28
LAPORAN KASUS I DECOMPENSATIO CORDIS DISUSUN OLEH: Bayu Zeva Wirasakti Dosen Pembimbing dr. Hj. Endang Wahyuningsih, Sp. PD, M. Kes PENDIDIKAN KLINIK STASE PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Decomp Cordis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Decomp Cordis

LAPORAN KASUS I

DECOMPENSATIO CORDIS

DISUSUN OLEH:

Bayu Zeva Wirasakti

Dosen Pembimbing

dr. Hj. Endang Wahyuningsih, Sp. PD, M. Kes

PENDIDIKAN KLINIK STASE PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2012

Page 2: Decomp Cordis

Tempat/ tanggal pengkajian: Ruang Namiroh 17/3 Desember 2012.

I. Biodata

a. Identitas klien:

1. Nama : Ny. DK

2. Usia : 65 th

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Suku/ bangsa : Jawa/Indonesia

5. Agama : Islam

6. Status marital : Menikah

7. Pendidikan/ pekerjaan : SD

8. Bahasa yang di gunakan : Jawa

9. Alamat : Gondang, Kebonarum, Klaten

b. Penanggung jawab klien

1. Nama : Ny. E

2. Hubungan dengan klien : Anak

3. Umur : 40 th

4. Pendidikan/ pekerjaan : Swasta

5. Alamat : Gondang, Kebonarum, Klaten

II. Anamnesis

a. Keluhan Utama:

Sesak nafas

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Sesak nafas di bagian dada dirasakan sudah 2 sejak hari minggu(2 Desember 2012).

Sesak nafasnya dirasa seperti diikat sehingga tidak bisa bernafas lega, munculnya

mendadak tanpa didahului adanya aktifitas apapun. Sesak dirasakan terus menerus, tidak

berkurang jika menggunakan bantal. Selama serangan muncul beliau tidak merasakan

adanya bunyi mengi saat bernafas. Pasien juga mengeluhkan tangan dan kakinya terasa

bengkak serta ada kemerahan di kaki sebelah kanan. Pasien mengaku sekitar 4 hari

sebelumnya badan terasa tidak enak dan perut terasa sebah sehingga hanya tidur saja di

kamar tanpa melakukan aktifitas apapun. Untuk keluhan sesaknya pasien mengaku

belum pernah dibawa ke dokter atau meminum obat apapun tetapi pasien mengatakan

bahwa beliau rutin mengkonsumsi obat untuk penyakit gulanya yg didapat dari dokter,

Page 3: Decomp Cordis

tetapi sekitar seminggu belakangan ini obat tidak dikonsumsi lagi dan pasien meminum

jamu. Tidak merasakan ada demam dan kadang batuk-batuk, hanya kaki kanannya terasa

pegal dan panas. BAB normal dan BAK terasa lebih sedikit dari biasanya. Tidak

mengeluhkan adanya pusing, mual, dan muntah.

c. Anamnesis sistem

Sistem Saraf : Sakit kepala (-), Demam (-)

Sistem Kardiovaskuler : Rasa berdebar-debar (+), Sesak nafas (+)

Sistem Respirasi : Sesak Nafas (+), batuk (+), mengi (-)

Sistem Digesti : BAB (+) N

Sistem Urogenital : BAK dirasa berkurang

Sistem Muskuloskeletal : Kaki dan tangan terasa bengkak, terasa pegal dan panas.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Sebelumnya belum pernah dirawat

di rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa baru 2 tahun belakangan ini mengetahui jika

mengidap penyakit gula dan rutin kontrol ke dokter untuk memeriksakan berobat sakit

gulanya. Riwayat Hipertensi disangkal. Riwayat alergi, penyakit paru dan jantung

disangkal.

e. Riwayat penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yg mengalami keluhan serupa. Riwayat Hipertensi disangkal,

riwayat Diabetes Melitus ada pada bapak dan anak pertamanya, riwayat penyakit paru

dan jantung disangkal.

f. Faktor kebiasaan dan lingkungan

Sehari-hari Ny. DK tidak bekerja lagi, beliau tinggal bersama suami dan anak yang

paling kecil, masih sering makan apapun yg ada/disiapkan, kegiatan keagamaan

dirasakan kurang. Lingkungannya bersih dan nyaman, jarak antar rumah dirasa tidak

terlalu dekat/padat, dan tidak ada tetangga pasien yg mengalami keluhan serupa dengan

pasien atau menderita batuk yang lama.

III. Pemeriksaan Fisik

1. Vital Sign :

A. Tekanan darah: 130/80 mmHg

B. Frekuensi Nadi : 100 kali/menit

C. Frekuensi Pernapasan : 32 kali/menit

Page 4: Decomp Cordis

D. Keadaan Umum : Tampak sesak nafas

E. Kesadaran : compos mentis

Kepala : conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher : tidak ada pembesaran limfonodi, JVP 5+4

Dada :

Cor

a. Inspeksi : ictus kordis tampak di SIC 6 linea aksilaris media sinistra

b.Palpasi : ictus cordis teraba kuat angkat, tidak teraba thrill di area trikuspidal, septal,

pulmonal, maupun aorta

c. Perkusi :

- batas kanan : batas relatif di SIC 4 linea sternalis dekstra, batas absolut di SIC 4

linea midsternalis

- batas kiri: batas relatif di SIC 7 linea aksilaris anterior sinistra

- batas atas : di SIC 2 linea sternalis sinistra

- pinggang jantung: di SIC 3 linea sternalis sinistra

d. Auskultasi : suara jantung reguler tanpa ada bising tambahan

Pulmo

A. Inspeksi: tidak ada ketertinggalan gerak, takipnea

B. Palpasi: Nyeri tekan (-), tumor (-), Hemithorax dextra = Hemithorax sinsitra

C. Perkusi: perkusi paru sonor, batas paru-hati di SIC 6 midklavikula dextra,

pembesaran paru 3cm.

D. Auskultasi: suara vesikular pada kedua apex paru, ada bunyi ronkhi basah basal di

kedua paru.

Abdomen : ditemukan adanya distensi abdomen, hepar teraba 3 jari dibawah arcus

costa, tes undulasi (+), tes redup berpindah (+)

Ekstremitas: pitting oedem (+) pada tangan dan tungkai kaki, eritem pada kaki kanan

IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah rutin

Hemoglobin: 16,2

Lekosit: 7,3

Trombosit: 54,8

Hematokrit: 54,8

LED: 21

Page 5: Decomp Cordis

Eritrosit: 6,09

Neutrofil: 72,0

Limfosit: 22,0

Basofil/monisit/eosinofil: 6,0

Asam urat: 7,6

Albumin: 2,7

b. Pemeriksaan gula darah:

Gula darah sewaktu: 173

Gula darah 2 jam PP: 191

HbA1c: 7,4

c. Rontgen Thorax:

Ditemukan adanya cardiomegali dengan udem pulmo, dicurigai efusi pleura kiri

V. Diagnosis Banding

1. Decompensatio Cordis

2. Diabetes Melitus Tipe 2

3. PPOK

VI. Penatalaksanaan

a. Non Farmakologi

Oksigen 2-3 liter/menit

Observasi tanda-tanda vital

Tirah baring posisi setengah duduk

Kontrol keseimbangan cairan

b. Farmakologi

Inj. Furosemid 20mg, 2x1

Inj. Ranitidin 50mg, 2x1

Inj. Ceftriaxon 1000mg, 2x1

Tab . Parasetamol 500mg, 2x1

Inj. Insulin 3x6 iu

Tab. Bisoprolol Fumarate 2,5mg, 1x1

Tab. Potassium Clorida 600mg, 2x1

Page 6: Decomp Cordis

TINJAUAN PUSTAKA

Page 7: Decomp Cordis

Definisi

Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologi berupa sindroma klinik.

Diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output/ CO yang cukup

untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan 02 dan nutrisi lain meskipun tekanan

pengisian (filling pressure atau volume diastolik) telah meningkat

Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi CO yang cukup stiap waktu, pada

gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat, pada gagal

jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan istirahat.

Jantung mengalami kegagalan (dekompensatio) apabila berbagai mekanisme sudah

berlebihan (yaitu retensi garam dan air, meningkatnya resistensi perifer, hipertrofi miokard,

dilatasi ventrikel, meningkatnya tekanan atria, meningkatnya kekuatan kontraksi) tetapi

jantung tidak mempertahankan fungsinya dengan cukup.

Gagal jantung merupakan akhir dari suatu continuum, proses yang

berkesinambungan, dimulai dari terdapatnya penyakit jantung tanpa kelainan hemodinamik,

kemudian berlanjut dengan fase preklinik dimana sudah didapati keluhan dan tanda-tanda

gagal jantung (symptom and sign).

Etiologi

Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial

fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi maligna atau accelerated,

penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina,

high output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan

(medication-induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat.

Menurut penyebabnya gagal jantung dibagi berdasarkan :

1. Myocardial damage

a. Ischemic Heart Disease (IHD) difus atau regional

b. Miokarditis : viral, demam rematik, bakterial, fungal

c. Kardiomiopati : kardiomiopati iskemik, kardiomiopati diabetik, kardiomiopati

periapartal, kardiomiopati hipertensi (HHD), idiopathic hypertrophic subortic

stenosis.

2. Beban ventrikel yang bertambah

Page 8: Decomp Cordis

a. beban tekanan / pressure overload

- hipertensi sistemik

- koarktasio aorta

- aorta stenosis

- pulmonal stenosis

- hipertensi pulmonal pada PPOK atau hipertensi pulmonal primer

b. Beban volume / volume overload

- Mitral regurgitasi

- Aorta regurgitasi

- Ventricular septal defect (VSD)

- Atrial septal defect (ASD)

- Patent ductus arteriosus (PDA)

c. Restriksi dan obstruksi pengisisan ventrikel

- Mitral stenosis

- Triskupid stenosis

- Tamponade jantung

- Atrial miksoma

- Kardiomiopati restriktif

- Perikarditis kontriktif

d. Kor pulmonal

e. Kelainan metabolik

- Beri-beri

- Anemia kronik

- Penyakit tiroid

f. Kardiomiopati toksik

Page 9: Decomp Cordis

- Emetin

- Alkohol

- Vincristin

- Bir, kokain

g. Trauma

- Miokardial fibrosis

- Perikardial kontriktif

h. Kegananasan

- Limfoma

- Rabdomiosarkoma

Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus

♣    Faktor Predisposisi

Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit arteri

koroner, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis

mitral, dan penyakit perikardial.

♣    Faktor Pencetus

Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake)

garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut,

hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan

endokarditis infektif.

Patofisiologi

Ada beberapa mekanisme gagal jantung:

I. Aktivasi sistem RAA (Renin Angiotensinogen Angiotensin)

Akibat cardiac output yang menurun pada gagal jantung terjadi peningkatan

seksresi renin yang merangsang pembentukan angiotensin II. Aktivasi sistem RAA

dimaksudkan mempertahankan cairan, keseimbangan/ balance elektrolit dan tekanan

darah cukup. Renin adalah enzim yang dikeluarkan oleh aparatus juxta glomerular

yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin-I kemudian menjadi

angiotensin-II oleh angiotensin converting enzyme. ACE juga mengubah bradikinine

suatu vasodilator menjadi peptide yang tidak aktif.

Page 10: Decomp Cordis

Pengaruh angiotensin II :

- Vasokonstriktor kuat

- Merangsang neuron simpatis dengan akibat pengeluaran adrenalin bertambah

- Merangsang terjadinya hipertropi vaskular yang berakibat menambah resistensi

perifer meningkat yang berati afterload meningkat

- Merangsang terjadinya hipertropi miokard

- Merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal dengan akibat reasorpsi

garam dan air pada tubulus proksimal ginjal meningkat.

II. Aktivasi sistem saraf simpatis

Meningkatnya pengeluaran katekolamin oleh adrenergic cardiac nerve dan

medula adrenalis memperkuat kontraktilitas miokard, bersama sistem RAA dan

neurohormonal lain dimaksudkan untuk mempertahankan tekanan arteri dan perfusi

pada organ vital. Sistem saraf otonomik adalah sangat penting dalam pengaturan heart

rate (HR), kontraksi miokard, capacitance dan resistance vascular bed pada setiap

saat, dengan demikian mengontrol CO, distribusi aliran darah dan tekanan arterial.

Pengaturan neural ini memungkinkan perubahan-perubahan fungsi kardiovaskuler

yang diperlukan secara cepat, dalam beberapa detik, sebelum mekanisme yang lebih

lambat yaitu stimulus metabolik, katekolamin dalam sirkulasi dan sistem RAA

bekerja.

Pada permulaan gagal jantung, aktivitas sistem adrenergik dapat

mempertahankan CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan heart

rate, pada gagal jantung yang lebih berat terjadi vasokonstriksi akibat sistem simpatis

dan pengaruh angiotensin II dengan maksud mempertahankan dan redistribusi CO,

pada gagal jantung yang lebih berat (NYHA klas IV) terjadi peningkatan afterload

yang berlebihan akibat vasokontriksi dengan akibat penurunan stroke volume dan

cardiac output.

III. Mekanisme Frank Starling

Page 11: Decomp Cordis

Pada semua otot bergaris termasuk miokard, kekuatan kontraksi tergantung

pada panjangnya serabut otot miofibril, makin panjang kontraksi makin kuat.

Pada panjang sarkomer 2,2 um, miofibril peka terhadap Ca++ sehingga

mengahasilkan aktivasi sistem kontraksi yang maksimal, apabila sarkomer bertambah

panjang mencapai 3,65 um kepekaan terhadap Ca++ berkurang, kontraksi juga

berkurang. Pengertian tersebut merupakan dasar dari Starling law of the heartI yang

menyatakan bahwa dalam batas panjang miofibril tertentu, kekuatan kontraksi

ditentukan oleh volume pada akhir diastole yaitu preload

IV. Kontraksi miokard

Hipertropi miokard disertai atau tidak disertai dilatasi ruang-ruang jantung merupakan

upaya untuk menambah kontraksi ventrikel pada afterload dan preload yang

meningkat

V. Redistribusi CO yang subnormal

Redistribusi dengan maksud mempertahankan oksigenasi kepada organ-organ vital

yaitu jantung dan otak, darah yang mrngalir ke organ yang kurang vital seperti kulit,

otot skletal, ginjal berkurang. Redistribusi cairan (darah) terjadi pada penderita gagal

jantung yang mengalami aktivitas fisik, pada gagal jantung yang lanjut redistribusi

terjadi meskipun pada istirahat. Mekanismenya melalui deregulasi saraf simpatis

bersam parasimpatis dengan akibat vasodilataso ke organ vital dan vasokontriksi pada

organ yang kurang vital untuk mempetahankan kelangsungan hidup.

VI. Metabolisme anaerobik

Perfusi ke jaringan yang menurun pada gagal jantung, terjadi metabolisme anaerobik.

Banyak jaringan terutam otot skeletal mengalami metabolisme anaerobik sebagai

cadagan untuk menghasilkan energi. Pada individu normal dalam latihan sedang

terjadi metabolisme anaerobik menghasilkan 5% energi yang diperlukan. Penderita

dengan gagal jantung menghasilkan 30%.

VII. Arginin Vasopresin (AVP)

AVP merupakan vasokonstriktor kuat. Pada penderita gagal jantung level AVP

meningkat 2 kali dibandingkan orang normal.

VIII. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)

Page 12: Decomp Cordis

Suatu tekanan atrial yang meningkat menghasilkan ANP. Hormon memilik efek

vasokonstriktor, retensi Na dan air, hormon adrenergik. Oleh karena itu ANP

melindungi sirkulasi dan volume dan pressure overload, ANP juga menyebabkan

Sebenarnya jantung yang mulai lemah akan memberikan 3 mekanisme kompensasi untuk

meningkatkan curah jantung, yaitu :

1) Meningkatkan aktivitas simpatik

Baroreseptor merasakan penurunan tekanan darah dan memacu aktfitas reseptor

ϐ-adrenergic dalam jantung. Hal ini menimbulkan kecepatan jantung dan peningkatan

kontraksi dari otot-otot jantung yang lebih besar. Selain itu, vasokonstriksi diperantarai

α-1 memacu venous return dan meningkatkan preload jantung. Respons kompensasi ini

meningkatkan kerja jantung dan karena itu dapat menyebabkan penurunan selanjutnya

dalam fungsi jantung.

2) Retensi cairan.

Penurunan curah jantung akan memperlambat aliran darah ke ginjal, menyebabkan

lepasnya renin, dengan hasil peningkatan sintesis angiotensin II dan aldosteron. Hal ini

meningkatkan resistensi perifer dan retensi natrium dan air. Volume darah meningkat dan

semakin banyak darah kembali ke jantung. Jika jantung tidak dapat memompa volume

ekstra ini, tekanan vena meningkat dan edema perifer dan edema paru-paru terjadi.

Respons kompensasi ini meningkatkan kerja jantung dan karena itu, selanjutnya

menyebabkan penurunan fungsi jantung

3) Hipertrofi miokard

Jantung membesar dan ruangannya melebar. Pertama peregangan otot-otot jantung

menyebabkan kontraksi jantung lebih kuat, tetapi perpanjangan yang berlebihan dari serat

tersebut akan menyebabkan kontraksi semakin lemah. Jenis kegagalan ini disebut gagal

sistolik dan diakibatkan oleh ventrikel yang tidak dapat memompa secara efektif. Jarang

pasien gagal jantung kongestif dapat mempunyai disfungsi diastolik, yaitu suatu istilah

yang diberikan jika kemampuan ventrikel relaksasi dan menerima darah terganggu karena

perubahan struktural, seperti hipertrofi. Penebalan dinding ventrikel dan penurunan

volume ventrikel dapat menurunkan kemampuan otot jantung untuk relaksasi. Hal ini

mengakibatkan ventrikel tidak terisi cukup, dan curah jantung yang tidak cukup disebut

sebagai gagal jantung

Page 13: Decomp Cordis

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gagal jantung kanan (decompensatio dextra) antara lain: JVP meningkat,

batas jantung kanan melebar (terdapat RVH dan pulsasi epigastrium), pembesaran hati

(hepatomegali), pembesaran limpa (splenomegali), cairan di rongga perut (ascites), bengkak

(oedem) pada tungkai.

Sedangkan manifestasi klinis gagal jantung kiri (decompensatio sinistra) antara lain: sesak

nafas (dispneu, orthopneu, paroxismal nocturnal dispneu), batas jantung kiri melebar

(terdapat LVH), nafas cheyne stokes, kebiruan (cyanosis), Right Bundle Branch (RBB), dan

suara S3 (gallop).

Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG,

foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi. Berdasar keluhan (symptom) terdapat

klasifikasi fungsional dari New York Heart Association ( NYHA) :

NYHA klas I :

Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari

tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.

NYHA klas II :

Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan ringan aktivitas fisik. Merasa

enak pada istirahat. Aktivitas fisik sehari-hari (ordinary physical activity) menyebabkan

kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.

NYHA kelas III :

Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan berat aktivitas fisik. Merasa

enak pada istirahat. Aktivitas yang kurang dari aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan,

palpitasi, dispnoe atau angina.

NYHA KELAS IV :

Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu melakukan aktivitas fisik

apapun. Keluhan timbul maupun dalam keadaan istirahat

Page 14: Decomp Cordis

Dibawah ini adalah kriterian diagnosis CHF kiri dan kanan dari Framingham

Kriteria mayor:

1.    Paroxismal Nocturnal Dispneu

2.    distensi vena leher

3.    ronkhi paru

4.    kardiomegali

5.    edema paru akut

6.    gallop S3

7.    peninggian tekanan vena jugularis

8.    refluks hepatojugular

Kriteria minor:

1.    edema ekstremitas

2.    batuk malam hari

3.    dispneu de effort

4.    hepatomegali

5.    efusi pleura

6.    takikardi

7.    penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

Kriteria mayor atau minor

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria   minor harus

ada pada saat yang bersamaan.

Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien,

terutama pada usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara

tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas. Curah jantung yang menurun

tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer.

Page 15: Decomp Cordis

Penatalaksanaan

Tujuan terapi untuk gagal jantung kongestif adalah meningkatkan curah jantung.

Golongan obat gagal jantung yang digunakan adalah:

1) Vasodilator

Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung kongestif, diperberat oleh

peningkatan kompensasi pada preload (volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole)

dan afterload (tekanan yang harus diatasi jantung ketika memompa darah ke sistem arteriol).

Vasodilatasi berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi

pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan

kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan

afterload. Obat-obat yang berfungsi sebagai vasodilator antara lain captopril, isosorbid

dinitrat, hidralazin

a) Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE)

Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk

vasokonstriktor kuat angiotensin II. Inhibitor ACE mengurangi kadar angiotensin II

dalam sirkulasi dan juga mengurangi sekresi aldosteron, sehingga menyebabkan

penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ACE dapat menyebabkan penurunan

retensi vaskuler vena dan tekanan darah, menyebabkan peningkatan curah jantung.

Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Penggunaan

inhibitor ACE awal diutamakan untuk mengobati pasien gagal ventrikel kiri untuk

semua tingkatan, dengan atau tanpa gejala dan terapi harus dimulai segera setelah

infark miokard. Terapi dengan obat golongan ini memerlukan monitoring yang teliti

karena berpotensi hipotensi simptomatik. Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakan

pada wanita hamil. Obat-obat yang termasuk dalam golongan inhibitor enzim

pengkonversi angiotensin ini adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan quinapril

b) Angiotensi II receptor Antagonists

Pasien yang mengalami batuk pada penggunaan ACE Inhibitor, dapat

digunakan angiotensin II receptor Antagonists seperti losartan dosis 25-50 mg/hari

sebagai alternatif. Losartan efektif menurunkan mortalitas dan menghilangkan gejala

pada pasien dengan gagal jantung

c) Relaksan otot polos langsung

Page 16: Decomp Cordis

Dilatasi pembuluh vena langsung meyebabakan penurunan preload jantung

dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial mengurangi resistensi sistem

arteriol dan menurunkan afterload. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah

hidralazin, isosorbid, minoksidil, dan natrium nitropusid

d) Antagonis Reseptoris ϐ- Adrenergik

Antagonis reseptor ϐ-adrenergik yang paling umum adalah metoprolol, suatu

antagonis reseptor yang selektif terhadap ϐ1- adrenergik mampu memperbaiki gejala,

toleransi kerja fisik serta beberapa fungsi ventrikel selama beberapa bulan pada pasien

gagal jantung karena pembesaran kardiomiopati idiopati

2) Diuretik

Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obat ini

berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea noktural

paroksimal. Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan preload

jantung. Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Diuretik juga

menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma sehingga menurunkan tekanan

darah. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah diuretik tiazid dan loop

3) Antagonis Aldosteron

Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron menunjukkan penurunan

mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat. Aldosteron berhubungan

dengan retensi air dan natrium, aktivasi simpatetik, dan penghambatan parasimpatetik. Hal

tersebut merupakan efek yang merugikan pada pasien dengan gagal jatung. Spironolakton

meniadakan efek tersebut dengan penghambatan langsung aktifitas aldosteron

4) Obat-obat inotropik

Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot jantung dan meningkatkan

curah jantung. Meskipun obat-obat ini bekerja melalui mekanisme yang berbeda dalam tiap

kasus kerja inotropik adalah akibat peningkatan konsentrasi kalsium sitoplasma yang

memacu kontraksi otot jantung

a) Digitalis

Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai mekanisme kerja

diantaranya pengaturan konsentrasi kalsium sitosol. Hal ini menyebabkan terjadinya

hambatan pada aktivasi pompa proton yang dapat menimbulkan peningkatan

konsentrasi natrium intrasel, sehingga menyebabkan terjadinya transport kalsium

Page 17: Decomp Cordis

kedalam sel melalui mekanisme pertukaran kalsium-natrium. Kadar kalsium intrasel

yang meningkat itu menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik.

Mekanisme lainnya yaitu peningkatan kontraktilitas otot jantung, Pemberian glikosida

digitalis menngkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan

volume distribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi kontraksi.

Terapi digoxin merupakan indikasi pada pasien dengan disfungsi sistolik

ventrikel kiri yang hebat setelah terapi diuretik dan vasodilator. Obat yang termasuk

dalam golongan glikosida jantung adalah digoxin dan digitoxin. Glikosida jantung

mempengaruhi semua jaringan yang dapat dirangsang, termasuk otot polos dan

susunan saraf pusat. Mekanisme efek ini belum diselidiki secara menyeluruh tetapi

mungkin melibatkan hambatan Na+K+ - ATPase didalam jaringan ini.

Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia hebat. Penurunan kadar kalium

dalam serum sering ditemukan pada pasien-pasien yang mendapatkan thiazid atau

loop diuretik dan biasanya dapat dicegah dengan diuretik hemat kalium atau suplemen

kalium karbonat. Hiperkalsemia dan hipomagnesemia juga menjadi predisposisi

terhadap toksisitas digitalis. Tanda dan gejala toksisitas glikosida jantung yaitu

anoreksia, mual, muntah, sakit abdomen, penglihatan kabur, mengigau, kelelahan,

bingung, pusing, meningkatnya respons ventilasi terhadap hipoksia, aritmia ektopik

atrium dan ventrikel, dan gangguan konduksi nodus sinoatrial dan atrioventrikel

b) Agonis ϐ-adrenergic

Stimulan ϐ- adrenergic memperbaiki kemampuan jantung dengan efek

inotropik spesifik dalam fase dilatasi. Hal ini menyebabkan masuknya ion kalsium

kedalam sel miokard meningkat,sehingga dapat meningkatkan kontraksi. Dobutamin

adalah obat inotropik yang paling banyak digunakan selain digitalis

c) Inhibitor fosfodiesterase

Inhibitor fosfodiesterase memacu koonsentrasi intrasel siklik-AMP. Ini

menyebabkan peningkatan kalsium intrasel dan kontraktilitas jantung. Obat yang

termasuk dalam golongan inhibitor fosfodiesterase adalah amrinon dan milrinon.

Page 18: Decomp Cordis
Page 19: Decomp Cordis

Diagnosis Banding

Beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan gagal jantung antara lain:

1.    CAD (angina atau MI)

2.    Hipertensi kronis

3.    Idiopathic dilated cardiomyopathy

4.    Valvular heart disease (misalnya, mitral regurgitation, aortic stenosis)

5.    Cardiomyopathy lainnya (misalnya, sarcoidosis)

6.    Arrhythmia (misalnya, atrial fibrillation)

7.    Anemia

8.    Overload volume cairan yang disebabkan oleh kondisi noncardiac

9.    Penyakit thyroid (hypothyroidism atau hyperthyroidism)

Tinjauan (Pencitraan) Radiologis

a.    Echocardiography (ECG)

Echocardiography merupakan pemeriksaan yang lebih disukai (preferred

examination). Doppler echocardiography dua-dimensi dapat digunakan untuk menentukan

penampilan LV sistolik dan diastolik, cardiac output (ejection fraction), serta tekanan

pengisian ventrikel dan arteri pulmoner (pulmonary artery and ventricular filling pressures).

Echocardiography juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit valvular yang

penting secara klinis.

b.    Radiography

Pada kasus-kasus kardiogenik, radiograph dapat menunjukkan cardiomegaly,

pulmonary venous hypertension, dan pleural effusions. Pulmonary venous hypertension

(PVH) dapat dibagi menjadi 3 tingkatan (grade).

Pada grade I PVH, pemeriksaan upright menunjukkan redistribusi aliran darah ke

bagian nondependent dari paru-paru dan lobus atas.

Pada grade II PVH, ada bukti interstitial edema dengan ill-defined vessels dan

peribronchial cuffing, juga penebalan septum interlobular.

Pada grade III PVH, terdapat pengisian airspace lobus-bawah dan perihilar, dengan

ciri utama (ke-khas-an) konsolidasi (misalnya, confluent opacities, air bronchogram

Page 20: Decomp Cordis

dan ketidakmampuan untuk melihat pembuluh darah pulmo di daerah yang tidak

normal). Edema airspace cenderung menuju ke (to spare) perifer di pulmo bagian atas

dan tengah.