Upload
rustina
View
61
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan umbilikus seringkali ditemukan oleh bedah anak. Pada
neonates, korda umbilikalis biasanya mongering dan terpisah dalam
waktu 3 minggu, kemudian mengering, bekas luka di tengah perut
yang berbentuk seperti bintang yang akan membentuk umbilikus.
Kegagalan cincin umbilikus untuk menutup secara sempurna dapat
menyebabkan terjadinya hernia umbilikalis, yang merupakan kelainan
umbilikus tersering. Adanya cairan ataupun jaringan yang abnormal
dari umbilikus sering disebabkan oleh granuloma umbilikal, tetapi
juga dapat merupakan hasil dari involusi tidak sempurna dari urachus
ataupun duktus omfalomesenterikus. Berbagai cairan, massa, ataupun
adanya lubang merupakan suatu keadaan patologis dan harus
dievaluasi dengan tepat dan dilakukan pengobatan.1,2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Embriologi Umbilikus
Korda umbilikalis terbentuk ketika body stalk dan duktus
omfalomesenterikus yang merupakan coelom umbilikus diselubungi oleh
penyebaran cairan pada minggu keempat dan kedelapan. Kemudian ketika
membran rongga amnion berkontak dengan rongga korion dan 2 lapisan
mesoderm ekstra-embrionik yang menutupi kedua membrane tersebut akhirnya
menyatu. Dengan pergerakan embrio, amnion mengelilingi body stalk, duktus
omfalomesenterikus dan pembuluh darah umbilikus, kemudian membatasi bagian-
bagian dari korda umbilikalis.3
Gambar 1a: body stalk3 Gambar 1b: pembentukan korda umbilikalis3
2
Gambar 2a: korda umbilikalis3 Gambar 2b: gelembung umbilikus
pada rongga korion3
Gambar 3a: perkembangan korda umbilikalis pada minggu ke delapan3
Gambar 3b: potongan transversal dari korda umbilikalis dengan adanya
hernia fisiologis pada bulan ketiga3
Pada tahap awal (sekitar minggu kedelapan), korda umbilikalis berada
dalam bentuk yang sangat tebal dan pendek dengan struktur berikut ini:3
3
a. Duktus omfalomesenterikus yang mana menghubungkan usus primitive
dengan kantung umbilikus dan 2 pembuluh darah vitelinus (vasa
omfalomesenterika, 2 arteri dan 2 vena). Kantung umbilikus berada di
cavitas korion
b. Body stalk dengan alantois, pembuluh darah (arteri dan 1 vena). Selama
perkembangan akan bergeser ke depan supaya akhirnya bersatu dengan
bakal kantung umbilikal
c. Coelom umbilikal yang menghubungkan coelom ekstra embrionik
dengna coelom intra embrionik.
Korda umbilikalis merupakan portal utama untuk masuk dan keluarnya
darah dari plasenta ke janin selama masa hidup intrauterine. Selain adanya arteri
dan vena umbilikal, umbilikal cord juga berisi vitelline atau duktus
omfalomesenterikus (yang menghubungkan kantong kuning telur ke usus tengah)
dan allantois (bagian yang menghubungakan umbilikus ke kandung kemih dan
menjadi urachus). Biasanya duktus vitelinus hilang pada minggu kelima sampai
kesembilan dari kehamilan, dan urachus menghilang menjadi ligamentum
umbilikal median pada bulan keempat sampai kelima. Setelah lahir, korda
umbilikalis melemah dan terpisah, dan tidak meninggalkan sisa. Kelainan
umbilikal dapat terjadi ketika sisa embrional masih ada atau gagal untuk
menghilang secara lengkap.1
2.2 Klasifikasi kelainan umbilikal
Kelainan umbilikal dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi
kelainannya:1
a. Infeksi: omfalitis
b. Didapat: delayed umbilikal separation, granuloma umbilikal
c. Congenital: omphalomesenteric duct remnant, umbilikal polyp, patent
urachus, umbilikal hernia, dermoid cyst
4
2.2.1 Omfalitis
a. Definisi
Omfalitis adalah infeksi pada tali pusat bayi baru lahir yang ditandai dengan
kulit kemerahan disertai pus. Penyebab terjadinya omfalitis pada kasus ini adalah
akibat kurangnya aseptik antiseptik saat pengguntingan dan perawatan tali pusat
oleh bidan penolong persalinan. Hasil apus pus omfalitis adalah bakteri batang
Gram negatif, sesuai dengan pola kuman yang sering menginfeksi bayi baru lahir.4
Tali pusat biasanya puput satu minggu setelah lahir dan luka sembuh dalam
15 hari. Sebelum luka sembuh merupakan jalan masuk untuk kuman dan infeksi
yang dapat menyebabkan sepsis. Pengenalan secara dini infeksi tali pusat sangat
penting untuk mencegah sepsis.4
Tali pusat merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan pada bayi
yang baru lahir. Bayi yang baru lahir kurang lebih dua menit akan segera di
potong tali pusatnya kira-kira dua sampai tiga cm yang hanya tinggal pada
pangkal pusat (umbilikus), dan sisa potongan inilah yang sering
terinfeksi Staphylococcus aereus. Pada ujung tali pusat akan mengeluarkan
nanah dan pada sekitar pangkal tali pusat akan memerah dan disertai edema.4
Pada keadaan infeksi berat, infeksi dapat menjalar hingga ke hati
(hepar) melalui ligamentum falsiforme dan menyebabkan abses yang berlipat
ganda. Pada keadaan menahun dapat terjadi granuloma pada umbilikus.5
b. Etiologi
Infeksi tali pusat adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan
olehClostridium tetani dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi tali pusat pada bayi
baru lahir adalah sebagai berikut :6
Faktor kuman
Staphylococcus aereus ada dimana-mana dan didapat pada masa awal
kehidupan hampir semua bayi, saat lahir atau selama masa perawatan.
Biasanya Staphylococcus aereus sering dijumpai pada kulit, saluran pernafasan,
5
dan saluran cerna terkolonisasi. Untuk pencegahan terjadinya infeksi tali pusat
sebaiknya tali pusat tetap dijaga kebersihannya, upayakan tali pusat agar tetap
kering dan bersih, pada saat memandikan di minggu pertama sebaiknya jangan
merendam bayi langsung ke dalam air mandinya karena akan
menyebabkan basahnya tali pusat dan memperlambat proses pengeringan
tali pusat.
Dan masih banyak penyebab lain yang dapat memperbesar peluang
terjadinya infeksi pada tali pusat seperti penolong persalinan yang kurang
menjaga kebersihan terutama pada alat-alat yang digunakan pada saat
menolong persalinan dan khususnya pada saat pemotongan tali pusat.
Faktor Maternal
Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya.
Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat
tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami
infeksi dari pada bayi berkulit putih.
Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun.
1. Kurangnya perawatan prenatal.
2. Ketuban pecah dini (KPD)
3. Prosedur selama persalinan.
Faktor Neonatatal
1. Prematuri ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko terjadinya infeksi. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah
dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta
terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir,
konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan
hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan
kulit.
6
Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan
fagositosis dan leukosit immunitas masih rendah.
2. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA
tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat.
Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3
serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida.
Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi.
3. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens infeksi pada bayi laki- laki empat
kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
Faktor Lingkungan
1. Ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih
lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral
merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi
juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
2. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko
pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan
resisten berlipat ganda.
3. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering
akibat kontak tangan. Infeksi pada neonatus lebih sering di temukan pada
BBLR. Infeksi lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit
dibandingkan dengan bayi yang lahir di luar rumah sakit. Dalam hal ini tidak
7
termasuk bayi yang lahir di luar rumah sakit dengan cara septik. Segala
bentuk infeksi yang terjadi pada bayi merupakan hal yang lebih berbahaya
dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada anak atau dewasa. Ini
merupakan alasan mengapa bayi harus dirawat dengan ketat bila dicurigai
mengalami infeksi.
4. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh
E.colli.
5. Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara, yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari
ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi
melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman
yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat
melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi
karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan
amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman
melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh
bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius,
kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut
di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de
entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.
Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis,
Candida albican dan N.gonorrea.
c. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di
luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang
endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat
8
atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya
infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.
Proses persalinan
Persalinan yang tidak sehat atau yang dibantu oleh tenaga non medis,
terjadi pada saat memotong tali pusat menggunakan alat yang tidak steril dan
tidak diberikan obat antiseptik. Untuk perawatan tali pusat juga tidak lepas
dari masih adanya tradisi yang berlaku di masyarakat.
Faktor tradisi
Sebagian masyarakat misalnya dengan memberikan berbagai ramuan-
ramuan atau serbuk-serbuk yang dipercaya bisa membantu mempercepat kering
dan lepasnya potongan tali pusat. Ada yang mengatakan tali pusat bayi itu harus
diberi abu-abu pandangan seperti inilah yang seharusnya tidak boleh dilakukan
karena justru dengan diberikannya berbagai ramuan tersebut kemungkinan
terjangkitnya tetanus lebih besar biasanya penyakit tetanus neonatorum ini
cepat menyerang bayi, pada keadaan infeksi berat hanya beberapa hari setelah
persalinan jika tidak ditangani biasa mengakibatkan meninggal dunia.
c. Manifestasi klinis6
Manifestasi kebanyakan infeksi Staphylococcus pada neonatus adalah
tidak spesifik, bakteremia tanpa kerusakan jaringan setempat dikaitkan dengan
berbagai tanda, berkisar dari yang ringan sampai dengan keadaan yang berat.
Distress pernafasan, apnea, bradikardia, abnormalitas saluran cerna, masalah
termoregulasi, adanya perfusi yang buruk, dan disfungsi serebral merupakan hal
umum. Infeksi spesifik yang disebabkan oleh Staphylococcus aereus meliputi
pneumonia, efusi pleural, meningitis, endokarditis, omfalitis, abses, dan
osteomielitis.
Bayi yang terinfeksi tali pusatnya, pada tempat tersebut biasanya akan
mengeluarkan nanah dan pada bagian sekitar pangkal tali pusat akan terlihat
merah dan dapat disertai dengan edema. Pada keadaan yang berat infeksi dapat
9
menjalar ke hati (hepar) melalui ligamentum falsiforme dan menyebabkan abses
yang berlipat ganda. Pada keadaan menahun dapat terjadi granuloma pada
umbilikus.5
Gambar 4: Omfalitis
d. Penanganan
Jika tali pusat bayi terinfeksi oleh Staphylococcus aereus, sebagai
pengobatan lokal dapat diberikan salep yang mengandung neomisin dan
basitrasin. Selain itu juga dapat diberikan salep gentamisin. Jika terdapat
granuloma, dapat pula dioleskan dengan larutan nitras argenti 3%.
1) Infeksi tali pusat lokal atau terbatas
Jika tali pusat bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, dan di sekitar
tali pusat kemerahan dan pembengkakan terbatas pada daerah ≤ 1 cm di sekitar
pangkal tali pusat lokal atau terbatas. Cara penanganannya :
a) Biasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum memegang atau
membersihkan tali pusat, untuk mencegah berpindahnya kuman dari
tangan.
b) Bersihkan tali pusat menggunakan larutan antiseptik (misalnya
klorheksidin atau iodium povidon 2,5%) dengan kain kassa yang bersih.
c) Olesi tali pusat pada daerah sekitarnya dengan larutan antiseptik (misalnya
gentian violet 0,5% atau iodium povidon 2,5%) delapan kali sehari
10
sampai tidak ada nanah lagi pada tali pusat. Anjurkan bayi melakukan ini
kapan saja bila memungkinkan.
d) Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm,
obati seperti infeksi tali pusat berat atau meluas.
2) Infeksi tali pusat berat atau meluas
Jika kulit di sekitar tali pusat merah dan mengeras atau bayi mengalami distensi
abdomen, obati sebagai tali pusat berat atau meluas. Cara penanganannya :
a) Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur
dan sensivitasi.
b) Beri kloksasilin per oral selama 5 hari.
c) Jika terdapat pustule / lepuh kulit dan selaput lendir.
d) Cari tanda-tanda sepsis.
e) Lakukan perawatan umum seperti dijelaskan untuk infeksi tali pusat lokal
atau terbatas.
2.2.2 Delayed Umbilikal Separation
a. Definisi
Waktu pemisahan corda umbilikalis berbeda-beda, tergantung dari latar
belakang etnis, lokasi geografis, dan metode penanganan korda. Pemisahan korda
biasanya pada minggu pertama setelah lahir dan jika persistent selama 3 minggu
dikategorikan terlambat. Perbedaan dalam hal antiseptic corda umbilikalis dapat
memperpanjang waktu pemisahan, sebagai contoh, triple dye akan
memperpanjang pemisahan korda sampai 8 minggu. Perawatan korda yang kering
lebih efektif pada Negara-negara berkembang7. Bagaimanapun, di Negara
berkembang, perawatan antiseptic korda sanga tdianjurkan, dan dikatakan dapat
menurunkan angka kejadian dan mortalitas dari omfalitis8.
Di samping berbagai alat ataupun perawatan yang digunakan dalam
perawatan korda, factor lain yang dapat menghambat pelepasan korda umbilikalis
termasuk infeksi, kelainan yang didasari system imun, (seperti leukocyte adhesion
deficiency) atau abnormalitas urachus9-11.
11
b. Manifestasi klinis
Pada pemeriksaan, kulit di sekeliling korda umbilikalis yang tersisa secara
hati-hati diperiksa untuk melihat apakah adanya sisa urachus atau untuk mencari
adanya tanda infeksi seperti omfalitis yang dapat berkembang secara progresif dan
merupakan suatu infeksi yang mengancam jiwa pada neonates3.
Pemeriksaan darah dan diferensial dapat digunakan sebagai skrining awal
adanya leukocyte adhesion deficiency. Meskipun tidak ada infeksi, leukositosis
dan neutrofilia bisa saja terjadi pada pasien-pasien leukocyte adhesion
deficiency12.
c. Penanganan
Jika ada pasien dengan delayed cord separation, penanganannya adalah
dengan cara membuang korda secara manual atau dibagi secara persis bagian
bawah dari kulit normal dengan gunting atau pisau bedah. Setelah dibuang, sisi
ujung harus dibersihkan dengan antiseptic dan dibiarkan terkena udara3.
2.2.3 Granuloma Umbilikus
a. Definisi
Granuloma umbilikal merupakan lempengan kecil perwarna merah terang,
lukanya basah yang berada di umbilikus setelah korda lepas ketika proses
penyembuhan seharusnya sudah terjadi. Granuloma umbilikal merupakan
lempengan kecil dari jaringan bekas luka, biasanya pada stalk, yang tidak tertutup
oleh sel kulit secara normal. Umbilikal grauloma tidak dipersarafi sehingga tidak
terasa12.
Granuloma umbilikalis merupakan kelainan umbilikal yang paling umum
ditemukan dalam praktikneonatal. Granuloma umbilikalis bukan suatu kelainan
kongenital sejati, tetapi menandakan suatu inflamasi dan pembentukan jaringan
granulasi yang sedang berlangsung dari umbilikus yang belum mengalami
epitelialisasi. Setelah pemisahan tali pusat, sebuah massa kecil dari jaringan
granulasi dapat terbentuk pada dasar umbilikus12.
12
b. Etiologi
Penyebab granuloma umbilikal berhubungan dengan bagaimana
penyembuhan jaringan selama proses pengeringan dari korda umbilikalis, tetapi
penyebab pasti tidak diketahui12.
c. Manifestasi klinis
Granuloma ini terdiri dari jaringan granulasi sejati dengan fibroblas dan
kapiler. Secara klasik berupa massa bundar, lembab, erythematous, bertangkai, dan
biasanya berdiameter 3-10mm. kolonisasi bakteri dan infeksi memegang peranan
dalam pathogenesis12.
Gambar 5: Granuloma Umbilikalis
d. Tatalaksana
Penanganan yang paling umum dilakukan adalah kauterisasi dengan
menggunakan Silver Nitrate 75% (AgNO3) hingga areagranuloma mengalami
epitelialisasi, biasanya diulangi dua hingga tiga kali. Jarang sekali
granulomaumbilikalis persisten membutuhkan tindakan operasi. Adapun
penanganansecara operatif dilakukan dengan melakukan excise dan selanjutnya
mengaplikasikan Silver Nitrate atau materi hemostatik yang dapat diserap
(absorbable) lainnya. Apabila pada suspek granuloma umbilikalis tidak
memberikan respon terhadap kauterisasi, alternatif diagnosis perlu
dipertimbangkan12.
13
2.2.4 Hernia Umbilikalis
a. Definisi
Hernia umbilikalis merupakan defek dinding abdomen persis di pusat
umbilikus, berupa herniasi utuh yang hanya tertutup peritoneum dan kulit yang
terdapat waktu lahir. Omentum dan usus dapat mesuk ke dalam kantong hernia,
khususnya bila bayi menangis1,13.
Kulit kantong hernia tidak pernah ruptur dan sangat jarang terjadi
inkarserasi. Umumnya hernia umbilikalis dapat menutup spontan tanpa
pembedahan setelah bayi berumur 2-3 tahun. Hernia yang tetap ada sampai umur
5 tahun umumnya memerlukan tindakan bedah, meskipun jarang ditemukan
terjadinya komplikasi pada hernia umbilikalis14.
b. Etiologi
Hernia umbilikalis pada bayi dan anak terjadi karena defek fasia di daerah
umbilikus dan manifestasinya terjadi setelah lahir. Waktu lahir pada fasia terdapat
celah yang hanya dilalui tali pusat. Setelah pengikatan, puntung tali pusat sembuh
dengan granulasi dan epitelisasi terjadi dari pinggir kulit sekitarnya.Waktu lahir
banyak bayi dengan hernia umbilikalis karena defek yang tidak menutup
sempurna dan linea alba tetap terpisah. Pada bayi prematur defek ini lebih sering
ditemukan. Defek ini cukup besar untuk dilalui peritoneum; bila tekanan
intraabdomen meninggi, peritoneum dan kulit akan menonjol dan berdekatan.
Penampang defek kurang 1 cm, 95% dapat sembuh spontan, bila defek lebih 1,5
cm jarang menutup spontan. Defek kurang 1 cm waktu lahir dapat menutup
spontan pada umur 1–2 tahun. Pada kebanyakan kasus, cincin hernia mengecil
setelah umur beberapa tahun, hernia hilang spontan dan jarang sekali residif.
Penutupan defek terjadi perlahan-lahan kira-kira 18% setiap bulan. Bila defek
lebih besar, penutupan lebih lama dan beberapa hernia tidak hilang spontan.
Hernia yang besar sekali menimbulkan gangguan pada anak dan ibu sehingga
perlu operasi lebih cepat15.
14
c. Epidemiologi
Hernia ini terdapat pada kira-kira 20% bayi dan angka ini berbeda lebih
tinggi lagi pada bayi prematur. Tidak ada perbedaan angka kejadian pada bayi
laki-laki dan perempuan. Di amerika, insiden hernia umbilikalis 8 kali lebih sering
pada bayi kulit hitam dibanding bayi kulit putih14.
d. Gejala Klinis
Hernia umbilikalis merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga
perut yang masuk melalui cincin umbilikus akibat peninggian tekanan
intraabdomen, biasanya ketika bayi menangis. Hernia umumnya tidak
menimbulkan nyeri dan sangat jarang terjadi inkaserasi. Diagnosis tidak sukar
yaitu dengan adanya defek pada umbilikus. Diagnosis banding bila ada defek
supraumbilikus dekat dengan defek umbilikus dengan penonjolan lernak
preperitonial yang dirasakan tidak enak13,14.
Gambar 6: Hernia Umbilikalis
e. Tatalaksana
Strepping dengan plester di atas hernia dengan ataupun tanpa uang logam
yang dipertahankan selama 10-20 hari dan di ulang sampai sampai 6 bulan sampai
1 tahun, hal ini dapat mempercepat penyembuhan namun masih kontroversi
15
Indikasi dilakukan tindakan bedah:13
1. Bila diameter cincin hernia < 1 cm pada umur 1 tahun, hernia mungkin
sekali akan menutup spontan. Sebaiknya ditunggu sampai pasien
berumur 3 tahun.
2. Bila diameter cincin hernia > 1 cm pada umur 1 tahun, kemungkinan
menutup spontan kurang, tetapi tidak ada salahnya bila ditunggu hingga
umur 3 tahun
3. Bila diameter cincin hernia 2 cm atau lebih, penutupan spontan hampir
pasti tidak akan terjadi, pembedahan dapat dilakukan pada setiap saat
dalam tahun ke 2 atau ke 3
f. Komplikasi
Hernia umbilikalis jarang mengalami inkarserasi. Kalau terjadi, kerusakan
usus lebih cepat dibanding pada hernia inguinal karena cincin umbilikus kurang
elastis dibanding hernia inguinal. Reposisi spontan seperti hernia inguinal tidak
dianjurkan. Pada beberapa kasus yang mengalami inkarserasi, dalam kantong
terdapat usus tidak mengalami nekrosis, hanya ada satu kasus dengan nekrosis
omentum15.
2.2.5 Sisa Duktus Omfalomesenterikus atau Duktus Vitelinus
Selama masa awal perkembangan janin, duktus vitelinus ataupun duktus
omfalomesenterikus berfungsi sebagai saluran dari kantung telur ke usus tengah.
Normalnya menghilang secara komplit pada minggu ke sembilan dari kehidupan
janin. Sebagian atau keseluruhan duktus yang gagal menghilang menjadi beberapa
struktur berikut ini:1,16
a. Polip umbilikal
b. Divertikulum Meckel, dimana hanya divertikulum yang melekat di ileum
yang gagal menghilang. Divertikulum Meckel merupakan kelainan sisa
vitelinus yang tersering; dan sering bermanifestasi sebagai perdarahan
gastrointestinal bawah yang disebabkan kelainan mukosa gaster, tetapi
16
jarang yang bermanifestasi seperti diverticulitis atau bisa saja berfungsi
sebagai tempat awal intususepsi
c. Pita congenital yang persistent, yang mana dapat berfungsi sebagai fixed
point yang dapat menyebabkan vlovulus usus.
d. Sisa duktus omfalomesenterikus komplit dengan saluran yang
menghubungkan umbilikus ke ileum; biasanya bermanifestasi sebagai
mukosa pink yang menonjol dari umbilikus dan biasanya minimal tetapi
berisi cairan usus yang menetap ataupun feses
e. Kista duktus omfalomesenterikus, dimana proksimal dan distal hilang tetapi
sisanya masih di atara dua struktur it, hal ini akan menyebabkan suatu
infeski atau obstruksi, tetapi agak jarang.
Keterangan
a. Divertikulum Meckelb. Divertikulum Meckel yang
melekat pada permukaan belakang dari dinding abdomen depan oleh tali fibrosa
c. Tali fibrosa melekatkan ileum pada dinding abdomen
d. Fistula intestinal-umbilikuse. Kista omfalomesenterikus
yang bersala dari tali fibrosaf. Sinus umbilikus yang
berakhir pada tali fibrosa yang melekat ke ileum
g. Kista omfalomesenterikus dan sinus tanpa perlekatan usus
Gambar 7: Sisa Duktus Omfalomesenterikus17
Semua sisa duktus omfalomesenterkus harus diseresksi secara bedah.
Divertikulum Meckel harus dibuang dari dasar, usus ditutup secara melintang dan
arteri vitelinus diligasi. Divertikulum Mekel yang luas mungkin memerlukan
reseksi formal dengan anastomosis primer. Divertikulum Meckel secara histology
dapat berisi mukosa gaster ataupun jaringan pancreas.
17
2.2.6 Kelainan Urachus
Pada fetus, urachus merupakan duktus embrional yang menghubungkan
antara puncak kandung kemih dan cincin umbilikus, dan secara normal
menghilang saat lahir, membentuk ligamentum umbilikal medialis. Ligamentum
umbilikal medialis terbentuk di ruang pre-peritoneal antara fasia transversalis dan
peritoneum. Tidak adanya penutupan seluruh traktus akan menyebabkan urachus,
meskipun penutupan pada sisi kandung kemih membentuk suatu sinus
umbilikalis.
Baik patent urachus maupun sinus urachus bisa saja didapati dengan
adanya cairan dari umbilikus. Patent urachus mengeluarkan urin dan menjadi
factor predisposisi terhadap sistitis ataupun infeksi traktus urinarius yang
berulang. Kista urachus biasanya terjadi ketika terinfeksi, yang memperlihatkan
pembengkakan di bawah umbilikus, nyeri perut dan eritema. Gejala bisa saja
menyerupai apendisitis. Pasien dengan pemisahan korda umbilikalis yang
terlambat bisa saja mempunyai kelainan urachus.
USG biasanya berguna dalam diagnosis kista urachus, dan akan
memperlihatkan kista hipoekogenik pada ruang pre-peritoneal. Adanya garis
rangkap longitudinal dari puncak kandung kemih ke umbilikus mengindikasikan
adanya sisa urachus. Sonogram dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya
patent urachus ataupun sinus urachus. Untuk patent urachus, sebuah VCUG harus
dipastikan untuk mengeksklusi adanya katup uretra posterior.
18
Gambar 7: Berbagai bentuk kelainan urachus
Tatalaksana mencakup reseksi lengkap dari traktus yang gagal menghilang
secara komplit. Penting untuk membuang cuff of baldder ketika eksisi urachus
untuk mencegah resiko berkembangnya adenokarsinoma urachus di kemudian
hari.
2.2.7 Kista dermoid umbilikus
Kista dermoid umbilikus merupakan suatu massa di umbilikus yang jarang
didapati dan disebabkan oleh masuknya epitel kulit di bawah atau di dalam kulit
umbilikus normal. Pada pemeriksaan, umbilikus terlihat lebih lebar, dan warnanya
lebih gelap. Tidak ada peradangan kecuali jika kista terinfeksi. Diagnosis dibuat
pada saat pembedahan dan ditemukan adanya karakteristik material sebasea
seperti sikatgigi pada massa umbilikus. Penanganan kista dermoid umbilikus
adalah eksisi kista1.
2.2.8 Polip umbilikal
Polip umbilikal merupakan massa bulat, kemerahan di dasar umbilikus yang
terdiri atas sisa embriologi duktus omfalomesenterikus atau urachus. Biasanya
lebih merah terang dan sedikit lebih besar dari granuloma umbilikalis. Tidak
seperti granuloma, polip umbilikal tidak merespon terhadap silver nitrat dan harus
di eksisi bedah dan dievaluasi secara histology untuk konfirmasi diagnosis. Jika
19
suatu polip umbilikal didiagnosis,tindak lanjut untuk duktus omfalomesenterikus
yang mendasari atau sisa urachus harus dilakukan. Berdasarkan laporan sekitar
30-60% kemungkinan didapatkan adanya anomaly duktus omfalomesenterikus
yang mendasari pada polip umbilikal yang diidentifikasi1.
Gambar 8: Polip umbilikus
2.2.9 Absent umbilikus
Malposisi ataupun tidak adanya umbilikus merupakan suatu temuan yang
sering dijumpai pada pasien dengan ekstrofi kandung kemih. Ketika umbilikus
tidak ada, terbentuk suatu omfaloplasty. Penelitian sudah sering dilakukan untuk
membantu penempatan umbilikus sesuai lokasinya dan didasarkan juga atas dasar
kosmetik.
20