Upload
trinhdung
View
224
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
EMOSI DAN EKSPRESINYA DALAM MASYARAKAT
Johana E. Prawitasa ri Hadiyono
Penga ntar
Ernosi merupak.ln aspek pentingdalam kehidupan manusia yang
merupakan sumber komedi dan tragedi seper!i yang banyak terjadi di
masyarakat Indonesia menjelang milenium baru . Pada dasarnya dengan
adanya emosi hubungan antara manusia a kan lebih bemuansa . Ada kala
manusia gembira bila memperoleh apa yang diinginkannya . Bila seseorang
memberikan perha !ian dan kasih yang hilus manusia akan bahagia.
Manusia juga dapa! tertawa bila ada yang lucu. [a juga dapat
menerla\vakan dirio)'a sendiri bila ia menyadari kebodohannya . Bersama
orang lain ia dapa! berbagi suka dan duka . 1.1 akan sedih bila apa yang
dipullyai hilang at au manusia gagal mencapai yang ditujunya. Takut akan
muncul bila ada hal yang mengancam jiwan~la . Bib harga diri dan
Tn,1rtabatnya tersinggung, manusia akan marah. Kemarahan ini dapat
berakibat sangat negatifbahkan sampai pada pembunuhan. Bahkan ada
istilah amok / amuk dalam psikopatologi yang k11USUS ada di budaya
Mel,1Yu. Keadaan itu ditandai oleh kekerasan fisik yang dilakuk~n dengim
atau timpa senjata kepada siapa saja yang ada di hadapannya, tanpa
pandang bulu apakah itu orang yang dicintainya atau bukan. Orang yang
sedang mengamuk akan membabatnya . Setelah itu ia akan pingsan dan
ketika bangun dan diberitahu apa yang telah dilakukannya, ia akan
menangis menyesali perbuataImya dan meminta ampun pada Allah Yang
Maha Kuasa.
Ekspresi Emosi
Ada dua cara dalam mengungkapkan emosi. Cara pertama ya itu
ernosi diungkapkan seca ra verbal dengan penuh kesadaran. Untu k eara
ini bahasa yang digunakan harus sarna, termasuk pcngartian akan kata
kata yang digunakannya . Apabila bahasa yang digunakan sarna tetapi
kata-kata yang digunakan diartikan lain maka komunikasi juga akan
terganggu. Cara kedua yang sangat sering dilakukan orang yakni emosi
tidak dikatakan tetapi diungkapkan secara nonverbal. Amok/ amu k adalah
sa lah satu bentuk pengungkapan emosi seeara nonverbal yang ekstrem
dan sifatnya patologis. IstiJah ini sekarang telah menjadi istilah psikia tri
yang sHatnya universa l.
Emosi marah, sedih, senang, taku t, dan emosi lainnya sering
d iungkapkan melaluiekspresi wajah, gerak tangan, tubuh, ataupun nada
sua ra. Ekspresi nonverbal banyak berhubungan dengan situasi budaya
setempat dan perubahan fisiologis banyak menentukan kcschatan orang.
KaHan erat simasi budaya dan proses fisiologis ini rnembuat emosi sebagai
sa lah sa tu indikator kesehatan individu . Unt uk itu perlu dite lit i
pengungkapan dan pengartian emosi seeara nonverbal. Pengungkapan
dan pengartian yang tepat akan menunjang keschatan dan hubungan
antara manusia sa tu dengan lainnya. Oicapainya dua hal penting dalam
kehidupan manusia akan menunjang kesejahteraan mereka . Hal ini penting
untu k menunjang kerjasama di anlara masyaraka t dengan beda latar
budaya. Hasi l penelitian Keltner, Kring, & Bonanno (1999) telah
menunju kkan pula bahwa seea ra teoritis ekspresi wajah berhubungan
seeara signifikan dengan penyesuaian setelah kematian pasangan, dalam
hubungan jangka panjang, dan dalam konteks gangguan psikologis kronik .
Mereka mengkaji bukti yangmenunjukkan bahwa ungkapanemosi melalui
ekspresi wajah berkaitan dengan hasil proses interpesonal dan sosia).
Mereka mengungkapkan bahwa ekspresi emosi di wajah merupakan tanda
dunia dalam dan mediator dunia sosia!.
Emosi dan komunikasi nonverbal telah diteliti di Indonesia dan
kcbanyakan dilakukan di IUcH Indonesia . Di Indonesia sclain Prawitasari
(1990, 1991,1992, 1993), Prawitasari dan Hasanat (1990), Prawitasa.ri dan
Martani (1993), Prawitasari, MarIani, dan Adiyanti (1994-1997), cmosi juga
telah banyakditeliti oJeh Suprap!i SumarmoMarkam (1992) dari Fakultas
Psikologi UI untuk discrtasinya. Dari UNPAD, Bandung, Wi lis Srisayekti
(1994) juga mcncliti perilaku nonverba l. Kebanyakan pe:nclitian-penelitian
tentang cmosi dan komunikasi nonverba l dilakukan oleh ahli-ahli di luar
negeri )'ang tel"h punya nama di bidang itu,
Dalam disertasinya, Markam (1992) mengemukakan dimensi
pcngalaman emosi dalam kaitannya dengan nama-nama emosi. la
mengkaji seeara deskripti{nama-nama emosi tcrsebutmclalui tcod kognitif.
Nama cmosi negatif adalah sedih, marah, dan takut. Sedangkan bahagia
mcmpunyai nilai positi£. Markam juga mcnemuk..1n pcrbcdaan antara pria
dan wanita dalam menilai pcnga laman emosi. Terharu bagi \\'anita
merupakan pcngalaman yang bernila i Icbih pOSitifdibandingkan dengan
pria. Bagi \\'anita pengalilman emosi ini terkcndalikan, tetapi !idak
terkcndalikan bagi pria. Pengalaman sed ih dan terharu bagi wa nita
merupakan sikap yang lebih optimis dibandingkan dengan pria, Bagi
wanita dalam mengalami ras .. cemas dan panik cendcrung "tid .. k
mclaw .. n". Pda d,11Clm meng"lami cemas dan panik tidak tcrlalu tcrsedot
pcdl"ti"nnyCl tc.-had"p pcngalan1<1n cmosi tcrsebut, tet .. pi wanitil sangat dipengaruhi olch pengalilmilll emosi tcrscbut.
I'rilwitasari (1990, 1991, 1992), PrClwitasari dClIl Mariani (1993)
meneliti pcngartian cmosi melillui ekspresi wajah dari foto-foto sta lis,
SriS<1yekti (1994) meneliti perilaku nonverbal untukdisertasinya,la meneliti
pcril<lku nonverbal dalam komunikasi. Dalam analisisnY<l iil billl)'ilk
mempertimbangkan aspek dinamis perilClkli. la ban}'ak mcmpcrhCltikan
pcrilaku scbaga i bagian integr,"li di d .. lam interaksi sosiai, bcrl"ngsllngnya
perilaku, dan din"mika interaksi anlilr indi"idu. Scbagili contoh ilspek
komunikatif perilaku nonverbal dalam komunikasi antara dua orang, ia
menggunakan perilaku meminta.
Selain orang Indonesia seperti tersebut sebelumnya, Karl Heider
(1991,1991) dari USA telah meneliti emosi dan perilaku nonverbal orang
Indonesia, terutama orang Minangkabau dan pedlaku nonverba l di film
Indonesia. Dalam bukunya Landsc.1pe5 ofemoHon: Mapping three cllllltres 01
emotion in Indonesia, Heider mengemukakan tentang istilah emosi dalam
bahasa Minang, bahasa Indonesia oleh orang Minangkabau, dan bahasa
Indonesia oleh orang Jawa. Ia membuat peta emosi herdasarka.n kumpulan
nama emosi yangdigunakan oteh ketiga kelompok terscbul. Perlama kali
ia membuat daftar kata - kata Indonesia ya ng digunakan untuk
menggambarkan emosi. Prosedur ini juga dilakukan oleh Pra witasari
(1990) kClika ia mengembangkan a lai un luk mengungkap emosi dasar
manusia. Ia memberikan daftar kala-kata sifat yang diperoleh dad Kamus
Umurn Bahasa Indonesia (Purwodarminto, 1982) kepada penilai unluk
emosi jijik, malu, marah, sed ih, senang, ta kut, dan terkcjut. Dcmikian pula
Heider mulai mengembangkan daftar induk kala-kala cmosi dalam bahasa
Indonesia. Ia menemukan 38 kata yang je)as menunjukkan kala-kata emosi.
Ia mengembangkandaftar induk kala-kata cmosi melalui kamusdan no\'el
yang dilulis oleh orang Minangkabau . Untuk liap kala yang lertera,
responden diminta untuk mengemukakan tentang pad an kala dalam
bahasa Indonesia dan terjemahan yang seimbang dalam bahasa Minang.
Dari 38 daftar kala induk, ia akhimya menemukan 189 kala dalam bahasa
Indonesia dan 197 dalam bahasa Minang. Ada bebcrapa kala ya ng
akhirnya tidak digunakan kare na kurang pas de ngan tujuan
pengelompokan kataemosi . la menyimputkan bahwaemosi sedih, marah,
gembira, dan terkejut mendekati kcsamaan universal, Ictapi cOlosi cinta,
takut, jijik, dan muak Icbih bersifal khusus budaya. Hal ini hampir sarna
dengan pcncmuan Prawilasari dan Martani (1993) yclllg Olenemukan
kesamaall dan kckhususan budaya pada emosi marah, sed ih, senang, dan
takut di masyarakat Jawa, Menado, dan Ujung Pandang.
Ada berbagai fungsi perilaku nonverbal dalam interaksi sosial.
Menurut Patterson (1990) fungsi-fungsi tersebut antara lain adalah
menyediakan inform asL mengarahkan interaksi, mengu ngkapkan
keintiman, kontrol sosial. Ekspresi wajah misalnya banyak memberikan
informasi tentang keadaan emosi individu. Ekman dan Friesen (1984)
menyebutkan bahwa orang dapat mempelajariemosi melalui tanda-tanda
yang terlthat di wajah . Ekspresi wajah tersebut dapat menunjukkan rasa
gembira, jijik, marah, sedth, takut, dan terkejut. Emosi-cmosi ini dapat
terlihal melalui gerakan-gerakan 0101 di dahi, sekilar mala, hidung, dan
mulul. Senyum, misalnya, dapal dibedakan apakah senyum tersebut betul
betu! mengungkapkan rasa senang alau menulupi ras.:1 negali£' Senyum
yang menunjukkan rasa senang dapa! lerlihat dari geraka n-gerakan 0101
di sckilar mala di samping bibir yang bergerak ke samping atas. Scnyum
untuk menuhlpi rasa negati( dapal lerlihal dari bibir yang tersenyum tetapt
gerakan otol di sekitar hidwlg, dahi, dan mala menunjukkanemosi laurnya
(E kman, Friesen, d an O'Sullivan, 1988). Penemuan ini diperkuat dengan
penelil ian sel"njutnya oleh Frank, Ekman dan Friesen (1993) }'ang
menunjukkan bahwa senyum gembira betu l-belul berbeda dari senYll m
senyum I<liMya. Selain itu senyum juga dapal diukur deng"n allalisis
citra digital dan subjck mcmberikan ralulg pada scnylllll yang direkam
dengan "idro(Leonard, Voeller, dan Kulda\l, 1991).
Pengungkapan cmosi send iri juga masih dipertanyakan apakah
sHatn),a universal atau spesifik budaya. Seorang ahli linguistik, Wierzbicka
(1992), ban}"lk meneliti k,'ta-kata untuk ungkapanemosi. la mengatakan
bahwa kebanya kan ahli meneliti emosi secara lintas bud"y;'! dengan
menggunakan bahas.:, Illggris. Hal uli je las akan mengh"silkan biilS. Tidak
semua kata Inggris mampu mcngungkapkan emosi terl'entu yang dialami
oleh orangdari buday,,!ain. Untuk ilu perlu berhati-hatidalam meng.utikan
hClSil penelitian lintas budaya.l'vtungkin kata untuk mengungbpkancmosi
tertcntuda lam bahasa bukan Inggrisak'1 1l lain. 5eperti kilta eksprcsi co/)
lemptdalam penelitian Ekman dan Heider (1988) "kan sulit untuk diberik,m
padanannya dalam bahasa Indonesia. Bisa saja kata itu diartikan scbagai
pelecehan, hanya saja apakah itu tepat seperli yang dimaksudkan oleh
kcdua peneliti itu. Kemudian Russell (1991) juga mengemukakan bahwa
orang densan bahasa bukan lnsgris akan membuat kategori cmosi yang
lain dari mercka yang berbaha s.1 Ingsris. la mensatakan bahwa kata cmosi
itu sendiri adalah spesifik budaya. Satu eonloh misalnya tidak ada
Icrjcm;lhan emosi dalam bahasa Indonesia, adanya adalah kata rasa. Ada
scbetum}'a kala untuk mengungkapkan gejolak rasa yaitu renjana. Hanya
5.1ja kalau itu yang digunakan orang Icbih mengcnal sebagai nama lagu
yang diciptakan oleh Guruh Sukamoputro. llmuwan perilaku di Indone
sia mcnggunakan istilah cmosi karcna bahan acuannya adalah dari bamt.
Eksprcsi wajah terutama untuk memberikan infarmasi tentang
suas;ma emosi individu. Han)'a saja selanjutnya menurut Wicrzbieka
(1995) ckspresi marah, takut, jijik, scdih, ataupun gembira adalah khusus
bahasa dan khusus budaya, dan tidak dapa! menunjukkan kesamaan
mcndllnia dalam area cmosi. la sclanjutnya mengatakan bahwa berbagai
emosi dapat dikcnal dalam istilah skcnario kognitif yang diasosiasikan
dengan scmuanya itu dan baga imana skenario kognitif tcrscbut
diungkapkan dalam istilah konscp manusia univcrsal. Lebih lanjut ia
menunjukkan bahwa penggunClCln kOl"l<;CP primitif dapat digunakan untuk
mcnggali cmosi manusia dari perspektif universal dan bebas bahasa.
Karena se liap bahasa mcmpunyai klasifikasinya scnd iri tentang
pengalaman emosional manusia, kala-kata Inggrisseperti angeratau sad
ness adalah bllkti adanya bahas.1 InggTis dan bukan alat analitis yang
bebas budaya. Sebaliknya konsep primitif seperti "baik" dan "buruk", atau
"ingin", "mengerti", "mengatakan" dan "berpikir" bukan bukti bahasa
Inggris tetapi mcnjadi milik dunia yaitu alfabeta pikiran manusia. Jadi
ya ng penting adalah ana lisis berdasarkan universal Icksikal untuk
mcmbeb<lskan manusia dari bias terhadap bahasa sendiri dCln meneapai
perspcktif universal, be\)as budaya pada kognisi manusia seeara umum
dan pada emosi manusia khususnya.
Apa yang dikatakan Wierzbicka (1995) tersebul hampir sarna
dengan apa yang diungkapkan oleh Russell dan Salo (1995). Mereka
mengungkapkan bahwa kala-kala Inggris seperti happy, sad, angry, dan
.-J!raid menunjukkan taksonomi status cmosional. Tetapi seberapa jauh
laksonomi ini lerikat bahasa dan budaya? Artikcl mereka menyebutkan
adanya metode untuk membandingkan kata-kata emosi dalam berbagai
bahasa asli. Terjemahan untuk 14 kata-kala emosi dalam bahasa Inggris
diperolch untuk orang Cina dan Jepang. Mereka menilai tiap scbulan emosi
yang diungkapkan oleh liap satu set ekspresi wajah yang baku. Korelasi
antara prom yang diperoleh untuk tiap dua kata me rupakan indeks
persamaannya. Metode jni menurut mereka peka dalam mengungkapkan
kedua kesamaan dan perbedaan khusus dalam apa yang sebelumnya
dianggap sebagai terjemahan yang seimbang.
Apa yang disebutkan oleh Wicrzbicka (1995), Russell dan Sa to
(1995) ini lebih menyoroti adanya bahasa setempa t dan kelerbatasan
bahasa Inggris da lam mengungkapkan makna emosi dalam bahasa
setempattersebut. Ahli-ahJi ini rnenginga tkan peneliti emosi lainnya untuk
lebih berhati-hali dalam mcngartikan penelitian lintas budaya. Schimmack
(1996) juga mengingalkan hal ini.la menganalisiskembali penelitian lintas
budaya tentang pengena lan emosi mela lui ekspresi wajah. Biasanya
ditemukan bahwa jumlah ernosi dalam stimulus berpenganlh lerhadap
ketepatan skor dan penilai orang kulit putih (Kau kasian) lebih b,li k
daripada penilai yang bukan (non-Kaukasian). lni diterangkan dengan
adanya bias stimulus yang digunakan da lam penelitian-pcnelitian
tersebut. Ia mengingatkan pula bahwa pengenalan emosi sed ih dan takut
menunjukkan keha ti-hatian dan penghindaran peni lai non-Kaukasian
dalam menilai kedua ernosi tersebut. Kehati-hatian ini rnenirnbulkan
ketidakajegan penilai atas kedua ernosi itu. Apa yangdikernukakan oleh
Schirnrnack (1996) tentang ketepatan pcnilai Kaukasian d iband ingkan
dengan non-Kaukasian ten tang ckspl'esi wajah yang diungkapkan oleh
stimulus Kaukasian agak berbeda dengan penelitian Prawitasari (1992) .
Dcngan sHmulusekspresi wajah non-Kaukasian, penilai yang terdiri alas
profesional Amerika dan Indonesia sarna baiknya dalam menilai emosi
yangterungkap. Hanya saja mereka berbeda dalarn menilai inlensitas yang
diperlihatkan. Bagi penilai profesionallndonesia ungkapan marah yang
terlihat dinilai lebih intens daripada profesional Amerika.
Emosi dan Budaya
Dari ungkapan penciitian-penelitian lersebut ter!ihal berbagai
kelemahan yang perlu diperhatikan dalam mengartikan hasil penelitian
lin las budaya. Perlu diperhatikan keterbatasan stimulus yang digunakan
maupWl pengarlian hap budaya terhadap emosi yang terlihal. Khususnya
tentang pengartian cmosi sedih dan takut pcrludipcrhatik.·m mama budaya
setcmpal tentang kedua emosi itu.1imbul pertanyaan mengapa begitu sulit
bagi penilai dari berbagai budaya untuk mengenal itu seperti yang
terWlgkap pada hasil penclitian Prawitasari, Martani, dan Adiyanti (1995).
Dari apa yang diungkapkan dalam diskusi tcrlihat bahwa emosi sedih
dan lakut sangat pribadi, hanya orang-orang terlcntu saja yang balch
melihatnya. Mcrcka mcngWlgkapkan ked.ua emosi ilu di muka orang yang
dipercayai terutama keluarga, schingga ungkapan di muka umum perlll
dikendalikan . Kedlla emosi ini juga dinilai negatif sesuai dengn ajaran
agama yang mereka anut. Mereka harus mengendalikannya dengan baik .
Komunikasi nonverballainnya, seperti gerakan tangan dan tubuh
atau disebut gestur, bcrikut postu r lubuh dapat digunakan untuk
mengarahkan interaksi. menunjukkan keintiman, maupun kontrol sosial.
Geshu misalnya dapal dikategorikan sebagai gestur bebas dari percakapan
dan gestur berhubungan dcngan percakapan (Knapp dan HaIL 1992)
Menurul Ekman, Friesen, dan Bear (1984) gestur bcbas percakapan disebut
emblem . Orang dapat mcnggan tikan gcrakan mengangguk unluk
mengatakan "Ya" atau seperli di Bangladesh dengan menggcrakkan kepala
ke samping alas (pengamatan pribadi, July 1992). Gcstur bcrhubungan
dengan percakapan dapat disebut ilustrator (Ekman, Friesen, dan Bear,
1984).Gerakan-gerakan tcrsebut tidak akan ada artinya bila lidakdisertai
pcrcakapan. Inj dimaksudkan untuk membantu mencrangkan ataupun
menekankan pcrcakapan. Semua gerakan ini dapat d iguna kan dalam
mengarahkan interaksi antar manusia. Misalnya orang akan
mcnggerakkan tangannya untuk mempersilahkan orang lain ganti bicara.
Salah satu pcnelitian perilaku nonverbal juga telahdilakukan oleh
G\lnalirin dan Prawilasari (1996). Penelitian ini mengulang penelilian
Bemieri, Gillis, dan Davis (1992) ten tang leori penilaian sosi,,1 dengan
bebcrpa modifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek Indo
nesia mampu menilai keterdekatan individu Amerika yang sedang
berdialog dengan menggunakan isyarat-isyarat nonverbal. Pcrbcdaan latar
budaya tidak menghalangi terwujuhlya pemahaman antara budaya satu
dengan lainnya. Yang menarikdalam penelitian iniadalah adanya isyarat
tentang kesopanan. Dal,lm salah satu video klip ada pasangan yang
mengangk."lp kaki di meja . Bagi orang Indonesia mcngangkat kaki di meja
merupakan perilaku tidak sopan, sedangkan bagi orang Amer ika
mcngangkat kaki lidak menunjukkan sopan tidaknya seseorang. lni hanya
mcrupakan salah satu ca ra untuk mengekspresikan kcbcbasannya tanpa
konotasi kcsopanan . Kesopanandalam gerakan tidakdijumpai di Amcrika.
Bagi orang Amcrika memegang kepala tidak mempunyai makna tidak
menghormali. Sebaliknya bagi orang Indonesia kepala adalah tempat
terhormal jadi tidak boleh dipegang.1idak sopan memegang kepala orang
Indonesia kecuaH orang yang lebih tua !erhadap yang lebih muda, itupun
kalau hubungannya telall akrab. TIdak semharang orang balch memegang
kepala orang lain. Juga cara memanggil berbeda antara orang Amerik.,
dem orang Indonesia. Biasany., orang Amerika mcmanggil dengan telapak
tangan ke alas dan dua jari bi .... sanya jari tclunjuk dan tcngah digerakkan
ke arah diriny". Scdangk"n orang Indonesia .,ka" mcm.lIlggi l deng"n c<J r,'
"ngawe" yaitu tangan d irenlangkrHl dan teI.'pak ilwngarah ke bawah dan
semua jari digcrakkan kc Iclapak tangan. CU.l y.lng berbeda ini jug.,
menimhu lkan rasa tidak en.,k bagi orang Indonesia yang mcng.utikan
gcrakan dengan kesopanan (pe:nga laman pribadi dengan orang Amerika
yang sesuai dengan penclitian ini). Univcrsalitasdan kekhususan budaya
dalam komunikasi nonverbal ini memang ada dan didukung data dalam
pe:nelitian ini (Gunatirin dan Prawitasari, 1996). Kedekatan merupakan
isyarat universal. kalau dua orang bcrdekatan daJam suatu dialog kedua
bangsa mengartikan sarna yaitu mercka telah akrab. Gerakan sopan dan
tidak sopan merupakan khusus budaya Indonesia yang tidak dikenal d i
Amcrika.
Terdapat pertentangan pendapat tcntang faktor budaya dalam
komunikasi nonverbal di antara para ahli. Hecht, Andersen, dan Ribeau
(1989) menyatakan bahwa komunikasi nonverbal tidak dapa! dipisahkan
dari kebudayaan. Oi lain pihak Ekman dan Friesen (1986), Ekman dan
Heider (1988) menyatakan bahwa ekspresi wajah yang mengungkapkan
rasa jij ik bcrsifat universa l. Mcskipun ekspresi 'waiah yang mcngungkap
cmosi bcrsifat universal tetapi terdapat perbedaan penilaian tentang
intensitas masing-masing ekspresi wajah (Matsumoto dan Ekman, 1989).
Se lain eksp resi wajah, pastur tubuh juga menunjukkan adanya
univers."llitasdan pengaruh kebuday.lan setcmpat. Kudoh dan Matsumoto
(1985) mcnemukan bahwa faktor yang terungkap melalui postur tubuh
antara orang Amcrika dan orang Jcpang sarna tctapi urutannya berbeda.
Sclanju tnya Matsum(ltodan Kudoh (l 987) mengulang pcnelitian tcrsebut
dan mencmukan bah"'a untuk orang Jepang pcnila ian terhadap postur
tubuh Icbih terfokus pada status dan keku<1saan, sedangk.m orang Amerika
lebih terfokus pada rcsponsi"itas anlar pribadi seperti penilaian senang
dan takscnang.
Demikian pula Patterson (1990, 1991) menyatakan bahwa oleh
karena perilaku non\'erbal biasanya bersifat mendua dan mungkin
mempunyai bermacam-mt'lcam arli, orang dari budaya lain mungkin
bervariasi dalam ckspresi dan pcngnrtian fungsinya. Senada denga n
berbagai ahli tersebut, Shaver, Wu, & Schwarts (1992) mengemukakan
bah"'a banyak bukti menunjukkan bahwa beberapa emosi dasar
mcmpunyai kesamaan di beberapa negara yang berbeda sepcrti Arncrika,
China. !talia, dan Haluk. Mereka menyimpulkan bahwa emosi dasar
mempunyai kesamaan antese<tendengan ciTi abstrak, kesamaan tendensi
tindakan, dan kesamaan fungsi hubungan sosial di negara·negara yang
berbeda lersebut. Emosi dasar tcrscbllt adalah gembira / bahagia, taklll,
marah / benci, dan sedih/deprcsi dengan katcgori subord inasi positif dan
negatif.
Masihdalam kontcks emosi yang bersifat mcndtmia atau spesifik
budaya, Frijda (1992) mengemukakan adanya label-Iabelterlentu untuk
emosi tertentu pula. Orang ccnderung mcmbcrikan label bagi ckspresi cmosi
marah, sedih, takut, mcskipun belum tcnlu orang yang diberikan label
tersebu t betu l-betu l rnengalami ernosi tcrsebut. Emosi lebih rnerupakan
pengalaman internal bukan hnn)'a sckcdar kala yang dilabelkan padanya.
Hal ini dip~rkua t oleh Mayer dkk. (1991) yang mengatakan bahwa
pengalam.m suas.·ma hati lebih luas dibandingkan hallya isi cmosi saja.
Selnin itu Shweder(992) mcngcmukakan pu la bahwa emosi adalah suatu
sistcm pengartian. TIap budaya rnempunyai sistem pengarliannya sendiri
tentang cmosi yang dialami maupun diungkapkan. Hal ilu akan nampak
baik dalam kata-kata ataupun pengalaman somatik. Emosi marah dikaitkan
dengan tubuh yang tegang. Selanju tn ya Mesquita clan Frijda (1992)
mengatakan bahwa kesimpulan ya ng pasti tentang ernosi secara lintas
budaya akan sulit didapat karena tidak di temukan kesatuan mctodologi.
Sclain itu jusa di katakan bahwa masih langka informasi ten tang ernosi
yang sifam)'a mendunia ataupun spcsifik budaya.
I'enelitian ernosi dan komunikasi nonverbal mernang tidak
sescdcrhana scperli yang dipikirkan orang, karena scmuanya itu perlu
ditcliti dari berbagai sudut pandang. Hal ini clapat dilihat dad penelitian
GrossdanJohn (1997) tentang pcngungkapan perasaan. Penelitian mereka
rnenunjukkan bahwa eksprcsivit,l s negatif rneramalkan cksprcsi perilaku
kesedihan bukan ker iangan, dan ekspresidt,ls positif merarna lkan
keriangan bukan kesedihan . Hubungan ini te tap scimbang ke tika
pengalam.m cmosi subjektiI dan respons fisiologis dikendalikan. Penelitian
mereka in i menunjukkan pentingnya pendckatan multifaset untuk
ekspresivitas emosional dan mempunyai implikasi un tuk mengerti
kepribadaian dan cmosi. Selain penelitian ini, penelitian Lambert, Khan,
Lickel, dan Fricke (1997) mcnunjukkan adanya koreksi dalam stereotipi
sosial. Orang yang mcnunjukk.m kesedihan akan mengoreksi ekspresinya
bila situasi menuntutnya, tidak dcmikian dengan ekspresi posilif. Sekali
lagi terliliat di sini bahwa ckspre5i positif Icbili dapat ditcrima daripada
eksprcsi nega tif baik oleh diri scndiri "Iau dalam inter::lksi 5osia l.
Ekspresi Emosi Bebcrapa KcJompok Etnik
5elain perdebatan apakah eksprcsi emasi mcmpunyai kesamaan
atau perbedaan da lam budaya yang bcrbeda, sering muneul pula
pcrl:lOyai'ln apnknh cmosi yang dieksprcsikan abn menimbulk;U'
perubahan {isiologis. ll."Igi orangJ.l\\,a kcselar.ls."tn merupi'lkan kunei dal"m
kchidupannya (fo,.lagnis-Suscno, 198-1 ), Ap"bila ia ml.?ngalami cmosi
tcrtentu, ia bcrusaha mengembalik,"t n pada suasana emosi nclral
sebelumnya , Sccarn fisiologis, in i ad., manfil.ltnYil , Yang penting buk,m
mcngabaikanemosi yangdi<l lami, tclilpi bag,lim,ma mcnyadari cmosi yang
dia lami, kemlldi ,lIl Illengem\:laliki'ltl padll SlI.1S<lna netral scbelumnya.
Gross & Le\'cnson (1993) mcneliti penckanan cmos i ya ihl pcngcndalikan
ckspresi COlosi sccam s.ld.1T I'adahal cmosi terlentu sedang dialami.
Penelilian mercka menunjukkall \:Iah\\'a pcnckanan Illengmangi perilaku
ckspresif dan menghasilkan :;ta tu s fisiologis ya ng tereaml'm yakni
"kti\'itassomatik mcnurun dan dctak jantung yang juga mcnurun. Tetapi
kcadaan ini diikut i oleh menaiknya kcjapan mata dan akti\'itas s.1Taf
simpatis dalam pcngukuran kardio\'askular dan tanggapan elcktrodennal.
Penckanan tidak mempunyai dampak pada pengalaman cOlosi subjcktH.
Hasil penelitian kedua pencliti ini mcmang masih belum dap.,t
disimpulkan dengan pasti karenct penckanan menimbulkan penurunan
pada detak jantung tetapi mcnaikkan kejapan mata maupun suhu kulit.
Terlihat bahwa tubuh menyesuaikan dengan keadaan emosi individu.
Mungkin ada bcnarnya pedoman orang Jawa yang menekankan
kcselarasan semua hal dalam kehidupannya. Yang penting sekarang
adalah kesadaran individu untuk mengena l emosi ya ng dialami,
mengendalikanekspresinya, dan mengenal perubahan didalam tubuhnya.
Keadaan ini mungkin akan Icbih menyehatkan dibandingkan
mengeksprcs ikannya langsung tanpa mcnyadar in ya ataupun
mengendalikannya. Seperti yang diungkapkan oleh Ortony, Clore, & Collins
(1988) bahwa pcngalaman emosi melayani fungsi pemrosesan informasi
yang sangat penting. Pengalaman cmosi dapat merupakan indikator untuk
melakukan sualu tindakan tertentu. Jadi kesadaran akan pcngalaman
COlosi saat ill.! merupakan situasi yang menyehatkandibandingkan dengan
pengalaman emosi yang tidak disadari tapi menimbulkan peru bahan
perubahan fisiologis yang kurang menyehatkan . Temyata ada benarnya
aja ran Jawa bahwa manusia pedu waspada terhadap apa yang dialami dan dihadapinya saat ini (Magnis-Suseno, 1984; Mulder, 1984).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Esses & Zanna (1995)
mcnunjukkan bahwa bila sckelompok individu dalam suasmla rasa negatif,
mereka cenderung menilai stereotipi yang dianggap kurang mengenakkan
bagi kelompok etnik tertentu. Kelompok etnik yang lehih ajeg terpenganth
adalah orang asli Indian, orang Pakistan, dan Arab. Penelitian ini
mcnunjukkan bahwa sua sa na rasa dapat berdampak nyata terhadap
pcrsepsi anggota kelompok . Sclain illl suasana rasa juga mcmpengaruhi
pengartian orang pada stereo!ipi ketika mereka menggambarkan kelompok
tertentu secara uluh. Juga ada indikasi bahwa suas.:lna ras.:l mungkin
mempunyai pengaruh lemah tcrhadapstereotipi aklua l yang digunakan.
Penemuan ini berguna untuk mengenal asal dinamika persepsi anlM
keJompok yang penting untuk mengat<lsi prejudis dan diskriminasi. ladi
kalau orang Indonesia cenderung menunjukkan ungkapan \\·ajah positif
ada benamya juga yaitu mengurangi kes,1n negatif bila orang lain sedang
dalam suasana rasa negatif.
Selain ckspresi \'\'ajah positif, mereka juga banyak menunjukkan
gestor pasif atau gerakan Icmah su payCl tidak terkesan of ens if. Misalnya
mereka banyak ngapurallcangyaihl mcmbelenggu tangan kiri ol(>h tangan
kanan di muka perut ketika berdiri atau berpeluk tangan ketika duduk.
Hal ini dilakukan unluk kendall stimulusmenurul istilah perilakuan (Mar
tin & Pear, 1992). Orang melakukan itu supaya gerak..'1nnya terbatas. Oi
muka orang yang dihormati, entah ilu tamu, orang lebih tua, atau orang
yang berkuasa, orang cendenmg membatasi gerakannya. Mereka
bcranggapan bahwa terlalu banyakgerak kurangsopan. Dari pengamatan
teru tama pada orang Jawa, kendali stimulus ini lebih banyak d ilakukan
dibandingkan orang di1ri luar Jawa (pengamatan pribadi, 1994).
Oi Sumatera Baral, Mimmgkabau sering lebih dikenal sebagai
benluk kebudayaan daripada sebagai bentuk negara atau kcrajaan yang
pern<lh ada dabm sejarah (N<lvis, 198-l). Disebutkan bahwa Tambo adaltlh
sa lah satu warisan kcbudayaan Minangkabau yang penting. Tarnbo ad alah
kisah yang disampaikan secara lisan oleh "tukang kaba" yang diucapkan
oleh juru pidato pada upacara i1daL Ia dibagai dua jenis yaitu t.1Jl1bo,1/,1/J/
yang mengisahkan asal-usul nenek moyang serla bangunnya kerajaan
Minangkabau, dan I.1mbo<1datyang mengisahkan adat atau sistem dan
aturan pemerintahan Min_angkabau pada masa Ialu. Cara mengisahkan
1~1mbo disesuaikan dengan keperluan dan keadaan seningga dianggap
sebagai karya sastra yangmenjadi milik umUln.
Lebih lanjllt disebutkan bahwa orang Minangkabau menamakan
tanah airnya AI,1fll A1inangkabml. Kata alam mengand ung malma yang
mendalam. AI,1m bagi Jllereka bukan hanya sebaga i tempal lah ir dan
temp"t mati, tempat hidllp dan berkembi'lng, melain.kan mempunyai mtlkna
fi losofis seperti ungkapan: Alam terkcmbang jadi guru. Olen karena illl,
ajaran dan pandangan hidup mcreka diungkapkan dalam peP.1t<1h, pelitih,
mamallgall, serta lain-iainnya dengan mengambil ungkapandari bentuk,
sifat, dan kehidupan a lam. Unsur-unsur penting dalam alam seperti,
matahari, bulan, bumi, billtang, siang, malam, pagi, petang, timur, barat,
utara, selatan, api, air, tanah, dan angm. Semua unsur alam itu mempunyai
peran yang saling bcrhubungan tetapi tidak saling mengikat, masing
masing hidup dengan eksistensinya dalam suatu harmoni .tetapi dinamis
sesuai dengandialektika alam sehingga muneul kata bakaranobakajadian
(bersebab dan berakibat). Falsafah ini menempa tkan manusia sebagai salah
satu unsur yang statusnya sarna dengan W\Sur lainnya, seperti tanah,
rumah, suku, dan nagari. Seperti unsur alam lainnya, manusia dapat
berfungsi sempuma, sehingga kedudukan manusia satu dan lainnya sarna.
Dikatakan bahwa Tagaksamotinggi duduaksamorandahkata pituah mereka.
Seperli unsur alam lainnya, kemampuan manusia dalam berbuat sesuatu
tidak sarna. Malahari akan bcrsmar dan bulan akan menggantinya di
malam hari . Buah mempunyai bentukdan rasa yang berbeda-beda. Oleh
karena illl pcmbedaan pandangan terhadap manusia ditentukan oleh
prestasinya dalam bcrusaha menjadi mulia, temama, pintar, atau kaya.
Dari uraian Navis (1984) terlihal betapa kayanya adal istiadat Minang
dengan filosofinya tentang manusia yang sarna dengan uJ\Sur alam lainnya.
Ada beberapa ca tatan tentang perubahan kebudayaan
Minangkabau yang ditulis oleh Sairin (1992). Ia menyatakan bahwa orang
Minangkabau menyadari benar bahwa masyarakat dan kebudayaan,
sebagai suatu pengetahuan atau eara memandang dan merasakan, selalu
berubah. Disebutkannya bahwa orang Minangkabau relatif terbuka dan
menganggap pcrubahan scbagai pcristiwa yang wajar terjadi. Selanjutnya ia menyebutkan bahwa terjadi perubahan dalam kekerabatan. Antara lain
hubungan antara mamak dan kemenakan sekarang semakin longgar,
sedangkan hubungan anlara ayah dan anak semakin kuat. Hal ini
disebabkan sebagian ka rena adanya faktor pendidikan yang membuat
keterga ntungan anak terhad ap aya h makin kua t. Anak harus
mcncanlumkan nama ayahnya demikian juga dalam akte kelahiran.
Meskipun demikian kedudukanmamak Ictap diperlukan terutama untuk
kegiatansercmonial. Sclain perubahan fungsi mamak, juga sebulan orang
tua mengalami perubahan. Mis..1.lnya, anak akan memanggil oom dan !ante
untuk mamakdan eteknya. Nampak di sini bahwa masyarakat Minangkabau
da lam keadaan transisi. Oi sa tu pihak masyarakat belum dapat
meninggalkan nilai-nilai budaya lama, di lain pihaknilai-nilai baru bclum
dihayati sepenuhnya.
Untuk kebudayaan Palembang baru ditemukansuatu tulisan kuno
oleh van Sevenhoven yang ditcrjemahkan olch Purbakawaqa (1971).
Nampa knya van $evenhovcn menu lis berdasarkan pengamatannya
terhadap orang-orang Palemba ng . Oi situ disebutkan tabiat orang
Palembang secara garis besar. Orang hanya men genal dua golongan
penduduk yaitu mereka yang memerintah dan mereka yang diperintah .
Dad sini asal keangkuhan dan ras,) rend"h diri. Inilah ciri pokok labiat
orang-orang I'alembang. Sifat in i berubnh scsuai dengan keadaan yang
dihadapi. Kadang-kadang mereka menjadi angkuh, sewenang-wenang,
kejam atau kndang-kadang menj"di damba, hina, dan nista. Mereka
disebutkan lebm cerdik dan cepat mengerti dibandingkan dengan orang
Jawa. Ketrampilan mereka dalam pckerjaan tangan menonjol baik laki
laki dan perempuan. Tetapi mereka tidak mempunyai ahli s<,stra. Tulisnya
lagi bahwa orang Palembang suka mengakhiri cerita dengan sumpah.
'ieriihat bahwa mereka belum mengelli1l Islam dengan mendalam. Mereka
hanya mengenal agama ilu secara lahiriah saja, masih banyak takhayul
yang dipercayainya. Disebutkan pula bahwa orang Palembang sama
dengan orang Jawa dalam hal pengenda lian rasa ffii'lfah. Mereka
beranggapan bahwa marah akan membuat orang tidak tahu apa yang
dikalakan atau diiaku kaJUlya. Di anlara mcreka sendiri kurang dapa\
saling mempercayai sehingga mercka banyak berhati-hati dalam berurusan
dengan sesamanya. Mercka tidak mempunyai permainan yang dapal
dinikmati bersama seperti ",ayang di Jawa, sehinga mercka kurang bcgitu
gcmbira seperli orangJawa.
Apa yang ditulis oleh van Sevenhoven ini telah lama sekali,
nampaknya ditulis di jaman kolonial. Tulisan ini seba iknya dikaji Icbih
mendalam dengan acuan yang lebih baru. Sayangnya itu belwn ditemukan
sehingga apa yang dikutip tersebut harus diperlakukan ekstra hati-hati .
Penutup
Telah diungkapkan berbagai penelitian baikdi Indonesia maupun
di lua r Indonesia mengenai emosi dan komunikasi nonverbal. Banyak hal
periu d ipertimbangkan antara lain pengartian Hap budaya terhadap kedua
hal itu. Selain budaya yang periu banyak diperhatikan adalah penggunaan
bahasa.
Pengungkapan dan pengartian cmosi melalui komunikasi non
verba l tidak scsederhana yang dipcrkirakan. Ada banyak fakto r yang
mcmpengaruhinya. Dalam diskusi mis..1Inya, ketika ditanya tentangemosi
mungkin orang menjawab karena pengertiannya yang terbatas . Ada
sebetulnya bahas.l Indonesia untuk emosi yaitu renjana. Kata ini lebih
bera rti sebagai perasaan yang mendalamdan lebih berkaitan dengan rindu
dan kasili. ApabiJa renjana yang ditanyakan kemungkinan beSM orang
tidak mcngenalnya.Orangakan Icbili mcngenal sebagainama lagu. Untuk
tujuan akademik kata renjana juga tampak kurang pas untuk mengganti
kata COlosi . Hal ini dikemukan oleh pembahassaat seminar hasH peneli tian
hibi"lh bcrsi"ling i\wi"l1199i. Lebih lagi pertentangan tentang arli hahi"lsa itu
sendiri banyak diungkapkan oleh Wierzbic ka (1992, 1995) maupun Russell
dan 5a lo (1995). Kal.:l-kata lnggris unluk cmosi banyak menunjukkan
taksonomi statusemosional. Telapi mereka berargumcntasi seberapa j.luh
pengaruh budaya dan bahasa terhadap taksonomi ini. Schimmack (1996)
juga mengingatkan kelerbatasan bahas.l ini dalam penelitian lintas budaya
ten tang pengenalan cmosi melalui ekspresi wajah. Terlihat di sini bctapa
peneliti harus betul-bctu l berhati-hati dalam menggunakan istilah karcna
akan memberikan bias. Faktor bahasa ini perlu diperhatikan untu k
penc litiao-penelitian selanjutnya.
l·k.l1l<ln, 1'., Frie:;. . .'H, W.V., & 1k:"L.I. 19H-.l. rhe llltefllation.lll.mgu<lge "I hl"';'
ture: Every little mll\'C!11Cnt has.1 meaning its ow n, depending on thto'
culture in which you In;"\ke it. 1~)""dl0Iog)' Ttxlay, 18, 5.
Ekman, P. & Friesen, W.v. 1986. A ncw pan-cultural f;"\cial ex pression of
emotion. l\1otivc1tiOJ1c1nd Emotion, 10,2, 159-168.
Ekman, P., Friesen, W.v., & O'Sullivan, M. 1988.smi lcswhcn ly ing.}ourl1c11
of Persomlity .md Social PSydl0logy 54, 3, 414-420.
Ekman, P. & Heidcr, K.G. 1988. The universali ty of a contempt expression:
a replication. Motiv<1tion;md .Emotion, 12, 3, 303-308.
Esses, V.M. & Z1nna, M.P. 1995. Mood and the expression of ethnic stereo
types.}oum<1/0f Persomlity and Socl~11 PSyd101ogy,69, 6, 1052-1068.
Frank, M.G., Ekman, P., & Friesen, W.v. 1993. Behavioral markers and l"ec
ognizabi li ty of the smile of enjoyment .joumal of Person<,/ity and .Soc,:,/ Psychology,64., I ,83-93.
Frijda, N.f-I.1992. Labelling one's emotions. Conferenceon Emotion and Cili
hlt"e,June l0-14. Eugene, OI~: University of Oregon.
Gross, J.j. & Levenson, R. W. 1993. Emotiona l suppression: physiology,
self-report, and expressive beha vior. }oufllal of Personality and SocJ~11
Psychology, 64., 6, 970-986.
Gross, j.J. & John, O.P. 1997. Reveiling feelings: Facets of emotional
expressivity in self-reports, peer ratings, and behavior./oum<1101 Per
sonality & Social Psychology, 72, 2, 435-448.
GlU1atirin, E.Y. & Pr<1witasan, J.E. (1996).Judgementof rapport of Indone
sian subjects: Replication and modification of Semien, Gillis, and
Davis' research (1992) in supporting social judgement theory (in bah.1sa
Indonesia). Berkal.1 Penelitian PascaSarjana, 9 (2A, Mei,313-328.
Hecht, M.L., Andersen, P.A., & Ribeau, SA. 1989. The cultural dimensions
of nonverbal commtmication. Dalam M.K. Asante & W.8. GudyklU1st
(Eds.)H1l1dbookofintematifXIllhuuiinterr:uJturaJcommunkab"a"I.Newbwy
Park, CA: Sage.
Heider, KG. 1991. Landscapesofemotion: M1pping tlwecuJturesofemotion in
Indonesia. New York Cambridge University Press.
Heider, K.G. 1991. Indonesian cinema: Nation.11 culrureol1 screen. Honolulu:
University of Hawaii Press.
Keltner, D., Kring, AM., Bonanno, A. 1999. Fleeting signs of the course of
life: Facial expression and personal adjustment. Current Directions Jil
Psycholo!JicaIScjen~ 8- 1, 18-22.
Knapp, ML & Hall, J.A. 1992. Nonverbal commumcationin human interaction
(3rd. eel.). New York: Holt, Rinehart, and Winston.
Kudoh, T. & Matsumoto, D. 1985. Cross-cultural examination of the seman
tic dimensions of body postures. /oum,?1 of Personality and Socl~11 Psy
chology, 48, 6, 1440-1446.
Lambert. A.J ., Khan, SK, Lickel, B.A., & Fricke, K 1997. Mood and the
correction of positive versus negative stereotypes.joumalof Personality
and Soci,11 Psychology, 72, 2, 1002-1016
Leonard, CM., Voeller, KKS., & Kuldau,J .M. 1991. When's a smile a smile?
Or how to detect a message by digitizing the signal. PsychologicalSci
ence, 2, 3, 166-172.
Magnis-Suseno, F. 1984. Etika /.111'<1: Sebuah <walisa f.7lsafati tentewg
kebijaksanaan hldup fawa. Jakarta: Gramedia
Markam, S.s. 1992. Dimensi pengalaman emosi: Kajian deskriptif melalui
nama-emosi berdasarkan teori kOgnitif.Jakarta: Disert<1Si.Jakarta: Pro
gram Pasea Sa rjana.
Martin, G.& Pear,J .1992. Beha viormodih"c.1tion: W'hat is it.1fld how to do it.
Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall.
Matsumoto, O. & Kudoh, T. 1987. Cultural similarities and differences in
the semantic dimensions of body postures. Joum<11 of Nonverbal HelM I'·
ior, 11,3, 166·179.
Matsumoto, 0 . & Ekman, P. 1989. American-Japanese culturaldifferences
in intensity ratings of facia l expressions of emolion. A1otil'ation and
Emotion, 13,2, 143-157.
Matsumoto, O. & Ekman, P. 1992. American-Japanese cultural differences
in the recognition of universal facial expressions.joum<1}oICross-Cul
him} Psychology, 23, 72-84.
Mayer, J.D., Salovey, P., Gomberg-Kaufman, 5., & Blainey, K. 1991. A broader
conception of mood experience . Journal 01 PersolMlity and Socia/ Psy
ch%gy,60, 1, 100-111.
Mesquita, B. & Frijda, N .H. 1992. Cul tural varia tions in emotions: A review.
ConferenceOI1 EmotionandCulhlrt!, June 10-}-1. Eugene, OR.: University
of Oregon.
Mulder, N . 1984 . Kebatinan dml/udup schari-htui or.11lg J<1W<1. Jakarta:
Gramedia.
r.,'[ulder, N . 1992. IndivJdlMI <1I1d society ill j <1I'iI: A cultural analysis.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Navis, A.A. 1984. Al<1m terkembang 1~1di gurtl: AdM d.1Jl kebud(1)'<MI1
MiIlangk.1bau. Jakarta: Gra ffiti Press.
Ortoni, A., Clore, GL, & Colllns, A. 1988. 7becognilil1e stnlchJrt! olemotions.
New York: Cambridge University Press.
Patterson, M.L. 1990. Function of nonverbal behavior in social interaction.
Dalam H.Giles & W.P. Robinson (Eds.) H.1IIdbookofJ.-mguageandsociaJ
psychology. New York: John Wiley & Sons.
Patterson, M.L. 1991.A functiona l approach to nonverbal exchange. Dalam
R5. Feldman & 13. Rime' (Eds.) Fundamentals of nonverbal belmvior. Cam
bridge: Cambridge University Press.
Poen 'Vadanninta, W.]5. 1982. K<1lnU511mumbahas;llndonesJ~1.Jakarta: Balai
Pustaka.
Prawitas.'lri, J.E. 1990. Ekspresi wajah untuk mengungkap emosi dasar
manusia. Laporan PenelitJ~1J1. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM
PrawitasMi, J.E. & Hasanat, N.U. 1990. Kepckaan terhadap komunikasi
nonverbal. Laporal1PenelitJ~7I1. Yogya kMta: Fakultas Psikologi UGM.
Pr.lwitas.1fi. J.E. 1991. Reliabilitas al.ll pengungkap emosi dasar manusia
L.1pOr<1J1 PenelitiaJl. Yogyakarta : Fakultas PSikologi UGM.
Pr.lwitasari, J.E. 1992. Perceived emotion: An interpretation of facial ex
pressions by Amenan and Indonesian professionals. Disajikan dalam
Emobon <1JJd ClIlhlreCollfen..>f1Ce. Eugene: Department of Psychology, Uni
versity of Oregon.
Pr:1.\\'itasari, J.E. 1993. Keajcg<ln gerilk dilll emosi. L1pomn Penelitian
YogYilkarta: Fakultas PSikologi u crv!.
Prawitasari, J.E. & ~vla rlani, \V. 1993. Kepekaan terhadap komunikasi non
"erbaldi antara masyarakat yang bcrbeda bud«ya. Lapor.1n PeneJitian.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Prawitasari, J ,E., Martani, W. & Ad iyanti, M.G _ 1995. Konsepemosi o rang
Indonesia: Pengungkapan dat' pengilrtian emosi mclalui komunikilsi
notwerbal di masyarakat yang berbeda latar budaya (Banjarmsin,
Balikpapan, dan Yogyakarta). Laporan Peneliti.m. Yogyaka rta: Fakultas
Psikologi UGM.
Pra\\'ilasMi. J.E., Martani. W. & Adiyanli, t\!I.C . 1(}96 Konsepcmosi orang
Indonesia: Pcngungk.'p,m dan pengnrlian cmosi melalui komunikasi
nonverbal di masyarakal yang bcrbcda lalar budaya (SuOlatera) .
Lapor.1JJ PeneJi/i.ul. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UCM.
Prawitasari, J.E., Mariani, W. & Adiy.,nti, M.G. 1997. Konsep cOlosi orang
Indonesia: Pengungkapan dan pengilrtian emosi melalui komunikasi
nonverbal di masyarak.lt yang berbeda latarbudaya Oilwa Barat,Jawa
Tengah, Jawa Tunur, Bali, Lombok) . Lapomll Pelleli/J~ln. Yogyakarla:
Fakultas PSikologi UGM.
Russell, ) .J\. 1991. Culture and the ca tegorization of emotions. Psydl%gi
col/Bulle/in, 110,3,426-450.
RusseU,J.A.&Sato, K. 1995. Comparing emotion wordsbetwcen languages.
/olinM/ ofCross-C/I/hlmll~<;ycholog)', 26, 4. 384-391.
sairin. S. 1992. Beberapa cala lan tenlang perubahan kebudayaan
Minangk,1bay. Dalam M. Zed, A. ?v1.iko, & E. Olalra. Pemb.lhan SOSJ~l/ di
MiJlmglvlbay: lmp/iJwlSl·ke/emb.l/F'anda/;un Pemb..1JllJl,mn5l.mMtm /Jam/.
Padang: Pusal Siudi Pembangunan dan Perubahan Sosial Budaya
Universitas Andalas.
Schimmack, C.l. 1996. Varieties of emotions.jollnm/ of Personality and SOci.l/
Psychology, 67, 2, 186-205.
Shaver, P.R., Wu, 5, & Schwarlz, J. 1992. Cross-cullu ral similarities and
differences in emotion and its rcpr<'SCntation: A prototype appro."lch.
D"Jam MS. C1arak (Ed.). Emotion. Newbury Park: s..,ge.
Shwed cr. R.A. 1992. "You're not sick, you' re just in love": Emotion tIS an
interpretive system. Con(crenceon Emotion <1J1d Cu/lure, June 10-14. Eu
genc, OR.: University of O regon.
Srisayekti, W. 1994. l1ngkah laku nonverbal: Suatu peng"lltM. jum,l/
Psiko/ogl; 2, 48-58.
Van Sevenhoven, J.L. 1971. (diterjemahkan oleh Purbakawatja) Lukisan
tentang ibukofa Palembang. Jakarta: Balai Pustaka.
Wierzbicka, A. 1992. Human emotions: Universal or culture-specific? Con
ference on Emotion and CulhlTe, June 10-14. Eugene, OR.: University of
Oregon.
Wierzbicka, A. 1995. Emotion and fadalexpression: A semantic prespective.
Cuiture& Psychology 1,227-258.