Upload
kartika-purnama-sari
View
48
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asuhan keperawatan ca lambung
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangKarsinoma lambung adalah suatu keganasan yang terjadi di lambung, sebagian besar
adalah jenis adenokarsinoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut kurang
dari 25 % kanker itu terjadi pada orang dibawah usia 50 tahun ( Osteen, 2003 ). Meskipun
frekuensi telah menurun secara dramatis selama beberapa dekade terakhir di dunia Barat,
kanker ini masih memberikan kontribusi signifikan terhadap kematian secara
keseluruhan.Insiden adenocarcinoma sangat bervariasi tergantung pada wilayah
geografis.Insiden tahunan di Jepang diperkirakan 140 kasus per 100.000 penduduk per
tahun, sedangkan di dunia Barat insiden ini diperkirakan 10 per 100.000 penduduk.
Insiden yang lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan rasio dari 1.5:2.5, kelompok-
kelompok sosial yang miskin dan orang-orang di atas usia 40 tahun yang diamati. Dan
angka kejajian karsinoma lambung (866.000 mortalitas/tahun) (WHO,2008).
Selain karsinoma lambung juga berkembang di masyarakat penyakit karsinoma
esophagus,yaitu suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker ini pertama kali di
deskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan
oleh Frank Torek, pada tahun 1930-an, ashawa di jepang dan marshall di America Serikat
berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan
rekonstruksi ( fisichella, 2009 ). Epidemiologi pada tahun 2000 kanker terbanyak no. 8
412,000 kasus baru pertahun, penyebab kematian nomor 6 dari kematian akibat kanker,
338.000 kematian pertahun.pda tahun 2002,462.000 kasus baru, dan 386.000 kematian.
(parkin DM, lancet oncol 2001 dan Ca Cancer J Clin 2005)
1.2. Tujuan Pembuatan
1. Tujuan UmumMahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien dengan CA Lambung.
2. Tujuan Khusus1. Untuk mengetahui Definisi dari CA Lambung2. Untuk mengetahui Etiologi dari CA Lambung3. Untuk mengetahui Pengklasifikasian CA Lambung4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari CA Lambung5. Untuk mengetahui Patofisiologi dari CA Lambung
1
6. Untuk mengetahui Komplikasi dari CA Lambung7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dari CA Lambung8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari CA Lambung9. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dari CA Lambung
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yng dapat mengembang
paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus
uteri berubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah
diafragma di depan pancreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
(Syaifuddin, 2003)
Bagian lambung terdiri dari:
1. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum
kardium dan biasanya penuh berisi gas
2. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvatura minor
3. Atrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal
membentuk sfingter pylorus
4. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung, terbentang dari osteum
kardiak sampai pylorus
5. Kurvatura mayor, lebih panjang daripada kurvatura minor, terbentang dari sisi
kiri osteum kardiak melalui fundus ventrikuli menuju kanan sampai ke pylorus
inferior, ligamentum gastrolienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor
sampai ke limpa
6. Osteum kardiak, merupakan tempat esophagus bagian abdomen masuk ke
lambung, pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Susunan lapisan dari dalam dan keluar, terdiri dari :
1. Lapisan selaput lender, apabila lambung ini dikosongkan, lapisan ini akan berlipat-
lipat disebut rugae
2. Lapisan otot melingkar (muskulis aurikularis)
3. Lapisan oto miring (muskulus obliqus)
4. Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal)
3
5. Lapisan jaringan ikat/serosa (peritoneum)
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat
makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akanterangsang. Rasa
makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsangan
kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormone yang disebut
sekresi getah lambung. Getah lambung dihalangi oleh system saraf simpatis yang dpat
terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut. (Syaifuddin, 2003)
Fungsi Lambung
Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan
makanan oleh peristaltic lambung dan getah lambung
Getah cerna lambung yang dihasilkan:
Pepsin: memecah putih telur mejadi asam amino (albumin
dan peptor)
Asam garam (HCl): mengasamkan makanan, sebgai
antiseptic dan disinfektan dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin
Renin : ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein
dar kasinogen (kasinogen dan protein susu)
4
Lapisan lambung jumlahnya sedikit, memecah lemak
menjadi asam lemak merangsang sekresi getah lambung.
Kerja Lambung
Lambung mensekresi cairan cairan yang sangat asam dalam berespon atau
sebagai antisipasi terhadap pencernaan makanan. Cairan ini, yang dapat mempunyai
pHserendah 1, memperoleh keasaman dari asam hidroklorida yang disekresikan oleh
kelenjar lambung. Fungsi sekresi asam ini 2 kali lipat. (1) untuk memecah makanan
menjadi komponen yang lebih dapat diabsorbsi dan (2) untuk membantu destruksi
kebanyakan bakteri pencernaan. Lambung dapat menghasilkan sekresi kira-kira 2,4
L/hari.
Sekresi Lambung juga mengandung enzim pepsin, yang penting untuk memulai
pencernaaan protein. Faktor intrinsic juga disekresi oleh mukosa gaster. Senyawa ini
berkombinasi dengan vitamin B12 dalam diet, hingga vitamin dapat diabsorbsi didalam
ileum.
Tidak hanya factor intriksik, menyebabkan vitamin B12 tidak dpat diabsorbsi dan
mengakibatkan anemia pernisiosa.
Hormon-hormon, neuroregulator, dan regulator local ditemukan didalam control
sekresi gastrik laju sekresi lambung dan mempengaruhi motilitas gaster.
Kontraksi Peristaltik di dalam lambung mendorong isi lambung kea rah
pylorus.Karena partikel makanan besar tidak dapat melewati sfingter pylorus, partikel
ini diaduk kembali di dalam lambung secara mekanis dicampur dan dihancurkan
manjadi partikel lebih kecil.
Makanan tetap berada di lambung selama waktu yang bervariasi dari setengah
jam sampai beberapa jam, tergantung pada ukuran partikel makanan, komposisi
makanan, dan factor lain. Peristaltic di dalam lambung dan kontraksi sfingter pylorus
memungkinkan makanan dicerna sebagian untuk masuk ke usus halus pada kecepatan
yang memungkinkan absorbsi nutrient efisien (brunner, suddart.2001).
2.2. Definisi Kanker Lambung
Kanker lambung merupakan bentuk neoplasma maligna gastrointestinal.
Karsinoma lambung merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling sering terjadi
dan menyebabkan sekitar 2,6% dari semua kematian akibat kanker (Cancer Facts and
Figures, 1991)
5
Neopasma ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh
terus-menerus secara tak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan
tidak berguna bagi tubuh. (Patologi, dr. Achmad Tjarta, 2002).
Kanker lambung adalah salah satu penyakit pembunuh manusia dengan jumlah
kematian 14.700 setiap tahun. Kanker lambung terjadi pada kurvatura kecil atau antrum
lambung dan adenokarsinoma. Factor lain selain makanan tinggi asam yang
menyebabkan insiden kanker lambung mencakup Inflamasi lambung, anemia
pernisiosa, aklorhidria (tidak adanya hidroklorida ). Ulkus lambung, bakteri H, plylori,
dan keturunan (Suzanne C. Smeltzer).
Kanker lambung atau tumor malignan perut adalah suatu adeno karrsinoma.
Kanker ini menyebar ke paru –paru,nodus limfe dan hepar. Faktor risiko meliputi
gastritis atrofik kronis dengan metaplasia usus anemia pernisiosa, konsumsi alkohol
tinggi dan merokok (Nettina sandra ,pedoman praktik keperawatan).
2.3. Etiologi Kanker Lambung
Penyebab pasti dari kanker lambung belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
bisa meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi hal- hal sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi
a. Faktor genetic
Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker lambung memiliki
hubungan genetik. Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi
adanya mutasi dari gen E-cadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker
lambung.Adanya riwayat keluarga anemia pernisiosa dan polip adenomatus
juga dihubungkan dengan kondisi genetik pada kanker lambung (Bresciani,
2003).
b. Faktor umur
Pada kasus ini ditemukan lebih umum terjadi pada usia 50-70 tahun,
tetapi sekitar 5 % pasien kanker lambung berusia kurang dari 35 tahun dan 1
% kurang dari 30 tahun (Neugut, 1996)
2. Faktor presipitasi
a. Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap atau yang diawetkan. Beberapa
studi menjelaskan intake diet dari makanan yang diasinkan menjadi faktor
utama peningkatan kanker lambung. Kandungan garam yang masuk kedalam
lambung akan memperlambat pengosongan lambung sehingga memfasilitasi
konversi golongan nitrat menjadi carcinogenic nitrosamines di dalam
6
lambung. Gabungan kondisi terlambatnya pengosongan asam lambung dan
peningkatan komposisi nitrosamines didalam lambung memberi kontribusi
terbentuknya kanker lambung (Yarbro, 2005).
b. Infeksi H.pylori. H.pylori adalah bakteri penyebab lebih dari 90% ulkus
duodenum dan 80% tukak lambung (Fuccio, 2007). Bakteri ini menempel di
permukaan dalam tukak lambung melalui interaksi antara membran bakteri
lektin dan oligosakarida spesifik dari glikoprotein membran sel-sel epitel
lambung (Fuccio, 2009).
c. Sosioekonomi. Kondisi sosioekonomi yang rendah dilaporkan meningkatkan
risiko kanker lambung, namun tidak spesifik.
d. Mengonsumsi rokok dan alkohol. Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30
batang sehari dan dikombinasi dengan konsumsi alkohol kronik akan
meningkat risiko kanker lambung (Gonzales, 2003)
e. NSAIDs. Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien yang mengonsumsi
NSAIDs dalam jangkan waktu yang lama dan hal ini (polip lambung) dapat
menjadi prekursor kanker lambung. Kondisi polip lambung akan
meningkatkan risiko kanker lambung (Houghton, 2006).
f. Anemia pernisiosa. Kondisi ini merupakan penyakit kronis dengan kegagalan
absorpsi kobalamin (vitamin B12), disebabkan oleh kurangnya faktor intrinsik
sekresi lambung. Kombinasi anemia pernisiosa dengan infeksi H.pylori
memberikan kontribusi penting terbentuknya tumorigenesis pada dinding
lambung (Santacrose, 2008).
2.4. Patofisiologi Kanker Lambung
Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling sering terjadi
dan menyebabkan sekitar 2,6 % dari semua kematian akibat kanker. Laki-laki lebih
sering terserang dan sebagian besar kasus timbul setelah usia 40 tahun (Sjamsuhidajat ,
1997).
Penyebab kanker lambung tidak diketahui tetapi dikenal faktor-faktor predisposisi
tertentu. Faktor genetik memegang peranan penting, dibuktikan karsinoma lambung
lebih sering terjadi pada orang dengan golongan darah A. Selain itu faktor ulkus gaster
adalah salah satu faktor pencetus terjadinya karsinoma gaster(Sjamsuhidajat , 1997).
Pada stadium awal, karsinoma gaster sering tanpa gejala karena lambung masih dapat
berfungsi normal. Gejala biasanya timbul setelah massa tumor cukup membesar sehingga
bisa menimbulkan gangguan anoreksia, dan gangguan penyerapan nutrisi di usus
7
sehingga berpengaruh pada penurunan berat badan yang akhirnya menyebabkan
kelemahan dan gangguan nutrisi. Bila kerja usus dalam menyerap nutrisi makanan
terganggu maka akan berpengaruh pada zat besi yang akan mengalami penurunan yang
akhirnya menimbulkan anemia dan hal inilah yang menyebabkan gangguan pada perfusi
jaringan penurunan pemenuhan kebutuhan oksigen di otak sehingga efek pusing sering
terjadi(Sjamsuhidajat , 1997).
Pada stadium lanjut bila sudah metastase ke hepar bisa mengakibatkan hepatomegali.
Tumor yang sudah membesar akan menghimpit atau menekan saraf sekitar gaster
sehingga impuls saraf akan terganggu, hal ini lah yang menyebabkan nyeri tekan
epigastrik (Sjamsuhidajat , 1997).
Adanya nyeri perut, hepatomegali, asites, teraba massa pada rektum, dan kelenjar
limfe supraklavikuler kiri (Limfonodi Virchow) yang membesar menunjukkan penyakit
yang lanjut dan sudah menyebar. Bila terdapat ikterus obstruktiva harus dicurigai adanya
penyebaran di porta hepatik (Sjamsuhidajat , 1997).
Kasus stadium awal yang masih dapat dibedah untk tujuan kuratif memberikan angka
ketahanan hidup 5 tahun sampai 50 %. Bila telah ada metastasis ke kelenjar limfe angka
tersebut menurun menjadi 10 %. Kemoterapi diberikan untuk kasus yang tidak dapat
direseksi atau dioperasi tidak radikal. Kombinai sitostatik memberikan perbaikan 30-
40% untuk 2-4 bulan (Sjamsuhidajat , 1997).
Pembedahan dilakukan dengan maksud kuratif dan paliatif. Untuk tujuan kuratif
dilakukan operasi radikal yaitu gastrektomi (subtotal atau total) dengan mengangkat
kelejar limfe regional dan organ lain yang terkena. Sedangkan untuk tujuan paliatif
hanya dilakukan pengangkatan tumor yang perforasi atau berdarah (Sjamsuhidajat ,
1997).
2.5. Klasifikasi Kanker Lambung
Early gastric cancer (tumor ganas lambung dini). Berdasarkan hasil pemeriksaan
radiolog dapat dibagi atas:
1. Tipe I (pritrured type)
Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan sub mukosa yang
berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler permukaan tidak rata, perdarahan dengan
atau tanpa ulserasi.
2. Tipe II (superficial type)
Dapat dibagi atas 3 sub tipe.
a. Tipe II.a. (Elevated type)
8
Tampaknya sedikit elevasi mukosa lambung.Hampir seperti tipe I, terdapat
sedikit elevasi dan lebih meluas dan melebar.
b. Tipe II.b. (Flat type)
Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat perubahan
pada warna mukosa.
c. Tipe II.c. (Depressed type)
Didapatkan permukaan yang iregular dan pinggir tidak rata (iregular) hiperemik /
perdarahan.
3. Tipe III. (Excavated type)
Menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan sering disertai kombinasi seperti
tipe II c dan tipe III atau tipe III dan tipe II c, dan tipe II a dan tipe II c.
Advanced gastric cancer (tumor ganas lanjut). Menurut klasifikasi Bormann dapat
dibagi atas :
1. Bormann I.
Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating dan
mukosa di sekitar tumor atropik dan iregular.
2. Bormann II
Merupakan Non Infiltrating Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa
sekitarnya menonjol dan disertai nodular.Dasar ulkus terlihat nekrotik dengan warna
kecoklatan, keabuan dan merah kehitaman.Mukosa sekitar ulkus tampak sangat
hiperemik.
3. Bormann III.
Berupa infiltrating Carsinomatous type, tidak terlihat bats tegas pada dinding dan
infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
4. Bormann IV
Berupa bentuk diffuse Infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan
infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
2.6. Manifestasi klinis Kanker Lambung
Gejala awal dari kanker lambung sering tidak pasti karena kebanyakan tumor ini
dikurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ganguan fungsi lambung.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yang hilang
dengan antasida dapat menyerupai gejala pada pasien ulkus benigna. Gejala penyakit
9
progresif dapat meliputi tidak dapat makan, anoreksia, dyspepsia, penurunan BB,
nyeri abdomen, konstipasi, anemia dan mual serta muntah (Harnawati, 200, KMB).
Gejala klinis yang ditemui antara lain(Davey, 2005):
a. Anemia, perdarahan samar saluran pencernaan dan mengakibakan defisiensi
Fe mungkin merupakan keluhan utama karsinoma gaster yang paling umum.
b. Penurunan berat badan, sering dijumpai dan menggambarkan penyakit
metastasis lanjut.
c. Muntah, merupakan indikasi akan terjadinya (impending) obstruksi aliran
keluar lambung.
d. Disfagia
e. Nausea
f. Kelemahan
g. Hematemesis
h. Regurgitasi
i. Mudah kenyang
j. Asites perut membesar
k. Kram abdomen
l. Darah yang nyata atau samar dalam tinja
m. Pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabis makan
2.7. Pemeriksaan diagnostik Kanker Lambung
1. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering digunakan jenis penyakit ini adalah
endoskopi, endoskopi merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik
untuk mendiagnosa karsinoma gaster.Endoskopi dengan resolusi tinggi dapat
mendeteksi perubahan ringan pada warna, relief arsitektur dan permukaan mukosa
gaster yang mengarah pada karsinoma dini gaster (Lumongga, 2008).
Pemeriksaan radiologi dengan menggunakan barium enema masih digunakan
di Jepang sebagai protokol untuk skrinning, bila kemudian dijumpai kelainan
selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi (Lumongga, 2008).
2. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi pada gaster dilakukan melalui sitologi brushing. Pada
keadaan normal, tampak kelompok sel-sel epitel superfisial yang reguler membentuk
gambaran seperti honey comb. Sel-sel ini mempunyai inti yang bulat dengan
kromatin inti yang tersebar merata (Lumongga, 2008).
10
Pada keadaan gastritis, sel tampak lebih kuboidal dengan sitoplasma yang
sedikit dan inti sedikit membesar.Pada karsinoma, sel-sel menjadi tersebar ataupun
sedikit berkelompok yang irreguler, inti sel membesarn hiperkromatin dan
mempunyai anak inti yang multipel atau pun giant nukleus (Lumongga, 2008).
Pemeriksaan sitologi brushing ini jika dilakukan dengan benar, mempunyai
nilai keakuratan sampai 85% tetapi bila pemeriksaan ini dilanjutkan dengan biopsi
lambung maka nilai keakuratannya dapat mencapai 96% (Lumongga, 2008).
3. Pemeriksaan makroskopis
Secara makroskopis ukuran karsinoma dini pada lambung ini terbagi atas dua
golongan, yaitu tumor dengan ukuran < 5 mm, disebut dengan minute dan tumor
dengan ukuran 6 – 10 mm disebut dengan small (Lumongga, 2008).
Lokasi tumor pada karsinoma lambung ini adalah pylorus dan antrum (50-
60%), curvatura minor (40%), cardia (25%), curvatura mayor (12%).Paling banyak
terjadi karsinoma lambung pada daerah daerah curvatura minor bagian antropyloric
(Lumongga, 2008).
4. Pemeriksaan laboratorium (Hamsafir, 2010)
Anemia (30%) dan tes darah positif pada feses dapat ditemukan akibat
perlukaan pada dinding lambung.LED meningkat.Fractional test meal à ada
aklorhidria pada 2/3 kasus kanker lambung.Elektrolit darah dan tes fungsi hati
àkemungkinan metastase ke hati.
5. Radiologi (Hamsafir, 2010) :
a. Foto thorax : dipakai untuk melihat metastase Paru.
b. Barium Meal Double-contrastàadditional defect, iregularitas mukosa → tumor
primer atau penyebaran tumor ke esofagus/ duodenum.
c. Ultrasonografi abdomen → untuk mendeteksi metastase hati.
d. CT scan atau MRI pada thorax, abdomen, dan pelvis → lihat ekstensi tumor
transmural, invasi keorgan dan jaringan sekitar, metastasis kelenjar, asites.Untuk
menilai proses penyebaran tumor seperti : menilai keterlibatan serosa, pembesaran
KGB dan metastase ke hati dan ovarium.
6. CT Staging pada karsinoma lambung (Hamsafir, 2010) :
a. Stage I : Massa intra luminal tanpa penebalan dinding.
b. Stage II : Penebalan dinding lebih dari 1 cm.
c. Stage III : Invasi langsung ke struktur sekitarnya.
d. Stage IV : Penyakit telah bermetastase.
11
7. Endoskopi dan Biopsi (Hamsafir, 2010) :
a. Sebagai Gold Standar pemeriksaan malignitas gaster.
b. Ultrasound Endoskopi → kedalaman infiltrasi tumor & melihat pembesaran
limf.selika dan perigastrik (> 5mm).
Gambar 1.Endoskopi lambung (Zadeh, 2011).
Gambar 2.Infiltrasi Karsinoma gaster (Alejandro).
Gambar 3.Karsinoma gaster pada fundus gaster (Alejandro).
12
Gambar 4.Karsinoma gaster pada antrum gaster (Alejandro).
Gambar 5.Karsinoma gaster yang menyebabkan obstruksi antrum gaster (Alejandro).
2.8. Komplikasi Kanker Lambung
1. PerforasiDapat terjadi perforasi akuta dan perforasi kronikaa. Perforasi akut
AIRD 1935 menjumpai 35 penderita demean perforasi akut yang terbuka dari karsinoma ventrikuli. Yang sering terjadi perfirasi yaitu: tipe ulserasi dari kanker yang letaknya di kurvatura minor, diantrium dekat pylorus. Biasanya mempunyai gejala-gejala yang mirip demean perforasi dari ulkus peptikum. Perforasi ini sering dijumpai pada pria (Hadi, 2002).
b. Perforasi kronikaPerforasi yang terjadi sering tertutup oleh jaringan didekatnya, misalnya oleh
omentum atau bersifat penetrasi.Biasanya lebih jarang dijumpai jika dibandingkan dengan komplikasi dari ulkus benigna.Penetrasi mungkin dijumpai antara lapisan omentun gastrohepatik atau dilapisan bawah dari hati.Yang sering terjadi yaitu perforasi dan tertutup oleh pancreas. Dengan terjadinya penetrasi maka akan terbentuk suatu fistul, misalnya gastrohepatik, gastroenterik dan gastrokolik fistula (Hadi, 2002).
2. Hematemesis
Hematemesis yang masif dan melena terjadi ± 5 % dari karsinoma ventrikuli
yang gejala-gejalanya mirip seperti pada perdarahan massif maka banyak darah yang
hilang sehingga timbullah anemia hipokromik(Hadi, 2002).
3. Obstruksi
13
Dapat terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pilorus yang disertai
keluhan muntah-muntah (Hadi, 2002).
4. Adhesi
Jika tumor mengenai dinding lambung dapat terjadi perlengketan dan infiltrasi
dengan organ sekitarnya dan menimbulkan keluhan nyeri perut (Hadi, 2002).
2.9. Penatalaksanaan Kanker Lambung
Tidak ada pengobatan yang berhasil menangani karsinoma lambung kecuali
mengangkat tumornya.Bila tumor dapat diangkat ketika masih terlokalisasi di lambung,
pasien dapat sembuh. Bila tumor telah menyebar ke area lain yang tidak dapat dieksisi
secara bedah penyembuhan tidak dapat dipengaruhi. Pada kebanyakan pasien ini, paliasi
efektif untuk mencegah gejala seperti obstruksi, dapat diperoleh dengan reseksi tumor.
Bila gastrektomi subtotal radikal dilakukan, punting ambung dianastomosisikan pada
jejunum, seperti pada gastrektomi ulkus. Bila gastrektomi total dilakukan kontinuitas
gastrointestinal diperbaiki dengan anastomosis diantara ujung esophagus dan jejunum.
Bila ada metastasis pada organ vital lain, seperti hepar, pembedahan dilakukan terutama
untuk tujuan paliatif dan bukan radikal.Pembedahan paliatif dilakukan untuk
menghilangkan gejala obstruksi dan disfagia.
Untuk pasien yang menjalani pembedahan namun tidak menunjukkan perbaikan,
pengobatan dengan kemoterapi dapat memberikan control lanjut terhadap penyakit atau
paliasi.Obat kemoterapi yang sering digunakan mencakup kombinasi 5-fluorourasil
(5FU), Adriamycin, dan mitomycin-C.Radiasi dapat digunakan untuk paliasi pada kanker
lambung.( brunner& suddart, 2001)
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
2.10. Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Lambung
2.10.1. Pengkajian
Perawat mendapatkan riwayat diet dari pasien yang memfokuskan pada isu seperti
masukan tinggi makanan asap atau diasinkan dan masukan buah dan sayuran yang
rendah. Apakah pasien mengalami penurunan BB, jika ya seberapa banyak.
Apakah pasien perokok? Jika ya seberapa banyak sehari dan berapa lam? Apakah
pasien mengeluhkan ketidaknyamanan lambung selama atau setelah merokok?
Apakah pasien minum alcohol? Jika ya seberapa banyak? Perawat menanyakan pada
pasien bila ada riwayat kleuarga ttg kanker. Bila demikian anggota keluarga dekat
atau langsung atau kerabat jauh yang terkena? Apakah status perkawinan pasien?
Adakah seseorang yang dapat memberikan dukungan emosional?
Selama pemeriksaan fisik ini dimungkinkan untuk melakukan palpasi massa.
Perawat harus mengobservasi adanya ansites. Organ diperiksa untuk nyeri tekan atau
massa. Nyeri biasanya gejala yang lambat.( Brunner& Suddart, 2001)
2.10.1.1. Anamnesis (Hamsafir, 2010) :
a. Nyeri
b. Penurunan Berat badan
c. Muntah
d. Anoreksia
e. Disfagia
f. Nausea
g. Kelemahan
h. Hematemasis
i. Regurgitasi
j. Mudah kenyang
k. Asites ( perut membesar)
l. Keram abdomen
m. Darah yang nyata atau samar dalam tinja
n. Pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabis makan.
15
2.10.1.2. Pemeriksaan Fisik (Hamsafir, 2010) :
a. Status hemodinamik : tekanan darah, nadi, akral dan pernafasan
b. Berat badan kurang, kaheksia, konjungtiva kadang–kadang anemis
c. Pemeriksaan Abdomen daerah epigastrium dapat teraba massa, nyeri
epigastrium. Pada keganasan dapat ditemukan hepatomegali, asites.
d. Bila ada keluhan melena, lakukan pemeriksaan colok dubur.
e. Keganasan → cari pembesaran kelenjar supraklavikula (Virchow’s node),
kelenjar aksila kiri (Irish’s node), ke umbilikus (Sister Mary Joseph’s node),
teraba tumor daerah pelvis cul-de-sac pada pemeriksaan colok dobur (Blumer’s
shelf), pembesaran ovarium (Krukenberg’s tumor)
2.10.2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal, gangguan impuls saraf lambung
2. Nutrisi kurang dari kebutuhanb/d anoreksia
3. Ansietas b/d keganasan penyakit stadium lanjut
4. Resiko infeksi b/d insisi bedah
5. Resiko berisihan napas tidak efektif b.d penumpukan secret
2.10.3. Intervensi
1. Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri berkurang , terkontrol.
Kriteria hasil :
Pasien tidak tampak meringi
Skala nyeri 0 ( tidak nyeri)
Pasien tampak lebih rileks
Intervensi :
Kaji karakteristik nyeri dan ketidaknyamanan; lokasi, kualitas frekuensi,
durasi,dsb.
R : memberikan dasar untuk mengkaji perubahan tingkat nyeri dan
mengevaluasi intervensi.
Tenangkan pasien bahwa anda mengetahui bahwa nyeri yang dirasakan
adalah nyata dan bahwa anda kan membantu pasien dalam mengurangi nyeri
tsb.
R : Rasa takut dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk meningkatkan peredaran nyeri
optimal dalam batas resep dokter.
16
R : Cenderung lebih efektif ketika diberikan dini pada siklus nyeri.
Ajarkan pasien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamnan
dengan distraksi, imajinasi, relaksasi.
R : Meningkatkan strategi pereda nyeri alternative secara tepat.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan masukan nutrisi untuk kebutuhan metabolism
Nafsu makan meningkat
Tidak terjadi penurunan berat badan
Intervensi :
Ajarkan pasien hal-hal sbb : hindari pandangan, bau, bunyi-bunyi yang tidak
menyenangkan didalam lingkungan selama waktu makan.
R : anoreksia dapat distimulasi atau ditingkatkan dengan stimuli noksius.
Sarankan makan yang disukai dan yang ditoleransi dengan baik oleh pasien,
lebih baik lagi makanan dengan kandungan tinggi kalori/protein. Hormati
kesukaan makanan berdasarkan etnik.
R : makanan kesukaan yang dioleransi dengan baik dan tinggi kandungan
kalori serta proteinnya akan mempertahankan status nutrisi selama periode
kebutuhan metabolic yang meningkat.
Berikan dorongan masukan cairan yang adekuat, tetapi batasi cairan pada
waktu makan.
R : tingkat cairan diperlukan untuk menghilangkan produk sampah dan
mencegah dehidrasi.
Meningkatkan kadar cairan bersama makanan dapat mengarah pada keadaan
kenyang. Pertimbangkan makanan dingin, jika diinginkan.
R : makanan dingin tinggi kandungan protein sering lebih dapat ditoleransi
dengan baik dan tidak berbau dibanding makanan yang panas.
Kolaboratif pemberian diet cair komersial dengan cara pemberian makan
enteral melalui selang, diet makanan elemental/makanan yang diblender
melalui selang makan silastik sesuai indikasi.
R : pemberian makanan melalui selang mungkin diperlukan pada pasien yang
sangat lemah yang sistem gastrointestinalnya masih berfungsi
3. Ansietas b/d keganasan penyakit stadium lanjut
17
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan ansietas klien menurun.
Kriteria hasil :
Klien lebih rileks
Nadi normal
Tidak terjadi peningkatan respirasi
Intervensi :
Berikan lingkungan yang rileks dan tidak mengancam.
R : pasien dapat mengekspresikan rasa takut, masalah, dan kemungkinan
rasa marah akibat diagnosisi dan prognosisi.
Berikan dorongan partisipasi aktif dari pasien dan keluarganya dalam
keputusan perawatan dan pengobatan.
R : untuk mempertahankan kemandirian dan kontrol pasien.
Anjurkan pasien mendiskusikan perasaan pribadi dengan orang pendukung
misalnya rohaniawan bila diinginkan.
R : menfasilitasi proses berduka dan perawatan spiritual.
4. Risiko infeksi b/d insisi bedah
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan tidak terjadi gejala infeksi.
Kriteria hasil :
Tidak timbul kemerahan
Tidak adanya pembengkakan
Tidak timbul nyeri
Tidak ada peningkatan suhu
Tidak kehilangan fungsi
Intervensi :
Kaji luka terhadap tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, bengkak,
demam, nyeri tekan, dan kehilangan fungsi.
R : luka harus bersih, karena jika keadaan luka kotor akan lebih rentan
terjadi infeksi.
Kaji abdomen terhadap tanda peritonitis, nyeri tekan, kekakuan, distensi.
R : peritonitis dapat terjadi sekunder akibat bedah lambung.
Kolaborasi pemberian antibiotic profilaktik sesuai program.
R : antibiotic sering diberikan pada klien setelah bedah abdomen untuk
mencegah infeksi
5. Resiko bersihan napas tidak efektif b.d kemampuan batuk menurun pasca bedah
18
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam pascabedah gastrektomi, bersihan jalan nafas
pasien tetap optimal.
Kriteria evaluasi :
Jalan nafas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan nafas.
Suara nafas normal, tidak ada bunyi nafas tambahan seperti stridor.
Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.
RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
Intervensi
Kaji dan monitor jalan nafas.
R/ Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya. Salah satu cara
untuk mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak adalah dengan
menempatkan telapak tangan diatas hidung dan mulut pasien, untuk
merasakan hembusan nafas. Gerakan toraks dan diafragma tidak selalu
menandakan pasien bernafas.
Beri oksigen 3 liter/menit
R/ Pemberian oksigen dilakukan pada fase awal pascabedah. Pemenuhan
oksigen dapat membantu meningkatkan PaO2 dicairan otak, yang akan
memengaruhi pengaturan pernafasan.
Instruksikan pasien untuk nafas dalam dan melakukan betuk efektif.
R/ Pada pasien pascabedah dengan tingkat toleransi yang baik, pernafasan
diafragma dapat meningkatkan ekspansi paru.Berbagai tindakan dilakukan
untuk memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas.
BAB IV
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
19
Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling sering
terjadi dan menyebabkan sekitar 2,6 % dari semua kematian akibat kanker. Laki-laki
lebih sering terserang dan sebagian besar kasus timbul setelah usia 40 tahun
(Sjamsuhidajat , 1997).
Penyebab kanker lambung tidak diketahui tetapi dikenal faktor-faktor predisposisi
tertentu. Faktor genetik memegang peranan penting, dibuktikan karsinoma lambung
lebih sering terjadi pada orang dengan golongan darah A. Selain itu faktor ulkus gaster
adalah salah satu faktor pencetus terjadinya karsinoma gaster (Sjamsuhidajat , 1997).
20