34
Case IV (Blok Genitourinary System) Trauma Saluran Kemih Tutorial A1 Dosen Pembimbing (Tutor): dr. Imam Soekoesno Sp.P, Sp.KP Disusun Oleh : Lucky Resa Santoso 121. 0211. 036 Muhammad Syaiful Akmal 121. 0211. 044 Anisa Eka Putri 121. 0211. 054 Irvina Wanda N. 121. 0211. 178 Puspa Maharani 121. 0211. 071 Chato Haviz Danayomi 121. 0211. 129 Viny Rahma Pratiwi 121. 0211. 115 Hawasyalna Anasyifa 121. 0211. 093 Titi Nurbaiti 121. 0211. 193 Bimasena 111. 0211. 033 Bagus Indra W. 121. 0211. 195 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2015

CASE IV - Trauma Saluran Kemih

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Genitourinary System - Trauma Saluran Kemih - Trauma Ginjal, Trauma Ureter, Trauma Uretra, Torsio Testis

Citation preview

  • Case IV (Blok Genitourinary System)

    Trauma Saluran Kemih

    Tutorial A1

    Dosen Pembimbing (Tutor): dr. Imam Soekoesno Sp.P, Sp.KP

    Disusun Oleh :

    Lucky Resa Santoso 121. 0211. 036

    Muhammad Syaiful Akmal 121. 0211. 044

    Anisa Eka Putri 121. 0211. 054

    Irvina Wanda N. 121. 0211. 178

    Puspa Maharani 121. 0211. 071

    Chato Haviz Danayomi 121. 0211. 129

    Viny Rahma Pratiwi 121. 0211. 115

    Hawasyalna Anasyifa 121. 0211. 093

    Titi Nurbaiti 121. 0211. 193

    Bimasena 111. 0211. 033

    Bagus Indra W. 121. 0211. 195

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

    2015

  • KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum wr. wb.

    Salam sejahtera bagi umatnya.

    Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat

    dan karunia-Nya, kami berhasil menyelesaikan makalah tutorial Case IV ini meliputi kelainan-

    kelainan dari blok genitourinary system, yaitu trauma saluran kemih. Kami pun mengucapkan

    terima kasih kepada dr. Imam Soekoesno, selaku tutor pada tutorial kami, yang telah memberikan

    bimbingan dan arahan sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

    Makalah ini adalah sebuah intisari dari hal-hal yang telah kita pelajari selama tutorial

    berlangsung. Makalah ini dibuat supaya kita dapat mengerti lebih dalam tentang bahasan kita

    dalam tutorial dan sebagai acuan pembelajaran bagi kita semua. Semoga makalah ini dapat

    bermanfaat bagi kita semua dan dapat diambil hikmahnya.

    Kami sadar makalah ini masih jauh dari sebuah kata kesempurnaan, namun mudah-

    mudahan kita semua dapat mengambil semua ajaran yang terdapat di dalamnya. Kami

    mengucapkan terima kasih atas perhatiannya.

    Jakarta, Januari 2015

    Penyusun

  • Halaman I

    Seorang laki-laki berumur 21 tahundatang ke IGD Rumah Sakit setelah dirujuk dari

    puskesmas dengan keluhanbuang air kecil berdarah sejak 5 hari yang lalu. BAK berdarah

    dikatakan pasien terlihat mulai dari awal pasien berkemih hingga selesai. Pasien mengatakan

    bahwa 5 hari yang lalu sebelum kencing berdarah, pasien berkelahi, dan ditendang bagian bawah

    pinggang kirinya. Saat itu, pasien mengatakan bahwa ia tidak pergi ke dokter, hanya pergi ke

    tukang urut. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang kiri yang tidak menjalar dan bersifat

    tumpul, tetapi tidak terdapat nyeri berkemih. Kemudian satu hari setelah kecelakaanpasien pergi

    ke puskesmas dan diberi obat, tetapi BAK yang dialami pasien tetap berwarna merah, serta

    dirasakan terdapat gumpalan.

    Riwayat BAK berdarah sebelumnya disangkal, riwayat keluarnya batu dari saluran kemih,

    BAK berpasir, BAK keruh, nyeri berkemih, nyeri pinggang, mual, muntah, dan demam

    sebelumnya tidak ada.

    Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit paru, penggunaan

    obat pengencer darah, dan alergi dikatakan pasien tidak ada.

    Tugas

    1. Apa hipotesis anda?

    2. Pemeriksaan fisik apa yang anda lakukan?

  • Halaman 2

    Status Generalis

    Tinggi badan : 172 cm

    Berat badan : 50 kg

    Kesadaran : kompos mentis

    Kesadaran Umum : tampak sakit sedang

    Tekanan Darah : 110/70 mmHg

    Nadi : 80x/menit, reguler, isi cukup

    Suhu : 36,7C

    Napas : 20x/menit

    Kepala : normosephal, tidak ada deformitas

    Kulit : sawo matang

    Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

    Hidung : lubang hidung lapang, tidak ada sekret

    Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB, tiroid tidak teraba

    Paru

    Inspeksi : simetris statis dan dinamis

    Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, vocal fremitus kiri = kanan

    Perkusi : sonor/sonor

    Auskultasi : vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

    Jantung

    Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

    Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga 5, 1 jari medial linea midclavicula kiri

    Perkusi : batas jantung kiri di linea midclavicula kiri, 1 jari medial;

    batas jantung kanan di linea sternalis kanan;pinggang jantung di sela iga 3

    Auskultasi : BJ I dan II normal, reguler, murmur dan gallop tidak ada

    Abdomen : datar, supel, nyeri tekan tidak ada, hepar&lien tidak teraba, bising usus

    normal

    Ekstremitas : akral hangat, tidak ada edema, capillary refill time < 2 detik

  • Status Lokalis

    Costo Vertebral Angle Kanan Kiri

    Inspeksi Warna

    Sama dengan daerah

    sekitar Hematoma (+)

    Palpasi Ballotement (-) Tidak diperiksa

    Nyeri tekan (-) (+)

    Perkusi Nyeri ketok (-) Tidak diperiksa

    Tugas

    1. Apakah pemeriksaan diatas merubah hipotesis saudara?

    2. Apa arti pemeriksaan fisik yang anda lakukan?

    3. Apa diferensial diagnose saudara?

    4. Menurut anda pemeriksan laboratorium apa yang bermanfaat pada pasien ini?

  • Halaman 3

    Pemeriksaan Penunjang

    Hemoglobin 11.3

    Hematokrit 33.1

    Eritrosit 3.96 x 106

    MCV 83.6.1

    MCH 28.5

    MCHC 34.1

    Leukosit 9.74 x 103

    Trombosit 418 x 103

    Kreatinin darah 1.5

    Ureum darah 37

    Natrium darah 133

    Kalium darah 3.89

    Klorida darah 97.6

    Urinalisis

    Makroskopis:

    Warna: merah

    Kejernihan: keruh

    Berat jenis: 1,015

    pH: 6,5

    Protein +3

    Glukosa negatif

    Keton negatif

    Darah +3

    Bilirubin negatif

    Urobilinogen

    Nitrit negatif

    Leukosit esterase trace

    Mikroskopis:

    Sel epitel +1

    Leukosit 4-5

    Eritrosit penuh

    Silinder s. eritrosit

    Kristal, bakteri negatif

    CT-Scan

    CT-scan of the abdomen after intravenous

    contrast administration shows irregular

    nonenhancing renal parenchymal defect with

    extension greater than 1 cm deep to near the

    renal pelvis.

    Tugas

    1. Apakah pemeriksaan di atas merubah hipotesis saudara?

    2. Apa arti pemeriksaan laboratorium yang anda lakukan?

    3. Apa arti pemeriksaan CT-Scan dan modalitas penunjang apalagi yang dapat diberikan pada

    kasus di atas?

    4. Apa diagnosa saudara?

    5. Apa rencana tindakan saudara untuk pasien ini?

  • TRAUMA GINJAL

    Definisi

    Suatu cedera yang mengenai ginjal di retroperitoneal. Trauma : injury ; cedera atau luka, rusak

    atau sakit, biasanya dipakai untuk cedera pada tubuh akibat faktor dari luar.

    Epidemiologi

    Kejadian trauma pada sistem urogenital yang tersering

    1-5% dari seluruh kejadian trauma

    85% karena cedera minor

    15% karena cedera mayor

    1% karena cedera pedikel ginjal

    Etiologi

    Berdasarkan cara terjadinya

    o Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang

    o Tidak langsung cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam

    rongga peritoneum

    Berdasarkan mekanisme terjadinya

    o Trauma tumpul (80-90%) kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga,

    penyerangan

    o Trauma tajam (10%) luka tembak, luka tusuk

    Patogenesis

    Goncangan ginjal di dalam rongga peitonrum menyebabkan regangan pedikel ginjal robekan

    tunika intima arteri renalis perdarahan bekuan darah trombosis

    Trauma tembak memiliki energy kinetic yang lebih besar, dapat mendestruksi parenkim ginjal

    lebih hebat dan menyebabkan kerusakan di berbagai organ

    Luka tembak kecepatan rendah berhubungan dengan destruksi yang luas akibat

    ledakan

  • Luka tembak kecepatan tinggi berkaitan dengan pengikisan jaringan yang luas dan

    tingginya jejas lain

    Klasifikasi

    Menurut derajat berat ringannya kerusakan ginjal

    Cedera Minor (Derajat I dan Derajat II)

    Cedera Mayor (Derajat III dan Derajat IV)

    Cedera pada pedikel/ pembuluh darah ginjal (Derajat v)

    Berdasarkan skala cedera organ, cedera ginjal dibagi dalam 5 derajat:

    Derajat I

    Kontusio/hematoma subkapsular yg tidak meluas

    Derajat II

    Hematoma perirenal yg tdk meluas

    Laserasi korteks

  • Laserasi sampai medula ginjal (laserasi korteks >1cm) tanpa ekstravasasi urin

    Derajat IV

    Laserasi mengenai sistem kalises ginjal

    Jejas a/v renalis segmental & hematoma

    Derajat V

    Laserasi: ginjal rusak

    Jejas pedikel renalis / avulsi

    Manifestasi klinis

    Cedera Minor (derajat I & II)

  • o Nyeri di daerah pinggang

    o Jejas ekimosis pinggang

    o Hematuria makroskopik dan mikroskopik

    Cedera Mayor (Derajat III & IV) dan Derajat V

    o Pasien datang dengan syok

    Apa yg harus dilakukan dokter?

    Perbaiki hemodinamik sering tidak berhasil

    Harus segera lakukan ekslorasi laparotomi untuk menghentikan

    perdarahan

    Diagnosis

    Trauma daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan

    disertai nyeri atau adanya jejas di daerah tersebut

    Hematuria

    Fraktur kosta sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus vertebrae

    Trauma tembus pada daerah abdomen/pinggang

    Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh/kecelakaan

    Gambaran klinis bervariasi tergantung derajat trauma dan ada tidaknya

    Anamnesis

    o Riwayat jatuh, kecelakaan lalu lintas/trauma lgsg di pinggang

    o Trauma tajam

    o Kondisi medis

    Px. Fisik

    o Hematuria

    o Flank pain

    o Abras pinggang

    o Fraktur iga

    o Abdomen distensi

    o Nyeri tekan abdomen

  • Px. Penunjang

    Lab : hematocrit dan kreatinin

    Urinalisis : hematuria

    Pencitraan IVU / IVP menyuntikkan kontras dosis 2 mL/KgBB, indikasi :

    Luka tusuk/tembak

    Cedera tumpul dengan tanda-tanda hematuria makroskopik

    Cedera tumpul dengan tanda-tanda hematuria mikroskopik disertai syok

    Jejas lain yang berat

    Ditemukan : ekskresi kontras yang berkurang, garis psoas/kontur ginjal

    menghilang

    USG Ginjal adanya hematoma parenkim ginjal yang terbatas pada subkapsuler

    dan dengan kapsul ginjal yang masih utuh

    CT-Scan adanya robekan jaringan ginjal, ekstravasasi, kontras yang luas, dan

    adanya nekrosis jaringan ginjal

    Penatalaksanaan

    KONSERVATIF

    o Untuk trauma minor tanpa syok

    o Dilakukan observasi tanda vital

    o Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan / kebocoran urin yang

    menimbulkan infeksi, harus segera operasi

    o Tirah baring, analgetik, observasi fungsi ginjal

    OPERATIF

    o Untuk trauma mayor

    o Eksplorasi Ginjal

    Tujuan: untuk menyelamatkan fungsi ginjal

    Yang disarankan adalah transperitoneal

  • TRAUMA URETER

    Definisi

    Trauma ureter adalah trauma yang terjadi pada saluran yang menghubungkan ginjal dengan

    kandung kemih.

    Epidemiologi

    Trauma ureter jarang di jumpai dan merupakan 1% dari seluruh cedera traktus urogenital.

    Etiologi

    Trauma dari luar

    o Trauma tumpul/tajam

    Trauma iatrogenik

    o Operasi endourologi transureter

    o Uteroskopi atau uterorenoskopi

    o Ekstraksi batu dengan dormia

  • o Litotripsi batu ureter

    o Operasi daerah pelvis

    Operasi ginekologi

    Bedah digestif

    Bedah vaskular

    Cedera akibat tindakan operasi terbuka

    o Ureter terikat

    o Crushing karena terjepit oleh klem

    o Putus (robek)

    o Devaskularisasi karena terlalu banyak jaringan yang dibersihkan

    Gejala

    Saat operasi

    o Lapangan operasi banyak cairan

    o Hematuria

    o Anuria/oliguri jika cidera bilateral

    Pasca bedah

    o Demam

    o Ileus

    o Nyeri pinggang akibat obstruksi

    o Luka operasi selalu basah

    o Sampai beberapa hari cairan drainase jernih dan banyak

    o Hematuria persisten dan hematoma/urinoma di abdomen

    o Fistula ureterokutan/ fistula ureterovagina

    Pemeriksaan Penunjang

    Pada pemeriksaan IVU/IVP : tampak ekstravasasi kontras atau kontras berhenti di daerah lesi

    atau terdapat deviasi ureter ke lateral karena hematom atau urinoma.

    Pada cedera yg lama : hidro uretronefrosis

    Cedera ureter dari luar sering ditemukan pada saat eksplorasi laparotomi dari suatu cedera

    organ intraabdominal.

  • Diagnosis

    Kecurigaan adanya cedera ureter pada trauma dari luar : hematuria pasca trauma

    Kecurigaan adanya cedera ureter iatrogenik : bisa ditemukan saat operasi atau pasca operasi

    Tata Laksana

    Ureter saling di sambung (anastomosis end to end) Teknik ini dipilih jika kedua ujung distal

    dan proksimal dapat didekatkan tanpa tegangan.

    Anastomosis ureter end to end pada cedera ureter. Setelah kedua ujung di bersihkan

    (debridement) dari jaringan nekrosis, dan diebaskan dari jaringan di sekitarnya, dilakukan

    penjahitan ujung ujungnya dengan melakakukan spatulasi dan pemasangan kateter.

    Implantasi ureter ke buli-buli (Neoimplantasi ureter pada buli-buli, flap boari, atau psoas hitch)

    Cedera ureter distal yang tidak memungkinkan untuk dilakukan anastomosis end to end,

    bagian ureter distal dapat diganti dengan bagian buli-buli yg dibentuk suatu tabung mirip ureter.

  • Transuretero-ureterotomi yaitu menyambungkan ureter dengan bagian ureter yang disisi

    lain. Dilakukan apabila terlalu banyak segmen ureter distal yang rusak, teknik ini dapat dipilih.

    Prognosis

    Pada kasus iatrogenik, prognosis nya baik bila diketahui pada saat operasi.

    Bila repairnya terlambat, menyebabkan periureteal fibrosis yang hebat, sehingga prognosisnya

    kurang baik.

  • TRAUMA VESIKA URINARIA

    Definisi

    Terjadi kerusakan pada vesika urinaria saat keadaan penuh maupun tidak

    Disebut juga bladder trauma atau trauma buli-buli

    Epidemiologi

    Frekuensi kejadian dibagi berdasarkan mekanisme terjadinya trauma, :

    o Trauma eksternal (82%)

    o Iatrogenik (14%)

    o Intoksikasi (2,9%)

    Trauma eksternal: 15-40% akibat trauma penetrasi, 60-85% akibat trauma tumpul

    Trauma penetrasi disebabkan paling sering oleh peristiwa kejahatan yang menyebabkan

    tembakan senjata (85%), dan sisanya akibat luka tusuk

    Trauma tumpul, paling sering disebabkan kecelakaan lalu lintas, diikuti kejadian terjatuh dan

    dipukul.

    Pada kasus trauma penetrasi, biasanya diikuti adanya trauma organ lain, seperti trauma/cedera

    usus.

    Kejadian trauma penetrasi, 63% diantaranya berakhir pada kematian

    Jenis trauma sistem genitourinaria paling sering selain trauma ginjal dan uretra

    Etiologi

    Trauma eksternal (82%)

    Iatrogenik (14%)

    Intoksikasi (2,9%)

    Gejala Klinis

    Tidak ada gejala spesifik

    Namun, biasanya muncul trias gejala:

    o Gross hematuria

    o Suprapubic pain

    o Difficulty to urinating or void

  • Pada px fisik, kadang ditemukan distensi abdomen dan rebound tenderness

    Patofisiologi

    Terdapat dua mekanisme umum:

    Extraperitoneal bladder rupture

    Intraperitoneal bladder rupture

    Klasifikasi

    Bladder trauma extraperitoneal rupture

    Bladder trauma intraperitoneal rupture

    Bladder trauma combination

    Diagnosis

    Diagnosis utama didapat dari hasil pemeriksaan cystography

    Cystography dilakukan dengan memasukan (50% kontras + 50% saline) ke dalam vesika

    urinaria melalui kateter uretra.

    Lalu, dilihat hasil ada/tidaknya gambaran ekstravasasi

    Extraperitoneal rupture Combination rupture

    Intraperitoneal rupture

  • Pada px lab, ditemukan peningkatan serum kreatinin.

    Peningkatan kreatinin pertanda adanya kebocoran traktus urinaria.

    Tata Laksana

    Preoperative: lakukan ATLS dengan benar

    Intraoperative:

    o Drainage atau suprapubic catheter

    o Biasanya sembuh dalam 7-10 hari. Dan secara keseluruhan, sembul total dalam

    waktu 3 minggu

    Postoperative:

    o Berikan antibiotik intravena, preventif bakteri nosokomial

    o Periksa cystogram sebelum lepas kateter untuk melihat proses penyembuhan

    Edukasi untuk kontrol kembali 7-10 hari pasca operasi

    Edukasi untuk kembali aktivitas normal 4-6 minggu pasca operasi

    Komplikasi

    Infeksi intraabdominal

    Abses pelvis

    Infeksi traktus urinarius

    Prognosis

    Tergantung jenis trauma dan rupture yang terjadi

    Kebanyakan kasus sukses ditangani dengan surgery dan bahkan hanya dengan kateter

    suprapubis

    Kematian terjadi 63% pada kasus trauma penetrasi

  • TRAUMA URETRAL ANTERIOR

    Merupakan kasus yang jarang terjadi. Lebih sering terjadi pada pria. Sering berhubungan dengan

    trauma multi organ lainnya (seperti buli-buli, limpa, hati dan usus), mortalitas 30 %. Uretra pria

    dewasa memiliki panjang + 18 cm. Secara garis besar dibagi menjadi 2 oleh diafragma urogenital,

    yang selanjutnya dibagi menjadi 5 segmen :

    Uretra posterior

    Uretra pars prostatika

    Uretra pars membranosa

    Uretra anterior

    Uretra pars bulbosa

    Uretra pars pendulosa

    Fossa navikulare

    Etiologi

    Trauma tumpul

    o Penyebab tersering kecelakaan industri, kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,

    hubungan seksual

    Trauma tajam

    o Luka tembak, luka tusuk, kecelakaan industri, mutilasi, gigitan

    Iatrogenik

    o Instrumentasi uretra yang traumatik atau yang berkepanjangan

    Penyebab tersering :

    Straddle injury ( cedera selangkangan )

    Epidemiologi

  • Uretra pars bulbosa merupakan daerah tersering terjadinya trauma uretra anterior

    mencapai (85%).

    Berhubungan dengan fraktur penis : 10 20 %

    Trauma uretra terjadi pada 25 40% kasus trauma tembus penis, sehingga perlu

    dilakukan uretrografi retrograde pada setiap kasus

    Jenis kerusakan :

    Kontusio dengan uretra

    Ruptur parsial

    Ruptur total

    Klasifikasi

    Klasifikasi trauma uretra anterior menurut McAninch dan Armenakas :

    Kontusio : klinis menunjukkan trauma uretra, tetapi uretrografi retrograde normal

    Disrupsi parsial : uretrografi menunjukkan ekstravasasi kontras, tetapi uretra masih tetap utuh

    sebagian,. Kontras dapat mengisi uretra bagian proksimal atau buli-buli.

    Disrupsi total : uretrografi menunjukkan ekstravasasi kontras tanpa pengisian uretra bagian

    proksimal atau buli-buli

    Gejala Klinis :

    Perdarahan peruretra/hematuri

    Hematom / butterfly hematom

    Kadang retensi urine

    Kontusio : ekstravasasi

    Ruptur : ekstravasasi + bulbosa

  • Diagnosis

    Trias klasik diagnostik trauma uretra adalah

    Darah pada meatus uretra

    o Sensitivitasnya 75 - 98 %

    o Hasil spasme otot bulbospongiosus

    Fraktur pelvis

    Tidak dapat berkemih (atau buli distensi).

    Gejala lain: gross hematuria, hematoma pada skrotum, perineal atau penis, kesulitan pemasangan

    kateter, non palpable prostat

    Pemeriksaan uretrografi retrogad : pemeriksaan standar

    o Posisi supine + pelvis oblik 30O - 40O oblik

    o Paha yang terdekat meja difleksi 90O

    o Paha yang di atasnya tetap lurus.

    o Kateter 14 Hr dengan balon 2 cc di fossa navikulare

    o Kontras + 30 cc dengan foto tunggal atau guiding fluoroskopi.

    Sleeve Hematom

    Butterfly Hematom

  • Tujuan posisi oblik : memberikan visualisasi keseluruhan uretra dan mencegah tulang pelvis

    menutupi ekstravasasi.

    Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan awal derajat dan lokasi trauma, dan keadaan hemodinamik pasien dan

    trauma daerah lainnya.

    Langkah awal adalah resusitasi dan stabilisasi kondisi pasien

    Langkah berikutnya adalah diversi urin dari buli-buli.

    Ekstravasasi urin dari uretra dapat menimbulkan reaksi peradangan yang dapat berkembang

    menjadi abses debridement

    Kontusio : Observasi 4-6 bulan, kemudian uretrografi ulang

    Ruptur :

    Sistostomi 1 bulan

    3 bulan uroflowmetri (pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume urin

    yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran

  • urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran

    kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi)

    Striktura lakukan sachse ( memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse)

    Indikasi Operasi

    Operasi segera disarankan pada keadaan :

    Tujuan debridement

    Luka terbuka

    Fraktur penis-trauma korpus cavernosa

    Terjadi trauma lain yang berhubungan

    Fraktur dan penanganannya (perdarahan, trauma saluran kemih

  • TRAUMA URETRA POSTERIOR

    Etiologi

    Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada uretra pars posterior.

    Menurut sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang berhubungan dengan kecelakaan di pabrik

    atau pertambangan. Akan tetapi, karena perbaikan dalam hal keselamatan pekerja pabrik telah

    menggeser penyebab cedera ini dan menyebabkan peningkatan pada cedera yang berhubungan

    kecelakaan lalu lintas. Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10% dari fraktur pelvis tetapi hampir

    semua gangguan pada uretra membranasea yang berhubungan dengan trauma tumpul terjadi

    bersamaan fraktur pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan

    kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea.

    Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis

    menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum

    ikut terobek, prostat berada buli-buli akan terangkat ke kranial. Fraktur pelvis yang menyebabkan

    gangguan uretra biasanya penyebab sekunder karena kecelakaan kendaraan bermotor (68%-84%)

    atau jauh dari ketinggian dan tulang pelvis hancur (6%-25%). Pejalan kaki lebih beresiko,

    mengalami cedera uretra karena fraktur pelvis pada kecelakaan bermotor dari pada pengendara.

    Epidemiologi

    Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior dengan angka

    kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan

    bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15

    kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis

    merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal ataupun cedera urogenitalia

    yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada

    uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-

    5,8%).

    Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang menyebabkan cedera

    uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada wanita dengan

  • fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa kepustakaan melaporkan insiden

    kejadiannya sekitar 4-6%.

    Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis kebanyakan

    ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33 tahun. Pada anak (

  • Gambaran Klinis

    Pada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik dan

    abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur kandung

    kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan peritoneum. Pasien biasanya mengeluh tidak bisa kencing

    dan sakit pada daerah perut bagian bawah.

    Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai pada pasien yang

    telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa jenis

    fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera uretra posterior dan terlihat pada 87%

    sampai 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya darah pada meatus uretra tidak berhubungan dengan

    beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari kandung

    kemih atau memar pada perineum atau ekimosis perineal merupakan tanda tambahan yang

    merujuk pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari gangguan uretra prostatomembranosa adalah

    fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari kandung kemih.

    Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling penting dari

    kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter,

    karena dapat menyebabkan infeksi pada periprostatik dan perivesical dan konversi dari incomplete

    laserasi menjadi complete laserasi. Cedera uretra karena pemasangan kateter dapat menyebabkan

    obstuksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan

    demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh tergantung fascia yang rusak.

    Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila

    terjadi infeksi. Adanya darah pada ostium uretra eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi

    untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis

    dengan pengeseran prostat ke superior. Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat diinprestasikan

    salah, karena hematoma pelvis bisa mirip denagan prostat pada palpasi. Pergeseran prostat ke

    superior tidak ditemukan jika ligament puboprostikum tetap utuh. Disrupsi parsial dari uretra

    membranasea tidak disertai oleh pergeseran prostat.

    Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan terdorong ke atas oleh

    penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding prostat merupakan tanda klasik yang biasa

    ditemukan pada ruptur uretra posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis

    kadang-kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil. Sebaliknya

    terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah hematoma pada pelvis.

  • Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal yang dapat

    dihubungkan dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa menunjukkan

    adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa.

    Gambaran Radiologi

    Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk mendiagnosis cedera uretra

    karena akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada keadaan trauma. Sementara CT Scan

    merupakan pemeriksaan yang ideal untuk saluran kemih bagian atas dan cedera vesika urinaria

    dan terbatas dalam mendiagnosis cedera uretra. Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan pelvis

    setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan ini tidak berperan dalam pemeriksaan

    cadera uretra. Sama halnya dengan USG uretra yang memiliki keterbatasan dalam pelvis dan

    vesika urinaria untuk menempatkan kateter suprapubik.

    Penatalaksanaan

    Emergency

    Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat analgesik.

    Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu menggunakan alat-alat

    atau manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram,

    pemasangan kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat.

    Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ lain, cukup

    dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan anastomosis

    ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu.

    Pembedahan

    Ekstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan. Kateter uretra harus dihindari.

    1. Immediate management

    Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase urin. Insisi midline pada

    abdomen bagian bawah dibuat untuk menghindari pendarahan yang banyak pada pelvis. Buli-buli

    dan prostat biasanya elevasi kearah superior oleh pendarahan yang luas pada periprostatik dan

    perivesikal. Buli-buli sering distensi oleh akumulasi volume urin yang banyak selama periode

    resusitasi dan persiapan operasi. Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi mungkin

  • terdapat gross hematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan diinspeksi untuk laserasi

    dan jika ada, laserasi harus ditutup dengan benang yang dapat diabsorpsi dan

    pemasangan tube sistotomi untuk drainase urin. Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3

    bulan. Pemasangan ini membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan prostat & buli-buli

    akan kembali secara perlahan ke posisi anatominya.

    Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari

    kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir (railroading).

    2. Delayed urethral reconstruction

    Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan dalam 3 bulan, diduga pada

    saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti lain dari infeksi pelvis. Sebelum rekonstuksi, dilakukan

    kombinasi sistogram dan uretrogram untuk menentukan panjang sebenarnya dari striktur uretra.

    Panjang striktur biasanya 1-2 cm dan lokasinya dibelakang dari tulang pubis. Metode yang dipilih

    adalah single-stage reconstruction pada ruptur uretra dengan eksisi langsung pada daerah

    striktur dan anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter uretra ukuran

    16 F melalui sistotomi suprapubik. Kira-kira 1 bulan setelah rekonstuksi, kateter uretra dapat

    dilepas. Sebelumnya dilakukan sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan tidak

    ada ekstravasasi, kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada ekstravasasi atau striktur, kateter

    suprapubik harus dipertahankan. Uretrogram dilakukan kembali dalam 2 bulan untuk melihat

    perkembangan striktur.

    3. Immediate urethral realignment

    Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki uretra. Perdarahan dan

    hematoma sekitar ruptur merupakan masalah teknis. Timbulnya striktur, impotensi, dan

    inkotinensia lebih tinggi dari immediate cystotomydan delayed reconstruction. Walaupun

    demikian beberapa penulis melaporkan keberhasilan dengan immediate urethral realignment.

    Komplikasi

    Striktur, impotensi, dan inkotinensia urin merupakan komplikasi rupture

    prostatomembranosa paling berat yang disebabkan trauma pada sistem urinaria. Striktur yang

    mengikuti perbaikan primer dan anastomosis terjadi sekitar 50% dari kasus. Jika dilakukan

  • sistotomi suprapubik, dengan pendekatan delayed repair maka insidens striktur dapat dikurangi

    sampai sekitar 5%. Insidens impotensi setelah primary repair, sekitar 30-80% (rata-rata sekitar

    50%). Hal ini dapat dikurangi hingga 30-35% dengan drainase suprapubik pada rekontruksi uretra

    tertunda. Jumlah pasien yang mengalami inkotinensia urin

  • TORSIO TESTIS

    Definisi

    Adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus sehingga menyebabkan gangguan aliran darah pada

    testis.

    Epidemiologi

    - Prevalensi 1:4.000 pria dengan usia kurang dari 25 tahun

    - Insidens puncak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun)

    - Tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio

    testis yang tidak terdiagnosis kehilangan testis unilateral/bilateral.

    Etiologi

    - Sebagian besar terjadi tanpa adanya kejadian pemicu

    - 4-8% oleh trauma

    Faktor predisposisi

    - Peningkatan volume testis (terkait masa pubertas)

    - Tumor testis

    - Testis yang posisinya mendatar

  • - Riwayat kriptorkidismus

    Klasifikasi

    1. Torsio extravaginalis

    Seluruh testis dan tunika terpeluntir pada aksis vertikal akibat fiksasi tidak komplit

    gubernaculum pada skrotum

    2. Torsio intravaginalis

    Terjadi di dalam tunika, akibat abnormalitas fiksasi tunika pada testis bell clapper

    deformity

    Gejala dan Tanda

    - Nyeri di daerah skrotum mendadak

    - Edema testis

    - Nyeri menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah

    Diagnosis

    1. Anamnesis

    Nyeri scrotum ipsilateral akut

    2. Pemeriksaan fisik

    - Testis bengkak

    - Letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis disisi kontralateral

    - Baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus

    - Tidak disertai demam

    - Refleks kremaster berkurang atau hilang. Dipicu dengan menggores atau mencubit

    bagian medial paha, yang menyebabkan kontraksi otot kremaster dan mengangkat

    testis. Positif jika testis terangkat minimal 0,5 cm

  • - Prehns sign dilakukan dengan mengangkat testis. Positif jika nyeri bertambah saat

    diangkat

    3. Pemeriksaan penunjang

    - Sedimen urin

    Tidak ada leukosit pada urin

    - Laboratorium darah

    Tidak ada tanda-tanda inflamasi, kecuali yang sudah lama

    - USG Doppler

    Untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum lain

    Dengan memakai stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, sintigrafi testis

    bertujuan untuk menilai adanya aliran darah ke testis.

    Diagnosis banding

    1. Epididimitis akut

    2. Hernia skrotalis inkarserata

    3. Hidrokel terinfeksi

    4. Tumor testis

    5. Edema skrotum idiopatik

    Penatalaksanaan

    - Detorsi manual

    Memutar testis dengan arah yang berlawanan dengan torsio

    - Operasi

    Reposisi dan dilakukan penilaian viabilitas

    Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi pada tunika dartos kemudian disusul

    orkidopeksi pada testis kontralateralnya

    - Pada testis yang nekrosis diangkat, karena dapat menyebabkan penurunan fertilitas dan

    timbulnya keganasan

  • REFERENSI

    Urologi Basuki 2014

    Kapita Selekta Kedokteran UI 2014

    Trauma urogenital. Dr. Alvarino Sp.B Sp.U . Bedah divisi Urologi RSUP

    M.Djamil/FKunand

    Kegawatan Pelvis dan Tractus Urinarius. Dr.Adam Suyadi, SpB, MM. Bag Bedah FK UII

    Yogyakarta

    Jurnal kedokteran, Medscape

    The Merck Manuals

    The Official Foundation of the American Urology Association

    Buku Ajar Radiologi Diagnostik UI, Edisi Kedua

    Patofisiologi Sylvia