16
FRAKTUR KONDILUS MANDIBULA & PERAWATANNYA Pendahuluan Fraktur fasial sangat bervariasi keparahannya, ada yang melibatkan satu tulang atau beberapa tulang yang kompleks, tergantung derajat kekuatan impak yang mengenai fasial. Fraktur fasial dapat mengakibatkan deformitas dan hilangnya fungsi wajah yang mempengaruhi kehidupan sosial penderita (David, 1995). Injuri fasial lebih sering disebabkan kecelakaan kendaraan bermotor, trauma olah raga, jatuh dan kekerasan atau perkelahian. Fraktur mandibula merupakan satu-satunya fraktur tulang fasial dengan rata-rata insidensi sekitar 70%, dari jumlah tersebut sekitar 15 % selalu diikuti dengan fraktur yang lain. Fraktur mandibula dapat digolongkan dalam berbagai cara terminologi yang belum distandarisasi, yaitu fraktur simple, compound, greenstick, comminuted, patologis, multiple, impaksi, atropik, indirek dan kompleks, tetapi ada yang menggolongkan fraktur mandibula berdasarkan regio anatomi yang terlibat, seperti: simfisis, body, angle, ramus, prosesus kondiloideus (kondilus), koronoideus dan alveolaris (Fonseca, 1997). Fraktur kondilus merupakan salah satu fraktur yang melibatkan sendi temporomandibula sehingga dapat menyebabkan gangguan sendi temporomandibula. Komplikasi yang sering terjadi akibat fraktur kondilus adalah ankylosis dan 1

Fraktur Kondilus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

Page 1: Fraktur Kondilus

FRAKTUR KONDILUS MANDIBULA & PERAWATANNYA

Pendahuluan

Fraktur fasial sangat bervariasi keparahannya, ada yang melibatkan satu tulang

atau beberapa tulang yang kompleks, tergantung derajat kekuatan impak yang mengenai

fasial. Fraktur fasial dapat mengakibatkan deformitas dan hilangnya fungsi wajah yang

mempengaruhi kehidupan sosial penderita (David, 1995).

Injuri fasial lebih sering disebabkan kecelakaan kendaraan bermotor, trauma olah

raga, jatuh dan kekerasan atau perkelahian. Fraktur mandibula merupakan satu-satunya

fraktur tulang fasial dengan rata-rata insidensi sekitar 70%, dari jumlah tersebut sekitar

15 % selalu diikuti dengan fraktur yang lain. Fraktur mandibula dapat digolongkan dalam

berbagai cara terminologi yang belum distandarisasi, yaitu fraktur simple, compound,

greenstick, comminuted, patologis, multiple, impaksi, atropik, indirek dan kompleks,

tetapi ada yang menggolongkan fraktur mandibula berdasarkan regio anatomi yang

terlibat, seperti: simfisis, body, angle, ramus, prosesus kondiloideus (kondilus),

koronoideus dan alveolaris (Fonseca, 1997).

Fraktur kondilus merupakan salah satu fraktur yang melibatkan sendi

temporomandibula sehingga dapat menyebabkan gangguan sendi temporomandibula.

Komplikasi yang sering terjadi akibat fraktur kondilus adalah ankylosis dan gangguan

sendi temporomandibula (David, 1995; Fonseca, 1997; Widell, 2001; Barrera, 2002;

Tucker, 2001).

Penatalaksanaan fraktur kondilus memerlukan perhatian khusus dan dapat

dilakukan dengan metode tertutup atau konservatif dan terbuka atau bedah (Fonseca,

1997; Barrera, 2002; Chaudhary, 2002).

Etiologi

Data yang diambil dari etiologi terjadinya fraktur kondilus mandibula menurut

Barrera (2002) adalah sebagai berikut:

Kecelakaan kendaraan bermotor : 43%

Penyerangan/perkelahian : 34%

Kecelakaan kerja : 7%

1

Page 2: Fraktur Kondilus

Jatuh : 7%

Kecelakaan olah raga : 4%

Penyebab lainnya : 5%

Persentase terjadinya fraktur kondilus mandibula dibandingkan dengan lokasi

lainnya pada mandibula sebagai berikut (Fonseca, 1997):

Body mandibula : 29%

Kondilus mandibula : 26%

Angle mandibula : 25%

Simfisis mandibula : 17%

Ramus mandibula : 4%

Prosesus koronoideus : 1%

Diagnosa dan gejala klinis

Jenis dan arah kekuatan trauma sangat membantu diagnosa. Obyek yang

menyebabkan fraktur juga mempengaruhi jenis dan banyaknya fraktur, apabila obyeknya

besar maka dapat menyebabkan fraktur lebih dari satu lokasi dan sebaliknya bila kecil

akan menyebabkan satu jenis fraktur karena kekuatan impaknya hanya terkonsentrasi

pada satu lokasi (Fonseca, 1997).

Pengetahuan arah kekuatan impak dapat membantu klinisi mendiagnosa fraktur

dengan tepat. Blow anterior yang langsung mengenai dagu dapt menghasilkan suatu

fraktur kondilus bilateral, sedangkan blow ke arah parasimfisis dapat menyebabkan

fraktur kondilus kontralateral atau angle mandibula. Seorang penderita dengan gigi-gigi

yang terkunci pada saat terjadinya impak akan menyebabkan terjadinya suatu fraktur

alveolar atau gigi (Fonseca, 1997).

Gambar 1. Gigitan terbuka pada fraktur kondilus (Schultz, 1988)

2

Page 3: Fraktur Kondilus

Semua perubahan oklusi merupakan tanda adanya fraktur kondilus mandibula.

Pada pemeriksaan klinis harus ditanyakan pada penderita apakah gigitannya terasa

berbeda. Perubahan oklusi dapat dihasilkan dari fraktur gigi, fraktur alveolar, fraktur

mandibula pada semua lokasi dan trauma pada sendi temporomandibula serta otot-otot

pengunyahan. Kontak prematur gigi posterior atau gigitan terbuka anterior dapat

disebabkan fraktur kondilus bilateral atau angle. Oklusi retrognatik biasanya

berhubungan dengan fraktur kondilus atau angle dan oklusi prognatik dapat terjadi pada

sangat menonjol pada fraktur sendi temporomandibula. Semua contoh tersebut hanya

beberapa disharmoni oklusi multiple yang muncul akan tetapi setiap perubahan oklusi

harus dipertimbangkan sebagai tanda awal suatu fraktur kondilus mandibula (Fonseca,

1997). Setiap penderita dengan fraktur kondilus mandibula mempunyai keterbatasan

pembukaan. Meskipun demikian fraktur kondilus mandibula yang sesungguhnya atau

berhubungan dengan fraktur fasial menghasilkan pergerakan mandibula abnormal.

Deviasi pada saat pembukaan ke arah sisi fraktur kondilus mandibula merupakan contoh

klasik tanda fraktur kondilus. Deviasi terjadi karena otot pterygoideus lateralis yang

berfungsi pada sisi yang tidak terpengaruh tidak dinetralkan oleh otot pterygoideus

lateralisnya yang tidak berfungsi sisi berlawanan, maka terjadilah suatu deviasi.

Pergerakan mandibula lateral dapat dihambat oleh fraktur kondilus dan fraktur ramus

dengan pergeseran tulang (Fonseca,1997).

Gambar 2. Kiri: pergerakan normal mandibula. Kanan: pergerakan abnormal mandibula (Schultz, 1988)

3

Page 4: Fraktur Kondilus

Gambar 3. Kiri: deviasi mandibula ke arah fraktur. Kanan: efek tarikan otot pada fraktur kondilus (Schultz, 1988)

Pada pemeriksaan klinis sebaiknya memeriksa wajah dan mandibula dengan

kontur yang abnormal, meskipun pada kontur fasial mungkin tertutupi pembengkakan.

Gambaran wajah yang memanjang diakibatkan fraktur subkondilus, angle atau body,

diikuti dengan mandibula bergeser ke bawah. Asimetri wajah sebaiknya diperhatikan

klinisi terhadap kemungkinan fraktur kondilus mandibula.

Pemeriksaan mendalam terhadap kehilangan gigi dan tulang pendukung dapat

membantu diagnosa fraktur alveolar, body dan simfisis. Klinisi sebaiknya melakukan

palpasi dengan menggunakan kedua tangannya, dengan cara meletakkan ibu jari pada

gigi dan telunjuk pada batas bawah mandibula secara hati-hati dan perlahan-lahan

memberikan tekanan diantara kedua tangan hingga dapat mendeteksi krepitasi fraktur

(Fonseca, 1997).

Rasa sakit, kemerahan, pembengkakan dan panas yang terlokalisir merupakan

tanda yang awal yang sempurna suatu trauma dan meningkatkan indeks kecurigaan

adanya fraktur mandibula (Fonseca, 1997).

Klasifikasi

Klasifikasi fraktur kondilus menurut Lindahl (1977) didasarkan pada beberapa

faktor, yaitu: (1) lokasi anatomis fraktur, (2) relasi segmen kondilus terhadap segmen

mandibula, (3) relasi kepala kondilus terhadap fossa glenoideus. Sistim klasifikasi ini

memerlukan pencitraan radiografik yang diperoleh sekurang-kurangnya dua gambar dari

sudut yang tepat.

4

Page 5: Fraktur Kondilus

Level fraktur kondilus

a. Kepala kondilus. Meskipun sangat sulit mendefinisikan dengan tepat kepala

kondilus secara radiografik, akan tetapi sangat mudah untuk melihat

penyempitan leher kondilus dan kepala kondilus bersandar di atasnya. Fraktur

kondilus, melihat definisinya, merupakan fraktur intrakapsular karena kapsul

melekat pada leher kondilus. Fraktur ini mungkin digolongkan sebagai fraktur

vertikal.

b. Leher kondilus. Leher kondilus merupakan daerah penyempitan tipis di

bawah kepala kondilus. Fraktur ini merupakan fraktur ekstrakapsular.

c. Subkondilus. Regio ini terdapat di bawah leher kondilus dan memenjang dari

titik terdalam sigmoid notch anterior hingga titik terdalam aspek konkaf

poterior ramus mandibula. Berdasarkan lokasi fraktur maka fraktur ini sering

disebut sebagai fraktur subkondilus ”tinggi” atau “rendah”.

Relasi segmen kondilus terhadap fragmen mandibula

a. Nondisplaced

b. Deviated. Pada fraktur ini, fragmen tetap dalam kontak tanpa separasi atau

overlap

c. Displacement ke arah medial atau overlap lateral. Tarikan muskulus

pterygoideus lateral menyebabkan fragmen bergeser ke arah medial

d. Displacement ke arah anterior atau overlap posterior

e.Tidak ada kontak antara fraktur segmen

Relasi antara kepala kondilus dan fossa glenoideus

a. Nondisplaced. Kepala kondilus mempunyai relasi normal terhadap fossa

glenoid

b. Displacement. Kepala kondilus tertinggal dalam fossa, tetapi ada gangguan

sendi

c. Dislokasi. Adanya tarikan muskulus pterygoideus lateralis menyebabkan

segmen kondilus terletak anteromedial.

5

Page 6: Fraktur Kondilus

Gambar 5.Klasifikasi menurut Lindahl (Fonseca, 1997)

Perawatan

Perawatan fraktur kondilus mandibula masih kontroversial, terutama disebabkan

banyaknya modalitas yang ditawarkan oleh berbagai macam literatur. Tujuan perawatan

fraktur kondilus adalah mengembalikan fungsi sistim pengunyahan seperti asalnya,

rekonstruksi tersebut melibatkan hubungan antara segmen fraktur, oklusi, keseimbangan

maksilofasial. Perawatan fraktur kondilus dapat dilakukan dengan cara konservatif atau

metode tertutup dan bedah atau metode terbuka (David, 1995; Fonseca, 1997; Goldman,

2001; Barrera, 2002).

Metode tertutup atau konservatif

Fonseca (1997) menyatakan bahwa komplikasi selama perawatan konservatif

sangat jarang terjadi. Indikasi perawatan fraktur kondilus dengan konservatif bila

displacement yang terjadi minimal atau tidak ada atau bila garis fraktur terlalu tinggi

sehingga sulit dilakukan stabilisasi secara bedah (David, 1995). Perawatan fraktur

kondilus dengan cara konservatif sangat sederhana. Pengawasan yang ketat wajib

dilakukan untuk melihat ketidakstabilan oklusi, deviasi pad saat pembukaan, peningkatan

rasa nyeri, evaluasi klinis dan radiografi. Immobilisasi melibatkan intermaxillary fixation

(IMF) dengan menggunakan arch bar, eyelet wires atau splint. Lamanya immobilisasi

rata-rata sekitar 7 hingga 21 hari. Periode ini dapat meningkat atau menurun tergantung

pada umur penderita, derajat pergeseran dan danya fraktur tambahan. Apabila

intermaxillary fixation telah dilepas maka diikuti dengan penggunaan elastic guidance

untuk mengarahkan mandibula pada posisi maximal intercuspation. Selanjutnya bila

6

Page 7: Fraktur Kondilus

penderita telah mempunyai kemampuan fungsional kembali dan oklusi tetap stabil serta

rasa sakit minimal maka elastic guidance dan arch bar dilepas (Fonseca, 1997; Barrera

2002).

Gambar 6. Pemakaian arch bar dan splint pada fraktur kondilus (Fonseca, 1997)

Metode terbuka atau bedah

Perawatan dengan metode terbuka diindikasikan bila (David, 1995; Fonseca,

1997; Barrera, 2002; Tucker, 2002):

Displacement kondilus ke dalam fossa cranial media

Oklusi yang adekuat tidak mungkin didapatkan dengan metode tertutup

Dislokasi kondilus ekstrakapsular lateral

Fraktur kondilus bilateral pada pasien tidak bergigi

Fraktur kondilus bilateral atau unilateral bila splinting tidak direkomendasikan

karena keadaan umum pasien atau karena fisioterapi tidak memungkinkan.

Fraktur kondilus bilateral akibat fraktur wajah tengah comminuted

Ankylosis kondilus mandibula akibat trauma dan tertunda perawatannya

Tiga teknik yang terpisah untuk fiksasi rigid pada perawatan fraktur kondilus

dengan metode terbuka, yaitu: (1) sistim bikortikal Luhr dengan penggunaan plat

vitallium, (2) sistim Arbeitgemeinschaff fur Osteosynthesefragen/sistim Association for

the Study for Internal Fixation (AO/ASIF) dengan penggunaan stainless steel

compression atau plat rekonstruksi dengan bicortical screws dan (3) Teknik Champy

7

Page 8: Fraktur Kondilus

miniplate digunakan sepanjang” line of ideal osteosynthesis” memakai moncortical

screws (Barrera, 2002).

Pemakaian IMF dilakukan selama 3 minggu, ikatan diperkuat tiap minggu, setelah

wires dilepas, dilakukan penilaian status sendi temporomandibula terutama jarak

pembukaan, pergerakan mandibula dan gejala-gejala yang timbul selama sendi berfungsi.

Apabila oklusi belum stabil maka penggunaan elastic guidance selama 2-3 minggu sangat

dianjurkan agar adaptasi neuromuscular dapat tercapai. Apabila oklusi telah stabil maka

elastic guidance dapat dilepas dan fisioterapi dilakukan dengan penempatan tongue-blade

diantara insisif sentral untuk mencegah keterbatasan permanen ankylosis (Fonseca, 1997;

Barrera, 2002).

Gambar 7. Pemakaian monocortical screws (Fonseca, 1997)

Kondilektomi merupakan salah satu teknik untuk membebaskan ankylosis dan

tetap mempertahankan arsitektur sendi temporomandibula. Metode tersebut telah banyak

menunjukkan keberhasilan dan jarang menimbulkan reankylosis. Fiksasi intermaksiler

diaplikasikan dalam periode yang pendek, diikuti dengan pengawasan yang ketat serta

perawatan fisioterapi selama setahun (Fonseca, 1997).

Metode pendekatan yang sering digunakan untuk melakukan kondilektomi, yaitu

pre auricular approach, endaural approach, inverted “hockey stick” approach, Risdon

approach, post auricular approach (Barrera, 2002).

8

Page 9: Fraktur Kondilus

Gambar 8. Metode pendekatan bedah pada kondilektomi (Fonseca, 1997)

Gambar 9. Pre auricular approach (Bramley, 1990)

Gambar 10. Post auricular dan Risdon approach (Bramley,1990)

Komplikasi

Komplikasi fraktur kondilus mandibula selama perawatan jarang terjadi dan yang

paling sering terjadi (David, 1995; Fonseca, 1997; Widell, 2001; Barrera, 2002;

Chaudhary, 2002):

9

Page 10: Fraktur Kondilus

Ankylosis sendi temporomandibula

Ankylosis dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat keterbatasan, lokasi

perlekatan dan tipe jaringan yang terlibat. Faktor-faktor ini berpengaruh pada pendekatan

penatalaksanaan yang akan dilakukan. Hasil akhir kelainan tersebut akan menyebabkan

keterbatasan pergerakan mandibula sehingga terjadi gangguan bicara, kesehatan mulut

dan nutrisi. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ankylosis adalah umur pada saat

terjadi injuri, tempat dan tipe fraktur, lamanya immobilisasi dan kerusakan diskus.

Deviasi ke sisi fraktur dapat terjadi pada unilateral, sedangkan pada bilateral ankylosis

menunjukkan adanya gigitan terbuka anterior dan hampir pembukaan mulut hampir tidak

ada (David, 1995; Fonseca, 1997).

Gangguan pertumbuhan

Pasca traumatik osteoartritis

Gangguan sendi temporomandibula lainnya

Internal derangement akibat fraktur kondilus dihasilakan dari trauma langsung

pada sendi. Kerusakan yang terjadi pada fraktur kondilus dapat menimbulkan

dearangement sekunder pada sendi kontralateral sehingga terjadi overloading pada sendi

yang tidak terkena injuri, hypermobility dan kadang-kadang disk displacement. Gejala

komplikasi tersebut di atas sering disebut dengan “condylar post fracture syndrome”

(Fonseca, 1997).

Kesimpulan

Pengelolaan fraktur kondilus mandibula harus sesegera mungkin berdasarkan

diagnosa yang akurat sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan komplikasi yang

akan timbul.

10

Page 11: Fraktur Kondilus

DAFTAR PUSTAKA

Barrera, JE. 2002. Mandibular Body Fracture. Vol 3. eMedecine Journal. Hal: 1-11.

Bramley, P. Norman, JE. 1990. A Textbook and Colour Atlas of the

Temporomandibular Joint, Diseases, Disorders, Surgery. London. Wolfe

Medical Publications Ltd. Hal: 26-51.

Chaudhary A 2002. Temporomandibular Joint Syndrome.Vol 3. eMedecine Journal.

Hal: 1-9.

David DJ. 1995. Craniomaxillofacial Trauma. London. Churchill Livingstone. Hal :

270-283.

Fonseca RJ. 1997. Oral and Maxillofacial Trauma. 2nd ed. Vol 1. London. W. B.

Saunders Company. Hal: 473-567.

Goldman KE. 2002. Fractures Mandible, Condylar and Subcondylar. Vol 2. Hal :1-13.

Schultz RC. 1988. Facial Injuries. London. Year Book Publishers,Inc. Hal: 386-404.

Tucker, SR. 2002. Ankylosis of TMJ. Oral and Maxillofacial Surgery eJournal. Hal:1-3

Widell T. 2001. Fractures Mandible. Vol 2, eMedecine Journal. Hal: 1-16

11