Upload
voque
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB.1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah. Sumberdaya
alam dipandang sebagai modal utama dalam pembangunan dan harus dikelola secara
optimal. Menurut Katili (1983) sumberdaya alam diartikan sebagai semua unsur tata
lingkungan biofisik yang dapat memenuhi kebutuhan makhluk hidup khususnya
manusia. Salah satu substansi sumberdaya alam yang keberadaannya sangat
fundamental bagi kehidupan manusia adalah tanah. Fungsi tanah menyentuh hampir
di seluruh aktivitas dalam kehidupan manusia. Kebutuhan dasar manusia mulai dari
pangan, sandang, dan papan semua berasal dari produksi yang dilakukan di atas
tanah.
Tanah sebagai penyangga kehidupan mampu mendukung pertumbuhan
tanaman dan menjaga tata air. Baja (2012) menyebutkan tanah memiliki variasi
spasial dan temporal, baik secara vertikal maupun horizontal. Variasi tanah
merupakan hasil pembentukan dari beragam proses geomorfologi yang bekerja pada
bahan induk, sehingga tanah memiliki sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi,
serta morfologi yang khas (Sartohadi dkk, 2012).
Variasi karakteristik dan sifat tanah berpengaruh pada potensi, kualitas dan
kesehatan tanahnya. Umumnya kualitas tanah dan kesehatan tanah merupakan dua
istilah yang identik. Kualitas tanah dalam konteks ini terkait dengan fungsi alami
tanah yang melekat, sementara kesehatan tanah menunjukkan fungsi tanah sebagai
sumberdaya kehidupan yang dinamis. Riwandi (2010) menyatakan kesehatan tanah
akan terjamin apabila fungsi tanah yang dinilai dari indikator kinerja tanah berjalan
lancar.
Tanah merupakan unsur penting dari ekosistem yang mampu mempengaruhi
komponen ekosistem di alam. Kesehatan tanah pada akhirnya menentukan kesehatan
dan keberlangsungan hidup manusia. Hubungan keduanya dituangkan dalam
semboyan “healthy soil-clean air and water-healthy plants-healthy animals-healthy
2
people,” yang diungkapkan oleh Harris, dkk (1996 dalam Baja, 2012). Kondisi
kesehatan tanah terkait dengan pengelolaan termasuk aktivitas penggunaan lahan
setempat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dapat
menyebabkan degradasi lahan, sehingga mengakibatkan tanah menjadi tidak sehat.
Implikasi dari tanah yang tidak sehat antara lain menurunnya produktivitas lahan.
Artinya, potensi sumberdaya yang terkandung di suatu lahan tidak dapat
dioptimalkan. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami pentingnya menjaga
kesehatan tanah melalui upaya perencanaan pengelolaan yang tepat.
Kompleks Gunungapi Ijen merupakan wilayah yang kaya akan sumberdaya
alam. Sebagai daerah dengan dominasi bentuklahan vulkanik, tanahnya subur dan
mendukung pertumbuhan sektor pertanian dan perkebunan seperti terlihat pada
Gambar 1.1. Komoditas utama berupa kopi arabika dan cengkeh tumbuh subur disini.
Sektor pariwisata didukung oleh kenampakan bentang lahan yang indah terutama
pada Kawah Ijen seperti ditunjukkan Gambar 1.2. dengan fenomena blue fire yang
terkenal. Adapun besarnya potensi panas bumi yang tersimpan di dalam kawah Ijen
ditengarai dapat mencukupi kebutuhan listrik penduduk Pulau Jawa. Sementara,
potensi mineral dengan hasil utama belerang merupakan yang terbesar di dunia.
Jumlah minimum kapasitas belerang yang dihasilkan di kawasan ini dapat mencapai
103 ton/hari (Sumarti, dkk, 2006).
Gambar 1.1. Pemanfaatan Lahan DAS Bendo sebagai Areal Perkebunan
(a) Biji Kopi (b) Pohon Cengkeh
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)
3
Gambar 1.2. Destinasi Wisata Utama di Banyuwangi, Kawah Ijen
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)
Pemanfaatan sumberdaya guna menunjang perekonomian wilayah sekitar Ijen
diwujudkan dalam beragam bentuk pengembangan wilayah. Kecenderungan
pengembangan wilayah Ijen terutama di sektor pariwisata saat ini sedang gencar
dilaksanakan. Pengembangan wilayah sering mengarah ke eksploitasi berlebihan
yang berdampak pada kondisi kesehatan tanah setempat. Tanah yang sudah terlanjur
rusak, sulit dan mahal untuk dipulihkan. Berangkat dari vitalitas tanah ini, penelitian
untuk mengidentifikasi kesehatan tanah di suatu wilayah menjadi penting untuk
dilakukan. Identifikasi kesehatan tanah diharapkan dapat menjadi salah satu acuan
dalam perencanaan pengelolaan yang tepat agar didapatkan hasil optimal dan lestari
sesuai potensi yang terkandung di alam.
1.2. Rumusan Masalah
Potensi sumberdaya alam menuntut pengelolaan yang tepat agar didapat hasil
optimal dan berkelanjutan. Tuntutan pengelolaan yang tepat didasarkan pada
pemikiran bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang tidak tepat dapat meningkatkan
ancaman bencana yang ada di suatu wilayah (Sartohadi dkk, 2014). Setiap
pemanfaatan dan pengelolaan tanah merupakan contoh dari eksploitasi sumberdaya
yang merubah keadaan tanah. Eksploitasi sumberdaya di Kompleks Gunungapi Ijen
berpotensi merusak tanah merupakan fokus utama dari komponen pembangunan
berkelanjutan. Contoh bentuk eksploitasi yang merusak yaitu pembukaan ladang pada
areal hutan lindung oleh petani hutan yang merembet pada kebakaran hutan
4
konservasi Ijen pada tahun 2009. Pengembangan sektor wisata yang sedang gencar
dilakukan juga berpotensi menekan ketersediaan tanah apabila tidak memperhatikan
kaidah lingkungan.
Tiap satuan bentuklahan vulkanik memiliki ciri khas tersendiri, terutama pada
bagian relief. Relief yang bervariasi terbentuk oleh beragam proses geomorfologi
yang berbeda pada tiap satuan bentuklahan. Ragam proses geomorfologi
mengakibatkan perbedaan karakteristik dan sebaran tanah. Distribusi tanah yang
berbeda berimplikasi pada pengelolaan yang berbeda pula pada setiap satuan
bentuklahan. Karakteristik tanah dan iklim akan membatasi keadaan tanah dan
menjadi faktor penentu potensi pengelolaannya (Darmawijaya, 1997). Manusia
sebagai pengelola tidak dapat mengubah karakteristik tanah. Karakteristik tanah
seperti tekstur, jenis lempung, kemiringan lereng, jeluk, kemampuan pengikat air,
permeabilitas tanah lapisan bawah, dan sifat alami tanah lainnya tidak bisa diubah.
Oleh karena itu, cara pengelolaan tanah yang harus disesuaikan dengan karakteristik
dan kemampuan tanah.
Karakteristik tanah mencakup seluruh sifat fisik, kimia, dan biologi,
merupakan fungsi alami yang melekat pada tanah. Interaksi antara karakteristik tanah,
pengelolaan dan keadaan lingkungannya merujuk pada tingkat kesehatan tanah.
Tanah yang sehat adalah yang dapat menjalankan fungsinya secara optimal sebagai
sumberdaya kehidupan. Penilaian kesehatan tanah tidak dapat dilakukan secara
langsung, hanya bisa dinilai melalui karakteristik tanah. Indikator yang diamati
mencakup karakteristik tanah yang dapat merepresentasikan kondisi perubahan fungsi
tanah yang disebut indikator kinerja tanah. Penentuan kesehatan tanah perlu
dilakukan secara komprehensif dan efisien dengan menyusun Minimum Data Set
(MDS). MDS berisi sekumpulan indikator kinerja tanah minimum yang telah
diseleksi atas dasar sensitivitas dan representasinya terhadap kondisi kesehatan tanah
suatu wilayah.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Bendo terletak di Kompleks Gunungapi Ijen.
DAS Bendo dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki variasi karakteristik
geomorfologi yang dianggap dapat mewakili kondisi keseluruhan di Kompleks
5
Gunungapi Ijen. Kondisi geomorfologi terkait dengan pembentukan tanah yang
mengandung potensi pengelolaan yang beragam. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
potensi pengelolaan yang kurang tepat dan terencana berdampak pada penurunan
kesehatan tanah hingga kerusakan tanah. Variasi kondisi geomorfologi menjadi dasar
penentuan indikator kinerja tanah yang mudah diamati dalam penilaian kesehatan
tanah. Pemahaman mengenai persebaran tanah sehat dan tidak sehat dapat dijadikan
acuan untuk melakukan upaya konservasi. Upaya konservasi tanah diharapkan
mampu mengoptimalisasi pembangunan berkelanjutan yang mampu memenuhi
kebutuhan sumberdaya masa kini dan melestarikan tanah untuk keperluan
sumberdaya di masa depan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pokok permasalahan utama
dalam penelitian ini adalah apakah variasi bentuklahan berpengaruh terhadap
kesehatan tanah suatu wilayah? Pokok permasalahan utama tersebut kemudian dapat
diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apa saja indikator kinerja tanah yang diperlukan untuk menilai kesehatan tanah di
DAS Bendo?
2. Berapa jumlah indikator kinerja tanah untuk menyusun Minimum Data Set (MDS)
yang diperlukan untuk menggambarkan kondisi kesehatan tanah di DAS Bendo?
3. Berapa kelas tingkat kesehatan tanah yang ada di DAS Bendo?
4. Apa saja alternatif tindakan konservasi tanah secara umum yang dapat diterapkan
untuk menjaga kesehatan tanah di DAS Bendo berdasarkan prioritas
konservasinya?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka
penelitian yang dilakukan berjudul: “PENILAIAN KESEHATAN TANAH
UNTUK PENENTUAN PRIORITAS KONSERVASI TANAH DI DAS BENDO,
KOMPLEKS GUNUNGAPI IJEN, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI
JAWA TIMUR”
6
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian antara lain:
1. Menentukan jenis indikator kinerja tanah untuk penilaian kesehatan tanah di DAS
Bendo,
2. Menentukan Minimum Data Set (MDS) dari indikator kinerja tanah yang
menggambarkan kondisi kesehatan tanah di DAS Bendo,
3. Mengidentifikasi kondisi kesehatan tanah pada tiap satuan bentuklahan di DAS
Bendo,
4. Menyusun prioritas konservasi tanah berdasarkan kondisi kesehatan tanah di DAS
Bendo.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terbagi menjadi dua yaitu manfaat akademis dan manfaat
praktis. Secara akademis hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang kesehatan tanah. Penelitian
diharapkan dapat mengungkap hubungan antara kesehatan tanah dan kelestarian
sumberdaya alam. Identifikasi kesehatan tanah diharapkan dapat dijadikan rujukan
dan model untuk menganalisis daya dukung lingkungan serta penerapan metode
konservasi tanah bagi penelitian di wilayah lain.
Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan pada
pemerintah terutama di wilayah Banyuwangi dalam menerapkan kebijakan. Data
mengenai kesehatan tanah untuk keperluan konservasi tanah dan air masih tergolong
langka. Sementara, pembangunan berkelanjutan memerlukan data kondisi wilayah
secara keseluruhan sebagai dasar perencanaan pengembangan wilayah. Terutama
dalam hal pengelolaan dan upaya konservasi tanah yang tepat melalui kebijakan
pembangunan berkelanjutan di DAS Bendo. Pengembangan wilayah berdasarkan
asas berkelanjutan diharapkan dapat menciptakan kondisi pemanfaatan tanah yang
efisien dan produktif. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya secara ekonomis tanpa
mengabaikan faktor kelestarian lingkungan dapat terwujud.
7
1.5. Telaah Pustaka
1.5.1. Geografi dan Geografi Tanah
Geografi adalah cabang ilmu yang mengkaji seluruh fenomena geosfer serta
hubungan interaksi antara manusia dan lingkungan. Ciri utama dari ilmu geografi
yaitu adanya tiga pendekatan yang digunakan untuk mengkaji objek kajiannya yaitu
dengan pendekatan keruangan (spasial), ekologi, dan kompleks wilayah (Bintarto dan
Surastopo, 1979). Pendekatan keruangan mengedepankan analisis objek dari sudut
pandang penyebaran keruangannya. Pendekatan ekologi menganalisis keterkaitan
manusia dengan lingkungan fisik maupun interaksinya dengan ruang sosial.
Sementara, pendekatan kompleks wilayah menggabungkan unsur pendekatan
keruangan dan ekologi. Melalui pendekatan ini fenomena geosfer dalam geografi tak
hanya dipandang dari sisi penyebarannya semata namun juga interaksi antara manusia
dengan wilayahnya.
Berdasarkan sifat keilmuannya yang sangat luas geografi memiliki banyak
cabang ilmu di bawahnya. Cabang ilmu geografi mencakup beragam fenomena
sehingga memerlukan integrasi dengan berbagai disiplin ilmu dari ilmu pasti alam
maupun terapan sebagai ilmu pendukungnya. Geografi tanah merupakan salah satu
cabang ilmu geografi. Geografi tanah mengkaji aspek-aspek tanah mencakup
persebaran, pemanfaatan, serta sifat dan karakteristik satuan-satuan tanah yang
menyelimuti permukaan bumi. Sartohadi dkk (2012) menyebutkan aspek-aspek tanah
yang dikaji dalam geografi tanah tidak cukup hanya dituangkan secara deskriptif
sehingga perlu digambarkan pada sebuah media berupa peta. Metode dan teknik
pemetaan tertentu digunakan secara konsisten untuk menggambarkan sebaran satuan-
satuan tanah di permukaan bumi. Langkah-langkah yang digunakan mencakup
penentuan lokasi pengamatan, teknik pengamatan tanah, dan pengambilan contoh
tanah.
Tanah merupakan tubuh alam gembur yang menyelimuti permukaan bumi
dengan sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi dan morfologi yang khas. Sifat dan
karakteristik tanah yang khas dibentuk oleh serangkaian proses yang panjang
(Sartohadi dkk, 2012). Proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh banyak faktor.
8
Tanah terbentuk dari hasil pelapukan batuan induk akibat adanya pengaruh dari
faktor-faktor pembentuk tanah. Iklim, organisme tanah, bahan induk tanah, relief, dan
waktu merupakan faktor-faktor utama dalam pembentukan tanah. Selain itu juga ada
faktor tambahan pembentuk tanah berupa faktor lokal yang secara spesifik berbeda-
beda di setiap wilayah (Jenny, 1994). Secara keseluruhan, Arsyad (1989) menyatakan
tanah terbentuk karena adanya interaksi antara iklim, aktivitas organisme, bahan
induk, dan relief dalam kurun waktu tertentu. Morfologi setiap tanah mencerminkan
pengaruh bersama sekelompok faktor yang mempengaruhi perkembangannya yang
diperlihatkan oleh penampang horizon-horizon tanah. Interaksi yang terjadi dalam
proses pembentukan tanah antara faktor-faktor tanah dengan kondisi lingkungan
alami merupakan hal mendasar dalam kajian geografi tanah.
Aktivitas manusia merupakan salah satu contoh faktor lokal yang sangat
berpengaruh dalam pembentukan tanah. Karakteristik tanah dapat mengalami
perubahan karena adanya pemanfaatan lahan oleh manusia yang bervariasi dari
intensitas hingga aktivitasnya. Pemanfaatan tanah didasarkan pada fungsi utamanya
yang menjadi penyangga kehidupan dan tata air. Fungsi tanah sebagai sumber unsur
hara bagi tumbuhan, tempat pertumbuhan akar, dan penyimpanan airtanah dapat
hilang atau menurun apabila terjadi degradasi atau kerusakan tanah. Menurut Arsyad
(1989), fungsi tanah yang hilang akan sulit untuk dikembalikan. Pemberian pupuk
dapat memperbaharui penurunan unsur hara dalam tanah. Namun, butuh puluhan
hingga ratusan tahun untuk mengembalikan fungsi tanah yang telah terlanjur rusak.
Kerusakan tanah terutama dapat terjadi akibat adanya intensitas aktivitas manusia,
kejadian bencana, kondisi iklim, dan faktor lain yang mengontrol pembentukan tanah.
1.5.2. Kualitas dan Kesehatan Tanah
Degradasi dan kerusakan tanah berhubungan dengan kondisi kualitas dan
kesehatan tanah di suatu wilayah. Hilang atau menurunnya fungsi tanah
mengindikasikan penurunan kualitas dan kesehatan tanahnya. Kualitas dan kesehatan
tanah secara umum diartikan sebagai kemampuan suatu tanah dalam memerankan
fungsinya dalam batasan ekosistem alam maupun buatan untuk melestarikan
9
produktivitas tanaman dan hewan, meningkatkan kualitas air dan udara, serta
menunjang kesehatan manusia dan habitat (USDA, 2001). NRCS (National
Resources Conservation Service) menambahkan definisi kualitas tanah alami yang
melekat dan kualitas tanah yang dinamis. Kualitas tanah yang melekat diartikan
sebagai aspek tanah yang terkait dengan komposisi alami dan faktor-faktor
pembentuknya tanpa adanya aktivitas manusia. Kualitas tanah yang dinamis berkaitan
dengan sifat-sifat tanah yang berubah akibat pemanfaatan dan pengelolaan tanah
tanah dalam skala waktu manusia (Gugino dkk, 2009). Fungsi alami tanah yang
melekat maupun fungsinya sebagai sumberdaya yang dinamis berpengaruh pada
kondisi kesehatan tanahnya.
Tanah sehat diartikan sebagai tanah yang mampu menjalankan fungsinya
secara berkesinambungan sebagai sistem kehidupan utama. Tanah yang sehat mampu
mendukung kelangsungan hidup organisme yang ada di dalam maupun di atasnya.
Kesehatan tanah terkait dengan potensi produksi tanah sebagai sumber utama
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Saat fungsi tanah tidak terpenuhi akibat
adanya faktor pembatas, maka produktivitas dan pendapatan petani dalam jangka
panjang terancam. Menurut Gugino, dkk (2009), fungsi tanah yang penting terkait
dengan tanaman produksi meliputi kemampuan infiltrasi dan penyimpanan air, retensi
dan daur unsur hara, bebas hama dan gulma, detoksifikasi bahan kimia berbahaya,
eksekusi karbon dan produksi pangan serat. Oleh karena itu, sangat penting untuk
menjaga kesehatan tanah.
Tanah yang sehat dicirikan oleh beberapa karakteristik. Gugino, dkk (2009)
merumuskan 10 karakteristik umum tanah sehat, antara lain:
1. tanah mudah diolah yang merujuk pada karakter fisik tanah secara keseluruhan
untuk kepentingan produksi tanaman,
2. jeluk tanah cukup dalam, menunjukkan batas kemampuan tanah sebagai tempat
akar tumbuhan berjangkar sehingga mampu tumbuh dan berfungsi. Tanah
dangkal yang diakibatkan oleh pemadatan lapisan tanah atau tererosi lebih rentan
terhadap fluktuasi cuaca, sehingga berpengaruh pada tanaman pada musim
kemarau maupun musim penghujan,
10
3. unsur hara cukup dan tidak berlebihan. Ketercukupan dan ketersediaan unsur hara
sangat penting untuk pertumbuhan tanaman yang optimal dan menjaga
keseimbangan unsur hara dalam sistem. Namun, kelebihan unsur hara dapat
menimbulkan pelarutan dan polusi pada airtanah serta beracun,
4. populasi hama dan penyakit tanaman kecil sehingga tanaman menjadi sehat.
Tanaman yang sehat memiliki peluang yang lebih tinggi untuk dapat menghadapi
beragam serangan hama. Fungsinya hampir sama seperti sistem antibodi pada
tubuh manusia,
5. drainase sangat baik. Tanah yang sehat sistem drainasenya akan lebih cepat
bahkan setelah tanah terkena hujan lebat. Drainase yang baik dikarenakan struktur
tanah baik. Terdapat pula beragam ukuran pori-pori yang tersebar merata dan juga
mampu menahan cukup air untuk tanaman,
6. banyaknya populasi organisme yang menguntungkan untuk menjaga fungsi tanah.
Keberadaan organisme dalam tanah diibaratkan sebagai pengaduk tanah yang
efektif dalam perputaran unsur hara. Organisme mampu mengurai material
organik, memelihara struktur tanah, dan menekan jumlah hama,
7. jumlah gulma kecil. Gulma merupakan salah satu pembatas dalam produksi
tanaman. Gulma dan tanaman produksi akan bersaing untuk memenuhi kebutuhan
air dan nutrien yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh. Keberadaan gulma dapat
mengganggu kestabilan, menghambat cahaya matahari, mengganggu pemanenan
dan proses pengelolaan, serta dapat menyembunyikan potensi penyakit dan hama,
8. bebas bahan kimia dan toksin. Tanah yang sehat adalah yang sama sekali tidak
mengandung bahan kimia berbahaya dan racun. Kalaupun ada, tanah harus
mampu menetralkan unsur kimia tersebut dengan meningkatkan bahan organik
dan variasi populasi organisme mikro tanah,
9. tahan degradasi. Tanah yang sehat dengan daya ikat yang baik lebih tahan
terhadap keadaan yang tidak menguntungkan termasuk oleh angin dan hujan
berlebihan, kekeringan ekstrim, dan pemadatan oleh kendaraan,
10. tanah yang sehat bersifat lentur dan akan kembali ke sifat awalnya setelah terjadi
kondisi buruk, contohnya seperti pemanenan saat kondisi tanah basah.
11
1.5.3. Indikator Kinerja Tanah
Kesehatan tanah tidak dapat diukur secara langsung, namun dapat dinilai
berdasarkan indikator kinerja tanah. Penilaian kesehatan tanah menggunakan
indikator kinerja tanah terkait hubungannya dengan sifat-sifat tanah tertentu dengan
kualitas tanah. Penentuan indikator kinerja tanah didasarkan pada sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah yang dapat diukur untuk memantau berbagai perubahan dalam
tanah. Contohnya, indikator bahan organik tanah dapat memberikan informasi
mengenai kesuburan, struktur, stabilitas tanah dan retensi unsur hara. Informasi
tentang pemadatan tanah dapat diperoleh dari indikator tanaman seperti dari kondisi
kedalaman perakaran pada tanah (USDA, 2001). Indikator kinerja tanah juga dapat
ditentukan berdasarkan ciri morfologi serta kenampakan vegetasi.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh tim kesehatan tanah dari Cornell
University menghasilkan total 39 indikator kinerja tanah potensial dasar yang dapat
dijadikan acuan untuk mengevaluasi kesehatan tanah (Gugino dkk, 2009). Tabel 1.1.
memuat seluruh indikator kinerja tanah untuk penilaian kesehatan tanah yang bisa
digunakan untuk penilaian kesehatan tanah standar.
Tabel 1.1. Indikator Dasar Penilaian Kesehatan Tanah oleh Cornell University
No Sifat Fisika Sifat Kimia Sifat Biologi
1 Bulk Density Phosporous Root health assessment
2 Macro-porosity Nitrate nitrogen Beneficial nematode population
3 Meso-porosity Potassium Parasitic nematode population
4 Micro-porosity pH Potential mineralizable nitrogen
5 Available water capacity Magnesium Decomposition rate
6 Residual porosity Calcium Particulate organic matter
7 Penetration resistance at 10 kPa Iron Active carbon
8 Saturated hydraulic conductivity Aluminum Weed seed bank
9 Dry aggregate size (<0.25 mm) Manganese Microbial repiration rate
10 Dry aggregate size (0.25-2 mm) Zinc Glomalin
11 Dry aggregate size (2-8 mm) Copper Organic matter content
12 Wet aggregate stability (0.25-2 mm) Exchangeable acidity
13 Wet aggregate stability (2-8 mm)
14 Surface hardness with penetrometer
15
Subsurface hardness with
penetrometer
16 Field infiltrability
(Sumber: Gugino dkk, 2009)
12
Namun, indikator yang mencakup sifat fisik, kimia, dan biologi tanah oleh Cornell
University tidak secara mutlak harus digunakan seluruhnya dalam penilaian
kesehatan tanah. Pengembangan indikator dilakukan untuk mengatasi permasalahan
degradasi tanah yang dapat menurunkan kualitas tanah, produktivitas tanaman, dan
keuntungan secara finansial. Diantara berbagai penyebab degradasi tanah seperti
pemadatan tanah, retakan permukaan, peningkatan tekanan hama penyakit, serangga,
gulma, rendahnya berat jenis dan keanekaragaman organisme menguntungkan dalam
tanah.
Penilaian kesehatan tanah dengan mengukur seluruh karakteristik tanah atau
ekosistem dinilai menyita waktu dan kurang efisien. Alasan efisiensi membuat
banyak peneliti menyusun sebuah Minimum Data Set (MDS). MDS merupakan
sekumpulan indikator terkecil yang diperlukan untuk mengukur sifat-sifat dan
kualitas tanah. MDS disusun dengan mengidentifikasi indikator kunci dari sifat-sifat
tanah atau atribut yang sensitif terhadap perubahan fungsi tanah. Perubahan indikator
tanah berguna dalam penentuan perlu tidaknya upaya konservasi tanah dalam
pemeliharaan kesehatan tanah.
Penentuan MDS berguna untuk mendapatkan pemahaman komprehensif
tentang tanah yang dievaluasi secara efektif dan efisien. Setiap MDS ditentukan
dengan menyesuaikan kondisi wilayah tertentu dan tidak mencakup seluruh sifat yang
ada. MDS hanya menyertakan karakteristik paling utama dari tipe tanah, sistem
pertanian, dan penggunaan lahan wilayah kajian. Contohnya MDS untuk evaluasi
kesehatan tanah pada wilayah pegunungan mungkin tidak memerlukan indikator
salinitas atau daya hantar listrik, sedangkan MDS di daerah beriklim kering perlu
menyertakan kedua indikator. Kompilasi MDS membantu dalam mengidentifikasi
indikator yang relevan dengan daerah lokal dan hubungan antara indikator yang
dipilih dengan sifat tanah yang signifikan dan sifat tanaman di setiap wilayah
(USDA, 2001).
Pemilihan indikator kinerja tanah oleh USDA (2001) tidaklah sembarangan
dan harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain: (1) mudah diukur, (2) peka
terhadap perubahan fungsi tanah, (3) penilaian dapat dilakukan dalam periode waktu
13
yang wajar, (4) dapat diterapkan di berbagai kondisi lapangan dan oleh banyak orang,
(5) mewakili sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, dan (6) dapat dinilai secara
kualitatif maupun kuantitatif.
1.5.4. Konservasi Tanah
Tanah bersama air merupakan komponen sumberdaya alam yang mudah
mengalami keusakan atau degradasi. Degradasi tanah dapat terjadi karena banyak
faktor. Faktor umum penyebab degradasi tanah antara lain: (1) hilangnya unsur hara
dan bahan organik di daerah perakaran, (2) proses salinisasi dan akumulasi zat-zat
racun di daerah perakaran, (3) penjenuhan tanah oleh air, dan (4) erosi. Degradasi
tanah diakibatkan oleh fungsi tanah yang tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya
karena dipengaruhi faktor penyebab degradasi. Akibatnya, kemampuan tanah untuk
mendukung pertumbuhan tumbuhan berkurang (Riquier, 1997 dalam Arsyad, 1989).
Implikasi utama yang ditimbulkan yaitu tanah tak lagi dapat menyangga
keberlangsungan hidup makhluk hidup di atasnya.
Fungsi tanah yang tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya mencerminkan
tanah yang tidak sehat. Tanah yang tidak sehat perlu dikonservasi agar fungsi tanah
dapat diperbaiki dan dikembalikan. Tujuan utama upaya konservasi tanah yaitu untuk
mencegah kerusakan tanah, memperbaiki tanah rusak, dan memelihara produktivitas
tanah agar lestari. Konservasi tanah sendiri diartikan sebagai penyesuaian
pemanfaatan tanah sesuai dengan kemampuannya dan mengelolanya sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan agar tanah dapat berfungsi secara lestari (Arsyad,
1989).
Konservasi tanah umumnya didasarkan pada upaya untuk memperlambat laju
erosi. Erosi terutama menjadi ancaman serius pada kelestarian lingkungan terutama di
wilayah bergunung (Prasannakumar dkk, 2012). Erosi dipercepat akibat adanya
aktivitas manusia ditandai dengan hilangnya tanah melebihi kecepatan perkembangan
tanah yang terbentuk. Erosi apabila dibiarkan berimplikasi pada degradasi lahan yang
pada akhirnya menurunkan produktivitas dari segi ekonomi. Dampak negatif erosi
hanya bisa diatasi dengan melakukan tindakan konservasi tanah. Penentuan tingkat
konservasi tanah biasanya dilakukan dengan pendekatan tingkat bahaya erosi. Lokasi
14
dengan tingkat bahaya erosi paling tinggi diutamakan penanganannya. Metode paling
populer yang digunakan untuk analisis tingkat bahaya erosi yaitu Universal Soil Loss
Method (USLE).
Metode USLE yang sering digunakan sebagai dasar konservasi tanah selain
dapat menghitung prediksi laju erosi di suatu wilayah, modelnya juga relatif
sederhana dengan parameter yang tidak terlalu banyak dan mudah dikelola. Namun,
metode USLE kurang cocok diterapkan di luar lingkungan dengan kondisi berbeda
dari tempat metode ini dikembangkan yaitu di Amerika. Metode USLE dapat
diterapkan dengan baik di wilayah berlereng homogen berkisar 3-18% dengan curah
hujan rata-rata tahunan berdistribusi probabilitas normal, dan pengelolaan lahan yang
serupa di Amerika. Modifikasi parameter untuk mengakomodir karakteristik lokal
perlu dilakukan saat menerapkan metode USLE di wilayah dengan karakteristik
berbeda (Zhu dan Zhu, 2014). Nearing dkk (2005) menyebutkan modifikasi
pemodelan USLE di lingkungan baru memerlukan investasi sumberdaya serta waktu
yang tidak sedikit untuk pengembangan database yang diperlukan.
Konservasi tanah adalah tentang menjaga struktur tanah serta mengatur
kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan. Setiap pemanfaatan tanah mempunyai
pengaruh dan potensi tersendiri terhadap kerusakan tanah. Arsyad (1989)
menyebutkan ada tiga pendekatan konservasi tanah yang dapat dilakukan yaitu
dengan menerapkan metode vegetatif, mekanik, maupun kimia. Beberapa contoh
upaya konservasi yang biasa dilakukan antara lain: (1) menutup tanah dengan
tumbuh-tumbuhan atau seresah agar terlindung dari daya perusak hujan yang jatuh;
(2) memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap penghancuran
agregat dan permukaan tanah; (3) mengatur aliran permukaan agar mengalir dengan
kecepatan yang tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi ke
dalam tanah. Konservasi tanah dalam kaitannya dengan kesehatan tanah adalah
tentang bagaimana menjaga fungsi-fungsi tanah tetap optimal berdasarkan sifat fisik,
kimia, dan biologinya.
Tanah yang tidak sehat perlu dikelola dan dikonservasi agar dapat
menjalankan fungsinya kembali sebagai sistem kehidupan utama. Secara umum
15
kesehatan tanah dikelola untuk menjaga kualitas kimia, fisik, dan biologi tanah.
Ketidakseimbangan unsur kimia dalam tanah dapat diatasi dengan penambahan unsur
kimia dengan cara pemupukan atau pengapuran. Pada dasarnya hanya ada empat
strategi utama untuk meningkatkan kesehatan tanah secara fisik dan biologis.
Peningkatan kesehatan tanah dapat dilakukan dengan pengolahan tanah, vegetasi
penutup, penambahan bahan organik, dan rotasi tanaman (Gugino dkk, 2009).
Pengolahan tanah dengan pola strip untuk pencegahan erosi (Arsyad, 1989).
Penerapan vegetasi penutup mampu menyediakan kanopi yang dapat melindungi
tanah dan meningkatkan produksi. Penambahan bahan organik dapat menjaga
struktur tanah, dan meningkatkan kecepatan infiltrasi seperti halnya kapasitas
penyimpan air. Rotasi tanaman merupakan cara untuk mencegah habisnya unsur hara
tertentu dalam tanah. Saat ini rotasi tanaman juga berguna dalam menekan jumlah
hama tertentu. Setiap strategi memiliki pilihan tak terbatas dalam pelaksanaannya dan
dapat dikombinasikan satu sama lain (Gugino dkk, 2009). Pelaksanaan pengelolaan
tanah perlu modifikasi dan penyesuaian dengan kebutuhan lokasi setempat.
1.5.5. Pendekatan Geomorfologi dan Survei Tanah
Geomorfologi menurut Verstappen (1983) merupakan ilmu yang
mendeskripsikan bentuklahan secara genetis dimana terdapat hubungan dengan
proses-proses pembentukannya dalam susunan keruangan. Analisis bentuklahan dapat
menjadi dasar analisis potensi sumberdaya maupun bencana di suatu daerah.
Informasi geomorfologi didapatkan dari interpretasi bentuklahan atas dasar
morfologi, morfogenesa, morfokronologi, dan morfostruktur. Pendekatan
geomorfologi dapat memisahkan satuan tanah dengan batas-batas karakteristik yang
spesifik dan tingkat homogenitas. Teori yang ada didasarkan pada variasi batuan yang
merupakan bahan induk tanah dicerminkan oleh morfologi bentuklahan. Perbedaan
morfologi membedakan satuan tanah di atasnya. Tiap satuan morfologi yang
ditunjukkan relief tertentu selalu berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya alam
yang berhubungan dengan potensi pembangunan. Hasil dari pemetaan geomorfologi
16
dapat dijadikan masukan pembangunan wilayah terkait pemanfaatan sumberdaya
lahan (Sartohadi dkk, 2014).
1.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kesehatan tanah dan konservasi tanah telah dilakukan
oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitan terdahulu lebih menekankan
pada penilaian kesehatan tanah secara komprehensif di suatu wilayah. Tidak banyak
penelitian tentang kesehatan tanah yang dilakukan di wilayah kompleks gunungapi
sebagai daerah kajian untuk tujuan penentuan prioritas konservasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Riwandi pada tahun mengkaji kondisi kesehatan tanah di tanah
mineral dan tanah gambut dan membandingkan kondisi kesehatan tanah di dua lokasi
tersebut. Penelitian BI Chun-Juan, dkk pada tahun 2013 mencoba menilai kesehatan
tanah di 3 lokasi yang memiliki pola penanaman dan tipe tanah berbeda. Pada
penelitian ini BI Chun-Juan juga menyusun MDS untuk evaluasi kesehatan tanah
menggunakan metode statistik. Agak berbeda dengan yang dilakukan Weiping Chen,
dkk pada tahun 2014 dimana kajian utamanya tentang kondisi kesehatan tanah yang
diberi pengairan dengan sumber air yang berbeda. Efek dari pemberian air dimonitor
dari perbedaan perlakuan pada masing-masing sampel lokasi yang dievaluasi dengan
indikator yang sama yang mencerminkan kesehatan tanah. Penelitian Govaerts dkk
pada tahun 2005 mencoba membandingkan kesehatan tanah pada penggunaan lahan
gandum dan jagung yang dimonitor dalam jangka waktu 12 tahun. Penelitian
sekarang mencoba untuk melakukan hal yang berbeda dari penelitian sebelumnya,
peneliti menggunakan evaluasi kesehatan tanah tidak hanya sekedar untuk
mengetahui kondisi kesehatan tanah di lokasi penelitian tapi juga untuk kemudian
dijadikan dasar penentu lokasi prioritas konservasi tanahnya. Selain itu penelitian
sekarang juga menghasilkan susunan parameter kunci yang dapat dijadikan dasar
penilaian kesehatan tanah di lokasi kajian yang dapat dijadikan acuan penelitian
lanjutan di lokasi yang sama. Perbedaan yang terdapat pada setiap penelitian
terdahulu dan sekarang terutama ada pada lokasi kajian, parameter yang digunakan,
tujuan, dan hasil penelitian seperti yang tertera pada Tabel 1.1 berikut.
17
Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dan Penelitian yang Dilakukan
No. Peneliti Tempat/tahun Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian
1 Riwandi Kabupaten
Muko-Muko,
Bengkulu/2011
Metode Cepat
Penilaian
Kesehatan Tanah
dengan Indikator
Kinerja Tanah
Mengukur sifat-sifat
tanah yang
berpengaruh terhadap
kesehatan tanah dan
mengidentifikasi
kelas kesehatan tanah
pada Kabupaten
Muko-Muko,
Bengkulu
Penyelidikan tanah di lapangan
dengan pengambilan sampel tanah
komposit menggunakan metode
soil random sampling dan
memberi skor pada setiap
indikator kinerja tanah, penentuan
kelas kesehatan tanah dilakukan
berdasarkan total skor indikator
kinerja tanah pada masing-masing
sampel
Hasilnya terbukti bahwa sifat-sifat
tanah dapat dijadikan sebagai acuan
untuk menilai kesehatan tanah di
lapangan dengan mudah, murah dan
cepat. Kelas kesehatan tanah pada
Kabupaten Muko-Muko untuk tanah
mineral yang terbagi atas tanah
tidak sehat, kurang sehat, dan cukup
sehat. Untuk tanah gambut terbagi
atas tanah cukup sehat dan sehat.
2 BI Chun-
Juan, Chen
Zhen-Lou,
Wang Jun, &
Zhou Dong
Chongming
Island,
China/2013
Quantitative
Assesment of Soil
Health Under
Different Planting
Patterns and Soil
Types
Menentukan
Minimum Data Set
(MDS) untuk
evaluasi kesehatan
tanah berdasarkan
sifat fisik, kimia,
biologi dan polutan
di tanah pertanian
dan menyusun model
diagnosis untuk
menentukan
kesehatan tanah pada
wilayah dengan
perbedaan pola
penanaman dan tipe
tanah
Pengambilan sampel tanah
berdasarkan grid, penentuan MDS
menggunakan SMAF & PCA dan
diolah secara statistik
menggunakan program SPSS 11.5
kemudian indeks kesehatan tanah
(SHI) di tiga lokasi dengan pola
penanaman dan tipe tanah berbeda
dibandingkan perbedaan statistik
dan interaksinya dengan metode
ANOVA dan GLM lalu SHI yang
diperoleh dipetakan dengan
metode interpolasi IDW
menggunakan program ArcGIS
9.3 untuk dilakukan analisis
spasial
10 indikator terpilih untuk MDS
penentuan SHI dari 19 indikator
yang ada, nilai SHI pada 3 lokasi
dengan pola penanaman dan tipe
tanah berbeda dan peta distribusi
spasial kesehatan tanah.
3 Weiping
Chen, Sidan
Lu, Neng Pan,
Yanchun
Wang, &
Laosheng Wu
Beijing, China/
2014
Impact of
Reclaimed Water
Irrigation on Soil
Health in Urban
Green Areas
Mengevaluasi secara
komprehensif
dampak penggunaan
air bekas pakai untuk
pengairan pada
kondisi kesehatan
tanah di daerah area
hijau perkotaan
mencakup kondisi
nutrisi, salinitas,
polusi logam berat
dan aktivitas mikroba
Analisis sampel tanah dengan
kondisi lama jenis pengairan yang
berbeda diukur berdasarkan 20
indikator yang mencerminkan
kesehatan tanah dan dibandingkan
antara tanah yang diberi air bekas
pakai dan air keran yang dianalisis
menggunakan metode ANOVA
dan post hoc Turkey's multiple
comparison test pada tingkat
ketelitian 0,05 serta analisis
statistik menggunakan program
SPSS 13.0
Hasilnya yaitu air bekas pakai
mampu meningkatkan nutrien dalam
tanah, tidak terdeteksi adanya
salinitas tanah dan hanya terdeteksi
sedikit alkali, akumulasi logam
berat tidak terlalu signifikan, dan
terdapat peningkatan aktivitas
mikroba. Secara keseluruhan air
bekas pakai mampu meningkatkan
kondisi kesehatan tanah, bahkan
pengairan dengan periode yang
lebih lama kondisi kesehatan
tanahnya meningkat lebih tinggi.
18
Lanjutan Tabel 1.1
4 Bram
Govaerts, Ken
D. Sayre,
Jozef Deckers
Meksiko/ 2005 A Minimum Data
Set for Soil Quality
Assessment of
Wheat and Maize
Cropping in the
Highlands of
Mexico
Menyusun Minimum
Soil Quality Data Set
untuk pertanian
jangka panjang,
pengelolaan residu
serta percobaan
pergiliran
pertanaman pada
sistem produksi
tanaman gandum dan
jagung.
Penelitian komparatif jangka
panjang dari tahun 1991 pada 16
macam pengelolaan pertanian
yang berbeda yang meliputi rotasi
tanaman, pengolahan tanah, dan
pengelolaan residu tanaman untuk
membandingkan sistem TOT dan
konvensional. Penyusunan
minimum data set menggunakan
indikator fisik, kimia, biologi pada
lapisan atas tanah dipilih secara
spesifik menyesuaikan lokasi.
Analisis secara statistik dilakukan
menggunakan multivariate
analysis dalam pengelompokan
klaster pengolahan tanah.
Hasilnya menunnjukkan adanya
efek positif selama 12 tahun
pembenihan sistem TOT yang
dilakukan dengan rotasi tanaman
dan pengelolaan residu yang sesuai
dimana mampu meningkatkan
kondisi fisik dan kimia ke arah yang
positif dibandingkan pengolahan
tanah secara konvensional.
5 Al Fidiashtry DAS Bendo,
Banyuwangi,
Jawa Timur/
2015
Penilaian
Kesehatan Tanah
untuk Penentuan
Prioritas
Konservasi Tanah
di DAS Bendo,
Kompleks
Gunungapi Ijen,
Kabupaten
Banyuwangi,
Provinsi Jawa
Timur
Menyusun Minimum
Data Set (MDS)
berdasarkan sifat
fisik, kimia, dan
biologi tanah di
wilayah Gunungapi,
mengukur tingkat
kesehatan tanahnya,
dan menentukan
tingkat prioritas
konservasi tanah di
DAS Bendo,
Kompleks
Gunungapi Ijen,
Banyuwangi
Pengambilan sampel tanah
berdasarkan purposive sampling
dengan dasar utama bentuklahan
dan penggunaan lahan dan
memberi skor pada setiap
indikator kinerja tanah, mereduksi
indikator kinerja tanah menjadi
MDS dengan mempertimbangkan
kondisi lapangan skor kesehatan
tanah, melakukan klasifikasi
kesehatan tanah dan prioritas
konservasi tanah dengan metode
skoring dan rumus sturgess
kemudian dibuat distribusi
spasialnya menggunakan ArcGIS
10.2.
Hasilnya ada 13 indikator utama
yang terpilih menjadi MDS. Kelas
kesehatan tanah di DAS Bendo
tergolong pada klasifikasi sehat dan
cukup sehat. Ada tiga tingkatan
prioritas konservasi tanah di DAS
Bendo berdasarkan kelas kesehatan
tanah, fungsi produksi, faktor
pembatas, dan fungsi ekologisnya.
19
1.7. Kerangka Pemikiran Teoritik
Tingginya potensi sumberdaya alam yang terkandung di wilayah gunungapi
memicu intervensi manusia untuk memaksimalkan pemanfaatannya. Salah satu
potensi utama yang ada di wilayah gunungapi yaitu tanahnya yang subur.
Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup manusia. Manusia memenuhi kebutuhan dasar dari mulai sandang, pangan,
papan, melalui aktivitas pemanfaatan tanah. Pemanfaatan tanah merupakan salah satu
bentuk intervensi manusia yang didorong oleh tuntutan memenuhi kebutuhan hidup.
Namun, pemanfaatan yang tidak sesuai kaidah lingkungan justru menimbulkan
bencana yang dapat merusak fungsi tanah. Ditambah lagi, pertambahan populasi
manusia tiap tahun yang makin menekan ketersediaan ruang tanah di alam.
Tanah memiliki karakteristik yang khas berupa sifat fisik, kimia, biologi, dan
morfologi. Morfologi yang menyusun bentuklahan vulkanik sangat beragam. Tanah
yang terdapat di setiap morfologi memiliki sifat dan karakteristiknya masing-masing.
Ragam karakteristik tanah memunculkan potensi dan pengelolaan yang juga beragam.
Tanah sebagai komponen utama dalam ekosistem dapat rusak karena pola
pemanfaatan tanpa memperhatikan aspek kemampuannya. Kerusakan tanah ditandai
oleh kondisi ketidaksehatan tanah, sehingga tanah tidak mampu berfungsi optimal.
Kondisi tanah yang tidak sehat bila dibiarkan akan menjadi benar-benar rusak. Tanah
yang sudah terlanjur rusak bila tidak segera ditangani akan menimbulkan bencana
yang lebih besar.
Upaya konservasi tanah perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian tanah.
Identifikasi kesehatan tanah berguna dalam penyusunan tindakan konservasi yang
tepat. Identifikasi kesehatan tanah dilakukan dengan mengamati indikator kinerja
tanah yang merujuk pada tanah sehat. Sifat fisik, kimia, dan biologi tanah menjadi
dasar indikator kinerja tanah yang dapat diamati. Kerangka teori ini digambarkan
dalam Gambar 1.3.
20
Gambar 1.3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Teoritik
1.8. Batasan Operasional
Bentuklahan adalah kenampakan di permukaan bumi yang mempunyai bentuk
khusus hasil pengaruh proses, struktur geologi dan batuan selama periode tertentu
(Verstappen, 1983).
DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah suatu kesatuan sistem wilayah daratan yang
dipisahkan oleh igir yang secara alami berfungsi menerima, menampung dan
mengalirkan air melalui sistem sungai utama (Baja, 2012).
Geomorfologi adalah ilmu yang mendeskripsikan bentuklahan secara genetis dimana
terdapat hubungan dengan proses-proses dalam susunan keruangan (Verstappen,
1983).
Minimum Data Set (MDS)
Tujuan 1
Tujuan 2
Tujuan 3
Tujuan 4
Karakteristik
Tanah
Sifat Fisik
Tanah
Sifat Kimia
Tanah
Sifat Biologi
Tanah
Indikator Kinerja Tanah
Klasifikasi Kesehatan Tanah
Prioritas Konservasi Tanah
Intervensi
Manusia Bencana
Alam
Bentuklahan
Gunungapi
Morfologi
Kelestarian Sumberdaya Tanah dan Lingkungan
Potensi
Sumberdaya
21
Indikator Kinerja Tanah adalah sifat tanah yang dapat diukur dan memberi
informasi bahwa tanah menjalankan fungsinya dengan baik (USDA, 2001).
Karakteristik Tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diukur dan diamati
(Darmawijaya, 1997).
Kesehatan Tanah adalah kemampuan suatu tanah dalam memerankan fungsinya
dalam batasan ekosistem alam maupun buatan untuk melestarikan produktivitas
tanaman dan hewan, meningkatkan kualitas air dan udara, serta menunjang kesehatan
manusia dan habitat (USDA, 2001).
Konservasi Tanah adalah penyesuaian pemanfaatan tanah sesuai dengan
kemampuannya dan mengelolanya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar
tanah dapat berfungsi secara lestari (Arsyad, 1989).
Satuan Lahan adalah kompleks wilayah atas asosiasi karakteristik tertentu yaitu
kelompok lokasi yang saling berhubungan dengan bentuklahan tertentu dalam sistem
lahan dan seluruh satuan lahan yang sama (Sitorus, 1995).
Tanah adalah tubuh alam gembur yang menyelimuti permukaan bumi dengan sifat
dan karakteristik fisik, kimia, biologi dan morfologi yang khas (Sartohadi dkk, 2012).