akurat sebagai bahan analisis untuk mendeskripsikan jaringan sosial pedagang
pasar tradisional di Pasar Raya Inpres Kota Padang.
Jenis jaringan sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah lebih
kepada jaringan sosial informal yang dilakukan oleh para pedagang Pasar Raya Inpres
Padang. Jaringan sosial (social network) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
proses pengelompokan yang terdiri atas sejumlah orang yang masing-masing
mempunyai identitas sendiri dan dihubungkan melalui hubungan sosial yang ada,
sehingga melalui hubungan-hubungan tersebut mereka dapat dikelompokkan menjadi
satu kesatuan sosial (Suparlan, 1982:35). Ikatan-ikatan sosial yang terjalin antar
individu dan kelompok saling bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu sehingga
hubungan-hubungan tersebut tidak dapat berdiri sendiri maupun dipisahkan satu
dengan yang lainnya.
Dalam konteks ini para pedagang Pasar Raya Inpres Padang memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan, mempertahankan dan mengembangkan jaringan
sosial untuk menjalankan aktivitas ekonomi (jual beli) dengan berbagai pihak yang
terlibat seperti pemasok barang yang terdiri dari pedagang besar dan pedagang
perantara maupun pembeli dan pelanggan di Pasar Raya Kota Padang. Pedagang yang
memiliki jaringan sosial dilandasi oleh ikatan yang kuat dan memiliki motivasi lebih
besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk saling memberikan bantuan
75
dalam mengatasi masalah kesulitan dan tekanan hidup. Oleh karena itu jaringan sosial
yang dibentuk oleh pedagang Pasar Raya Inpres Padang dapat memberikan pengaruh
positif bagi keberlangsungan bisnisnya.
4.2.1 Kehidupan Sosial Pedagang di Pasar Raya Inpres Padang
4.2.1.1 Latar Belakang Pekerjaan Sebagai Pedagang
Pasar Raya Padang merupakan pusat kegiatan ekonomi Kota Padang dengan
beragam jenis pedagang pasar tradisional. Pada saat ini ditempati oleh sekitar 2.524
pedagang dengan menempati kios/toko dan tenda darurat yang mudah dipasang dan
dibongkar. Beragam komoditas yang diperjualbelikan seperti buah-buahan, ikan,
sayuran, sembako, rempah-rempah dan lain-lain. Namun ada juga pedagang kosmetik
dan makanan jadi. Secara umum, konsumsi masyarakat Kota Padang dapat terpenuhi
baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini disebabkan karena letak Pasar Raya
Padang sangat strategis yaitu terletak di pusat kawasan perkotaan yang mempunyai
kedudukan yang strategis dalam wilayah Kota Padang.
Berdasarkan informasi di lapangan para pedagang yang berjualan di Pasar
Raya Inpres Padang berasal dari Kota Padang dan ada juga yang berasal dari berbagai
macam daerah seperti Kabupaten Pariaman, Bukittinggi, Payakumbuh, Batusangkar,
Solok dan Pesisir Selatan. Meskipun mereka ada yang berasal dari luar Kota Padang
namun mereka sudah lama berdomisili di Kota Padang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jaringan sosial yang dimiliki
pedagang di Pasar Raya Inpres Padang memanfaatkan jaringan keluarga dan
76
kekerabatan. Misalnya dalam konteks alasan memilih pekerjaan sebagai pedagang,
mereka pada umumnya dipengaruhi oleh latar belakang keluarga yang mempunyai
kebiasaan berdagang. Mereka mengenal pekerjaan berdagang ini semenjak masih
kecil dari orang tua mereka. Hal ini ditandai dengan toko yang mereka tempati
sekarang ini adalah warisan usaha orang tuanya. Dengan demikian jaringan keluarga
merupakan jaringan yang paling dekat untuk mendapatkan cara dan akses seseorang
melalui orang tuanya sehingga dapat masuk dalam pekerjaan sebagai pedagang.
Selanjutnya, jaringan kekerabatan menjadi gejala perekrutan seseorang untuk
berdagang di Pasar Raya Inpres Kota Padang. Melalui jaringan kekerabatan dapat
menjadi kekuatan dari satuan sosial para pedagang untuk saling membantu dalam
menjalankan kegiatan sebagai pedagang. Sebagaimana penuturan seorang informan:
“awal mulanya bapak bisa berdagang disini karena diajak oleh saudara jauh yang
masih ada hubungan darah dengan bapak di kampung. Di kampung, rumah kami
berdekatan (tetangga). Dengan ajakan itulah akhirnya bapak bekerja sebagai
pedagang di pasar ini.”
Di lingkungan pedagang Pasar Raya Inpres Padang nilai-nilai kekerabatan
memegang peranan penting dalam jaringan sosial pedagang pasar. Peranan penting
itu adalah sarana untuk saling tolong menolong diantara sesama mereka jika
menghadapi kesulitan. Misalnya jika pedagang menghadapi kesulitan dalam sumber
modal untuk memulai usaha mereka maka meminta bantuan kepada sanak
keluarganya (keluarga). Dalam kasus ini para informan tampak lebih mengutamakan
bantuan kepada keluarganya terlebih dahulu.
77
Dengan adanya hubungan kekerabatan dan familisme, para pedagang dapat
mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi terutama keterbatasan sumber daya
ekonomi dalam bentuk uang yaitu dengan membutuhkan bantuan dari tambahan
pihak lain. Hal ini disebabkan karena pedagang memiliki kekuatan ikatan jaringan
hubungan kekeluargaan/persaudaraan yang kuat yaitu hubungan “semande”
(hubungan yang tercipta karena mereka dilahirkan dari seorang ibu yang sama).
Dalam hal ini, hubungan-hubungan di antara anggota keluarga merupakan hubungan
perorangan yang mendalam dan berlangsung lama.
Akan tetapi tidak semua informan dalam penelitian ini mengandalkan bantuan
pinjaman uang untuk memulai usahanya kepada sanak keluarganya. Ada diantaranya
berpendapat lebih baik meminjam kepada orang lain yaitu teman. Hal ini disebabkan
karena akan timbul permasalahan lain jika terjadi perselisihan utang yang dapat
menyebabkan keretakan hubungan keluarga. Sesuai dengan penuturan seorang
informan: “Bapak pertama kali berdagang di pasar ini, sebagian modalnya berasal
dari tabungan sendiri dan sebagian lagi berasal dari pinjaman teman. Karena lebih
baik meminjam kepada orang lain yang lebih jelas perhitungannya, daripada
meminjam kepada kerabat keluarga. Karena dengan kerabat ada unsur
perasaan/emosi yang terlibat jika terjadi perselisihan utang.”
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa pedagang memanfaatkan
jaringan sosial berdasarkan hubungan pertemanan yang bersifat instrumental.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Wolf (1978:10-15) bahwa hubungan pertemanan
yang bersifat sebagai alat (instrumental friendship) merupakan hubungan pertemanan
78
yang dilihat sebagai alat yang berfaedah dari sudut pandang seseorang karena
mempunyai kegunaan praktis dalam lapangan ekonomi dan pengaruh politik.
Dalam hubungan pertemanan instrumental ini terdapat rasa saling percaya dari
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya berupa meminjam dan meminta bantuan
kepada teman. Selain itu hubungan pertemanan ini bersifat timbal balik yang simetris
dan seimbang. Hal-hal inilah yang memungkinkan hubungan pertemanan
instrumental dapat terus berlanjut. Hubungan pertemanan instrumental berkembang
dengan baik dalam situasi sosial yang relatif terbuka serta situasi dimana tiap-tiap
pihak dapat saling berlaku sebagai sponsor bagi yang lainnya dalam rangka untuk
memperluas ruang gerak sosial mereka.
Bagi pedagang Pasar Raya Inpres Padang jaringan yang diikat berdasarkan
atas unsur-unsur kekeluargaan, kekerabatan dan pertemanan merupakan sarana yang
menjembatani hubungan-hubungan di antara pedagang. Pada prinsipnya, nilai-nilai
kekerabatan, persahabatan dan ketetanggaan akan menjadi dasar hubungan pada
jaringan sosial horizontal. Sebagaimana yang dijelaskan Haryono (1999:30-31)
bahwa jaringan sosial horizontal terbentuk berdasarkan status sosial ekonomi yang
relatif sama dari individu-individu yang terlibat didalamnya. Mereka memiliki
kewajiban yang sama dalam perolehan sumber daya yang tersedia dan sumber daya
yang dipertukarkan relatif sama. Dengan demikian jaringan sosial horizontal
merupakan jaringan yang lebih efektif dan efisien demi mempertahankan
kelangsungan kegiatan ekonomi pedagang.
79
Jika dilihat dari cara memperoleh barang, pedagang Pasar Raya Inpres Padang
umumnya dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu:
1. Pedagang besar yaitu seseorang pemborong barang, darimana barang tersebut
berasal yang menerima dan menyimpan barang kemudian dijual kembali secara
eceran di Pasar Raya Inpres Padang. Biasanya pedagang ini merupakan
pemborong barang dagangan dari daerah lain.
2. Pedagang perantara yaitu pedagang yang membeli barang dari pemborong barang
pertama, kemudian menjual barang secara eceran di Pasar Raya Inpres Padang.
3. Pedagang eceran yaitu pedagang yang langsung membeli barang melalui
pedagang perantara baik yang ada di Kota Padang maupun yang ada di luar Kota
Padang, kemudian menjual dengan eceran kepada pembeli.
4.2.1.2 Hubungan Pedagang Dengan Petugas Dinas Pasar
Pedagang Pasar Raya Inpres Padang membina hubungan baik dengan petugas
Dinas Pasar Kota Padang. Pedagang yang berjualan di Pasar Raya Padang diatur oleh
Dinas Pasar Kota Padang yang merupakan unsur pelaksana teknis pemerintah daerah
di bidang pengelolaan pasar. Menurut Dinas Pasar Kota Padang, Pasar Raya dibuka
mulai dari jam 6 pagi dan tutup menjelang magrib. Namun sebelum jam 6 pagi sudah
banyak konsumen yang datang dan pedagang yang akan membuka barang dagangan
di Pasar Raya Padang. Apalagi pada hari-hari libur dan menjelang moment tertentu
seperti hari libur, menjelang bulan puasa atau hari menyambut hari raya pasar ini
sangat ramai bila dibandingkan hari-hari biasa.
80
Setiap harinya 2 orang staf dinas pasar bertugas turun ke lapangan dari jam
08.00-12.00 WIB untuk memungut biaya retribusi kepada setiap pedagang yang
berjualan di Pasar Raya Padang. Dalam pelaksanaannya di Pasar Raya Inpres Padang,
biaya retribusi yang dikeluarkan oleh pedagang sebesar Rp. 2.000/hari secara merata
tidak melihat jumlah dan jenis barang dagangannya. Biaya tersebut digunakan
petugas Dinas Pasar Kota Padang untuk pengembangan dan pemeliharaan fasilitas-
fasilitas gedung Pasar Raya Inpres Kota Padang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keamanan di Pasar Raya Inpres
Kota Padang tergolong aman. Hal yang menarik adalah tidak adanya premanisme di
Pasar Raya Inpres Padang, termasuk tidak adanya pungutan liar dan pemalakan.
Sebab, para pedagang yang telah lama berdagang di Pasar Raya Inpres Kota Padang
secara bersama-sama membentuk kelompok yang bertugas berganti-gantian menjaga
keamanan pasar baik di siang hari maupun di malam hari. Sehingga setiap harinya
biaya yang dikeluarkan oleh pedagang di Pasar Raya Inpres Padang sebesar
Rp.5.000/hari yang terdiri dari:
a. Biaya retribusi Rp. 2.000/hari
b. Biaya listrik Rp. 2.000/hari
c. Biaya keamanan Rp. 1.000/hari
Berdasarkan dari uraian diatas, bentuk keteraturan hubungan sosial yang
terbina antara pedagang dan petugas Dinas Pasar Kota Padang adalah hubungan
struktural (structural order). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mitchell (1969:9-
10) bahwa hubungan struktural (structural order) adalah perilaku orang-orang
81
ditafsirkan dalam istilah tindakan-tindakan yang sesuai dengan posisi yang mereka
duduki dalam seperangkat tatanan posisi-posisi, seperti dalam suatu perusahaan,
keluarga, asosiasi-asosiasi sukarela, partai politik atau organisasi-organisasi sejenis.
Dalam konteks ini, hubungan sosial yang terjadi ditandai dengan pola
interaksi yang tetap dan terstruktur antara pihak pedagang pasar dengan petugas
Dinas Pasar Kota Padang. Pada hubungan ini norma-norma dilihat melalui peran dan
statusnya dari masing-masing pelaku. Peran petugas Dinas Pasar Kota Padang adalah
untuk mengatur kelangsungan aktivitas di Pasar Raya Inpres, sedangkan pedagang
berkewajiban membayar retribusi pasar secara langsung setiap harinya. Akan tetapi di
lapangan ditemui bahwa di luar hubungan struktural itu terdapat hubungan-hubungan
informal lainnya yang dapat melonggarkan hubungan formal tersebut. Misalnya,
petugas pasar bertugas memungut biaya retribusi pada saat pedagang belum
memperoleh penghasilan dari kegiatan jual belinya pada hari itu maka petugas
memberikan toleransi/kelonggaran tenggang waktu kepada pedagang untuk
membayar retribusi sampai besok harinya.
Selanjutnya, keberlangsungan usaha pedagang Pasar Raya Inpres Padang
terikat dengan kelembagaan pasar. Hasil penelitian ini menemukan bahwa nilai
paguyuban pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang berupa interaksi yang mengarah
kepada sikap saling mengerti di antara pelaku yang menduduki posisi sosial di
lingkungan Pasar Raya Inpres Kota Padang menimbulkan struktur yang terorganisasi
dalam wadah berdasarkan dengan tempat berjualan. Asosiasi pedagang di Pasar Raya
Inpres Kota Padang dikenal dengan Ikatan Persatuan Pedagang Inpres (IKAPPI).
82
Peran dan fungsi pengorganisasian ini merupakan sebuah upaya untuk
mengatasi berbagai persoalan, baik yang berasal dari faktor internal seperti konflik
antara pedagang maupun eksternal seperti terkait dengan kebijakan pemerintah.
Paguyuban ini terbentuk berdasarkan adanya kepentingan dan tujuan yang sama dari
kelompok pedagang dalam menjalankan dan mempertahankan keberlangsungan
usaha mereka. Oleh karena itu pengorganisasian suatu kelompok yang dibentuk oleh
pedagang meliputi pengembangan dan pemeliharaan mekanisme-mekanisme atau
pola-pola kegiatan tertentu, yang dirancang untuk memecahkan masalah yang
mendasar bagi kelangsungan kelompok tersebut.
Dengan demikian pedagang dengan petugas Dinas Pasar Kota Padang
membina hubungan kerjasama yang baik dalam menjalankan aktivitas dari sebuah
pasar. Kesadaran akan kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan
fakta-fakta yang penting dalam kerjasama. Sebab, kerjasama yang berlangsung
dengan baik, lancar dan berjalan secara optimal akan menimbulkan suasana dan
kondisi yang tertib dan teratur. Pentingnya kerjasama juga dijelaskan oleh Charles H.
Cooley (1930:176) yaitu kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan
mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk
memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut.
83
4.2.2 Jaringan Sosial Pedagang Dengan Rekan Bisnis
Mitchell (1969:1-2) menjelaskan bahwa jaringan sosial sebagai seperangkat
hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara sekelompok orang yang
karakteristik hubungan-hubungan tersebut dapat digunakan untuk menginterpretasi
motif-motif perilaku sosial dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Hubungan-
hubungan sosial itu tidak terjadi atau terbentuk secara acak, melainkan menunjukkan
adanya suatu keteraturan dalam jaringan sosial.
Selanjutnya dikatakan bahwa jaringan sosial digunakan atau dimanfaatkan
sekelompok masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu, dimana hubungan-hubungan
sosial yang terbentuk tidak semata-mata hubungan antar individu, tapi melampaui
batas-batas geografis dan garis keturunan (Agusyanto, 1992). Pada dasarnya setiap
individu sebagai mahkluk sosial akan selalu terkait dengan jaringan sosial yang
kompleks. Demikian halnya dengan pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang untuk
tetap bertahan dalam menjalankan bisnisnya, memanfaatkan jaringan sosial sebagai
bagian dari langkah untuk mempertahankan keberadaan dan kegiatan ekonomi
pedagang pasar tradisional.
Jaringan pedagang di Pasar Raya Inpres Kota Padang terbentuk atas hubungan
sosial yang terjadi dengan rekan bisnisnya yaitu pedagang perantara dan pedagang
besar. Pedagang-pedagang tersebut merupakan pemasok barang bagi pedagang Pasar
Raya Inpres Padang. Pedagang perantara dan pedagang besar berperan untuk
menyediakan dan mengedarkan barang-barang yang dibutuhkan oleh pedagang Pasar
Raya Inpres Kota Padang. Melalui hubungan sosial yang dibentuk pedagang pasar
84
dengan pedagang perantara dan pedagang besar maka pedagang pasar akan sukses
dalam menjalankan bisnisnya, termasuk dalam proses perolehan barang dagangan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jaringan sosial yang dibangun oleh
pedagang pasar berfungsi untuk memudahkan mobilitas sumber daya dan mengatasi
kendala-kendala yang dihadapi oleh pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang, baik
dalam perolehan modal, perolehan barang maupun proses distribusi barang.
Hubungan-hubungan sosial yang dibina tersebut merupakan hubungan saling
membutuhkan dan yang dimiliki oleh masing-masing pelaku dalam rangka
mempertahankan sumber daya yang tersedia, yang akhirnya membentuk jaringan
sosial tersendiri baik yang berhubungan satu sama lain dengan yang tidak. Merujuk
Agusyanto (1996:14) menjelaskan bahwa setiap individu belajar melalui
pengalamannya untuk masing-masing memilih dan mengembangkan hubungan-
hubungan sosial yang tersedia dalam masyarakat, disesuaikan dengan kebutuhan-
kebutuhan yang ada pada diri individu yang bersangkutan. Manusia tidak
menggunakan semua hubungan sosial yang dimilikinya dalam mencapai tujuan-
tujuannya, tetapi disesuaikan dengan ruang dan waktu atau konteks sosialnya.
4.2.2.1 Hubungan Patron-Klien
Koentjaraningrat (1990) menjelaskan bahwa pada dasarnya hubungan patron
klien adalah suatu hubungan dimana satu pihak bertindak sebagai atasan dan di pihak
lain sebagai bawahan atau dapat pula diartikan sebagai hubungan ketergantungan
antara individu yang satu dengan individu yang lain yang terjadi dalam bentuk
85
interaksi yang bersifat tetap dan terus menerus dalam waktu tertentu. Dalam
penelitian ini, para pedagang yang dikategorikan sebagai pedagang eceran di Pasar
Raya Inpres membutuhkan patron (pedagang perantara dan pedagang besar) untuk
mendapatkan sumber daya ekonomi dalam bentuk perolehan barang. Sebaliknya
sebagai patron, pedagang perantara dan pedagang besar yang berperan sebagai
pemasok barang memberikan bantuan-bantuan sumber daya ekonomi yang
dimilikinya yang bisa dimanfaatkan oleh pedagang eceran di Pasar Raya Inpres
Padang.
Berdasarkan informasi di lapangan pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang
lebih intens mengadakan hubungan sosial dengan pedagang perantara, baik yang
berada dalam satu wilayah maupun yang berada di luar wilayah Kota Padang. Hal ini
dikarenakan barang-barang yang dijual di Pasar Raya Inpres sebagian besar diperoleh
dari luar Kota Padang, seperti ikan, sayur-sayuran, cabe, bumbu rempah-rempah,
buah-buahan diperoleh dari luar Kota Padang yaitu Pesisir Selatan, Padang Panjang,
Bukittinggi dan Payakumbuh.
Bagi kategori pedagang eceran, dalam proses perolehan barang mereka
membina hubungan dengan pedagang perantara. Dalam penelitian ini, pedagang
perantara dikenal dengan istilah “induak samang” sedangkan pedagang eceran
dikenal dengan istilah “anak samang”. Maksud dari induak samang dalam penelitian
ini adalah pedagang eceran yang telah lama berlangganan dengan pedagang perantara
sehingga bisa memperoleh barang dengan cara mengambil barang terlebih dahulu
86
setelah barang dagangan laku atau paling tidak pembayaran dilakukan pada sore
harinya.
Hubungan sosial yang dibangun oleh “induak samang-anak samang”
memanfaatkan pola jaringan sosial vertikal yang bertumpu kepada pedagang yang
memiliki modal lebih besar dan mampu untuk dijadikan sebagai sumber bantuan
sosial ekonomi mereka. Sebagaimana Haryono (1999:30-31) menjelaskan bahwa
jaringan-jaringan sosial yang bersifat vertikal merupakan individu-individu yang
terlibat di dalamnya tidak memiliki status sosial ekonomi yang sepadan. Individu-
individu jaringan sosial ini terdiri dari berbagai macam status sosial ekonomi yang
berbeda baik dalam kewajiban atau sumber daya yang dipertukarkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang perantara mempunyai jaringan
kekuasaan terlihat dari penguasaan sumber daya ekonomi dan sosial, power
(kekuasaan) terhadap klien dan motif ekonomi yaitu keuntungan. Dengan penguasaan
sumber daya yang dimiliki seorang patron tetap terus eksis dan membuat hubungan
ketergantungan yang terjadi dalam bentuk interaksi bersifat tetap dan terus menerus
dalam waktu tertentu. Ketergantungan inilah yang menjadikan hubungan patron klien
tetap terpelihara di lingkungan Pasar Raya Inpres Kota Padang.
Jaringan sosial vertikal ini dimanfaatkan pedagang pasar karena hubungan
sosial yang dilakukan mengandung unsur jaringan kepentingan yang menguntungkan
diantara masing-masing pelaku. Keuntungan dari pihak pedagang eceran adalah
pembayaran barang dengan cara menyicil dalam mempertahankan usahanya,
sedangkan keuntungan dari pedagang perantara adalah kepastian pembeli dan
87
keuntungan yang didapat. Oleh karena itu hubungan yang terus menerus ini
menimbulkan keterikatan dan ketergantungan untuk memperlancar kegiatan ekonomi
mereka.
Menurut data penelitian ini, pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang selain
membina hubungan dengan pedagang perantara juga menjalin hubungan dengan
pedagang besar dalam proses memperoleh barang dagangan. Yang dimaksud
pedagang besar dalam penelitian ini adalah seseorang menampung sejumlah barang
dari tempat barang itu berasal, kemudian dijual kepada pedagang pasar dengan harga
murah yang ada di Pasar Raya Inpres Kota Padang. Biasanya pedagang ini
merupakan pemborong barang dagangan dari daerah lain.
Bagi pedagang Pasar Raya Inpres Padang, mereka sadar bahwa menjalin
hubungan dengan pedagang besar mempermudah mereka untuk memperoleh barang
dagangan. Pada dasarnya pedagang membutuhkan pedagang besar untuk memenuhi
kebutuhannya. Oleh sebab itu mereka akan berusaha membentuk suatu hubungan
yang baik dalam hal pembelian barang dengan harga yang murah. Hubungan yang
dibentuk adalah hubungan langganan dengan melakukan transaksi secara tunai.
Karena para pedagang besar beranggapan dengan cara pembayaran tunai lebih efektif
untuk memutar keuangan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka.
Seperti informan dalam penelitian ini: “Ibu sudah sepuluh tahun berprofesi sebagai
pedagang sayuran dengan keuntungannya berkisar Rp.400.000,- sampai
Rp.500.000,-. Untuk memperoleh sayuran, ibu berhubungan dengan pedagang besar
yang berasal dari daerah Padang Lua Bukittinggi. Pemasok barang tersebut
88
mempunyai perkebunan sayuran yang memang hasil sayurnya untuk dijual. Hasil
panennya berupa kol, sawi, daun saledri, brokoli dan wortel. Hubungan baik itu
dilakukan dengan cara membayar tunai kepada pedagang besar”.
Dalam hal proses jual beli yang terjadi antara pedagang pasar dengan
pedagang besar memanfaatkan jaringan dengan menjaga kepercayaan. Kepercayaan
tersebut tidak terbentuk secara seketika tetapi kepercayaan tersebut terbentuk dari
seringnya membeli barang dengan pedagang besar tersebut. Sehingga dengan adanya
kepercayaan yang baik menimbulkan kerjasama yang baik pula dalam proses
perolehan barang dagangan. Bagi pedagang besar untuk memelihara hubungan baik
secara emosional dengan pembeli (pedagang pasar) sangat penting. Hubungan itu
diwujudkan dengan memberikan pelayanan yang baik seperti memberikan harga yang
lebih murah, barang dagangan yang masih segar dan ramah kepada pembeli.
Fenomena diatas sejalan dengan konseptual Agusyanto (1997:26-28)
menjelaskan bahwa hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: (i) Jaringan kekuasaan (power) merupakan
jaringan hubungan-hubungan sosial yang dibentuk oleh hubungan-hubungan sosial
yang bermuatan kekuasaan. Dalam jaringan kekuasaan, konfigurasi-konfigurasi
saling keterkaitan antar pelaku di dalamnya disengaja atau diatur oleh kekuasaan.
Tipe jaringan ini muncul bila pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditargetkan
membutuhkan tindakan kolektif dan konfigurasi saling keterhubungan antarpelaku
yang biasanya bersifat permanen. (ii) Jaringan kepentingan (interest) merupakan
jaringan hubungan-hubungan sosial yang dibentuk oleh hubungan-hubungan sosial
89
yang bermuatan kepentingan. Jaringan kepentingan ini terbentuk oleh hubungan-
hubungan yang bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus. Dan (iii) Jaringan
perasaan (sentiment), merupakan jaringan yang terbentuk atas dasar hubungan-
hubungan sosial bermuatan perasaan, dan hubungan-hubungan sosial itu sendiri
menjadi tujuan dan tindakan sosial. Struktur yang dibentuk oleh hubungan-hubungan
perasaan ini cenderung mantap dan permanen. Hubungan-hubungan sosial yang
terbentuk biasanya cenderung menjadi hubungan dekat dan kontinyu. Di antara para
pelaku cenderung menyukai atau tidak menyukai pelaku-pelaku lain dalam jaringan.
Oleh karena itu muncul adanya saling kontrol secara emosional yang relatif kuat
antarpelaku.
Dalam kehidupan nyata, sebuah jaringan sosial tidak hanya dibentuk oleh satu
jenis jaringan sosial di atas. Namun, terjadi tumpang tindih antara tiga jenis bentuk
hubungan sosial tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Agusyanto (2007:38)
Aturan-aturan, norma-norma dan nilai-nilai yang lahir dari perpotongan-perpotongan
ketiga tipe jaringan inilah yang berlaku, akibatnya “aturan-aturan formal” apapun,
begitu juga dengan norma-norma dan nilai-nilai yang terdapat pada kebudayaan dan
struktur sosial tidak dapat diterapkan atau berlaku sepenuhnya dalam realita
kehidupan. Sebuah jaringan sosial dianggap sebagai jaringan kepentingan jika
hubungan-hubungan yang terbentuk dalam jaringan sosial tersebut lebih dominan
untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan tertentu. Dua
jenis jaringan sosial yang lain, yaitu jaringan kekuasan dan jaringan perasaan tetap
ada tetapi tidak dominan.
90
Dalam penelitian ini, ketiga jenis jaringan diatas termasuk ke dalam jaringan
sosial pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hubungan patron klien mencerminkan hubungan timbal balik dari kedua belah
pihak yang bersifat menguntungkan. Hal ini dikarenakan pedagang pasar dengan
pemasok barang saling kenal dan hubungan yang terjalin sudah akrab dan dekat.
Kondisi ini menimbulkan saling dapat menjaga sumber daya dan tetap
mempertahankan nilai-nilai emosional diantara masing-masing pelaku dalam kegiatan
ekonominya. Sehingga hubungan sosial diantara aktor-aktor yang terlibat berdasarkan
kepercayaan.
4.2.2.2 Kerjasama
Para pedagang Pasar Raya Inpres Padang untuk memperoleh barang dagangan
melakukan kerjasama dengan pedagang perantara dan pedagang besar, baik yang ada
di luar daerah Kota Padang maupun yang ada di Kota Padang. Mengenai tempat
untuk mengambil barang menurut mereka ada beberapa wilayah yaitu Kabupaten
Pariaman, Bukittinggi, Payakumbuh, Solok dan Pesisir Selatan. Karena sebagian
besar daerah ini merupakan daerah penghasil pertanian dan peternakan yang baik.
Namun tidak menutup kemungkinan pedagang memperoleh barang dari daerah lain
jika persediaan barang terbatas dan kosong seperti daerah Pekanbaru dan Jambi.
Dalam proses memperoleh barang dagangan, pedagang membina hubungan
sosial berupa interaksi sosial yang dilakukan secara berulang-ulang. Dengan adanya
interaksi sosial antara pedagang dengan pemasok secara menetap lama kelamaan
91
akan timbul hubungan pribadi di antara mereka. Hubungan sosial yang dilakukan
secara intensif merupakan basis munculnya kepercayaan. Damsar (1997:4)
menjelaskan bahwa dalam aktivitas perdagangan, kepercayaan sangat penting sekali
peranannya.
Kepercayaan merupakan landasan bagi pedagang dengan pemasok dalam
pemberian jumlah kredit (utang), pembuatan surat perjanjian transaksi jual beli,
pengiriman barang dan sebagainya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang memiliki modal atau dana yang terbatas
hanya mampu membeli pasokan barang dengan jumlah tidak terlalu banyak. Dengan
demikian untuk memperoleh barang adakalanya pedagang membayar sejumlah uang
terlebih dahulu supaya barang bisa diperoleh.
Akan tetapi tidak semua informan mengandalkan cara seperti itu, menurut
salah satu informasi dari informan di lokasi penelitian banyak ditemukan pedagang
yang mengambil barang terlebih dahulu dan membayarnya belakangan dengan cara
mencicil kepada pemasok yaitu pedagang perantara. Dalam hal ini, pedagang Pasar
Raya Inpres Padang lebih sering melakukan pembayaran secara kredit kepada
pedagang perantara dibandingkan dengan pedagang besar. Hal semacam ini menandai
bahwa terdapat sebuah kepercayaan didalamnya, kepercayaan itu tidak terbentuk
secara tiba-tiba tetapi kepercayaan tersebut terbentuk dan muncul melalui proses
hubungan antar pribadi dari aktor-aktor yang sudah lama terlibat dalam perilaku
ekonomi secara bersama.
92
Dengan sistem perdagangan yang diuraikan di atas, terjadi karena hubungan
sosial atau interaksi sosial yang telah dibangun akhirnya menimbulkan adanya
kepercayaan antara kedua belah pihak. Kepercayaan yang timbul menyebabkan
pengambilan barang dengan cara kredit karena adanya hubungan langganan dengan
pemasok barang. Merujuk Damsar (1977:4) menjelaskan bahwa hubungan sosial
yang dilakukan secara intensif akan memberikan basis kepercayaan dalam pemberian
utang dan pengiriman barang. Salah satu peran konkret dari kepercayaan adalah
bertambah dan berkurangnya jumlah kredit yang diperoleh pedagang dalam transaksi
jual beli. Semakin tinggi jumlah kredit yang diberikan semakin tinggi tingkat
kepercayaan yang dipertaruhkan. Sebaliknya kepercayaan dapat berkurang karena
terjadinya penurunan kredibilitas, atau bahkan sama sekali tidak ada atau hilang.
Menurut data penelitian ini, kepercayaan merupakan ikatan tidak terucap dan
tidak tertulis. Sistem pembayaran yang dilakukan pedagang di Pasar Raya Inpres
Kota Padang yaitu pembayaran dilakukan secepat mungkin dan tanpa bunga. Untuk
para pedagang yang tidak mereka kenal maka pemasok barang tidak akan meminjam
uang dan barang dagangannya. Sebagaimana penuturan salah satu informan: “ibu
sebagai pedagang bumbu dapur untuk menjaga kepercayaan dengan pemasok
barang, setiap harinya ibu melakukan transaksi pembayaran secara kredit paling
sedikit Rp.100.000,-/harinya tergantung dari jumlah peminjaman. Cara ini ibu
lakukan supaya ibu mudah untuk memutarkan modal usaha yang ibu miliki saat ini.”
93
Dengan adanya hubungan sosial yang dilakukan secara intensif maka akan
timbul kepercayaan antara pemasok barang dengan pelanggan selama keduanya tidak
pernah menyalahi kesepakatan yang mereka buat. Hubungan pada tahap langganan
pada intinya adalah kegiatan ekonomi namun hubungan sosial tersebut memiliki
makna nilai-nilai sosial seperti rasa malu jika kesepakatan yang telah mereka buat
diingkari oleh salah satu pihak.
Hubungan sosial yang terjadi di antara pedagang tersebut bisa peneliti sebut
sebagai hubungan sosial yang berkaitan dengan modal sosial terlihat pada interaksi
sosial yang intens menyebabkan antara pelaku memiliki kepercayaan yang kuat
sehingga masing-masing pelaku tetap berada di dalam jaringan sosial. dan hubungan
sosial yang berkaitan dengan motif ekonomi. Dan juga hubungan sosial yang
berkaitan dengan motif ekonomi terlihat pada interaksi sosial yang terbina di antara
pelaku dilatarbelakangi oleh keuntungan yang mereka dapatkan yaitu uang. Oleh
karena itu hubungan-hubungan sosial yang dilakukan secara intens di antara pelaku
terus dipertahankan dan menjaga mekanisme jaringan sosial.
Dari wawancara yang telah dilakukan ditemukan bahwa apabila pedagang
perantara mendapatkan seorang pelanggan (pedagang eceran) yang mengundur-undur
waktu dalam pembayaran hutang maka pemasok barang akan memberhentikan
pemberian hutang jika pedagang eceran ingin mengambil barang secara kredit.
Dengan adanya ikatan jaringan sosial, maka permasalahan yang dialami ini juga
diketahui oleh pedagang lainnya. Hal ini disebabkan karena pedagang saling
berkomunikasi satu sama lain yang menyebabkan permasalahan ini tersebar di
94
kalangan pedagang. Oleh karena itu pedagang eceran tidak bisa memperoleh hutang
di masa yang akan datang dari pemasok barang, sehingga transaksi dilakukan dalam
bentuk tunai.
Menurut data penelitian ini, peristiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh
tindakan yang dilakukan pedagang pasar dengan pedagang perantara dalam
memegang amanah kepercayaan yang ditunjukkan melalui kejujuran dalam transaksi
jual beli, menepati janji yang telah ditetapkan dan menjaga kualitas barang yang
sesuai dengan pemesanan. Selanjutnya, hubungan pribadi yang kuat terjalin di antara
mereka memberikan keuntungan yang akan diperoleh masing-masing pihak.
Dengan adanya kepercayaan dapat meningkatkan toleransi terhadap
ketidakpastian. Seperti seorang pedagang seharusnya membeli langsung ke tempat
barang itu berasal. Karena hubungan yang terbina sudah dekat pedagang memesan
barang dengan hanya menghubungi pemasok barang melalui telfon tanpa harus
datang ke lokasi. Sistem pembayarannya di kirim melalui transfer rekening pemasok
barang. Seperti penuturan salah satu informan:”ibu untuk memperoleh barang
dibantu melalui pemasok dari daerah Padang Panjang. Untuk mengambil barang
pedagang cukup menelfon pemasok agar mengantarkan barang langsung ke toko dan
uang di kirim ke rekening pemasok. Cara ini telah lama ibu lakukan karena percaya
kepada pemasok kalau barang yang dikirimnya itu dalam keadaan segar dan baik.”
Dari pernyataan di atas, transaksi jual beli menjadi simpul terbentuknya ikatan
pelanggan antara kedua belah pihak. Pembentukan ikatan pelanggan tersebut
dibentuk dengan mempertimbangkan tingkat kepercayaan yang dimiliki selama ini.
95
Selanjutnya, hubungan yang kuat dengan pemasok barang dapat menghindarkan
pedagang dari kerugian karena buruknya kualitas barang. Oleh karena itu, sebagian
pedagang menolak mengambil barang dari pemasok yang belum dikenalnya.
Untuk membina hubungan transaksi jual beli pedagang pasar dengan pemasok
barang dibutuhkan komunikasi yang baik diantara kedua belah pihak. Komunikasi
memegang peranan penting dalam pertukaran informasi dari satu pihak ke pihak lain.
Oleh karena itu komunikasi yang baik dapat memperlancar aktivitas perdagangan.
Data penelitian ini menunjukkan bahwa pedagang dalam melakukan aktivitas
perdagangan lebih sering menggunakan handphone selular dalam berkomunikasi
baik melalui SMS maupun menelfon langsung rekan bisnisnya. Komunikasi ini
digunakan oleh kedua belah pihak pada saat pemesanan barang oleh pedagang kepada
pemasok barang. Sehingga memudahkan kedua belah pihak dalam melakukan
aktivitas perdagangan walaupun tidak harus datang ke tempat pengambilan barang.
Selain itu, komunikasi face to face (tatap muka) juga perlu dilakukan dalam
kegiatan perdagangan. Menurut salah seorang informan penelitian ini, komunikasi
tatap muka terjadi pada saat pertama kali menjalin hubungan transaksi jual beli untuk
mencari informasi barang yang ingin dipesan. Bertemu langsung antara pedagang
dengan pemasok barang terjadi pada saat transaksi surat perjanjian kontrak jual beli.
Dengan adanya komunikasi yang baik maka pedagang memiliki kemampuan
membentuk jaringan sosial yang kuat untuk mempertahankan bisinisnya. Dalam hal
ini jaringan sosial berfungsi memberikan berbagai kemudahan untuk mengakses
96
bermacam barang dan/atau sumber daya langka seperti informasi, barang, jasa,
kekuasaan dan sebagainya.
4.2.2.3 Hubungan Sosial Pedagang Dengan Sesama Pedagang
Jaringan sosial merupakan rangkaian hubungan-hubungan yang dibuat oleh
seorang individu di sekitar dan berpusat pada dirinya sendiri berdasarkan atas
pribadinya (Mitchell, 1969:8). Di lingkungan pedagang Pasar Raya Inpres Padang
mempunyai jaringan personal yaitu hubungan baik dalam menjalankan aktivitas
ekonomi. Hubungan sosial itu diwujudkan dalam bentuk keeratan dan kedekatan
antara sesama pedagang. Dalam proses hubungan interpersonal yang terjalin di antara
mereka meliputi interaksi sosial yang dibina secara intens.
Menurut salah seorang informan dalam penelitian ini, pada saat pedagang
menunggu pembeli datang maka untuk menghilangkan rasa jenuh dan ngantuk para
pedagang biasanya ngobrol atau bercerita mengenai berbagai hal yang terjadi kepada
para pedagang yang ada didepan atau disamping toko mereka. Obrolan mereka tidak
hanya berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan berdagang
tetapi juga hal-hal yang terjadi di lingkungan keluarga mereka sehari-hari sampai
informasi politik yang terbaru saat ini.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa aktivitas yang terjadi di
Pasar Raya Inpres Padang tidak hanya berupa aktivitas ekonomi dimana tempat
bertemunya pedagang dan pembeli, tetapi juga sebagai tempat aktivitas sosial budaya.
Seperti yang diungkapkan oleh Geertz (1977:63) bahwa pasar adalah suatu pranata
97
ekonomi dan sekaligus suatu cara hidup, suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi
yang mencapai segala aspek dari masyarakat dan merupakan dunia sosial budaya
yang hampir lengkap.
Para pedagang di Pasar Raya Inpres Padang mengembangkan dan memelihara
jaringan sosial berdasarkan hubungan pertemanan. Hubungan pertemanan ini sangat
membantu mereka dalam aktivitas ekonomi sehari-hari mereka. Hubungan yang
terjadi antara sesama pedagang kadang bersifat hubungan pertemanan ekspresif atau
emosional dan kadang bersifat instrumental. Hal ini disebabkan karena pedagang
tidak selalu memperlihatkan hak dan kewajibannya semata, akan tetapi dipengaruhi
oleh situasi pertukaran waktu dan pertukaran sumber daya yang mempunyai nilai
sosial ekonomi bagi mereka.
Di lapangan ditemukan bahwa rasa kedekatan pedagang tidak hanya pada saat
senang tetapi dapat dilihat pada saat pedagang mengalami kesulitan dan musibah.
Hubungan-hubungan itu berupa saling berbagi, saling kunjung, saling tolong
menolong, rasa toleransi dan saling membantu di antara sesama pedagang. Misalnya,
apabila seorang pedagang mengalami kesulitan ekonomi maka mereka saling
membantu meminjamkan uang kalau di antara mereka memiliki uang yang lebih.
Begitu juga jika di antara salah satu dari pedagang sakit dan tidak berdagang selama
beberapa hari, maka mereka melakukan penggalangan dana atau mengumpulkan uang
untuk diserahkan kepada keluarga pedagang yang sakit.
Dari data yang diperoleh terungkap bahwa hubungan-hubungan sosial yang
terjadi di antara pedagang berdasarkan perasaan/emosi yang diwujudkan dalam
98
tindakan sosial. Hal ini sejalan dengan konseptual yang dijelaskan oleh Agusyanto
(1997:26-28) bahwa jaringan perasaan (sentiment) merupakan jaringan yang
terbentuk atas dasar hubungan-hubungan sosial bermuatan perasaan, dan hubungan-
hubungan sosial itu sendiri menjadi tujuan dan tindakan sosial. Struktur yang
dibentuk oleh hubungan-hubungan perasaan ini cenderung mantap dan permanen.
Hubungan-hubungan sosial yang terbentuk biasanya cenderung menjadi hubungan
dekat dan kontinyu. Di antara para pelaku cenderung menyukai atau tidak menyukai
pelaku-pelaku lain dalam jaringan. Oleh karena itu muncul adanya saling kontrol
secara emosional yang relatif kuat antarpelaku.
Berdasarkan bahasan diatas, adanya suatu nilai-nilai yang dimiliki oleh para
pedagang yang cenderung memberikan bantuan semampunya kepada yang
memerlukan meskipun bukan anggota keluarga mereka. Sikap ini muncul karena
adanya perasaan senasib dan saling membutuhkan satu sama lain sebagai pedagang.
Eksistensi nilai-nilai tersebut menjadi kontrol sikap dan prilaku mereka untuk tetap
menjaga hubungan baik di antara mereka.
Menurut salah seorang informan penelitian ini, esensi dari hubungan sosial
yang dibentuk adalah hubungan yang syarat dengan nilai pertukaran timbal balik
antara sesama pedagang. Kekuatan dari pola hubungan sosial seperti ini sering
ditunjukkan dengan keeratan, kedekatan, saling membantu di antara sesama
pedagang. Ikatan ini selalu dijunjung tinggi karena nilai-nilainya menciptakan ikatan
keharmonisan di antara sesama pedagang Pasar Raya Inpres Padang. Untuk
mempertahankan pola hubungan tersebut, pada umumnya ditunjukkan dengan sering
99
berlanjutnya pertukaran-pertukaran itu. Sedangkan kelemahannya adalah hubungan-
hubungan sosial itu tergantung pada kuat lemahnya kondisi sosial ekonomi pedagang.
Artinya, jika seorang pedagang memberi dan yang lain tidak membalas, maka akan
terjadi perselisihan dan hubungan itu bisa terputus atau diputuskan.
Prinsip dasar dari hubungan-hubungan sosial tersebut adalah untuk menjaga
dan memelihara hubungan baik dengan sesama pedagang dalam rangka
mempertahankan eksistensi mereka. Hubungan-hubungan yang terjalin di antara para
pedagang terus dibina, dipelihara dan dikembangkan untuk kepentingan dan tujuan
yang sama dalam mempertahankan sumber daya yang diperlukan oleh pedagang itu
sendiri. Hubungan sosial yang terjalin menunjukkan pengharapan peran dari masing-
masing individu dalam bentuk interaksi sosial yang bersifat sistematik. Artinya
terjadinya interaksi sosial secara teratur dan berulang kali dengan pola yang sama dan
bertahan untuk waktu yang lama (Soleman, 1990:114).
Dengan adanya interaksi sosial yang terjalin diantara sesama pedagang dalam
satu lokasi berdagang yang sama secara menetap maka lama kelamaan akan timbul
rasa kepercayaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu informan: “saya
sering meninggalkan toko pada saat tertentu seperti datangnya waktu sholat. Untuk
itu saya menitipkan toko ke pedagang sebelah dan tidak khawatir dengan barang
dagangan saya. Jadi kalau saya meninggalkan toko, ada pembeli yang berbelanja di
toko saya maka aktivitas jual beli dapat berjalan karena dengan adanya bantuan
teman saya ini.”
100
Berdasarkan dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa pedagang memiliki
kepercayaan yang tinggi di antara sesama mereka. Membangun kepercayaan di antara
mereka ditandai dengan adanya sekumpulan harapan bahwa kebaikan yaitu sikap
saling tolong menolong yang diberikan oleh seorang pedagang kepada pedagang
lainnya akan dapat dirasakan juga dikemudian hari oleh pedagang tersebut. Hal ini
merujuk pada ayat Alquran, Allah menjelaskan bahwa pentingnya suasana kehidupan
saling tolong menolong atau bekerjasama dalam menjalin hubungan sesama manusia:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam hal (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
jangan tolong menolong untuk berbuat dosa dan pelanggaran” (QS.5: 2).
Tingginya tingkat kepercayaan tersebut disebabkan mereka memegang
amanah kepercayaan yang ditunjukkan melalui kejujuran. Kejujuran berarti mengikat
diri dengan seseorang atas dasar saling percaya. Kejujuran mereka ini terlihat dari
pedagang yang memberitahukan kalau ada barang yang dibeli oleh pembeli pada saat
pedagang meninggalkan toko.
Terkait dengan jaringan sosial, di lapangan ditemukan bahwa jaringan
komunikasi sangat berperan penting dalam menentukan harga suatu barang. Hal ini
dapat dilihat dari pedagang berusaha menarik para pembeli untuk mencari
keuntungan sebanyak mungkin, akan tetapi mereka bekerjasama dalam penetapan
harga. Melalui ikatan jaringan sosial, pedagang tersebut dapat melakukan komunikasi
dalam menetapkan tingkatan harga dari suatu barang atau jasa.
Oleh karena itu seorang pedagang untuk membangun dan mempertahankan
usaha bisinisnya membutuhkan suatu kemampuan untuk menggerakkan sumber daya
101
dalam bentuk informasi dan finansial. Kemampuan yang ditunjukkan oleh seorang
pedagang diperkuat dengan jaringan sosial yang dimilikinya. Sebagaimana dijelaskan
oleh Lawang (2004:52) bahwa seseorang tidak akan membuka jaringan dengan siapa
saja, melainkan dengan orang yang menurut penilaiannya mempunyai arti penting
baginya baik secara sosial maupun ekonomi.
Hubungan sosial yang dibangun oleh pedagang merupakan hubungan saling
percaya. Rasa kepercayaan muncul karena di lokasi penelitian masih banyak
ditemukan pedagang yang berjualan di Pasar Raya Inpres Padang memiliki hubungan
kekerabatan atau persaudaraan dan pedagang yang telah lama menempati lokasi
usaha lebih kurang sepuluh tahun sehingga memiliki hubungan personal yang terjalin
berjalan dengan baik. Dengan demikian, kepercayaan yang dibentuk dalam
menjalankan aktivitas ekonomi secara sadar atau tidak akan menimbulkan kerjasama
yang baik di antara sesama pedagang untuk mempertahankan keberlangsungan hidup
mereka.
Data penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk jaringan sosial yang dipelihara
dan dikembangkan oleh pedagang di Pasar Raya Inpres Padang yaitu jaringan sosial
vertikal maupun horizontal tidak hanya mencakup hubungan ekonomi saja tetapi juga
meluas pada berbagai bentuk hubungan yang meliputi berbagai aspek kehidupan
lainnya. Hubungan-hubungan yang telah tercipta dalam berbagai bentuk ini menjadi
lentur dan tidak mudah terputus (Wolf, 1978:74).
Dalam aktifitas ekonomi termasuk perdagangan, juga ditemukan hubungan
sosial berupa persaingan yang dihadapi para pedagang. Persaingan yang dimaksud
102
dalam penelitian ini adalah persaingan yang sehat. Sesuai dengan yang dijelaskan
oleh Brinkerhoof dan White (1989:63) bahwa dalam situasi kelangkaan yaitu barang-
barang, jasa atau keadaan yang diharapkan tidak tersedia cukup maka hubungan
sosial yang mungkin terjadi adalah konflik atau persaingan.
Di lingkungan Pasar Raya Inpres Kota Padang menunjukan adanya jalinan
hubungan sosial yang kuat di antara para pedagang dapat dilihat dari kerjasama, tetapi
mereka juga tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik-konflik dan persaingan
dalam aktivitas berdagang. Konflik dan persaingan itu tidak terlalu terlihat.
Sebagaimana penuturan seorang informan “pedagang disini juga pernah berkonflik
kecil seperti “perang mulut” seperti dalam hal barang dagangan terlalu maju ke
depan yang menyebabkan jalan menjadi sempit. Kemudian dalam hal masalah
hutang yang terlalu lama belum dibayar dan lain-lain. Tetapi konflik itu dapat
diselesaikan secara baik-baik dan tidak sampai terjadi adu fisik antara satu sama
lain”.
Dalam jual beli persaingan juga tidak begitu terasa di Pasar Raya Inpres Kota
Padang. Menurut salah satu informan dalam penelitian ini, pada umumnya pedagang
di Pasar Raya Inpres Kota Padang adalah muslim. Pedagang beranggapan bahwa
rezeki masing-masing pedagang sudah ada yang mengatur yaitu Allah SWT. Dalam
berdagang sudah biasa ada untung ruginya, adakalanya pedagang memperoleh untung
banyak dan adakalanya pedagang merugi. Beranjak dari deskripsi tersebut, sesuai
dengan konseptual keterlekatan oleh Granovetter (1985) bahwa tindakan ekonomi
yang cultural dituntun oleh aturan berupa nilai, norma adat kebiasaan dan tata
103
kelakuan yang diinternalisasi dalam kehidupan sosial. Dalam hal ini seorang
pedagang muslim tunduk dan patuh terhadap nilai dan norma agama Islam sebagai
rujukannya dalam berdagang.
Terkait dengan bentuk persaingan, walaupun pedagang Pasar Raya Inpres
Kota Padang mayoritas beragama Islam masih ditemukan pedagang yang
menggunakan hal-hal yang dianggap mistis yaitu meminta penglaris toko ke orang
pintar (dukun) agar barang dagangan mereka laris manis terjual. Kegiatan ini
merupakan salah satu usaha yang dilakukan pedagang untuk memperlancar usaha
bisnisnya. Tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang irasional karena
memiliki nilai-nilai kepercayaan yang menyimpang dari norma agama Islam.
Selanjutnya pedagang di Pasar Raya Inpres Kota Padang memiliki nilai
ketertiban dan rasa toleransi yang tinggi yaitu mengedepankan rasa saling memahami
antara satu dengan yang lain dalam aktivitas perdagangan sehingga konflik dan
persaingan dapat diredam sekecil mungkin. Semakin kuat kepercayaan yang
dibangun di antara para pedagang semakin mempererat hubungan sosial mereka,
sehingga terjalin kerjasama yang baik dalam aktivitas perdagangan.
Data penelitian ini juga mengungkapkan bahwa di lingkungan pedagang Pasar
Raya Inpres Kota Padang, pedagang membentuk arisan yang dikenal dengan istilah
“julo-julo”. Julo-julo muncul diakibatkan karena lembaga formal yang mendukung
keberlangsungan usaha pedagang seperti lembaga perkreditan yaitu Koperasi Pasar
belum memberikan jaminan usaha kepada pedagang Pasar Raya Inpres. Julo-julo
merupakan salah satu bentuk kerjasama pertukaran (resiprositas) antara beberapa
104
orang yang bersepakat pada suatu kelompok atau komunitas dalam bentuk uang atau
barang kebutuhan pokok. Arisan ini diketuai oleh satu orang yang dipercayai oleh
para pedagang lain untuk bisa menjalankan kegiatan ini. Bentuk kerjasama ini
bergiliran menerima uang arisan di antara para anggota komunitas atau kelompok
berdasarkan nomor urut yang disepakati secara bersama-sama.
Pada dasarnya “julo-julo” merupakan lembaga yang bersifat informal yang
dibentuk oleh para pedagang itu sendiri yang dibuat berdasarkan ikatan dari jenis
barang dagangan dan tempat berdagang. Menurut Dalton (1959:219) organisasi
informal merupakan ikatan-ikatan yang spontan dan fleksibel di antara anggota-
anggota yang dituntun oleh perasaan-perasaan dan kepentingan pribadi yang dapat
dipertahankan oleh kegiatan formal. Kegiatan ini sangat membantu para pedagang
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sebagaimana penuturan informan:
“Dalam berdagang belum selalu tentu menghasilkan pendapatan lebih setiap
harinya. Oleh karena itu bapak memanfaatkan “julo-julo” sebagai cadangan
tabungan, jika menghadapi masa sulit baik dalam menjalankan bisnisnya maupun
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.”
“Julo-julo” yang dijalankan oleh pedagang selain dalam bentuk uang, ada
juga dalam bentuk barang. Misalnya, pada saat pesta perkawinan para pedagang
mengadakan arisan berupa barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, cabe dan
kebutuhan pokok lainnya. Mereka menyumbangkan sejumlah bantuan tersebut
dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Tradisi ini dilakukan oleh pedagang
dengan harapan pada saat pedagang lain mengadakan pesta perkawinan juga
105
memberikan barang kebutuhan yang sama di kemudian hari. Menurut salah satu
informan dalam penelitian ini, besar kecilnya sumbangan berbentuk materi ini
bergantung pada kedekatan hubungannya dengan pedagang tersebut.
Dari uraian data di lapangan, sebenarnya melalui kegiatan “julo-julo” ini
secara tidak langsung mereka melekat pada eksistensi hubungan-hubungannya, baik
secara horizontal maupun vertikal di kelompok arisan pedagang. Hal ini disebabkan
karena munculnya rasa senasib dan sepenanggungan di antara mereka yang
diperlihatkan dalam bentuk rasa toleransi, tanggung jawab, saling tolong menolong
dan dapat membantu di saat mengalami kesulitan. Dengan adanya ikatan-ikatan
tersebut mereka berusaha untuk menjaga dan mempertahankan hubungan baik dengan
sesama individu di dalam kelompok arisan tersebut.
4.2.2.4 Mempertahankan Jaringan Sosial Pedagang Pasar Dengan Rekan Bisnis
Hubungan yang terjadi antara pedagang dengan rekan bisnis haruslah dapat
dipertahankan agar mereka terus memperoleh pasokan barang dari pedagang
perantara dan pedagang besar. Dalam mempertahankan hubungannya dengan
langganan, pedagang berusaha untuk tidak berpindah ke pemasok barang lainnya
yang belum dikenalnya. Disini pedagang akan berusaha untuk menjaga kepercayaan
dengan pemasok. Kepercayaan yang muncul di antara pedagang dengan pemasok
barang merupakan konstruksi sosial dalam kehidupan masyarakat. Kepercayaan yang
ada di dalam jaringan ini terbentuk karena pedagang telah berulang-ulang membina
106
hubungan sosial dengan pemasok barang untuk memperoleh barang yang diinginkan.
Sehingga pemasok barang memberikan harga murah kepada langganan.
Dalam hal ini mereka tidak perlu lagi melakukan tawar menawar barang,
karena baik pedagang eceran maupun pemasok telah sama-sama percaya bahwa
barang yang dibeli memang berkualitas baik. Selain hubungan langganan, di lapangan
peneliti menemukan jaringan sosial yang bersifat hubungan pribadi yang telah
mereka bina tidak hanya pada saat transaksi jual beli tetapi juga di luar aktivitas
ekonomi. Misalnya, untuk mempererat hubungan mereka pun saling menanyakan
kabar satu sama lain. Hubungan yang terjalin tersebut tidak hanya antara sesama
mereka tetapi juga melibatkan anggota keluarga mereka yang lain sehingga mereka
kenal keluarga besar dari masing-masing pihak.
Hubungan-hubungan tersebut dapat terlihat dalam acara pesta penikahan
maupun acara kematian. Dalam acara tersebut mereka akan saling mengunjungi agar
hubungan yang mereka jalin lebih dekat satu sama lain. Sebagaimana penuturan salah
satu informan: “untuk menjaga hubungan baik dengan pedagang perantara, ibu tidak
hanya berhubungan pada saat transaksi jual beli. Tetapi ibu juga menanyakan
keadaan keluarga dan apabila dari pemasok mengundang acara atau pesta, ibu
datang menghadirinya. Begitu juga sebaliknya”.
Dalam mempertahankan eksistensi pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang,
hubungan-hubungan sosial yang terjadi diantara aktor-aktor terlibat disebabkan
karena adanya kepentingan dalam memenuhi kebutuhan sehingga membentuk
107
jaringan tersendiri. Berikut mekanisme hubungan sosial antar aktor dalam jaringan
sosial pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang:
Keterangan:
= Garis Hubungan Searah
= Garis Hubungan Dua Arah (Timbal balik)
4.2.3 Jaringan Sosial Pedagang Dengan Pembeli
Dalam perspektif Sosiologi, pasar tradisional lebih dimaknai sebagai tempat
masyarakat lokal untuk melakukan aktivitas jual beli untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dimana proses jual beli dilakukan dengan proses tawar menawar antara
pedagang dan pembeli. Harga yang ditawarkan di pasar tradisional lebih murah dan
juga barang-barang yang dijual lebih terjaga kesegarannya.
Pedagang Eceran
Pedagang Besar
Pedagang Perantara
• Jaringan Kekuasaan • Jaringan Kepentingan • Jaringann Perasaan
108
Pasar Raya Inpres Kota Padang merupakan pasar yang tidak pernah sepi
dikunjungi, baik oleh pembeli yang mau berbelanja maupun pengunjung yang hanya
berjalan-jalan saja. Hingga saat ini kesan kumuh dan semrawut merupakan gambaran
sehari-hari pasar ini. Orang yang berkunjung di pasar ini berasal dari berbagai daerah
Sumatera Barat. Hal ini dikarenakan Pasar Raya Inpres Kota Padang merupakan
pasar tradisional terbesar dan lengkap di Kota Padang. Rata-rata pembeli yang sering
mengunjungi pasar ini adalah ibu rumah tangga, pedagang keliling dan pemilik
warung kecil yang dikenal dengan istilah “lapau”.
4.2.3.1 Hubungan Sosial
Perdagangan merupakan kegiatan atau proses jual beli dan tawar menawar
antara seorang penjual di satu pihak dengan pembeli di pihak lain. Melalui
perdagangan individu dan kelompok melakukan transaksi ekonomi untuk
mendapatkan sesuatu yang menjadi kebutuhannya berupa barang atau jasa secara
kontinuitas. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Belshaw (1981:7) bahwa
perdagangan didalamnya terdapat tukar menukar, menerobos seluruh bangunan sosial
dan dapat dipandang sebagai tali pengikat masyarakat. Oleh karena itu aktivitas
perdagangan dapat melahirkan bentuk-bentuk interaksi dari hubungan yang akrab di
antara orang-orang yang terlibat diantaranya.
Pasar Raya Inpres Padang merupakan tempat masyarakat menengah golongan
bawah yang menganggap aktivitas perdagangan sebagai sumber utama penghasilan
dan satu-satunya bagi ekonomi keluarga. Hubungan sosial di Pasar Raya Inpres Kota
109
Padang dalam aktivitas jual beli masih bisa dirasakan. Yaitu adanya interaksi yang
intensif antara penjual dan pembeli melalui tawar menawar yang penuh keakraban
dan kehangatan justru mempererat hubungan mereka.
Data penelitian menunjukkan bahwa penjual dan pembeli biasanya sudah
saling mengenal satu sama lain sehingga jalinan interaksi di antara mereka bertambah
kuat. Hubungan sosial seperti ini yang membuat masyarakat masih mau berbelanja di
Pasar Raya Inpres Kota Padang. Kuatnya hubungan sosial antara pedagang dan
pembeli, maka secara lebih luas hal ini akan meningkatkan relasi sosial di
masyarakat. Keramahan dan sikap sopan yang ditunjukkan oleh para pedagang untuk
menarik minat pembeli dimaknai sebagai nilai kebersamaan dan rasa kekeluargaan
yang melekat antara satu sama lain.
Melalui interaksi yang terjalin dengan baik antara pedagang dan pembeli
membuat loyalitas pembeli menjadi tinggi untuk pedagang yang mampu menjalin
hubungan sosial yang baik dengan pembelinya. Posisi tawar menawar (bargaining
position) dalam proses tawar menawar kebanyakan dikendalikan oleh pedagang
artinya harga barang dagangannya sebagian besar ditentukan oleh pedagang. Ini
berarti pedagang masih mempunyai “kekuatan” dalam manajemen usahanya,
khususnya menyangkut penentuan harga jual. Namun demikian penentu harga barang
dagangan berikutnya adalah pedagang dengan pembeli (Harsiwi, 2003:3).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jaringan sosial yang dimiliki oleh
pedagang dengan pembeli di Pasar Raya Inpres Kota Padang berbasis pada hubungan
kekerabatan, hubungan tetangga dan hubungan persahabatan. Sehingga hubungan-
110
hubungan itu yang akhirnya mempengaruhi kesepakatan harga yang disetujui. Seperti
yang diungkapkan oleh informan”dalam menjual barang dagangan, bapak biasanya
selalu menetapkan harga yang berbeda-beda tergantung dari siapa yang membeli.
Kalau yang datang membeli ada hubungan keluarga maka bapak memberikan harga
yang sedikit lebih murah dibandingkan dengan pembeli biasanya”.
Berdasarkan dari uraian diatas, harga tidak selalu ditentukan oleh hukum
permintaan dan penawaran tetapi juga dipengaruhi oleh jaringan sosial yang turut
berperan dalam menentukan dan merubah harga. Di lingkungan pedagang Pasar Raya
Inpres Kota Padang untuk memberikan harga yang murah kepada pembeli yang
memiliki hubungan keluarga dan hubungan persahabatan dikenal dengan istilah
“hargo sanak” (harga saudara).
“Hargo sanak” tercipta dikarenakan keterikatan individu dalam hubungan
sosial yang memperlihatkan bagaimana pedagang membentuk sebuah jaringan. Dari
deskripsi diatas, dapat dikatakan bahwa penentuan harga dipengaruhi oleh unsur
perasaan karena antara pedagang dan pembeli memiliki jaringan hubungan
kekerabatan dan persahabatan. Hal ini sesuai dengan Agusyanto (1997:26-28)
menjelaskan bahwa jaringan perasaan (sentiment) merupakan jaringan yang terbentuk
atas dasar hubungan-hubungan sosial bermuatan perasaan, dan hubungan-hubungan
sosial itu sendiri menjadi tujuan dan tindakan sosial. Struktur yang dibentuk oleh
hubungan-hubungan perasaan ini cenderung mantap dan permanen. Hubungan-
hubungan sosial yang terbentuk biasanya cenderung menjadi hubungan dekat dan
kontinyu. Di antara para pelaku cenderung menyukai atau tidak menyukai pelaku-
111
pelaku lain dalam jaringan. Oleh karena itu muncul adanya saling kontrol secara
emosional yang relatif kuat antar pelaku.
Di samping itu, terdapat beberapa informan menjalin hubungan sosial yang di
awali dengan hubungan pertemanan/kenalan. Hubungan pertemanan/kenalan ini
memegang peranan penting dalam memasarkan barang. Karena masing-masing pihak
melakukan interaksi jual beli, maka secara personal pedagang menjalin hubungan
baik dengan pembeli yang baru dikenalnya. Oleh sebab itu pedagang berusaha
merebut perhatian pembeli untuk berbelanja ditokonya.
Berdasarkan deskripsi di atas, tindakan ekonomi yang dilakukan pedagang
menurut Granovetter (1983) merupakan ikatan yang lemah. Granovetter menjelaskan
bahwa ikatan yang lemah dapat menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan ikatan
lemah antara dua aktor dapat membantu sebagai jembatan antara dua kelompok yang
kuat ikatan internalnya. Dapat dikatakan tindakan ekonomi yang dilakukan pedagang
Pasar Raya Inpres Kota Padang memberikan kesan dan berperilaku dengan cara yang
bertanggungjawab supaya pembeli mau datang lagi ke tokonya di masa yang akan
datang.
4.2.3.2 Komunikasi
Menurut Geerzt (1978) ketika informasi merupakan sesuatu yang langka dan
tidak menyebar secara merata di pasar, maka pembeli akan mencari informasi
tersebut melalui tawar menawar. Sebagaimana, tradisi tawar menawar antara
pedagang dan pembeli di Pasar Raya Inpres Kota Padang mempunyai keterampilan
112
melalui komunikasi yang baik. Oleh karena itu pedagang melayani dengan sebaik-
baiknya tanpa memandang siapa dan bagaimana karakter para pembeli yang
mendatanginya.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Faisal Affif (1986:12) bahwa
seorang pedagang harus mempunyai keterampilan tentang bagaimana cara membina
suatu percakapan mengenai penjualan. Pedagang harus mampu menarik pembeli
untuk mampir ke toko mereka tergantung dengan kata-kata yang mereka ucapkan dan
untuk mendapatkan kesan baik. Pada prinsipnya selalu bertolak dari keharusan
membuat orang lain merasa senang dan bangga (Badura, 1992:52).
Seorang pedagang harus mengutamakan keramahtamahan yang bisa
ditunjukkan melalui bahasa agar dapat menarik perhatian pembeli. Dalam proses
tawar menawar pedagang menyapa setiap pengunjung yang lewat didepan toko
mereka, diiringi dengan senyum dan keramahan dari pedagang. Dengan
memanfaatkan bahasa seoptimal mungkin oleh pedagang sehingga menarik perhatian,
memotivasi dan mempengaruhi pembeli. Sebagaimana penuturan seorang informan
“sebagai pedagang bapak biasanya menggunakan bahasa Minang untuk kelancaran
komunikasi. Tetapi ada juga pedagang yang menggunakan Bahasa Indonesia dan
Bahasa Jawa tergantung pembeli yang datang”.
Dengan tindakan ekonomi yang dilakukan oleh pedagang tersebut seperti
ramah, sopan santun, saling bertegur sapa, komunikasi yang baik dan menanyakan
kebutuhan yang diinginkan kepada pembeli merupakan aktivitas transaksi tukar
menukar yang dipandang sebagai bentuk keterlekatan yang kuat. Tindakan yang
113
“melekat” antara pedagang dan pembeli disebabkan karena masing-masing pihak
mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang bernilai seperti informasi
terhadap suatu barang atau jasa.
Hal ini sesuai dengan konseptual Granovetter (1985) menjelaskan bahwa
keterlekatan merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan
melekat (embedded) dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung di
antara para aktor. Ini tidak hanya terbatas pada tindakan aktor individual sendiri
tetapai juga mencakup prilaku ekonomi yang lebih luas seperti penetapan harga
dalam suatu jaringan hubungan sosial.
Terkait dengan kebiasaan tawar menawar, pembeli di Pasar Raya Inpres Kota
Padang yang rata-rata pembelinya adalah ibu-ibu juga memiliki keterampilan dalam
tawar menawar. Menurut Narwoko (2004:39) menjelaskan bahwa tawar menawar
merupakan suatu usaha yang merupakan bagian dari proses pencapaian kesepakatan
untuk pertukaran barang dan jasa. Menurut salah seorang informan pembeli penelitian
ini, dengan kegigihan dalam menawar barang yang dilakukan pembeli menimbulkan
adanya rasa kepuasan tersendiri terhadap harga yang dianggap sesuai dengan barang
tersebut.
Dengan adanya proses tawar menawar di pasar tradisional menyebabkan
pedagang akan menurunkan harga awal dari yang diajukan sebelumnya. Hal ini
sesuai dengan konseptual yang diungkapkan oleh Gertz (1977) mengenai sistem
harga luncur (slidding price system) dijelaskan bahwa dalam aktivitas jual beli
biasanya disertai dengan tawar menawar meriah dan sering agresif yang agaknya
114
menjadi ciri sistem serupa itu dalam satu situasi penetapan harga yang tidak pasti.
Tawar menawar yang tidak habis-habisnya itu sedikit banyak membuat pembeli
beranggapan adanya kepastian soal perkiraan penetapan harga.
Data penelitian ini mengungkapkan bahwa penentuan harga biasanya
ditentukan, dirubah dan distabilkan oleh hukum permintaan dan penawaran, tetapi
juga dipengaruhi oleh kebiasaan tawar menawar dan jaringan sosial yang dilakukan
antara pembeli dengan pedagang yang mencerminkan sosial budaya di pasar
tradisional.
4.2.3.3 Mempertahankan Hubungan Dengan Pembeli
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para pedagang Pasar Raya Inpres
Padang yang telah lama menjalankan usaha di pasar ini sudah banyak memiliki
langganan seperti ibu-ibu rumah tangga, dari usaha catering, rumah makan bahkan
dari hotel yang ada di sekitaran Kota Padang. Dengan adanya langganan secara sadar
pedagang sudah membentuk jaringan sosial yang bermanfaat untuk mempertahankan
eksistensinya dalam berdagang.
Dengan ikatan langganan yang terajut antara pedagang dan pembeli dapat
memudahkan pembentukan hubungan baru dengan beberapa orang lain yang
memiliki hubungan dengan pihak pembeli yaitu dengan memperluas hubungan
pelanggan tetap. Dengan kata lain, ikatan yang ada dapat menjembatani pembentukan
hubungan sosial dengan pihak lain, yang akhirnya membentuk perluasan jaringan
sosial yang baru. Seperti yang diungkapkan oleh Ritzer (2005:383) bahwa jaringan
115
akan terbentuk apabila masing-masing individu yang terlibat akan saling
membutuhkan satu sama lain dimana masing-masing individu yang tersebut memiliki
sumber daya yang berbeda dan bernilai.
Selanjutnya, hubungan langganan antara pedagang dan pembeli merupakan
suatu bentuk keterlekatan relasional. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh
Granovetter (1990) bahwa keterlekatan relasional terjadi dalam suatu aktivitas
ekonomi yang berhubungan dengan orang lain atau dikaitkan dengan individu lain.
Melalui hubungan langganan ini, pedagang mau berbagi informasi yang pasti dan
akurat dengan pembeli diakibatkan karena adanya kepercayaan yang tinggi antara
kedua belah pihak. Dalam hubungan pelanggan ini tidak hanya meliputi tindakan
ekonomi saja tetapi melibatkan berbagai aspek sosial, budaya, agama dan politik
dalam kehidupan mereka.
Dari uraian data lapangan, hubungan langganan tidak hanya terjalin pada saat
mereka melakukan transaksi jual beli, tetapi terjalin juga di luar transaksi tersebut.
Misalnya untuk mempererat hubungan antara mereka, saling kunjung mengunjungi
(silaturahmi) pada saat lebaran, pedagang akan datang ke rumah pelanggan jika ada
pesta perkawinan maupun acara kematian begitu juga sebaliknya. Adapun dalam
masyarakat Minangkabau terdapat pepatah yang terkenal di kalangan masyarakat
yakni “kaba baik bahimbauan, kaba buruak bahambuan” artinya kabar baik
dihimbaukan, kabar buruk berhamburan, yang bermakna bahwa jika ada berita yang
menggembirakan (baik) misalnya pesta perkawinan maka diberitahukan kepada
116
kerabat dan orang lain. Sedangkan tentang kematian, maka para kerabat dan kenalan
datang tanpa diminta.
Selain itu, ikatan langganan tersebut dipertahankan dengan kejujuran. Hal ini
disebabkan karena pembeli sudah sering membeli barang pada pedagang yang sama,
yang lama kelamaan akan timbul hubungan pribadi yang sangat erat sehingga
pedagang segan dan malu memberikan barang yang kualitasnya buruk yang dapat
mengecewakan pembeli. Data penelitian ini mengungkapkan bahwa hubungan
langganan terbentuk karena adanya kepercayaan yang kuat. Kepercayaan itu timbul
disebabkan oleh adanya ikatan kekerabatan, ikatan persahabatan dan ikatan personal
(pribadi) dalam aktivitas ekonomi sehingga memberikan pengaruh positif bagi
keberlangsungan pedagang dalam menjalankan bisnisnya.