Upload
jea-ayu-putri
View
60
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA AIR
Disusun Oleh :
FAJAR AFIFAH
P27834113009
DIV Analis Kesehatan
POLITEKNIK KESEHETAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN SURABAYA
2014
PENENTUAN ACIDITAS
TUJUAN : Untuk menentukan kadar CO2 dalam sampel
TINJAUAN PUSTAKA :
Asiditas (keasaman) adalah banyaknya basa yang diperlukan untuk menetralkan asam dalam air,
merupakan kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi dengan basa kuat sehingga menstabilkan Ph
hingga mencapai 8,3 atau kemampuan air untuk mengikat OH- untuk mencapai pH 8,3 dari pH
asal yang rendah. Semua air yang memiliki Ph
b. Penetapan Kadar
1. Dipipet 50,0 mL sampel ke dalam labu Erlenmeyer, lalu ditambahkan 1-2 tetes
indicator PP 1%
2. Dititrasi dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna dari jernih menjadi merah
muda
3. Aciditas dihitung sebagai CO2
DATA
Pembuatan reagen :
Perhitungan massa H2C2O4 0,1 N sebanyak 100 mL
m = N x V x BE
= 0,1 N x 0,1 L x
= 1,5754 gram
Massa hasil penimbangan adalah 1,5869 gram
Sehingga, Normalitas H2C2O4 yang sebenarnya adalah :
N = m / (V x BE)
= 1,5869 gram / (0,25 L x 126,07 g/mol / 2 ek)
= 0,1007 N
Standarisasi
Percobaan Volume H2C2O4 Normalitas
H2C2O4
Volume
NaOH
1 10,0 mL 0,1007 N 10,40 mL
2 10,0 mL 0,1007 N 10,38 mL
Volume NaOH rata-rata : 10,39
Penetapan Kadar
Rumus :
1000
Volume sampel
0 x (Volume titrasi x N NaOH) x BE CO2 x 1 mg/L = .mg/L
BE CO2 = = 44 g/mol.ek
Percobaan Volume
sampel
Normalitas NaOH
(terstandarisasi)
Volume
(NaOH)
1 50,0 mL 0,0988 N 0,2 mL
2 50,0 mL 0,0948 N 0,2 mL
x (Vol. Titrasi x N NaOH) x BE CO2 x 1 mg/l
= x (0,25ml x 0,0968N) x 44 g/molek x 1 mg/l
= 21,296 mg/l
PEMBAHASAN :
Kadar aciditas yang dihitung sebagai kadar CO2 didalam sampel air sumur pada praktikum kali
ini yaitu 21,296 mg/l
KESIMPULAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar CO2 yang terkandung
dalam sampel adalah sebanyak 21,296 mg/l.
PENENTUAN ALKALINITAS
TUJUAN : Untuk menentukan kadar CaCO3 dalam sampel
TINJAUAN PUSTAKA :
Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir
kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang
menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion
karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion
hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikan pH. Alkalinitas diperlukan untuk
mencegah terjadinya fluktuasi pH yang besar, selain itu juga merupakan sumber CO2 untuk
proses fotosintesis fitoplankton. Nilai alkalinitas akan menurun jika aktifitas fotosintesis naik,
sedangkan ketersediaan CO2 yang dibutuhkan untuk fotosintesis tidak memadai. Sumber
alkalinitas air tambak berasal dari proses difusi CO2 di udara ke dalam air, proses dekomposisi
atau perombakan bahan organik oleh bakteri yang menghasilkan CO2, juga secara kimiawi dapat
dilakukan dengan pengapuran secara merata di seluruh dasar tambak atau permukaan air .Jenis
kapur yang biasa digunakan adalah CaCO3 (kalsium karbonat), CaMg(CO3)2 (dolomit), CaO
(kalsium oksida), atau Ca(OH)2 (kalsium hidroksida). Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam
satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3). Alkalinitas optimal pada nilai 90-150 ppm.
Alkalinitas rendah diatasi dengan pengapuran dosis 5 ppm. Dan jenis kapur yang digunakan
disesuaikan kondisi pH air sehingga pengaruh pengapuran tidak membuat Ph air tinggi, serta
disesuaikan dengan keperluan dan fungsinya. Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari
100 ppm disebut sebagai alkalin, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut
sebagai lunak atau tingkat alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi
kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm.
PRINSIP :
suatu sampel air ditentukan pHnya dengan indicator universal. Selanjutnya sampel tersebut
dititrasi dengan larutan standar HCl dengan indicator MO (Reaksi penetralan asam basa)
REAGEN : indicator universal
Larutan standar HCl 0,1 N
Larutan standar Na2B4O7 0,1 N
Indikator MO 0,2 %
ALAT : Labu Erlenmeyer 250 mL
Beaker Glass
Buret 50 mL
Pipet Volume 10 mL dan 50 mL
Pipet Tetes
REAKSI : Na2B4O7+ 2 HCl H2B4O7 + 2 NaCl
H2B4O7 + 5 H2O 4 H2BO3
PROSEDUR :
a. Standarisasi HCl dengan Na2B4O7 0,1 N
1. Dipipet 10,0 mL Na2B4O7 dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
2. Ditambahkan 5 tetes indicator MO 0,2%
3. Dititrasi dengan larutan HCl sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi
merah oranye.
b. Penetapan Kadar
1. Dipipet 50,0 mL sampel ke dalam labu Erlenmeyer, lalu ditambahkan 5 tetes
indicator MO 0,2%
2. Dititrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan warna kuning menjadi merah orange
3. Alkalinitas dihitung sebagai CaCO3
DATA
Pembuatan reagen :
Perhitungan massa Na2B4O7 0,1 N sebanyak 100 mL
m = N x V x BE
= 0,1000 N x 0,25 L x
= 4,7671 gram
Massa hasil penimbangan adalah 4,7665 gram
Sehingga, Normalitas Na2B4O7 yang sebenarnya adalah :
=
= 0, 1000 N
Standarisasi
Percobaan Volume
Na2B4O7
Normalitas
Na2B4O7
Volume
HCl
1 10,0 mL 0,1000 N 13,10 mL
2 10,0 mL 0,1000 N 13,00 mL
V Boraks x N Boraks = V HCl x N HCl
N HCl =
=
=0,0766 N
Penetapan Kadar
Rumus :
1000 0 x (Volume titrasi x N HCl) x BE CaCO3 x 1 mg/L =
.mg/L
Volume sampel
= x (2,4 ml X 0,0743 N) x 100,09 g/molek x 1 mg/l
= 356,96 mg/l
BE CaCO3 = = 100,09 g/mol.ek
Percobaan Volume
sampel
Normalitas HCl
(terstandarisasi)
Volume titrasi
(HCl)
1 100,0 mL 0,0729 N 11,50 mL
2 100,0 mL 0,0757 N 11,25 mL
Rata-rata= 0,0743 N Rata-rata=2,4 ml
PEMBAHASAN :
Kadar alkalinitas sampel air sumur yang dihitung sebagai kadar CaCO3 yang
terkandung didalam sampel pada praktikum yang telah dilakukan yaitu 356,96 mg / L.
Dari hasil yang didapat diketahui bahwa kadar CaCO3 didalam sampel air sumur
melebihi ambang batas kesadahan alami yaitu 500 mg / L. Apabila kadar CaCO3 /
alkalinitas didalam air melebihi 500 mg / L maka air tersebut dikatakan sebagai perairan
alkalin yang memiliki pH basa, dengan begitu perairan tersebut memiliki kapasitas
pembufferan pH yang baik karena tidak akan terjadi penurunan pH secara drastis akibat
penambahan asam, akan tetapi perairan tersebut tidak disukai oleh organisme akuatik
yang menghendaki kadar alkalinitas 80 120 mg / L .
KESIMPULAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar CaCO3 yang terkandung
dalam sampel adalah sebanyak 356,96 mg / L
PENENTUAN KADAR KLORIDA
TUJUAN : Untuk menghitung kadar klorida dalam air
TINJAUAN PUSTAKA :
Klorin atau klorida berasal dari bahasa Yunani cholosos, yang berarti hijau pucat,
adalah unsur kimia dengan nomor atom 17 dengan symbol Cl. Gas klor berwarna kuning
kehijauan. Klorin adalah bahan kimia yang penting untuk beberapa proses penurunan air,
penjangkitan dan dalam pelunturan.
Klor merupakan salah satu zat desinfektan yang sering digunakan dalam pengolahan air
minum. Zat kimia lain yang dapat digunakan sebagai desinfektan adalah ozon (O3),
klordioksidan, dan sebagainya. Dua faktor penting yang mempengaruhi proses desinfektan
adalah waktu bereaksi dan konsentrasi zat desinfektan.
Klorin juga digunakan secara meluas dalam pembuatan produk sehari-hari yaitu :
Digunakan sebagai pembunuh bakteria dan mikroba-mikroba bekal air minum dan kolam
renang;
Digunakan secara meluas di dalam pembuatan kertas, antiseptik, bahan pewarna,
makanan, racun serangga, cat lukis, produk-produk petroleum, plastik, obat-obatan,
tekstil, pelarut, dan produk-produk berguna lainnya.
Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu klorida biasanya hanya ditemui di
kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Klorida biasanya dihasilkan melalui elektrolisis
natrium klorida yang terlarut dalam air. Bersama dengan klorin, proses kloral kali ini
menghasilkan gas hidrogen dan natrium hidroksida dengan persamaan sebagai berikut :
2NaCl + 2H2O Cl2 + H2 + 2NaOH
Klor berasal dari gas Cl2, NaOCl, Ca(OCl)2 atau larutan kaporit atau larutan HOCl (asam
hipoklorit). Dalam konsentrasi yang wajar, klorida tidak akan membahayakan bagi manusia.
Rasa asin terhadap air merupakan pengaruh dari klorida dalam jumlah konsentrasi sebesar 250
mg/L. Oleh karena itu, penggunaan klorida dibatasi untuk kebutuhan manusia. Batas maksimal
pemakaian atau pengkonsumsian klorida untuk kebutuhan manusia adalah hanya sampai 250
mg/L kandungan klorida dalam air.
Gas klorin (Cl2), tidak menjadi penyebab polusi udara pada areal luas, tetapi jika
campurannya hanya menyebar pada wilayah yang kecil akan menjadi polutan yang sangat
berbahaya. Gas klorin merupakan racun gas pertama, yang pertama kali dikembangkan pada saat
perang dunia I. Pada saat itu, gas klorin banyak digunakan pada pengolahan air dan sebagai
pemutih (Bleach).
Ion klorida (Cl-) tidak aktif, sedangkan Cl2, HOCl, dan OCl
- dianggap sebagai bahan
yang aktif. HOCl yang tidak terpecah adalah zat pembasmi yang paling efisien bagi bakteri.
Proses desinfeksi lebih efisien pada suasana netral atau bersifat asam lemah.
Konsentrasi klorida pada dataran tinggi dan pegunungan biasanya relatif rendah,
sedangkan pada sungai dan air tanah biasanya sangat banyak jumlahnya. Konsentrasi klorida
yang juga sangat tinggi pada air laut yang menguap, kemudian mengalir ke sungai. Karena itu,
sungai dan air tanah memiliki tingkat klorida yang tinggi.
Metode yang digunakan dalam percobaan penentuan kadar klorida dalam sampel ini
adalah metoda titrasi,memakai prinsip argentometri yaitu mentiter larutan sampel dengan larutan
perak nitrat.Hasil yang diharapkan adalah analit yang terkandung dalam sampel berupa klorin
mengendap dengan penambahan Ag membentuk AgCl yang berupa endapan putih. Percobaan
dilakukan dalam tahap pertama yaitu menetapkan pembakuan larutan AgNO3. larutan AgNO3
perlu distandarkan terlebih dahulu karena larutan standar ini adalah larutan standar
sekunder.Larutan standar sekunder tidak mampu bertahan lama,mudah berubah
konsentrasinya.Titrasi argentometri ini memakai prinsip Mohr. Titrasi Mohr menggunakan ion
kromat untuk mengendapkan Ag2CrO4 yang brwarna coklat.Setelah pengendapan AgCl
sempurna kelebihan ion Ag bereaksi dengan kromat membentuk perak kromat,perubahan warna
ini digunakan sebagai acuan titik akhir reaksi.
METODE : Argentometri
PRINSIP :
Dalam larutan netral atau sedikit alkalis, kalium kromat dapat
menunjukkan titik akhir titrasi klorida dengan perak nitrat. Perak
chloride yang terbentuk diendapkan sebelum warna merah perak
kromat terbentuk.
REAGEN : Larutan AgNO3 0,01 N
Larutan NaCl 0,01 N
Indikator K2CrO4 5 %
Serbuk MgO
ALAT : Labu Erlenmeyer 250 mL
Beaker Glass
Buret 50 mL
Pipet Volume 10 mL dan 50 mL
Pipet Tetes
REAKSI : AgNO3 + NaCl AgCl endapan putih + NaNO3
2 AgNO3 + K2CrO4 Ag2CrO4 endapan merah coklat + KNO3
PROSEDUR :
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl 0,01 N
1. Dipipet 10,0 mL larutan NaCl dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
2. Ditambahkan 2-3 tetes indicator K2CrO4 5 %
3. Dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah bata yang muda.
b. Penetapan Kadar
1. Dipipet 50,0 mL sampel ke dalam labu Erlenmeyer
2. Tambahkan bubuk MgO sampai suasananya menjadi netral atau sedikit basa (jika
sampel bersifat asam)
3. Tambahkan indicator K2CrO4 5 % 2-3 tetes.
4. Dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah bata yang muda
5. Dilakukan pula blanko dengan menggunakan akuades, perlakuan blanko sama seperti
sampel.
DATA
Pembuatan reagen :
Perhitungan massa NaCl 0,01 N sebanyak 100 mL
m = N x V x BE
= 0,0100 N x 0,25 L x
= 0,14625 gram
Massa hasil penimbangan adalah 0,1545 gram
Sehingga, Normalitas NaCl yang sebenarnya adalah :
N =
=
= 0,0106 N
Standarisasi
Percobaan Volume NaCl Normalitas NaCl Volume
AgNO3
1 10,0 mL 0,1061 N 9,75 mL
2 10,0 mL 0,1061 N 9,86 mL
Volume AgNO3 rata-rata : 0,1082 N
V1 . N1 = V2. N2
10 mL . 0,1060N = 9,80 mL. N2
N2 = 0,1082
Penetapan Kadar
Rumus :
1000 x (Volume titrasi sampel Volume titrasi blanko) x N AgNO3 x BE Cl x 1 mg/L = .mg/L
Volume sampel
1000 x (8,795 mL 1,105 mL) x 0,1082 N x 35,5 x 1 mg/L
50 mL
590,76 mg/L
Volume sampel = 50,00 ml
BE Cl = = 35,5 g/mol.ek
Normalitas AgNO3 Volume sampel Volume
AgNO3
0,1082 N 50 mL 8,59 mL
0,1082 N 50 mL 9,00 mL
Rata-rata= 8,795 mL
Volume Blanko N AgNO3
(Hasil Standarisasi)
Volume
AgNO3
50 mL 0,1082 N 0,81 mL
50 mL 0,1082 N 1,40 mL
Rata-rata= 1,105 mL
PEMBAHASAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi AgNO3 dengan
NaCl yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume AgNO3 sebanyak 9,75 mL dan pada
percobaan kedua diperoleh volume AgNO3 sebanyak 9,86 mL , sehingga pada saat dilakukan
perhitungan normalitas sebenarnya AgNO3 terstandarisasi setelah dirata-rata didapatkan hasil
sebanyak 0,1082 N.
Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar Klorida (Cl) pada sampel diperoleh data sebagai
berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume AgNO3 sebanyak 8,59 mL dan volume
blanko sebanyak 50 mL sedangkan pada percobaan kedua diperoleh volume AgNO3 sebanyak
9,00 mL dan volume blanko sebanyak 50 mL sehingga pada saat dilakukan perhitungan kadar
Klorida (Cl) diperoleh kadar rata-rata sebanyak 590,76 ppm.
KESIMPULAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar Cl yang terkandung dalam
sampel adalah sebanyak 590,76 ppm
PENENTUAN KESADAHAN
TUJUAN : Untuk mengetahui kadar kesadahan dalam sampel air
METODE : Titrasi Kompleksometri
TINJAUAN PUSTAKA :
Air Sadah adalah air yang mengandung ion Ca2+
dan atau ion Mg2+
. Kesadahan air adalah
kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium
(Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar
mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air dengan kadar mineral yang rendah. Selain
ion kalsium dan magnesium, penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun
garam-garam bikarbonat dan sulfat. Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air
adalah dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak. Pada air
sadah, sabun tidak akan menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit sekali busa. Cara yang
lebih kompleks adalah melalui titrasi. Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppm berat per
volume (b/v) dari CaCO3.
Air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat menyebabkan beberapa masalah.
Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral, yang menyumbat saluran pipa dan keran.
Air sadah juga menyebabkan pemborosan sabun di rumah tangga, dan air sadah yang bercampur
sabun dapat membentuk gumpalan scum yang sukar dihilangkan. Dalam industri, kesadahan air
yang digunakan diawasi dengan ketat untuk mencegah kerugian. Untuk menghilangkan
kesadahan biasanya digunakan berbagai zat kimia, ataupun dengan menggunakan resin penukar
ion. Air sadah digolongkan menjadi 2 jenis berdasarkan jenis anion yang iikat oleh kation (Ca2+
,
Mg2+
). Yaitu:
Air sadah sementara mengandung garam hidrokarbonat seperti Ca(HCO3)2 dan atau Mg(HCO3)2.
Air sadah sementara dapat dihilangkan kesadahannya dengan cara memanaskan air tersebut
sehingga garam karbonatnya mengendap, reaksinya:
Ca(HCO3)2 (aq) CaCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (g)
Mg(HCO3)2 (aq) MgCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (g)
Selain dengan memanaskan air, sadah sementara juga dapat dihilangkan kesadahannya dengan
mereaksikan larutan yang mengandung Ca(HCO3)2 atau Mg(HCO3)2 dengan kapur (Ca(OH)2):
Ca(HCO3)2 (aq) + Ca(OH)2 (aq) 2CaCO3 (s) + 2H2O (l)
Air sadah tetap mengandung garam sulfat (CaSO4 atau MgSO4) terkadang juga mengandung
garam klorida (CaCl2 atau MgCl2). Air sadah tetap dapat dihilangkan kesadahannya
menggunakan cara:
Mereaksikan dengan soda Na2CO3 dan kapur Ca(OH)2, supaya terbentuk endapan garam
karbonat dan atau hidroksida:
CaSO4 (aq) + Na2CO3 (aq) CaCO3 (s) +Na2SO4 (aq)
Proses Zeolit Dengan natrium zeolit (suatu silikat) maka kedudukan akan digantikan ion kalsium
dan ion magnesium atau kalsium zeolit.
EBT dan EDTA
Eriochrome Black T (EBT) adalah indikator kompleksometri yang merupakan bagian dari titrasi
pengompleksian contohnya proses determinasi kesadahan air. Di dalamnya bentuk protonated
Eriochrome Black T berwarna biru. Lalu berubah menjadi merah ketika membentuk komplek
dengan kalsium, magnesium atau ion logam lain. Nama lain dari Eriochrome Black T
adalah,Solochrome Black T atau EBT (Anonima, 2010).
Suatu kelemahan Eriochrome Black T adalah larutannya tidak stabil. Bila disimpan akan terjadi
penguraian secara lambat,sehingga setelah jangka waktu tertentu indikator tidak berfungsi lagi.
Sebagai gantinya dapat diganti dengan indikator Calmagite.Indikator ini stabil dan dalam
kebanyakan sifatnya sama dengan Erio T (Harjadi, 1993).
EDTA adalah singkatan dari Ethylene Diamine Tetra Acid, yaitu asam amino yang dibentuk dari
protein makanan. Zat ini sangat kuat menarik ion logam berat (termasuk kalsium) dalam jaringan
tubuh dan melarutkannya, untuk kemudian dibuang melalui urine. EDTA sebenarnya adalah
ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan
keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua
atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina
tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen
penyumbang dalam molekul.
PRINSIP :
Kesadahan total Ca2+
dan Mg2+
ditentukan dengan cara titrasi langsung dengan larutan standart
Na2EDTA menggunkan indikator EBT pada pH 10
REAGEN :
Larutan Buffer pH 10
Cara membuat : Dipipet 57 ml NH4OH pekat ditambah dengan 7,0 gram NH4Cl lalu
ditambahkan aquades add 100 ml
Larutan Baku CaCO3
Larutan standar Na2EDTA 0,005 N
Indikator EBT dan Mureksid
NaOH 3 N
ALAT : Labu Erlenmeyer 250 mL
Beaker Glass
Buret 50 mL
Pipet Volume 10 mL dan 50 mL
Pipet Tetes
REAKSI :
Ca2+
/Mg2+
- EBT + EDTA Ca2+/Mg2+ - EDTA + EBT
Ca2+
+ Murexide Ca2+- Murexide
Ca2+
- Murexide + EDTA Ca2+- EDTA + Murexide
Mg2+
- Murexide + EDTA Tidak bereaksi
PROSEDUR :
a. Standarisasi Na2EDTA dengan CaCO3 0,005 N
1. Dipipet 10,0 mL CaCO3 dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
2. Ditambahkan 1-2 mL buffer pH 10 dan ditambahkan indicator EBT
3. Dititrasi dengan Na2EDTA sampai terjadi perubahan warna dari merah anggur
menjadi biru keunguan konstan.
b. Penetapan Kesadahan Total
1. Dipipet 50,0 mL sampel ke dalam labu Erlenmeyer
2. Ditambahkan buffer pH 10 sebanyak 1-2 mL
3. Ditambahkan indicator EBT
4. Dititrasi dengan Na2EDTA sampai terjadi perubahan warna dari merah anggur
menjadi biru keunguan konstan
c. Penetapan Kesadahan Ca2+
1. Dipipet 50,0 mL sampel ke dalam labu Erlenmeyer
2. Ditambahkan larutan NaOH 3 N sampai pH 12-13 dan ditambahkan indicator
mureksid.
3. Dititrasi dengan Na2EDTA sampai terjadi perubahan warna
PERHITUNGAN :
Faktor EDTA
Percobaan 1 :
Volume Na2EDTA = 8,40 mL
Faktor EDTA = 4 mg
= 0,4762
Percobaan 2 :
Volume Na2EDTA = 8,70 mL
Faktor EDTA = x 4 mg
= 0,4597
Faktor EDTA rata-rata = = 0,9359
Penetapan Kadar Kesadahan Total :
Faktor EDTA = 0,9359
BM CaO = 56,074 g/mol
BM CaCO3 = 100,09 g/mol
Percobaan 1 :
Volume Na2EDTA (T1) = 29,20 mL
0D = T1 Faktor EDTA 0,1
0D
= 29,20 mL 0,9359 0,1 0D
= 30,6205 0D
Percobaan 2 :
Volume Na2EDTA (T1) = 29,50 mL
0D = T1 Faktor EDTA 0,1
0D
= 29,50 mL 0,9359 0,1 0D
= 30,9352 0D
Kadar Kesadahan Total rata-rata = 30,6205 0D + 30,9352
0D = 30,7778
0D
2
Penetapan Kadar Kesadahan Ca2+
Faktor EDTA = 0,9359
BM Ca = 40,08 g/mol
BM CaCO3 = 100,09 g/mol
Percobaan 1 :
Volume Na2EDTA (T2) = 9,20 mL
Kadar kesadahan Ca2+
:
= T2 Faktor EDTA 1 mg/L
= 9,20 mL 0,9359 1 mg/L
= 68,9579 mg/L
Percobaan 2 :
Volume Na2EDTA (T2) = 9,20 mL
Kadar kesadahan Ca2+
:
= T2 Faktor EDTA 1 mg/L
= 9,20 mLx 0,9359 1 mg/L
= 68,9579 mg/L
Kadar Kesadahan Ca2+
rata-rata = = 68, 9579 mg/L + 68,9579 mg/L = 68,9579 mg/L
2
Penetapan Kadar Kesadahan Mg2+
Faktor EDTA = 0,9359
BM Mg2+ = 24,31 g/mol
BM CaCO3 = 100,09 g/mol
Percobaan 1 :
Volume Na2EDTA (T1) = 29,20 mL
Volume Na2EDTA (T2) = 9,20 mL
Kadar Kesadahan Mg2+
:
= x Faktor EDTA x x 1 mg/L
= x 0,9359 x x 1 mg/L
= 90,9251 mg/L
Percobaan 2 :
Volume Na2EDTA (T1) = 29,50 mL
Volume Na2EDTA (T2) = 9,20 mL
Kadar Kesadahan Mg2+
:
= x Faktor EDTA x x 1 mg/L
= x 0,9359 x x 1 mg/L
= 91,5480 mg/L
Kadar Kesadahan Mg2+
rata-rata = 90,9251 mg/L + 91,5480mg/L
2
= 91,2365 mg/L
Faktor EDTA
Berat CaCO3 Volume EDTA (ml) Faktor EDTA
4 mg 8,40 mL 0,4762
4 mg 8,70 mL 0,4597
Penetapan Kadar
Volume sampel (mL) Faktor EDTA Volume Na2EDTA (T1) Volume Na2EDTA
(T2)
50,00 mL 0,9359 V1 = 29,20 mL V1 = 9,20 mL
50,00 mL 0,9359 V2 = 29,50 mL V2 = 9,20 mL
PEMBAHASAN :
Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar Kesadahan total, kesadahan Ca2+
, dan kesadahan
Mg2+
pada sampel diperoleh data sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume
Na2EDTA (T1) sebanyak 29,20 mL dan volume Na2EDTA (T2) sebanyak 9,20 mL sedangkan
pada percobaan kedua diperoleh volume Na2EDTA (T1) sebanyak 29,50 mL dan volume
Na2EDTA (T2) sebanyak 9,20 mL sehingga pada saat dilakukan perhitungan kadar Kesadahan
diperoleh kadar kesadahan total rata-rata sebanyak 30,7778 0D , kadar kesadahan Ca
2+ rata-rata
sebanyak 68,9579 ppm dan kadar kesadahan Mg2+
rata-rata sebanyak 91,2365 ppm.
KESIMPULAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar kesadahan total yang
terkandung dalam sampel tersebut adalah sebanyak 172,356 0D , kadar kesadahan Ca
2+
KESIMPULAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar kesadahan total yang
terkandung dalam sampel tersebut adalah sebanyak 30,7778 0D , kadar kesadahan Ca
2+ sampel
tersebut sebanyak 68,9579 ppm dan kadar kesadahan Mg2+
sampel tersebut adalah sebanyak
91,2365 ppm.
PENENTUAN ZAT ORGANIK
TUJUAN : Untuk mengetahui kadar zat organik dalam sampel air
METODE : Titrasi Permanganometri
TINJAUAN PUSTAKA :
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh Kalium
permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi
antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari
seratus tahun, kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi
seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang
tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti:
a. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (II) yang dapat diendapkan sebagai oksalat.
Setelah endapan disaring dan dicuci dilarutkan dalam H2SO4berlebih sehingga
terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah akhirnya dititrasi dan
hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
b. Ion-ion Bad an Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring,
dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih.
Sebagian Fe2+
dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan
banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Kalium
permanganat dapat bertindak sebagai indicator, jadi titrasi permanganometri ini tidak
memerlukan indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasana asam karena karena akan
lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah
dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan
tiosulfat . Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan
pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis
untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat berjalan
lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini.
Sebagai contoh, permanganat adalah agen unsure pengoksida, yang cukup kuat untuk
mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O 5MnO2 + 4H+
Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar Kalium
permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun dalam suasana
basa. Berdasarkan jumlah elektron yang ditangkap perubahan bilangan oksidasinya, maka berat
ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau 31,606.
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam sulfat
cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat. Larutan permanganat berwarna ungu, jika
titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika
larutan permangant yang kita pergunakan encer, maka penambahan indikator dapat dilakukan.
Beberapa indikator yang dapat dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil antranilat.
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti
danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Walaupun fenomena alam seperti
gunung berapi, badai, gempa bumi juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas
air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai
hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Meningkatnya kandungan nutrien dapat
mengarah pada eutrofikasi.
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom
hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak
berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur
273,15 K (0 C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki
kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam,
beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Dari sudut pandang biologi, air memiliki sifat-sifat yang penting untuk adanya kehidupan.
Air dapat memunculkan reaksi yang dapat membuat senyawa organic untuk melakukan replikasi.
Semua makhluk hidup yang diketahui memiliki ketergantungan terhadap air. Air merupakan
zat pelarut yang penting untuk makhluk hidup dan adalah bagian penting dalam
proses metabolisme. Air juga dibutuhkan dalam fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis
menggunakan cahaya matahari untuk memisahkan atom hidroden dengan oksigen. Hidrogen
akan digunakan untuk membentuk glukosadan oksigen akan dilepas ke udara.
Dalam bidang industri, metode titrasi permanganometri dapat dimanfaatkan dalam
pengolahan air, dimana secara permanganometri dapat diketahui kadar suatu zat sesuai dengan
sifat oksidasi reduksi yang dimilikinya, sehingga dapat dipisahkan apabila tidak diperlukan atau
berbahaya.
PRINSIP :
Zat organic dalam sampel air dapat dioksidasi dengan KMnO4 dalam suasana asam dengan
pemanasan. Sisa KMnO4 direduksi dengan asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat
dititrasi kembali dengan KMnO4.
REAGEN :
Larutan KMnO4 0,01 N
Larutan H2C2O4 0,01 N
H2SO4 bebas zat organic
Cara Membuat : 200 mL akuades ditambah dengan H2SO4 pekat 25 mL, didinginkan lalu
dipanaskan dan ditambah KMnO4 0,01 N sampai terbentuk warna merah muda tetap.
Dinginkan.
ALAT : Labu Erlenmeyer 250 mL
Beaker Glass
Buret 50 mL
Pipet Volume 100,00 mL dan 10,00 mL
Pipet Tetes
Kondensor
Gelas Ukur
Pemanas
REAKSI : 2 MnO4- + 5 H2C2O4 + 6 H
+ Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
PROSEDUR :
a. Standarisasi KMnO4 dengan H2C2O4 0,01 N
1. Dipipet 10,0 mL larutan H2C2O4 0,01 N dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
2. Ditambahkan 5 mL lartan H2C2O4 4 N bebas zat organik
3. Dipanaskan pada suhu 70oC
4. Dititrasi dalam keadaan panas dengan larutan KMnO4 sehingga terjadi warna merah
muda konstan.
b. Penetapan Kadar Zat Organik
1. Dipipet 50,0 mL sampel ke dalam labu Erlenmeyer lalu ditambahkan 5 mL H2SO4 4
N bebas zat organic, lalu tambahkan KMnO4 0,01 N tetes demi tetes sampai terbentuk
warna merh muda
2. Didihkn selama 10 menit, bila warna merah muda hilang tambahkan lagi KMnO4
hingga warna merah muda stabil (dengan menggunakan pipet ukur)
3. Tambahkan 15,0 mL KMnO4 0,01 N lalu panaskan hingga 10 menit.
4. Ditambahakan H2C2O4 0,01 N sampai dengan 15,0 mL sampai warna merah muda
KMnO4 hilang, didihkan.
5. Dititrasi dalam keadaan panas dengan larutan KMnO4 sehingga terjadi warna merah
muda konsta (A mL)
PERHITUNGAN :
Pembuatan Larutan Primer H2C2O4 0,0100 N 250 mL
M = Nx V x BE
= 0,0100 N x 0,25 L x 126,07 g/mol
2 ek
= 0,1576 gram
Massa H2C2O4.2H2O hasil penimbangan
Maka normalitas H2C2O4.2H2O terstandarisasi
N = m
V x BE
= 0,15784
0,25 L x 126,07 g/mol
2 ek
= 0,0100 N
Standarisasi
Volume Asam Oksalat
H2C2O4 (ml)
Normalitas Asam Oksalat
H2C2O4 (N) Volume KMnO4 (ml)
10,00 mL 0,0100 N V1 = 12,5 mL
10,00 mL 0,0100 N V2 = 12,35 mL
Penetapan Kadar
Volume Sampel (mL) Normalitas KMnO4
Terstandarisasi (N)
Volume KMnO4
(mL)
50,00 mL 0,0080 N V1 = 18,6 mL
50,00 mL 0,0080 N V2 = 9,3 mL
Titrasi Standarisasi
Percobaan 1 :
V KMnO4 = 12,20 mL (V2)
V1 N1 = V2 N2
10,00 mL 0,0100 N = 12,50 mL N2
N2 = 0,008 N
Percobaan 2 :
V KMnO4 = 12,21 mL (V2)
V1 N1 = V2 N2
10,00 mL 0,0100 N = 12,35 mL N2
N2 = 0,0080 N
Normalitas sebenarnya KMnO4
N rata-rata KMnO4 = 0,008 + 0,0080 = 0,008
2
Penetapan kadar
Volume sampel = 50,00 mL
Kadar Zat organik
= - ( V H2C2O4
= ((15 + 18,95 mL) ) ( 15 mL )
= 49,58 mg/L
PEMBAHASAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi KMnO4 dengan
H2C2O4 yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume KMnO4 sebanyak 12,50 mL dan pada
percobaan kedua diperoleh volume KMnO4 sebanyak 12,35 mL , sehingga pada saat dilakukan
perhitungan normalitas sebenarnya KMnO4 terstandarisasi setelah dirata-rata didapatkan hasil
sebanyak 0,008 N.
Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar zat organik pada sampel diperoleh data sebagai
berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume KMnO4 sebanyak 18,6 mL dan pada
percobaan kedua diperoleh volume KMnO4 sebanyak 9,3 mL sehingga pada saat dilakukan
perhitungan kadar zat organik diperoleh kadar rata-rata sebanyak 49,58 ppm.
KESIMPULAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar zat organik yang
terkandung dalam sampel adalah sebanyak 49,58 ppm.
PENENTUAN OKSIGEN TERLARUT
(DO)
TUJUAN : Untuk mengetahui kadar oksigen terlarut dalam sampel air
METODE : Titrasi Iodometri
TINJAUAN PUSTAKA :
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah jumlah oksigen yang ada dalam kolom air.
Dalam lingkungan perairan level oksigen terlarut dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, dan
ketinggian. Oksigen terlarut (DO) sangat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi
(Afrianti, 2000). Sumber utama oksigen terlarut dalam air menurut Basyarie (1995) adalah difusi
udara dan dari hasil fotosintesis biota berklorofil yang hidup di perairan.
Sutarman (1993) menambahkan bahwa pada suhu perairan yang tinggi, aktifitas metabolisme
perairan akan semakin meningkat dimana pada kondisi tersebut kadar oksigen yang dikonsumsi
semakin bertambah dan kelarutan oksigen dalam air menurun dengan bertambahnya suhu air,
dan sebaliknya pada suhu perairan rendah, laju metabolisme dan kadar oksigen yang dikonsumsi
juga rendah (Fardiaz, 1992).
oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air,
kehidupan makhluk hidup dalam air tersebut tergantung pada kemampuan air untuk
mempertahankan konsentrasi oksigen, minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan. Kandungan
oksigen di dalam air untuk dapat mendukung kehidupan organisme air menurut Afrianto dan
Liviawati (1994) berkisar antara 4-8 mg/liter. Parameter kualitas air berdasarkan kandungan
oksigen terlarut (DO) menurut (Schmitz, 1971 dalam Alfan, 1995).
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad
hidupuntuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan
energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Untuk menjaga keseimbangan air
terhadaplingkungannya diperlukan standar parameter yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
BOD < 75 ppm
COD < 100 ppm
DO > 3 ppm
SS (Suspended solid) < 100 ppm
pH 6 9 (idealnya 6,5 7,5)
Kecepatan difusi oksigen dari udara, te rgantung sari beberapa faktor ,
sepert i kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang
dan pasang surut. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu
dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum
adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (stoksik ).
Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme .
Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam
dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %. KLH menetapkan bahwa
kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota
laut (Soeseno, 1970).
PRINSIP :
Menggunakan titrasi Iodometri. Penetapan kadar oksigen terlarut (DO) menggunakan metode
Winkler didasarkan pada penambahan larutan Mn valensi 2 dalam suasana alkali dalam botol
bertutup asah. Adanya oksigen terlarut pengoksidasi dengan cepat sejumlah sama Mn(OH)2 yang
terdispersi menjadi hidroksida dengan valensi lebih tinggi. Adanya ion iodida dan pengasaman,
Mn(OH)2 yang teroksidasi berubah lagi menjadi bervalensi 2 dengan melepaskan iodine yang
bebas kemudian dititrasi dengan Natrium Thiosulfat dengan indikator amylum.
REAGEN :
H2SO4 4 N
KI 10 %
Asam sulfat (H2SO4) pekat
MnSO4 20%
KIO3 0,1 N
Na2S2O3 0,2%
Indikator amylum 0,2%
Reagen O2
Cara membuat reagen O2 :
50 gram NaOH ditambahkan dengan 15 gram KI dilarutkan dalam 100 mL akuades,
campur lalu dialirkan dari pompa udara selama 30 menit, tutup.
ALAT : Botol Winkler/botol oksigen bertutup basah
Pipet Volume 10 mL
Buret 50 mL
Erlenmeyer bertutup basah / labu iod
Beaker glass
Pipet 5 mL
Pipet pasteur
REAKSI :
Mn2+
+ 2 OH Mn (OH)2
Mn (OH)2+ O2 MnO2 + H2O
MnO2- + 2I
- Mn (OH)2 + I2 + 2 OH
-
I2+ 2 S2O32-
S4O62-
+ 2I-
PROSEDUR :
a. Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3 0,1 N
1. Dipipet 10,0 mL larutan standar KIO3 dimasukkan ke dalam labu iod
2. Ditambah dengan H2SO4 sebanyak 10 mL
3. Ditambah dengan larutan KI 10 % sebanyak 10 mL
4. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna kuning muda
5. Ditambah indicator amylum 0,2% 2-3 tetes
6. Dititrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang
b. Penetapan Kadar
1. Sampel diambil dengan botol oksigen, diisi sampai penuh usahakan jangan sampai
ada geembung udara.
2. Ditambah ke dasar botol 2 mL larutan MnSO4 20% dan 2 mL reagen O2
3. Ditutup hati-hati jangan ada gelembung
4. Kocok hati-hati secara bolak-balik sampai terjadi endapan
5. Diamkan, setelah endapan memisah, cairan yang jernih dibuang
6. Tambahkan segera H2SO4 pekat sebanyak 1 mL melalui leher botol
7. Pindahkan ke dalam labu iod dan dititrasi dengan Na2S2O3 samapi warna kuning
muda
8. Ditambah indicator amylum 0,2% 2-3 tetes
9. Dititrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang
PERHITUNGAN
Pembuatan reagen KIO3 0,1 N sebanyak 100 mL
m = N x V x BE
= 0,1000 N x 0,25 L x
= 0,8916 gram
Massa hasil penimbangan 0,8962 gram
Sehingga normalitas KIO3 yang sebenarnya:
=
= 0,1005 N
Standarisasi
Volume KIO3 Normalitas KIO3 (N) Volume Na2S2O3 Normalitas
Na2S2O3
10,00 mL 0,1005 N 11,61 mL 0,0865 N
10,00 mL 0,1005 N 12,22 mL 0,0823 N
Normalitas Na2S2O3 rata-rata 0,0844 N
Penetapan Kadar
Kadar DO = (V Na2S2O3 N. Na2S2O3 ) BE O2 1 mg/L
= 1000/250 mL x (2,86 mL x 0,0844 N) x 8 g/molek x 1
= 7,7242 mg/L
Volume sampel = 250,00 mL
BE O2 = = 8 g/mol.ek
Percobaan Na2S2O3 (hasil
standarisasi)
Volume Na2S2O3
(mL)
1 0,0844 N V1 = 2,72 mL
2 0,0844 N V2 = 3,00 mL
Volume Na2S2O3 rata-rata = 2,86 mL
PEMBAHASAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi Na2S2O3 dengan
KIO3 yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 11,61 mL dan pada
percobaan kedua diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 12,22 mL , sehingga pada saat dilakukan
perhitungan normalitas sebenarnya Na2S2O3 terstandarisasi setelah dirata-rata didapatkan hasil
sebanyak 0,0844 N.
Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar DO (O2) pada sampel diperoleh data sebagai
berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume Na2S2O3 sebanyak 2,72 mL dan pada
percobaan kedua diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 3,00 mL sehingga pada saat dilakukan
perhitungan kadar DO (O2) diperoleh kadar sebanyak 7,7242 ppm.
KESIMPULAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar DO yang
terkandung dalam sampel sebanyak 7,7242 ppm.
BOD
(BIOCHEMYCAL OXYGEN DEMAND)
TUJUAN : Untuk mengetahui kadar BOD dalam suatu sampel air dimana
BOD juga merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran
bahan organik pada air limbah.
METODE : Titrasi Iodometri
TINJAUAN PUSTAKA :
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah jumlah oksigen yang ada dalam kolom air.
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan
oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan
organik diartikan bahwabahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan
energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973). Parameter BOD, secara umum banyak
dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting
untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD
merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang
digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada
dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama
pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah
kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga
harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen
terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen
dalam air terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pads suhu 20C (SAWYER & MC CARTY,
1978).
Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam organisme dan
menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air (H2O).
Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana organisme hidup
bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi
oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan
reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama
pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20C yang merupakan suhu yang umum
di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga
bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya
dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu
persentase reaksi cukup besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total
BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 80% dari nilai BOD total (SAWYER & MC
CARTY, 1978). Metoda penentuan yang dilakukan adalah dengan metoda titrasi dengan cara
WINKLER. Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel
yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H KI, sehingga akan
terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan
larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen
terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD
adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays
(1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi
mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang
dapat diurai. Dari pengertianpengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD
menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran
jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. Faktor yang
mempengaruhi hasil BOD adalah :
Bibit biological yang dipakai
pH jika tidak dekat dengan aslinya (netral)
Temperatur jika selain 20 0C (68
0F)
Keracunan sampel
Waktu inkubasi
Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar mencegah
kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/ sampel tersebut
yang harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu. Hal ini untuk menjaga supaya oksigen
terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen
salam air terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pada suhu 200C (Salmin. 2005). Faktor-faktor yang
mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya
mirkoorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses
penguraian tersebut (barus, 1990 dalamSembiring, 2008). Oksidasi biokimia adalah proses yang
lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 99 %, dan dalam
waktu 5 hari sekitar 60 70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991).
Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Jika sampel air BOD pada
20 0C diukur berdasarkan fungsi waktu, maka akan diperoleh kurva seperti gambar 7.8.10.untuk
10 sd 15 hari, kurva mendekati eksponensial, tapi sekitar 15 hari, kurva meningkat tajam yang
menurunkankan kestabilan laju BOD. Karena panjangnya waktu dan kurvanya tidak datar, maka
para engineer lingkungan mengambil secara universal untuk test standar pada 5 hari untuk
prosedur BOD.
PRINSIP :
Menggunakan titrasi Iodometri. Prinsip penentuan BOD sama dengan prinsip DO. Dimana
BOD adalah kadar DO 0 hari kadar DO 5 hari. Untuk penentuan DO 5 hari sampel yang
diambil langsung dimasukkan botol oksigen, disimpan selama 5 hari ditempatkan selama 5 hari
ditempat gelap atau dibungkus dengan kertas karbon, kemudian sama seperti penentuan DO
REAGEN :
H2SO4 4 N
KI 10 %
Asam sulfat (H2SO4) pekat
MnSO4 20%
KIO3 0,025 N
Na2S2O3 0,025 N
Indikator amylum 0,2%
MgSO4
2,25 gram MgSO4.7H2O dilarutkan dengan 100 mL aquades
CaCl2
2,75 gram CaCl2 anhidrat dilarutkan dengan 100 mL aquades
FeCl3
0,025 gram FeCl3.6H2O dilarutkan dengan 100 mL aquades
Na2SO3
0,2 gram Na2SO3 dilarutkan dalam 100 mL aquades
Buffer Phospat pH 7,2
Bahan :
0,85 gram KH2PO4
2,2 gram K2HPO4
3,34 gram Na2HPO4.7H2O
0,2 gram NH4Cl
Cara membuat : seluruh bahan dilarutkan dalam 100 mL aquades
ALAT : Botol Winkler/botol oksigen bertutup basah
Pipet Volume 10 mL
Buret 50 mL
Erlenmeyer bertutup basah / labu iod
Beaker glass
Pipet ukur
Pipet pasteur
PROSEDUR :
a. Persiapan Air Pengencer
Setiap 1 liter aquadest dalam botol penuh ditambahkan :
1 mL buffer phosphat pH 7.2
1 mL CaCl2
1 mL MgSO4
1 mL FeCl3
Mencampur bahan diatas lalu dialiri udara dari pompa udara selama 30 menit. Tutup.
b. Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3 0,025 N
1. Dipipet 10,0 mL larutan standar KIO3 dimasukkan ke dalam labu iod
2. Ditambah dengan H2SO4 sebanyak 10 mL
3. Ditambah dengan larutan KI 10 % sebanyak 10 mL
4. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna kuning muda
5. Ditambah indicator amylum 0,2% 2-3 tetes
6. Dititrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang
c. Pengenceran sampel
DO air kotor segera mg/l O2 n X tingkat pengenceran
8,0 9,0 mg/l 1 X
6,0 8,0 mg/l 2 5 X
5,0 6,0 mg/l 5 10 X
3,0 5,0 mg/l 10 15 X
1,0 3,0 mg/l 15 20 X
0,0 1,0 mg/l 20 25 X
0,8 0,1 mg/l 25, 30, 50, 100 X
d. Tehnik sampel
Sesuai dengan hasil DO segera yang telah dilakukan sebelumnya maka pengenceran
dilakukan sebanyak 12 kali
DO 0 hari
1. Diibuat pengenceran 12X
2. 5 mL sampel dimasukkan dalam botol oksigen 250 mL
3. Ditambah air pengencer sampai penuh dan ditutup jaga jangan sampai ada
gelembung udara, campur lalu diperiksa kadar oksigennya
4. Ditambah ke dasar botol 2 mL larutan MnSO4 20% dan 2 mL reagen O2
5. Ditutup hati-hati jangan ada gelembung
6. Kocok hati-hati secara bolak-balik sampai terjadi endapan
7. Diamkan, setelah endapan memisah, cairan yang jernih dibuang
8. Tambahkan segera H2SO4 pekat sebanyak 1 mL melalui leher botol
9. Pindahkan ke dalam labu iod dan dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning
muda
10. Ditambah indicator amylum 0,2% 2-3 tetes
11. Dititrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang
DO 5 hari
1. Diibuat pengenceran 12X
2. 5 mL sampel dimasukkan dalam botol oksigen 250 mL
3. Ditambah air pengencer sampai penuh dan ditutup jaga jangan sampai ada gelembung
udara, campur lalu diperiksa kadar oksigennya
4. Ditunggu dan disimpan selama 5 hari
5. Setelah 5 hari, Ditambah ke dasar botol 2 mL larutan MnSO4 20% dan 2 mL reagen O2
6. Ditutup hati-hati jangan ada gelembung
7. Kocok hati-hati secara bolak-balik sampai terjadi endapan
8. Diamkan, setelah endapan memisah, cairan yang jernih dibuang
9. Tambahkan segera H2SO4 pekat sebanyak 1 mL melalui leher botol
10. Pindahkan ke dalam labu iod dan dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning
muda
11. Ditambah indicator amylum 0,2% 2-3 tetes
12. Dititrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang
PERHITUNGAN :
Pembuatan reagen KIO3 0,025 N sebanyak 100 mL
m = N x V x BE
= 0,025 N x 0,1 L x
= 0,08916 gram
Massa hasil penimbangan 0,0890 gram
Sehingga normlitas KIO3 yang sebenarnya:
=
= 0,0252 N
Standarisasi
Volume KIO3 Normalitas KIO3 Volume Na2S2O3
10,00 mL 0,0251 N 11.90 mL
10,00 mL 0,0251 N 12,40 mL
Penentapan kadar
Volume sampel Normalitas Na2S2O3 Volume Na2S2O3
250,00 mL 0,0210 N 9.60 mL
250,00 mL 0,0202 N 10.40 mL
Perhitungan:
Penetapan kadar DO 0 hari
Percobaan I dengan volume yang di dapat 3,75 ml
Percobaan II dengan volume yang di dapat 4.60 ml
Rata-rata =
BOD5
Standarisasi
Volume KIO3 Normalitas KIO3 Volume Na2S2O3
10,00 mL 0,0250 N 14.30 mL
10,00 mL 0,0250 N 14.30 mL
Penentapan kadar
Volume sampel Normalitas Na2S2O3 Volume Na2S2O3
250,00 mL 0.01748 N 3.75 mL
250,00 mL 0.01748 N 4.60 mL
Perhitungan :
Normalitas Na2S2O3 dengan Volume 1 dan 2 didapat 14.30 mL
N Na2S2O3 = 0.01748 N
Penentapan kadar
Percobaan 1 :
Kadar Oksigen =
=
= 0.209 ppm
Percobaan 2 :
Kadar Oksigen =
=
= 2.57 ppm
Rata rata kadar oksigen :
0.209 ppm + 2.57 ppm = 1.389 ppm
2
BOD 5 = DO 0 DO 5 = 6.585 ppm 1.38 ppm = 5.205 ppm
PEMBAHASAN :
Kadar BOD didalam sampel air sumur adalah 5,205ppm . Hasil tersebut dapat
dikatakan baik karena kadar BOD yang baik yang terkandung didalam air adalah
kurang dari atau sama dengan 20 mg / L. Semakin sedikit kadar BOD yang
terkandung didalam air berarti semakin banyak mikroorganisme yang terkandung
didalam air yang memecah oksigen dengan begitu kualitas air tersebut dapat
dikatakan baik dan tidak tercemar.
.
KESIMPULAN :
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa kadar BOD yang terkandung dalam sampel adalah
sebanyak 5,205ppm.
PEMERIKSAAN SULFAT DALAM AIR
TUJUAN : Mengetahui kadar sulfat dalam sampel air dengan metode
spektrofotometri
TINJAUAN PUSTAKA :
Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena merupakan bentuk oksida paling
tinggi dari unsur belerang.Sulfat dapat dihasilkan dari oksida senyawa sulfida oleh bakteri.
Sulfida tersebut adalah antara lain sulfida metalik dan senyawa organosulfur. Sebaliknya oleh
bakteri golongan heterotrofik anaerob, sulfat dapat direduksi menjadi asam sulfida.Secara kimia
sulfat merupakan bentuk anorganik daripada sulfida didalam lingkungan aerob. Sulfat didalam
lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari aktivitas manusia, misalnya dari limbah
industry dan limbah laboratorium. Secara ilmiah sulfat biasanya berasal dari pelarutan mineral
yang mengandung S, misalnya gips (CaSO4.2H2O) dan kalsium sufat anhidrat ( CaSO4). Selain
itu dapat juga berasal dari oksidasi senyawa organik yang mengandung sulfat adalah antara lain
industri kertas, tekstil dan industri logam. Metode yang digunakan untuk untuk menentukan
kadar sulfat adalah metode turbidimetri dengan alat spektrofotometri. Metode tersebut
berdasarkan kenyataan bahwa BaSO4 cenderung membentuk endapan koloid yang dibentuk
dengan penambahan BaCl2,bentuk koloid ini distabilkan oleh larutan NaCl dan HCl yang
mengandung gliserol dan senyawa organik. BaSO4 mempunyai kelarutan dimana kelarutan ini
bertambah dengan adanya asam-asam mineral karena terbentuk ion hidrogen sulfat. Pada pH >8
sulfida membentuk ion sulfida namun pada pH
Ion sulfat akan diendapkan dalam suasana asam dengan barium klorida (BaCl2) membentuk
kristal barium sulfat (BaSO4). Absorban dari suspensi BaSO4 diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 420 nm.
REAKSI : BaCl2 + SO42-
BaSO4(s) + 2Cl-
REAGEN :
a. Larutan buffer A
Larutkan 30 gram magnesium klorida MgCl2.6H2O ; 5 gram natrium asetat
CH3COONa.3H2O ; 1,0 gram kalium nitrat KNO3 ; dan 20 mL asam asetat CH3COOH (99
%) dalam 500 mL air suling dan jadikan 100 mL dengan air suling
b. Larutan buffer B (dipakai bila konsentrasi sulfat SO4 dalam contoh kurang dari 10 mg/L)
Larutkan 30 gram magnesium klorida MgCl2.6H2O ; 5 gram natrium asetat
CH3COONa.3H2O ; 1,0 gram kalium nitrat KNO3 ; 0,111 gram natrium sulfat NaSO4dan
20 ml asam asetat CH3COOH (99 %) dalam 500 mL air suling dan jadikan 100 mL dengan
air suling
c. Kristal barium klorida BaCl2.2H2O
d. Larutan baku sulfat 100 mg/L
Larutkan 0,1479 gram Na2SO4 anhidrat dengan air suling dalam labu ukur 1000 mL dan
tepatkan sampai tanda tera
e. Air suling (aquades)
ALAT :
Neraca analitik
Gelas arloji
Pengaduk
Corong
Botol semprot
Labu ukur
Erlenmeyer 250 mL
Bulb
Pipet volume 2 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, dan 25 mL
Spektrofotometer
Kertas Parafilm
PROSEDUR :
1. Ukur dengan teliti 100 mL contoh atau bagian yang yang dijadikan 100 mL ke dalam
erlenmeyer 250 mL
2. Tambah 20 mL larutan buffer B, aduk dengan alat pengaduk, sambil diaduk ditambahkan
0,5 gram BaCl2 .2H2O. Mulai hitung waktu pengadukan selama 60 detik pada kecepatan
tetap.
3. Siapkan kurva standar dengan konsentrasi 0 40 mg/L
a. 2 mg/L (2 ppm)
Memipet 2.0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam
labu ukur
b. 5 mg/L (5 ppm)
Memipet 5.0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam
;labu ukur
c. 10 mg/L (10 ppm)
Memipet 10.0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam
labu ukur
d. 20 mg/L (20 ppm)
Memipet 20.0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam
labu ukur
e. 25 mg/L (25 ppm)
Memipet 25.0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam
labu ukur
4. Koreksi untuk contoh berwarna dan keruh dengan menyiapkan blanko tanpa penambahan
BaCl2
5. Mengukur absorbansi sampel , larutan blanko ,dan larutan kurva standart dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.
HASIL PRAKTIKUM :
Jenis Larutan Absorbansi
Larutan kurva standart 5 ppm 0,77
Larutan kurva standart 10 ppm 0,144
Larutan kurva standart 15 ppm 0,16
Larutan kurva standart 20 ppm 0,500
Larutan kurva standart 25 ppm 0,329
Larutan kurva standart 30 ppm 0,371
Sampel A 0,595
Sampel B 0,691
GAMBAR KURVA :
PEMBAHASAN :
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa absorbansi sampel pada
percobaan pertama adalah 0,477 dan absorbansi sampel pada percobaan kedua adalah
0,515 sehingga bila hasil itu dirata-rata dan hasilnya adalah 0,496. Maka pada grafik, titik
absorbansi sampel berada di atas titik absorbansi larutan standar 25 ppm
PEMERIKSAAN SULFAT
(SO4)
TUJUAN : Untuk mengetahui kadar sulfat dalam suatu sampel air dengan
menggunakan metode Nessler
PRINSIP :
Ion sulfat akan diendapkan dalam suatu medium asam hidroklorida dengan menggunakan
Barium Klorida melalui cara tertentu sehingga terbentuk kristal Barium Sulfat dengan ukuran
yang sama. Absorpsi Barium Sulfat diukur dengan Fotometri dan konsentrasi ion sulfat
ditetapkan dengan membandingkannya dengan kurva standar.
TINJAUAN PUSTAKA :
Ion sulfat akan diendapkan dalam suatu medium asam hidroklorida dengan menggunakan
Barium Klorida melalui cara tertentu sehingga terbentuk kristal Barium Sulfat dengan ukuran
yang sama. Absorpsi Barium Sulfat diukur dengan Fotometri dan konsentrasi ion sulfat
ditetapkan dengan membandingkannya dengan kurva standar.
REAGEN :
a. Reagen Kondisioning
b. 50 mL gliserol, ditambahkan campuran :
30 mL HCl pekat
200 mL Aquadest
100 mL Isopropil alkohol 95%
100 mL NaCl 75%
c. Barium Klorida BaCl2.2H2O
d. Larutan Induk Sulfat
147,9 mg Na2SO4 anhirolisis dalam aquadest dan diencerkan sampai 1 liter
(1 ml = 0,1 mg = 100 ppm)
ALAT :
Neraca analitik
Gelas arloji
Pengaduk
Corong
Botol semprot
Labu ukur
Erlenmeyer 250 mL
Tabung nessler
Rak tabung nessler
Buret 50 mL
Statif
Bulb
Pipet volume
Pipet ukur
Parafilm
PROSEDUR :
a. Larutan Induk Sulfat 100 ppm diencerkan menjadi
5 ppm 5 mL add 100 mL aquades dalam LU
10 ppm 10 mL add 100 mL aquades dalam LU
15 ppm 15 mL add 100 mL aquades dalam LU
20 ppm 20 mL add 100 mL aquades dalam LU
25 ppm 25 mL add 100 mL aquades dalam LU
30 ppm 30 mL add 100 mL aquades dalam LU
b. Perlakuan Deret Standar
1. Masing-masing deret standar dipipet 50 mL dipindahkan dalam tabung nessler
2. Ditambahkan 5 mL reagen kondisioning, kocok
3. Ditambahkan 0,5 gram kristal BaCl2
4. Dikocok
5. Diaddkan dengan aquades sampai tanda 100 mL tepat
c. Perlengkapan Sampel
1. Diambil 50 mL sampel, masukkan dalam tabung nessler
2. Ditambahkan 5 mL reagen kondisioning, kocok
3. Ditambahkan 0,5 gram kristal BaCl2
4. Dikocok
5. Diaddkan dengan aquades sampai tanda 100 mL tepat
6. Dibandingkan dengan deret standar
Data :
Kekeruhan pada sampel melebihi kekeruhan deret standart 30 ppm.
PENETAPAN KADAR BESI (Fe)
TUJUAN : Untuk mengetahui kadar besi (Fe) dalam suatu sampel air.
PRINSIP :
Menggunakan metode Rodanida Tabung Nessler. Contoh air dioksida kemudian ditambahkan
KCNS sehingga berubah warna menjadi merah coklat. Warna yang timbul dibandingkan dengan
warna standar.
TINJAUAN PUSTAKA :
Kalorimetri merupakan penetapan kadar warna berdasarkan panjang gelombangnya.
Namun dalam percobaan kalorimetri ini, didefinisikan sebagai penetapan kadar berdasarkan
perbandingan warna (perbandinagn warna standar dengan contoh).
Prinsip yang digunakan dalam penetapan kadar secara kalorimetri ini ialah dari contoh
yang tidak diketahui kadarnya, dibuat larutan contoh yang memiliki warna tertentu
(menunjukkan larutan contoh mempunyai konsentrasi tertentu). Dari standar yang diketahui
kadarnya, dibuat larutan standar dari konsentrasi rendah sampai konsentrasi contoh yang
ditunjukkan oleh warna yang sama antara warna larutan standar dengan warna larutan contoh.
Jelasnya, suatu pereaksi bersifat spesifik untuk suatu ion, bila dalam suatu campuran
hanya ion itulah yang bereaksi. Seperti ion SCN-
ialah pereaksi spesifik untuk ion Fe3+
yaitu
apabila ion Fe3+
tercampur dengan macam-macam kation lain dan sedikit dari campuran diatas
sedikit diberi campuran ion SCN- maka yang bereaksi hanya Fe
3+, memberi hasil berupa larutan
yang berwarna merah darah. Dengan pereaksi ini apabila terjadi warna merah itu maka pasti ada
ion Fe3+
, sebaliknya juga jika tidak terjadi warna merah maka ion Fe3+
tidak ada.
Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Ia melebur
pada 1535 0C. Jarang terdapat besi komersial yang murni; setidaknya besi mengandung sejumlah
kecil karbida, silsida, fosfida dan sulfida dari besi, serta grafit. Zat zat pencemar ini
memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat dimagnitkan. Asam sulfat
pekat yang panas, menghasilkan ion ion besi (III) dan belerang oksida. Asam pekat, dingin,
membuat besi menjadi pasif; dalam keadaan ini, ia tak bereaksi dengan asam nitrat encer dan
tidak pula mendesak tembaga dari larutan air suatu garam tembaga. Asam nitrat 1+1 atau asam
nitrat pekat yang panas melarutkan besi dengan membentuk gas nitrogen oksida dan ion besi (III)
REAKSI : Fe2+
+ KCNS Fe ( CNS ) + 3 K+
REAGEN :
HNO3 pekat
H2SO4 4 N
Larutan KMnO4 0,01 N
Larutan KCNS 20%
Larutan induk Fe(NH4)2SO4
ALAT :
Neraca analitik
Gelas arloji
Pengaduk
Corong
Botol semprot
Labu ukur
Erlenmeyer 250 mL
Tabung nessler
Rak tabung nessler
Buret 50 mL
Statif
Blub
Pipet volume
Pipet ukur / maat pipet
Kertas Parafilm
PROSEDUR :
a. Pembuatan Larutan Induk Fe(NH4)2SO4
0,8635 gram Fe(NH4)2SO4ditambah 10 mL H2SO4 4 N lalu ditambah dengan aquades add
1000 mL
1 mL = 0,1 mg Fe (100 ppm)
b. Larutan Induk Fe(NH4)2SO4 diencerkan menjadi 10 ppm
50 mL larutan induk dimasukkan labu ukur 500 mL dan diencerkan dengan aquadas add
sampai tanda batas
1 mL = 0,01 mg Fe (10 ppm)
c. Larutan 10 ppm diencerkan dibuat deret standar
a. 2 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,2 ppm add aquades 100 mL
b. 4 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,4 ppm add aquades 100 mL
c. 6 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,6 ppm add aquades 100 mL
d. 8 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,8 ppm add aquades 100 mL
e. 10 mL 0,01 mg Fe/mL = 1,0 ppm add aquades 100 mL
f. 12 mL 0,01 mg Fe/mL = 1,2 ppm add aquades 100 mL
g. 14 mL 0,01 mg Fe/mL = 1,4 ppm add aquades 100 mL
Caranya :
1. Dipipet sejumlah volume larutan standar masing-masing sebanyak 50 mL lalu
masing-masing masukkan labu erlenmeyer
2. Diasamkan dengan 1 mL HNO3 pekat, didihkan supaya semua zat besi berubah
menjadi ferri ( ) lalu tambahkan beberapa tetes KMnO4 sampai berwarna,
lalu dinginkan
3. Dipindahkan dalam tabung nessler, encerkan sampai tanda 100 mL tepat
4. Ditambahkan 0,5 mL larutan KCNS 20%, campur.
d. Penetapan Kadar
1. Pipet 50 mL sampel, lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer
2. Diasamkan dengan 1 mL HNO3 pekat, didihkan supaya semua zat besi berubah menjadi
ferri ( ) lalu tambahkan beberapa tetes KMnO4 sampai berwarna, lalu dinginkan
3. Dipindahkan dalam tabung nessler, encerkan sampai tanda 100 mL tepat
4. Ditambahkan 0,5 mL larutan KCNS 20%, campur
5. Bandingkan dengan larutan deret standar
PEMBAHASAN :
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan kadar Fe dalam sampel adalah kurang 0,2
ppm karena didasarkan pada perbandingan warna larutan, warna larutan sampel lebih muda
daripada warna larutan standart dengan kadar 0,2 ppm .
KESIMPULAN :
Dalam penetapan kadar besi metode nessler, tidak dapat diketahui pasti kadar besi yang
terkandung dalam sampel tersebut dan hasilnya dinyatakan dengan rentang nilai. Pada
penetapan kadar besi metode nessler yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
kadar besi dalam sampel adalah kurang dari 0,2 ppm. Hasil ini dikatakan baik karena kadar besi
yang terkandung didalam suatu sampel air setidaknya kurang dari 1 mg / L.
.