Upload
oazis-unknown
View
31
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
1/31
Laporan Sistem Informasi Geografis
ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN DI KABUPATEN GOWA
O L E H :
KELOMPOK VI & VII
LABORATORIUM GEOFISIKA
PROGRAM STUDI GEOFISIKA-JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
ANDI TENRI AWALI WILDANA LA ODE MARZUJRIBAN
SALWAH NURHIKMAH JUFRI
HILDA YUNITA FADLAN
TWUELVI E.N SYUKUR ALEXANDER YAFET
AKBAR IBNU SULTAN
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
2/31
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tiada kata yang paling indah penulis harus ucapkan selain rasa
syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pengolahan Data dan
Interpretasi Data Gaya Berat Untuk Analisis Struktur Bawah Permukaan.
Dalam penulisan laporan ini, terkadang penulis menemukan kesulitan dan
hambatan. Namun demikian, dengan berkat adanya petunjuk, koreksi, saran dan
dorongan dari berbagai pihak, disertai ketekunan dan doa, hambatan tersebut
dapat diatasi sehingga terwujudlah laporan ini, walaupun dalam bentuk sederhana.
Karena itulah, sudah sepantasnya jika penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi tingginya pada semua pihak terutama kepada
asisten praktikum beserta para audiens yang telah membantu penulis sehingga
laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam pembuatan laporan ini, penulis menyadari akan adanya kesalahan kesalahan dalam pembuatan laporan ini. Sebab ada pepatah yang mengatakan
Tak Ada Gading Yang Tak Retak dan itu berarti dalam laporan ini pasti ada
juga kekurangannya dan untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat
diharapkan.
Akhir kata semoga Allah tetap melimpahkan taufiq dan hidayah Nya kepada
kita semua.
Makassar, Mei 2014
Kelompok I & 4
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
3/31
DAFTAR ISI
Sampul .......................................................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ............................................................................................. 4
II.2 Ruang Lingkup ............................................................................................. 5
II.3 Tujuan ......................................................................................................... 5BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Defenisi Daya Dukung Lahan ......................................................... 6
II.2 Faktor-Faktor Penentu Daya Dukung Lahan ............................................. 7
II.3 Faktor-faktor Penghambat Daya Dukung Lahan ............................................. 9
II.4 Analisisi Daya Dukung Lahan ................................................................... 10
II.5 Kemampuan Lahan ............................................................................... 12
II.6 Klasifikasi Kemampuan Lahan ................................................................... 17
II.7 Kesesuaian Lahan ............................................................................... 21
BAB III METODOLOGI ............................................................................... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Gowa ............................... 28
IV.2 Pembahasan ........................................................................................... 29
BAB IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan ........................................................................................... 30
Daftar Pustaka
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
4/31
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Membangun suatu wilayah pada hakikatnya merupakan upaya untuk memberi
nilai tambah terhadap kualitas kehidupan. Proses pemberian nilai tambah terhadap
kualitas kehidupan dilakukan dengan memperhatikan internalitas dan
eksternalitas suatu wilayah. Internalitas diantaranya meliputi kondisi fisik
wilayah, potensi sumber daya (alam, manusia, dan buatan), serta kondisi sosial
ekonomi dan lingkungan hidup,sedang eksternalitas yang perlu diperhatikan
diantaranya adalah situasi geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
Perkembangan penggunaan sumberdaya alam lahan sampai saat ini belum
memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan produksi tanaman. Hal
ini dipengaruhi oleh kondisi lahan yang bervariasi berdasarkan letak georafis dan
topografinya, yang masing-masing mempengaruhi produktifitas tanaman.
Diperlukan perencanaan yang matang dalam mengambil keputusan jenis tanaman
yang akan ditanam. Perencanaan dan pengambilan keputusan harus dilandasi oleh
data dan informasi yang akurat tentang kondisi lahan.
Penggunaan teknologi berbasi komputer untuk mendukung perencanaan tersebut
mutlak digunakan untuk menganalisis, memanipulasi dan menyajikan informasi.
Salah satu teknologi tersebut adalah Sistem Informasi Geografi (SIG) yang
mempunyai kemampuan membuat model yang memberikan gambaran, penjelasan
dan perkiraan dari suatu kondisi faktual. Untuk mendapatkan model, gambaran
dan informasi tentang komoditas yang cocok untuk ditanam, maka dilakukan
pembuatan peta dan analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan metode SIG.
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
5/31
I.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan ini mengarah pada bagaimana keadaan daya dukung lahan
di Kabupaten Gowa dan manfaat Sistem Informasi Geografis untuk daya dukung
lahan di wilayah Indonesia.
I.3 Tujuan
Adapun tujuan dari laporan ini adalah :
1.
Untuk mengetahui daya dukung lahan di kabupaten Gowa.
2.
Untuk mengidentifikasi potensi kesesuaian lahan dan menyajikan data dan
informasi yang akurat, obyektif dan lengkap sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan dan kebijaksanaan.
3.
Untuk mendorong peningkatan produktifitas sektor pertanian sesuai dengan
kemampuan dan daya dukung lahan.
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
6/31
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Defenisi Daya Dukung Lahan
Lahan (tanah) merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable).
Namun, pemulihan lahan yang mengalami kerusakan memerlukan waktu ratusan
atau ribuan tahun. Dengan demikian, lahan sebagai salah satu sumber daya alam
(SDA) dalam pembangunan, khususnya dalam pembangunan pertanian perlu
dijaga kelestariannya. Dalam perkembangan ilmu tanah, pada tahun 1970-an, para
pakar mulai banyak mengggunakan istilah lahan (Land). Lahan diartikan sebagai
lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air, vegetasi dan benda yang
ada di atasnya sepanjang berpengaruh terhadap penggunaannya. Dengan
pengertian ini lahan juga mengandung makna ruang atau tempat.
Menurut Manik (2003:12), daya dukung lahan adalah suatu ukuran jumlah
individu dari suatu spesies yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu. Daya
dukung suatu wilayah sangat ditentukan oleh potensi sumber daya
(alam, buatan, dan manusia). Teknologi untuk mengelola sumber daya (alam,
buatan, manusia), serta jenis pekerjaan dan pendapatan penduduk. Ketersediaan
sumber daya alam yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk manusia akan
meningkatkan daya dukung lingkungan. Penggunaan teknologi sebagai faktor
produksi yang dapat meningkatkan produktivitas lahan, industri, dan jasa, akan
memperbesar daya dukung lahan suatu wilayah.
Menurut McCall dalam Riyadi dan Bratakusumah (2004:178), daya dukung lahan
merupakan penggunaan tanah dan data populasi yang sistematis. Dimana seluruh
aktifitas manusia dalam mencukupi kebutuhan hidup membutuhkan ruang
sehingga ketersediaan lahan berpengaruh besar terhadap aktivitas manusia.
Demikian juga besarnya jumlah penduduk dalam suatu wilayah tersebut untuk
mendukung penduduknya sehingga mempengaruhi suatu standar hidup yang
layak. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat diketahui bahwa paling tidak ada
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
7/31
2 variabel pokok yang harus diketahui secara pasti untuk melakukan analisis daya
dukung lahan, yaitu:
1. Potensi lahan yang tersedia, termasuk luas lahan.
2.
Jumlah penduduk.
Pada sektor pertanian, kemampuan daya dukung (Carrying Capacity Ratio)
merupakan perbandingan antara lahan yang tersedia dan jumlah petani.Untuk itu
perlu diketahui berapa luas lahan rata-rata yang dibutuhkan per kepala keluarga,
potensi lahan yang tersedia dan penggunaannya untuk kegiatan pertanian.
II.2 Faktor-Faktor Penentu Daya Dukung Lahan
Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004:183), terdapat lima faktor yang
menentukan daya dukung lahan pada suatu daerah yaitu :
1. Total area lahan pertanian
Total area lahan pertanian adalah jumlah lahan yang digunakan untuk
kegiatan pertanian yang ada dalam suatu wilayah atau kelurahan. Area/lahanmerupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup
manusia karena sumberdaya alam merupakan masukan yang diperlukan untuk
membentuk aktifitas manusia seperti pertanian, daerah industri, daerah
pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah yang
dipelihara kondisi alam untuk maksud ilmiah.
Pengunaan lahan yang paling luas adalah untuk sektor pertanian yang
meliputi penggunaan untuk pertanian tanaman pangan pertanian tanaman
keras untuk kehutanan maupun untuk padang penggembalaan dan perikanan.
Oleh karna itu lahan memiliki nilai ekonomis dan nilai pasar yang tinggi
karena menghasilkan barang-barang pemuas kebutuhan manusia akibat
semakin meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan dibidang
ekonomi.
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
8/31
2.
Frekuensi panen/hektar/tahun
Frekuensi panen adalah waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan hasil
panen baik dalam kurung waktu relatif pendek, maupun panjang tergantung
umur tanaman. Frekuensi panen sutau tanaman sangat tergantung dari sumber
daya lahan, tingkat kesuburannya dan ketersediaan air khususnya tanaman
pangan baik itu padi jagung, kacang-kacangan dan hortikultura.
Untuk memperoleh hasil panen suatu tanaman dengan produksi dan
produktivitas yang tinggi diperlukan sarana dan prasarana yang memadai,
sehingga dapat menunjang kegiatan usaha tani dalam suatu wilayah tertentu.Selanjutnya untuk memperoleh hasil yang tinggi perlu adanya perencanaan
yang baik menyangkut pemilihan jenis tanaman jangka pendek, menengah,
panjang, penentuan laus lahan garapan dan jadwal penanaman disesuaikan
dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara intensif.
3. Jumlah Kepala Keluarga (Rumah Tangga)
Secara umum kehidupan bermasyarakat dalam suatu wilayah dikenal adanya
Kepala Keluarga/Rumah Tangga yaitu sekelompok orang yang mendiami
sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus dan biasanya tinggal bersama
serta makan dari satu dapur atau dengan kata lain banyaknya orang/manusia
yang menempati sebuah rumah dalam suatu daerah atau kelurahan tertentu.
Jumlah kepala keluarga/rumah tangga yang ada pada wilayah tertentu atau
suatu kelurahan sangat menentukan daya dukung lahan sebagai sasaran utama
sumber penghasilan kebutuhan pangan.
4.
Persentase Jumlah Penduduk
Umumnya dipahami pula bahwa kaitan antara kepadatan dan jumlah
penduduk serta kondisi suatu daerah sangat mempengaruhi daya dukung
lahan yang ada, sehingga laju pertumbuhan penduduk perlu ditekankan agar
tidak melampaui daya dukung lahan. Bertambahnya jumlah penduduk berarti
bertambah pula tenaga kerja, yang bersama-sama dengan faktor produksi lain
dan perbaikan teknologi maupun menghasilkan keluaran (output). Jadi
pertumbuhan penduduk berakibat pada memburuknya kualitas lingkungan
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
9/31
melalui hubungan antara pertumbuhan jumlah dan tersedianya tenaga kerja
yang produktif.
5.
Ukuran rata-rata lahan pertanian yang dimiliki petani.
Menyatakan bahwa di Indonesia selain tanah milik perorangan dikenal pula
tanah untuk kepentingan bersama (tanah kelurahan). Tanah kelurahan
dianggap sebagi modal bersama untuk diusahakan secara bersama demi
kepentingan anggota masyarakat tersebut. Setiap warga masyarakat/petani
mempunyai hak untuk menguasai tanah yang terdapat di daerah/kelurahan
yang disebut hak ulayat, hak pertuanan, hak persekutuan yang dilaksankanoleh Lurah.
Dengan kata lain, hak ulayat memberikan bermacam-macam hak kepada
petani/masyarakat untuk kepentingan pemilikan tanah sebagai tempat tinggal,
tanah pertanian, tempat pengembalaan, mengambil hasil hutan, berkebun dan
menyakap tanah.
II.3 Faktor-faktor Penghambat Daya Dukung Lahan
Berikut adalah faktor-faktor penghambat daya dukung lahan :
1. Masalah internal
Merupakan sejumlah masalah yang terjadi pada lahan pertanian seperti
kecilnya area lahan, dan nutrisi lahan yang terbatas.
2. Masalah eksternal
Merupakan masalah di luar lahan seperti kondisi alam, yakni pencemaran
lingkungan, bencana alam, dan pengaruh iklim yang tidak stabil. Pencemaran
lingkungan berkaitan dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
populasi sehingga dapat menggangu daya dukung lahan. Bencana alam
berupa goncangan yang terjadi pada alam yang berpengaruh pada rendahnya
daya dukung lahan seperti erosi, banjir, atau badai. Pengaruh iklim yang tidak
stabil yakni perubahan iklim secara mendadak sehingga dapat mengganggu
hasil produksi pertanian.
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
10/31
II.4 Analisis Daya Dukung Lahan
Salah satu faktor yang berpengaruh besar dan juga sangat dipengaruhi oleh
pembangunan adalah faktor sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan, yang
sebenarnya merupakan sumberdaya lahan. Sumber daya alam dan daya dukung
lingkungan ini salah satunya adalah lingkungan fisik yang merupakan tempat
dilaksanakannya pembangunan. Dari kenyataan tersebut diperlukan adanya
keserasian antara pembangunan yang dilakukan dengan daya dukung fisik. Untuk
mencapai keserasian tersebut, hal yang perlu dilakukan adalah mengetahui
kemampuan daya dukung lingkungan fisik. Dengan diketahuinya daya dukung
lingkungan fisik, maka dapat ditentukan juga kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan daya dukung tadi.
Dalam penentuan kesesuaian lahan ini dilakukan delineasi wilayah menjadi
kawasan lindung dan budi daya. Misalnya, untuk kawasan budi daya difokuskan
pada kesesuaian lahan untuk pertanian, hal ini didasari oleh peranan sektor
pertanian yang masih dominan dan sesuai dengan arahan pengembangan suatu
wilayah yang secara umum difokuskan pada sektor pertanian. Faktor-faktor
penentunya ditekankan pada aspek fisik dasar yang meliputi kemiringan,
ketinggian, jenis tanah, curah hujan dan tekstur tanah.
Dari hasil analisis kesesuaian lahan untuk kawasan lindung terutama hutan
lindung lebih terkonsentrasi di wilayah utara dan tengah. Untuk kawasan budi
daya, dari hasil analisis kesesuian lahan gabungan terdapat enam kombinasi.
Kombinasi ini secara umum merupakan kesesuaian lahan untuk beberapa kegiatan
dalarn suatu kawasan. Dari hasil analisis kesesuaian lahan gabungan dengan
penggunaan lahan saat ini (existing), akan diperoleh penggunaan lahan yang telah
sesuai dengan daya dukungnya. Di samping itu dari pertampalan dengan Arahan
Penatagunaan Lahan juga dapat terjadi perbedaan, sehingga dapat dikatakan
sebagai konflik. Misalnya kawasan lindung hasil analisis yang dijadikan kawasan
budidaya dan sebaliknya. Sehingga ini sebagai bukti perlunya evaluasi terhadap
perencanaan pengembangan wilayah yang didasari perkembangan daya dukung
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
11/31
lingkungan dan adanya beberapa ketidaksesuaian peruntukan lahan dengan daya
dukung lingkungan.
Tabel 1. Penilaian Kriteria Kelayakan Fisik Wilayah Untuk Pemanfaatan Lahan
No. Kriteria Klasifikasi Keterangan Skor
1. Lereng/Kemiringan
0-8 % Datar 20
8-15 % Landai 40
15-25 % Agakcuram 60
25-45 % Curam 80
>45 % Sangatcuram 100
2. Jenis Tanah
Aluvial, Tanah
Glei, Planosol,
Hidromorf,
Kelabu, Lateria
air tanah
Tidakpeka 15
Latosol Agakpeka 30
Brown Forest
Soil, New
Calcie
KurangPeka 45
Andosol,
Lateritic,
Grumosol,
Renzina
Peka 60
Regosol,
Litosol,
SangatPeka 75
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
12/31
Oranosol,
Renzina
3. CurahHujan
0,0-13,6 mm/hh Sangatrendah 10
13,6-20,7
mm/hhRendah 20
20,7-27,7
mm/hhSedang 30
27,7-34,8
mm/hhTinggi 40
>34,8 mm/hh Sangattinggi 50
II.5 Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan (land capability) dinilai menurut macam pengelolaan yang
disyaratkan berdasarkan pertimbanganbiofisik untuk mencegah terjadinya
kerusakan lahan selama penggunaan. Makin rumit pengelolaan yang diperlukan,
berarti lahan makin rentan usikan, kemampuan lahan dinilai makin rendah untuk
macam penggunaan yang direncanakan. Berkenaan dengan peruntukan lahan
maka kemampuan lahan menjadi pedoman pemilihan macam penggunaan lahan
yang paling aman bagi keselamatan lahan.
Kemampuan Lahan merupakan daya yang dimiliki oleh lahan untuk menanggung
kerusakan lahan. Yang menentukan adalah faktor biofisik. Untuk lahan yang
datar mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada lahan yang miring.
Penilaian kemampuan lahan dengan empat kriteria:
1.
Ketahanan lahan menghadapi usikan
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
13/31
2.
Macam dan tingkat risiko yang muncul dalam penggunaan lahan. Di sini ada
dalam sistem penilaian.
3. Ketinggian kemampuan aktual (asli) yang dapat dicapai dengan masukan
teknologi
4. Jaminan kemanfaatan yang memadai secara ketetrlanjutan, yaitu Persoalan
pengelolaan.
II.5.1 Kelas
Kelas I, tanah pada kelas ini tidak mempunyai penghambat atau ancaman
kerusakan yang berarti dan sangat cocok untuk usahatani yang intensif (Sitourus,
2007). Ditambahkan oleh Suripin (2002) bahwa tanah pada kelas ini umumnya
datar, solum dalam, tekstur agak halus sampai sedang, drainase baik, memiliki
curah hujan dan musim yang cocok untuk hampir semua tanaman dengan hasil
yang memuaskan, tidak memperlihatkan gejala geologis, dan mudah diolah. Yang
diperhatikan adalah bahwa tanah-tanah ini menghadapi resiko penurunan
kesuburan dan pemadatan, maka diperlukan usaha-usaha pemupukan danpemeliharaan struktur agar lahan tetap produktif, (Seta, 1991). Ditambahkan oleh
Arsyad (2010), usaha-usaha lain yang dapat dilakukan adalah
pemupukan,pengapuran, penggunaan tanaman penutup tanah dan pupuk hijau,
penggunaan sisa-sisa tanaman dan pupuk kandang serta pergiliran tanaman,
biasanya dalam peta klasifikasi kemampuan lahan, tanah pada kelas I diberi warna
hijau.
Kelas II, tanah pada lahan kelas ini memiliki sedikit faktor pembatas yang dapat
merupakan salah satu atau kombinasi dari faktor seperti lereng yang landai sekitar
(5%), kepekaan erosi atau ancaman erosi sedang atau telah mengalami erosi
sedang, kedalaman efektif agak dalam (90 cm), struktur tanah dan daya oleh
kurang baik dengan tekstur agak kasar sampai halus, salinitas ringan sampai
sedang atau terdapat garam natrium yang mudah dihilangkan akan tetapi besar
kemungkinan timbul kembali, kadang-kadang terkena banjir yang merusak,
kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase tetapi tetap ada sebagai faktor
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
14/31
pembatas yang sedang tingkatannya, keadaan iklim agak kurang sesuai bagi
tanaman dan pengelolaannya. Tanah pada kelas ini sesuai untuk penggunaan
tanaman semusim, tanaman rumput, padang pengembalaan, hutan produksi, hutan
lindung dan cagar alam. Didalam peta klasifikasi kemampuan lahan biasanya
diberi warna kuning (Arsyad, 2010). Menurut Sitourus (2007) penggunaan lahan
pada kelas ini memerlukan tindakan-tindakan pengawetan yang ringan seperti
pengelolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam jalur (strip cropping),
pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, gulungan,
pemupukan dan pengapuran.
Kelas III, Seta (1991) mengemukakan bahwa tanah pada lahan kelas ini
mempunyai lebih banyak faktor pembatas daripada tanah dilahan kelas II dan
apabila digunakan untuk usaha pertanian akan memerlukan tindakan konservasi
yang serius yang umumnya akan lebih sulit baik dalam pelaksanaan maupun
pemeliharaannya kondisi lahan pada kelas ini miring (15-25%), sangat peka
terhadap erosi, solum dangkal, drainase buruk, permeabilitas lambat, kapasitas
menahan air rendah, kesuburan tanah rendah dan tidak mudah diperbaiki. MenurutSitourus (2007), apabila lahan ini diusahakan maka akan membutuhkan tindakan
pengawetan khusus seperti perbaikan drainase, sistem penanaman dalam jalur atau
pergiliran dengan tanaman penutup tanah, pembuatan teras, disamping tindakan-
tindakan untuk meningkatkan kesuburan tanah seperti penambahan bahan
organik, pupuk dan sebagainya. Ditambahkan oleh Arsyad (2010) bahwa tanah
pada lahan kelas III ini dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman
yang memerlukan pengelolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan
produksi, hutan lindung dan suaka margasatwa. Didalam pengklasifikasian
kemampuan lahan biasanya diberi warna merah.
Kelas IV, Sitourus (2007) mengatakan bahwa tanah pada lahan kelas ini
mempunyai penghambat yang lebih besar dibandingkan dengan kelas III sehingga
pemilihan jenis penggunaan atau jenis tanaman juga semakin terbatas. Apabila
diusahakan, diperlukan pengelolaan khusus yang relatif lebih sulit pelaksanaannya
dan pemeliharaannya dibandingkan dengan kelas-kelas sebelumnya. Jika
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
15/31
dipergunakan untuk tanaman semusim diperlukan pembuatan teras bangku,
saluran bervegetasi, atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah atau makanan
ternak ataupun pupuk hijau selama beberapa tahun, misalnya 3 sampai 5 tahun.
Menurut Arsyad (2010), hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas IV
adalah lereng yang miring atau berbukit (25-35%), kepekaan erosi besar, solum
dangkal,kapasitas menahan air rendah, sering tergenang atau menimbulkan
kerusakan berat pada tanaman, drainase buruk, salinitas atau kandungan natrium
yang tinggi atau keadaan iklim yang kurang menguntungkan. Tanah pada kelas IV
ini dapat dipergunakan untuk tanaman semusim atau tanaman pertanian pada
umumnya dengan usaha-usaha pengawetan yang sulit, tanaman rumput, hutan
produksi, padang pengembalaan, hutan lindung dan suaka alam. Dalam peta
klasifikasi kemampuan lahan diberi warna biru.
Kelas V, tanah-tanah didalam kelas ini tidak terancam erosi akan tetapi
mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilangkan sehingga
membatasi pilihan penggunaannya. Tanah-tanah ini terletak pada daerah dengan
topografi datar atau hampir datar tetapi tergenang air, sering dilanda banjir,berbatu-batu atau mempunyai iklim yang tidak sesuai, didalam peta klasifikasi
kemampuan lahan diberi warna hijau tua (Arsyad, 2010). Contoh tanah-tanah
lahan kelas V adalah lahan didaerah cekungan yang sering tergenang air sehingga
menghambat pertumbuhan tanaman, tanah berbatu, tanah didaerah rawa-rawa atau
di daerah yang sering dilanda banjir sehingga sulit didrainasekan (Sitourus,2007).
Ditambahkan pula bahwa tanah dalam lahan kelas V ini tidak sesuai untuk
tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami vegetasi permanen seperti
tanaman makanan ternak atau dihutankan.
Kelas VI, menurut tanah pada lahan kelas ini terletak pada lereng terjal dengan
kemiringan 30-45 % sehingga sangat sensitif terhadap erosi, sangat berbatu-batu
atau berpasir dan mengandung banyak krikil, tanahnya sangat dangkal atau telah
mengalami erosi berat. Seta (1991) mengemukakan bahwa tanah pada kelas VI ini
tidak dapat digunakan untuk usahatani tanaman semusim, namun lebih sesuai
untuk vegetasi permanen seperti padang rumput atau makanan ternak atau
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
16/31
dijadikan hutan produksi. Jika digunakan untuk padang rumput, sebaiknya
pengembalaan tidak merusak rumput penutup tanah. Sedangkan jika digunakan
untuk hutan, maka penebangan kayu harus selektif dan mengikuti kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air. Ditambahkan oleh Arsyad (2010), lahan kelas IV pada
peta klasifikasi kemampuan lahan ini biasanya diberi warna orange.
Kelas VII, tanah pada lahan kelas ini terletak pada lereng dengan kemiringan
sangat curam (45-65%) dan memiliki solum yang dangkal serta telah mengalami
erosi yang sangat berat (Suripin, 2002). Lahan kelas VII ini tidak cocok untuk
budidaya pertanian. Jika dipergunakan untuk padang rumput atau hutan produksi
harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat., Tanah-tanah pada
kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika dipergunakan untuk tanaman
pertanian harus dibuatkan teras bangku yang ditunjang dengan cara-cara
vegetative untuk konservasi tanah serta tindakan pemupukan. Pada peta klasifikasi
kemampuan lahan, lahan kelas VII biasa diberi warna coklat.
Kelas VIII, tanah pada lahan kelas ini terletak pada lereng yang sangat curam
(
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
17/31
kelebihan air atau ancaman, banjir ditandai dengan huruf w, hambatan daerah
perakaran ditandai dengan huruf s, dan hambatan iklim ditandai dengan huruf c.
Menurut USDA dalam Suripin (2002), subkelas klasifikasi kemampuan lahan
adalah sebagai berikut :
a. Subkelas e terdapat pada lahan yang menunjukkan erosi atau tingkat erosi
yang telah terjadi dan merupakan masalah utama yang didapatkan dari
kecuraman lereng dan kepekaan erosi tanah.
b. Subkelas w terdapat pada lahan dimana kelebihan air merupakan faktor
penghambat utama yang timbul akibat drainase yang buruk, air tanah yang
dangkal atau tinggi dan bahaya banjir yang merusak tanaman.
c. Subkelas s meliputi lahan yang lapisan tanahnya dangkal, banyak terdapat
batuan dipermukaan, kapasitas menahan air rendah, kesuburan rendah yang
sulit diperbaiki, sifat-sifat kimia yang sulit diperbaiki,
d. Subkelas c meliputi lahan di mana iklim (suhu dan curah hujan ) merupakan
pembatas penggunaan lahan.
Arsyad (2010), mengemukakan bahwa hambatan atau ancaman yang disebabkan
oleh bahaya erosi, kelebihan air, kedangkalan lapisan tanah, batuan dipermukaan,
kapasitas menahan air yang rendah, salinitas atau kandungan garam, dapat dirubah
atau sebagian dapat diatasi dan merupakan pembatas yang didahulukan dari pada
iklim dalam menentukan subkelas dan di tandai dengan huruf e, w dan s. Lahan-
lahan yang tidak mempunyai pembatas lain selain iklim ditandai dengan huruf c.
II.6 Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian komponen lahan yang menurut
Arsyad (1989) adalah penilaian komponen-komponen lahan secara sistematis dan
pengelompokan ke dalam berbagai kategori berdasar sifat-sifat yang merupakan
potensi dan penghambat dalam penggunaan lahan.Lahan digolongkan kedalam 3
(tiga ) kategori utama yaitu kelas, sub-kelas dansatuan kemampuan lahan.Struktur
klasifikasi kemampuan lahan yang menjelaskan bahwa pendekatan klasifikasi
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
18/31
lahan ini dapat diterapkan untuk berbagai tingkatan skala perencanaan.
Perencanaan penggunaan lahan di wilayah propinsi dapat menggunakan
klasifikasi pada tingkat kelas dan untuk wilayah kabupaten menggunakan sub
kelas .Kemampuan lahan dapat dicerminkan dalam bentuk peta kemampuan
lahan. Peta kemampuan lahan dapat menggambarkan tingkat kelas potensi lahan
secara keruangan dan dapat dipakai untuk menentukan arahan penggunaan lahan
pedesaan secara umum.
II.6.1 Lereng
Menurut Arsyad (2010), kecuraman lereng, panjang lereng dan bentuk lereng
mempengaruhi erosi dan besarnya aliran permukaan. Kecuraman lereng biasanya
dapat diketahui melalui peta rupabumi dan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Tabel 2.Kelas kemampuan lahan dan kemungkinan peruntukan menurut sistem
USDA
Kelas
kemampuan
lahan
Pembatas (penghambat/
bahaya)
Kemungkinan
Peruntukan
IBAIK
SEKALI
tanpa/ tak ada penghambat segala macam usaha pertanian
IIBAIK beberapa penghambat yang
tidak berarti/permukaan air
(tanah kekeringan)
banyak usaha pertanian yang
dapatdilakukan
III AGAK
BAIK
sedikit penghambat yang
mudah diatasi (air tanah
tinggi, relief mikro, batuan)
usaha pertanian agak terbatas,
diperuntukkan investasi berupa
irigasi, drainase, pemupukan, dan
pencegahan erosi
IV
SEDANG
agak banyak penghambat
yang harus diatasi
(kemiskinan hara, batu,
usaha pertanian terbatas sekali
diperlukan banyak investasi
berupa pemupukan, pembuatan
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
19/31
topografi berombak,) bahaya
erosi sedikit
terasering
V AGAK
JELEK
Penghambat cukup banyak
(kemiskinan hara,
kongkresi/padas/batu, lereng
agak curam, topografi
bergelombang) bahaya erosi
sedang
usaha pertanian biasa sangat
terbatas atau tidak mungkin.
Diperlukan pemupukan,
pencegahan erosi, pembuatan
terasering, baik untuk tanaman
keras maupun untuk
pengembalaan
VIJELEK Penghambat banyak dan berat
(miskin hara, padas keras,
batu, lereng curam, topografi
berbukit) bahayaerosi dan
banjir
Banyak sekali investasi yang
diperlukan untuk mencegah banjir
dan erosi. Baik untuk padang
rumput, pengembalaan,
pemukiman, dan hutan produksi
VIIJELEK
SEKALI
Penghambat banyak sekali
(tanah dangkal sangat
berbatu, topografi bergunung,
bahaya erosi berat sekali)
Baik untuk hutan lindung dengan
system tebang pilih
VIII
AMAT
JELEK
SEKALI
Penghambat beras sekali
(tanah dangkal, sangat
berbatu, lereng sangat terjal,
bergunung) bahaya erosi
berat sekali
Hanya baik untuk hutan lindung,
suaka margasatwa dan hutan
rekreasi
Sumber : Suripin (2002)
A = 03 % (datar)
B = 38 % (landai atau berombak )
C = 815 % ( agak miring atau bergelombang)
D = 1530 % ( miring atau berbukit)
E = 3045 % ( agak curam)
F = 4565 % ( curam)
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
20/31
G = > 65 % (sangat curam)
II.6.2 Tekstur
Seta (1991) mengemukakan bahwa tekstur yang diamati adalah tektur tanah atas
di mana pada tanah-tanah yang belum terganggu adalah pada horizon A,
sedangkan pada tanah-tanah yang telah diolah adalah sampai kedalaman lapisan
olah (1525 cm). Tekstur tanah dikelompokan sebagai berikut :
t1 = halus, yang meliputi tekstur liat dan liat berdebu
t2 = agak halus, yang meliputi tekstur liat berpasir, lempung liat berdebu, dan
lempung berliat, lempung liat berpasir.
t3 = sedang, yang meliputi tekstur debu, lempung berdebu dan lempung
t4 = agak kasar, yang meliputi tekstur lempung berpasir
t5 = kasar, yang meliputi tekstur pasir berlempung dan pasir.
II.6.3 Kedalaman Tanah
Menurut USDA dalam Suripin (2002), kedalaman tanah yang diklasifikasikan
adalah kedalam tanah efektif yang merupakan tebal lapisan tanah yang baik bagi
pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus
oleh akar tanaman dimana lapisan tersebut dapat berupa lapisan padas keras,
padas liat, padas rapuh atau lapisan plinthite. Kedalaman tanah efektif ini
diklasifikasikan sebagai berikut :
k0 = > 90 cm ( dalam)
k1 = 5090 cm (sedang)
k2 = 2550 cm (dangkal)
k3 = < 25 cm ( sangat dangkal)
II.6.4 Batuan
Batuan kerikil adalah bahan kasar atau batuan berdiameter 7,5 sampai 25 cm jika
berbentuk bulat, atau sumbu panjangnya berukuran 15 40 cm jika berbentuk
pipih, dan dikelompokkan sebagai berikut :
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
21/31
b0 = tidak ada atau sedikit, 015 % volume tanah.
b1 = banyak, 50 90% volume tanah. Pengolahan tanah sangat sulit danpertumbuhan tanaman terganggu.
b2 = banyak, 50 90% volume tanah. Pengolahan tanah sangat sulit dan
pertumbuhan tanaman terganggu.
b3 = sangat banyak, > 90 % volume tanah. Pengolahan tanah tidak mungkin
dilakukan dan pertumbuhan tanaman terganggu.
II.6.5 Banjir
Suripin (2002) mengelompokkan kriteria ancaman banjir sebagai berikut :
00 = tidak pernah, dalam periode satu tahun lahan tidak pernah tertutup banjir
lebih dari 24 jam.
01 = kadang-kadang, banjir yang menutupi lahan lebih dari 24 jam terjadinya
tidak teratur dalam periode kurang dari satu bulan.
02 = selama waktu satu bulan dalam setahun lahan secara teratur tertutup
banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam.
03 = selama waktu 2 sampai 5 bulan dalam setahun secara teratur selalu
dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam
04 = selama waktu 6 bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir secara teratur
yang lamanya lebih dari 24 jam.
II.7 Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan (land suitability) dinilai berdasarkan pengelolaan khas yang
diperlukan untuk mendapatkan nisbah (ratio) yang lebih baik antara
manfaat/maslahat yang dapat diperoleh dan korbanan/biaya/masukan yang
diperlukan. Makin rumit pengelolaan khas yang diperlukan, berarti makin lemah
daya tanggap lahan terhadap masukan teknologi, kesesuaian lahan dinilai rendah
untuk macam penggunaan yang direncanakan.
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
22/31
Kesesuaian lahan berkonotasi ekonomi. Dalam memperuntukkan lahan bagi suatu
keperluan tertentu diutamakan pertimbangan kemungkinan mengoptimumkan
masukan berkenaan dengan keluaran yang diinginkan. Pengoptiman ini dapat
direncanakan menurut konsep ekologi (adaptasi) atau menurut konsep ekonomi
(efisiensi), baik dalam hal konservasi fungsi lahan maupun dalam hal peningkatan
kapasitas produktif.
Adapun kecocokan lahan untuk penggunaan khusus menurut konsep ekonomi.
Dalam hal ini sudah ada pemilihan komoditas. Kesesuaian lahan pada hakekatnya
merupakan penggambaran dan pengharkatan tingkat kecocokan sebidang lahan
untuk suatu penggunaan tertentu, termasuk untuk budidaya tanaman pertanian.
Brinkman dan Smyth (1973) telah menemukan beberapa kualitas lahan yang
menentukan tingkat kesesuaian lahan bagi tanaman. Kualitas lahan ini adalah
ketersediaan air tanah, ketersediaan unsur hara, daya menahan unsur hara,
kemasaman, ketahanan terhadap erosi, sifat olah tanah, kondisi iklim, dan kondisi
daerah perakaran tanaman. Konsepsi ini telah dikembangkan lebih lanjut oleh
Soepraptohardjo dan Robinson (1975), yang telah mengemukakan beberapa faktorpenting lainnya, yaitu kedalaman efektif tanah, tekstur tanah di daerah perakaran,
pori air tersedia, batu-batu di permukaan tanah, kesuburan tanah, reaksi tanah,
keracunan hara, kemiringan, erodibilitas tanah, dan keadaan agroklimat.
Dalam hubungannya dengan produksi tanaman pertanian, setiap jenis tanaman
mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan
baik.
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
23/31
BAB III
METODOLOGI
1.
Membuka aplikasi ArcMap
2. Mengklik icon dan memilih semua kriteria untuk penentuan tingkat
kemampuan lahan seperti lereng, banjir, kedalaman tanah, drainase, tekstur
dan batauan. Untuk yang pertama, misalnya kita masukkan kriteria banjir.
3. Klik kanan pada kriteria yang dipilih dan pilih open attribut table dan akan
tampil tabel attribut layer.
4. Klik kanan dan pilih add data field
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
24/31
5.
Mengatur nama sesuai yang diinginkan, kemudian jenisnya adalah text dan
panjangnya juga sesuai dengan yang kita inginkan.
6.
Selanjutnya akan muncul tampilan yang seperti di bawah ini.
7. Kemudian klik icon select by attribut tabel lalu kita masukkan sesuai dengan
kelas yang kita inginkan. Misalnya persen= '7. 0 - 3%'
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
25/31
8.
Selanjutnya akan terselect kriteria seperti yang kita tuliskan kemudian klik
kanan dan pilih field calculator dan masukkan jenisnya. Misalnya untuk
lereng dengan kemiringan 0.3% masuk dalam jenis datar.
9. Akan muncul tampilan seperti di bawah. Artinya daerah tersebut sudah
ditentukan jenis kelasnya.
10. Mengulang lagkah kerja dari poin 3 sampai 9 untuk kriteria yang lainnya.
Setelah semua kriteria dikerjakan, maka kita akan mengunionkan semua
kriteria tersebut untuk menggabungkan data atribut dari masing-masing
kriteria.
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
26/31
11.
Pilih menu Arc Toolbox, klik Analiysis Tools, Klik Overlay dan klik union.
12. Di menu input features, pilih semua kriteria sedangkan di output features,
pilih nama yang diinginkan dan tempat penyimpanan file.
13. Akan muncul tampilan seperti di bawah ini. Lalu klik kanan dan open attribut
tabel untuk menentukan kelas dari semua kriteria.
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
27/31
14.
Klik kanan dan pilih add data field.
15. Mengatur nama sesuai yang diinginkan, kemudian jenisnya adalah text dan
panjangnya juga sesuai dengan yang kita inginkan.
16. Kemudian klik icon select by attribut tabel lalu kita masukkan sesuai dengan
kelas yang kita inginkan. Untuk kelas pertama, kita tentukan kelasnya dengan
perhitungan seperti ini persen= '7. 0 - 3%' AND "Ktkdbanjir" = 'Tidak Banjir'
AND "kdtanahbar" = 'sangat dalam' AND "Ktkddrain" = 'Cepat' AND
"Ktkdbatuan" = 'Tidak Berbatu'
17.
Memasukkan nama kelas dengan cara field calculator.18. Mengulang langkah kerja poin 16 dan 17 sampai kelas ke 8.
19. Membuat layout peta kemampuan lahan.
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
28/31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Gowa
Gambar 4.1 Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Gowa
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
29/31
IV.2 Pembahasan
Setelah dilakukan pengolahan data menggunakan software arcgis, maka dari 6
kriteria telah digabungkan menjadi 1 peta dengan kelasnya masing-masing.
Berikut adalah tabel kelas dari semua kriteria yang telah ditentukan.
No Kelas Lereng Banjir Kedalaman Tanah Drainase
1 I 0-3% Tidak banjir Sangat Dalam Cepat
2 II 3-8% Banjir Agak Dalam Sedang
3 III 8-15% Banjir Dalam Terhambat
4 IV 15-30% Banjir Dalam Terenang Ringan
5 V 0-3% Banjir * Tergenang Berat6 VI 30-40% ** Dangkal **
7 VII 40-50% ** * **
8 VII >50% * * Sangat cepat
Ket
* = Memenuhi semua kriteria
** = Tidak menjadi parameter
No Kelas Tekstur Batuan
1 ISandy Clay,Silty Clay, Clay, Sandy Clay Loam,
Clay Loam, Silty Clay Loam, Silty LoamTidak berbatu
2 IISandy Clay,Silty Clay, Clay, Sandy Clay Loam,
Clay Loam, Silty Clay Loam, Silty LoamTidak berbatu
3 IIISandy Clay,Silty Clay, Clay, Sandy Clay Loam,
Clay Loam, Silty Clay Loam, Silty LoamAgak Berbatu
4 IVSandy Clay,Silty Clay, Clay, Sandy Clay Loam,
Clay Loam, Silty Clay Loam, Silty LoamBerbatu
5 V *Sangat
Berbatu
6 VISandy Clay,Silty Clay, Clay, Sandy Clay Loam,
Clay Loam, Silty Clay Loam, Silty Loam*
7 VIISandy Clay,Silty Clay, Clay, Sandy Clay Loam,
Clay Loam, Silty Clay Loam, Silty Loam*
8 VII Sandy Clay,Silty Clay, Clay, Sandy Clay Loam,Clay Loam, Silty Clay Loam, Silty Loam
LahanBerbatu
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
30/31
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographical Information System (GIS)
adalah sebuah alat bantu (baik sebagai tools maupun bahan tutorials) utama yang
perlu dikedepankan karena SIG mampu bertindak sebagai manajemen berupa
informasi melalui bantuan komputer yang berkaitan erat dengan sistem pemetaan
dan analisis terhadap segala sesuatu serta peristiwaperistiwa yang terjadi di muka
bumi.
5/20/2018 Laporan Sig Kelompok 6 & 7
31/31
DAFTARPUSTAKA
Djaenuddin, D., Marwan H., H. Subagyo, dan A. Mulyani. 1997. Kriteria
Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Departemen Pertanian , Bogor.
Djaenudin, D., M. Hendrisman, A. Hidayat, dan H. Subagyo. 2003. Petunjuk
Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian
Tanah, Bogor.
Notohadiprawiro, T. 1992. Konsep dan Kegunaan Evaluasi dan Inventarisasi
Harkat Sumberdya lahan dengan uraian khusus mengenai gatra tanah.
Diktat Kuliah. Yogyakararta: Fakultas Pertanian UGM.
Lazio, Sonny. 2013. Pengertian Daya Dukung Lahan serta Faktor Penentu dan
Faktor Penghambat.Blogspot.com. Diakses pada tanggal 6 Mei 2014
pukul 13.00 WITA.