Upload
others
View
13
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
DIAMETER SERAT DAN PANJANG SARKOMER DAGING SAPI BALI HASIL PENGGEMUKAN
MENGGUNAKAN PAKAN DENGAN LEVEL KULIT BIJI KAKAO DAN
OTOT BERBEDA
SKRIPSI
Oleh
NUR AMALIA I111 11 271
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2015
DIAMETER SERAT DAN PANJANG SARKOMER DAGING SAPI BALI HASIL PENGGEMUKAN
MENGGUNAKAN PAKAN DENGAN LEVEL KULIT BIJI KAKAO DAN
OTOT BERBEDA
Oleh
NUR AMALIA I111 11 271
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2015 PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nur Amalia
NIM : I 111 11 271
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atas seluruhnya dari karya skripsi, terutama Bab Hasil dan
Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau dikenakan
sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Makassar, Maret 2015
Nur Amalia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan
taufik-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Diameter Serat dan
Panjang Sarkomer Daging Sapi Bali Hasil Penggemukan Menggunakan Pakan
dengan Level Kulit Biji Kakao dan Otot Berbeda“. Penulis dengan rendah hati
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini utamanya:
1. Bapak Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si. sebagai pembimbing utama dan Ibu
Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. selaku pembimbing anggota
yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan
memberikan nasihat serta motivasi sejak awal penelitian samapai selesainya
penulisan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Effendi Abustam, M.Sc., bapak Prof. Dr. Ir. H.
Sudirman Baco, M.Sc dan Ibu drh. Hj. Farida Nuryuliati, M.Si. yang telah
banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis.
3. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Ternak Bapak Dr. Muhammad Irfan
Said S.Pt, M.P dan Bapak Ketua Jurusan Produksi Ternak Dr. Muhammad
Yusuf, S.Pt.
4. Bapak Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Ibu Wakil Dekan I dan
Ibu Wakil Dekan II serta Bapak Wakil Dekan III.
i
5. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama
kuliah di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
6. Kepada Ibu dan Bapak Pegawai Fakultas Peternakan terima kasih atas
dukungan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini.
7. Bapak Ir. Muhammad Zain Mide. MS selaku Penasehat Akademik yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis berstatus mahasiswa.
8. Kedua orang tua, ayahanda Baharuddin S. Pd, M.Si. dan ibunda Hermi atas
segala doa, motivasi, teladan, pengetahuan dan dukungan penuh kasih sayang
terbesar dan selamanya sehingga penulis selalu berusaha dengan semangat dan
percaya diri. Kepada kakak tertua penulis Musfaridah beserta suaminya Sulthan
dan saudara kembar penulis Muh. Reski yang selalu memberikan doa, bantuan
dan dukungan. Adik perempuan penulis Husniyah yang telah banyak
memberikan semangat. Keponakan penulis Nahlah, Hamnah dan Tolhah yang
selalu menjadi teman bermain.
9. Teman satu tim penelitian Ayu Prasetya, Nurul Adha, Nurul Ilmi Harun dan
Indri Ratna Sari P terima kasih atas kerja sama dan bantuannya selama
penelitian. Dan juga terima kasih kepada Andi Faisal, Rachmat Budianto
Kahar, Andi Muh. Fuad, Alifran Esarianto, Budi Utomo, Muh Yasir dan
Muh. Saldy yang ikut andil dalam penelitian ini.
10. Sahabatku pondok Fiqih Indah Ayu Prasetya, Nurul Adha, Azmi Mangalisu,
dan Khaerunnisa yang setia bertahan menemani dan mendukung penulis.
ii
11. Saudara seperjuangan Ayu Prasetya TW, Lohesti Rahayu SN, Evo Tenri
Ubba, Andi Faisal, dan Arie Bilman Setiadi yang selalu ada disetiap duka dan
duka dari masa kuliah sampai saat ini.
12. Sahabat terbaik Ahmad Yani Daming, terima kasih sudah menjadi teman
bercerita. Adik Muhammad Fadhly Fomanyira, terima kasih telah setia
menemani dan membantu penulis selama ini. Kepada kakak Prasasti, terima
kasih atas semua masukan dan nasehatnya serta doanya kepada penulis.
13. Teman kelas kecil awal kuliah (kelas B) tanpa terkecuali. Kepada Andi
Husmaentin, Asrianti, Suarti, St. Nur Ramadhani, Evy Harjuna Saad,
Mustabsyirah, Yuliana Padli, A. Nurfaini, Syahriana Sabil, Azmi
Mangalisu, Ayu Prasetya, Khairunnisa, Evo Tenri Ubba, Muhammad Rifki,
A.Faisal, Arfian Yunanda, Eko Pramono, Indirwan, Utomo Putra Santoso,
Gunawan Busman, Hamri, Yusri, A.Makkarakalangi, Erwin Eko dan
Lohesti Rahayu, M. Saldi, Anugrah, Fitrah Ardyaningsih, Silva Indah Sari,
Arie Bilman, Tri Sukma, Erik Sander, Irma Ramadhani dan Yosua, terima
kasih telah menjadi teman yang baik dari awal kuliah hingga saat ini.
14. Rekan-rekan Solandeven 2011 terima kasih telah banyak menjadi inspirasi
penulis untuk selalu belajar di tengah tingginya perbedaan di antara kita dan
terima kasih sudah menjadi keluarga besar penulis.
15. HIMATEHATE_UH terima kasih atas segala pengorbanan, bantuan,
pengertian, ilmu dan persahabatan selama ini. Kepada sahabat Andi
Muhammad Fuad, Alifran Esarianto, Muh. Qurnaldy Hakim, Sri Hastuti
iii
16. Kakanda Arham Janwar, S.Pt., Kakanda Syamsuddin, S.Pt., Kakanda Dewi
Ramadhani, S.Pt., Kakanda Rani Asjayani, S.Pt., Kakanda Muhammad
Amin, S.Pt., Kakanda Purnama, S.Pt., M.Si., Kakanda Syachroni, S.Pt.,
Kakanda Andri Teguh Prabowo, Kakanda Haikal, Kakanda Lukman
Hakim, terima kasih atas bantuan dan motivasinya kepada penulis.
17. Terima kasih rekan-rekan Asisten Ilmu Ternak Perah dan Manajemen
Ternak Perah atas bantuan, pengalaman dan ilmu yang diberikan selama penulis
kuliah di Fakultas Peternakan.
18. SEMA FAPET-UH atas segala pengalaman dan ilmu yang telah diajarkan
kepada penulis. Terima kasih pula kepada HIMAPROTEK-UH,
HUMANIKA-UH dan HIMSENA-UH.
19. Kepada Rumput 07, Bakteri 08, Merpati 09, Lion 10, Matador 10, Situasi 10,
Flock Mentality 012, Larfa 013 dan Ant’ 014.
20. Teman-teman KKN Reguler UNHAS angkatan 87 khususnya Kecamatan
Lamuru, Kabupaten Bone. Kepada teman posko Desa Padaelo Siti Nurul
Hidayah, Novianti Pata’dungan, Trinoviyani Djawas, Arief Budiman dan
iv
Sanhealdy terima kasih atas kebersamaan yang telah kalian ciptakan serta
dukungan dan motivasi kepada penulis.
21. Kepada sahabat gempul Nurul Inayah Zainuddin, Intan Nur Pratiwi, Siti
Hasmah Sulystiahani, Nanni Hidri, Miranthi Rasyid, Ade Kurniawan, dan
Lukman Sarif terima kasih telah menjadi sahabat dari bangku sekolah hingga
sekarang.
22. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih telah
membantu dan banyak menjadi inspirasi bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu diharapkan saran untuk perbaikan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca terutama bagi saya sendiri. Aamiin.
Makassar, Maret 2015
Nur Amalia
v
ABSTRAK
NUR AMALIA (I111 11 271). Diameter Serat dan Panjang Sarkomer Daging Sapi Bali Hasil Penggemukan Menggunakan Pakan dengan Level Kulit Biji Kakao dan Otot Berbeda. Dibawah bimbingan Hikmah M. Ali sebagai pembimbing utama, dan Ratmawati Malaka sebagai pembimbing anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis otot, level kulit biji kakao dalam pakan, dan interaksi keduanya terhadap panjang sarkomer dan diameter serat daging sapi Bali. Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial. Faktor pertama adalah jenis otot (musculus Longissimus dorsi, musculus Semitendinosus, dan musculus Infraspinatus) dan faktor kedua adalah level kulit biji kakao (0%, 3%, 6% dan 9%), masing-masing dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa level kulit biji kakao 9% dalam pakan menghasilkan panjang sarkomer terendah sebesar 1,98 µm dan diameter serat otot paling tinggi sebesar 61,80 µm, dibanding dengan kontrol, 3% dan 6%. Nilai rata-rata panjang sarkomer otot musculus Longisimmus dorsi lebih tinggi, tetapi memiliki nilai rata-rata diamater serat lebih kecil dibanding dengan otot musculus Semitendinosus dan otot musculus Infraspinatus. Interaksi menunjukkan bahwa level kulit biji kakao dalam pakan tidak berdampak pada perubahan nilai rata-rata panjang sarkomer dan diamater serat masing-masing jenis otot.
Kata kunci : Kulit biji kakao, sapi Bali, jenis otot, panjang sarkomer, diameter Serat Otot
vi
ABSTRACT
NUR AMALIA (I111 11 271). Sarcomere Lenght and Fiber Diameter of Bali Beef as Fattening Results Using the Feed with Level Cocoa Bean Shell and Muscle Different. Under the guidance of Hikmah M. Ali as main Supervisor and Ratmawati Malaka as Co-Supervisor.
This research aimed to study the effect of muscle, levels of cocoa beans shell in the feed, and interactions both on the sarcomere lenght dan fiber diameter of the Bali beef. This study was based on completely randomized design factorial pattern. The first factor was the type of muscle (musculus Longissimus dorsi, musculus Semitendinosus, and musculus Infraspinatus) and the second factor was the level of cocoa bean shell (0%, 3%, 6% and 9%), each with 3 replications. The results showed that the level 9% of cocoa beans shell in the feed resulted 1,98 µm sarcomere length value and 61,80 µm muscle fiber diameter, respectively the lowest and highest values compared with controls, 3% and 6%. The sarcomere length of the Longissimus dorsi is higher, but has a smaller fiber diameter than the Semitendinosus muscle and Infraspinatus muscles. The interaction indicates that the level of cocoa beans shell in the feed does not have an impact on changes in the average value of the sarcomere length and fiber diameter of each type of muscle.
Keywords : Cocoa bean shell, muscle type, Bali beef, sarcomere lenght, fiber diameter
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Kulit Biji Kakao (Cocoa shell) sebagai Bahan Pakan Ternak ... 3 Pengaruh Pakan terhadap Panjang Sarkomer dan Diameter Serat Otot .. 10
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat .................................................................................. 16 Materi Penelitian ..................................................................................... 16 Rancangan Penelitian .............................................................................. 16 Prosedur Penelitian ................................................................................. 17 Parameter yang Diamati .......................................................................... 18 Analisis Data ........................................................................................... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Panjang sarkomer .................................................................................... 21 Diameter Serat Otot ................................................................................ 25
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 29
LAMPIRAN ................................................................................................... 33
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 39
viii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Bagian-Bagian Buah Kakao ................................................................ 6
2. Kandungan Theobromin dalam Limbah Kakao ................................... 7
3. Panjang Sarkomer (µm) Daging Segar Sapi Bali Jantan dengan Pemberian Berbagai Level Kulit Biji Kakao sebagai Pakan Subtitusi . 21
4. Diameter Serat (µm) Daging Segar Sapi Bali Jantan dengan Pemberian Berbagai Level Kulit Biji Kakao sebagai Pakan Subtitusi . 25
5. Komposisi Pakan Perlakuan ................................................................. 33
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Struktur Otot pada Mamalia ................................................................. 12
2. Diagram Sarkomer ............................................................................... 12
3. Susunan Filamen dalam Miofibril ........................................................ 13
4. Diagram Alir Prosedur Penelitian ........................................................ 18
5. Pengukuran Panjang Sarkomer dan Diameter Serat otot ..................... 19
6. Metode Pemberian Pakan ..................................................................... 33
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Tahap-Tahap Pemberian Pakan Kulit Biji Kakao ................................ 33
2. Hasil Perhitungan Analisis Ragam Berbagai Level Kulit Biji Kakao dan Jenis Otot yang Berbeda serta Interaksi Keduanya terhadap Panjang Sarkomer Daging Sapi Bali Jantan. ...................................................... 34
3. Hasil Perhitungan Analisis Ragam Berbagai Level Kulit Biji Kakao dan Jenis Otot yang Berbeda serta Interaksi Keduanya terhadap Diameter Serat Daging Sapi Bali Jantan .............................................................. 35
4. Dokumentasi Hasil Penelitian di Laboratorium Pengolahan Daging dan Telur ..................................................................................................... 37
5. Gambar Hasil Pengukuran Panjang Sarkomer dan Diameter Serat Otot ....................................................................................................... 38
PENDAHULUAN
Pemeliharaan sapi Bali di Sulawesi Selatan 61,68% dilakukan dengan cara
mengkombinasikan penggembalaan dengan pemberian pakan dalam kandang
(digembalakan atau dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari),
18,84% dengan penggembalaan dan sisanya 19,84% sapi dipelihara dalam
kandang secara penuh (PPSDAK-Disnakwan Sulsel, 2010). Beberapa hasil
penelitian menyatakan bahwa sapi Bali cukup responsif dalam upaya perbaikan
pakan. Salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai potensi sangat besar
dengan memanfaatkan limbahnya untuk perbaikan pakan sapi Bali jantan adalah
jenis tanaman kakao.
Beberapa bagian buah kakao yang dimanfaatkan limbahnya adalah kulit
buah dan kulit biji kakao, keduanya dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif
untuk ternak. Kulit biji kakao mengandung 68,5% bahan kering yang terdiri atas
13,2 – 20,1% protein kasar, 25,1% serat kasar, abu 6,0 – 10,8%, nitrogen ekstrak
40,2 – 52,5% dan 8,82% lemak. Buah kakao memiliki senyawa aktif yaitu
polifenol dan flavonoid, phenylethylamine, theobromin, serotonin. Kandungan
nutrisi pada limbah kakao yang cukup tinggi diharapkan mampu meningkatkan
kualitas daging karena kualitas daging bervariasi tergantung pada spesies hewan,
umur, jenis kelamin, pakan serta lokasi dan fungsi bagian-bagian tersebut dalam
tubuh.
Sarkomer adalah bagian dari miofibril yang diapit oleh 2 garis Z dan
merupakan unit kontraksi. Struktur serat otot dibungkus oleh sarung jaringan ikat.
Jaringan ikat ini terdiri dari endomisium yang mengelilingi setiap serat otot,
1
perimisium yang membungkus setiap bundel otot dan epimisium yang
membungkus seluruh bundel otot (Waris, 2000).
Paul (2001) menyatakan bahwa pembesaran sel otot daging dipengaruhi
unsur khusus yaitu arginine dan carnitine. Arginine dan carnitine merupakan
prekursor theobromine yang terkandung dalam kulit biji kakao. Unsur ini
memberikan indikasi terhadap panjang sarkomer dan diameter serat otot
dikarenakan pertumbuhan otot tanpa lemak. Berdasarkan kajian diatas maka
dilakukan penelitian untuk mengetahui diameter serat dan panjang sarkomer
daging sapi bali hasil penggemukan menggunakan pakan dengan level kulit biji
kakao dan otot berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai level
kulit biji kakao pada pakan dan jenis otot yang berbeda serta interaksi keduanya
terhadap diameter serat otot dan panjang sarkomer daging sapi Bali jantan.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumber informasi ilmiah tentang
pemanfaatan kulit biji kakao sebagai pakan substitusi untuk memperbaiki
diameter serat otot dan panjang sarkomer daging sapi Bali jantan.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Kulit Biji Kakao (Cocoa shell) sebagai Bahan Pakan Ternak
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tumbuhan berbentuk pohon yang
berasal dari Amerika Selatan. Biji tumbuhan ini dapat menghasilkan produk
olahan yang dikenal sebagai cokelat. Kakao merupakan tumbuhan tahunan
(perennial) berbentuk pohon, dapat mencapai ketinggian 10 m. Pembudidayaan
kakao tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m tetapi dapat dibuat dengan tajuk
menyamping yang meluas untuk memperbanyak cabang produktif (Spillane,
1995).
Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut
(Poedjiwidodo, 1996):
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao, L.
Penaung kakao sangat diperlukan dalam mengatur intensitas penyinaran
sinar matahari, tinggi suhu, kelembaban udara, menahan angin, menambah unsur
hara dan organik, menekan tumbuhan gulma, dan memperbaiki struktur tanah.
Intensitas sinar matahari untuk tanaman muda yang berumur 12 - 18 bulan sekitar
3
30 – 60 %, sedangkan untuk tanaman yang sudah produktif intensitas penyinaran
adalah 50 – 75 % (Susanto, 1994).
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan satu-satunya spesies di antara 22
jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini
diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai
iklim tropis. Colombus dalam pengembaraan dan petualangannya di benua
menemukan dan membawanya ke Spanyol (Poedjiwidodo, 1996). Tanaman kakao
terdiri dari 2 (dua) tipe yang dibedakan berdasarkan atas warna bijinya, warna
putih termasuk ke dalam grup Criollo, sedangkan biji tanaman ungu termasuk
grup Forastero. Walaupun spesies tanaman yang ada cukup banyak, pada
umumnya kakao dibagi 2 (dua) tipe antara lain (Nasution, 1976) :
a. Criello :
1. Criello Amerika Tengah
2. Criello Amerika Selatan
b. Forastero :
1. Forastero Amazone
2. Trinitario (merupakan hibrid Criollo dan Forastero)
Kakao dibawa oleh orang Spanyol ke Indonesia sekitar tahun 1560 melalui
Filipina ke daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Di daerah itu kakao ditanam sebagai
tanaman campuran di pekarangan, dan baru dikembangkan secara luas pada tahun
1820. Tahun 1845 tanaman ini terserang penggerek buah kakao (PBK) dan karena
ditanam tanpa naungan maka umur tanaman hanya mencapai 12 tahun
(Poedjiwidodo, 1996).
4
Wood (1987), menyatakan bahwa varietas dari hasil persilangan secara
alamiah Criollo dan Trinitario dijumpai di Jawa, Sumatera, Suriname, Costa Rica,
Panama, Venezuela, Timur, dan Granada. Tipe Trinitario dikembangkan sebagai
klon, sehingga lahirlah klon-klon DR (Djati Runggo). Penemuan klon-klon DR
ini, maka perkebunan di Jawa Tengah kini berkembang sampai ke Jawa Timur,
Sumatera dan daerah lainnya.
Jenis Criello dan Trinitario serta persilangan keduanya dikenal sebagai
penghasil kakao mulia (fine cacao). Biji kakao jenis ini tidak ditemukan pigmen
ungu, setelah difermentasi dan dikeringkan, biji berwarna cokelat muda, dan bila
disangrai memberi aroma yang kuat. Jenis Forastero dikenal sebagai penghasil biji
kakao lindak (bulk cacao) atau kakao curah. Biji buah segar berwarna ungu,
setelah mengalami proses fermentasi dan pengeringan biji berwarna coklat tua dan
bila disangrai aromanya kurang kuat bila dibandingkan dengan kakao mulia
(Hudayah, 1985).
Buah kakao memiliki kulit buah yang tebal dan berisi 30 sampai 40 biji
yang dikelilingi oleh “Pulp” yang berlendir seperti getah. Kakao merupakan salah
satu sumber polifenol termasuk plavonoid yang tinggi, khususnya epicatechin
yang dikenal mempunyai dampak yang baik bagi kesehatan jantung dan pembuluh
darah (Taubert et al., 2007). Bagian-bagian buah kakao terdiri atas kulit buah,
pulp, placenta, dan biji. Kulit buah kakao dengan tekstur yang kasar, tebal, dan
keras, sedangkan kulit biji kakao merupakan kulit tipis, lunak dan agak berlendir
yang menyelubungi biji kakao (Irawan, 1983). Persentase bagian-bagian buah
kakao (Theobroma cacao L.) dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Bagian-bagian buah kakao
Jenis Bagian Buah Kakao Persentase
Pod Kakao 75,67
Biji dan Pulp 21,74
Plasenta 2,59
Kadar air pod kakao segar 88,48
Sumber : Adegbola, 1997
Biji kakao kaya akan komponen-komponen senyawa fenolik, antara lain:
katekin, epikatekin, proantosianidin, asam fenolat, tannin dan flavonoid lainnya.
Biji kakao mempunyai potensi sebagai bahan antioksidan alami, antara lain:
mempunyai kemampuan untuk memodulasi system immun, efek kemopreventif
untuk pencegahan penyakit jantung koroner dan kanker (Othman et al., 2007).
Polifenol selain sebagai sumber antioksidan pada kakao (Theobroma cacao L.)
bersifat antimikroba terhadap beberapa bakteri patogen dan bakteri kariogenik
(Osawa et al., 2000). Grassi et al., (2008) biji kakao mengandung polifenol 6-8%
dari berat bahan kering, selain dari biji kakao flavonoid ini juga terkandung tinggi
pada kulit biji kakao (Kim dan Keeney, 1983).
Pemanfaatan kulit buah kakao merupakan salah satu potensi pakan untuk
ternak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bonvehy dan Coll (1999), kulit buah
mengandung total protein 14,3% yang terdiri atas 11,3% albumin dan globulin,
2,55% glutinin, dan 0,44% prolin. Sun dan Cheng (2002), menyatakan bahwa
salah satu kekurangan dari pemanfaatan kulit kakao adalah kandungan ligno-
selulosa yang tinggi sehingga berakibat pada menurunnya kecernaan kulit kakao.
6
Gohl (1981) menyatakan kulit biji kakao merupakan sumber vitamin D.
Kulit biji kakao mempunyai nutrisi yang tinggi, tetapi disisi lain ada faktor
pembatas didalamnya yaitu suatu senyawa alkaloid yang disebut theobromin (3,7
dimethylzanthine). Kandungan theobromin pada kulit biji kakao lebih tinggi
dibandingkan dengan kandungan pada buahnya (Devendra, 1997). Kandungan
theobromin dalam limbah kakao terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan theobromin dalam limbah kakao
Bagian buah kulit Konsentrasi (% BK)
Kulit buah 0,17-0,20
Kulit biji kakao 1,80-2,10
Biji kakao 1,90-2,00
Sumber : Wong et al., 1986
Pada Tabel 2. menunjukkan bahwa kandungan theobromin pada kulit biji
kakao dan biji kakao menunjukkan konsentrasi BK yang sama yaitu 1,95%
berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh. Pemanfaatan biji kakao telah banyak
digunakan sebagai produk olahan dalam pembuatan coklat sementara kulit biji
kakao dapat dijadikan sebagai pakan alternatif ternak. Theobromin melalui proses
metylase dapat diubah menjadi kafein (Noller, 1965). Fungsi kafein menurut
Lehninger (1978) sebagai penonaktif phospodiestirase ini berfungsi dalam siklus
AMP (Adenosin Monophospate). Siklus AMP berfungsi dalam sistem regulasi
biokimia tubuh antara lain sebagai penonaktif enzim protein kinase yang pada
tahap selanjutnya mengakibatkan perombakan glikogen menjadi glukosa.
Theobromin berfungsi merangsang glikonegenesis yaitu merombak protein
7
menjadi glukosa. Mekanisme ini berarti menyebabkan kurang efisiensinya
penggunaan protein dalam tubuh ternak.
Erlinawati (1986), menyatakan bahwa meningkatnya kadar theobromin
ransum di atas batas toleransi ternak dapat menurunkan efisiensi penggunaan
protein dan sebagai akibatnya terjadi penurunan bobot badan, dengan demikian
dapat diduga bahwa theobromin dapat menyebabkan penurunan bobot badan.
Gohl (1981) menyatakan bahwa kandungan theobromin dapat dikurangi dengan
cara penggilingan dan pengeringan. Hal ini juga ditambahkan oleh pendapat
Weniger et al., (1955) bahwa melalui uji coba pemberian kulit biji sebanyak 7,2 –
22,2 g/hari tidak mempengaruhi komposisi susu pada ternak sapi perah, dan
pemberian hingga 25 g/hari tidak menimbulkan efek toksik.
Menurut Cokrowardoyo (1987), kulit buah kakao pada umumnya ditimbun
begitu saja setelah bijinya diambil, sementara pemanfaatan kulit biji kakao belum
banyak dipublikasikan sehingga informasi pemanfaatan kulit biji kakao masih
sangat sedikit. Ch’ng dan Wong (1986), telah melakukan penelitian dengan
menggunakan kulit biji kakao 0,5 dan 10% dalam ransum babi grower dan
finisher. Dilaporkan bahwa penggunaan 5% kulit biji kakao pada awalnya sedikit
memperbaiki performans babi tetapi pemberian dalam periode lama (lebih dari 6
minggu) memberikan efek yang jelek terhadap performans babi.
Tarka et al., (1978), memberikan kulit biji kakao dalam ransum anak
domba berbobot badan awal sekitar 27 kg selama 98 hari. Masing-masing ransum
diberi perlakuan dengan penambahan 0,00, 4,63, 9,25, 14,87 dan 18,50% kulit biji
kakao dan nilai ini setara dengan 0,00, 0,05, 0,10, 0,15 dan 0,20% theobromin.
8
Ransum yang mengandung kulit biji kakao 4,63 dan 9,25% yang setara dengan
0,05% dan 0,10% theobromin dapat merangsang konsumsi makan dan
pertumbuhan, tetapi pemberian kulit biji kakao di atas 9,25% dapat
mengakibatkan penurunan konsumsi ransum dan penambahan berat badan.
Penelitian Hamzah et al., (1989), domba yang diberi kulit biji kakao
dengan taraf 0, 15, 30 dan 45% dari konsentrat memperlihatkan konsumsi bahan
kering, retensi nitrogen, koefisien cerna protein dan pertambahan bobot badan
semakin menurun dengan bertambahnya taraf pemberian kulit biji kakao.
Pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada taraf pemberian kulit biji kakao
15% dari konsentrat.
Wong et al., (1986), melaporkan dari berbagai hasil penelitiannya, bahwa
penggunaan tepung kulit biji kakao pada unggas dapat menyebabkan kematian,
bobot badan menurun, terjadi perlukaan usus dan produksi telur menurun. Kulit
biji kakao dapat juga digunakan sebagai substitusi bahan baku utama dan sebagai
feed suplement dalam ransum. Substitusi bahan baku utama misalnya subtitusi
dedak halus dalam ransum, dengan menggunakan 10% kulit biji kakao dalam
ransum ayam akan menghemat penggunaan dedak halus 13% dan dapat
menghemat jagung sebanyak 10% (Direktorat Jenderal Peternakan, 1991). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Hutagalung (1977), yang menyatakan bahwa
penggunaan kulit biji kakao pada ayam pedaging dapat meningkatkan
pertambahan bobot badan 20 g per hari, tetapi pemberian lebih dari 10% dapat
mengurangi pertambahan bobot badan. Untuk ransum babi penggunaan 20% kulit
biji kakao akan menghemat penggunaan dedak halus sebanyak 12%.
9
Subtitusi jagung dalam ransum dengan menggunakan 10% kulit biji kakao
dalam ransum ayam dapat menghemat penggunaan jagung sebanyak 10%.
Ransum babi penggunaan 20% kulit biji kakao akan menghemat penggunaan
jagung 20%, sedangkan untuk ransum sapi potong dan kerbau penggunaan 35%
kulit biji kakao dapat menghemat penggunaan jagung 20% (Direktorat Jenderal
Peternakan, 1991).
Kulit biji kakao juga dapat menghemat penggunaan bungkil kedelai,
dengan pemberian 20% kulit biji kakao dalam ransum babi dapat menghemat
penggunaan bungkil kedelai sebesar 3,2%, sedangkan sebagai subtitusi bungkil
kelapa penggunaan 40% kulit biji kakao pada ransum sapi potong dan kerbau
dapat menghemat penggunaan bungkil kelapa sebanyak 5% (Direktorat Jenderal
Peternakan, 1991).
Pengaruh Pakan terhadap Diameter Serat Otot dan Panjang Sarkomer
Karkas hewan terdiri dari beberapa jaringan otot dan karkas mamalia
mempunyai jenis otot yang paling banyak, yaitu sekitar 600 jenis otot. Setiap jenis
otot, baik dari mamalia maupun dari unggas atau ikan mempunyai struktur fisik
yang sama (Koswara, 2009).
Setiap otot dibungkus dan dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat
epimisium. Otot ini terdiri dari sel-sel otot berbentuk silinder yang disebut serabut
otot. Sel-sel atau serabut-serabut otot di dalam otot dibungkus menjadi beberapa
bundel otot oleh jaringan ikat perimisium dan dinding dari sel atau serabut otot
juga terdiri dari jaringan ikat yang disebut endomisium. Serabut otot didalamnya
10
terdapat serabut-serabut yang lebih halus yang disebut miofibril. Serabut miofibril
inilah yang merupakan unit kontraktil dari sel otot.
Miofibril terdapat filamen-filamen protein yang disebut miofilamen.
Miofilamen ini terdiri dari filamen-filamen tipis (aktin) dan filamen-filamen tebal
(miosin) yang pada bagian-bagian tertentu berimpitan satu sama lain sehingga
dengan mikroskop polarisasi, pada penampang membujur sel atau serabut otot
akan kehilangan berselang seling bagian-bagian yang terang (band-I) dan bagian-
bagian yang gelap (band-A). Bagian-bagian yang terang dibagi menjadi dua
bagian oleh suatu garis yang disebut garis-Z dan jarak dari dua garis-Z berdekatan
disebut satu sarkomer. Pada bagian tengah bagian-bagian yang gelap terdapat
bagian yang lebih terang (band-H). Pada bagian yang terang (band-I) terdapat
filamen tipis aktin dan pada bagian yang gelap (band-A) terdapat filamen tebal
miosin, yang mana pada bagian gelap hanya terdapat filamen miosin sedangkan
pada bagian yang lebih gelap terdapat perimpitan filamen aktin dan miosin
(Koswara, 2009). Sel-sel atau serabut otot dibungkus oleh jaringan ikat yang
disebut endomisium. Di bawah endomisium terdapat selaput yang sangat tipis
yang disebut sarkolemma dan diantara keduanya terdapat serabut-serabut yang
sangat halus yang disebut serabut retikular. Di dalam sarkolemma terdapat
sarkoplasma, inti sel dan miofibril dan dalam miofibril terdapat miofilamen
(Koswara, 2009). Menurut Nurani (2010), kualitas daging dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik pada waktu hewan sebelum dan sesudah dipotong. Pada
waktu sebelum dipotong, faktor penentu kualitas dagingnya adalah tipe ternak,
jenis kelamin, umur, dan cara pemeliharaan yang meliputi pemberian pakan dan
11
perawatan
oleh meto
n kesehatan
de pemasak
. Sedangka
kan, pH dag
an kualitas
ging, hormon
daging ses
n, dan meto
sudah dipot
ode penyimp
tong dipeng
panan.
Gambar
Gam
r 1. Struktur
mbar 2. Diag
r otot pada m
gram Sarko
mamalia (Sw
omer (Swatl
watland, 19
and, 1984)
984)
garuhi
12
Beb
1. Otot
memb
terdiri
verteb
disebu
arah p
yang
sepere
diuji u
2. Otot
terleta
permu
Gambar 3.
erapa jenis
musculuslo
entuk mata
dari banya
ra column
ut otot mata
posterior ru
hampir ko
empat belak
untuk menak
musculus S
ak di bagian
ukaan bagi
Susunan fil
otot pada sa
ongissimus
daging jika
ak submit o
dan gerak
a atau otot
usuk. Otot
nstan. Are
kang dari ka
ksir jumlah
Semitendino
n belakang p
ian dalam
lamen dalam
api Soeparn
dorsi (LD)
a dipotong d
otot yang m
kan leher s
longissimu
LD bagian
a LD di a
arkas, yaitu d
daging dari
osus adalah
paha. Otot m
dari Tub
m miofibril
no (2005) ad
adalah oto
dari area ru
masing-mas
serta aktivi
us. Penamp
n loin mem
antara bagi
di antara ru
i suatu kark
h salah satu
musculus Se
berositas i
(Swatland,
dalah:
ot yang san
usuk dan da
sing memba
itas pernafa
pang lintang
mpunyai pen
ian seperem
usuk ke-12 d
kas.
u dari tiga
Semitendinos
ischium da
, 1984)
ngat penting
ari loin. Oto
antu fleksib
asan. LD s
g LD melu
nampang li
mpat depan
dan ke-13, s
g dan
ot LD
bilitas
sering
uas ke
ntang
n dan
sering
otot paha
sus dimulai
an Ligame
yang
i pada
entum
13
sacrotuberous. Struktur otot musculus Semitendinosus adalah serat otot yang
bergerak cepat. Serat otot mengalami kontraksi yang cepat untuk jangka waktu
yang singkat.
3. Otot musculus Infraspinatus adalah otot pemutar (rotator) pada sendi bahu
dan adduktor lengan. musculus Infraspinatus adalah otot tebal berbentuk
segitiga yang melekati sebagian besar fossa infraspinatus. Biasanya serat
ototnya terlihat bergabung dengan otot teres minor.
a. Panjang sarkomer
Penelitian Ali (2013), yang menyatakan bahwa metode injeksi dan jenis
otot berpengaruh terhadap rata-rata panjang sarkomer. Umumnya diketahui bahwa
sifat-sifat reologik daging sangat tergantung pada serat muskular dan jaringan
ikat. Karakteristik otot merupakan penilaian karakteristik kualitatif daging,
khususnya potensi keempukannya.
Pemberian injeksi polifenol berindikasi pada perubahan panjang sarkomer.
Panjang sarkomer tergantung pada keadaan otot, dimana pada keadaan relaksasi
otot akan bertambah panjang dan pada keadaan cekaman terjadi sebaliknya.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemberian injeksi polifenol melalui subkutan dan
injeksi kombinasi theobromin dan polifenol melalui intramuskuler mengakibatkan
otot lebih rileks. Sedangkan pemberian injeksi theobromin berindikasi
menyebabkan pengendalian cekaman baik melalui injeksi subkutan maupun
intramuskuler. Xiong (2000), rataan panjang sarkomer pada umumnya adalah 2,5
mikron untuk otot relaksasi, sedangkan otot yang mengalami kontraksi dapat lebih
pendek dari 1,5 mikron. Pemberian injeksi ekstrak kakao pada ternak sebelum
14
dilakukan pemotongan, telah berhasil membuat ternak lebih relaks yang
berindikasi pada rataan panjang sarkomer.
b. Diameter Serat Otot
Struktur serat otot dibungkus oleh sarung jaringan ikat. Jaringan ikat ini
terdiri dari endomisium yang mengelilingi setiap serat otot, perimisium yang
membungkus setiap bundel otot dan epimisium yang membungkus seluruh bundel
otot. Warris (2000), menyatakan bahwa serat otot dapat memiliki diameter serat
otot antara 60-100 µm. Ukuran bundel otot dapat menunjukkan keempukan
daging. Semakin kecil bundel otot, semakin empuk daging tersebut karena
aktivitas yang terjadi sedikit sedangkan diameter bundel otot yang lebih besar
menunjukkan tingkat keempukan yang lebih rendah karena aktivitas yang
dilakukan oleh protein kontraktil otot cenderung lebih tinggi.
Pengaruh injeksi ekstrak kakao terhadap perubahan diameter serat otot
terjadi secara tidak langsung atau perubahan diameter serat otot dipengaruhi oleh
panjang sarkomer. Diameter serat otot akan memanjang jika otot berkontraksi,
dan memendek pada keadaan relaksasi, dimana relaksasi otot didapatkan dari
pemberian injeksi ekstrak kakao (Ali, 2013).
15
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai Januari
2015, bertempat di Rumah Potong Hewan Tamangapa dan analisis perlakuan
dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi Ternak dan Laboratorium Pengolahan
Daging dan Telur Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 12 ekor sapi Bali jantan
umur 2 tahun dengan bobot badan 148 kg. Pakan subtitusi berupa kulit biji kakao
(0%, 3%, 6%, 9%). Bahan pakan lain yaitu dedak, bungkil kedelai, molases,
bungkil kelapa, garam dan mineral. Materi analisis sampel yaitu Buffer A, Buffer
B, NaCl 0,9%, dan minyak emersi. Setiap satu ekor sapi dilakukan pengambilan
daging pada otot musculus Semitendinosus, musculusLongisimmus dorsi, dan
musculus Infraspinatus.
Alat yang digunakan adalah Mikroskop binokuler, software Axiovision
4,8, timbangan daging, coolbox, pot sampel, objek glass, cover glass, waring
blender, gelas ukur, pipet, gunting, pinset dan mikroskop.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode rancangan acak lengkap (RAL)
pola faktorial (4 x 3) dengan 3 kali ulangan.
16
Faktor A : Level pakan kulit biji kakao (Kbk)
A1 = 0% Kbk
A2 = 3% Kbk
A2 = 6% Kbk
A4 = 9% Kbk
Faktor B : Jenis Otot (B)
B1 = Otot musculus Longissimus dorsi
B2 = Otot musculus Semitendinosus
B3 = Otot musculus Infraspinatus
Prosedur Penelitian
Tahap-tahap pemberian pakan kulit biji kakao dapat dilihat pada Lampiran
1. Pengambilan sampel setelah ternak disembelih (setelah proses boneless) pada
bagian otot musculus Semitendinosus, musculus Infraspinatus, dan musculus
Longisimus dorsi. Kemudian sampel dimasukkan kedalam cool box berisi es batu,
lalu dibawa ke Laboratorium Teknologi Hasil Ternak. Setelah itu daging
dibersihkan dari lemak dan jaringan ikat. Diagram alir prosedur penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 4.
17
PERLAKUAN (PAKAN BASAL + PAKAN KULIT BIJI KAKAO (0%, 3%, 6%, DAN 9%)
PEMOTONGAN
PEMILIHAN JENIS OTOT
musculus Semitendinosus musculus Infraspinatus musculus Longissimus dorsi
PEMISAHAN LEMAK
DIAMETER SERAT PANJANG SARKOMER
Gambar 4. Diagram Alir Prosedur Penelitian
Parameter yang Diamati
a. Panjang sarkomer dan diameter serat otot
Keempukan sangat berkaitan erat dengan status panjang sarkomer otot.
Daging dengan sarkomer yang lebih pendek setelah fase rigormortis memiliki
tingkat kealotan lebih tinggi dibanding yang sarkomernya tidak mengalami
pemendekan.
1. Daging diambil dengan ukuran masing-masing 1 x 1 x 1,5 cm atau bentuk
balok membujur arah barat. Setelah itu direndam (ditambahkan) 5%
glutaraldehyde (Buffer A) selama 4 jam dalam kulkas.
2. Buffer A diganti dengan buffer B selama semalaman (20 jam) dalam suhu 40C
atau disimpan dalam kulkas.
18
3. Daging diblender dengan waring blender (mata pisau yang tidak tajam) dalam
buffer B atau akuades 0,9% NaCl sampai halus.
4. Serat diambil dengan menggunakan pipet, kemudian dipindahkan ke objek
glass bersama dengan cairannya. Ditutup dengan cover glass dan ditetesi
dengan minyak emersi untuk peningkatan bias cahaya. Sampel diamati di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Untuk pengukuran dilakukan
foto objek dengan menggunakan software Axiovision 4,8.
5. Pengambilan gambar dilakukan sebanyak 5 kali dalam 1 sampel.
b. Pengukuran panjang sarkomer dan diameter serat otot
Gambar diukur dengan menggunakan software Axiovision 4,8. Tahapan
pengukuran panjang sarkomer yaitu mula – mula gambar dimasukkan ke dalam
aplikasi tersebut, kemudian gambar discalling dengan perbesaran 100 kali.
a
b
Gambar 5. Pengukuran panjang sarkomer dan diameter serat otot
Keterangan gambar :
a. Diameter serat otot b. Panjang sarkomer
19
Tarik garis pada tiga titik dari dua garis-Z berdekatan. Nilai yang didapat
kemudian dirata-ratakan. Sedangkan untuk pengukuran diameter serat otot, garis
ditarik pada bundel otot secara tegak lurus. Salah satu gambar pengukuran
panjang sarkomer dan diameter serat otot dapat dilihat pada Gambar 5.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan rancangan acak lengkap
(RAL) pola faktorial 4 x 3 dengan 3 kali ulangan. Analisis ragam tersebut
didasarkan pada model matematika rancangan yang digunakan, sebagai berikut :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk i = 1,2,3,4
j = 1,2,3
k = 1,2,3 (ulangan)
Keterangan :
Yijk = Hasil pengamatan
μ = Nilai rata-rata umum
αi = Perlakuan level kulit biji kakao ke-i (i = 0%, 3%, 6%, dan 9%)
βj = Perlakuan jenis otot ke-j (j = musculus Longissimus dorsi, musculus Semitendinosus, musculus Infraspinatus)
(αβ)ij = Interkasi level kulit biji kakao ke-i dan jenis otot ke-j
εijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan level kulit biji kakao
ke-i, jenis otot ke-j dan ulangan ke-k
Selanjutnya apabila perlakuan menunjukkan pengaruh maka dilanjutkan
dengan uji LSD (Gasperz, 1991), kemudian dilakukan analisa data dengan
menggunakan program SPSS 16.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Panjang Sarkomer
Umumnya diketahui bahwa sifat-sifat reologik daging sangat tergantung
pada serat muskular dan jaringan ikat. Karakteristik otot merupakan penilaian
karakteristik kualitatif daging, khususnya potensi keempukannya (Ali, 2013).
Lawrie (1995), menyatakan bahwa penyebab utama kealotan daging
adalah karena terjadinya pemendekan otot pada saat proses rigormortis sebagai
akibat dari ternak yang terlalu banyak bergerak pada saat pemotongan. Otot yang
memendek menjelang rigormortis akan menghasilkan daging dengan panjang
sarkomer yang pendek, dan lebih banyak mengandung kompleks aktomiosin atau
ikatan antarfilamen, sehingga daging menjadi alot. Nilai rata-rata panjang
sarkomer dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Panjang sarkomer (µm) daging sapi Bali jantan dengan pemberian berbagai level kulit biji kakao sebagai pakan subtitusi
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menyatakan perbedaan sangat nyata (P <0,01).
Jenis otot Level kulit biji kakao (%) Rata-rata 0 3 6 9 musculus Longisimmus dorsi 1,83 1,89 1,92 2,05 1,92a musculus Semitendinosus 1,70 1,73 1,91 1,96 1,83b musculus Infraspinatus 1,64 1,78 1,91 1,95 1,82b
Rata-rata 1,72a 1,80b 1,91c 1,98d
1. Pengaruh berbagai level kulit biji kakao terhadap panjang sarkomer daging
sapi Bali jantan. Rata-rata panjang sarkomer daging sapi Bali jantan dengan pemberian
berbagai level kulit biji kakao disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa level penambahan kulit biji kakao berpengaruh sangat nyata
21
(P<0,01) terhadap nilai rata-rata panjang sarkomer daging sapi Bali jantan.
Setelah pengujian Beda Nyata Terkecil antara perlakuan didapatkan bahwa
terdapat perbedaan yang sangat nyata antara level 0% dengan 3%, 6%, dan 9%,
demikian juga level 3% dengan 6% dan 9%, juga terdapat perbedaan sangat nyata
antara level 6% dan 9%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan
level kulit biji kakao maka semakin tinggi nilai rata-rata panjang sarkomer yang
dihasilkan yaitu masing-masing 1,72, 1,80, 1,91, dan 1,98 µm. Hal ini disebabkan
karena Pemberian level kulit biji kakao berindikasi pada perubahan panjang
sarkomer. Panjang sarkomer tergantung pada keadaan otot, dimana pada keadaan
relaksasi otot akan bertambah panjang dan pada keadaan cekaman terjadi
sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, maka pemberian pakan kulit biji kakao
dengan kandungan theobromin di dalamnya mengakibatkan otot lebih relaks dan
berindikasi menyebabkan pengendalian cekaman sebelum pemotongan. Paul
(2001), menyatakan bahwa teobromin (3,7- dimetilxantin) adalah senyawa kimia
yang mempunyai aktivitas sebagai stimulansia dan diuretik yang ringan serta
dapat merelaksasi otot. Teobromin bekerja melalui mekanisme pemompaan ion
Ca2+ ke dalam retikulum sarkoplasma (Paul, 2001)
Menurut Xiong (2000), rataan panjang sarkomer pada umumnya adalah
2,5 mikron untuk otot relaksasi, sedangkan otot yang mengalami kontraksi dapat
lebih pendek dari 1,5 mikron. Sedangkan dari hasil penelitian rataan panjang
sarkomer sapi Bali jantan yang dihasilkan yaitu paling pendek 1,72 µm dan paling
panjang yaitu 1,98.
22
2. Pengaruh jenis otot yang berbeda terhadap panjang sarkomer sapi Bali jantan dengan pemberian berbagai level kulit biji kakao.
Tabel 3. Menunjukkan bahwa jenis otot yang berbeda berpengaruh sangat
nyata terhadap panjang sarkomer (P<0,01) dengan pemberian level kulit biji
kakao. Setelah pengujian Beda Nyata Terkecil antara perlakuan didapatkan bahwa
terdapat perbedaan yang sangat nyata antara otot musculus Longisimmus dorsi
dengan otot musculus Semitendinosus dan musculus Infraspinatus, sedangkan otot
musculus Semitendinosus tidak berbeda nyata dengan otot musculus Infraspinatus.
Rata-rata panjang sarkomer yang dihasilkan pada otot musculus Longisimmus
dorsi lebih tinggi 1,92 µm jika dibandingkan dengan rata-rata panjang sarkomer
otot musculus Semitendinosus dan musculus Infraspinatus, yaitu masing-masing
1,83 dan 1,82 µm. Hal ini disebabkan karena otot musculus Longisimmus dorsi
lebih empuk daripada otot musculus Semitendinosus dan musculus Infraspinatus.
Otot musculus Longisimmus dorsi berada pada bagian tulang belakang
sehingga kemungkinan untuk melakukan aktivitas jarang, tidak sama dengan otot
musculus Semitendinosus atau musculus Infraspinatus yang hampir setiap saat
mengalami aktivitas karena menahan berat badannya pada waktu berdiri dan
berjalan, sehingga dengan seringnya otot melakukan aktivitas dapat menyebabkan
jaringan ikat pada otot menebal dan menjadi lebih keras.
Pengaruh jenis otot terhadap keempukan dapat dijelaskan melalui posisi
anatomis otot pada tubuh ternak, di mana otot yang pada umumnya sebagai otot
yang berperan lokomotif (pergerakan), dengan aktivitas yang lebih tinggi, pada
umumnya kurang empuk dibanding otot yang aktivitasnya kurang. Pada ternak
yang sama, terdapat variasi keempukan yang berarti di antara otot. Variasi
23
keempukan ini disebabkan oleh perbedaan jumlah jaringan ikat. Variasi yang luas
terhadap karakteristik kualitas terjadi antar karkas dan antar otot demikian pula
pada internal otot. Terdapat variasi keempukan yang sangat tinggi antar jenis otot.
Abustam (1993), menyatakan bahwa jenis otot berpengaruh sangat nyata terhadap
keempukan baik pada daging sapi Bali maupun pada daging kerbau, dimana otot
musculus Longisimmus dorsi (LD) paling empuk disusul dengan otot musculus
Semitendinosus (ST) dan terakhir adalah otot Pectoralis profundus (PP).
Lawrie (2003), menambahkan bahwa penyebaran kolagen tidak sama
diantara otot kerangka tubuh, umumnya disesuaikan dengan kegiatan fisik
sehingga berpengaruh terhadap keempukan daging. Keempukan dan kekerasan
daging tergantung pada derajat kontraksi aktin dan miosin setelah hewan mati
selama rigormortis akibat terbentuknya aktimiosin.
3. Interaksi berbagai level kulit biji kakao dan jenis otot yang berbeda terhadap panjang sarkomer daging sapi Bali jantan.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara level kulit biji
kakao dan jenis otot yang berbeda terhadap panjang sarkomer berpengaruh nyata
(P<0,05). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa tingkat level kulit biji kakao dan
jenis otot yang berbeda mempunyai respon yang tinggi terhadap rata-rata panjang
sarkomer. Rata-rata panjang sarkomer nilai tinggi berada pada level 9% yaitu 1,98
µm bagian otot musculus Longisimmus dorsi. Ini menandakan bahwa pemberian
level 9% kulit biji kakao dapat merelaksasi otot ditandai dengan sarkomer
memanjang.
24
Diameter Serat
Struktur serat otot dibungkus oleh sarung jaringan ikat. Jaringan ikat ini
terdiri dari endomisium yang mengelilingi setiap serat otot, perimisium yang
membungkus setiap bundel otot dan epimisium yang membungkus seluruh bundel
otot.
Ukuran bundel otot dapat menunjukkan keempukan daging. Semakin kecil
bundel otot, semakin empuk daging tersebut karena aktivitas yang terjadi sedikit
sedangkan diameter bundel otot yang lebih besar menunjukkan tingkat
keempukan yang lebih rendah karena aktivitas yang dilakukan oleh protein
kontraktil otot cenderung lebih tinggi. Nilai rata-rata diameter serat dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Diameter serat (µm) daging sapi Bali jantan dengan pemberian berbagai level kulit biji kakao sebagai pakan subtitusi
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menyatakan perbedaan sangat nyata (P <0,01).
Jenis otot Level kulit biji kakao (%) Rata- rata 0 3 6 9 musculus Longisimmus dorsi 72,86 67,53 67,22 61,47 67,27a musculus Semitendinosus 76,51 74,80 62,81 61,96 69,02b musculus Infraspinatus 78,52 77,64 62,81 61,98 70,23b
Rata-rata 75,96a 73,32b 64,28c 61,80d
1. Pengaruh berbagai level kulit biji kakao terhadap diameter serat daging sapi
Bali jantan.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa level penambahan kulit biji
kakao berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai rata-rata diameter serat
daging sapi Bali jantan. Setelah pengujian Beda Nyata Terkecil antara perlakuan
didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antara level 0% dengan
3%, 6%, dan 9%, demikian juga level 3% dengan 6% dan 9%, juga terdapat
25
perbedaan sangat nyata antara level 6% dan 9%. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi penambahan level kulit biji kakao maka semakin rendah nilai rata-
rata diameter serat otot yang dihasilkan yaitu 75,96, 73,32, 64,28, 61,80 µm. Hal
ini terjadi karena perubahan diameter serat otot terjadi secara tidak langsung atau
perubahan diameter serat otot dipengaruhi oleh panjang sarkomer. Peningkatan
nilai rata-rata panjang sarkomer diikuti dengan penurunan nilai rata-rata diameter
serat.
Ali (2013), menyatakan bahwa diameter serat otot akan memanjang jika
otot berkontraksi, dan memendek pada keadaan relaksasi, dimana relaksasi otot
didapatkan dari pemberian pakan kulit biji kakao. Warris (2000), menambahkan
bahwa serat otot dapat memiliki diameter serat otot antara 60-100 µm.
2. Pengaruh jenis otot yang berbeda terhadap diameter serat sapi Bali jantan dengan pemberian berbagai level kulit biji kakao.
Tabel 4. Menunjukkan bahwa jenis otot yang berbeda berpengaruh sangat
nyata terhadap diameter serat (P<0,01) dengan pemberian level kulit biji kakao.
Setelah pengujian Beda Nyata Terkecil antara perlakuan didapatkan bahwa
terdapat perbedaan yang sangat nyata antara otot musculus Longisimmus dorsi
dengan otot musculus Semitendinosus dan musculus Infraspinatus, demikian juga
otot musculus Semitendinosus dengan otot musculus Longisimmus dorsi dan otot
musculus Infraspinatus, juga terdapat perbedaan yang sangat nyata antara otot
musculus Infraspinatus dengan otot musculus Longisimmus dorsi dan otot
musculus Semitendinosus. Rata-rata diameter serat yang dihasilkan pada otot
musculus Longisimmus dorsi lebih rendah 67,27 µm jika dibandingkan dengan
rata-rata diameter serat otot musculus Semitendinosus dan musculus Infraspinatus,
26
yaitu masing-masing 69,02 dan 70,23 µm. Hal ini disebabkan karena peningkatan
nilai rata-rata diameter serat pada jenis otot diikuti dengan penurunan nilai rata-
rata panjang sarkomer. Diameter serat otot berkorelasi negatif terhadap
keempukan, dengan asumsi bahwa otot yang keras memiliki diameter serabut
yang lebih besar dibandingkan serabut otot lunak.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat sensorik khususnya
keempukan terdiri atas faktor biologi atau faktor sebelum panen yakni bangsa
ternak, umur, jenis kelamin, jenis otot, sistem pemberian pakan dan faktor
teknologi atau faktor pascapanen antara lain waktu maturasi (aging), stimulasi
listrik, teknik penggantungan karkas dan teknik HPP (High Pressure Processing)
(Abustam, 1990).
3. Interaksi berbagai level kulit biji kakao dan jenis otot yang berbeda terhadap diameter serat daging sapi Bali jantan.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara level kulit biji
kakao dan jenis otot yang berbeda terhadap diameter serat berpengaruh sangat
nyata (P<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh interaksi keduanya
terhadap diameter serat. Rata-rata diameter serat mengalami penurunan dari level
0% ke level 9% yaitu 75,96, 73,32, 64,28, 61,80 µm, begitupun pada jenis otot.
Nilai rata-rata diameter serat paling rendah terdapat pada otot musculus
Longisimmus dorsi, hal ini disebabkan karena dengan pemberian kulit biji kakao
sebagai pakan subtitusi menyebabkan otot relaksasi sehingga diameter bundel otot
lebih kecil yang menunjukkan tingkat keempukan lebih tinggi.
27
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Level kulit biji kakao 9% dalam pakan menghasilkan panjang sarkomer
terendah sebesar 1,98 µm dan diameter serat otot paling tinggi sebesar 61,80
µm, dibanding dengan kontrol, 3% dan 6%.
2. Nilai rata-rata panjang sarkomer otot musculus Longisimmus dorsi lebih
tinggi, tetapi memiliki nilai rata-rata diamater serat lebih kecil dibanding
dengan otot musculus Semitendinosus dan otot musculus Infraspinatus.
3. Interaksi menunjukkan bahwa level kulit biji kakao dalam pakan tidak
berdampak pada perubahan nilai rata-rata panjang sarkomer dan diamater serat
masing-masing jenis otot.
Saran
Pemberian pakan kulit biji kakao 9% dapat memperbaiki kualitas daging
sapi Bali jantan jika sesuai dengan berat badan ternak, karena apabila melebihi
dapat menyebabkan keracunan. Sehingga dengan adanya asumsi ini, maka
disarankan untuk menggunakan level 6%.
28
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E. 1990. Penanganan pascapanen komoditas ternak daging. Bulettin Ilmu Peternakan dan Perikanan. Edisi Pertama. Fakultas Peternakan – Lephas. Makassar.
Abustam, E. 1993. Karakteristik kualitatif karkas dan daging ternak sapi Bali dan Kerbau. Buletin Penelitian Unhas, VIII (20-23):11-21.
Adegbola, A. A. 1997. Utilization of agro-industri by product in Africa. FAO. Prod and Health Paper.
Ali, H. M. 2013. Perbaikan kualitas daging sapi bali melalui percepatan pemulihan cekaman akibat transportasi dengan pemberian theobromin dan polifenol dari ekstrak kakao. Unhas, Makassar.
Bonvehy, J. S., dan Coll, F. V. 1999. Protein quality assessment in cacao husk. Food Research lnt. 32 : 201-208.
Ch’ng, A. L. Dan M. Wong. 1986. Utilization of Cocoa shell in pig feed. Singapore. J. Pri. Ind. 14(2): 133-139.
Cokrowardoyo, P. 1987. Pedoman Manajemen Operasional Budidaya Kakao. PT. Perkebunan XVIII (Persero. Jl Mugas Dalam (atas) – Semarang.
Devendra, C. 1997. The utilization of cacao pod husk by sheep. The Malaysian Agricultur Journal 51 : 179 – 185.
Direktorat Jendral Peternakan. 1991. Pemanfaatan Limbah Industri Perkebunan Kakao Sebagai Bahan Pakan. Jakarta.
Erlinawati. 1986. Kemungkinan penggunaan kulit biji coklat (Theobroma cacao L.) untuk Bahan Makanan Ternak Domba. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gaspersz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. Arminco, Bandung.
Gohl, B. 1981. Tropical feeds. FAO-UN, Rome pp 389-390.
Grassi, D., Desideri,G., Necoione, S., Lippi, C., Casale, R., Properi, G., Blumberg, J.B., Ferri, C. 2008. Blood pressure is reduced and insulin sensitivity increased in glucose-intolernt, hypertensive subjects after 15 days of consumsing high-polifenol daark chocolate. J. Nutr. 138:1671-1676.
29
Hamzah, P., R. Rangkuti, T. Haryati, Erlinawati dan T. Rustandi. 1989. Pengaruh tingkat pemberian kulit biji coklat (Theobroma cacao L.) dalam ransum ternak domba. Ilmu dan Peternakan. 3(1) : 161-164.
Hudayah, H., 1985. Evaluasi standar coklat. pertemuan teknis penetapan standar (khusus coklat). Direktorat Standarisasi dan Pengendalian Mutu, Depdag RI-Jakarta.
Hutagalung, R. I. 1977. Non-tradisional feeding stuffs for livestock. symp. on feedingstuffs for livestock in south east asia. Kuala Lumpur. Peprint No. 26.
Irawan, B. 1983. Penilaian manfaat limbah industri perkebunan sebagai bahan makanan ternak ruminansia secara in vitro. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kim, H. dan P. G. Keeney 1983. Method of analysis for (-)-epicatechin in cacao beans by high performance liquid chromatography. Journal of food Science, 48: 548-551.
Koswara. 2009. Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Kakao. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, USU : Medan.
Lawrie, R. A. 1995. Meat Science. 5th ed. Pergamon Press, Oxford.
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan A. Parakkasi. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Lehninger, A. R. 1978. Biochemistry. Worth Publisher. Inc. New York.
Nasution, Z., 1976. Pengolahan Cokelat, Departemen Teknologi Hasil Pertanian. IPB-Press, Bogor.
Noller, C.R. 1965. Chemistry of organic compounds. 3rd Ed. W. B. Sounders Company. Philadelphia.
Nurani, A. S. 2010. Meat (Daging). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Osawal, K., Miyazakil, K. , Shimura, I., Okuda, J., Matsumoto, M and Ooshima, T., 2000. Identification of cariostatic substances in the cacao bean husk: their antiglucosyltransferase and antibacterial activities. Dent. Res., 80(11):2000-2004.
Othman, A., Ismail, A., Ghani, N.A., Adenan, I., 2007. Antioxidant capacity and phenolic content of cacao bean. Food Chemistry.,1523-1530.
30
Paul. M Dewick. 2001. Medicinal Natural Product. Edisi II. England.
Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, Jawa Tengah.
PPSDAK-Disnakwan Sulsel. 2010. Kajian strategi pencapaian sejuta Sapi di Sulawesi Selatan. Kerjasama Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Kelautan Lembaga Penelitian Unhas dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Spillane, J.J., 1995. Komoditi Kakao Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.
Sun,Y. and J. Cheng. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic material from ethanolproduction: A review. Biores. Technol, 83: 1-11.
Susanto, F. X. 1994. Tanaman Kakao (Budidaya dan Pengolahan Hasil). Kanisius, Yogyakarta.
Swatland, H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall, Inc., New Jersey.
Tarka, S. M., B. L. Oumas dan G. A. Trout. 1978. Examination of the effect Cocoa shell and theobromin in lamb. nutrition report international. 18(3) : 301-312.
Taubert, D., Roesen, R., Lehmann, C., Jung, N., Schoming, E. 2007. Effects of low habitual cacao intake on blood pressure and bioactive nitric oxide. The Journal of the American Medical Association 298:49-60.
Warris. 2000. Ekstraksi dan karakteristik pektin dari kulit buah kakao. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor.
Weniger, M. A. Funk, K., dan Grosse, F., 1955. Der Futtewert der Kakaoschalen und ihre wirkung auf die milchprodukten. Archiv fur Tierenahrun. 4: 337 – 348.
Wong, H. K. dan A. H. Osman. 1986. The nutritive value and rumen fermentation pattern in sheep fed and dried cacao pod ration. Canberra.
31
Wood, G.A.R., 1987. From harvest to store. in cacao fourth editian. longman scientific and technical. Copublished in The United State with John Willey and Sons. Inc, New York.
Xiong, Y. L. 2000. Meat processing. Wiley – VCH, Inc, New York.
32
Lampiran 1. Tahap-Tahap Pemberian Pakan Kulit Biji Kakao Adapun tahap-tahap pemberian pakan kulit biji kakao sebagai berikut :
1. Pembiasaan pakan basal berupa dedak kasar 10 kg, ampas tahu 15 kg, bungkil
kelapa 0,5 kg, dan garam 0,2 kg untuk 12 ekor sapi Bali jantan yang diberikan
setiap 2 kali sehari dalam bentuk bubur (kadar air 70%) .
2. Pakan perlakuan untuk 12 ekor sapi Bali jantan diberikan setiap 2 kali sehari
dalam bentuk konsentrat. Komposisi pakan perlakuan dapat dilihat pada Tabel
5.
Table 5. Komposisi Pakan Perlakuan
Pakan A(%) B(%) C(%) D(%) Dedak Molases Bungkil kelapa
12 9 6 3 5 5 5 5 3 3 3 3
Kulit biji kakao 0 3 6 9 Garam 0,2 0,2 0,2 0,2 Mineral 0,06 0,06 0,06 0,06
3. Pemberian rumput 1 kali sehari sebanyak 1,5 kg/ekor/hari.
Gambar 6. Metode Pemberian Pakan
4. Penimbangan ternak dilaksanakan 2 kali dalam sebulan.
5. Pemotongan ternak dilaksanakan setiap hari.
33
Lampiran 2. Hasil perhitungan analisis ragam berbagai level kulit biji kakao
dan jenis otot yang berbeda serta interaksi keduanya panjang sarkomer daging sapi Bali jantan.
Dependent Variable:panjang_sarkomer (µm)
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model
.472a 11 .043 9.897 .000
Intercept 124.415 1 124.415 2.869E4 .000 jenis_otot .080 2 .040 9.173 .001 level .355 3 .118 27.304 .000 jenis_otot * level
.037 6 .006 1.435 .243
Error .104 24 .004
Total 124.992 36
Corrected Total .576 35
a. R Squared = .819 (Adjusted R Squared = .737)
UJI BNT JENIS OTOT YANG BERBEDA
Dependent Variable:panjang_sarkomer (µm) (I)
jenis_otot
(J) jenis_otot
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper BoundLSD is ld -.1005* .02688 .001 -.1560 -.0450
st -.0016 .02688 .954 -.0571 .0539ld is .1005* .02688 .001 .0450 .1560
st .0989* .02688 .001 .0434 .1544st is .0016 .02688 .954 -.0539 .0571
ld -.0989* .02688 .001 -.1544 -.0434Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .004.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
34
UJI BNT LEVEL KULIT BIJI KAKAODependent Variable:panjang_sarkomer (µm)
(I) level
(J) level
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower
Bound Upper BoundLSD a1 a2 -.0780* .03104 .019 -.1421 -.0139
a3 -.1828* .03104 .000 -.2468 -.1187a4 -.2607* .03104 .000 -.3247 -.1966
a2 a1 .0780* .03104 .019 .0139 .1421a3 -.1048* .03104 .003 -.1688 -.0407a4 -.1827* .03104 .000 -.2467 -.1186
a3 a1 .1828* .03104 .000 .1187 .2468a2 .1048* .03104 .003 .0407 .1688a4 -.0779* .03104 .019 -.1420 -.0138
a4 a1 .2607* .03104 .000 .1966 .3247a2 .1827* .03104 .000 .1186 .2467a3 .0779* .03104 .019 .0138 .1420
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .004.
*. The mean difference is significant at the .05 level. Lampiran 3. Hasil perhitungan analisis ragam berbagai level kulit biji kakao
dan jenis otot yang berbeda serta interaksi keduanya diameter serat daging sapi Bali jantan.
Dependent Variable:diameter_serat (µm)
Source Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1522.425a 11 138.402 46.171 .000 Intercept 170633.709 1 170633.709 5.692E4 .000 jenis_otot 53.218 2 26.609 8.877 .001 level 1270.863 3 423.621 141.320 .000 jenis_otot * level 198.344 6 33.057 11.028 .000 Error 71.943 24 2.998 Total 172228.077 36 Corrected Total 1594.368 35 a. R Squared = .955 (Adjusted R Squared = .934)
35
UJI BNT JENIS OTOT YANG BERBEDA Dependent Variable:diameter_serat (µm) (I)
jenis_otot
(J) jenis_otot
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper BoundLSD is ld 2.9619* .70682 .000 1.5031 4.4207
st 1.2117 .70682 .099 -.2471 2.6705ld is -2.9619* .70682 .000 -4.4207 -1.5031
st -1.7503* .70682 .021 -3.2091 -.2914st is -1.2117 .70682 .099 -2.6705 .2471
ld 1.7503* .70682 .021 .2914 3.2091Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.998.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
UJI BNT LEVEL KULIT BIJI KAKAO Dependent Variable:diameter_serat (µm)
(I) level
(J) level
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper BoundLSD a1 a2 2.6372* .81617 .004 .9527 4.3217
a3 11.6798* .81617 .000 9.9953 13.3643a4 14.1646* .81617 .000 12.4801 15.8490
a2 a1 -2.6372* .81617 .004 -4.3217 -.9527a3 9.0426* .81617 .000 7.3581 10.7270a4 11.5273* .81617 .000 9.8428 13.2118
a3 a1 -11.6798* .81617 .000 -13.3643 -9.9953a2 -9.0426* .81617 .000 -10.7270 -7.3581a4 2.4848* .81617 .006 .8003 4.1693
a4 a1 -14.1646* .81617 .000 -15.8490 -12.4801a2 -11.5273* .81617 .000 -13.2118 -9.8428a3 -2.4848* .81617 .006 -4.1693 -.8003
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.998.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
36
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian di Laboratorium Pengolahan Daging dan Telur
Gambar 1 : Bagian otot sapi Bali Gambar 2 : Penimbangan daging sapi yang akan dimasukkan ke dalam pot sampel
Gambar 3 : Sampel yang sudah ditambahkan Gambar 4 : Sampel yang diuji dengan Buffer A dan diganti dengan buffer B. menggunakan software Axiovision 4,8.
37
Lampiran 5. Gambar Hasil Pengukuran Panjang Sarkomer dan Diameter Serat Otot
Gambar sapi 1 Gambar sapi 2 Gambar sapi 3
Gambar sapi 4 Gambar sapi 5 Gambar sapi 6
Otot LD Otot ST Gambar sapi 7 Gambar sapi 8 Gambar sapi 9
Gambar sapi 10 Gambar sapi 11 Gambar sapi 12
38
39
RIWAYAT HIDUP
Nur Amalia, lahir pada tanggal 28 Agustus 1992 di
Pali’E Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan.
Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara pasangan
Baharuddin S.Pd, M.Si dan Hermi. Jenjang pendidikan
formal yang pernah ditempuh Penulis adalah SDN 278
Ungatanae di Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng dan lulus tahun 2005.
Kemudian setelah lulus di SD, Penulis melanjutkan di Pesantren Al Iman
Kabupaten Sidrap tahun 2008, kemudian di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 1 Marioriwawo, lulus pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan SMA,
penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makasssar. Saat ini Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi
Hasil Ternak Universitas Hasanuddin (HIMATEHATE_UH) dan sebagai asisten
praktikum Ilmu Ternak Perah dan Manajemen Ternak Perah Peternakan di
Fakultas Peternakan.