Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Bit (Beta vulgaris L)
Bit merupakan tanaman semusim. Batang Bit sangat pendek, hampir tidak
terlihat. Akar tunggangnya tumbuh menjadi umbi. Bit merupakan sumber vitamin
C. Selain itu, Bit juga banyak mengandung vitamin B dan sedikit vitamin A
sehingga baik untuk kesehatan tubuh sehingga dianjurkan dimakan dalam jumlah
yang banyak bagi penderita kurang darah (anemia). Kegunaan lain dari Bit,
terutama umbinya, yaitu dapat dijadikan campuran salad atau direbus (Sunarjono,
2004).
Bit merah (Beta vulgaris) tanaman berbunga dari keluarga
Chenopodiaceae, memiliki bentuk morfologis seperti umbi, berbentuk bulat
seperti kentang dan umumnya dijadikan sebagai sayuran. Ciri khas Bit merah:
warna akar Bit yang berwarna merah pekat, rasa yang khas yaitu agak manis
seperti gula, serta aroma Bit yang khas (Widyaningrum dan Suhartiningsih, 2014).
Bit yang baik adalah masih segar dan tidak berjamur. Dalam kondisi segar
Bit dapat disimpan hingga 4 minggu dalam lemari es. Bagian yang dikonsumsi
dari tanaman Bit adalah umbi dan daunnya. Namun yang biasa dipasarkan hanya
umbinya (Emma, 2006). Bit memiliki kandungan nitrat paling tinggi
dibandingkan pangan sumber nitrat lainnya (selada, sawi hijau, brokoli, pisang)
(Keeton, dkk., 2009).
10
Tanaman Bit dalam sistematika tumbuhan, dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (USDA Nutrient Databae) :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelaa : Hamamelidae
Ordo : Caryophyllales
Famili : Chenopodiaceae
Genus : Beta
Spesies : Beta vulgaris L.
Ilustrasi 1. Tanaman Umbi Bit
2.2 Manfaat dan Kandungan Nutrisi
Umbi Bit mengandung kalium sebesar 14,8 %, serat sebesar 13,6 %,
vitamin C sebesar 10,2 %, magnesium sebesar 9,8 %, triptofan sebesar 1,4 %,zat
besi sebesar 7,4 %, tembaga sebesar 6,5 %, fosfor sebesar 6,5 %, dan kumarin
11
(Deptan, 2012). Kandungan kimia dalam 100 g umbi Bit dapat dilihat pada Tabel
1.
Aplikasi Bit yang sudah ada dalam industri pangan mencakup ekstrak
tanaman Bit sebagai pewarna alami merah keunguan. Senyawa betalain pada Bit
berbeda dengan pigmen antosianin pada tanaman lain karena pigmen ini juga
mengandung senyawa nitrogen yang memiliki efek positif terhadap aktivitas
radikal bebas dan kanker sehingga akar Bit juga mulai dikembangkan sebagai
alternatif pewarnaan pada produk sosis (Winanti, dkk., 2013).
Tabel 1. Kandungan Gizi Bit Merah (per 100 g bahan)
Nutrisi Kandungan
Air (g) 87,58
Energi (kkal) 43,00
Protein (g) 1,61
Total lipid (lemak) (g) 0,17
Karbohidrat (g) 9,56
Serat, total serat (g) 2,80
Total gula (g) 6,76
Calcium, Ca (mg) 16,00
Iron, Fe (mg) 0,80
Magnesium, Mg (mg) 23,00
Phosphorus, P (mg) 40,00
Potassium, K (mg) 325,00
Sodium, Na (mg) 78,00
Vitamin C (mg) 4,90
Thiamin (mg) 0,03
Riboflavin (mg) 0,04
Niacin (mg) 0,34
Vitamin B-6 (mg) 0,07
Folate, DFE (μg) 109,00
Vitamin A, RAE (μg) 2,00
Vitamin A, (IU) 33,00
Vitamin E (α-tokoferol ) (mg) 0,04
Vitamin K (phylloquino) (μg) 0,20
Asam lemak jenuh (g) 0,02
Sumber : USDA, 2014
12
Bit mempunyai kandungan zat besi yang cukup tinggi, sehingga dapat pula
digunakan sebagai sumber makanan besi yang berguna bagi penderita anemia. Bit
dapat pula digunakan sebagai pengobatan hati. Serat pada Bit ternyata mempunyai
efek yang baik untuk fungsi pencernaan dan tingkat kolestrol (Emma, 2006).
Umbi Bit adalah salah satu bahan pangan yang berwarna merah keunguan
bukan karena pengaruh pigmen antosianin ataupun likopen. Umbi Bit mempunyai
warna merah keunguan yang khas. Pigmen yang mempengaruhi warna merah
pada Bit adalah pigmen betalain dan pigmen betaxantin (Made, 2008). Betalain
merupakan pigmen bernitrogen dan bersifat larut dalam air, disintesis dari asam
amino tirosin menjadi dua kelompok struktural: merah-violet betasianin dan
betaxantin: kuning-oranye (Henriette, 2009)
Aplikasi Bit yang sudah ada dalam industri pangan mencakup ekstrak
tanaman Bit sebagai pewarna alami merah keunguan. Senyawa betalain pada Bit
berbeda dengan pigmen antosianin pada tanaman lain karena pigmen ini juga
mengandung senyawa nitrogen yang memiliki efek positif terhadap aktivitas
radikal bebas dan kanker sehingga akar Bit juga mulai dikembangkan sebagai
alternatif pewarnaan pada produk sosis (Winanti, dkk., 2013).
Bit merupakan umbi dengan warna khas merah pekat yang disebabkan
oleh keberadaan pigmen betalain. Pigmen betalain dalam Bit merah tersusun oleh
dua senyawa pigmen yaitu betasianin berwarna ungu kemerahan dan betaxanthin
berwarna kekuningan (Cai, dkk., 2003). Betalain bersifat larut air, kaya akan
nitrogen dan menghasilkan warna kemerahan sehingga potensial dijadikan sebagai
pewarna natural dalam produk pangan. Pigmen betalain dapat dijadikan sebagai
alternatif pewarna antosianin yang terkandung pada jenis buah lain karena
13
stabilitas dan resistensi betalain terhadap pengaruh pH dan suhu lebih baik
terutama pada pH asam rendah. Degradasi betalain dapat berlangsung
selama proses ekstraksi yang umumnya dipengaruhi enzim dan suhu panas yang
berlebihan selama proses pengolahan sehingga aplikasi Bit sebagai pewarna
produk membutuhkan penanganan yang sesuai untuk mempertahankan kualitas
fisikokimia maupun sensori produk. Senyawa betalain memiliki sifat fungsional
sebagai antimikroba dan antioksidan yang mampu menghambat perkembangan
sel-sel tumor pada tubuh manusia (Slavov, dkk., 2013).
2.3 Ekstraksi Pewarna Alami
Pewarna sintetis dapat diganti dengan pewarna alami. Pewarna alami
adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari
sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya
dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber
warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga karoten dan
klorofil. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong
dalam ”uncertified color additives” karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian
kimiawi (Hidayat dan Saati, 2006).
Ekstrasi adalah suatu cara pemisahan komponen-komponen dari suatu
sistem campuran, baik yang berupa campuran padat-padatan, padatan-
cairan,maupun cairan-cairan. Produk utama yang dikehendaki dari ekstraksi
adalah filtrat, sedangkan ampas dan residunya merupakan hasil samping (Earle,
1983). Umumnya ekstraksi zat warna dari suatu bagian tanaman tertentu
merupakan ekstraksi sederhana. Ekstraksi dilakukan dengan cara melarutkan
14
bagian biji, daun,atau buah dalam pelarut tertentu, baik polar maupun non polar
(Winarno dan Laksmi, 1973)
Ekstraksi dengan cara mekanis prinsipnya pemberian tekanan pada
sejumlah bahan tertentu yang sudah mengalami perlakuan pendahuluan,
sehinggakomponen cairan terdorong terpisah dan keluar dari sistem campuran.
Ekstraksi ini dipengaruhi oleh sifat mengalir atau fluiditas bahan yang
diproses,tekanan yang digunakan dan waktu yang diberikan (Earle, 1983).
pengambilan zat warna merah dilakukan dengan metode ekstraksi, yaitu proses
pemisahan suatu bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang
dapat dilakukan dengan cara konvesional, subcritical water, dan microwave
assisted resistence (Hartati dan Dinarwi , 2015)
2.4 Sosis
Sosis merupakan makanan asing yang sudah akrab dalam kehidupan
masyarakat Indonesia karena rasanya enak. Makanan ini dibuat dari daging yang
telah dicincang kemudian dihaluskan, diberi bumbu, dimasukkan ke dalam
selonsong berbentuk bulat panjang simetris, baik yang terbuat dari usus hewan
maupun pembungkus buatan (casing). Istilah sosis berasal dari bahasa Latin, yaitu
salsus, yang artinya garam. Hal ini merujuk pada artian potongan atau hancuran
daging yang diawetkan dengan penggaraman (Wau, dkk., 2010).
Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus
(mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau
tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang
diizinkan dan dimasukkan ke dalam selongsong sosis (BSN, 1995).
15
Sosis yang sudah dikenal di Amerika Serikat pada dasarnya ada lima khas
(USDA, 1977; AMI, 1982) yaitu sosis segar, sosis segar diasap, sosis masak, sosis
kering dan agak kering, sosis spesialitas daging masak. Sosis segar dibuat dari
daging segar, tidak diperam (tanpa curing), dicacah, dilumatkan atau digiling,
diberi garam dan bumbu-bumbu dan dimasukkan dalam selongsong. Sosis masak
berasal dari daging segar, bisa diperam atau tidak, dimasukan dan dipadatkan
dalam selogsong, tidak diasap dan setelah preparasi harus segera dimasak. Sosis
spesialitas daging masak,khusus dipersiapkan sebagai produk daging yang
diperam atau tidak diperam, dimasak dan jarang diasap (Soeparno, 2009). Sosis
kering dan agak kering adalah sosis fermentasi sebagai hasil kerja bakteri
pembentuk asam laktat, baik yang terdapat dalam daging secara alami, maupun
bakteri starter yang ditambahkan (Bacus, 1984).
2.4.1 Bahan-bahan Pembuatan Sosis
A. Daging sapi
Daging yang umumnya digunakan untuk pembuatan sosis adalah daging
yang nilai ekonomisnya kurang, namun harus daging yang masih segar dan tidak
banyak mengandung mikroba misalnya daging skeletal, daging leher, daging
rusuk, daging dada dan daging tetelan (Soeparno, 1994). Daging yang digunakan
untuk pembuatan sosis sebaiknya daging pre rigor, yaitu daging dengan pH
sekitar 6,26,8 karena pH tersebut protein daging masih belum terlalu banyak yang
terdenaturasi sehingga daya mengikat airnya masih bagus (Xiong dan Mikel,
2001).
Pemilihan bahan daging merupakan dasar pembuatan sosis. Daging
skeletal adalah bahan dasar yang paling banyak digunakan terutama daging sapi
16
dan daging babi. Pemilihan daging penting karena jaringan atau organ ternak
mengandung air, protein dan lemak dalam jumlah bervariasi dan tingkat
pigmentasi serta kemampuan mengikat air dan lemak juga bervariasi (Soeparno,
2005).
Sosis merupakan produk restructured meat yang menggunakan teknik
pengolahan daging yang berkualitas rendah serta memanfaatkan tetelan atau
potongan daging yang relatif kecil Nilai nutrisi daging mengandung asam-asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang (Forrest, dkk., 1975). Daging
mengandung protein yang berfungsi sebagai emulsi. Bahan pegemulsi adalah
protein yang larut dalam air dan protein yang larut dalam garam (Soeparno, 2005)
B. Nitrit
Bahan pengawet yang biasa digunakan dalam proses curing daging adalah
garam nitrit. Garam nitrit digunakan dalam proses curing daging untuk
memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti
Clostridium botulinum. Penggunaan ini semakin luas karena manfaat nitrit dalam
pegolahan daging selain sebagai mempertahankan warna dan bahan pengawet
juga sebagai pembentuk rangsangan yaitu aroma dan cita rasa (Cahyadi, 2009).
Nitrit sebagai pengawet diijinkan, tetapi aturan penggunaan dalam
makanan tidak boleh melampaui batas dan membahayakan kesehatan manusia.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 36 Tahun 2013 tentang bahan tambahan pangan,
membatasi jumlah penggunaan maksimum pengawet nitrit didalam produk daging
olahan yaitu sebesar 30 mg/kg. Jumlah maksimum bahan tambahan pengawet
nitrit dalam mg/Kg berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari tanpa
17
menimbulkan efek merugikan kesehatan yaitu 0-0,6 mg/kg berat badan (Sugiarti,
2014).
Sebagai bahan tambahan makanan nitrit menimbulkan efek berbahaya bagi
kesehatan. Nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida. Membentuk turunan
nitrosiamin yang bersifat toksik (Cahyadi, 2009). Keracunan kronis dapat terjadi
pada penggunaan nirtit berulangkali dalam waktu lama (Ngatidjan, 2006)
C. Bahan Pengisi dan Pengikat
Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air, tetapi
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengikat adalah
material bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air dan emulsifikasi
lemak. Maksud penambahan bahan pengisi (filler), pengikat (binder) pada produk
daging proses, misalnya sosis adalah: (1) meningkatkan stabilitas emulsi, (2)
meningkatkan daya ikat air, (3) meningkatkan flavor, (4) mengurangi pengeruta
selama pemasakan, (5) meningkatkan karakteristik irisan produk, dan (6)
mengurangi biaya formulasi (Soeparno, 2005).
Bahan pengikat dan pengisi dibedakan berdasarkan kadar proteinnya.
Bahan pengikat mengandung protein yang lebih tinggi, sedangkan bahan pengisi
mengandung bahan karbohidrat. Bahan pengikat pada umumnya berupa susu
skim, alginat, karagenan, gelatin, dan sejenisnya. Bahan pengisi berupa tepung
terigu, tepung beras, tepung tapioka,tepung roti, dan tepung kentang (Sudjatinah
dan Hari, 2017).
D. Bahan Tambahan Lain
Penambahan bahan penyedap dan bumbu-bumbu, terutama ditujukan
untuk menambah atau meningkatkan falvor,misalnya pada sosis dan bukan karena
18
potensi preservatifnya. Bahan penyedap dapat menyebabkan meningkatnya dan
memodifikasi flavor, formulasi bahan peyedap yang berbeda akan menghasilkan
produk daging proses dengan flavor yang berbeda. Garam dan merica merupakan
bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis (Soeparno, 2005).
Bahan penyedap lainnya ditambahkan, teutama untuk membedakan flavor
diantara tipe produk yang berbeda. Bahan peyedap antara lain meliputi bumbu-
bumbu, sayur-mayur, pemanis, dan bahan lain, misalnya Monosodium glutamat
(MSG). Penambahan gula dapat membantu mempertahankan aroma dan,
mengurangi efek pengerasan dari garam glukosa, jumlah penambahan sekitar 1%
(Soeparno, 2005).
E. Air/ Es
Es atau air es merupakan salah satu bahan yang sangat diperlukan pada
pembuatan sosis. Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis
adalah 20% - 30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam
bentuk es (Aberle, dkk., 2001). Penambahan air dalam bentuk es bertujuan untuk
dapat melarutkan garam serta mendistribusikannya secara merata keseluruh
bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein daging, membantu
pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama
penggilingan dan pembentukan adonan (Kramlich, 1971).
Penambahan air pada produk berfungsi untuk: (1) meningkatkan
keempukan dan jus daging, (2) menggantikan sebagian air yang hilang selama
prosessing terutama saat prosessing panas, (3) melarutkan protein yang mudah
larut dalam air, (4) membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan
protein yang larut dalam larutan garam, (5) menjaga temperatur produk, dan (6)
19
mempermmudah penetrasi ingredient curing, misalnya kebagian dalam daging
asap (Soeparno, 2005).
F. Selongsong Sosis
Selongsong atau casing untuk sosis ada dua tipe. Selongsong terdiri dari
selongsong alami dan selongsong buatan. Selongsong alami terutama terbuat dari
saluran pencernaan ternak, misalnya sapi,babi, domba atau kambing. Selongsong
alami mudah mengalami kerusakan mikroorganisme, sehingga setelah dibersihkan
perlu dikeringkan atau digarami (Soeparno, 2009).
Selongsong buatan terdiri dari empat kelompok, yaitu: (1) selulosa, (2)
kolagen yang dapat dimakan, (3) kolagen yang tidak layak dimakan, dan (4)
plastik. Selongsong buatan memiliki kekuatan yang lebih besar daripada
selongsong alami (Soeparno, 2009). Selongsong sosis juga bisa dibuat dari logam
berbentuk bulat panjang atau empat persegi panjang. Sosis didalam selongsong
logam ini harus dikeluarkan sebelum pemasaran (Kramlich, 1971).
2.4.2 Curing
Curing adalah cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa
bahan seperti garam (NaCL, natrium nitrit dan natrium nitrat), gula (dekstrosa,
sukrosa, dan pati hidrolisis) dan bumbu-bumbu. Maksud curing antara lain adalah
untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik dan
memperpanjang masa simpan produk daging. Produk daging yang diproses
dengan curing disebut daging cured. Curing juga mengurangi pengerutan daging
selama diolah dan memperpanjang masa simpan daging (Soeparno, 2009).
Menurut Soeparno (2009), penggunaan nitrit sebagai pengawet
mempunyai tujuan untuk :
20
1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen
Mikroorganisme patogen paling berbahaya yang dapat mengkontaminasi
daging adalah Clostridium botulinum. Nitrit menghambat produksi toksin
Clostridiumbotulinum dengan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan spora atau dengan cara membentuk senyawa penghambat
bila nitrit pada daging dipanaskan. Nitrit juga dapat menghambat
pertumbuhan Clostridium perferingens dan Staphylococcus aureus pada
daging.
2. Membentuk cita rasa
Peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa daging olahan atau
awetan bersifat sebagai antioksidan. Nitrit akan menghambat oksidasi
lemak yang akan membentuk senyawa-senyawa karbonil seperti aldehid,
asam-asam dan keton yang menyebabkan rasa dan bau tengik.
3. Memberi warna merah muda yang menarik
Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk memberi
warna merah muda yang menarik. Perubahan warna secara kimia sangat
kompleks. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut
mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin
yang berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksimioglobin
tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi
metmioglobin yang berwarna coklat, tetapi yang mengalami penambahan
nitrit akan tetap berwarna merah (Winarno, dkk., 1980). Mioglobin
bereaksi degan nitrogen oksidasi menghasilka senyawa nitroso-mioglobin,
yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk
21
nitroso-myochromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif
stabil (Buckle, dkk.,1987).
2.5 Sifat Fisik
2.5.1 Intensitas Warna
Warna suatu benda ditentukan oleh 4 hal yaitu: (1) adanya sinar sebagai
sumber penerangan yang menyinari benda, (2) sifat-sifat absorpsi dan refleksi
spektral dari benda yang disinari, (3) kodisis lingkungan berbeda dan (4) kondisi
sbjek melihat benda. Adanya sinar yang dipancarkan kearah benda merupakan
sarana agar benda dapat dilihat dan menghasilkan warna. Jika sinar datang telah
dikurangi sinar emisi dan transmisi sisanya tinggal sinar serap dan sinar pantul.
Kedua sinar ini yang kemudian menjadikan produk berwarna dan bersifat kilat
atau kusam. Jika sinar yang dipantulkan oleh suatu benda tidak pada semua
spektra melinkan hanya pada beberapa spektra maka akan terjadi spektrum
dominan. Spektrum dominan ini akan menghasilkan salah satu dari warna cerah
pelangi, yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila atau ungu. Warna-warna ini
disebut warna kromatis. Masing-masing warna itu berasal dari spektrum atau sinar
gelombang elektromagnetik tertentu (Soewarno, 1990).
Intensitas warna kromatik dinyatakan sebagai krom. Jika intensitasnya
tinggi maka warna kromatik itu akan cerah sekali atau warna yang sangat
mencolok, sedangkan jika intensitas warnanya rendah warna itu agak redup atau
warna yang lemah. Jadi warna suatu benda sebenarnya mengandung 3 unsur yaitu:
(1) warna kromatik yang disebut hue, (2) warna kromatik yang disebut kecerahan
(value, lightness) dan (3) intensitas warna kromatik. Inilah 3 parameter yang
biasanya digunakan utuk menyatakan pengukuran warna (Soewarno, 1990)
22
Disamping aspek warna permukaan benda juga mempunyai aspek kilap
atau lawannya kusam. Sifat ini juga ada hubungannya dengan sinarpantul. Sinar
pantul yang arahnya sejajar akan menghasilkan sifat permukaan yang mengkilap.
Sifat kilap berkaitan dengan permukaan produk yang licin. Sebaliknya juga sinar
pantulitu arahnya tidak beraturan, atau mengarah secara acak, maka akan
dihasilkan sifat permukaan yang kusam. Sifat-sifat kilap atau kusam pada
beberapa produk pangan sangatlah penting peranannya dan menambah atau
mengurangi daya tarik warna kromatis yang dimiliki produk tersebut (Soewarno,
1990)
2.5.2 Daya Ikat Air (DIA)
Daya Ikat Air oleh protein daging atau water capacity atau water binding
capacity (WHC atau WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya
atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya
pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Pemasakan
menyebabkan perubahan DIA karena adanya solubilitas protein daging,
temperatur tinggi meningkatkan denaturasi protein dan menurunkan DIA
(Soeparno, 2005).
Daya Ikat Air menurun seiring dengan menurunnya pH, hal ini
disebabkan karena protein rusak dalam suasana asam. Selain faktor pH, daya ikat
air dipengaruhi oleh spesies, umur,fungsi otot, pakan (feed additive), temperatur,
kelembaban, jenis kelamin, kesehatan dan perlakuan sebelum pemotongan
(Soeparno, 1994)
Daya Ikat Air merupakan faktor penting karena berpengaruh langsung
terhadap keadaan fisik seperti keempukan, warna, tekstur serta juiceness. Faktor-
23
faktor yang mempengaruhi daya ikat air adalah pemanasan, pH dan jumlah
penggunaan bahan pengisi (Soeparno, 2009). Kemampuan otot mengikat air
terutama disebabkan oleh aktomiosin, komponen utama miofibril sehingga
apabila tidak terjadi denaturasi protein, maka kemampuan daging untuk mengikat
air dapat dipertahankan nilainya (Prinyawiwitkul, dkk., 1997)
2.6 Akseptabilitas
Uji organoleptik adalah cara mengukur, menilai atau menguji mutu
komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indera manusia. Penglihatan
dengan mata, penciuman dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut,
perabaan dengan ujung jari, pendengaran dengan teling. Sifat objektif dapat
diukur dengan instrumen fisik (Dwi, dkk., 2010).
Uji penerimaan disebut juga uji pemilihan, dimana uji ini menyangkut
penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan
orang menyenanginya atau tidak (Soewarno, 1985). Pelaksanaan uji organoleptik
memerlukan paling tidak dua pihak yang bekerja sama, yaitu panel dan
pelaksanaan kegiatan pengujian. Terdapat enam jenis panel, yaitu panel pencicip
perorangan, panel pencicip terbatas (3-5 orang), panel terlatih (15-25 orang yang
mempunyai kepekaan cukup baik dan telah diseleksi atau telah diseleksi telah
menjalani latihan-latihan), panel tak terlatih (25 orang), panel agak terlatih (15-25
orang) dan panel konsumen (30-100 orang) (Dwi, dkk., 2010).
Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya. Panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya,
mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini
24
disebut skala hedonik. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik
dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan (Dwi, dkk., 2010).