44
BAB I PENDAHULUAN Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat . . Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ). Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan. Spora 1

Laporan Kasus revisi

  • Upload
    vera

  • View
    30

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

uihoi

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus revisi

BAB I

PENDAHULUAN

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin

yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang

periodik dan berat.. Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada

tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan

tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri.

lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari

tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ).

Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang

disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh

Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan

otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil

mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga

melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik.

Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti

menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan

hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum,

melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis

pernapasan. Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka

pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi

tali pusat (Tetanus Neonatorum ).

1

Page 2: Laporan Kasus revisi

BAB II

KASUS

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Tn. S

Usia : 48 thn

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Alamat : Cianjur

Masuk RS : 19 Mei 2014

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis

KELUHAN UTAMA :

Kejang

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Sejak 10 hari yang lalu, pasien mengalami kejang pada seluruh

tubuh, kejang dalam 1 hari > 10 kali, selama < 5 menit. Kejang dialami

tiba-tiba, tanpa adanya rangsangan dan bertambah setelah dipijat. Kejang

semakin hari semakin bertambah. Kejang berupa kaku diseluruh tubuh,

tanpa disertai dengan penurunan kesadaran baik saat ataupun sesudah

terjadinya kejang.

Keluhan kejang sebelumnya didahului dengan tidak bisa membuka

mulut dan kaku pada leher, sejak 3 hari sebelumnya, keluhan tersebut

kemudian bertambah setiap harinya sampai kaku pada seluruh tubuh dan

anggota gerak.

1 bulan SMRS, pasien pernah digigit oleh ular, saat sedang bekerja

disawah. Setelah digigit ular, pasien langsung dibawa ke mantri, dan diberi

pengobatan. Namun luka yang timbul akibat gigitan ular tidak dilakukan

perawatan.

2

Page 3: Laporan Kasus revisi

Selama perjalanan penyakit, pasien mengalami panas badan yang

hilang timbul dan tidak terlalu tinggi, disertai keluar keringat banyak, tidak

dapat makan, namun masih dapat minu perlahan dan sedikit, dan pegal

pada seluruh tubuh. keluhan tidak disertai dengan sesak napas, jantung

berdebar, mual, muntah dan penurunan kesadaran. BAK baik. Pasien tidak

BAB sejak 5 hari yang lalu.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

- Riwayat kejang sebelumnya tidak ada

RIWAYAT PENGOBATAN:

- Pasien tidak mengetahui tentang riwayat imunisasi tetanus yang pernah

dimilikinya.

RIWAYAT PENYAKIT ALERGI:

- Riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, debu dan cuaca

disangkal oleh pasien

III.STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : sakit sedang

Tanda-Tanda Vital :

Denyut Nadi : 80 x/mnt, reguler, kuat angkat, isi cukup

TD : 150/90mmHg

Pernafasan : 20x/mnt

Suhu : 37,6oC

Kepala dan Leher :

Kepala : Normocephal, wajah rhisus sardonikus (+)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung : Sekret (-), epistaksis (-/-), septum deviasi (-), pernapasan

cuping hidung (-)

Telinga : Bentuk normotia, secret (-)

3

Page 4: Laporan Kasus revisi

Mulut : Trismus (+) 1 cm, bibir lembab (+), perioral cyanosis (-),

lidah kotor (sulit dinilai)

Leher : Kuduk kaku (+), pembesaran KGB (-), peningkatan JVP

(-)

Thoraks

- Bentuk normochest,

- Pernapasan abdominothorakal,

- Punggung : Opistotonus (+)

Paru :

- Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris,

retraksi sela iga (-)

- Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru

- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, ronchi (-/-),

wheezing (-/-)

Jantung :

- Inspeksi : Ictus Cordis terlihat di ICS V linea mid clavicula sinistra

- Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS V linea mid clavicula sinistra

- Perkusi : Batas jantung kanan relative di ICS V linea parasternal

dextra

Batas jantung kiri relative di ICS V linea mid clavicula

sinistra

- Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : abdomen datar,

- Palpasi : Spasme otot abdomen (+), nyeri epigastrium (-) , turgor

baik, hepar dan lien sulit dinilai.

- Perkusi : timpani pada ke-empat kuadran abdomen

- Auskultasi : bising usus normal

Ekstremitas

4

Page 5: Laporan Kasus revisi

- Superior : Spastik, keadaan fleksi pada tangan kiri, tonus meninggi,

Vulnus morsum ad region digiti IV manus sinustra,

dengan jaringan nekrotik, berwarna kehitaman.

Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-)

- Inferior : Spastik, keadaan ekstensi dan plantarfleksi, tonus

meninggi, Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-),

sianosis (-)

IV.STATUS NEUROLOGIK

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4M6V5 (15)

RANGSANG MENINGEAL

Kaku Kuduk : (-)

Laseuge, Kernig : tidak dapat dinilai

Bruinski I/II/II : (-)

SARAF CRANIAL

N.I (OLFAKTORIUS) KANAN KIRI

Daya Pembau : Normosmia Normosmia

N.II (OPTIKUS ) KANAN KIRI

Daya Penglihatan : + +

Pengenalan Warna : Tidak dilakukan

Lapang pandang : Baik

Fundus Okuli : dalam batas normal

N.III (OKULOMOTORIUS) KANAN KIRI

Ptosis : - -

Gerakan Mata : baik

Ukuran pupil : 3 mm 3 mm

Refleks cahaya direct : (+/+)

5

Page 6: Laporan Kasus revisi

Refleks cahaya indirect : (+/+)

Refleks Akomodasi : (+/+)

Diplopia : tidak ada

N.IV (TROKHLEARIS) KANAN KIRI

Gerakan mata ke medial bawah : + +

Strabismus konvergen : (-)

Diplopia : tidak ada

N.V (TRIGEMINUS) KANAN KIRI

Menggigit : (+) (+)

Membuka Mulut : Terbatas, trismus 1 cm

Sensibilitas : (+) (+)

Oftalmikus : (+) (+)

Maksila : (+) (+)

Mandibula : (+) (+)

Reflek kornea : (+) (+)

N.VI (ABDUSEN) KANAN KIRI

Gerakan mata ke lateral : (+) (+)

Diplopia : tidak ada

N.VII (FASIALIS) KANAN KIRI

Kerutan kulit dahi : (+), simetris

Kedipan mata : (+) (+)

Lipatan naso-labial : simetris

Sudut mulut : simetris

Menutup mata : baik dan simetris

Meringis : simetris

Daya kecap lidah 2/3 depan : sulit dinilai

N.VIII(VESTIBULOCHOCLEARIS)

6

Page 7: Laporan Kasus revisi

KANAN KIRI

Mendengar suara berbisik : + +

Tes rinne : + +

Tes weber : tidak ada lateralisasi

Tes Schawabach : sama dengan pemeriksa

NIX (GLOSOFARINGEUS)

Arkus farings : sulit dinilai

Arkus faringssaat bergerak : sulit dinilai

Daya kecap lidah 1/3 belakang : sulit dinilai

Reflex muntah : sulit dinilai

N.X(VAGUS) KANAN KIRI

Denyut Nadi : 80x/mnt 80x/mnt

Menelan : (+)

N.XI (ASESORIUS) KANAN KIRI

Memalingkan Kepala : Sulit dinilai

Sikap Bahu : baik baik

Mengangkat Bahu : Sulit dinilai

Atropi Otot bahu : (-)

N.XII(HIPOGLOSUS)

Sikap lidah : sulit dinilai

Atropi otot lidah : sulit dinilai

Fasikulasi lidah : sulit dinilai

MOTORIK

Sikap :

Eksitemitas atas : Fleksi pada tangan kiri,

Ekstremitas bawah : Ekstensi dan plantar fleksi pada kedua kaki

Kekuatan : 5 0

7

Page 8: Laporan Kasus revisi

0 0

Tonus : Spastik Spastik

Spastik Spastik

Atropi : - -

- -

Klonus

Kaki : -/-

Patella : -/-

SENSORIK

Nyeri : Ekstremitas Atas : normostesia

Ekstremitas Bawah : normostesia

Raba : Ekstremitas Atas : normostesia

Ekstremitas Bawah : normostesia

Suhu : Ekstremitas Atas : normostesia

Ekstremitas Bawah : normostesia

REFLEKS FISIOLOGIS

Refleks bisep : ++/sulit dinilai

Refleks trisep : ++/sulit dinilai

Refleks brachioradialis : ++/sulit dinilai

Refleks patella : sulit dinilai/sulit dinilai

Refleks achilles : sulit dinilai/sulit dinilai

REFLEKS PATOLOGIS

Babinski : -/-

Chaddock : -/-

Oppenheim : -/-

Gardon : -/-

FUNGSI VEGETATIF

8

Page 9: Laporan Kasus revisi

Miksi : Baik

Defekasi :

FUNGSI LUHUR

Dilakukan pada tanggal 19 Mei 2014

Score MMSE : 26 Normal

KOORDINASI,LANGKAH DAN KESEIMBANGAN

Cara Berjalan : tidak dilakukan

Rebound Fenomen : (-)

Disemtris : (-)

Tes telunjuk hidung : normal

Tes telunjuk - telunjuk : normal

9

Page 10: Laporan Kasus revisi

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 17 Mei 2014

Parameter Nilai Satuan Nilai Normal

WBC 10.4 103/ul 4.8 – 10.8

LY 21.1 % 20.0 – 40.0

MO 3.4 % 0.0 – 11.0

GR 75.5 % 40.0 – 70.0

LY 2.2 103/ul 1.0 – 4.3

MO 0.4 103/ul 0.0 – 1.2

GR 7.8 103/ul 1.9 – 7.6

RBC 5.00 106/ul 4.20 – 5.40

HGB 14.2 g/dl 12.0 – 16.0

HCT 44.8 % 37.0 – 47.0

MCV 89.6 Fl 80.0 – 94.0

MCH 28.4 Pg 27.0 – 31.0

MCHC 31.7 g/dl 33.0 – 37.0

PLT 259 103/ul 150000 – 450000

RDW 12.2 % 9.0 – 14.0

PCT 0.09 % 0.100 – 0.500

MPV 3.8 Fl 9.0 – 12.0

PDW 17.9 % 10.0 – 18.0

GDS : 87 mg%

VI.DIAGNOSA

Tetanus grade II (sedang) e.c post snake bite

VII. RENCANA TERAPI

- Rawat diruang Isolasi

- Debridement luka

- IVFD NaCL 20gtt/mnt

- ATS 20.000 unit

10

Page 11: Laporan Kasus revisi

- Metronidazole 3x500 mg

- Diazepam 12 x 10 mg

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

IX.FOLLOW UP

Tanggal 20 Mei 201 4

S : kejang (+) > 10 kali, kaku (+) demam (-), sesak napas (-), makan (-),

minum (+)

O : TD : Tekanan Darah : 140 / 80 mmHg

Nadi : 88 x / menit reguler, kuat angkat, isi cukup

Pernapasan : 28 x / menit

Suhu : 35,8 o

Rhisus sardonikus (-)

Trismus (+) 2 cm

Kuduk kaku (+)

Opistotonus (+)

Perut papan (+)

Kejang (+)

Tanda-tanda disotonom (-)

Status neurologis

Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Laseuge/Kernig (tidak

terbatas) Brudzinski I/II/II (-/-/-)

Saraf otak : Dalam batas normal

Motorik : Hipertonus (+)

5 5

5 5

Sensorik : Sensibilitas baik, rangsang nyeri baik

Vegetatif : Retensio urine (-)

11

Page 12: Laporan Kasus revisi

Retensio alvi (-)

Fungsi luhur : Baik

Refleks fisiologis :

Refleks bisep : ++/sulit dinilai

Refleks trisep : ++/sulit dinilai

Refleks brachioradialis : ++/sulit dinilai

Refleks patella : sulit dinilai/sulit dinilai

Refleks achilles : sulit dinilai/sulit dinilai

Refleks patologis :

Babinski : -/-

Chaddock : -/-

Oppenheim : -/-

Gardon : -/-

A : Tetanus grade II (sedang) e.c post snake bite

P : Infus RL 20 gtt/menit

ATS 20.000 unit

Metronidazole 3x500 mg

Diazepam 12 x 10 mg

Tanggal 21 Mei 201 4

S : kejang (+) berkurang, kaku (+) pada leher, pundak dan punggung.

Kaki dan tangan sudah tidak terlalu kaku. demam (-), sesak napas (-),

makan (-), minum (+)

O : TD : Tekanan Darah : 130 / 80 mmHg

Nadi : 84 x / menit reguler, kuat angkat, isi cukup

Pernapasan : 22 x / menit

Suhu : 36,2 o

Rhisus sardonikus (-)

Trismus (+) 2 cm

Kuduk kaku (+)

Opistotonus (+)

Perut papan (+)

12

Page 13: Laporan Kasus revisi

Kejang (+)

Tanda-tanda disotonom (-)

Status neurologis

Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Laseuge/Kernig (tidak

terbatas) Brudzinski I/II/II (-/-/-)

Saraf otak : Dalam batas normal

Motorik : Hipertonus (+)

5 5

5 5

Sensorik : Sensibilitas baik, rangsang nyeri baik

Vegetatif : Retensio urine (-)

Retensio alvi (-)

Fungsi luhur : Baik

Refleks fisiologis :

Refleks bisep : ++/++

Refleks trisep : ++/++

Refleks brachioradialis : ++/++

Refleks patella : ++/++

Refleks achilles : ++/++

Refleks patologis :

Babinski : -/-

Chaddock : -/-

Oppenheim : -/-

Gardon : -/-

A : Tetanus grade II (sedang) e.c post snake bite

P : Infus RL 20 gtt/menit

Metronidazole 3x500 mg

Diazepam 12 x 10 mg

Tanggal 22 Mei 2014

S : kejang berkurang, saat malam 5 kali. kaku (+) pada leher, pundak dan

punggung.. demam (-), sesak napas (-), makan (-), minum (+). BAB (-)

13

Page 14: Laporan Kasus revisi

O : TD : Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg

Nadi : 76 x / menit

Pernapasan : 20 x / menit

Suhu : 36,8 o

Rhisus sardonikus (-)

Trismus (+) 2,5 cm

Kuduk kaku (+)

Opistotonus (+)

Perut papan berkurang

Kejang (+)

Tanda-tanda disotonom (-)

Status neurologis

Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Laseuge/Kernig (tidak

terbatas) Brudzinski I/II/II (-/-/-)

Saraf otak : Dalam batas normal

Motorik : Hipertonus (+)

5 5

5 5

Sensorik : Sensibilitas baik, rangsang nyeri baik

Vegetatif : Retensio urine (-)

Retensio alvi (-)

Fungsi luhur : Baik

Refleks fisiologis :

Refleks bisep : ++/++

Refleks trisep : ++/++

Refleks brachioradialis : ++/++

Refleks patella : ++/++

Refleks achilles : ++/++

Refleks patologis :

Babinski : -/-

Chaddock : -/-

Oppenheim : -/-

14

Page 15: Laporan Kasus revisi

Gardon : -/-

A : Tetanus grade II (sedang) e.c post snake bite

P : Infus RL 20 gtt/menit

Metronidazole 3x500 mg

Diazepam 12 x 10 mg

X. RESUME

Anamnesis

Seorang laki-laki 48 tahun, bekerja sebagai petani datang ke RSUD

Cianjur pada tanggal 2 Januari 2013 dengan keluhan kejang sejak 10 hari

SMRS, Sejak 10 hari yang lalu, pasien mengalami kejang pada seluruh

anggota gerak, kejang dalam 1 hari > 10 kali, selama < 5 menit. Kejang

dialami tiba-tiba, tanpa adanya rangsangan dan dapat meningkat setelah

diberi rangsangan pijatan. Kejang semakin hari semakin bertambah.

Kejang berupa kaku dan kelojotan, tanpa disertai dengan penurunan

kesadaran baik saat ataupun sesudah terjadinya kejang.

Keluhan kejang sebelumnya didahului oleh kaku pada mulut dan

leher, sejak 13 hari SMRS, keluhan tersebut kemudian bertambah setiap

harinya sampai kaku pada seluruh tubuh dan anggota gerak.

1 bulan SMRS, pasien pernah digigit oleh ular, saat sedang bekerja

disawah. Setelah digigit ular, pasien langsung dibawa ke mantri, dan diberi

pengobatan. Namun luka yang timbul akibat gigitan ular tidak dilakukan

perawatan.

Selama perjalanan penyakit, pasien mengalami panas badan yang

hilang timbul dan tidak terlalu tinggi, disertai keluar keringat banyak, tidak

dapat makan, namun masih dapat minu perlahan dan sedikit, dan pegal

pada seluruh tubuh. keluhan tidak disertai dengan sesak napas, jantung

berdebar, mual, muntah dan penurunan kesadaran. BAK baik. BAB

terganggu sejak 5 hari yang lalu.

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : compos mentis

Tanda-Tanda Vital :

15

Page 16: Laporan Kasus revisi

Denyut Nadi : 80 x/mnt, reguler, kuat angkat, isi cukup

TD : 150/90mmHg

Pernafasan : 20x/mnt

Suhu : 37,6oC

Kepala dan Leher :

Kepala : Normocephal, wajah rhisus sardonikus (+)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung : Sekret (-), epistaksis (-/-), septum deviasi (-), pernapasan

cuping hidung (-)

Telinga : Bentuk normotia, secret (-)

Mulut : Trismus (+) 1 cm, bibir lembab (+), perioral cyanosis (-),

lidah kotor (sulit dinilai)

Leher : Kuduk kaku (+), pembesaran KGB (-), peningkatan JVP

(-)

Thoraks

- Bentuk normochest,

- Pernapasan abdominothorakal,

- Punggung : Opistotonus (+)

Paru :

- Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris,

retraksi sela iga (-)

- Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru

- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, ronchi (-/-),

wheezing (-/-)

Jantung :

- Inspeksi : Ictus Cordis terlihat di ICS V linea mid clavicula sinistra

- Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS V linea mid clavicula sinistra

- Perkusi : Batas jantung kanan relative di ICS V linea parasternal

dextra

Batas jantung kiri relative di ICS V linea mid clavicula

sinistra

16

Page 17: Laporan Kasus revisi

- Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : abdomen datar,

- Palpasi : Perut papan (+), nyeri epigastrium (-) , turgor baik, hepar

dan lien sulit dinilai.

- Perkusi : timpani pada ke-empat kuadran abdomen

- Auskultasi : bising usus normal

Ekstremitas

- Superior : Spastik, keadaan fleksi pada tangan kiri, tonus meninggi,

Vulnus morsum ad region digiti IV manus sinustra,

dengan jaringan nekrotik, berwarna kehitaman.

Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-)

- Inferior : Spastik, keadaan ekstensi dan plantarfleksi, tonus

meninggi, Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-),

sianosis (-)

Status Neurologis

Rangsang Meningeal : kaku kuduk (-),

Kerning dan laseuge (tidak terbatas)

Brudzinzki I/II/II (-/-/-)

Saraf Cranial : Pupil bulat isokor Ø ODS 3 mm

Refleks cahaya (+/+)

Gerak bola mata baik

Wajah simetris, lidah tidak didapatkan

lateralisasi.

Sensorik : normostesi

Motorik : 5 5

5 5

Fungsi Vegetatif : BAB sulit

Refleks Fisiologis :

17

Page 18: Laporan Kasus revisi

Refleks bisep : ++/sulit dinilai

Refleks trisep : ++/sulit dinilai

Refleks brachioradialis : ++/sulit dinilai

Refleks patella : sulit dinilai/sulit dinilai

Refleks achilles : sulit dinilai/sulit dinilai

Refleks Patologis :

Babinski : -/-

Chaddock : -/-

Oppenheim : -/-

Gardon : -/-

XI.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 17 Mei 2014

Parameter Nilai Satuan Nilai Normal

WBC 10.4 103/ul 4.8 – 10.8

LY 21.1 % 20.0 – 40.0

MO 3.4 % 0.0 – 11.0

GR 75.5 % 40.0 – 70.0

LY 2.2 103/ul 1.0 – 4.3

MO 0.4 103/ul 0.0 – 1.2

GR 7.8 103/ul 1.9 – 7.6

RBC 5.00 106/ul 4.20 – 5.40

HGB 14.2 g/dl 12.0 – 16.0

HCT 44.8 % 37.0 – 47.0

MCV 89.6 Fl 80.0 – 94.0

MCH 28.4 Pg 27.0 – 31.0

MCHC 31.7 g/dl 33.0 – 37.0

PLT 259 103/ul 150000 – 450000

RDW 12.2 % 9.0 – 14.0

PCT 0.09 % 0.100 – 0.500

MPV 3.8 Fl 9.0 – 12.0

18

Page 19: Laporan Kasus revisi

PDW 17.9 % 10.0 – 18.0

GDS : 87 mg%

XII. DIAGNOSA

Tetanus grade II e.c post snake bite

XIII. RENCANA TERAPI

- Rawat diruang Isolasi

- Debridement luka

- IVFD NaCL 20gtt/mnt

- ATS 20.000 unit

- Metronidazole 3x500 mg

- Diazepam 12 x 10 mg

XIV. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

XV. FOLLOW UP

3 Januari 2013 4 Januari 2013 5 Januari 2013

Subjective - kejang (+) > 10

kali,

- kaku (+)

- demam (-),

- sesak napas (-),

- makan (-),

- minum (+)

- kejang (+)

berkurang,

- kaku (+) pada

leher,pundak dan

punggung.

- Kaki dan tangan

sudah tidak terlalu

kaku.

- demam (-),

- sesak napas (-),

- makan (-), minum

- kejang berkurang,

saat malam 5 kali.

- kaku (+) pada

leher, pundak dan

punggung

- demam (-),

- sesak napas (-),

- makan (-),

- minum (+).

- BAB (-)

19

Page 20: Laporan Kasus revisi

(+)

Objective - Rhisus sardonikus

(-)

- Trismus (+) 2 cm

- Kuduk kaku (+)

- Opistotonus (+)

- Perut papan (+)

- Kejang (+)

- Tanda-tanda

disotonom (-)

- Rhisus sardonikus

(-)

- Trismus (+) 2 cm

- Kuduk kaku (+)

- Opistotonus (+)

- Perut papan (+)

- Kejang (+)

- Tanda-tanda

disotonom (-)

- Rhisus sardonikus

(-)

- Trismus (+) 2,5 cm

- Kuduk kaku (+)

- Opistotonus (+)

- Perut papan

berkurang

- Kejang (+)

- Tanda-tanda

disotonom (-)

Assasemen

t

Tetanus Grade II Tetanus Grade II Tetanus Grade II

Planning - Infus RL 20

gtt/menit

- Metronidazole3x50

0 mg

- Diazepam 12 x

10 mg

- Infus RL 20

gtt/menit

- Metronidazole3x50

0 mg

- Diazepam 12 x 10

mg

- Infus RL 20

gtt/menit

- Metronidazole3x50

0 mg

- Diazepam 12 x 10

mg

20

Page 21: Laporan Kasus revisi

BAB III

ANALISA MASALAH

DAFTAR MASALAH

2.1 Mengapa pada pasien ini didiagnosis Tetanus grade II (sedang)?

2.2 Bagaimana gigitan ular dapat menyebabkan tetanus?

2.3 Mengapa pada tetanus dapat terjadi kejang?

2.4 Bagaimana penatalaksanaan tetanus pada kasus?

PEMBAHASAN MASALAH

2.1 Mengapa pada pasien ini didiagnosis Tetanus grade II (sedang)?

Definisi

Tetanus adalah penyakit yang ditandai dengan onset akut hypertonia,

kontraksi otot yang menyakitkan (biasanya dari otot-otot rahang dan leher), dan

kejang otot umum tanpa penyebab medis lainnya jelas.

Manifestasi klinis yang timbul pada tetanus :

Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7

hari.

Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya

Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari

leher.

Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena

spasme Otot masetter.

Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )

Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik

keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .

Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,

tungkai dengan Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya

kesadaran tetap baik.

Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,

retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak )

21

Page 22: Laporan Kasus revisi

Pada kasus :

Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien mengalami kejang yang diawali

dengan kekakuan akibat kontraksi otot berlebihan terutama dari otot rahang,

wajah dan leher, kemudian pasien mengalami kejang tanpa sebab lain yang jelas,

kejang semakin lama semakin bertambah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Kesadaran : Compos Mentis

Kepala :

- Wajah rhisus sardonikus (+)

- Trismus (+)

- Opistotonus (+)

- Sianosis (-)

- Abdomen : Spasme otot abdomen (+)

- Ekstremitas :

o Atas : Tangan fleksi pada tangan kiri, spastik

o Ekstensi : Ekstensi dan platarfleksi pada kedua kaki, kanan

dan kiri, spastik

Klasifikasi tetanus

Berdasarkan gambaran klinis yang telah dideskripsikan, maka tingkatan

penyakit tetanus dapat dibuat dalam suatu kriteria/derajat berat – ringannya

penyakit.

Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas:

1. Tetanus ringan : Trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum

walaupun dirangsang.

2. Tetanus sedang : trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila

dirangsang.

3. Tetanus berat : trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang

spontan.

Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :

Grade I: ringan

- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.

- Period of onset > 6 hari

22

Page 23: Laporan Kasus revisi

- Ttrismus positif tapi tidak berat

- Sukar makan dan minum tetapi disfagi tidak ada

Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan

kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.

Grade II: sedang

- Masa inkubasi 10-14 hari

- Period of onset 3 hari atau kurang

- Trismus dan disfagi ada

- Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis

tidak ada

Grade III: berat

- Masa inkubasi < 10 hari

- Period of onset < 3 hari

- Trismus dan disfagia berat

Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak

dan takikardia.

Sedangkan Patel dan Joag membagi penyakit tetanus ini dalam tingkatan

dengan berdasarkan gejala klinis yang dibaginya dalam 5 kriteria :

Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot tulang

belakang

Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya

Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang

Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang

Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100 0 farenheit dan aksila sampai 990

farenheit

Dengan berdasarkan 5 kriteria di atas, maka dibuatlah tingkatan penyakit tetanus

sebagai berikut :

Tingkat I : Ringan, minimal 1 kriteria ( K1 / K2 ) mortalitas 0 %

Tingkat II : Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2) dengan masa inkubasi lebih

dari 7 hari dan onset lebih dari 2 hari, moirtalitas 10 %

23

Page 24: Laporan Kasus revisi

Tingkat III : Berat, minimal 3 kriteria dengan masa inkubasi kurang dari 7 hari

dan onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%

Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria dengan mortalitas 60%

Tingat V : Biasanya mortalitas 84 % dengan 5 kriteria, termasuk di dalamnya

adalah tetanus neonatorum maupun puerpurium

Pada kasus :

Berdasarkan anamnesis dan perjalanan penyakit pada pasien, didapatkan :

1) masa inkubasi 17 hari ( > 14 hari)

2) period of onset 3 hari.

3) kekakuan disertai dengan trismus, kesulitan menelan

4) kekakuan yang semakin lama semakin berlanjut berlangsung dalam

beberapa hari, namun tidak disertai dengan sesak napas dan sianosis.

2.1 Bagaimana gigitan ular dapat menyebabkan tetanus?

ETIOLOGI

Clostridium tetani

C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat

membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani

ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah

diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia

lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran

manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri

ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba,

anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam

tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai

racun yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah

24

Page 25: Laporan Kasus revisi

eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanolysin tidak

diketahui dengan pasti, namun juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah

merah. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat. Tetanospasmin

merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air, labil

pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik

Bentuk vegetative tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptic.

Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 17o C dalam media kaldu daging dan

media agar darah. Demikian pula media bebas gula karena kuman tetanus tidak

dapat mengfermentasi glukosa.

Pada kasus :

Luka yang timbul akibat gigitan ular yang dalam, merupakan port de entri

bagi spora clostridium tetani. Kemudian spora tersebut dapat bertahan dan akan

berubah menjadi bentuk vegetatif ketika spora mendapatkan suasana anaerob di

sekitarnya. Suasana anaerob tersebut didapatkan dari jaringan nekrotik yang

kekurangan oksigen. Sehingga spora dapat menjadi bentuk vegetatif dari

clostridium tetani dan mengeluarkan eksotoksin tetanospasmin yang dapat

menimbulkan gejala berupa kaku dan kejang pada pasien dengan tetanus.

2.1 Mengapa pada tetanus dapat terjadi kejang?

PATOGENESIS

Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel

vegetatif bila dalam lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan

yang rendah. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian

tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas

pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis

timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan

neuromuscular junction serta syaraf autonom. Toksin dari tempat luka menyebar

ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara

intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang

belakang. Akhirnya menyebar ke SSP.

Gejala klinis yang ditimbulkan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi

dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter

25

Page 26: Laporan Kasus revisi

sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan

spasme. Neuron ini menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter.

Neuron, yang melepaskan gamma aminobutyric acid (GABA) dan glisin,

neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap tetanospasmin,

menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik terhadap

rangsangan sensoris.

Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot masseter

(trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan

yang berat, pada extremitas, otot-otot bergari pada dada, perut dan mulai timbul

kejang. Bilamana toksin mencapai korteks serebri, menderita akan mulai

mengalami kejang umum yang spontan. Karakteristik dari spasme tetani ialah

menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan antagonis. Racun atau

neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari

system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta

kekakuan dari otot leher.

Tetanospasmin pada system saraf otonom juga berpengaruh, sehingga

terjadi gangguan pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran

cerna, saluran kemih, dan neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan

irama janjung, hiperflexi, hyperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan

saraf ototnom, yang dulu jarang karena penderita sudah meninggal sebelum gejala

timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernapasan mekanik,

kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan di kelola

dengan teliti.

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada

beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :

a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat

pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

b. Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena

toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.

c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh

cerebral ganglioside.

26

Page 27: Laporan Kasus revisi

Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System

(ANS) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti

takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine. Kerja dari

tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari

arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap

batang otak.

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang

menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter

sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling

sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya

menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis

dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik

dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah

arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

2.1 Bagaimana penatalaksanaan tetanus pada kasus?

PENATALAKSANAAN

Umum

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan

peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan

sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb :

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

- Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan

nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan

H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan

1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik

ATS.

27

Page 28: Laporan Kasus revisi

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan

membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan

personde atau parenteral.

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan

terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan

dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan

secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of

globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG

tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari

hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah :

- 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1

fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah

diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa

(20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar

Antibiotika

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM.

Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit /

KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap

peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40

mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis

terbagi (4 dosis). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis

200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani,

bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi

pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan. Pada penderita alergi

penisilin, dapat diberikan :

28

Page 29: Laporan Kasus revisi

Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis

Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.

Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB

tiap 6 jam

Tetanus Toksoid

Pemberian TetanusToksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan

dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang

berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan

sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai

Antikonvulsan

Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN

___________________________________________________________

Jenis Obat Dosis Efek Samping

________________________________________________________

Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM) Stupor, Koma

Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada

Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi

Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan

________________________________________________________

Obat yang lazim digunakan ialah :

- Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka

diberikan dosis 0,5 mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis

optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti

pemberian diazepam peroral- (sonde lambung) dengan dosis

0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.

- Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus

yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi

mekanik, dosis diazepam dapat di tingkatkan sampai 480mg/hari

dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tenpa kurarisasi. Dapat

29

Page 30: Laporan Kasus revisi

pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila ada

gangguan saraf otonom.

- Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m.

Dilanjutkan dengan dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.

- Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 dosis.

Pada kasus :

- Rawat diruang Isolasi

- Debridement luka

- ATS 20.000 unit Antitoksin

- Metronidazole 3x500 mg Antibiotik

- Diazepam 12 x 10 mg Antikonvulsan

30

Page 31: Laporan Kasus revisi

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan tinjauan pustaka dan analisa kasus maka dapat

diisimpulkan bahwa kasus ini dapat didiagnosis sebagai Tetanus grade II (sedang)

pasti secara klinik karena dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik terdapat

tanda-tanda yang menunjukkan gejala dari tetanus dan pengklasifikasian tetanus

berdasarkan Cole dan Youngman.

Tujuan dari penatalaksanaan dari tetanus antara lain adalah mengeliminasi

kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan

memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Karena gangguan seperti itu yang

dapat menyebabkan prognosis tetanus menjadi lebih buruk.

31