130
Universitas Indonesia UNIVERSITAS INDONESIA Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century TESIS GITA SAVITRI 1106037990 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN KOMUNIKASI JAKARTA DESEMBER 2014

Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Teori Restorasi Citra terhadap Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century

Citation preview

  • Universitas Indonesia

    UNIVERSITAS INDONESIA

    Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra:

    Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century

    TESIS

    GITA SAVITRI

    1106037990

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

    DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

    PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN KOMUNIKASI

    JAKARTA

    DESEMBER 2014

  • Universitas Indonesia

    UNIVERSITAS INDONESIA

    Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra:

    Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century

    TESIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

    Sains (M.Si.) dalam Ilmu Komunikasi

    GITA SAVITRI

    1106037990

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

    DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

    PROGRAM PASCASARJANA

    KEKHUSUSAN MANAJEMEN KOMUNIKASI

    JAKARTA

    DESEMBER 2014

  • Universitas Indonesia

    Pernyataan Orisinalitas

    Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

    dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Gita Savitri

    NPM : 1106037990

    Tanda Tangan :

    Tanggal 23 Desember 2014

  • Universitas Indonesia

    HALAMAN PENGESAHAN

    Tesis ini diajukan oleh

    Nama : Gita Savitri

    NPM : 1106037990

    Program Studi : Magister Manajemen Komunikasi

    Departemen : Ilmu Komunikasi

    Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

    Judul Tesis : Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis

    Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century

    Tesis berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima

    sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada Program Studi Magister Manajemen Komunikasi,

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

    DEWAN PENGUJI

    Ketua Sidang : Dr. Irwansyah S.Sos. M.A. ( )

    Sekretaris Sidang : Drs. Eduard Lukman, M.A. ( )

    Pembimbing : Prof. Ikrar Nusa Bhakti, Ph.D ( )

    Ditetapkan di : Jakarta

    Tanggal : 24 Desember 2014

  • Universitas Indonesia

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat

    menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi

    salah satu syarat untuk mencapai gelar Master Jurusan Manajemen Komunikasi

    Politik pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia. Saya

    menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa

    perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

    menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Seluruh staf pengajar di program studi Manajemen Komunikasi Politik

    yang telah berbagi ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan;

    2. Bapak Prof. Dr. Ikrar Nusa Bakti, Ph.D., selaku dosen pembimbing yang

    telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya

    dalam penyusunan tesis ini;

    3. Bapak Dr. Irwansyah, S.IP.,M.A. dan Bapak Drs. Eduard Lukman, M.A.

    selaku dosen penguji sidang tesis yang banyak memberikan masukan

    untuk perbaikan tesis penulis;

    4. Seluruh dosen pengajar Magister Manajemen Fakultas Ilmu Komunikasi

    UI yang banyak sekali memberikan ilmunya selama penulis menjalani

    perkuliahan;

    5. Staf Manajemen Magister Komunikasi UI terutama Kang Ajat Sudrajat,

    Pak Yusuf, Pak Nadi, Pak Giri, Pak Agus, dan lainnya yang sangat

    membantu administrasi;

    6. Bapak Ichsanuddin Noorsy, Bapak Gun Gun Heryanto, Bapak Erman

    Rajagukguk yang bersedia menjadi narasumber dalam penelitian ini dan

    memberikan data serta informasi melalui wawancara dengan penulis;

    7. Pejabat dan pegawai di Kementerian Sekretariat Negara, Pusdiklat

    Kementerian Sekretariat Negara terutama Kapusdiklat dan Ibu Rini yang

    memberikan peluang pertama adanya beasiswa untuk jurusan Komunikasi

    di Setneg, Kepala Biro Ortala-AK Bapak Djadjuk Natsir dan Kepala

  • Universitas Indonesia

    Bagian Hubungan Masyarakat Bapak Masrokhan atasan pertama penulis

    di Kemsetneg atas kepercayaan dan bimbingannya, Bapak Lambock V.

    Nahattands, Bapak Sugiri dan Bapak Rusmin Nuryadin yang turut

    mendukung perkuliahan dan proses beasiswa penulis.

    8. Pejabat dan pegawai di Sekretariat Wakil Presiden, terutama Asdep

    Komunikasi Politik Ibu Yetni Murni dan Kepala Bidang Komunikasi

    Media Massa Ibu Saptarita Dewi yang mendukung penulis dalam bekerja

    dan berkarya.

    9. Sahabat penulis Tia, Nisa, Pingkan, Ellis, Adinda, Wawan, Aziz, Omeno,

    Surya, dan Mas Adi yang tidak putus memberikan dukungan materiil dan

    moril selama ini.

    10. Teman-teman Magister Manajemen Komunikasi UI Tahun Angkatan 2011

    yang mendukung kegiatan penulisan dan bahan-bahan kuliah.

    11. Papa dan Mama beserta adik-adikku, Olive, Dhika, Artha, dan juga Bapak

    dan Ibu serta Keluarga Klaten yang telah memberikan dukungan moral

    dan lainnya;

    12. Krucil-krucilku Aaliyah Handutz dan Adeeva Kiting penyemangat Bun2;

    13. V. Andri Hananto....my half me, my everything...Dosen Pembimbing

    Paling Utama dalam hidup.

    Semoga Tuhan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu, dan

    semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,

    terutama bidang komunikasi politik di Indonesia.

    Jakarta, Desember 2014

    Penulis

  • Universitas Indonesia

    LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan

    dibawah

    ini :

    Nama : Gita Savitri

    NPM : 1106037990

    Program Studi : Manajemen Komunikasi Poitik

    Departemen : Ilmu Komunikasi

    Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

    Jenis Karya : Tesis

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive

    RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

    Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Pernyataan Pers

    Boediono dalam Kasus Bank Century

    Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan

    media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat

    dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

    sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di Jakarta

    Pada tanggal, Desember 2014

    Yang menyatakan,

    Gita Savitri

  • Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Gita Savitri

    Program Studi : Magister Manajemen Komunikasi Politik

    Judul : Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis

    Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century

    Citra negatif antara pejabat negara dengan publik ketika terjadi sebuah krisis dapat

    menghancurkan kredibilitas, hubungan politik, kehidupan ekonomi serta

    keamanan dalam negeri, dengan demikian diperlukan wacana mengenai strategi

    komunikasi untuk menanggapi tuduhan kesalahan. Oleh karena itu, studi tentang

    restorasi citra sangat berharga dan penting, sebab memberikan wawasan akan

    pentingnya strategi komunikasi di kehidupan kita. Beramgkat dari hal tersebut,

    penulis mencoba menganalisis konstruksi retorika politik dalam restorasi citra

    dalam pernyataan pers yang dilakukan oleh mantan Wakil Presiden Boediono atas

    dugaan-dugaan keterlibatannya dalam pusaran kasus Bank Century yang

    berlangsung pada akhir tahun 2008 dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank

    Indonesia. Penelitian ini menghasilkan bahwa konstruksi retorika politik yang

    digunakan oleh Boediono untuk merestorasi citranya selama situasi krisis telah

    digunakan dalam pernyataan persnya. Kedua konstruksi citra dengan teknik

    restorasi citra mampu mendorong opini publik menjadi positif. Penelitian ini

    menunjukkan bahwa Restorasi Citra dari Benoit efektif bila digunakan oleh

    pemerintahan khususnya para pejabat negara yang suatu saat dihadapkan pada

    situasi krisis.

    Kata kunci: restorasi citra, komunikasi krisis, pejabat negara, Bank Century

  • Universitas Indonesia

    ABTRACT

    Name : Gita Savitri

    Study Program : Master of Political Communication Management

    Title : Construction of Political Rhetoric in Restoration Image:

    Boedionos Press Statement Analysis in the Case of Bank Century

    The negative image among state officials and the public in the event of a crisis

    can destroy the credibility, political, economic life and security in the country,

    thus the necessary discourse on communication strategies to respond to

    accusations of wrongdoing. Therefore, the study of image restoration is very

    valuable and important, because it provides insight into the importance of the

    communication strategy in our lives. Departing from this, the authors tried to

    analyze the construction of political rhetoric in image restoration in a press

    statement made by former Vice President Boediono on allegations of involvement

    in the vortex of the Bank Century case that took place in late 2008 in his capacity

    as Governor of Bank Indonesia. This research resulted in the construction of

    political rhetoric that is used by the president to restore its image during crisis

    situations has been used in a press statement. Both the construction of the image

    with the image restoration techniques to encourage public opinion into positive.

    This study shows that the restoration image of Benoit effective when used by

    government officials, especially when the country faced a crisis situation.

    Keywords: image restoration, crisis communications, government officials, Bank

    Century

  • Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL i

    PERNYATAAN ORISINALITAS ii

    LEMBAR PERSETUJUAN THESIS iii

    KATA PENGANTAR iv

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v

    ABSTRAK vi

    DAFTAR ISI vii

    DAFTAR TABEL viii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah 1

    1.1.1 Sekilas Sejarah Bank Century 3

    1.1.2 Indikasi Penyalahgunaan Kewenangan dan Korupsi 7

    1.1.3 Kemungkinan Dampak-Dampak dari Kasus Bank

    Century 11

    1.2. Rumusan Permasalahan 12

    1.3. Tujuan Penelitian 16

    1.4. Signifikansi Penelitian 17

    1.5. Sistematika Penulisan 18

    BAB II KERANGKA KONSEPTUAL

    2.1. Komunikasi Politik 19

    2.2. Komunikator Politik 21

    2.3. Retorika Politik 22

    2.3.1. Citra Politik 25

    2.3.2. Opini Publik 27

    2.4. Retorika Wakil Presiden 30

    2.5 Komunikasi Krisis dan Image RestorationTheory (Teori

    Pemulihan Citra)

    33

    2.5.1. Komunikasi Krisis 33

  • Universitas Indonesia

    2.5.2. Asumsi Dasar Teori Pemulihan Citra 38

    2.5.3. Diskursus Teori Pemulihan Citra 39

    2.5.4 Strategi Pemulihan Citra 39

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Sifat Penelitian 43

    3.2. Fokus Penelitian 43

    3.3. Metode Analisis 44

    3.4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian 46

    3.5 Teknik Analisis Data 49

    3.6. Tahapan Penelitian dan Kerangka Kerja Penelitian 50

    3.7. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian 51

    BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS KONTEN

    PERNYATAAN PERS

    4.1 Teori Restorasi Citra dalam Retorika Wakil Presiden dan

    Opini Publik

    53

    4.1.1 Denial 67

    4.1.2 Evasion of responsibility 74

    4.1.3 Reduce the offesiveness of the act 83

    4.1.4 Corrective action 98

    4.1.5 Mortification 103

    BAB V SIMPULAN DAN DISKUSI

    5.1 Simpulan 106

    5.2 Diskusi 108

  • Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL

    3.1. Image Restoration Theory Response Strategies 53

    4.1 Teori Restorasi Citra Pernyataan Pers Boediono, Sabtu 23

    November 2013

    64

  • Universitas Indonesia

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Kasus Bank Century di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang

    Yudhoyono menjadi kasus dengan indikasi penyalahgunaan wewenang serta

    korupsi di bidang perekonomian yang terbesar, bahkan diyakini kasus ini juga

    merambah di bidang hukum dan politik, dengan menyeret banyak nama-nama

    besar dalam arus putaran pemeriksaannya.

    Pada tahun 2008 silam, Indonesia digegerkan dengan kasus yang

    menyangkut pengucuran dana talangan Bank Century sebesar Rp 6,76 triliun.

    Kasus ini ternyata membawa dampak terhadap berbagai sektor, khususnya

    stabilitas politik dan perekonomian di Indonesia, terlebih setelah hasil audit

    BPK menyatakan bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang dan

    pelanggaran pidana dalam kasus ini, diantaranya unsur kerugian Negara,

    pelanggaran undang-undang, dan ditemukannya bukti kuat rekayasa

    kebijakan yang sengaja dirancang untuk penyelamatan Bank Century.

    Isu kasus ini berkembang menjadi isu kasus yang berbau politik, hal ini

    disebabkan karena dalam pengambilan kebijakan kasus Bank Century

    melibatkan banyak pejabat Negara, termasuk orang nomor satu di Indonesia,

    tentu hal ini akan membawa banyak opini negatif dari masyarakat, dan

    dampak tersebut berpengaruh terhadap stabilitas politik di Indonesia,

    mengingat bahwa stabilitas politik di suatu negara akan mempengaruhi

    keadaan perekonomian negara tersebut.

    Lima tahun berlalu sejak Kasus Bank Century terkuak, dan menghasilkan

    nama-nama besar yang muncul untuk dijadikan tersangka maupun hanya

    dugaan ikut terlibat. Puncaknya adalah pada Sabtu, 23 November 2013, pada

    hari itu, KPK sebagai salah atau lembaga negara yang berwenang dalam

    penegakan hukum di Indonesia terutama dalam bidang pemberantasan

    korupsi memeriksa seorang wakil presiden dalam perkara pemberian dana

    talangan/dana bail out Bank Century. Boediono, yang saat itu diperiksa

    sebagai saksi untuk mantan deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya,

    menjadi pihak yang sangat menarik perhatian media massa. Terlepas dari

  • Universitas Indonesia

    perdebatan soal tempat pemeriksaan penyidik KPK yang diselenggarakan di

    Istana Wakil Presiden dan bukan di kantor KPK dan penggunaan podium

    dengan lambang negara,. Boediono dianggap terhormat oleh banyak kalangan

    karena berani memberikan pernyataan pers setelah diperiksa KPK, saat itu

    Boediono mampu bertutur mengenai pemeriksaan sebagai saksi yang dia

    alami hari itu.

    Meskipun Almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden

    pernah diminta keterangan di Istana Negara dalam kaitannya dengan kasus

    Bulog (Buloggate II), namun pemeriksaan seorang Boediono terkait

    kapasitasnya sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia, dapat dikatakan

    sebagai tonggak baru dalam dunia penegakan hukum di Indonesia. Mengingat

    sampai sejauh ini jabatan wakil presiden merupakan jabatan tertinggi yang

    pernah dimintai keterangannya oleh sebuah institusi penegakan hukum di

    Indonesia, setelah dua pejabat Bank Indonesia (BI), mantan Deputi BI Budi

    Mulya dan Siti Fajriyah sudah ditetapkan sebagai tersangka, Budi Mulya

    bahkan sudah ditahan oleh KPK dan perkembangan kasus terakhir,

    Peninjauan Kembali Budi Mulya telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Jakarta

    yang memutuskan masa tahanan Budi Mulya bertambah menjadi 12 tahun

    yang sebelumnya hanya diputuskan 10 tahun (liputan6.com, par.10).

    Boediono dimintai keterangannya oleh KPK dalam kapasitasnya sebagai

    saksi dalam perkara pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP)

    Bank Century pada tahun 2008. Berdasarkan data yang ada sejarah Bank

    Century berawal dari didirikannya pada tahun 1989, hingga 20 November

    2008 dinyatakan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Gagal yang berdampak

    sistemik berikut ini adalah ringkasan dimana Bank Century Mulai didirikan

    hingga Bank tersebut dinyatakan Bank Gagal oleh Bank Indonesia

    (groups.google.com.)

    1.1.1. Sekilas Sejarah Bank Century

    Berdasarkan data yang digunakan, sejarah Bank Century berawal

    dari pendiriannya pada tahun 1989, Bank Century Tbk didirikan

  • Universitas Indonesia

    berdasarkan Akta No. 136 tanggal 30 Mei 1989 yang dibuat Lina

    Laksmiwardhani, SH, notaris pengganti Lukman Kirana, SH, notaris di

    Jakarta. Pada tanggal 16 April 1990, Bank Century memperoleh izin

    usaha sebagai Bank Umum dari Menteri Keuangan Republik Indonesia

    melalui Surat Keputusan No.462/KMK.013/1990. Pada tanggal 22

    April 1993, Bank Century memperoleh peningkatan status menjadi

    Bank Devisa dari Bank Indonesia melalui Surat Keputusan No.

    26/5/KEP/DIR.

    Anggaran Dasar Bank Century telah beberapa kali berubah,

    terakhir sesuai Akta No.159 tanggal 29 Juni 2005 dari Buntario Tigris

    Darmawa NG, SH, S.E, notaris di Jakarta. Perubahan anggaran dasar ini

    telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi

    Manusia No. C-20789.HT.01.04.TH.2005 tanggal 27 Juli 2005. Sesuai

    dengan pasal 3 Anggaran Dasar Bank, ruang lingkup kegiatan usaha

    adalah menjalankan kegiatan umum perbankan termasuk berdasarkan

    prinsip syariah. Bank Century memulai operasi komersialnya pada

    bulan April 1990.

    Melalui surat Bank Indonesia tanggal 14 Desember 2001 (yang

    dipertegas melalui surat Bank Indonesia tanggal 20 Agustus 2004) dan

    pertemuan dengan Bank Indonesia pada tanggal 16 April 2004,

    manajemen Bank dan pemegang saham pengendali First Gulf Asia

    Holdings Limited (d/h Chinkara Capital Limited) setuju untuk

    melakukan merger dengan PT Bank Pikko Tbk dan PT Bank Danpac

    Tbk untuk menghasilkan sinergi dan memperkuat permodalan bank

    hasil merger. Proposal merger tersebut disampaikan kepada Bank

    Indonesia pada tanggal 26 April2004.

    Pada tanggal 21 Mei 2004, PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank

    Pikko Tbk, telah menandatangani kesepakatan untuk melakukan

    tindakan hukum penyatuan kegiatan usaha dengan cara Penggabungan

    atau Merger dimana Bank Century sebagai Bank Yang Menerima

    Penggabungan dan PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank Pikko Tbk.

    sebagai Bank Yang Akan Bergabung (groups.google.com.).

  • Universitas Indonesia

    Pada perjalanannya, Bank Century telah tiga kali berganti status

    oleh Bank Indonesia yaitu ketika pada tanggal 29 Desember 2005 Bank

    Century dinyatakan sebagai Bank dalam pengawasan Intensif,

    kemudian pada tanggal 6 November 2008 Bank Century ditetapkan

    oleh bank Indonesia sebagai Bank Dalam Pengawasan Khusus, dan

    yang terakhir yaitu pada tanggal 20 November 2008, Bank Century

    ditetapkan sebagai Bank Gagal yang ditenggara berdampak sistemik.

    Perubahan-perubahan tersebut diakibatkan oleh banyak kesalahan yang

    terjadi dalam pelaksanaan perbankan Bank Century. Untuk lebih

    jelasnya berikut skema perubahan status Bank Century beserta

    penyebabnya (Ringkasan Laporan Audit BPK):

    No Tanggal Keterangan

    1 30 Mei 1989 PT Bank Century Tbk didirikan berdasar akta No.

    136 tahun 1989 yang dibuat oleh notaris Lina

    Laksmiwardhani.

    2 12 Juli 1989 Disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik

    Indonesia dalam Surat Keputusannya No. C.2-

    6169.HT.01.01.TH 89

    3 16 April 1990 Bank Century memperoleh izin usaha sebagai Bank

    Umum dari Menteri Keuangan Republik Indonesia

    melalui Surat Keputusan No.462/KMK.013/1990.

    4 2 Mei 1991 Didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

    dengan No. 284/Not/1991

    5 22 April 1993 Bank Century memperoleh peningkatan status

    menjadi Bank Devisa dari Bank Indonesia melalui

    Surat Keputusan No. 26/5/KEP/DIR.

    6 16 April 2004 Dalam pertemuan dengan Bank Indonesia

  • Universitas Indonesia

    manajemen Bank dan pemegang saham pengendali

    First Gulf Asia Holdings Limited (d/h Chinkara

    Capital Limited) setuju untuk melakukan merger

    dengan PT Bank Pikko Tbk dan PT Bank Danpac

    Tbk.

    7 21 Mei 2004 Bank, PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank Pikko

    Tbk, telah menandatangani kesepakatan untuk

    melakukan tindakan hukum penyatuan kegiatan

    usaha dengan cara Penggabungan atau Merger

    dengan Bank Century

    8 7 September 2004 Bank mengajukan Pernyataan Penggabungan

    kepada BAPEPAM dalam rangka merger dan telah

    mendapat pemberitahuan efektifnya penggabungan

    tersebut sesuai dengan surat Ketua BAPEPAM No.

    S.3232/PM/2004 tanggal 20 Oktober 2004

    9 24 Oktober 2004 Para pemegang saham PT Bank Pikko Tbk dan PT

    Bank Danpac Tbk telah menyetujui penggabungan

    usaha bank-bank tersebut ke dalam Bank sesuai

    dengan risalah Rapat Umum Pemegang Saham

    Luar Biasa masing-masing bank yang diaktakan

    masing-masing dengan Akta No.155 dan No.157

    dari Buntario Tigris Darmawa NG, SH, notaris di

    Jakarta.

    10 28 Desember 2004 Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank

    Indonesia No. 6/92/KEP.GBI/2004 menyetujui

    perubahan nama PT Bank CIC Internasional Tbk

    menjadi PT Bank Century Tbk

    11 29 Juni 2005 Anggaran Dasar Bank Century dirubah yang

    terakhir kalinya sesuai Akta No. 159 tahun 2005,

  • Universitas Indonesia

    dari Buntario Tigris Darmawa NG, SH, S.E, notaris

    di Jakarta

    12 29 Desember 2005 Bank Century dinyatakan sebagai Bank Dalam

    Pengawasan Intensif sesuai dengan surat BI No.

    7/135/DPwB1/PwB11/Rahasia.

    13 6 Nopember 2008, PT Bank Century Tbk ditetapkan oleh Bank

    Indonesia sebagai Bank Dalam Pengawasan

    Khusus.

    14 13 Nopember 2008 PT Bank Century Tbk mengalami keterlambatan

    penyetoran dana pre-fund untuk mengikuti kliring

    dan dana di Bank Indonesia yang telah berada

    dibawah saldo minimal, sehingga Bank di-suspend

    untuk transaksi kliring pada hari tersebut

    15 14-20 November

    2008

    Transaksi kliring sudah dibuka kembali namun

    terjadi penarikan dana nasabah secara besar-besaran

    akibat turunnya tingkat kepercayaan yang timbul

    sebagai akibat dari pemberitaan-pemberitaan

    seputar ketidakikutsertaan Bank pada kliring

    tanggal 13 Nopember 2008

    16 20 Nopember 2008 Berdasarkan Surat No. 10/232/GBI/Rahasia, Bank

    Indonesia menetapkan PT Bank Century Tbk

    sebagai Bank Gagal yang ditengara berdampak

    sistemik.

    17 21 Nopember 2008 Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)

    melalui Keputusan No. 04/KSSK.03/2008

    menetapkan PT Bank Century Tbk sebagai bank

    gagal yang berdampak sistemik dan menyerahkan

    penanganannya kepada Lembaga Penjamin

  • Universitas Indonesia

    Simpanan (LPS)

    1.1.2. Indikasi Penyalahgunaan Kewenangan dan Korupsi

    Dalam perkembangannya, kasus Bank Century berkembang menjadi

    kasus yang memiliki indikasi penyalahgunaan kewenangan dan kasus

    korupsi. Indikasi penyelewengan kewenangan dan korupsi didasarkan

    pada beberapa sumber data, antara lain kami mengambil sumber dari

    hasil audit BPK yang diserahkan kepada DPR tanggal 20 November

    2009, hasil audit ini memaparkan temuan yang sangat penting yaitu 8

    penemuan. Sejak meleburnya 3 bank ke dalam Bank Century dan

    penggelapan dana bank tersebut. Dalam audit ini BPK

    menginformasikan bahwa penyelamatan Bank Century adalah

    keputusan keliru, sehingga dapat disimpulkan bahwa keputusan

    menggelontorkan dana hingga triliunan rupiah terhadap bank century

    sangat beresiko untuk diselewengkan. Berikut ini hasil audit BPK yang

    mengindikasikan adanya pelanggaran aturan dan beberapa catatan

    korupsi (www.hukumonline.com):

    1. Terkait Merger 3 Bank

    Terdapat beberapa Indikasi Pelanggaran yang terjadi pada saat

    proses merger ini. BI diduga memberikan kelonggaran terhadap

    persyaratan merger yaitu dengan:

    a) Aset SSB yang semula dinyatakan macet oleh BI kemudian

    dianggap lancar untuk memenuhi performa CAR.

    b) Tetap mempertahankan pemegang saham pengendali (PSP) yang

    tidak lulus fit and proper test.

    c) Komisaris dan Direksi Bank ditunjuk tanpa fit and proper test.

    d) Audit KAP atas laporan keuangan Bank Pikko dan Bank CIC

    dinyatakan disclaimer.

    Temuan BPK terkait penggabungan 3 bank ini adalah sebagai

    berikut:

  • Universitas Indonesia

    a) Akuisi Bank Danpac dan Bank Picco tidak sesuai dengan

    ketentuan BI.

    b) Surat izin Akuisisi Chinkara atas bank Picco dan Bank Danpac

    tetap dilakukan meskipun terdapat indikasi praktek perbankan yang

    tidak sehat dan perbuatan melawan hukum yang melibatkan

    Chinkara.

    c) BI menghindari penutupan Bank CIC dengan memasukan Bank

    tersebut di dalam skema merger.

    d) Tidak membatalkan persetujuan akuisisi meskipun tahun 2001-

    2003 hasil pemeriksaan BI pada ke-3 Bank menemukan indikasi

    pelanggaran yang signifikan.

    e) Adanya perlakuan Surat-surat Berharga (SSB) yang semula macet

    menjadi lancer dengan rekomendasi KEP (komite evaluasi

    perbankan).

    2. Terkait Penyaluran fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP)

    Sejak bulan Juli 2008, Bank Century telah mengalami kesulitan

    likuiditas dan bergantung pada pinjaman uang antar-bank (PUAB).

    Karena PUAB sulit diperoleh, hingga tanggal 27 Oktober 2008,

    Bank Century telah melanggar pemenuhan Giro Wajib Minimum

    (GWM) minimal 5% dari dana pihak ketiga (DPK). Posisi CAR

    Bank Century saat mengajukan FPJP (posisi 30 September 2008)

    sebesar positif 2,35%. Pada saat tersebut berlaku ketentuan BI (PBI)

    No. 10/26/PBI/2008 bahwa fasilitas FPJP diberikan kepada bank

    yang memiliki CAR minimal 8%. Dengan demikian Bank Century

    sebenarnya tidak memenuhi syarat menerima FPJP.

    Namun pada tanggal 14 November 2008 BI mengubah PBI tentang

    persyaratan pemberian FPJP dari semula minimal CAR 8% menjadi

    CAR positif. Hal ini diduga untuk memuluskan Bank Century

    menggunakan fasilitas FPJP. Berdasarkan posisi CAR Bank Century

    per-30 September (positif 2,35%) BI menyatakan Bank Century

    memenuhi syarat. Padahal posisi CAR Bank Century per-31 Oktober

  • Universitas Indonesia

    2008 justru negatif (-3,53%) dan tidak memenuhi persyaratan

    bahkan terhadap PBI yang telah dirubah per-14 November 2008.

    Untuk poin ini, nantinya kita akan melihat peraturan perundangan

    yang mengatur mengenai kewenangan Bank Indonesia dan LPP

    dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan UU Nomor 7

    tahun 1992 dan Perppu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan UU

    Nomor 24 Tahun 2004.

    3. Terkait pengambilan keputusan KSSK dan Penyaluran Penyertaan

    Modal Sementara (PMS)

    1) Terhadap surat Gubernur BI No. 10/232/GBI/Rahasia tertanggal

    20 November 2008 tentang Penetapan Bank Century sebagai

    Bank Gagal dan Penetapan Tindak Lanjutnya, Departemen

    Keuangan dan LPS melakukan rapat konsultasi KSSK, dengan

    argumentasi BI yang menyatakan Bank Century akan berdampak

    sistemik.

    2) Dalam pengambilan keputusan bahwa Bank Century adalah Bank

    Gagal yang berdampak sistemik Bank Indonesia dan KSSK

    menyepakati bahwa status ini harus memenuhi 4 kriteria, yaitu

    aspek institusi keuangan, aspek pasar keuangan, sistem

    pembayaran dan sektor riil serta aspek psikologi pasar. Dengan

    berdasarkan aspek ini, Bank Indonesia mengambil kesimpulan;

    bahwa akan terjadi ketidakpastian yang tinggi terutama

    terhadap psikologi pasar masyarakat yang selanjutnya dapat

    memicu gangguan/ketidakpastian di pasar keuangan dan system

    pembayaran.

    3) Rapat tersebut dihadiri oleh ketua KSSK yaitu menteri keuangan,

    Gubernur BI selaku anggota KSSK, dan Sekertaris KSSK, rapat

    tersebut memutuskan bahwa Bank Century adalah Bank Gagal

    yang berdampak sistemik, dan penanganannya diserahkan pada

    LPS, akan tetapi kondisi Bank Century makin memburuk selama

    periode November 2008, sehingga BI mengeluarkan data baru

  • Universitas Indonesia

    mengenai kebutuhan dana untuk penyertaan modal sementara

    (PMS) LPS untuk penyelamatan Bank Century.

    4) Dana PMS kemudian membengkak dari Rp 632 miliar menjadi

    Rp 6,76 triliun, kemudian dana ini disalurkan dalam 4 tahap.

    4. Legalitas Keputusan KSSK

    Terkait dengan penyaluran dana yang diputuskan oleh KSSK dengan

    Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) No. 4 tahun 2008 Jaring

    Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) pada 15 Oktober 2008. Dalam

    Perpu ini diatur soal Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)

    yang terdiri dari Gubernur BI dan Menteri Keuangan. Terkait dengan

    pengucuran dana ke Bank Century, jika mengacu pada persetujuan

    DPR RI, sejumlah Rp 2,88 triliun masih disalurkan oleh LPS tanpa

    dukungan pengesahan atau persetujuan DPR atas dasar KSSK.

    5. Penyalahgunaan dana FPJP dan PMS

    Adanya penarikan DPK oleh pihak terkait Bank Century sebesar

    Rp 938,654 M. Adanya unsur penggelapan dana kas Valas sebesar

    USD 18 Juta dengan masing-masing sebesar Rp 2 M untuk Dewi

    Tantular dan Robert Tantular.

    1.1.3. Kemungkinan Dampak dampak dari Kasus Bank Century

    Pro dan kontra yang menyertai kasus ini membuat Kasus Bank

    Century selalu disorot hingga enam tahun lamanya, sejak mencuat ke

    permukaan hingga pada tahun 2013 lalu mantan Deputi Gubernur Budi

    Mulya menjadi tersangka. Banyak pihak mengatakan kasus Bank

    Century ini merupakan kegagalan di bidang ekonomi pada masa

    pemerintahan SBY Boediono, dan merupakan kasus kerugian negara

    yang terbesar sejak kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada

    jaman Presiden Megawati.

    Kasus dana talangan Bank Century menimbulkan dampak-dampak

    yang besar, selain indikasi kerugian negara, dampak lainnya adalah

    kerugian nasabah yang tidak bisa menarik dana di rekeningnya, serta

  • Universitas Indonesia

    hingga sekarang belum menerima penggantiannya. Kedua, dampak

    ekonomi yang membuat seakan-akan kondisi perekonomian di

    Indonesia tidak kondusif dan berbahaya bagi nasabah. Adanya dana

    yang diduga diselewengkan serta indikasi penyelewenagan jabatan juga

    akan mempengaruhi kondisi politik serta kondisi stabilitas ekonomi

    hingga beberapa tahun ke depan. Dampak lainnya adalah dampak

    hukum, ketika para penegak hukum dianggap tidak mampu untuk

    menjaring orang-orang besar yang dianggap bermain dalam kasus ini.

    Dampak keseluruhannya adalah citra pemerintah menjadi negatif.

    Pemerintah dianggap mempermainkan peraturan, tidak bekerja sama

    dengan penegak hukum untuk membuka kasus ini, tidak bekerja sama

    dengan tim dari DPR yang mengatasnamakan wakil rakyat, yang ingin

    membuka kebenaran, kemana aliran uang dari nasabah Bank Century

    bermuara. Dan kesemuanya memiliki unsur-unsur politis.

    Jika dilihat pada skema-skema pada sub bagian sebelumnya, dana

    talangan Bank Century adalah berdasar pada kondisi keuangan yang

    dianggap kritis saat itu. Pada tahun 2008, kondisi krisis perekonomian

    global berdampak pada perekonomian Indonesia, namun kondisi krisis

    perekonomian ini pun masih menjadi pro kontra saat itu. Definisi krisis

    perekonomian dan keuangan masih belum bisa dinyatakan dengan jelas

    kapan sebuah perekonomian dan keuangan negara dianggap memasuki

    masa krisis?

    Hal inilah yang juga membuat akhirnya pemerintah mengeluarkan

    Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem

    Keuangan, yang dibuat sebagai upaya menghadapi ancaman krisis

    keuangan yang berpotensi membahayakan stabilitas sistem keuangan

    dan perekonomian nasional atau menghadapi krisis keuangan, perlu

    ditetapkan suatu landasan hukum yang kuat dalam rangka pencegahan

    dan penanganan krisis. Dalam Perppu tersebut menyatakan skema

    proses koordinasi hingga keluarnya kebijakan jika pemerintah menemui

    situasi krisis keuangan dan perekonomian.

  • Universitas Indonesia

    1.2. Rumusan Permasalahan

    Pencitraan tidak dipungkiri menjadi komponen penting bagi pejabat

    pemerintah ataupun politisi, maka dari itu jika menemui sebuah permasalahan

    adalah penting bagi pejabat pemerintah untuk melakukan sebuah konstruksi

    citra. Masyarakat selalu menginginkan pejabat pemerintah untuk cepat

    tanggap terhadap berbagai informasi, masukan dan kritik (Heryanto, 2013,

    hal.176) agar masyarakat dapat menilai, bahkan memberikan komentar atau

    opininya terhadap kemampuan pejabat tersebut menangani situasi krisis.

    Kasus Bank Century memiliki lingkup permasalahan yang sangat luas,

    berbagai kepentingan dan aspek terlibat di dalamnya. Kasus yang hampir

    memasuki tahun ketujuhnya ini, menyeret banyak nama penting di

    pemerintahan serta menyangkut banyak institusi di dalamnya. Dalam hal ini

    ada tiga institusi yang dianggap memiliki kesalahan dan berperan besar dalam

    penggelontoran dana talangan Bank Century. Bank Indonesia yang terdiri atas

    Gubernur Bank Indonesia dan Dewan Gubernur saat itu, Menteri Keuangan

    dalam hal ini sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) serta

    Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

    Sekian lama tertutup kabut, kasus Bank Century dianggap mulai

    diperhatikan penegak hukum pada tahun 2013. Saat itu, November 2013,

    mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter

    ditangkap serta ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena

    dianggap terlibat dalam pemberian Bank Century, hingga menyebabkan

    kerugian negara. Penahanan Budi Mulya mau tidak mau ikut menyeret nama

    mantan Wakil Presiden Boediono dan manta Menteri Keuangan serta pejabat

    lain yang duduk di Dewan Gubernur Bank Indonesia, KSSK serta LPS.

    Puncak sorotan publik adalah ketika mantan Wakil Presiden Boediono

    diperiksa KPK sebagai saksi bagi Budi Mulya. Peran Boediono dalam

    kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Indonesia saat itu disinyalir vital dalam

    perkara yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,7 Triliun.

    Boediono mengakui saat itu sebagai Gubernur Bank Indonesia dirinya

    berperan merubah Peraturan Bank Indonesia tentang FPJP yang menentukan

    syarat pengajuan FPJP (www.tempo.co)

  • Universitas Indonesia

    Boediono menjelaskan, bahwa pada akhir tahun 2008, di mana kebijakan

    penyelamatan Bank Century tersebut ditetapkan, Indonesia sedang

    menghadapi krisis keuangan sehingga satu kejadian kegagalan dari suatu

    institusi keuangan, betapapun kecilnya, dapat menimbulkan efek domino

    yang cukup luas, yaitu berupa dampak sistemik pada sistem perbankan.

    Dirinya menegaskan bahwa ia berkeyakinan bahwa instrumen utama dan

    mungkin satu-satunya pada saat itu untuk menangkal terjadinya kegagalan

    sistematis adalah pemberian FPJP, sehingga hal inilah yang melatarbelakangi

    Bank Indonesia melakukan perubahan terhadap peraturan Bank Indonesia

    tentang FPJP (www.tribunnews.com)

    Selanjutnya apa yang diputuskannya bersama dengan Menteri Keuangan

    dalam forum KSSK pada saat itu adalah sebuah upaya untuk mencegah

    rontoknya sistem keuangan di Indonesia. Masih menurut Boediono, setelah

    kebijakan itu diterapkan, Indonesia mampu melewati badai krisis global

    dengan selamat. Bahkan sejak saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia

    sampai paling tidak tahun 2012 mencatatkan angka yang tinggi, bahkan

    tercatat sebagai peringkat nomor dua di dalam kelompok G-20 setelah China.

    Pada kesempatan itu pula Boediono menyatakan bahwa ia bersama Menteri

    Keuangan pada saat itu telah melakukan tanggung jawab dengan sebaik-

    baiknya. Baginya tanggung jawab tersebut merupakan sebuah kehormatan

    karena berada pada waktu dan kondisi yang bisa memberikan kontribusi bagi

    bangsa.(Boediono, 23 November 2013).

    Media massa mulai saat itu, terutama media massa online terus

    mengangkat pemberitaan mengenai pernyataan mantan Wakil Presiden

    Boediono dalam keterangan persnya. Ada banyak pernyataan yang disoroti

    oleh media massa, antara lain mengenai pernyataan Wapres yang mengatakan

    bahwa pemberian FPJP bagi Bank Century sebagai satu-satunya cara untuk

    mencegah efek domino dari krisis sistemik.

    Kesediaan Boediono diperiksa oleh KPK sebagai komitmennya dalam

    penegakkan hukum di Indonesia diapresiasi secara positif oleh berbagai

    pihak. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah Pernyataan Pers

    Boediono setelah dirinya pertama kali dimintai keterangannya sebagai saksi

  • Universitas Indonesia

    yang dilakukan di Istana Wakil Presiden tersebut upaya yang efektif sebagai

    perbaikan citranya selama kurun waktu lima tahun proses penyelidikan Bank

    Century. Nama Boediono tidak sekali saja disebut oleh banyak pihak sebagai

    orang yang bertanggung jawab, banyak penyataan bertendensi negatif

    ditujukan pada Boediono, namun dengan retorika dalam pernyataan pers saat

    itu, Boediono tampak melakukan upaya memperbaiki citra, mencoba

    menjelaskan pada posisi apa Boediono saat krisis ekonomi itu terjadi.

    Boediono saat itu mengeluarkan pernyataan yang memperlihatkan

    keberhasilan perekonomian Indonesia saat itu, yang salah satunya adalah

    kebijakan bantuan untuk Bank Century. Serta merasa kecewa karena

    menurutnya ada pihak-pihak yang menggunakan kebijakan saat itu untuk hal

    lain (Koran Tempo, 24 November 2014). Wapres Boediono sendiri merasa

    terhormat dalam pengambilan keputusan yang menyelamatkan perekonomian

    bangsa saat itu hal ini terungkap dalam pernyataan (Tempo.com, Sabtu 23

    November 2013). Meskipun ada juga pernyataan yang diangkat oleh media

    massa menjadi sebuah pernyataan yang seakan-akan Wapres Boediono lepas

    tanggung jawab atas pembengakakan dana talangan ini (Kompas.com, Selasa

    26 November 2013)

    Sebagai Wakil Presiden, tentu saja pernyataan Boediono sangat ditunggu-

    tunggu. Hal ini dikarenakan kasus bail out Bank Century yang terus menjadi

    salah satu isu penting bagi dunia politik di Indonesia, sekaligus menandai

    babak baru dalam demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia, bahwa

    rakyat berhak mengetahui semua informasi mengenai kasus yang melibatkan

    Presiden ataupun Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung

    tersebut.

    Dengan pernyataan melalui konferensi pers tersebut, Boediono telah

    melakukan sebuah retorika, khususnya retorika politik. Mengingat pentingnya

    berkomunikasi dengan rakyat dan pemangku kepentingan dalam masalah

    Bank Century ini, retorika politik oleh Wakil Presiden sangatlah penting.

    Agar tercipta ketenangan di dalam masyarakat saat di hadapkan pada sebuah

    konflik atau krisis, dan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Boediono juga

  • Universitas Indonesia

    mencoba menjelaskan seberapa jauh tanggung jawab yang dia emban, hingga

    bagaimana perasaan serta tindakannya dalam mengambil keputusan kebijakan

    saat itu, kebijakan yang mencoba menyelamatkan Bank Century, namun

    secara luas menyelamatkan kondisi perekonomian dan keuangan saat itu.

    Pemberian keterangan Wakil Presiden Boediono merupakan sebuah proses

    komunikasi politik dengan menggunakan retorika politik untuk menjelaskan

    keadaan krisis saat itu. Dengan jabatan dirinya sebagai Wakil Presiden dan

    merupakan jabatan tertinggi saat ini yang diperiksa oleh KPK, Boediono

    merasa wajib memberikan pernyataan-pernyataan melalu pidato dalam

    konferensi persnya. Antusiasme pemangku kepentingan dalam hal ini mulai

    dari kalangan DPR (timwas Century), jajaran eksekutif, jajaran yudikatif

    bahkan masyarakat luas untuk mengetahui pernyataan Wapres Boediono

    tentu sangat tinggi. Hingga diperlukan analisis secara kritis baik dari segi

    kalimat-kalimat dalam pernyataan tersebut maupun segi komunikasi

    politiknya.

    Memberikan keterangan bukanlah hal baru bagi jajaran pemerintahan,

    setiap komunikator politik wajib memberikan keterangan yang hasilnya nanti

    dapat mempengaruhi opini khalayak melalui citra yang terbangun. Terutama

    ketika menghadapi sebuah krisis, saat itu yang dihadapi adalah sebuah hal

    baru ketika orang nomor dua di negeri ini diperiksa KPK.

    Hingga dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

    1. Bagaimana konstruksi retorika politik yang disampaikan mantan Wakil

    Presiden Boediono dalam pernyataan pers seusai diperiksa sebagai saksi

    Kasus Pemberian Dana Talangan Bank Century sebagai Upaya Restorasi

    Citra menghadapi Krisis Komunikasi Politik saat itu?

    2. Bagaimana pernyataan tersebut mempengaruhi Opini Publik?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Mengungkap proses konstruksi retorika politik yang disampaikan mantan

    Wakil Presiden Boediono dalam pernyataan pers seusai diperiksa sebagai

  • Universitas Indonesia

    saksi Kasus Pemberian Dana Talangan Bank Century sebagai Upaya

    Restorasi Citra menghadapi Krisis Komunikasi Politik saat itu.

    2. Menjelaskan bagaimana pernyataan tersebut mempengaruhi Opini Publik

    1.4 Signifikasi Penelitian

    Komunikasi politik dengan retorika politik menarik untuk dikaji. Komunikasi

    politik antara Presiden, Wakil Presiden dan seluruh jajaran pemerintahan

    merupakan suatu hal mutlak atau tidak dapat dihindari dalam politik. Tanpa

    ingin menganalisis lebih dalam pada sisi hukum kasus Bank Century, Peneliti

    berupaya mengangkat penelitian mengenai upaya Boediono dalam

    memulihkan citra setelah diperiksa KPK dengan memberikan pernyataan

    melalui pernyataan pers saat itu dan melihat sejauh mana analisis

    menggunakan teori restorasi citra ini dapat membangun opini khalayak. Hal

    ini menurut Peneliti merupakan hal yang penting bagi perkembangan ilmu

    komunikasi, khususnya komunikasi politik.

    Menyambut era keterbukaan informasi antara pemerintah dan khalayak serta

    berbagai elemen kepentingan, kelak akan kita hadapi berbagai retorika

    politik, baik untuk membentuk citra positif maupun sebagai pemulihan citra

    ketika menghadapi sebuah krisis ataupun konflik. Peneliti sebagai seorang

    yang berkecimpung dalam pemerintahan khususnya dalam bidang

    komunikasi politik pemerintah pusat, sangat berharap penelitian ini berguna

    bagi institusi maupun jajaran legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

    Peneliti berupaya menelaah Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi

    Citra: Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century, sebab

    menurut peneliti, mantan Wakil Presiden Boediono sebagai orang dengan

    jabatan tertinggi saat itu yang diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai

    saksi, merupakan hal yang baru, khususnya dalam era reformasi saat ini.

    Dimana pernyataan yang diangkat dalam sebuah pemberitaan kerap

    mempengaruhi citra dari seorang komunikator politik.

  • Universitas Indonesia

    Boediono sangat menyadari bahwa rakyat dan pemangku kepentingan perlu

    mengetahui keterangan kebijakan pemerintah untuk membangun kepercayaan

    publik melalui pembentukan Opini Publik.

    1.5 Sistematika Penulisan

    BAB I Pendahuluan, bab ini menjelaskan secara garis besar dan umum

    berdasarkan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian

    dan si ginifikansi.

    BAB II Kerangka Pemikiran, bab ini meliputi konsep-konsep dan teori-

    teori yang dijadikan sebagai landasan dalam melakukan penelitian dan

    menganalisa permasalahan, sehingga penjelasan penelitian adalah secara

    akademis. Tentu saja berbagai literatur terkait dengan komunikasi politik

    akan sangat kuat dalam bab ini.

    BAB III Metode Penelitian, bab ini menjelaskan metode penelitian, yang

    mencakup metode pengumpulan data dan bagaimana menjelaskannya.

    BAB IV Hasil Pengamatan dan Analisis Konten Pernyataan Pers, bab ini

    mengulas dan menjelaskan hasil penelitian berdasarkan data-data yang

    diperoleh dari berbagai sumber, baik data primer maupun sekunder, seperti

    melalui studi pustaka, riset dokumen, dan wawancara dengan narasumber

    yang kompeten.

    BAB V Simpulan dan Diskusi, bab ini memberikan Simpulan

  • Universitas Indonesia

    BAB II. KERANGKA KONSEPTUAL

    2.1. Komunikasi Politik

    Komunikasi politik telah dikenal dalam studi awal mengenai wacana

    demokrasi dari Aristoteles dan Plato. Pada perkembangannya komunikasi

    politik modern bersandar pada multidisiplin yang berbasis pada konsep

    dalam ilmu komunikasi, ilmu politik, jurnalistik, sosiologi, psikologi,

    sejarah, retorika, dan lainnya. Dengan beragamnya sumbangan dari ilmu

    yang bersifat interdisipliner ini, memberi perspektif yang berbeda pada

    peranan komunikasi dalam proses politik (Subiakto & Ida, 2012, hal. 6).

    Definisi tentang komunikasi politik sangat beragam, beberapa ilmuwan

    memiliki pendapat sendiri, tetapi komunikasi politik dapat diartikan sebagai

    suatu aktivitas komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik.

    Komunikasi memainkan peran yang dominan dalam politik, komunikasi

    merupakan aktivitas yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari

    manusia.

    Denton dan Woodward dalam McNair menyebutkan bahwa komunikasi

    politik juga bisa dipahami sebagai diskusi publik tentang alokasi sumber

    daya publik dan otoritas resmi (siapa yang diberi kekuasaan untuk membuat

    keputusan hukum, legislatif dan pemerintahan) serta sanksi resmi (siapa

    yang diberi hukuman atau penghargaan oleh negara) (McNair, 2003, hal. 3).

    Sedangkan Doris Graber mendefinisikan komunikasi politik sebagai

    bahasa politik yang bukan hanya mengkompromikan retorika semata-mata

    namun juga tanda-tanda paralinguistik seperti gerak tubuh dan tindakan

    politik seperti boikot dan Protes (McNair, hal. 6).

    Pengertian lain dari komunikasi politik dikemukakan oleh Dan Nimmo

    yang menyebut bahwa komunikasi politik adalah aktivitas komunikasi yang

    berhubungan dengan politik dengan menyajikan konsekuensi aktual dan

    potensial yang mengatur manusia di bawah kondisi konflik (Subiakto & Ida,

    2012, hal. 6). Pengertian komunikasi politik yang dikemukakan oleh Dan

  • Universitas Indonesia

    Nimmo ini bisa mempejelas bagaimana sebenarnya komunikasi politik yang

    terjadi. Dan Nimmo dalam pengertiannya tentang komunikasi politik

    mengemukakan potensi aktual dan potensial dalam komunikasi politik.

    Konsekuensi aktual berarti kegiatan yang benar-benar dilakukan oleh para

    aktor politik, atau kegiatan komunikasi politik yang memang secara jelas

    berada dalam ranah komunikasi politik, seperti kegaiatan kampanye, pidato

    presiden, iklan partai politik, dan sebagainya.

    Komunikasi politik dalam proses politik memiliki berbagai bentuk ketika

    digunakan oleh politikus atau aktivis politik untuk mencapai tujuan

    politiknya. Teknik komunikasi dilakukan untuk mencapai dukungan

    legitimasi (otoritas sosial), yang meliputi tiga level yaitu, pengetahuan,

    sikap sampai dengan perilaku khalayak. Kegiatan komunikasi politik

    meliputi juga, upaya untuk mencari, mempertahankan dan meningkatkan

    dukungan politik dengan jalan melakukan pencitraan dan membina Opini

    Publik yang positif (Arifin, 2011).

    Komunikasi politik lainnya menurut pakar komunikasi Astrid S. Sunaryo

    menyatakan bahwa komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang

    diarahkan pada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa sehingga

    masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat

    semua warganya melalui sanksi yang ditentukan oleh lembaga-lembaga

    politik (Arifin, 2011).

    Seperti displin komunikasi, komunikasi politik juga terdiri dari unsur-

    unsur yang sama antara lain unsur S (source, encoder, sumber atau

    komunikator), M (message atau pesan), C (channel, media atau saluran), R

    (receiver, decoder, atau penerima), atau dikenal dengan model SMCR.

    Harold Lasswell kemudian menambahkan E (effect atau pengaruh)

    mengingat efek atau pengaruh merupakan indikator komunikasi yang

    efektif. Hingga Harold Lasswell merumuskan proses komunikasi harus

    dapat dijelaskan dengan pernyataan yang sederhana: who says what to

    whom in which channel with what effect atau siapa bicara kepada siapa

    melalui saluran apa dan apa pengaruhnya. Dalam konteks komunikasi

  • Universitas Indonesia

    politik, Lasswell mendefinisikan politik dengan pertanyaan sederhana who

    gets what, when, howatau siapa mendapatkan apa, kapan dengan cara

    bagaimana (Dan Nimmo, 2001).

    2.2. Komunikator Politik

    Dalam sebuah komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan

    kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan saat ini, guna mencapai

    tujuan politik pada masa depan. Ketika komunikasi politik berlangsung,

    justru yang berpengaruh bukan pesan politik saja, melainkan terutama siapa

    tokoh politik yang menyampaikan pesan politik itu. Dengan kata lain,

    ketokohan seseorang komunikator politik dan lembaga politik yang

    mendukungnya sangat menentukan berhasil atau tidaknya komunikasi

    politik dalam mencapai sasaran dan tujuannya (Ahmad, 2012, hal. 1).

    Dean Barlund sebagaimana dikutip Nimmo menyatakan bahwa

    komunikasi itu bersifat sirkular dalam arti tidak ada urutan yang linear,

    sehingga dalam konteks ini, komunikator politik, sumber tersebut tidak

    hanya menyangkut organisasi politik, mulai dari partai politik, organisasi

    masyarakat, interest group, hingga pemerintah, namun juga bisa dari rakyat

    langsung kepada pemimpin politiknya (Nimmo, 2001, hal. 6).

    Menurut Hafied Cangara, sumber atau komunikator politik adalah

    mereka yang dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang mengandung

    makna atau bobot politik, misal Presiden dan Wakil Presiden, Menteri,

    anggota DPR, MPR, Pemerintah Daerah misal Gubernur dan Wakil

    Gubernur, DPRD dan sebagainya, yang bisa mempengaruhi jalannya

    pemerintahan (Changara, 2011, 31).

    Nyarwi Ahmad mengatakan bahwa komunikator politik merupakan salah

    satu elemen terpenting yang akan menentukan keberhasilan dan kegagalan

    keseluruhan proses dan tujuan komunikasi politik yang dijalankan. Tentu

    saja, kesuksesan para komunikator politik ini tidak dapat dicapai karena

    semata-mata dirinya memiliki bakat retorika politik yang hebat, ada

    beragam jenis profesional komunikator politik meskipun kemampuan

  • Universitas Indonesia

    retorika politik komunikator politik juga menentukan kesuksesan

    penyampaian pesan (Ahmad, 2012, hal. 1).

    Peran komunikator politik sangat menentukan dan berperan penting

    dalam memproduksi pesan-pesan dan informasi politik. Komunikator politik

    dituntut untuk melahirkan pesan-pesan politik yang aktual, impresif dan

    menarik di mata khalayak. Komunikator politik berperan dalam

    mengkonstruksikan identitas buadaya, sosial, ekonomi, politik dan ideologi

    politik, Komunikator politik juga ditandai dengan kemampuannya dalam

    kepemimpinan politik (Ahmad, 2012, hal. 1).

    Kompetensi kepemimipinan politik selalu dibutuhkan dan diperlukan

    oleh para komunikator politik mengingat untuk mewujudkan tujuan

    politiknya, tidak bisa sekedar mereproduksi dan menyampaiakan pesan-

    pesan politik politik semata, tetapi juga harus disertai dengan kemampuan

    pada bagaimana agar pesan-pesan politik dapat didistribusikan secara luas

    dan mempengaruhi atau bahkan membentuk persepsi, sikap dan perilaku

    politik khalayaknya (Ahmad, 2012, hal. 1).

    Komunikator politik harus memilki kepempimpinan politik. Dan Nimmo

    menyebutkan bahwa kepemimpinan politik secara umum didefinisikan

    sebagai suatu hubungan antara orang-orang di dalam suatu kelompok dan

    memilki hubungan yang erat karena proses komunikasi yang berlangsung

    baik melalui model komunikasi interpersonal, komunikasi organisasi dan

    komunikasi massa (Nimmo, 2001, hal. 11).

    2.3. Retorika Politik

    Salah satu bentuk atau jenis komunikasi politik yang sudah lama dikenal

    dan dilakukan oleh para politikus atau aktivis adalah Retorika politik.

    Retorika politik berkaitan dengan pembentukan citra dan Opini Publik yang

    positif (Ahmad, 2012, hal. 25).

    Retorika yang berasal dari bahasa Yunani rhetorica memang berarti seni

    berbicara. Pada awalnya dipergunakan dalam perdebatan-perdebatan antar

  • Universitas Indonesia

    persona, hingga menjadi komunikasi dua arah. Namun pada

    perkembangannya retorika juga dapat digunakan dari satu orang ke satu

    orang lainnya atau beberapa orang untuk saling mempengaruhi dengan cara

    persuasif dan timbal balik. Untuk itu retorika dikembangkan sebagai

    kegiatan seni berbicara, dan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri (Arifin,

    2003, hal. 126).

    Retorika politik merupakan seni menyusun argumentasi dan pembuatan

    naskah pidato, karena retorika berkaitan dengan persuasi. Sebagai

    komunikasi satu ke banyak orang atau komunikasi massa, retorika bergesar

    menjadi pernyataan umum, terbuka dan aktual, dengan menjadikan khalayak

    (publik) menjadi sasaran (Arifin, 2003, hal. 128).

    Retorika menurut Aristoteles terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1)

    retorika deliberatif, (2) retorika forensik dan (3) retorika demonstratif.

    Retorika deliberatif dirancang untuk memengaruhi khalayak dalam

    kebijakan pemerintah. Pembicaraan difokuskan pada keuntungan dan

    kerugian jika sebuah kebijakan diputuskan dan dilaksanakan. Retorika

    forensik digunakan di dalam pengadilan. Sedangkan retorika demonstratif

    digunakan untuk mengembangkan wacana memuji atau menghujat (Arifin,

    2003, hal. 30).

    Meskipun demikian dalam komunikasi politik yang efektif tidak cukup

    hanya dengan menggunakan satu jenis retorika saja untuk mempengaruhi

    khalayak. Retorika pada dasarnya menggunakan lambang untuk

    mengidentifikasi pembicara dengan mendengar melalui pidato. Sedangkan

    pidato adalah konsep yang sama pentingnya dengan retorika sebagai

    identifikasi atau sebagai sebuah simbolisme (Ahmad, 2012, hal. 127).

    Dengan pidato di hadapan khalayak secara terbuka akan berkembang

    wacana publik dan berlangsung proses persuasi. Melalui pidato dapat

    terungkap konflik. Untuk itu Dan Nimmo menyebut pidato adalah negosiasi,

    dengan retorika politik akan tercipta masyarakat dengan negosiasi yang

    terus berlangsung.

  • Universitas Indonesia

    Retorika politik merupakan salah satu kekuatan dasar yang harus dimiliki

    oleh para komunikator politik. Di era domokrasi diaman media massa dan

    teknologi komunikasi belum begitu canggih, retorika politik menjadi elemen

    kunci yang pertama-tama harus dikuasai dan dimiliki oleh komunikator

    politik. Retorika politik bukan hanya menyangkut materi-materi pesan

    politik, tapi bagaimana materi tersebut disusun, dikemas, dan disampaikan

    kepada publik dengan dukungan kemampuan fisik dalam berkomunikasi.

    Retorika politik juga dapat menunjukkan kata-kata yang tanpa arti namun

    memiliki diksi yang berlebih. Hal ini berkonotasi asosiasi dengan penipuan

    dan trik yang menutupi kebenaran dan keterusterangan. Menurut Yusrita

    Yanti (2008), secara umum retorika didefininsikan sebagai menggunakan

    bahasa dengan efektif dan persuasif. Suatu seni yang bertujuan untuk

    meningkatkan kemampuan pembicara atau penulis untuk menyampaikan

    informasi, memberikan motivasi, membujuk dan mempengaruhi pikiran

    masyarakat dalam situasi tertentu (Smith, 2000).

    Menurutnya sejumlah retorika politik terlihat beberapa karakter, pilihan

    kata yang digunakan cenderung merupakan emosi terhadap ketidakpuasan,

    kejengkelan, keinginan, keoptimisan, dan kebanggaan sehingga melahirkan

    sindiran, dan kritikan-kritikan terhadap fenomena sosial yang terjadi. Secara

    pragmatis, retorika mencerminkan sikap dari penutur, sikap keoptimisan

    dapat memperlihatkan sikap tanggung jawab (responsibility) dari penutur,

    sikap lain yang dapat tercermin lainnya adalah empati, peduli, dan lainnya.

    Retorika politik juga merupakan tindakan politik yang dapat diamati dari

    waktu ke waktu, yang dalam waktu lama membentuk pola, yang pada

    akhirnya bertujuan untuk membentuk citra (image) politik bagi khalayak

    (masyarakat), yaitu gambaran mengenai realitas politik yang memiliki

    makna, citra menunjukkan keseluruhan informasi menurut teori informasi

    tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan oleh

    individu (Nimmo, 2001).

    Secara umum, citra adalah peta seseorang tentang realitas. Tanpa citra,

    seseorang akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah

  • Universitas Indonesia

    gambaran tentang realitas, kendatipun tidak harus sesuai dengan realitas

    yang sesungguhnya. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Walter

    Lippman (1965) menyebutnya picture in our head (Nimmo, 2001), hal.

    141).

    Komunikasi politik dalam hal ini retorika politik, menurut Anwar Arifin

    bertujuan membentuk dan membina citra dan Opini Publik, mendorong

    partisipasi politik, memenangi pemilihan, dan memengaruhi kebijakan

    politik negara atau kebijakan publik (Arifin, 2003, hal. 127).

    2.3.1. Citra Politik

    Seperti dijelaskan di atas, salah satu tujuan komunikasi politik adalah

    membentuk citra politik yang baik pada khalayak. Citra politik itu terbentuk

    berdasarkan informasi yang diterima, baik langsung maupun melalui media

    politik. Citra politik merupakan salah satu efek dari komunikasi politik

    dalam paradigma atau perspektif mekanistis, yang pada umumnya dipahami

    sebagai kesan yang melekat dibenak individu atau kelompok. Meskipun

    demikian citra itu dapat berbeda dengan realitas yang sesungguhnya atau

    tidak merefleksikan kenyataan objektif.

    Citra politik juga berkaitan dengan pembentukan Opini Publik karena

    pada dasarnya Opini Publik politik terbangun melalui citra politik.

    Sedangkan citra politik terwujud sebagai konsekuensi kognisi dari

    komunikasi politik. Robert dalam Anwar Arifin menyatakan bahwa

    komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat atau perilaku

    tertentu, tetapi cenderung memengaruhi cara khalayak mengorganisasikan

    citranya tentang lingkungan dan citra itulah yang memengaruhi pendapat

    (opini) atau perilaku khalayak (Arifin, 2003, hal. 178).

    Citra dapat didefiniskan sebagai konstruksi atas representasi dan persepsi

    khalayak terhadap individu, kelompok atau lembaga yang terkait dengan

    kiprahnya dalam masyarakat. Citra memiliki empat fase. Baudrillard

    menyebut empat fase itu adalah: (1) representasi dimana citra merupakan

    cermin suatu realitas; (2) ideologi dimana citra menyembunyikan dan

  • Universitas Indonesia

    memberikan gambaran yang salah akan realitas; (3) citra menyembunyikan

    bahwa tak ada realitas; dan (4) citra tidak memiliki sama sekali hubungan

    dengan realitas apapun (Arifin, 2003, hal. 179).

    Citra politik dapat dipahami sebagai gambaran seseorang tentang politik

    yang memiliki makna, kendatipun tidak selamanya sesuai dengan realitas

    politik yang sebenarnya. Citra politik tersusun melalui persepsi yang

    bermakna tentang gejala politik dan kemudia menyatakan makna itu melalui

    kepercayaan, nilai dan pengharapan dalam bentuk pendapat pribadi yang

    selanjutnya dapat berkembang menjadi Opini Publik (Arifin, 2003, hal.

    185).

    Citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian,

    pengindentifikasian peristiwa, gagasan tujuan atau pemimpin politik. Citra

    politik membantu bagi seseorang dalam memberikan alasan yang dapat

    diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuati hadir sebagaimana

    tampaknya tentang referensi politik.

    Para politikus atau pemimpin dalam politik sangat berkepentingan dalam

    pembentukan citra politik dirinya melalui komunikasi politik dalam usaha

    menciptakan stabilitas sosial dan memenuhi tuntutan rakyat. Misalnya

    pernyataan presiden atau wakil presiden dalam konferensi pers atau dalam

    sebuah pidato mengenai kesulitan perekonomian yang telah teratasi akibat

    sebuah kebijakan. Untuk itu politikus harus berusaha menciptyakan dan

    mempertahankan tindakan politik yang membangkitkan citra yang

    memuaskan, supaya dukungan Opini Publik dapat diperoleh dari rakyat

    sebagai khalayak komunikasi politik.

    2.3.2. Opini Publik

    Selain citra politik, komunikasi politik juga bertujuan membentuk dan

    membina Opini Publik serta mendorong partisipasi politik, sebagaimana

  • Universitas Indonesia

    telah disinggung di muka. Bahkan dapat dikatakan bahwa citra politik dan

    Opini Publik merupakan konsekuensi-konsekuensi dari proses komunikasi

    politik yang bersifat mekanistis.

    Opini Publik di Indonesia tetap dicatat sebagai sesuatu kekuatan politik

    yang penting karena Indonesia termasuk negara yang menganut demokrasi

    politik dan sekaligus demokrasi ekonomi yang disebut dalam konstitusi,

    dengan nama kedaulatan rakyat (Arifin, 2003, hal. 186).

    Kesadaran akan hakikat Opini Publik sebagai kekuatan politik

    dikemukakan oleh berbagai pakar. Misalnya Ogburn dan Ninkoff

    menjelaskan bahwa semua golongan yang tersusun baik secara organisasi

    kerjanya, mutlak harus memperoleh dukungan kuat Opini Publik atau

    minimal Opini Publik tidak menentangnya. Opini Publik harus dapat

    dibentuk, dipelihara dan dibina dengan baik oleh semua kekuatan politik,

    melalui komunikasi politik yang intensif dan efektif.

    Sebagaimana bidang-bidang lain daam ilmu sosial dan ilmu politik,

    Opini Publik memiliki banyak penegertian dari banyak pakar, yang satu

    dengan yang lainnya terdapat perbedaan dan persamaan. Opini atau

    pendapat, dipahami sebagai jawaban atas pertanyaan atau permasalahan

    yang dihadapi dalam suatu situasi tertentu. William Albig dalam Anwar

    Arifi menyatakan bahwa opinion is any expression on a controversial topic

    (opini adalah suatu pernyataan yang sifatnya bertentangan). Opini

    merupakan expressed statement yang bisa diucapkan dengan kata-kata, juga

    bisa dinyatakan dengan isyarat atau cara-cara lain yang mengandung arti

    dan segera dapat dipahami maksudnya.

    Hingga opini dapat dipahami sebagai pernyataan yang dikomunikasikan

    sebagai jawaban atas pertanyaan atau permasalahan uang kontroversial.

    Pendapat itu harus dinyatakan, sehigga dapat dinilai atau ditanggapi oleh

    publik sehingga mengalami proses komunikasi. Irish dan Prorhro

    menyatakan bahwa pernyataan yang telah mengalami proses komunikasi

    disebut pendapat (opinion). Opini yang dinyatakan akan lebih banyak

  • Universitas Indonesia

    menjadi kajian ilmu komunikasi dalam paradigma mekanistis dan

    paradigma interaksional.

    Opini dalam perspektif komunikasi dipandang sebagai respon aktif

    terhadap stimulus yakni respon yang dikonstruksi melalui interpretasi

    pribadi yang berkembang dari citra dan menyumbang Citra. Oleh karena

    opini merupakan respons yang dikonstruksi, maka politisi harus memiliki

    perhatian pada politik pengemasan opini. Menurut Gun Gun Heryanto

    (gunheryanto.blogspot.com/2007/12) paling tidak ada tiga komponen utama

    di dalam sebuah opini. Pertama, keyakinan yang terdiri dari percaya dan

    tidak terhadap sesuatu. Dengan kemasan marketing yang baik, khalayak

    akan digiring untuk mempercayai apa yang menjadi konsep dan tawaran

    penutur. Semakin besar kepercayaan khalayak terhadap kandidat, maka

    opini yang berkembang akan semakin positif.

    Kedua, di dalam opini juga terkandung nilai berbentuk nilai-nilai

    kesejahteraan (welfare Values) dan nilai-nilai deferensi (deference value).

    Nilai-nilai kesejahteraan antara lain pencarian kesejahteraan, kemakmuran,

    keterampilan dan enlightement. Sementara nilai-nilai deferensi antara lain

    penanaman respek, reputasi bagi moral rectitude, perhatian dan popularitas

    serta kekuasaan. Dengan memahami komponen-komponen nilai tersebut,

    politikus harus memahami benar jika opini tidak bisa dibiarkan mengalir

    secara bebas, melainkan harus dikonstruksi. Tentunya dengan cara-cara

    yang elegan.

    Ketiga, opini juga terdiri dari komponen ekspektasi, yakni komponen

    yang berkaitan dengan unsur konotatif. Ini merupakan aspek dari citra

    pribadi dan proses-proses interpretatif yang terkadang disamakan oleh para

    psikolog sebagai impuls, keinginan (volition) dan usaha keras atau striving.

    Kesadaran untuk mengemas opini publik adalah kesadaran untuk

    menyelaraskan keinginan dan usaha keras pencapaian tipe ideal sebuah

    tatanan dengan tipe ideal yang diharapkan khalayak pemilih. Semakin luas

    arsiran wilayah harapan antara kandidat dengan pemilih, maka akan

    semakin besar pula peluang kandidat untuk memenangi pertarungan citra.

  • Universitas Indonesia

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Opini Publik

    adalah pendapat yang sama yang dinyatakan oleh banyak orang yang

    diperoleh melalui diskusi yang intensif sebagai jawaban atas pertanyaan dan

    permasalahan yang menyangkut kepentingan umum. Permasalahan itu

    tersebar luas melalui media massa. Pendapat rata-rata individu-individu itu

    memberi pengaruh terhadap orang banyak dalam waktu tertentu. Pengaruh

    itu dapat bersifat positif, netral atau bahkan negatif.

    Alan D Monroe merumuskan bahwa Opini Publik adalah distribusi

    pilihan-pilihan individu di dalam masyarakat (Arifin, 2003, hal 190).

    Sedang R.O. Tambunan menulis bahwa Opini Publik adalah pendapat yang

    hidup dan berkembang sebagai bentuk interaksi nilai dan lambang di dalam

    masyarakat sebagai hasil diskusi (2003, hal. 190). Bernard Berelson

    mengaitkan Opini Publik dengan politik dan sosial (2003, hal 191). Ia

    menulis bahwa Opini Publik adalah tanggapan orang-orang (yaitu

    pernyataan setuju, tdak setuju atau tidak peduli) terhadap masalah-masalah

    politik dan sosial yang mengandung pertentangan dan meminta perhatian

    umum.

    Berdasarkan beberapa pengertian Opini Publik di atas maka Arifin

    menyimpulkan bahwa Opini Publik memiliki paling kurang tiga unsur.

    Pertama, harus ada isu (peristiwa atau kata-kata) yang aktual, penting dan

    menyangkut kepentingan pribadi kebanyakan orang dalam atau kepentingan

    umum, yang disiarkan melalui media massa. Kedua, harus ada sejumlah

    orang yang mendiskusikan isu tersebut, yang kemudian menghasilkan kata

    sepakat mengenai sikap, pendapat dan pandangan mereka. Ketiga,

    selanjutnya pendapat mereka itu diekspresikan atau dinyatakan dalam

    bentuk lisan, tulisan dan gerak-gerik (2003, hal 191).

    2.4. Retorika Politik Wakil Presiden.

    Mengenai masalah bangunan pidato Wakil Presiden ada baiknya kita

    melihat kembali teori The Sosial Construction of reality yang diprakasai

    oleh Peter Berger dan Thomas Luckman (Berger & Luckman,1990,hal. 28-

  • Universitas Indonesia

    29). Dinyatakan bahwa kenyataan sosial adalah hasil (eksternalisasi) dari

    internalisasi dan obyektivasi manusia terhadap pengetahuan dalam

    kehidupan sehari-hari. Eksternalisasi dipengaruhi oleh stock of knowledge

    (cadangan pengetahuan) yang dimilikinya. Cadangan sosial pengetahuan

    adalah akumulasi dari common sense knowledge (pengetahuan akal sehat).

    Common sense adalah pengetahuan yang dimiliki individu bersama

    individu-individu lainnya dalam kegiatan rutin yang normal, dan sudah jelas

    dengan sendirinya, dalam kehidupan sehari-hari.

    Penelitian mengenai konstruksi realitas ini berangkat dari kacamata

    sosiologi. Pada dasarnya konstruksi realitas mensyaratkan pada dua hal

    yakni: realitas dan pengetahuan. Dua istilah inilah yang menjadi istilah

    kunci dalam teori ini. Kenyataan diartikan sebagai kualitas yang terdapat

    dalam keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak individu

    manusia (harapan, angan-angan atau dalam politik dapat diterjemahkan

    dengan kepentingan). Pengetahuan adalah kepastian bahwa keberadaan itu

    nyata (real) dan memiliki karakteristik-karakteristik yang spesifik (1990,hal.

    28-29).

    Dalam studi ini, Berger juga memperhatikan mengenai legitimasi.

    Menurutnya legitimasi adalah pengetahuan yang diobyektivasi secara sosial

    yang bertindak untuk menjelaskan dan membenarkan tatanan sosial.

    Legitimasi merupakan pengetahuan yang berdimensi kognitif dan normatif

    karena tidak hanya menyangkut penjelasan tetapi juga nilai-nilai moral.

    Legitimasi, dalam pengertian fundamental, memberitakan apa yang

    seharusnya ada terjadi dan mengapa terjadi (1990,hal. 28-29).

    Dalam Pidato atau Pernyataan dalam Konferensi Pers Wakil Presien

    Boediono, setelah dimintai keterangan oleh KPK dalam kapasitasnya

    sebagai mantan Gubernur BI, kita akan melihat realitas kejadian bangsa

    yang dijelaskan oleh Wakil Presiden. Pengetahuan yang dimiliki oleh

    masyarakat dalam pandangan Berger dapat menjadi justifikasi dalam

    menilai pernyataan tersebut. Apakah kemudian realitas itu dinilai nyata

    ataukah hanya sesuatu yang sengaja dikonstruksikan

  • Universitas Indonesia

    Seperti dijelaskan di atas retorika diperkenalkan oleh Aristoteles dan

    diartikan sebagai seni berorasi. Ilmu retorika sendiri dijelaskan Aristoteles

    dalam karya besarnya Rethoric sebagai ilmu yang menyelidiki secara

    sistematis efek dari pembicara, orasi, serta komunikan dengan pendekatan

    Persuasif (Rahmat,1994,hal.19). Salah satu klasifikasi mengenai retorika

    yang dibuat Aristoteles adalah Political Speaking yang bertujuan untuk

    mempengaruhi legislator atau pemilih untuk ikut serta dalam pemilihan atau

    untuk memilih. Lebih jauh lagi Menurut Aristoteles, kualitas persuasi dari

    retorika bergantung kepada tiga aspek pembuktian, Pertama logika (logos),

    dimana argumentasi dari orator menjadi hal yang terpenting untuk

    pembuktian secara logika. Dalam pidato pernyataan Wakil Presiden

    Boediono untuk memenuhi unsur logos ini, Wapres Boediono menyisipkan

    data-data, pengakuan sebagai bukti atau seolah-olah bukti yang dapat

    diterima masyarakat secara logis atas prestasi kinerja pemerintah.

    Kedua etika (ethos), yaitu bagaimana karakter dari orator dapat dilihat

    dari caranya menyampaikan pesan pesan. Hal pendukung agar secara etika

    dapat diterima publik adalah pengetahuan orator, kepribadian dan status

    yang baik dari orator. Karakter seorang pemimpin dan gaya (style)

    kepemimpinn diterjemahkan pada bagaimana pemimpin berbahasa, tindak

    tanduk, dan kehidupan personal yang menjadi hal penting dalam

    mempengaruhi keberhasilan retorika.

    Ketiga adalah emosional (pathos), yaitu bagaimana apa yang dirasakan

    oleh Orator mampu tersampaikan kepada khalayaknya. Orator harus

    menyentuh hati khalayak. Selain itu Orator juga harus memahami perasaan,

    emosi, harapan, kebencian, dan kasih sayang masyarakat. Disinilah Pidato

    atau Pernyataan Wakil Presiden Boediono akan diuji apakah yang dirasakan

    Boediono mengenai kebijakan pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek

    Bank Century pada Tahun 2008 sama dengan apa yang dirasakan

    komunikannya yang diwakilkan oleh para elit baik yang berada pada jajaran

    pemerintahan maupun yang berada di luar pemerintahan.

  • Universitas Indonesia

    Dalam perkembangnnya studi mengenai retorika presidensial dewasa ini,

    berbicara mengenai bagimana statement jajaran eksekutif dapat

    mempengaruhi publik dan lebih jauh lagi mempengaruhi kebijakan. Salah

    satunya adalah penelitian yang dilakukan Andrew B.Whitford dan Jeff

    Yates (Whitford&Yates,hal.6). Mereka menggambarkan bagaimana retorika

    jajaran eksekutif dapat mempengaruhi agenda publik dan lebih jauh

    mempengaruhi kebijakan yang dibuat di parlemen. Penelitian mengenai

    pengaruh retorika presidensial yang efektif mempengaruhi agenda publik

    sampai pada tingkat legislatif juga dikemukan oleh Brandice Canes Wrone

    (Whitford&Yates,hal.7). Topik mengenai retorika presidensial ini mencoba

    melihat apakah ketika Orator dalam hal ini Wakil Presiden berbicara, rakyat

    mendengar? Apakah birokrasi merubah prilakunya berdasarkan prioritas

    Wakil Presiden? Hasil Penemuan selama ini menyatakan pernyataan Wakil

    Presiden menjadi kekuatan yang besar untuk mempengaruhi Opini Publik.

    Jeffrey E. Cohen (Rahmat,1994,hal.19) dalam penelitiannya menemukan

    bahwa retorika presidensial mampu mempengaruhi agenda publik.

    Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana pengaruh retorika dalam

    menghadapi sebuah krisis dengan menggunakan teori Image Restoration

    terhadap Opini Publik. Selanjutnya untuk sampai pada kesimpulan yang

    menunjukan apakah retorika Wakil Presiden dalam menghadapi krisis

    kepercayaan publik terhadap keputusan pemerintah mempengaruhi Opini

    Publik diperlukan suatu metode analisis. Dalam penelitian ini metode yang

    digunakan adalah analisis pemulihan citra.

    2.5. Komunikasi Krisis dan Image Restoration Theory (Teori Pemulihan

    Citra)

    2.5.1. Komunikasi Krisis

    Retorika politik dibutuhkan juga ketika komunikator politik

    menemukan konflik ataupun menghadapi krisis, dimana krisis dapat

  • Universitas Indonesia

    mengancam reputasi komunikator politik. Bagi sebuah perusahaan,

    badan pemerintah, dan individu, image dan reputasi sangatlah penting.

    Karena itu bila reputasi jatuh, dibutuhkan sumber daya yang besar

    untuk memulihkan. Dalam bahasan sehari-hari, reputasi dimaksudkan

    sebagai image yang menancap di benak komunikan terhadap

    komunikator berdasarkan fakta seberapa baik komunikator memenuhi

    harapan mereka (Ludwig,2011, hal.108).

    Krisis menurut Barton (Ngurah Putra, 1999, hal. 84) adalah

    peritiwa besar yang secara potensial berdampak negatif terhadap baik

    perusahaan maupun publik. Peristiwa ini mungkin secara cukup

    berarti merusak organisasi, karyawan, produk, jasa yang dihasilkan

    organisasi, kondisi keuangan dan reputasi perusahaan.

    Menurut Otto Lerbinger yang pendapatnya dikutip Mazur & White

    (1998, hal.32) kategori krisis dapat dikelompokkan sebagai berikut:

    1. Krisis teknologis (technological crisis). Dalam era

    pascaindustri ini makin banyak koorporasi yang tergantung

    pada kemajuan dan keandalan teknologi, sehingga bilamana

    teknologinya gagal maka akibatnya bagi masyarakat sangat

    dahsyat.

    2. Krisis konfrontasi (confrontation crisis). Krisis timbul karena

    gerakan masa melakukan proses dan kecaman terhadap

    korporasi.

    3. Krisis tindak kejahatan (crisis of malevolence). Krisis timbul

    sebagai akibat dari tindakan beberapa orang atau kelompok-

    kelompok terorganisasi.

    4. Krisis kegagalan manajemen (crisis of management failures).

    Krisis muncul karena terjadinya salah urus dan

    penyalahgunaan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang

    diberi kewenangan khusus.

    5. Krisis ancaman-ancaman lain (crisis involving other threats to

    the organization). Dalam perkembangan sekarang, krisis

  • Universitas Indonesia

    terutama dapat berbentuk likuidasi, pencaplokan, dan merger

    perusahaan.

    Pada dasarnya, setiap krisis mengancam reputasi atau citra. Dalam

    konteks ini, komunikasi krisis yang efektif akan meminimalkan citra

    negatif ataupun Opini Publik yang negatif akibat kerusakan reputasi

    atau citra akibat krisis. Dengan kata lain, ketika terjadi krisis,

    komunikasi krisis yang efektif menjadi alat dalam upaya membangun,

    memulihkan dan mempertahankan citra positif. Pesan-pesan yang

    disampaikan dalam komunikasi politik memainkan peran penting

    dalam situasi krisis. Disini komunikator harus jeli menyusun dan

    menyediakan informasi untuk menjelaskan suatu krisis dan membantu

    mengurangi kerusakan dan dampak krisis terhadap komunikator.

    Pada saat krisis, komunikator politik dituntut menciptakan suatu

    komunikasi atau pesan-pesan untuk menangani krisis. Bila pesan-

    pesan yang disampaikan komunikator tidak tepat, hal itu bisa

    memperburuk situasi krisis (Ludwig,2011, hal.109).

    Sebuah fitur penting dari komunikasi krisis adalah pengelolaan

    komunikasi yang kompleks. Gregory dalam Benoit menunjukkan

    bahwa berkomunikasi dalam suatu krisis adalah tindakan

    penyeimbangan yang sulit. Disini komunikator harus menghadapi

    situasi cara menyampaikan pesan yang harus disampaikan secara

    internal maupun eksternal (Benoit,1995,hal.97).

    Aturan baku komunikasi krisis adalah saat terjadi krisis,

    komunikator harus sesegera mungkin merespon dan menyampaikan

    informasi kepada semua khalayak kunci melalui pesan sederhana dan

    mudah dipahami. Akan tetapi, yang terdengar sederhana di atas kertas

    lebih sulit dalam praktek. Sebab dalam krisis yang sebenarnya, budaya

    dan struktur organisasi sangat mempengaruhi penerapan komunikasi

    krisis.

    Untuk menjaga kredibilitas, komunikator harus bereaksi dan

    merespon dengan cepat, informasi dikelola secara efektif dan

  • Universitas Indonesia

    diberikan pada saat yang sama kepada semua pihak. Sikap jujur sangat

    penting untuk komunikasi krisis. Satu aturan dasar untuk menangani

    krisis adalah dengan mengatakan kebenaran secara cepat. Seperti

    dikatakan Rosady Ruslan (1999,hal.73) suatu krisis, dapat

    menimbulkan resiko sebagai berikut:

    1. Intensitas masalah menjadi meningkat;

    2. Menjadi sorotan publik, baik melalui liputan media massa,

    informasi yang disebarkan melalui mulut ke mulut;

    3. Merusak sistem kerja, etos kerja, dan mengacaukan sendi-

    sendi organisasi secara total yang mengakibatkan lumpuhnya

    kegiatan;

    4. Mengundang ikut campur tangan pemerintah, yang mau tidak

    mau harus turut mengatasi masalah yang timbul;

    Komunikasi, terutama selama krisis, secara langsung

    mempengaruhi persepsi publik dan organisasi yang dapat

    mempengaruhi kepentingan jangka panjang organisasi dalam hal ini

    pemerintahan SBY - Boediono.

    Caldiero, Taylor dan Ungureanu menganggap hubungan dengan

    media selama krisis bahkan lebih penting daripada biasanya. Mereka

    menunjukkan bahwa sangat penting bagi pemerintah dalam hal ini

    komunikator politik untuk berkomunikasi secara teratur dengan

    pemangku kepentingan internal dan eksternal. Kelompok-kelompok

    ini dapat mendukung organisasi pada saat krisis dan membantu

    membingkai krisis untuk media dan publik. Namun, mendengarkan

    kelompok ini adalah sama pentingnya (Coombs and

    Holladay,2010,hal.103).

    Teknologi komunikasi baru juga telah secara dramatis mengubah

    cara informasi dan komunikasi yang ditransmisikan pada saat terjadi

    krisis. Tidak hanya berita tentang situasi krisis yang dengan cepat

    menyebar ke seluruh dunia, organisasi juga dapat menggunakan

  • Universitas Indonesia

    teknologi komunikasi baru untuk keuntungan mereka berkomunikasi

    dengan para pemangku kepentingan internal dan eksternal.

    Misalnya, di samping siaran pers tradisional, organisasi juga dapat

    menggunakan email, web dokumen, video, audio, dan komentar

    berbasis Web dan analisis. Salah satu contoh penggunaan teknologi

    komunikasi baru yang tidak tersedia di masa lalu adalah blogging,

    yang menciptakan kemungkinan komunikasi ganda untuk organisasi

    dan para pemangku kepentingan.

    Ketersediaan media baru telah meningkat pesat dalam dekade

    terakhir ini dan memperluas pilihan komunikasi untuk organisasi

    selama krisis. Pemerintah tidak lagi terbatas pada media tradisional

    untuk berkomunikasi dengan setiap pemangku kepentingan, mereka

    juga dapat menggunakan sumber daya internet. website organisasi,

    misalnya, merupakan cara yang efektif dan sangat mudah diakses

    untuk menyediakan khalayak yang berbeda dengan informasi tentang

    krisis yang sedang berlangsung.

    Coombs dan Holladay melihat Internet sebagai salah satu pilihan

    bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan cepat dengan pemangku

    kepentingan mereka dalam situasi krisis. Menurut mereka

    perkembangan Internet memiliki pengaruh signifikan terhadap

    komunikasi korporat. Kecepatan dan kesederhanaan pertukaran

    informasi tidak hanya memudahkan bagi organisasi untuk

    berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan mereka, hal itu

    juga telah mengubah harapan. Waktu menjadi elemen penting dalam

    komunikasi krisis dan pemangku kepentingan sekarang memiliki

    harapan yang lebih besar dari informasi segera mungkin tentang

    peristiwa krisis (2010,hal.110).

    Jaringan sosial seperti blog, Twitter, podcast, dan YouTube juga

    semakin banyak digunakan untuk mendistribusikan pesan,

    membangun dialog, atau melanjutkan percakapan dengan para

    pemangku kepentingan. Cara lain untuk menggunakan media sosial

  • Universitas Indonesia

    dapat untuk memindai tanda-tanda krisis berkembang. Blog, video,

    atau kelompok pelanggan di Facebook memberikan informasi penting

    tentang bagaimana memandang stakeholder organisasi. Sekarang

    pemerintah juga dapat menggunakan media baru untuk berkomunikasi

    dengan para pemangku kepentingan mereka dalam situasi krisis, misal

    kalangan DPR, masyarakat dan organisasi non pemerintah. Pemangku

    kepentingan sendiri bisa digunakan, misalnya, blog untuk

    berkomunikasi dan bertukar informasi, tidak hanya dengan organisasi,

    tetapi juga dengan para pemangku kepentingan lainnya, tanpa dibatasi

    oleh geografi.

    Gambaran diatas menunjukkan dengan jelas bahwa satu dan

    kejadian yang sama dapat menciptakan reaksi penonton yang sama

    sekali berbeda. Sebuah strategi yang efektif dalam satu budaya atau

    negara tidak dijamin akan sukses di tempat lain. Ini karena pada

    dasarnya setiap krisis itu unik.

    Hal ini membuat sulit para komunikator politik, terutama yang

    bertanggungjawab bila terjadi krisis, untuk strategi pemulihan citra.

    Akan tetapi, seperti yang ditulis di bagian sebelumnya, pada dasarnya

    setiap strategi pemulihan citra mempunyai kemiripan. Hanya

    kerangkanya yang mungkin perlu dimodifikasi agar sesuai dengan

    situasi khusus, meski hal itu harus dilakukan secara hati-hati.

    2.5.2. Asumsi Dasar Teori Pemulihan Citra

    Penelitian ini akan menggunakan teori pemulihan citra (image

    restoration theory) dengan pendekatan retorika yang diperkenalkan

    oleh William L. Benoit.

    Analisis retorika politik menggunakan teori pemulihan citra

    memiliki empat sistem pendekatan analisis (Benoit,1995,hal.30).

  • Universitas Indonesia

    Teori pemulihan citra bertujuan untuk fokus dalam identifikasi

    pemilihan kalimat dalam sebuah retorika politik, antara lain

    pernyataan dalam konferensi pers atau sebuah pidato.

    Teori pemulihan citra mengasumsikan bahwa, pertama,

    komunikasi adalah sebuah aktivitas yang efektif dalam mencapai

    sebuah tujuan. Kedua, mempertahankan reputasi atau citra positif

    adalah pusat dari tujuan tersebut. Komunikator politik memiliki

    banyak tujuan, beberapa diantaranya tidak sesuai dengan keinginan

    komunikan ataupun stakeholder. Dengan kata lain, untuk menuju

    suatu tujuan dari komunikasi, beberapa hal kurang diperhatikan.

    Namun, komunikator harus mencoba meraih tujuan komunikasi

    dengan berbagai cara yang terbaik.

    Teori ini mengklaim bahwa konsep dasar dari pemulihan citra

    adalah memperbaiki/mempertahankan citra yang baik yang

    merupakan hal terpenting dari tujuan ini. Untuk itu sebagai

    komunikator, perlu memiliki strategi mempertahankan citra positif

    tersebut. Karena terkadang komunikator melalukan kesalahan yang

    membuat citra komunikator menjadi tidak aman, dan menjadi subjek

    yang diserang. Ketika komunikator berhadapan dengan kejadian yang

    akan merusak citranya, dengan apapun penyebabnya, maka jalan satu-

    satunya adalah dengan memperbaikinya atau memulihkannya

    (1995,hal.31).

    2.5.3. Diskursus Teori Pemulihan Citra

    Sejak komunikasi adalah salah satu dari aktivitas antar manusia

    dalam menuju suatu tujuan, maka komunikasi memfokuskan pada satu

    hal, memulihkan atau melindungi sebuah reputasi atau citra.

    Pemulihan citra/reputasi adalah tujuan utama berkomunikasi dengan

    retorika.

  • Universitas Indonesia

    Karena citra atau reputasi merupakan hal yang penting bagi

    komunikator, ketika diserang kita membuat suatu pertahanan, dan

    melakukan kegiatan yang dapat mengurangi kekhawatiran. Hal ini

    terjadi ketika (a) dimana terjadi tindakan yang tidak diinginkan, (b)

    komunikator bertanggung jawab atas tindakan itu. Reputasi atau Citra

    komunikator beresiko jika komunikan percaya bahwa kedua kondisi

    diatas terjadi. Namun jika komunikan percaya bahwa komunikator

    bertanggungjawab atas suatu tindakan yang salah, maka komunikator

    bersiap jika citranya menjadi negatif. Jika komunikator berpikir

    bahwa dirinya melakukan tindakan yang jelas, maka komunikator

    biasanya tidak akan meminta maaf, namun memberikan solusi kepada

    lembaga lain untuk memulihkan citranya (1995,hal.40).

    2.5.4. Strategi Pemulihan Citra

    Penyangkalan: Komunikator mungkin menyangkal bahwa sebuah

    tindakan terjadi/diambil bukan karena pilihan komunikator tersebut,

    hi