19
7/21/2019 Combined PDF http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 1/19

Combined PDF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

med

Citation preview

Page 1: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 1/19

Page 2: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 2/19

 

i

Brown Séquard Syndrome 

OLEH :

TAUFIK HIDAYAT

RUSLAN

10542 0172 10

10542 0239 10

PEMBIMBING :

dr. Abdul Hamid, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHMAKASSAR2015

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF 

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR  

Referat

Desember , 2015 

Page 3: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 3/19

 

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan, bahwa :

 Nama : 1. Taufik Hidayat (10542 0172 10 )

2. Ruslan (10542 0239 10)

Judul Referat : Brown-Séquard Syndrome

Telah menyelesaikan tugas Referat dalam Rangka Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Desember 2015

PEMBIMBING

dr. Abdul Hamid, Sp.S

Page 4: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 4/19

1

Brown-Séquard Syndrome

I. PENDAHULUAN

 Brown-Séquard Syndrome secara sederhana dapat diartikan sebagai

kumpulan gejala yang diakibatkan oleh adanya lesi pada sumsum tulang

 belakang. Penderita sindrom ini kehilangan fungsi motorik, proprioseptif, dan

rasa getar ipsilateral disertai dengan kehilangan sensasi nyeri dan suhu

kontralateral. Manifestasi klinik dari sindrom ini bisa berupa defisit neurologi

ringan hingga berat. Penderita biasanya diberikan edukasi secara menyeluruh

tentang fungsi dari sistem tubuhnya, efek sosial, dan efek psikologi tentang

kondisi yang mereka alami.1 

Sindrom ini pertama kali ditemukan oleh dokter Charles-Edouard

Brown-Sequard, seorang neurologis dari Prancis, pada tahun 1849 sebagai

 bentuk dari kerusakan pada sumsum tulang belakang.2,3

  Ia menjadi orang

 pertama yang mempelajari fisiologi dari sumsum tulang belakang. Ia

menemukan Brown-Séquard Syndrome ketika ada seseorang yang berumur 22

tahun yang mendadak mengalami rasa nyeri spontan pada tungkai kanannya.

Orang tersebut pernah terkena tusukan pisau dari belakang tubuhnya satu

setengah tahun sebelum rasa nyeri itu ia rasakan. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan spastik, refleks tendon yang meningkat, respon plantar ekstensor,

gangguan pada pergerakan sendi tungkai kanan, dan rasa getar hingga

mencapai tulang rusuk sisi kanan tubuh. Sisi berlawanan mengalami gangguan

terhadap rasa nyeri dan suhu di bawah kira-kira T10. Manifestasi klinik seperti

ini merujuk ke Brown-Séquard Syndrome.2

 

Penyebab dari sindrom ini biasanya terjadi akibat trauma pada satu sisi

sumsum tulang belakang dan nontrauma di mana dapat diakibatkan oleh tumor

 primer maupun metastasis, multiple sclerosis, herniasi diskus, spondilosis

servikal, hematom epidural, radiasi, penggunaan obat intravena tertentu,

tuberculosis, meningitis, empyema, herpes zoster, sifilis, iskemia, dan lain-

lain.1

Page 5: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 5/19

2

II. PEMBAHASAN

a. Definisi

 Brown-Séquard Syndromeadalah kumpulan gejala yang timbul

oleh karena lesi inkomplit pada anatomi sumsum tulang belakang pada

 bagian lateralyang ditandai dengan paralisis upper motor neuron ipsilateral

dan kehilangan sensasi proprioseptif dengan kehilangan sensasi rasa sakit

serta suhu kontralateral.3 

b. Epidemiologi

Berdasarkan hasil penelitian di Amerika Serikat,  Brown-

Séquard Syndrome adalah sesuatu yang langka walaupun insiden pastinya

tidak diketahui. Tidak ada data yang menunjukkan sindrom yang

disebabkan oleh trauma maupun yang nontrauma. Namun, dapat

diperkirakan insiden dari trauma sumsum tulang belakang di Amerika

Serikat mencapai 11.000 buah kasus untuk setiap tahunnya dengan Brown-

Séquard Syndrome  terdiri dari 2 – 4% di antaranya. Prevalensi dari

kerusakan sumsum tulang belakang secara kesuluruhan mencapai 247.000

orang untuk setiap tahunnya. Insiden jumlah penderita dari sindrom ini

secara internasional belum diketahui.1Menurut insiden secara umum sejak

tahun 2000, sindrom ini mengenai populasi orang berkulit putih sebesar

63%, ras Afrika-Amerika sebesar 22,7%, dan ras Amerika Latin sebesar

11,8%, dan ras lain sebesar 2,4%. Berdasarkan berbagai penelitian

demografis, sindrom ini lebih banyak mengenai laki-laki daripada

 perempuan. Namun, epidemiologi yang satu ini hanya berdasarkan pada

kasus yang disebabkan oleh trauma saja. Berdasarkan penelitian populasi,

kerusakan pada sumsum tulang belakang pada umumnya terjadi di rentang

umur 16-30 tahun, tapi umur rata-rata telah bergeser ke atas setelah

 beberapa dekade. Sejak tahun 2000, umur rata-rata dari penderita yang

mengalami  Brown-Séquard Syndrome  yang diakibatkan oleh trauma

adalah 38 tahun. Umur rata-rata dari mereka yang mengalami  Brown-

Séquard Syndrome itu sendiri adalah 40 tahun.1

 

Page 6: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 6/19

3

c. Anatomi

Medula spinalis merupakan struktur berbentuk silinder yang

 berdiameter < 2 cm dan terdiri dari bagian putih, dan bagian abu-abu.

Medula spinalis berada kanalis sentralis vertebra yang dikelilingi oleh

struktur tulang (collum vertebrae), memanjang dari foramen magnum

yang berada di dasar tengkorak sampai setinggi L1-L2 disebut conus

medullaris. Dibawah tingkat ini, lumbar sac (theca) hanya mengandung

filamen serabut saraf yang disebut dengan cauda equina (“horse’s tail ”).

Medula spinalis diselubungi oleh 3 selaput meningen yang merupakan

lanjutan dari selaput yang menyelubungi otak. Piamater melekat pada

medula spinalis, duramater, dan arachnoid (tanpa pembuluh darah)

memanjang secara kaudal sampai setinggi vertebra S5 yang mana

kemudian akan bergabung dengan filum terminale untuk membentuk

ligamentum koksigis ( filum of the dura). Medula spinalis menerima input

melalui nervus perifer dari bagian tubuh dan melalui traktus descenden

dari otak, kemudian memproyeksikan output melalui saraf perifer ke

 bagian tubuh dan melalui traktus ascenden ke otak.1, 4, 5

Page 7: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 7/19

4

Gambar 2. Struktur Medula Spinalis 

d. Etiologi

1. Trauma

Kasus trauma yang biasanya menyebabkan  Brown-Séquard Syndrome 

adalah tusukan, luka tembak, kecelakaan berkendara, dan lain-lain.1

2. Non-Trauma

a. Tumor (metastasis primer)

 b. Herniasi diskus

c. Spondilosis servikal

d. Herniasi sumsum tulang belakang melalui defek dural (idiopatik atau

 posttrauma)

e. Epidural hematom pada Medulla Spinalis

Page 8: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 8/19

5

f. Diseksi arteri vertebralis

g. Myelitis transversal

h. Radiasi

i. Osifikasi dari ligamentum flavum

 j. Meningitis Medulla Spinalis

k. Empyema

l. Iskemik

m. Hemoragi (termasuk spinal subdrual atau epidural dan hematomyelia)1 

e. Patofisiologi

 Brown-Séquard Syndrome  terjadi karena adanya lesi pada traktus

ascenden dan atau descendens medula spinalis yang mengenai salah satusisi medulla spinalis. Perdarahan berupa bintik-bintik peteki di grey matter  

akan meluas dan menyatu dalam 1 jam setelah trauma terjadi.

Perkembangan selanjutnya berupa nekrosis hemoragik terjadi dalam waktu

24-36 jam setelah trauma. Peteki pada white matter   terjadi pada 3-4 jam

setelah trauma. Serat myelin akan mengalami kerusakan yang ekstensif.1 

f. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang muncul pada keadaan ini adalah sebagai berikut :

1)  Pada sisi lesi jaras motorik desenden terganggu, dan setelah syok spinal

awal menghilang, maka akan menyebabkan paralisis spastik ipsilateral

dibawah tingkat lesi dengan hiperrefleksia dan refleks abnormal pada jari-

 jari kaki. Ipsilateral karena traktus telah menyilang pada tingkat yang lebih

tinggi, dan spastik karena traktus tersebut juga mengandung serat

ekstrapiramidal.

Page 9: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 9/19

6

2)  Cedera funiculus menghilangkan rasa untuk posisi,getaran,dan

diskriminasi taktildi bawah tingkat lesi.

3) 

Ataksia seharusnya dapat ditemukan, tapi tidak terlihat karena adanya

 paralisis ipsilateral.

4)  Rasa nyeri dan suhu tidak menghilang dibawah tingkat cedera,karena

disini serat traktus spinotalamikus telah menyeberang kesisi

yang“sehat”.Sebaliknya,rasa  nyeri dan suhu menghilang pada sisi

kontralateral dibawah tingkat lesi.

5)  Rasa taktil sederhana tidak menurun karena serat yang mengirim rasa ini

menggunakan dua jaras, yaitu funikuli posterior dan traktus

spinotalamikus anterior.1, 6 

Karakteristik dari gambaran klinik yang ditemui pada pasien-pasien

dengan hemiseksi medula spinalis komplet setelah syok spinal berakhir, yaitu:

a) 

Paralisis LMN ipsilateral pada segmen dari lesi dan atrofi otot.

Keadaan ini disebabkan kerusakan neuron dalam kolum anterior dan

mungkin juga diikuti

oleh kerukasakan dari serabut saraf pada segmen yang sama.

 b)  Paralisis spastik ipsilateral pada tingkat dibawah lesi. Munculnya

Babinski ipsilateral,refleks dinding perut ipsilateral ,dan refleks

kremaster ipsilateral. Semua gejala inI muncul karena hilangnya

traktus kortikospinal pada daerah lesi.

c)  Anestesi ipsilateral kulit.Ini akibat kerusakan terletak pada jalan

masuknya,pada daerah lesi.

d)  Kehilangan sensasi proprioseptif,deskriminasi taktil,dan getaran di

 bawah tingkat lesi.Gejala ini disebabkan oleh kerusakan traktus

ascenden pada sisi yang sama dengan lesi.

e)  Kehilangan sensasi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat

lesi.1,6,7 

Page 10: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 10/19

7

Paralisis spastik

Paralisis flaksid

Semua kualitas sensorik

Hiperestesi proprioseptif

Analgesi nyeri,suhu

g. Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis ke pasien biasa dikeluhkan adanya lumpuh separuh

 badan, rasa panas dan kulit memerah pada separuh badan, kehilangan

sensasi proprioseptif dan vibrasi, atrofi otot segmental dan lumpuh layu,

dan anastesia dan analgesia segmental. Selain itu, pasien juga biasanya

mengeluhkan hilangnya sensasi nyeri dan sensasi suhu pada separuh

 badan di sebelahnya.8 

2. Pemeriksaan Fisik

a. Fungsi Kortikal Luhur

Tes ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan pada pasien

tentang orientasi waktu, tempat, kondisi kesehatannya saat ini, tes

konsentrasi, dan daya ingat.2 

 b. Tes Fungsi Motoris

Dalam penilaian fungsi motorik, harus diingat bahwa pengamatan

kecepatan dan kekuatan gerakan dan otot massal, nada, dan

koordinasi biasanya lebih informatif daripada keadaan refleks

Page 11: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 11/19

8

tendon. Sangat penting untuk dapat menjamah seluruh anggota

 badan untuk memeriksa kemungkinan atrofi dan fasikulasi.

Berikutnya langkah ini untuk melihat pasien mempertahankan

lengan terentang di posisi rawan dan terlentang, melakukan tugas-

tugas sederhana, seperti bergantian menyentuh hidung dan jari

 pemeriksa; membuat cepat bolak gerakan yang memerlukan

 percepatan mendadak dan perlambatan dan perubahan arah, seperti

mengetuk satu tangan pada yang lain sementara bolak pronasi dan

supinasi lengan bawah; cepat menyentuh ibu jari ke ujung jari

masing-masing, dan mencapai tugas-tugas sederhana seperti

mengancingkan baju, membuka peniti, dan penanganan umum alat.

Perkiraan kekuatan otot kaki dengan pasien berada di tempat tidur

sering tidak dapat diandalkan. Menjalankan tumit ke bawah depan

tulang kering, bergantian menyentuh jari pemeriksa dengan kaki

dan lutut yang berlawanan dengan tumit, dan berirama menekan

tumit pada tulang kering adalah tes koordinasi yang perlu

dilakukan di tempat tidur. Kekuatan kaki dapat juga diuji, baik

dengan terlentang di mana posisi pasien dengan kaki tertekuk di

 pinggul dan lutut.8 

c. Tes Fungsi Refleks

Pengujian otot bisep, trisep, supinator (radial-periosteal), patela,

Achilles, dan refleks perut dan kulit plantar adalah contoh aktivitas

refleks sumsum tulang belakang. Memunculkan refleks tendon

mensyaratkan bahwa otot-otot yang terlibat haruslah dalam

keadaan rileks. Refleks kurang aktif dapat difasilitasi oleh

kontraksi otot-otot lain (Jendrassik manuver). Respon plantar

menimbulkan kesulitan khusus karena beberapa perbedaan respon

refleks dapat ditimbulkan dengan merangsang telapak kaki

sepanjang perbatasan luarnya dari tumit ke jari kaki. Tidak adanya

Page 12: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 12/19

9

refleks kulit superfisial perut, otot kremaster, dan lainnya adalah

tes tambahan berguna untuk mendeteksi lesi kortikospinalis.7 

d. Tes Sensoris

Ini tidak diragukan lagi merupakan bagian yang paling sulit dari

 pemeriksaan neurologis. Biasanya pengujian sensorik disediakan

untuk akhir pemeriksaan dan jika tes ini bisa diandalkan, tidak

 boleh diperpanjang selama lebih dari beberapa menit. Diadakan

survei pada leher, wajah, lengan, badan, dan kaki dengan jarum.

Biasanya yang dicari adalah perbedaan antara kedua sisi tubuh

(lebih baik untuk bertanya apakah rangsangan di sisi berlawanan

dari tubuh merasakan hal yang sama daripada menanyakan apakah

mereka merasa ada perbedaan), tingkat di mana sensasi mulai

terasa hilang, dan zona relatif atau absolut analgesia (kehilangan

sensibilitas nyeri) atau anestesi (loss sensibilitas  sentuh). Daerah

defisit sensorik kemudian dapat diuji lebih hati-hati dan dipetakan.

Memindahkan stimulus dari suatu daerah di mana sensasi

 berkurang ke daerah yang normal meningkatkan persepsi dari

 perbedaan sensasi tersebut. Rasa getaran dapat diuji dengan

membandingkan ambang di mana pasien dan pemeriksa kehilangan

 persepsi dengan menggunakan garpu tala.7 

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Studi radiografik membantu untuk memastikan diagnosis dan

menentukan etiologi  Brown-Séquard Syndrome. Foto polos selalu

diperlukan dalam trauma akut pada tulang belakang, tapi informasi

lebih lanjut biasanya diperoleh dengan teknik-teknik baru.

Radiografi polos tulang belakang dapat menggambarkan cedera

tulang trauma tembus atau tumpul. Fraktur massa lateral dapat

menyebabkan Brown-Séquard Syndrome setelah cedera tumpul.1

 

Page 13: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 13/19

10

 b. CT Scan

Pada orang yang tidak mampu memiliki MRI  scan  dilakukan

sebuah myelogram CT sebagai pemeriksaan lain. Pencitraan ini

diharapkan untuk mengungkapkan kerusakan jaringan saraf

terlokalisasi pada satu sisi dari sumsum tulang belakang.  1

c. . MRI

 Magnetic resonance imaging   (MRI) sangat berguna dalam

menentukan struktur yang tepat yang telah rusak di  Brown-

Séquard Syndrome  serta dalam mengidentifikasi etiologi

nontraumatik dari gangguan.1

h. Diagnosis Banding

Adapun diagnosis banding dari Brown Sequard Syndrome, antara lain:1, 2 

1. Mul tiple Sclerosis  

 Multiple Sclerosis(MS) adalah penyakit berupa inflamasi yang dimediasi

sistem imun, yang menyerang sistem sarafpusat (SSP). Penyakit ini

merusak selubung myelin, serta materialyang mengelilingi dan

melindungisel-sel saraf. MS lebih banyak ditemui pada perempuan

daripada laki-laki, dan kebanyakan mengenai orang pada usia 20 sampai

40 tahun.8 

Penyebab MS masih belum diketahui sampai sekarang. Ini

merupakan suatu penyakit autoimun, dimana dicurigai MS melibatkan

kombinasi dari kerentanan genetik dan faktor pemicu non genetik, seperti

infeksi, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya autoimun.2

Page 14: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 14/19

11

Adapun gejala yang timbul pada penderita MS, yaitu:

a. Gangguan visual 

 b. Kelemahan otot 

c. Gangguan koordinasi dan keseimbangan 

d. Kehilangan sensasi atau mati rasa 

e. Gangguan berpikir dan memori 

Biasanya, penyakit yang timbul cukup ringan, tetapi pada beberapa

orang yang menderita MS, akan kehilangan kemampuan untuk menulis,

 berbicara atau berjalan. Sampai saat ini, belum ada obat untuk MS. Tetapi,

 penggunaan obat-obatan seperti imunomodulator terapi (IMT). Dalam hal

ini, IMT diarahkan dalam hal mengurangi frekuensi kambuh dan

memperlambat perkembangan penyakit.8

2. Poliomielitis Akut 

Poliomielitis akut adalah suatu penyakit pada bagian anterior

neuron motorik sumsum tulang belakang dan batang otak yang disebabkan

oleh virus polio. Tanda khas dari penyakit ini adalah timbulnya kelemahan

tipe flaccid  yang asimetris disertai atrofi otot.

Gambar 2. Tipe kontraktur pada penderita Polio

Page 15: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 15/19

12

Seorang carrier   infeksi virus polio merupakan salah satu sumber

utama penyebaran virus dari orang ke orang. Cara penularan virus ini

adalah melalui feco-oral. Penyebaran virus terbesar terjadi dalam keluarga

dengan sanitasi yang buruk dan keadaan yang ramai atau padat.

Tidak ada pengobatan khusus untuk poliomyelitis akut, kecuali

 perawatan suportif, untuk membantu menjamin kelangsungan hidup, serta

rehabilitasi baik terapi fisik, terapi okupasi, terapi bicara, sampai

intervensi bedah jika diperlukan. 

3. Guil lain Barre Syndrome  (GBS)

Guillain Barre Syndrome  adalah suatu kelainan yang bersifat

autoimun yang menyebabkan sistem imun seseorang menyerang sistem

saraf perifernya, yang mengakibatkan timbulnya kelemahan otot,

kesemutan, refleks yang berkurang, sampai dengan kelumpuhan. Penyakit

ini menyebabkan kerusakan pada selubung mielin. Kerusakan ini disebut

demielinisasi, dan hal ini menyebabkan sinyal saraf untuk bergerak lebihlambat. Penyakit ini sering mengikuti infeksi ringan, seperti infeksi paru-

 paru atau infeksi gastrointestinal. Kebanyakan, tanda-tanda infeksi

sebelumnya telah menghilang, sebelum gejala dari Guillain Barre

Syndrome  timbul. Tidak adaobat untuksindrom GuillainBarre Syndrome.

 Namun, banyak perawatan yang tersedia untuk membantu mengurangi

gejala, mengobati komplikasi, dan mempercepat pemulihan. Salah satu

metode ini disebut plasma pheresis, yang digunakan untuk menghilangkan

antibodi dari darah. Proses ini melibatkan mengambil darah dari tubuh,

 biasanya dari lengan, memompa ke dalam mesin yang menghilangkan

antibodi, dan kemudian memasukkannya kembali ke dalam tubuh. Metode

kedua adalah dengan memblokir antibodi menggunakan terapi

imunoglobulin dosis tinggi. Dalam hal ini,imunoglobulin ditambahkan

kedarah dalam jumlah besar, untuk memblokir antibodi yang

Page 16: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 16/19

13

menyebabkan peradangan. Pengobatan lain digunakan untuk mencegah

komplikasi, antara lain:

 

Pengencer darah dapat digunakan untuk mencegah pembekuan darah;

  Jika diafragma lemah, dukungan bernapas atau bahkan ventilator

mungkin diperlukan;

   Nyeri diobati denganobat anti-inflamasidan narkotika jika diperlukan.

 

Posisi tubuh yang tepat atau slang dapat digunakan untuk mencegah

tersedak saat makan jika otot-otot yang digunakan untuk menelan yang

lemah.

Pemulihan dapat mencapai minggu, bulan, atau tahun. Menurut

Institut Nasional Neurologis Gangguan dan Stroke, sekitar 30% dari pasien

masih memiliki beberapa kelemahan setelah 3 tahun. Perasaan lemah

ringan bisa bertahan untuk beberapa orang.

i. Penatalaksanaan

Penggunaan obat untuk Brown-Séquard Syndrome tergantung pada

etiologi dan onset akut. Pengobatan akut traumatis melibatkan dosis

langsung metil prednisolon. Imobilitas akut yang tidak berhubungan

dengan pendarahan memerlukan terapi antikoagulasi, jika tidak

kontraindikasi. Perlindungan gastrointestinal sangat dianjurkan.1 

Obat lain yang digunakan untuk mengelola gejala dan komplikasi

yang diperlukan, termasuk antibiotik, antispasmodik, obat nyeri, dan obat

 pencahar.

1

 Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang lebih baik untuk

 pasien dengan traumatis yang diberi steroid dosis tinggi di awal perjalanan

klinis. Obat-obat ini memiliki sifat anti-inflamasi dan menyebabkan efek

metabolik yang mendalam dan bervariasi. Kortiko steroid memodifikasi

respon kekebalan tubuh terhadap rangsangan yang beragam.1 Selain yang

disebutkan diatas, berbagai rehabilitasi juga diperlukan, antara lain terapi

fisik, terapi okupasi, dan terapi rekreasi.1 

Page 17: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 17/19

14

Intervensi bedah telah menjadi kontroversi, dengan fokus utama

 pada stabilitas tulang belakang. Kebutuhan untuk pengurangan cepat dari

setiap deformitas tulang belakang diterima dengan baik. Pengurangan

dapat dicapai baik secara postural maupun bedah. Stabilisasi tulang

 belakang lebih kontroversial. Stabilitas dapat berasal dari perbaikan bedah

langsung dengan cangkok tulang dan (sering) instrumentasi atau dari

 penyembuhan alami. Cedera tulang belakang stabil diperlakukan secara

nonoperatif, sementara cedera tidak stabil diperlakukan pembedahan.

Dekompresi bedah dari tulang belakang diindikasikan untuk incomplete

 syndrome di mana tampak kompresi sisa. Etiologi nontraumatik dari

 Brown-Séquard Syndrome  biasanya melibatkan kompresI mekanis atau

herniasi dari sumsum tulang belakang dan memerlukan dekompresi

 bedah.1

 j. Komplikasi

Komplikasi dari penderita  Brown-Séquard Syndrome  disangkut

 pautkan dengan umur dari penderita juga jenis trauma yang diperoleh.

Walaupun demikian komplikasi yang pada umumnya terjadi dapat berupa

kehilangan fungsi motorik dan sensorik serta fungsi otonom. Selain itu

dapat pula terjadi ulcer, pneumonia, infeksi saluran kemih, thrombosis vena,

dan infeksi postoperasi.1 

k. Prognosis

Prognosis dari kembalinya fungsi motorik dari penderita  Brown-

Séquard Syndrome  adalah baik. Satu setengah hingga dua pertiga kasus

dalam satu tahun penyembuhan fungsi motorik kembali dalam 1-2 bulan

setelah lesi terjadi. Fungsi motorik akan kembali secara perlahan-lahan

dalam 3-6 bulan dan masih akan terus berlanjut membaik hingga mencapai

2 tahun setelah lesi terjadi. Penyembuhan dari sindrom ini berlangsung

secara bertahap mencakup:

Page 18: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 18/19

15

1)  Penyembuhan dari musculus ekstensor proksimal ipsilateral sebelum

fleksor distal ipsilateral.

2) 

Penyembuhan dari kelemahan ekstremitas dengan kehilangan sensoris

sebelum penyembuhan muncul di bagian ekstremitas yang berlawanan.

3)  Penyembuhan dari kekuatan motorik volunter dan fungsi melangkah

hingga 1-6 bulan.1 

Adapun penyembuhan dengan komplikasi diasosiasikan dengan

umur dan juga jenis trauma yang diperoleh. Adanya problem pada

ekstremitas bawah bisa terjadi walaupun tidak ada dokumentasi di literatur

tertentu mengenai berapa persen kemungkinan itu terjadi. Penatalaksanaan

yang dini dengan steroid dosis tinggi telah menunjukkan keuntungan.1 

III. KESIMPULAN

 Brown-Séquard Syndrome  merupakan lesi inkomplit pada sumsum

tulang belakang yang ditandai dengan paralisis upper motor neuron ipsilateral

dan kehilangan sensasi proprioseptif dengan kehilangan sensasi rasa sakit dansuhu kontralateral. Penyebab dari sindrom ini biasanya terjadi akibat trauma

 pada satu sisi sumsum tulang belakang dan nontrauma. Penatalaksanaan dari

sindrom ini adalah bedah dan pemberian kortikosteroid serta rehabilitasi.

Adapun komplikasi yang ditimbulkan tergantung pada umur, tingkat

kerusakan pada sumsum tulang belakang, dan perawatan setelah operasi

dilakukan. Bila penanganan dilakukan dengan baik maka prognosis pun akan

 baik.

Page 19: Combined PDF

7/21/2019 Combined PDF

http://slidepdf.com/reader/full/combined-pdf-56d99748e04b4 19/19

16

Daftar Pustaka

1.  Marjono M, Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Cet.15. Dian

Rakyat. Jakarta. 2012

2.  Baehr M, M Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi 4.

Jakarta . EGC. 2012

3. 

 Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, et al. The Human Nervous

System –  Struktur and Function. 6th Edition. New Jersey : Humana Press

Inc. 2005.

4.  Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th

revised edition. New York : Thieme. 2005.

5.   Neter FH, Craig JA, Perkins J. Atlas of Neuroanatomy and

 Neurophysiology. Special Edition. USA. 2002.

6. 

Ice FN. Brown-Sequard Syndrome or Hemisection of the Spinal Cord

(Tracts Involved). http://www.smso.net. Last Update : Desember 2015.

7. 

 Neuroanatomy Lab Resource appendices. Hemisection of the Spinal

Cord (Brown-Sequard Syndrome).http://isc.temple.edu 

/neuroanatomy/lab/lesions/2.htm. Last Update. November 2015

8. 

Bradley WG, Daroff RB, Fenichel GM, et al. Neurology in Clinical

Practice. 5th edition. Philadelphia : Butterworth-Heinemann. 2008