Laporan Tutorial Lbm 4

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN TUTORIAL BLOK 2.5 (Penderita BPH dan Operasi)Kelompok 9 Albila Husna Prajani Diah Sari Ambarwati Widya Wulandari Pipit Puspita Sari Devi Oktaviana Habsari (13899) (13902) (13903) (13910) (13912)Rina Dewi Anggraeni (13914) Ana Permatasari Sari Dewi Utami Agustinus Murdoko Risky Lestari Lea Disti Ariani Erse Kusuma Endraswari Suci Nugraheni (13919) (13921) (13932) (13938) (13941) (13945) (13946)Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 2012 Blok : 2.5 Minggu ke: 5 Hadir: 13 orang Tidak hadir: Tutor: Ariani APP,S.Kep.,Ns.,MAN Ketua: Sari Dewi Utami Sekretaris 1: Suci Nugraheni Sekretaris 2: Lea Disti ArianiSkenario Penderita BPH dan Operasi Tn. Apo (65 th) menderita BPH yang telah direncanakan open prostatektomi. Pada klien sudah dilakukan persiapan operasi,saat dikonsulkan ahli anestesi status fisik klien ASA II dan direncanakan general anestesi. Saat ini klien sudah selesai operasi Ners Devi bertugas di kamar operasi melakukan serah terima pasien dengan Ners Manda yang bertugas di bangsal bedah. Ners Manda segera membaca instruksi post operasi dan memberikan asuhan keperawatan serta tindakan kolaborasi. Intraoperasi Tn.Apo diberikan tranfusi WBC 2 kolf. Saat ini hari ke-0 post operasi dank lien masih dilakukan irigasi, kateter masih mengeluarkan cairan bercampur darah.Step 1 BPH: Benign Prostatic Hyperplasia, yaitu pembesaran kelenjar prostat.ASA II: pasien menderita gangguan sistemik dari ringan sampai sedang, contoh: DM Tranfusi WBC 3 kolf: tranfusi white blood cell 1000 ml Open Prostatektomi: pembedahan untuk mengangkat jaringan tumor pada prostat, diindikasikan masa > 60 g/cc Irigasi : pemasukan cairan untuk mengeluarkan sesuatu General Anestesi: pembiusan seluruh tubuh, menghambat sensasi seluruh tubuh. Step 2 Persiapan operasi apa saja yang dilakukan sebelum melakukan operasi? Bagaimana cirri-ciri orang yang mengalami BPH? Apa saja penyebab BPH? Apa saja indikasi dilakukan open prostatektomi? Apa saja hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada pasien post operasi BPH? Pada ASA berapa seseorang bisa dilakukan operasi? Bagaimana perawatan untuk pasien post operasi BPH? Apa arti kata kateter masih mengeluarkan cairan berupa darah? Sampai kapan dilakukan irigasi? Penyakit apa yang menyerang prostat selain BPH? Cara lain untuk menangani BPH selain prostatektomi? Apakah pencegahan BPH? Apa saja komplikasi post operasi? Bagaimana askep post op pada klien BPH? Apakah ada stadium pada penyakit BPH?Apakah peran perawat pada intraoperative? Mengapa diberikan tranfusi WBC 2 kolf? Selain WBC 2 kolf, apakah ada yang lain? Step 3 Persiapan perawat: pakaian operasi, APD lengkap, steril, persiapan alat, ruangan Klien: kaji fisik, keseimbangan nutrisi, elektrolit, alergi, personal hygiene, eksplorasi perasaan, edukasi, riwayat operasi, fungsi jantung, ginjal,tes lab, darah, inform consent Pengenalan tim operasi. Tanda dan gejala BPH: pancaran kencing lemah tidak merasa puas setelah kencing sulit menahan kencing kadang urin mengandung darah frekuensi kencing yang tidak normal kencing terputus putus mengejan saat kencing aliran kencing bercabang prostat kenyal, mengalami nyeri punggung kecepatan kencing 10 ml/detik penyebab BPH: pertumbuhan sel-sel diprostat yang tidak disertai dengan kematian sel. Hormone androgen berkurang Hormone estrogen naikKetidakseimbangan hormone karena usia bila ada batu atau tumor pada kandung kemih, masa tumor 60 g/60 cc Yang tidak boleh dilakukan pada pasien BPH: a. mobilisasi b. minum kopi c. vitamin C dosis tinggi 6. ASA I : normal ASA II: penyakit sistemik ringan- sedang ASA III: penyakit sistemik berat ASA IV: penyakit sistemik berat dan ancaman bagi kehidupan ASA V: hampir mati dan tidak ada harapan hidup ASA VI: mati batang otak 7. a. monitor perdarahan 24-48 jam b. kaji output urin c. kaji kadar hemoglobin d. kaji jika ada tanda tekanan darah rendah e. penggantian kateter f. kaji ada inkontinensia urin atau tidak g. kaji daerah insisi h. kaji tanda-tanda infeksi 8. kemungkinan karena adanya perdarahan pada saat post operasi 9. diirigasi sampai tidak ada darah pada urine 10. (LO)11. a. obat-obat untuk menekan atau menghambat pertumbuhan sel - sel pada prostat b. obat- obat untuk mengatasi retensi urine c. trans uretra insisi prostat (bedah kecil pada prostat) d. dengan laser 12. pencegahan BPH Dengan pola makan yang baik (likopein pada sayuran hijau) Rutin olahraga Jika mempunyai riwayat keturunan terkena BPH, dilakukan pemeriksaan lebih awal Menjaga kebersihan Banyak minum 13.Infeksi karena perawatan yang kurang tepat, inkontinensia, perdarahan 14. diagnosa: nyeri post operasi, resiko infeksi, gangguan pola tidur 15. (LO) 16. mengecek alat-alat operasi, monitoring fungsi organ, persiapan alat yang kurang, dorongan psikologis 17. untuk mempertahankan imunitas tubuh, mungkin saat operasi leukosit tidak memenuhi standar dilakukannya operasiPENYEBAB BPHBPHStep 4PROSTATEKTOMILASERTRANSURETRAL PROSTATStep 5 (LO) Penyebab BPH Pencegahan BPH Stadium BPH Terapi lain untuk BPH Penyakit pada prostat selain BPH Prosedur sebelum dilakukan operasi BPH Askep post operasi BPH Step 6 Step 7 Penyebab BPH Benign Prostate Hypertrophy (BPH), lebih tepatnya hyperplasia, sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. Hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat antara lain sebagai berikut. Teori Hormonal; teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untukinisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan); peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming growth factor, transforming growth factor beta 1, transforming growth factor beta 2, dan epidermal growth factor. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkurangnya Sel yang Mati. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis); seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.Pencegahan BPH Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak, yang bersamasama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH). Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar. Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya adalah: a. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat berkembang menjadi kanker prostat. b. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat,lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat. c. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal. d. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan ke susunan syaraf pusat. e. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma. Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain: a. Mengurangi makanan kaya lemak hewan b. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai) c. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari d. Berolahraga secara rutin e. Pertahankan berat badan idealStadium BPH Stadium I : Ada obstruksi, tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis. Stadium II : Ada retensio urine, tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kurang lebih 50-150- cc. Ada rasa tidak enak pada saat buang air kecil /disuria,Nokturia. Stadium III : Setiap buang air kecil urine selalu tersisa 150 cc atau lebih Stadium IV : Retensio urine total, buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secara periodic (overflow incontinentia) Cara menentukan pembesaran prostat ada beberapa cara yang dapat dilakukan, diantaranya: Pemeriksaan bimanual (digital rectal examination), dengan melakukan rectal toucher pada suprapubik jika teraba pembesaran prostat maka dapat diperkirakan besar prostat > 30 gr. Stage 0: prostat teraba 4cm, berat >100 gramTerapi lain untuk BPH Tujuan terapi: - memperbaiki keluhan miksi - meningkatkan kualitas hidup - mengurangi obstruksi infravesika - mengembalikan fungsi ginjal - mengurangi volume residu urin setelah miksi - mencegah progressivitas penyakit a. Watchful waiting Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS 10 ng/dl atau saat dilakukan pemeriksaan USG transrektal untuk prostat ditemukan bagian hipoechoic. Jika memang ditemukan ada kecurigaan kanker prostat, langkah yang bisa dilakukan adalah biopsi prostat atau pemeriksaan PSA berkala.Namun bila terbukti ganas, bisa dilakukan staging (penilaian stadium kanker) dengan bone scan dan rontgen foto dada. Pengobatan kanker prostat sangat tergantung pada tingkat penyakit dan derajat tumor, usia, adanya penyakit lain, serta keinginan penderita. Tindakan yang bias dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan saja, operasi pengangkatan prostat, terapi sinar (radiotherapy), terapi hormonal (menurunkan kadar hormon testosteron serendahrendahnya), kemoterapi, serta perawatan paliatif bila sudah sangat lanjut. Prosedur sebelum dilakukan operasi BPH Pengkajian fisik klien secara keseluruhan Pengkajian psikologis klien secara menyeluruh Penentuan stadium atau keparahan penyakit Identifikasi abnormalitas yang mungkin meningkatkan resiko operasi Identifikasi riwayat alergi, operasi sebelumnya, Riwayat merokok, konsumsi alcohol Riwayat anemia, lama bekuan darah Status nutrisi Hasil lab, mengenai albumin, Hb Informasikan pada pasien tentang resiko dan manfaat operasi Mengedukasi control nyeri Klien harus menghentikan pengobatan herbal, setidaknya 2 minggu sebelum operasi Persetujuan inform consent PuasaAskep post operasi BPH PENGKAJIAN a) Data subyektif : o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi. o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual. o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukano Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa. b) Data Obyektif: o Terdapat luka insisi o Takikardi o Gelisah o Tekanan darah meningkat o Ekspresi w ajah ketakutan o Terpasang kateter DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter 2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder 3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh 4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya. RENCANA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat. Kriteria hasil: a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi: c. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. d. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi) e. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah f. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)g. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat 2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder. Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin Kriteria : Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih. Intervensi : a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea) d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi) f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya. 3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh Tujuan : Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya Kriteria hasil : Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal. Intervensi : a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efekprostatektomi dalam fungsi seksual d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual e. Beri penjelasan penting tentang: f. Impoten terjadi pada prosedur radikal g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi. 4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre ikroorganisme melalui kateterisasi Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi Kriteria hasil: a. Tanda-tanda vital dalam batas normal b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik Intervensi: a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril. b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran) c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin) 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari Kriteria : Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan Intervensi : a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter o Perawatan di rumah. Adanya tanda-tanda hemoragi Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post open prostatektomi menurut Doenges (2000) antara lain : a) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik : bekuan darah, edema, trauma, dan prosedur bedah, tekanan, iritasi, kateter/balon. b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler, kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan pra operasi. c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering dan trauma jaringan. d) Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, refleks spasme otot akibat prosedur bedah dan/atau tekanan dari balon kandung kemih (traksi). e) Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area genital), ancaman konsep diri/perubahan status kesehatan. f) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Tucker (1998) : a) Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, spasme kandung kemih, dan retensi urine. b) Perubahan pola eliminasi perkemihan berhubungan dengan reseksi pembedahan dan irigasi kandung kemih. c) Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan adanya kateter di kandung kemih dan insisi bedah. d) Potensial terhadap kelebihan cairan berhubungan dengan absorbsi cairan irigasi (TURP). e) Potensial kekurangan cairan berhubungan dengan kehilangan darah berlebihan. f) Potensial terhadap ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan anastesi. g) Disfungsi seksual berhubungan dengan ejakulasi retrograd (bedah suprapubik). h) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang rutinitas pasca operasi. 3. PerencanaanPerencanaan untuk pasien dengan post open prostatektomi suprapubik menurut Doenges (2000), yaitu : a) Diagnosa 1 : Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik : bekuan darah, edema, trauma, dan prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter/balon. Tujuan : 1) Pasien mampu berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi. 2) Pasien menunjukkan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemihnya. Intervensi : 1) Kaji haluaran urine dan sistem kateter/drainase Rasional : Retensi dapat terjadi karena edema pra bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih. 2) Perhatikan waktu, jumlah urine, dan ukuran aliran setelah kateter dilepas. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih urgensi. Rasional : Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah pembedahan tetapi berkemih dapat kembali berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretral dan kehilangan tonus. 3) Dorong pasien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak boleh lebih dari 2-4 jam per protokol. Rasional : Berkemih dengan dorongan mencegah retensi urine. 4) Ukur volume residu bila ada kateter suprapubik . Rasional : Mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih. 5) Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi. Batasi cairan pada malam hari setelah kateter dilepas. Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine. 6) Instruksikan pasien untuk latihan perineal, contoh mengencangkan bokong, menghentikan dan memulai aliran urine. Rasional : Membantu meningkatkan kontrol kandung kemih. 7) Anjurkan pasien bahwa penetesan diharapkan setelah kateter dilepas dan harus teratasi sesuai kemajuan. Rasional : Informasi membantu pasien untuk menerima masalah. 8) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.Rasional : Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk mempertahankan patensi kateter/aliran urine. b) Diagnosa 2 : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler, kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan pra operasi. Tujuan : 1) Pasien mampu mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik, membran mukosa lembab dan keluaran urine tepat. 2) Menunjukkan tidak ada perdarahan aktif. Intervensi : 1) Awasi pemasukan dan pengeluaran Rasional : Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. 2) Observasi drainase kateter, perhatikan perdarahan berlanjut. Rasional : Perdarahan yang tidak umum terjadi selama 24 jam pertama tapi perlu pendekatan perineal. Perdarahan kontinu atau berat/berulangnya perdarahan aktif memerlukan intervensi/evaluasi medik. 3) Evaluasi warna dan konsentrasi urine Rasional : Warna merah terang dengan bekuan darah mengindikasikan perdarahan dari arterial dan perlu terapi cepat. Peningkatan viskositas, warna keruh gelap dengan bekuan gelap menunjukkan perdarahan dari vena (perdarahan yang paling umum) biasanya berkurang sendiri. Perdarahan tanpa bekuan dapat mengindikasikan diskrasia darah atau masalah pembekuan sistemik. 4) Awasi tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernafasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat, pelambatan pengisian kapiler dan membran mukosa kering. Rasional : Dehidrasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjutnya ke syok. 5) Anjurkan masukan cairan 3000 ml/hari kecuali kontraindikasi. Rasional : Membilas ginjal/kandung kemih dari bakteri dan debris tapi tidak mengakibatkan intoksikasi cairan atau kelebihan cairan bila tidak diawasi dengan ketat. 6) Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, misalnya Hb, Ht, jumlah sel darahmerah, pemeriksaan koagulasi dan jumlah trombosit. Rasional : Berguna dalam evaluasi kehilangan darah atau kebutuhan penggantian, dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi seperti penurunan faktor pembekuan dan KID. 7) Berikan pelunak faeces atau laksatif sesuai indikasi. Rasional : Pencegahan konstipasi/mengejan untuk defekasi menurunkan perdarahan rektal-perianal. c) Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering, dan trauma jaringan, insisi bedah. Tujuan : 1) Pasien mampu mencapai waktu penyembuhan. 2) Pasien tidak mengalami infeksi. Intervensi : 1) Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter reguler dengan sabun dan air, berikan salep antibiotik di sekitar sisi kateter. Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/sepsis lebih lanjut. 2) Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernafasan cepat, gelisah, peka, disorientasi. Rasional : Pasien yang mengalami syok bedah/septik sehubungan dengan manipulasi/ instrumentasi. 3) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik. Rasional : Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko infeksi yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen. 4) Ganti balutan dengan sering (insisi supra/retropubik dan perineal), pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu. Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi, merupakan media untuk pertumbuhan bakteri. 5) Berikan antibiotik sesuai indikasi Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktitk sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi.d) Diagnosa 4 : Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, refleks spasme otot akibat prosedur pembedahan dan/atau tekanan dari balon kandung kemih (traksi). Tujuan : 1) Pasien menyatakan nyeri berkurang. 2) Pasien mampu menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. 3) Pasien tampak rileks, tidur/istirahat dengan tepat Intervensi : 1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, skala (0-10). Rasional : Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih/pasase urine sekitar kateter menunjukkan spasme kandung kemih, yang cenderung lebih berat pada pendekatan suprapubik atau TUR (biasanya menurun setelah 48 jam). 2) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan. Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih. 3) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik relaksasi termasuk latihan nafas dalam, visualisasi, pedoman imajinasi. Rasional : Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 4) Kolaborasi pemberian antispasmodik dan analgesik. Rasional : Antispasmodik menghilangkan spasme kandung kemih, analgesik membantu mengurangi nyeri insisi. e) Diagnosa 5 : Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area genital), ancaman konsep diri, perubahan status kesehatan. Tujuan : 1) Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi. 2) Pasien menyatakan pemahaman situasi individual.3) Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah. Intervensi : 1) Berikan keterbukaan pada pasien/orang terdekat untuk membicarakan tentang masalah inkontinensia dan fungsi seksual. Rasional : Dapat mengalami ansietas tentang efek bedah dan dapat menyembunyikan pertanyaan yang diperlukan. Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima informasi yang diberikan sebelumnya. 2) Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual. Rasional : Impotensi fisiologi terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur radikal, pada pendekatan lain, aktivitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6-8 minggu. 3) Diskusikan ejakulasi retrograd bila pendekatan trans uretral/suprapubik digunakan. Rasional : Cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan disekresikan melalui urine. Ini tidak mempengaruhi fungsi seksual tapi akan menurunkan kesuburan dan menyebabkan urine keruh. 4) Rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi Rasional : Masalah menetap/tidak teratasi memerlukan intervensi profesional. f) Diagnosa 6 : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosa, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : 1) Pasien menyatakan pemahaman prosedur bedah dan pengobatan. 2) Pasien dan keluarga berpartisipasi dalam program perawatan dan pengobatan. Intervensi : 1) Tekanan perlunya nutrisi yang baik, dorong konsumsi buah, meningkatkan diet tinggi serat. Rasional : Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi, menurunkan resiko perdarahan pasca operasi. 2) Diskusikan pembatasan aktivitas, contoh menghindari mengangkat berat, latihan keras, duduk atau mengendarai mobil terlalu lama. Rasional : Peningkatan tekanan abdominal atau meregangkan dapat menempatkan stres pada kandung kemih dan prostat sehingga menimbulkan resiko perdarahan.3) Dorong keseimbangan latihan perineal. Rasional : Membantu kontrol urinaria dan menghilangkan inkontinensia. 4) Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik contoh eritema, drainase purulen dari luka, perubahan dari karakter/jumlah urine, adanya dorongan/frekuensi, perdarahan berat, demam menggigil. Rasional : Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi serius. Urine tampak keruh beberapa minggu sampai penyembuhan pasca operasi dan tampak keruh setelah koitus karena ejakulasi retrograd. Menurut Tucker (1998) muncul 8 diagnosa keperawatan, 2 diagnosa yang berbeda dari Doenges (2000) dan intervensinya adalah : a) Potensial terhadap ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan anestesi . Intervensi : 1) Bantu pasien dengan spirometer insentif untuk memaksimalkan ekspansi paru secara maksimum jika dianjurkan. 2) Ajarkan dan bantu pasien untuk membalik, batuk, dan napas dalam tiap 2 jam. 3) Kaji bunyi napas tiap 4 jam. 4) Laporkan penurunan atau tidak adanya bunyi napas pada dokter. 5) Kaji kulit terhadap tanda sianosis dan diaforesis. 6) Pantau dan laporkan gejala gangguan pertukaran gas (kacau mental, gelisah, peka rangsang, penurunan PO2, peningkatan PCO2) 7) Berikan obat penghilang nyeri dengan interval yang tepat untuk mengurangi rasa nyeri dan membantu pasien melakukan latihan batuk dan napas dalam secara efektif. b) Potensial terhadap kelebihan cairan berhubungan dengan absorbsi cairan irigasi (TURP) Intervensi : 1) Pantau dan laporkan tanda dan gejala dilusi hiponatremia (rendahnya natrium serum, perubahan status mental, bingung, gelisah, kejang otot, kejang, mual, muntah sesak napas, peningkatan TD). 2) Pantau masukan dan haluaran tiap 4 sampai 8 jam. 3) Dengan cermat hitung irigasi yang dimasukkan dan jumlah yang kembali/keluar; laporkan penurunan aliran keluar. 4) Hentikan irigasi saat tanda pertama kelebihan cairan terjadi; beritahu dokter.5) Gunakan spuit untuk mengirigasi kateter untuk menghilangkan bekuan jika dipesankan.TAMBAHAN: Gejala BPH: Gejala hiperplasia prostat dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah: harus menunggu pada permulaan miksi (Hesitancy), pancaran miksi yang lemah (Poor stream), miksi terputus (Intermittency), menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling), rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying). Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur: residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan dan pancaran urin atau flow rate. Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh, gejalanya ialah bertambahnya frekuensi miksi (Frequency), nokturia, miksi sulit ditahan (Urgency), disuria (nyeri pada waktu miksi). Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. (Priyanto, 2007) Factor Resiko BPH: 1. Kadar HormonKadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat 10 2. Usia Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalammempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala. Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas. 3. Ras Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah. 4. Riwayat keluarga Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali. Dari penelitian terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI 1,7-10,2) 5. Obesitas Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itudeposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian selsel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen. Salah satu cara pengukuran untuk memperkirakan lemak tubuh adalah teknik indirek, di antaranya yang banyak dipakai adalah Body Mass Indeks (BMI) dan waist to hip ratio (WHR). BMI diukur dengan cara berat badan (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (m). Interpretasinya (WHO) adalah overweight (BMI 25-29,9 kg/m2), obesitas (BMI > 30 kg/m2). Pengukuran BMI mudah dilakukan, murah dan mempunyai akurasi tinggi. WHR diukur dengan cara membandingkan lingkar pinggang dengan lingkar panggul. Pengukurannya dengan cara penderita dalam posisi terlentang, lingkar pinggang diambil ukuran minimal antara xyphoid dan umbilicus dan lingkar pinggul diambil ukuran maksimal lingkar gluteus - simfisis pubis. Pada laki-laki dinyatakan obesitas jika lingkar pinggang > 102 cm atau WHR > 0,90. Pada penelitian terdahulu didapatkan Odds Rasio (OR) pada laki-laki yang kelebihan berat badan (BMI 25-29,9 kg/m2) adalah 1,41 pada lakilaki obesitas (BMI 30-34 kg/m2) adalah 1,27 sedangkan pada laki-laki dengan obesitas parah (BMI >35 kg/m2) adalah 3,52.13 6. Pola Diet Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh pada fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron.6 Selain itu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kada testosteron. Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,38 (95% CI : 1,20 4,90). Walaupun kolesterol merupakan bahan dasar untuk sintesis zat pregnolone yang merupakan bahan baku DHEA (dehidroepianandrosteron yang dapat memproduksi testosteron, tetapi bila berlebihan tentunya akan terjadi penumpukan lemak pada perut yang akan menekan otot-otot seksual dan mengganggu testis, sehingga kelebihan lemak tersebut justru dapat menurunkan kemampuan seksual. Akibat lebih lanjut adalah penurunan produksi testosteron, yang nantinya mengganggu prostat. Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko BPH dengan mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap estrogen. Jika estrogen yangkuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat, dapat menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang lebih sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan daidzein, secara langsung mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko lebih besar terjadinya BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk makanan yang mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon yang berujung pada berbagai penyakit. Estrogen, hormon yang jumlahnya lebih besar pada wanita ternyata juga dimiliki oleh pria (dalam jumlah kecil). Namun, hormon ini sangat penting bagi pria, sebab estrogen mengatur libido yang sehat, meningkatkan fungsi otak (terutama ingatan), dan melindungi jantung. Tetapi jika tingkatnya terlalu tinggi, maka tingkat hormon testoteron akan berkurang, dan pria akan mengalami kelelahan, lemas, fungsi seksual yang menurun, dan akan terjadi pembesaran prostat. Masukan makanan berserat berhubungan dengan rendahnya kadar sebagian besar aktivitas hormon seksual dalam plasma, tingginya kadar SHBG (sex hormone-binding globulin), rendahnya/bebas dari testosteron. Mekanisme pencegahan dengan diet makanan berserat terjadi akibat dari waktu transit makanan yang dicernakan cukup lama di usus besar sehingga akan mencegah proses inisiasi atau mutasi materi genetik di dalam inti sel. Pada sayuran juga didapatkan mekanisme yang multifactor dimana di dalamnya dijumpai bahan atau substansi anti karsinogen seperti karoteniod, selenium dan tocopherol. Dengan diet makanan berserat atau karoten diharapkan mengurangi pengaruh bahan-bahan dari luar dan akan memberikan lingkungan yang akan menekan berkembangnya sel-sel abnormal. 7. Aktivitas Seksual Kalenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan hormon lakilaki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron.20 Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,40.208. Kebiasaan merokok Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron.6 Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,74(95% CI : 1,43-5,25)24 9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormone testosteron kepada DHT.24,25 Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2.56 (95% CI : 1,37-4,75)25 10. Olah raga Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual. Olahraga yang baik apabila dilakukan 3 kali dalam seminggu dalam waktu 30 menit setiap berolahraga, olahraga yang dilakukan kurang dari 3 kali dalam seminggu terdapat sedikit sekali perubahan pada kebugaran fisik tetapi tidak ada tambahan keuntungan yang berarti bila latihan dilakukan lebih dari 5 kali dalam seminggu.1 Olahraga akan mengurangi kadar lemak dalam darah sehingga kadar kolesterol menurun. Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,58. 11. Penyakit Diabetes Mellitus Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal. Penelitian terdahulu didapatkan Odds Ratio (OR) pada penderita Diabetes Mellitus adalah 2,25 (95%, CI : 1,23-4,11)13,26 WBC: adalah tranfusi darah secara keseluruhan, yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Grade ASA:ASA grade 1: Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri. Missal penderita hernia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda sehat. Mortality: 0,05% ASA grade 2: Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan disebabkan oleh penyakit yang akan dibedah. Missal penderita dengan obesitas, bronchitis, DM ringan. Mortality: 0,4% ASA grade 3: Penyakit sistemik berat ,missal penderita DM berat dengan komplikasi pembuluh darah dan dating dengan apendisitis akut. Mortality: 4,5% ASA grade 4: Penyakit atau gangguan sistemik berat yang memahayakan jiwayang tidak selalu dapat diperbaiki, missal insufisiensi koroner Mortality: 25% ASA grade 5: Penyakit atau gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa yang tidak selalu bisa diperbaiki Mortality: 50% ASA grade 6: Kedaruratan