Jbptunpaspp Gdl Alifoktavi 2139 1 Jurnalw 4

Embed Size (px)

Citation preview

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 120

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA VOL.11, NO.1 (JANUARI-JUNI) 2012 JURNAL MASALAH-MASALAH HUBUNGAN INTERNASIONAL

    ISSN 0853-2265

    ISSN 0853-2265

    JURNAL ONLINE

    WESTPHALIA,

    VOL.11,NO.2 MEMPERKUAT MANAJEMEN PENASARAN DALAM PROSES PERSAINGAN GLOBAL

    Iwan Buntaran Irawan MODEL KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA POLITIK MASYARAKAT SUNDA Ade Priangani EKSISTENSI KELOMPOK DAN GERAKAN PEMIKIRAN POLITIK MASYARAKAT ISLAM DI TIMUR TENGAH Aswan Haryadi KRISIS EKONOMI EROPA DAN DAMPAKNYA BAGI INDONESIA Iwan Gunawan PENGELOLAAN POTENSI EKONOMI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA SINGAPURA DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERBATASAN Ade Priangani DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP STRATEGI BISNIS DI INDONESIA Fahremi Imri PERKEMBANGAN GERAKAN NON-BLOK DAN PERAN INDONESIA PASKA PERANG DINGIN Kunkunrat PERKEMBANGAN TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL DALAM DINAMIKA GLOBAL Rini Afriantari ANALISIS TENTANG MENANGNYA KASUS ROKOK KRETEK INDONESIA OLEH WTO Alif Oktavian

    ISSN 0853-2265

    PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

    ILMU POLITIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 121

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    ANALISIS TENTANG MENANGNYA KASUS ROKOK KRETEK INDONESIA OLEH WTO

    Alif Oktavian Dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

    (Jalan Lengkong Besar 68 Bandung)

    Abstract Indonesia got against U.S. in the case of clove cigarettes. U.S. banned clove cigarettes from Indonesia because of Indonesian flavored clove cigarettes. Indonesian diplomats argue that banning clove cigarettes, while continuing to allow the sale of menthol cigarettes, would discriminate against Indonesian products and therefore violate the U.S. obligation to avoid nondiscriminatory trading practices as a member of the WTO. Indonesia believes that the Act discriminates against clove cigarettes because clove cigarettes sold in the United States before the ban were imported primarily from Indonesia, whereas virtually all menthol cigarettes sold in the United States are produced domestically. Indonesia wins the case of clove cigarettes against U.S. The Indonesian delegation initiated the WTOs Dispute Resolution Process by circulating a Request for Consultations with the United States. Indonesia alleges that section 907 of the Act violates GATT Article III:4.23 Indonesia maintains that because clove and menthol cigarettes are like products, and because the ban applies to clove cigarettes, but not to menthol cigarettes, it violates the nondiscrimination clause of Article III:4. Keywords: Cigarettes Dispute, WTO Dispute Settlement, Indonesian Diplomacy.

    Pendahuluan

    Penyelesaian sengketa antarnegara dalam GATT (kemudian WTO)

    sesungguhnya tehah berlangsung lama. Sejarah panjang penyelesaian

    sengketa itu sendiri sedikit banyak dipengaruhi oleh aturan yang

    mendasari cara atau mekanisme penyelesaian sengketanya.

    Mekanisme penyelesaian sengketa da1am petjanjian WTO sekarang

    ini pada intinya mengacu pada ketentuan Pasal 22-23 GATT 1947.

    Dengan berdirinya WTO, ketentuan-ketentuan GATT 1947 kemudian terlebur ke dalam aturan

    WTO.

    WTO memiliki sistem untuk menyelesaikan sengketa di an tara anggotanya yang dalam

    banyak hal terbukti unik dan berhasil. Sistem ini terdapat dalam kesepakatan WTO mengenai

    Penyelesaian Sengketa/WTO Dispute Settlement Understanding (DSU). Sejak WTO didirikan

    pada tahun 1995, lebih dari 380 sengketa telah dibawa ke forum Penyelesaian Sengketa WTO.

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 122

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    Beberapa dari sengketa tersebut sangat bernuansa politis dan mendapatkan perhatian yang

    luas dari media. Perlu ditambahkan bahwa anggota negara-negara berkembang telah sering

    menggunakan sistem ini dalam menyelesaikan sengketa dagang mereka, dan seringkali juga

    mereka menang dalam sengketa dengan anggota negara-negara maju.

    Menurut Pasal 3.7 DSU, sasaran dan tujuan utama srstrm penyelesaian sengketa WTO

    adalah menjamin penyelesaian yang positif bagi suatu sengketa. Sistem ini sangat cenderung

    menyelesaikan ,sengketa melalui konsultasi daripada proses pengadilan. Hanya jika proses

    konsultasi gagal, suatu sengketa dibawa ke panel penyelesaian sengketa WTO. Berdasarkan

    Pasal 3.2 DSU, sistem penyelesaian sengketa WTO bertujuan untuk memelih1ra hak dan

    bwajiban negara anggotanya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam

    lampiran-lampiran Persetujuan WTO (selanjutnya disebut: covered agreements), dan sekaligus

    menjelaskan ketentuan-ketentuan tersebut. Penjelasan-penjelasan ini harus dilakukan sejalan

    dengan kaidah-kaidah penafsiran hukum internasional publik, yang oleh Appellate Body

    diinterpretasi mengacu kepada kaidah penafsiran yang terdapat dalam Pasal 31 dan 32

    Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian Internasional (atau Vienna Convention on the Law of

    Treaties). DSU mengingatkan, pada Pasal 3.2 dan 19.2, terhaclap tindakan judicial activism

    dengan menegaskan dua kali bahwa penyelesaian sengketa WTO tidak boleh menambah atau

    menghapus hak dan kewajiban anggota-anggota WTO.

    Organ Penyelesaian Sengketa

    Di antara lembaga yang terlibat dalam penyelesaian sengketa WTO, dapat dibedakan

    antara lembaga politik, Dewan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settelement Body, DSB), dan 2

    lembaga independen yang berpola pengadilan, panel penyelesaian sengketa yang ad hoc dan

    Appellate Body (Badan Banding) yang bersifat permanen. Mengacu ke bagian 7.2, DSB

    merupakan Dewan yang terdiri dari semua negara anggota WTO dan menyelenggarakan sistim

    penyelesaian sengketa. Menurut Pasal 2.1 DSU, DSB berwenang untuk:membentuk

    panel;mengesahkan laporan panel dan Appellate Body (rekomendasi dan keputusan laporan

    tersebut adalah sah dan mengikat);mengawasi pelaksanaan dari rekomendasi dan keputusan

    yang termuat di dalam laporan panel dan Appellate Body,memberikan kewenangan untuk

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 123

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    menghentikan konsensi dan kewajiban yang terdapat pada ketentuan di covered agreements

    (atau melakukan retaliasi), jika negara anggota WTO yang terlibat tidak melaksanakan

    rekomendasi dan keputusan yang sah.

    Dapat disimpulkan bahwa walaupun penyelesaian sengketa dilakukan oleh panel dan

    Appellate Body, namun DSB adalah organ (sebagai organ politis) yang mengendalikan proses

    secara keseluruhan. Patut dicatat bahwa keputusan pembentukan panel, pengesahan laporan

    panel dan Appellate Body, dan pemberian kewenangan untuk menghentikan konsesi dan

    kewajiban laiinnya dilakukan oleh DSB meldui reversed consensus (konsensus negatif). Ini

    artinya, DSB dianggap secara otomatis mengambil keputusan-keputusan, seperti keputusan

    untuk membentuk panel, kecuali jika ada konsensus dari negara-negara anggota untuk tidak

    membentuk parael. Jelas sekali bahwa konsensus demikian tidak akan pernah terjadi, karena

    negara anggota yang meminta pembentukan panel dalam agenda DSB, secara pasti akan

    menolak keputusan yang berlawanan. Dengan kata lair, keputusan yang diambil oleh DSB bagi

    hal-hal tersebut dibuat berlaku secara otomatis untuk tujuan praktis.

    Panel

    Panel adalah dewan ad hoc yang dibentuk dengan tujuan untuk menimbang dan

    memutuskan suatu sengketa tertentu dan dibubarkan ketika mereka telah menyelesaikan

    tugasnya. Seperti yang ditetapkan pada Pasal 6 DSU, panel dibentuk oleh DSB atas permintaan

    penggugat.

    Setelah panel dibentuk, para pihak kemudian akan menetapkan anggota panel tersebut.

    Namun, jika.persetujuan penetapan anggota panel tidak tercapai dalam kurun waktu dua pubh

    hari setelah pembentukannya, penggugat dapat meminta Direktur Jendral WTO untuk

    menunjuk para panelis. Pada umumnya, anggota dewan terdiri dari tiga individu yang

    berkualifikasi, baik dari pihak pemerintah/atau non-pemerintah (seperti diplomat, aka demisi

    atau pengacara). Aturannya, anggota panel bukan warga negara dari para pihak (atau pihak

    ketiga) yang bersengketa (lihat Pasal 8 DSU).

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 124

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    Tinjauan Banding

    Berdasarkan Pasal 17 DSU, suatu pihak yang bersengketa dapat memulai prosedur

    tinjauan banding terhadap laporan panel dihadapan Appellate Body melalui pemberitahuan

    banding. Appellate Body merupakan suatu kedudukan, dengan kata lain adalah pengadilan

    internasional yang permanen yang beranggotakan tujuh orang independen yang reputasinya

    diakui dalam bidang hukum, perdagangan internasional dan pokok persoalan yang terdapat

    dalam covered agreements. Anggota-anggotanya ditunjuk oleh DSB untuk bertugas dalam

    kurun waktu 4 tahun dan yang hanya dapat diperbaharui satu kali. Komposisi anggota, dari

    Appellate Body harus mewakili kalangan luas dalam keanggotaan WTO.

    Appellate Body meneliti dan memutuskan upaya banding dalam kelompok tiga orang

    dari tujuh anggota tetapnya. Upaya banding adalah terbatas kepada masalah hukum yang

    terdapat di dalam laporan panel dan interpretasi hukum yang dikembangkan oleh panel.

    Permasalahan yang menyangkut fakta tidak dapat dibanding.

    Ketika panel atau Appellate Body menemukan suatu tindakan yang tidak konsisten

    dengan Persetujuan WTO, dia akan merekomendasikan anggota yang terkait untuk

    menyesuaikan tindakan tersebut dengan Persetujuan WTO. Seperti yang telah disebutkan di

    atas, ketika suatu laporan panel dan/atau Appellate Body memuat rekomendasi yang telah

    disyahkan oleh DSU, maka rekomendasi terebut mengikat secara hukum.

    Prosedur Penyelesaian Sengketa

    Proses penyelesaian sengketa WTO terdiri dari empat langkah utama:Konsultasi wajib

    antara pihak yang bersengketa untuk mencapai penyelesaian yang disetujui oleh para

    pihak.Sidang panel;Tinjauan banding; danPelaksanaan dan penyelenggaraan rekomendasi dan

    ketentuan yang disahkan oleh DSB.

    Karakteristik acara penyelesaian sengketa WTO adalah: Bersifat rahasia (rapat panel dan

    sidang Appellate Body hampir selalu tertutup untuk umum); danBatas waktu yang sangat ketat

    bagi setiap langkah di proses persidangan.

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 125

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    Ketika panel atau Appellate Body memberikan rekomendasi kepada suatu negara

    anggota WTO untuk menyesuaikan tindakannya dengan ketentuan hukum WTO, anggota

    tersebut harus melakukannya dengan segera sesuai dengan Pasal 21.1 DSU. Jika rekomendasi

    tersebut tidak dapat dilakukan, anggota tersebut harus dalam jangka waktu tertentu

    (reasonable period of time) dalam prakteknya bervariasi antara enam dan lima belas bulan. Jika

    responden gagal untuk melaksanalcan rekomendasi dan ketentuan mengenai jangka waktu

    tertentu dan perjanjian untuk memberikan kompensasi tidak dapat dicapai, penggugat dapat

    meminta kewenangan dari DSB untuk menghentilcan konsesi atau kewajiban lainnya, dengan

    kata lain kewenangan untuk melakukan tindakan retaliasi (lihat Pasal 22 DSU). Seperti yang

    disebutkan dalam bagian 8.3, DSB memberikan kewenangannya berdasarkan konsensus

    negatif, jadi berlaku otomatis. Tindakan retaliasi biasanya dilakukan dalam bentuk menaikkan

    bea masuk secara drastis bagi produk responden yang bersifat strategis (lihat Bananas III, EC-

    Hormones and US - Foreign Sales Corporations). Produsen produk ini kemudian akan menekan

    pemerintahnya untuk mencabut atau mengubah tindakan yang tidak konsisten dengan

    ketentuan WTO secepat mungkin. Tindakan retaliasi dapat juga dilakukan dalam bentuk

    penghentikan kewajiban penggugat akan perlindungan hak kekayaan intelektual dari

    perusahaan negara anggota WTO yang belum mengubah atau menarik tindakan yang tidak

    sesuai dengan ketentuan WTO tepat waktu (lihat EC - Bananas III and US - Gambling dimana

    DSB memberikan kewenangan masing-masing kepada Ecuador dan Antigua dan Barbuda untuk

    melakukan tindakan retaliasi terhadap Masyarakat Eropa dan AS). Tingkatan suatu tindakan

    balasan tidak boleh melebihi tingkat manfaat yang gagal didapatkan atau yang dikurangi oleh

    tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan WTO. Sengketa mengenai tingkat retaliasi dapat

    dibawa ke panel arbitrasi, yang biasanya terdiri dari anggota tlari panel yang menangani kasus

    tersebut (lihat Pasal 22 DSU).

    Barang Sejenis (Like Products)

    Konsep 'barang sejenis', sebaliknya, merupakan hal yang problematik. Pelanggaran

    kewajiban perlakuan MFN dapat terjadi hanya ketika barangbarang yang menjadi sengketa

    adalah merupakan 'barang sejenis'. Konsep 'barang sejenis' tidak hanya dipergunakan dalam

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 126

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    Pasal I:1 GATT 1994, tetapi juga dalam Pasal III:2 dan III:4 GATT 1994, yang didiskusikan pada

    bagian 2.4. 'X' ataupun istilah 'barang sejenis' adalah kunci dalam penerapan aturan-aturan

    non-diskriminasi dalam GATT 1994, GATT 1991 tidak menyediakan definisi dari istilah ini.

    Selama bertahun-tahun, Case Law pada masa GATT dan WTO mengenai 'barang sejenis' telah

    mengklarifikasi konsep ini sedemikian rupa, tapi tidak menghasilkan definisi yang jelas.

    Sebaliknya, dalam kasus japan-Alcoholic Beverages II dan EC-Asbestos, Appellate Body

    membandingkan konsep 'barang sejenis' dengan kutipan yang keluasan variasinya tergantung

    kepada aturan-aturan di mana istilah ini ditemukan. 'Barang sejenis' menurut Pasal III:4 tidaklah

    harus 'serupa' seperti yang tercantum dalam Pasal I atau Pasal III:2 GATT 1994. Dalam kasus

    manapun, penentuan apakah barang tersebut merupakan 'barang sejenis', pada dasarnya,

    meru;nkan sebuah penentuan mengenai sifat dan sejauh mana hubungan kompetitif antara

    barang-barang tersebut pada suatu pasar domestik tertentu. Seperti sejauh mana barang-

    barang yang bersaing tersebut meningkat, hal tersebut juga dapat merupakan kemungkinan

    yang mengakibatkan barang-barang tersebut dianggap sebagai 'barang sejenis'.

    Faktor-faktor yang diperhitungkan menjadi penentu sifat dan sejauh mana hubungan

    kompetitif antara barang-barang tersebut adalah di antaranya:

    - karakteristik fisik barang tersebut;

    - kebiasaan dan pilihan konsumen terhadap barang tersebut;

    - kegunaan akhir dari barang tersebut; dan

    - klasifikasi tarif internasional dari barang tersebut.

    Kewajiban Perlakuan Nasional (National Treatment) Dalam Perdagangan Jasa

    Larangan diskrimirtasi juga dapat ditemukan, di sam ping kewajiban perlakuan MFN,

    dalam kewajiban perlakuan nasional. Pasal III GATT 1994 berisi kewajiban perlakuan nasional

    dalam perdagangan barang. Dalarri rangka kewajiban, anggota-anggota WTO harus

    memperlakukan barang impor, ketika sudah berada dalam wilayah mereka, tidak kurang

    menguntungkan daripada barang domestik. Tujuan dari Pasal III, seperti tercantum dalam Pasal

    III, adalah untuk menjamin ketentuan-ketentuan internal untuk tidak diterapkan pada barang

    impor atau domestik dengan cara tertentu yang menimbulkan perlindungan pada barang-

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 127

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    barang domestik. Larangan diskriminasi pada Pasal III mencakup diskriminasi de jure juga

    diskriminasi de facto.

    Kewajiban perlakuan nasional tidak hanya mencakup pajak internal (Pasal III:2), tetapi

    juga mencakup regulasi internal (Pasal III:4). Kewajiban perlakuan nasional dalam rangka pajak

    internal juga diterapkan terhadap 'barang sejenis' (Pasal III:2, kalimat pertama) juga terhadap

    'barang yang secara langsung bersaing dalam suatu pasar atau barang substitusi'

    (directlycompetitive or substitutable products) (Pasal III:2, kalimat kedua).

    The TBT Agreement

    Anggota WTO mempunyai banyak peraturan yang berlaku mengenai persyaratan yang

    berkaitan dengan komposisi, kualitas, keamanan, proses produksi, kemasan, label, dan lain-lain,

    suatu produk yang diperdagangkan dalam wilayah mereka. Peraturan nasional ini seringkali

    menyebabkan apa yang sering disebut sebagai hambatan teknis terhadap perdagangan.

    Agreement on Technical Barriers to Trade, yang disingkat TBT Agreement, adalah ketentuan

    yang mengatur mengenai persyaratan tersebut di atas. TBT Agreement terutama berlaku pada:

    - peraturan teknis;

    - standard; dan

    - prosedur penilaian kepatuhan

    Menurut Lampiran 1.1 dari TBT Agreement dan kasus-kasus WTO yang terkait, suatu

    tindakan dapat dianggap sebagai 'peraturan teknis' jika:

    - tindakan tersebut berlaku pada suatu produk atau sekelompok produk yang bisa

    diidentifikasikan;

    - tindakan tersebut menyebutkan karakteristik dari produk dan/atau proses atau cara

    produksi yang berkaitan dengan produk tersebut; dan

    - kepatuhan terhadap karakteristik produk yang disebutkan dalam tindakan tersebut

    adalah wajib.

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 128

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    Standar tidak sama dengan suatu peraturan teknis menurut TBT Agreement hanya

    berkenaan dengan satu hal penting yaitu: lain halnya dengan suatu peraturan teknis, kepatuhan

    terhadap standard yang telah ditetapkan tidaklah merupakan suatu kewajiban (lihat Lampiran

    1.2 TBT Agreement). Menurut Lampiran 1.3 TBT Agreement, suatu prosedur penilaian

    kepatuhan merupakan suatu prosedur, seperti inspeksi, pengambilan sample atau test, yang

    digunakan untuk memverifikasi kepatuhan terhadap persyaratan yang terkandung dalam

    peraturan teknis atau standar.

    Analisis Kasus

    Sengketa Rokok Kretek Indonesia Dengan Amerika Serikat

    Jakarta - Amerika Serikat (AS) terus melanjutkan proses penyelesaian konflik dengan

    Indonesia terkait kasus pelarangan impor rokok Indonesia ke negeri Paman Sam. Wakil Menteri

    Perdagangan Urusan Perdagangan Internasional Amerika Serikat Fransisco J. Sanchez

    menyatakan pihaknya akan menjalankan proses penyelesaian konflik Indonesia-Amerika Serikat

    terkait larangan impor rokok Indonesia. "Kita lanjutkan prosesnya," ujar Sanchez saat ditemui di

    Gedung Sampoerna Strategic, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (3/4/2011).

    Hal ini akan menjadi pokok pembicaraan pada pertemuan dirinya dengan Menteri

    Perdagangan Mari Elka Pangestu yang direncanakan pada esok hari Rabu 4 Maret

    2011.Menurut Sanchez, setiap negara memiliki kepentingan yang berbeda-beda sehingga

    memengaruhi kebijakan di negaranya masing-masing."Teman dan keluarga saja ada

    kepentingannya masing-masing," ujarnya. Namun, Sanchez mengharapkan masalah tersebut

    tidak memengaruhi hubungan yang telah terjalin antara kedua negara tersebut. "Tapi,kita

    bedakan antara hubungan persahabatan dengan hubungan komersil," pungkasnya.

    Seperti yang diketahui, RI telah mengadukan larangan rokok kretek AS ke WTO.

    Indonesia secara resmi telah mengajukan permintaan pembentukan Panel yang disampaikan

    dalam Sidang Badan Penyelesaian Sengketa/Dispute Settlement Body (DSB) WTO, pada tanggal

    22 Juni 2010 di Jenewa Swiss. Dalam sidang DSB WTO tanggal 22 Juni 2010 di Jenewa, Delegasi

    RI menyampaikan kepada Sidang alasan dan dasar hukum ketentuan WTO mengenai

    permintaan pembentukan Panel kepada DSB.Indonesia meminta agar Panel memeriksa

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 129

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    pelanggaran yang dilakukan oleh AS terhadap ketentuan Pasal III GATT (General Agreement on

    Tariff and Trade) 1994, penggunaan article XX GATT 1994.

    Selain itu Indonesia mengajukan permohonan kepada Dispute Settlement Body World

    Trade Organization untuk pembentukan panel guna menyidangkan perkara pelarangan rokok

    kretek oleh Amerika Serikat. Hal itu disampaikan Duta Besar/Deputi Wakil Tetap II Perutusan

    Tetap RI untuk World Trade Organization (WTO), Erwidodo, dalam pernyataan pada Sidang

    Dispute Settlement Body (DSB), yang diterima koresponden ANTARA, di London.

    Indonesia menyampaikan permohonan pembentukan panel setelah berbagai upaya

    konsultasi gagal menghasilkan penyelesaian yang diharapkan. Indonesia mengajukan AS ke DSB

    atas diberlakukannya Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act of 2009 yang

    melarang produksi dan penjualan rokok beraroma, termasuk kretek, di AS.

    Indonesia sebelumnya, telah menempuh berbagai cara, antara lain, menyampaikan

    keberatan, berbicara dengan pejabat Kongres AS, dan melakukan sejumlah konsultasi bilateral,

    baik informal maupun formal, untuk menyelesaikan permasalahan ini.Namun, hingga saat ini

    Indonesia tidak mendapatkan respon yang memuaskan dari AS. Hal ini khususnya menyangkut

    bukti ilmiah tentang bahaya rokok kretek, terutama jika dibandingkan dengan rokok beraroma

    menthol yang masih diperbolehkan penjualannya di AS.

    Indonesia menilai bahwa AS telah melakukan diskriminasi terhadap rokok kretek,

    sehingga tidak sesuai dengan ketentuan WTO, termasuk, antara lain, Perjanjian GATT 1994 dan

    Perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT).Sebagaimana prosedur dalam ketentuan Dispute

    Settlement Understanding (DSU), permohonan pembentukan panel yang pertama dapat ditolak

    oleh pihak yang disengketakan, yaitu dalam hal ini AS.

    Indonesia Menyampaikan Sikap Protes Ke WTO Atas Larangan Rokok Kretek Oleh AS.

    Pemerintah Indonesia telah mengajukan gugatan kepada Organisasi Perdagangan Dunia

    (WTO) terkait larangan peredaran rokok kretek asal Indonesia di negeri itu. Gugatan

    pemerintah Indonesia itu diajukan pada Juni 2010 menyusul belum ada respons atas protes

    Indonesia terkait kebijakan Badan Pangan dan Narkoba (FDA) Amerika yang memberlakukan

    larangan peredaran atas "rokok kretek" sejak September 2009. "Jawabannya mungkin dalam

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 130

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    waktu dekat," kata Menteri Perdagangan Mari Pangestu, 16 Juni 2010.

    Dalam pembahasan di WTO, Indonesia sesungguhnya sudah menyampaikan sikap atas

    kebijakan pemerintah Amerika Serikat tersebut. Pada 17 Agustus 2009, delegasi Indonesia

    menyampaikan protes atas kebijakan tersebut.

    Berikut ini, nota protes pemerintah Indonesia atas boikot produk rokok kretek oleh

    Amerika Serikat seperti disebutkan di website www.wto.org:

    1. Indonesia prihatin dengan langkah-langkah Pemerintah Amerika Serikat tentang UU

    Pengendalian Tembakau dan Pencegahan Keluarga dari Rokok. Indonesia

    mempertanyakan apakah kebijakan ini sesuai dengan prinsip-prinsip perdagangan

    Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kami memahami Pemerintah AS telah meneken

    UU pada 22 Juni 2009. Pada Pasal 907 UU itu menyebutkan Amerika melarang

    peredaran semua jenis rokok, kecuali rasa mentol yang akan berlaku 90 hari setelah UU

    diteken.

    2. Pemerintah Indonesia telah berulang kali menyampaikan bahwa Pasal 907 UU tersebut

    tidak konsisten dengan prinsip-prinsip umum WTO soal kebijakan nondiskriminasi serta

    soal hambatan perdagangan.

    3. UU itu melarang produksi atau penjualan rokok yang mengandung zat aditif tertentu,

    termasuk cengkeh, di Amerika Serikat. Tetapi, UU itu mengizinkan produksi dan

    penjualan rokok lain, khususnya rokok mentol. Semua rokok kretek yang dijual di

    Amerika Serikat, sebagian besar diimpor dari Indonesia. Sedangkan, hampir semua

    rokok mentol yang dijual di Amerika Serikat diproduksi di dalam negeri.

    4. Tidak ada informasi ilmiah atau teknis yang menunjukkan bahwa rokok kretek

    menimbulkan risiko kesehatan lebih besar dibandingkan rokok mentol. Apalagi, rokok

    mentol dikonsumsi dalam jumlah jauh lebih besar. Pemerintah Indonesia menyatakan

    kebijakan tersebut sangat diskriminasi terhadap rokok cengkeh yang diimpor. Karena

    itu, UU itu tidak sesuai dan melanggar kewajiban Amerika Serikat atas kesepakatan

    WTO. Berikut ini jenis pelanggaran AS:

    A. Pasal 2, 3, 5, dan 7 dari Persetujuan tentang Penerapan Tindakan Sanitasi dan

    Fitosanitasi;

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 131

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    B. Pasal 2 dan 12 dari Persetujuan tentang Hambatan Teknis terhadap Perdagangan,

    dan

    C. Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan 1994.

    5. Kami berpendapat bahwa Perjanjian Batasan Teknis Perdagangan (TBT) mewajibkan

    Amerika memastikan bahwa produk yang diimpor dari anggota WTO harus

    mendapatkan perlakuan tak kurang menguntungkan ketimbang produk domestik.

    Perjanjian ini mewajibkan AS menjamin peraturan teknis yang tak membuat batasan

    dan hambatan tak perlu dalam perdagangan internasional. Perjanjian TBT

    mengharuskan AS mempertimbangkan informasi ilmiah dan teknis, serta kebutuhan

    perdagangan negara berkembang seperti Indonesia.

    6. Pemerintah Indonesia meminta Amerika menghapus tindakan membatasi perdagangan

    bebas yang terkandung dalam UU Pengendalian Tembakau 2009 sehingga mengikuti

    asas "keadilan" sesuai prinsip-prinsip WTO.

    7. Mengacu pada Pasal 907 UU Pengendalian Tembakau, Pemerintah Indonesia meminta

    Amerika Serikat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

    Mengapa mentol dipilih sebagai satu-satunya rasa, ramuan atau rempah-rempah

    dikecualikan dari ketentuan ini?

    Rokok kretek adalah industri penting di Indonesia. Apakah rokok kretek juga

    diproduksi di Amerika Serikat?

    Bagaimana FDA menafsirkan konsep "karakteristik aroma" rokok?

    Rokok banyak mengandung bahan selain tembakau. Apa mungkin membedakan

    bahan-bahan tersebut dari "karakteristik aroma" rokok?

    Mentol berasal dari bahan buatan rasa mint, yang juga dari herbal atau rempah-

    rempah. Apakah Amerika percaya bahwa rokok mentol tidak masuk dalam ketentuan

    Pasal 907?

    Secara fisik, rokok yang mengandung cengkeh dan mentol dengan zat aditif rasa

    herbal mempunyai sifat menenangkan. Tujuan akhir dari rokok cengkeh dan mentol

    adalah sama.

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 132

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    Indonesia akan mengajukan kembali permohonan pembentukan panel pada Sidang DSB

    berikutnya pada tanggal 20 Juli. Indonesia telah melakukan persiapan dalam rangka

    melanjutkan ke tahap persidangan, serta menghadirkan pengacara yang memahami isu

    tersebut. Atas dasar gugatan dan posisi yang sangat kuat, Indonesia diharapkan memiliki

    peluang yang besar untuk memenangkan perkara ini.

    WTO Menangkan Kasus Rokok Kretek Indonesia

    Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) menilai Amerika

    Serikat telah melakukan diskriminasi perdagangan terhadap rokok kretek Indonesia dan

    melanggar ketentuan WTO, sehingga WTO pun memenangkan rokok kretek Indonesia dalam

    perselisihan sengketa perdagangan di Appellate Body (AB). Indonesia menang baik di tingkat

    panel maupun banding, ini merupakan keberhasilan diplomasi perdagangan kita. Kemenangan

    ini penting tidak hanya bagi Indonesia, tetapi semua negara dalam hal menghargai hasil

    keputusan WTO, kata Iman Pambagyo, Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional

    Kementerian Perdagangan dalam keterangan tertulisnya yang diterima Neraca, Minggu (8/4).

    Kasus rokok kretek antara Indonesia versus AS berawal dari diberlakukannya Family

    Smoking Prevention and Tobacoo Control Act di AS. Undang-undang tersebut bertujuan untuk

    menurunkan tingkat perokok muda di kalangan masyarakat AS dengan melarang produksi dan

    perdagangan rokok beraroma, termasuk rokok kretek dan rokok beraroma buah-buahan.

    Namun, ketentuan tersebut mengecualikan rokok beraroma mentol produksi dalam negeri AS.

    Setelah proses konsultasi yang berlangsung panjang tanpa mencapai kesepakatan, Indonesia

    akhirnya mengajukan pembentukan panel ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO (Dispute

    Settlement Body/DSB) atas dasar AS melanggar ketentuan WTO mengenai National Treatment

    Obligation yang tercantum dalam Pasal 2.1 Technical Barrier to Trade (TBT) Agreement.

    Dalam prinsipnya, setiap negara anggota WTO berkewajiban untuk memberikan

    perlakuan yang sama terhadap produk sejenis baik yang diproduksinya di dalam negeri maupun

    yang berasal dari impor negara anggota WTO lainnya. Panel WTO menemukan bahwa kebijakan

    AS tersebut tidak sesuai dengan ketentuan WTO karena rokok kretek dan rokok mentol adalah

    produk sejenis (like products) dan keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum muda.

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 133

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    Menurut WTO, kebijakan yang membedakan perlakuan terhadap dua produk sejenis

    merupakan tindakan yang tidak adil (less favourable).

    Penutup

    Pengaturan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa GATT diatur dalam the

    Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (the Dispute

    Settlement Understanding/DSU) yang ditetapkan pada bulan April 1994. DSU ini berada dalam

    Annex 2 (Lampiran 2) dari the Agreement Establishing the WTO (Perjanjian WTO). Berdasarkan

    Pasal 2 Perjanjian WTO, Annex 2 (beserta Annexes 1 dan 3) merupakan bagian integral dari

    Perjanjian WTO. Artinya, kekuatan mengikat perjanjian ini sama dengan perjanjian utama

    (pokok)-nya, yaitu Perjanjian WTO.

    Badan utama yang melaksanakan penyelesaian sengketa ini pada prinsipnya adalah

    WTO sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, the Understanding menetapkan tiga badan utama

    penyelesaian sengketa dalam WTO: DSB (Dispute Settlement Body atau Badan Penyelesaian

    Sengketa), Appellate Body (Badan Banding), dan Arbitrase.

    Badan yang paling berperan penting dalam proses penyelesaian sengketa adalah DSB.

    DSB sendiri pacta hakikatnya tidak lain adalah General Council (Dewan Umum), yaitu salah satu

    badan kelengkapan utama WTO.

    Dalam kasus sengketa rokok kretek, Indonesia menang baik di tingkat panel maupun

    banding, ini merupakan keberhasilan diplomasi perdagangan kita. Kemenangan ini penting

    tidak hanya bagi Indonesia, tetapi semua negara dalam hal menghargai hasil keputusan WTO.

    Setiap negara anggota WTO berkewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama

    terhadap produk sejenis baik yang diproduksinya di dalam negeri maupun yang berasal dari

    impor negara anggota WTO lainnya. Panel WTO menemukan bahwa kebijakan AS tersebut tidak

    sesuai dengan ketentuan WTO karena rokok kretek dan rokok mentol adalah produk sejenis

    (like products) dan keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum muda. Menurut WTO,

    kebijakan yang membedakan perlakuan terhadap dua produk sejenis merupakan tindakan yang

    tidak adil.

  • Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 134

    JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.11,NO.2 ISSN 0853-2265

    DAFTAR PUSTAKA

    Astim Riyanto, World Trade organization(Organisasi Perdagangan Dunia), Penerbit Yapemdo, 2003.

    Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. ----------------, Hukum Perdagangan Internasional, Radjawali Press, Jakarta, Jakarta, 2011. ----------------, Hukum Ekonomi Internasional, Keni, Bandung, 2011. Peter van den Bossche, Daniar Natakusukmah, dan Joseph Wira Koesnadi, Pengantar Hukum

    WTO (World Trade Organization), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2010.