Upload
mahdi-aldho
View
233
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pskiatri
Citation preview
Laporan Kasus Ujian
F20.0 SKIZOFRENIA PARANOID
Oleh :
Mahdi Aldha Mahashin
I4A011029
Pembimbing
dr. H. Yulizar Darwis, Sp. KJ, MM
UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa
FK Unlam-RSUD Ulin
Banjarmasin
April, 2015
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Usia : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Pariwisata RT.10, BatakanKab. Tanah Laut
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Nelayan
Agama : Islam
Suku : Banjar
Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Belum Menikah
Berobat tanggal : 08 April 2015
II. RIWAYAT PSIKIATRIK
Alloanamnesa dengan Tn. A (Ayah pasien) pada tanggal 08 April 2014,
pukul 10.20 WITA dan Autoanamnesa pada tanggal 08 April 2014, pukul 11.10
WITA. Anamanesis dilanjutkan pada pukul 13:45 di rumah pasien Jl. Pariwisata
Batakan. Anamnesa juga dilakukan dengan tetangga serta menambahkan
keterangan dari orang tua pasien.
A. KELUHAN UTAMA
Berteriak-teriak (Gaduh gelisah)
1
KELUHAN TAMBAHAN
Suka melamun, suka menyendiri, berbicara sendiri, susah tidur, tidak bisa
bekerja.
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Alloanamnesa dengan Tn. A (Ayah Pasien)
Pasien dibawa keluarga ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sambang Lihum karena
sekitar dua bulan yang lalu pada pertengahan bulan Februari pasien tiba-tiba saat
tengah malam berlari dan sambil berteriak bahwa dia melihat hantu. Hantu yang
dilihat pasien mau membunuh dirinya. Awal mula sebelum kejadian pasien
memang terlihat sering melamun dan kadang terdiam, serta pasien sulit tidur
seperti biasanya. Hal ini berlangsung sekitar 2 minggu pada awal bulan Februari
pasien jadi semakin jarang berinterakis dengan keluarganya sendiri walaupun
tinggal dalam satu atap.
Pasien sekitar jam 3 dini hari pada akhir Februari, membuka pintu kamar
serta pintu rumahnya, lalu sambil berteriak “tolong-tolong mama abah itu ada
hantu di kamar, inya handak membunuh ulun”. Orang tua pasien yang mendengar
pernyataan tersebut langsung terbangun dan kemudian langsung mendatangi
pasien yang sedang gaduh gelisah, kemudian pasien terlihat membuka pintu depan
rumah dan berlari keluar.
Pasien berlari dengan cepat keluar dari rumahnya sambil meneriakan bahwa
ada hantu yang ingin membunuhnya dikamar, pasien lari ke seberang rumah yang
kebetulan juga adalah keluarga pasien sekaligus tetangganya sambil mengetuk
dengan keras rumahnya dan meminta tolong sambil berteriak.Setelah dibukakan
2
pintu oleh tetangganya pasien langsung meminta pertolongan dan menyampaikan
dia melihat sosok hantu yang dating untuk membunuhnya. Setelah sekitar satu
jam kejadian orang tua serta keluarga yang lain sepakat untuk pergi ke salah satu
pemuka agama untuk memberi pertolongan pada pasien. Pasien kemudian
diberikan bacaan-bacaan oleh pemuka agama tersebut lalu kemudian pasien
tertidur sampai pagi.
Saat terbangun os terlihat sangat pendiam, tidak berbicara sepatah katapun
walau sudah diajak bicara dan ditanyaai oleh keluarga. Pasien juga terlihat tertawa
sendiri dan seperti membicarakan sesutau dengan seseorang namun terdengar
sangat pelan jadi tidak jelas apa yang dibicarakan oleh pasien. Pasien kemudian
terlihat sering mondar-mandir di rumah, kadang duduk sambil nonton tv dengan
tatapan yang kosong, kadang berbaring sambil tertawa sendiri dan berbicara
sendiri kadang kedapur atau sekedar duduk di depan rumah. Os kemudian terlihat
tidak tidur selama sekitar satu minggu setelah kejadian, jika tidur paling sebentar
sekali dan tidak pernah terlihat tidur dengan pulas.
Pada pertengahan bulan Maret os tiba-tiba mulai bertingkah laku aneh, os
memeluk tiang sambil tertawa, orang tua os sudah berusaha melepaskan namun
tidak bisa lalu os naik keatas atap sebentar kemudian turun lagi. Os juga berkata
bahwa dia masih melihat hantu yang selalu mengejar dan ingin membunuhnya,
setelah beberapa saat pasien menjadi pendiam lagi dan sering bicara sendiri
seperti biasanya. Pasien yang sulit tidur membuat orang tua berinisiatif untuk
meminta obat pada mantra di lingkungan tempat tinggal supaya pasien mau tidur.
Pasien diberikan CTM sediaan 4mg. Orang tua sudah memberikan obat ini sekitar
3
10 kali dalam 2 minggu os mau tidur dan terlihat sedikit perubahan, pasien mau
berbicara namun hanya berupa permintaan seperti minta uang atau minta rokok.
Satu minggu terakhir sekitar akhir Maret dan awal bulan April pasien mulai
bertingkah aneh lagi dengan cara memukul-mukul dirinya namun pelan saja, tidak
sampai mencederai diri sendiri atau dengan benda lain yang berbahaya. Orang tua
berinisiatif untuk menyembunyikan benda tajam khawatir kalau pasien
menggunakannya untuk melukai diri sendiri. Pasien saat ini masih bisa mandi dua
kali sehari, mengenakan pakaian sendiri serta makan pun masih teratur dengan
baik walaupun sangat pendiam dan hanya bicara saat minta uang dan minta rokok.
Orang tua pasien sangat mengenal pribadi pasien, pasien memang orangnya
sangat tenang, pendiam dan pemalu serta tidak memiliki masalah dengan
siapapun. Pasien jugat terlihat tidak memiliki pacar atau hubungan dekat dengan
seseorang paling hanya sebatas teman bekerja saja. Pasien juga tidak pernah
bercerita apapun mengenai masalahnya pada orang tua paling hanya bercerita
tentang keseharian dilaut atau berapa banyak tangkapan yang dia dapatkan.
Memang sebelum kejadian pasien pernah mengungkapkan bahwa akhir-akhir ini
tangkapan di laut agak sulit dan berkurang, mungkin hal ini yang diperkirakan
oleh orang tua pasien sebagai pemicu perubahan keadaan pasien seperti sekarang.
Orang tua pasien baru mengetahui bahwa ada RSJ Sambang Lihum yang khusus
untuk menangani pasien gangguan jiwa, kemudian ayah pasien membawa pasien
kesana untuk diberkan pengobatan yang lebih baik.
4
Alloanamnesa dengan Ny. A (Tetangga Pasien)
Tetangga membenarkan adanya pasien (Tn. M) Sekitar pertengahan bulan
Februari lalu berlari ke rumahnya sambil berteriak minta tolong karena melihat
hantu dan pasien masuk kerumah serta takut untuk pulang karena merasa
ruamhnya tidak aman untuk dia tinggali. Pasien dikenal sebagai pribadi yang
memang pendiam dan agak pemalu di lingkungannya, pasien memang sering
berinteraksi dengan tetangga sekitar namun tidak terlalu akrab hanya sekedar
tegur sapa atau menanyakan kabar dan hal-hal yang berkaitan dengan keadaan
desa.
Pasien dikenal cukup ramah murah senyum dan bahkan kadang mau saja
membantu tetangga sekitar. Tetangga tidak percaya bila pasien seperti ini karena
memiliki masalah dengan orang lain atau tetangganya yang lain. Anak dari Ny. A
juga sering berteman dengan Tn. D ketika ditanyakan pada anaknya kira-kira apa
penyebab Tn. D seperti ini mungkin karena tangkapan dilaut yang semakin
kurang. Tetangga juga mengatakan bahwa Tn. D ungkin karena pendiam jadi bila
ada masalah jarang bercerita kepada temannya sendiri mungkin dengan orang tua
dianggap ebih mengetahui keadaan ini
Auto Anamnesa
Pasien dalam keadaan yang tidak kooperatif dan hanya menjawab 2
pertanyaan pemeriksa. Pasien mau diajak bersalaman pertama kali datang,
kemudian saat pemeriksa menanyakan datang kemari dengan siapa pasien
menjawab dengan ayah, namun saat ditanya kembali apa yang membawanya
5
kemari pasien senyum sambil menyeringai dan tertawa lalu terlihat bicara sendiri
dan memalingkan tubuhnya kebelakang sambil melakukan kebiasaan tersebut saat
pemeriksaan berlangsung. Os tidak lagi menjawab semua pertanyaan serta ajakan
berbicara dari pemeriksa.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik pasien juga kurang kooperatif, pasien sempat
tidak mau diukur tekanan darah serta suhu tubuhnya walaupun sudah diterngkan
serta dijelaskan maksud dan tujuan pemeriksa, setelah sekitar 10 menit diajak
bicara dan dijelaskan akhirnya pasien mau dilakukan pemeriksaan fisik.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Sebelumnya pasien tidak pernah memiliki riwayat menggunakan obat-
obatan terlarang, meminum alcohol atau berurusan dengan kepolisian dan hukum.
Tidak ada riwayat trauma kepala dan kejang baik saat masih kecil serta saat
dewasa. Tidak ada diabetes mellitus, asma, hipertensi serta riwayat gangguan
ginjal. Dari pernyataan orang tua sejak kecil pasien paling hanya terkena flu atau
batuk itupun tidak pernah parah dan pasien tidak pernah masuk rumah sakit
sebelumnya.
D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
1. Riwayat Prenatal
Selama pasien dalam kandungan, ibu pasien tidak pernah mengalami masalah
kesehatan yang serius. Ibu pasien juga selalu menjaga kandungannya dengan
baik Lahir cukup bulan, dilahirkan spontan dan langsung menangis, tidak ada
cacat bawaan. Pasien lahir tiba-tiba sebelum bidan dating karena terjadi
perdarahan diduga oleh bidan plasenta kebih dulu terlepas sebelum bayi lahir
6
sebelum bidan datang Ibu pasien sempat ditolong tetangga sekitar rumah,
setelah pasien lahir, menangis tidak lama kemudian bidan datang.
2. Riwayat Masa Bayi (0-1,5 Tahun) (Infancy: Trust vs Mistrust)
Tumbuh kembang normal seperti bayi seusianya. Pasien diberikan ASI oleh
ibunya sampai berumur sekitar 1 tahun 8 bulan. Ibu pasien sangat perhatian
dan menyayangi pasien. Ibu pasien mengajak bicara pasien dan menimang
dengan baik serta penuh kasih sayang. Pada masa ini juga pasien sudah mulai
dapat berjalan. Ibu pasien melatih dan memberikan rasa percaya pada
anaknya terutama juga saat belajar berjalan ibu pasien serta ayah pasien
menuntun pasien. Orang tua tidak pernah memukul anaknya karena sangat
menyayangi anaknya.
3. Riwayat masa Batita (1,5-3 tahun) (Early childhood: Autonomy vs Shame,
doubt)
Riwayat tumbuh kembang baik seperti anak seusianya. Tidak ada
keterlambatan dalam tumbuh kembangnya, pasien bisa bermain dengan
benda-benda seperti mainan yang dibelikan orang tuanya. Orang tua
mengakui banyak maianan rusak tapi orang tua menyatakan namanya juga
anak-anak jadi orang tua membiarkanya. Pasien mulai suka melihat diri di
cermin pasien diajarkan buang air besar di wc oleh ibu serta ayahnya.
4. Riwayat masa Kanak-kanak awal (3-6tahun) (Preschool age: Initiative vs
Guilt)
Pasien suka bermain dengan mainan dan juga dengan teman sebayanya.
Pasien tidak pernah kejang maupun gangguan lain yang mungkin dapat
7
mengganggu tumbuh kembangnya pada masa balita. Pasien mulai suka
mengikuti ibunya seperti membawa kantong belanjaan serta meliat-lihat
ibunya yang sedang memasak atau mencuci. Ayah pasien juga sering
mengajak jalan-jalan ke pematang sawah dan os terlihat membantu
membawakan air minum atau bermain dengan anak padi. Walau terlihat
berantakan ayah pasien selalu menajak bicara dengan baik serta memberi tau
caranya menanam padi.
5. Riwayat masa Kanak-kanak pertengahan dan akhir (6-12 tahun) (School
age: Industry vs Inferiority)
Pasien sudah bersekolah di Sekolah Dasar, saat sekolah prestasi pasien cukup
baik sering mendapat peringkat 1, 2, atau 3 dan tidak pernah tinggal kelas.
Namun pasien ingin berhenti sekolah saat kelas 5 naik ke kelas 6 dengan
alasan bahwa dia merasa sekolah tidak akan membuatnya sukses. Pasien
termasuk anak yang suka bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dan
mempunyai cukup banyak teman. Pasien juga mau saja kalau dimintai tolong
oleh kakak maupun orang tuanya dan bisa menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik dan benar terutama tugas dari sekolah atau dimintai tolong untuk
melakukan sesuatu.
6. Riwayat masa Remaja (12-20 tahun) (Adolescence: Identity vs Identity
Confusion)
Pasien mulai menyukai lawan jenis, hal ini diketahui dari pasien yang kadang
mengungkapkan pada ayahnya bahwa ada salah satu gadis desa yang dia
sangat suka kalau melihatnya, namun pasien tidak pernah terlihat berpacaran
8
atau menjalin hubungan yang dekat dengan seseorang. Pasien bukan
seseorang yang suka melanggar peraturan dan suka mencari perhatian, bukan
pencuriga dan pendendam, tidak sombong, tidak perfeksionis, tidak suka
berdandan berlebihan, walaupun pasien dikenal sebagai orang yang pemalu
serta pendiamdi lingkungannya.
7. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah sampai kelas 5 SD dan tidak melanjutkan lagi sampai lulus.
Pasien merasa dirinya lebih baik bekerja saja, pengakuan ini diungkapkan
pasien saat sudah mau kenaikan ke kelas 6 SD ke ayah pasien sendiri. Pasien
melihat orang-orang di sekitar rumahnya masih banyak yang pengangguran
walaupun sudah bersekolah. Ayah pasien menuruti saja keinginan pasien.
Pasien sudah mulai bekerja dan membantu orang tua disawah pada masa ini.
8. Riwayat Pekerjaan
Setelah lulus SD pasien hanya membantu orang tua dirumah atau mengurus
sawah milik orang tua. Setelah berusia sekiar 18 tahun pasien mulai sering
melaut sebagai nelayan di lautan.
9. Riwayat Perkawinan
Pasien belum pernah meikah sebelumnya.
9
E. RIWAYAT KELUARGA
Genogram:
Herediter (-)
Keterangan :
Laki-laki : Pasien :
Perempuan : Meninggal :
Tidak ditemukan adanya riwayat gagguan jiwa dari keluarga.
F. RIWAYAT SITUASI SEKARANG
Pasien tinggal bersama Ayah dan Ibunya serta satu orang anak dari kerabat
ibu pasien yang masih anak-anak berusia 10 tahun. Pasien tinggal di jalan
Pariwisata Batakan, kawasan ini cukup ramai dan padat karena terletak di jalan
besar dan tidak jauh hanya sekitar 100 meter dari tempat pariwisata pantai
10
Batakan. Pasien tinggal di rumah semi permanen dengan dominan masih kayu
dengan 2 buah kamar dan 3 tempat tidur. Ruang tamu pasien terlihat sangat luas
dan lebar, ruang keluarga dan area ruang tamu dipisahkan oleh lemari tinggi dan
besar yang terbuat dari kayu. Rumah pasien terlihat seperti rumah warga banjar
pada umumnya secara keseluruhan. Rumah pasien bersih dan ventelasi yang baik
angina berhembus dengan nyaman karena memang kawasan pasien yang berada
dekat dengan pantai.
Hubungan pasien dengan keluarga sangat baik dari kecil hingga sekarang
pasien tidak pernah bertengkar atau bedebat dengan hebat pada orangtuanya.
Pasien sudah tidak bekerja sejak dua bulan (akhir februari) yang lalu hal ini
terjadi sejak pasien yang terlihat sering melamun dan semakin pendiam . Aktifitas
pasien banyak dirumah dihabiskan dengan melamun, tertawa sendiri atau duduk-
duduk di rumah tetangga belakang rumah. Para tetangga memaklumi hal ini dan
biasanya kalau pasien dating dan duduk di depan rumahnya tetangga
mempersilahkan saja dan tidak melarang pasien.
G. PERSEPSI OS TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA
Pasien sangat sulit dimintai keterangan dalam hal ini pasien hanya diam dan
menyeringai lalu membalikan badan dan berbicara sendiri.
III. STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pada tanggal 08 April 2015, pasien datang dengan ekspresi wajah yang
tersenyum, dibawa oleh Ayah dan Ibu pasien sendiri. Usia sesuai dengan wajah
11
dan berperawakan ideal,tinggi pasien sekitar 170cm dan berat badan 59kg. Pasien
mengenakan pakaian baju kaos berwarna hijau muda dengan motif segitiga bulat
dan tanda silang di tengahnya. Wajah terlihat pajang dengan hidung yang agak
mancung serta kulit sawo matang, rambut agak panjang, serta mengenakan celana
jeans panjang berwarna biru. Penampilan pasien terlihat rapi, terawat dan bersih.
Pasien hanya berkenan menjawab sekitar 2 pertanyan dari pasien dengan suara
pelan lalu kemudian pasien tersenyum serta menyeringai lalu terlihat bicara
sendiri dan melihat-lihat kelain tempat bahkan kadang membalikan badan dan
seperti ingin berdiri dan berjalan-jalan.
2. Kesadaran
Jernih
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Hiperaktif
4. Pembicaraan
Non Koheren
5. Sikap terhadap Pemeriksa
Non Kooperatif.
6. Kontak Psikis
Kontak ada, tidak wajar, dan sulit dipertahankan.
A. KEADAAN AFEKTIF, EKSPRESI AFEKTIF KESERASIAN SERTA
EMPATI
1. Afek : Hypertym
2. Ekspresi Afektif :
12
a. Stabilitas: Tidak stabil
b. Pengendalian: pengendalian emosi sulit
dievaluasi pasien diam namun
menunjukan ekspresi bahagia.
c. Sungguh-sungguh: Sulit dievaluasi
pasien diam
d. Empati : Tidak dapat diraba-rasakan
3. Keserasian : Appropriate
4. Arus emosi : cepat berubah
5. Skala diferensiasi : sempit
B. FUNGSI INTELEKTUAL
1. Kesadaran : komposmentis
2. Orientasi
a. Waktu : Sulit dievaluasi, pasien tidak menjawab, diam, dan hanya
tersenyum atau memalingkan badan
b. Tempat : Sulit dievaluasi, pasien tidak menjawab, diam, dan hanya
tersenyum atau memalingkan badan
c. Orang : Sulit dievaluasi, pasien tidak menjawab, diam, dan hanya
tersenyum atau memalingkan badan
3. Konsentrasi : Sulit dievalusai, os tidak kooperatif
4. Pikiran abstrak : sulit dievaluasi os tidak kooperatif
5. Daya Ingat :
a. Segera : sulit dievaluasi os tidak kooperatif (diam tidak
13
menjawab)
b. Jangka pendek : sulit dievaluasi os tidak kooperatif (diam tidak
menjawab)
c. Jangka panjang : sulit dievaluasi os tidak kooperatif (diam tidak
menjawab)
6. Kemampuan menolong diri : Baik
C. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi : Auditorik (+) (Hasil Alloanamnesa)
Visual (+) (Hasil Alloanamnesa)
2. Depersonalisasi dan derealisasi: sulit dievaluasi os tidak kooperatif (diam
tidak menjawab)
D. PROSES PIKIR
1. Bentuk : Non Realistik
2. Arus pikir
a. Produktivitas : Terganggu
b. Kontinuitas : Sulit dievaluasi, os diam tidak menjawab
c. Hendaya berbahasa : (-)
3. Isi Pikir
a. Preocupasi : (-)
b. Fobia : (-)
c. Obsesi : (-)
d. Waham : Waham Dikejar, Magic Mistik (+) (Hasil
14
Alloanamnesa)
E. PENGENDALIAN IMPULS
Tidak dapat dikendalikan
F. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Sulit dievaluasi, os diam tidak menjawab
2. Uji Daya nilai : Sulit dievaluasi, os diam tidak menjawab
3. Penilaian Realita : Sulit dievaluasi, os diam tidak menjawab
G. INTELEGENSIA DAN PENGETAHUAN UMUM
Sesuai dengan umur dan taraf pendidikan (pasien diminta untuk berhitung)
H. TILIKAN
Tilikan derajat 1 (Sulit dievaluasi os hanya tersenyum menyeringai pada
pemeriksa lalu diam dan tertawa sendiri)
I. TARAF DAPAT DIPERCAYA
Tidak dapat dipercaya
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
1. STATUS INTERNUS
1. Keadaan umum : Tampak sehat
2. Tanda vital : TD = 11/90 mmHg
N = 86 x/mnt
RR = 18 x/mnt
T = 36,4oC
15
3. Kepala:
a. Mata: palpebra tidak edema, konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak
ikterik, pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
b. Telinga: bentuk normal, sekret tidak ada, serumen minimal
c. Hidung: bentuk normal, tidak ada epistaksis, tidak ada tumor.
d. Mulut: bentuk normal dan simetris, mukosa bibir tidak kering dan tidak
pucat, pembengkakan gusi tidak ada dan tidak mudah berdarah, lidah
tremor, hipersalivasi.
e. Leher: Pulsasi vena jugularis tidak tampak, tekanan tidak meningkat,
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
f. Mulut: hipersalivasi dan kaku
g. Lidah: tremor
4. Thoraks:
a. Inspeksi : bentuk dan gerak simetris
b. Palpasi : fremitus raba simetris
c. Perkusi :
pulmo : sonor
cor : batas jantung normal
d. Auskultasi:
pulmo : vesikuler
cor : S1-S2 tunggal, Bising (-).
5. Abdomen :
a. Inspeksi : Simetris
16
b. Palpasi : Tidak nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
c. Perkusi : timpani
d. Auskultasi: bising usus (+) tidak meningkat
6. Ekstemitas: gerakan bebas, tonus baik, tak ada edem dan atropi, tremor (-).
7. Kulit : Kulit sawo matang, turgor cepat kembali.
STATUS NEUROLOGIKUS
N I – XII : Tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal : Tidak ada
Gejala TIK meningkat : Tidak ada
Refleks fisiologis : Normal
Refleks patologis : Tidak ada
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Awal Februari Akhir Februari Awal Maret Pertengahan Maret Awal
April
Alloanamnesis:
Os mengeluhkan tangkapan di laut mulai sulit
Os mulai melamun dan jadi lebih pendiam
Os berlari dan berteriak melihat hantu
Os naik-naik kea tap rumah sambil tertawa dan kadang menyebut hantu
Os mulai melamun lagi dan diam
Os mulai melamun lagi dan sering berdiam diri, duduk di rumah tetanga
17
1. Sebelum kejadian pasien sering melamun dan semakin pendiam
2. Pasien berteriak seperti orang dikejar.
3. Pasien diketahui melihat adanya bayangan hantu yang mengejar dan mau
membunuh dirinya.
4. Pasien mendengar suara ada hantu yang mau membunuhnya
5. Pasien sering melamun.
6. Pasien selalu diam bila diajak bicara
7. Pasien sering tertawa sendiri
8. Pasien sering bicara sendiri
Autoanamnesis
Pasien hanya tersenyum dan menyeringai hanya menjawab sekitar 2
pertanyaan pemeriksa lalu tertawa sendiri, diam dan memalingkan badan.
Status Psikiatri
Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : Hiperaktif
Pembicaraan : Non Koheren
Sikap terhadap Pemeriksa : Non Kooperatif
Afek (mood) : Hypertym
Ekspresi afektif : Senang/Bahagia
Keserasian : Appropriate
Empati : Tidak dapat diraba rasakan
Konsentrasi : SDE
Pikiran abstrak : SDE
18
Halusinasi : Auditorik (+)
Visual (+)
Waham : Waham dikejar mistik
Daya nilai sosial : SDE
Uji Daya nilai : SDE
Penilaian Realita : SDE
Tilikan : derajat 1
Taraf dapat dipercaya : Tidak dapat dipercaya
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL
1. AKSIS I : Skizofrenia Paranoid (F20.0)
2. AKSIS II : Ciri kepribadian Skizoid (F60.1)
3. AKSIS III : None
4. AKSIS IV : Masalah pekerjaan, masalah ekonomi
5. AKSIS V : GAF scale 60-51 (Gejala sedang moderate, disabilitas
sedang)
VII. DAFTAR MASALAH
1. ORGANOBIOLOGIK
Status interna dan neurologis dalam batas normal tidak didapatkan
adanya kelainan.
2. PSIKOLOGIK
Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : Hiperaktif
Pembicaraan : Non Koheren
Sikap terhadap Pemeriksa : Non Kooperatif
19
Afek (mood) : Hypertym
Ekspresi afektif : Senang/Bahagia
Keserasian : Appropriate
Empati : Tidak dapat diraba rasakan
Konsentrasi : SDE
Pikiran abstrak : SDE
Halusinasi : Auditorik (+)
Visual (+)
Waham : Waham dikejar, misitk
Daya nilai sosial : SDE
Uji Daya nilai : SDE
Penilaian Realita : SDE
Tilikan : derajat 1
Taraf dapat dipercaya : Tidak dapat dipercaya
VIII. PROGNOSIS
Diagnosa penyakit : dubia ad malam
Perjalanan penyakit : dubia ad malam
Ciri kepribadian : dubia ad malam
Stressor psikososial : dubia ad malam
Riwayat Herediter : dubia ad bonam
Pendidikan : dubia ad malam
Lingkungan sosial : dubia ad malam
Organobiologik : dubia ad bonam
20
Pengobatan psikiatrik : dubia ad malam
Ketaatan berobat : dubia ad malam
Kesimpulan : dubia ad malam
IX. RENCANA TERAPI
Medika mentosa :
Clozapine 100 mg (0 - 0 - 1/2)
Trifluoperazine 5mg (1/2 - 0 - 1/2)
Trihexylphenidyl 2mg 3x1
Psikoterapi: Memberikan informasi dan edukasi yang benar mengenai
penyakit pasien, sehingga diharapkan keluarga dapat menerima pasien dan
mendukungnya kearah penyembuhan. Memberitahukan kepada keluarga
untuk tidak memberikan tekanan emosional kepada pasien. Keluarga juga
diharapkan mampu mengawasi kepatuhan pasien untuk kontrol minum obat,
dan meminta keluarga untuk lebih mendengarkan dan berkomunikasi
dengan pasien.
Usul pemeriksaan penunjang:
- Laboratorium darah lengkap
X. DISKUSI
Skizofrenia adalah bentuk psikosis fungsional dengan beberapa gejala
neuropsikiatrik. Terdapat gangguan dalam pola pikir, daya ingat dan perhatian
terhadap lingkungan sekitar. Ada yang membagi gejala skizofrenia menjadi gejala
positif dan negatif. Gejala positif yaitu halusinasi, waham, pikiran kacau.
Sedangkan gejala negatif yaitu afek datar [1].
21
Insidensi skizofrenia di seluruh dunia sekitar 1% [2]. Penderita skizofrenia
47,5% memiliki riwayat sering mengalami tekanan terhadap psikis maupun
peristiwa yang mengguncang psikis secara mendadak. Pada kasus skizofrenia,
sekitar 31,2% didahului oleh ketidakmampuan penderita mengatasi kecemasan
yang timbul sehari-hari terutama peristiwa yang mengguncang psikis secara
mendadak [3]. Resiko tinggi menderita skizofrenia berkisar umur 14 – 30 tahun [4].
Skizofrenia dikelompokkan berdasarkan gejala yang paling utama.
Kelompok skizofrenia yaitu skizofrenia simpleks, herbefrenik, katatonik,
paranoid, episode skizofrenia akut, skizofrenia residual, dan jenis skizo-afektif [5].
Penderita skizofrenia mengalami gangguan dalam persepsi gerakan visual. Sekitar
40% gangguan persepsi gerakan visual merupakan tanda awal seseorang
menderita skizofrenia [6].
Pada skizofrenia paranoid gejala yang utama adalah waham dan halusinasi.
Skizofrenia paranoid berjalan agak konstan [5]. Diperlukan pemeriksaan yang teliti
untuk mendiagnosa skizofrenia karena berdasarkan beberapa penelitian
didapatkan tingkat kesalahan diagnosa sekitar 60% - 90% [4].
Skizofrenia paranoid tidak jarang sukar dibedakan dari reaksi paranoid akut
dan kadang-kadang dari kepribadian paranoid dan obsesi yang berat [5].
Pedoman diagnostik skizofrenia, yaitu [7]:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
o Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)
22
a. - ”thought echo’ = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- ”thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- ” thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya
b. - ”delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau
- ”delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- ”delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ’dirinya” =
secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
- ”delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
23
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa ( misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing
dari dunia lain)
o Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas
a. halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus
b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme
c. perilaku katatonik seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;
24
d. gejala-gejala ”negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
o Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal);
o Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek peilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
b. Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
a. suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk verbal berupa bunyi peluit (whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa (laughing);
25
b. halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual atau
lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
c. waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau
”passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling khas;
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol
Pada penderita ini didiagnosa skizoprenia dikarenakan terdapatnya
halusinasi visual dan auditorik , dimana pasien merasa melihat bayangan hantu
serta ingin membunuh dirinya. Pasien juga memiliki waham dikejr serta magic
mistik, dimana pasien merasa ada yang mau mebunuh serta mengejarnya berupa
sosok hantu.. Pasien juga menjadi sering melamun serta bicara dan tertawa
sendiri, saat diajak bicara pasien juga tidak merespon.
Terapi psikorfarmaka yang dianjurkan kepada penderita ialah clozapine
yang merupakan obat antipsikotik golongan atipikal dan trifluoperazine yang
merupakan obat antipsikotik golongan tipikal. Clozapine yang diberikan kepada
penderita berupa sediaan tablet dosis 50 mg pada malam hari. Trifluoperazine
yang diberikan berupa sediaan tablet dosis 2,5 mg pada pagi dan malam hari.
Mekanisme kerja obat antipsikotik tipikal adalah memblokade dopamine
pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan
sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist). Sedangkan obat
26
antipsikosis golongan atipikal disamping berafinitas terhadap Dopamine D2
Receptors, juga terhadap Serotonin 5 HT2 Reseptors (Serotonin-dopamine
antagonist).
Serotonin-dopamine antagonist (SDA) mempunyai mekanisme kerja
melalui interaksi antar serotonin dan dopamin pada keempat jalur dopamin di
otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan sangat
efektif untuk mengatasi gejala negatif.
Dalam klinis praktis, anti-psikotik atipikal memiliki empat keuntungan,
yaitu :
1. Efek samping EPS jauh lebih kecil dibandingkan anti-psikosis golongan
tipikal, umumnya pada dosis terapi sangat jarang terjadi EPS.
2. Dapat mengurangi gejala negatif dari skizofrenia.
3. Menurunkan gejala afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk
pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.
4. Menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.
Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian anti-psikotik atipikal selain
efek samping yang minimal, juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan
mood, sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat
pemakaian obat antipsikotik. Pemakaian anti-psikotik atipikal dapat meningkatkan
angka remisi dan meningkatkan kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat
mengembalikan fungsinya dalam masyarakat.
Clozapine merupakan anti-psikotik yang pertama dikenal, kurang
menyebabkan timbulnya EPS, tidak menyebabkan terjadinya tardive dyskinesia
27
dan tidak terjadi peningkatan dari prolaktin. Clozapine merupakan gold standard
pada pasien yang telah resisten dengan obat anti-psikotik lainnya.
Efek primer terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara
bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Karena resiko efek samping EPS yang
sangat rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala EPS apabila
diberi anti-psikosis yang lain.
Mekanisme kerja anti-psikotik tipikal adalah dengan menurunkan
hiperaktifitas dopamin di jalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif
menurun, tetapi ternyata anti-psikotik tipikal tidak hanya memblok reseptor
dopamin di mesolimbik tetapi juga memblok reseptor dopamin di tempat lain
seperti jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Apabila reseptor
dopamin pada jalur mesokortikal diblok, maka dapat memperberat gejala negatif
dan kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut. Blokade pada
reseptor dopamin di nigrostriatal secara kronik dapat menyebabkan gangguan
pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Blokade reseptor dopamin pada jalur
tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat
menyebabkan disfungsi seksual dan peningkatan berat badan.
Anti-psikotik tipikal mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan
gejala positif seperti halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan
setelah penghentian pemberian anti-psikotik tipikal.
Kerugian pemberian anti-psikotik tipikal:
1. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia
2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif
28
3. Peningkatan kadar prolaktin
4. Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan
Keuntungan pemberian anti-psikotik tipikal adalah jarang menyebabkan
terjadinya Sindrom Neuroleptik Malignant (SNM) dan cepat menurunkan gejala
positif.
Berdasarkan hal tersebut, efek samping yang dimiliki oleh obat
antipsikotik antara lain:
sedasi dan inhibisi psikomotor
gangguan otonomik (hipotensi ortostatik, antikolonergik berupa mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur
gangguan endokrin
gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, sindrom Parkinson)
sindrom Parkinson terdiri dari tremor, bradikinesia, rigiditas
hepatotoksik
Efek samping yang dimiliki oleh obat tersebut memiliki tingkat toleransi
yang berbeda-beda. Beberapa penderita memiliki toleransi yang cepat, ada pula
yang lambat, bahkan ada pula yang membutuhkan obat simptomatis untuk
meredakan efek samping yang muncul.
Pada umumnya pemberian obat antipsikosis dipertahankan selama 3 bulan
atau 1 tahun setelah semua gejala psikotik menurun. Penghentian obat ini
dilakukan secara bertahap karena penghentian mendadak akan menimbulkan efek
“chlolinegic rebound”. Dalam hal ini dapat diberikan triheksifenidil.
29
Selain itu, pemberian Triheksifenidyl sebagai penatalaksanaan terjadinya
sindrom Parkinsonisme. Pada pasien ini pemberian triheksifenidil 3 x 2 mg
sebagai penatalaksanaan terhadap sindrom Parkinson, oleh karena dapat
mempengaruhi penyerapan/absorpsi obat anti psikosis sehingga kadarnya dalam
plasma rendah, dan dapat menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang
dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat antipsikosis agar tercapai dosis efektif.
Apabila sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara
bertahap untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat anti
Parkinson.
Efek samping obat antipsikosis salah satunya hepatotoksis maka perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin dam kimia darah terutama untuk
memeriksa fungsi hati (SGOT, SGPT) dapat juga dari pemeriksaan fisik, tanda
ikterik, palpasi hepar(2). Pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tanda hepatotoksik
dari pemeriksaan fisik.
Terapi lain yang dapat diberikan kepada penderita ialah psikoterapi. Terapi
ini dilakukan bila penderita sudah tampak agak tenang. Tujuan dilakukannya
terapi ini ialah untuk menguatkan mental penderita terutama dalam menghadapi
beban masalah. Selain itu pula, terapi minat dan bakat juga dapat menjadi salah
satu komponen terapi. Hal ini dilakukan selama proses rehabilitiasi. Hal yang
paling penting dalam penyembuhan penderita ialah dukungan dari keluarga dan
masyarakat, terutama sekali keteraturan dan kedisiplinan penderita dalam
menjalani terapi.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya, 2001.
2. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press, 2009.
3. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: PT Nuh Jaya, 2007.
4. Sinaga,RB. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007
5. Anonymous. Antipsychotic Medications. [online] Available from:URL: http://www.namigc.org/content/fact_sheets/medicationinfo/Antipsychotics/ANTIPSYCHOTIC_MEDS_0106.pdf
6. Anonymous. Psikotropik. [online]. [cited 2014 Maret 3]. Psikofarmaka Mental Health Nursing Eight Club-Universitas Padjadjaran. Available from: URL:http://antipsikotik-psikofarmaka.blogspot.com/
7. ISFI. ISO Indonesia. Volume 39. Jakarta : PT Anem Kosong Anem, 2004; 128-129, 136-137, 214-215, 350-351
8. Neal.MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi kelima. Erlangga Medical Series. Jakarta, 2005.
31